DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
BAB I 4
I. Pengertian Dan Konsep Analisa BEP 4
II. Manfaat Analisa BEP 5
III. Asumsi Dari Analisa Break Even 5
IV. Cara Penentuan Tingakt Break Even 6
1. Akibat Perubahan Asumsi Terhadap Tingkat Break Even 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18
soal dan jawaban 19
1
BAB I
I. Pengertian Dan Konsep Analisa BEP
Break even dipakai biamana suatu perusahaan hanya mampu menutup biaya
produksi dan biaya usaha yang diperlukan dalam menjalankan kegiatannya. Dengan
demikian pengertian break even adalah suatu keadaan dimana penghasilan dan
penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik bersifat variabel maupun yang
bersifat tetap. dengan kata lain keadaan break even menunjukkan jumlah laba sama
dengan nol atau bahwa penghasilan total sama dengan biaya total.
Analisa ini juga mampu menujukkan bagaimana jumlah keuntungan yang
diperoleh akan berubah bilamana terjadi perubahan pada salah satu atau lebih dari
faktor-faktor berikut ini.:
a. Harga jual produk: naik atau turunnya harga jual akan berpengaruh terhadap
penghasilan dari penjualan.
b. Jumlah unit yang terjual: juga perubahan dari jumlah unit terjual akan secara
langsung mempengaruhi penghasilan penjualan
c. Biaya produksi dan/atau biaya usaha: yang terakhir ini akan mempengaruhi
biaya keseluruhan yang harus diperhitungkan terhadap hasil penjualan.
Oleh karena laba adalah selisih antara penghasilan atau biaya dengan keseluruhan
biaya, maka perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan
mempengaruhi laba yang diperoleh. Oleh karena itu analisa break even sering juga
disebut sebagai analisa Cost – Profit- Volume (Analisa C.P.V).
2
II. Manfaat Analisa BEPKarena anggaran perusahaan adalah alat bantu manajemen di bidang
perencanaan dan pengawasan, maka penggunaan alat BEP dalam system
penggangaran harus menggunakan data anggaran.Degan demikian tingkat break even
yang dihasilkan akan merupakan perkiraan break even untuk waktu yang akan datang
dihasilkan akan merupakan perkiraan break even waktu yang akan datang.
kegunaan BEP yang dianggarkan adalah:
a. Untuk memberikan gambaran tentang batas jumlah penjualan minimal yang
harus diusahakan agar perusahaan tidak menderita kerugian, sehingga volume
penjualan dapat direncanakan.
b. Untuk menentukan jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh pada
persyaratan tertentu, misalnya penjualan yang memberikan sejumlah laba
tertentu. jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh akan sama dengan
jumlah penjualan pada keadaan break even ditambah sejumlah penjualan lain
yang diperlukan untuk memperoleh laba yang dimaksud.
III. Asumsi Dari Analisa Break EvenAsumsi break even membutuhkan asumsi tertentu sebagai dasarnya, antara lain:a. Bahwa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkiraakan jumlahnya
secara tepat. Dengan demikian perubahan tingkat produksi dapat dijabarikan
menjadi perubahan tingkat biaya.
b. Biaya tersebut dapat dipisahkan antara biaya variable dengan dan biaya mana
yang merupakan beben tetap. Analisa break even hanya dapat dihitung
bilamana sebagian biaya merupakan beban tetap.
c. Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi.
d. Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak
mengalami perubahan.
3
e. Efisienssi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah,
sehingga biaya variable tiap unit produk sama untuk berbagai volume
produksi.
f. Tidak terdapat perubahan pada berbagai kebijakan pimpinan yang secara
langsung berpengaruh terhadap beban tetap keseluruhan. Dengan demikian
biaya tetap keseluruhan juga tidak berubah.
g. perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk akhir.
dalam kenyataan asumsi diatas tidak dapat dipenuhi sehingga diperlukan suatu
modifikasi tertentu dalam penggunaannya.
IV. Cara Penentuan Tingakt Break EvenTerdapat tiga cara pendekatan yang dapat dipakai dalam menghitung tingkat
Break Even perusahaan untuk suatu periode, yaitu:
1. Pendekatan secara Tabelaris, yaitu dengan cara menghitung jumlah
penghasilan dan biaya pada berbagai tingkat atau volume penjualan/produksi.
2. Pendekatan secara Grafis, yaitu dengan menggambar kurva penghasilan, biaya
tetap, dan biaya total pada berbagai tingkat penjualan/produksi.
3. Pendekatan secara Arithmatik, yaitu dengan menggunakan rumus berikut ini:
a. Pendekatan total:
4
Break Even = TFC
(1 – TVC/TR)
Break Even = Total Biaya Tetap
(1 – Total Biaya Variabel/ Total Penghasilan
Penjualan)
b. Pendekatan per unit:
Data: rencana penjualan perusahaan
PENJUALAN DIANGGARKAN 200.000 UNIT@25 = 5.000.000
Biaya Fixed Variabel
Material - 900.000
Tkl - 1.000.000
Bop 700.000 300.000
Bi. Asuransi 600.000 100.000
Bi. Penjualan 500.000 300.000
Total 1.800.000 2.600.000
total biaya = 4.400.000
laba dianggarkan = 600.000
kapasitas produksi maksimal = 250.000 unit
1. Pendekatan secara Tabelaris:
atas dasar diatas dapat diketahui bahwa:
harga jual per unit Rp 25
biaya variable per unit produk Rp 13 (2.600.000/200.000 unit)
beban tetap produksi maupun biaya usaha keseluruhann berjum;ah Rp
1.800.000
bedasarkan data diatas dapat dibuat perkiraan laba pada berbagai tingkat produksi/
penjualan seperti berikut:
5
Break Even = TFL
Harga Jual/unit – Biaya Variabel/unit
PRODDUKSI/PENJUALAN (dalam ribuan rupiah)
Tingkat prod. 100.000 125.000 150.000 200.000
Penghasilan 2.500 3.125 3.750 5.000
VC 1.300 1.625 1.950 2.600
FC 1.800 1.800 1.800 1.800
TC 3.100 3.425 3.750 4.400
Laba anggaran (600) (300) 0 600
Pada tingkat penjualan terendah (100.000 unit atau rp 2.500.000) perusahaan akan
menderita kerugian rp 600.000 dan pada tingkat penjualan tertinggi (200.000 unit
atau rp 5.000.000) akan memperoleh keuntungan rp 600.000. Volume bep akan
dicapai pada tingkat penjualan sebesar 150.000 unit atau penghasilan penjualan
sebesar rp 3.750.000 pada tingkat mana penghasilan keseluruhan (tr) sama dengan
biaya keseluruhan (tc). Sehingga pada tingkat tersebut laba perusahaan sama dengan
nol. Dengan demikian volume Break Even dicapai pada tingkat penjualan 75% dari
volume penjualan yang dianggarkan, yaitu berasal dari perhitungan:
150.000 unit/200.000 unit atau Rp 3.750.00/ Rp 5.000.000.
dengan kata lain angka 25% ini menunjukkan batas maksimal turunnya penjualan
yang dapat ditolelir untuk dapat mencegah terjadinya kerugian atau disebut juga
Margin Of safety atau margin pengaman.
6
Safety Margin = 1 – Unit Break Even
Unit Yang Dianggarkan
Safety Margin = Unit Yg Dianggarkan – Unit Break Even
Unit Yang Dianggarkan
2. Pendekatan secara Grafis:
Dengan menggunakan sumbu X sebagai petunjuk volume kegiatan dan sumbu Y
menunjukkan nilai rupiah dari penghasilan dan biaya, maka titik break even akan
diketahui dari perpotongan antara kurva penghasilan keseluruhan dengan biaya
keseluruhan (TR = TC). Grafik Break Even dapat dibuat dengan meletakkan
garis biaya total di atas garis biaya tetap total atau diatas garis biaya variable
Dimana:
Sumbu x merupakan unit yang diproduksi
Sumbu y merupakan total penerimaan.
Cara penggambaran di sebelah kanan lebih tepat karena menunjukkan bahwa biaya
variabel-lah yang lebih relevan untuk ditutp terlebih dahulu sebelum penghasilan
penjualan itu digunakan untuk menutup biaya tetap. Hal tersebut karena biaya tetap
merupakan biaya yang sudah terlanjur (sunk cost)
3. Pendekatan secara arithmatik
Break even dapat diketahui dengan memasukkan data anggaran sebagai berikut:
a. Atas dasar keseluruhan:
7
BE = 1.800.0001 – 2.600.000
5.000.000atau Rp 3.750.000 atau 150.000 unit
b. Atas dasar per unit produk:
rumus BE keseluruhan akan menghasilkan perhitungan BE dalam rupiah, sedang analisa per unit produk menghasilkan BE dalam jumlah fisik produk:
bagian dari rumus BEP secara keseluruhan yang berupa:
TFV/TR = 2.600.000/5.000.000 = 0.52 ATAU 52%
1. Akibat Perubahan Asumsi Terhadap Tingkat Break EvenBerbagai perubahan yang mungkin terjadi antara lain :
(a) Kenaikan dalam harga jual produk dengan 10% sedang data lainnya tidak
berubah. Maka tingkat break even yang baru adalah :
Kenaikan harga jual akan berakibat turunnya Variabel Cost ratio dari 52%
menjadi tinggal 47,3%. Sehingga bagian penghasilan yang tersedia untuk
menutup biaya tetap menjadi lebih besar (dari 48% menjadi 52,7%). Oleh karena
itulah break even dicapai pada tingkat penjualan yang lebih rendah.
(b) Biaya variabel naik dengan 10%, sedang data lainnya tidak berubah. Break even
yang baru menjadi :
8
BE = 1.800.000
25 -13
= 150.000 unit
Meningkatnya biaya variabel mengakibatkan meningkatnya Variabel Cost ratio
menjadi 57,2%. Sehingga beban biaya tetap sekarang dirasakan lebih berat dan
break even baru dicapai pada tingkat 84,1% dari penjualan yang dilanggarkan.
(c) Biaya tetap keseluruhan naik dengan 15% karena naiknya gaji atau biaya
penyusutan.
Break even yang baru menjadi :
Meningkatnya biaya tetap tanpa diimbangi dengan penghematan pada jenis
biaya yang lain, atau meningkatnya penghasilan, jelas akan mengakibatkan
naiknya volume break even menjadi 86,2% dari penjualan yang dianggarkan.
(d) Pemerintah menaikkan harga BBM dengan 50%, sehingga mengakibatkan
- Naiknya biaya variabel dengan 10%
- Naiknya biaya tetap dengan 15%
- Peningkatan harga jual produk dengan 20%
- Penurunan jumlah yang laku terjual dengan 12%
Maka volume break even yang baru menjadi :
9
Pengaruh gabungan dari berbagai perubahan itu mengakibatkan meningkatnya
Break Even dalam nilai rupiah (dari Rp. 3.750.000,- menjadi Rp. 3.955.665,-),
namun karena harga jual juga dinaikkan maka BE dalam unit malah turun dengan
18.145 unit (dari 150.000 unit menjadi 131.855 unit). Dengan demikian pada
kasus ini berbagai perubahan membawa pengaruh positif bagi perusahaan.
(e) Perusahaan selain memperoleh laba dari sumber kegiatan yang utama, ternyata
juga memperoleh pendapatan lain (sampingan) yang bernilai Rp. 300.000,-
setahun.
Akibatnya terhadap perhitungan BE adalah :
Adanya sumber pendapatan non operasi ternyata mempunyai pengaruh positif
bagi perusahaan, yaitu dengan menurunnya BE dengan Rp. 625.000,-. Dengan
adanya pendapatan lain berarti beban biaya tetap disumbang tidak saja dari
sumber yang biasa, melainkan juga dari sumber non operasi.
(f) Adanya kerugian non operasi justru menambah beban bagi perusahaan. Dalam
contoh ini dilukiskan adanya kerugian non operasi sebesar Rp. 100.000,-.
Akibatnya terhadap volume BE :
(g) Bilamana perusahaan menjual dua macam produk yakni A dan B yang berbeda
dalam harga jual per unit maupun biaya variabel per unit. Namun kedua produk
itu dihasilkan dengan mesin yang sama, sehingga pembebanan biaya tetap
terhadap masing-masing jenis produk tidak mungkin dilakukan tanpa
perhitungan yang masak. Datanya dirubah menjadi seperti berikut.
10
PRODUK A PRODUK B KESELURUHAN
PENJUALAN 10.000 8.000
@ 20 200.000 @ 25 200.000 400.000
BIAYA : VC 125.000 120.000 245.000
CONTR. MARGIN 75.000 80.000 155.000
TFC ……………………………………………... 50.000
LABA DIHARAPKAN ……………………………………… 105.000
Terhadap data penjualan di atas dilakukan dua macam perhitungan break
even, yakni :
a. Break even perusahaan secara keseluruhan.
b. Break even untuk masing-masing produk yang dihasilkan.
Dengan menggunakan data di atas diperoleh perhitungan break even sebagai
berikut :
BE KESELURUHAN
BE/PRODUK A
BE/PRODUK B
Perhitungan ini didasarkan pada anggapan bahwa sales mix dipethankan tetap,
baik sales mix sesuai rencana penjualan maupun sales mix perhitungan break
even. Sales mix tersebut adalah :
Anggaran penjualan = A : B = 10.000 : 8.000 = 5 : 4
Break even = A : B = 3.233 : 2.580 = 5 : 4
(h) Keadaan dimana jumlah yang dijual tidak sama dengan jumlah yang dihasilkan.
Dalam situasi seperti ini timbul masalah dalam pembebanan biaya tetap,
khususnya biaya tetap dari harga pokok pabrik atau harga pokok produksi.
Masalahnya adalah apakah produk yang tidak terjual juga dibebani dengan biaya
11
tetap produksi, ataukah seluruh beban biaya tetap produksi seluruhnya menjadi
beban produk yang terjual saja.
Khusus untuk biaya usaha yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya
administrasi, umumnya semua pihak sepakat untuk hanya membebankannya
pada produk yang terjual saja.
Untuk menyelesaikan masalah ini terbuka dua macam pendekatan, yakni :
1. DENGAN METODA FULL COSTING (BIAYA PENUH)
2. DENGAN METODA DIRECT COSTING (BIAYA VARIABEL)
Pendekatan full costing menyatakan bahwa bagian dari produksi yang tidak
terjual harus dibebani baik dengan biaya variabel maupun dengan biaya tetap
(full cost = FC + VC). Sedangkan pendekatan Variabel Costing menyatakan
bahwa bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan biaya variabel
saja. Sedangkan biaya tetap produksi seluruhnya menjadi beban produk yang
terjual.
Bila diberikan ilustrasi di mana penjualan hanya meliputi 90% dari volume
yang dihasilkan, maka secara teoretik kedua pendekatan itu dapat disuguhkan
dalam bentuk skema berikut ini.
PEMBEBANAN BIAYA TETAP MENURUT METODA FULL COSTING
YANG TERJUAL (90%) TAK TERJUAL (10%)
VC FC VC FC
(1) MAT & TKL 90% - 10% -
(2) BOP : VARIABEL 90% - 10% -
FIXED - 90% - 10%
(3) BIAYA USAHA :
VARIABEL 100% - - -
FIXED - 100% - -
12
Dengan cara full costing maka 10% dari bagian produksi yang tidak terjual
akan memperoleh alokasi biaya produksi sebesar 10% baik yang berujud biaya
variabel maupun biaya tetap.
Sedang skema teoretik dari pendekatan variabel Costing/Direct Costing adalah
sebagai berikut :
PEMBEBANAN BIAYA TETAP DENGAN METODA DIRECT
COSTING, YANG TERJUAL (90%) TAK TERJUAL (10%)
VC FC VC FC
(1) MATERIAL 90% - 10% -
(2) TKL 90% - 10% -
(3) BOP : Variabel
FIXED
90%
-
-
100%
10%
-
-
-
(4) BIAYA USAHA :
VAR 100% - - -
FIXED - 100% - -
Dengan demikian bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan
10% biaya produksi variabel saja.
Data yang digunakan untuk memberikan ilustrasi pendekatan ini adalah
sebagai berikut :Rencana Penjualan, dalam ribuan rupiah.
13
PENJUALAN DIANGGARKAN 90.000 unit @2.000 = 180.000
BIAYA DIANGGARKAN PADA 100.000 unit
- BIAYA PRODUKSI fixed = 80.000
BIAYA PRODUKSI variabel = 60.000
140.000
- BIAYA 10% YANG TERJUAL = 14.000
BIAYA PRODUKSI YANG TERJUAL = 126.000
- LABA KOTOR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . = 54.000
- BIAYA USAHA : fixed = 10.000
variabel = 9.000
= 19.000
LABA SEBELUM PAJAK . . . . . . . . . . . . . = 35.000
Break even point dengan pendekatan Full Costing menghasilkan perhitungan:
Atau
14
Perhitungan Break even dengan metoda Full Costing ini akan menghasilkan
harga pokok per unit dari persediaan yang tidak terjual sebesar:
= VC / unit + FC / unit
= Rp. 600 + Rp. 800
= Rp. 1.400,-
Break even point dengan pendekatan Direct Costing / Variable Costing akan
memberikan hasil perhitungan :
Metoda Full Costing ternyata menghasilkan break even yang lebih rendah
(63.077 unit) dibanding break even dengan metoda Direct Costing (69.23) unit).
Harga pokok per unit dari persediaan yang tidak terjual adalah
= VC / unit
= Rp. 600,-
Ternyata harga pokok per unit untuk persediaan yang tidak terjual lebih tinggi
pada metoda Full Costing (Rp. 1.400,-) dibanding dengan metoda Direct Costing
(Rp. 600,-)
15
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Adisaputro. 2005. Anggaran Perusahaan dua .bpfe. jogyakarta.
16
soal dan jawaban1. mengapa diperlukan dibuatnya anggaran BEP dalam suatu perusahaan?
karena Break even dipakai biamana suatu perusahaan hanya mampu menutup
biaya produksi dan biaya usaha yang diperlukan dalam menjalankan
kegiatannya.
2. mengapa analisa break even sering juga disebut sebagai analisa Cost –
Profit- Volume (Analisa C.P.V)?
karena laba merupakan selisih antara penghasilan atau biaya dengan
keseluruhan biaya, maka perubahan dari penghasilan atau biaya dengan
sendirinya akan mempengaruhi laba yang diperoleh.
3. bagaimana anggaran perusahaan adalah alat bantu manajemen di
bidang perencanaan dan pengawasan?
yaitu dengan memberikan gambaran tentang batas jumlah penjualan minimal
yang harus diusahakan agar perusahaan tidak menderita kerugian serta
menentukan jumlah penjualan yang seharusnya diperoleh pada persyaratan
tertentu,
4. mengapa biaya pada berbagai tingkat kegiatan dapat diperkiraakan
jumlahnya secara tepat?
karena perubahan tingkat produksi dapat dijabarikan menjadi perubahan
tingkat biaya.
5. mengapa Keadaan dimana jumlah yang dijual tidak sama dengan jumlah
yang dihasilkan akan timbul masalah dalam pembebanan biaya tetap?
karena biaya tetap dari harga pokok pabrik atau harga pokok produksi.
Masalahnya adalah apakah produk yang tidak terjual juga dibebani dengan biaya
tetap produksi, ataukah seluruh beban biaya tetap produksi seluruhnya
menjadi beban produk yang terjual saja.
17
6. bilamana biaya tetap merupakan biaya yang sudah terlanjur (sunk
cost) ?
apabila biaya variabel-lah yang lebih relevan untuk ditutp terlebih dahulu
sebelum penghasilan penjualan itu digunakan untuk menutup biaya tetap.
7. bagaimana perbedaan antara Pendekatan full costing dengan variabel
costing?
fuul costing menyatakan bahwa bagian dari produksi yang tidak terjual harus
dibebani baik dengan biaya variabel maupun dengan biaya, Sedangkan
pendekatan Variabel Costing menyatakan bahwa bagian produksi yang tidak
terjual hanya dibebani dengan biaya variabel saja.
8. mengapa meningkatnya biaya tetap tanpa diimbangi dengan
penghematan pada jenis biaya yang lain, atau meningkatnya
penghasilan, jelas akan mengakibatkan naiknya volume break even?
karena semakin tinggi biaya yang dikeluarkan maka akan meningkatkan
tingkat penghasilan yang diharapkan perusahaan oleh karena itu BEP akan
meningkat pula.
9. mengapa Efisienssi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan tidak
berubah? karena biaya variable tiap unit produk sama untuk berbagai volume
produksi.
10. mengapa kegunaan BEP adalah menentukan jumlah penjualan yang
seharusnya diperoleh pada persyaratan tertentu?
karena misalnya penjualan yang memberikan sejumlah laba tertentu. jumlah
penjualan yang seharusnya diperoleh akan sama dengan jumlah penjualan
pada keadaan break even ditambah sejumlah penjualan lain yang diperlukan
untuk memperoleh laba yang dimaksud.
18
19
Top Related