Analisis Kebijakan Evaluasi Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah oleh Pemerintah Pusat
Wibowo Oktafian Pratama
Inayati
Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai analisis kebijakan evaluasi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah oleh Pemerintah Pusat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara dan studi kepustakaan. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menganalisis kebijakan evaluasi Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-Undang No.34
tahun 2000 dan Undang-Undang No.28 tahun 2009 di bawah rezim Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu terdapat kekeliruan yang terjadi pada Undang-Undang No.34 Tahun
2000 terkait masalah wewenang pembatalan Perda, dan temuan tentang perbedaan dari dua Perundang-Undangan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta dampak yang timbul dari perubahan Undang-Undang
tersebut.
Evaluation Policy Analysis of Local Regulations on Regional Tax and Retribution by the Government
Abstract
This research discusses about the analysis on evaluation policy of Local Regulations on Regional Taxes and Retribution by the Government. This research use a qualitative approach, data collection techniques in this
research is done by indepth interview and literature study. The purpose of this research is to analyze the evaluation policy of Local Regulations on Regional Tax and Retribution Law No. 34 of 2000 and Law No. 28 of
2009 under the regime of Regional Tax and Retribution. Results obtained from this research is that there are mistakes that occur during the time that Law No. 34 of 2000 application that authorized the cancellation of Local Regulations related issues, and findings about the differences of the two Regional Tax and Retribution Law and
the impact arising from the change in the law.
Keywords: Evaluation policy, Regional tax, Local Regulation
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang bersifat desentralistis disadari sangat
diperlukan dan tepat untuk diterapkan di negara yang memiliki sebaran wilayah
kepulauan yang luas dengan keanekaragaman budaya majemuk seperti Indonesia ini. Di
samping memudahkan koordinasi dalam pemerintahan, sistem desentralisasi lebih demokratis
karena implementasi kekuasaan diselaraskan dengan karakter budaya dan kebiasaan daerah
masing-masing. Otonomi daerah dalam Negara kesatuan sebagaimana yang dimaksudkan di
Indonesia adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
Pemerintahannya sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang.
Salah satu wujud pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah penentuan sumber-sumber
penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri dengan potensinya masing-
masing (Sidik, 2002). Kewenangan daerah tersebut diwujudkan dengan memungut pajak
daerah dan retribusi daerah yang diatur dengan UU No. 28 Tahun 2009 yang merupakan
penyempurnaan dari UU No. 34 Tahun 2000 dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No.65
Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Perkembangan regulasi dan kebijakan dibidang perpajakan daerah dan Retribusi Daerah yang
dilandasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan adanya kewajiban setiap warga
negara untuk memberikan kontribusinya berupa pajak atau pungutan daerah sejenis lainnya
yang ditetapkan dalam undang-undang. Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, maka
pengenaan pungutan daerah berupa pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang ditetapkan
dengan Undang-undang kemudian diformulasikan sebagai komponen pendapatan asli daerah
(PAD). Berdasarkan hal ini Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam pembuatan
kebijakan pajak dan retribusi pada daerahnya melalui Peraturan Daerah (Perda).
Pergantian Undang-Undang PDRD dari UU Nomor 34 Tahun 2000 menjadi UU Nomor 28
Tahun 2009 juga mengakibatkan perubahan dalam Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta
pengawasan dan pembatalan Peraturan Daerah. Perbedaan tersebut antara lain terlihat dari
adanya pembatasan jenis pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dapat dipungut oleh
daerah (bersifat close list), adanya pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah
dibidang perpajakan dalam bentuk kenaikan tarif maximum, serta adanya sistem pengawasan
atas pemungutan Pajak daerah dan Retribusi daerah yang semula bersifat represif menjadi
preventif dan korektif
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Penelitian mengenai kebijakan evaluasi Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menganalisis
kebijakan evaluasi terhadap Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 di bawah rezim Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, serta menganalisis dampak yang timbul dari perubahan
kebijakan tersebut.
Tinjauan Teoritis
Dalam penelitian ini, tema utama yang ingin penulis analisis adalah perbedaan kebijakan
evaluasi Perda dari 2 (dua) Undang-Undang PDRD yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pajak Daerah
Menurut Edwin Robert Anderson Seligman, dalam essay on taxation sebagaimana
yang dikutip oleh Brotodiharjo (1986) menyatakan bahwa
“Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray
the expnses incurred in the common interest of all, without reference to special
benefit coffered” (h.3). Kata “the person”
menunjukan bahwa pajak dibayar ditanggung oleh orang baik orang pribadi maupun
badan. Kata “government” menunjukan bahwa pajak dibayarkan kepada pemerintah
dalam berbagai bentuknya. Pajak tersebut bisa dibayar atau dipungut oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah atau pemerintah yang bersifat internasional misalnya
kerjasama regional, internasional atau organisasi internasional (Rosdiana dan Tarigan,
2005 h.44).
Berdasarkan definisi pajak secara umum sebenarnya definisi pajak daerah tidak begitu
jauh berbeda, definisi pajak daerah menurut Mardiasmo (2006):
“...pajak daerah adalah pungutan wajib yang dilakukan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelengaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah”.(h.98-99)
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
b. Kebijakan Publik
Dalam menjalankan fungsinya, pemerintah membutuhkan instrumen untuk dapat
mengimplementasikan fungsinya tersebut. Instrumen yang dimaksud adalah
kebijakan. Helco memberi batasan dari suatu kebijakan, yaitu:
”To suggest in academic circle that there is a general agreement of anything is
to done a crimson in the bullpen, but policy is one term on which there seems to
be a certain amount of defitional agreement, as commonly used, the terms policy
is usually consider to apply to amethong bigger than particular decisions, but
smaller the general social movement.”(Parsons, 2005, h.15)
Dijelaskan bahwa menurut Helco, kebijakan adalah suatu istilah yang disepakati
secara umum yang biasanya digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tertentu
juga untuk perubahan sosial.
c. Desentralisasi
Istilah desentralisasi berasal dari Bahasa latin “de” berarti lepas dan “centrum” yang
artinya pusat. Desentralisasi adalah lawan kata dari sentralisasi, karena pemakaian
kata “de” dimaksudkan untuk menolak kata sebelumnya, jadi desentralisasi adalah
penyerahan segala urusan, baik pengaturan dalam arti pembuatan peraturan
perundang-undangan, maupun penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri, dari
Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah, untuk selanjutnya menjadi urusan
rumah tangga Pemerintah Daerah tersebut (Modeong,2005,h.86).
d. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertical diwilayah tertentu
(Sunarno, 2008, h.6). Asas dekosentrasi adalah asas pelimpahan wewenang
Pemerintahan yang sebenarnya kewenangannya itu ada ditangan Pemerintah Pusat,
yakni menyangkut penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya,
diberikan kepada Gubernur atau instansi vertikal didaerah sesuai arahan kebijaksanaan
umum dari Pemerintah Pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat (h.7-8).
e. Pembantuan (Medebewind)
Tugas Pembantuan adalah asas untuk turut sertanya Pemerintah Daerah bertugas
dalam melaksanakan urusan Pemerintah Pusat yang ditugaskan kepada Pemerintah
Daerah oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan
kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya (Kencana, h.104).
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif disebut pemahaman mendalam karena mempertanyakan makna suatu
objek secara mendalam dan tuntas (Irawan, 2006, h.4). Penulis menggunakan pendekatan
kualitatif karena ditujukan untuk mencoba menemukan suatu pemahaman terhadap kebijakan
evaluasi Perda yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Berdasarkan manfaat, penelitian ini
termasuk dalam penelitian murni, artinya pada penelitian ini manfaat dari hasil penelitian
untuk pengembangan akademis. Penulis menggunakan penelitian murni karena berorientasi
pada ilmu pengetahuan. Dari tujuan penelitian, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif,
yaitu penelitian yang menyajikan gambaran yang lengkap mengenai fenomena atau masalah,
setting sosial, dan hubungan-hubungan yang terdapat dalam suatu penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kebijakan evaluasi Perda dari 2(dua) peraturan Perundang-
Undangan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan pengumpulan
data menggunakan studi lapangan (wawancara) dan data-data literatur
Menurut Patton, data kualitatif terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu wawancara (interview),
pengamatan (observation), dan dokumen (documents). Dalam penyusunan penulisan ini,
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan studi literatur.
Wawancara dengan beberapa informan yang terkait dan menguasai bahasan dari penelitian
ini. Studi literatur adalah membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok
permasalahan penelitian, diantaranya melalui buku-buku bacaan, Undang-Undang, majalah,
jurnal, dan penelusuran di internet guna mendapatkan data yang dibutuhkan bagi penelitian
ini.
Hasil Penelitian Undang-Undang No 34 Tahun 2000 menggunakan sistem open list yang artinya Pemerintah
Daerah diberikan kebebasan untuk membuat jenis Pajak dan Retribusi Daerah yang baru
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
diluar yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Kemudian model pengawasan yang digunakan
pada rezim undang-Undang ini adalah pengawasan represif yang berarti pengawasan suatu
Perda dilakukan setelah Perda tersebut ditetapkan dan kewenangan untuk pengawasan serta
pembatalan suatu Perda diberikan kepada Kemendagri dengan instrumen pembatalan Perda
berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Pada Undang-Undang No 34 Tahun
2000 juga terdapat tumpang tindih peraturan Perundang-Undangan antara Undang-Undang
yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan Undang-Undang yang
mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Pada era Undang-Undang ini juga terdapat kesalahan
wewenang hukum terkait instrumen pembatalan Perda dengan Permendagri jika dilihat dari
sudut hierarki peraturan Perundang-Undangan. Sementara Pada Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 menggunakan sistem close list dan pengawasan preventif korektif. Sistem close
list yang berarti Pemerintah Daerah tidak bisa membuat jenis Pajak Daerah yang baru selain
yang terdapat pada Undang-Undang, sedangkan preventif korektif adalah pengawasan yang
dilakukan sebelum Perda tersebut ditetapkan. Kewenangan untuk masalah evaluasi dan
pengawasan suatu Perda diberikan kepada Kemendagri yang berkoordinasi dengan Kemenkeu
untuk Perda provinsi dan Gubernur berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk Perda
Kabupaten/Kota dengan instrumen pembatalan Perda menggunakan Peraturan Presiden
(Perpres). Pembahasan 1. Kebijakan Evaluasi Peraturan Daerah
Perlakuan kebijakan evaluasi Peraturan daerah mengalami perubahan yang sangat signifikan
dari UU No. 34 Tahun 2000 yang telah dirubah menjadi UU No. 28 Tahun 2009. Pergantian
atau Revisi pada Undang-undang secara umum bermaksud untuk memperbaiki Undang-
Undang sebelumnya, ada 3 (tiga) hal yang ingin diperbaiki dengan terbitnya UU Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pertama, penyempurnaan
sistem pemungutan pajak dan retribusi di daerah. Kedua, pemberian kewenangan perpajakan
yang lebih besar kepada daerah. Ketiga, peningkatan efektivitas pengawasan perpajakan.
a. Ketentuan Pembuatan Perda/Ranperda
Pembuatan Suatu Produk hukum sudah diatur mengenai tata cara dan teknisnya dalam
suatu Peraturan Perundang-undangan, jika dalam hal ini suatu produk hukum tersebut
adalah sebuah Perda. Penulisan teknis Perda untuk Undang-Undang No. 34 tahun
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
2000 mengikuti aturan yang telah dibuat oleh Undang-Undang No.10 tahun 2004
tentang Pembentukan peraturan Perundang-Undangan. Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang
pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan,
pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Undang-Undang ini
juga mengatur mengenai hierarki Perundang-Undangan yang terdapat pada pasal 7.
Pada perkembangannya saat ini Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan menggunakan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 yang
menggantikan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tersebut, sehingga teknis
pembentukan suatu Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada rezim Undang-
Undang No. 28 Tahun 2009 mengacu kepada peraturan Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tersebut.
b. Open List dan Close List System
Perbedaan mendasar dari UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan UU tentang PDRD yang
lama (UU No 34 Tahun 2000) adalah sistemnya. Di UU No.28 Tahun 2009, sistem
yang digunakan adalah tertutup (Close list). Artinya, pemerintah daerah (pemda) tidak
bisa menambahkan jenis Pajak Daerah baru, namun untuk Retribusi Daerah
memungkinkan untuk penambahan jenis Retribusi Daerah baru yang diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Di UU No.34 Tahun 2000, sistem yang dite-
tapkan terbuka (open list). Artinya, pemerintah Kabupaten dan Kota dibebaskan untuk
menentukan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah lain di luar yang sudah
ditetapkan (Pasal 2 ayat (4) untuk Pajak Daerah dan Pasal 18 ayat (4) untuk Retribusi
Daerah. Syaratnya, antara lain, penentuan tersebut harus sesuai dengan potensi Pajak
dan Retribusi di daerah tersebut. Selain itu, tidak bertentangan dengan yang menjadi
kewenangan pusat dan Provinsi serta tidak menimbulkan dampak negatif.
Dengan perubahan sistem yang digunakan, dirasa memang sudah cukup baik.
Perubahan dari open list menjadi close list menghilangkan rasa khawatir masyarakat
terhadap pungutan-pungutan pajak dan retribusi daerah yang baru. Masyarakat
khususnya investor dan pengusaha merasa lebih nyaman karena telah mengetahui
jenis-jenis pajak dan retribusi yang mungkin akan dipungut oleh Pemerintah
Daerahnya, dan masyarakat juga dapat turut serta mengawasi jenis pajak dan retribusi
daerah apa saja yang dibuat oleh Pemerintah Daerah karena semua telah tertera di
Undang-Undang. Dengan adanya sistem close list ini juga mendorong Pemerintah
Daerah agar melakukan pungutan Pajak dan Retribusinya secara efisien, karena jenis
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
pajak dan retribusi sudah dibatasi jadi Pemerintah Daerah harus bisa mengatur
prosedur pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerahnya sehingga tidak
mengeluarkan biaya dan tenaga berlebih dalam melakukan pungutan Pajak dan
Retribusi Daerahnya serta dapat mencapai PAD yang direncanakan. Dengan hal ini
menjadikan pengembangan Pajak dan Retribusi daerah pada Undang-Undang No.28
Tahun 2009 bersifat intensifikasi berbeda dengan Undang-Undang terdahulu yang
bersifat ekstensifikasi dengan penambahan jenis Pajak dan Retribusi Daerah baru.
c. Model Pengawasan
Dalam masalah pengawasan dan evaluasi Perda, Undang-Undang No. 34 Tahun 2000
menggunakan model pengawasan represif, model pengawasan ini sesuai dengan
pengawasan yang dipakai pasal 114 dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU Nomor 5 Tahun 1974. Pengawasan
represif yaitu dilakukan setelah suatu Perda tersebut dibentuk. Hal ini juga diikuti
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan
Represif Kebijakan Daerah. Perdaan dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
adalah Undang-Undang ini menggunakan model pengawasan Preventif dan korektif,
hal ini diatur dalam pasal 157-159 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Pengaturan
secara preventif ini juga telah diatur sebelumnya oleh Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat pada pasal 185-186 Undang-Undang
tersebut.
Sebetulnya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 juga mengatur pengawasan represif
dalam pasal 157-159 tersebut, artinya bisa saja jika Perda yang sudah disahkan atau
disetujui dikemudian hari dibatalkan oleh Presiden dengan mengeluarkan Perpres
(Perintah Presiden). Atau bisa juga terjadi ketika suatu Ranperda dievaluasi kemudian
ditemukan beberapa kesalahan dan Ranperda tersebut diharuskan direvisi, akan tetapi
tidak juga dilakukan perbaikan pada Ranperda tersebut namun malah ditetapkan
menjadi Perda sebelum direvisi oleh daerah bersangkutan, maka akan dikenakan
sanksi dan pembatalan untuk Perda tersebut.
d. Wewenang dan Instrumen Hukum Pembatalan Perda
Pada rezim Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 dilakukan model pengawasan
represif karena mengikuti aturan Perundang-Undangan No. 22 Tahun 1999 dan diatur
pula tentang pengawasan tersebut pada pasal 25A Undang-Undang No. 34 Tahun
2000. Kemudian pada perkembangannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
digantikan oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan mengatur model pengawasan tidak hanya pengawasan represif pada Pasal 145,
namun juga mengatur pengawasan preventif pada pasal 185-186 Undang-Undang
tersebut serta mengatur juga wewenang dan instrument hukum yang digunakan untuk
membatalkan Perda yaitu menggunakan Peraturan Presiden. Hal yang perlu dicermati
di sini adalah walaupun sudah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
namun pengawasan Perda pada rezim Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah No. 34 Tahun 2000 tetap menggunakan model represif dan wewenang
pembatalan oleh Kemendagri melalui Permendagri.
Ketika memasuki rezim Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 kewenangan serta
instrument hukum dan prosedur mekanismenya sudah jelas terdapat dalam Pasal 157-
159 UU No. 28 Tahun 2009 ditambah lagi peraturan mengenai Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kewenangan dalam pembatalan Perda
diberikan kepada Presiden dengan menggunakan Peraturan Presiden dan kewenangan
Mendagri mengevaluasi dan mengklarifikasi Ranperda pada tingkat Provinsi,
sementara Gubernur diberi kewenangan pada tingkat Kabupaten/Kota. Kegiatan
pembatalan Perda oleh Mendagri sudah tidak ada lagi pada rezim Undang-Undang ini
yang ada hanya pengawasan preventif sebelum Perda tersebut ditetapkan dengan cara
mengevaluasinya dan kewenangan untuk mengklarifikasi Perda yang bermasalah. Jika
ada kesalahan dari pembuatan Ranperda maka akan dikembalikan kepada daerah yang
bersangkutan beserta surat yang berisi catatan hal-hal yang perlu dikoreksi dari
Ranperda, jika Pemerintah Daerah tersebut merevisi Ranperdanya bisa dikembalikan
lagi ke Pusat untuk dievaluasi kembali dan disetujui, namun jika Ranperda tidak
direvisi maka Ranperda tersebut tidak bisa ditetapkan menjadi Perda. Tabel 1 Identifikasi Ketentuan tentang Pembatalan Peraturan Daerah
Peraturan Pembatalan Jenis Perda Pejabat yang
Berwenang Instrumen Hukum
UU No. 34/2000 Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pemerintah -‐ UU No. 32/2004 -‐ Pemerintah Perpres PP No. 65/2001 Perda Pajak Daerah Mendagri -‐ PP No. 66/2001 Perda Retribusi Daerah Mendagri -‐ PP No. 79/2005 Perda Pajak APBD Daerah, Retribusi
Daerah, dan Tata Ruang Provinsi Mendagri Permendagri
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Perda Pajak APBD Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Kab/Kota
Gubernur Pergub
Perda di luar Perda Pajak APBD, Retribusi, dan Tata Ruang
Presiden Perpres
Permendagri No. 53/2007
Perda Pajak APBD Daerah, Retribusi Daerah, Tata ruang Provinsi
Mendagri Permendagri
Perda Pajak APBD Daerah, Retribusi Daerah, Tata ruang Kab/Kota
Gubernur Pergub
Perda Provinsi di luar Perda Pajak APBD, Retribusi, dan Tata Ruang
Presiden Perpres
Perda Kab/ Kota di luar Perda Pajak APBD, Retribusi, dan Tata Ruang
Mendagri Permendagri
UU No. 28/2009 Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Presiden Perpres Sumber : PSHK Laporan Kajian Implementasi Pengawasan Perda
Pengawasan pada Undang-Undang No 28 Tahun 2009 juga dibuat berjenjang, yaitu
Perda kabupaten/Kota dievaluasi oleh Gubernur sedangkan Perda Provinsi oleh
Kemendagri. Jika dilihat dari asas desentralisasi hal ini cukup sejalan juga terkait
dengan teori dekonsentrasi dan pembantuan (medebewind) sehingga tidak semua
Perda ditujukan kepada Pusat hal ini meringankan tugas dari Pemerintahan Pusat.
e. Mekanisme dan Prosedur Pengawasan
Pada Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 mekanisme pembatalan terdapat pada Pasal
5A (untuk Pajak Daerah) dan 25A (untuk Retribusi Daerah) yang menjelaskan bahwa :
• Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah disampaikan kepada Pemerintah
paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan
• Pembatalan dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan
Daerah dimaksud.
• Pembatalan Perda dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 serta ketentuannya
mengenai pengawasan represif dalam Pasal 145 dan diikuti dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 53 Tahun 2007 maka pengawasan Perda pada rezim Undang-
Undang No. 34 Tahun 2000 menjadi :
• Peraturan Daerah disampaikan kepada Pemerintah Pusat paling lama 7 (tujuh) hari
setelah ditetapkan
• Masa evaluasi dan Pembatalan Perda oleh Pemerintah Pusat paling lama 60 (enam
puluh) hari
• Pembatalan dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
• Hasil Pembatalan disampaikan kepada Pemerintah Daerah disertai alasan dengan
menunjukan Pasal dan/atau ayat yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi
• Gubernur dan/atau Bupati/Walikota bersama DPRD menghentikan pelaksanaan
Peraturan Daerah paling lama 7 (tujuh hari) sejak diterimanya peraturan
pembatalan
• Apabila kepala daerah tidak dapat menerima peraturan tentang pembatalan
peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah dengan alasan yang dapat
dibenarkan dengan peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat
mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.
• Apabila keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah
Agung tersebut menyatakan peraturan tentang pembatalan Peraturan Daerah
dan/atau peraturan kepala daerah menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan
hukum
Untuk Undang-Undang No.28 Tahun 2009 mekanisme pengawasan diatur dalam Pasal
157-159 Undang-Undang No.28 Tahun 2009 serta diikuti juga dengan peraturan baru
yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Permendagri No.1 Tahun
2014. Untuk beberapa poin perbedaan dengan Undang-Undang sebelumnya adalah :
• Peraturan Daerah diserahkan paling lama 3 (tiga) hari kepada Kementerian Dalam
Negeri (Ranperda Provinsi) atau Gubernur (Ranperda Kabupaten/Kota)
• Evaluasi Ranperda Provinsi/Kabupaten/Kota paling lama 15 (lima belas) hari
• Evaluasi Ranperda Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur dengan membentuk
tim evaluasi yang keanggotaannya terdiri atas SKPD sesuai kebutuhan dan
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan
• Evaluasi Ranperda Provinsi dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dengan
membentuk tim evaluasi yang terdiri atas Komponen lingkup Kemendagri dan
Kementerian terkait sesuai kebutuhan yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal
serta berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan
• Hasil evaluasi yang disetujui bisa langsung ditetapkan menjadi Perda oleh
Gubernur (Perda Provinsi) dan Bupati/Walikota (Perda Kabupaten/Kota)
• Hasil evaluasi yang perlu diperbaiki dikembalikan kepada Gubernur (Perda
Provinsi) dan Bupati/Walikota (Perda Kabupaten/Kota) untuk dikoreksi atau
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
diperbaiki, setelah Ranperda diperbaiki bisa langsung ditetapkan menjadi Perda
oleh yang berwenang.
• 7 (tujuh) hari setelah penetapan Perda harus dilaporkan kembali kepada
Pemerintah Pusat untuk dievaluasi dan diklarifikasi. Akan dikaji apakah Perda
tersebut sesuai catatan evaluasi sebelumnya atau berbeda, atau malah tidak
dikoreksi sama sekali setelah dievaluasi. Jika terjadi kesalahan pada Perda tersebut
maka harus dilakukan klarifikasi terhadap Perda tersebut dan disampaikan kepada
Gubernur (Perda Provinsi) dan Bupati/Walikota (perda Kabupaten/Kota) serta
pemberian sanksi atas kesalahan Perda tersebut.
• Jika permintaan klarifikasi tidak juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang
bersangkutan, maka Kementerian Dalam Negeri akan menuliskan surat
rekomendasi pembatalan Perda kepada Presiden (Perda Provinsi) dan Gubernur
merekomendasikan pembatalan kepada Presiden melalui Kementerian Dalam
Negeri (Perda Kabupaen/Kota)
• Pembatalan Oleh Presiden melalui Perpres dilakukan paling lambat 60 (enam
puluh) hari, jika dalam 60 (enam puluh) hari tersebut Presiden tidak mengeluarkan
Perpres untuk pembatalan, maka Perda tersebut berlaku.
• Paling lama setelah 7 (tujuh) hari menerima pembatalan Perda tersebut maka
Kepala Daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda tersebut, dan selanjutnya
DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Perda yang dimaksud.
• Jika Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota merasa keberatan atas putusan
pembatalan tersebut, dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. Jika
keberatan diterima, maka Perpres yang membatalkan Peraturan Daerah tersebut
menjadi tidak berlaku.
2. Dampak Perubahan Perundang-Undangan PDRD
a. Close List system
Perubahan kearah close list system ini memberikan dampak yang cukup besar,
pasalnya ketika Pemerintah Daerah berusaha menciptakan jenis Pajak dan
Retribusi Daerah yang baru untuk menambah PAD, mereka harus
mengurungkan niat tersebut dikarenakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sudah ditentukan jenisnya bersamaan dengan diberlakukannya Undang-Undang
No.28 Tahun 2009. Kekhawatiran Pemerintah Daerah terhadap menurunnya
PAD mereka dijawab oleh kebijakan Pemerintah yang mengalihkan BPHTB dan
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
PBB yang awalnya adalah Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah serta
menambahkan beberapa jenis Pajak dan Retribusi Daerah ke dalam Undang-
Undang. Selain Hal tersebut juga Pemerintah melakukan penyuluhan untuk
melakukan pengenaan Pajak dan Retribusi secara efisien agar PAD mereka bisa
tetap terjaga, serta juga kebijakan kenaikan tarif maksimum Pajak Daerah.
Selain menimbulkan dampak ketakutan pada Pemerintah Daerah terkait masalah
PAD nya, sistem close list ini juga memiliki dampak yang baik, yaitu
masyarakat tidak perlu resah lagi terhadap banyaknya Jenis Pajak dan Retribusi
Daerah baru yang dibebankan kepada mereka, ini menguntungkan untuk investor
dan para pengusaha. Jenis Pajak yang bermasalah pun dapat ditekan seminimal
mungkin karena jenis Pajak sudah ditetapkan jika ada Pajak baru di luar
ketetapan Undang-Undang sudah pasti akan ditolak pada saat evaluasi.
b. Pengawasan Perda/Ranperda
Dengan adanya pengawasan preventif dan berjenjang merupakan sistem yang
bagus dan terkoordinir dengan baik, namun jika tidak disesuaikan dengan
sumber daya yang baik juga maka sistem ini akan menjadi tidak baik. Pada
Undang-Undang sebelumnya yang berwenang dan terbiasa melakukan evaluasi
suatu Perda adalah Kementerian Dalam Negeri, ketika terjadi peralihan,
Pemerintah Provinsi juga dituntut untuk bisa melakukan evaluasi terhadap Perda
yang tentunya tidak banyak dari Pemerintah Provinsi yang memiliki kemampuan
untuk mengevaluasi Perda ketika masa peralihan ini.
Dampak lain yang ditimbulkan dengan berlakunya Undang-Undang No.28
Tahun 2009 adalah menjadikan pengawasan Perda/Ranperda berlapis-lapis, yaitu
sebelum Perda tersebut ditetapkan dan setelah Perda tersebut ditetapkan harus
dilaporkan kepada Pemerintah Pusat. Ini membuat Pemerintah Pusat mempunyai
tugas ganda, melakukan evaluasi Ranperda kemudian setelah Perda ditetapkan
dilakukan lagi klarifikasi pada Perda untuk mengkaji Perda tersebut, sementara
Perda/Ranperda yang dibuat oleh Pemerintah Daerah tidak sedikit jumlahnya
dan tidak ada aturan batasan penerimaan Perda/Ranperda baru untuk
dievaluasi/diklarifikasi dalam satu waktu tertentu. Dampaknya tentu saja
berpengaruh terhadap Perda/Ranperda yang bisa melebihi batas waktu dalam
proses evaluasi ataupun proses evaluasi dan klarifikasi yang tidak maksimal
karena terikat batas waktu yang diatur oleh Undang-Undang.
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Yang kemudian menjadi dampak positif yang bisa didapat dari pengawasan
berjenjang adalah pengeluaran biaya untuk pembuatan Perda bisa ditekan. Kalau
pada Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 biaya untuk membuat Perda pada
rezim Undang-Undang ini sangat tinggi, pertama pengawasan Perda dilakukan
setelah Perda tersebut dibentuk, bisa dibayangkan proses untuk membentuk
Perda harus dikoordinasikan dulu dengan DPRD kemudian dibentuk dan
ditetapkan sebagai Perda, lalu setelah dilaporkan ke Pusat dan dievaluasi
ternyata dibatalkan oleh Kemendagri. Kedua, proses pelaporan Perda yang sudah
dibentuk tersebut ke Pusat, jika daerah ini letaknya jauh dari Pusat biaya yang
dikeluarkan akan sangat besar.
c. Masalah Teknis
Dampak yang pasti terjadi jika suatu Perundang-Undangan mengalami peralihan.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 dikeluarkan dengan perubahan yang cukup
signifikan dibanding Undang-Undang sebelumnya, ketika Undang-Undang No.
34 Tahun 2000 sudah berjalan hampir 10 tahun kemudian dipaksa untuk
merubah sistem tata peraturan yang ada, hal ini bukanlah hal yang mudah
terutama untuk Pemerintah Daerah. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk
memahami sebuah peraturan Perundang-Undangan.
Dengan diharuskannya menyiapkan Perda baru sesuai kerangka Undang-Undang
No.28 Tahun 2009 dalam waktu yang relatif singkat ini terdapat banyak
kesalahan pembuatan Perda secara teknis, namun disinilah peran dari Pusat
sebagai tempat berkonsultasi dan memandu Pemerintah Daerah agar dengan
segera memahami Undang-Undang yang baru tersebut.
Simpulan Berdasarkan pembahasan penelitian di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil Evaluasi
Kebijakan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah oleh Pemerintah Pusat adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan regulasi dan kebijakan dibidang PDRD dari Undang-Undang sebelumnya
(Undang-Undang No.34 Tahun 2000) ke Undang-Undang yang baru (Undang-Undang
No.28 Tahun 2009) berimplikasi pada Jenis pungutan PDRD yang semula bersifat open
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
list menjadi close list, Mekanisme pengawasan terhadap Perda yang semula represif,
menjadi preventif dan korektif, Wewenang dan Instrumen pembatalan Perda dalam
melakukan pengawasan pun berbeda yang semula dilakukan oleh Kementerian Dalam
Negeri dengan instrumen Peraturan Menteri Dalam Negeri, setelah munculnya Undang-
Undang No.28 Tahun 2009 kewenangan pembatalan Perda dipegang oleh Presiden
dengan instrumen Peraturan Presiden
2. Dampak yang muncul dari Perubahan Undang-Undang PDRD adalah adanya
kenyamanan masyarakat karena tidak bermunculan jenis Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang baru, pengawasan berjenjang yang membutuhkan kordinasi dan persamaan
persepsi antar pihak yang berwenang dalam melakukan proses evaluasi, dalam hal biaya
untuk mengevaluasi Perda dapat ditekan serta permasalahan yang bersifat tekhnis
pemahaman karena perubahan Perundang-Undangan.
Saran
1. Dengan prosedur dan ketentuan pengawasan yang sekarang terkait permasalahan
perbedaan prosedur evaluasi dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Untuk Daerah agar memahami ketentuan-
ketentuan yang ada pada Undang-Undang yang terbaru.
2. Memperkuat SDM yang terkait dengan pengevaluasian Perda, kemudian memperkuat
kerja sama atau kordinasi antara Gubernur dengan Kementerian Keuangan terkait
evaluasi Perda Kebupaten/Kota atau antara Menteri Dalam Negeri dengan Menteri
Keuangan untuk evaluasi Perda Provinsi.
3. Meningkatkan kinerja dalam pengawasan dan evaluasi ada baiknya dibuat batasan
tertentu Pemerintah Pusat dalam menerima banyaknya Perda yang masuk untuk
dievaluasi, agar pencapaian batas waktu dan ketepatan dalam mengevaluasi dapat
ditingkatkan Daftar Referensi Buku
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Brotodiharjo, R. Santoso. (1998). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditma.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Fisip
UI.
Mardiasmo. (2008). Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Modeong, Supardan. (2005). Teknik Perundang-undangan. Jakarta: PT. Perca.
Parsons, Wayne. (2005). Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Predana Media.
Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. (2005). Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Sunarno, Siswanto. (2008). Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 246.
_________________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.
_________________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82.
_________________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130.
_________________. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32.
Sumber Lainnya
Sidik, Machfud. (2002). Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal. Yogyakarta: Seminar Setahun Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia.
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Analisis Kebijakan..., Wibowo Oktafian Pratama, FISIP UI, 2014
Top Related