Download - ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

Transcript
Page 1: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA

TESIS

FIRDAUSSY YUSTININGSIH 1006741513

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

JAKARTA DESEMBER 2012

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Perpustakaan
Note
Silakan klik bookmarks untuk melihat atau link ke hlm
Page 2: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi

FIRDAUSSY YUSTININGSIH 1006741513

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

KEKHUSUSAN EKONOMI PERSAINGAN USAHA JAKARTA

DESEMBER 2012

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 3: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Jakarta, 28 Desember 2012

(Firdaussy Yustiningsih)

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 4: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Firdaussy Yustiningsih

NPM : 1006741513

Tanda Tangan :

Tanggal : Desember 2012

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 5: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh : Nama : Firdaussy Yustiningsih NPM : 1006741513 Program Studi : Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Judul Tesis : Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras

Petani-Konsumen di Indonesia Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi pada Program Studi Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Ir. Widyono Soetjipto M.Sc ( )

Penguji : Iman Rozani S.E., M.Sc ( )

Penguji : Dr. Aris Yunanto S.TP., M.S.E ( )

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : Desember 2012

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 6: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-

Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ekonomi

Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik pada Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu,

saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

(1) Bapak Dr. Widyono Soetjipto, selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan tesis ini;

(2) Bapak Iman Rozani S.E., M.Sc dan Bapak Dr. Aris Yunanto, selaku dosen

penguji tesis, yang telah memberikan masukan terhadap isi tesis ini;

(3) Bapak Dr. Riyanto, selaku narasumber, yang telah memberikan masukan dan

bantuan terkait model ekonometri yang digunakan dalam tesis ini;

(4) Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU), yang telah

menyediakan dana beasiswa untuk menempuh studi S-2 pada Program Studi

Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik di Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia;

(5) Bapak Mulangin dari BPS dan Bapak Eri dari PT. Food Station Cipinang,

yang telah mendukung perolehan data dalam tesis ini;

(6) Bapak Taufik Ariyanto, selaku Kepala Biro Pengkajian, atas ide, arahan, dan

masukannya selama penulisan tesis ini;

(7) Suami, orang tua, dan keluarga tercinta, atas doa, dukungan, dan

bantuannyanya selama penulisan tesis ini;

(8) Mas Daniel, Mba Riris, Mba Nuring, Mba Indar, Mba Noor, dan rekan-rekan

KPPU yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan dan

penyusunan tesis ini

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 7: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

vi

(9) Liasari, Wiwit, Vidi, Mba Febby, Mba Endang, Mba Metty, Mba Ita, Mba

Leni, Mba Indi, Mba Ance, dan seluruh rekan-rekan MPKP FEUI Angkatan

XXIII Sore yang telah menjadi teman dan sahabat seperjuangan selama masa

perkuliahan ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, Desember 2012

Penulis

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 8: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Firdaussy Yustiningsih

NPM : 1006741513

Kekhususan : Ekonomi Persaingan Usaha

Program Studi : Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik

Fakultas : Ekonomi

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras Petani-Konsumen

di Indonesia

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : ___ Desember 2012

Yang menyatakan

(Firdaussy Yustiningsih)

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 9: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

viii Universitas Indonesia

ABSTRAK Nama : Firdaussy Yustiningsih Program Studi : Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Judul Tesis : Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras Petani-

Konsumen di Indonesia Tesis ini dilatarbelakangi oleh fenomena disparitas harga beras Indonesia yang semakin melebar antara level petani dengan level konsumen, sejak tahun 1998. Padahal, sebagai komoditas yang strategis, kebijakan perberasan seharusnya mampu menjamin harga beras yang tinggi di level petani namun tetap terjangkau di level konsumen.

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk melakukan analisis pergerakan harga gabah kering panen (GKP) di level petani dengan harga beras di level konsumen, dengan menggunakan pendekatan teori Asymmetric Price Transmission, dan (2) menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat integrasi pasar dan transmisi harga beras petani – konsumen, yang dikaitkan dengan kondisi struktur dan perilaku pedagang perantara beras di Indonesia.

Model yang digunakan dalam analisa adalah model error correction (ECM), yang diestimasi dari pergerakan data harga GKP di level petani dengan harga beras di level konsumen. Data yang digunakan adalah data sekunder bulanan dengan rentang waktu (time series) dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011.

Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa dalam jangka pendek transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen bersifat simetris, sementara dalam jangka panjang bersifat asimetris. Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) penyalahgunaan market power oleh pedagang perantara, dan (2) kebijakan Pemerintah.

Pedagang perantara mendapatkan market power dari kondisi struktur pasar yang bersifat oligopolistik, dimana jumlah pedagang perantara relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah petani dan konsumen. Hal ini menyebabkan pedagang perantara memiliki posisi tawar yang lebih tinggi, sehingga memudahkan pedagang perantara untuk mengendalikan harga.

Dalam hal kebijakan Pemerintah, berbagai kebijakan perberasan dirancang untuk mengintervensi harga di level petani agar berada di atas level harga Pemerintah, sementara harga di level konsumen diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini menimbulkan persepsi pedagang perantara bahwa penurunan harga GKP petani hanya bersifat sementara, sehingga pedagang perantara tidak segera bereaksi terhadap penurunan harga GKP petani.

Kata kunci :

Integrasi pasar, transmisi harga vertikal, rantai pemasaran beras, market power, Indonesia

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 10: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

ix Universitas Indonesia

ABSTRACT Name : Firdaussy Yustiningsih Study Program : Master of Planning and Public Policy Title : Analysis of Market Integration and Price Transmission on

Farm - Retail Rice Price in Indonesia The background of this thesis is due to the price disparity between the farm level and the consumer retail in rice sectors in Indonesia. The anomaly is the price disparity has widened after the liberalization of the rice market in 1998. As a strategic commodity in Indonesia, the government should develop a policy that can guarantee the price of rice is high at the farmers level and remain affordable at the consumer level.

The goal of this research is (1) to analyze the price transmission between the farm level and the consumer level in rice sector, by using the Asymmetric Price Transmission approach, and (2) to explain the factors that affect the level of market integration and rice price transmission between the farm level and the consumers level, which associated with the condition of the structure and behavior of Indonesian rice middle man.

The model used in the analysis is the error correction model (ECM), which is estimated from the movements of rice price in the farm level with the consumer level. The data used are monthly price in each level from 2000 to 2011.

Based on the model, the price transmission from the farm level to the consumer level is symmetric in the short term. Meanwhile in the long term, the price transmission is asymmetric. It means that the price transmission is caused by the long term factors, such as abuse of market power by the middle man and the government policy.

Middle man get their market power from the market structure of the middle man level which lead to oligopolistic market, where the number of middlemen are relatively few compared to the number of farmers and consumers. This causes the middle man has a higher bargaining position, so they can easily control the prices.

In terms of policy, the Indonesian government prefer to give more protection to farmer than to consumer. In the farm level, government made the Government Purchase Price Policy which aims to ensure that the farmer always get a better price (high price) by selling their rice. While, prices at the consumer level left to the market mechanism. This gives the perception in the middle man level that the falling price in the farm level only temporary, because the government will immediately intervene the market. This makes the middle man not immediately react for the falling prices in the farm level. On the other hand, the middle man believe that the rising price in the farm level is permanent, so they will increase the rice price in the consumers level immediately.

Keywords : Market integration, vertical price transmission, marketing chain of rice, market power, Indonesia

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 11: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

x Universitas Indonesia

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………….……. i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ……………………. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………..………….... iii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… iv KATA PENGANTAR …………………………………………………… v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. vii ABSTRAK ……………………………………………………………….. viii DAFTAR ISI …………………………………………………………….. x DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xii DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xiii 1. PENDAHULUAN …………………………………………………... 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………………. 1 1.2. Perumusan Masalah Penelitian ……………………………….. 5 1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 5 1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 6 1.5. Hipotesa ………………………………………………………... 6 1.6. Metodologi Penelitian …………………………………………. 6

1.6.1. Data-Data yang Digunakan ……………………………. 6 1.6.2. Metode Analisis ………………………………………… 7 1.6.3. Ruang Lingkup Penelitian …………………………….. 8

1.7. Sistematika Penelitian …………………………………………. 8 1.8. Kerangka Penelitian ………………………………….…………. 9

2. TINJAUAN LITERATUR …………………………………………. 12 2.1. Teori Integrasi Pasar dan Transmisi Harga …………………… 12 2.2. Asymmetric Vertical Price Transmission ………………………. 16 2.3. Penyebab Asymmetric Vertical Price Transmission …………… 21

2.3.1. Market Power dan Struktur Pasar Persaingan Tidak Sempurna ………………………………………………. 22

2.3.2. Adjustment Cost atau Menu Cost ………………………. 26 2.3.3. Return to Scale dalam Produksi ………………………... 28 2.3.4. Karakteristik Produk …………………………………… 29 2.3.5. Kebijakan Pemerintah …………………………………. 30

2.4. Penelitian Terdahulu …………………………………………… 31 3. GAMBARAN PERBERASAN INDONESIA ……………………... 35

3.1. Gap Antara Pola Produksi dan Konsumsi Beras ……………… 36 3.2. Gambaran Distribusi Beras di Indonesia ……………………… 39 3.3. Kebijakan Perberasan Indonesia ……………………………..... 44

3.3.1. Kebijakan Produksi …………………………………….. 46 3.3.2. Kebijakan Harga ………………………………………... 49 3.3.3. Kebijakan Impor ……………………………………….. 53 3.3.4. Kebijakan Distribusi ……………………………………. 55

3.4. Kebijakan Pemerintah dan Perkembangan Harga …………..... 59 3.5. Kebijakan Pemerintah dan Peningkatan Produksi …….……… 61

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 12: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

xi Universitas Indonesia

4. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 65

4.1. Cakupan Penelitian ……………………………………………. 65 4.2. Metode Analisis ………………………………………………... 68 4.3. Tahapan Pengujian …………………………………………….. 70

4.3.1. Tes Stasioner …………………………………………… 70 4.3.2. Tes Kointegrasi …………………………………………. 72 4.3.3. Tes Kausalitas …………………………………………... 74 4.3.4. Model Simetris Error Correction Model (ECM) ………. 76 4.3.5. Tes Asimetri ……………………………………………. 77

4.4. Keterbatasan Penelitian ………………………………………... 80 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………... 82

5.1. Analisa Data Deskriptif ………………………………………… 82 5.2. Analisa Time Series …………………………………………….. 86

5.2.1. Uji Stasioner ……………………………………………. 86 5.2.2. Uji Kointegrasi ………………………………………….. 90

5.3. Estimasi Model Asimetris ……………………………………… 91 5.3.1. Uji Kausalitas …………………………………………… 91 5.3.2. Uji Model Simetris ……………………………………… 93 5.3.3. Uji Model Asimetris ……………………………………. 95

5.4. Analisa Faktor Penyebab Transmisi Harga Asimetris ………… 107 5.4.1. Biaya Penyesuaian ……………………………………… 107 5.4.2. Kebijakan Pemerintah dan Perilaku Pedagang Perantara. 108 5.4.3. Market Power dan Struktur Pasar ……………………… 111

6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………………... 116 6.1. Kesimpulan ……………………………………………………... 116 6.2. Rekomendasi ……………………………………………………. 117

DAFTAR REFERENSI …………………………………..……………... 120

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 13: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

xii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Perbandingan Harga Beras Petani-Konsumen ……………. 2 Gambar 1.2. Kerangka Penelitian ………………………………………… 10 Gambar 2.1. Transmisi Harga Tidak Simetris Dari Sisi Kecepatan dan

Besaran ……………………………………………………... 17

Gambar 2.2. Transmisi Harga Tidak Simetris Positif dan Negatif ……... 20 Gambar 3.1. Pola Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia …………. 38 Gambar 3.2. Rantai Pemasaran Beras di Indonesia ……………………... 42 Gambar 3.3. Rantai Distribusi Beras di Pulau Jawa …………………….. 44 Gambar 3.4. Kurva Pembentukan Harga Dasar Gabah …………………. 51 Gambar 3.5. Kurva Pembelian Harga Dasar Pembelian Pemerintah …… 52 Gambar 3.6. Interaksi Pergerakkan Harga Beras dan Kebijakan Perberasan

Indonesia ……………………………………………………. 60

Gambar 3.7. Pertumbuhan Luas Areal Tanam Padi di Indonesia ………. 62 Gambar 3.8. Pertumbuhan Produktivitas Lahan Padi di Indonesia …….. 63 Gambar 3.9. Pertumbuhan Produksi Padi di Indonesia …………………. 63 Gambar 4.1. Tahapan Analisa ………………………………………….... 80 Gambar 5.1. Pergerakan Harga GKP Petani dan Harga Beras Eceran

Konsumen Periode 2000 – 2011 …………………………… 82

Gambar 5.2. Kondisi Supply-Demand saat ECT+ ................................... 104 Gambar 5.3. Kondisi Supply-Demand saat ECT- ................................... 105 Gambar 5.4. Struktur Pasar Gabah dan Beras di Setiap Level Pemasaran. 114

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 14: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

xiii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Perbandingan Jumlah Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia... 37 Tabel 3.2. Program Peningkatan Produksi Padi Pemerintah Periode

1959 – 2007 ……………………………………………………. 47

Tabel 5.1. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada level dengan ADF Test ……………………………………………………..... 86 Tabel 5.2. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada level dengan

PP Test ……………………………………………………….... 87

Tabel 5.3. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada first difference dengan ADF Test …………………………………………….... 88

Tabel 5.4. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada first difference dengan PP Test ………………………………………………... 88

Tabel 5.5. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada level dengan ADF Test ………………………………….…………… 88

Tabel 5.6. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada level dengan PP Test ……………………………………………….... 89

Tabel 5.7. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada first difference dengan ADF Test …………………………………… 89

Tabel 5.8. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada first difference dengan PP Test ……………………………………... 89

Tabel 5.9. Hasil Uji Kointegrasi pada data Harga GKP Petani dan Harga Beras Konsumen ……………………………………………..... 91 Tabel 5.10. Hasil Uji Kausalitas dengan Metode Granger Test …………… 92 Tabel 5.11. Hasil Estimasi Model Simetris ………………………………… 93 Tabel 5.12. Hasil Estimasi Model Asimetris Sederhana dengan Metode Granger-Lee ……………………………………………………. 95 Tabel 5.13. Hasil Pengujian Koefisien Model Asimetris Sederhana ……... 96 Tabel 5.14. Hasil Estimasi Model Asimetris Kompleks dengan Metode Von Cramon-Taubadel dan Loy ………………….…………… 99

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 15: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

xiv Universitas Indonesia

Tabel 5.15. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t pada Model Asimetris Kompleks ……………………………... 100 Tabel 5.16. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t-1 pada Model Asimetris Kompleks ……………………………... 101 Tabel 5.17. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga Beras Konsumen pada Periode t-1 pada Model Asimetris Kompleks …….…………… 101 Tabel 5.18. Hasil Pengujian Koefisien Transmisi Harga Jangka Panjang pada Model Asimetris Kompleks ……………………………… 102

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 16: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras merupakan komoditas penting bagi penduduk Indonesia. Program

diversifikasi pangan yang gagal dilakukan Pemerintah menyebabkan peran

beras sebagai sumber karbohidrat utama belum tergantikan oleh jenis

pangan lainnya. Tingginya tingkat ketergantungan penduduk Indonesia akan

beras menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat konsumsi beras

tertinggi di Asia Tenggara. Saat ini konsumsi beras di Indonesia mencapai

139 kilogram per kapita per tahun1. Menurut Menteri Pertanian, tingkat

konsumsi beras penduduk Indonesia sudah terlalu banyak, sementara

konsumsi sumber karbohidrat lainnya masih relatif rendah. Contohnya

umbi-umbian yang jumlah konsumsinya hanya 40 gram per kapita per hari ,

dari jumlah ideal 100 gram per kapita per hari2.

Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap beras, didukung dengan tidak

adanya produk subtitusi, menyebabkan kurva permintaan beras di Indonesia

bersifat inelastis. Dalam teori ekonomi mikro, produk dengan kurva

permintaan inelastis memberikan keuntungan yang besar bagi produsen,

atau dalam hal ini petani beras. Kondisi ini akan menyebabkan petani beras

memiliki posisi tawar yang relatif lebih tinggi dibandingkan konsumen,

sehingga produsen akan dengan mudah menaikan harga beras tanpa harus

takut kehilangan konsumen.

Dari sisi ekonomi makro, harga beras yang terlalu tinggi akan berbahaya

bagi perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu komoditas utama

pembentuk inflasi, Pemerintah selalu berupaya menjaga harga beras berada

pada suatu tingkat tertentu yang menguntungkan bagi petani dan konsumen

sekaligus. Dalam hal ini, Pemerintah akan menghadapi food price dilemma,

1 Kompas Online, www.kompas.com, “Konsumsi Beras Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, 7 Februari 2012 2 Republika Online, www.republika.co.id, “Mentan: Konsumsi Beras Indonesia Terlalu Banyak”, 4 April 2012

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 17: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

2

Universitas Indonesia

dimana petani menginginkan harga beras yang tinggi namun konsumen

menginginkan sebaliknya. Oleh sebab itu kebijakan harga beras yang

diambil Pemerintah diharapkan dapat menjembatani kepentingan petani dan

juga konsumen. Efektivitas kebijakan tersebut akan tercermin dari harga

beras yang tinggi di level petani dan rendah di level konsumen. Sayangnya

kondisi tersebut tidak terjadi di pasar beras Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia di tahun 2008

diketahui bahwa pergerakan harga beras di tingkat petani tidak

ditransmisikan secara sempurna terhadap harga beras di tingkat konsumen,

ataupun sebaliknya. Hal ini tercermin dari semakin besarnya disparitas

harga antara level petani dengan konsumen selama periode Januari 2001

sampai Januari 20083. Adapun perbandingan harga dan disparitas harga

antara level petani dan konsumen digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1. Perbandingan Harga Beras Petani - Konsumen

Sumber : Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi, Working Paper BI 2008

3 Working Paper BI Edisi WP/07/2008, Juni 2008, “Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi”, www.bi.go.id

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 18: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

3

Universitas Indonesia

Arifin et al. (2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa

permasalahan disparitas harga pada komoditi beras sangat siginifikan terjadi

sejak jatuhnya Pemerintahan Soeharto pada tahun 1998. Pada 1 Juni 1998,

Pemerintah menetapkan Harga Dasar Gabah (HDG) sebesar Rp. 1.000 per

kilogram, sedangkan harga beras di tingkat grosir minimal sudah mencapai

Rp. 1.850 per kilogram. Sejak saat itu disparitas harga beras dan gabah terus

berlanjut dan menjadi salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi

Pemerintah Indonesia.

Disparitas harga beras yang tinggi menunjukkan bahwa baik petani maupun

konsumen tidak diuntungkan dalam perdagangan beras. Nilai tambah

pengolahan dan perdagangan beras kemungkinan lebih banyak dinikmati

oleh pedagang perantara. Dalam teori pemasaran, besarnya disparitas harga

dalam suatu lini pemasaran dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu jalur

pemasaran yang terlalu panjang dan/atau adanya market power yang

dimiliki oleh pedagang perantara. Keduanya akan menyebabkan margin

yang terbentuk dalam satu lini pemasaran dari hulu ke hilir (vertikal)

menjadi sangat besar dan tidak efisien.

Secara teori ekonomi industri, semakin kecil tingkat margin distribusi yang

dihasilkan mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur distribusi tidak

memiliki market power yang cukup untuk membentuk harga (price maker).

Dengan kata lain, pasar yang tercipta mengarah pada model pasar

persaingan sempurna. Sebaliknya, semakin tinggi margin distribusi

mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur distribusi memiliki market

power yang cukup untuk menetapkan harga di atas biaya marginalnya dan

menunjukkan bahwa mereka berada pada pasar yang cukup terkonsentrasi.

Namun poin yang menarik pada kasus pasar beras adalah semakin

melebarnya disparitas harga antara level petani dengan konsumen justru

terjadi pasca diberlakukannya kebijakan deregulasi pasar beras di Indonesia

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 19: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

4

Universitas Indonesia

pada tahun 19984, atau pada saat pasar beras memasuki era pasar bebas.

Dengan kata lain dari sisi struktur, seharusnya pasar distribusi beras sudah

mengarah pada kondisi pasar yang lebih bersaing. Apabila mekanisme pasar

berjalan secara sempurna maka idealnya pedagang perantara tidak memiliki

kemampuan untuk menetapkan margin pemasaran yang besar, sehingga

disparitas harga yang terbentuk pun relatif kecil. Besarnya disparitas harga

beras antara level petani dengan konsumen dapat menjadi indikasi bahwa

terdapat perilaku anti persaingan yang dilakukan oleh pedagang perantara.

Menurut Vavra dan Goodwin (2005), salah satu penyebab transmisi harga

yang tidak simetris antar pasar yang terhubung secara vertikal (dalam satu

rantai pemasaran) adalah adanya perilaku tidak kompetitif antara para

pedagang perantara, khususnya apabila pedagang perantara tersebut berada

pada pasar yang terkonsentrasi. Umumnya pedagang perantara akan

berusaha mempertahankan tingkat keuntungannya dan tidak akan

menaikan/menurunkan harga sesuai dengan sinyal harga yang sebenarnya.

Sehingga pedagang perantara akan lebih cepat bereaksi terhadap kenaikan

harga dibandingkan dengan penurunan harga, Kondisi inilah yang

menyebabkan competition restraint pada jalur distribusi dan transmisi harga

yang tidak sempurna antara level produsen dengan konsumen. Pada

akhirnya pasar petani dan konsumen menjadi tidak terintegrasi.

Hal yang sama dikemukakan oleh Jochen Meyer dan Stephan von Cramon-

Taubadel (2004), disebutkan bahwa tidak terjadinya transmisi harga antara

dua level pasar yang berbeda dalam satu rantai pemasaran disebabkan oleh

pasar yang tidak kompetitif. Bahkan untuk komoditas pertanian secara jelas

disebutkan bahwa persaingan yang tidak sempurna di rantai pemasaran

(marketing chain) membuka ruang bagi middleman untuk melakukan

penyalahgunaan kekuatan pasar yang dimilikinya (abuse of market power).

4 Di tahun 1998, Pemerintah mencabut hak monopoli BULOG dalam impor beras, sehingga saat ini seluruh pihak dapat dengan bebas menjadi importir beras.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 20: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

5

Universitas Indonesia

Untuk meneliti dugaan penyalahgunaan market power yang dilakukan oleh

pedagang perantara beras maka akan digunakan pendekatan teori integrasi

pasar dan transmisi harga secara vertikal (vertical price transmission).

Berdasarkan teori tersebut, dua pasar yang saling berhubungan (melakukan

transaksi) akan terintegrasi secara sempurna dan transmisi harga terjadi

secara simetris. Apabila transmisi harga antar kedua pasar tersebut tidak

simetris maka dapat menjadi indikasi adanya penyalahgunaan market power

yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam pasar tersebut. Untuk menunjang

hasil analisa statistik agar lebih menyeluruh, dalam penelitian ini dipaparkan

pula mengenai gambaran struktur dan perilaku pedagang perantara di

sepanjang jalur pemasaran (marketing chain) beras secara umum.

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan apakah fenomena integrasi

pasar dan transmisi harga vertikal yang simeris terjadi antara pasar beras di

tingkat petani dan konsumen di Indonesia. Apabila kondisi tersebut tidak

terjadi, maka selanjutnya akan dianalisa apakah terdapat faktor struktur

pasar dan perilaku pedagang perantara yang menyebabkan fenomena

Asymmetric Vertical Price Transmission tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis transmisi harga beras

secara vertikal antara level petani dengan konsumen berdasarkan teori

Asymmetric Price Transmission dengan cara :

a. Membandingkan pergerakan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat

petani dengan harga beras di tingkat konsumen.

b. Menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat integrasi

dan transmisi harga beras petani-konsumen berdasarkan teori integrasi

pasar dan transmisi harga vertikal dikaitkan dengan kondisi struktur dan

perilaku pasar beras di Indonesia.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 21: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

6

Universitas Indonesia

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari peneltian ini adalah :

a. Tersedianya gambaran mengenai kondisi pasar distribusi beras di

Indonesia, baik dari sisi struktur, perilaku, dan kinerja.

b. Apabila terbukti bahwa terjadi transmisi harga vertikal yang tidak

simetris antara harga beras di level petani dengan konsumen, maka

dapat menjadi masukan lebih lanjut untuk meneliti faktor penyebab

dari kejadian tersebut.

1.5. Hipotesa

Dengan memperhatikan kondisi margin antara petani dan konsumen yang

semakin lebar, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1.1, maka hipotesis

awal dari penelitian ini adalah :

a. Diduga transmisi harga beras secara vertikal antara level petani dan

konsumen bersifat tidak simetris, yaitu terjadi perbedaan respon harga

beras di level konsumen terhadap perubahan kenaikan harga dengan

perubahan penurunan harga beras di level petani.

b. Diduga terdapat faktor struktur dan perilaku pedagang perantara yang

menyebabkan transmisi harga beras petani-konsumen tidak simetris.

1.6. Metodologi Penelitian

1.6.1. Data – Data Yang Digunakan

Penelitian ini akan difokuskan pada kondisi transmisi harga petani-

konsumen setelah era deregulasi pasar beras di Indonesia di tahun 1998.

Data yang digunakan adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik

periode 2000 – 2011. Tahun 2000 dijadikan tahun awal karena pada tahun

1998 – 1999 terjadi bencana El-Nino dan La-Nina yang mengurangi

jumlah produksi padi nasional, sehingga dikhawatirkan pergerakan harga

pada tahun tersebut tidak dapat menjelaskan faktor terjadinya transmisi

harga yang tidak simetris antara level petani dan level konsumen secara

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 22: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

7

Universitas Indonesia

akurat. Data harga beras petani yang digunakan adalah data harga GKP

bulanan, sementara harga beras konsumen digunakan data harga beras

eceran bulanan.

1.6.2. Metode Analisis

a. Analisa Kuantitatif

Metode ini mengacu pada fenomena harga yang terjadi ketika harga di

level hilir bereaksi terhadap perubahan (shock) harga di level hulu.

Kondisi transmisi harga vertikal yang tidak simetris terjadi apabila

terdapat perbedaan respon harga di level hilir antara shock kenaikan

dan shock penurunan yang terjadi pada harga di level hulu. Dalam

kondisi transmisi harga yang tidak simetris, penyesuaian harga di level

hilir umumnya lebih cepat terjadi pada saat harga di level hulu

mengalami kenaikan, dibandingkaan saat harga mengalami penurunan.

Kondisi transmisi harga yang tidak simetris juga dapat dilihat dari sisi

besaran harga. Sebagai contoh, pada saat terjadi kenaikan harga di

sektor hulu maka harga di sektor hilir akan mengalami kenaikan pada

besaran yang sama dengan kenaikan harga di level hulu, sementara

pada saat terjadi penurunan harga di level hulu maka penurunan harga

yang ditransmisikan di level hilir tidak sebesar penurunan harga yang

terjadi di level hulu. Sebagai ilustrasi berikut ditampilkan gambar

perbedaan respon yang terjadi pada kondisi transmisi harga vertikal

yang tidak simetris (asymmetric vertical price transmission).

Dalam penelitian ini akan digunakan Cointegration dan Error

Correction Model (ECM) untuk menguji dugaan transmisi harga

vertikal yang tidak simetris pada harga beras di level petani dan

konsumen di Indonesia.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 23: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

8

Universitas Indonesia

b. Analisa Kualitatif

Analisa kualitatif dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab

terjadinya transmisi harga vertikal yang tidak simetris antara harga

beras petani dan konsumen di Indonesia, khususnya dikaitkan dengan

faktor struktur pasar dan perilaku pedagang perantara.

1.6.3. Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini penulis hanya akan mengukur kinerja distribusi harga

beras Indonesia dengan pendekatan teori integrasi pasar dan transmisi

harga asimetris, dengan melihat transmisi pergerakan harga GKP di level

petani terhadap harga eceran beras di level konsumen. Variabel lain di luar

penelitian dianggap konstan. Data harga sebelum periode 2000 dianggap

tidak stabil karena adanya krisis ekonomi dan bencana El-Nino dan La-

Nina pada tahun 1998 – 1999, maka data pergerakan harga beras yang

digunakan adalah periode 2000 – 2011.

1.7. Sistematika Penelitian

Pada bab pertama, akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian,

perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, sistematika

penulisan, serta kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian. Dalam

bab selanjutnya kemudian akan dijelaskan mengenai berbagai teori yang

melandasi penulisan tesis, mulai dari teori mengenai integrasi pasar dan

transmisi harga vertikal, berbagai faktor penyebab transmisi harga tidak

simetris, sampai dengan hasil penelitian mengenai integrasi pasar dan

transmisi harga vertikal yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Dalam

bab ini juga akan dipaparkan secara ringkas mengenai posisi penelitian dan

perbedaannya dari penelitian terdahulu.

Dalam bab ketiga, akan dijelaskan mengenai gambaran industri beras secara

umum di Indonesia, dalam hal karakteristik produksi, karakteristik

konsumsi, serta berbagai kebijakan yang pernah ditetapkan Pemerintah,

berikut implikasinya terhadap harga dan produksi.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 24: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

9

Universitas Indonesia

Bab keempat merupakan bab metodologi. Dalam bab ini akan diuraikan

mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian, yaitu dengan

menggunakan teori asymmetric vertical price transmission dengan

pendekatan error correction model (ECM). Selain itu, bab ini akan

membahas pula mengenai cakupan data yang digunakan serta tahapan

pengolahan data tersebut.

Setelah melalui tahapan-tahapan sebagaimana dijelaskan dalam metodologi,

hasil estimasi model kemudian akan dibahas secara mendalam pada bab

kelima, mulai dari interpretasi model sampai dengan pembahasan faktor

penyebab transmisi harga tidak simetris antara harga GKP di level petani

dengan harga beras eceran level di konsumen. Untuk dapat menjelaskan

hasil pengujian model dengan kondisi industri beras di Indonesia yang riil,

maka pembahasan faktor penyebab transmisi harga tidak simetris akan

dikaitkan dengan kondisi struktur dan perilaku pasar serta kebijakan

perberasan yang ditetapkan Pemerintah pada periode tersebut. Hasil analisa

yang telah diuraikan pada bab kelima kemudian disimpulkan dalam bab

selanjutnya, untuk selanjutnya diusulkan saran dan rekomendasi.

1.8. Kerangka Penelitian

Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

membandingkan kondisi ideal dengan kondisi riil yang terjadi di industri

beras Indonesia setelah liberalisasi pasar yang dilakukan Pemerintah pada

tahun 1998. Gambaran kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian

ini secara lebih lengkap ditampilkan pada Gambar 1.2 di halaman

selanjutnya

Kebijakan liberalisasi pasar beras di Indonesia pada tahun 1998 dilakukan

dengan cara mencabut hak monopoli impor yang dimiliki oleh BULOG serta

menghapuskan tarif ekspor beras. Pada kondisi yang ideal, kebijakan

liberalisasi tersebut akan membuka peluang bagi pelaku usaha baru untuk

masuk ke pasar beras Indonesia, sehingga jumlah pelaku usaha di industri

beras akan bertambah.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 25: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

10

Universitas Indonesia Gambar 1.2. Kerangka Penelitian

Karakteristik Pasar Beras dan Kebijakan Perberasan di Indonesia

Kondisi Ideal :

Jumlah pedagang perantara bamyak

Pedagang perantara sebagai price taker

Perubahan harga GKP Petani ditransmisikan sempurna terhadap harga beras konsumen

Kondisi Saat Ini :

Jumlah pedagang perantara relatif sedikit

Pedagang perantara sebagai price maker

Perubahan harga GKP Petani ditransmisikan tidak sempurna terhadap harga beras konsumen

Tujuan Penelitian :

Pengujian kondisi asymmetric vertical price transmission pada harga beras level petani – konsumen di Indonesia

Metode Penelitian :

Pengujian asymmetric vertical price transmission dengan menggunakan data harga GKP petani dan data harga beras eceran konsumen

Pergerakan Harga Beras Petani - Konsumen

Pergerakan Harga Beras Petani - Konsumen

Analisa penyebab asymmetric vertical price transmission pada harga beras level petani – kosnumen di Indonesia dan keterkaitannya dengan struktur dan perilaku pedagang perantara

Kesimpulan dan Saran

YA TIDAK

Gap

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 26: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

11

Universitas Indonesia

Sesuai dengan teori ekonomi industri, pertambahan jumlah pelaku usaha

pada suatu industri akan menyebabkan market power yang dimiliki pelaku

usaha berkurang, sehingga pelaku usaha tidak memiliki kemampuan yang

cukup besar untuk mempengaruhi harga (price taker). Pada kasus rantai

pemasaran, pedagang perantara yang tidak memiliki market power akan

mentransmisikan perubahan biaya (harga pembelian produk) yang

dihadapinya terhadap harga jual produknya secara sempurna. Dengan kata

lain, perubahan harga di hulu rantai pemasaran akan ditransmisikan secara

sempurna terhadap perubahan harga di hilir.

Akan tetapi, pada kasus pasar beras di Indonesia, sejak liberalisasi pasar

beras yang dilakukan Pemerintah di tahun 1998 disparitas harga beras di

tingkat petani dengan tingkat konsumen semakin melebar. Hal ini dapat

mengindikasikan adanya dugaan market power yang dimiliki pedagang

perantara. Kondisi ini yang kemudian menjadi latar belakang dan tujuan dari

penelitian.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 27: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

12 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

2.1. Teori Integrasi Pasar dan Transmisi Harga

Para ekonom neo-klasik percaya bahwa harga merupakan indikator utama

yang dapat mencerminkan tingkat efisiensi suatu pasar. Transmisi harga dan

tingkat integrasi pasat dapat dijadikan indikasi efisiensi yang terbentuk antar

dua pasar yang saling berinteraksi, baik secara vertikal maupun spasial

(Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004).

Kondisi pasar persaingan sempurna dijadikan sebagai titik acuan dalam

menilai proses transmisi harga dan tingkat integrasi antar dua pasar. Premis

yang digunakan adalah transmisi harga akan berjalan sempurna apabila di

dalam pasar tidak terjadi friksi dan distorsi (Conforti, 2004). Tidak adanya

transmisi harga antar pasar yang saling melakukan transaksi dianggap akan

menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya dan menurunkan

kesejahteraan ekonomi di bawah titik keseimbangan pareto. Dengan kata

lain, transmisi harga yang sempurna akan berujung pada pasar yang berjalan

secara efisien.

Menurut Amikuzuno dan Ogundari (2012), khusus untuk bidang ekonomi

pertanian, analisa transmisi harga dan integrasi pasar sudah berkembang

sejak 50 tahun terakhir. Penelitian mengenai integrasi pasar dan transmisi

harga diawali dengan analisa tingkat integrasi dan transmisi harga antar dua

pasar yang berbeda wilayah geografisnya, yang kemudian disebut dengan

interaksi secara spasial. Penelitian kemudian berkembang untuk melihat

interaksi harga yang terjadi antar dua level pasar yang berada dalam satu

rantai pemasaran, yang kemudian disebut dengan interaksi secara vertikal.

Pada kasus spasial, interaksi harga akan berjalan sesuai hukum satu harga

(Law of One Price/LOP) sebagaimana dikemukakan oleh Enke (1951),

Samuelson (1952), serta Takayama dan Judge (1972) dalam Rapsomanikis,

et al. (2003), dimana harga antara dua pasar yang berbeda lokasi adalah

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 28: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

13

Universitas Indonesia

sama, selisih harga yang terjadi hanya sebesar biaya transfer antar kedua

pasar tersebut. Pada model tersebut, perubahan yang terjadi di sisi

permintaan dan penawaran di salah satu pasar akan mempengaruhi

perdagangan dan harga jual di pasar yang lain, sampai pada akhirnya

mencapai suatu titik keseimbangan harga yang tidak memungkinkan

terjadinya pertukaran perdagangan antara kedua pasar tersebut.

Pada kasus vertikal, integrasi pasar didefinisikan sebagai keterkaitan

hubungan antara suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran

lainnya dalam suatu rantai pemasaran (Suparmin 2005 dalam Irawan dan

Rosmayanti 2007). Bustaman (2003) menyatakan bahwa integrasi pasar

vertikal penting untuk dipelajari guna mengetahui tingkat keeratan hubungan

antara pasar produsen dan pasar ritel/pedagang. Menurut Goodwin (2006),

tingkat transmisi harga pada satu rantai pemasaran dapat menjadi petunjuk

kinerja dari setiap level/lembaga pemasaran yang berada dalam rantai

pemasaran tersebut. Suatu rantai pemasaran dikatakan efisien dan

terintegrasi secara vertikal apabila pola interaksi harga antar level hanya

tergantung pada biaya produksinya. Dengan kata lain, perubahan harga pada

suatu level pemasaran akan ditransformasikan kepada level pemasaran

lainnya secara selaras. Dalam kasus beras, integrasi pasar beras dikatakan

efisien apabila perubahan harga beras di tingkat petani diikuti dengan

perubahan harga beras di tingkat konsumen dalam porsi yang sama.

Pada beberapa penelitian, integrasi pasar dalam jangka panjang cenderung

terjadi dalam bentuk integrasi yang lemah dan perkembangan transmisi

harga sering menunjukkan perilaku tidak simetri (asimetri). Asimetri harga

secara teoritis dapat terjadi dalam hubungannya dengan karakteristik

kompetisi yang tidak sempurna, misalnya akibat adanya lag informasi,

promosi, dan konsentrasi pasar (Henderson & Quant, 1980; Kinnucan &

Forker, 1987).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 29: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

14

Universitas Indonesia

Analisa transmisi harga asimetri untuk produk pertanian pertama kali

dilakukan oleh Tweeten & Quance (1969), yang menggunakan teknik

variabel dummy untuk mengestimasi fungsi penawaran yang tidak dapat

diubah (Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, hal. 594). Variabel dummy

digunakan untuk memisahkan harga bahan baku menjadi dua, yaitu variabel

yang hanya terdiri dari kenaikan harga input dan variabel yang hanya terdiri

dari penurunan harga input. Selanjutnya koefisien untuk kedua variabel

tersebut diestimasi dan dibandingkan. Hipotesis transmisi harga simetris

ditolak apabila kedua koefisien tersebut berbeda signifikan secara statistik.

Wolffram (1971) memperkenalkan teknik pemisahan variabel baru dengan

menggunakan data harga turunan (first difference) ke dalam persamaan yang

ajan diestimasi. Metode tersebut kemudian dimodifikasi oleh Houck (1979)

dengan mengeluarkan nilai observasi awal, karena level observasi yang

pertama dinilai tidak memiliki kekuatan penjelasan bebas. Ward (1982)

kemudian mengembangkan model Houck dengan menambahkan lag pada

variabel eksogen, seperti efek keterlambatan dan lamanya waktu lag, yang

tetap dapat dipisahkan antara efek kenaikan harga dan efek penurunan harga

(Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, hal. 594-595).

Boyd & Brorsen (1988) adalah yang pertama menggunakan lag untuk

memisahkan transmisi dalam hal waktu penyesuaian (speed of adjustment)

dengan besaran penyesuaian (magnitude of adjustment) (Meyer & von

Cramon-Taubadel, 2004, hal. 595). Dari hasil estimasi, nilai koefisien

variabel menunjukan lamanya waktu penyesuaian pada periode tertentu, dan

nilai penjumlahan koefisien menunjukkan besaran penyesuaian.

Meyer dan von Cramon-Taubadel (2004) mengklasifikasikan metode

tersebut sebagai teknik pre-kointegrasi, dimana regresi terhadap lag

dipisahkan berdasarkan tandanya. Pada teknik ini sehingga perubahan atas

kenaikan harga (diinisiasikan dengan tanda positif) diperbolehkan untuk

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 30: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

15

Universitas Indonesia

memberikan efek yang berbeda dengan perubahan atas penurunan harga

(diinisiasikan dengan tanda negatif).

Penelitian-penelitian yang menggunakan teknik tersebut dalam analisa

transmisi harga antara lain analisa transmisi harga vertikal untuk industri

susu (Kinnucan & Forker, 1987), industri daging babi di Amerika (Boyd &

Brorsen, 1988), industri broiler di Amerika (Bernard & Willet, 1996),

analisa transmisi harga asimetris vertikal untuk tomat, bawang, susu bubuk,

kopi, beras, dan buncis di Brazil (Aguiar & Santana, 2002), dan analisa

harga asimetris pada industri tomat segar di Amerika (Girapunthong et al.,

2003).

Von Cramon-Taubadel & Fahlbusch (1994) merupakan yang pertama

mengenalkan konsep kointegrasi dalam model transmisi harga tidak simetris

dengan menggunakan konsep error correction model (ECM) (Vavra &

Goodwin, 2005, hal. 12). Prinsip utama model ini adalah dengan melihat

signifikansi penyimpangan (error) dari model keseimbangan jangka

panjangnya. Pada konsep kointegrasi, dua series harga dikatakan

terkointegrasi apabila pergerakan di salah satu series harga diikuti dengan

pergerakan harga di series lainnya secara sempurna (Wixson & Katchova,

2012, hal. 11). Apabila terdapat pergerakan harga yang menyimpang, maka

akan dimasukan sebagai bentuk error correction (error correction

term/ECT).

Konsep tersebut didasari oleh penelitian Engle & Granger (1987)

sebelumnya yang menunjukkan bahwa kointegrasi untuk data time series

yang tidak stasioner akan merepresentasikan nilai ECT yang valid

(Hassouneh, et al., 2012, hal. 7). Mereka menyebutkan bahwa teknik pre-

kointegrasi untuk analisa transmisi harga asimetri justru dapat menghasilkan

regresi lancung (spurious regression) karena menggunakan series data yang

tidak stasioner.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 31: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

16

Universitas Indonesia

Pada analisa transmisi harga dengan metode ECM, ECT kemudian

dipisahkan antara bentuk positif dengan bentuk negatif. ECT positif

menunjukkan kondisi penyimpangan di atas garis keseimbangan jangka

panjang, sementara ECT negatif menunjukkan kondisi penyimpangan di

bawah garis keseimbangan jangka panjangnya (Wixson & Katchova, 2012,

hal. 11). Vavra & Goodwin (2005) dan Acquah & Onumah (2010)

menyebutkan bahwa penggunaan metode ECM lebih disarankan

dibandingkan metode Houck yang konvensional.

Meskipun demikian, Meyer & von Cramon-Taubadel (2004) menyebutkan

bahwa analisa transmisi harga dengan menggunakan ECM hanya dapat

menggambarkan pola asimetris dari sisi waktu penyesuaian. Hal ini

disebabkan analisa kointegrasi dan ECM merupakan bentuk keseimbangan

jangka panjang, sehingga apabila transmisi harga tidak simetris terjadi dari

sisi besaran penyesuaian maka data tidak akan saling terkointegrasi.

2.2. Asymmetric Vertical Price Transmission

Transmisi harga dikatakan tidak simetris apabila terdapat perbedaan respon

harga antara shock harga positif (saat terjadi kenaikan harga) dengan shock

harga negatif (saat terjadi penurunan harga). Menurut Meyer & von-Cramon

Taubadel (2004), yang dimaksud dengan asimetri pada kasus transmisi harga

dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kriteria.

Kriteria yang pertama transmisi harga tidak simetris yang terjadi secara

vertikal atau spasial. Sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya,

transmisi harga vertikal terjadi antar level pemasaran dalam satu rantai,

sedangkan transmisi harga spasial terjadi antar pasar yang berbeda lokasi

geografisnya. Sebagai contoh, transmisi harga vertikal yang tidak simetris

terjadi pada saat kenaikan harga di level petani ditransmisikan lebih cepat

dan lebih sempurna kepada harga di level konsumen, dibandingkan saat

terjadi penurunan harga di level petani. Sementara transmisi harga spasial

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 32: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

17

Universitas Indonesia

yang tidak simetris dapat dicontohkan melalui perbedaan respon harga

domestik terhadap harga internasional, dimana kenaikan harga internasional

lebih cepat dan lebih sempurna diadopsi oleh harga domestik dibandingkan

saat terjadi penurunan harga internasional.

Kriteria yang kedua merujuk kepada kondisi transmisi harga yang tidak

simetris dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian harga. Dalam hal

kecepatan waktu penyesuaian, fenomena asimetris terjadi apabila shock

harga di salah satu pasar tidak dengan segera ditransmisikan oleh pasar

lainnya. Sementara dari sisi besaran, fenomena asimetris terjadi pada saat

shock harga di satu pasar tidak ditransmisikan secara penuh oleh pasar

lainnya. Kondisi transmisi harga yang tidak simetris dari sisi kecepatan

waktu dan besaran penyesuaian harga ditampilkan pada Gambar 2.1.

(a) (b)

(c)

Gambar 2.1. Transmisi Harga Tidak Simetris Dari Sisi Kecepatan dan Besaran

Sumber : Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, Asymmetric Price Transmission : A Survey, Journal of Agricultural Economics Volume 55 Number 3, Nov 2004

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 33: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

18

Universitas Indonesia

Pada Gambar 2.1 diasumsikan sumber dari shock harga terjadi pada Pin. Dari

Gambar 2.1.a dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan respon dari sisi besaran

penyesuaian harga di Pout antara shock positif dengan shock negatif yang

terjadi di Pin. Pada saat terjadi shock positif di Pin, Pout akan mentransmisikan

shock tersebut secara sempurna, dimana kenaikan harga yang terjadi di Pout

sama dengan kenaikan yang terjadi di Pin. Sementara saat terjadi shock

negatif di Pin, penurunan harga yang terjadi di Pout tidak terjadi dengan

sempurna. Hanya setengah dari shock negatif di Pin yang ditransmisikan oleh

Pout.

Gambar 2.1.b menjelaskan transmisi yang tidak simetris dari sisi kecepatan

waktu penyesuaian. Saat terjadi kenaikan harga di Pin pada waktu t1, Pout

akan dengan segera melakukan penyesuaian pada waktu yang sama.

Sementara saat di Pin terjadi penurunan harga, Pout tidak dengan segera

merespon penurunan harga tersebut, melainkan terdapat lag selama n.

Sehingga shock negatif di Pin baru akan ditransmisikan di Pout pada waktu

t1+n.

Gambar 2.1.c menjelaskan transmisi yang tidak simetris dari sisi kecepatan

waktu dan besaran. Kenaikan harga yang terjadi di Pin pada waktu t1, tidak

ditransmisikan seluruhnya pada waktu yang sama, melainkan hanya

setengahnya. Pada waktu t2 barulah seluruh shock positif di Pin

ditransmisikan secara sempurna. Sementara saat terjadi penurunan harga

pada waktu yang sama di Pin, proes transmisinya dilakukan pada waktu yang

lebih lama dibandingkan saat terjadi shock positif, yaitu pada waktu t3.

Respon penurunan harga yang terjadi di Pout pun tidak sebesar penurunan

harga yang terjadi di Pin. Hal ini menggambarkan bahwa terjadi transmisi

yang tidak sempurna dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian

yang ditunjukan oleh Pout saat terjadi shock negatif di Pin.

Dalam Gambar 2.1 ditampilkan pula dampak hilangnya kesejahteraan akibat

adanya transmisi harga yang tidak sempurna, yang digambarkan dalam

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 34: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

19

Universitas Indonesia

bentuk area yang gelap. Menurut Meyer & von-Cramon Taubadel, transmisi

harga tidak simetris dari sisi kecepatan akan menghilangkan kesejahteraan

yang sifatnya sementara. Adapun ukuran/besaran kesejateraan yang hilang

sementara tersebut sangat tergantung pada panjangnya interval waktu

transmisi antara t1 dan t1+n, besarnya respon perubahan, dan volume

transaksi yang dilakukan (Gambar 2.1.b). Sedangkan transmisi harga tidak

simetri dari sisi besaran menyebabkan hilangnya kesejahteraan secara

permanen (Gambar 2.1.a), dan ukurannya hanya tergantung pada besarnya

respon perubahan harga dan volume transaksi yang dilakukan. Terakhir,

transmisi tidak simetris dari sisi kecepatan dan besaran akan menyebabkan

perubahan kesejahteraan yang bersifat sementara sekaligus permanen.

Meyer & von-Cramon Taubadel (2004) menambahkan bahwa hilangnya

kesejahteraan yang sifatnya sementara dalam jumlah besar dapat

memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan dengan hilangnya

kesejahteraan permanen dalam jumlah kecil yang terjadi saat ini.

Kriteria ketiga, mengacu pada Peltzman (2000), transmisi harga yang tidak

simetris dapat diklasifikasikan menjadi transmisi tidak simetris yang positif

dan transmisi tidak simetris yang negatif. Transmisi tidak simetris yang

positif adalah kondisi dimana shock positif akan direspon secara lebih cepat

dan/atau lebih sempurna dibandingkan saat terjadi shock negatif (Gambar

2.2.a). Sebalikannya, transmisi tidak simetris yang negatif adalah situasi

dimana shock negatif akan lebih cepat dan/atau lebih sempurna direspon

dibandingkan shock positif (Gambar 2.2.b).

Pada konteks transmisi harga vertikal dalam satu rantai pemasaran, transmisi

tidak simetris yang positif ataupun negatif tidak hanya dapat terjadi dari hulu

ke hilir saja, melainkan dapat pula terjadi sebaliknya (dari hilir ke hulu),

contohnya pada saat terjadi pergesaran kurva permintaan. Untuk

menghindari kesalahan penafsiran, Meyer & von-Cramon Taubadel (2004)

mendefinisikan transmisi harga tidak simetris yang positif adalah kondisi

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 35: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

20

Universitas Indonesia

transmisi harga yang lebih cepat dan/atau lebih sempurna terjadi saat adanya

tekanan terhadap margin (squeeze margin) dibandingkan saat adanya

penambahan margin (stretch margin). Yang dimaksud dengan squeeze

margin adalah pada saat terjadi kenaikan harga di hulu (Pin) atau penurunan

harga di hilir (Pout), sementara stretch margin adalah saat terjadi penurunan

Pin atau kenaikan Pout.

(a) (b)

Gambar 2.2. Transmisi Harga Tidak Simetris Positif dan Negatif

Sumber : Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, Asymmetric Price Transmission : A Survey, Journal of Agricultural Economics Volume 55 Number 3, Nov 2004

Dalam hal kesejahteraan, apabila transmisi harga tidak simetris berjalan dari

hulu ke hilir, misal untuk kasus produk pertanian adalah dari petani ke

konsumen, maka transmisi tidak sempurna yang negatif dianggap baik bagi

konsumen. Hal ini disebabkan kenaikan harga input tidak akan

ditransmisikan kepada konsumen, sehingga konsumen akan selalu

menikmati harga yang rendah. Sebaliknya, transmisi harga tidak simetris

yang positif akan merugikan konsumen karena konsumen tidak pernah

menikmati penurunan harga yang terjadi di level petani. Akibatnya, harga di

level konsumen cenderung tinggi dan kesejahteraan konsumen akan

berkurang. Meskipun demikian, Vavra & Goodwin (2005) menyebutkan

bahwa untuk menghitung tingkat kesejahteraan maka perlu memperhatikan

faktor biaya transaksi (adjustment cost dan menu cost pada kasus transmisi

vertikal) dalam perhitungan transmisi harga.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 36: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

21

Universitas Indonesia

Menurut Vavra & Goodwin (2005), untuk analisa transmisi harga secara

vertikal setidaknya terdapat 4 (empat) pertanyaan yang fundamental untuk

menjelaskan proses transmisi harga yang terjadi (mengacu pada tipe-tipe

transmisi harga tidak simetris yang digambarkan sebelumnya). Pertanyaan-

pertanyaan tersebut adalah :

1. Seberapa besar respon penyesuaian harga di setiap level akibat

perubahan harga yang terjadi di level lainnya? (transmisi yang dilihat

dari sisi besaran);

2. Apakah terdapat lag penyesuaian yang signifikan? (transmisi yang

dilihat dari sisi kecepatan waktu penyesuaian);

3. Apakah transmisi harga secara positif dan negatif yang terjadi bersifat

asimetri?

4. Apakah terjadi perbedaan respon transmisi saat sumber shock terjadi di

hulu dengan saat sumber shock terjadi di hilir? (transmisi yang dilihat

dari sisi arah shock).

2.3. Penyebab Asymmetric Vertical Price Transmission

Berbagai literatur ekonomi telah secara khusus mengidentifikasi berbagai

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya transmisi harga secara tidak

simetris, baik secara spasial maupun vertikal. Sebagian besar penelitian

mengaitkan fenomena transmisi harga yang tidak simetri dengan dugaan

adanya market power yang dimiliki pedagang di pasar (von Cramon-

Taubadel, 1998; Goodwin & Holt, 1999; Peltzman, 2000; dan McCorriston

& Shelton, 1999 dalam Vavra & Goodwin, 2005). Sebagian lagi

mengemukakan bahwa kehadiran biaya transaksi yang tinggi akan

menyebabkan transmisi harga antar pasar menjadi tidak simetris, meskipun

pasar tersebut berada pada persaingan sempurna (Zachariasse & Bunte, 2003

dalam Vavra & Goodwin, 2005).

Beberapa faktor lain yang diduga menjadi penyebab transmisi harga tidak

simetris antara lain : (1) masing-masing perusahaan akan menyikapi secara

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 37: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

22

Universitas Indonesia

berbeda dalam penyesuaian biaya tergantung apakah harga sedang naik atau

sedang turun; (2) pelaku pemasaran menahan barangnya pada saat harga

naik karena takut kehabisan stok (Kinnucan & Forker, 1987; Goodwin &

Holt. 1999); (4) market power industri dalam hubungannya dengan

karakteristik fungsi biaya yang sering bersifat increasing return to scale

(Mc. Corriston et al., 2000); (5) adanya intervensi pemerintah, misalnya

dalam bentuk kebijakan subsidi harga (Kinnucan & Forker, 1987; Gardner,

1975 dalam Vavra & Goodwin, 2005).

Menurut Conforti (2004) meskipun faktor yang mempengaruhi derajat

integrasi pasar dan transmisi harga secara spasial dapat pula digunakan

untuk menjelaskan proses transmisi harga secara vertikal, seperti market

power dan biaya transaksi, namun terdapat beberapa faktor yang khusus

dikaitkan dengan fenomena transmisi harga vertikal seperti increasing

return to scale pada produksi dan tingkat homogenitas dan diferensiasi

produk. Berikut dipaparkan beberapa faktor utama yang dapat menyebabkan

transmisi harga tidak simetris secara vertikal.

2.3.1. Market Power dan Struktur Pasar Persaingan Tidak Sempurna

Sebagian besar literatur ekonomi menyebutkan bahwa struktur pasar

persaingan yang tidak sempurna menjadi faktor utama penyebab

transmisi harga yang tidak simetris (Kinnucan & Forker (1987),

Acharya (2000), McCoriston (2002), Lyod et al. (2003). Khusus

untuk produk pertanian, struktur pasar yang terbentuk pada level

manufaktur dan pedagang perantara mengarah pada struktur

persaingan tidak sempurna, terutama jika dibandingkan dengan

struktur pasar di level petani dan level konsumen. Hal ini

menyebabkan manufaktur dan pedagang perantara akan bertindak

sebagai pembentuk harga (price taker), sementara petani dan

konsumen akan bertindak sebagai penerima harga (price taker)

(Conforti, 2004). Akibatnya, manufaktur dan pedagang perantara

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 38: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

23

Universitas Indonesia

dapat dengan leluasa menyalahgunakan market power yang

dimilikinya untuk kepentingan kesejahteraan dan keuntungannya

sendiri, dan proses penyesuaian harga antar level pemasaran menjadi

tidak sempurna (Karantininis, 2011; Vavra & Goodwin, 2005).

Dalam investigasi yang dilakukan oleh Otoritas Pengawas

Persaingan di Inggris (UK’s Competition Commission), analisa

transmisi harga menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk

membuktikan dugaan adanya market power yang dimiliki oleh

pelaku usaha di sektor ritel. Basis penelitiannya adalah melihat

transmisi harga yang dilakukan oleh supermarket akibat adanya

penurunan harga di level petani. Apabila harga tidak ditransmisikan

secara sempurna antar setiap level pemasaran maka konsumen akhir

tidak akan mendapatkan keuntungan dari penurunan harga di level

petani, dan sebaliknya. Hal ini menyebabkan permasalahan re-

distribusi consumer welfare (McCorriston et al., 2000).

Penyalahgunaan market power yang dilakukan oleh manufaktur dan

pedagang perantara umumnya menyebabkan transmisi harga tidak

simetris yang positif. Artinya, tekanan terhadap margin (margin-

squeezing) yang diakibatkan kenaikan harga input atau penurunan

jumlah permintaan akan dengan segara dan sempurna ditransmisikan

kepada level diatas atau dibawahnya, dibandingkan saat terjadinya

penambahan margin (margin-stretching) akibat perubahan harga

(Boyd & Brorsen, 1988); Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004).

Menurut Balke et al (1998), Brown & YÜcel (2000), dan Damania

& Yang (1998), transmisi harga tidak simetris yang positif terjadi

akibat adanya “perjanjian tidak tertulis” dan sanksi diantara pelaku

usaha yang berada di pasar oligopoli (Meyer & von-Cramon

Taubadel, 2004, hal. 587). Zachariasse & Bunte (2003) dalam Vavra

& Goodwin (2005) menambahkan bahwa dalam pasar oligopoli atau

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 39: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

24

Universitas Indonesia

oligopsoni terdapat interdependence antar pelaku usaha yang dapat

menyebabkan lag pada proses penyesuaian harga. Sebagai

gambaran, apabila terjadi kenaikan harga input maka seluruh pelaku

usaha akan dengan segera menyesuaikan harganya sebagai sinyal

bahwa tidak ada “perjanjian” yang dilanggar. Sementara pada saat

terjadi penurunan harga input, pelaku usaha akan saling menunggu

reaksi pesaingnya, untuk menghindari sanksi yang akan diterapkan

pesaingnya dalam bentuk perang harga. Kovenock & Widdows

(1998) menambahkan bahwa fenomena tersebut akan lebih

cenderung terjadi apabila market power antar pelaku usaha dalam

suatu pasar tidak sama, atau biasa disebut dengan pola price

leadership-price follower (Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004,

hal. 588).

Ward (1982) dalam Serra & Goodwin (2002) menyebutkan bahwa

transmisi harga tidak simetris yang disebabkan oleh market power

juga dapat terjadi secara negatif, apabila manufaktur dan pedagang

perantara yang berada pada struktur pasar oligopoli beranggapan

bahwa kenaikan harga justru beresiko terhadap penurunan

marginnya. Bailey & Brorsen (1989) menambahkan bahwa transmisi

harga tidak simetris akan berjalan secara positif atau negatif

tergantung dari reaksi dari pesaing. Apabila suatu perusahaan

percaya bahwa tidak ada satu pun pesaingnya yang akan merespon

perubahan kenaikan harga, sementara pada saat terjadi penurunan

harga seluruh pesainganya akan dengan cepat merespon, maka yang

terjadi adalah transmisi harga tidak simetris yang negatif. Begitu

pula sebaliknya, apabila perusahaan percaya bahwa pesainganya

akan lebih bereaksi terhadap kenaikan harga dibandingkan

penurunan harga maka transmisi harga tidak simetris yang terjadi

adalah positif. Senada dengan hal tersebut, Meyer & von-Cramon

Taubadel (2004) menambahkan bahwa pada struktur pasar oligopoli,

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 40: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

25

Universitas Indonesia

transmisi harga tidak simetris dapat terjadi secara positif maupun

negatif, tergantung pada struktur dan perilaku pasar. Sementara pada

pasar monopoli, transmisi harga tidak simetris yang terjadi lebih

akan mengarah pada bentuk positif daripada negatif.

Meskipun berbagai penelitian telah mengaitkan tranmisi harga tidak

simetris dengan dugaan adanya market power yang dimiliki oleh

perusahaan manufaktur dan/atau pedagang perantara, namun

menurut Meyer & von-Cramon Taubadel (2004) hanya sedikit

penelitian yang secara khusus menganalisa keterkaitan antara market

power dengan transmisi harga asimetris. Salah satu penelitian untuk

melihat hubungan antara market power dengan transmisi harga

dilakukan oleh Peltzman (2000), dengan menggunakan data jumlah

pelaku usaha dan konsentrasi pasar dalam bentuk Herfindahl-

Hirschman Index (HHI) sebagai indikator market power. Hasil

penelitiannya menunjukkan anomali, dimana jumlah pelaku usaha

yang sedikit menyebabkan lag transmisi harga tidak simetris

semakin besar, namun derajat konsentrasi pasar justru menunjukkan

hal yang sebaliknya (transmisi harga simetris terjadi pada pasar yang

konsentrasinya tinggi). Dengan demikian penelitian ini gagal

menunjukkan dugaan transmisi harga tidak simetris yang disebabkan

oleh adanya market power. Hal senada diungkapkan oleh

Weldegebriel (2004) dalam Vavra & Goodwin (2005) yang

menyebutkan bahwa adanya kekuatan oligopoli dan oligopsoni tidak

selalu menyebabkan transmisi harga yang tidak sempurna. Menurut

Weldegebriel, fungsi permintaan di level ritel dan fungsi penawaran

di level petani merupakan faktor kunci yang menentukan tingkat

transmisi harga.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 41: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

26

Universitas Indonesia

2.3.2. Adjustment cost atau menu cost

Kekakuan dalam proses penyesuaian harga antar level dalam satu

rantai pemasaran sering pula disebabkan adanya sejumlah tambahan

biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan

harganya. Dalam ilmu ekonomi biaya tersebut dikenal dengan

adjustment cost atau menu cost, seperti biaya yang digunakan untuk

melakukan perubahan label dan katalog harga, biaya periklanan,

serta biaya lain yang harus dikeluarkan untuk menyampaikan

perubahan harga kepada klien (Jensen & Møller, 2007; Meyer &

von-Cramon Taubadel, 2004).

Menurut Vavra dan Goodwin (2005), perubahan harga yang relatif

sering pun akan mempengaruhi reputasi dari pedagang perantara,

khususnya pedagang ritel yang berhubungan langsung dengan

konsumen akhir. Selain itu, menurut McCorriston et al. (2000),

ketidakpastian apakah perubahan harga terjadi secara permanen atau

hanya bersifat sementara menghalangi pedagang untuk merespon

sinyal perubahan harga. Sehingga perubahan harga yang tidak terlalu

signifikan tidak akan ditransmisikan secara sempurna oleh pedagang.

Lebih jauh lagi, Balke et al. (1998) menyebutkan bahwa manajemen

persediaan (inventory) perusahaan pun akan berpengaruh terhadap

proses transmisi harga (Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004, hal.

590). Manajemen persediaan merupakan elemen penting yang

menentukan seberapa cepat proses adjustment shock yang dapat

dilakukan oleh suatu perusahaan. Dari hasil penelitianya, Balke et al

menyebutkan bahwa model penyimpanan persediaan secara FIFO

(first in first out) dapat menyebabkan transmisi harga yang tidak

sempurna.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 42: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

27

Universitas Indonesia

Menurut Reagan & Weitzman (1982) hubungan antara manajemen

persediaan dengan transmisi harga tidak simetris tergantung dari

kondisi permintaan yang dihadapi perusahaan. Pada periode

permintaan rendah, perusahaan akan cenderung mengurangi jumlah

penjualan dan meningkatkan jumlah persediaannya, dibandingkan

melakukan penurunan harga. Sebaliknya, pada saat permintaan

tinggi perusahaan akan langsung menaikan harga, sehingga terjadi

transmisi harga tidak simetris yang positif.

Ball dan Mankiw (1994) mengembangkan model yang

mengkombinasikan variabel menu cost dengan inflasi untuk melihat

fenomena transmisi harga asimetris. Hasilnya menunjukkan bahwa

kenaikan harga input lebih cepat disesuaikan dibandingkan

penurunan harga input. Dengan adanya inflasi, penurunan harga

input akan mengurangi margin riil yang dapat diterima pelaku usaha.

Dengan demikian, penurunan harga input tidak akan ditransmisikan

dalam bentuk penurunan harga output apabila terjadi inflasi.

Perbedaan mendasar antara transmisi harga yang disebabkan oleh

market power dengan adjustment cost adalah dalam hal waktu.

Adjustment cost yang besar hanya akan terjadi dalam jangka pendek,

sehingga sifatnya hanya menunda proses transmisi atau penyesuaian

harga, dan dalam jangka panjang akan terjadi penyesuaian harga

yang sempurna (Karantininis, 2011; McCorriston et al., 2000).

Sementara asimetri yang disebabkan oleh market power dapat

“bertahan” dalam waktu yang lama, karena tidak hanya berpengaruh

dari sisi time of adjustment tetapi juga mempengaruhi magnitude of

adjustment (Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 43: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

28

Universitas Indonesia

2.3.3. Return to Scale dalam Produksi

Penelitian mengenai transmisi harga tidak simetris yang dikaitkan

dengan dugaan market power selalu mengasumsikan bahwa produksi

bersifat constant return to scale, artinya setiap penambahan satu unit

output disebabkan adanya penambahan satu unit input5. Menurut

McCorriston et al. (2000), asumsi constant return to scale akan

menghasilkan kesimpulan yang bias, karena menghilangkan potensi

korelasi antara skala ekonomi dengan perilaku harga yang diterapkan

oleh pelaku usaha. Kombinasi antara keduanya akan menghasilkan

proses transmisi harga yang berbeda. Untuk membuktikan dugaan

tersebut, McCorriston membandingkan nilai elastisitas transmisi

pada 3 (tiga) kondisi, yaitu 1) kondisi persaingan sempurna, 2)

kondisi persaingan tidak sempurna dan constant return to scale, serta

3) kondisi persaingan tidak sempurna dan increasing return to

scale6. Dalam penelitian tersebut dibandingkan pula kondisi kurva

permintaan, antara kurva permintaan yang linear dengan kurva

permintaan yang log-linear.

Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa untuk fungsi permintaan

yang linear, nilai elastisitas transmisi harga pada kondisi persaingan

tidak sempurna dan increasing return to scale lebih tinggi

dibandingkan nilai elastisitas pada kondisi persaingan tidak

sempurna dan constant return to scale. Sementara pada saat fungsi

permintaan bersifat log linear, nilai elastisitas transmisi harga untuk

kondisi persaingan tidak sempurna dan increasing return to scale

adalah yang tertinggi, bahkan dibandingkan kondisi persaingan

sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi non-constant return

to scale tidak hanya mempengaruhi derajat transmisi harga namun

5 Pindyck & Rubinfeld, 2009, Microeconomics, Seventh Edition. Pearson Prentice Hall. 6 Yaitu situasi dimana penambahan satu unit input menghasilkan jumlah output yang lebih dari satu unit.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 44: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

29

Universitas Indonesia

juga dapat menghilangkan pengaruh dari market power dalam proses

transmisi harga, tergantung dari fungsi permintaan yang dihadapi.

McCorriston menambahkan bahwa pada kondisi decreasing return

to scale, pengaruh market power terhadap proses transmisi harga

tidak simetris akan lebih besar.

Sama halnya dengan menu cost, pengaruh return to scale terhadap

transmisi harga akan berbeda antara jangka pendek dan jangka

panjang. Menurut Karantininis (2011), return to scale hanya akan

memberikan pengaruh jangka pendek dalam proses transmisi harga,

sementara untuk jangka panjang hanya faktor market power yang

akan berpengaruh terhadap transmisi harga.

2.3.4. Karakteristik Produk

Dalam penelitian yang dilakukan European Commision (EU-COM,

2009) disebutkan bahwa khusus untuk produk pertanian,

karakteristik produk, seperti daya simpan dan musiman, merupakan

faktor penting yang mempengaruhi tingkat integrasi pasar dan

transmisi harga produk pertanian. Ward (1982) dalam Serra &

Goodwin (2002) menyebutkan bahwa pada produk pertanian yang

daya simpannya singkat, pola transmisi harga asimetris yang terjadi

mengarah pada tipe negatif. Pedagang perantara yang menjual

barang-barang perishable cenderung tidak akan menaikan harga

outputnya meskipun terjadi kenaikan harga input. Alasannya adalah

pedagang khawatir barangnya tidak laku. Sehingga pedagang lebih

memilih menekan marginnya, dengan tidak menaikan harga output,

daripada harus menanggung kerugian yang lebih besar, akibat barang

yang tidak laku. Dalam kasus ini, transmisi harga asimetri akan

menguntungkan bagi supplier dan konsumen, sementara untuk

pedagang perantara akan cenderung merugikan.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 45: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

30

Universitas Indonesia

Namun menurut Heien (1980), dampak permasalahan perubahan

harga pada produk perishable sebenarnya relatif kecil jika

dibandingkan dengan produk-produk jangka panjang (Vavra &

Goodwin, 2005, hal. 8). Menurutnya, untuk barang yang memiliki

umur produk yang panjang, perusahaan yang terakhir melakukan

perubahan harga justru akan mendapatkan biaya yang lebih besar

akibat kehilangan reputasi perusahaan.

2.3.5. Kebijakan Pemerintah

Menurut Kinnucan dan Forker (1987), kebijakan pemerintah pun

dapat menyebabkan transmisi harga asimetris yang terjadi antar level

pemasaran. Perubahan harga di level petani yang relatif sering pada

dasarnya akan menyebabkan ketidakpastian bagi pedagang perantara

dalam menentukan harga jualnya, mengingat harga di level petani

merupakan biaya input bagi pedagang perantara. Apabila perubahan

biaya input tersebut bersifat sementara, maka tidak ada insentif bagi

pedagang perantara untuk melakukan penyesuaian harga.

Pada kasus kebijakan Pemerintah, hampir di semua negara

Pemerintah memiliki kebijakan intervensi harga (dalam bentuk floor

price) sebagai antisipasi saat terjadi penurunan harga di level petani,

yang tujuannya adalah untuk melindungi petani. Sebaliknya,

Pemerintah tidak akan melakukan intervensi apabila terjadi kenaikan

harga di level petani. Di satu sisi, kebijakan ini akan dapat

mengurangi ketidakpastian perubahan biaya yang dihadapi pedagang

perantara. Namun di sisi lain, kebijakan ini pun akan menyebabkan

transmisi harga di level petani ke level konsumen menjadi tidak

simetris. Penjelasannya adalah pada saat terjadi kenaikan harga di

level petani, pedagang akan menganggap bahwa perubahan tersebut

sifatnya permanen karena tidak akan ada intervensi Pemerintah.

Akibatnya, pedagang akan dengan segera melakukan penyesuaian

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 46: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

31

Universitas Indonesia

harga jualnya sesuai dengan kenaikan harga di level petani. Namun

pada saat terjadi penurunan harga di level petani, pedagang akan

percaya bahwa penurunan tersebut hanya bersifat sementara karena

Pemerintah akan segera melakukan intervensi. Sehingga pedagang

tidak akan dengan cepat melakukan penyesuaian harga jual saat

terjadi penurunan harga di level petani. Hal ini yang menyebabkan

terjadinya transmisi harga asimetris yang positif.

Penelitian serupa dilakukan oleh Serra dan Goodwin (2003) yang

melakukan studi terhadap transmisi harga pada produk-produk susu

(dairy products) di Spanyol. Dari penelitian tersebut disimpulkan

bahwa bahwa kelangkkan susu, pada besaran tertentu disebabkan

oleh sistem kuota yang ditetapkan Pemerintah. Sehingga mengarah

pada situasi dimana pabrik pengolah susu bersaing untuk

meningkatkan akses mereka terhadap kuota susu dan market share

penjualan mereka akan tetapi tidak mentrasmisikan peningkatan

harga di level petani secara penuh kepada harga di level ritel.

2.4. Penelitian terdahulu

Analisa transmisi harga tidak simetris telah banyak mengalami berbagai

perkembangan metodologi. Analisa transmisi harga yang sederhana

dilakukan dengan mengikuti metode Houck (1979) dalam Acquah dan

Onumah (2010), yang membagi efek perubahan harga antara shock kenaikan

harga dengan shock penurunan harga. Metode Houck kemudian disebut

dengan model statis, yang dapat ditulis dalam persamaan berikut :

(2.1)

dimana dan merupakan perubahan positif dan negatif yang

terjadi pada . Pengujian transmisi harga simetri dilakukam dengan

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 47: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

32

Universitas Indonesia

membandingkan koefisien dan , transmisi harga dikatakan tidak

simetris apabila kedua keofisien tersebut signifikan tidak identik.

Metode Houck dianggap tidak sesuai apabila terdapat hubungan kointegrasi

antara dua series data harga. Von Cramon-Taubadel mengusulkan

pendekatan ECM lebih valid untuk digunakan untuk pengujian transmisi

harga asimetris. Penggunaan ECM dalam analisa transmisi harga tidak

simetris pertama kali dilakukan oleh Granger dan Lee (1989) dalam Acquah

dan Onumah (2010), dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(2.2)

(ECTt-1 = PA,t-1 - α - γPB,t-1) (2.3)

dimana merupakan bentuk penyimpangan dari keseimbangan jangka

panjang (keseimbangan kointegrasi) dari dan , yang kemudian

dipisahkan dalam bentuk positif ( ) dan negatif ( ).

menggambarkan kondisi saat penyimpangan berada di atas garis

keseimbangan jangka panjang. Sebaliknya, menggambarkan kondisi

saat penyimpangan berada di bawah garis keseimbangan jangka panjang.

Koefisien dan diharapkan bernilai negatif, artinya bahwa

penyimpangan yang terjadi akan kembali ke garis keseimbangan (Wixson &

Katchova, 2012). Kondisi asimetris ditentukan dengan membandingkan

keidentikan koefisien dengan .

Analisa transmisi harga asimetris dengan menggunakan ECM disebut

dengan model dinamis. Von Cramon-Taubadel dan Loy (1996) dalam

Acquah dan Onumah (2010) kemudian mengembangkan model dinamis

yang lebih kompleks, dengan menggabungkan model Houck dan model

ECM Granger. Persamaan model ECM yang dikembangkan Von Cramon-

Taubadel dan Loy adalah sebagai berikut :

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 48: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

33

Universitas Indonesia

(2.4)

Pada model ini, proses transmisi harga dapat dilihat dalam parameter jangka

pendek dan jangka panjang sekaligus. Hipotesa transmisi harga asimetris

akan ditolak apabila koefisien positif dengan koefisien negatif terbukti tidak

identik secara statistik. Pengujian koefisien dilakukan baik terhadap

koefisien jangka pendek ( = dan = ) maupun koefisien jangka

panjang ( = ).

Model ECM Von Cramon-Taubadel dan Loy dalam analisa transmisi harga

pun telah dinyatakan valid oleh Hassouneh et al. (2012). Hassouneh et al.

membandingkan beberapa model ekonometri dalam analisa transmisi harga,

dengan mempertimbangkan ada atau tidaknya unit roots dan kointegrasi

dalam dua data series harga. Mereka menyimpulkan bahwa VECM dan

ECM adalah model yang valid untuk menguji pola transmisi harga pada

kondisi data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Pada saat persamaan

jangka panjangnya menunjukkan pola yang tidak stasioner, maka persamaan

VECM dan ECM yang biasa tidak dapat digunakan sehingga diperlukan

metode AVECM atau AECM7.

Aplikasi metode tersebut dalam analisa transmisi harga untuk produk-

produk pertanian menjadi sangat popular. Beberapa analisa transmisi harga

vertikal yang menggunakan metode tersebut antara lain von Cramon-

Taubadel (1998), Rapsomanikis et al. (2004), Acquah & Onumah (2010),

dan Alam et al. (2010).

Penelitian yang dilakukan Alam et al. (2010) merupakan penelitian yang

paling ideal untuk digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Alam et

al. (2010) secara khusus meneliti dugaan transmisi harga beras tidak 7 Untuk kasus persamaan jangka panjang yang tidak linear, aplikasi model AVECM sama validnya dengan model Threshold Vector Error Correction (TVECM) maupun model Smooth Transition Vector Error Correction (STVECM).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 49: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

34

Universitas Indonesia

simetris antara harga beras level pedagang grosir dengan harga beras level

konsumen di Bangladesh. Untuk membuktikan dugaan transmisi harga

asimetris, mereka menggunakan metode ECM Von Cramon-Taubadel dan

Loy, dimana harga beras level pedagang grosir bertindak sebagai variabel

independent dan variabel harga beras level konsumen sebagai variabel

dependent-nya. Penentuan variabel dependent dan independent dilakukan

dengan metode VECM.

Meskipun penelitian ini menggunakan penelitian Alam et al. (2010) sebagai

referensi, namun akan dilakukan beberapa modifikasi diantaranya (1) data

harga yang digunakan adalah harga gabah kering panen (GKP) di level

petani dan harga eceran beras di level konsumen; (2) pengujian kausalitas

dilakukan dengan menggunakan Granger test yang kemudian dibandingkan

dengan teori dan karakteristik perdagangan beras; dan (3) pengujian

asimetris dilakukan dengan menggunakan model asimetris Granger – Lee

(1989) dan model asimetris Von Cramon-Taubadel dan Loy (1996).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 50: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

35 Universitas Indonesia

BAB 3 GAMBARAN PERBERASAN INDONESIA

Beras merupakan komoditas strategis di Indonesia. Menurut Dodge &

Gemessa (2012), berdasarkan data Susenas tahun 2010, sebanyak 98.5%

masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan

pokoknya. Program diversifikasi pangan yang gagal menyebabkan beras

masih menjadi pangan utama di berbagai daerah. Bahkan daerah yang

sebelumnya mempunyai pola pangan pokok bukan beras pun beralih

mengkonsumsi beras, seiring dengan peningkatan pendapatan yang

diperoleh. Sehingga beras berperan penting dalam mewujudkan ketahanan

pangan8 masyarakat Indonesia. Selain itu, usaha tani padi masih menjadi

urat nadi perekonomian di pedesaan. Menurut Mardianto & Ariani (2004),

sebanyak 20 juta keluarga petani dan buruh tani menggantungkan hidupnya

pada usaha tani padi. Akibatnya, gejolak yang terjadi pada komoditas beras

tidak hanya akan menyebabkan kerawanan ekonomi, tetapi juga kerawanan

sosial dan politik, yang berujung pada kegoyahan stabilitas negara.

Sebagai salah satu komoditas pertanian, beras memiliki karakteristik

penawaran dan permintaan yang unik. Fungsi penawaran maupun fungsi

permintaan beras bersifat inelastis terhadap perubahan harga (Prastowo et

al., 2008). Petani sebagai produsen tidak bisa serta merta meningkatkan

produksinya ketika terjadi kenaikan harga, karena padi termasuk dalam

kelompok tanaman musiman. Begitu pula halnya dengan konsumen yang

tidak dapat mengurangi permintaannya secara drastis ketika harga beras

eceran meningkat.

Kondisi tersebut menyebabkan perlunya suatu formulasi kebijakan yang

khusus, guna menjembatani kepentingan produsen dan konsumen sekaligus.

8 Definisi ketahanan pangan, menurut UU No 7 Tahun 1996 Pasal 1 Ayat 17, adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 51: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

36

Universitas Indonesia

Di sisi petani, kebijakan yang diambil Pemerintah harus mampu

meningkatkan pendapatan petani, sehingga petani memiliki insentif untuk

tetap menanam padi dan meningkatkan produktivitasnya. Di sisi lain,

kebijakan tersebut pun harus mampu menjamin harga eceran beras yang

terjangkau di level konsumen. Kebijakan perberasan dikatakan efektif

apabila dapat mempertahankan harga yang baik di tingkat produsen dan

pada saat yang sama tidak terlalu memberatkan konsumen.

3.1. Gap Antara Pola Produksi dan Konsumsi Beras

Sebagai negara agraris, pada dasarnya produksi padi/beras di Indonesia

sudah cukup besar. Dari berbagai penelitian yang mengkaji pola permintaan

dan penawaran beras dalam negeri menyebutkan bahwa secara statistik

produksi beras di dalam negeri mampu mencukupi seluruh kebutuhan

(konsumsi) beras masyarakat Indonesia (Prastowo et al, 2008;

Kusumaningrum, 2008; Arifin, 2011). Sebagai gambaran di tahun 2007,

jumlah produksi padi Indonesia mencapai 57.05 juta ton, atau setara dengan

29.57 juta ton beras, sementara jumlah konsumsi beras dalam negeri adalah

26.99 juta ton. Dengan demikian di tahun 2007 Indonesia memiliki surplus

beras sebanyak 2.62 juta ton.

Secara statistik, jumlah produksi beras di Indonesia terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya, meskipun peningkatannya tidak terlalu besar.

Data BPS menunjukkan produktivitas lahan padi di Indonesia pun

mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 produktivitas lahan padi rata-rata

sebesar 47.26 kuintal/hektar, sementara di tahun 2011 produktivitasnya

mencapai 50.09 kuintal/hektar9. Hal ini menunjukkan bahwa produksi padi

Indonesia mengalami pola increasing return to scale yang melambat.

Apabila membandingkan dengan jumlah konsumsi beras tahunan, Indonesia

telah mengalami surplus beras sejak tahun 2002 (Tabel 3.1).

9 Buku Produksi Tanaman Pangan BPS Tahun 2007 dan Buku Produksi Tanaman Pangan BPS Tahun 2011

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 52: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

37

Universitas Indonesia

Tabel 3.1. Perbandingan Jumlah Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia

Tahun Produksi beras (juta ton)

Konsumsi beras (juta ton)

Surplus/ deficit

2000 26.90 26.26 0.64 2001 26.15 26.41 -0.26 2002 26.68 26.55 0.13 2003 27.02 26.91 0.11 2004 28.03 26.83 1.20 2005 28.06 26.30 1.76 2006 28.21 26.65 1.56 2007 29.61 26.99 2.62 2008 31.25 28.52 2.73 2009 33.36 30.03 3.33 2010 34.43 32.08 2.35 2011 34.06 33.56 0.50

Sumber : BPS (2012), Kementerian Pertanian (2012), telah diolah kembali

Meskipun secara statistik kebutuhan beras dalam negeri mampu dipenuhi

seluruhnya oleh produksi dalam negeri, namun adanya gap antara waktu

produksi dengan waktu konsumsi seringkali menimbulkan permasalahan

kelangkaan. Sebagaimana diketahui, beras merupakan tanaman musiman,

yang produksinya berfluktuasi mengikuti pola tanam. Surplus beras biasanya

terjadi pada bulan Februari – Mei, dengan puncaknya di bulan April (dikenal

dengan masa panen raya). Untuk daerah tertentu, musim panen padi dapat

terjadi 2 (dua) kali setahun, yaitu pada bulan Februari – Mei dan bulan

Agustus – September. Pada musim kemarau dan musim tanam (Oktober –

Januari), produksi beras akan mengalami defisit10.

Di sisi lain, pola konsumsi beras stabil sepanjang tahun, karena beras

merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia (Bustaman,

2003). Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya kelangkaan beras pada

bulan tertentu di Indonesia, meskipun secara statistik Indonesia mengalami

surplus beras. Berikut adalah pola produksi beras dan konsumsi beras di

10 Yang dimaksud defisit adalah jumlah produksi beras lebih rendah dari jumlah konsumsinya.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 53: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

38

Universitas Indonesia

Indonesia, yang dilengkapi dengan data impor dan harga GKP di level

petani dan harga beras di level konsumen.

Gambar 3.1. Pola Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia

Sumber : (1) Arifin, 2011, The “Regulation” of Rice Market in Indonesia (2) BPS (2012), telah diolah kembali

Perbedaan antara pola produksi dan pola konsumsi beras menyebabkan

karakteristik penawaran dan permintaan beras menjadi unik, dimana baik

fungsi penawaran maupun fungsi permintaannya bersifat inelastis terhadap

perubahan harga. Petani sebagai produsen tidak bisa serta merta

meningkatkan produksinya ketika terjadi kenaikan harga, karena adanya

kendala periode musim panen dan tanam. Begitu pula halnya dengan

konsumen, yang tidak dapat mengurangi permintaannya ketika harga

meningkat.

Gap antara waktu produksi dan waktu konsumsi tidak hanya menyebabkan

permasalahan kelangkaan beras, tetapi juga berpengaruh terhadap tingkat

kesejahteraan petani dan konsumen. Pada saat musim panen, jumlah beras di

pasar meningkat secara drastis. Sesuai dengan hukum penawaran, saat

terjadi peningkatan jumlah supply (yang tidak disertai dengan peningkatan

jumlah demand) maka harga keseimbangan di pasar akan mengalami

penurunan. Sehingga harga jual padi di level petani pun akan menurun,

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 54: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

39

Universitas Indonesia

terbukti dengan menurunnya harga GKP di level pada bulan Februari – Mei

(Gambar 3.1). Kondisi ini akan berimplikasi pada penurunan tingkat

kesejahteraan petani.

Fenomena yang menarik untuk dibahas adalah pada awal musim panen raya

(Februari – Maret) impor beras ke Indonesia masih dilakukan. Meskipun

puncak masa panen raya jatuh pada bulan April, namun pada bulan Februari

dan Maret jumlah produksi beras di dalam negeri sudah mulai mengalami

surplus. Masuknya beras impor pada bulan tersebut dikhawatirkan akan

semakin menurunkan harga GKP di level petani.

Pada saat musim kemarau dan musim tanam, terjadi fenomena yang

sebaliknya. Jumlah supply akan mengalami penurunan, sementara jumlah

demand-nya tetap. Akibatnya harga akan terdorong ke level yang lebih

tinggi. Meskipun dari data pola impor pada gambar 3.1 menunjukkan bahwa

beras impor mulai masuk ke Indonesia sejak bulan September, namun

jumlah beras impor nampaknya masih relatif sedikit untuk memenuhi total

kebutuhan konsumsi beras dalam negeri. Kenaikan harga beras pada masa

tanam dan masa paceklik ini akan mengurangi tingkat kesejahteraan

konsumen dan tidak menyebabkan kenaikan tingkat kesejahteraan petani,

karena umumnya petani langsung menjual seluruh hasil produksinya pada

saat musim panen11.

3.2. Gambaran Distribusi Beras di Indonesia

Dengan adanya gap antara periode produksi dan konsumsi beras serta

karakteristik penawaran dan permintaan beras yang inelastis, maka sistem

distribusi menjadi berperan penting dalam menjamin ketersediaan beras di

pasaran sepanjang tahun. Mubyarto (1990) mendefinidikan sistem distribusi

sebagai suatu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa dan

menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen (KPPU, 2007,

hal.II.1). Pada kasus komoditas beras, sistem distribusi juga mencakup

11 Hasil penelitian Bank Indonesia menunjukkan bahwa 92% hasil produksi petani akan dijual dan hanya 8% yang disimpan untuk kebutuhan konsumsinya sendiri.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 55: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

40

Universitas Indonesia

proses penyimpanan, karena petani langsung menjual sebagian besar (92%)

hasil produksinya dan tidak melakukan penyimpanan beras.

Prastowo et al. (2008) menyebutkan bahwa faktor distribusi merupakan

variabel penting yang perlu diperhitungkan dalam pembentukan harga beras,

karena gangguan distribusi dapat menimbulkan kelangkaan pasokan yang

meningkatkan harga eceran beras di pasar. Gangguan distribusi disinyalir

tidak akan memberikan keuntungan kepada konsumen maupun petani.

Kesejahteraan konsumen akan berkurang seiring dengan peningkatan harga.

Di lain pihak, petani pun tidak akan menikmati kenaikan harga karena

umumnya tidak memiliki kemampuan modal dan fasilitas penyimpanan,

sehingga pada saat terjadi kenaikan harga petani sudah tidak memiliki

padi/beras untuk dijual. Lebih jauh lagi, kenaikan harga beras akibat

gangguan distribusi akan menyebabkan kenaikan inflasi, mengingat beras

merupakan komponen utama pembentuk inflasi.

Permasalahan yang terjadi dalam distribusi beras di Indonesia semakin

dinamis, seiring dengan dinamika perkembangan ekonomi, sosial, dan

politik yang terjadi di dalam negeri. Salah satu permasalahan yang paling

kompleks adalah masalah disparitas harga beras yang sangat signifikan

terjadi setelah masa deregulasi tata niaga beras di tahun 1998 (Arifin et al.,

2006; KPPU, 2007). Disparitas harga tersebut terjadi secara spasial (antar

wilayah/Propinsi) maupun secara vertikal (antar berbagai level dalam satu

rantai pemasaran).

Dalam konteks vertikal, disparitas harga yang semakin melebar antar

berbagai level pemasaran dalam satu rantai menunjukkan adanya

permasalahan inefisiensi dalam rantai pemasaran tersebut. KPPU (2007)

menyebutkan bahwa sistem distribusi dapat dikatakan efisien apabila

memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan barang dari

produsen ke konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (2) mampu

memberikan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan

konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 56: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

41

Universitas Indonesia

produksi dan distribusi barang sesuai porsi peranannya masing-masing.

Berdasarkan persyaratan tersebut maka sistem distribusi yang efisien akan

dapat meningkatkan pendapatan pihak-pihak yang terlibat dalam tataniaga,

mulai dari produsen, lembaga pemasaran (pedagang perantara), maupun

konsumen.

Efisiensi dalam sistem distribusi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu efisiensi

operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional terjadi apabila

distribusi produk dari produsen ke konsumen akhir diselenggarakan dengan

biaya atau marjin yang rendah tanpa mengurangi tingkat kepuasan

konsumen. Sementara efisiensi harga terjadi apabila masing-masing

partisipan dalam sistem distribusi responsif terhadap perubahan harga yang

terjadi, dengan kata lain terjadi proses transmisi harga yang sempurna antara

level pemasaran. Terdapat 3 (tiga) kondisi yang menunjukkan terjadinya

efisiensi harga, yaitu (1) tersedianya alternatif pilihan bagi konsumen, (2)

perbedaan harga mencerminkan adanya biaya yang dikeluarkan karena

adanya penambahan nilai tambah, dan (3) masing-masing pelaku dalam

rantai pemasaran merasa puas (KPPU, 2007).

Dengan adanya disparitas harga yang semakin melebar antara level produsen

dengan konsumen mengindikasikan tidak adanya pembagian yang adil atas

perubahan harga yang terjadi. Dalam hal ini produsen tidak menikmati

keuntungan saat terjadi kenaikan harga di level konsumen, dan konsumen

pun tidak menikmati keuntungan saat terjadi penurunan harga di level

petani.

Menurut Mardianto et al. (2005), kinerja dan efisiensi sistem pemasaran

dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik faktor intrinsic maupun faktor

ekstrinsik. Yang dimaksud dengan faktor intrinsic antara lain struktur pasar,

tingkat integrasi pasar, dan margin pemasaran. Sementara faktor eksternal

yang akan berpengaruh terhadap kinerja sistem pemasaran adalah kebijakan

Pemerintah, seperti pengembangan infrastruktur pemasaran (fisik dan

kelembagaan), program stabilisasi harga, pajak, dan lain-lain.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 57: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

42

Universitas Indonesia

Prastowo et al (2008) menambahkan bahwa permasalahan efisiensi dalam

sistem distribusi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) rantai pemasaran

yang terlalu panjang, dan (2) besarnya marjin keuntungan yang ditetapkan

oleh setiap mata rantai distribusi. Semakin pendek mata rantai distribusi dan

semakin kecil marjin keuntungan, maka kegiatan distribusi tersebut semakin

efisien. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan KPPU di 5

(lima) Propinsi, diketahui bahwa rantai pemasaran beras di Indonesia secara

umum tergolong pendek, karena hanya melibatkan beberapa pelaku/lembaga

pemasaran pasca farm gate. Sehingga indikasi sistem distribusi yang tidak

efisien pada komoditas beras lebih disebabkan oleh faktor yang kedua, yaitu

besarnya marjin keuntungan yang ditetapkan oleh setiap lembaga

pemasaran. Secara umum berikut adalah gambaran rantai pemasaran beras

di Indonesia.

Gambar 3.2. Rantai Pemasaran Beras di Indonesia

Sumber : KPPU, 2007

Dari Gambar 3.2 di atas dapat dilihat bahwa petani memiliki akses untuk

langsung menjual gabahnya kepada pengusaha penggilingan/huller,

khususnya pengusaha penggilingan skala kecil yang umumnya membeli

gabah tidak melalui tengkulak. Menurut Prastowo et al (2008), petani

umumnya hanya menjual 92% hasil produksinya, sementara sisanya

digunakan untuk konsumsi sendiri. Adapun produk yang dijual petani

sebagian besar dalam bentuk gabah kering panen (GKP), yaitu sebanyak

45%, dan gabah kering giling (GKG), yaitu sebanyak 42%. Sementara

produk dalam bentuk beras hanya sebanyak 13%. Gabah tersebut sebagian

besar dijual kepada pedagang pengumpul/tengkulak (84%), sisanya dijual

kepada pengusaha penggilingan (10%) dan pedagang besar di daerah lain.

Petani Tengkulak/Pedagang Pengumpul

Penggilingan/Huller

Pedagang Grosir

Pengecer

Perdagangan ke Luar Daerah/Pulau

Konsumen

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 58: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

43

Universitas Indonesia

KPPU (2007) menyebutkan bahwa di beberapa lokasi sampel, pengusaha

penggilingan tidak hanya memberikan jasa penggilingan saja, melainkan

juga berperan sebagai pedagang besar. Bahkan di Sumatera Utara, Jawa

Barat, dan Jawa Timur, pengusaha penggilingan juga berperan sebagai

pedagang antar pulau (PAP). Untuk pedagang pengecer yang lokasinya

dekat dengan sentra produksi beras, umumnya melakukan pembelian beras

langsung kepada pengusaha penggilingan, tanpa melalui pedagang grosir.

Sistem distribusi beras juga berperan dalam menyalurkan beras dari daerah

surplus beras ke daerah defisit beras. Sentra produksi beras di Indonesia

masih didominasi oleh daerah-daerah di Pulau Jawa, yaitu Propinsi Jawa

Barat (17,65%), Jawa Timur (17,24%), dan Jawa Tengah (15,27%). Untuk

wilayah luar Jawa, produksi beras yang cukup besar berasal dari Propinsi

Sulawesi Selatan (6,48%), Sumatera Utara (5,44%), dan Sumatera Selatan

(4,92%) (Ditjen PPHP, 2011). Sementara dari sisi konsumsi, hampir seluruh

Propinsi di Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokoknya. Tanpa

adanya sistem distribusi, harga beras antar Propinsi akan sangat bervariasi.

Untuk daerah sentra produksi beras akan terjadi surplus beras, yang

menyebabkan harganya menjadi rendah. Sebaliknya, untuk daerah defisit

beras akan mendapatkan harga eceran beras yang sangat tinggi karena

kelangkaan.

Khusus untuk jalur distribusi di Jawa, Ditjen PPHP melakukan identifikasi

bahwa sebanyak 70% beras produksi pengusaha penggilingan disalurkan

kepada pedagang grosir yang berada di dalam Pulau Jawa. Sebanyak 25%

sisanya dijual kepada pedagang antar pulau, untuk kemudian didistribusikan

kepada masyarakat luar Jawa. Sisanya, sebesar 5%, dijual kepada BULOG

sebagai beras raskin. Berikut adalah gambaran distribusi beras khusus di

Pulau Jawa.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 59: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

44

Universitas Indonesia

Gambar 3.3. Rantai Distribusi Beras di Pulau Jawa

Sumber : Ditjen PPHP, 2006 dalam Indrayani, 2008

3.3. Kebijakan Perberasan Indonesia

Intervensi pemerintah dalam sektor beras di Indonesia mempunyai sejarah

yang panjang. Wahab & Gonarsyah (1989) dalam Kusumaningrum (2008)

menyebutkan bahwa kebijakan perberasan telah ada sejak masa

Pemerintahan Sunan Amangkurat I (1645-1677), dimana pada tahun 1655

Pemerintahnya melarang ekspor beras ke luar Jawa akibat adanya

kekeringan yang luar biasa.

Pada masa orde baru, sektor pertanian menjadi primadona. Terbukti dengan

banyaknya kebijakan publik yang ditujukan untuk meningkatkan

produktivitas pertanian serta memberikan perlindungan terhadap petani,

mulai dari peningkatan infrastruktur irigasi sampai dengan berbagai program

PETANI

Penebas Pedagang Pengumpul Desa

PENGGILINGAN PADI (produk beras)

Pedagang Antar Pulau

Pedagang Grosir BULOG

Grosir Luar Jawa Pedagang Pengecer Masyarakat Miskin/ TNI/Polri

Pengecer Luar Jawa Konsumen Jawa

Konsumen Luar Jawa

20% 80%

25% 70% 5%

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 60: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

45

Universitas Indonesia

subsidi bahan baku (pupuk dan benih) dan kredit ringan yang diberikan

kepada petani (Arifin, 2011). Tujuan kebijakan perberasan pada masa orde

baru adalah menjamin stabilisasi harga di tingkat petani maupun konsumen.

Namun, seiring dengan bertambahnya beban anggaran Pemerintah, bantuan-

bantuan Pemerintah di sektor pertanian sedikit demi sedikit mulai dikurangi

(Mardianto & Ariani, 2004).

Sejak memasuki masa reformasi di tahun 1998, kebijakan perberasan

Indonesia mengalami perubahan yang cukup drastis, akibat adanya Letter of

Intent dengan IMF. Kebijakan perberasan Indonesia perlahan-lahan mulai

diarahkan pada kebijakan perdagangan liberal dan berbagai subsidi yang

diberikan kepada petani sedikit demi sedikit dicabut. Akibatnya, fluktuasi

harga beras di pasar dalam negeri semakin tidak terkendali dan jumlah

pembelian beras impor semakin tinggi (Arifin, 2011).

Pada tahun 2002, Pemerintah menetapkan arah kebijakan perberasan

Indonesia dalam 5 (lima) elemen utama, yaitu (1) elemen peningkatan

produktivitas petani dan produksi beras nasional; (2) elemen diversifikasi

usaha tani; (3) elemen kebijakan harga; (4) elemen kebijakan impor yang

melindungi petani dan konsumen dalam negeri; dan (5) elemen jaminan

distribusi dan penyediaan beras untuk keluarga miskin dan rawan pangan

(Kusumaningrum, 2008). Berdasarkan elemen-elemen tersebut dapat dilihat

bahwa kebijakan perberasan di Indonesia termasuk dalam kelompok

kebijakan development policy12, karena bertujuan untuk meningkatkan

pendapatan petani dan meningkatkan produksi padi nasional secara

sekaligus. Contoh teknis kebijakan perberasan di Indonesia yang mencakup

elemen peningkatan produksi dan elemen kebijakan harga antara lain

kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP), Subsidi Pupuk, dan

Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU).

12 Kebijakan pemerintah di bidang pertanian terbagi menjadi dua tipe, yaitu Development Policy dan Compensating Policy. Development policy bertujuan mendorong produksi dan peningkatan pendapatan petani. Sedangkan compensating policy bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani tetapi dengan kecenderungan menekan produksi (Hardono et.al, 2004 dalam Pratiwi, 2008).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 61: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

46

Universitas Indonesia

Berdasarkan Inpres No 2/2005, kebijakan perberasan di Indonesia dapat

diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu kebijakan produksi,

kebijakan harga, kebijakan impor, dan kebijakan distribusi (Pratiwi, 2008).

3.3.1. Kebijakan Produksi

Sebagai bahan pangan utama bagi sebagian besar penduduk

Indonesia, Pemerintah Indonesia senantiasa melakukan berbagai

upaya untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negeri sepanjang

tahun, melalui berbagai kebijakan produksi. Secara umum,

peningkatan produksi komoditas pertanian dapat dilakukan melalui 2

(dua) cara yaitu intensifikasi, yaitu peningkatan produksi dengan

cara meningkatkan produktivitas tanaman dan Indeks Pertanaman

(IP), dan ekstensifikasi pertanian, yang dilakukan peningkatan luas

areal panen.

Kebijakan peningkatan produksi padi di Indonesia sudah dimulai

sejak tahun 1959, dengan dikeluarkannya Program Padi Sentra.

Program ini dilakukan melalui dua paket teknologi yaitu bantuan alat

dan bahan (hard technology) dan pendekatan sosial individu (soft

technology) (Pratiwi, 2008). Selama periode 1959 – 1998 tercatat

setidaknya terdapat 9 (sembilan) program Pemerintah yang secara

khusus ditujukan untuk meningkatkan produksi padi nasional.

Hasilnya di tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada

beras, melalui Program Panca Usahatani. Meskipun swasembada

beras tersebut hanya bertahan sampai tahun 1993 (Kusumaningrum,

2008).

Menurut Mardianto & Ariani (2004), kebijakan produksi padi yang

ditetapkan Pemerintah Orde Baru, seperti pemberian subsidi input

dan kredit usaha tani, efektif meningkatkan produktivitas usaha tani

padi di Indonesia. Namun dengan semakin beratnya beban anggaran

Pemerintah, berbagai program insentif dan bantuan Pemerintah

tersebut sedikit demi sedikit dihapuskan. Puncaknya pada tahun

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 62: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

47

Universitas Indonesia

1998, program subsidi pupuk urea, sebagai satu-satunya program

yang masih tersisa, pun akhirnya dicabut. Bahkan distribusi dan

harga diserahkan seluruhnya kepada mekanisme pasar. Kondisi ini

dinilai semakin meningkatkan biaya produksi petani.

Pada tahun 2000, Pemerintah membuat Proyek Ketahanan Pangan

dengan memberikan varietas Cibodas dan Membrano kepada petani,

yang dinilai sebagai salah satu varietas unggulan. Namun program

tersebut kurang berhasil karena kesulitan untuk memonitoring petani.

Di tahun 2007, Pemerintah kembali membuat program peningkatan

produksi padi melalui Program Peningkatan Beras Nasional. Dalam

program ini Pemerintah memberikan bantuan benih unggul, pupuk

bersubsidi, pupuk organik, dan perbaikan irigasi kepada petani.

Berdasarkan Berita Resmi BPS tanggal 3 Maret 2008, Program

Peningkatan Beras Nasional dinyatakan berhasil meningkatkan

produksi padi sebanyak 2,6 juta ton gabah kering giling. Berikut

adalah berbagai perubahan kebijakan produksi beras di Indonesia.

Tabel 3.2. Program Peningkatan Produksi Padi Pemerintah Periode 1959 – 2007

Program Tahun Hard Technology Soft Technology

Padi Sentra 1959 Varietas Si Gadis, Jelita, Dara dan Bengawan

Komando Operasi Gerakan Makmur

Bimbingan Masal

1965 Varietas Si Gadis, Jelita, Dara dan Bengawan

Perbaikan kelembagaan dan kredit

Intensifikasi Masal

1968 Pengenalan varietas PB5 dan PB8 (IRRI)

Sama dengan Padi Sentra, tanpa kredit

Bimas Gotong Royong

1969 Penggunaan varietas PB5 dan PB8

Penguatan kelembagaan modal swasta

Intensifikasi Khusus

1979 Panca Usahatani Pembentukan kelompok tani

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 63: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

48

Universitas Indonesia

(sambungan Tabel 3.2)

Program Tahun Hard Technology Soft Technology

Supra Intensifikasi Khusus

1987 Sapta Usahatani Penguatan kelompok tani

SUTPA 1995 Varietas Cibodas dan Membramo

Diversifikasi Pertanian

INBIS 1997 Varietas Cibodas dan Membramo

Pendampingan Petani

Gema Palagung 1998 Sapta Usahatani Kredit Usaha Tani (KUT)

Corporate Farming

2000 Varietas Cibodas dan Membramo

Konsolidasi petani sehamparan

Proyek Ketahanan Pangan

2000 Varietas Cibodas dan Membramo

Bantuan dana Langsung

Pengelolaan Tanaman & Sumberdaya Terpadu

2001 Perpaduan sumberdaya

Kelompok usaha agribisnis dan penguatan modal

Program Peningkatan Beras Nasional

2007 Bantuan benih, pupuk bersubsidi, pupuk organik, perbaikan irigasi

Pengendalian OPT, manajemen pasca panen dan kelembagaan

Sumber : Pratiwi, 2008

Beberapa kendala yang diduga menghambat efektivitas kebijakan

peningkatan produksi padi yang telah ditetapkan Pemerintah antara

lain rendahnya penerapan teknologi produksi dan pascapanen oleh

petani. Hal ini disebabkan rendahnya pengetahuan dan penguasaan

teknologi yang dimiliki oleh petani (Pratiwi, 2008). Selain itu,

kendala akses permodalan yang dihadapi petani juga dinilai menjadi

salah satu penyebab rendahnya produksi padi Indonesia.

Keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemerintah menyebabkan

jumlah bantuan dan subsidi yang diberikan tidak merata kepada

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 64: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

49

Universitas Indonesia

seluruh petani. Akibatnya petani yang tidak mendapatkan bantuan

menjadi kesulitan untuk membeli benih unggul dan pupuk yang baik.

3.3.2. Kebijakan Harga

Falsafah dasar dari kebijakan harga adalah (1) menjaga harga dasar

yang cukup tinggi di level petani untuk merangsang produksi, (2)

menetapkan harga maksimum untuk menjamin kelayakan dan

keterjangkauan harga bagi konsumen, (3) menjaga disparitas yang

layak antara harga dasar dengan harga maksimum untuk memberikan

keuntungan yang wajar bagi swasta untuk menyimpan dan

mendistribusikan beras, (4) menjamin hubungan harga yang wajar

antar daerah dan terhadap harga internasional (Amang, 1989 dalam

Kusumaningrum, 2008).

Secara umum, kebijakan harga output dan perdagangan bertujuan

untuk memberikan perlindungan kepada produsen (petani) dan

konsumen. Kebijakan harga untuk melindungi petani biasa disebut

sebagai harga dasar (floor price), sedangkan untuk konsumen disebut

harga eceran tertinggi (ceiling price). Negara-negara Asia yang

menerapkan kebijakan tersebut antara lain India, Philipinam

Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Di negara-negara tersebut,

pelaksanaan kebijakan harga diawasi secara ketat, sehingga petani

padi benar-benar mendapat manfaat yang nyata dari implementasi

kebijakan (Mardianto & Ariani, 2004).

Di Indonesia, kebijakan harga yang populer untuk komoditas

padi/beras adalah kebijakan stabilisasi harga pada masa orde baru.

Pada periode tersebut, Pemerintah mengendalikan batas bawah harga

beras melalui mekanisme floor price dan batas atas harga beras

melalui mekanisme ceiling price (Kusumaningrum, 2008). Melalui

penentapan floor price, jatuhnya harga gabah pada saat panen raya

dapat dihindari. Dalam hal ini, Pemerintah memberikan jaminan

harga (guaranteed price) kepada petani, sehingga pendapatan petani

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 65: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

50

Universitas Indonesia

tidak akan berkurang dan produksi beras dapat terus ditingkatkan. Di

sisi lain, penetapan ceiling price akan memberikan perlindungan

kepada konsumen dari harga beras yang tinggi, khususnya pada saat

musim paceklik. Pagu ceiling price ditetapkan berbeda antar

wilayah, tujuannya adalah untuk mendorong distribusi perdagangan

antar daerah surplus beras dengan daerah defisit beras. Namun

akibat keterbatasan anggaran Pemerintah, kebijakan ceiling price

dicabut, dan hanya menyisakan instrumen floor price sebagai

kebijakan pengendali harga (Pratiwi, 2008).

Untuk dapat mempertahankan harga dasar pada level yang

ditetapkan Pemerintah, khususnya pada saat musim panen raya

dimana jumlah supply beras meningkat signifikan, maka Pemerintah

melakukan pembelian gabah dan beras. Kebijakan tersebut pada

masa orede baru dikenal dengan kebijakan Harga Dasar Gabah

(HDG). Sejak tahun 1999, kebijakan stabilisasi harga melalui HDG

dinilai kurang efektif. Hal ini disebabkan harga dasar yang

ditetapkan Pemerintah berada jauh di atas harga paritas impor,

sehingga beras impor masuk membanjiri pasar dalam negeri

(Kusumaningrum, 2008). Pemerintah kemudian mengganti kebijakan

HDG dengan kebijakan harga dasar pembelian Pemerintah (HDPP).

Kebijakan tersebut dianggap sebagai kebijakan transmisi menuju

pelepasan harga gabah ke mekanisme pasar.

Pada kebijakan HDG, Pemerintah wajib membeli seluruh kelebihan

supply pada saat panen raya, untuk menjamin harga gabah di pasar

tetap berada pada level HDG yang ditetapkan Pemerintah. Implikasi

dari kebijakan ini adalah beban anggaran Pemerintah yang

dibutuhkan sangat besar, karena Pemerintah harus membeli seluruh

kelebihan supply kapan pun dan dimana pun. Padahal anggaran yang

dimiliki Pemerintah terbatas. Mekanisme kerja kebijakan HDG

ditampilkan dalam Gambar berikut :

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 66: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

51

Universitas Indonesia

Gambar 3.4. Kurva Pembentukan Harga Dasar Gabah

Sumber : Kusumaningrum, 2008

Pada Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa pada saat panen raya akan

terjadi peningkatan produksi padi, yang akan menggeser kurva

penawaran ke kanan (S petani → S’ petani). Akibatnya, harga akan

turun sebesar P1. Untuk melindungi petani dari kerugian, Pemerintah

menetapkan HDG sebesar P2. Namun, agar dapat mempertahankan

harga pada level P2 maka Pemerintah wajib membeli kelebihan

supply sebesar A-B dari petani. Hal ini membutuhkan dana yang

cukup besar dan harus tersedia setiap saat.

Penetapan Kebijakan HDPP pertama kali dituangkan Pemerintah

melalui Inpres No 9 Tahun 2002. Dalam Inpres 9/2002 kebijakan

perberasan diarahkan untuk melindungi petani dari gejolak harga

musiman dan melindungi dari gejolak harga di pasar dunia. Caranya

adalah melalui instrumen pembelian Pemerintah pada tingkat harga

yang sesuai dengan Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP)

(Mardianto & Ariani, 2004). Perbedaan dengan kebijakan HDG,

pada kebijakan HDPP Pemerintah telah menetapkan batas persentase

pembelian kelebihan supply sebesar 8%13 dan hanya akan membeli

gabah sebesar persentase tersebut. Kebijakan HDPP dimaksudkan

13 Nilai 8% diperoleh dari studi menggunakan kurun waktu 20 tahun.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 67: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

52

Universitas Indonesia

agar Pemerintah akan lebih mudah dalam melakukan budgeting,

planning, dan kalkulasi anggarannya untuk membeli beras

(Kusumaningrum, 2008). Adapun mekanisme kerja kebijakan HDPP

adalah sebagai berikut :

Gambar 3.5. Kurva Pembentukan Harga Dasar Pembelian Pemerintah

Sumber : Kusumaningrum, 2008

Pada saat terjadi panen raya, terjadi peningkatan jumlah supply yang

menggeser kurva penawaran petani ke kanan (S petani → S’petani)

dan menurunkan titik keseimbangan harga pada level P1 (P0 → P1).

Berbeda dengan kebijakan HDG yang menetapkan batas harga

dasar/minimum, pada kebijakan HDPP Pemerintah tidak

menetapkan harga dasar minimum. Pemerintah akan bertindak

sebagai konsumen beras, dengan harga pembelian sesuai HDPP,

sehingga akan meningkatkan jumlah penawaran dan menggeser

kurva permintaan ke atas (DKonsumen → DKonsumen+Pemerintah) . Dengan

demikian, kurva S’petani dan kurva DKonsumen+Pemerintah akan

membentuk titik keseimbangan harga yang baru, yaitu di titik P2.

Pada tahun 2005, melalui Instruksi Presiden No 2 Tahun 2005,

istilah HDPP kembali berubah menjadi Harga Pembelian Pemerintah

(HPP). Perubahan tersebut dinilai semakin membuyarkan kewajiban

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 68: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

53

Universitas Indonesia

Pemerintah dalam mengamankan harga gabah di tingkat petani

(Arifin, 2006).

Sementara untuk dapat mempertahankan level harga maksimum,

Pemerintah melakukan penjualan (injeksi) beras di pasar. Terdapat

dua jenis kebijakan intervensi harga pasar yang berlaku di Indonesia,

yaitu Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK).

OPM merupakan OPM merupakan bagian dari general price subsidy

yang digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi akibat excess

demand di pasar. OPM dilakukan dengan cara pemotongan harga

sekitar 10-15 persen di bawah harga pasar. Sedangkan OPK

merupakan implementasi dari targeted price subsidy. Tujuan utama

OPK adalah memberikan bantuan pangan pada masyarakat miskin

yang rawan pangan OPK masih terus dilakukan sampai saat ini,

dengan targetnya masyarakat miskin. Tahun 2002, OPK dirubah

namanya menjadi Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin). Program

Raskin juga masih terus dilakukan sebagai salah satu jaring

pengaman sosial yang volumenya semakin meningkat dari tahun ke

tahun karena adanya kecenderungan kenaikan harga beras di tingkat

konsumen (Pratiwi, 2008).

Untuk menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut, Pemerintah

menunjuk Badan Urursan Logistik (BULOG) sebagai lembaga yang

bertugas melakukan stabilisasi harga beras. Meskipun peran BULOG

sebagai stabilitator harga pernah dicabut pada tahun 1998, namun

pada tahun 2007, melalui SK Mendag No 1111 Tahun 2007,

Pemerintah kembali menunjuk BULOG sebagai pengendali harga

dan impor beras di Indonesia (Pratiwi, 2008).

3.3.3. Kebijakan Impor

Indonesia merupakan salah satu negara importir beras terbesar di

dunia. Kebijakan impor bertujuan untuk menekan jumlah dan

mengurangi tingkat ketergantungan beras dari negara lain. Kebijakan

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 69: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

54

Universitas Indonesia

ini diimplementasikan melalui 2 (dua) instrumen utama, yaitu

hambatan tarif dan hambatan non tarif (Pratiwi, 2008).

Sebelum tahun 1999, Pemerintah memberlakukan kebijakan non tarif

impor dengan cara mengatur jumlah impor (kuota) beras ke dalam

negeri, yang tujuannya adalah menjaga agar stok dan harga beras

nasional tidak terganggu. Untuk mengefektifkan pengaturan kuota

impor, Pemerintah hanya menunjuk BULOG sebagai satu-satunya

pihak yang dapat melakukan importasi beras (monopoli impor).

Dengan diberikannya hak monopoli impor beras tersebut, BULOG

dapat dengan mudah menjaga stok beras di dalam negeri sekaligus

menjaga stabilitas harga beras dalam negeri (Sidik, 2004; Timmer,

2004; Yonekura, 2004; Dodge & Gemessa, 2012).

Namun sesuai dengan kesepakatan GATT/WTO di tahun 1995,

kebijakan non tarif sudah tidak boleh lagi diterapkan. Sehingga sejak

tahun 1999, Pemerintah mencabut hak monopoli impor beras yang

dimiliki BULOG. Dengan demikian, seluruh pihak (swasta)

memiliki kebebasan untuk melakukan impor beras (Kusumaningrum,

2008).

Paritas harga beras impor dan harga beras dalam negeri yang terlalu

tinggi menyebabkan harga beras dalam negeri menjadi tidak

kompetitif dibandingkan beras impor. Hal ini signifikan mengurangi

pendapatan petani, khususnya petani kecil yang tidak memiliki

modal dan fasilitas penyimpanan beras yang memadai. Untuk

melindungi petani dari persaingan dengan harga beras impor yang

lebih murah, pada tahun 2000 Pemerintah menetapkan tarif bea

masuk impor. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan

petani dan produksi beras, mengamankan kebijakan harga dan

stabilisasi harga dalam negeri, dan meminimumkan beban anggaran

Pemerintah (Simatupang, 1999 dalam Kusumaningrum, 2008).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 70: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

55

Universitas Indonesia

Selain itu, sejak tahun 2004, Pemerintah mengeluarkan kebijakan

yang melarang impor beras pada saat musim panen raya,

sebagaimana diatur dalam SK Menperindag No 9/MPP/Kep/I/ 2004

tentang Ketentuan Impor Beras. Dalam peraturan tersebut, impor

beras dilarang dalam masa satu bulan sebelum panen raya, saat

panen raya, dan dua bulan setelah panen raya. Pertimbangannya

adalah untuk mengantisipasi pergeseran waktu panen raya akibat

anomali iklim dan cuaca. Penentuan masa panen raya sendiri

ditetapkan oleh Menteri Pertanian (Mardianto & Ariani, 2004).

Selain itu, impor beras hanya dapat dilakukan oleh Importir

Produsen Beras (IP) (Pratiwi, 2008).

Pada dasarnya, kebijakan impor dapat menjadi solusi untuk menjaga

ketahanan pangan dan kestabilan harga, dengan catatan dilakukan di

waktu dan dengan jumlah yang tepat. Sehingga impor tidak berbalik

menekan harga beras dalam negeri. Dengan melihat kecenderungan

yang terjadi selama ini, dimana harga beras impor lebih banyak

mendikte dan menekan harga beras dalam negeri, maka sejak

pertengahan 2003 Pemerintah kembali menugaskan BULOG sebagai

lembaga pengendali impor dan harga beras dalam negerei (Pratiwi,

2008).

3.3.4. Kebijakan Distribusi

Distribusi beras mutlak diperlukan dalam menjaga ketahanan pangan

sepanjang tahun, mengingat beras merupakan tanaman musiman.

Selain itu, persediaan beras antar daerah yang tidak merata, akibat

perbedaan kemampuan produksi antar daerah yang tidak sama,

membutuhkan pengaturan distribusi pangan yang baik. Secara

umum, tujuan kebijakan distribusi adalah untuk menjamin

ketersediaan pangan sepanjang tahun secara merata dan terjangkau

bagi seluruh lapisan masyarakat.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 71: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

56

Universitas Indonesia

Sejak tahun 1967, Pemerintah membentuk BULOG sebagai badan

yang berfungi untuk menjaga stabilitas harga bahan pangan pokok di

dalam negeri (Sidik, 2004). Khusus untuk komoditas beras, BULOG

hanya memiliki satu tugas utama pada periode orde baru, yaitu

melakukan stabilisasi harga beras dalam negeri. Stabilisasi harga

mencakup penjaminan harga yang tinggi di level petani dan

penjaminan harga beras yang terjangkau di level konsumen (Dodge

& Gemessa, 2012).

Menurut Timmer (2004), selama 30 tahun BULOG berhasil

melakukan stabilisasi harga beras karena didukung oleh 4 (empat)

instrumen kebijakan, yaitu :

(1) Kebijakan monopoli impor, yang menyebabkan BULOG dapat

mengendalikan harga beras dalam negeri dari perdagangan

internasional;

(2) Akses yang tidak terbatas terhadap kredit, dengan bunga yang

disubsidi pada tahun pertama dan jaminan suku bunga dari Bank

Indonesia untuk tahun-tahun berikutnya;

(3) Pembelian/pengadaan beras yang cukup besar oleh Dolog14

untuk menaikan harga beras di level petani, yang disertai dengan

kebijakan harga dasar gabah (mekanisme floor price);

(4) Fasilitas logistik dan infrastruktur yang memadai, dimana

BULOG menguasai pergudangan hampir di seluruh Indonesia.

Sehingga cadangan beras yang dimiliki BULOG sangat besar

dan merata di seluruh daerah. Cadangan beras inilah yang

kemudian akan digunakan BULOG untuk mempertahankan

harga beras di level yang terjangkau bagi konsumen, khususnya

konsumen perkotaan (mekanisme ceilling price15).

14 Dolog merupakan kantor perwakilan BULOG di daerah. 15 Pada tahun-tahun awal BULOG berdiri, ceilling price yang ditetapkan Pemerintah akan diumumkan oleh BULOG, namun beberapa tahun berikutnya besaran ceilling price tidak lagi diumumkan.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 72: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

57

Universitas Indonesia

Menurut Dodge & Gemessa (2012), meskipun BULOG tetap

menghadapi persaingan dengan pedagang swasta dalam pembelian

gabah di tingkat petani dan pemasaran beras di tingkat konsumen,

namun hak monopoli impor yang diberikan kepada BULOG

menyebabkan kebijakan stabilisasi harga beras pada periode orde

baru dapat berjalan dengan efektif. Dengan adanya hak monopoli

impor, serta berbagai kebijakan pendukung di atas, membuat

BULOG mampu mengendalikan keseimbangan supply-demand di

pasar beras dalam negeri, yang pada akhirnya akan mampu

mengendalikan harga beras di dalam negeri.

Rais (2003) menambahkan bahwa pada periode orde baru, BULOG

mampu membangun sistem distribusi beras dengan pola komando

logistik yang disiplin. BULOG memberikan fungsi distribusi hanya

kepada pedagang-pedagang tertentu, yang disebut BULOG dengan

“mitra kerja”. Mitra kerja tersebut berada di wilayah-wilayah tertentu

yang ditentukan oleh BULOG. BULOG akan mengendalikan volume

distribusi beras kepada mitranya dengan sistem jatah. Sebagai mitra

kerja, para distributor tersebut ikut menjalankan tugas stabilisasi

harga di wilayah kerjanya masing-masing, yang sebenarnya tugas

tersebut merupakan tanggung jawab BULOG. Dengan demikian,

BULOG dapat dengan mudah memantau keseimbangan pasar beras

dengan konsisten sampai ke jalur distribusi yang paling hilir. Pada

akhirnya, BULOG mampu menjalankan mekanisme floor price dan

ceilling price secara efektif.

Dengan dihapuskannya hak monopoli impor yang dimiliki BULOG,

sistem distribusi yang dimiliki BULOG pun menjadi hilang. Menurut

Abu Bakar (2007) dalam Pratiwi (2008), setidaknya BULOG saat ini

memiliki 4 tugas publik yang terkait dengan beras, yaitu; (i) jaminan

harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras, (ii) stabilisasi

harga, (iii) pengelolaan raskin, dan (iv) cadangan atau stok pangan

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 73: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

58

Universitas Indonesia

nasional. Keempat tugas publik tersebut harus dilakukan secara

bersama-sama karena tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain.

Gabah/beras yang dibeli BULOG dari petani bertujuan untuk

memberikan harga yang wajar, khususnya saat musim panen raya

dimana harga gabah akan jatuh. Kemudian gabah dan beras hasil

pengadaan dari dalam negeri tersebut akan menjadi persediaan yang

tersimpan dalam gudang-gudang (divre atau subdivre) BULOG

sebagai Cadangan Beras Pemerintah/CBP (buffer stock). CBP

tersebut nantinya akan digunakan Pemerintah sebagai sumber

bantuan sosial, operasi pasar, keperluan darurat dan supply pasar

tertentu.

Jumlah minimum buffer stock yang wajib tersedia di gudang

BULOG adalah 1 juta ton beras. Apabila dalam penyaluran beras

terjadi kekurangan stok yang tidak dapat dipenuhi dari produksi

dalam negeri, maka BULOG dapat melakukan impor agar cadangan

pangan nasional tetap tercukupi. Seperti yang pernah dilakukan pada

pertengahan tahun.

Proses distribusi beras di Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan

dua cara yaitu melalui distribusi BULOG dan mekanisme pasar.

Namun dibandingkan dengan total konsumsi beras Indonesia,

besarnya CBP tersebut belum merepresentasikan pengaruh BULOG

terhadap distribusi beras dalam negeri. BULOG hanya menguasai

10% pangsa pasar distribusi beras di Indonesia. Sementara lebih dari

80 – 90% distribusi beras di Indonesia dilakukan oleh pedagang

swasta melalui mekanisme pasar (Kitano et al, 1999; Pratiwi, 2008).

Dalam kaitannya dengan stabilisasi harga, dengan sedikitnya jumlah

CBP yang dimiliki BULOG, maka peran BULOG dan pengenaan

kebijakan HPP sering kali menjadi kurang efektif dalam

menstabilkan harga beras di level petani maupun konsumen,

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 74: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

59

Universitas Indonesia

khususnya dengan melihat distorsi harga beras impor yang cukup

besar.

3.4. Kebijakan Pemerintah dan Perkembangan Harga

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, beras merupakan komoditas strategis

di Indonesia. Akibatnya, kebijakan perberasan Indonesia diarahkan untuk

menjamin harga jual padi/beras yang tinggi di level petani sekaligus

menjamin harga beras yang layak dan tidak memberatkan di level

konsumen. Sebagaimana dipaparkan dalam sub bab 3.3, kebijakan

perberasan sendiri telah mengalami banyak perubahan, sesuai dengan situasi

ekonomi dan politik yang terjadi. Dilihat dari sisi kebijakan pengendalian

harga dan kebijakan impor, kebijakan perberasan Indonesia terbagi menjadi

3 (tiga) rezim, yaitu (1) Rezim Orde Baru (tahun 1975 – 1998), dimana

harga, impor, dan distribusi beras di dalam negeri sepenuhnya berada di

bawah kendali Pemerintah (dalam hal ini BULOG); (2) Rezim Pasar Bebas

(tahun 1998 – 1999), dimana impor beras dibiarkan bebas dengan bea

masuk nol persen; dan (3) Rezim Pasar Terbuka Terkendali (tahun 2000 –

saat ini), dimana impor beras “dikendalikan” melalui mekanisme tarif dan

non tarif (Arifin, 2006). Gambaran interaksi pergerakan harga beras dalam

negeri dengan kebijakan perberasan yang pernah diterapkan Pemerintah

ditampilkan pada Gambar 3.6.

Dari Gambar 3.6 dapat dilihat bahwa pada rezim Orde Baru pergerakan

harga padi di level petani dan harga beras di level konsumen relatif stabil.

Pada periode tersebut pun diparitas antara harga padi dengan harga eceran

beras cenderung kecil dan terkendali. Hal ini disebabkan BULOG diberikan

kewenangan monopoli impor dan berbagai kebijakan Pemerintah yang

mendukung peran BULOG sebagai stabilitator harga beras dalam negeri.

Selain itu, jaringan distribusi BULOG yang kuat dan menyeluruh di seluruh

Indonesia memudahkan BULOG untuk mengendalikan jumlah supply dan

demand pada pasar beras di Indonesia. Akibatnya, harga beras di level

petani dan level konsumen akan dengan mudah dikendalikan BULOG.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 75: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

60

Universitas Indonesia

Gambar 3.6. Interaksi Pergerakan Harga Beras dan Kebijakan Perberasan Indonesia

Sumber : BULOG (2009) dalam Arifin (2011)

Pada tahun 1998, kebijakan perberasan nasional berubah drastis, dimana

kebijakan perberasan diarahkan menuju liberalisasi perdagangan. Pada tahun

ini bea masuk beras dihapuskan dan setahun berikutnya kewenangan

monopoli impor BULOG dicabut, sehingga pelaku usaha lain dapat

melakukan importasi beras secara bebas. Namun dampaknya, harga beras di

dalam negeri menjadi sulit dikendalikan karena variabel harga beras luar

negeri menjadi dominan dalam penentuan harga beras dalam negeri.

Disparitas harga antara level petani dengan level konsumen pun akhirnya

menjadi melebar.

Tahun 2000, Pemerintah kembali memberlakukan kebijakan tarif impor

beras, dengan menetapkan bea masuk impor sebesar 30% (Rp 430/kg)16.

Implikasinya, pada periode 2000 – 2005 harga beras dalam negeri relatif

16 Pada tahun 2005, bea masuk impor beras dinaikkan menjadi Rp 450/kg

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 76: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

61

Universitas Indonesia

stabil, meskipun disparitas harga antara level petani dengan level konsumen

tetap besar.

Arifin (2006) melakukan penelitian terhadap dampak kebijakan perberasan

dengan stabilisasi harga beras dalam negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa

untuk harga gabah pada rezim orde baru lebih stabil dibandingkan dengan

rezim pasar bebas dan pasar terbuka terkendali. Sementara untuk harga beras

di level konsumen, tingkat stabilitas harga antara rezim orde baru dengan

rezim pasar terbuka terkendali relatif sama. Pada rezim pasar bebas, tingkat

stabilitas harga menunjukkan nilai yang paling rendah. Artinya, harga beras

di level konsumen relatif tidak stabil dibandingkan rezim orde baru dan

rezim pasar terbuka terkendali.

3.5. Kebijakan Pemerintah dan Peningkatan Produksi

Kebijakan perberasan nasional pada dasarnya diarahkan untuk

meningkatkan produksi beras dalam negeri, guna mencapai kemandirian

pangan. Hanya saja, dalam menentukan suatu kebijakan pangan, Pemerintah

seringkali dihadapkan pada kondisi yang dilematis. Di satu sisi Pemerintah

perlu menjamin harga gabah/beras yang tinggi di level petani, sehingga

petani tetap memiliki insentif untuk menanam padi di musim tanam

berikutnya. Di sisi lain, Pemerintah harus memastikan harga beras yang

terjangkau di level konsumen.

Produksi padi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (1) luas areal

tanam, (2) produktivitas lahan, (3) harga jual gabah/beras, dan (4) tingkat

pendapatan petani. Seluruh kebijakan perberasan nasional, mulai dari

kebijakan produksi, kebijakan harga, kebijakan impor, dan kebijakan

distribusi, saling terkait dalam mempengaruhi faktor-faktor di atas.

Kebijakan produksi akan secara langsung berpengaruh terhadap luas areal

tanam dan produktivitas lahan. Kebijakan produksi juga secara tidak

langsung akan berimplikasi terhadap harga beras/gabah, sebagaimana

hukum penawaran yang berlaku. Sebaliknya, kebijakan harga, kebijakan

impor dan kebijakan distribusi justru akan mempengaruhi harga gabah/beras

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 77: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

62

Universitas Indonesia

dan pendapatan petani secara langsung, serta memiliki dampak tidak

langsung terhadap luas areal tanam dan produktivitas lahan. Akibatnya,

perubahan pada salah satu kebijakan akan mempengaruhi kinerja kebijakan

lainnya.

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan luas areal panen relatif stagnan.

Pertumbuhan luas areal panen lebih besar terjadi di luar Jawa, sementara di

pulau Jawa justru luas areal panen cenderung berkurang (Pratiwi, 2008).

Peningkatan pembangunan ekonomi yang masih terkonsentrasi di Pulau

Jawa menjadi penyebab terjadinya konversi lahan pertanian menjadi areal

industri atau pemukiman. Padahal produktivitas lahan di pulau Jawa relatif

lebih baik dibandingkan di luar Jawa, akibat faktor kesesuaian lahan, iklim,

serta infrastruktur irigasi yang baik untuk produksi tanaman padi. Berikut

adalah perbandingan pertumbuhan luas areal panen, produktivitas lahan, dan

produksi beras nasional.

Gambar 3.7. Pertumbuhan Luas Areal Tanam Padi di Indonesia

Sumber : BPS (2012), telah diolah kembali

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 78: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

63

Universitas Indonesia

Gambar 3.8. Pertumbuhan Produktivitas Lahan Padi di Indonesia

Sumber : BPS (2012), telah diolah kembali

Gambar 3.9. Pertumbuhan Produksi Padi di Indonesia

Sumber : BPS (2012), telah diolah kembali

Berdasarkan Gambar di atas dapat dilihat bahwa peningkatan produksi

padi/beras nasional nampaknya lebih disebabkan oleh peningkatan

produktivitas lahan dibandingkan oleh penambahan luas areal tanam.

Peningkatan produktivitas lahan tidak terlepas dari berbagai kebijakan

produksi yang ditetapkan Pemerintah, seperti program bantuan benih unggul

dan subsidi pupuk yang sudah mulai diberikan Pemerintah sejak tahun 1979

melalui program Panca Usahatani. Efektivitas kebijakan peningkatan

produktivitas lahan secara nyata dapat dilihat pada tahun 2007 – 2011. Sejak

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 79: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

64

Universitas Indonesia

tahun 2007, Pemerintah secara intensif memberikan berbagai bantuan benih

unggul dan subsidi pupuk kepada petani guna meningkatkan produktivitas

lahannya. Dampaknya sejak tahun 2007 produksi padi/beras Indonesia

cenderung meningkat, meskipun luas areal tanam menunjukkan trend yang

relatif stagnan. Efektivitas kebijakan produksi dalam bentuk program

bantuan benih unggul dan pupuk dijelaskan pula dalam penelitian Pratiwi

(2008), yang menyebutkan bahwa penggunaan bibit unggul dan faktor

pemupukan merupakan faktor input yang sangat mempengaruhi

produktivitas lahan dan produksi padi/beras.

Dalam hal kebijakan harga, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya,

sejak tahun 1998 Pemerintah mulai berusaha melepaskan harga jual gabah di

level petani ke mekanisme pasar. Hal ini akan berimplikasi pada penurunan

harga jual gabah di level petani, karena umumnya harga beras luar negeri

masih lebih rendah dibandingkan harga di dalam negeri. Dengan harga

gabah yang rendah, pendapatan yang diterima petani pun akan berkurang.

Apabila kondisi ini dibiarkan dikhawatirkan petani akan tidak lagi berminat

untuk menanam padi dan kemudian menjual sawahnya. Hal inilah yang

kemungkinan menyebabkan terjadinya penurunan luas areal tanam padi di

Jawa.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 80: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

65 Universitas Indonesia

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode analisis yang akan digunakan

dalam penelitian serta data-data yang diperlukan dalam penelitian.

4.1. Cakupan Penelitian

Dalam penelitian ini akan dianalisa kinerja saluran pemasaran beras di

Indonesia, dengan menggunakan pendekatan analisa transmisi pergerakan

harga gabah kering panen (GKP) di level petani terhadap harga beras di level

konsumen. Adapun metode analisis yang digunakan adalah Asymmetric Price

Transmission dengan model Asymmetric Error Correction (AECM). Kinerja

saluran pemasaran beras dikatakan tidak efisien apabila terjadi fenomena

Asymmetric Price Transmission antara harga GKP petani dengan harga beras

konsumen, baik jangka pendek ataupun jangka panjang.

Sebelum masuk ke tahap pengujian asimetris, dilakukan pengujian

stasioneritas dan pengujian kointegrasi untuk mengetahui karakteristik series

data. Setelah identifikasi karakteristik data dilakukan, maka selanjutnya

dilakukan pengujian kausalias untuk mengetahui arah hubungan transmisi

harga. Dalam penelitian ini pengujian kausalitas dilakukan secara statistic

dengan metode Granger causality test, yang kemudian dibandingkan dengan

pendekatan teori..

Untuk pengujian transmisi harga asimetri dilakukan dengan menggunakan

metode Error Correction Model (ECM) yang dikembangkan oleh Granger-

Lee (1989) dan Von Cramon-Taubadel & Loy (1996), yang merupakan model

dinamis. Dikatakan model dinamis karena ECM tidak hanya melihat proses

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 81: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

66

Universitas Indonesia

transmisi harga jangka pendek17, tetapi juga mempertimbangkan proses

penyesuaian harga terhadap keseimbangan jangka panjang.

Model ECM yang dikembangkan oleh Granger dan Lee dalam analisa

transmisi harga asimetris adalah menggunakan persamaan sebagai berikut

(Acquah & Onumah, 2010) :

(4.1)

(ECTt-1 = PA,t-1 - α - γPB,t-1) (4.2)

dimana merupakan bentuk penyimpangan dari keseimbangan jangka

panjang dan . Oleh karena model ECM pada dasarnya merupakan

pengembangan dari konsep kointegrasi, maka keseimbangan jangka panjang

antara dua series harga adalah pada saat kedua series harga tersebut saling

terkointegrasi, dimana pergerakan harga di salah satu series memiliki pola

yang sama dengan pergerakan series harga lainnya. Pada saat pergerakan

harga menyimpang dari pola/keseimbangan jangka panjang yang seharusnya,

maka penyimpangan tersebut akan dimasukan sebagai bentuk error (ECT).

Dalam model transmisi harga asimetris, ECT kemudian dipisahkan dalam

bentuk positif ( ) dan negatif ( ). menggambarkan kondisi

penyimpangan harga saat berada di atas garis keseimbangan, dan

menggambarkan kondisi penyimpangan harga saat berada di bawah garis

keseimbangan. Kondisi asimetris ditentukan dengan membandingkan

keidentikan koefisien dan .

Von Cramon-Taubadel dan Loy kemudian mengembangkan model dinamis

yang lebih kompleks, dengan menggabungkan model statis Houck dan model

ECM Granger-Lee. Melalui model ini, transmisi harga asimetris dapat

17 Transmisi harga jangka pendek, disebut juga model statis, adalah hanya melihat efek perubahan harga antara shock kenaikan harga dengan shock penurunan harga. Model statis transmisi harga asimetris dikembangkan oleh Houck. Model ini dinilai kurang valid untuk digunakan pada data yang memiliki hubungan kointegrasi.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 82: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

67

Universitas Indonesia

dipisahkan antara transmisi jangka pendek dengan transmisi jangka panjang.

Persamaan model ECM yang dikembangkan Von Cramon-Taubadel dan Loy

adalah sebagai berikut (Alam et al., 2010) :

(4.3)

Pada model ini, hipotesa transmisi harga asimetris akan ditolak apabila

koefisien positif dengan koefisien negatif terbukti tidak identik secara

statistik. Pengujian koefisien dilakukan baik terhadap koefisien jangka

pendek ( = dan = ) maupun koefisien jangka panjang ( = ).

Aplikasi metode tersebut dalam analisa transmisi harga untuk produk-produk

pertanian menjadi sangat popular. Model ECM Von Cramon-Taubadel dan

Loy dalam analisa transmisi harga telah dinyatakan valid oleh Hassouneh et

al. (2012). Hassouneh et al. membandingkan beberapa model ekonometri

dalam analisa transmisi harga, dengan mempertimbangkan ada atau tidaknya

unit roots dan kointegrasi dalam dua data series harga. Mereka

menyimpulkan bahwa VECM dan ECM adalah model yang valid untuk

menguji pola transmisi harga pada kondisi data yang tidak stasioner namun

terkointegrasi. Pada saat persamaan jangka panjangnya menunjukkan pola

yang tidak stasioner, maka persamaan VECM dan ECM yang biasa tidak

dapat digunakan sehingga diperlukan metode AVECM atau AECM18.

Dengan mengacu pada berbagai literatur penelitian sebelumnya, maka

pendekatan yang digunakan dalam analisa integrasi pasar dan transmisi harga

antara harga GKP petani terhadap harga beras konsumen adalah dengan

menggunakan AECM model Granger-Lee (persamaan (4.1)) dan model Von

Cramon Taubadel & Loy (persamaan (4.3)). Melalui kedua model tersebut

diharapkan akan lebih tergambarkan apakah proses transmisi harga asimetris

18 Untuk kasus persamaan jangka panjang yang tidak linear, aplikasi model AVECM sama validnya dengan model Threshold Vector Error Correction (TVECM) maupun model Smooth Transition Vector Error Correction (STVECM).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 83: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

68

Universitas Indonesia

terjadi dalam jangka pendek, dalam jangka panjang, atau keduanya. Model

AECM digunakan dengan asumsi arah hubungan harga yang terjadi adalah

satu arah. Sehingga apabila hasil pengujian kausalitas menunjukkan arah

hubungan yang terjadi adalah dua arah, maka pengujian model asimetri hanya

mengambil salah satu arah transmisi, dengan menyesuaikan pada karakteristik

industri beras Indonesia.

Pemilihan sampel data harga GKP dan harga beras didasarkan pada data

harga bulanan rata-rata dari bulan Januari 2000 sampai dengan bulan

Desember 2011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Harga GKP

digunakan dalam penelitian ini mengingat sebagian besar (45%) produk yang

dijual oleh petani adalah dalam bentuk GKP19. Untuk harga beras, data yang

digunakan adalah harga beras eceran umum, tanpa memperhatikan jenis beras

yang dijual. Harga tersebut dipilih karena adanya keterbatasan data sekunder

yang tersedia. Dalam publikasi data harga eceran beras BPS, jenis beras yang

dipasarkan di setiap provinsi berbeda-beda. Sebagai gambaran, beras jenis

IR64 di wilayah Indonesia Timur tidak dipasarkan. Sehingga data harga beras

di level konsumen digunakan data harga eceran umum, karena pengambilan

data harga yang dibatasi pada jenis beras tertentu dikhawatirkan akan

mengurangi validitas hasil analisa.

4.2. Metode Analisis

Pendekatan statistik yang digunakan pada asymmetric vertical price

transmission mengacu pada fenomena harga yang terjadi ketika harga di salah

satu level pemasaran bereaksi terhadap perubahan harga (shock) di level yang

lain. Analisa dapat dilakukan dari hulu ke hilir, yaitu melihat reaksi harga

hilir terhadap shock yang terjadi di hulu, maupun sebaliknya dari hilir ke

hulu, tergantung karakteristik industrinya. Analisa transmisi harga dari hulu

ke hilir umumnya dilakukan apabila karakteristik industrinya adalah supply 19 Working Paper BI Edisi WP/07/2008, Juni 2008, “Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi”, www.bi.go.id

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 84: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

69

Universitas Indonesia

shifted, dimana perubahan harga lebih besar ditentukan oleh sisi penawaran.

Sebaliknya, analisa transmisi harga dari hilir ke hulu dilakukan pada industri

dengan karakteristik demand shifted.

Dalam penelitian ini analisa transmisi harga dilakukan secara satu arah, yaitu

dengan melihat perubahan dan proses transmisi harga di hilir (konsumen)

akibat shock harga yang terjadi di hulu (petani). Dengan kata lain analisa

transmisi harga dilakukan dari hulu ke hilir. Asumsi ini digunakan dengan

melihat karakteristik perdagangan beras yang merupakan bahan pangan

pokok yang sifatnya musiman, dimana harga beras lebih banyak ditentukan

oleh pergerakan di sisi supply dibandingkan sisi demand.

Transmisi harga vertikal dikatakan asimetris apabila terjadi perbedaan respon

harga di salah satu level pemasaran akibat adanya shock kenaikan atau

penurunan harga di level yang lain. Pendekatan asymmetric vertical price

transmission digunakan dalam penelitian ini dengan melihat kondisi

pergerakan harga GKP petani dengan harga beras konsumen selama periode

tahun 2000 – 2011, dimana gap kedua data harga tersebut menunjukkan

kecenderungan yang semakin melebar.

Model pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asymmetric

Error Correction Model (AECM). Melalui AECM, transmisi harga asimetris

dapat dipisahkan antara pola jangka pendek dengan pola jangka panjang.

Dengan demikian dugaan adanya penyalahgunaan market power sebagai

faktor penyebab transmisi harga asimetris dapat lebih mudah diidentifikasi.

Apabila transmisi harga asimetris terjadi hanya pada jangka pendek,

sementara pada jangka panjang proses transmisinya menunjukkan pola

simetris, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab transmisi harga lebih

disebabkan oleh faktor adjustment cost/menu cost atau skala ekonomi. Faktor

market power hanya akan berpengaruh terhadap proses transmisi harga dalam

jangka panjang, sehingga apabila transmisi harga asimetris pada jangka

panjang siginifikan, maka dapat dipastikan transmisi harga asimetris tersebut

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 85: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

70

Universitas Indonesia

disebabkan oleh adanya penyalahgunaan market power yang dilakukan

pedagang perantara.

4.3. Tahapan Pengujian

Beberapa faktor dibutuhkan dalam menghasilkan model persamaan yang

dapat diandalkan. Faktor tersebut meliputi pengujian stasioneritas, pengujian

kointegrasi, pengujian kausalitas, dan terakhir pengujian transmisi harga

asimetris dengan AECM.

4.3.1. Tes Stasioner

Uji stasioneritas dilakukan untuk menguji karakteristik data yang

digunakan. Pengujian ini diperlukan mengingat data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data time series. Stasioneritas terkait erat

dengan konsistensi pergerakan data time series. Suatu data dikatakan

stasioner apabila nilai parameter statistiknya (nilai rata-rata dan

varians) konstan sepanjang waktu, diikuti dengan nilai covarians antar

dua periode waktu yang hanya bergantung pada selang diantara

keduanya. Sebaliknya, data time series dikatakan tidak stasioner

apabila terdapat tren pada nilai rata-rata atau variannya.

Menurut Granger & Newbold (1974) dalam Vavra & Goodwin (2005),

regresi dengan menggunakan data yang tidak stasioner akan mengarah

pada regresi lancung (spurious regression). Permasalahan ini muncul

akibat adanya tren (pergerakan yang menurun maupun meningkat)

yang kuat dari variabel dependen dan independen dalam runtun waktu.

Tren tersebut akan menghasilkan nilai R2 yang tinggi, dimana secara

statistik dapat diartikan adanya hubungan antar variabel yang

siginifikan, namun hasil tersebut tidak memiliki arti ekonomi apapun.

Apabila data time series diturunkan pada tingkat pertama (first

difference) dan baru menunjukkan hasil yang stasioner, maka data

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 86: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

71

Universitas Indonesia

series tersebut dikatakan terintegrasi pada ordo 1 atau dinotasikan

dengan I(1). Secara umum, apabila data time series harus diturunkan

sebanyak “d” kali agar stasioner, maka data tersebut dapat dinotasikan

dalam bentuk I(d).

Uji stasioneritas yang paling berkembang adalah uji akar unit (unit

root test). Suatu data time series dikatakan tidak stasioner apabila

memiliki unit root. Terdapat berbagai metode untuk melakukan uji

unit root, diantaranya Dickey-Fuller Unit Root Test (DF), Augmented

Dickey-Fuller Test (ADF), dan Philips Perron Test (PP). Dalam

penelitian ini, akan digunakan tes ADF dan tes PP untuk menguji

stasioneritas dari data. Tes ADF mengikuti persamaan berikut :

(4.4)

dimana Pt adalah series harga, ∆ adalah turunan pertama (Pt- Pt-1), dan

εt merupakan notasi untuk error terms. Hipotesis nol yang diuji adalah

persamaan memiliki unit root (ρ = 0), dengan hipotesis tandingannya

adalah persamaan stasioner (ρ < 0). Sementara untuk tes PP mengikuti

spesifikasi berikut :

(4.5)

dimana Pt adalah series harga, adalah tren waktu, T adalah

ukuran sampel, dan vt adalah white noise error term. Hipotesis nol

yang diuji sama dengan tes ADF, yaitu persamaan memiliki unit root

(ρ = 0), dan hipotesis tandingannya adalah persamaan stasioner (ρ <

0).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 87: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

72

Universitas Indonesia

4.3.2. Tes Kointegrasi

Tahap selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi. Sebagaimana

telah disebutkan sebelumnya, regresi yang dilakukan terhadap data

non stasioner akan menyebabkan permasalahan regresi lancung dan

tidak konsisten. Padahal umumnya data – data ekonomi memiliki

karakteristik tidak stasioner. Oleh sebab itu, untuk melihat

kecenderungan pergerakan data antara dua variabel yang tidak

stasioner, namun bergerak secara bersama-sama dalam jangka

panjang, digunakan uji kointegrasi.

Uji kointegrasi merupakan pengujian model stasioner pada nilai

residual yang dihasilkan dari persamaan yang menggunakan data tidak

stasioner. Dengan kata lain, dua data time series yang tidak stasioner

dapat terkointegrasi apabila tingkat penyimpangan dari masing-masing

data tetap memiliki karakteristik yang stasioner dan menunjukkan pola

keseimbangan jangka panjang (terkointegrasi).

Pergerakan data antara dua variabel dikatakan terkointegrasi apabila

kedua data tersebut bergerak secara bersama-sama dalam jangka

panjang, meskipun dalam jangka pendek pergerakannya terkesan

menjauh. Dengan demikian, analisa kointegrasi merupakan metode

yang valid digunakan untuk mengestimasi hubungan ekonomi jangka

panjang antar variabel yang terintegrasi, meskipun variabel tersebut

tidak stasioner.

Dalam analisa transmisi harga asimetris dengan VECM, uji

kointegrasi merupakan salah satu prasyarat untuk dapat melanjutkan

analisa ke tahap pengujian (V)ECM. Pada metode (V)ECM, data time

series yang tidak stasioner dapat digunakan sepanjang data tersebut

terkointegrasi (memiliki hubungan jangka panjang atau terjadi

ekuilibrium dalam jangka panjang).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 88: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

73

Universitas Indonesia

Pengujian kointegrasi pada penelitian ini dilakukan untuk

menunjukkan hubungan jangka panjang antara variabel harga GKP

dan variabel harga beras konsumen. Model pengujian kointegrasi yang

digunakan dalam penelitian adalah berdasarkan metode Johansen

(1988) dan Johansen & Juselius (1990), yang dikenal dengan

maximum likelihood (Vavra & Goodwin, 2005, hal. 31-32).

Berdasarkan metode Johansen, uji kointegrasi diawali dengan model

vector autoregressive (VAR) tradisional untuk menentukan jumlah lag

yang optimal, berdasarkan uji likelihood ratio atau AIC. Lag optimal

tersebut digunakan untuk mengestimasi VECM dan menentukan

peringkat dari matriks parameter. Persamaan kointegrasi model

VECM adalah sebagai berikut :

∆Pt = ∏Pt-1 + Γ1 ∆Pt-1 + … + Γk-1 ∆Pt-k+1 + εt (4.6)

dimana Pt = (P1t P2t)3 adalah vektor dari variabel harga I(1), εt adalah

vektor dari error terms dan Γi menunjukkan dinamika jangka pendek

dari data harga. Matriks ∏ menunjukan informasi hubungan

kointegrasi antara dua variabel yang tidak stasioner di Pt.

Berdasarkan metode Johansen, VECM diestimasi dengan

menggunakan maximum likelihood Lmax (r) yang merupakan fungsi

dari peringkat kointegrasi r. Untuk menguji adanya hubungan jangka

panjang antar variabel, terdapat 2 (dua) metode pengujian yaitu trace

test dan maximum eigenvalue test. Apabila nilai trace statistic (TS)

dan maximal eigenvalue (ME) melebihi nilai t-statistik maka hipotesis

nol ditolak. Dengan kata lain terdapat hubungan jangka panjang antara

variabel-variabel yang dianalisa.

Pengujian TS mengikuti persamaan berikut :

λtrace = – T ln(1 – λ2i) (4.7)

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 89: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

74

Universitas Indonesia

dimana T merupakan jumlah observasi dan λi adalah nilai karakteristik

akar dari ∏. Hipotesis nol yang digunakan pada pengujian TS adalah

peringkat ∏ kurang dari atau sama dengan r, dengan hipotesis

tandingannya adalah peringkat ∏ lebih dari r.

Sementara pengujian ME dilakukan dengan persamaan berikut :

λmax = – T ln(1 – λr+1) (4.8)

dimana hipotesis nol yang diuji adalah peringkat ∏ = r, dengan

hipotesis tandingannya adalah peringkat ∏ = r + 1.

4.3.3. Tes Kausalitas

Pengujian kausalitas dalam analisa transmisi harga bertujuan untuk

memastikan arah hubungan sebab-akibat antara variabel – variabel

yang diuji. Dalam kasus analisa transmisi harga vertikal, uji kausalitas

digunakan untuk melihat apakah sumber transmisi harga berasal dari

hulu (farm gate) atau berasal dari hilir (konsumen). Pengujian

kausalitas menjadi salah satu tahapan penting karena menurut Gardner

(1975) dalam Kinnucan & Forker (1987) elastisitas transmisi harga

yang berasal dari farm gate (disebabkan oleh pergeseran kurva

penawaran/supply sifted) akan berbeda dengan elastisitas transmisi

harga yang disebabkan oleh pergeseran kurva permintaan (demand

shifted).

Menurut Bernard & Willet (1996) setidaknya terdapat 2 (dua) metode

untuk menentukan arah hubungan sebab-akibat antara variabel-

variabel. Pertama, pengujian kausalitas secara statistik, dengan

menggunakan uji Granger seperti yang dilakukan oleh Bailey &

Brorsen (1989), Aguiar & Santana (2002), dan Bernard & Willet

(1996). Kedua, menentukan arah kausalitas secara ad hoc berdasarkan

karakteristik pasar yang terbentuk. Caranya adalah dengan melihat

apakah perubahan harga lebih sering disebabkan oleh perubahan

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 90: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

75

Universitas Indonesia

fungsi permintaan (demand-pull forces) atau perubahan fungsi

penawaran (cost-push forces). Penelitian yang menggunakan metode

kedua dalam menentukan arah kausalitas antara lain Kinnucan &

Forker (1987).

Metode pengujian kausalitas untuk analisa transmisi harga masih

menjadi perdebatan. Beberapa ekonom berpendapat bahwa metode

pertama dianggap lebih valid secara statistik dan lebih disarankan

untuk digunakan. Namun, sebagian ekonom berpendapat bahwa uji

Granger pun sebenarnya tidak dapat memastikan bahwa satu variabel

mempengaruhi variabel lainnya, karena uji Granger hanya

memprediksi nilai saat ini dari suatu variabel dengan melihat nilai

masa lalu variabel lainnya. Selain itu, Alam et al., (2010)

menyebutkan bahwa uji kausalitas Granger konvesional tidak valid

untuk digunakan apabila dua atau lebih variabel saling terkointegrasi.

Dalam penelitian ini, metode pengujian secara statistik maupun ad hoc

akan dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas antar harga GKP

Petani dengan harga eceran beras konsumen. Apabila hasil pengujian

secara statistik dengan metode Granger menunjukkan hubungan

kausalitas dua arah, maka arah transmisi harga dalam pengujian

transmisi harga asimetri di tahap selanjutnya diasumsikan terjadi satu

arah yaitu dari petani ke konsumen, dan tidak sebaliknya. Asumsi

tersebut diambil dengan mempertimbangkan karakteristik produk

pertanian pada umumnya, dimana penentuan harga beras lebih banyak

dipengaruhi oleh faktor penawaran dibandingkan perubahan

permintaan. Selain itu, sebagai komoditas pangan utama, maka dapat

dipastikan jumlah permintaan beras di Indonesia relatif stabil.

Sehingga shock akibat perubahan kurva permintaan jarang terjadi,

kecuali apabila terjadi perubahan jumlah populasi yang signifikan.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 91: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

76

Universitas Indonesia

4.3.4. Model Simetris Error Correction Model (ECM)

Konsep dasar metode ECM mengacu pada bentuk error correction.

Menurut Engle & Granger (1987) dalam Hassouneh et al. (2012),

kointegrasi yang terjadi antara dua variable yang tidak stasioner

mengindikasikan bahwa perubahan yang terjadi terhadap peubah bebas

(dependent variable) tidak hanya dipengaruhi oleh peubah tidak bebas

(explanatory variables), tetapi juga dipengaruhi oleh

ketidakseimbangan dari hubungan kointegrasi antara keduanya

(penyimpangan). Ketidakseimbangan dari hubungan kointegrasi ini

ditujukan oleh nilai error correction term. Engle & Granger

menunjukkan bahwa kointegrasi antara data time series yang tidak

stasioner akan menghasilkan bentuk error correction yang valid pada

time series tersebut.

Bentuk error correction dianggap lebih efisien untuk

merepresentasikan hubungan kointegrasi antara dua series data. Hal ini

disebabkan metode tersebut mampu merepresentasikan keseimbangan

jangka panjang suatu sistem, dinamika ketidakseimbangan jangka

pendek, dan pola penyesuaian menuju keseimbangan secara sekaligus.

Dalam penelitian ini, hubungan antara harga GKP petani dengan harga

beras konsumen direpresentasikan dalam persamaan :

(4.9)

dimana RP adalah harga beras di level konsumen (ritel), PP adalah

harga GKP di level petani, t adalah tren waktu, dan ε adalah error

term. Persamaan tersebut dapat diubah menjadi bentuk VECM

bivariate berikut :

(4.10)

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 92: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

77

Universitas Indonesia

(4.11)

dimana :

α . γ = parameter dari vektor kointegrasi

, = white noise disturbances

, , , , , = parameter dinamika jangka pendek

, = parameter untuk mengukur ratio penyesuaian harga

yang menyimpang dari keseimbangan hubungan kointegrasi jangka

panjang.

= RPt-1 - α - γPPt-1 merupakan hubungan keseimbangan jangka

panjang antara harga GKP dan harga beras konsumen.

Residual dari persamaan tersebut merepresentasikan deviasi dari

hubungan keseimbangan, atau disebut juga engan error correction

term (ECT).

4.3.5. Tes Asimetri

Apabila persamaan VECM di atas linear dan stasioner, maka seluruh

variabel pada persamaan di atas bersifat stasioner dan VECM

merupakan model yang valid untuk merepresentasikan hubungan

jangka panjang antar harga dan mengkoreksi deviasi dinamika jangka

pendek dari keseimbangan jangka panjang. Namun, apabila persamaan

jangka panjang tersebut menunjukkan pola yang tidak stasioner, maka

persamaan VECM di atas tidak valid untuk digunakan pada analisa

transmisi harga.

Persamaan VECM, dalam analisa transmisi harga, dikatakan linear

dalam 2 (dua) makna. Pertama, linear dalam arti seluruh parameter

dalam model diasumsikan konstan sepanjang periode sampling.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 93: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

78

Universitas Indonesia

Kedua, linear dalam arti variabel left-hand-side (LHS) bereaksi secara

linear terhadap perubahan variabel right-hand-side (RHS).

Untuk kasus transmisi harga vertikal, umumnya transmisi harga

menunjukkan pola yang berbeda (asimetris), tergantung apakah shock

yang terjadi berupa kenaikan harga atau penurunan harga. Hal ini

menunjukkan bahwa perubahan reaksi harga di LHS tidak linear

terhadap perubahan harga yang terjadi di RHS. Oleh karena itu perlu

menggunakan model VECM yang non-linear, yaitu Asymmetric Vector

Error Correction Model (AVECM). Namun, karena dalam penelitian

ini diasumsikan arah transmisi harga terjadi secara satu arah (dari hulu

ke hilir) maka model AVECM diubah menjadi model AECM.

Granger & Lee (1989) mengembangkan model error correction yang

standar menjadi model yang mampu melakukan penyesuaian asimetris

dengan cara memisahkan ECT ke dalam komponen positif (untuk ECT

yang berada di atas garis keseimbangan jangka panjang20) dan negatif

(untuk ECT yang berada di bawah garis keseimbangan jangka

panjang21). Model tersebut kemudian dikembangkan kembali oleh von

Cramon-Taubadel&Loy (1996) menjadi model yang lebih kompleks,

dengan turut memasukan variabel transmisi harga jangka pendek

dalam model. (Acquah & Onumah, 2010, hal. 61-62).

Terdapat 2 (dua) persamaan AECM yang akan digunakan dalam

penelitian ini, yaitu :

(4.12)

dan

20 ECT dikatakan berada di atas garis keseimbangan apabila perubahan penurunan harga di level petani tidak diikuti oleh perubahan (penurunan) harga di level konsumen. 21 ECT dikatakan berada di atas garis keseimbangan apabila perubahan kenaikan harga di level petani tidak diikuti oleh perubahan (kenaikan) harga di level konsumen.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 94: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

79

Universitas Indonesia

(4.13)

( = RPt-1 - α - γPPt-1) (4.14)

Untuk melihat dugaan asimetri dalam transmisi harga maka digunakan

Wald test, dengan membandingkan signifikansi antara koefisien positif

dengan koefisien negatif. Dugaan adanya penyalahgunaan market

power dapat dilihat dari koefisien jangka panjangnya ( dan

ataupun dan ). Apabila koefisien tersebut signifikan berbeda

artinya dalam jangka panjang terjadi transmisi harga yang tidak

simetris, antara shock positif dengan shock negatif, yang diakibatkan

adanya penyalahgunaan market power. Sementara koefisien , ,

, dan dapat menggambarkan pola transmisi harga jangka

pendek. Apabila ≠ dan ≠ , artinya terjadi transmisi

harga tidak simetris yang disebabkan oleh faktor adjustment cost

dan/atau return to scale.

Analisa asimetri yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi atas 2

(dua) hal, yaitu analisa terhadap data dan analisa terhadap faktor

penyebab transmisi harga tidak simetris. Analisa terhadap faktor

penyebab dilakukan secara kualitatif dengan mengaitkan pada struktur

pasar dan perilaku pedagang perantara.

Tahapan analisa secara keseluruhan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 95: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

80

Universitas Indonesia

Gambar 4.1. Tahapan Analisa

4.4. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, model yang digunakan untuk menjelaskan fenomena

transmisi harga tidak simetris antara level petani dengan level konsumen

adalah menggunakan model ECM. Meyer & von Cramon-Taubadel (2004)

serta Karantininis et al (2011) menyebutkan bahwa analisa transmisi harga

dengan konsep kointegrasi dan ECM pada dasarnya hanya mampu

menjelaskan fenomena transmisi harga tidak simetris dari sisi waktu,

sementara dalam hal besaran tidak dapat dijelaskan dalam model. Hal ini

Uji Unit Root (ADF test dan PP test)

Uji Kointegrasi Antara Data Harga (Johansen test)

Estimasi Model Simetris (ECM)

Uji Kausalitas

Estimasi autoregressive distribute lagged model (ARDL) (Granger causality test)

Kesimpulan: tidak ada integrasi (Granger causality test)

Estimasi Model Asimetris, dengan memisahkan perubahan harga

naik&turun serta nilai residual keseimbangan jangka panjang positif&negatif

Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Keseluruhan

Unit root pada level yang berbeda

I(1) I(0)

Terkointegrasi

tidak

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 96: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

81

Universitas Indonesia

disebabkan konsep kointegrasi pada dasarnya melihat pola keseimbangan

jangka panjang. Apabila terjadi transmisi harga yang tidak simestris dari sisi

besaran maka kedua data time series akan saling menjauh dalam jangka

panjang, sehingga tidak akan menunjukkan pola yang terkointegrasi. Oleh

sebab itu, fenomena transmisi harga tidak simetris yang dibahas dalam

penelitian ini hanya terbatas pada fenomena asimetris dari sisi waktu

penyesuaian.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 97: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

82 Universitas Indonesia

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisa Data Deskriptif

Penelitian ini menggunakan data harga gabah kering panen (GKP) di level

petani dan data harga beras eceran di level konsumen. Seluruh data dalam

bentuk harga bulanan untuk periode Januari 2000 sampai Desember 2011,

yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data harga GKP digunakan

dengan pertimbangan bahwa sebagian besar (45%) produk yang dijual oleh

petani adalah dalam bentuk GKP. Sementara untuk harga beras eceran

digunakan data harga beras rata-rata seluruh Provinsi (harga beras umum),

tanpa memperhatikan jenis berasnya. Berikut adalah pergerakan harga GKP

dan harga beras eceran di Indonesia selama periode tahun 2000 – 2011.

Gambar 5.1. Pergerakan Harga GKP Petani dan Harga Beras Eceran Konsumen Periode 2000 - 2011

Sumber : BPS (2012), telah diolah kembali

Berdasarkan Gambar 5.1 di atas dapat dilihat bahwa harga GKP di level

petani dan harga beras eceran di level konsumen pada periode 2000 – 2004

relatif stabil, meskipun disparitas harganya cenderung besar. Sejak tahun

2005, harga GKP dan harga beras eceran mulai menunjukkan

kecenderungan terjadinya kenaikan harga. Namun fluktuasi harga pada

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 98: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

83

Universitas Indonesia

periode 2005 – 2011 relatif tinggi dan disparitas harga yang terjadi semakin

melebar. Sebagai perbandingan, pada periode 2000 – 2004 rata-rata

disparitas harga GKP dan harga beras eceran hanya sebesar Rp 1887,03.

Pada periode 2005 – 2011, rata-rata disparitas harga tersebut naik 104,82%

menjadi Rp 3864,99. Hal ini disebabkan oleh perubahan kebijakan impor

yang terjadi di tahun 2004.

Sejak diberlakukannya liberalisasi beras di tahun 1998, dimana bea masuk

beras dihapuskan (0%) dan importasi beras dapat dilakukan secara bebas

oleh importir swasta, petani dalam negeri tidak mampu bersaing terhadap

beras impor. Disparitas harga beras dalam negeri dan beras impor yang

cukup tinggi disinyalir menyebabkan pedagang lebih memilih untuk

memasarkan beras impor dibandingkan beras petani. Akibatnya, harga

gabah/beras di level petani relatif tertekan. Namun di sisi lain, pedagang

perantara (khususnya pedagang besar) yang dapat bertindak sebagai

importer justru mendapatkan posisi yang menguntungkan. Pedagang dapat

dengan mudah menetapkan harga jual beras yang tinggi, yang seolah-olah

mengikuti harga beras produksi dalam negeri, padahal harga belinya

mengikuti harga beras impor yang lebih rendah.. Dengan kata lain, kenaikan

harga di level konsumen pada tahun 1998 – 1999 tidak ditransmisikan

secara sempurna kepada level petani dan petani tidak mendapatkan

tambahan manfaat dari kenaikan harga beras dalam negeri.

Dengan memperhatikan kondisi tersebut, Pemerintah berinisiatif untuk

kembali menetapkan bea masuk beras di tahun 2000, yaitu sebesar Rp

430/kg (30% ad volarem). Tujuan utamanya adalah untuk melindungi petani

dalam negeri dari persaingan terhadap beras impor. Namun, akibat diparitas

harga beras dalam negeri dan beras impor yang terlalu besar pada periode

tersebut, justru mendorong importir/pedagang untuk melakukan

penyelundupan. Rendahnya harga beras impor menarik importir/pedagang

untuk tetap memasarkan beras impor, dan untuk mempertahankan margin

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 99: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

84

Universitas Indonesia

yang besar dari penjualan beras impor maka penyelundupan menjadi strategi

yang diambil pada importir/pedagang. Terbukti dari penelitian yang

dilakukan oleh Sawit (2005) ditemukan fakta bahwa selama tahun 2000 –

2003 lebih dari 50% beras yang masuk ke Indonesia merupakan beras ilegal.

Dengan demikian, kebijakan impor melalui penetapan bea masuk tidak

efektif meningkatkan harga beras di level petani.

Pada tahun 2004, Pemerintah mengeluarkan SK Menperindag No

9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras yang diantaranya

mengatur mengenai waktu impor beras dan pihak yang dapat menjadi

importir beras. Dalam hal waktu impor beras, melalui peraturan tersebut

impor beras tidak boleh dilakukan selama 1 (satu) bulan sebelum panen

raya, saat panen raya, dan 2 (dua) bulan setelah panen raya. Adapun masa

panen raya akan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Dalam hal importir

beras, Pemerintah menetapkan bahwa impor beras hanya boleh dilakukan

oleh importir yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen

Beras (IP).

Gambar 5.1 memperlihatkan dengan jelas bahwa setelah di tahun 2005

mulai terjadi kenaikan harga GKP di level petani. Sehingga apabila dilihat

hanya dari sisi petani, kebijakan tersebut efektif meningkatkan harga beras

di level petani. Akan tetapi, kebijakan pengetatan impor tersebut nampaknya

memberikan efek negatif yang cukup besar terhadap konsumen. Berdasarkan

Gambar 5.1 kenaikan harga beras di level konsumen jauh lebih tinggi

dibandingkan kenaikan harga yang terjadi di level petani. Akibatnya,

disparitas harga GKP di level petani dan harga eceran beras di level

konsumen pun semakin melebar. Tingginya kenaikan harga di level

konsumen dapat disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu (1) terdapat perbedaan

supply beras antar Propinsi di Indonesia pada masa panen raya; dan (2)

transmisi harga tidak sempurna yang dilakukan oleh pedagang perantara.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 100: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

85

Universitas Indonesia

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya dalam Bab 3, produksi beras antar

Propinsi di Indonesia berbeda – beda. Data Ditjen PPHP menunjukkan

bahwa lebih dari 50% beras nasional diproduksi di Pulau Jawa, dan sebagian

besar (sebanyak 70%) produksi tersebut dipasarkan di dalam Pulau Jawa itu

sendiri. Hanya 25% yang dipasarkan ke pulau lain. Bagi propinsi yang

produksi berasnya sedikit dan tidak mendapatkan cukup pasokan dari Pulau

Jawa, maka keberadaan beras impor menjadi jalan keluar untuk memenuhi

kebutuhan pangan utama penduduknya. Sehingga meskipun memasuki

musim panen raya, supply beras (produksi sendiri dan pasokan beras dari

Jawa) di Propinsi “defisit” tersebut tidak sepenuhnya dapat memenuhi

seluruh konsumsinya. Sebagai contoh di Propinsi Riau, menurut Kepala

Badan Ketahanan Pangan Propinsi Riau dari total kebutuhan beras di

Propinsi tersebut hanya 39% yang berasal dari produksi dalam negeri.

Sementara sisanya harus didatangkan dari Thailand dan Vietnam22. Dengan

demikian kebijakan pembatasan impor akan mengancam ketahanan pangan

di Propinsi tersebut. Dalam kasus ini, kebijakan pembatasan impor justru

mengakibatkan kenaikan harga beras di level konsumen yang cukup besar

akibat terjadinya kelangkaan. Kondisi ini pula yang menyebabkan disparitas

harga GKP di level petani dengan harga beras di level konsumen semakin

melebar sejak tahun 2005.

Dalam kaitannya dengan transmisi harga asimetris yang dilakukan pedagang

perantara, kebijakan pembatasan impor semakin memperkuat posisi tawar

pedagang perantara. Dengan dibatasinya jumlah beras impor ke Indonesia,

pedagang dapat dengan mudah menetapkan harga eceran beras tanpa perlu

memperhatikan tekanan harga beras impor yang umumnya lebih rendah.

Secara lebih detil, fenomena transmisi harga asimetris akibat posisi tawar

pedagang perantara akan dibahas dalam sub bab selanjutnya.

22 Kompas Online, www.kompas.com, “Beras Impor 90.000 ton gagal masuk Riau”, 21 Januari 2004

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 101: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

86

Universitas Indonesia

5.2. Analisa Time Series

5.2.1. Uji Stasioner

Untuk menganalisa pergerakan data time series dan melihat

hubungan antara variabel, maka perlu dilakukan pengujian

stasioneritas data series tersebut. Pengujian ini dilakukan untuk

melihat konsistensi pergerakan data time series serta mencegah

terjadinya spurious regression, yaitu kondisi dimana sebuah regresi

terhadap satu variabel terhadap variabel lainnya menghasilkan nilai

R2 yang tinggi namun sebenarnya tidak ada hubungan yang berarti

secara teori ekonomi. Hal ini sering terjadi pada saat kedua data time

series menunjukan karakteristik tren yang kuat dalam runtun waktu.

Untuk mengetahui pada kondisi mana data dapat menjadi stasioner,

maka data diuji dalam beberapa kondisi. Jika series data bersifat

stasioner tanpa melakukan differencing, maka dikatakan sebagai

kondisi I(0)/level. Apabila series data bersifat stasioner pada turunan

pertama I(1), maka dikatakan sebagai kondisi (first differences) atau

integrasi dari order 1. Secara umum, apabila data time series harus

diturunkan sebanyak “d” kali agar stasioner, maka data tersebut

dapat dinotasikan dalam bentuk I(d) atau terintegrasi dari orde “d”.

Dalam penelitian ini, pengujian stasioneritas dilakukan dengan tes

Augmented Dickey Fuller (ADF) dan tes Philips Perron (PP) pada

kondisi level, dengan spesifikasi trend dan intercept. Apabila data

tidak stasioner pada level, maka pengujian akan dilanjutkan pada

kondisi first difference. Berikut adalah hasil pengujian stasioner data

harga GKP petani pada kondisi level dengan menggunakan ADF test

dan PP test.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 102: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

87

Universitas Indonesia

Tabel 5.1. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada level dengan ADF Test

Null Hypothesis: GKPPT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.546410 0.3057

Test critical values: 1% level -4.023506 5% level -3.441552 10% level -3.145341 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Tabel 5.2. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada level dengan PP Test

Null Hypothesis: GKPPT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 7 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -2.060343 0.5630

Test critical values: 1% level -4.023506 5% level -3.441552 10% level -3.145341 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Dari tabel 5.1 dan 5.2 di atas dapat dilihat bahwa hipotesis nol yang

menyatakan terdapat unit root diterima. Dengan demikian harga

GKP Petani pada kondisi level bersifat tidak stasioner. Selanjutnya

dilakukan pengujian pada kondisi first difference terhadap data harga

GKP.

Pada kondisi first difference, baik dengan menggunakan ADF test

maupun PP test hasilnya menunjukkan tidak dapat menerima

hipotesis nol (Tabel 5.3 dan Tabel 5.4). Dengan demikian, pada first

difference tidak terdapat unit root dan data GKP Petani bersifat

stasioner.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 103: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

88

Universitas Indonesia

Tabel 5.3. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada first difference dengan ADF Test

Null Hypothesis: D(GKPPT) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.80162 0.0000

Test critical values: 1% level -3.477144 5% level -2.881978 10% level -2.577747 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Tabel 5.4. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada first difference dengan PP Test

Null Hypothesis: D(GKPPT) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 16 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -12.39947 0.0000

Test critical values: 1% level -3.476805 5% level -2.881830 10% level -2.577668 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Pengujian yang sama dilakukan terhadap data harga beras konsumen.

Hasilnya menunjukkan bahwa harga beras konsumen pada kondisi

level tidak stasioner.

Tabel 5.5. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada level dengan ADF Test

Null Hypothesis: KONS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.859719 0.9566

Test critical values: 1% level -4.024452 5% level -3.442006 10% level -3.145608 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 104: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

89

Universitas Indonesia

Tabel 5.6. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada level dengan PP Test

Null Hypothesis: KONS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 12 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -0.825631 0.9601

Test critical values: 1% level -4.023506 5% level -3.441552 10% level -3.145341 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Selanjutnya dilakukan pengujian stasioneritas pada kondisi first

difference dan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5.7. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada first difference dengan ADF Test

Null Hypothesis: D(KONS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.166831 0.0000

Test critical values: 1% level -3.477144 5% level -2.881978 10% level -2.577747 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Tabel 5.8. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada first difference dengan PP Test

Null Hypothesis: D(KONS) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 27 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -6.790402 0.0000

Test critical values: 1% level -3.476805 5% level -2.881830 10% level -2.577668 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 105: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

90

Universitas Indonesia

Dari tabel 5.7 dan 5.8 di atas terlihat bahwa hipotesis nol tidak dapat

diterima, artinya data harga beras konsumen pada kondisi first

difference tidak memiliki unit root atau stasioner. Dengan demikian,

baik harga GKP petani maupun harga beras konsumen sama-sama

stasioner pada kondisi first difference, atau dapat dinotasikan dengan

I(1).

5.2.2. Uji Kointegrasi

Pengujian kointegrasi merupakan salah satu prasyarat dalam analisa

transmisi harga dengan menggunakan metode (V)ECM. Pada

metode tersebut, data time series yang tidak stasioner pada level

dapat tetap digunakan sepanjang data tersebut memiliki hubungan

keseimbangan jangka panjang (terkointegrasi). Oleh sebab itu

pengujian kointegrasi terhadap data harga GKP petani dan harga

beras konsumen mutlak dilakukan dalam penelitian ini.

Sebagaimana disebutkan dalam Bab IV, pengujian kointegrasi dalam

peneltian ini menggunakan Johansen test, dengan membandingkan

nilai trace statistic (TS) dan maximal eigenvalue (ME) terhadap nilai

t-statistik. Apabila nilai TS dan ME melebihi nilai t-statistik, maka

hipotesis nol ditolak dan artinya kedua variabel saling terkointegrasi.

Hasil pengujian kointegrasi terhadap kedua data tersebut ditampilkan

pada Tabel 5.9.

Dari Tabel 5.9 dapat dilihat bahwa baik nilai TS maupun ME

signifikan lebih tinggi dibandingkan nilai t-statistik 5%. Hal ini

menunjukkan bahwa data harga GKP petani dengan data harga beras

konsumen terkointegrasi. Artinya, kedua series data tersebut

memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang. Dengan demikian

analisa transmisi harga dapat dilanjutkan ke tahap pengujian

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 106: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

91

Universitas Indonesia

selanjutnya, yaitu pengujian model asimetris dengan menggunakan

ECM.

Tabel 5.9. Hasil Uji Kointegrasi pada Data Harga GKP Petani dan Harga Beras Konsumen

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.093574 17.90655 15.49471 0.0212

At most 1 * 0.029222 4.152070 3.841466 0.0416 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.093574 13.75448 14.26460 0.0601

At most 1 * 0.029222 4.152070 3.841466 0.0416 Max-eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

5.3. Estimasi Model Asimetris

5.3.1. Uji Kausalitas

Pengujian kausalitas dilakukan untuk memastikan arah transmisi

harga. Dalam kasus vertikal, shock harga yang disebabkan oleh

perubahan permintaan (transmisi harga dari hilir ke hulu) akan

memberikan efek transmisi harga yang berbeda dengan shock akibat

perubahan penawaran. Dalam penelitian pengujian kausalitas

dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu (1) melalui pengujian secara

statistik dengan menggunakan metode Granger test, dan (2) melalui

penilaian secara deskriptif dengan memperhatikan karakteristik

industri beras.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 107: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

92

Universitas Indonesia

Apabila hasil pengujian dengan menggunakan metode Granger test

menunjukkan bahwa hubungan kausalitas terjadi dua arah (harga

GKP petani mempengaruhi harga beras konsumen, dan sebaliknya),

maka arah transmisi yang diuji pada tahap pengujian asimetri

diasumsikan hanya satu arah yaitu harga GKP petani mempengaruhi

harga beras konsumen. Asumsi ini digunakan dengan melihat

karakteristik perdagangan beras, dimana perubahan harga beras lebih

banyak dipengaruhi oleh perubahan supply daripada perubahan

demand (Prastowo et al., 2008). Berikut adalah hasil pengujian

kausalitas secara statistik dengan menggunakan Granger test.

Tabel 5.10. Hasil Uji Kausalitas dengan Metode Granger Test Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. KONS does not Granger Cause GKPPT 141 10.3809 3.E-06

GKPPT does not Granger Cause KONS 2.35657 0.0747

Dari Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa hipotesis nol harga beras

konsumen tidak mempengaruhi harga GKP petani ditolak. Begitu

pula halnya dengan hipotesis nol harga GKP tidak mempengaruhi

harga beras konsumen. Dengan demikian, hubungan kausalitas

antara harga GKP petani dengan harga beras konsumen terjadi dua

arah.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, apabila hubungan

kausalitas secara statistik terjadi dua arah, maka pengujian transmisi

harga asimetris pada tahap berikutnya dilakukan secara satu arah,

yaitu harga GKP petani mempengaruhi harga beras konsumen.

Asumsi ini digunakan dengan memperhatikan penelitian Prastowo et

al. (2008), yang menyebutkan bahwa harga beras akan stabil kecuali

terjadi gangguan dari sisi penawaran (supply shock) seperti gagal

panen, gangguan distribusi, dan kebijakan impor beras. Menurutnya,

sisi permintaan komoditas pertanian, khususnya komoditas pangan

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 108: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

93

Universitas Indonesia

pokok seperti beras, cenderung stabil. Meskipun tekanan dari sisi

permintaan dapat terjadi, namun derajatnya relatif rendah. Tekanan

dari sisi permintaan hanya bersumber dari peningkatan jumlah

penduduk dan pendapatan. Kedua faktor tersebut sifatnya lebih

mudah ditekan, dibandingkan faktor cuaca dan musim yang

mempengaruhi sisi penawaran.

5.3.2. Uji Model Simetris

Sebelum masuk ke tahap pengujian asimetris dilakukan pengujian

model simetris terlebih dahulu, guna memastikan signifikansi dari

setiap variabel yang digunakan dalam model. Variabel-variabel yang

akan digunakan dalam estimasi model simetris harga beras

konsumen antara lain : (1) harga GKP petani periode t dan periode t-

1; (2) harga konsumen periode t-1; dan (3) error correction term

(ECT) periode t-1. Berikut adalah hasil estimasi model simetris untuk

harga beras konsumen periode t.

Tabel 5.11. Hasil Estimasi Model Simetris

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 21.66615 8.571696 2.527639 0.0126

DGKP 0.714634 0.065220 10.95724 0.0000 DGKP1 0.138985 0.084565 1.643527 0.1026

DKONS1 0.249729 0.068340 3.654245 0.0004 V(-1) -0.114134 0.031685 -3.602110 0.0004

R-squared 0.594690 Mean independent var 52.74648

Adjusted R-squared 0.582856 S.D. independent var 146.7760 S.E. of regression 94.79769 Akaike info criterion 11.97594 Sum squared resid 1231164. Schwarz criterion 12.08002 Log likelihood -845.2920 Hannan-Quinn criter. 12.01824 F-statistic 50.25327 Durbin-Watson stat 1.922298 Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa variabel harga

GKP petani periode t, variabel harga beras konsumen periode t-1,

dan variabel ECT periode t-1 secara bersama-sama signifikan

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 109: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

94

Universitas Indonesia

mempengaruhi harga beras konsumen periode t. Sementara variabel

harga GKP petani periode t-1 tidak signifikan mempengaruhi harga

beras konsumen periode t. Dari nilai adjusted R-squared, dapat

disimpulkan bahwa model ini dapat menjelaskan 59,46% variasi dari

variabel independent.

Baik harga GKP petani periode t maupun harga konsumen periode t-

1, keduanya memiliki pengaruh positif terhadap harga beras

konsumen periode t. Untuk variabel harga GKP petani, setiap terjadi

kenaikan 1 satuan harga GKP petani pada periode t akan

mengakibatkan kenaikan harga eceran beras konsumen periode t

sebesar 0,71 satuan. Untuk variabel harga konsumen, kenaikan harga

beras konsumen pada periode t-1 sebesar 1 satuan akan menyebabkan

kenaikan 0,24 satuan harga beras konsumen periode t.

Variabel ECT yang signifikan memiliki pengertian bahwa

ketidakseimbangan (penyimpangan) antara pergerakan harga GKP

dan pergerakan harga beras konsumen dari hubungan keseimbangan

jangka panjangnya signifikan mempengaruhi model. Dengan kata

lain, meskipun harga GKP petani terkointegrasi dengan harga beras

di level konsumen, namun pola pergerakan keduanya tidak

selamanya sama23.

Nilai koefisien ECT yang negatif artinya bahwa pengaruhnya

terhadap harga beras konsumen adalah negatif. Hasil ini sesuai

dengan teori kointegrasi, dimana pada saat series harga

terkointegrasi maka koefisien keseimbangan jangka panjangnya

bernilai negatif. Artinya, apabila terjadi penyimpangan harga pada

jangka pendek maka penyimpangan tersebut akan kembali terkoreksi

23 Kenaikan harga GKP di level petani selalu diikuti dengan kenaikan harga beras di level konsumen, dan penurunan harga GKP di level petani selalu diikuti dengan penurunan harga beras di level konsumen.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 110: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

95

Universitas Indonesia

ke garis keseimbangan jangka panjangnya. Nilai koefisien ECT

sebesar 0.114134 menunjukkan bahwa saat terjadi penyimpangan

harga jangka pendek, maka penyimpangan tersebut baru akan

kembali ke garis keseimbangan jangka panjang dengan sempurna

setelah 8 bulan.

5.3.3. Uji Model Asimetris

Pengujian asimetris dilakukan untuk melihat apakah transmisi harga

GKP petani terhadap harga beras konsumen terjadi secara sempurna.

Terdapat 2 (dua) model asimetris ECM (AECM) yang akan

diestimasi dalam penelitian ini. Pertama, estimasi model asimetris

dengan menggunakan metode Granger – Lee, yang merupakan

model asimetris dinamis24 sederhana. Pada model ini, kondisi

asimetris hanya akan dilihat melalui koefisien dan .

Apabila kedua koefisien tersebut identik maka transmisi harga terjadi

secara simetris.

ECT pada dasarnya menggambarkan kondisi saat pergerakan harga di

salah satu level (GKP petani atau beras konsumen) tidak sesuai

dengan kondisi keseimbangannya. Pergerakan harga dikatakan

berada pada garis keseimbangan apabila kenaikan harga GKP di

level petani diikuti dengan kenaikan harga di level konsumen, dan

penurunan harga GKP di level petani diikuti dengan penurunan harga

beras di level konsumen. menggambarkan kondisi

penyimpangan harga saat berada di atas garis keseimbangan jangka

panjang, yaitu pada saat penurunan harga GKP petani tidak diikuti

dengan penurunan harga beras di level konsumen. Sebaliknya,

24 Dikatakan model dinamis karena ECM tidak hanya melihat proses transmisi harga jangka pendek (hanya melihat efek perubahan harga antara shock kenaikan harga dengan shock penurunan harga) tetapi juga mempertimbangkan proses penyesuaian harga terhadap keseimbangan jangka panjangnya.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 111: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

96

Universitas Indonesia

menggambarkan kondisi penyimpangan harga saat berada di bawah

garis keseimbangan jangka panjang, dimana kenaikan harga GKP di

level petani tidak diikuti oleh kenaikan harga beras di level

konsumen. Berikut adalah hasil estimasi model AECM Granger –

Lee.

Tabel 5.12. Hasil Estimasi Model Asimetris Sederhana dengan Metode Granger-Lee

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -12.91937 12.42451 -1.039830 0.3003

DGKP 0.731472 0.062552 11.69381 0.0000 DGKP1 0.145235 0.080909 1.795045 0.0749

DKONS1 0.235152 0.065489 3.590721 0.0005 VPOS(-1) 0.026634 0.048602 0.547993 0.5846 VNEG(-1) -0.262690 0.050263 -5.226346 0.0000

R-squared 0.631849 Mean independent var 52.74648

Adjusted R-squared 0.618314 S.D. independent var 146.7760 S.E. of regression 90.67929 Akaike info criterion 11.89387 Sum squared resid 1118292. Schwarz criterion 12.01876 Log likelihood -838.4648 Hannan-Quinn criter. 11.94462 F-statistic 46.68271 Durbin-Watson stat 1.970050 Prob(F-statistic) 0.000000

Dari hasil estimasi model asimetris sederhana yang ditampilkan pada

Tabel 5.12 di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan koefisien

antara dengan , dimana koefisien bernilai positif

dan bernilai negatif. Koefisien yang bernilai positif

(0,026634) menunjukkan bahwa penyimpangan harga di jangka

pendek tidak akan terkoreksi kembali ke garis keseimbangan jangka

panjangnya. Dengan kata lain, pada saat penyimpangan berada di

atas garis keseimbangan (saat penurunan harga GKP di level petani

tidak diikuti dengan penurunan harga beras di level konsumen) maka

penyimpangan tersebut tidak akan kembali ke garis

keseimbangannya (harga beras di level konsumen tidak akan

menyesuaikan turun).

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 112: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

97

Universitas Indonesia

Sementara koefisien yang bernilai negatif (-0,262690)

menunjukkan bahwa penyimpangan yang terjadi saat berada di

bawah garis keseimbangan (saat kenaikan harga GKP di level petani

tidak diikuti dengan kenaikan harga beras di level konsumen) pada

suatu periode pasti akan kembali ke garis keseimbangannya (harga

beras di level konsumen pasti akan ikut menyesuaikan naik).

Lamanya waktu penyesuaian dapat dilihat dari nilai koefisien. Dari

nilai koefisien sebesar 0,262690 dapat disimpulkan bahwa

waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke garis keseimbangan, saat

kenaikan harga GKP di level petani tidak diikuti oleh kenaikan harga

di level konsumen adalah kurang lebih 3 bulan. Dengan kata lain,

terjadi penyimpangan akibat kenaikan harga GKP di level petani,

harga beras di level konsumen akan menyesuaikan naik 3 bulan

berikutnya.

Secara deskriptif, dengan melihat nilai koefisien dan signifikansi

variabel dan , sebenarnya sudah dapat dilihat bahwa

transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen terjadi

secara asimetris. Dimana penyimpangan yang disebabkan kenaikan

harga GKP di level petani ( ) akan lebih cepat dikoreksi

dibandingkan dengan penyimpangan akibat penurunan harga GKP di

level petani. Bahkan saat penyimpangan harga berada di atas

keseimbangan (penyimpangan akibat penurunan harga GKP di level

petani), penyesuaian/koreksi menuju garis keseimbangan justru tidak

akan pernah terjadi. Artinya, transmisi harga GKP petani terhadap

harga beras konsumen antara penurunan dan kenaikan harga bersifat

asimetri.

Untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih meyakinkan maka

dilakukan pengujian keidentikan koefisien dengan menggunakan

Wald Test, dengan hasil sebagai berikut:

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 113: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

98

Universitas Indonesia

Tabel 5.13. Hasil Pengujian Koefisien Model Asimetris Sederhana

Test Statistic Value df Probability

F-statistic 13.72690 (1, 136) 0.0003

Chi-square 13.72690 1 0.0002

Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(5) - C(6) 0.289324 0.078091 Restrictions are linear in coefficients.

Dari hasil pengujian koefisien dengan Wald test tersebut dapat dilihat

bahwa keofisien dan tidak edentik secara statistik.

Dengan kata lain, transmisi harga GKP petani terhadap harga beras

konsumen terjadi secara asimetris.

Model dinamis kedua menggunakan metode yang dikembangkan

Von Cramon-Taubadel dan Loy, dimana transmisi harga tidak

simetris dipisahkan antara transmisi jangka pendek dengan transmisi

jangka panjang. Pada model ini pengujian kondisi asimetris tidak

hanya dilakukan terhadap koefisien dan , melainkan

juga pada terhadap shock positif dan shock negatif. Shock positif

merupakan kondisi pada saat variabel independent mengalami

perubahan kenaikan harga (dalam model dinotasikan dengan variabel

harga GKP petani periode t naik/GKPplus, harga GKP petani periode

t-1 naik/GKP1plus, dan harga konsumen periode t-1

naik/KONS1plus). Sementara shock negatif merupakan kondisi saat

terjadi penurunan harga variabel independent (dinotasikan dengan

variabel GKPmin, GKP1min, dan KONS1min). Berikut adalah hasil

estimasi model asimetris dengan metode Von Cramon-Taubadel dan

Loy.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 114: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

99

Universitas Indonesia

Tabel 5.14. Hasil Estimasi Model Asimetris Kompleks dengan Metode Von Cramon-Taubadel dan Loy

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -14.00742 13.08139 -1.070790 0.2862

DGKPPLUS 0.781788 0.119026 6.568208 0.0000 DGKPMIN 0.675074 0.107597 6.274119 0.0000

DGKP1PLUS 0.099051 0.149631 0.661970 0.5091 DGKP1MIN 0.183061 0.120486 1.519353 0.1310

DKONS1PLUS 0.245930 0.082516 2.980407 0.0034 DKONS1MIN 0.178335 0.190277 0.937235 0.3503

VPOS(-1) 0.018979 0.060681 0.312764 0.7550 VNEG(-1) -0.255038 0.057098 -4.466669 0.0000

R-squared 0.633143 Mean independent var 52.74648

Adjusted R-squared 0.611077 S.D. independent var 146.7760 S.E. of regression 91.53496 Akaike info criterion 11.93260 Sum squared resid 1114360. Schwarz criterion 12.11994 Log likelihood -838.2147 Hannan-Quinn criter. 12.00873 F-statistic 28.69240 Durbin-Watson stat 1.972477 Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan hasil estimasi model di atas dapat dilihat bahwa untuk

transmisi harga jangka pendek, secara deskriptif terjadi perbedaan

respon harga beras konsumen terhadap shock positif dan shock

negatif pada setiap variabel independent-nya. Untuk variabel harga

GKP petani periode t, dengan melihat nilai koefisien GKPplus dan

GKPmin, menunjukkan bahwa perubahan kenaikan harga

ditransmisikan secara berbeda dengan perubahan penurunan harga.

Untuk variabel GKP petani periode t-1, baik perubahan kenaikan

harga maupun penurunan harga menunjukkan nilai yang tidak

signifikan. Artinya, harga GKP di tingkat petani pada 1 periode

sebelumnya tidak akan berpengaruh terhadap harga beras di level

konsumen. Implikasi dari hasil ini adalah apabila Pemerintah akan

melakukan intervensi harga beras di level konsumen melalui

kebijakan HPP, maka intervensi tersebut harus dilakukan pada

periode (bulan) yang sama.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 115: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

100

Universitas Indonesia

Untuk variabel harga konsumen periode t-1, perubahan penurunan

harga menujukkan nilai yang tidak signifikan sedangkan perubahan

kenaikan harganya signifikan. Artinya, hanya kenaikan harga beras

konsumen periode t-1 yang mempengaruhi harga beras konsumen

periode t, sementara saat penurunan harga beras konsumen periode t-

1 tidak akan berpengaruh terhadap harga beras konsumen periode t.

Hal ini kemungkinan terjadi karena beras yang dijual pedagang

perantara masih merupakan stok lama, dimana pedagang perantara

membelinya pada harga yang masih tinggi. Sehingga pada saat

terjadi penurunan harga, pedagang perantara akan terlebih dahulu

melihat biaya penyimpanannya.

Guna memastikan apakah perbedaan koefisien variabel GKPplus,

GKP1plus, dan KONS1plus dengan koefisien variabel GKPmin,

GKP1min, dan KONS1min signifikan maka dilakukan pengujian

dengan menggunakan Wald test. Hasil pengujian ini kemudian akan

menjadi ukuran keidentikan antara koefisien shock positif dan shock

negatif jangka pendek dari model asimetris dinamis. Berikut adalah

hasil pengujian koefisien model asimetris dinamis jangka pendek.

Tabel 5.15. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 0.344854 (1, 133) 0.5580

Chi-square 0.344854 1 0.5570

Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(2) - C(3) 0.106714 0.181720 Restrictions are linear in coefficients.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 116: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

101

Universitas Indonesia

Tabel 5.16. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t-1 pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 0.158009 (1, 133) 0.6916

Chi-square 0.158009 1 0.6910

Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(4) - C(5) -0.084010 0.211344 Restrictions are linear in coefficients.

Tabel 5.17. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga Beras Konsumen Periode t-1 pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 0.095240 (1, 133) 0.7581

Chi-square 0.095240 1 0.7576

Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(6) - C(7) 0.067596 0.219032 Restrictions are linear in coefficients.

Berdasarkan Tabel 5.15, Tabel 5.16, dan Tabel 5.17. dapat dilihat

bahwa dari hasil pengujian keofisien dengan Wald test menunjukkan

bahwa shock positif dan shock negatif untuk seluruh variabel

independent tidak signifikan. Artinya, meskipun secara deskriptif

hasil estimasi model asimetri menunjukkan adanya respon yang

berbeda antara shock positif dan shock negatif, namun secara statistik

perbedaan respon tersebut menunjukkan tidak signifikan. Dengan

demikian, transmisi harga dalam jangka pendek bersifat simetris.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 117: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

102

Universitas Indonesia

Dalam model dinamis kompleks juga tetap dilakukan pengujian

terhadap proses transmisi harga jangka panjang, dengan

membandingkan nilai keofisien dan . Dari Tabel 5.14,

pada dasarnya variabel menunjukkan nilai yang tidak

signifikan. Artinya, saat penyimpangan harga berada di atas garis

keseimbangan (saat penurunan harga GKP petani tidak diikuti

dengan penurunan harga beras konsumen) maka penyimpangan

tersebut tidak akan mempengaruhi harga beras di level konsumen.

Dengan kata lain, harga beras di level konsumen tidak akan pernah

turun menyesuaikan penurunan harga GKP yang terjadi di level

petani. Sementara nilai koefisien sebesar -0,255038 dapat

diartikan bahwa penyimpangan yang disebabkan kenaikan harga

GKP petani akan terjadi dalam periode 3 bulan selanjutnya. Dengan

kata lain, apabila terjadi penyimpangan (kenaikan harga GKP petani

tidak menyebabkan kenaikan harga beras konsumen), maka setelah 3

bulan terjadi kenaikan harga GKP petani maka harga beras di level

konsumen pun akan ikut mengalami kenaikan. Hasil ini konsisten

dengan hasil estimasi model asimetri sederhana. Berikut adalah hasil

pengujian koefisien transmisi harga jangka panjang menggunakan

Wald test.

Tabel 5.18. Hasil Pengujian Koefisien Transmisi Harga Jangka Panjang pada Model Asimetris Kompleks

Test Statistic Value df Probability F-statistic 7.508488 (1, 133) 0.0070

Chi-square 7.508488 1 0.0061

Null Hypothesis Summary: Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err. C(8) - C(9) 0.274016 0.100000 Restrictions are linear in coefficients.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 118: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

103

Universitas Indonesia

Berdasarkan hasil pengujian keofisien pada Tabel 5.18 di atas dapat

dilihat bahwa keofisien 25 dan 26 tidak identik secara

statistik. Artinya transmisi harga GKP petani terhadap harga beras

konsumen dalam jangka panjang terjadi secara asimetris.

Secara keseluruhan, dari hasil pengujian koefisien dengan

menggunakan Wald test pada model asimetris kompleks

menunjukkan bahwa untuk koefisien transmisi harga jangka pendek

fenomena transmisi harga tidak simetris ditolak. Sementara untuk

jangka panjang, koefisien transmisinya menunjukkan asimetris. Hal

ini menunjukkan bahwa proses transmisi harga GKP petani terhadap

harga beras konsumen tidak simetris terjadi dalam jangka panjang,

sementara dalam jangka pendek bersifat simetris. Dengan demikian,

faktor penyebab transmisi harga tidak simetris pada harga GKP

petani terhadap harga beras konsumen merupakan faktor jangka

panjang, seperti adanya penyalahgunaan market power yang

dilakukan pedagang perantara.

Fenomena transmisi harga asimetri jangka panjang dapat pula

dijelaskan dengan melihat kondisi supply-demand yang terjadi di

pasar GKP level petani dengan pasar beras level konsumen.

Gambaran kondisi supply-demand saat terjadi transmisi harga yang

tidak simetris dalam jangka panjang ditampilkan pada Gambar 5.2.

Fenomena penurunan harga GKP di level petani umumnya terjadi

pada saat masa panen raya27, dimana jumlah supply GKP di pasar

petani dan jumlah supply beras di pasar konsumen meningkat. Pada

25 Penyimpangan yang terjadi akibat penurunan harga GKP petani, dimana penurunan harga GKP petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras konsumen. 26 Penyimpangan yang terjadi akibat kenaikan harga GKP petani, dimana kenaikan harga GKP petani tidak diikuti dengan kenaikan harga beras konsumen. 27 Untuk memudahkan ilustrasi, fenomena penyimpangan dianalogikan terjadi pada saat

panen raya, dimana supply GKP di pasar petani meningkat sehingga harga GKP turun.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 119: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

104

Universitas Indonesia

Gambar 5.2, kurva (a) menunjukkan kondisi supply-demand pada

pasar GKP di level petani sementara kurva (b) menunjukkan kondisi

supply-demand pada pasar beras di level konsumen. Pada pasar GKP

petani, panen raya menyebabkan terjadinya pergeseran kurva supply

ke arah kanan. Sehingga terjadi keseimbangan baru, dimana harga

GKP petani menurun dari P0 ke P1 dan jumlah GKP di pasar

meningkat dari Q0 ke Q1.

Gambar 5.2. Kondisi Supply-Demand saat

Pada saat terjadi penyimpangan , penurunan harga GKP di

level petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras di level

konsumen. Sehingga pada pasar beras konsumen (kurva (b)), harga

beras tetap berada di level P0. Beras di level konsumen dapat tetap

berada pada tingkat harga P0 kemungkinan disebabkan adanya

penahanan jumlah supply beras yang dilakukan pedagang perantara.

Masa simpan beras yang cukup lama (kurang lebih 3 bulan28) dan

didukung dengan fasilitas penyimpanan yang dimiliki oleh pedagang

perantara, memungkinkan pedagang perantara untuk mengendalikan

jumlah supply beras di pasaran. Supply beras yang disimpan tersebut

28 Hasil wawancara dengan pedagang beras di Pasar Induk Cipinang

D

S0

S1

Q0

P0

P1

Q1

D

S0

S1

Q0

P0

P1

Q1

(a) (b)

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 120: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

105

Universitas Indonesia

akan sedikit demi sedikit dilepas ke pasar pada saat harga beras di

pasar sudah mulai naik.

Pada saat terjadi penyimpangan keseimbangan jangka panjang akibat

kenaikan harga GKP petani ( ), hasil estimasi model asimetri

sederhana maupun kompleks menunjukan bahwa penyimpangan

tersebut dalam jangka panjang akan kembali ke garis

keseimbangannya. Dengan kata lain, kenaikan harga GKP petani

dalam jangka panjang akan diikuti dengan kenaikan harga beras di

level konsumen, meskipun terdapat lag waktu selama 3 periode.

Hasil ini pada dasarnya sesuai dengan masa penyimpanan beras yang

hanya akan tahan selama 3 bulan. Untuk lebih jelasnya berikut

adalah ilustrasi kondisi supply-demand pada saat terjadi

penyimpangan .

Gambar 5.3. Kondisi Supply-Demand saat

Pada saat musim tanam atau musim paceklik, supply GKP di pasar

petani mengalami penurunan sehingga terjadi pergeseran kurva

supply ke arah kanan (Gambar 5.3 (a)). Akibatnya harga GKP di

level petani mengalami kenaikan dari P0 ke P1.

(a) (b)

D

S0 S1

Q0

P0

P1

Q1

D

S0 S1

Q0

P0

P3

Q3

S2 S3

P1 P2

Q1 Q2

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 121: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

106

Universitas Indonesia

Penyimpangan terjadi pada saat kenaikan harga GKP petani

tidak langsung disertai dengan kenaikan harga beras di level

konsumen. Berbeda dengan penyimpangan yang tidak akan

kembali ke garis keseimbangan, dari hasil estimasi model asimetri

diketahui bahwa penyimpangan akan kembali ke garis

keseimbangan dengan lag waktu penyesuaian selama 3 bulan.

Dengan demikian, meskipun terjadi penyimpangan namun kenaikan

harga GKP petani pasti akan disertai dengan kenaikan harga beras di

level konsumen pada 3 bulan berikutnya.

Apabila dikaitkan dengan kondisi perdagangan beras di Indonesia,

penundaan penyesuaian kenaikan GKP di pasar petani dapat

dikaitkan dengan persediaan beras di pedagang perantara.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pada saat panen raya

pedagang perantara melakukan penyimpanan beras sehingga harga

beras di level konsumen tidak ikut turun (sebagaimana yang terjadi

di pasar GKP petani). Beras tersebut kemudian akan dilepas di pasar

beras konsumen sedikit demi sedikit pada masa tanam atau masa

paceklik. Sehingga pada saat harga GKP di level petani mengalami

kenaikan di musim tanam dari P0 ke P1 (Gambar 5.4 (a)),

penyesuaian harga beras di level konsumen tidak akan terjadi secara

sekaligus dalam periode yang sama. Harga beras di pasar konsumen

baru akan mengalami penyesuaian yang sempurna29 setelah 3 bulan

berikutnya, seiring dengan habisnya persediaan beras di gudang

pedagang perantara (Gambar 5.4 (b)).

29 Dalam Gambar 5.4 (b), penyesuaian harga beras di pasar konsumen sempurna saat terjadi kenaikan harga dari P0 ke P3.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 122: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

107

Universitas Indonesia

5.4. Analisa Faktor Penyebab Transmisi Harga Asimetris

5.4.1. Biaya Penyesuaian

Yang dimaksud dengan biaya penyesuaian (adjustment cost dan

menu cost) adalah sejumlah tambahan biaya yang harus dikeluarkan

oleh pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga akibat terjadi

perubahan biaya. Contoh adjustment cost dan menu cost antara lain

biaya yang digunakan untuk melakukan perubahan label dan katalog

harga, biaya periklanan, dan biaya akibat penyimpanan.

Menurut Karantininis (2011) dan McCorriston et al. (2000),

transmisi harga tidak simetris yang disebabkan oleh faktor

adjustment cost umumnya hanya terjadi pada jangka pendek. Tanpa

adanya market power maka harga akan melakukan penyesuaian

kembali menuju ke garis keseimbangan jangka panjangnya.

Dalam penelitian ini, transmisi harga tidak simetris yang disebabkan

oleh faktor adjustment cost dilihat dengan cara memisahakan

variabel independent antara variabel positif dengan variabel negatif,

dan kemudian membandingkan apakah koefisien keduanya identik

atau tidak. Variabel positif adalah kondisi saat variabel independent

mengalami perubahan kenaikan harga, sebaliknya variabel negatif

adalah kondisi saat terjadi penurunan harga variabel independent.

Dari hasil estimasi model asimetris dan hasil pengujian koefisien

jangka pendek (Tabel 5.14, Tabel 5.15, Tabel 5.16, dan Tabel 5.17)

diperoleh hasil transmisi harga GKP petani terhadap harga beras

konsumen bersifat asimetris. Meskipun secara kualitatif terjadi

perbedaan respon transmisi antara shock positif dengan shock

negatif, namun pengujian secara statistik menunjukkan bahwa

perbedaan respon tersebut tidak cukup signifikan.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 123: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

108

Universitas Indonesia

Hasil tersebut sesuai dengan karakteristik industri dan perdagangan

beras di Indonesia. Meskipun beras di level konsumen terdiferensiasi

berdasarkan merek tertentu, namun biaya periklanan yang

dikeluarkan pedagang untuk produk beras relatif rendah30. Hal ini

disebabkan oleh elastisitas subtitusi beras antar merek-merek

tersebut sangat tinggi, dimana konsumen akan dengan sangat mudah

untuk beralih ke merek beras yang lain apabila terjadi kenaikan harga

pada satu merek. Sehingga wajar apabila transmisi harga GKP petani

terhadap harga konsumen dalam jangka pendek berjalan secara

simetris.

5.4.2. Kebijakan Pemerintah dan Perilaku Pedagang Perantara

Menurut Kinnucan dan Forker (1987) kebijakan yang ditetapkan

Pemerintah dapat menjadi pemicu terjadinya transmisi harga vertikal

yang tidak simetris. Sebagai contoh kebijakan harga dasar, dimana

Pemerintah melakukan intervensi harga pada saat mekanisme pasar

menyebabkan harga produk menjadi sangat rendah dan merugikan

petani. Pada saat terjadi penurunan harga di level petani, pedagang

akan percaya bahwa penurunan tersebut hanya bersifat sementara

karena Pemerintah akan segera melakukan intervensi. Sehingga

pedagang tidak akan dengan cepat melakukan penyesuaian harga jual

saat terjadi penurunan harga di level petani. Sebaliknya, pada saat

terjadi kenaikan harga di level petani, pedagang akan menganggap

bahwa perubahan tersebut sifatnya permanen sehingga akan dengan

segera melakukan penyesuaian harga jualnya.

Pada kasus perdagangan beras di Indonesia, pada dasarnya

Pemerintah telah menerapkan kebijakan harga dasar sejak masa Orde

30 Berdasarkan teori ekonomi industri, apabila suatu produk berada pada pasar persaingan monopolistik, yang dicirikan dengan jumlah pedagang dan pembeli banyak serta produk yang terdiferensiasi, maka umumnya biaya yang dikeluarkan untuk periklanan cukup besar.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 124: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

109

Universitas Indonesia

Baru. Hanya saja, pada periode tersebut kebijakan harga dasar gabah

disertai dengan kebijakan ceilling price di level konsumen.

Akibatnya, disparitas harga yang terjadi relatif kecil dan proses

transmisi harga terjadi secara simetris.

Namun, akibat keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemerintah,

kebijakan ceilling price dicabut. Sementara kebijakan harga dasar

tetap diberlakukan, dengan berbagai macam perubahan istilah seperti

Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Dasar Pembelian

Pemerintah (HDPP) dan kemudian diubah lagi menjadi Harga

Pembelian Pemerintah (HPP). Meskipun pada mekanisme HPP,

harga GKP petani seolah-olah dibiarkan bergerak mengikuti

mekanisme pasar. Namun, pembelian sejumlah supply GKP oleh

Pemerintah nampaknya cukup untuk mengendalikan pergerakan

harga GKP di level petani. Sebaliknya, pelepasan harga beras

konsumen ke mekanisme pasar menyebabkan harga beras di level

konsumen dapat bergerak tanpa batas, dengan kecenderungan yang

semakin meningkat. Akibatnya, disparitas harga GKP petani dengan

harga beras konsumen akan semakin melebar.

Meskipun di tahun 2004 Pemerintah telah kembali menetapkan

BULOG sebagai stabilitator harga beras dalam negeri, namun

cadangan beras yang dimiliki BULOG dinilai sangat kecil untuk

mempengaruhi harga eceran beras di pasar. Dengan cadangan yang

dimilikinya, BULOG hanya menguasai 10% pangsa pasar distribusi

beras di Indonesia. Sementara sisanya diserahkan ke mekanisme

pasar. Sehingga kebijakan ini pun gagal untuk menahan gejolak

peningkatan harga beras di level konsumen.

Selain itu, sejak tahun 2004 Pemerintah menerapkan kebijakan

importasi yang baru, dengan mengatur waktu impor dan membatasi

pedagang yang dapat menjadi importir. Tujuannya adalah untuk

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 125: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

110

Universitas Indonesia

memberikan perlindungan kepada petani dalam negeri dari harga

beras impor yang lebih murah. Dengan adanya kebijakan ini,

penurunan harga GKP di level petani saat musim panen raya dapat

dihindari.

Kebijakan ini akan semakin memperkuat persepsi pedagang

perantara bahwa Pemerintah akan berupaya untuk melakukan

intervensi harga dengan berbagai cara pada saat harga beras di dalam

negeri mengalami penurunan. Kondisi ini menyebabkan pedagang

perantara merasa bahwa penurunan harga gabah/beras di level petani

hanya bersifat sementara. Sehingga dalam jangka panjang, respon

pedagang perantara terhadap penurunan harga GKP petani menjadi

tidak sensitif. Hal ini sejalan dengan hasil pengujian secara statistik

pada model asimetris sederhana (Tabel 5.12) maupun pada model

asimetris kompleks (Tabel 5.14) yang secara konsisten menunjukkan

bahwa variabel bernilai positif. Artinya, pada saat terjadi

penurunan harga GKP di level petani, tidak akan terjadi penyesuaian

ke garis keseimbangan jangka panjang (tidak terjadi transmisi harga).

Bahkan dari nilai koefisiennya yang tidak signifikan, dapat diartikan

bahwa penurunan harga GKP petani tidak signifikan berpengaruh

terhadap perubahan harga beras konsumen.

Sementara saat terjadi kenaikan harga GKP petani (ditunjukkan

dengan variabel ), terjadi proses penyesuaian ke garis

keseimbangan, dicirikan dengan nilai koefisien variabel yang

bertanda negatif. Hasil ini semakin memperkuat dugaan bahwa

pedagang perantara lebih responsif terhadap perubahan kenaikan

harga GKP di level petani dibandingkan saat terjadi penurunan.

Dalam hal ini pedagang menganggap bahwa kenaikan harga GKP di

level petani sifatnya permanen, karena Pemerintah tidak akan

melakukan intervensi harga GKP petani saat terjadi kenaikan harga.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 126: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

111

Universitas Indonesia

5.4.3. Market Power dan Struktur Pasar

Faktor terakhir yang dapat menjelaskan transmisi harga tidak

simetris adalah dugaan adanya penyalahgunaan market power yang

dilakukan oleh pedagang perantara. Untuk melihat transmisi harga

tidak simetris yang disebabkan oleh dugaan market power maka

perlu yang perlu dilihat adalah koefisien jangka panjangnya, yaitu

dengan melihat nilai dan (Karantininis, 2011).

Dari hasil pengujian koefisien dan pada model

asimetris sederhana (Tabel 5.13) maupun pada model asimetris

kompleks (Tabel 5.18) dapat dilihat bahwa kedua koefisien tersebut

signifikan tidak identik. Dengan kata lain, terjadi transmisi yang

tidak simetris dalam jangka panjang. Hasil ini memperkuat dugaan

adanya penyalahgunaan market power pedagang perantara dalam

rantai pemasaran beras di Indonesia. Untuk lebih memperkuat hasil

pengujian statistik, berikut dijabarkan secara umum kondisi struktur

industri dari setiap level pemasaran beras di Indonesia.

Prastowo et al. (2008) menyebutkan bahwa struktur pasar sangat

mempengaruhi besar/kecil-nya margin keuntungan yang dapat

ditetapkan oleh para agen ekonomi dalam rantai pemasaran. Struktur

pasar ditentukan oleh beberapa kriteria, yaitu (1) jumlah perusahaan

yang beroperasi di pasar, (2) ada tidaknya hambatan bagi perusahaan

untuk masuk dan keluar dari pasar, dan (3) karakteristik dari produk

yang diperdagangkan. Struktur pasar tersebut selanjutnya akan

berpengaruh terhadap kekuatan dari para perusahaan didalamnya

untuk mempengaruhi harga pasar.

Pada struktur pasar yang bersifat monopoli, perusahaan atau agen

tunggal berperan sebagai price setter, akibatnya perusahaan memiliki

keleluasaan dalam menentapkan harga dan memperoleh marjin

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 127: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

112

Universitas Indonesia

keuntungan yang optimal. Sebaliknya, pada pasar persaingan

sempurna (atau setidaknya highly competition), perusahaan hanya

akan berperan sebagai price taker, dimana perusahaan tidak memiliki

kekuatan untuk mempengaruhi harga di pasar, sehingga marjin

keuntunganyang diperolehnya sangat kecil.

Untuk kasus beras, kondisi pasar dengan intesitas persaingan yang

tinggi terlihat di level petani saat panen raya. Homogentias dan

melimpahnya beras di pasaran menyebabkan petani tidak

mempunyai bargaining position untuk menetapkan harga, sehingga

petani “terpaksa” menjadi price taker. Sebaliknya pada level

pedagang (baik pedagang pengumpul maupun penggiling) yang

jumlahnya lebih sedikit akan cenderung memiliki kekuatan untuk

mempengaruhi harga. Bahkan seringkali pedagang pengumpul

maupun penggiling membentuk kartel dengan membuat kesepakatan

harga di pasar.

Pada saat musim paceklik, musim dimana harga beras umumnya

tinggi akibat kekurangan pasokan, petani tidak akan mendapatkan

keuntungan dari kenaikan harga. Keterbatasan modal yang dimiliki

petani menyebabkan petani tidak memiliki kemampuan untuk

menyediakan infrastruktur penyimpanan beras hasil produksinya.

Sehingga petani umumnya akan menjual seluruh hasil produksinya

secara sekaligus saat panen raya, dan hanya menyimpan sedikit

untuk keperluan konsumsinya sendiri.

Petani juga dihadapkan pada posisi fungsi penawaran yang inelastis,

dimana tidak dapat menambah hasil produksinya pada saat terjadi

kenaikan harga beras di pasaran. Hal ini disebabkan sifat tanaman

padi yang merupakan tanaman musiman. Akibatnya, kenaikan harga

pada saat musim kemarau dan musim paceklik sepenuhnya dinikmati

oleh pedagang perantara.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 128: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

113

Universitas Indonesia

Penelitian terdahulu yang secara khusus melakukan pemetaan

struktur pasar beras dalam satu rantai pemasaran (dari petani sampai

ke konsumen) dilakukan oleh KPPU (2007), dengan mengambil

sampel pada 5 (lima) lokasi, yaitu Sumatera Utara, Lampung, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dari hasil

penelitiannya diketahui bahwa bahwa struktur pasar gabah dan beras

secara umum tidak kompetitif. Jumlah petani di seluruh lokasi

sampel jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang

pengumpul/tengkulak dan pengusaha penggilingan. Jumlah pedagang

pengumpul pun masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah

pengusaha penggilingan. Dengan demikian struktur pasar di tingkat

pedagang pengumpul dan pengusaha penggilingan termasuk dalam

bentuk pasar oligopsoni. Sementara untuk perbandingan pengusaha

penggilingan dengan pedagang besar jumlahnya relatif sama.

Struktur pasar di tingkat pedagang besar adalah oligopoli, karena

jumlah pedagang pengecer jauh lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah pedagang besar. Terakhir, struktur pasar di tingkat pedagang

pengecer adalah persaingan monopolistik, karena jumlah pedagang

pengecer dengan jumlah konsumen relatif sama dan produk yang

dipasarkan sudah terdiferensiasi. Secara lebih jelas dalam Gambar

5.4 digambarkan struktur pasar yang terbentuk di setiap level

pemasaran gabah dan beras.

Implikasi dari struktur pasar yang digambarkan di atas menyebabkan

petani dan konsumen berada pada posisi tawar yang lemah, dan

sebaliknya pengusaha penggilingan dan pedagang besar pada posisi

dominan. Selain itu, dari hasil penelitian yang dilakukan KPPU di

beberapa lokasi diketahui bahwa pedagang pengecer umumnya

bermodal lemah sehingga sistem pembeliaan beras dilakukan dengan

cara bayar kemudian kepada pedagang besar. Di lain pihak, petani

seringkali sudah terikat banyak pinjaman kepada tengkulak maupun

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 129: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

114

Universitas Indonesia

pengusaha penggilingan, sehingga tidak memiliki pilihan untuk

menjual seluruh hasil produksinya dalam bentuk GKP (kecuali

menyisakan sedikit untuk keperluan konsumsinya). Dengan

demikian suplai gabah meningkat tajam saat musim panen dan posisi

tawar petani menjadi semakin lemah.

Gambar 5.4. Struktur Pasar Gabah dan Beras di Setiap Level Pemasaran

Sumber : KPPU, 2007

Posisi pengusaha penggilingan dan pedagang besar menjadi semakin

kuat karena adanya hambatan masuk (barrier to entry) alamiah bagi

perusahaan-perusahaan baru yang berniat masuk ke pasar tersebut.

Hambatan tersebut berupa penguasaan modal dan teknologi, serta

yang terpenting adalah jaringan pemasaran yang telah dikuasai

perusahaan existing (KPPU, 2007). Dominasi pengusaha

penggilingan dan pedagang besar inilah yang menyebabkan mereka

menjadi pihak yang mampu menentukan harga (price taker) dan

PETANI

Pengumpul/ Tengkulak

Penggilingan/

Huller

Pedagang Besar

KONSUMEN

PENGECER

OLIGOPSONI

OLIGOPSONI

OLIGOPSONI/ OLIGOPOLI

OLIGOPOLI

MONOPOLISTIK

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 130: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

115

Universitas Indonesia

dapat dengan mudah mengatur harga beras di level konsumen.

Dalam hal ini, pedagang perantara, khususnya pengusaha

penggilingan dan pedagang grosir, memiliki bargaining power yang

kuat sehingga mampu mengendalikan proses transmisi harga GKP

petani terhadap harga eceran beras konsumen.

Saat harga GKP mengalami kenaikan, margin pedagang perantara

akan mengalami tekanan (berkurang) apabila tidak melakukan

penyesuaian. Oleh karena kuatnya bargaining power yang

dimilikinya, maka pedagang perantara akan dengan mudah

menyesuaikan kenaikan harga GKP petani ke harga jual berasnya.

Sementara, pada saat harga GKP mengalami penurunan, margin

pedagang perantara justru semakin besar. Sebagai pihak yang

tujuannya mencari keuntungan, maka penurunan harga GKP petani

tidak akan ditransmisikan dalam bentuk penurunan harga jual

berasnya. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan transmisi

harga GKP petani terhadap harga beras.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 131: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

116 Universitas Indonesia

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

1. Dari hasil pengujian transmisi harga tidak simetris diketahui bahwa baik model

asimetris sederhana maupun model asimetris kompleks menunjukkan hasil yang

konsisten, dimana koefisien keseimbangan jangka panjang positif ( 31) dan

koefisien keseimbangan jangka panjang negatif ( 32) signifikan tidak identik

secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyesuaian jangka panjang yang

disebabkan oleh penyimpangan penurunan harga GKP petani ( ) berbeda dengan

proses penyesuaian akibat penyimpangan kenaikan harga GKP petani ( ).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa transmisi harga GKP di level petani terhadap harga

beras di level konsumen bersifat asimetris dalam jangka panjang.

2. Dengan memperhatikan karakteristik struktur dan perilaku industri beras di Indonesia,

transmisi harga tidak simetris dalam jangka panjang yang terjadi disebabkan oleh 2

(dua) hal, yaitu (1) kebijakan intervensi harga yang dilakukan Pemerintah terhadap

harga gabah di level petani, sementara harga beras konsumen dibiarkan bergerak tanpa

batas, dan (2) market power yang dimiliki pedagang perantara.

a. Kebijakan Pemerintah yang lebih cenderung mengintervensi harga di level petani,

khususnya pada saat terjadi penurunan harga GKP, menimbulkan persepsi bagi

pedagang perantara bahwa penurunan harga GKP petani hanya bersifat sementara.

Akibatnya pedagang tidak dengan segera mentransmisikan penurunan harga

tersebut pada harga beras konsumen. Sebaliknya, pada saat terjadi kenaikan harga

GKP petani, Pemerintah tidak akan melakukan intervensi apapun, sehingga

31 Variabel menunjukkan kondisi saat terjadi penyimpangan berada di atas garis keseimbangan, yaitu saat

penurunan harga GKP petani tidak diikuti dengan penurunan harga beras konsumen. 32 Variabel menunjukkan kondisi saat terjadi penyimpangan berada di bawah garis keseimbangan, yaitu saat

kenaikan harga GKP petani tidak diikuti dengan kenaikan harga beras konsumen.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 132: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

117

Universitas Indonesia

pedagang perantara menilai kenaikan harga sifatnya lebih permanen dan akan

langsung menyesuaikannya dalam bentuk kenaikan harga beras konsumen.

b. Dugaan penyalahgunaan market power oleh pedagang perantara yang berujung

pada transmisi harga tidak simetris, didukung oleh struktur pasar pedagang

perantara yang mengarah pada oligoposoni/oligopoli, dimana jumlah pedagang

perantara relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah petani dan konsumen beras.

Kondisi ini menyebabkan market power yang dimiliki pedagang beras relatif besar.

Akibatnya, pedagang perantara dapat dengan mudah menetapkan harga sesuai

dengan tingkat margin yang diharapkan (price maker).

c. Dari variabel transmisi harga jangka pendek, shock positif dan shock negatif pada

variabel GKP petani periode t, variabel GKP petani periode t-1, maupun variabel

harga beras konsumen periode t-1 menunjukkan hasil yang identik. Artinya

transmisi harga GKP petani terhadap harga beras konsumen dalam jangka pendek

bersifat simetris. Hasil ini sesuai dengan faktor biaya penyesuaian pada industri

beras, dimana penjualan beras tidak membutuhkan biaya periklanan yang besar.

Sehingga tidak ada biaya tambahan yang dikeluarkan pada saat pedagang perantara

melakukan perubahan harga.

6.2. Rekomendasi

1. Analisa transmisi harga dengan menggunakan model ECM hanya mampu menjelaskan

peristiwa asimetri harga dari sisi waktu penyesuaian. Sementara apabila melihat data

data harga GKP di level petani dan harga harga beras di level konsumen yang

menunjukkan disparitas harga yang semakin melebar, kemungkinan transmisi harga

asimetri tidak hanya terjadi dari sisi waktu melainkan juga dari sisi besaran. Untuk itu,

dalam penelitian selanjutnya dapat digunakan model transmisi harga asimetris lain

yang dapat memetakan peristiwa asimetri harga dalam hal besaran penyesuaian.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 133: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

118

Universitas Indonesia

2. Kebijakan pengetatan impor yang ditetapkan Pemerintah di tahun 2004 menyebabkan

disparitas harga GKP di level petani dengan harga beras di level konsumen semakin

melebar. Hal ini disebabkan posisi tawar pedagang perantara menjadi semakin tinggi,

sehingga pedagang perantara dapat dengan bebas menetapkan harga jual beras ke

konsumen. Untuk mengatasi hal tersebut, maka direkomendasikan kepada Pemerintah

untuk membuat kebijakan yang mampu membatasi market power pedagang perantara,

seperti :

a. Kebijakan ceilling price yang terbatas, dimana ceilling price hanya diberlakukan

pada saat musim tanam atau musim paceklik (saat harga beras mengalami

peningkatan). Kebijakan ini dinilai tidak akan merugikan petani karena kenaikan

harga yang terjadi pada saat musim tanam atau musim paceklik tidak akan

dinikmati oleh petani. Sebagaimana yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa

petani Indonesia umumnya akan menjual seluruh hasil produksinya pada saat

musim panen. Sehingga meskipun harga beras pada saat musim tanam atau musim

paceklik relatif tinggi namun petani tidak memiliki produk yang dapat dijual. Di

sisi lain, kebijakan ini diharapkan dapat menghindari perilaku eksploitasi yang

dilakukan pedagang perantara, dalam bentuk penentapan harga beras yang

terlampau tinggi di level konsumen.

b. Kebijakan price band, dimana Pemerintah menetapkan suatu rentang/disparitas

harga yang wajar antara harga di level petani dengan harga di level konsumen.

Untuk menentukan rentang yang wajar maka Pemerintah perlu memperhatikan

tingkat harga yang tidak eksploitatif bagi konsumen namun tetap memberikan

margin yang ideal bagi pedagang perantara.

c. Kebijakan yang dapat mendorong pelaku usaha baru untuk masuk ke sektor

perdagangan beras. Sebagaimana disebutkan bahwa masih terdapat entry barrier

alami dalam perdagangan beras di Indonesia, yaitu berupa jaringan pemasaran.

Dalam hal ini Pemerintah diharapkan mampu mengurangi entry barrier tersebut,

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 134: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

119

Universitas Indonesia

sehingga peluang bagi pelaku usaha baru untuk masuk ke perdagangan beras

menjadi semakin terbuka.

d. Mengintensifkan peran lembaga stabilisasi harga, sehingga intervensi harga beras

baik di tingkat petani maupun di tingkat konsumen akan lebih efektif. Dengan

demikian, jaminan harga beras yang tinggi di level petani namun tetap terjangkau di

level konsumen akan tercapai.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 135: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

120 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, R.N. (August, 2000). Market Power and Asymmetry in Farm-Retail Price

Transmission. Paper presented at AAEA Annual Meetings, Tampa.

Acquah, H. G. dan E.E. Onumah. (2010). A Comparison of the Different Approaches to

Detecting Asymmetry in Retail-Wholesale Price Transmission. American-Eurasian Journal

of Scietific Research 5(1) : 60-66, 2010.

Aguiar, D. dan J.A. Santana, (2002). Asymmetry in Farm to Retail Price Transmission: Evidence

for Brazil. Agribusiness, Vol 18 (1), 37-48.

Alam, M.J. et al., (2010). Testing Asymmetric Price Transmission in the Vertical Supply Chain

in De-Regulated Rice Markets In Bangladesh. Paper presented at American Association of

Agricultural and Applied Economics 2010 AAEA, CAES & WAEA Joint Conference,

Colorado, USA.

Amikuzuno, J. dan K. Ogundari. (April, 2012). The Contribution of Agricultural Economics to

Price Transmission Analysis and Market Policy in Sub-Sahara Africa: What Does the

Literature Say?. Paper presented at the 86th Annual Conference of the Agricultural

Economics Society, United Kingdom.

Arifin, B., (December, 2011). The Regulation of Rice Market in Indonesia. Presented at

Conference G20 Agriculture, Paris, France.

Arifin, B., et al. (2006). Analisis Kebijakan Tataniaga Beras Indonesia. Jurnal SOSIO

EKONOMIKA, Vol 12, No 2, Desember, 2006.

Bailey, D. V. dan B. W. Brorsen, (1989). Price Asymmetry in Spatial Fed Cattle Markets.

Western Journal of Agricultural Economics. Vol 14 (2), 246-252.

Ball, L. dan N.G. Mankiw, (1994). Asymmetric Price Adjustment and Economic Fluctuations,

The Economic Journal 104, 247-261.

Bernard, J.C. dan L.S. Willett, (1996). Asymmetric Price Relationship in the U.S. Broiler

Industry. Journal of Agricultural and Applied Economics, Vol 28, 279-289.

Boyd, M.S. dan B.W. Brorsen. (1988). Price Asymmetry in the U.S. Pork Marketing Channel,

North Central Journal of Agricultural Economics, Vol 10, 103-109.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 136: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

121

Universitas Indonesia

Bustaman, A.D. (2003). Analisa Integrasi Pasar Beras di Indonesia. Skripsi. Jurusan Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Conforti, P. (2004). Price Transmission in Selected Agricultural Markets. Working Paper FAO

Commoditiy and Trade Policy Research, No 7, March, 2004. http://www.fao.org/es/ESC/

Ditjen PPHP. (2011). Keragaan Database Kinerja Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian

2011, Ditjen PPHP - Kementerian Pertanian.

Dodge, E. dan S. Gemessa. (2012). Food Security and Price Stabilization in Indonesia –

Analysis of Policy Responses. Harvard Kennedy School of Government.

Girapunthong, N., et al. (2003). Price asymmetry in the United States fresh tomato market.

Journal of Food Distribution Research, Vol 34 (3), 51-59.

Goodwin, B.K. (April, 2006). Spatial and Vertical Price Transmission in Meat Markets. Paper

presented at Workshop of Market Integration and Vertical and Spatial Price Transmission in

Agricultural Markets. Kentucky, 2004.

Goodwin, B. K. dan M. T. Holt. (1999). Asymmetric Adjustment and Price Transmission in the

U.S. Beef Sector. American Journal of Agricultural Economics. Vol 79, 630-637.

Hassouneh, I., et al. (2012). Recent Developments in the Econometric Analysis of Price

Transmission, Working Paper Transparency of Food Pricing No 2, January, 2012.

Indrayani, R. (2008). Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi

Bersertifikat (Kasus Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo). Tesis. Program Studi

Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Irawan, A. dan D. Rosmayanti. (2007). Analisis Integrasi Pasar Beras di Bengkulu. Jurnal Agro

Ekonomi, Vol 25, No 1, 37-54.

Jensen, J.D. dan A.S. Møller, (2007). Vertical Price Transmissin in the Danish Food Marketing

Chain. Mogens Lund, Institute of Food and Resources Economics, Production and

Technology Division.

Karantininis, K. et al. (August, 2011) Price Transmission in the Swedish Pork Chain:

Asymmetric non linear ARDL. Paper presented at the EAAE 2011 Congress, Zurich,

Switzerland.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 137: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

122

Universitas Indonesia

Kinnucan, H.W. dan O.D. Forker. (1987). Asymmetry in Farm-Retail Price Transmission for

Major Dairy Products. American Journal of Agricultural Economics, Vol 69, No 2, 285-292.

Kitaro, N. et al. (1999). Current Situation of Rice Distribution System in Indonesia. Research

Institute for Development and Finance – Japan Bank for International Cooperation.

Kompas Online, www.kompas.com, “Konsumsi Beras Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, 7

Februari 2012

Kompas Online, www.kompas.com, “Beras Impor 90.000 ton gagal masuk Riau”, 21 Januari

2004

KPPU, (2007). Kajian Industri dan Perdagangan Sektor Industri Beras.

Kusumaningrum, R. (2008). Dampak Kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah terhadap

Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis. Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lloyd, T., McCorriston, S., Morgan, C. W. and Rayner, A. J. (August, 2003). The Impact of

Food Scares on Price Transmission in Inter-Related Markets. Paper presented to the 25th

IAAE Conference, Durban, South Africa.

Mardianto, S. (2005). Dinamika Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Indonesia. Forum

Penelitian Agro Ekonomi. Vol 23, No 2, 116 – 131.

Mardianto, S. dan M. Ariani. (2004). Kebijakan Proteksi dan Promosi Komoditas Beras di Asia

dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Edisi Desember,

2004, Vol 2, No 4, 340-353.

McCorriston, S. (2002). Why Should Imperfect Competition Matter to Agricultural Economists?,

European Review of Agricultural Economics, Vol 29 (3), 349-371.

Meyer, J. dan S. von Cramon-Taubadel (2004). Asymmetric Price Transmission: A Survey.

Journal of Agricultural Economics, Vol 55, No 3, 581-611.

Pindyck dan Rubinfeld (2009) Microeconomics, Seventh Edition. Pearson Prentice Hall.

Peltzman, S. (2000). Prices Rise Faster than they fall. Journal of Political Economy, Vol 108, No

3, 466-502.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 138: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

123

Universitas Indonesia

Prastowo et al. (2008). Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan Harga Komoditas dan

Implikasinya Terhadap Inflasi. Working Paper BI Edisi WP/07/2008. Juni, 2008.

www.bi.go.id

Pratiwi, P. (2008). Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras Nasional. Skripsi.

Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rapsomanikis, G. et al. (2003). Market Integration and Price Transmission in Selected Food and

Cash Crop Markets of Developing Countries : Review and Applications. Commodity Markets

Review 2003 – 2004, 51-75, FAO Commodities and Trade Division.

Reagan, P.B. dan M.L. Weitzman. (1982). Asymmetries in Price and Quantity Adjustments by

the Competitive Firm, Journal of Economic Theory 27, 410-420.

Republika Online, www.republika.co.id, “Mentan: Konsumsi Beras Indonesia Terlalu Banyak”,

4 April 2012

Sasli, R. (2003). Kebijakan Penetapan Harga Dasar. Makalah. Magister Ekonomi dan Keuangan

Syariah, PSKTTI UI.

Sawit, M.H. (2005) Melindungi Industri Padi/Beras: Menerapkan Tarif Quota dan Memerankan

STE. Analisis Kebijakan Pertanian Edisi Desember 2005. Vol.3 No.4.

Serra, T., dan B.K. Goodwin, (January, 2002). Price Transmission asn Asymmetric Adjustment in

the Spanish Dairy Sector. Paper presented at 2002 AAEA-WAEA Annual Meeting.

Sidik. (2004). Indonesia Rice Policy in View of Trade Liberalization. Paper presented at FAO

Rice Conference, Rome, Italy.

Timmer, P. (2004). Food Security in Indonesia : Current Challenges and The Long Run Outlook.

Working Paper Center for Global Development No. 48.

Vavra, P. dan B.K. Goodwin (2005). Analysis of Price Transmission Along Food Chain.

Working Papers OECD Food, Agriculture and Fisheries, No 3, OECD Publishing.

Von Cramon-Taubadel, S. (1998). Estimating Asymmetric Price Transmission with the Error

Correction Representation: An Application to the German Pork Market, European Review of

Agricultural Economics. Vol 25, 1-18

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012

Page 139: ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20318516-T31959-Analisa integrasi.pdf · Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang

124

Universitas Indonesia

Wixson, S.E. dan A.L. Katchova. (February, 2012). Price Volatility and Farm Income

Stabilisation – Modelling Outcomes and Assesing Market and Policy Based Responses. Paper

presented at 123rd EAAE Seminar, Dublin.

Yonekura, H. (2005). Institutional Reform in Indonesia’s Food Security Sector : The

Transformation of BULOG into a Public Corporation. Journal The Developing Economies

XLIII – 1 : 121-48.

Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012