Download - Al alaq kelompok 2, a 2014

Transcript

MAKALAH TAFSIR

KAJIAN QURAN SURAT AL-ALAQ [96]: 1-8

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat Aqidah dengan Dosen pengampu

1. Dr. Aam Abdussalam, M.Pd.2. Saepul Anwar, S.Pd.I, M.Ag.

.

oleh

Linda Fitria Yulianti 1400761

Adibatul Hafidhoh 1400476

Siti Shafa Marwah 1405254

Kelompok 2

Kelas A

PROGRAM STUDI

ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014

KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan segala puji dan syukur kepada Allah Swt yang

memberikan kami kemampuan untuk menyusun makalah ini. Yang mana Allah

juga telah memberikan keistimewaan bagi keturunan Adam, mempunyai akal

yang lebih baik di bandingkan makhluk yang lainnya. Sehingga manusia tetap

bertahan hidup dan menjadi khalifah di bumi ini.

Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada nabi besar kita

nabi Muhammad saw. Berkat jasa rasul yang begitu gigih mengantarkan dan

membimbing manusia kepada jalan Allah.

Melalui makalah ini, dengam tema “Kajian Quran Surat Al-Alaq 1-8”

penulis mengharapkan pembaca lebih mengetahui asal sebab manusia harus

mengembangkan akalnya melalui belajar. Alhamdulillah, penyusunan makalah ini

terdiri dari berbagai sumber yang InsyaAllah terpercaya. Baik itu berasal dari

buku, artikel maupun internet. Semoga ilmu yang kami susun dalam makalah ini

bisa bermanfaat bagi pembaca.

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan Makalah.....................................................................................2

D. Sistematika Penulisan Makalah..............................................................................2

BAB II KAJIAN AYAT...........................................................................................................3

A. Al Quran Surat Al Alaq ayat 1-8..............................................................................3

B. Makna Mufrodat....................................................................................................3

C. Asbab Nuzul...........................................................................................................4

D. Makna Global.........................................................................................................4

E. Pendapat Para Mufasir...........................................................................................5

F. Analisis Kandungan Ayat......................................................................................21

BAB III PENUTUP.............................................................................................................23

A. Kesimpulan...........................................................................................................23

B. Saran....................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................xxiv

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al Quran merupakan kalam Allah yang di turunkan kepada umat manusia

melalui perantara malaikat Jibril dan diterima oleh Nabi Muhammad saw. Dengan

surat Al Alaq yang pertama kali diturunkan. Melalui surat Al Alaq, sudah kita

ketahui bahwa manusia diberi kelebihan oleh Allah yakni berupa akal. Dan

gunakan lah untuk belajar. Tetapi manusia sendiri, masih banyak yang belum

menyadari betapa pentingnya untuk mengembangkan kelebihan ini. Sebab Allah

memerintahkan manusia untuk belajar khususnya membaca adalah agar manusia

bisa membekali diri dengan kekuatan pengetahuan yang kita cari. Selain itu,

manusia juga mempunyai tugas dari Allah agar menjadi khalifah di bumi ini.

Bagaimana jadinya jika yang menjadi khalifah di bumi ini, malah tidak mau

mengembangkan akalnya. Untuk mengembangkan akal saja manusia enggan,

apalagi mengolah bumi, yang memiliki beragam kekayaan alam. Pantaslah Allah

menuntut kita agar mau memperkaya pengetahuan kita melalui belajar karena

Allah semata.Khususnya kita sebagai calon pendidik harus bisa menjadikan ayat

ini menjadi landasan niat kita dalam mencari ilmu. Agar bisa menjadi pendidik

yang amanah dan memberikan teladan yang baik bagi lingkungannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sebab turunnya surat Al Alaq 1-8

2. Bagaimana makna global surat Al Alaq 1-8

3. Bagaimana pendapat para mufasir mengenai surat Al Alaq 1-8

4. Bagaimana implikasi surat Al Alaq di dalam bidang aqidah

5. Bagaimana implikasi surat Al Alaq di dalam bidang pendidikan

1

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui sebab diturunkannya surat Al alaq 1-8

2. Mengetahui makna global surat Al Alaq 1-8

3. Mengetahui pendapat para mufasir mengenai surat Al Alaq 1-8

4. Mengetahui implikasi surat Al Alaq 1-8 dalam bidang aqidah

5. Mengetahui implikasi surat Al Alaq 1-8 dalam bidang pendidikan

D. Sistematika Penulisan Makalah

Makalah ini memiliki beberapa bagian, yaitu pembuka, isi, dan penutup.

Setiap bagian tersebut memiliki sistematika penulisan yang berbeda, namun

berhubungan satu sama lain untuk membahas satu tema yang diangkat menjadi

topik pembahasan yaitu Kajian Quran Surat Al Alaq 1-8. Dalam penyusunan

makalah ini pun, mendapat referensi dari mempelajari dan mengkaji intisari dari

buku-buku yang bersangkutan dengan tema makalah ini. Dan sebagi tambahan,

penulis mengumpulkan informasi dengan mengunjungi website yang dianggap

berkaitan dengan materi dalam makalah ini.

2

BAB II KAJIAN AYAT

A. Al Quran Surat Al Alaq ayat 1-8

Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; DiaTelah menciptakan manusia dari segumpal darah.; Bacalah, danTuhanmulah yang Maha Pemurah; Yang mengajar (manusia) denganperantaran kalam; Dia mengajar kepada manusia apa yang tidakdiketahuinya; Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benarmelampaui batas; Karena dia melihat dirinya serba cukup;Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). (Q.S. Al Alaq [96]: 1-8).

B. Makna Mufrodat

Menghimpun, menyampaikan, menelaah, membaca, meneliti, mendalami, mengetahui ciri-ciri sesuatu.

� أ اق�ر�

Menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa ada satu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus, mengatur, membuat.

�ق� خ�ل

segumpal darah. �ق� ع�ل

Yang paling pemurah, semulia-mulia, (diambil dari kata ‘Karama’ yang artinya memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi,terhormat, mulia,setia, dan sifat kebangsawanan).

م �ر� األك

Memotong ujung sesuatu � �م �ق�ل ال

Meluapnya air sehingga mencapai tingkat krisis, membahayakan.

�ط�غ�ى �ي ل

Tidak butuh, memiliki kelapangan hati, memilki harta yang banyak.

�غ�ن�ى ت اس�

Kembali ج�ع�ى �الر

3

Sumber : (Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsîr Al-Mîshbah jilid 4 hlm.454-468 . Jakarta: Lentera Hati)

C. Asbab Nuzul

Asbab nuzul yang ditemukan dari berbagai referensi, hanya ditemukan asbab

nuzul dari ayat 6. Berikut asbab nuzulnya :

Ibnul Muadzir meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “ Abu Jahal

berkata ‘Apakah kalian melihat Muhammad mencecahkan wajahnya ke tanah

(melakukan shalat) di hadapan kalian ?’ salah seorang menjawab ‘Ya’ Abu Jahal

berkata ‘Demi Latta dan Uzza, sekiranya saya melihatnya melakukan hal

ituniscaya akan saya injak kepalanya dan saya benamkan wajahnya ke tanah’.

Lalu Allah pun menurutkan ayat 6 ini “Jangan demikian (wahai orang yang

ingkar) sesungguhnya itu sungguh melampaui batas”. (Sumber: Asbabun Nuzul

Edisi Kedua hlm. 661. Bandung. CV Penerbit Dipenogoro).

D. Makna Global

Jika dilihat dari beberapa tafsir, kebanyakan tafsir mengatakan bahwa makna

secara keseluruhan surat ini adalah menceritakan bagaimana wahyu yang pertama

turun kepada Nabi Muhammad saw. Seperti dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran

(Quthub, 2004, hal. 301) dijelaskan bahwa Rasul dipaksa untuk membaca, tetapi

Rasul menolak untuk membaca karena merasa tidak bisa. Tetapi di dalam tafsir Al

Azhar (Hamka, 1982, hal. 215) lebih dijelaskan mengapa malaikat Jibril begitu

memaksa Rasulullah untuk membaca apa yang dibawanya, malaikat Jibril

memaksa beliau agar beliau pandai membaca ayat-ayat Al Quran yang akan

diturunkan kepadanya kelak. Menurut tafsir ini pun, surat Al Alaq menjelaskan

tentang penciptaan manusia yang diciptakan pleh Allah dengan sempurna. Sedikit

berbeda dengan tafsir Al Mishbah (Shihab, 2002, hal. 454) Rasulullah

diperintahkan untuk membaca guna memantapkan lagi hati beliau. Karena pada

waktu itu Rasul sedang sedih memikirkan keadaan masyarakat Arab pada masa

itu. Sehingga Rasul disuruh membaca agar bisa membekali diri dengan kekuatan

pengetahuan.

4

E. Pendapat Para Mufasir

1. Ayat Pertama

Artinya : Bacalah, dengan nama Tuhan mu yang Maha Pencipta.

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 305) dikatakan bahwa

ayat ini merupakan pengarahan pertama kepada Rasulullah untuk langkah pertama

jalan dakwah yang sudah dipilihkan untuk Rasul.ayat ini dimulai dengan sifat

Tuhan Yang Maha Pencipta, yang menciptakan manusia dari segumpal darah.

Begitu pun dalm tafsir Ath-Thabari (Ath-Thabari, 2009, hal. 798) mengatakan

bahwa ayat ini menunjukan adanya perintah kepada Nabi Muhammad untuk

membaca disertai menyebut nama Allah yang telah menciptakan manusia dari

segumpal darah.

Sedangkan dalam tafsir Al Azhar (Hamka, 1982, hal. 215) Dalam waktu

pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam

perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan

diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.

(Rifa'i, 1999, hal. 311) Ayat al-Qur’an yang pertama turun adalah ayat-ayat yang

mulia lagi penuh berkah, ayat-ayat tersebut merupakan rahmat pertama yang

dengannya Allah menyayangi hamba-hamba-Nya sekaligus sebagai nikmat

pertama yang diberikan kepada mereka. (Shihab, 2002, hal. 454)Adapun pendapat

lain yaitu ayat di atas bagaikan menyatakan: Bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang

sebentar lagi akan banyak engkau terima dan baca juga alam dan masyarakatmu.

Baccalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah

semua itu tetapi dengan syarat hal tersebut engkau lakukan dengan atau demi

nama Tuhan Yang selalu memelihara dan membimbingmu dan Yang mencipta

semua makhluk kapan dan di mana pun.

Menurut tafsir An-Nuur (Shiddieqy, 2000, hal. 4643-4645)dijelaskan

bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menjadi seseorang

5

yang bisa membaca dengan kodrat Allah, yang telah menciptakan dengan iradat-

Nya. Begitupun diperintahkan juga kepada manusia, manusia dituntut untuk bisa

membaca, baik ada objeknya maupun tidak ada objeknya. Allah menciptakan

manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya, salah satu yang membedakan

manusia dengan makhluk lain adalah Allah mengaruniakan otak kepada manusia

untuk berpikir. Oleh karena itu kita gunakan karunia Allah tersebut dengan sebaik

mungkin salah satu caranya dengan membaca, karena dengan membaca bisa

menjadikan manusia sebagai makhluk yang berkualitas dan menjadi hamba-Nya

yang selalu bersyukur serta bertafakkur. Didalam tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi,

2009, hal. 546)dijelaskan pula bahwa Nabi Muhammad saw.diperintahkan oleh

Allah untuk memulai membaca dengan menyebut nama Allah (bismillah).

Perintah ini tidak hanya diperintahkan kepada Nabi saja. Ayat ini pun ditunjukkan

kepada manusia, manusia menggunakan otaknya untuk membaca suatu objek dan

membaca kehidupan agar mereka lebih bertaqwa kepada-Nya. Rajin membaca

serta menggali ilmu-ilmu yang yang terpendam di alam ini dan mengaplikasikan

serta mengajarkannya kepada yang lain. Sebagai makhluk yang berakal, manusia

harus mengoptimalkan penggunaan otaknya dalam berbagai hal positif serta

menjadikan diri sebagai orang yang bermanfaat bagi orang lain.

            Senada dengan penjelasan yang dijelaskan oleh tafsir Al-Maraghi

(Maraghi, 1989, hal. 346) bahwa pada mulanya ayat ini Alah turunkan kepada

Nabi Muhammad dan memerintahkannya utuk bisa membaca. Sebelum itu beliau

tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Ilahi agar beliau

membca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab

kepadanya untuk dibaca, sekalipun beliau tidak bisa membacanya. Dari situ  lah

perintah  Allah yang diperintahkan kepada Rasul  itu sampai pula kepada kita.

Allah memerintahkan kepada manusia untuk bisa membaca dan berkat kekuasaan

dan kehendak Allah yang telah menciptaan kita dengan sempurna yang dengan

Kemurahan-Nya kita dibekali akal yang tidak ada batasnya. Tujuannya agar

manusia bisa berpikir dan terus belajar serta membaca kehidupan agar mereka

lebih mensyukuri apa yang Allah berikan kepadanya.

2. Ayat Kedua

6

Artinya : Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 305) ayat ini menynjukan

bahwa Allah mamuliakan manusia melebih kodratnya, yakni dengan

meningkatkan darah yang melekat di rahim menjaditingkatan manusia yang

memiliki potensi untuk menegtahui. Begitu pun dalm tafsir Ath-Thabari (Ath-

Thabari, 2009, hal. 798) dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari

segumpal darah dan dikatakan dalam Al Quran kata tersebut dalam kata jamk

tetapi memiliki bentuk tunggal.

Sedangkan dalam tafsir Al Azhar (Hamka, 1982, hal. 215) peringkat yang kedua

sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan

mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal

darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari,

menjadi segumpal daging (Mudhghah). (Rifa'i, 1999, hal. 311) Di ayat yang kedua ini,

termuat peringatan mengenai permulaan penciptaan manusia dari segumpal darah.

(Shihab, 2002, hal. 459)Manusia adalah makhluk pertama yang disebut Alloh

dalam Al-Qur’an melalui wahyu pertama. Bukan saja karena ia diciptakan dalam

bentuk yang sebaik-baiknya atau karena segala sesuatu dalam alam raya ini

diciptakan dan ditundukkan Alloh demi kepentingannya, tetapi juga karena Kitab

Suci Al-Qur’an ditunjukkan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya.

Salah satu yang ditempuh oleh Al-Qur’an untuk mengantar manusia menghayati

petunjuk-petunjuk Alloh adalah memperkenalkan jati dirinya, antara lain dengan

menguraikan proses kejadiannya. Ayat kedua surah Iqra’ menguraikan secara

sangat singkat hal tersebut. Menurut tafsir An-Nuur (Shiddieqy, 2000, hal.

4645)menjelaskan bahwa Tuhan menjadikan manusia makluk yang paling mulia

yang diciptakan dari segumpal darah. Dia juga yang memberikan kekuasaan

kepada manusia untuk menundukkan semua apa yang ada di permukaan bumi,

sehingga karenanya berkuasa pula menjadikan manusia yang sempurna, seperti

Rasulullah saw. yang dapat membaca tanpa mempelajari huruf terlebih dahulu.

Sebagai hamba Allah yang berakal, kita harus terus belejar, belajar dan belajar.

7

Tetapi ingat, sepandai apapun manusia hanya bagaikan tetesan air yang menetes

dari ujung jari yang dicelupkan kedalam lautan. Artinya, kita jangan sombong,

sehebat apapun yang kita miliki tetap kita hanyalah manusia biasa yang Allah

ciptakan dari segumpal darah yang hina.

            Penjelasan dari tafsir Al-Maraghi (Maraghi, 1989, hal. 346)mengenai ayat

ini, bahwa sesungguhnya Zat yang menciptakan manusia, sehingga menjadi

makhluk-Nya yang paling mulia, Ia menciptakan manusia dari segumpal

darah (‘Alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam

bumi, dan dengan ilmu pengetahuannya bisa mengolah bumi serta menguasai apa

yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu, Zat yang

menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna serta

mampu pula menjadikan Muhammad saw.bisamembaca sekalipun beliau tidak

pernah membaca dan menulis. Itu semua terjadi atas kehendak-Nya.

            Menurut tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi, 2009, hal. 546)menjelaskan pula

bahwa seluruh manusia diciptakan dari gumpalan darah, setelah sebelumnya

berbentuk air mani. Penyebutan manusia disini di khususkan karena untuk

menjelaskan kadar nikmat yang diberikan kepada mereka, yakni mereka

diciptakan bermula dari gumpalan darah yang hina, lalu setelah itu mereka

menjadi seorang manusia yang sempurna , yang memiliki akal dan dapat

membedakan segalanya. Itulah kelebihan yang Allah ciptakan khusus untuk

manusia. Oleh karena itu, kita harus selalu bersyukur kepada-Nya salah satu

caranya dengan beribadah serta memanfaatkan akal ini untuk berpikir positif serta

menggali ilmu-ilmu dan mengajarkannya kepada yang lain.

3. Ayat Ketiga

Artinya : Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah.

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 305) dalam ayat ini

terdapat kandungan bahwaini perpindahan yang jauh antara asal usul dan

kejadiannya pelaku.Begitu pun dalam tafsir Ath-Thabari (Ath-Thabari, 2009, hal.

8

798) adanya pengulanagn perintah kepada Nabi Muhammad karena Allah

memiliki sifat yang Pemurah.

Sedangkan dalam tafsir Al Azhar (Hamka, 1982, hal. 215) Setelah di ayat yang

pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari

segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang

nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha

Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-Nya. (Shihab, 2002,

hal. 460)Setelah memerintahkan membaca dengan meningkatkan motivasinya,

yakni dengan nama Allah, kini ayat di atas memerintahkan membaca dengan

menyampaikan janji Allah atas manfaat membaca itu. Allah berfirman: bacalah

berulang-ulang dan Tuhanmu Pemelihara dan Pendidik-muMaha Pemurah

sehingga akan melimpahkan aneka karunia.Ayat tiga di atas mengulangi perintah

membaca.Ulama berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan itu.Ada yang

mengatakan bahwa perintah pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad,

sedang yang kedua kepada umatnya, atau yang pertama untuk membaca dalam

sholat, sedang yang kedua diluar sholat. Pendapat yang ketiga menyatakan yang

pertama perintah belajar, sedang yang kedua adalah perintah mengajar orang lain.

ada lagi yang mengatakan bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna

menanamkan rasa “percaya diri” kepada Nabi Muhammad tentang kemampuan

beliau membaca-karena tadinya beliau tidak pernah membaca. (Rifa'i, 1999, hal.

311) Diantara kemurahan Allah adalah Dia mengajarkan kepada manusia apa

yang tidak diketahuinya. Dengan demikian, Dia telah memuliakannya dengan

ilmu. Dan itulah hal yang menjadikan bapak ummat manusia ini, Adam as

mempunyai kelebihan atas Malaikat. Terkadang, ilmu berada di dalam akal fikiran

dan terkadang juga berada dalam lisan, dan terkadang juga berada dalam tulisan.

Secara akal, lisan, dan tulisan mengharuskan perolehan ilmu, dan tidak

sebaliknya. Di dalam atsar disebutkan: ”Ikatlah ilmu itu dengan tulisan. Barang

siapa mengamalkan apa yang diketahuinya, maka Allah akan mewariskan

kepadanya apa yang tidak diketahui sebelumnya.” Menurut tafsir An-Nuur(4645)

menjelaskan bahwa tugas manusia adalah membaca. Allah mengulangi perintah

ini, karena menurut kebiasaan, seseorang baru bisa membaca sesuatu dengan

9

lancar setelah beberapa kali mengulangnya. Mengulang-ulangi perintah disini

sebagai ganti mengulangi pembacaan. Allah adalah Tuhan Yang paling Pemurah

untuk semua orang yang mengharapkan pemberian-Nya. Maka sangatlah mudah

bagi Allah untuk melimpahkan nikmat membaca dan menghafal Al-Qur’an

kepada kita, walaupun kita tidak terlebih dahulu mempelajari bagaimana

membaca huruf.

Begitu juga yang dijelaskan oleh tafsir Al-Maraghi(347) bahwa perintah

ini diulang-ulang , sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa,

melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah

Ilahi berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca. Semakin sering

kita mengulang bacaan maka semakin kuat pula ingatan kita tentang bacaan

tersebut. Selain membaca, kita juga harus mencoba memahaminya agar bisa kita

aplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari.

Tafsir Al-Qurthubi(549) menjelaskan pula bahwa perintah untuk membaca

ini adalah penegasan dari kata yang sama dengan ayat pertama diawal surat ini.

Ayat ini juga menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada Muhammad saw.

untuk membaca, maka Allah akan menolongnya dan memberi pemahaman

kepadanya walaupun beliau bukanlah seseorang yang pandai membaca.

4. Ayat Keempat

Artinya : Yang mengajar dengan perantara kalam.

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 305) Kalam berarti pena

atua semakna dengannya, yang memiliki bekas yang dalam di kehidupan manusia.

Allah yang menciptakan dan Allah juga yang mengajarkan.

10

Begitu pun dalm tafsir Ath-Thabari (Ath-Thabari, 2009, hal. 798) Sedangkan

dalam tafsir Al Azhar (Hamka, 1982, hal. 215) Itulah keistimewaan Tuhan itu

lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu diajarkan-Nya kepada manusia

berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk

pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping

lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu

pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang

dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia.

Di dalam tafsir Al Mishbah (Shihab, 2002, hal. 463)Ayat di atas

melanjutkan dengan memberi contoh sebagian dari kemurahan-Nya itu dengan

mengatakan bahwa: Dia Yang Maha Pemurah itu yang mengajar manusia dengan

pena. Kita dapat menyatakan bahwa ayat diatas menjelaskan cara yang ditempuh

Allah Swt. dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus

dibaca oleh manusia. Dan didalam tafsir Ibnu Katsir (Rifa'i, 1999, hal. 311)

bahwasanya di antara kemurahan Allah adalah Dia mengajarkan kepada manusia

apa yang tidak diketahuinya. Dengan demikan, Dia telah memuliakannya dengan

ilmu. Dan itulah hal yang menjadikan bapak umat manusia ini, Adam as

mempunyai kelebihan atas Malaikat. Terkadang, ilmu berada di dalam akal fikiran

dan terkadang juga berada dalam lisan. Juga terkadang berada dalam tulisan.

Secara akal, lisan, dan tulisan mengharuskan perolehan ilmu, dan tidak

sebaliknya.Di dalam atsar disebutkan “ikatlah ilmu itu dengan tulisan.” Menurut

tafsir An-Nuur (Shiddieqy, 2000, hal. 4646) menjelaskan bahwa Tuhan yang

paling Pemurah itu adalah Tuhan yang telah menjadikan pena (kalam) sebagai alat

untuk melahirkan (mengekspresikan, mengungkapkan) sebuah pikiran melalui

tulisan dan untuk memberikan pengertian kepada orang lain, sebagaimana hanya

lisan yang juga merupakan alat untuk mengemukakan sebuah pikiran dengan

ucapan. Setelah kita mendapatkan ilmu,alangkah baiknya jika kita tuangkan dalam

sebuah tulisan agar ilmu itu tidak hilang dan tidak lupa serta agar bisa diwariskan

ke generasi-generasi selanjutnya agar ilmu itu terus mengalir dan berkembang dari

zaman ke zaman.

11

Penjelasan dari tefsir Al-Maraghi (Maraghi, 1989, hal. 347-348) mengenai

ayat ini adalah bahwa pena adalah sebagai sarana komunikasi antar sesame

manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Pena atau qolam adalah benda mati

yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu Zat yang menciptakan

benda mati bisa menjadi alat komunikasi. Sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-

Nya menjadikan Nabi Muhammad bisa membaca dan memberi penjelasan serta

pengajaran. Apalagi kita adalah manusia yang sempurna. Allah menciptakan

manusia dari segumpal darah kemudian mengajari manusia dengan

perantaraan qolam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya

diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencaoai kesempurnaan

kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakikat segala sesuatu.

Menurut tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi, 2009, hal. 549-550) menjelaskan

bahwa qolam adalah salah satunikmat Allah yang paling besar, kalau

sajaqolam tidak diperkenalkan kepada manusia maka agama tidak dapat berdiri

dengan tegak, dan kehidupan pun tidak dapat berjalan sendiri sesuai dengan yang

semestinya. Hal ini bukti nyata bahwa Allah sangat Pemurah bagi para hamba-

Nya, karena Ia telah mengajarkan kepada mereka apa yang tidak mereka ketahui,

hingga mereka dapat meninggalkan gelapnya kebodohan dan menuju cahaya ilmu.

Pada ayat ini Allah mengingatkan kepada manusia akan manfaat ilmu menulis,

karena didalam ilmu penulisan terdapat hikmah dan manfaat yang sangat besar,

yang tidak dapat dihasilkan kecuali melalui penulisan, ilmu-ilmu tidak dapat

diterbitkan kecuali dengan penulisan, begitupun dengan hukum-hukum yang

mengikat manusia agar selalu berjalan di jalur yang benar.

5. Ayat Kelima

Artinya : Dia mengajar manusia sesuatu yang tidak diketahui.

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 305) ketika Allah

mengajarkan manusia karena ini yang mengubah perasaan dan bicara beliau,

mengubah pula pengetahuan dan arah hidupnya dengan disifati sebagai iman

kepada Allah.Begitu pun dalm tafsir Ath-Thabari (Ath-Thabari, 2009, hal. 805)

12

Allah hanya mengajarkan kepada manusia terhadap apa yang tidak diketahuinya.

Sedangkan dalam tafsir Al Azhar (Hamka, 1982, hal. 216) Lebih dahulu Allah

Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai

mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah

kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan

qalam yang telah ada dalam tangannya. (Shihab, 2002, hal. 464-465) Dia

mengajarkan manusia apa yang belum diketahui sebelumnya. “Kalimat” yang

telah diketahui sebelumnya” disisipkan karena isyarat pada susunan kata, yaitu

“yang belum atau tidak diketahui sebelumnya”.Pada awal surah ini, Allah telah

memperkenalkan diri sebagai Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha

Pemurah. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Sehingga Dia kuasa dan

berkenan untuk mengajar manusia dengan atau tanpa pena (Rifa'i, 1999, hal.

311)Dan bahwasanya di antara kemurahan Allah Ta’ala adalah Dia mengajarkan

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dengan demikan, Dia telah

memuliakannya dengan ilmu. Dan itulah hal yang menjadikan bapak ummat

manusia ini, Adam as mempunyai kelebihan atas Malaikat. Terkadang, ilmu

berada di dalam akal fikiran dan terkadang juga berada dalam lisan. Juga

terkadang berada dalam tulisan. Secara akal, lisan, dan tulisan mengharuskan

perolehan ilmu, dan tidak sebaliknya.Di dalam atsar disebutkan “Barangsiapa

mengamalkan apa yang diketahuinya, maka Allah akan mewariskan kepadanya

apa yang tidak diketahui sebelumnya.”

Menurut tafsir An-Nuur (Shiddieqy, 2000, hal. 4646) menjelaskan bahwa

Allah telah memerintahkan kepada Nabi-Nya supaya membaca dan memberi

kekuatan (kemampuan)nuntuk bisa membaca. Dia lah yang telah mengajari

manusia dengan segala macam ilmu, dengan ilmu-ilmu itulah manusia berbeda

dengan makhluk lainnya, walaupun pada mulanya manusia tidak mengerti dan

tidak mengetahui apa-apa. Dengan demikian, kita harus selalu bersyukur kepada

Allah atas semua karunia dan nikmat yang telah Ia beri kepada kita sehingga kita

bisa menjadi manusia yang seutuhnya serta dilengkapi dengan akal yang begitu

13

cerdas yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dan ayt ini menunjukkan

tentang belajar membaca, menulis, dan keutamaan ilmu pengetahuan.

Menurut tafsir Al-Maraghi (Maraghi, 1989, hal. 348) menjelaskan bahwa

Allah telah mengajarkan ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga

manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia

tidak mengetahui apa-apa. Sungguh jika tidak ada qolam, maka kita tidak akan

bisa memahami berbagai ilmu pengetahuan. Tidak tahu sejarah-sejarah terdahulu

yang mengandung banyak makna serta pengajaran buat kita itu tidak akan tercatat.

Dan ilmu pengetahuan kita tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi generasi

berikutnya. Didalam ayat ini, terkandung pula bukti yang menunjukkan bahwa

Allah yan menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan berbicara dari sesuatu

yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya, tidak berbicara serta tidak ada

rupa dan bentuknya yang jelas. Kemudian Allah mengajari manusia ilmu yang

paling utama, yaitu menulis dan menganugerahkannya ilmu pengetahuan yang

sebelum itu manusia tidak mengetahui apapun juga.

Menurut tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi, 2009, hal. 556) menjelaskan bahwa

Allah mengajarkan ilmu kepada manusia, sebagai bukti, dulu ketika Allah

menciptakan manusia pertama yaitu Nabi Adam, dan kemudian Allah

mengajarinya tentang nama-nama dan diberitahukan kepada Nabi Adam dengan

segala bahasa. Lalu ilmu itu ditunjukkan kepada para malaikat untuk

membandingkannya, maka muncullah kelebihan yang dimiliki oleh Nabi Adam

diatas para malaikat, jelaslah nilai yang dimilikinya, dan terbuktilah kenabiannya.

Kemudian semua ilmu yang diberikan kepada Nabi Adam itu diwariskan kepada

anak cucunya serta turun temurun, terbawa keseluruh pelosok bumi, dari satu

kaum ke kaum lainnya, hingga datangnya hari kiamat nanti. Oleh karena itu Allah

memberikan kekuasaan kepada manusia untuk menjadi seorang khalifah di muka

bumi ini karena manusia mempunyai kecerdasan dan ilmu yang bisa menjaga

amanat dari Allah tersebut.

6. Ayat Keenam

14

Artinya : Jangan demikian (wahai orang yang ingkar) sesungguhnya itu sungguh melampaui batas.

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 309) kebanyakan manusia

kecuali orang yang imannya terjaga, tidak mau bersyukur atas nikmat yang di

berikan.Begitu pun dalm tafsir Ath-Thabari (Ath-Thabari, 2009, hal. 805)

manusia tidak berhak menyamakan Allah dengan makhluk lain, karen Allah lah

yang telah memberikan nikmat kepada manusia, tetapi sikap yang timbul dari

manusia adalah kufur nikmat. Sedangkan dalam tafsir Al Azhar (Hamka, 1982,

hal. 217) Inilah peringatan kepada Rasulullah SAW sendiri yang akan

menghadapi tugas yang berat menjadi Rasul. Dia akan berhadapan dengan

manusia, dan manusia itu pada umumnya mempunyai suatu sifat yang buruk.

Yaitu kalau dia merasa dirinya telah berkecukupan, telah menjadi orang kaya

dengan harta-benda, atau berkecukupan karena dihormati orang, disegani dan

dituakan dalam masyarakat.

Dalam tafsir Ibnu Katsir (Rifa'i, 1999, hal. 312) Allah Ta’ala

memberitahukan tentang manusia, bahwa ia merupakan makhluk yang bisa

senang, jahat, sombong, dan sewenang-wenang jika dia melihatnya dirinya telah

merasa cukup dan memiliki banyak harta. (Shihab, 2002, hal. 465-466) Allah

berfirman: Hati-hatilah! Sesungguhnya manusia secara umum, dan khususnya

yang tidak beriman, benar-benar melampaui batas dan berlaku sewenang-wenang

apabila ia melihat, yakni merasa dan menganggap, dirinya mampu, yakni tidak

membutuhkan pihak lain.Namun, memahaminya dalam arti umum lebih baik,

yakni merasa memilki kecukupan yang mengantarnya merasa tidak membutuhkan

apa pun, baik materi, ilmu pengetahuan, kedudukan, dan sebagainya.

Menurut tafsir An-Nuur (Shiddieqy, 2000, hal. 4646) menjelaskan bahwa

perilaku manusia itu sangat mengherankan. Ketika dirinya mempunyai kekuasaan

atau kekayaan, mereka berlaku sombong. Menganggap dirinya lebih dari yang

lain. tidak mau tunduk kepada Allah, berbuat dzolim terhadap sesama, dan

berperilaku seenaknya yang membuat orang lain disekitarnya resah. Manusia itu

lupa akan asal-usul dirinya yang terbuat dari sesuatu yang hina. Padahal,

15

Kekuasaan dan kekayaan yang mereka miliki adalah milik Allah yang Ia titipkan

kepada manusia sebagai suatu cobaan. Apakah dengan diberikannya kekuasaan

dan kekayaan itu manusia akan lebih taat kepada-Nya atau bahkan sebaliknya

berlaku sombong bahwa yang ia miliki adalah karena usahanya sendiri tanpa

adanya bantuan dari Allah.

Menurut tafsir Al-Maraghi (Maraghi, 1989, hal. 351) menjelaskan bahwa

pada ayat ini Allah menjelaskan penyebab yang mengantarkan seseorang pada

sikap berkepanjangan dalam ketakaburan dan pembangkangan, yaitu cinta buta

terhadap keduniawian. Hal inilah yang membutakan mata dan hatinya, sehingga

lupa kepada Penciptanya dan amanah yang diberikan padanya, yaitu

Mengangungkan dan Menghormati-Nya. Seharusnya, ketika ia sedang berada

dalam keadaan kaya dan berkecukupan, banyak teman dan pendukung serta luas

pengaruhnya, ia lebih membutuhkan Allah daripada ketika ia berada dalam

keadaan miskin dan serba kekurangan. Sebab dalam keadaan miskin, tidak ada

yang bisa diharapkan selain keselamatan jiwa. Berbeda ketika ia dalam keadan

kaya, maka ketika itu ia mengharapkan kelestarian kekayaannya serta keselamatan

harta benda, teman-teman dan semua miliknya.

Menurut tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi, 2009, hal. 557) menjelaskan bahwa

ayat ini diturunkan kepada Abu Jahal yang sudah melampaui batas. Abu Shalih

meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, ia berkata: setelah diturunkannya ayat ini dan

orang-orang musyrik mendengarnya, mereka segera menemui Nabi saw. dan

berkata, “Wahai Muhammad, engkau mengira Abu Jahal telah tercukupi namun

iaa melampaui batas dalam berbuat maksiat. Oleh karena itu ubahlah gunung-

gunung yang ada di kota Mekkah ini seluruhnya dengan emas, agar kami

mengambilnya dan merasa berkecukupan.sesungguhnya kami tidak akan

mengikuti jejak Abu Jahal, kami berjanji akan meninggalkan ajaran kami

sebelumnya dan mengikuti ajaran yang engkau bawa.” Penjelasan tersebut

menjelaskan bahwa mereka mau beriman dan mengikuti agama yang dibawa oleh

Rasulullah tetapi sebelum itu mereka meminta untuk mengubah gunung-gunung

menjadi emas agar merek ahidup berkecukupan. Ini sangat melampaui batas. Mau

beriman tetapi harus ada imbalan dulu, bahkan imbalan tersebut bersifat duniawi.

16

7. Ayat Ketujuh

Artinya : Karena ia melihat dirinya serba cukup.

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 309) dia tidak

bersyukur karena dia merasa cukup dan itu didapatkan karena dia tidak tahu dari

mana sumber kenikmatan dan kecukupannya. Begitu pun dalm tafsir Ath-Thabari

(Ath-Thabari, 2009, hal. 805) sebab manusia menjadi sombong dan kufur akan

nikmat Tuhan-Nya karena dirinya merasa cukup. Sedangkan dalam tafsir Al

Azhar (Hamka, 1982, hal. 217) Lantaran itu dia tidak merasa perlu lagi menerima

nasihat dan pengajaran dari orang lain. Maka hiduplah dia menyendiri, takut akan

kena. Dan harta bendanya yang berlebih-lebihan itu tidak lagi dipergunakannya

untuk pekerjaan yang bermanfaat. (Shihab, 2002, hal. 466-467) Kata istaghnậ

terambil dari kata (غني) ghaniya yang antara lain berarti tidak butuh, memiliki

kelapangan hati, atau memiliki harta yang banyak. Sementara ulama menetapkan,

bahwa yang dimaksud disini adalah kepemilikan harta. Namun memahaminya

dalam arti umum lebih baik, yakni merasa memiliki kecukupan yang

mengantarnya merasa tidak membutuhkan apapun, baik materi, ilmu pengetahuan,

kedudukan dan sebagainya. Ini dismping lebih sejalan dengan kata (غنى) ghina

juga karena kenyataan membuktikan bahwa kesewenang-wenangan dapat terjadi

walau dari seseorang yang tidak memiliki kekayaan materi, tetapi merasa diri

tidak membutuhkan orang lain.

Sikap ini jelas bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan karena itu Al

Quran menggaris bawahi hal itu sebagai potensi negatif manusia setelah

sebelumnya dikemukakan bahwa manusia diciptakan Allah dari ‘alaq (sesuatu

yang bergantung pada sesuatu), baik di dinding rahim maupun kepada orang lain,

lebih-lebih kepada Allah swt. Huruf sin dan ta yang menyertai kata istaghnậ

mengandung makna mubalaghah. Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir (Rifa'i,

1999, hal. 312) Allah Ta’ala memberitahukan tentang manusia, bahwa ia

merupakan makhluk yang bisa senang, jahat, sombong, dan sewenang-wenang

17

jika dia melihat dirinya telah merasa cukup dan memiliki banyak harta. Kemudian

Dia memberikan peringatan, mengancam sekaligus menasihatinya.

Menurut tafsir An-Nuur (Shiddieqy, 2000, hal. 4646) menjelaskan bahwa

manusia berbuat melampaui disebabkan karena dirinya merasa berkecukupan.

Mereka merasa berkecukupan karena mereka berpikir bahwa kekayaan mereka

adalah usaha mereka sendiri tanpa bantuan Allah. sehingga mereka enggan berdoa

dan meminta kepada Allah karena tanpa Allah pun mereka merasa cukup. Mereka

bersifat sombong. Semua yang mereka lakukan dan dapatkan terjadi tanpa adanya

bantuan dari Allah, padahal Allah lah yang menhendaki itu semua.

Menurut tafsir Al-Maraghi (Maraghi, 1989, hal. 352) menjelaskan bahwa

manusia bersifat sombong dan itu perbuatan yang melampaui batas. Mereka yang

bersifat sombong merasa bahwa ia lebih unggul dari orang lain, padahal ia dengan

masyarakatnya tidak bisa dipisahkan. Ia harus tolong menolong sesama anggota

masyarakat, baik dalam keadaan sejahtera maupun ditimpa bencana. Ia harus

berbuat baik kepada masyarakatnya  seungguhnya sarana kebaikan dan penyebab

uata yang bisa mengantarkan mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sebab mereka menggukannya pada jalan yang diridhai-Nya dan yang

mendatangkan manfaat bagi kehodupannya, baik kehidupan beragama maupun

kehidupan dunia.

Menurut tafsir Al-Qurthubi (Qurthubi, 2009, hal. 559) menjelaskan bahwa

ayat ini menjelaskan ayat yang sebelumnya kemudian dilanjutkan, didalam ayat

ini. Nabi saw. mengetahui bahwa mereka tidak akan pernah menerima keimanan

yang ditawarkan kepada mereka, oleh karena itu beliau melanjutkan penawaran

itu, agar umatnya tidak dibinasakan sperti umat-umat sebelumnya.

8. Ayat Kedelapan

Artinya : Sesungguhnya kepada Tuhanmu tempat kembali(mu).

Dalam tafsir Fi Dhilal Al Quran (Quthub, 2004, hal. 309) semuanya akan

kembali kepada Allah dan akan diberi balasan baginya, baik yang jelek maupun

18

buruk, orang yang taat dan orang yang maksiat, orang yang berpihak kepada

kebenaran dan orang yang berpihak kepada kebathilan.Begitu pun dalm tafsir Ath-

Thabari (Ath-Thabari, 2009, hal. 806) tempat kembali itu hanya Allah dan kelak

manusia akan dibalas perbuatannya yang ia lakukan semasa hidupnya. Sedangkan

dalam tafsir Al Azhar (Hamka, 1982, hal. 217) Apabila telah datang saat kembali

kepada Tuhan, yaitu maut, kekayaan yang disangka mencukupi itu tidak sedikit

pun dapat menolong. (Shihab, 2002, hal. 468-469) Ayat diatas mengingatkan

semua pihak bahwa : Sesungguhnya hanya kepada Tuhan Pemelihara dan

pembimbing-mu wahai Nabi Muhammad, kembali, yakni kesudahan segala

sesuatu.Ayat diatas ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai hiburan buat

beliau yang selama ini diperlakukan sewenang-wenang oleh masyarakat

Mekkah.Kata ar-ruj’a terambil dari kata (رجع) raja’a yang berarti kembali.

Banyak yang memahaminya dalam arti “kembali kepada Allah swt.”setelah

kematian untuk mempertanggungjawabkan segala amal yang telah dilakukan

dalam kehidupan di dunia ini”. Memehartikan seluruk kosakata yang secara

etimologis bermakna sama dengan kata ar-ruj’a seta memerhatikan pula

penggunaan Al Quran terhadap akar kata itu, dapatlah dinyatakan bahwa yang

dimaksud dengan ruj’a adalah kembali kepada Allah dengan Kebangkitan di hari

Kemudian guna mempertanggungjawabkan segala perbuatan di dunia ini. Dengan

kata lain, kata ar-ruj’a sama dengan kata marji’ukum. Hanya saja, pemilihan kata

ruj’a di sini, bukan marji’uku, dimaksudkan antar lain untuk menyesuaikan bunyi

dan nada akhir kata pada ayat 8 ini dengan akhir kata pada ayat-ayat sebelum dan

sesudahnya.

Lalu dalam Tafsir Ibnu Katsir (Rifa'i, 1999, hal. 312) dikatakan Allah

memberi peringatan, ancaman sekaligus menasihatinya, dimana Dia berfirman

“Sesungguhnya kepada Tuhanmu tempat kembali(mu).” Yakni, hanya kepada

Allah tempat kembali. Dan dia akan menghisabmu atas harta yang kau miliki, dari

mana engkau mengumpulkannya dan untuk apa pula kau membelanjakannya.

19

F. Analisis Kandungan Ayat

1. Allah itu Maha Pencipta. Berarti Allah bisa menciptakan segalanya dengan

keunikannya masing-masing, dan menciptakan pula hal-hal yang dibutuhkan oleh

makhluk-Nya selama hidupnya. Meski berawal dari segumpal darah, tetapi Allah

mampu membuat manusia menjadi bentuk yang lebih indah dan sempurna secara

bertahap, padahal Allah bisa saja menciptakannya sekaligus. Tetapi wujud kasih

sayang Allah kepada para ibu, maka penciptaan manusia pun dilakukan secara

bertahap. Allah juga memiliki sifat Pemurah, dimana selain Allah menciptakan

makhluk-Nya, Allah juga berhak untuk mengurus dan mengaturnya dengan

caranya sendiri hingga terkadang manusia tidak menyadarinya. Sebab Allah

memberi Kemurahan-Nya kepada manusia, karena Allah mengetahui bahwa

manusia itu makhluk yang teramat lemah. Sudah terllihat dari awal penciptaan

20

manusia yang berawal dari segumpal daging, bahkan tergantung di dinding

rahim. Ini mengisyaratkan bahwa pada dasarnya manusia itu lemah, selalu

bergantung pada yang lain dan tidak bisa melakukan apapun kecuali atas izin

Allah Swt. Karena manusia merupakan makhluk yang lemah tetapi manusia

memiliki tugas untuk menjadi khalifah sekaligus abdun di muka bumi ini.

Dengan begitu Allah mengajarkan manusia tentang apa yang belum manusia

pahami dengan cara-Nya sendiri. Karena Allah bermaksud agar kita bisa

melaksanaan tugas yang diberikan, manusia tidak hanya bisa menerima pelajaran

saja tapi juga bisa mengembangkan suatu pelajaran. Tetapi meskipun begitu,

tetap saja manusia masih memiliki kekurangan yakni, mudahnya mereka untu

bersifat kufur nikmat saat merasa dirinya lebih dari orang lain. Terkadang mereka

lupa bahwa semua akan kembali kepada Allah dalam artian Allah akan

memperhitungkan semuanya, tidak ada sedikit pun yang terlewat dari

pengawasan-Nya. Maka seringlah untuk mengingat Allah agar tidak terjadi hal

demikian kepada kita.

2. Dengan melakukan kegiatan yang dibarengi niat atas Allah, maka kegiatan itu

pun bisa bernilai ibadah. Jadilah pendidik yang pemurah, maksudnya Allah juga

dengan sabar mendidik hamba-hamba-Nya. Maka kita pun senantiasa sabar

dalam mendidik peserta didik kita. Ajarkan secara perlahan ilmu yang kita punya

kepada mereka sedikit demi sedikit. Karena Allah juga mendidik manusia dengan

cara bertahap sebagai wujud ksih sayang Allah kepada manusia. Selain itu Allah

juga menyuruh kepada kita untuk mengembangkan ilmu yang sudah ada, begitu

pun jika kita menjadi pendidi biarkan peserta sekali-kali bertindak bebas untuk

mengeksplor ilmu secara luas, diberi kebebasan untuk mengembangkan materi

yang sudah dipahami sebelumnya. Tanamkan juga dalam hati kita bahwa ilmu

dan harta yang kita miliki yang kita anggap bisa mencukupi semua kebutuhan

peserta didik kita itu adalah sikap yang keliru, harusnya pendidik tetap

meluruskan niat dan tidak merasa hebat diantara yang lain agar ilmu yang

diturunkan menjadi berkah bagi peserta didik. Karena semua pasti kembali

kepada Allah, maka lakukan segalanya karena Alah, jangan ragu-ragu untuk

melakukannya, jangan takut tidak mendapat iimbalan dari Allah. Karena Allah

Maha Bijaksana atas segala sesuatu yang dilakukan hamba-Nya. Lakukan yang

terbaik agar kita tidak menyesal ketika hari dimana semua manusia dikumpulkan.

21

22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Surat Al Alaq merupakan wahyu yang diturunkan pertama kali oleh Allah

kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara malaikat Jibril. Secara

keseluruhan surat ini mengandung makna bahwa manusia diciptakan manusia agar

beribadah kepada Allah. Maka agar manusia melakukan ibadah yang baik dan

benar, manusia di tuntut oleh Allah agar manusia mau belajar. Seperti Muhammad

yang dahulu dipaksa untuk membaca. Begitu pun para mufasir sepakat

berpendapat manusia harus mau belajar. Karena alam semesta ini begitu luas, ilmu

di dalamnya pun berlimpah. Maka dengan akal dan pena yang dimiliki manusia.

Manusia bisa mengembangkan ilmu yang sudah ada dan mewariskan kepada

generasi penerusnya. Tetapi Allah tetap mengingatkan manusia, agar jangan

merasa puas atas yang dimilikinya, hingga timbul rasa sombong yang kuat di

dalam hatinya. Karena segala sesuatu pasti akan kembali kepada Allah dan

dimintai pertanggung jawabannya.

B. Saran

Setelah materi yang telah dipaparkan oleh penulis, diharapkan para

pembaca memahami betul isi dari surat Al Alaq ini. Dan menjadikannya motivasi

agar lebih meningkatkan semangat belajar dan mau mengembangkan dunia

pendidikan dengan niat atas ibadah kepada Allah Swt.

23

DAFTAR PUSTAKA

Ath-Thabari, A. J. (2009). Tafsir Ath-Thabari. (A. Askan, Y. Hamdani, A. Shamad, & Misbah, Penerj.) Jakarta: Pustaka Azzam.

Hamka, P. D. (1982). Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Maraghi, A. M. (1989). Tafsir Al Maraghi. (B. A. Bakar. dkk,, Penerj.) Semarang: CV Toha Putra.

Qurthubi, I. (2009). Tafsir Al-Qurthubi. (F. A. Hamid, D. Rosyadi, & M. Affandi, Penerj.) Jakarta: Pustaka Azzam.

Quthub, S. (2004). Tafsir fi Zhilalil Quran. (d. As'ad Yasin, Penerj.) Depok: Gema Insani.

Rifa'i, M. N. (1999). Tafsir Ibnu Katsir. (M. A. Ghoffar E. M, Penerj.) Jakarta: Gema Insani.

Shiddieqy, T. M. (2000). Tafsir Al Qur'anul Majid An-Nuur. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

xxiv