Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BELAWAN KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh:
FEBRINA GIRSANG 030308039
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
2
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA DAS BELAWAN KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh :
FEBRINA GIRSANG 030308039
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana
di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Ir.Edi Susanto M.Si) (Achwil Putra Munir, STP, M.Si)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007
3
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
ABSTRACT
Rainfall is the most important input component in the hydrologic process. Some of rainfall characteristics, are intensity (I), duration (t), depth (d) and frequency. Intensity that is related to duration and frequency can be expressed by intensity duration frequency (IDF) curve. IDF curve can be used to calculated floodrate using rational method. In this IDF study, daily rainfall depth was calculated by frequency analysis, which was started by determining the daily maximum mean rainfall, in this case there are three stations were observed at DAS Belawan i.e Bulu Cina, Tandem Hilir and Sei Semayang, then followed by calculating statistical parameter to choose the best distribution. Intensity could be calculated by mononobe method, while coefficient of runoff value was taken from land use data at DAS Belawan. The result of this study indicated that most data was fixed to the log Pearson Type III distribution. Keyword : Rainfall, Intensity, duration, frequency, distribution, and floodrate .
ABSTRAK
Hujan adalah komponen masukan penting dalam proses hidrologi. Karakteristik hujan diantaranya intensitas, durasi, kedalaman, dan frekuensi. Intensitas yang berhubungan dengan durasi dan frekuensi dapat diekspresikan dengan kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF). Kurva IDF digunakan untuk menghitung debit puncak dengan metode rasional. Dalam kurva IDF, kedalaman curah hujan harian dihitung dengan analisis frekuensi, dimulai dengan menghitung curah hujan maksimum harian, dalam hal ini ada tiga stasiun yang diamati pada DAS Belawan yaitu Bulu Cina, Tandem Hilir dan Sei Semayang, kemudian dilanjutkan dengan menghitung parameter statistik dan memilih jenis distribusi yang sesuai. Intensitas hujan dapat dihitung dengan metode mononobe sementara nilai koefisien limpasan diperoleh dari jenis tata guna lahan yang ada pada DAS Belawan. Hasilnya diperoleh bahwa jenis distribusi yang sesuai adalah distribusi Log Pearson Type III. Kata kunci: curah hujan, intensitas, durasi, frekuensi, pola distribusi dan debit
puncak.
4
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
RINGKASAN PENELITIAN
Febrina, Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak dengan
Metode Rasional pada DAS Belawan kabupaten Deli Serdang di bawah
bimbingan Edi Susanto, selaku ketua komisi pembimbing dan Achwil P. Munir
selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi yang tepat dan
menghitung debit puncak dengan metode rasional pada DAS Belawan kabupaten
Deli Serdang. Dari penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan sebagai
berikut :
Kondisi DAS Belawan
Luas total daerah pengaliran sungai Belawan (A) sebesar 439,37 km 2 ,
panjang sungai 65 km, kemiringan sungai (S) 0,00798 m/m. Ada lima stasiun
penakar hujan pada DAS Belawan yaitu Sei Semayang, Tiga Panah, Tandem
Hilir, Bulu Cina dan Belawan. Dari kelima stasiun hujan yang ada, stasiun yang
mempunyai data yang lengkap hanya stasiun Bulu Cina, Tandem Hilir dan Sei
Semayang. Curah hujan di DAS Belawan dapat diwakili oleh ketiga stasiun hujan
tersebut.
Kondisi tata guna lahan DAS Belawan terdiri dari kawasan hutan primer,
hutan mangrove, hutan sekunder, padang rumput, kebun campuran, kelapa sawit,
sawah irigasi dan permukiman. Kawasan yang mendominasi adalah perkebunan
dan permukiman.
Analisis Curah Hujan
5
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Curah hujan maksimum tertinggi sebesar 155 mm dan curah hujan
maksimum terendah 45 mm. Berdasarkan parameter statistika yang diperoleh dan
setelah diuji dengan uji Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov, jenis distribusi
yang cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di wilayah studi
adalah distribusi Log Pearson Type III. Besarnya curah hujan rancangan berbagai
periode ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 40, 50, 100, 200, tahun adalah sebesar 47,38
mm; 78,61 mm; 98,97 mm; 112,93 mm; 118,66 mm; 124,82 mm; 131,13 mm;
133,54 mm; 138,52 mm; 143,65 mm; 159,55 mm; dan 174,5 mm.
Intensitas Hujan
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan metode rasional
adalah nilai intensitas hujan dengan durasi tertentu harus sama dengan waktu
konsentrasi. Hal ini terpenuhi dimana waktu konsentrasi diperoleh sebesar 10,60
jam yang tidak melebihi durasi hujan yang umum terjadi 1-6 jam dan paling
maksimum 12 jam. Intensitas hujan yang diperoleh berdasarkan waktu konsentrasi
untuk kala ulang sama sebesar 3,5 mm/jam; 5,76 mm/jam; 7,25 mm/jam; 8,28
mm/jam; 8,69 mm/jam; 9,15 mm/jam; 9,61 mm/jam; 9,79 mm/jam; 10,15
mm/jam; 10,53 mm/jam; 11,69 mm/jam; dan 12,79 mm/jam.
Debit Puncak
Koefisien limpasan sangat mempengaruhi debit puncak yang terjadi. Pada
DAS Belawan koefisien limpasan diperoleh sebesar 0,2122. Hal ini berarti bahwa
DAS Belawan dalam kondisi baik. Perubahan tata guna lahan yang terjadi harus
bersamaan dengan upaya pelestarian lingkungan. Debit puncak yang diperoleh
untuk masing-masing kala ulang sebesar sebesar 95,27 m 3 /detik; 156,78
m 3 /detik; 197,34 m 3 /detik; 225,37 m 3 /detik; 236,53 m 3 /detik; 249,05 m 3 /detik;
6
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
261,57 m 3 /detik; 266,47 m 3 /detik; 276,27 m 3 /detik; 286,61 m 3 /detik; 318,19
m 3 /detik; dan 348,13 m 3 /detik.
7
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuta Buluh pada tanggal 01 Pebruari 1986 dari
bapak T. Girsang dan Ibu M br Bangun. Penulis merupakan putri ketiga dari
empat bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Swasta Cahaya Medan dan pada tahun
2003 lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program
studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama masa kuliah penulis mengikuti beberapa organisasi seperti
IMATETA dan KMK pada tahun 2003-2008. Penulis melaksanakan praktek kerja
lapangan (PKL) di Pabrik Gula PTPN II Kwala Madu.
8
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa
karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah Analisis Curah Hujan untuk
Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS Belawan Kabupaten
Deli Serdang .
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Edi Susanto, M.Si dan
Bapak Achwil Putra Munir STP, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan saran. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua atas segala
dukungannya kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
kesempurnaan skripsi ini. Sekian dan terima kasih.
Medan, Mei 2008
Penulis
9
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ------------------------------------------------------------------------ i RINGKASAN PENELITIAN --------------------------------------------------- ii RIWAYAT HIDUP -------------------------------------------------------------- iv KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------- v DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ------------------------------------------------------------ ix DAFTAR LAMPIRAN ---------------------------------------------------------- x PENDAHULUAN
Latar Belakang -------------------------------------------------------------- 1 Tujuan Penelitian ----------------------------------------------------------- 6 Kegunaan Penelitian ------------------------------------------------------- 6
TINJAUAN LITERATUR
Siklus Hidrologi ------------------------------------------------------------ 7 Daerah Aliran Sungai ( DAS ) -------------------------------------------- 9 Analisis Frekuensi ---------------------------------------------------------- 10
Distribusi Normal ----------------------------------------------------- 14 Distribusi Log Normal ----------------------------------------------- 16 Distribusi Log Pearson Type III ------------------------------------ 18 Distribusi Gumbel ---------------------------------------------------- 19
Uji Kecocokan -------------------------------------------------------------- 21 Intensitas Curah Hujan ----------------------------------------------------- 23 Waktu Konsentrasi --------------------------------------------------------- 25 Koefisien Limpasan -------------------------------------------------------- 26 Metode Rasional ------------------------------------------------------------ 28
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ---------------------------------------------- 30 Bahan Dan Alat ------------------------------------------------------------- 30 Metode Penelitian ---------------------------------------------------------- 30 Pelaksanaan Penelitian ----------------------------------------------------- 31 Pengolahan Data ------------------------------------------------------------ 32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi DAS Belawan ----------------------------------------------------- 34 Analisis Curah Hujan ------------------------------------------------------ 35
Curah Hujan Harian Maksimum ------------------------------------ 35 Penentuan Pola Distribusi Hujan------------------------------------ 37
Uji Kecocokan (Goodness of Fit) ----------------------------------------- 39 Curah Hujan Rencana ------------------------------------------------------ 39 Intensitas Hujan ------------------------------------------------------------- 41
10
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Analisis Debit Banjir ------------------------------------------------------- 42 Waktu Konsentrasi --------------------------------------------------- 42 Koefisien Limpasan -------------------------------------------------- 43 Debit Puncak ---------------------------------------------------------- 45
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ------------------------------------------------------------------ 46 Saran ------------------------------------------------------------------------- 46
DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------------ 48 LAMPIRAN ---------------------------------------------------------------------- 50
11
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
DAFTAR TABEL
Hal
1. Parameter statistik analisis frekuensi -------------------------------------- 14
2. Koefisien limpasan berdasarkan fungsi lahan ---------------------------- 27
3. Data penggunaan lahan pada DAS Belawan ------------------------------ 35
4. Data curah hujan harian makimum tahun 1985-2006 -------------------- 37
5. Parameter statistik analisis frekuensi -------------------------------------- 37
6. Hasil uji Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov ------------------------ 39
7. Parameter statistik analisis frekuensi disribusi
Log Pearson Type III -------------------------------------------------------- 40
8. Hujan rancangan berbagai periode ulang --------------------------------- 40
9. Intensitas hujan jam-jaman-------------------------------------------------- 41
10. Perhitungan koefisien limpasan -------------------------------------------- 43
11. Debit puncak DAS Belawan ------------------------------------------------ 45
12
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Gambar siklus hidrologi ----------------------------------------------------- 9
2. Gambar kurva distribusi frekuensi normal -------------------------------- 15
3. Distribusi frekuensi hujan DAS Belawan --------------------------------- 38
4. Kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency) ------------------------------ 42
13
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1 Kerangka pemikiran penelitian----------------------------------------- 49
2 Data curah hujan maksimum harian ----------------------------------- 50
3 Nilai faktor frekuensi K ------------------------------------------------- 52
4 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi) -------------- 54
5 Uji kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov ------------------------ 55
6 Tabel distribusi normal ------------------------------------------------- 56
7 Peta DAS Belawan ------------------------------------------------------ 57
8 Peta tata guna lahan DAS Belawan ------------------------------------ 58
14
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang paling berharga, karena tanpa air
tidak mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan
manusia, hewan, dan tanaman, tetapi juga merupakan media pengangkutan,
sumber energi dan berbagai keperluan lainnya. Pada suatu saat dalam bentuk
hujan lebat dan banjir, air juga dapat menjadi benda perusak, menimbulkan
kerugian harta dan jiwa, serta menghanyutkan berjuta-juta ton tanah subur.
Ilmu yang mempelajari proses yang mengatur kehilangan dan penambahan
serta penampungan sumber-sumber air di bumi adalah hidrologi. Dua besaran
ekstrim dalam hidrologi adalah besaran maksimum berupa banjir dan besaran
minimum berupa kekeringan. Mengingat pentingnya sungai bagi kehidupan
manusia, maka keadaan ekstrim alirannya, baik kekeringan maupun banjir tidak
dikehendaki. Terutama untuk kasus banjir, perlindungan terhadap berbagai aspek
kehidupan di sepanjang sungai perlu diperhatikan. Di dalam analisis hidrologi,
salah satu hasil akhir yang sering diharapkan adalah perkiraan besar banjir (hujan)
rancangan untuk suatu bangunan hidraulik tertentu (Sri Harto, 1993).
Aliran air sangat bergantung kepada kondisi tata guna lahan di permukaan
bumi. Bila tidak ada daerah yang bisa menyerap dan daerah yang bisa menahan
laju aliran maka pada waktu musim penghujan air akan mengalir langsung ke laut.
Pada waktu musim kemarau karena tidak ada lagi hujan maka keberadaan air di
suatu tempat tergantung dari kuantitas dan kualitas resapan dan penahan air pada
15
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
waktu musim penghujan. Dengan resapan maupun penahan air yang baik dan
optimal maka kebutuhan air dapat terpenuhi di musim kemarau karena masih ada
air yang tertampung dan terhenti misalnya : waduk, danau, dan lain-lain serta
yang meresap di dalam tanah sehingga membentuk air tanah, sumur, spring, dan
lain-lain (Kodoatie dan Syarief, 2005).
Daerah aliran sungai (DAS) adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan
mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan
berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi
DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu.
Perubahan tata guna lahan misalnya dari hutan dijadikan perumahan, perkebunan
atau lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ini berkurang secara drastis.
Seluruh air hujan akan dilepaskan DAS ke arah hilir. Sebaliknya semakin besar
retensi suatu DAS semakin baik, karena air hujan dapat dengan baik diresapkan
di DAS ini dan secara perlahan-lahan dialirkan ke sungai hingga tidak
menimbulkan banjir di hilir (Maryono, 2005).
Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan
pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan
perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar
pengaruhnya terhadap kelestarian sumber daya air adalah perubahan dari kawasan
hutan ke penggunaan lainnya seperti pertanian, perumahan ataupun industri.
Kerapatan bangunan yang tinggi misalnya akan mengurangi area peresapan air
hujan ke dalam tanah. Kerapatan bangunan (perumahan) ini dipengaruhi oleh
meningkatnya jumlah penduduk. Apabila kegiatan tersebut tidak dengan segera
dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat
16
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan
karena perubahan penggunaan lahan yang tidak bijaksana (tidak disertai tindakan
konservasi), sehingga hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran
permukaan (run off).
Kekeringan dan banjir, secara bersamaan maupun terpisah, menjadi
pandangan publik yang memilukan. Dalam beberapa dekade terakhir ini,
kekeringan berlangsung diberbagai tempat di Indonesia. Akibatnya, jutaan hektar
areal pertanian di Jawa dan luar Jawa terancam gagal panen. Sementara masih
sangat kental dalam ingatan, musim hujan selalu memaksa orang untuk tergopoh-
gopoh karena datangnya banjir yang meredam berbagai kota.
Sejumlah sungai dan pantai di Sumatera Utara dewasa ini dalam kondisi
kritis dan mengancam kehidupan masyarakat. Di samping kualitas dan kuantitas
air sungainya yang semakin menurun untuk penyediaan air baku pada musim
kemarau, hal itu juga menimbulkan bahaya banjir pada musim hujan. Luas daerah
pengaliran sungai yang telah kritis di kota Medan lebih kurang 592.000 Ha,
tersebar di satuan wilayah sungai (SWS) Wampu-Besitang, SWS Belawan-
Belumai-Ular, SWS BahBolon, SWS Barumun Kualah, dan SWS Batang Gadis-
Batang Toru. Sedangkan yang rawan terhadap banjir mencapai seluas 115.903 Ha,
terdiri dari perkotaan 7.996 Ha, daerah industri 4.549 Ha, dan daerah pertanian
atau pedesaan 103.903 Ha, serta sarana transportasi yang rawan banjir terdapat
sepanjang 386,40 km. Sungai-sungai yang dalam kondisi kritis antara lain sungai
pada SWS Wampu-Besitang dan SWS Belawan-Belumai-Ular, yaitu Sungai Deli,
Sungai Percut, dan Sungai Belawan (Anonimous, 2006).
17
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Menurut Sudjarwadi (1987), banjir adalah aliran atau genangan air yang
menimbulkan kerugian ekonomi bahkan kehilangan jiwa. Aliran atau genangan
air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri
sungai atau saluran akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi
debit aliran yang lewat.
Bencana banjir selain akibat kerusakan ekosistem ataupun aspek
lingkungan yang tidak terjaga juga disebabkan karena bencana alam itu sendiri
seperti curah hujan yang tinggi. Curah hujan sangat berpengaruh pada besarnya
debit air yang mengalir pada suatu sungai. Curah hujan yang diperlukan untuk
analisis hidrologi adalah curah hujan rata-rata dari seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (stasiun). Curah hujan
ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan dinyatakan dalam mm. Analisis
hidrologi memerlukan data curah hujan yang akurat, namun data curah hujan ini
sulit untuk diperoleh. Ketidaklengkapan data dapat disebabkan oleh terbatasnya
jumlah alat yang dipasang dan tidak semua data tercatat secara lengkap. Dalam
perencanaan bangunan pengendali banjir seperti saluran drainase, tanggul dan
lain-lain, data masukan curah hujan sangat diperlukan.
Ada 3 cara untuk memperkirakan debit banjir yaitu :
1. Cara Statistik (Probabilistik)
2. Cara Satuan hidrograf
3. Cara Empiris (Whistler, Rasional, dll)
Metoda rasional sudah dipakai sejak pertengahan abad 19 dan merupakan metoda
yang paling sering dipakai untuk perencanaan banjir daerah perkotaan. Walaupun
banyak yang mengkritik akurasinya, namun metoda ini tetap dipakai karena
18
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
kesederhanaanya. Metoda ini dipakai untuk DAS yang kecil. Metoda ini juga
menunjukkan parameter-parameter yang dipakai metoda perkiraan banjir lainnya
yaitu koefisien run off, intensitas hujan, dan luas DAS. Kurva frekuensi intensitas-
lamanya dipakai untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan
untuk perhitungan debit puncak. Luas DAS untuk metoda rasional kurang dari 81
Ha (Dumairy, 1992).
Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu
kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat
digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan
distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritis dengan
distribusi hujan secara empiris.
Dalam analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari
pos penakar hujan, baik yang manual maupun yang otomatis. Analisis frekuensi
ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh
probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa
sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik
kejadian hujan masa lalu (Suripin, 2004).
Sungai Belawan merupakan sumber utama air untuk pengairan pada areal
persawahan di daerah aliran sungai tersebut serta untuk keperluan lainnya. Suatu
permasalahan yang umum terjadi di areal persawahan adalah mengenai
ketersediaan air yang memadai untuk kebutuhan pengairan persawahan dan untuk
keperluan lainnya. Hal ini biasanya terjadi pada musim kemarau dimana biasanya
jumlah air pada sungai tersebut pada kondisi minimum. Oleh karena itu perlu
19
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
dilakukan pendugaan jumlah debit aliran sungai yang terjadi pada saat tersebut
agar dapat dilakukan antisipasi dalam menghadapi keadaan tersebut.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola distribusi frekuensi yang tepat pada DAS
Belawan.
2. Untuk menghitung debit puncak aliran sungai pada DAS Belawan dengan
menggunakan metoda rasional.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik
Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
20
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
TINJAUAN LITERATUR
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan proses pengeluaran air dan perubahannya
menjadi uap air yang mengembun kembali menjadi air yang berlangsung terus-
menerus tiada henti-hentinya. Sebagai akibat terjadinya sinar matahari maka
timbul panas. Dengan adanya panas ini maka air akan menguap menjadi uap air
dari semua tanah, sungai, danau, telaga, waduk, laut, kolam, sawah dan lain-lain
dan prosesnya disebut penguapan (evaporation). Penguapan juga terjadi pada
semua tanaman yang disebut transpirasi (transpiration) (Soedibyo, 2003).
Siklus hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang
dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan,
uap tersebut terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan
presipitasi. Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda
dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut sementara tertahan
pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfir
oleh penguapan (evaporasi) dan pemeluhan (transpirasi) oleh tanaman. Sebagian
air mencari jalanya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju
sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah menjadi
bagian dari air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik
aliran air permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak ke
tempat yang lebih rendah yang dapat mengalir ke laut. Namun, sejumlah besar air
permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan
pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut ( Linsley, dkk, 1989 ).
21
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah
yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih
rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini
disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini
biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem
jaringan sungai, sistem danau ataupun waduk (Kodoatie dan Syarief, 2005).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran
permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam
tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration), dan
perkolasi (percolation), selebihnya terkumpul di dalam jaringan alur sungai (river
flow). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir
kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainnya seperti waduk, danau
sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan
tanah sebagai air eksfiltrasi (exfiltration) dan dapat terkumpul lagi dalam alur
sungai atau langsung menuju ke laut (Soewarno, 2000).
Akibat panas matahari air di permukaan bumi juga akan berubah wujud
menjadi gas atau uap dalam bentuk evaporasi dan bila melalui tanaman disebut
transpirasi. Air akan diambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai
untuk kebutuhan hidup dari tanaman tersebut, lalu air di dalam tanaman juga akan
keluar berupa uap akibat energi panas matahari ( evaporasi ). Proses pengambilan
air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut
sebagai evapotranspirasi (Kodoatie dan Syarief, 2005).
22
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Gambar 1 : siklus hidrologi
Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah dimana semua airnya
mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi
oleh batas topografi, yang berarti tidak ditetapkan berdasarkan air bawah tanah
karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat
kegiatan pemakaian. Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang
bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol yang umumnya merupakan stasiun
hidrometri. Dalam praktek, penetapan batas DAS ini sangat diperlukan untuk
menetapkan batas-batas DAS yang akan dianalisis (Sri Harto, 1993).
DAS dapat dipandang sebagai bagian dari permukaan bumi tempat air
hujan menjadi aliran permukaan dan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai
menuju ke suatu titik di sebelah hilir (down stream point) sebagai titik
pengeluaran (catchment outlet). Setiap DAS besar yang bermuara ke laut
merupakan gabungan dari beberapa DAS sedang (sub DAS) dan sub DAS adalah
gabungan dari sub DAS kecil-kecil (Soewarno, 2000).
23
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai macam komponen
dan terjadi keseimbangan dinamik antara komponen yang merupakan masukan
(input) dan komponen yang merupakan keluaran (output), dimana keadaan atau
pengaruh yang berlaku pada salah satu bagian didalamnya akan mempengaruhi
wilayah secara keseluruhan (Hartono, dkk, 2005).
Pengelolaan DAS adalah proses formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di
DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya
kerusakan sumber daya air dan tanah. Ia mempunyai arti sebagai pengelolaan dan
alokasi sumber daya alam di DAS termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta
perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi dan
kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar DAS (Asdak, 1995).
Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan
menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan
atau debit dengan masa ulang tertentu. Frekuensi hujan adalah besarnya
kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, kala ulang
(return period) diartikan sebagai waktu dimana hujan atau debit dengan suatu
besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.
Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu ulang tersebut (misalnya T
tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau melampaui, tetapi merupakan
24
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
perkiraan bahwa hujan ataupun debit tersebut akan disamai atau dilampaui K kali
dalam jangka panjang L tahun dimana K/L kira-kira sama dengan 1/T
(Sri Harto, 1993).
Analisis frekuensi atas data hidrologi menurut syarat tertentu untuk data yang
bersangkutan, yaitu harus seragam (homogeneous), independent dan mewakili
(representative). Data yang seragam berarti bahwa data tersebut harus berasal dari
populasi yang sama. Dalam arti lain, stasiun pengumpul data yang bersangkutan, baik
stasiun hujan atau stasiun hidrometri harus tidak pindah, DAS tidak akan berubah
menjadi DAS perkotaan (urban catchment), maupun tidak ada gangguan-gangguan
lain yang menyebabkan data yang terkumpul menjadi lain sifatnya. Batasan
independence disini berarti bahwa besaran data ekstrim tidak terjadi lebih dari
sekali. Syarat lain adalah bahwa data harus mewakili untuk perkiraan kejadian yang
akan datang, misalnya tidak akan terjadi perubahan akibat tangan manusia secara
besar-besaran, dibangun konstruksi yang mengganggu pengukuran, seperti bangunan
sadap dan perubahan tata guna tanah(Sri Harto, 1993).
Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan
secara benar untuk analisis frekuensi data hujan. Dalam praktek sering kita jumpai
perhitungan yang kurang pas, yaitu dengan cara mencari hujan maksimum harian
setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan
DAS. Cara ini tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan masing-masing
pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dari
yang seharusnya (Suripin, 2004).
25
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan
curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan
di beberapa titik adalah sebagai berikut.
1) Cara rata-rata aljabar
Jika titik pengamatan banyak dan tersebar merata di seluruh daerah dapat digunakan cara ini. Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat dengan cara lain.
2) Cara poligon Thiessen
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka perhitungan curah hujan harian rata-rata itu dilakukan denga memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
3) Cara Isohiet
Cara ini adalah cara rasionil yang paling baik jika garis-garis isohiet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohiet ini akan terdapat kesalahan pribadi sipembuat peta
(Sosrodarsono dan Takeda, 1993).
Makin baik data yang tersedia, dalam pengertian kuantitatif dan kualitatif
memberikan kemungkinan penggunaan cara analisis yang diharapkan dapat
memberikan hasil perkiraan data hidrologi yang lebih baik, khususnya untuk
menetapkan besar hujan atau debit dengan kala ulang tertentu. Kala-ulang (return
period) diartikan sebagai waktu hipotetik dimana hujan atau debit dengan suatu
besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut.
Jadi, tidak ada pengertian bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur
setiap kala-ulang tersebut. Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi
frekuensi dan yang banyak digunakan dalam hidrologi yaitu :
1. Distribusi Normal
2. Distribusi Log-Normal
3. Distribusi Log-Person Type III
4. Distribusi Gumbel
Dalam analisis frekuensi data hidrologi baik data hujan maupun data debit
sungai terbukti sangat jarang dijumpai seri data yang sesuai dengan distribusi
26
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
normal. Sebaliknya, sebagian besar data hidrologi sesuai dengan tiga distribusi
lainnya. Masing-masing distribusi memiliki sifat-sifat khas sehingga setiap data
hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi
tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat mengandung kesalahan
perkiraan yang cukup besar baik, overestimated maupun underestimated,
keduanya tidak diingini. Dengan demikian, jelas bahwa pengambilan salah satu
distribusi secara sembarang untuk analisis tanpa pengujian data hidrologi sangat
tidak dianjurkan, meskipun dalam praktek harus diakui bahwa besar kemungkinan
banyak dilakukan analisis frekuensi dengan menggunakan distribusi tertentu
(Sri Harto, 1993).
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data yang meliputi: 1) nilai rata-rata (mean), 2) simpangan baku, 3) koefisien
variasi, 4) koefisien skewness, 5) koefisien kurtosis.
Tabel 1. Parameter statistik analisis frekuensi
Parameter Sampel
Rata-rata X = in
i
Xn=11
Simpangan Baku ( )2
12
1loglog
11
=
XXn
S in
i
Koefisien Variasi Cv = XS
27
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Koefisien Skewness Cs =
( )( )( ) 3
3
1
21 snn
XXn in
i
=
Koefisien Kurtosis Ck =
( )( )( )( ) 4
4
1
2
321 snnn
XXn in
i
=
Sumber: Singh, 1992.
Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi
densitas peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal
adalah sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dalam bentuk rata-rata
dan simpangan bakunya, sebagai beriku t:
= 2
2
2)(
exp2
1)('
xXP ........................... (1)
dimana : P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
X = Variabel acak kontiniu
= Rata-rata nilai X
= Simpangan baku dari X.
Analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik dan .
Bentuk kurvanya simetris terhadap X = , dan grafiknya selalu di atas sumbu
datar X serta mendekati sumbu datar X dan di mulai dari X = + 3 dan
X = - 3 , nilai mean = median = modus. Nilai X mempunyai batas -:
28
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
1) Kira-kira 68,27 % terletak di daerah satu deviasi standard sekitar nilai
rata-ratanya yaitu antara ( - ) dan ( + ).
2) Kira-kira 95,45 % terletak di daerah dua deviasi standard sekitar nilai
rata-ratanya yaitu antara ( - 2 ) dan ( + 2 ).
3) Kira-kira 99,73 % terletak di daerah tiga deviasi standard sekitar nilai
rata-ratanya yaitu antara ( - 3 ) dan ( + 3 )
Gambar 2. Kurva distribusi frekuensi normal
Sedangkan, nilai 50%-nya terletak di daerah antara ( -0,6745 ) dan
( +0,6745 ).
Rumus yang umum digunakan untuk distribusi normal adalah:
XT = X + KT.s ...................... (2)
di mana:
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
Luas 99,73 %
Luas 96, 45 %
3 2 x 2 3
Luas 68,27%
29
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
X = Nilai rata-rata hitung sampel
s = Deviasi standard nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan
periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang
(Suripin, 2004).
Sifat khas lain yaitu nilai asimetris (koefisien skewness) hampir sama
dengan nol dan dengan kurtosis 3 selain itu kemungkinan:
P ( ) %87,15=x
P ( ) %50=x
P ( ) %14,84=+x (Jayadi, 2000).
Distribusi Log Normal
Jika variabel acak Y = Log x terdistribusi secara normal, maka x
dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (probability density function)
untuk distribusi normal dalam bentuk rata-rata dan simpangan baku, sebagai
berikut:
= 2
2
2)(exp
21)('
yyYXP
X>0.................(3)
Y = LogX
P(X) = peluang log normal
X = nilai variat pengamatan
30
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
y = deviasi standard nilai variat Y
y = nilai rata-rata populasi Y
Ini dapat dinyatakan dengan model matematik dengan persamaan :
YT = Y + KTS ......... (4)
dimana:
YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan
Y = Nilai rata-rata hitung sampel
S = Standard deviasi nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan
periode ulang dan tipe model metematik distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang
(Singh, 1992).
Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Normal adalah
nilai asimetris (koefisien skewness, Cs) sama dengan tiga kali nilai koefisien
variasi (Cv) dan selalu bertanda positif.
Distribusi Log Pearson Type III
Parameter penting dalam Log Pearson Type III yaitu harga rata-rata,
simpangan baku dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan sama
dengan nol maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal. Tidak seperti
konsep yang melatar belakangi pemakaian distribusi normal untuk debit puncak,
maka probabilitas distribusi Log-Pearson III masih tetap dipakai karena
fleksibilitasnya (Suripin, 2004).
31
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III
adalah sebagai berikut :
1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X
2. Hitung harga rata-rata:
Log X = in
i
Xn
log11=
..............................................................................(5)
3. Hitung harga simpangan baku:
s = ( )2/1
2
1
loglog1
1
XX
n in
i
.............................................................(6)
4. Hitung koefisien kemencengan:
Cs = ( )( )( ) 3
3
1
21
loglog
snn
XXn in
i
= ................................................................... (7)
5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T:
Log XT = log X + K.s ........................................................................... (8)
(Linsley, et al, 1975).
Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III
adalah:
1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi di atas
2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung.
Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data
hidrologi yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah desain
khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi. Suatu
garis lurus yang mempresentasikan sebaran data-data yang diplot kemudian
32
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
ditarik sedemikian rupa berupa garis linier. Metode pengeplotan data dapat
dilakukan secara empiris, persamaan yang umum digunakan adalah persamaan
Weibull :
Tr = m
n 1+ ............... (9)
dimana :
m = Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil
n = Banyaknya data atau jumlah kejadian
(Soedibyo, 2003).
Distribusi Gumbel
Menurut Chow (1964), rumus umum yang digunakan dalam metode
Gumbel adalah sebagai berikut:
X = KsX .+ ...................................................................................(10)
Dengan : X = nilai rata-rata atau mean, s = standard deviasi (simpangan baku) .
Faktor frekuensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus
berikut ini:
n
nTr
SYY
K
= .........................................................................................(11)
dimana :
Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n
Sn = reduced standardd deviation yang juga tergantung pada jumlah data
Tr = Fungsi waktu balik (tahun)
YTr = reduced variate yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
33
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
YTr = -In
r
r
TT
In1 ................ (12)
Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah nilai asimetris (koefisien
skewness) sama dengan 1,396 dan dengan kurtosis (Ck) = 5,4002
(Wilson, 1972).
Menurut Sri Harto (1993), dalam penelitian disimpulkan bahwa
ketidakpastian dalam analisis frekuensi masih sangat besar, tanpa memperhatikan
analisis yang dipergunakan. Distribusi Log Normal dan distribusi Log Pearson
Type III memberikan hasil yang sama baiknya. Distribusi lainnya cukup baik
akan tetapi memberikan ketidakpastian perkiraan frekuensi untuk masing-masing
stasiun.
Masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah
hujan harus diuji kecocokannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi
tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan baik
over estimate maupun under estimate (Sri Harto, 2000).
Uji kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang
yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi
tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan
Smirnov Kolmogorov (Suripin, 2004).
34
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
1. Uji Chi-Square
Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang
dianalisis. Parameter Xh2 merupakan variabel acak. Parameter X2 yang digunakan
dapat dihitung dengan rumus:
Xh2 = ( )
=
n
i EiEiOi
1
2
.............................................................. (13)
Dimana : Xh2 = parameter Chi-Square terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
(Suripin, 2004).
Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), pada dasarnya uji ini
merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis
berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan
antara nilai probabilitas setiap variant X menurut hitungan distribusi frekuensi
teoritik (diharapkan) dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik
pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang
diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (H0).
Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah dengan
menentukan df atau db (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang
variabelnya tidak dipengaruhi oleh varibel lain dan diasumsikan bahwa sampel
dipilih secara acak (Hartono, 2004).
35
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji smirnov-kolmogorov digunakan untuk pengujian sampai dimana
sebaran data tersebut berdasarkan hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H0:
data mengikuti distribusi yang ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi
yang ditetapkan (Danapriatna dan Setiawan, 2005).
Menurut Wikipedia (2006), dalam statistika, uji Smirnov-Kolmogorov
dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu membedakan sebaran
berdasarkan data hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau sampel yang
diandaikan atau diharapkan. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk
menghitung frekuensi yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan
nilai-nilai statistik sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan:
Dn = max { F0(x)-SN(x)} .............. (14)
dimana F0(x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi
teoritik berdasarkan H0. Untuk setiap harga x, F0(x) merupakan proporsi harapan
yang nilainnya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi
kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada
perbedaan antara nilai selisih yang terbesar.
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut uji kecocokan non
parametrik, kerena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu
Menurut Chakravart, et al (1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov
dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari
distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari
variabel kontinyu, sehingga merupakan test of goodness of fit. Uji Smirnov-
36
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Kolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara
signifikan.
Intensitas Curah hujan
Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data
intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang
terjadi pada kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan
dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam (Loebis, 1992).
Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi
pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak
begitu luas. Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas
yang tinggi tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang
terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan
ditumpahkan dari langit (Sudjarwadi, 1987).
Besarnya intensitas curah hujan tidak sama di segala tempat. Hal ini
dipengaruhi oleh topografi, durasi dan frekuensi di tempat atau lokasi yang
bersangkutan. Ketiga hal ini dijadikan pertimbangan dalam membuat lengkung
IDF (Intensity Duration Frequency). Lengkung IDF ini digunakan dalam
metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan ratarata dari waktu
konsentrasi yang dipilih. Namun pembuatan lengkung IDF ini cukup sulit dan
membutuhkan banyak data curah hujan sehingga secara periodik perlu
diperbaharui bila ada tambahan data dan hal ini akan memakan waktu yang cukup
lama bila dilakukan secara manual.
37
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Kurva frekuensi intensitas-lamanya adalah kurva yang menunjukkan
persamaan dimana t sebagai absis dan I sebagai ordinat. Kurva ini digunakan
untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan untuk
perhitungan debit puncak dengan menggunakan intensitas curah hujan yang
sebanding dengan waktu pengaliran curah hujan dari titik paling atas ke titik yang
ditinjau di bagian hilir daerah pengaliran itu
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian
(mm) empiris menggunakan metode mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam
rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus :
3/224 24
24
=
tRI
..............................................................................................(15)
dimana: R = Curah hujan rancangan setempat (mm) t = Lamanya curah hujan (jam)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam) (Loebis, 1992).
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari
titik terjauh daerah tangkapan hujan ke saluran keluar (outlet) atau waktu yang
dibutuhkan oleh air dari awal curah hujan sampai terkumpul serempak mengalir
ke saluran keluar (outlet).
Waktu konsentrasi (tc = to + td) terdiri dari :
a. Inlet time (to), waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dimuka
tanah menuju saluran drainase.
38
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
b. Conduct time (td), waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran.
(Hasmar, 2002).
Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah
rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai
berikut :
tc=385,02
100087,0
xS
xL .................. (16)
dimana: tc = Waktu konsentrasi dalam jam,
L = Panjang sungai dalam Km,
S = Kemiringan sungai dalam m/m
Durasi hujan yang biasa terjadi 1-6 jam bahkan maksimum 12 jam pun
jarang terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi sehingga
sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran atau sungai. Jika
tidak diperoleh waktu konsentrasi sama dengan intensitas hujan maka perlu
digunakan metode rasional yang dimodifikasi (Suroso,2006).
Koefisien Limpasan
Koefisien ditetapkan sebagai rasio kecepatan maksimum pada aliran air
dari daerah tangkapan hujan. Koefisien ini merupakan nilai banding antara bagian
hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Nilai
C tergantung pada beberapa karakteristik dari daerah tangkapan hujan, yang
termasuk didalamnya :
39
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
a. Relief atau kelandaian daerah tangkapan
b. Karakteristik daerah, seperti perlindungan vegetasi, tipe tanah dan daerah
kedap air
c. Storage atau karakteristik detention lainnya.
Besarnya aliran permukaan dapat menjadi kecil, terlebih bila curah hujan
tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Selama hujan yang terjadi adalah kecil atau
sedang, aliran permukaan hanya terjadi di daerah yang impermeabel dan jenuh di
dalam suatu DAS atau langsung jatuh di atas permukaan air. Apabila curah hujan
yang jatuh jumlahnya lebih besar dari jumlah air yang dibutuhkan untuk
evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi dan cadangan depresi, maka
barulah bisa terjadi aliran permukaan. Apabila hujan yang terjadi kecil, maka
hampir semua curah hujan yang jatuh terintersepsi oleh vegetasi yang lebat
(Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).
Pada daerah dimana penggunaan lahan berubah-ubah, nilai dari koefisien
limpasan yang digunakan harus mempertimbangkan pembangunan di daerah hulu,
untuk daerah tangkapan air pada masa yang akan datang. Hal ini sangat relevan
pada situasi dimana daerah tangkapan air di pedesaan mungkin berkembang
sebagian atau seluruhnya menjadi daerah tangkapan hujan perkotaan selama
dilakukanya perencanaan pelayanan kesejahteraan hidup.
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam
koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menampilkan perbandingan
antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien
aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi
40
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0-1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa
semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk
nilai C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran permukaan.
Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka
harga C semakin mendekati satu (Kodoatie dan Sjarief, 2005).
Nilai koefisien limpasan berdasarkan fungsi lahan menurut metode
rasional disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Koefisien limpasan berdasarkan fungsi lahan menurut metode rasional Tata Guna Lahan Nilai C
Hutan Tropis
41
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
dimana : Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i
Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = jumlah jenis penutup lahan.
Metode Rasional
Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga
sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang
melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I
terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai
mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh
bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada
sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A.
Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang
terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run off coefficient (C) dengan nilai
0
42
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Rumus ini adalah rumus yang tertua dan yang terkenal di antara rumus-
rumus empiris lainnya. Rumus ini banyak digunakan untuk sungai-sungai biasa
dengan daerah pengaliran yang luas dan juga untuk perencanaan drainase daerah
pengaliran yang relatif sempit. Bentuk umum rumus rasional ini adalah sebagai
berikut :
Q = 0,2778.C.I.A..(18)
Dimana : Q = Debit banjir maksimum (m3/det)
C = Koefisien pengaliran/limpasan
I = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2)
Arti rumus ini dapat segera diketahui yakni jika terjadi curah hujan selama 1
jam dengan intensitas 1 mm/jam dalam daerah seluas 1 km 2 , maka debit banjir
sebesar 0,2778 m 3 /det dan melimpas selama 1 jam
( Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
43
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi DAS Belawan
Kondisi hidrologi kota Medan dipengaruhi oleh 3 DAS utama yaitu DAS
Deli, DAS Percut dan DAS Belawan. Hulu sungai Belawan di kabupaten Deli
Serdang yaitu Sibolangit dan Kuta Limbaru hingga bermuara pada daerah hilir di
kecamatan Hamparan Perak kemudian terus mengalir sampai selat Malaka (Pantai
Timur Sumatera Utara). Sungai Belawan dan sungai Deli juga mempunyai
peranan yang penting bagi industri di provinsi sumatera utara. Air sungai Belawan
diperuntukkan sebagai salah satu sumber air bersih dan kehidupan kota Medan.
DAS Belawan terdiri dari beberapa anak sungai yaitu sungai Baharu,
sungai Badak dan sungai Paluh Manan dimana sungai Belawan ini sebagian besar
melintasi kota medan dan kabupaten Deli Serdang.
Ada lima stasiun penakar hujan pada DAS Belawan yaitu Bulu Cina,
Tandem Hilir, Sei Semayang, Tiga Panah, dan Belawan. Dari kelima stasiun hujan
yang ada hanya tiga stasiun yang mempunyai data yang lengkap yaitu Bulu Cina,
Tandem Hilir dan Sei Semayang. Dalam hal ini penulis menggunakan ketiga
stasiun di atas.
Data kondisi DAS Belawan yang diperoleh dari Dinas Pengairan Kota
Medan dan Yayasan Leuser Indonesia adalah sebagai :
Luas total daerah pengaliran sungai Belawan (A) = 439,37 km 2
Panjang sungai Belawan = 65 km
Kemiringan = 0,00798 m/m
44
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Kondisi tata guna lahan di DAS Belawan terdiri dari hutan primer, hutan
sekunder, hutan mangrove, padang rumput, kebun campuran, kelapa sawit, sawah
irigasi dan daerah perkotaan. Pemukiman di DAS Belawan digolongkan pada
kawasan dengan kepadatan yang sedang yaitu 15,46 km 2 dari total luas sebesar
439,37 km 2 . Berdasarkan peta tata guna lahan yang ada, DAS Belawan dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa penggunaan lahan yang luas masing-masing
lahan adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Data penggunaan lahan pada DAS Belawan
Jenis penutup tanah A ( km 2 )
Hutan Primer 2.37
Hutan Mangrove 6.92
Hutan Sekunder 5.26
Tanah Terbuka/padang rumput 0.70
Kebun Campuran 387.73
Kelapa Sawit 8.52
Sawah Irigasi 3.23
Daerah Perkotaan 15.46
Total 430.19
Sumber : Yayasan Leuser Indonesia
Dari data di atas dapat diketahui bahwa kondisi tata guna lahan pada DAS
Belawan didominasi daerah pertanian dan pemukiman.
Analisis Curah Hujan
45
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Curah Hujan Harian Maksimum
Untuk mengetahui besarnya curah hujan rencana yang terjadi di DAS
Belawan diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir pada
stasiun penakar hujan yang terdekat. Data curah hujan harian yang digunakan
diperoleh dari Bagian Penelitian Tebu Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, Medan
yang merupakan data curah hujan harian selama 22 tahun terakhir (1985-2006),
dari stasiun penakar hujan Bulu Cina, Tandem Hilir, dan Sei Semayang.
Data curah hujan yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis untuk
mendapatkan data curah hujan harian maksimum. Penentuan data curah hujan
maksimum harian ini dilakukan dengan cara menghitung koefisien Thiessen dari
masing-masing pos hujan. Setelah itu dicari hujan maksimum setiap tahun pada
stasiun Bulu Cina, kemudian pada tanggal, bulan dan tahun yang sama dicari
curah hujan harian pada stasiun Tandem Hilir dan Sei Semayang. Masing-masing
curah hujan pada tiap stasiun yang diperoleh dikalikan dengan koefisien
Thiessennya. Masih dalam tahun yang sama, dicari hujan maksimum tahunan
untuk stasiun Tandem Hilir dan Sei Semayang dengan cara di atas. Dari curah
hujan ketiga stasiun yang telah diperoleh dicari yang paling maksimum dan itulah
curah hujan maksimum harian rata-rata pada tahun tersebut. Untuk tahun
berikutnya cara yang sama dilakukan sampai seluruh data yang tersedia, sehingga
akan diperoleh 22 buah data hujan harian maksimum DAS. Cara ini sesuai dengan
cara yang dianjurkan oleh Sosrodarsono dan Takeda (1993) yang mengatakan jika
titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka dapat
digunakan cara poligon Thiessen.
46
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Setelah dilakukan analisis, diperoleh data curah hujan harian maksimum
selama 22 tahun terakhir. Berdasarkan Tabel 4 di bawah diperoleh bahwa curah
hujan harian maksimum tertinggi sebesar 155 mm dan curah hujan harian
maksimum terendah sebesar 45 mm.
Tabel 4. Data curah hujan harian maksimum tahunan periode 1985-2006
No Rmax 1 45 2 60 3 64 4 67 5 68 6 68 7 71 8 71 9 71 10 72 11 75 12 76 13 80 14 82 15 94 16 94 17 95 18 96 19 100 20 103 21 118 22 155
Penentuan Pola Distribusi Hujan
Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan
menganalisis data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan
menggunakan analisis frekuensi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai untuk
masing-masing parameter statistik adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Parameter statistik analisis frekuensi
Parameter Nilai
47
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Rata-rata =x 82,95 Simpangan Baku =s 23,27 Koefisien Variasi Cv = 0,28 Koefisien Skewness Cs = 1,43 Koefisien Kurtosis Ck = 3,33
Berdasarkan hitungan parameter statistik yang diperoleh pada Tabel 5
tersebut ditetapkan bahwa jenis distribusi yang cocok dengan sebaran data curah
hujan harian maksimum di wilayah studi adalah distribusi Log Pearson Type III
untuk menghitung curah hujan rancangan dengan berbagai kala ulang. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai parameter statistik yang diperoleh tidak mengikuti pola
distribusi untuk ketiga metode lainnya dan penggambaran garis teoritiknya berupa
garis lengkung (dapat dilihat pada gambar 3). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Jayadi (2000), bahwa ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III adalah:
1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi yaitu distribusi
Gumbel, Normal maupun Log Normal
2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung.
Penggambaran garis teoritiknya dapat dilakukan dengan melakukan pengeplotan
data secara empiris dengan metode Weibull. Pengeplotan ini bertujuan untuk
mengetahui ketepatan distribusi probabilitas dan penggambaran garis teoritik data
hidrologi. Setelah dilakukan pengeplotan, data curah hujan maksimum
48
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
digambarkan di kertas probabilitas.
1
10
100
1000
95.65% 86.96% 78.26% 69.57% 60.87% 52.17% 43.48% 34.78% 26.09% 17.39% 8.70%
% Probabilitas
Cura
h Hu
jan
Mak
sim
um H
aria
n
Gambar 3. Distribusi frekuensi hujan DAS Belawan
Uji Kecocokan (Goodness of Fit)
Dari distribusi yang telah diketahui, maka dilakukan uji statistik untuk
mengetahui kesesuaian distribusi yang dipilih dengan hasil empiris. Pada
penelitian ini, uji statistik dilakukan dengan metode Chi-Square dan Smirnov-
Kolmogorov. Menurut Sri Harto (2000), setiap distribusi mempunyai ciri yang
khas sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan metode Chi-
Square dan Smirnov-Kolmogorov. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat
menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar baik over estimate maupun
under estimate.
Tabel 6. Hasil uji Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov
Uji Kecocokan Nilai Tabel Nilai Hitung
Chi-Square 3,841 2,0
Smirnov-Kolmogorov 0,276 0,1048
49
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa dengan uji Chi-square diperoleh nilai
tabelhitung xx 22 < sedangkan Smirnov-Kolmoorov diperoleh nilai D hitung < D tabel
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H 0 terima. Hal ini berarti bahwa
distribusi observasi (pengamatan) dan distribusi teoritis (yang diharapkan) tidak
berbeda secara nyata atau dapat dinyatakan pola distribusi yang digunakan sudah
tepat yaitu distribusi Log Pearson Type III.
Curah Hujan Rencana
Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan
harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang paling cocok dengan
sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah aliran sungai Belawan
adalah distribusi Log Pearson Type III. Untuk itu, data curah hujan harian
maksimum yang diperoleh diubah dalam bentuk logaritmik sehingga parameter
statistik berubah sesuai dengan Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Parameter statistik analisis frekuensi distribusi Log Pearson Type III
Parameter Nilai
Rata-rata =x 1,904 Simpangan Baku =s 0,1132 Koefisien Variasi Cv = 0,0594 Koefisien Skewness Cs = 0,4057 Koefisien Kurtosis Ck = 1,2576
Setelah itu, dilakukan penghitungan curah hujan rancangan pada periode
ulang tertentu dengan persamaan SKxLogLogX T .+= sehingga:
KLogX T 1132,0904,1 += dimana nilai K dapat dilihat pada lampiran 3.
50
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Berdasarkan persamaan di atas dapat dihitung hujan rancangan untuk
berbagai periode ulang. Hujan rancangan ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Hujan rancangan berbagai periode ulang
Kala Ulang Hujan Rancangan (Tahun) (mm)
1 47.38 2 78.61 5 98.97 10 112.93 15 118.66 20 124.82 25 131.13 30 133.54 40 138.52 50 143.65
100 159.55 200 174.5
Intensitas Hujan
Untuk mendapatkan intensitas hujan dalam periode 1 jam dari data curah
hujan harian maksimum digunakan persamaan 15. Hal ini disebabkan karena data
curah hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data curah hujan harian,
maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus mononobe pada persamaan 15
sesuai dengan pernyataan Loebis (1992) bahwa intensitas hujan (mm/jam) dapat
diturunkan dari data curah hujan harian empiris menggunakan metode Mononobe.
Hasil analisis ditunjukkan dalam Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Intensitas hujan jam-jaman
Kala Ulang T 1 2 5 10 15 20 25 30 40 50 100 200
(menit) 5 86.52 142.34 179.21 204.49 214.86 226.02 237.44 241.81 250.83 260.12 288.91 315.98 10 54.51 89.69 112.92 128.84 135.38 142.41 149.61 152.36 158.04 163.89 182.03 199.09 15 41.61 68.46 86.20 98.35 103.34 108.71 114.20 116.30 120.64 125.11 138.96 151.98 30 26.23 43.15 54.32 61.99 65.13 68.51 71.98 73.30 76.03 78.85 87.58 95.78 60 16.53 27.19 34.24 39.07 41.05 43.18 45.36 46.20 47.92 49.70 55.20 60.37
120 10.42 17.14 21.58 24.62 25.87 27.21 28.59 29.12 30.20 31.32 34.79 38.05 180 7.95 13.08 16.47 18.80 19.75 20.77 21.82 22.23 23.05 23.91 26.55 29.04 240 6.57 10.80 13.60 15.52 16.31 17.15 18.02 18.35 19.03 19.74 21.92 23.98
51
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
360 5.01 8.25 10.38 11.85 12.45 13.09 13.76 14.01 14.53 15.07 16.74 18.30 480 4.14 6.81 8.57 9.78 10.28 10.81 11.36 11.57 12.00 12.44 13.82 15.11 720 3.16 5.20 6.54 7.47 7.84 8.25 8.67 8.83 9.16 9.50 10.55 11.54
Hasil analisis berupa intensitas hujan dengan durasi dan periode ulang
tertentu dihubungkan ke dalam sebuah kurva Intensity Duration Frequency
(IDF).Kurva IDF menggambarkan hubungan antara dua parameter penting hujan
yaitu durasi dan intensitas hujan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
menghitung debit puncak dengan metode rasional. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sosrodarsono dan Takeda (2003), yang mengatakan bahwa lengkung
Intensity Duration Frequency (IDF) ini digunakan dalam menghitung debit
puncak dengan metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata
dari waktu konsentrasi yang dipilih.
Dari Tabel 9 di atas dapat dibuat Intensity Duration Frequency (IDF)
seperti Gambar 5 dibawah ini.
0
50
100
150
200
250
300
350
5 10 15 30 60 120 180 240 360 480 720
Lama Hujan (menit)
Inte
nsita
s H
ujan
(mm
/jam
) 1 Tahun2 Tahun5 Tahun10 Tahun15 Tahun20 Tahun25 Tahun30 Tahun40 Tahun50 Tahun100 Tahun200 Tahun
Gambar 4. Kurva IDF (Intensity Duration Frequency)
Dari kurva IDF terlihat bahwa intensitas hujan yang tinggi berlangsung
dengan durasi pendek. Hal ini menunjukkan bahwa hujan deras pada umumnya
berlangsung dalam waktu singkat namun hujan tidak deras (rintik-rintik)
52
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
berlangsung dalam waktu lama. Interpretasi kurva IDF diperlukan untuk
menentukan debit banjir rencana mempergunakan metode rasional.
Analisis Debit Banjir
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi digunakan untuk menentukan lamanya air hujan
mengalir dari hulu sungai hingga ke tempat keluaran DAS. Waktu konsentrasi (tc)
dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich (1940) pada persamaan (16).
Berdasarkan data panjang dan kemiringan sungai sebelumnya, diperoleh nilai
waktu konsentrasi sebesar 10,60 jam. Hal ini berarti bahwa waktu yang diperlukan
oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh (hulu) sampai ke tempat keluaran
DAS (hilir) sebesar 10,60 jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suroso (2006)
yang menyatakan bahwa durasi hujan yang sering terjadi 1-6 jam bahkan
maksimum 12 jam pun jarang terjadi. Durasi hujan sering dikaitkan dengan waktu
konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke
saluran atau sungai. Hal ini menunjukkan bahwa durasi hujan dengan intensitas
tertentu sama dengan waktu konsentrasi dapat terpenuhi sehingga metode rasional
layak digunakan untuk wilayah studi.
Koefisien Limpasan
Dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional diperlukan
data koefisien limpasan (run off coefficient). Koefisien limpasan ini diperoleh
dengan menghitung data luasan dari masing-masing tata guna lahan yang ada.
Luas masing-masing tata guna lahan untuk DAS Belawan diperoleh dari Yayasan
53
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Leuser Indonesia (YLI). Penghitungan luas lahan ini menggunakan citra satelit
sehingga ada sebagian kawasan-kawasan yang sifatnya minoritas tidak terdeteksi
oleh satelit.
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dihitung nilai koefisien limpasan untuk
masing-masing luasan yaitu :
Tabel 10. Perhitungan Koefisien Limpasan
Jenis penutup tanah A (km2) C C x A Hutan Primer 2.37 0.02 0.0474 Hutan Mangrove 6.92 0.02 0.1384 Hutan Sekunder/sangat terdegradasi 5.26 0.05 0.263 Tanah Terbuka/padang rumput 0.7 0.2 0.14 Kebun Campuran 387.73 0.2 38.773 Kelapa Sawit 8.52 0.4 3.408 Sawah Irigasi 3.23 0.15 0.4845 Daerah Perkotaan 15.46 0.9 9.276
Total 430.19 1.64 95.9413 Nilai C 0,2230
Dari Tabel 10 di atas dan dengan menggunakan persamaan (17) dapat
dihitung nilai koefisien limpasan yaitu sebesar 0,2230. Dari nilai koefisien
limpasan ini dapat diketahui bahwa 0,2230 dari air hujan yang turun akan
melimpas ke permukaan yang kemudian akan mengalir menuju daerah hilir.
Nilai koefisien limpasan dapat juga digunakan untuk menentukan kondisi
fisik dari suatu DAS. Dari nilai koefisien limpasan sebesar 0,2230 maka dapat
dinyatakan bahwa DAS Belawan memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005), yang mengatakan bahwa angka
koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan
kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0-1. Nilai C=0 menunjukkan
bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya
untuk nilai C=1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran
54
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
permukaan. Pada DAS yang baik harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu
DAS maka harga C semakin mendekati satu.
Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi
debit puncak yang terjadi pada suatu DAS. Kondisi fisik DAS Belawan saat ini
harus dilestarikan melalui upaya peningkatan pelestarian lingkungan agar nilai
koefisien limpasan tidak meningkat secara drastis.
Debit Puncak Berdasarkan data yang telah diperoleh di atas maka dapat dihitung debit
puncak DAS Belawan dengan metode rasional sesuai persamaan (18) untuk
berbagai kala ulang tertentu. Lama hujan dengan intensitas tertentu sama dengan
waktu konsentrasi. Untuk itu, penulis melakukan interpolasi terhadap data
intensitas hujan jam-jaman sehingga diperoleh data yang terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Debit puncak di DAS Belawan
Kala Ulang Intensitas Debit Puncak (tahun) (mm/jam) (m3/detik)
1 3.5 95.27 2 5.76 156.78 5 7.25 197.34 10 8.28 225.37 15 8.69 236.53 20 9.15 249.05 25 9.61 261.57 30 9.79 266.47 40 10.15 276.27 50 10.53 286.61
100 11.69 318.19 200 12.79 348.13
Berdasarkan perhitungan di atas dapat dinyatakan bahwa pada kala ulang 1
tahun selama durasi hujan (waktu konsentrasi) 10,60 jam dengan intensitas hujan
3,5 mm/jam seluas 439,37 km 2 maka debit puncak yang diperoleh pada DAS
55
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Belawan sebesar 95,27 m 3 /detik. Debit puncak yang diperoleh dapat dijadikan
sebagai bahan dasar untuk perencanaan bangunan pengendali banjir, dimana
dibangun suatu bangunan pengendali banjir yang dapat menampung debit puncak
suatu aliran air sehingga dapat menghemat biaya dan waktu dalam pelaksanaan
proyek pembangunan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pola distribusi yang tepat untuk DAS Belawan adalah distribusi Log
Pearson Type III
2. Hujan rancangan berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 40, 50,
100, 200, tahun adalah sebesar 47,38 mm; 78,61 mm; 98,97 mm; 112,93
mm; 118,66 mm; 124,82 mm; 131,13 mm; 133,54 mm; 138,52 mm;
143,65 mm; 159,55 mm; dan 174,5 mm.
56
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
3. Waktu yang diperlukan oleh hujan untuk mengalir dari titik terjauh (hulu)
sampai ke tempat keluaran DAS (hilir) atau disebut dengan waktu
konsentrasi sebesar 10,60 jam.
4. Dari hasil penelitian diperoleh nilai koefisien limpasan (C) sebesar 0,2230
dengan kondisi fisik DAS Belawan baik.
5. Debit puncak DAS Belawan untuk berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10, 15,
20, 25, 30, 40, 50, 100, 200 tahun sebesar 95,27 m 3 /detik; 156,78
m 3 /detik; 197,34 m 3 /detik; 225,37 m 3 /detik; 236,53 m 3 /detik; 249,05
m 3 /detik; 261,57 m 3 /detik; 266,47 m 3 /detik; 276,27 m 3 /detik; 286,61
m 3 /detik; 318,19 m 3 /detik; dan 348,13 m 3 /detik.
Saran
1. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan untuk data curah hujan yang
hilang/missing data lebih diperhatikan lagi.
2. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan banyak faktor yang
diperhitungkan lagi dalam menentukan nilai koefisien limpasan.
3. Upaya pelestarian lingkungan di DAS Belawan lebih ditingkatkan lagi.
57
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2006. Sungai dan Daerah Pantai di Sumatera Utara Kritis.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/25/sumbagut/1838636.htm[07 Maret 2007]
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGMPress, Yogyakarta.
Chakravart, N. Laha, and B.Roy, 1967. Handbook of Methods of Applied
Statistics. John Wiley and Sons, New York. Chow, V.T., 1964. Handbook of Applied Hydrology. McGraw-Hill Book
Company, New York.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/25/sumbagut/1838636.htmhttp://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/25/sumbagut/1838636.htm
58
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Danapriatna, N. dan R. Setiawan, 2005. Pengantar Statistika. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air, Pengantar ke Hidrolika.
BPFE Offset, Yogyakarta.
Hartono, 2004. Statistik untuk Penelitian. Pustaka Pelajar Offset, Yogjakarta. Hartono, B.S.S. Maleray, N.M. Farda, dan M. Kamal, 2005. Analisis Data
Penginderaan Jauh dan SIG untuk Studi Sumber Daya Air Permukaan DAS Rawa Biru Merauke Papua.
http://www.ns.ui.ac.id/seminar2005/Data/J2E-06.pdf [13 Maret 2007] Hassing, J.M., 1995. Hydrology in: Highway and Traffic Engineering Developing
Countries. Thegesen, London. Hasmar, H, 2002. Drainase Perkotaan. UII Press, Yogyakarta. Jayadi, R., 2000. Hidrologi I Pengenalan Hidrologi Teknik Sipil. UGM-Press,
Yogyakarta. Kartasapoetra, A. G dan M. M. Sutedjo, 1991. Teknologi Pengairan Pertanian
Irigasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta.
Loebis, J., 1992. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Departemen Pekerjaan
Umum, Chandy Buana Kharisma, Jakarta. Linsley, R.K., M.A. Kohler, J.B. Franzini and H. Paulhus, 1975. Hydrology for
Engineers. McGraw-Hill, New York. Linsley, R. K, M. A. Kohler, J. B. Franzini dan H. Pulhus, 1989. Hidrologi Untuk
Insinyur. Erlangga, Jakarta. Maryono, A., 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. UGM Press,
Yogyakarta. Singh, P. V., 1992. Elementary Hydrology. Prentice-Hall Englewood Cliffs, New
Jersey. Soedibyo, 2003. Teknik Bendungan. Pradnya Paramita, Jakarta. Soewarno, 2001. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai.
Nova, Bandung.
http://www.ns.ui.ac.id/seminar2005/Data/J2E-06.pdf
59
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda, 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya
Paramita, Jakarta. Sri Harto, 2000 Hidrologi Teori Masalah Penyelesaian. Nafiri, Jakarta.
Sri Harto, 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia, Jakarta. Sudjarwadi, 1987. Teknik Sumber Daya Air. UGM-Press, Yogyakarta. Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset,
Yogyakarta. Wanielista, M.P., 1990. Hydrology and Water Quality Control. John Wiley &
Sons, Florida-USA. Wikipedia, 2006. Uji Smirnov-Kolmogorov.
http://su.wikipedia.org/wiki/Uji_Kolmogorov-Smirnov. [04 April 2007]
Wilson, E. M., 1972. Engineering Hydrology. Mc-Millan, London.
Lampiran 1
http://su.wikipedia.org/wiki/Uji_Kolmogorov-Smirnov
60
Febrina Girsang : Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan Metode Rasional Pada Das Belawan Kabupaten Deli Serdang, 2008. USU Repository 2009
Mulai
Data Historis
- Data Curah Hujan- Karakteristik DAS- Fungsi Lahan
Identifikasi / Tata Guna Lahan
Seragam
Klasifikasi Tata Guna Lahan Berdasarkan
Fungsinya
Pengukuran Luas Lahan Tiap-Tiap Fungsi Lahan
Penentuan Nilai Koefisien Limpasan (C)Tiap-Tiap Fungsi
Lahan
Perhitungan nilai Keofisien Limpasan Gabungan
=
=
= n
ii
n
iii
DAS
A
CAC
1
1
Pengukuran Luas Seluruh LahanLahan
Penentuan Nilai Koefisien L
Top Related