PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makalah “Konsep Ketuhanan Dalam Islam” ini kami buat atas tugas dari
Dosen Agama Islam kami, Bapak Drs. Zainul Muhibbin untuk memenuhi
kompetensi pembelajaran pada Bab yang berkaitan. Dalam makalah ini berisi
tentang Konsep Ketuhanan Dalam Islam yang kami kelompokkan menjadi 3 garis
besar yaitu : Filsafat Ketuhanan, Keimanan dan Ketakwaan serta yang terakhir
Wujudulah dan Tauhidulah. Yang mana dari makalah ini nanti akan kami buat
sebuah file Power Point yang nantinya akan kami presentasikan di depan kelas
dan pada akhirnya dapat dijadikan bahan diskusi oleh kami, teman-teman dan
mungkin oleh Bapak Dosen kami.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Yang pertama untuk bahan pembelajaran untuk kami dan teman-teman
sekalian dalam memahami Bab Konsep Ketuhanan Dalam Islam. Yang kedua
untuk bahan diskusi kami dan teman-teman saat pelajaran agama Islam
berlangsung. Dan yang terakhir adalah untuk memenuhi kompetensi kami pada
bab yang kami bahas ini.
2. Membuktikan adanya tuhan dari kajian ilmiah, sehingga dapat memantapkan
iman.
3. Mengimplementasikan iman dengan ibadah dan amal saleh dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Menerangkan peranan iman dan takwa dalam menghadapi tantangan kehidupan
modern, sehingga meyakini benar perlunya beriman dan bertakwa.
1
I. Filasafat Ketuhanan
1. Arti dari Filsafat Ketuhanan
Pembahasan pertama mengenai konsep ketuhanan Islam dalam makalah
ini akan dimulai dari Filsafat Ketuhanan. Terdiri dari 2 kata yaitu Filsafat dan
Ketuhanan.
Arti kata filsafat dalam KBBI adalah pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya
atau bisa juga teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan dan yang
terakhir ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.
Untuk kata Ketuhanan berasal dari Kata dasar Tuhan yang memiliki arti-arti yang
berbeda dibalik penamaannya. Ada dua versi asal kata tuhan, yang pertama adalah
Tuhan berasal dari kata Tuan, lalu yang kedua Tuhan bersal dari bahasa
sansekerta yaitu Tu Hyang, yang artinya Kepala Dewa. Versi pertama menyatakan
pada mulanya kata tuhan hanyalah “plesetan“ dari kata tuan. Sedangkan versi
kedua menyebutkan Tuhan berasal dari kata “Tu“ dan “Hyang“. Hyang sendiri
memiliki beberapa makna, yaitu “Dewa“ atau “Eyang“ yang berarti kakek atau
nenek. Menurut Prof. Hamka bahwa Tuhan adalah kata yang didapat oleh Islam
dan terus diapakai. Padahal arti asli kalimat Tuhan itu sama saja dengan dewa.
Kebanyakan kata-kata ini berasal dari bahasa sansekerta dipakai setelah agama
Hindu tersiar di Indonesia lalu disambut dan dipakai oleh Islam, dan telah menjadi
bahasa Melayu, selanjutnya menjadi bahasa Indonesia.
Sedangkan dalam bahasa Arab, Tuhan adalah “Ilah” kata “Ilah“ sendiri berasal
dari kata “Aliha“ yang artinya menentramkan. Disebut “Aliha“ karena yang
mengabdi kepada-Nya, cinta dan cenderung kepada-Nya. Jadi, arti dari Filsafat
Ketuhanan adalah pengetahuan yang berkaitan dengan masalah Ketuhanan.
2. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
a. Berdasarkan pemikiran Orang Barat
Menurut pemikiran Orang barat yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut
pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik 2
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang
amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Proses
perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah
sebagai berikut:
1. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang
berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh
pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh
negatif.
2. Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap
benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena
itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa
tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
3. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,
karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari
yang lain kemudian disebut dewa.
4. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak
mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia
meningkat menjadi lebih definitif (tertentu).
5. Monoteisme
3
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam
monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam
tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
b. Berdasarkan Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam,
atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional,
dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut
adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan
Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat
tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan
antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal
dengan tradisional. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran
ilmu ketuhanan dalam Islam.
Aliran tersebut yaitu:
a. Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta
menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan
keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan
tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal
manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani,
satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari
paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya
menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam
ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang
Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.
b. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan
4
kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung
jawab atas perbuatannya.
c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku
manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
d. Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan
Jabariah
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat
islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih
aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang
dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan
koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh
kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat
menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah
aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
3. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan
pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan
merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya
berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun
pemikiran rasional, tidak akan benar.
Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah
satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu
agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah
dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak
ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga
5
sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui
ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan
Muhammad sebagai terakhir.
Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama
adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran
aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah
Tuhaku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka
adalah neraka.
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah
adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang
keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap
sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara
lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat
19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang
diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan
antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad
ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi
al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan
“Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui
wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak
datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang
6
sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat
dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan
yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa
Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan
dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi
petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang
lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani
kehidupan.
4. Pembuktian Wujud Tuhan
a. Metode Pembuktian Ilmiah
Pemikiran rasional Thales yang coba menjelaskan mitos-mitos mendorong
pemikiran ilmiah tentang asal-usul alam, seperti plato yang menyatakan bahwa
sumber dari alam adalah Yang Maha Sempurna dan sumber kebaikan Yang Maha
itu adalah satu.
Allah berfirman :
“ Dan jika kamu tanyakan kepada mereka “Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi ?” pasti mereka akan menjawab, “Semuanya diciptakan oleh yang Maha
Perkasa, Maha Mengetahui.” (QA : 43 : 9)
Selanjutnya pemikiran mereka dilanjutkan oleh filusuf Muslim seperti Al-Kindi,
Ibnu Sina, Al-Farabi, dan lain-lain. Al-Kindi berpendapat bahwa Tuhan tidak
mempunyai hakikat dalam arti aniah atau maiah. Tuhan tidak aniah karena Dia
adalah pencipta alam. Dia tidak tersusun dari materi dan bentuk (Al-Hayula Wa
At-Surah) tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah karena
tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang
serupa dengannya.
b. Metode pembuktian dengan alam
7
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik,
tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah
menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal
percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan
dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan
kehidupan.
c. Metode pembuktian dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya
sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan
“hukum kedua termodinamika” (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini
telah kehilangan landasan berpijak.
d. Metode pembuktian dengan Pendekatan Astronomi
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan
keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil ikhtira”. Di samping
itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu “dalil inayah”. Dalil ‘inayah
adalah metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan
manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996:78-80).
II. Keimanan dan Ketakwaan
1. Pengertian Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja
amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti
percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang
percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun
dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa)
kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu
disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati
manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi
Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman
adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh
8
karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah,
yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki
Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad
untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan
amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun billisaani wa’amalun
bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara
hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan
dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain yang
memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat
an-Nisa’:51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut
(realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan
kata bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar
menurut Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau
dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan
kata ajaran yang diturunkan Allah (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila
min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an,
mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan
dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq.
Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.
2. Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh
karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang
dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu
9
sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan
dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia
merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal.
Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada
akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya
akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak
beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun
perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
3. Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah
tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka
bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan
memahami ayat yang tidak dia pahami.
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah,
diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut
Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52,
Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-
Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk
waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
10
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara
yang kaya dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-
Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang
berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min
tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan
Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan
harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap
seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang
berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.
Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang takwa diantaranya
adalah perkataan Thalq bin Habib rahimahullah, beliau mengatakan: “Takwa yaitu
melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah
semata-mata mengharap pahala dari-Nya. Dan meninggalkan kemaksiatan kepada
Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah karena takut akan adzab-Nya.”
4. Makna Takwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka
taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Karakteristik orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan
kedalam lima kategori atau indicator ketaqwaan.
1. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata
lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan
memelihara fitrah iman.
2. Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang
miskin, orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta 11
– minta dana, orang – orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini,
dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan
melalui kesanggupan mengorbankan harta.
3. Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara
ibadah formal.
4. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain
memiliki semangat perjuangan.
5. Hubungan taqwa dengan Allah SWT
Seseorang yang bertaqwa ( muttaqi ) adalah orang yang menghambakan
dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat.
Memelihara Hubungan dengan Allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya
sehingga dapat menghindar dari kejahatan dan kemungkaran dan membuatnya
konsisten terhadap aturan – aturan Allah. Karena itu inti ketaqwaan adalah
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Memelihara hubungan dengan Allah SWT dimulai dengan melaksanakan
tugas perhambaan dengan melaksanakan ibadah secara sungguh – sungguh
( khusuk ) dan ikhlas seperti mendirikan solat dengan khusuk dan penuh
penghayatan sehingga solat memberikan bekas dan memberi warna dalam
kehidupannya. Melaksanakan puasa dengan ikhlas melahirkan kesabaran dan
pengendalian diri. Zakat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan diri dari
ketamakan dan kerasukan. Dan haji mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan
dari takabur dan mendekatkan diri kepada Allah.
Memelihara hubungan dengan Allah dilakukan juga dengan menjauhi
perbuatan yang dilarang Allah, yaitu perbuatan dosa dan kemungkaran.
Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah pada dasarnya adalah bentuk
– bentuk prilaku yang lahir dari pengendalian diri atau mengendalikan hawa nafsu
yang ada dalam dirinya.
12
6. Hubungan taqwa dengan Sesama Manusia
Hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia.
Orang yang bertaqwa akan dapat dilihat dari peranannya di tengah – tengah
masyarakat. Sikap taqwa tercermin dalam bentuk kesediaan untuk menolong
orang lain, melindungi yang lemah dan berpihakan pada kebenaran dan keadilan.
Karena itu, orang yang taqwa akan menjadi motor penggerak gotong royong dan
kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebajikan.
Allah menjabarkan cirri – cirri orang yang bertaqwa dengan ciri – ciri
perilaku yang berimbang antara pengabdian formal kepada Allah dengan
hubungan sesama manusia pada ayat berikut ini : Pada surat Al – Baqarah ayat
177, menerangkan bahwa diantara cirri – cirri orang bertaqwa itu ialah orang –
orang yang beriman kepada Allah, Hari kemudian, malaikat – malaikat, kitab –
kitab Allah. Aspek – aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki
orang yang taqwadan dasar hubungan dengan Allah dalam bentuk ubudiah.
Selanjutnya Allah menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan
harta, dan orang – orang yang menepati janji. Dalam ayat itu Allah
menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa
terhadap sesame manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti
diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta diposisikan diantara aspek
keimanan dan sholat.
7. Hubungan Takwa dengan Lingkingan Sekitar
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus
disyukuri dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan keharusannya dan
memeliharanya dengan sebaik – baiknya. Disamping nikmat Allah, ala mini juga
amanat yang harus dipelihara dan dirawatnya dengan baik. Mensyukuri nikmat
Allah dengan cara yang demikian itu akan menambah kadar dan kualitas nikmat
yang akan diberikan Allah kepada manusia. Tambahan nikmat itu dalam bentuk
nilai tambah manfaat dari lingkungan alam. Sebaliknya orang yang tidak
bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang menyedihkan. Azab Allah
dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa batas
karena kerakusan manusia.
13
8. Janji Allah untuk Orang Bertakwa
Allah azza wa jalla telah banyak menyebutkan janji-janji-Nya dalam Al-
Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa, dan Allah azza wa jalla tidak akan
pernah mengingkari janji-Nya. Diantara janji-janji-Nya adalah:
1. Akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang dia alami dan diberi rizki dari arah
yang tidak disangka-sangka. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan (Dia akan) memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)
2. Akan dimudahkan segala urusannya. Hal tersebut sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nya (yang artinya):
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
3. Akan diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar. Sebagaimana firman
Allah azza wa jalla (yang artinya):
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus
kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (Ath-
Thalaq: 5)
4. Akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan
kelezatan serta penuh dengan ampunan. Allah azza wa jalla telah menjelaskan
dalam firman-Nya (yang artinya):
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang
yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah
rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-
sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari
madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-
buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam
Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-
motong ususnya?” (Muhammad: 15)
14
9. Peran Iman
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini
dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan
manusia.
a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau
Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang
dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka
tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya.
Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan
manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan
kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada
khurat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman
adalah firman Allah surat al-Fatihah ayat 1-7 .
b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di
antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut
menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di
tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah
firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa’):78:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu
di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh“
c. Iman menanamkan sikap “self help” dalam kehidupan .
Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan
penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip,
menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena
kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah
dalam QS 11 (Hud):6:
15
“Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh mahfud)“.
III. Tauhidullah dan Wujudullah
Konsep mengesakan Allah dibangun atas tiga landasan pemikiran,
yaitu Wujudullah (keberadaan Allah), Wahddaniyatullah (keesaan Allah),
dan Rububiyatullah (ketuhanan Allah).
1. Arti dari Tauhidullah
Tauhidullah teriri dari 2 kata yaitu Tauhid dan Ullah, Menurut KBBI,
Tauhid memiliki arti kuat kepercayaannya bahwa Allah hanya satu, Kuatnya.
Sedangkan Ullah adalah Allah SWT. Jadi bisa dikatakan bahwa Tauhidullah memiliki
arti mengesakan Allah SWT, beribadah, memohon, tunduk hanya pada Allah
SWT.
2. Macam-macam Tauhid
1. Tauhid Rububiyah
Rububiyah berasal dari kata rabba-yarubbu yang artinya adalah sesuai dengan
fungsinya. Tauhid rububiyah berarti mengesakan Allah SWT sebagai pencipta,
pemilik, pemelihara, dan penguasa makhluk dan seluruh alam. Di Al
Qur'an, Allah SWT telah menyatakan pujian hanya bagi dirinya dan menyifatkan
DiriNya sebagai Rabb Alamin.
Firman Allah : Q.S Al Baqoroh : 21-22
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui.”
2. Tauhid Uluhiyah
16
Adalah : Meyakini Allah sebagai satu-satunya sembahan, tujuan hidup, dan
beribadah hanya kepada Nya.
Firman Allah : Q.S Al Anbiya : 25
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".
3. Tauhid Asma’ wa Sifat
Adalah : beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim
dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah dan tidak ada yang menyerupai dengan-
Nya.
Firman Allah : Q.S As Syuura : 11
(dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula),
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.
3. Keutamaan Tauhid
1. Firman Allah : Q.S Al An’am : 82
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
2. Sabda Rosulullah :
Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling utama
adalah 'Laa Ilaaha Illallah'dan cabang paling rendah adalah menyingkirkan
kotoran dari jalan."(HR. Muslim)
Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad adalah hamba dan
utusanNya, dan kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh
daripadaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan Neraka
17
pun benar adanya maka Allah pasti memasukkannya ke dalam Surga, apapun
amal yang diperbuatnya.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Wujudullah
Konsep mengesakan Allah dibangun atas tiga landasan pemikiran,
yaitu Wujudullah (keberadaan Allah),Wahddaniyatullah (keesaan Allah),
dan Rububiyatullah (ketuhanan Allah). Menanamkan benih pemikiran tauhid akan
sangat kondusif pada anak dalam usia pra sekolah dimana dalam fase itu daya
serap anak terhadap segala masukan -positif maupun negatif- sangatlah besar.
‘Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku ingin agar dikenal,
maka Aku menciptakan mahluk. Lalu Kuperkenalkan diriKu kepada mereka,
maka mereka mengenalKu’ (HR Tirmidzi).
18
KESIMPULAN
Kesimpulannya, bahwa setap makhluk wajib meyakini bahwa Allah itu
ada. Konsep mengesakan Allah dibangun atas tiga landasan pemikiran,
yaitu Wujudullah (keberadaan Allah),Wahddaniyatullah (keesaan Allah),
dan Rububiyatullah (ketuhanan Allah). Setiap generasi dan aliran yang dianut
manusia setiap zaman juga melahirkan pandangan yang berbeda-beda tentang
Tuhan. Menurut umat islam juga ada beberapa pemikiran tentang Tuhan.
Metode pembuktian bahwa Tuhan itu ada telah dibuktikan dengan
beberapa metode, seperti metode pendekatan ilmiah, pendekatan secara alam, dan
astronomi, tetapi masih ada juga Ilmuwan yang menganggap bahwa alam semesta
itu terjadi dengan sendirinya.
Selain itu, pada materi ini juga membahas tentang peran fungsi keimanan
dan ketakwaan, baik itu dengan Allah maupun dengan sesama makhluk, ciri-ciri
orang yang beriman, dan keuntungan menjadi orang yang beriman.
Dibahas juga tentang wujudullah dan tauhidullah, dimana wujudullah ialah
mengesakan Allah tauhidullah adalah meyakini bahwa Allah itu ada. Dijelaskan
juga jenis-jenis tauhid.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_Islam
http://hikmah.blog.uns.ac.id/2010/05/08/konsep-ketuhanan-dalam-islam/
http://arieshieddin.blogspot.com/2009/04/konsep-ketuhanan-dan-hakikat
manusia.html
http://kirliankid.wordpress.com/2010/04/02/konsep-ketuhanan-dalam-islam/
http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/04/11/makna-tauhid-kepada-allah-
tauhidullah/
http://www.isparmo.com/2006/02/tauhidullah.html
http://religionforheaven.blogspot.com/2009/09/tauhidullah.html
Mansoer, Hamdan, dkk. 2004. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta. Departemen Agama RI
Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar – Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Bumi
Aksara
Darajat, Zakiah, dkk. 1986. Dasar – Dasar Agama Islam. Jakarta. Departemen
Agama RI
http://www.isparmo.com/2006/02/tauhidullah.html
http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/04/11/makna-tauhid-kepada-allah-
tauhidullah/
20
21
Top Related