1
AKTIVITAS KOMUNIKASI RITUAL
SEREN TAUN
(Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun
di Kasepuhan Cisungsang)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh :
JUHENDI
NIM 6662121051
KONSENTERASI HUBUNGAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
2
3
4
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
TEKAD, UCAP, LAMPAH
-Juhendi-
Persembahan
Skripsi ini penulis persembahkan kepada : Ibu dan Bapak yang luar biasa sabar, mereka orang tua yang punya pemikiran
progresif, meraka sadar bahwa pendidikan adalah bekal yang paling berharga untuk diwariskan, mereka paham betul bagaimana pendidikan bisa menuntun seseorang.
Mereka orang tua yang membebaskan anaknya untu melakukan apapun selama bisa bertanggung jawab dan menyelesaikannya. Hatur nuhun Ibu, Bapak..
6
ABSTRAK
Juhendi. NIM 6662121051. Skripsi. Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun
(Studi Etnografi Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun di Kasepuhan
Cisungsang).
Kasepuhan Cisungsang merupakan komunitas adat yang terletak di Lebak-Banten,
masyarakat Cisungsang masih menjaga adat istiadat warisan Karuhun seperti
seren taun. Ritual seren taun merupakan sebuah prosesi yang unik, seren taun
dilaksanakan selama7 (tujuh) hari 7 (tujuh) malam dengan berbagai rangkaian
ritual adat. Ritual seren taun mencerminkan sebuah aktivitas komunikasi yang
kompleks, yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa komunikasi yang khas
yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks
komunikasi yang tertentu pula. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan etnografi komunikasi, yang memfokuskan pada aktivitas
komunikasi yang terjadi selama ritual Seren Taun. Dell Hymes membagi aktivitas
komunikasi meliputi situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindakan
komunikatif. Situasi komunikatif menjelaskan tentang konteks terjadinya
komunikasi, sedangkan peristiwa komunikatif merupakan keseluruhan komponen
peristiwa komunikasi yang meliputi setting, partisipants, ends, act sequence, keys,
instrumentalities, norm, dan genre. Tindakan komunikatif merupakan fungsi
interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan, perintah ataupun perilaku non
verbal. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas komunikasi ritual seren taun
di Cisungsang memiliki ciri khas tersendiri, peristiwa yang muncul disetiap ritual
memiliki maksud dan tujuan tertentu pula, ritual melibatkan tindak-tindak
komunikasi yang tidak hanya komunikasi vertikal (manusia dengan manusia) tapi
juga komunikasi horizontal (manusia dengan leluhur dan Sang Pencipta). Artefak
yang digunakan memiliki fungsi tersendiri sebagai identitas dan juga sebagai
media komunikasi yang sifatnya non verbal. Situasi, peristiwa ataupun tindakan
komunikatif semuanya merujuk pada suatu aktivitas komunikasi yang
mencerminkan rasa syukur masyarakat adat Kasepuhan kepada Tuhan yang maha
kuasa atas berkah yang telah diberikan.
Kata Kunci : Kasepuhan, Seren Taun, etnografi komunikasi, situasi
komunikatif, peristiwa komunikatif, tindakan komunikatif.
7
ABSTRACT
Juhendi. NIM 6662121051. Thesis. Communication Activity of Seren Taun
Ritual (Ethnographic Study Communication Activity of Seren Taun Ritual in
Kasepuhan Cisungsang).
Kasepuhan Cisungsang is an indigenous community located in Lebak-Banten,
Cisungsang people still maintain customs of Karuhun heritage such as seren taun.
The seren taun ritual is a unique procession, seren taun is performed for 7 (seven)
days 7 (seven) nights with various customary rituals. The seren taun ritual reflects
a complex communication activity, in which there are distinctive communication
events that involve certain communication actions and in certain communication
contexts. This research uses qualitative method with ethnographic approach of
communication, which focus on communication activity that happened during
Seren Taun ritual. Dell Hymes divides communication activities including
communicative situations, communicative events and communicative actions. The
communicative situation describes the context of communication, whereas
communicative events are the entire components of communication events that
include settings, participatory, ends, act sequences, keys, instrumentalities,
norms, and genres. Communicative action is a single interaction function, such as
statements, requests, orders or non-verbal behavior. The results showed that the
activity of ritual communication seren taun in Cisungsang has its own
characteristics, the events that appear in each ritual have a certain purpose and
purpose also, the ritual involves communication acts that are not only vertical
communication (human with human) but also horizontal communication (human
with the ancestors and the Creator). Artifacts used have its own function as an
identity and also as a non-verbal communication medium. Situations, events or
communicative actions all refer to a communication activity that reflects the
gratitude of the Kasepuhan indigenous people to God Almighty over the blessings
that have been given.
Keywords: Kasepuhan, seren taun, ethnography of communication,
communicative situation, communicative events, communicative action.
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan
judul “Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun (Studi Etnografi Aktivitas
Komunikasi Ritual Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang)”. Skripsi penelitian
ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) pada program studi Ilmu Komunikasi.
Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan
beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada,
1. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd Selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
3. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
4. Bapak Darwis Sagita, M.I.Kom Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
5. Bapak Prof. A. Sihabudin Selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah
membimbing penulis selama proses bimbingan sehingga skripsi ini dapat
selesai.
9
6. Bapak Dr. Yoki Yusanto M.I.Kom Selaku dosen pembimbing skripsi II.
Terima kasih atas masukan dan saran yang diberikan sehingga skripsi ini
dapat selesai.
7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Terima kasih atas ilmu yang diberikan selama ini.
8. Abah Usep Suyatma (Ketua adat Kasepuhan Cisungsang) yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian tentang Kasepuhan
Cisungsang.
9. Om Nochi (Henriana Hatra) selaku sekretaris Kasepuhan Cisungsang yang
telah membantu penulis dari proses awal sampai penelitian selesai.
10. Ibu dan Bapak yang terkasih, Ibu Rohani dan Bapak Adhia. Terima kasih atas
doa, kasih sayang serta dukungan yang tidak pernah berhenti.
11. Sahabat dan teman-teman yang sudah mau direpotkan. Terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi maupun penyajiannya
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menanti saran yang
membangun guna kesempuraan penelitian ini. Akhir kata semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat sebagai referensi penelitian bagi pembaca.
Serang, Juni 2018
Juhendi
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................
PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.................................................................................. xiii
DAFTAR DIAGRAM ........................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................. 1
1.2 Rumusan Penelitian ........................................................................... 7
1.3 Identifikasi Penelitian........................................................................ 7
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 8
1.5.2 Manfaat Praktis .................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10
2.1 Komunikasi Ritual ............................................................................ 10
2.2 Komunikasi Budaya .......................................................................... 11
2.3 Upacara Adat ..................................................................................... 12
11
2.4 Komunikasi Verbal ........................................................................... 13
2.5 Komunikasi Non Verbal ................................................................... 13
2.5.1 Jenis-jenis Komunikasi Non Verbal .................................... 14
2.5.2 Fungsi Komunikasi Non Verbal .......................................... 17
2.6 Etnografi Komunikasi ....................................................................... 19
2.6.1 Pengertian Etnografi Komunikasi ....................................... 19
2.6.2 Objek Penelitian Etnografi Komunikasi .............................. 20
2.6.3 Komponen Komunikasi Dell Hymes ................................... 22
2.7 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 24
2.8 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 32
3.1 Metode Penelitian.............................................................................. 33
3.2 Fokus Penelitian ............................................................................... 33
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 33
3.3.1 Observasi ............................................................................. 34
3.3.2 Wawancara Mendalam ........................................................ 35
3.3.3 Informan Penelitian ............................................................. 37
3.3.4 Dokumentasi ........................................................................ 42
3.3.5 Studi Pustaka ....................................................................... 43
3.4 Teknis Analisis Data ......................................................................... 43
3.4.1 Deskripsi .............................................................................. 44
3.4.2 Analisis ................................................................................ 44
3.4.3 Interpretasi .......................................................................... 44
3.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian ............................................................ 45
3.5.1 Lokasi Penelitian ................................................................. 45
3.5.2 Jadwal Penelitian ................................................................. 45
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................ 46
4.1 Profil Objek Penelitian ...................................................................... 46
12
4.3 Hasil Studi Lapangan ........................................................................ 52
4.3 Pembahasan ....................................................................................... 68
4.3.1 Aktivitas Komunikasi Ritual Rasul pare di Leuit ....................... 68
4.3.1.1 Situasi Komunikatif Rasul Pare di Leuit .............................. 68
4.3.1.2 Peristiwa Komunikatif Rasul Pare di Leuit .......................... 68
4.3.1.3 Tindakan Komunkatif Rasul Pare di Leuit ........................... 72
4.3.2 Aktivitas Komunikasi Ritual Bubuka (Mantun) ......................... 73
4.3.2.1 Situasi Komunikatif Bubuka (Pantun tradisional) ................. 73
4.3.2.2 Peristiwa Komunikatif Bubuka (Pantun tradisional) ............. 74
4.3.2.3 Tindakan Komunikatif Bubuka (Pantun tradisional) ............. 78
4.3.3 Aktivitas Komunikasi Ritual Balik Taun Rendangan ................. 78
4.3.3.1 Situasi Komunikatif Balik Taun Rendangan ......................... 78
4.3.3.2 Peristiwa Komunikatif Balik Taun Rendangan ...................... 79
4.3.3.3 Tindakan Komunikatif Balik Taun Rendangan ...................... 84
4.3.4 Aktivitas Komunikasi Ritual Ngareremokeun ............................ 84
4.3.4.1 Situasi Komunikatif Ngareremokeun ..................................... 84
4.3.4.2 Peristiwa Komunikatif Ngareremokeun ................................. 85
4.3.4.3 Tindakan Komunikatif Ngareremokeun ................................. 89
4.3.5 Aktivitas Komunikasi Ritual Upacara Adat ................................ 89
4.3.5.1 Situasi Komunikatif Upacara Adat ......................................... 89
4.3.5.2 Peristiwa Komunikatif Upacara Adat ..................................... 92
4.3.5.3 Tindakan Komunikatif ............................................................ 97
BAB V PENUTUP ................................................................................. 98
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 98
5.1.1 Situasi Komunikatif Ritual Seren Taun ................................ 98
5.1.2 Peristiwa Komunikatif Ritual Seren Taun ............................ 98
5.1.3 Tindakan Komunikatif Ritual Seren Taun ............................ 99
5.1.4 Aktivitas Komunikasi Ritual Seren Taun ............................. 99
13
5.2 Saran .................................................................................................. 100
5.2.1 Saran Teoritis ........................................................................ 100
5.2.2 Saran Praktis.......................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 102
LAMPIRAN ........................................................................................... 104
BIODATA PENULIS ............................................................................ 133
14
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................ 31
Tabel 3.1 Identitas Informan ............................................................ 44
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian.............................................................. 47
15
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 2.1 Alur Kerangka Pemikiran ........................................... 27
Diagram 4.1 Silsilah Ketua Adat Kasepuhan Cisungsang ............... 52
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Imah Gede Kasepuhan Cisungsang................................. 48
Gambar 4.2 Lambang Kasepuhan Cisungsang ................................... 49
Gambar 4.3 Baris kolot dan rendangan sedang melaksanakan rasul
pare di leuit ..................................................................... 55
Gambar 4.4 Aki Edis sedang melakukan papasrah kepada Apih
Jampana ........................................................................... 57
Gambar 4.5 Para rendangan sedang berbaris menunggu giliran
carita kepada Abah ......................................................... 60
Gambar 4.6 Aki Samir sedang melakukan ngukus dalam ritual
ngareremokeun ................................................................ 65
Gambar 4.7 Rombongan arak-arakan pare indung ............................. 69
17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Dokumentasi Ritual Rasul Pare di Leuit ......................... 107
Lampiran 2 Dokumentasi Ritual Bubuka (pantun tradisional) ........... 108
Lampiran 3 Dokumentasi Ritual Balik Taun Rendangan ................... 109
Lampiran 4 Dokumentasi Ritual Ngareremokeun .............................. 110
Lampiran 5 Dokumentasi Ritual Upacara Adat Seren Taun .............. 111
Lampiran 6 Jadwal Acara Seren Taun Cisungsang 2017.................... 112
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Informan 1 ................................... 113
Lampiran 8 Transkrip Wawancara Informan 2 ................................... 118
Lampiran 9 Transkrip Wawancara Informan 3 ................................... 123
Lampiran 10 Transkrip Wawancara Informan 4 ................................... 126
Lampiran 11 Transkrip Wawancara Informan 5 ................................... 129
Lampiran 12 Lembar Bimbingan Skripsi .............................................. 132
Lampiran 13 SIT-IN Sidang.................................................................. 134
18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Ritual upacara adat seren taun merupakan satu dari sekian banyak ritual
yang ada di Kasepuhan Cisungsang. Ritual seren taun sudah dilaksanakan
sejak ratusan tahun lalu secara turun temurun, seren taun merupakan acara
puncak dari rangkaian ritual yang terdapat dalam tradisi ngamumule pare
(memelihara padi). Acara seren taun dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari 7
(tujuh) malam dengan berbagai ritual dan hiburan. Hiburan tersebut meliputi
hiburan tradisional dan hiburan modern. Hiburan tradisional diantaranya
seperti wayang golek, angklung buhun, mantun, jaipong, dan debus.
Henriana Hatra mengatakan bahwa masyarakat kasepuhan juga terbuka
dengan budaya hiburan modern seperti dangdut, musik rock, dan reggae.1
“seren taun ini adalah pesta kita, pesta panen masyarakat adat,
rasa syukur kita terhadap Tuhan, hiburan tradisional dan modern
ada di sini”
Ritual upacara adat seren taun di Banten Kidul pertama kali dilakukan
sekitar tahun 1368.2 Seren taun merupakan wujud rasa syukur kepada Sang
Pencipta yang telah memberikan keberkahan selama proses musim tanam
padi sampai panen, warga percaya bahwa dengan terus mengadakan
1 Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016 2 Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 27
1
19
syukuran seren taun maka lahan pertanian akan tetap subur dan jauh dari
hama penyakit.3 Saat ritual upacara adat berlangsung setiap rendangan,
baris kolot mengenakan pakaian warna hideung, dalam bahasa Indonesia
hideung berarti hitam, kata hideung merupakan bentuk lain dari hideng yang
bermakna paham atau mengerti, sementara Abah Usep dan putranya Raden
Angga Kusuma memakai pakaian serba putih yang melambangkan kesucian
atau kebersihan hati. Semua rendangan, baris kolot, diwajibkan memakai
iket (ikat kepala) sebagai ciri atau identitas masyarakat adat.4 Iket sifatnya
wajib dikenakan oleh setiap laki-laki, baik bagi masyarakat adat maupun
orang luar yang berada di Kasepuhan, terutama saat ritual sakral seperti
upacara adat seren taun wajib dikenakan. Iket hanya dilepas ketika hendak
mandi dan waktu tidur saja. Corak iket yang digunakan umumnya motif
batik berwarna cokelat ke‟emasan, ada pula iket hitam polos atau putih polos
yang biasa dipakai oleh Abah Usep. Sedangkan untuk kaum wanita, mereka
biasanya mengenakan kebaya dan kain samping.
Upacara adat seren taun merupakan bentuk ritual memanjakan padi
dengan cara diarak dan dihibur berbagai kesenian tradisional seperti kecapi,
angklung buhun dan dogdog lojor. Padi diarak dengan menggunakan tandu
dan rengkong (alat untuk memanggul padi). Padi diayunkan ke kiri dan ke
kanan sehingga menghasilkan bunyi yang harmoni. Padi-padi dibawa
menuju tempat upacara adat berlangsung yaitu di depan Leuit Si Jimat
(lumbung padi utama). Istilah Si Jimat merupakan penamaan yang
3Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 10 4 Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016
20
digunakan orang Sunda untuk menggambarkan suatu benda yang sangat
berharga. Padi dibacakan do‟a dan diiringi puji-pujian untuk kemudian
dimasukan ke dalam leuit. Padi yang diarak pertama kali menggunkan tandu
disebut pare indung (ibunya padi). Pare indung sama dengan padi yang
lainnya, yang membedakan hanya jumlah ikatan pada tangkai padi, jika padi
biasa hanya terdapat satu ikatan, maka pare indung terdapat lima ikatan
ditangkai padinya. Pare indung dihias dengan bermacam-macam bunga dan
sejumlah uang puluhan atau ratusan ribu sebagai lambang kesuburan dari
keberkahan hasil panen.5
Ritual upacara adat seren taun terbuka untuk umum, baik masyarakat
sekitar maupun wisatawan yang ingin mengenal tentang kearifan lokal
masyarakat Cisungsang melalui tradisi seren taun. Keunikan masyarakat
Kasepuhan Cisungsang menjadi salah satu tujuan destinasi wisata budaya
bagi masyarakat luar, bahkan media-media lokal dan nasional cetak maupun
elektronik ikut mengabadikan ritual tahunan tersebut. Selama seren taun
berlangsung setiap pengunjung dipersilakan menikmati hidangan yang
disediakan secara gratis di dapur Imah Gede. Sebagian hidangan yang
disajikan merupakan hasil bumi dari warga yang dikumpulkan secara
kolektif melalui rendangan, berupa padi, gula, kelapa, pisang dan hasil bumi
yang lainnya.
Upacara adat Seren taun merupakan cara untuk mentransmisikan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan harapan agar hasil panen
5Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016
21
berikutnya lebih dari sebelumnya. Keteguhan mempertahankan
kelangsungan tradisi sampai sekarang tidak terlepas dari kekuatan
kepercayaan masyarakat terhadap amanat para karuhun (nenek moyang)
yang secara lisan menjadi aturan adat. Masayarakat yakin bahwa hidup
berdasarkan ajaran dan perintah karuhun akan selalu membawa
kemaslahatan bagi masyarakat adat.
Abah Usep merupakan tokoh sentral yang mampu mentransmisikan
pesan dari karuhun tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tradisi
masyarakat adat, sehingga jika Abah tidak menghendaki satu perkara maka
pantang bagi warga masyarakat adat untuk melanggarnya.6 Abah Usep
menentukan sesuatu perkara terkait boleh atau tidaknya untuk dilakukan,
tentunya itu hanya perkara yang berkaitan dengan tradisi, misalnya kapan
mulai menanm padi, kapan harus panen, kapan pongokan (libur melakukan
segala sesuatu yang berkaitan dengan pertanian), kapan waktu larangan
bulan (tidak boleh bepergian) dan ketentuan pelaksanaan seren taun serta
aturan adat lain yang dapat mengakibatkan kabendon (kuwalat) bagi
pelanggarnya.
Pesan-pesan yang ditransmisikan dalam ritual upacara adat seren taun
berupa pesan verbal dan non verbal, pesan verbal disampaikan melalui lagu
puji-pujian yang dilantunkan dan melalui jangjawokan (mantra). Adapaun
pesan non verbal yaitu melaui lambing, gestur tubuh yang muncul, warna,
alat ritual yang digunakan dan artefak lain yang dapat diamati.
6 Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016
22
Ritual seren taun merupakan proses komunikasi yang di dalamnya
terdapat aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi menurut Hymes adalah
aktivitas yang khas dan kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-
peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi
tertentu dan dalam konteks yang tertentu pula7.
Ritual seren taun bukan hanya sekedar ritual tahunan yang menjadi
perburuan wisatawan dari luar daerah. Seren taun mencerminkan berbagai
hal terkait kekuatan nilai-nilai luhur yang dijaga keutuhannya sampai
sekarang. Ritual biasanya berupa kegiatan yang bersumber dari kebiasaan
tertentu yang kemudian menjadi rutinitas serta mempunyai siklus waktu dan
berulang, ritual bersifat seremonial, seperti untuk mengenang, merayakan,
maupun untuk mengukuhkan sesuatu. Masyarakat Cisungsang terbiasa
melakukan berbagai ritual seperti acara khitanan, pernikahan, atau ritual
keagamaan berupa sembahyang, puasa, idul fitri, tahun baru dan berbagai
jenis ritual lain yang melekat dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
Cisungsang.
Kasepuhan Cisungsang memiliki daya tarik tersendiri, khususnya yang
berkaitan dengan siklus ritual ngamumule pare, ribuan orang berdatangan
setiap tahunnya hanya untuk melihat langsung seperti apa prosesi seren
taun. Seren taun menjadi fenomena menarik, tidak hanya bagi wisatawan
tapi juga akademisi untuk dijadikan bahan kajian penelitian, itu pula yang
menjadi alasan peneliti memilih seren taun sebagai fokus penelitian. Alasan
7Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.Hal. 38
23
mendasar penelitian ini dilaksanakan yaitu berdasarkan observasi peneliti
pada seren taun Kasepuhan Cisungsang 2016 lalu. Peneliti merasa bahwa
meski banyak orang yang menghadiri acara ritual tersebut, nampaknya tidak
semua memahami apa maksud sebenarnya diadakan ritual tersebut.
Seren taun adalah acara multi generasi, siapa saja dapat hadir, anak-anak,
remaja, orang dewasa bahkan orang tua juga termasuk di dalamnya. Hiburan
atau konten dalam seren taun juga terbagi ke dalam dua segmen yaitu acara
tradisi dan non tradisi. Acara tradisi adalah acara inti yang tidak boleh
dihilangkan dan memang sudah menjadi ketetapan adat, seperti ritual rasul
pare di leuit, balik taun rendangan, ngareremokeun, mantun, debus, dan
acara puncak yaitu upacara adat. Sedangkan acara non tradisi yaitu acara
yang sifatnya hiburan seperti turnamen sepak bola, pertandingan volly ball,
acara musik yang di dalamnya terdapat festival band, dangdut, jaipong,
degung, wayang golek, musik rock, musik reggae dan hiburan lain yang
setiap tahun selalu berbeda-beda menyesuiakan dengan trend yang populer
saat itu.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, penulis merasa mulai ada
pergeseran pemahaman di beberapa kalangan, sehingga penulis ingin
menggali kembali seperti apa ritual seren taun yang dimaksudkan para baris
kolot, merekonstruksi ulang dan memaparkan hasil temuan di lapangan dari
sudut pandang ilmu komunikasi dengan pendekatan etnografi. Penulis akan
berfokus pada aktivitas komunikasi ritual yang terjadi selama seren taun.
24
1.2 Rumusan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang sebelumnya telah dipaparkan di atas,
maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana Aktivitas
Komunikasi Ritual Seren taun di Kasepuhan Cisungsang?”
1.3 Identifikasi Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka peneliti
menggunakan identifikasi masalah guna untuk memudahkan mendapatkan
hasil penelitian dengan membagi menjadi sub fokus penelitian sebagai
berikut.
1. Bagaimana Situasi Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan
Cisungsang?
2. Bagaimana Peristiwa Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan
Cisungsang?
3. Bagaimana Tindakan Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan
Cisungsang ?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan ke dalam
beberapa sub fokus penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
25
1. Untuk Mengkaji Situasi Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan
Cisungsang.
2. Untuk Mengkaji Peristiwa Komunikatif Ritual seren taun di Kasepuhan
Cisungsang.
3. Untuk Mengkaji Tindakan Komunikatif Ritual seren taun di
Kasepuhan Cisungsang.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi
bidang ilmu komunikasi terutama pada kajian tentang Aktivitas Komunikasi
Etnografi, sebagai bahan pengembangan atau referensi bagi penelitian di
masa mendatang, terutama yang berkaitan dengan Kasepuhan Cisungsang
baik dari sudut pandang yang sama maupun berbeda.
1.5.2 Manfaat Praktis
1.5.2.1 Peneliti
Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan baru bagi peneliti terutama pada kajian etnografi komunikasi.
1.5.2.2 Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa Untirta
secara umum dan Ilmu Komunikasi khususnya sebagai rujukan atau
referensi untuk penelitian yang sejenis di masa mendatang.
26
1.5.2.3 Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat,
untuk lebih peduli dan menghargai nilai-nilai tradisi atau adat istiadat yang
diwariskan oleh para leluhur, sehingga kearifan lokal yang ada di
Kasepuhan Cisungsang tidak hanya diketahui sebagai objek wisata budaya
tapi juga ikut dilestarikan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
1.5.2.4 Pemerintah
Pemerintah Kabupaten Lebak maupun Provinsi Banten sangat
dibutuhkan peranannya, mengingat masih banyak hak-hak masyarakat adat
yang belum terpenuhi haknya. Masyarakat adat dan aturan-aturan adat di
dalamnya haruslah menjadi kekayaan tak benda yang perlu regulasi
pemerintah sehingga mempunyai payung hukum sebagai komunitas
manusia yang berbudaya.
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Ritual
Komunikasi ritual merupakan peristiwa komunikasi yang dilakukan
secara kolektif oleh suatu komunitas melalui acara-acara berlainan
sepanjang hidup.8 Ritual biasanya berupa kegiatan yang bersumber dari
kebiasaan tertentu yang kemudian menjadi rutinitas serta mempunyai siklus
waktu dan berulang. Ritual bersifat seremonial, seperti untuk mengenang,
merayakan, maupun untuk mengukuhkan sesuatu. Masyarakat Indonesia
terbiasa melakukan berbagai ritual seperti acara khitanan, pernikahan, atau
ritual keagamaan berupa sembahyang, puasa, idul fitri, natal, tahun baru, dan
berbagai jenis ritual lain yang melekat serta menjadi bagian dari kehidupan
kelompok masyarakat tertentu. Ritual bersifat khusus dan terkadang hanya
dapat dipahami oleh mereka yang ada di dalamnya, sehingga untuk
memahamai makna sebuah ritual tertentu maka perlu masuk dan menjadi
bagian dari ritual tersebut.
Ritual dalam aktivitas atau prosesnya terjadi interaksi, oleh sebab itu
kemudian muncul istilah komunikasi ritual. Komunikasi ritual bukan
digunakan secara langsung untuk menyebarluaskan pesan, melainkan bentuk
eksistensi dan menjaga kebiasaan komunitas dalam suatu waktu.
8Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winangsih. 2012. Komunkasi Antarmanusia. Pustaka Getok Tular.
Hal. 26
10
28
Kajian komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi budaya,
yaitu kajian yang memahami bagaimana manusia berkarya cipta. Ritual
dilaksanakan sepanjang kelompok penganutnya masih mempercayai akan
ritual tersebut, hal ini berarti komunikasi ritual berkaitan dengan keyakinan
seseorang atau sekelompok orang akan nilai-nilai yang terkandung dalam
ritual tersebut. Nilai budaya merupakan kepercayaan yang menetap dan
lebih disukai sebagai cara bertindak, tata kelakuan atau cara mencapai tujuan
hidup.9
2.2 Komunikasi Budaya
Secara etimoligi (bahasa), budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta, buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi/akal).10
Selanjutnya, budaya atau kebudayaan diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan akal mausia. Sedangkan secara terminologi (istilah)
kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol, pemaknaan,
penggambaran (image), struktur, aturan, kebiasaan, nilai, pikiran, perkataan,
pemrosesan, informasi, pengalihan pola-pola konversi (kesepakatan), dan
perbuatan atau tindakan yang terjadi pada suatu kelompok masyarakat.
9 Yoki Yusanto. 2012. Jurnal Riset Komunikasi. Program Studi Ilmu Komnkasi. Hal. 89
10Deddy Mulyana, Jalaluddin Rakhmat. 2005. Komunikasi Antara Budaya.Hal
29
Ki Hajar Dewantara mengartikan kebudayaan sebagai buah budi
manusia atau hasil perjuanagan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni
zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup serta
penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada
lahirnya manusia berperilaku tertib dan damai.11
Mengacu pada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa
ahli tentang apa itu kebudayaan, maka peneliti menyimpukan bahwa budaya
atau kebudayaan merupakan hasil karya cipta manusia yang di dalamnya
menggambarkan ciri dan cara manusia itu bertindak.
2.3 Upacara Adat
Upacara adat merupakan bagian dari kajian komunikasi budaya,
upacara adat biasanya dilakuakan untuk tujuan tertentu yang berkaitan
dengan tradisi suatu kelompok masyarakat yang memiliki adat tersebut.
Upacara adat dengan segala keunikannya mempunyai makna yang berbeda-
beda, upacara adat merefleksikan sistem kepercayaan yang dianut masih
terjaga dan dilestarikan keberadaanya. Upacara adat memiliki aturan
tersendiri dalam pelaksanaannya dan ini biasanya sudah berlangsung dalam
kurun waktu yang lama secara turun temurun diwariskan dari generasi ke
generasi.
11
Ibid
30
2.4 Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang proses penyampaian
pesan antara komunikator (orang yang menyampaikan pesan) dan
komunikan (orang yang menerima pesan) disampaikan secara lisan dan
tulisan.12
Pada prakteknya komunikasi verbal adalah komunkasi yang
menggunakan simbol-simbol verbal (bahasa), bahasa digunakan sebagai
perangkat utama manusia dalam berinterksi.
2.5 Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan isyarat
bukan kata-kata.13
Komunikasi non verbal, dapat didefinisikan juga
sebagai kegiatan penyampaian pesan dengan tidak menggunakan lambang
komunikasi bahasa lisan, dan tulisan, tetapi menggunakan komunikasi
tubuh seperti gestur, mimik wajah, gerakan mata, suara, atau cara
berpakaian (artificial).14
Jika dilihat dari cara penyampaian atau prosesnya
maka komunikasi non verbal adalah komunikasi yang dilakukan selain
dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan, sehingga kadang untuk
mengiterpretasinya dibutuhkan kedalaman pemahaman karena tidak
disampaikan secara tersurat.
12 Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winagsih. 2012. Komunikasi Antarmanusia. Pustaka Getok Tular.
Hal. 13
Dedy Mulyana. 2001. Ilmu Komunikasi :Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya. Hal.343. 14
Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winagsih. 2012. Komunikasi Antarmanusia. Pustaka Getok Tular.
Hal. 103-104
31
2.5.1 Jenis-jenis Komunikasi Non Verbal
Komunikasi nonverbal dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis
pesan yang digunakannya yaitu sebagai berikut.15
1. Bahasa :
a. Isyarat tangan
Orang Indonesia mengacungkan jempol ke atas untuk mewakili
suatu hal yang baik, bagus, persetujuan atau pujian. Tapi di
bebrapa negara lain mungkin saja akan berbeda.
b. Gerakan kepala
Menganggukan kepala adalah tanda persetujuan,
penghormatan, sedangkan menggelengkan kepala adalah bentuk
penolakan.
c. Postur tubuh dan posisi kaki
Seseorang yang menumpangkan kaki di atas meja dapat
dikatakan sebagai sesorang yang sombong dan tidak sopan, begitu
juga dengan sesorang yang membusungkan dadanya ketika
berjalan menunjukan kepercayaan dirinya.
d. Ekspresi wajah
Wajah adalah bagia tubuh yang juga banyak bekomunikasi,
bahkan kesuksesan komunikasi verbal sangat dipengaruhi oleh
ekspresi wajah.
15
Dedy Mulyana. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Hal.
32
e. Tatapan mata
Mata memiliki peran vital dalam berkomunikasi, bahkan konon
mata tidak pernah berbohong. Artinya mata punya peranan penting
dalam proses penyampaian pesan, mata juga dapat menjelaskan
berbagai hal. Tatapan mata dapat menympaikan kebahagian,
kesukaan, kebencian, dan amarah.
f. Sentuhan
Kita mampu membedakan apa makna belaian atau cubitan.
Artinya sentuhan merupakan bagian dari cara seseorang
mengekspresikan perasaannya.
g. Parabahasa
Parabahasa berkaitan dengan hal-hal selain ucapan, seperti
intonasi, kecepatan berbicara, dialek, volume suara, gumaman dan
sebagainya. Misalnya, kita dapat mengetahui dari mana seseorang
berasal dari dialek atau gaya bicara orang tersebut.
2. Penampilan fisik
a. Busana
Busana yang dikenakan sesorang merupkan representasi dari
apa yang dirasakan atau kepribadiannya. Misalnya, busana seraba
hitam menujukan seseorang sedang berduka atau wanita yang
bercadar dimknai sebagai wanita yang religius.
33
b. Karakteristik fisik
Seseorang dengan tubuh kekar dan kumis tebal akan terlihat
lebih menyeramkan dan terkesan galak ketimbang laki-laki
gemulai dengan tatanan rambut klimis.
c. Bau-bauan
Bau tidak hanya merefleksikan suatu benda tetapi juga
memiliki makna dan merepresentasikan suatu makna. Misalnya,
bau farfum mawar akan dimaknai berbeda dengan farfum aroma
melati yang cenderung dianggap mistis dalam beberapa
kepercayaan.
d. Orientasi ruang dan jarak pribadi
Setiap orang mempunyai perbedaan orientasi terhadap ruang
dan jarak yang dimilikinya, pada saat berbicara kita akan
melakukan pengaturan ruang atau jarak yang berbeda ketika
berbicara dengan orang yang kita kenal dan orang asing yang
tidak dikenal.
e. Konsep waktu
Dalam konteks komunikasi, waktu juga mempunyai makna.
Waktu akan merepresentasikan kepribadian seseorang dalam
ranah pergaulan, seseorang yang terbiasa tepat waktu akan
dianggap lebih baik ketimbang orang yang kurang menghargai
waktu (sering terlambat).
34
f. Diam
Diam dapat dimaknai kondisional dan situasional, artinya
makna diam tidak mutlak. Misalnya seseorang diam saat
mendengarkan lawan bicara sedang berbicara, atau seseorang
diam saat ia tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
kepadanya.
g. Warna
Warna dapat mewakili perasaan seseorang yang memakainya,
lebih jauh warna juga mencerminkan kepribadian tertentu.Artinya
warna juga memiliki makna, misalnya warna merah
melambangkan keberanian atau putih berarti kesucian.
h. Artefak
Artefak adalah segala sesuatu benda hasil buatan
manusia.Benda-benda yang biasa digunakan manusia
mengandung makna tertentu. Misalnya seorang mahasiswa
berangkat ke kampus dengan menggunkan mobil BMW keluaran
terbaru, dari apa yang terlihat dapat dikatakan bahwa mahasiswa
tersebut berasal dari keluarga kaya raya.
2.5.2 Fungsi Komunikasi Non Verbal
Fungsi utama komunikasi non verbal adalah sebagai pengulang
terhadap yang dikatakan secara verbal, sebagai pelengkap pesan verbal,
sebagai pengganti yang dapat mewakili komunikasi verbal, memberikan
35
penekanan pada kata-kata tertentu.16
Mark L. Knapp, menyebut lima
fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan
secara verbal. Misalnya saya menganggukan kepala setelah saya
mengatakan “iya” kepada lawan bicara saya.
2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya
tanpa berkata saya mengacungkan jempol untuk memuji seorang
teman.
3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya anda ‟memuji‟ prestasi teman
dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang
hebat.”
4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan
nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat
penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau
menggarisbawahinya. Misalnya, anda membanting pintu kamar
ketika sedang kesal terhadap adik atau kakak anda.
16
Arni Muhammad. 2005. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara. Hal. 132-135
36
2.6 Etnografi Komunikasi
2.6.1 Pengertian Etnografi Komunikasi
Etnografi komunikasi adalah pengkajian peranana bahasa dalam
perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa
dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya.17
Etnografi menurut Handwerker yaitu menyangkut produk dan proses
riset yang terdokumentasi mengenai apa, dan bagaimana orang-orang
mengetahui, merasakan, dan melakukan dengan cara spesifik di dalam
sejarah hidup individu.18
Phillipsen dalam buku berjudul Theoris of Human Communication,
menyebutkan ada empat asumsi etnografi komunkasi19
: 1) para anggota
budaya akan menciptakan makna yang digunakan bersama, mereka
menggunakan kode-kode yang memiliki derajat pemahaman yang sama; 2)
para komunikator dalam komunitas budaya harus mengkordinasikan
tindakan-tindakannya, oleh karena itu terdapat aturan atau sistem dalam
komunikasi; 3) makna dan tindakan bersifat spesifik dalam sebuah
komunitas, sehingga antara komunitas satu dengan yang lainnya akan
memiliki perbedaan dalam hal makna dan tindakan tersebut; 4) selain
memiliki kekhususan dalam hal makna dan tindakan, setiap komunitas juga
memilki kekhususan dalam hal cara memahami kode-kode makna dan
tindakan.
17
Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 11 18
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 28 19
Ibid Hal. 30
37
2.6.2 Objek Penelitian Etnografi Komunikasi
Berikut adalah Objek penelitian etnografi komunikasi:20
1. Masyarakat tutur (speech community).
Hymes memberi batasan mengenai masyarakat tutur adalah suatu
kategori masyarakat di mana anggota-anggotanya tidak saja sama-sama
memilliki kaidah untuk berbicara, tetapi juga satu variasi linguistik
tertentu.
2. Aktivitas Komunikasi
Sebagai makhluk sosial kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan
dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian yang
penting dalam kehidupan sosial manusia. Aktivitas komunikasi adalah
aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-
peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi
tertentu dan dalam konteks yang tertentu pula. Untuk menelaah
aktivitas komunikasi maka diperlukan pemahaman tentang unit-unit
diskrit aktivitas komunikasi, Hymes mengungkapkan bahwa unit-unit
itu adalah speech situation (situasi tutur), speech event (peristiwa tutur),
dan speech act (tindakan tutur).21
Pada konteks aktivitas komunikasi dalam penelitian ini, unit yang
dimaksud meliputi: (1) situasi komunikasi, yaitu konteks terjadinya
komunikasi, situasi komunikasi dapat menggambarkan bagaimana
terjadinya suatu peristiwa dalam suatu waktu dalam tempat tertentu; (2)
20
Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.Hal. 38 21
Ibid .Hal. 41
38
peristiwa komunikasi, hal ini berkaitan dengan bagaimana sebuah
peristiwa komunikasi terjadi pada suatu waktu, peristiwa komunikatif
mencakup keseluruhan perangkat komponen yang utuh meliputi tujuan
umum komunikasi, topik umum yang sama, partisipan yang secara
umum menggunakan varietas bahasa yang sama, dengan kaidah-kaidah
yang sama, dan setting yang sama pula; (3) tindakan komunikasi,
adalah bagian dari peristiwa komunikasi, yaitu fungsi interaksi tunggal ,
seperti pernyataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal.
3. Komponen komunikasi
Merupakan bagian yang paling penting dalam kajian etnografi
komunikasi. Yang dimaksud komponen komunikasi dalam etnografi
komunikasi menurut Hymes tertuang dalam model speaking
(dijelasakan dalam sub bab lain).
4. Kompetensi Komunikasi
Perspektif etnografi komunikasi lahir dari integrasi tiga
ketrampilan yaitu ketrampilan linguistik, ketrampilan interaksi dan
ketrampilan kebudayaan. Kompetensi inilah yang akan sangat
memengaruhi penutur ketika mereka menggunakan atau
menginterpretasikan bentuk-bentuk linguistik.
5. Varietas Bahasa.
Pemolaan komunikasi (communication patterning) akan lebih jelas
bila diuraikan dalam konteks varietas bahasa. Hymes menjelaskan
bahwa dalam setiap masyarakat terdapat vaietas kode bahasa (language
39
code). Variasi ini akan mencakup semua varietas dialek atau tipe yang
digunakan dalam populasi sosial tertentu.
2.6.3 Komponen Komunikasi Dell Hymes
Komponen komunikasi mendapat tempat yang paling penting dalam
etnografi komunikasi. Selain itu, melalui komponen komunikasilah sebuah
peristiwa dapat diidentifikasi. Pada kahirnya melalui etnografi komunikasi
dapat ditemukan pola komunikasi sebagai hasil hubungan antarkomponen
komonukasi itu, meskipun aktivitas komunikasi tidak bergantung pada
adanya pesan, komunikator, komunikan, media, efek dan sebagainya.
Sebaliknya aktivitas komunikasi adalah kativitas yang khas dan kompleks,
yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang
melibatkan tindak-tindak komunikasi dalam konteks tertentu pula.
Sehingga proses komunikasi dalam aktivitas komunikasi merupakan
persitiwa yang khas dan berualang.
Hymes membagi komponen kajian etnografi komunikasi menjadi
sebuah model yang diakronimkan ke dalam kata speaking, yang terdiri
dari: setting, participants, ends, act sequence, key, instrumentalities,
norms, genre. Berikut penjelasannya:22
1. Setting, merupakan lokasi (tempat), waktu, dan aspek fisik situasi
tersebut. Scene adalah abstrak psikologis, definisi kebudayaan mengenai
situsi tersebut;
22
Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.Hal. 42
40
2. Participants, partisipan adalah pembicara, pendengar atau yang lainnya,
termasuk kategori sosial yang berhubungan dengannya;
3. Ends, merupukan tujuan mengenai peristiwa secara umum dalam bentuk
tujua partisipan secara individual, secara konvensional dikenal juga
sebagai fungsi dan diharapkan sebagai hasil akhir dari eristiwa yang
terjadi;
4. Act sequence, disebut juga urutan tindakan komunikatif atau tindak tutur,
termasuk di dalamnya isi pesan dan apa yang dikomunikasikan;
5. Keys, mengacu pada cara atau pelaksanaan tindakan tutur yang menjadi
fokus acuan;
6. Instrumentalities, merupakan bentuk pesan (message form). Termasuk di
dalamnya saluran vokal dan nonvokal, serta hAkikat kode yang
digunakan;
7. Norm of Interaction, merupakan norma-norma interksi, termasuk di
dalamnya pengetahuan umum, pengandaian budaya yang relevan, atau
pemahaman yang sama yang memungkinkan adanya inferensi tertentu
yang harus dibuat, apa yang perlu dipahami secara harafiah, apa yang
perlu diabaikan dan lain-lain;
8. Genre, secara jelas didefinisikan sebagai tipe peristiwa, genre mengacu
pada kategori-kategori seperti puisi, mitologi, pribahasa, ceramah, dan
pesan-pesan komersial.
41
2.7 Kerangka Pemikiran
Etnografi komunikasi memandang prilaku komunikasi dalam konteks
sosiokultural sebagai perilaku yang lahir dari integrasi tiga keterampilan
yang dimiliki setiap individu sebagai makhluk sosial, yaitu keterampilan
bahasa, keterampilan komunikasi, dan keterampilan budaya. Pada saat
terjadi komunikasi maka artinya juga terjadi interaksi, dalam interaksi
manusia menggunakan simbol-simbol, baik verbal maupun non verbal yang
memiliki maksud tertentu. Interaksi atau komunikasi di dalamnya terdapat
sebuah proses atau aktivitas komunikasi meliputi yang situasi komunikatif,
peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif.
Situasi komunikasi mengacu pada bagaimana sebuah peristiwa
berlangsung, berkaitan dengan waktu dan tempat proses komunikasi
berlangsung, tidak hanya itu, aspek psikologis juga menjadi perhatian untuk
menganalisis secara utuh bagaimana proses komunikasi terjadi, termasuk
komunikasi non verbal, seperti posisi duduk, nada bicara, gestur tubuh,
mimik wajah, warna yang dipakai dan artefak-artefak atau media
komunikasi yang digunakan.
Peristiwa komunikatif, unit analisis tentang komponen komunikasi yang
muncul selama proses komunikasi berlangsung, peristiwa komunikatif
mencakup keseluruhan perangkat komponen yang utuh meliputi tujuan
umum komunikasi, topik umum yang sama, partisipan yang secara umum
menggunakan varietas bahasa yang sama, dengan kaidah-kaidah yang sama,
dan setting yang sama pula. Peristiwa komunikatif dinyatakan berakhir
42
Etnografi Komunikasi Kajian Peranan, bahasa, budaya, komunikasi, dalam perilaku suatu masyarakat . H Kuswarno ymes dalam 2008:1 2
UPACARA ADAT SEREN TAUN
Peristiwa Komunikatif Unit dasar untuk tujuan deskriptif / termasuk komponen komunikasi
Tindak an Komunikatif
Fungsi interaksi tunggal
Situasi Komunikatif Konteks terjadinya komunikasi
AKTIVITAS KOMUNIKASI RITUAL
SEREN TAUN DI KASEPUHAN CISUNGSANG
Sumber : Peneliti 2017
ketika terjadi perubahan partisipan, adanya periode hening, atau perubahan
posisi tubuh partisipan.
Tindakan komunikatif, adalah bagian dari peristiwa komunikasi, yaitu
fungsi interaksi tunggal , seperti pernyataan, permohonan,, perintah, ataupun
perilaku non verbal.
Diagram 2.1 Alur Kerangka Pemikiran
43
Dari gambar tampak bahwa, penelitian akan berfokus pada ritual
seren taun dengan menggunakan teori sekaligus pendekatan etnografi.
Penggunaan alur kerangka pemikiran dilakukan untuk mempermudah
peneliti dalam merangkai hasil penelitian.
Etnografi komunikasi digunakan karena berdasarkan tujuan dan
karakterisitik subjek penelitian akan lebih cocok jika melakukan observasi
langsung, melihat, mengamati dan menelaah setiap komponen komunikasi
terutama kajian aktivitas komunikasi ritual terjadi selama ritual seren taun
berlangsung.
Aktivitas komunikasi ritual dalam hal ini yaitu, situasi komunikatif,
peristiwa komunikatif dan tindakan komunikatif yang kemudian didalamnya
akan dilakukan pembedahan komponen dari setiap aspek komunikasi yang
ditelaah mengenai setiap aktivitas yang muncul selama seren taun
berlangsung dalam kurun waktu satu minggu. Tujuannya untuk
merekonstruksi atau memaparkan kembali bagaimana proses ritual seren
taun terutama aktivitas yang muncul yang dapat dijelaskan dari sudut
pandang komunikasi, sehingga dapat tergambar secara terperinci bagaimana
proses aktivitas ritual komunikasi berlangsung.
44
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah referensi yang digunakan oleh peneliti
sebagai rujukan untuk memudahkan peneliti memahami penelitian dengan
bantuan penelitian serupa, baik dari jenis penelitian, subjek penelitian
maupun tujuan penelitian.
Penelitian pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Giri Wanandi
(UNIKOM), ia mengambil judul “Aktivitas Komunikasi Ritual Mipit
Pare di Kampung Adat Ciptagelar”, tujuan penelitian ini untuk
mendeskripsikan bagaimana proses ritual mipit pare dari aspek
komunikasi terutama aktivitas komunikasi. Metode yang digunakan ialah
penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi komunikasi, teori
substantif yang digunakan yaitu interaksi simbolik, sementara itu hasil dari
penelitian menunjukan bahwa ritual mipit pare merupakan ritual sakral
yang dilakukan oleh masyarakat kampung adat Ciptagelar, mipit pare
merupakan tahapan prosesi untuk memulai panen padi yang sudah
menguning dan siap untuk dipanen, bagi masyarakat setempat panen padi
tidak boleh dilakukan sembarangan, melainkan harus melalui serangkaian
ritual dan do‟a-do‟a agar proses panen berjalan lancar dan mendapat hasil
yang berkah. Ritual mipit pare dilakukan setahun sekali, karena
masyarakat Ciptagelar hanya menanam padi sekali dalam setahun,
pelaksanaannya dilakukan di pungpuhunan (pusat padi pertama kali
ditanam).
45
Penelitian kedua yaitu penelitian Davi Ahmad (UNIKOM) dengan
judul penelitian “Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Ngalungsur
Pusaka Makam Godog”, metode yang digunakan yaitu kualitatif
deskriptif dengan pendekatan etnografi komunikasi dan teoti substantif
yaitu teori interaksi simbolik. Hasil penelitian ini menguari bagaimana
proses aktivitas ritual ngalungsur yang dilakukan oleh warga kampung
Godog, Desa Lebak Agung di Kabupaten Garut. Ritual ngalungsur
dilakukan sekali dalam setahun setiap tanggal 14 bulan Rabiul Awal, ritual
ini merupakan wujud penghargaan untuk mengenang jasa para pejuang
desa yang menyebarkan ajaran agama Islam di daerah tersebut.
Penelitian ketiga adalah penelitian tentang masyarakat Baduy,
penelitian ini dilakukan oleh Al Mushowir (UNIKOM) dengan judul
“Komunikasi Ritual Adat Seba Masyarakat Baduy Luar” yang
menggunakan metode kualitatif deskriptif pendekatan etnografi
komunikasi dengan teori substantif komunikasi antarbudaya. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa ritual seba yang dilakukan oleh
masyarakat Baduy merupakan proses komunikasi yang terjadi sekali
dalam setahun. Seba merupakan ritual kunjungan dengan membawa hasil
bumi untuk diberikan kepada pemangku jabatan di lever pemerintahan
kabupaten atau provinsi Banten. Seba adalah wujud kesetiaan masyarakat
Baduy kepada pemerintah, sifatnya wajib dan akan mendapat kuwalat
apabila tidak dilaksanakan.
46
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Giri Wanandi Davi Ahmad Al Mushowwir
Universitas UNIKOM UNIKOM UNIKOM
Tahun
Penelitian 2014 2016 2013
Judul
Penelitian
Aktivitas
Komunikasi Ritual
Mipit Pare di
Kampung Adat
Ciptagelar
Aktivitas Komunikasi
Upacara Adat
Ngalungsur Pusaka
Makam Godog
Komunikasi Ritual
Adat Seba
Masyarakat Baduy
Luar
Tujuan
Penelitian
Untuk
Menguraikan
tentang aktivitas
komunikasi ritul
Mipit Pare di
Kampung adat
Ciptagelar
Mendeskripsikan
bagaimana situasi
komunkasi, peristiwa
komunikasi dan
tindakan komunikasi
yang terjadi selama
aktivitas upacara adat
Ngalungsur Pusaka
Makam Godog di Desa
Lebak Agung,
Kabupeten Garut.
Menguraikan secara
mendalam tentang
Komunikasi Ritual
Adat Seba
Masyarakat Baduy
Luar.
Penjabarannya
mlalui situasi
komunikatif,
peristiwa
komunikatif, dan
tindakan
komunikatif dalam
ritual adat seba
Masyarakat Baduy
Luar.
MetodePen
elitian
Kualitatif
Deskriptif dengan
pedekatan
Etnografi
Komunikasi
Kualitatif Deskriptif
dengan pedekatan
Etnografi Komunikasi
Kualitatif Deskriptif
dengan pedekatan
Etnografi
Komunikasi
Teori
Subtantif Interaksi Simbolik Interaksi Simbolik
Komunikasi
Antarbudaya
Hasil
Penelitian
Hasil dari
penelitian
menunjukkan
bahwa, Situasi
Komunikatif yang
terdapat dalam
ritual Mipit Pare
ini bersifat sakral,
Dari hasil penelitian
terlihat bahwa Upacara
Adat Ngalungsur
Pusaka Makam Godog
merupakan suatu
rangkaian kegiatan
tradisi kebudayaan yang
dilakukan oleh warga
Acara ritual adat
seba ini sifatnya
wajib dilaksanakan
bagi masyarakat
baduy. Ritual ini
merupakan salah
satu tradisi adat
yang harus
47
tempat
pelaksanaannya
yaitu Imah Gede
dan Sawah.
Peristiwa
Komunikatif
dalam ritual Mipit
Pare yaitu
perayaan dalam
bentuk ritual
khusus yang
dilaksanakan satu
tahun sekali
kampung Godog desa
Lebak Agung di
Kabupaten Garut, Jawa
Barat. Upacara yang
dilaksanakan setahun
sekali pada tanggal 14
Maulid Nabi ini
merupakan rangkaian
suatu aktivitas
komunikasi ritual dalam
mewujudkan rasa
menghargai Sejarah
serta mengenang jasa
para pejuang Desa yang
menyebarkan dan
memperkenalkan agama
Islam.
dilakukan setiap
tahunnya bagi
masyarakat sebagai
wujud nyata
kesetiaan dan
ketaatan masyarakat
baduy kepada
pemerintah dan
menghormati para
leluhurnya, dan
apabila tidak
dilaksanakan maka
akan kuawalat dan
terjadi bencana.
Dari semua penelitian terdahulu terdapat bebrapa persamaan yaitu ;
1. Metode yang digunakan peneliti terdahulu dengan penelitian ini yaitu
sama-sama menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan
pendekatan etnografi komunikasi.
2. Fokus penelitian yaitu membahas aktivitas komunikasi mengenai
suatu peristiwa ritual. Aktivitas komunikasi tersebut kemuadian
diuraikan menjadi situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan
tindakan komunikatif untuk memperoleh penjabaran tentang ritual
secara utuh.
3. Hasil penelitian menujukan bahwa ritual atau peristiwa yang diteliti
memiliki periode waktu, artinya ritual atau aktivitas komunikais yang
berlangsung merupakan aktivitas komunikasi yang khas atau khusus
dan berualng dalam kurun waktu tertentu, sama halnya dengan
48
penelitian ini yang berfokus pada ritual seren taun yang
dilaksanakan sekali dalam setahun.
Sementara itu, penelitian terdahulu dan penelitian ini juga memiliki
perbedaan, antara lain :
1. Teori substantif yang digunakan, penelitian terdahulu ada yang
menggunakan teori interaksi simbolik dan ada yang menggunakan
teori komunikasi antarbudaya, sedangkan penelitian ini menggunakan
pendekatan dan teori substantif yaitu etnografi komunikasi.
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
etnografi. Bodgan dan Taylor mendefinisikan bahwa metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Pendekatan ini lebih diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,
tetapi perlu memandangnya sebagai suatu keutuhan.23
Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan
dalam peristilahannya.24
Pendekatan etnografi dipilih karena dengan menggunakan
pendekatan ini peneliti dapat memahami bagaimana suatu kelompok
masyarakat berpikir, hidup dan berperilaku. Kajian etnogarafi juga
mengharuskan peneliti untuk masuk dan menjadi bagian dari kehidupan
23
Basrowi dan Suwandi. 2008. Penelitian Kualitatif. PT. Rineka Cipta.Hal. 21 24
Ibid. Hal. 21
32
50
subjek penelitian, sehingga dapat mengamati dan merasakan langsung
bagaimana suatu kelompok masyarakat menjalankan aktivitas
kehidupannya.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan untuk mempermudah proses pelaksanaan
penelitian. Adapun fokus penelitian yang diambil oleh penulis dalam
penelitian ini yaitu tentang bagaimana Aktivitas Komunkasi Ritual
seren taun di Kasepuhan Cisungsang, dengan sub-fokus yang terbagi atas
situaasi komnikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa obseravasi, wawancara dan dokumentasi, teknik ini digunakan
untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
3.2.1 Observasi
Basrowi dan Suwandi dalam bukunya “Memahami Penelitian
Kualitatif” menjelaskan bahwa observasi merupakan salah satu metode
pengumpulan data di mana peneliti melihat, mengamati secara visual
sehingga validitas data sangat tergantung pada kemampuan observer.25
Observasi atau pengamatan adalah suatu metode dalam
pengumpulan data saat membuat sebuah karya ilmiah. Nasution
menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.
25
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. PT. Rineka Cipta.Hal. 94
51
Ilmuan dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia
kenyataan yang diperoleh melalui observasi.26
Dengan kata lain pada proses pengumpulan data peneliti dituntut
untuk mengumpulkan data penelitian seakurat mungkin dan
mengesampingkan subjektivitas peneliti dengan hanya fokus pada apa
yang diteliti. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik observasi terfokus, yakni salah satu jenis pengamatan yang
secara spesifik mempunyai rujukan pada rumusan masalah atau tema
penelitian.27
3.2.2 Wawancara Mendalam
Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam
(in-depth), tetapi kebebasan ini tetap tidak akan terlepas dari pokok
permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah
dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.28
Wawancara mendalam
dilakukan untuk mendapatkan data-data berupa jawaban-jawaban atas
pertanyaan yang diajukan peneliti terkait fokus atau tujuan penelitian.
Pengumpulan data melalui wawancara memiliki kelebihan tersendiri
karena data yang diperoleh dapat dikonfirmasi saat itu juga yaitu ketika
wawancara berlangsung, teknik wawancara dapat meminimalisir
kesalahan informasi karena peneliti dapat menentukan sendiri siapa
narasumber yang dianggap kompeten sebagai sumber informasi.
26
Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. hal : 226 27
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. PT. Rineka Cipta. Hal.99 28
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 37
52
Wawancara dapat dilakukan secara langsung face to face (tatap
muka) maupun secara tidak langsung, seperti via telepon atau alat
komunikasi lain yang memungkinkan untuk terjadinya kontak pertukaran
informasi. Peneliti yang baik lazimnya tidak hanya terfokus pada apa
yang akan ditanyakan tapi juga melakukan interaksi dengan subjek
penelitian agar peneliti dapat menafsirkan berbagai jawaban yang telah
dinyatakan melalui wawancara tersebut.
3.2.3 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah mereka yang peneliti tentukan
berdasarkan kriteria tertentu agar data yang diperoleh dapat seakurat
mungkin, informan dalam penelitian ini akan mengacu pada orang-orang
penting atau tokoh-tokoh yang ada di Kasepuhan Cisungsang.
Kriteria informan penelitian yaitu orang yang dianggap mengetahui
segala bentuk informasi yang dibutuhkan dan juga memiliki kredibilitas
sebagai seorang informan, dalam menentukan informan penelitian ini
sifatnya purposive yaitu peneliti memilih sendiri informan yang akan
diwawancara.29
Pada prakteknya ada kemungkinan akan bersifat
snowball, hal ini disesuaikan dengan kemampuan informan memberikan
informasi, ketika ada informasi yang masih dirasa kurang, maka penulis
akan meminta saran kepada informan, untuk mendapatkan rujuan siapa
yang cocok dan dapat memberikan jawaban terkait pertanyaan yang
29 Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.Hal. 62
53
disiapkan penulis. Adapun kriteria yang dijadikan petimbangan dalam
memilih informan penelitian yaitu :
1. Mengetahui secara mendalam tentang Kasepuhan Cisungsang,
sejarah maupun perkembangan Kasepuhan saat ini.
2. Memiliki jabatan atau posisi dalam struktur adat di Kasepuham,
baik itu penasehat, rendangan, baris kolot, maupun incu putu
yang termasuk ke dalam wewengkon (keanggotaan) Kasepuhan
Cisungsang.
3. Dapat memberikan informasi yang kredibel terkait tofik
penelitian.
4. Mewakili golongan usia berbeda, yaitu golongan muda dan
golongan tua, hal ini berkaitan dengan sudut pandang yang akan
dikemukakan dalam melihat situasi Kasepuhan Cisungsang
terkini.
5. Bersedia dan secara sadar dapat berkomunikasi terkait tofik
penelitian, guna memudahkan dalam proses pengumpulan
informasi.
Berikut adalah informan penelitian yang dipilih penulis
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan :
1. Henriana Hatra (Sekretaris Kasepuhan Cisungsang)
Pertemuan dengan Kang Nochi (sapaan akrab Henriana
Hatra) terjadi sekitar bulan November 2016, saat itu peneliti
sedang membuat film dokumenter tentang sepak terjang beliau di
54
Kasepuhan. Sejak itu terus berkomunikasi sampai sekarang,
peneliti sering ikut kegiatan beliau, baik yang berkaitan dengan
masyarakat adat maupun hanya sekedar ngopi bersama. Beliau
sering bercerita tentang kesehariannya sebagai sekretaris
Kasepuhan dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan adat
istiadat.
Menariknya justru proses memperoleh data untuk kebutuhan
penelitian dilakukan secara mengalir saja, peneliti tidak
melakukan wawancara terencana, bahkan dapat dikatakan, proses
mendapatkan informasi itu sudah terjadi sejak pertemuan pertama
melalui obrolan santai dalam keseharian. Kang Henriana Hatra
dipilih sebagai informan karena beliau merupakan pintu informasi
mengenai segala sesuatu tentang Kasepuhan Cisungsang, beliau
juga juru bicara Kasepuhan yang biasa menyampaiakan informasi
dari ketua adat secara langsung.
2. Erwan Hermawan (Rendangan/tangan kanan Abah/penasehat)
Pak Ewang, begitu beliau biasa disapa, beliau adalah
rendangan, tapi lebih sibuk dari rendangan biasanya. Beliau
berperan aktif di Kasepuhan sebagai orang kepercayaan Abah,
beliau juga merupakan pintu gerbang bagi tamu atau siapapun
yang ingin bertemu Abah. Peneliti bertemu beliau di Villa
Kasepuhan (saat ini jadi perpustakaan masyarakat adat HAYU
MACA), beliau mengenakan kemeja pangsi warna hitam, celana
55
warna senada dan ikat kepala, ia juga mengenakan gelang simpay
(aksesoris khas Kasepuhan).
“Upami hoyong gelang simpay doang kie, kin tiasa
dipangmesenken ka pengrajin, hoyong nu kumaha? Simpay
genep, salapan atanapi dua belas, bebas resepna nukumaha
?”
“Kalau mau gelang simpay seperti ini, nanti saya pesankan
ke pengrajin, mau yang seperti apa, simpay enam, sembilan
atau dua belas, bebas sukanya yang gimana?”
Beliau menjelaskan, sudah jadi kebiasaan kalau tamu yang
akan berkunjung atau melakukan penelitian harus menemui beliau
terlebih dahulu, jadi setelah itu beliau yang akan melakukan
konfirmasi apakah Abah bisa ditemui atau tidak, karena Abah juga
punya aktivitas lain selain sebagai ketua adat.
“Abah oge kan gaduh kagiatan anu sanes, monitor Mercy
grup upami nuju manggung di luar daerah”
“Abah juga punya kegiatan yang lain, memantau Mercy
Grup saat ada manggung di luar daerah”.
Rumah Pak Ewang berada di sisi selatan Imah gede, hal itu
juga untuk memudahkan ketika Abah membutuhkannya sewaktu-
waktu.
56
3. Abah Usep Suyatma (Ketua adat Kasepuhan Cisungsang)
Peneliti bertemu Abah Usep pada hari Senin, hari pertama
seren taun pada tanggal 11 September 2017. Saat itu beliau
berpakain santai, jaket parasut sembari memegang walkie-talkie
lengkap dengan ikat kepala
“ieu anak buahna Nochi nya?”
“ini orangnya Nochi ya?”
kebetulan saat seren taun di tahun 2017, peneliti juga
bertindak sebagai seksi dokumentasi untuk semua kegiatan adat
selama seren taun di Cisungsang. Beliau berbahasa Sunda halus,
ia sangat terbuka kepada siapapun yang ingin belajar dan lebih
mengenal adat istiadat di Kasepuhan. Pembicaraan dengan beliau
tidak berlangsung lama, informasi yang beliau sampaikan juga
tidak banyak, beliau menegaskan, informasi yang Pak Ewang dan
Kang Nochi sampaikan sudah mewakili apa yang ingin beliau
sampaikan.
Ketua adat dipilih karena beliau merupakan tokoh sentral
dalam masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang, dalam hal ini
Abah Usep Suyatma sebagai ketua adat dianggap mengetahui
segala sesuatu informasi tentang budaya dan tradisi yang ada di
Kasepuhan Cisungsang khususnya mengenai ritual seren taun
yang menjadi fokus penelitian.
57
4. Junadi (Tukang para)
Rumahnya di kampung Cikarang, beliau bertugas mengatur
bahan makanan, kue-kue kering khas kasepuhan, aneka jenis
pisang untuk kebutuhan seren taun, beliau dibantu rendangan
lain. Disebut tukang para karena memang pekerjaannya dilakukan
di para (langit-langit). Rumah panggung memiliki celah ruang
yang memanfaatkan ruang antara atap dan langit-langit untuk
menyimpan berbagai barang. Salah satunya digunakan saat ada
acara hajatan, hal ini guna menambah ruang dan memudahkan
akses karena masih berada dalam satu rumah.
Pertama kali ditemui, Mang Junadi sedang ada di rumahnya,
bersama istri dan anak perempuannya yang masih Sekolah
Menengah Pertama (SMP), rumahnya bergaya kontemporer,
memadukan unsur kayu dan material modern seperti keramik dan
beton, namun tetap menyisakan ruang yang masih bergaya
tradisional, bagian dapur sengaja dibuat tradisional dengan lantai
palupuh, lengkap dengan hawu dan para seneu.
“kan urang mah, jalema tradisi, ulang ngarempak zaman,
ai cik kolot kitu nya kudu kitu”
“kita itu orang tradisi, tidak boleh melanggar zaman, kalau
kata orang tua begitu, harus begitu”.
58
Peneliti dan mang Junadi berbincang-bincang di dapur,
beralaskan tikar dan berada tepat di depan hawu, apinya sudah
padam karena saat itu sudah pukul sembilan malam.
“sok geura ngopi, ulah nyemah di dieu mah, ai hayang
nyieun sorangan, eta daharena”
“silakan ngopi, jangan seperti tamu, kalau mau buat
sendiri saja, itu makanannya.”
5. Raden Angga Kusuma (Putra Sulung Abah Usep)
Senin pagi, menjelang persiapan ritual rasul pare di leuit,
Angga terlihat santai dengan kaos dan celana pendek, ikat kepala,
ia sedang bermain bersama anaknya saat ditemui peneliti. Kami
langsung berbincang di lorong dupur, para rendangan dan ibu-ibu
berlalu lalang mempersiapkan kebutuhan untuk upacara yang
akan dilaksanakan sore itu.
“Kalau informasi ringan, masih bisa saya sampaikan, tapi
jika itu berkaitan dengan sejarah lama, nanti saya bisa bantu
arahkan ke para baris kolot yang memang lebih paham,
takutnya saya menyampaikan informasi yang keliru”.
Raden Angga dipilih sebagai informan karena beliau
mewakili golongan muda dari ranah keluarga Kasepuhan,
sehingga peneliti mempertimbangkan perlunya sudut pandang
anak-anak muda terhadap kehidupan adat istiadat yang masih
dijalankan hingga saat ini.
59
Tabel 3.1 Identitas Informan
N
O Nama
Tempat
Tanggal Lahir Alamat Jabatan adat
Pekerja
an
1 Henriana
Hatra
Lebak, 12 Mei
1973
Bayah Sekretaris Kasepuhan
Cisungsang
Guru
SMP II
Bayah
2 Herwan
Hermawan
Lebak 29
Oktober 1978
Cisungsang Rendangan/Penasehat Tani
3 A. Usep
Suyatma
Lebak, 15 Juni
1970
Cisungsang Ketua adat Tani/wir
aswasta
4 Junadi Lebak, 18
November 1960
Cikarang Tukang para Tani
5 Raden
Angga
Kusuma
Lebak, 09
Maret 1993
Cisungsang Calon Ketua Adat Wirasw
asta
3.2.4 Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penulisan sosial.30
Dokumentasi dalam hal
ini merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumentasi dapat
berupa dokumen yang dipublikasikan seperti buku, jurnal, artikel, surat
kabar, berita online, catatan harian dan sebagainya. Dokumentasi juga
dapat berupa foto, vidio, rekaman suara, maupun cerita rakyat.
Pengumpulan data dokumentsi tidak terpaku pada satu sumber, peneliti
akan menghimpun segala jenis data yang berhubungan dengan fokus
penelitian guna menunjang keabsahan data yang diperoleh.
30
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 38
60
3.2.5 Studi Pustaka
Untuk menunjang penelitian ini maka peneliti menggunakan
berbagai literatur sebagai bahan referensi, diantaranya buku, skripsi,
jurnal, karya ilmiah, dan artikel yang mempunyai pembahasan yang
serupa dengan penelitian ini. Penggunaan berbagai sumber referensi yang
relevan diharapkan mampu membantu proses penelitian dan memaparkan
hasil penelitian mengenai aktivitas komunikasi ritual seren taun di
Kasepuhan Cisungsang.
3.4 Teknik Analisis Data
Hymes tidak menjelaskan bagaimana teknik analisis data dalam
etnografi komunikasi, bagi Etnografi komunikasi menemukan hubungan
antara komponen komunikasi sudah merupakan analisis data yang
utama, karena berdasarkan itulah pola komunikasi dibuat. Selain itu
analisis dapat dilakukan dengan melihat komponen komunikasi dalam
proses komunikasi berlangsung.
Pada dasarnya proses analisis data dalam etnografi berjalan
bersamaan dengan pengumpulan data. Pada saat penulis melengkapi
catatan lapangan setelah melakukan observasi, pada saat itulah penulis
sedang melakukan analisis yang sesungguhnya.
Tahap analisis data sebenanya terdiri dari upaya-upaya meringkaskan
data, memilih data, menerjemahkan dan mengorganisasikan data menjadi
kalimat ringkas yang mudah dipahami.
61
Berikut adalah teknik analisis data penelitian etnogarfi yang
dikemukakan oleh Creswell :31
1. Deskripsi
Deskripsi menjadi tahap pertama bagi etnografer dalam
menuliskan laporan etnografinya. Pada tahap ini etnografi
mempresentasikan hasil penelitiannya dengan menggambarkan secara
detil objek penelitiannya, gaya penyampainnya kronologis dan naratif
(day in the life), yaitu secara kronologis atau berurutan dengan
seseorang atau kelompok masyarakat. Membangun cerita lengkap
dengan alur cerita dengan karakter-karakter yang hidup di dalamnya.
2. Analisis
Pada bagian ini, etnografer menemukan data akurat mengenai
objek penelitian. Penjelasan pola-pola dari perilaku yang diamati
serta membandingkan objek yang diteliti dengn aobjek lain yang
lebih luas.
3. Interpretasi
Interpretasi menjadi tahap akhir analisis data dalam penelitian
etnografi. Etnogarfer pada tahap ini mengambil kesimpulan dari
penelitian yang telah dilakukan. Pada tahap ini etnografer
menggunakan kata orang pertama dalam penjelasannya, untuk
menegaskan bahwa laporan penelitian yang dikemukakannya adalah
murni hasil interpretasinya.
31 Engkus Kuswarno. 2008. Etnografi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.Hal. 68
62
3.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.5.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kampung adat Kasepuhan
Cisungsang, Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten.
3.5.2 Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Profil Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Kasepuhan Cisungsang
Sejarah awal berdirinya Kasepuhan Adat Banten Kidul dimulai dengan
musyawarah para sesepuh pada zaman dahulu. Melalui musyawarah itu,
tercipta lima turunan kasepuhan adat di seputar Banten selatan, Kasepuhan
Bayah, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Citorek, Kasepuhan Ciptagelar di
Jawa Barat dan Kasepuhan Cisungsang.32
Kasepuhan Cisungsang adalah
salah satu Kasepuhan yang masih menjaga dan melestarikan tradisi warisan
leluhur, saat ini Kasepuhan Cisungsang dipimpin oleh Abah Usep Suyatma.
Kasepuhan Cisungsang teridiri dari kurang lebih 187 rendangan
(perwakilan keluarga adat) yang mewakili sekitar 13.000 (tiga belas ribu)
masyarakat adat.33
Gambar 4.1 Imah Gede Kasepuhan Cisungsang (Foto : Juhendi)
32 Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 4 33
Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016
46
64
Istilah Kasepuhan berasal dari kata “Sepuh‟ dengan awalan „ka‟ dan
akhiran „an‟, kata sepuh berarti „kolot‟ dalam bahasa sunda atau „tua‟ dalam
bahasa Indonesia. Sehingga Kasepuhan merupakan tempat dimana baris
kolot (para orang tua) berkumpul membahas segala sesuatu yang
berhubungan dengan masyarakat adat.34
Sementara kata Cisungsang berasal
dari dua suku kata, yaitu „ci‟ dan „sungsang‟. Secara harfiah kata „ci‟ adalah
bentuk singkat dari cai dalam bahasa Sunda, yang berarti air. Sedangkan
„sungsang‟, dalam bahasa Sunda berarti terbalik atau berlawanan dari
keadaan yang sudah lazim. Maka istilah Cisungsang dapat diartikan air yang
mengalir kembali ke hulu (mengalir secara terbalik).35
Sesepuh Kasepuahan
Cisungsang percaya bahwa Cisungsang didirikan oleh anak Prabu Siliwangi
yang bernama Prabu Walangsungsnag, hal ini juga yang mendasari
penggunaan kepala Macan Belang sebagai lambang dari Kasepuhan
Cisungsang.
Gambar 4.2 Lambang Kasepuhan Cisungsang (Foto : Juhendi)
34
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=id Diakses pada : 35
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 2
65
4.1.2 Letak Geografis Kasepuhan Cisungsang
Secara administratif Kasepuhan Cisungsang terletak di Desa
Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jarak
dari kota Serang sekitar 185 kilometer, sementara dari kota Rangkasbitung
sekitar 150 kilometer, dengan rute perjalanan melewati Kecamatan Cileles,
Gunung Kencana, Malingping, Bayah dan Cikotok, dari Cikotok sekitar 35
kilometer menuju persimpangan Pasir Kuray. Kasepuahn Cisungsang dapat
ditempuh menggunakan roda dua maupun roda empat, dengan kondisi jalan
yang cukup baik.
Letak geografis Kasepuhan Cisungsang berada di daerah pegunungan
tepat di tepi Taman Nasional Gunung Halimun Salak, keadaan itu
berdampak pada pola hidup masyarakat yang mengandalkan bidang
pertanian sebagai mata pencaharian utama. Sawah dan ladang merupkan
sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat
adat. Tidak hanya sebagai petani, masyarakat adat juga berpropesi di
bidang lain seperti pedagang dan Gurandil (Penambang) di bekas galian
tambang emas milik PT. Aneka Tambang Cikotok yang kini menjadi area
pertambangan masyarakat setelah berhenti beroperasi.
4.1.3 Arsitektur Kasepuhan Cisungsang (Imah Gede)
Arsitektur rumah atau bangunan di Kasepuhan Cisungsang khususnya
Imah Gede (Rumah Adat) menggunakan hateup (atap dari daun sagu)
dilapisi dengan ijuk dari pohon aren, dinding rumah menggunakan bilik
(anyaman bambu), lantai menggunakan papan kayu atau palupuh (lantai
66
dari bambu), sementara di luar pusat Kasepuhan Cisungsang, Abah Usep
selaku ketua adat mengizinkan masyarakat adat membangun rumah
dengan menggunakan material rumah modern pada umumnya. Perkakas
dapur yang digunakan sebagian masih tradisional, terbuat dari anyaman
bambu dan pahatan kayu. Peralatan memasak misalnya, masih
menggunakan hawu (tungku), se’eng (wajan) dan aseupan (penanak nasi),
dulang (tempat mengaduk nasi/ngakeul) serta boboko (bakul nasi).
4.1.4 Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adat di Kasepuahn Cisungsang berdasarkan
keturunan, Ketua adat pertama adalah Olot Ruman, kedua Olot Sakrim,
ketiga Olot Ainah, lalu Olot Sardani (Ayahanda Abah Usep), kemudian
Olot Naedi yang mengantikan sementara Olot Sardani sejak tahun 1985
karena calon penerus yaitu Abah Usep masih terlalu muda saat itu. Olot
Naedi merupakan adik dari Olot Sardani, kemudian setelah Abah Usep
berusia 19 tahun kepemimpinan adat dilanjutkan oleh Abah Usep sejak
tahun 1989.36
Kepemimpinan Kasepuhan Cisungsang hanya diwariskan
kepada anak laki-laki tertua, tidak kepada anak perempuan, karena
perempuan dianggap tidak punya kekuatan dalam memimpin adat
Kasepuhan. Jika ketua adat tidak punya anak laki-laki maka
kepemimpinan adat akan diwariskan kepada adik laki-laki atau paman
yang masih ada hubungan pertalian darah dalam silsilah keluarga
Kasepuhan. Sistem pergantinnya juga tidak sembarangan, melainkan harus
36
Yoki Yusanto, Ahmad Sihabudin dan Henriana Hatra. 2014. Kasepuhan Cisungsang. Pustaka
Getok Tular & PT. Kemitraan Energi Industri.Hal. 22
67
melalui ritual adat dan berdasarkan wangsit dari karuhun (leluhur)
sehingga kepemimpinan harus dipegang oleh orang yang benar-benar
pantas untuk mewarisinya.37
Dalam menjalankan sistem pemerintahan
adat, Masyarakat Kasepuhan Cisungsang menganut 3 sistem
pemerintahan, yaitu sistem kasepuhan (hukum adat), sistem agama
(hukum islam), dan sistem pemerintahan negara. Masyarakat Cisungsang
menganut agama islam, mereka menjalankan syariat islam pada umumnya,
seperti shalat, membaca Al-qur‟an, puasa dan syariat islam yang lainnya.
Namun, masyarakat Cisungsang juga menggunakan hukum adat dalam
menjalankan kehidupan sehari-harinya terutama segala sesuatu yang
berkaitan dengan ritual Ngamumule pare (memelihara padi).
Diagram 4.1 Silsilah Ketua Adat Kasepuhan Cisungsang
(Sumber : Henriana Hatra)
37
Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016
Olot Ruman
Olot Sakrim
Olot Ainah
Olot Sardani
Abah Usep Suyatma (1989 –
saat ini)
Olot Naedi (1985-1988)
68
4.1.5 Kasepuhan Cisungsang dan Ngamumule pare ( seren taun )
Masyarakat Cisungsang adalah masyarakat agraris, hal ini dipengruhi
oleh letak geografis Cisungsang yang berbatasan dengan kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak, mata pencaharian utama masyarakat
adat adalah petani, baik pertanian lahan basah (sawah) maupun pertanian
lahan kering (huma, perkebunan). Sebagai masyarakat agraris, Kasepuhan
Cisungsang masih mempertahankan ajaran karuhun tentang Ngamumule
pare (memelihara padi sesuai aturan adat). Proses memelihara padi, mulai
dari memilih bibit sampai panen kembali tidak dilakukan secara
sembarangan, setiap tahapan harus melewati berbagai ritual, mulai dari
tebar (menebar bibit), tandur atau melak pare (menyemai bibit di sawah),
atau istilah Kasepuhan yaitu nibakeun sri ka bumi. Kemudian selama padi
tumbuh masih dilakukan serangkaian ritual, mulai dari salamet beberes
tandur, salamet mapag pare beukah, mipit pare, dibuat (panen), mocong
pare (merapikan padi), ngunjal, ngadiukeun pare di leuit (memasukan
padi ke dalam lumbung) nganyaran (mengkonsumsi beras baru hasil
panen) dan sebagai acara puncak sekaligus awal dari siklus pertanian baru
yaitu seren taun .
69
4.2 Hasil Studi Lapangan
4.2.1 Ritual Rasul Pare di Leuit
Ritual dilaksanakan pada hari senin malam di imah gede, ritual dihadiri
rendangan dan baris kolot yang sudah berdatangan dari berbagi kampung
dan desa. Ritual rasul pare di leuit merupakan ritual pertama dalam prosesi
seren taun. Ritual ini pertanda dimulainya tradisi pongokan, yaitu sebuah
pantangan tidak boleh melakukan kegiatan pertanian selama proses
pongokan berlangsung, artinya segala aktivitas yang berkaitan dengan
bercocok tanam dan membajak sawah pantang untuk dilakukan.38
Pongokan
adalah siklus mengistirahatkan diri dari rutinitas bertani, berbeda dengan
Kasepuhan lain, seperti Kasepuhan Ciptagelar yang melaksanakan
pongokan selama satu bulan, Kasepuhan Cisungsang hanya melaksanakan
pongokan selama 3 hari, yaitu selasa, rabu dan kamis. Menurut Mang
Junadi, masalah ini sepenuhnya tergantung pada Abah dan Karuhun.
“masalah ieu mah urusan Abah, ari cik Abah kitu mah nya kudu
kitu, urang mah ngan ngajalankeun hungkul”
“mengenai masalah ini adalah urusan Abah, kalau Abah berkata
seperti itu ya harus seperti itu, kita hanya menjalankan saja”
Tidak semua ketentuan adat atau tradisi diketahui oleh rendangan atau
baris kolot, ada ketentuan adat yang hanya diketahui oleh Abah selaku ketua
adat, artinya ada informasi yang sifatnya rahasia tidak boleh diketahui oleh
orang lain, termasuk oleh baris kolot sendiri. Rasul pare di leuit diksanakan
38
Wawancara dengan Junadi , di Cikarang, 07 Agustus 2017.
70
didua tempat, yaitu di aula imah gede dan di ruangan Abah, masih satu
rumah hanya berbeda ruangan, untuk yang diruangan Abah hanya dihadiri
oleh baris kolot yang memegang tugas khusus seperti Aki Edis, Apih Jakar
dan Aki Amil. Aki Edis berjalan melewati lorong dan kerumunan baris kolot
yang duduk rapi besila, Aki Edis membawa tampah (nampan dari anyaman
bambu) berisikan sesajen dan hidangan khusus untuk Abah. Apih Jakar
mengikuti Aki Edis sebari membawa parupuyan yang sudah berisi bara api.
Parupuyan ini digunakan untuk membakar kemenyan saat ritual
dilaksanakan.
Gambar 4.3 Baris kolot dan rendangan sedang
melaksanakan Salamet Rasul Pare di Leuit (Foto : Juhendi)
Ritual yang dilaksanakan di ruangan Abah tidak boleh diikuti oleh
orang luar bahkan untuk sekedar mengambil foto dokumentasi. Selang
beberapa menit, Aki Amil berjalan keluar dari ruangan Abah dan
memberitahukan kepada para rendangan bahwa rasul telah selesai dan
71
rendangan serta baris kolot dipersilakan untuk menyantap hidangan yang
sudah tersaji. Aki Edis dan Apih Jakar keluar beriringan membawa
parupuyan, kemudian ikut bergabung dengan rendangan untuk makan
bersama. Ritual rasul pare di leuit pada hakikatnya merupakan acara
salametan atau syukuran. Rasul pare di leuit artinya ngarasulan pare anu
aya di leuit, ngarasulan juga berarti ngabeberes. Ngabeberes dalam
bahasa Indonesia berarti merapikan, menyelesaikan segala sesuatu yang
telah dimulai, yang dalam hal ini adalah rangkaian prosesi menanam padi
sampai akhirnya padi kembali di masukan ke dalam leuit.
Ritual dilaksanakan di dua tempat, peneliti tidak mendapatkan
informasi lebih mengnai alasan tersebut, Raden Angga juga tidak
mengetahui akan ketentuan tersebut.39
“Mengenai kenapa dilaksankan di luar dan di dalam ruangan Abah,
saya kurang paham. Tapi urutannya ritual dilaksanakan di dalam
terlebih dulu, baru setelah itu di luar bisa di mulai. Nah Aki Amil
itu tadi yang berjalan ke luar, ia memberitahukan kepada yang di
luar untuk memulainya”
4.2.2 Ritual Bubuka (Mantun)
Ritual Bubuka diawali dengan salamet beberes ngueh, yaitu
syukuran sebagai pertanda telah selesainya prosesi membuat kue untuk
acara SerenTaun. Ritual dihadirioleh tokoh-tokoh adat seperti Aki Edis,
39 Wawancara dengan Raden Angga Kusuma, di Kasepuhan Cisungsang pada 07 agustus 2017
72
Apih Jakar, Mang Junaidi, Umi Enar, Aki Amil dan Apih Jampana selaku
tukangmantunserta beberapa rendangan yang menginap di Kasepuhan.
Pisang emas, pisang ambon, kelapa muda, gula aren, kopi hitam, opak,
gipang, dodol, uli, peuyeum dan beberapa kue lainnya tersaji di depan para
baris kolot.
Gambar 4.4 Aki Edis sedang melakukan papasrah
kepada Apih Jampana (Foto : Juhendi)
Umi Enar menyiapkan padi yang dibungkus kain, dihiasi kembang
segar warna-warni dan pecahan uang, cai peureuh (air putih berisi
berbagai macam kelopak bunga untuk tetes mata) dan daun kawung
(linting tembakau). Sekitar pukul 21:00 salamet beberes ngueh dimulai,
Aki Edis dan Apih Jampana duduk berhadapan saling bersalaman untuk
melakukan papasrah. Papasrah yaitu memberikan wewenang atau tugas
kepada orang lain untuk kemudian melakukan tugas dan kewajiban yang
diberikan kepadanya. Aki Edis dalam hal ini telah menyerahkan wewenang
dan tugas kepada Apih Jampana untuk memulai pantun, tidak lupa sebelum
dumulaiterlebih dahulu membakar kemenyan dan membacakan mantra-
73
mantra, kemudian pembacaan do‟a selamet oleh Aki Amil. Tidak banyak
yang hadir dalam salamet beres Ngueh. Peneliti juga ikut menyaksikan
dan menikmati hidangan yang telah disajikan. Salamet beberes ngueh pun
selesai. Apih Jampana bersiap melantunkan pantun dan sisindiran buhun
dengan diiringi petikan musik kecapi, pantun dan sisindiran menggunakan
bahasa sunda buhun yang di dalamnya terdapat kalimat-kalimat siloka
(teka-teki). Apih Jampana terus melantunkan pantunnya, para baris kolot
berbincang-bincang, lantunan pantun jadi musik latar obrolan para baris
kolot.Pantun berlangsung hingga dini hari.
4.2.3 Ritual Balik Taun Rendangan
Balik taun rendangan atau masyarakat adat menyebutnya carita
balik taun, carita „cerita‟ merupakan laporan para rendangan kepada Abah
selaku ketua adat. Rendangan dalam hal ini merupakan penyambung lidah
atau penghubung antara masyarakat adat dengan ketua adat. Penyebaran
rendangan tidak terbatas pada batas administrasi wilayah, rendangan
tersebar diberbagai kampung dan desa, bahkan kecamatan. Rendangan
sendiri merupakan asal kata dari „rendang’ dengan akhiran „an‟, dalam
bahasa Sunda „rendang‟ artinya membawa sesuatu dengan mengaitkannya
di pundak, konotasinya rendang sama seperti membawa, menjinjing,
memundak, atau memanggul, hanya berbeda cara melakukannya saja.40
40
Wawancara dengan Kang Henriana Hatra di Kasepuhan Cisungsang, 10 September 2016
74
Tugas rendangan adalah sebagai pembawa informasi secara vertikal
dari ketua adat kepada incu putu „masyarakat adat‟ di berbagai kampung
maupun sebaliknya yaitu dari masyarakat adat kepada ketua adat. Setiap
Rendangan di Kasephan Cisungsang wajib menghadiri acara ritual seren
taun , para rendangans udah berada di Kasepuhan sejak hari senin
sebelum dilaksanakan salamet Rasul Pare di Leuit. Rendangan dari
berbagai kampung mewakili setiap keluarganya membawa hasil panen
selama satu tahun untuk kemudian dilaporkan kepada Abah selaku ketua
adat. Hasil panen yang dibawa juga beraneka ragam, mulai dari padi,
kelapa, gula aren, buah-buahan seperti pisang dan lain sebagainya.
Ritual balik taun rendangan dilakukan di Imah Gede, para
rendangan berkumpul duduk bersila lengkap dengan iket sambil
bercengkrama menunggu giliran untuk melapor kepada Abah. Tidak hanya
para lelaki, namun juga ada kaum wanita yang juga melapor kepada Abah.
Perbedaannya hanya terkait laporan yang akan dilaporkan lebih kepada
tanggung jawab khusus yang diemban di Kasepuhan bukan seperti
rendangan umumnya yang mengemban tanggung jawab turun temurun
dari keluarga besarnya. Umi Enar misalnya, ia sebagai juru dapur yang
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan keperluan ritual seren
taun . Selain itu, ada juga Ema beurang yang juga sudah menyipakan
tumpang seupaheun sebagai syarat melapor kepada Abah. Kaum
perempuan didahulukan untuk menemui Abah, salah satu perempuan
berbisik.
75
“hayu urang hela, kenteing baris lalaki mah sina paneri bae, pan
urang mah loba urusanen dei”
“Ayo kita duluan, biarkan kaum lelaki menyusul, kita masih
banyak urusan”.
Proses balik taun dilakukan satu per satu di ruangan Abah. Setiap
rendangan membawa seupaheun. Seupaheun berasal dari kata seupah,
seupah merupakan nama lain dari daun sirih. Seupaheun adalah seserahan
yang berisi daun sirih, gambir, dan kapur, (perlengkapan untuk nyirih),
kemenyan, dan panglai „bangle‟. Tidak hanya seupaheun ada juga istilah
tumpang seupaheun, tumpang seupaheun yaitu perlengkapan lain berupa
rokok dan sejumlah uang yang digabungkan dengan seupaheun lalu
dibungkus menggunakan daun pisang. Mang Junadi mengatakan tidak ada
patokan nominal uang yang dapat digunakan sebagai tumpang seupaheun,
semuanya tergantung pada keikhlasan para rendangan masing-masing.41
“Duit jeung rokok ngan saukur sarat, pan urang barang penta,
menta do’a kanu ngarana kolot, maenya urang keupat, asa kurang
pantes”
“uang dan rokok hanya sebagai syarat, kita meminta, meminta do‟a
kepada orang tua (Abah), masa kita datang hanya dengan tangan
kosong, itu terasa kurang pantas”.
41 Wawancara dengan Junadi , di Cikarang, 07 Agustus 2017
76
Seupaheun sendiri sifatnya seperti media seserahan untuk kemudian
dibacakan doa-doa oleh Abah dan dibawa pulang kembali untuk
dipergunkan sebagai kebutuhan ritual masyarakat adat sehari-hari, seperti
untuk memulai menanam padi atau mengadakan salametan. Proses balik
taun dimulai dengan rendangan memasuki ruangan Abah, satu persatu
rendangan berbaris menguntai sampai ke luar rungan Abah. Didalam
ruangan Abah terdapat hiasan kepala Macan Belang, foto Abah, angklung,
dan ada beberapa wayang golek, tokoh Semar salah satunya. Ruangan
tempat carita cukup luas sekitar 6 x 10 meter, lantai dari papan kayu,
dinding dari bilik bambu dengan penyangga berupa bambu hitam
gelondongan dengan rotan sebagai pengikat bambu. Rendangan duduk
bersila mengahadap Abah, pembicaraan dimulai dengan bersalaman,
kemudian dilanjutkan dengan penyampaian laporan carita.
Setiap rendangan mempunyai cara berbeda-beda dalam
menyampaikan carita balik taun rendanagan, ada rendangan yang
menggunakan bahasa yang sangat halus, panjang lebar, bahkan ada juga
yang hanya bersalaman dan menyerahkan seserahan.Selain melaporkan
hasil pertanian selama satu tahun, ritual ini bertujuan agar pertanian atau
hasil panen tahun berikutnya lebih berkah dari hasil panen tahun
sebelumnya.Abah selaku pemimpin adat mengetahui bagaimana
perkembangan pertanian dari tahun ke tahun setiap anggota masyarakat
kasepuhan. Tidak jarang selama proses balik taun dijadikan sarana
berkeluh kesah para rendangan tentang kondisi pertanian setiap tahun
77
yang dialaminya. Ada yang melaporkan bahwa pertanian mereka
mengalami untung ada pula yang mengalami kerugian, mereka juga
mengeluhkan berbagai penyebabnya, entah itu cuaca atau hama penyakit
yang mengakibatkan pertanian sawah garapannya mengalami kerugian.
Gambar 4.5 Rendangan berbaris menunggu
giliran carita kepada Abah (Foto : Juhendi)
Praktek komunikasi rendangan dan Abah merupakan sebuah praktek
komunikasi yang sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu. Konsep adanya
rendangan yang menjadi media penghubung arus informasi seputar
masyarakat adat saat itu adalah bukti bahwa pemerataan informasi
sangatlah penting, sehingga perlu adanya jembatan informasi melalui
media perwakilan setiap keluarga yaitu rendangan. Setelah zaman
semakin maju proses ritual balik taun rendanagn tetap dilakuakan seperti
biasanya, tatap muka dan disampaikan secara lisan oleh rendangan kepada
Abah. Ritual ini menggambarkan kekuatan tatanan nilai yang tetap terjaga
meski zaman sudah mulai menggerus sisi-sisi kehidupan manusia. Tidak
78
hanya itu kita bisa melihat bahwa nilai-nilai kearifan lokal seperti
kepatuhan dan keteraturan terhadap aturan adat begitu kental. Setiap
rendangan begitu sabar menunggu giliran diantara rendanagan lain,
budaya antri tetap lestari bahkan ketika mereka tidak menyadarinya.
Ketika ada yang ingin duluan melakukan laporan pun, mereka akan
membiarkannya mengingat setiap orang punya kebebasan waktu yang
berbeda-beda.
Carita balik taun dilakukan menggunakan bahasa Sunda halus, dalam
ritual ini terjadi komunikasi verbal dan nonverbal antara rendangan dan
Abah, komunikasi verbal terjadi ketika rendangan mulai nyarita kepada
Abah. Sedangkan komunikasi non verbal sudah terjadi bahkan pada saat
para rendangan belum bertatap muka dengan Abah, seperti berjalan
dengan cara ngagengsor (berpindah tempat duduk dengan tangan sebagai
tumpuan gerakan), menundukan badan dan kepala saat bersalaman dengan
Abah pertanda hormat kepada Abah selaku pemimpin adat. Begitu juga
Abah yang akan menundukan badan menjorok ke arah depan mendekati
rendangan sebagai pertanda Abah menghargai dan menyambut niat baik
para rendangan yang hendak melakukan carita. Jarak intim saat
melakukan carita antara Abah dan rendangan sekitar 50 centimeter, ini
artinya pengaturan ruang dan jarak pribadi saat melakukan carita begitu
dekat. Abah terkadang memejamkan mata saat rendangan menyampaikan
maksud dan tujuannya, Abah lebih sering menganggukan kepala dalam
setiap pernyataan yang disampaikan oleh rendangan, artinya Abah
79
menyetujuai dan menerima maksud dari yang disampaikan oleh para
rendangan. Salah satu rendangan, Mang Oib juga ikut carita, saat
bersalaman Abah langsung menyambutnya dan bertanya.42
“Mamang atos dahar ?”
“Paman sudah makan ?”
Di Kasepuhan pertanyaan seperti „sudah makan?‟ merupakan bagian
dari tatak krama ketika bertemu orang lain, apalagi jika itu kepada tamu,
dalam salah satu kesempatan Abah mengungkapkan bahwa setiap orang
yang datang ke Kasepuhan tidak boleh merasakan kelaparan.43
“Sakian rebu jalma anu datang ka Kasepuhan, ulah sampe
ngarsaan kosong beteung ku teu manggih dahar, paribasana ari
sangu-sangu bae mah ulah sien”
“sekian ribu orang yang datang ke Kasepuhan, tidak boleh
merasakan lapar akibat tidak dapat makan, istilahnya kalau hanya
sekedar nasi tak perlu khawatir”
4.2.4 Ritual Ngareremokeun
Ritual Ngareremokeun dilaksanakan pada sabtu pagi, saat matahari
mulai naik sekitar pukul 08.00 sampai pukul 09.00 pagi. Ngareremokeun
dilaksanakan di depan leuit Si Jimat, sebelum ritual dimulai. Umi Enar dan
beberapa orang lainnya sibuk mempersiapkan padi untuk dihias dengan
42 Pengamatan penulis saat mengikuti proses carita balik taun 2017 43 Pengamatan penulis saat mengikuti proses Saresehan Seren Taun 2016
80
berbagai bunga warna-warni dan uang kertas yang dijepit bambu sebagai
hiasan padi. Ada yang menggelar tikar, memasang payung dan mengatur
rombongan angklung dog dog lojor. Enam buah bakul yang berisi padi
yang telah dihias dengan berbagai macam bunga segar warna-warni, padi-
padi tersebut dibungkus dengan kain samping.
Gambar 4.6 Aki Samir sedang ngukus
di acara ritual ngareremokeun (Foto : Juhendi)
Aki Samir bertugas sebagai pemimpin ritual, mula-mula Aki Samir
memulai prosesi ngukus. Ngukus dilakukan sebagai prosesi pembuka,
dalam ngukus terdapat pembacaan doa-doa dan jangjawokan. Ngukus
dilakukan untuk meminta izin kepada para karuhun agar prosesi
ngareremokeun berjalan lancar. Asap dipercaya juga untuk mengundang
para leluhur untuk hadir. Setelah Aki Samir membacakan doa, kemudian
Mang Junadi mengangkat parupuyan yang masih mengeluarkan asap
untuk dibawa berkeliling area ritual sebanyak tiga kali putaran, ritual
81
dilanjutkan dengan melantunkan puji-pujian. Setelah ritual selesai, cai
peureuh (tetes mata) dibagikan kepada pengunjung, tidak hanya orang
dewasa, anak-anak juga ikut dipeureuh untuk menyegarkan penglihatan.
4.2.5 Ritual Upacara Adat Seren Taun
Ritual upaca adat merupakan acara puncak dari serangkaian ritual
yang terdapat dalam ritual seren taun . Ritual dilaksanakan pada hari
minggu pagi, bertempat di depan Leuit Si Jimat. Penamaan Si Jimat
berasal dari kebiasaan orang Sunda yang menganggap sesuatu yang
berharga adalah sebuah jimat. Istilah jimat dianggap mempunyai sesuatu
kekuatan magis yang dapat membawa keberuntungan atau keberkahan44
.
Upacara Adat diikuti oleh hampir semua element adat, baik itu
rendangan, baris kolot, dan anggota masyarakat adat Kasepuhan
Cisungsang. Upacara Adat dipimpin langsung oleh ketua adat, anggota
keluarga seperti Neng Elisabeth yang merupakan anak kedua serta
beberapa anggota keluarga yang lain juga turut menyertai upacara tersebut.
Selaku pimpinan do‟a yaitu Mang Junadi, beliau adalah orang yang
bertanggung jawab atas ritual yang diselenggarakan di Kasepuhan.
Sementara ada juga Mang Lengser yang akan mengantar para dayang-
dayang yang membawa padi dan tukang rengkong. Baris kolot dan
rendangan duduk rapi bersila mengikuti jalannya acara, pakaian tikim
hitam dan iket yang merupakan seragam wajib yang harus dikenakan
menambah suasana adat yang begitu kental.
44
Wawancara dengan Junadi , di Cikarang, 07 Agustus 2017
82
Ritual dimulai dengan pembacaan doa-doa dan pembakaran kemenyan
oleh Mang Junadi, hal ini dilakukan agar ritual berjalan lancar dan
diberkati. Pembakaran kemenyan ini merupakan kebiasaan yang turun
temurun yang sifatnya sakral, asap kemenyan dipercaya bisa
menyampaikan maksud kepada mereka yang gaib, angklung buhun yang
berada di samping Leuit Si Jimat ikut mengiringi puji-pujian diberengi
dengan petikan kecapi. Mang Lengser menjemput Ketua Adat untuk
memasuki tempat pelaksanaan ritual. Seren taun kali ini, yang bertugas
memimpin ritual adalah Raden Angga Kusuma (Putra sulung Abah Usep).
Tahun ini merupakan tahun pertama, upacara Adat tidak dipimpin
langsung oleh Abah Usep sendiri, hal ini sedikit menandai akan adanya
pergantian kepemimpinan adat Kasepuhan Cisungsang, mengingat Raden
Angga sudah dewasa dan dalam berbagai kesempatan ritual tertentu ialah
yang biasa menggantikan Abah Usep. Raden Angga memakai pakaian
serba putih dan iket warna senada. Pakain serba putih yang dikenakan
merupakan lambang kebersihan dan kesucian hati, berbeda dengan para
rendangan yang memakai warna hideung „hitam‟.
Puncak ritual pun dimulai dengan datangnya rombongan arak-arakan
padi yang ditandu oleh 4 (empat) orang rendangan, tandu tersebut berisi
pare indung diiringi para dayang-dayang gadis remaja lengkap dengan
baju kebaya dan kain sampingnya. Tukang rengkong datang membawa
padi untuk kemudian diamitkeun ke dalam leuit. Membawa padi dengan
cara direngkong ini mempunyai keunikan tersendiri, padi tersebut
83
digantungkan menggunakan tali yang terbuat dari ijuk pohon aren yang
dikepang. Kemudian tali tersebut dipasangkan pada bambu berukuran
besar yang pada kedua sisi ujungnya terdapat sebuah lubang sepanjang
kurang lebih 30 cm (centi meter). Lubang pada kedua sisi bambu berguna
untuk memantulkan gesekan antara tali ijuk dengan bambu sehingga
menghasilkan bunyi yang nyaring dan khas. Rengkong harus selalu
digoyangkan ke kiri dan ke kanan agar padi yang digantungkan ikut
berayun. Ayunan padi akan menghasilkan gesekan antara tali ijuk dan
bambu, gesekan itu menghasilkan nada yang konstan sehingga
mengeluarkan irama yang khas layaknya alat musik. Penggunaan
rengkong ini merupakan bagian dari ngamumule pare, di dalamnya
terdapat upaya untuk memanjakan dan menghibur padi yang masyarakat
setempat percaya bahwa padi adalah jelmaan dari Nyi Sri (Dewi Padi).45
Pada proses ritual upacara adat, ada padi yang tampak berbeda dari
padi-padi yang lainnya, yaitu Pare indung. Pare Indung tampak cantik
dengan riasan seperti berbagai jenis kembang dan lembaran uang kertas.
Pare indung memiliki lima buah ikatan kecil pada tangkai padinya dan ada
juga yang hanya memiliki tiga ikatan. Uang kertas yang tertancap di padi
tersebut merupakan simbol dari kesejahteraan.
Upacara adat dilanjutkan dengan memasukana padi-padi yang diarak
ke dalam leuit Si Jimat. Padi yang pertama kali dimasukan adalah pare
indung kemudian padi-padi yang lainnya. Mang Junadi menaiki taraje
45
Wawancara dengan Junadi , di Cikarang, 07 Agustus 2017
84
(tangga bambu) untuk memasuki Leuit Si Jimat sambil membawa pare
indung, sambil diiringi puji-pujian.
“Ayeuna Si Nyai ku kami diamitkeun”
“sekarang Si Nyai oleh kami di rapikan”.
Gambar 4.7 Rombongan arak-arakan
pare indung (Foto : Juhendi)
Syair itu menjelaskan bahwa setelah benih padi disebar untuk
kemudian ditanam, kini saatnya kembali dan dirapikan dalam sebuah
tempat yang aman, yang dinamakan leuit. Setiap warga di Kasepuhan
memiliki leuit, setidaknya setiap keluarga memiliki satu leuit untuk
menyimpan hasil panen sebagai cadangan pangan, masyarakat adat hanya
menggunakan beras sebagai bahan konsumsi dan tidak untuk dijual.
85
4.3 Pembahasan
4.3.1 Aktivitas Komunikasi Ritual Rasul Pare di Leuit
4.3.1.1 Situasi Komunikatif
Situasi Rasul Pare di Leuit begitu hidmat, aula imah gede dipenuhi oleh
rendangan yang mengikuti syukuran lengkap dengan ikat kepala dan baju
pangsi warna hitam. Rendangan duduk saling berhadapan membentuk
barisan dengan hidangan yang sudah tersaji di tengah-tengah para
rendangan. Waktu pelaksanaan ritual tidak bersifat baku, tergantung pada
kesiapan segala sesuatunya, pada seren taun 2017, ritual dilaksanakan
malam hari sekitar pukul 19.30.
4.3.1.2 Peristiwa Komunikatif
Peristiwa yang terjadi saat Ritual Rasul Pare di Leuit antara para
rendangan begitu akrab, mereka tampak tertib mengikuti salametan
sambil menunggu proses ritual rasul yang dilaksanakan di ruangan Abah
selesai. Rendangan dan baris kolot berdoa bersama untuk kemudian
menyantap hidangan yang sudah disiapkan oleh tukang dapur. Prosesi
rasul berjalan sebentar tapi setelah itu para rendangan tidak langsung
membubarkan diri, mereka lanjut ngawangkong, banyak hal yang mereka
bicarakan, mulai dari hasil pertanian di setiap kampung, situasi cuaca yang
mempengaruhi hasil panen, dan prediksi awal dimulainya Nibakeun Sri ka
Bumi atau prosesi menanam padi kembali.
86
1. Setting
Ritual ini dilaksanakan pada senin malam di dua tempat, yaitu
ruangan Abah dan aula imah gede, ritual berlangsung sekitar pukul
19.30 WIB. Di lokasi ritual terdapat hidangan makan malam, boboko
sangu (bakul nasi) yang dilapisi daun pisang sudah tersaji, lauk pauk
seperti daging dan ikan serta sayur dan air minum berjajar rapi diantara
para rendangan, tidak lupa aneka kue tradisional juga tersedia.
2. Partisipant
Tokoh penting dalam ritual ini yaitu adalah Abah Usep, Aki Edis,
Apih Jakar, Aki Amil. Rendangan dan baris kolot juga ikut menghadiri
ritual ini. Abah Usep selaku ketua adat memimpin langsung Rasul
Pare di Leuit. Aki Edis sebagai sabah (perwakilan Kasepuhan
Cisungsang di kampung Cisitu). Sabah bertugas mewakili Abah Usep
di Kampung Cisitu, segala urusan yang berkaitan dengan kasepuhan
akan disampaikan kepada Aki Edis terlebih dahulu sebelum kepada
Abah Usep. Apih Jakar, beliau mengemban tugas sebagai penasehat
Kasepuhan, diantara tugasnya adalah memberikan saran terkait waktu
pelaksanaan seren taun dan hal lain yang berkaitan dengan masyarakat
adat Kasepuhan. Aki Amil, salah satu tanggung jawab yang diemaban
adalah sebagai bengkong di Kasepuhan, yaitu sebagai tukang sunat
Kasepuhan dan juga sebagai juru do‟a apabila ada ritual-ritual di
Kasepuhan. Rasul pare di Leuit juga dihadiri oleh para baris kolot dan
87
rendangan yang berasal dari berbagai kampung yang mewakili
keluarga besar masing-masing.
3. Ends
Tujuan atau maksud diadakannya ritual ini adalah untuk
ngabeberes atau syukuran padi sekaligus mengawali rangkaian ritual
adat seren taun agar ritual berjalan lancar. Selain itu, tujuan ritual
adalah sebagai bentuk ketaatan terhadap aturan adat yang selama ini
masih dijaga di Kasepuhan. Masyarakat adat bahkan tidak lagi
berbicara tentang apa alasan diadakannya setiap ritual, ritual adalah
sebuah keharusan yang sudah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat adat sendiri, ritual adalah pola hidup yang harus selalu
dilaksanakan selama masyarakat adat hidup
4. Art sequence
Urutan tindakan dalam ritual ini meliputi, rendangan dan para
baris kolot diberitahukan bahwa ritual akan segera dimulai, para
rendangan dan baris kolot yang masih mendiami ajeng rendangan
(tempat berkumpul rendangan) mulai bergegas menuju aula imah
gede. Sementara itu, tukang dapur, tukang para sibuk menyiapkan
berbagai hidangan untuk salamet Rasul Pare di Leuit. Setelah semua
tersaji, kemudian acara dimuali.
5. Keys
Keys mengacu pada bagaimana tindakan tutur dilakukan selama
prosesi ritual, rendangan yang berada di aula, tidak akan memulai
88
rasul sebelum Abah terlebih dahulu. Hal ini menunjukan bagaimana
ketaatan terhadap aturan adat yang tidak boleh dilanggar. Bagi
masyarakat adat perintah Abah secara tidak langsung adalah perintah
karuhun, sehingga melanggar Abah juga dapat diartikan melanggar
karuhun. Hal ini tidak bersifat general, artinya tidak semua yang
dikatakan oleh Abah adalah sebuah keharusan. Hal itulah kenapa di
Kasepuhan juga terdapat penasehat Kasepuhan, yang bertugas untuk
memberi saran terkait keputusan-keputusan yang akan diambil Abah
dalam memutuskan suatu perkara terkait masyarakat adat.
6. Instrumentalities
Pesan disampaikan dengan berbagai media, tidak selalu berbetuk
verbal, namun juga muncul dalam artefak, atau simbol-simbol non
verbal. Instrumen yang digunakan dalam ritual rasul pare di leuit juga
demikian, penggunaan boboko sebagai wadah nasi, meski sudah
banyak peralatan modern, wadah nasi yang digunakan dalam hidangan
rasul pare di leuit masih menggunakan perkakas tradisional, hal ini
menunjukan masih adanya pengaruh kuat perintah karuhun untuk tetap
hidup tradisional meski zaman sudah berubah.
7. Norm of Interaction
Berkaitan dengan aturan-aturan atau norma-norma yang muncul
selama proses komunikasi berlangsung. Di Kasepuhan terdapat aturan
tidak tertulis dalam berinteraksi, dalam memanggil nama misalnya,
mereka terbiasa menggunakan sebutan penghormatan seperti kata Aki
89
(kakek), Nini (Nenek), Uwa/Mamang (paman), ujang/eneng sebelum
nama orang. Nama orang tidak disebut langsung baik itu kepada orang
yang lebih tua, sebaya, maupun kepada yang lebih muda, bentuk lain
dari norma interaksi antara lain bersalaman dengan menggunakan dua
tangan ketika hendak bertemu Abah.
8. Genre
Proses komunikasi di Kasepuhan cenderung pada arah komunikasi
yang sering menggunakan peribahasa, dimana banyak siloka (teka-
teki) yang digunakan dalam menjabarkan tatanan kehidupan, seperti
ngigelan jaman, ningindung ka waktu ngabapa ka jaman yang
merujuk pada pola hidup yang mengimbangi perkembangan zaman
tanpa harus menggerus kebudayaan lokal.
4.3.1.3 Tindakan Komunikatif
Yang terjadi sesama rendangan tampak mengalir, mereka
berkomunikasi secara tatap muka, semuanya membaur menyatu dalam
perbincangan. Perintah dari Abah yang disampaikan melalui Aki Amil
merupakan bentuk tindakan komunikasi keterwakilan, yang menunjukan
bahwa tidak semua hal bisa disampaikan oleh Abah secara langsung,
namun dapat juga diwakilkan kepada para pemangku adat di Kasepuhan.
90
4.3.2 Aktivitas Komunikasi Ritual Bubuka (Mantun)
4.3.2.1 Situasi komunikatif
Situasi ritual salamet bubuka (mantun) begitu hangat, para baris kolot
berbincang satu sama lain sambil menyimak lantunan pantun sisindiran
dan petikan musik kecapi yang dimainkan Apih Jampana. Tidak hanya
para baris kolot, para pengunjung yang sudah ada sejak hari itu juga
menikmati lantunan pantun yang hanya mendengar lewat pengeras suara
yang di pasang di samping imah gede.
Abah Usep tidak hadir pada saat mantun tapi tidak mengurangi
kehidmatan acara tersebut. Sebelum pembacaan doa oleh Aki Amil, Apih
Jakar ngintunken do‟a kepada baris wanga tua yang telah berpulang untuk
dikirimkan do‟a dan puji-pujian.
”baris kolot anu tibelahan Abah jeung Ema ulah majar maneh aya
anu katariwal”
“para leluhur dari pihak Abah dan Ema jangan sampai ada yang
terlewat”.
Salah satu rendanagan yang juga tukang debus melontarkan gurauan
di sela-sela obrolan itu.
”Heh, lain ieu mah heran, ongkoh sok mineng loba wartawan
motoan ieu, tapi dina spanduk sok eweh bae, nan kamana kitu eta
foto?”
91
“Saya heran, sering saya difoto oleh wartawan, tapi di spanduk
tidak pernah ada foto saya , kemana itu foto?”
“wartawan oge nyahoeun, anu goreng mah moal dipajang”
“wartawan juga tahu, yang jelek tidak akan dipampang”
Para rendangan terlihat santai dan menikmati suasana saat mantun
berlangsung.
4.3.2.2 Peristiwa komunikatif
Terjadi komunikasi sesama rendangan dan baris kolot yang hadir
dalam ritual bubuka. Selain komunikasi verbal, dalam ritual bubuka juga
terjadi komunikasi non verbal, yaitu bagaimana sebuah artefak-artefak
yang digunakan dalam prosesi ritual juga memiliki fungsi dan tujuan
tertentu. Pakaian yang dikenakan, warna, dan alat ritual yang digunakan.
1. Setting
Ini berkaitan dengan urutan dan tempat dimana sebuah peristiwa
komunikasi dilaksanakan. Ritual bubuka dan pantun dilaksanakan di
ruang tengah imah gede, ruangan ini menghubungkan antara dapur,
ruang tamu dan juga ruang pribadi Abah. Ruang tengah juga
berdampingan dengan dua kamar tidur dan ruangan yang juga
digunakan untuk menyimpan berbagai bahan makanan sekaligus akses
untuk naik ke para (langit-langit).
92
2. Partisipant
Dalam ritual ini yaitu meliputi Aki Edis sebagai sAbah
Kasepuhan, Apih Jakar sebagai penasehat Kasepuhan, Apih Jampana
sebagai tukang pantun, Mang Junadi sebagai tukang para, Aki Amil,
dan beberapa baris kolot dan rendangan. Ends meliputi tujuan
dilaksanakannya suatu ritual, ritual bubuka dilaksanakan dengan
tujuan untuk memulai rangkaian upacara seren taun , sekaligus
dengan salamet beberes ngueh.
3. Art sequence
Urutan terjadinya suatu proses komunikasi, ritual ini diawali
dengan persiapan perlengkapan ritual seperti padi yang sudah dihias,
beragam bunga, rurujakan, cai pereuh, dan seupaheun. Perlengkapan
yangtadinya di dapur mulai dipindahkan ke ruang tengah, tempat
ritual bubuka dilaksanakan. Baris kolot diberitahukan untuk segera
berkumpul dan untuk segera memulai acara, diawali oleh Aki Edis
membakar kemenyan dan melakukan pembacaan jangjawokan
(mantra). Kemudian dilakukan papasrah dan diteruskan pembacaan
do‟a oleh Aki Amil, menyantap hidangan, setelah selesai baru
kemudian melantunkan pantun sisindiran oleh Apih Jampana.
4. Keys
Mengacu pada cara ritual dilaksanakan, Aki Edis sebagai orang
kepercayaan Abah melakukan tugas dan wewenangnya untuk
memimpin ritual. Ritual tidak akan dimulai jika Aki Edis belum
93
memulainya, cara memulainyapun tidak hanya dilakukan secara lisan
berupa perintah verbal, melainkan harus dengan melakukan ritual
papasrah. Papasrah ini merupakan tindakan verbal dan non verbal
yang dilakukan oleh Aki Edis dan Apih Jampana. Aki Edis dan Apih
Jampana saling berhadapan untuk memulai papasrah, kemudian Aki
Edis menjulurkan kedua tangannya untuk melakukan salam kepada
Apih Jampana selaku penerima mandat untuk melaksanakan pantun.
5. Instrumentalities
Artefak-artefak yang digunakan dalam proses ritual, keberadaan
alat-alat ritual tidak hanya sebagai pelengkap, melainkan sebuah
media yang juga punya fungsi. Padi yang diberi hiasan bunga dan
uang harus selalu ada dalam ritual, padi merupakan instrumen utama
dalam pelaksanaan seren taun , sehingga begitu juga dalam setiap
rangkaian ritual. Padi akan selalu menjadi instumen yang dihadirkan
dalam ritual, hal ini karena padi menjadi salah satu alasan kenapa
ritual seren taun dilaksanakan. Rurujakan, terdiri dari berbagai
macam minuman, kopi pait, kopi manis, dan minuman dari buah-
buahan. Jumlahnya 7 (tujuh) macam, ini biasanya juga digunakan
sebagai media persembahan kepada karuhun. Persembahan tidak
hanya berupa do‟a melainkan berbentuk materi atau fisik seperti
makanan dan minuman, sari dari makanan dan minuman disampaikan
lewat pembakaran kemenyan di parupuyan.
94
Asap kemenyan dan gaharu dipercaya sebagai media yang dapat
menyampaikan maksud kepada para karuhun, hal itu juga yang
mendasari kenapa setiap ritual harus menggunakan atau diawali
dengan pembakaran kemenyan atau gaharu. Kecapi digunakan untuk
mengiringi lantunan pantun dan sisindiran yang dimainkan oleh Apih
Jampana, alat musik ini selain sebagi media hiburan, dibeberapa
kepercayaan juga termasuk media untuk berkomunikasi dengan yang
lain yang sifatnya metafisik atau astral. Seperti ketika terjadi gerhana
misalanya, masyarakat Kasepuhan akan memukul atau menabuh
berbagai perkakas seperti piring kaleng (alumunium), buntut baliung
(bagian kapak yang runcing) ini dilakukan agar gerhana segera
berlalu.
6. Norm of Interaction
Nilai-nilai adat yang muncul pada saat ritual, nilai-nilai kepatutan
seperti memberi dan menerima tanggung jawab yang tercermin dalam
papasrah, merupakan suatu repleski tentang bagaimana masyarakat
adat hidup dalam bermasyarakat. Perintah Karuhun tidak hanya
sekedar menjadi sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan,
melainkan juga dijadikan sebagai cara, jalan, solusi dan jawaban bagi
masyarakat adat, sehingga apa yang diperintahkan oleh karuhun juga
dijadikan hukum tidak tertulis. Papasrah tidak boleh sembarang
dilakukan, harus sesuai adat, dilakukan oleh orang yang pantas dan
memang punya tanggung jawab khusus, hal ini berkaitan juga dengan
95
amanah yang nantinya akan diemban oleh orang yang menerima
perintah.
7. Genre
Ritual ini lebih cenderung kepada tindakan komunikasi searah
seperti ceramah, terutama pada saat mantun berlangsung, sisindiran
siloka yang disampaikan oleh Apih Jampana mengandung ajaran-
ajaran tentang kehidupan. Pesan-pesan moral tentang bagaimana
manusia harus hidup sesuai adat atau perintah leluhur.
4.3.2.3 Tindakan komunikatif
Lantunan pantun dan sisindiran yang disampaikan oleh Apih Jampana
merupakan tindakan komunikasi personal, dalam pantun terdapat puji-
pujian dan pelajaran moral tentang kehidupan. Sementara sisindiran
mengandung makna lelucon atau guyonan yang di dalamnya juga bercerita
tentang kehidupan masyarakat adat. Fungsi utama tindakan komunikasi
merupakan pepeling (nasihat), lirik-lirik yang diucapkan dalam pantun
mengandung perintah atau ajaran-ajaran tentang kehidupan, terkadang
beberpa bagian diungkapkan dengan jenaka dan mengundang tawa.
4.3.3 Aktivitas Komunikasi Balik Taun Rendangan
4.3.3.1 Situasi Komunikatif
Carita balik taun rendangan terlihat mengalir dan teratur, semua
rendangan yang hendak melakukan carita berkumpul di ruang utama atau
ruang depan imah gede. Semua rendangan sudah bersiap membawa
96
sepahen, tampak seragam dengan baju tikim warna hitam dan memakai
iket. Perempuan yang akan ikut carita juga sudah bersiap dengan
mengenakan kain samping, mereka menunggu dibagian depan. Satu
persatu bergiliran menemui Abah, bersalaman dan melakukan carita di
ruangan Abah menyampaikan berbagai hal sesuai maksud rendangan
masing-masing.
4.3.3.2 Peristiwa Komunikatif
Terjadi ketika rendangan menghadap Abah untuk melakukan carita,
mula-mula rendangan mendekat kepada Abah dengan cara ngagengsor
(menggeser posisi duduk), kemudian membungkukan badan ke arah Abah
dan menyerahkan sepahen. Sepahen kemudian diambil oleh Apih Jakar
yang duduk disamping Abah, sepahen tersebut dipisahkan, antara tumpang
sepahen (uang dan rokok). Sepahen yang kemudian akan diberikan
kembali kepada para rendangan sebagai bekal. Rendangan menjulurkan
tangan untuk kemudian bersalaman kepada Abah, demikian pula dengan
Abah ia membungkukan badan menyambut salam dari rendangan. Abah
akan merespon dengan hanya menganggukan kepala dan kadang
bergumam yang juga merupakan tanda persetujuan terkait apa yang
disampaikan oleh rendangan.
“Assalamualikum, wa’alaikumsalam, atu sumuhun Abah, kula
ngabalikeun nya sri na, nya dunya na, jeung manusana, hayang
sing aya kalulusan kamulusan, kaberkahan jeung
kasalametanana”
97
“Assalamu‟alaikum, wa‟alaikumsalam, Abah, saya mengembalikan
sri (padi), dunia, danmanusia (jiwa). Semoga selalu ada dalam
kelulusan, kemulusan, keberkahan dan keselamatan”
1. Setting
Ritual ini yaitu berlangsung di ruangan Abah, ruangan khusus
untuk melakukan pertemuan personal antara rendangan dengan Abah
secara langsung.Waktu pelaksanaan dimulai sekitar pukul 19.00 WIB
sampai selesai. Ruangan tersebut lantainya terbuat dari papan kayu
dengan dinding dari bilik bambu. Terdapat beberapa tokoh wayang
golek di sudut sebelah utara, dan hiasan patung kepala macan belang
tepat di atas Abah.
2. Partisipants
Cerita balik taun rendangan melibatkan Abah dan rendangan
dari berbagai kampung yang termasuk ke dalam incu putu masyarakat
adat kasepuhan Cisungsang. Rendangan ini juga ada yang merangkap
dengan jabatan adat lain, seperti Aki Edis ia rendanagn namun ia juga
sekaligus sebagai sabah. Perempuan yang ikut carita bukan sebagai
rendanagn tapi sebagai pemangku jabatan adat seperti canoli (tukang
dapur), paraji (dukun beranak) yang juga ikut carita untuk melakukan
laporan terkait tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota
masyarakat adat.
98
3. Ends
Ujian dilaksanakan carita balik taun rendanagn adalah untuk
mengembalikan apayang telah diminta oleh rendangan, ini berkaitan
dengan carita papangkal (cerita mengembara). Jika carita papangkal
merupakan cerita untuk meminta izin memulai proses pertanian, dalam
carita ini ada istilahnya “menta bahan menyan panglaina” yaitu bekal
untuk memulai pertanian. Sedangkan cerita balik taun rendangan
merupakan cerita untuk mengembalikan apa yang dulu telah diminta,
mengembalikan disini maksudnya adalah mulang tarima
(mengembalikan rasa syukur) atas apa yang telah didapat selama satu
tahun ke belakang, baik itu masalah pertanian maupun terkait
kehidupan masyarakat adat itu sendiri. Selain sebagai laporan wajib,
balik taun juga upaya mengharapkan berkah dalam segala hal, kalau
istilah dalam masyarakat adat yaitu “kalulusan, kamulusan,
kaberkahan, kasalametan”.
4. Act sequence
Urutan tindakan di sini yaitu pada saat rendanagan sedang
paamprok jongok (duduk saling berhadapan). Rendangan
menyampaikan maksud dan tujuan kepada Abah, Abah mendengarkan
apa yang disampaikan, setelah carita selesai, rendangan bersalaman
kembali kepada Abah dan bergeser mundur. Pesan yang
dikomunikasikan oleh rendanagn pada dasarnya hampir semuanya
sama, yaitu tentang “ngabaliken sri, dunya jeng manusana”
99
mengembalikan esensi dari padi, kehidupan dunia, dan jiwa manusia
agar selalu dalam keadaan keberkahan dan keselamatan.
5. Keys
Tindakan tutur yang menjadi fokus dalam carita balik taun yaitu
pada saat rendangan mulai melakukan carita dihadapan Abah. Setiap
rendangan melakukan cara yang sama ketika berhadapan dengan
Abah, mulai dari pakaian yang serba hitam, ikat kepala, membawa
sepaheun, carita balik taun diawali dengan salam dan diakhiri dengan
salam pula. Setiap rendangan punya gaya yang berbeda dalam
menyampaiakn carita, ada yang menggunakan bahasa panjang lebar,
ada yang hanya seperlunya, tapi pada dasarnya semua yang tiap
rendangan sampaikan adalah dengan tujuan sama.
6. Instrumentalities
Pesan disampikan dalam bentuk verbal dan non verbal, pesan
verbal disampaikan lewat cerita lisan oleh rendangn kepada Abah,
sementara pesan non verbal tapak dari gestur dan mimik wajah yang
muncul saat menyampaikan carita kepada Abah. Rendangan akan
bersalaman kepada Abah, kontak fisik ini digunakan untuk memulai
pembicaraan dan juga sebagai bentuk penghormatan ketika hendak
bertemu dengan Abah. Posisi duduk rendangan lebih membungkuk
saat berbicara dan tidak menatap wajah Abah. Abah sendiri lebih
100
sering mengangguk dan jarang berbicara, lebih sering mendengarkan
apa yang disampaikan oleh rendangan.
7. Norm of interaction
Pada saat carita balik taun, setiap rendangan bersalaman dengan
Abah sebelum memulai carita, ini salah satu tindakan non verbal yang
sudah menjadi aturan baku, rendangan tidak boleh langsung
menyampaikan carita. Tepung salam merupakan pembukaan untuk
mengawali sesuatu, Abah adalah representasi dari karuhun yang sangat
dihormati, sehingga sudah menjadi aturan tidak tertulis ketika hendak
bertemu dengan Abah harus bersalaman terlebih dahulu. Pada saat
berbicara dengan Abah rendangan cenderung lebih sering
menundukan kepala, ini salah satu norma dalam berkomunikasi,
menunduk saat berbicara pada lawan bicara bisa mempunyai konotasi
beragam, salah satunya karena rasa segan dan hormat kepada lawan
bicara. Abah adalah sosok yang dihormati oleh rendangan, sehingga
itu menjadi salah satu alasan kenapa rendangan lebih sering
menundukan kepala dan tidak menatap Abah ketika melakukan carita
balik taun rendangan.
8. Genre
Peristiwa balik taun rendangan bukan sekedar ritual semata, dalam
ritual tersebut terjadi proses penyampaian informasi dari rendangan
kepada ketua adat. Artinya terjadi pengiriman pesan, baik verbal
maupun non verbal. Genre peristiwa dalam ritual bailk taun rendangan
101
dapat dikatakan sebagai disource community (masyarakat wacana) atau
lebih tepatnya wacana monolog. Hal ini tampak dari proses balik taun
rendangan yang hanya terjadi proses menyampaikan informasi dari
rendangan saja, sementara Abah dalam hal ini hanya mendengarkan
dan memberikan respon jika apa yang disampaikan rendangan
memang memerlukan semcam izin atau persetujan dari Abah.
4.3.3.3 Tindakan Komunikatif
Balik taun rendangan adalah ritual yang di dalamnya terdapat pesan-
pesan pengaharapan dari para rendangan, selain menyampaikan informasi
dari incu putu di setiap kampung, menghadap Abah juga untuk
mengharapkan restu dari Abah. Hal ini tampak dari kalimat-kalimat verbal
yang disampaikan oleh rendangan yang selalu menyebutkan kata
“keberkahan dan keselamatan” di akhir prosesi carita balik taun. Abah
selaku ketua adat merespon apa yang disampaikan oleh rendangan, respon
yang diberikan lebih sering tindakan non verbal, seperti anggukan kepala
tanda persetujuan. Selain itu, Abah akan memberikan bahan “menyan
panglai” sebagai bekal untuk ritual disetiap kampung masing-masing.
4.3.4 Aktivitas Komunikasi Ritual Ngareremokeun
4.3.4.1 Situasi Komunikatif
Situasi komunikatif mengacu pada konteks terjadinya ritual
Ngareremokeun, konteks ini terdiri dari konteks fisik dan konteks
psikologis. Konteks fisik yaitu berkaitan dengan tempat pelaksanaan dan
102
sebagal sesuatu komponen fisik yang menjadi pendukung dalam
pelaksaaan ritual Ngareremokeun . Ngareremokeun selalu dilaksanakan di
depan leuit si jimat, waktunya saat pagi hari “mejehna haneut moyan”.
Sedangkan konteks psikologis berkaitan dengan suasana yang muncul
selama proses ritual berlangsung. Aki Samir, Mang Junadi, Apih Jakar, Aki
Edis dan rendangan serta baris kolot yang hadir terlihat khidmat dan
khusyuk mengikuti ritual berlangsung. Suasana hening saat Aki Samir
melakukan ngukus, tidak ada rendangan dan baris kolot yang
mengeluarkan suara. Kalaupun ada mereka hanya berbisik. Lantunan puji-
pujian membuat suasana saat itu tambah khidmat, alunan seruling dan
musik angklung dog-dog lojor membuat baris kolot yang hadir dalam
ritual serta pengunjung ikut terhanyut di dalmnya. Hal ini tampak dari para
pengunjung yang juga tidak mencoba melakukan aktivitas yang akan
mengganggu jalannya acara, mereka hanya sesekali mengambil foto dan
kemudian lebih sering menyimak dan mengikuti bagaimana jalannya ritual
Ngareremokeun .
4.3.4.2 Peristiwa Komunikatif
Yaitu komponen-komponen yang membentuk terjadinya proses
peristiwa komunikatif. Komponen-komponen ini hadir menjadi satu
kesatuan yang utuh dalam ritual Ngareremokeun .
1. Setting
Ritual Ngareremokeun dilaksanakan di depan leuit si jimat,
rendangan dan baris kolot mengahdap ke arah selatan, tempat dimana
103
leuit si jimat berada. Sedangkan kaum perempuan yang ikut dalam
ritual tersebut membelakangi leuit si jimat dan menghadap kaum
lelaki, alat ritual, padi, rurujakan, cai pereuh berada di tengah-tengah.
Semua rendangan dan baris kolot yang hadir semat-mata hanya untuk
menjalankan perintah Karuhun, rendangan dan baris kolot khidmat
mengikuti jalannya ritual Ngareremokeun .
2. Partisipant
Tidak semua rendangan, baris kolot ikut hadir dalam ritual ini,
Abah juga tidak hadir karena memang setiap ritual dilaksanakan oleh
pemangku atau petugasnya masing-masing. Abah hanya memastikan
bahwa semua prosesi berjalan lancar. Ngareremokeun dipimpin oleh
Aki Samir, dihadiri Apih Jakar, Aki Edis, Mang Junadi, Apih jampana,
Umi Enar dan beberapa ibu-ibunya serta baris kolot dan rombongan
angklung.
3. Ends
Dalam ritual Ngareremokeun terjadi proses komunikasi,
komunikasi ini lebih bersifat transenden, baik pada saat ngukus yang
ditujukan kepada para karuhun maupun saat melantunkan puji-pujian.
Jangjawokan atau doa-doa yang disampaikan merupakan peristiwa
komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan maksud diadakannya
ritual ngarermoken. Selain agar terjadi keselamatan pada saat ritual
namun juga harapan untuk dapat diberkati. Jika dilihat dari asal
katanya, Ngareremokeun (ngararameken) merupakan ritual yang
104
dilakukan untuk meramaiakan atau menghibur Nyi Pohaci, itulah
kenapa jika ritual yang berkaitan dan melibatkan padi secara langsung,
selalu dibarengi oleh musik atau lantunan puji-pujian. Lantunan musik
dipercaya dapat menghibur Nyi Pohaci, sehingga jika padi
dirarameken akan memberikan keberkahan pada masyarakat adat.
4. Act Sequence
Mengacu pada apa yang dibicarakan atau apa yang disampaikan,
peristiwa komunikasi yang terjadi pada ritual Ngareremokeun berjalan
berurutan. Peristiwa tutur yang terjadi sifatnya bertahap, dalam ritual
Ngareremokeun tidak terjadi dialaog, sehingga urutan peristiwa akan
mengikuti atau berlanjut setelah peristiwa lainnya selesai. Tahap
pertama yaitu ngukus yang dilakukan oleh Aki Samir.Tahap kedua
yaitu parupuyan dibawa mengelilingi rendanagn dan baris kolot yang
ikut dalam prosesi ritual. Tahap ketiga yaitu melantunkan puji-pijian
menghadap ke empat arah mata angin. Tahap ke emapat yaitu ngukus
kembali sebagai tanda telah berakhirnya prosesi Ngareremokeun .
5. Keys
Pelaksanan Ngareremokeun melibatkan baris kolot, laki-laki dan
juga kaum perempuan. Peristiwa kunci dalam Ngareremokeun adalah
pada saat melantunkan puji-pujian. Inti dari Ngareremokeun adalah
ngararameken (menghibur), sehingga yang menjadi fokus dalam ritual
ini adalah bagaimana baris kolot begitu tertib mengikuti ritual.
Lantunan puji-pujian juga berisi pesan-pesan moral tentang kehidupan.
105
6. Instrumentalities
Pesan disampaikan dalam bentuk verbal dan non verbal, pesan
verbal disampaikan melalui jangjawokan yang diucapkan oleh Aki
Samir. Puji-pujian yang dilantunkan selama prosesi Ngareremokeun
juga bagian dari pesan verbal. Sedangkan pesan nonverbal
disampaikan melalui pembakaran kemenyan dan juga gestur yang
muncul selama prosesi, seperti mencipratkan cai peureuh ke setiap
penjuru mata angin dan penggunaan karembong (kain kafan) yang
diletakan di atas kepala Aki Samir yaitu untuk mentrasnformasikan
pesan agar dapat berkomunikasi dengan Karuhun.
7. Norm of Interaction
Norma-norma interaksi ini berkaitan dengan bagaimana
masyarakat adat berkomunikasi selama ritual Ngareremokeun. Sesuai
pengamatan penulis, pada saat ngukus berlangsung, tidak ada baris
kolot yang berbicara, mereka semua senyap sampai ngukus selesai.
Artinya situasi tersebut mengharuskan para baris kolot untuk
menyimak dan menyaksikan jalannya ritual dengan
khusyuk.Mengingat ngukus merupakan salah satu prosesi untuk
mengirim sekaligus mengundang Karuhun.
8. Genre
Merupakan tipe peristiwa, yaitu bagaimana sebuah peristiwa
dapat digolongkan berdasarkan peristiwa yang muncul.
Ngareremokeun mengacu pada mitologi ngararameken Nyi Pohaci,
106
yaitu anggapan bahwa dengan menghibur atau meramaikan padi yang
dipercaya sebagai jelmaan dari Nyi Pohaci, maka padi yang sudah
dipanen dapat memberikan keberkahan kepada masyarakat adat.
4.3.4.3 Tindakan Komunikatif
Ngareremokeun merupakan ritual yang berupa persembahan. Ritual
ini dilakukan untuk ngararameken atau menghibur Nyi Pohaci. Pada ritual
Ngareremokeun terjadi penyampaiaan informasi yang disampaiakan oleh
Aki Samir pada saat melakukan ngukus. Ngukus adalah cara masyarakat
adat untuk mengirimkan atau menyampaikan maksud tertentu kepada
Karuhun, artinya disini terjadi komunikasi kepada sesuatu yang sifatnya
metafisik atau transenden. Fungsi lain dari ngukus yaitu untuk
mengundang Karuhun agar dapat hadir dalam ritual tersebut, sehingga
jalannya ritual dapat terlaksana sesuai apa yang diharapkan, yaitu
tercapainya tujuan bersama, dalam hal ini adalah ngararmeken nyi pohaci.
Fungsi utama dari diadakannya Ngareremokeun yaitu berisi harapan,
harapan agar padi yang sudah dipanen dapat memberikan keberkahan. Hal
ini terlihat dari jangjawokan dan puji-pujian yang dilantunkan selama
prosesi ritual berlangsung.
4.3.5 Aktivitas Komunikasi Ritual Upacara Adat seren taun
4.3.5.1 Situasi Komunikatif
Upacara adat adalah ritual puncak, ritual ini bukan hanya menjadi
milik masyarakat adat sendiri melainkan ritual yang juga menjadi huburan
107
rakyat. Upacara adat disaksikan oleh ratusan bahkan ribuan orang,
pengunjung yang datang bukan hanya dari masyarakat adat sekitar,
melainkan masyarakat luar adat yang datang untuk menyaksikan
bagaimana ritual berlangsung.
Pagi-pagi pada hari minggu, rendangan, baris kolot, sudah sibuk
mempersiapkan perlengkapan ritual. Suasana mulai ramai, masing-masing
pemangku adat melakukan tugasnya masing-masing. Rombongan
angklung sudah bersiap mempersiapkan perlengkapannya, angklung
diperiksa kesiapannya, ronggeng angklung yang terdiri dari ibu-ibu sepuh
mulai berdandan di belakang leuit si jimat. Mang Junadi mengatur area
tempat ritual, mempersiapkan alas tikar untuk tempat ritual dan peralatan
ritual seperti rurujakan dan beberapa piring makanan sebagai persembahan
ritual.
Riuh keramaian dan kegembiraan sudah terlihat di wajah para
pengunjung, rendangan yang berjumlah ratusan mulai berbaris di
sepanjang jalan dari persimpanagan gerbang utama sampai menuju area
komplek imah gede.Rendanagn berbaris menunggu tamu kasepuhan dari
elemen pemerintahan.Pada seren taun 2017, dihadiri Bupati lebak dan
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten beserta
jajarannya.
Area kasepuhan sudah dipadati pengunjung, masyarakat berdesakan
ingin menyaksikan dan mengabadikan secara langsung peristiwa ritual
tersebut. Acara dimulai dengan pertunjukan hiburan rampak bedug, riuh
108
tepuk tangan menyambut para penari dan penabuh bedug.Atraksi-atraksi
membuat para pengunjung terlihat senang penuh sukacita.Semua elemen
masyarakat tumpah ruah dalam satu tempat untuk menikmati peristiwa
tahunan, seren taun yang merupakan pesta rakyat tersebut.
Tamu undangan disambut oleh Kang Henrianan Hatra dari jalan
utama, untuk kemudian diiring menemui Abah di depan Imah gede, tamu
undangan langsung disambut untuk dipasangkan iket secara simbolis oleh
Kepala adat. Tamu undangan dipersilahkan diarahkan menuju ajeng
pertemuan tempat saresehan berlangsung dan menyaksikan dimulainya
prosesi ritual berlangsung.
Suasana mulai hening ketika ritual sudah dimulai, kepulan asap
kemenyan menandai bahwa ritual akan segera dimulai, lantunan puji-
pujian yang diiringi petikan musik kecapi menambah hidmat suasan ritual.
Baris kolot yang duduk di depan leuit maupun yang berada dalam ajang
pertemuan serta masyarakat sekitar dan pengunjung hanyut dan menikmati
jalannya ritual.
Susana kembali ramai saat arak-arakan pare indung, rengkong,
dayang-dayang memasuki areal utama tempat ritual dilaksanakan.Suasana
kembali hening, hanya terdengar lantunna puji-pujian dan musik latar
angklung. Rombongan arak-arakan menghadap pemimpin ritual yaitu
Raden Angga untuk menyerahkan pare indung dan pare lainnya untuk
kemudian dimasukan ke dalam leuit si jimat. Lantunan kawih mengiringi
prosesi memasukan padi ke dalam leuit.
109
4.3.5.2 Peristiwa Komunikatif
Upacara adat seren taun merupakan upacara yang rangkaiannya
paling banyak, terdapat berbagai tahapan acara dalam prosesi ritual.
Peristiwa komunikatif melibatkan setiap unsur yang menyebabkan
terjadinya suatu peristiwa komunikasi secara utuh. Ritual upacara adat
tidak hanya menyuguhkan sesuatu yang sifatnya sakral, ada peristiwa-
peristiwa yang berperan merubah situasi saat ritual berlangsung. Peristiwa
komunikasi tersebut tidak berdiri sendiri, artinya peristiwa satu dan yang
lainnya berhubungan, bahkan dengan ritual lain yang sudah terlebih
dahulu dilaksanakan.
1. Setting
Meliputi tempat tutur dan suasana tutur suatu peristiwa
komunikasi berlangsung, tempat tutur yaitu di depan leuit si jimat,
tepat disamping imah gede dan ajang pertemuan. Tempat ini
merupakan tempat sentral yang selalu dijadikan tempat
berlangsungnya ritual. Di tempat ini terjadi komunikasi antara arak-
arakan dan ketua adat pemimpin ritual. Di tempat ini pula terjadi
komunikasi monolog yaitu berupa ngukus dan melantunkan puji-pujian
kepada Karuhun dan Nyi Pohaci. Sedangkan suasana tutur yaitu
berkaitan dengan suasana psikologis yang muncul pada setiap
partisipan yang ikut melaksanakan ritual, yaitu baris kolot dan para
rendangan serta pemangku adat lain yang pada hari tersebut datang
ikut menghadiri. Setiap partisipan terlihat penuh suka cita, tidak ada
110
kesediahan yang menyelimuti partisipan, yang ada hanya rasa haru
ketika melihat dan mendengarkan lantunna kawih sunda yang
mengiringi prosesi ngaleuitken pare. Suara penyanyi yang lirih
membuat para rendangan menundukkan kepala hanyut menyimak bait
demi bait lagu dan piji-pujian yang dilantunkan. Ada rasa bahagia
yang tampak dari setiap wajah para baris kolot pada saat menyaksikan
Nyi Pohaci.
Semua baris kolot yang tidak sempat hadir pada ritual
sebelumnya, justru menyempatkan diri pada ritual upacara adat ini.
Ritual upacara adat selain sebagai perintah Karuhun tapi juga sebagai
sebuah upaya untuk memperkuat hubungan kekeluargaan antara
sesama masyarakat adat. Semua masyarakat adat datang tanpa dengan
paksaan melainkan rasa kesadaran pribadi akan pentingnya menjaga
tatali paranti karuhun.
2. Partisipants
Upacara adat merupakan acara ritual yang melibatkan lebih banyak
pasrtisipan, berbagai elemen ikut dan hadir dalam pelaksanaan ritual
ini. Tidak hanya baris kolot yang memegang tanggung jawab kunci,
melainkan unsur lain seperti incu putu yang menjadi pembawa
rengkong dan arak-arakan. Gadis remaja masyarakat adat yang
menjadi dayang-dayang, mereka terlihat cantik dengan balutan kain
samping dan kemaja sambil membawa boboko dan ikatan padi di
dalamnya. Para jawara atau pendekar kasepuhan yang menjadi bagian
111
dalam mengisi acara debus. Tamu undangan dari unsur pemerintahan,
masyarakat adat yang ikut menyaksikan jalannya ritual serta
pengunjung dari berbagai daerah bahkan luar kota, pada saat ritual
semuanya sama-sama ikut menjadi bagian dari berjalannya ritual
tahunan upacara adat seren taun .
3. Ends
Tujuan bersama dalam ritual upacara adat yaitu untuk ngamumule
pare yang merupakan tatali paranti karuhun. Upacara adat merupakan
ritual yang ditujukan untuk netepkeun pare atau menertibkan padi ke
tempat yang seharusnya yaitu leuit. Padi yang selama proses tanam
sudah melewati banyak hal, kini ditempatkan di sebuah tempat
penyimpanan yang aman untuk jangka waktu lama. Leuit merupakan
sebuah sisitem adat yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan
pangan dalam jangka waku yang lama, karena menyimpan padi di leuit
bisa membuat padi bertahan hingga puluhan tahun lamananya.
Disamping itu tujuan upacara ini pada hakekatnya merupakan sebuah
ritual yang memperlakukan padi sama seperti memperlakukan sesuatu
yang hidup atau yang berjiwa, yaitu tentang melakukan perlakuan baik
sebagaimana masyarakat adat memperlakukan dirinya sendiri. Tujuan
akhir adalah tercapainya tujuan hidup yang selalu diberkahi melalui
syukuran yang diadakan rutin setiap tahunnya.
112
4. Act Sequnence
Urutan tindakan ini mengacu pada apa yang dibicarakan selama
proses peristiwa komunikasi berlangsung. Prosesi ngukus di
parupuyan dimulai, komunikasi yang terjadi selama ritual lebih sering
monolog, pesan disampaikan berupa lantunan puji-pujian yang di
dalamnya tentang Nyi Pohaci. Tindakan tutur dalam ritual bersifat
konstan, artinya runutan komunikasi terjadi sesuai aturan dan tidak
berubah. Urutan prosesi kunci juga tetap sama, lantunan piji-pijian dan
kawih yang disampaikan juga sama, sehingga tidak ada peristiwa
komunikasi yang menyebabkan terjadinya perubahan esensi ritual.
5. Keys
Cara pelaksanaan seren taun pada dasarnya dari tahun ke tahun
tetap sama. Pada seren taun 2017 penulis melihat bahwa yang
membedakan bukan pada cara pelaksanaan seren taun . Artinya
peristiwa-peristiwa komunikasi tetep berjalan seperti biasanya. Ngukus
tetap dilakukan, arak-arakan juga demikian, pujii-pujian juga sama
seperti tahun sebelumnya. Tapi partisipan yang menjadi fokus acuan
acara pelaksanaan ritual, untuk pertama kalinya setelah puluhaan
tahun. Ritual upacara adat tidak dipimpin oleh Abah Usep secara
langsung melainkan oleh putra sulungnya Raden Angga Kusuma, hal
ini tidak merubah kehidmatan pelaksanaan ritual. Ritual justru berjalan
lancar dan penuh suka cita.
113
6. Instrumentalities
Bentuk pesan terdiri dari pesan verbal dan non verbal.
Komunikasi terjadi ketika sedang Ngukus, pesan yang disampaiakan
dalam Ngukus bukan untuk disampaikan kepada manusia, melainkan
sesuatu yang sifatnya astral atau Karuhun. Komunikasi ini juga sama
melibatkan instrumen-instrumen non verbal demi mencapai apa yang
dimaksudkan. Salah satu pesan verbal yang disampaikan dalam puji-
pujian adalah ”Ayena Si Nyai ku kami diamitkeun” yang berarti bahwa
sekarang Nyai telah dirapikan di tetapkan ke dalam tempat
penyimpanan yang seharusnya. Melihat dari apa yang disampikan
melalui pesan verbal tersebut, dapat dikatakan bahwa pesan-pesan
yang muncul pada saat seren taun adalah semuanya mengacu pada
sebuah harapan dan do‟a-doa yang disampaikan dengan cara unik dan
khas, mencerminkan manusia yang berbudaya, manusia yang
menghargai apa yang diwariskan nenek moyangnya.
7. Norm of Interaction
Norma-norma interaksi merupakan sebuah tatanana yang secara
disadari dan dilaksanakan menjadi sebuah aturan yang tidak tertulis
namun menjadi bagin bahkan pedoman untuk bertindak. Norma dalam
interaksi ini adalah bagaimana bersikap dalam sebuah ritual yang
sakral sehingga tidak mengganggu jalannya sebuah ritual, masyarakat
adat memahami kapan harsunya berbicara keras kapan harusnya
berbisik atau bahkan hanya mengangguk untuk berkomunikasi.
114
Artinya pada saat ritual yang sakral, komunikasi non verbal menjadi
komunikasi yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan.
8. Genre
Tipe peristiwa dalam ritual upacara adat lebih banyak monolog,
tidak terjadi komunikasi verbal secara timbal balik yang berlangsung
lama. Para pelaksana ritual semuanya sudah memahami apa tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing, tukang rengkong sudah siap tanpa
perlu harus diperintahkan, begitu pula rombongan arak-arakan yang
membawa rengkong. Sepanjang ritual didominasi oleh acara puji-
pujian atau kawih sunda, dimulai pada saat memasukan pare indung
sampai pada padi-padi yang lain hingga selesai.
4.3.5.3 Tindakan Komunikatif
Tindakan komunkatif mengacu pada fungsi interaksi tunggal, pada saat
ritual upacara adat, tindakan komunikasi lebih banyak monolog
(pembacaan jangjawokan, puji-pujian, kawih). Tindakan tindakan tersebut
sifatnya permohonan, doa-doa yang diucapkan dalam jangjawokan, puji-
pujian semuanya merefleksikan rasa syukur masyarakat adat Kepada
Tuhan yang telah memberikan keberkahan melalui hasil panen padi (Nyi
Pohaci). Syukur yang dilakukan selain sebagi ucapan terima kasih tetapi
juga di dalamnya ada harapan agar panen musim berikutnya bisa lebih
baik dari tahun sebelumnya, pada prosesnya selalu diberikan kelulusan,
kemulusan, keberkahan dan keselamatan bagi masyarakat adat kasepuhan.
115
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Beradasarkan pembahasan hasil penelitian, maka Aktivitas Komunikasi
Ritual seren taun dapat disimpulkan sebagai berikut :
5.1.1 Situasi Komunikatif Ritual seren taun
Ritual seren taun berlangsung hidmat, setiap rangkaian ritual
berjalan sakral. Ritual dilaksanakan di tempat-tempat berbeda seperti,
auala Imah Gede, ruangan Abah, dan di depan Leuit Si Jimat. Setiap
rendangan dan baris kolot yang ikut melaksanakan ritual terlihat
seragam dengan baju tikim warna hitam dan iket (ikat kepala) yang
merupakan atribut wajib bagi laki-laki di Kasepuhan, sementara
perempuan mengenakan kain samping. Setiap ritual dipimpin oleh
orang yang berbeda sesuai tugas turun temurun dari nenek moyang
mereka masing-masing atau berdasar kepercayaan yang Abah berikan.
5.1.2 Peristiwa Komunikatif Ritual seren taun
Ritual seren taun merupakan rangkaian ritual ngamumule pare
yang dilaksanakan setiap setahun sekali, tepatnya setelah panen padi.
Seren taun adalah puncak sekaligus awal dari rangkaian ritual yang
masih dilestarikan oleh masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang. seren
taun merupakan cara untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan
yang telah memberikan keberkahan hasil bumi di masyarakat adat.
98
116
5.1.3 Tindakan Komunikatif Ritual seren taun
seren taun merupakan aktivitas yang di dalamnya melibatkan
tindakan-tindakan komunikasi antara sesama masyarakat adat,
masyarakat adat dengan karuhun, dan masyarakat adat dengan Sang
Pencipta. Tindakan ini termanifestasikan dalam setiap ritual seren taun
, yaitu tentang bagaiamana masyarakat adat selalu memulai ritual
dengan do‟a dan membakar kemenyan di parupuyan. Semua incu putu,
rendangan, baris kolot, sAbah, amil, paraji dan unsur adat yang lainnya
begitu menghornati ketua adat yang merupakan manifestasi dari nenek
moyang terdahulu.
5.1.4 Aktivitas Komunikasi Ritual seren taun
Ritual seren taun merupakan suatu aktivitas yang khas dan
mempunyai maksud khusus dalam setiap rangkaian ritualnya, ritual
yang dilaksanakan merupakan medium yang digunakan untuk
merefleksikan rasa syukur dan harapan terhadap apa yang telah dan
akan dilakukan terkait ngamumule pare. Ritual seren taun bukan
hanya sekedar seremonial ngamumule pare, tapi sudah menjadi bagian
identitas masyarakat adat kasepuhan. Fungsi utama dilakukannya
upacara adat seren taun adalah untuk mengakhiri tahun panen
sebelumnya dan mengawali tahun panen yang akan datang dengan
penuh rasa syukur dan suka cita.
117
5.2 Saran
Setelah penulis menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan identifiksi
penelitian. Selanjutnya penulis memiliki beberapa saran yang diharapkan
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kajian ilmu komunikasi.
5.2.1 Saran Teoritis
Penelitian ini hanya memfokuskan pada salah satu kajian etnografi
yatu aktivitas komunikasi, sementara itu masih ada 4 (empat) kajian
lain dari etnografi komunikasi yang dapat ditelaah dan digali.
Sehingga akan sangat berguna jika semua aspek kajian etnografi dapat
diterapkan dalam mengakaji masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang.
5.2.2 Saran Praktis
5.2.2.1 Peneliti
Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan baru bagi peneliti khusunya maupun masyarakat luas
tentang budaya atau tradisi masyarakat Kasepuhan Cisungsang dari
aspek kajian etnografi komunikasi
5.2.2.2 Akademik
Penelitian ini masih jauh dari sempurna, masih banyak yang harus
dilengkapi, peneliti berharap ke depan akan dilakukan penelitian
lanjutan atau penelitian lain dari sudut pandang ilmu komunikasi,
maupun dari sudut pandang keilmuan lain
5.2.2.3 Masyarakat
118
Masyarakat, masyarakat yang peneliti maksud adalah mereka
orang luar Kasepuhan yang belum mengenal secara dalam apa itu
Kasepuahan, banyak orang yang datang berkunjung ke Kasepuhan
masih sebatas untuk liburan dan melihat bagaiaman ritual tersebut
berlangsung, sehingga masyarakat belum pada tahap memahami apa
sebenarnya seren taun dan bagaiamana sebaiknya sikap yang harus
ditunjukan pada saat itu.
5.2.2.4 Pemerintah
Pemerintah Kabupaten Lebak maupun Provinsi Banten sangat
dibutuhkan peranannya, mengingat masih banyak hak-hak masyarakat
adat yang belum terpenuhi haknya. Masyarakat adat dan aturan-aturan
adat di dalamnya haruslah menjadi kekayaan tak benda yang perlu
regulasi pemerintah sehingga mempunyai payung hukum sebagai
komunitas manusia yang berbudaya.
119
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi & Suwandi. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Bandung : Widya Padjajaran
Liliweri, Alo. 2012. Dasar-dasar Komunikasi Antarabudaya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Moleong, Lexi J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muhammad, Arni. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Komunikasi Antara Budaya.
Bandung : Remaja Rosdakarya
2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya
2008. Metodologi Penulisan Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sihabudin, Ahmad. Winangsih, Rahmi. 2012. Komunkasi Antarmanusia. Serang :
Pustaka Getok Tular.
Ahmad Sihabudin. 2011. Komunikasi antarabudaya.Jakarta :Bumi aksara
Setiawan, Irwan. dkk. 2012. Upacara seren taun Pada Masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar di Sukabumi. Bandung : Balai Pelestarian Nilai Budaya
(BNPB).
120
Sugiyono. 2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta :
Alfabeta
Yusanto, Yoki. Sihabudin, Ahmad. dan Hatra, Henriana. 2014. Kasepuhan
Cisungsang. Serang : Pustaka Getok Tular & PT. Kemitraan Energi
Industri
JURNAL
Yusanto, Yoki. 2011. Tradisi Komunikasi anggota Kelompok Rendangan Dengan
Ketua Adat. Studi Etnografi Komunikasi Dalam Ritual Adat Bulan
Purnama Opat Belas di Komunitas Adat Kasepuhan Cisungsang.
Kabupaten Lebak. Banten. Jurnal Ilmu Komunikasi. Serang. Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Sumber lain
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-
det.php?id=475&lang=idDiakses pada : 8 November 2016
121
LAMPIRAN - LAMPIRAN
122
Lampiran 1
Dokumentasi Ritual Rasul Pare di Leuit
Rendangan dan baris kolot sedang menunggu rasul pare di leuit
Rendangan dan baris kolot sedang menyantap hidangan setelah rasul pare di leuit
Aki Edis dan rendangan sedang membawa bAki dari ruangan Abah usep
123
Lampiran 2
Dokumentasi Ritual Bubuka (pantun tradisional)
Padi berhiaskan bunga dan uang serta rurujakan sebagai syarat ritual
Aki Edis sedang papasrah kepada Apih Jampana menjelang mantun
Apih Jampana sedang memainkan kecapi sekaligus ngawih pantun
124
Lampiran 3
Dokumentasi Ritual Balik Taun Rendangan
Rendangan sedang berkumpul menunggu antrian carita balik taun
Tumpang seupaheun berisi rokok dan sejumlah uang
Rendangan sedang tepung salamhendak melakukan carita balik taun
125
Lampiran 4
Dokumentasi Ritual Ngareremokeun
Baris kolot sedang mengikuti ritual ngareremokeun yang diiringi seruling
Sawen, parupuyan, seupaheunsebagai perlengkapan ritual ngareremokeun
Umi Enar sedang memberikan cai peureuh setelah ritual ngareremokeun usai
126
Lampiran 5
Dokumentasi Ritual Upacara Adat seren taun
Incu putu sedang membawa padi menuju leuit si jimat
Pare indung sedang dilantunkan jangjawokan/puji-pujian
Rendangan dan baris kolotsedang hidmat mengikuti ritual upacara adat seren taun
127
Lampiran 6
Jadwal Acara seren taun Cisungsang 2017
128
Lampiran 7
Transkrip Wawancara Informan 1
Nama Informan : Henriana Hatra
Hari/Tanggal : Sabtu/10 September 2016
Waktu : 17.00
Tempat : Imah gede (Kasepuhan Cisungsang)
Penulis Informan
Bagaimana persiapan seren taun kali
ini?
Untuk taun ini kami mengadakan rapat
persiapan antara tokoh adat dan tokoh
pemerintahan yang kebetulan
dilaksanakan di Ajeng Rendangan hadir
Pak Camat Cibeber, Pak Camat
Malingping yang merangkap sebagai
ketua SABAKI (Kesatuan Adat Banten
Kidul), ada juga Jaro Ebet (Kepala
Desa Cisungsang), Jaro Ubang (Kepala
Desa Kujangujaya), Jaro Ukan (Kepala
Desa Gunung Wangun).Pertemuan ini
membahas tentang teknis pelaksanaan
seren taun yang kebetulan taun ini akan
dipisah konsentrasinya.
Apa yang membedakan seren taun
sekarang dan taun lalu?
Untuk rangkaian acara tradisi tiap tahun
tidak ada yang berbeda, karena itu
adalah ketetapan adat, dan hanya Abah
yang berhak memutuskannya. Yang
membedakan terletak pada agenda
hiburan, yang tahun ini acara tradisi dan
129
acara non tradisi (keduanya akan
dipisah). Acara hiburan tradisional akan
dipusatkan di area Kasepuhan,
sementara hiburan bernuansa modern
akan dipusatkan di lapangan
Cisungsang, ini berkaca dari tahun lalu
yang dirasa kurang kondusif, untuk
mengurai kemacetan juga.
Acara apa saja yang ada didalam
kegitan seren taun tersebut?
Untuk acara atau rangkaian ritual,
setidaknya ada 5 (lima), pertama yaitu
rasul pare di leuit, sebagai acara
pembuka, kemudian mantun, balik taun,
Ngareremokeun dan terakhir acara
puncak pada hari minggu yaitu upacara
adat dilanjut dengan saresehan dengan
tamu undangan (pemerintah).
Apa maksud dan tujuan diadakannya
ritual seren taun ?
Ini syukuran, rasa syukur kami sebagai
masyarakat adat, apa yang kami nikmati
hari ini tidak lepas dari jasa para leluhur
yang telah mewariskan banyak hal pada
kami, sehingga sebagai manusia yang
berbudaya, adalah wajib bagi kami
untuk memberikan rasa terima kasih
kepada Karuhun, dan tentunya kepada
sang Pencipta. Dan selain itu seren
taun ini merupakan cara untuk berbagi,
berbagi kebahagiaan, berbagi hasil
bumi, ya berbagi suka cita dengan
semuanya, tidak hanya masyarakat adat
130
saja, melainkan semua orang yang
datang kesini, ini hiburan dan acara
bersama. Tapi kalau melihat esensinya
seren taun ini merupakan upacara untuk
menghormati karuhun dengan berbagai
pagelaran bentuk kesenian buhun(lama)
atau modern sekalipun untuk
ditampilkan kepada masyarakat.
Lalu seren taun sendiri itu apa
sebenarnya ?
Kalo secara harfiah, seren taun kalau
dalam bahasa Sunda seren/serah taun
berati serah, seserahan, atau
menyerahkan, dan taun yang berarti
tahun. Jadi seren taun bermakna serah
terima dari taun lalu ke taun yang akan
datang sebagai penggantinya.
Masyarakat kasepuahan cisungsang
pada konteks ini, seren taun
merupakan bentuk rasa bersyukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala hasil pertanian yang
dilaksanakan taun ini.
Masyarakat adat identik dengan hal-hal
yang berbau tradisional, tertutup,
pamali dan istilah lain yang menjadi
pembeda dengan kehidupan
masyarakat modern, tapi saya lihat di
kasepuhan cisungsang tidak demikian,
Iya, itu yang biasa kita dengar, kawan-
kawan dari komunitas yang lain juga
demikian, kita ambil contoh yang masih
ada d Lebak, yaitu Baduy, Baduy dalam
kita tahu sangat tertutup, segala sesuatu
yang berbau modern tidak bisa masuk.
131
masyarakatnya modern tapi juga
tradisional, sebenarnya bagaimana
kehidupan masyarakat sendiri di sini ?
Pakaian, alat transportasi, alat
komunikasi adalah buyut bagi mereka.
Beda halnya dengan di Kasepuhan
Cisungsang, di sisni kami terbuka
dengan dunia modern, kami
menggunakan apa yang orang modern
gunakan, transportasi, alat komunikasi
termasuk teknologi yang lain, tapi kami
juga tetap menjalankan tadisi Karuhun
kami. Kami berpatokan pada perintah
Karuhun ”hirup kudu ngigelan jaman
tapi ulah kabawa ku jaman” artinya kita
akan jadi masyarakat yang tertinggal
ketika tidak mengikuti perkembangan
jaman, maka dari itu kita harus
menyeimbangkan mana yang baik dan
mana yang tak baik yang dari kemajuan
zaman tersebut.
seren taun adalah acara rutin tahunan
di Ksepuhan,tradisi wariskan Krauhun,
apakah saat ini mengalami perubahan
atau modifikasi yang diAkibatkan
penyesuaian zaman ?
Kalau acara inti, yaitu ritual-ritual tidak
mengalami perubahan karena itu sudah
jadi hukum tidak tertulis, ketika dari
Karuhun seperti itu ya kita harus
mengikutinya, dan tidak boleh
dilanggar, akan ada karma jika
dilanggar. Perubahan lebih kepada acara
non ritual yang bersifat hiburan untuk
warga Kasepuhan, seren taun adalah
momentum untuk menyenangkan semua
warga kasepuhan, pesta rakyat yang
hanya terjadi setahun sekali, sehingga
diusahakan harus memenuhi ekspektasi
132
masyarakat disini. Sepuluh tahun lalu,
acara hiburan masih tradisional, topeng,
angklung, wayang golek, degung,
semuanya masih kesenian tradisional
khas sunda. Tapi sekarang-sekarang ada
tambahan, karen amasyarakat adat tidak
hanya orang tua, anak muda juga bagian
dari masyarakat adat yang juga harus
mendapatkan perhatian, sehingga
hiburan yang pas buat anak muda kita
siapkan untuk mengcover itu semua.
Makanya kita bisa lihat ada parade
band, turnamen olahraga, volly dan
sepak bola. Musiknya juga beragam.
Ada dngdut, jaipongan, pop, rock dan
reaggae yang sekarang digandrungi
anak muda. Hal ini kami lakukan agar
semua warga kasepuhan merasa diakui,
ini apresiasi untuk mereka, dan smeua
hiburan disini kan gratis untuk warga.
Tinggal datang dan menyaksikan.
133
Lampiran 8
Transkrip Wawancara Informan 2
Nama Informan : Herwan Hernawan
Hari/Tanggal : Kamis/ 08 Agustus 2017
Waktu :15.30
Tempat : Villa Kasepuhan Cisungsang
Penulis Informan
Ritual rasul pare di leuit di agenda
susunan acara merupakan acara
pertama dari rangkaian ritual seren
taun , kenapa demikian ?
Ini berkaitan dengan inti dari ritual
seren taun sendiri, kita bisa mulai dari
tujuan seren taun , ini semua tentang
padi, padi yang kami amat hormati, bagi
kami padi tidak sebatas tumbuhan
pangan, tapi punya arti lebih yang jauh
daripada masyarakat luas ketahui. Nah
kenapa rasul terlebih dahulu, karena
rasul atau ngarasulan, mengirim do‟a
agar acara seren taun berjalan lancar,
sehingga padi yang sudah ditetepkan
atau di tempatkan di leuit benar-benar
sudah ditaraptikeun (diperlakukan
sebagaimana mestinya) sesuai yang para
Karuhun ajarkan kepada kami.
Tadi saya lihat, para baris kolot,
berkumpul hendak melakukan carita
balik taun, maksudnya seperti apa ?
Balik taun secara istilah artinya kembali
ke tahun yang baru, tapi pada
hakekatnya balik taun merupakan
carita(laporan) dari setiap rendangan
kepada Abah tentang segala sesuatu
134
yang berhubungan dengan pertanian
selama setaun kebelakang.Jadi carita
balik taun eta sabenerna carita nyaeta
ngabalikeun sri na,mausa jeng dunya
na kulantaran bareto samemeh tatanen
urang carita papangkal ka Abah menta
bahan keur urang makaya. Jadi ayena
dibalikeun jeng dipenta kaberkahan tina
hasil panen eta.
Kalau pelaksananya itu, setelah prosesi
dimuali, setiap rendangan yang mau
carita Ka Abah, ngumpul di ruang
tengah imah gede, bikang-lAki, teu
kabeh lalAki, ngajajar nunggu giliran,
kan caritana saurang-saurang jongok
ka Abah, kabehan mawa sepahen
atanapi tumpang
seupahen, esina menyan panglay, rokok
jeng daun sereuh, gambir. Jeng duit
biasana.
Mengapa setiap rendangan atau
incuputu yang hendak balik taun harus
membawa tumpang sepaheun?
Tumpang sepaheun bagi masyarakat
adat sipatnya ialah wajib.Tumpang
sepaheun ieu the aya dua nyaeta
sepaheun sareng tumpangna,upami
sepaheun nyaeta paranti nyepah di
jerona aya gamir, daun sereh, sareng
kapur. Salin eta aya tumpangna nyaeta
rokok sareng artos. Jumlahna mah
bebas, teu aya patokan, eta mah sesuai
kaiklasan masing-masing jalmi.
135
Di dekat pintu gerbangsaya melihat ada
himbauan “kawasan wajib memakai
iket” apakah itu berlaku untuk semua
orang ?
Ya itu wajib bagi setiap laki-laki
masyarakat adat, sebenarnya itu berlaku
juga untuk tamu atau para pendatang
dari luar, tapi kadang ada juga yang
tidak memakai, mungkin karena belum
tahu, tapi bagi masyarakat adat itu
wajib.Jadi tujuan utama memakai iket
kepala adalah menjaga dari fikiran -
fikiran negatif. Dan merupakan sebuah
kepantasan bagi sebagian masyarakat
adat,
Apakah memakai iket kepala hanya
sebagai aksesories ?
Tentu tidak, secara estetika memakai
iket menunjukan kepantasan sebagai
masyarakat adat, lebih rapi dan gagah,
tapi selain itu juga, memakai iket
dimaksudkan untuk menjaga apa yang
ada dalam kepala (fikiran), maksudnya
menjaga pemikiran agar tehindar dari
pemikiran negatif. Selain sebagai
penutup kepala, iket juga merupakan
simbol dan identitas bagi masyarakat
adat kasepuhan di sini.
Dalam ritual, rasul pare diu leuit,
ngareremokeun, dan upacara adat,
padi-padi dihias dengan berbagai
kembang, kenpa demikian ?
Padi bagi kami tidak hanya sebagai
makanan (kebutuhan pokok), tapi lebih
daripada itu, padi adalah sesuatu yang
sakral, Nyi Sri kudu dipusti-pusti, harus
dijaga, dirawat, disayangi. Laiaknya
seorang perempuan, untuk terlihat
cantik harus didandani, dirias, begitu
juga padi, tidak boleh diperlakukan
136
sembarangan, padi nantinya akan kita
konsumsi, maka kita juga harus
memperlakukannya dengan baik, agar
berkah.
Kenapa masyarakat adat sering
mengguankan pakaian hitam?
Sebenarnya tidak hanya hitam disini ada
dua warna yang sering digunakan dan
menjadi ciri khas yaitu hitam dan putih.
Hitam itu berarti hideung, hitam atau
dalam bahasa sunda hideung juga
bentuk lain dari hideng. Hideng dalam
bahasa sunda artinya paham atau
mengerti, jadi warna baju hitam bagi
masyarakat adat adalah warna yang
mewakili kepahaman atau saling
memahami satu sama lain,baik
rendangan dengan rendangan,
rendangan dengan Abah atau pun
dengan elemen masyarakat lain.
Sedangkan warna putih warna ini sering
dikenakan oleh Abah dan aden terutama
pada upacara adat seren taun . Warna
putih menggambarkan kesucian atau
kebersihan hati jadi mungkin jika
disimpulkan warna hitam dan putih
hanya dengan kebersihan dan kesucian
hati, kita dapat memmahami satu sama
lain sehinggga tercipta kehidupan yang
harmonis.
Lalu bagaimana dengan pakaian Jika iket wajib bagi lAki lAki maka kain
137
perempuan? samping itu wajib bagi perempuan
selebihnya mungkin bisa dipantaskan
dengan mengenakan kebaya yang
terpenting tertutup tidak
memperlihatkan
aurat.
Jika di perhatikan sebenarnya seren
taun itu selalu dikaitkan dengan padi
atau nyai sri,bagaimana posisi padi di
masyarakat adat kasepuhan cisungsang
itu sendiri?
Kami menyebutnya ngmumule pare itu
merupakan bentuk penghormatan
masyarakat adat terhadap padi, leluhur
kami menyebutkan bahwa padi
merupakan jelmaan nyai sri. Namun
pada hakekatnya itu adalah bentuk
syukur kami kepada yang maha kuasa
yang telah memberikan penghidupan
dari tanaman padi tersebut istilahnya
lain rek migusti pare, tapi kudu mupusti
pare. Itulah kenapa padi tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan masyarakat
adat cisungsang.
Dalam ritual ngareremokeun ada
prosesi ngukus,apa yang dimaksud
dengan ngukus?
Prosesi ngukus yaitu mengirim do‟a
kepada karuhun sebagai bentuk ucapan
terimakasih atas perlindungan saat
melakukan panen. Ngukus itu
membakar kemenyan dan gaharu, asap
dari kemenyan yang dibakar itu sebagai
penanda sekaligus media untuk
mentrasnmisikan pesan kepada para
Karuhun.
138
Lampiran 9
Transkrip Wawancara Informan 3
Nama Informan : Abah Usep Suyatma
Hari/ Tanggal : Rabu, 9 Agustus 2017
Waktu : 16.00
Tempat : Imah gede
Penulis Informan
Kemaren pada hari senin, sebelum
acara rasul pare di leuit, Abah dan para
rendangan, baris kolot, serta tokoh
pemerintah mengadakan rapat di Ajeng
rendangan, membahas apa saja itu ?
Itu kita lagi adu renyom, maksudnya
jejak pendapat sekaligus pemaparan
persiapan menjelang seren taun ,
susunan acaranya akan seperti apa dan
siapa saja yang akan hadir dari unsur
pemerintah, lebih seperti rapat
koordinasi tentang pra seren taun .
Laporan dari panitia acara, Kang Nochi,
Menjelang seren taun , Abah sendiri
biasanya ngapain aja, maksud saya, apa
yang Abah persiapkan ?
Ritual ini rutin, tentu tidak ada yang
berbeda, terutama ritual inti yang
memang sudah ada sejak zaman
mendiang ayah Abah. Memang sudah
ada panitia pelaksana dan penanggung
jawab masing-masing, tapi Abah tetap
melakukan koordinasi, dan meraka
lapor ke Abah perkembangannya seperti
apa, karena ini acara besar yang
melibatkan banyak orang, jangan
sampai ada yang kurang, terutama
persediaan makanan, kita menyiapkan
139
hidangan untuk siapupun yang datang
ke Kasepuhan.
Pada saat balik tahun rendangan,
banyak rendangan yang melakukan
carita kepada Abah, apa saja yang
biasanya mereka sampaikan ?
Ini bentuk kepulangan mereka,
rendangan balik atau mengembalikan,
mengembalikan rasa syukur atas apa
yang telah dilewati selama satu tahun ke
belakang, malikeun sri, dunya sareng
manusana. Abah mendengarkan apa
yang ingin mereka sampaikan, para
rendangan kan bercerita,
menyampaikan sesutau maksud pada
Abah, dan Abah selaku orang yang
mewakili, mewakili Karuhun Abah
untuk menyambut dan mendengar apa
yang mereka sampaikan. Banyak hal
yang disampaikan, ada yang
menyampaiakan pergantian kokolot
lembur, masalah pertanian di tiap
kampung, meminta saran, dan Abah
selaku kokolot tentu harus merespon itu
semua, mereka incu putu Abah, bagian
dari Kasepuhan.
Ada istilah ngadiukeun pare indung,
bagaimana itu maksudnya ?
Ngadiukeun berasal dari kata diuk
„duduk‟ memiliki makna mendudukan
padi pada tempat yang benar dan baik
dari segi lahir maupun batin. Padiyang
merupakan penjelmaan dari Nyi pohaci,
apabila diibaratkan dalam wujud
manusia seakan-akan pindah dari rumah
lama (huma/sawah) menuju rumah baru
140
(leuit). Diteteupkeun kana
pangcalikanan (ditempatkan pada
tempat yang seharusnya) agar genah
tumaninah „nyaman‟. Dari aspek lain,
menyimpan padi di dalam leuit
bertujuan untuk menjaga ketahanan
padi, hal ini karena padi yang disimpan
dalpat bertahan hingga puluhan tahun,
sehingga ketersediaan pangan dapat
terjamin untuk jangka panjang.
141
Lampiran 10
Transkrip Wawancara Informan 4
Nama Informan : Junadi
Hari/Tanggal : Sabtu, 15Juli 2017
Waktu :21.00
Tempat :Cikarang
Penulis Informan
Acara dikawitan kurasul pare di leuit,
biasana sok kumaha bae eta Mang ?
Atu salamet biasa, nyalametan pare,
sawareh baris kolot jeng rendangan
mah di laluar, upami Abah, Aki Edis,
Aki Amil, Apih Jakar mah di jero, di
ruangan Abah. Haju pan eta tih ciri
ngamimitian nyien kueh, pan Bibi di die
anu sok ngurus-ngurus sagala rupana,
nyien dodol, wajik, opak deang,
dimimitian didie hela di imah mamang.
Sabarian pongokan pan, urang libur teu
menang lalampah ka sawah, tapi ngan
tilu poe di die mah (Cisungsang) pan
biasana mah Ciptagelar mah
pongokanana sabulan, di die mah ngan
tilu poe, salasa, rebo, kemis.
Loba jabatan atanapi istilah
padamelan anu aya di kasepuhan,
mamang sorangan sebagai naon ?
Mamang sebagai tukang para, tugasna
nyaeta ngatur sgala rupa kue-kue salila
seren taun , ngaturken kabutuhan
daharen khusuna kkue-kue sangkan
cukup ker persediaan salami saminggu.
142
Teu samarangan jalma, kudu turunan ti
kolotna, jadi Mamang oge pan turunan
ti almarhum Olot. Ciicngna di para, teu
sorangan mamang oge, loba anu
mantuan, nepi ka sapuluh jalema anu
sok maturan di luhur. Moal ka cabak
lamun ku sorangan ngaturken ker jalma
rebuan.
Terus bagian anu sanesna saha anu
nagggung jawab mang ?
Lamun masalah lauk pauk, sepertos
daging nu karitu mah eta tanggung
jawab Apih Jakar, biasana daging
kebo, jadi Apih anu melina ti petani,
koordinasi sareng Abah, butuh daging
sabaraha se’er. Lamun acara Nyaeta
Kang Nochi, manehna anu ngatur
acara, nyambut tamu, sami saeng Pak
Ewang. Mun urusan jero nyaeta Aki
Edis, anjeuna anu metaken sagala,
model carita jeng sajabana. Can bidang
anu sanesna, sadayana gaduh tugas
sareng kawajiban masin-masing, janten
teu paciweh, da tos apal saha wae anu
janten petugas teh.
Rendangan, saha sareng naon wae
tugas rendangan teh ?
Rendangan, maksadna ngarendang
tanggung jawab sadaya turunan, kan
tiap kaluarga ageng direndang ku
sajalmi anu neupikeun sagala maksad
ka Abah, sawangsulna oge sami,
rendangan mengrupikeun panghubung
antara Abah salaku ketua adat sareng
143
incu putu anu diwAkilkeun ka
rendangan. Jadi upami bade aya acara
naon wae d kasepuhan, biasana
rendangan kempel di Kasepuhan teras
kin informasi anu kenging ti Kasepuhan
diwawarken ka sadaya incu putu. Jadi
istilahna mah rendangan eta
panghubung Abah sareng incu putu,
sangkan Abah tetep bisa terang
kaayaan di masing-masing daerah
wewengkon Kasepuhan. Rendangan
turunan, jadi anu ayena janten
rendangan eta teh turunan ti bapakna,
kin terus we kitu sareng kitu turun
temurun.
Hampir ditiap ritaual sadayana
dikawitan ku melem menyan dina
parupuyan, kumaha eta mang ?
Pananda sakaligus medium, salian ti
menyan oge aya garu, kirim do’a, hasep
agung, kanggo nepiken sagala anu ku
urang dimaksud ka baris wanga tua,
karuhun anu tos teu aya, disebatna teh
ngiriman do’a.
Sarengsena Ngareremokeun , loba
jalmi anu nyuhunkeun cai pereuh,
kanggo naon ?
Nya kango sapereuh, ngarah cenghar
titingalian, cenghar pamikiran.,
nganggo rupa-rupa kembang, terutami
murangkalih, supados ceungeung.
144
Lampiran 11
Transkrip Wawancara Informan 5
Nama Informan : Raden Angga Kusuma
Hari : Senin, 07 Agustus 2018
Waktu/Tanggal : 09.00
Tempat : Imah Gede
Penulis Informan
Aa selaku calon penganti Abah,
bagaimana meliah perkembangan
masyarakat adat saat ini, khususnya
yang berkaitan dengan ritual Seren Tau
?
Saat ini kita tidak bisa mengehntikan
perkembangan teknologi informasi,
apalgi dikalangan muda seperti kita,
yang harus kita lakukan adalah,
menyaring mana yang baik dan mana
yang tidak. seren taun setiap tahun
melibatkan para anak muda, mereka
yang biasanya antusias, mereka yang
membantu terselenggaranya acara setiap
tahun, masukan-masukan mereka juga
penting, memang ada anak muda yang
acuh terhadap kegiatan adat, tapi saat
ini masih banyak anak muda yang sadar
bahwa kita lahir di sini sebagai
masyarakat adat, dan apapun yang
terjadi kita tetap punya darah
amsyarakat adat yang harus dipegang
teguh.
Sejauh mana keterlibatan para generasi
muda dalam acara seren taun ?
Kalau dilihat-lihat sebenarnya yang
membuat acara seren taun selalu
145
meriah adalah karena peran para
generasi mudanya, karena kan baris
kolot sudah lain lagi orientasinya, para
orang tua memang sudah seharusnya
duduk manis dan melihat bagaimana
anak muda bekerja. Acara non adat
yang selalau meriah itu adalah inisiasi
anak muda, turnamen olahraga, fesrival
musik itu semua anak muda. Dan
terlepas bagaimanapun cara mereka
menyikapi seren taun , melibatkan
anak muda adalah upaya untuk
mengenalkan sekaligus mengingatkan
bahwa mereka adalah bagian dari
seren taun dan seren taun adalah
bagian dari merek pula. Itu gak bisa
lpas, apalagi pemuda Cisungsang yang
notabene adalah pribumi di sini.
Nah dengan munculnya berbagai
hiburan non adat yang diselenggarakan
pada saat seren taun , apakah tidak ada
kekhawatiran bahwa itu berpotensi
menggerus nilai-nilai adat ?
Lagi-lagi kita tidak bisa menutup diri,
selera anak muda jelas beda dengan
para baris kolot, dan kita tidak bisa
memaksa itu. Justru dengan
mengakomodir semua elemen
masyarakat adat maka akan
memperkuat rasa saling memiliki di
kalangan para incu putu. Sehingga
pendekatan terhadap anak muda harus
menggunakan cara-cara yang memang
sesuai dengan dunianya, kan yang
paling kita khawatirkan adalah
munculnya sikap acuh atau tidak peduli
146
terhadap tradisi yang notabene adalah
bagian dari dirinya, nah kalo sudah
tidak peduali pada hal-hal yang dekat
dengan dirinya, bagaimana dengan hal
lain. Jadi hiburan non adat ini kita juga
guanakan sebagai media untuk
menjangkau generasi muda.
Lalu bagaimana dengan pengunjung
yang orang luar, yang mereka
menganggap bahwa ini sudah tidak
tradisional lagi, ini sudah tercampur ?
Biasanya yang berkata seperti itu adalah
mereka yang belum tahu dan menolak
untuk tahu, maksudnya udah mah tidak
tahu, eh malah tidak mencoba mencari
tahu, padaha lan kita sangat terbuka
dengan berbagai pertanyaan. Bisa
langsung tanya ke saya, pak Ewang atau
Om Nochi. Di sini ada harmoni,
bagaimana budaya lokal bisa
berdampingan dengan budaya modern,
kita gak bisa anti sama hal modern, tapi
kita gak boleh meninggalkan tradisi
yang sudah kita bawa bahkan sejak
lahir. Nah dengan riset penelitian ini
juga bisa menjadi alat pembelajaran
bukan.
147
Lampiran 12
Lembar Bimbingan Skripsi
148
149
Lampiran 13
SIT-IN Sidang
150
BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Juhendi
Tempat Tanggal Lahir : Lebak, 07 Juli 1993
Alamat : Kp. Cibengkung, Desa Cikadu RT/RW 01/02,
Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten
Kontak : 087808417789
Email : [email protected]
Pendidikan Formal
2000 – 2006 : SD Negeri Cikadu
2006 – 2009 : SMP Negeri 4 Cibeber
2009 – 2012 : SMA Negeri 1 Cibeber
2012 – 2018 : S1 Ilmu Komunikasi Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
Pengalaman Organisasi
2013 – 2014 : FOSMAI
Pengalaman Magang
Desember 2015 : PT. ASDP Pelabuhan Merak
Top Related