BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beras dan Peranannya dalam Kehidupan Manusia
Pangan, terutama beras, mempunyai peranan yang sangat penting dalam
masyarakat Indonesia, beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan pokok
terpenting masyarakat dunia dan khususnya di Indonesia. Beras masih dianggap
sebagai komoditi yang paling pas untuk mencukupi kebutuhan zat gizi terutama
karbohidrat sebagai sumber energi utama. Untuk itulah pemerintah selalu mengontrol
ketersediaan dan keterjangkauan harga beras di pasar.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990) memperkirakan, beras
mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 80,01% dan kandungan kalori sebesar
364 kal per 100 g bahan. Karbohidrat menyediakan energi untuk fungsi tubuh dan
aktivitas dengan mensuplai kalori. Ini terjadi melalui perubahan karbohidrat menjadi
glukosa (gula darah). Karbohidrat disimpan di hati dan otot sebagai glikogen. Tubuh
merubah glikogen di hati menjadi glukosa untuk dilepaskan ke aliran darah saat
dibutuhkan sebagai energi.
Diet tinggi karbohidrat, rendah lemak dapat mengurangi resiko 5 dari 10
menyebab kematian paling besar: Penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, kanker
dan atherosclerosis (pengerasan arteri karena timbunan kolesterol). 55%-60% kalori
harian berasal dari karbohidrat, kurang dari 15% total kalori berasal dari karbohidrat
biasa. Sumber karbohidrat adalah padi-padian, kacang-kacangan, kentang dan buah-
buahan (Winarmo, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Jenis-Jenis Varietas Beras
Ada beberpa jenis varietas beras yang cukup sering kita jumpai di pasar ataupun
di lahan pertanian yang sedang di tanam oleh petani, diantara beberapa jenis varietas
beras tersebut adalah:
1. Beras IR 64
Beras IR 64 adalah jenis beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki
umur 115-120 hari, tinggi tanaman 90-100 cm, mutu beras baik, tahan hama
wereng coklat biotipe 1 dan 2
2. Beras santana
Beras santana adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai
umur 115-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2 dan
mempunyai rasa nasi yang enak.
3. Beras IR 66
Beras IR66 adalah beras yang berasal dari varietas padi yang mempunyai
umur 110-120 hari tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 1,2,3,
tungro, dan HDB
4. Beras Siherang
Beras Siherang ialah beras yang berasal dari varietas padi yang memiliki umur
116-125 hari, tahan terhadap hama dan penyakit WCK biotipe 2,3 dan HDB
(Departemen Pertanian, 1984).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pestisida. 2.3.1. Sejarah Pestisida
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang
lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di
Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan
serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-
15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai
digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami
yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari
akar tuba Derris eliptica (Sastroutomo, 1992).
Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis
DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru
ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan
penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau
Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan
produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir,
1998).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai
aloera pestisida (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50
kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini
digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia
saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987).
Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an
sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor
Universitas Sumatera Utara
seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan
pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau
tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun
akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak
mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan
masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau
khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.
2.3.2. Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata
caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai
pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan
pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang
digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan
penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan
tujuan kesejahteraan manusia.
Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur
tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang
digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA
menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah,
memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan
mikroorganisme penggangu (Soemirat, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pengklasifikasian Pestisida
Menurut Sudarmo (1991) pestisida dapat di klasifikasikan kedalam beberapa
golongan,dan diantara beberapa pengklasifikasian tersebut dirinci berdasarkan
bentuk formulasinya, sifat penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara kerjanya.
1. Berdasarkan bentuk formulasi
a. Butiran (Granule=G)
Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan dengan
tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.
b. Tepung (Dust=D)
Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang
penggunaanya dengan alat penghembus (duster)
c. Bubuk yang dapat dilarutkan (wettable powder=WP)
Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya
disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh
Mipcin 50 WP
d. Cairan yang dapat dilarutkan
Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang
dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih susu
tapi berwarna coklat jernih yang cara penggunaanya disemprotkan dengan alat
penyemprot
e. Cairan yang dapat diemulsikan
Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi
yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara penggunaanya
Universitas Sumatera Utara
disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada bagian tanaman
atau tanah. Contoh : Sherpa 5 EC
f. Volume Ultra Rendah
Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa dilarutkan
lagi. Biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang dengan penyemprot
khusus yang disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh : Diazinon 90 ULV
2. Ditinjau dari sifat penetrasinya, pestisida dapat diklasifikasikan kedalam :
a. Penetrasi pada permukaan
Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman
b. Penetrasi dalam
Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat
menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak disemprotkan
c. Sistemik
Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian lain dari
tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi bermacam-macam hama
pengerek dan pengisap (Dperartemen Pertanian, 1998)
3. Berdasarkan bahan aktifnya pestisida dapat diklasifikasikan :
Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka
pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu :
a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia,
contohnya organoklorin, organofospat, dan karbamat.
b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
contohnya neem oil yang berasal dari pohon mimba
Universitas Sumatera Utara
c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia
yaitu jamur, bakteri atau virus contohnya
d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contohnya
bubur bordeaux (Sitompul, 1987).
4. Pestisida berdasarkan cara kerjanya
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam beberapa
golongan yaitu:
a. Pestisida Kontak
yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme pengganggu tanaman)
bila OPT tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau
bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh :
Mipcin 50 WP
b. Pestisida Sisitemik
yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. OPT
akan mati setelah menghisap/memakan tanaman, atau dapat membunuh gulma
sampai ke akarnya.
c. Pestisida Lambung
yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran makanan
pestisida. Contoh : Diazinon 60 EC
d. Pestisida pernapasan
Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari pestisida
(Sudarmo, 1991).
Universitas Sumatera Utara
5. Pestisida Berdasarkan Organisme Sasaran
Menurut Untung (1993), dari banyaknya jenis jasad penggangu yang bisa
mengakibatkan fatalnya hasil petanian, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu :
a. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
b. Fungisida
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan. Selain untuk
mengendalikan serangan cendawan di areal pertanaman, fungisida juga
banyak diterapkan pada buah dan sayur pascapanen.
c. Bakterisida
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa
membunuh bakteri.
d. Nematisida
Nematisida adalah racun yang dapat mengendalikan nematode
e. Akarisida
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak dan laba-laba.
Universitas Sumatera Utara
f. Rodentisida.
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
g. Moluskida
Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat
di tambak.
h. Herbisida
Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma.
i. Pestisida lain
Selain beberapa jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain.
Namun karena kegunaanya jarang maka produsen pestisida belum banyak
yang menjual, sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan. Pestisida
tersebut adalah sebagai berikut :
− Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan
mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam.
− Algisida, merupakan pestisida pembunuh ganggang,
− Avisida, pestisida pembunuh burung.
− Larvisida, pestisida pembunuh ulat.
Pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut insektisida 55,42%, herbisida
12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%,
Universitas Sumatera Utara
nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Dari gambaran
ini insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan (Soemirat,
2005).
Pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang
disebut farmakologis atau klinis, sebagai berikut:
1. Senyawa Organofospat
Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada
syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural
jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi
penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Organofosfat disintesis
pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke-II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai
insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate
(TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga
toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen
yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya :
malathion).
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa
milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat
menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel
Universitas Sumatera Utara
darah merah. Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ± 2 minggu
(Yusniati, 2008).
2. Senyawa Organoklorin
Dari golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang ditunjukkan
pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak.
3. Senyawa Arsenat
Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diarhoe yang
menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan kematian. Pada keadaan
kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati.
4. Senyawa Karbamat
Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah
menghambat aktifitas enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti
senyawa organofospat
5. Piretroid
Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia (analog) dari
piretrin. Piretrin sendiri merupakan zat kimia yang bersifat insektisida yang terdapat
dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga semacam krisan
piretroid memiliki beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran
relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek
melumpuhkan yang sangat baik. Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak
selektif, banyak piretroid yang tidak cocok untuk program pengendalian hama
terpadu (Djojosumarto, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Teknik Aplikasi Pestisida
Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat,
untuk menjamin pestisida tersebut mencapai jasad sasaran yang dimaksud, selain juga
oleh faktor jenis dosis, dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada
pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat.
Aplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai aplikasi pestisida
yang semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada saat yang tepat,
dengan liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah
ditentukan sesuai dengan anjuran dosis (Wudianto, 1999).
Setiapa aplikasi pestisida dapat dinilai melalui dua cara, yaitu:
1 Evaluasi biolgi merupakan pengukuran tingkat penurunan populasi jasad
pengganggu sasaran atau kerusakan yang ditimbulkannya serta pengukuran
terhadap hasil (yield).
2 Pengukuran fisik terhadap hasil semprotan berupa liputan (coverage) hasil
semprotan pada sasaran yang dapat berupa tanaman, serangga, gulma, ataupun
sasaran buatan tertentu, seperti kertas peka (sintetik paper) dan kaca slide (Oka,
1995).
Untuk setiap jumlah larutan pestisida yang disemprotkan, jumlah droplet per
satuan luas akan berhubungan erat dengan ukuran droplet tersebut. Semakin banyak
jumlah droplet per satuan luas, akan semakin kecil ukuran droplet tersebut.
Sebaliknya semakin sedikit jumlah droplet per satuan luas, akan semakin besar
ukuran droplet tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Cara Pemakaian (Aplication methods):
Wudianto (1999), adapun cara pemakaian pestisida yang sering dilakukan oleh
petani adalah sebagai berikut :
1. Penyemprotan (Spraying) : merupakan metode yang paling banyak digunakan.
Biasanya digunakan 100-200 liter eceran insektisida per ha. Paling banyak adalah
1000 liter per ha sedangkan yang paling kecil 1 liter per ha seperti dalam ULV.
2. Dusting : untuk hama rayap kayu kering cryptothermes, dusting sangat efisien
bila dapat mencapai koloni karena racun dapat menyebar sendiri melalui efek
prilaku trofalaksis.
3. Penuangan atau penyiraman (pour on) : Misalnya untuk membunuh sarang semut,
rayap, dan serangga tanah di persemaian.
4. Injeksi batang : Dengan insektisida sisitemik bagi hama batang, daun, dan
penggerek.
5. Dipping : rendaman/pencelupan seperti untuk biji/benih Kayu.
6. Fumigasi: penguapan, misalnya pada hama gudang atau kayu.
2.4.2 Pestisida dan Bahan Penyampur
Pestisida sebagai bahan racun aktif (active ingredients) dalam formulasi
biasanya dinyatakan dalam berat/volume (di Amerika Serikat dan Inggris). Bahan-
bahan lain yang tidak aktif yang dicampurkan dalam pestisida yang telah di formulasi
dapat berupa:
1. Solvent adalah bahan cair telarut mis: alkohol, minyak tanah, xyline dan air.
Biasanya bahan terlarut ini telah diberi deodorant (bahan penghilang bau tidak
enak baik yang berasal dari pelarut maupun dari bahan aktif).
Universitas Sumatera Utara
2. Sinergis adalah sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun walaupun
bahan itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti sesamin (berasal dari biji wijen),
dan piperonil butoksida.
3. Emulsifier merupakan bahan detergen yang akan memudahkan terjadinya emulsi
bila bahan minyak diencerkan dalam air (Sastroutomo, 1992).
2.4.3 Dosis Pestisida.
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan
dalam satu aplikasi atau lebih. Sementara dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif
pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan.
Besarnya suatu dosis pestisida tergantung dalam label pestisida. Sebagai contoh dosis
insektisida diazinon 60 EC adalah satu liter per ha untuk sekali aplikasi, atau misal
400 liter larutan jadi diazinon 60 EC per ha untuk satu kali aplikasi sedangkan untuk
dosis bahan aktif contohnya sumibas 75 SP dengan dosis 0,75 kg/ha (djojosumarto,
2008).
2.4.4 Konsentrasi Pestisida
Konsentrasi penyemprotan adalah jumlah pestisida yang disemprotkan dalam
satu liter air (atau bahan pengencer lainnya) untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (OPT) tertentu. Ada tiga macam konsentrasi yang perlu
diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida
- Konsentrasi bahan aktif yaitu persentase bahan aktif pestisida dalam larutan yang
sudah dicampur dengan air
Universitas Sumatera Utara
- Konsentrasi formulasi yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter
air
- Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida yaitu persentase kandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi (Djojosumarto ,2008).
2.5. Insektisida
2.5.1. Pengertian Insektisida.
Kata insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang berasal dari
kata insekta = serangga dan kata lain cida yang berarti pembunuh. Insektisida adalah
alat yang ampuh yang tersedia untuk penggolongan hama, apabila hama sudah
mendekati atau melewati kerusakan ekonomi maka insektida adalah salah satu
pengendali yang dapat diandalkan untuk menghadapi keadaan darurat itu (Wudianto,
1999).
2.5.2. Penggolongan Insektisida Berdasarkan Susunan Kimia
Menurut Sudarmo (1992), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida
yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan pada hewan,
tumbuhan maupun jasad renik. untuk mengendalikan jenis serangga maupun hewan
yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tanaman adalah insektisida.
Penggolongan insektisida berdasarkan susunan kimia dapat dibedakan menjadi
insektisida inorganik, insektisida organik, dan insektisida organik sintetik
a. Insektida inorganik adalah senyawa insektisida yang tidak mengadung unsur
karbon, contoh : arsenikum, merkurium, boron, tembaga, sulfur, asam borat,
kalsium sianida, arsenar timbal dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Insektisida organik alamiah adalah senyawa insektisida yang mengandung
unsur karbon, insektisida organik alamiah merupakan insektisida yang terbuat
dari tanaman (botani) dan bahan alami lainnya, yang terdiri dari :
1. Asal tanaman, contoh : nikotin (ekstrak tembakau), pyrethrum (bunga
serunai/chrysant), dan ryania biasa mudah diuari oleh sinar matahari.
2. Asal mikroba, bahan dasarnya adalah mikrobiologis, contoh : thuricide
HP (senyawa yang mengandung bakteri basillus thuringiensis).
c. Insektisida organik sintetik
1. Organoklorin, insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang
karena mereka memperhatikan secara kimia bahwa insektisida organoklor
adalah senyawa yang tidak reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau
persisiten, baik dalam tubuh maupun dalam lingkungan memiliki
kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki kemampuan
terdegradasi yang lambat (Ecobichon dalam Ruchicawat, 1996 dan
Tarumingkeng, 1993). Insektisida ini masih digunakan pada negara
sedang berkembang terutama negara pada daerah ekuator karena murah,
efektif dan persisten. Contoh DDT, aldrin, dieldrin, BHC, endrin, lindane,
heptaklor, toksofin, pentaklorofenol dan beberapa lainnya.
2. Organofospat ditemukan pada tahun 1945. struktur kimia dan cara
kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf. organofosfat dapat
menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di lingkungan
sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan
organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida
Universitas Sumatera Utara
yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Contoh : malathion,
monokrotofos, paration, fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat,
diklorfos, fenitrotion, fention, dan puluhan lainnya.
3. Karbamat dikenalkan pada 1951 oleh geology chemical company di
Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965. insektisida tersebut cepat
terurai dan hilang daya racunnya dari jaringan sehingga tidak terakumulasi
dalam jaringan lemak dan susu seperti organoklorin. Umumnya digunakan
dalam rumah untuk penyemprotan nyamuk, kecoa, lalat, dan lain-lain.
Contoh: karbaril, metiokarb, propoksur, aldikarb, metomil, oksamil, oksi
karboksin, metil karbamat, dimetil karbamat seperti bendiokarb,
karbofuran, dimetilon, dioksikarb, dan oksikarboksin.
4. Piretroid digunakan sejak tahun 1970-an. Keunggulannya karena memiliki
pengaruh ”knock down” atau menjatuhkan serangga dengan cepat, tingkat
toksisitas rendah bagi manusia. Tetapi cepat perkembangan hama baru
yang tahan trhadap insektisida piretroid. Contoh : alletrin, bioalletrin,
sipermetrin, permetrin, dekametrin dan lain-lain.
5. Fumigan, contoh : metil bromida, etilen dibromida, karbon disulfida,
fosfin dan naftalin
6. Minyak-minyak mineral adalah minyak parafin yang dihaluskan dan
dibuat emulsi yang diaplikasikan secar ringan pada tanaman untuk
mengendalikan tungau, kutu-kutu tanaman. Contoh : dinitrokresol.
7. Zat-zat pengatur tumbuh serangga, contoh : difubenzuron, kinofrin dan
metoprin
Universitas Sumatera Utara
8. Senyawa-senyawa mikroba, contoh : bacillus thuringiensis banyak
dipergunakan untuk mengendalikan hama-hama lepidoptera,
bacillussporopiliae dan bacillus lentimorphus untuk mengendalikan
kumbang jepang (Sastroutomo, 1992).
2.6. Petunjuk Umum Keamanan Dalam Pemakain Pestisida.
Petunjuk umum keamanan dalam pemakaian pestisida agar aman digunakan
dan tidak terlalu menimbulkan efek peracunan pada pemakai, maka pemerintah dan
formulator telah menetapkan dan memberi petunjuk sebagai pedoman umum dalam
penanganan senyawa kimia berbahaya mulai dari pemilihan jenis pestisida, tata cara
penyimpanan, penakaran, pengenceran, pencampuran sampai kepada prosedur
kebersihannya (Wudianto, 1999).
1. Di dalam memilih pestisida pada tanaman padi sebaiknya diperhatikan hal-hal
berikut :
a. Dalam memilih formulasi pestisida yang akan digunakan untuk
mengendalikan suatu jasad penggangu tanaman, lebih dulu harus diketahui
dengan pasti jenis jasad penggangu yang menyerang tanaman, karena suatu
fomulasi pestisida hanya efektif terhadap jenis jasad penggangu tertentu.
b. sebelum memilih pestisida bacalah dulu label pada wadah atau pembungkus
pestisida, terutama keterangan mengenai jenis-jenis jasad penggangu yang
dapat dikendalikan, cara menggunakan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan
oleh pestisida yang berdasarkan keterangan pada label efektif terhadap jasad
Universitas Sumatera Utara
pengganggu tanaman yang akan dikendalikan, dapat digunakan dengan alat
yang tersedia, dan aman ntuk keadaan ditempat pestisida itu akan digunakan.
c. Pilihlah pestisida yang telah terdaftar dan diijinkan oleh pemerintah
(Departemen Pertanian) untuk digunakan, dikemas dalam wadah atau
pembungkus asli, dan dengan label resmi yang memuat keterangan lengkap
megenai pestisida itu. Pada label pestisida yang terdaftar senantiasa tercantum
nomor pendaftaran, nama dan alamat lengkap pemegang produsen pestisida
yang bersangkutan (Departemen Pertanian, 1984).
2. Menyimpan Pestisida
Menyimpan pestisida secara aman merupakan salah satu tindakan keselamatan
penggunaan pestisida, dan diantara beberapa cara tersebut adalah :
a. Simpanlah pestisida dalam wadah atau pembungkus asli yang tertutup rapat
dan tidak bocor atau rusak, dengan label asli dan ketrangan lengkap dan jelas.
b. Simpanlah pestisida dalam lemari atau peti khusus yang dapat dikunci, atau
dalam ruangan khusus yang juga dapat dikunci, sehingga tidak dapat
terjangkau oleh anak-anak, hewan piaraan atau ternak serta jauh dari
makanan, minuman, atau sumber api.
c. Sediakan air dan bahan pembersih (sabun atau detergen dan lain-lain), bahan
penyerap pestisida (pasir, kapur, serbuk gergaji atau tanah) sapu, sekop dan
wadah untuk tempat membuang pestisida yang tumpah. Lebih baik apabila
pemadam apai yang seringdiperiksa agar selalu dalam keadaan baik.
Universitas Sumatera Utara
d. Periksalah secara teratur pestisida yang disimpan untuk mengetahui ada
tidaknya wadah pestisida yang bocor atau pestisida yang rusak (Suma’mur,
1986).
3. Keselamatan Penggunaan Pestisida Pada Lahan Pertanian
Pada dasarnya semua pestisida adalah racun (toksin) yang berbahaya juga
bagi manusia, hewan piaraan, ikan, dan makhluk hidup lain yang bukan sasarannya.
Pestisida yang berbentuk gas dan tepung sangat berbahaya melalui pernapasan,
sedangkan yang berbentuk cairan lebih berbahaya melalui kulit (Tarumengkeng,
1977). Oleh karana itu untuk mengurangi resiko keracunan, perlu diperhatikan
beberapa hal :
a. Gunakanlah alat pelindung pernafasan (masker), pakaian pelindung, dan
sarung tangan agar tubuh terlindung dari percikan pestisida.
b. Jangan sampai pestisida yang digunakan mengenai tanaman disekitarnya,
tempat pengembalaan, kolam ikan, dan tempat lain yang memahayakan
manusia dan hewan
c. Jangan melakukan penyemprotan berlawanan dengan arah angin. Waktu
bekerja jangan makan atau minum
d. Selama menyemprot jangan mengusap mata atau mulut dengan tangan. Cuci
tangan dan mandi dengan sabun setelah bekerja dan gantilah pakain. Pakaian
kerja hendaknya dicuci sebelum dipakai kembali.
e. Bila selama menyemprot badan terasa kurang sehat, segera hentikan pekejaan
menyemprot dan berobatlah ke dokter
Universitas Sumatera Utara
f. Jangan menggunakan pestisida pada tanaman yang dipanen, karena residu
yang tertinggal pada tanaman akan membahayakan hewan dan manusia
g. Pertolongan pertama apabila terjadi keracunan pestisida yaitu, berusaha unutk
memuntahkannya dengan cara memasukkan jari yang bersih ke dalam
tenggorokan atau minum air garam (1 gelas air + 1 sendok garam dapur)
h. Apabila mata terkena pestisida, cucilah dibawah air mengalir selama lebih
kurang 15 menit dengan air bersih.
i. Apabila mengisap uap beracun pestisida, bawalah penderita ketempat terbuka
dan apabila perlu usahakan nafas buatan. (Departemen Pertanian, 1998)
4. Mengatasi kontaminasi pestisida
Mengatasi kontaminasi pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara agar tidak
menimbulkan kontaminasi, yaitu:
a. Jika rumput, sungai atau saluran air tercemar pestisida, berilah tanda
peringatan di tempat itu agar oarang tidak mengembalakan ternak dan tidak
mengambil air dari sumber yang tercemar tersebut. Selanjutnya hubungilah
petugas yang berkepentingan untuk dapat dilkakukan tindakan pengamanan
lebih lanjut.
b. Apabila pestisida formulasi cairan tumpah di lantai atau tanah, bersihkanlah
segera, timbunlah dengan bahan penyerap (pasir, kapur, serbuk gergaji, atau
tanah) kemudian sapu dan tempatkan dalam wadah yang kuat untuk dibuang
dengan cara yang aman. Setelah bahan penyerapa disapu, lantai dibersihkan
dengan air dan bahan pembersih (sabun, detergen dan sebagainya).
Universitas Sumatera Utara
c. Apabila wadah pestisida rusak atau bocor, wadahkanlah pestisida yang masih
tersisa ke dalam wadah yang telah tersedia, pilihlah wadah yang terbuat dari
bahan yang sama seperti wadah aslinya. Berilah label atau keterangan yang
jelas seperti tercantum dalam label sebelumnya disertai tambahan keterangan
saat dikakukan pewadahan ulang tersebut harus segera dilakukan.
d. Air dan sabun atau detergen umumnya dapat digunakan untuk membersihkan
pestisida yang tumpah (Anonim, 1984).
2.7. BMR Pestisida Golongan Organofosfat
Standar Nasional Indonesia (SNI) merumuskan tentang batas maksimum
residu pestisida pada beras, yaitu untuk jenis pestisida khusunya golongan
organofosfat, seperti klorpirifos residu pestisida pada beras yang diperbolehkan
sebesar 0,5 mg/kg, klorfenvinfos 0,05 mg/kg, fention 0,05 mg/kg, fenitrotion 1
mg/kg, dan diazinon sebesar 0,1 mg/kg.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan
pengembangan pertanian Departemen Pertanian yang diperoleh dari sentra produksi
di Jawa Barat dan Jawa Timur dapat diketahui bahwa tomat yang tidak dicuci
mengandung profenos rata-rata 0,096 mg/kg, sedangkan tomat yang dicuci
mengandung 0,059 mg/kg. Residu insektisida klorfiripos pada beras sebesar 0,417
mg/kg. Dengan demikian bahan pangan yang mengandung residu insektisida ini akan
termakan oleh manusia dan tentunya dapat menimbulkan efek yang berbahaya
terhadap kesehatan manusia (Departemen Pertanian, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan.
2.8.1. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan Secara Umum
Berikut ini adalah gejala kearacunan secara umum yang berkaitan dengan
pestisida, yang mungkin timbul sendiri atau bersama-sama, diantara gejala umum
yang sering kita alami jika mengalami keracunan pestisida yaitu Kelemahan atau
kelelahan yang berlebihan, kulit iritasi, terbakar, keringat berlebihan, perubahan
warna. Sementara untuk gejala keracunan pestisida pada mata ditandai dengan Iritasi,
terbakar, air mata berlebihan, kaburnya penglihatan, biji mata mengecil atau
membesar.
Pada saluran pencernaan orang yang mengalami gejala keracunan pestisida
akan ditandai dengan mulut dan kerongkongan yang terbakar, air ludah yang
berlebihan, mual, muntah, perut kejang atau sakit, dan mencret. Keracunan pestisida
dapat juga meimbulkan gangguan pada sisitem syaraf yang ditandai dengan gejala
kesulitan bernapas, napas berbunyi, batuk, dada sakit, atau kaku (Weir, 1981).
2.8.2. Dampak Pestisida Golongan Organofospat Terhadap Kesehatan
Apabila masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut, dan saluran
pencernaan maupun saluran pernapasan, pestisida organofosfat akan berikatan dengan
enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya syaraf, yaitu kholinesterase.
Apabila kholinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan
tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah kepada
otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian otot-otot tersebut senantiasa bergerak-
gerak tanpa dapat dikendalikan.
Universitas Sumatera Utara
Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-oto tertentu, tanda dan gejala lain
dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata menyempit
sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa, atau mengeluarkan
banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang
cepat, mual, muntah-muntah, kejang pada perut, mencret sukar bernapas, otot-otot
tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan (Scharpio, 1998).
2.9. Dinamika Pestisida di Lingkungan
Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui
udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan,
tumbuhan terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui
beberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan
tanah. Masuk ke dalam tanah berjalan melalui pola biotransformasi dan
bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi oleh akar serta masuk langsung
pestisida melalui infiltrasi aliran tanah. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan
bahan pada sistem air tanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian baik
secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah.
Proses pencucian bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi kualitas air
tanah baik setempat maupun secara region dengan berkelanjutan. Apabila proses
pemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga
aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur
resapan dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena
pestisida ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namun demikian jika proses
Universitas Sumatera Utara
tersebut kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisi
sebaliknya yang akan terjadi.
Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat
pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam
lingkungan Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar
pestisida akan mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat
tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi hingga dekomposit Pestisida
di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari
terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisda diudara
disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui
penyemprotan oleh petani yang terbawa angin.
Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan
menambah parah pencemaran udara. Gangguan pestisda oleh residunya terhadap
tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida
persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit
melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah masam dan tidak produktif (Frank
C. Lu, 1995)
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Konsep
Residu Pestisida Pada Beras :
- IR 64 - Seherang - IR 46 - Santana - Sendang Sri
Karakteristik Petani : - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan
Aplikasi Pestisida : - Jenis Pestisida - Jenis Varietas - Dosis - Jumlah
Penyemprotan - Penyemprotan
Terakhir Sebelum Panen
SNI No. 7313 :2008 tentang BMR Pada
Hasil Pertanian
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Ada Residu
Universitas Sumatera Utara
Top Related