Download - Abortus Habitualis Sip

Transcript

STUDI KEPUSTAKAAN :

Studi Pustaka Hubungan Infeksi TORCH Terhadap Kejadian Abortus Berulang

OLEH :

Nur Akbaryan Anandito

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini abortus masih merupakan masalah kontroversi di masyarakat Indonesia, Namun terlepas dari kontorversi tersebut, abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.Prevalensi abortus spontan diperkirakan 15 % dari seluruh kehamilan, sedangkan abortus habitualis diperkirakan terjadi pada 0,4% kehamilan. Angka lahir mati di Amerika Serikat 9 10 per 1000 kelahiran hidup. Bila mungkin, adalah penting menetapkan sebab kematian janin. Sama pentingnya adalah melindungi kesehatan psikososial ibu dan keluarganya.10Seorang wanita dikatakan menderita abortus habitualis apabila ia mengalami abortus berturut-turut 3 kali atau lebih. Wanita tersebut umumnya tidak sulit hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat bertahan terus sehingga wanita yang bersangkutan tidak dapat melahirkan anak yang hidup. Keadaan tersebut dapat digolongkan sebagai infertilitas atau sterilitas.1,2Terdapat berbagai penyebab abortus yakni: faktor genetik, kelainan anatomis, gangguan hormonal dan nutrisi, faktor imunologis, penyakit infeksi, faktor lingkungan, dan psikologis yang kebanyakan belum diketahui mekanisme penyebabnya. Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex (HSV1 HSV2). Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan keguguran spontan, kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam. Pada referat ini penulis akan mencoba menelaah secara studi literatur mengenai hubungan infeksi TORCH terhadap kejadian abortus berulang.B. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan abotus habitualis dan kaitannya dengan infeksi toxoplasmosis, rubella, cytomegalo virus, dan herpes (TORCH).BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Abortus HabitualisAbortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.12Istilah abortus habitualis digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih abortus spontan yang terjadi berturut-turut.4 Sedangkan pengertian abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis.10B. Etiologi Abortus HabitualisPenyebab abortus habitualis lebih dari satu (multipel) dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat.4 Penyebab abortus berulang yang diketahui yakni:51) Kelainan genetik (kromosomal) pada suami atau istriAgar bisa terjadi kehamilan, dan kehamilan itu dapat berlangsung terus dengan selamat, perlu adanya penyatuan antara spermatozoon yang normal dengan ovum yang normal pula. Kelainan genetik pada suami atau isteri dapat menjadi sebab kelainan pada zigot dengan akibat terjadinya abortus. 11Beberapa kelainan kromosamal pada orang tua yang telah diketahui menyebabkan abortus berulang yaitu : Balanced reciprocal translocations 50%; Robertsonian translocations 24%; X chromosome mosaicism (47, XXY) 12%.2Dapat dikatakan bahwa kelainan kromosomal yang dapat memegang peranan dalam abortus berturut-turut, jarang terdapat. Dalam hubungan ini dianjurkan untuk menetapkan kariotipe pasangan suami isteri, apabila terjadi sedikit-sedikitnya abortus berturut-turut 3 kali, atau janin yang dilahirkan menderita cacat.112) Kelainan Anatomis

Abortus juga dapat disebabkan oleh kelainan anatomik bawaan, laserasi uterus yang luas, serviks inkompeten yang membuka tanpa rasa nyeri, sehingga ketuban menonjol dan pecah. Di mioma uteri submukus terjadi gangguan implantasi ovum yang dibuahi atau gangguan pertumbuhan dalam kavum uteri.5Kelainan bawaan dapat menjadi sebab abortus habitualis, antara lain hipoplasia uteri, uterus subseptus, uterus bikornis, dan sebagainya. Akan tetapi pada kelainan bawaan seperti uterus bikornis, sebagian besar kehamilan dapat berlangsung terus dengan baik. Walaupun pada abortus habitualis perlu diselidiki histerosalpingografi, apakah ada kelainan bawaan, perlu diperiksa pula apakah tidak ada sebab lain dari abortus habitualis, sebelum mnganggap kelainan bawaan uterus tersebut sebagai sebabnya.113) Gangguan HormonalPada wanita dengan abortus habitualis, ditemukan bahwa fungsi glandula tiroidea kurang sempurna. Hubungan peningkatan antibodi antitiroid dengan abortus berulang masih diperdebatkan karena beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berlawanan. Luteal phase deficiency (LPD) adalah gangguan fase luteal. Gangguan ini bisa menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transpor ovum terlalu cepat, mobilitas uterus yang berlebihan, dan kesukaran nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan dengan baik. Penderita dengan LPD mempunyai karakteristik siklus haid yang pendek, interval post ovulatoar kurang dari 14 hari dan infertil sekunder dengan recurrent early losses.5, 13Gangguan hormonal lain yang sering dikaitkan dengan kejadian abotus berulang yaitu polycystic ovarian syndrome (PCOS), diabetes mellitus, thyroid disease, and hyperprolactinemia. 13Evaluasi gangguan endokrin harus mencakup pengukuran hormon (TSH) tingkat thyroid-stimulating. Pengujian lainnya yang diindikasikan berdasarkan presentasi pasien termasuk pengujian resistensi insulin, pengujian cadangan ovarium, prolaktin serum dengan adanya mens tidak teratur, tes antibodi antitiroid, dan, biopsi endometrium fase luteal.4) Gangguan TrombotikGangguan trombotik berasal dari ketidakseimbangan antara jalur pembekuan dan antikoagulan. Aktivasi protein S bersinergi dengan activated protein C, sehingga menghambat tindakan pembekuan faktor V dan VIII. Dengan demikian, protein S dan C memiliki efek antikoagulan. Penurunan aktivitas protein ini telah didalilkan untuk meningkatkan risiko keguguran. 2Hubungan antara abortus berulang dan thrombophilias yang berulang didasarkan pada teori bahwa gangguan perkembangan dan fungsi sekunder vena dan / atau trombosis arteri plasenta dapat menyebabkan keguguran. Berdasarkan studi yang telah menunjukkan darah ibu untuk mulai mengalir dalam ruang intervili plasenta pada sekitar 10 minggu kehamilan, maka hubungan antara thrombophilias dan keguguran pada usia kehamilan lebih dari 10 minggu lebih mudah diterima dibandingkan dengan keguguran yang terjadi sebelum 10 minggu kehamilan.135) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan diduga menjadi salah satu penyebab keguguran berulang. Eksposur terhadap rokok, alkohol, dan kafein telah mendapatkan perhatian khusus pada penelitian akhir-akhir ini. Meskipun alkoholisme ibu (atau konsumsi sering memabukkan jumlah alkohol) secara konsisten dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi terhadap terjadinya keguguran spontan, tetapi hubungannya masih lemah. Studi yang menghubungkan konsumsi alkohol dengan kehilangan kehamilan telah menunjukkan peningkatan risiko ketika lebih dari 3 minuman per minggu dikonsumsi selama trimester pertama atau lebih dari 5 gelas per pekan yang dikonsumsi selama kehamilan. 13Tampaknya logis bahwa merokok dapat meningkatkan risiko aborsi spontan didasarkan pada konsumsi nikotin, suatu vasokonstriktor kuat yang dikenal untuk mengurangi rahim dan plasenta aliran darah. Namun, hubungan antara merokok dan keguguran masih kontroversial. 13Meski tetap tak terbantahkan, tampaknya ada beberapa bukti bahwa kafein, bahkan dalam jumlah serendah 3 sampai 5 cangkir kopi per hari, dapat meningkatkan risiko keguguran spontan dengan respon tergantung dosis. Asosiasi kafein, alkohol, dan asupan nikotin dengan keguguran berulang bahkan lebih lemah dari asosiasi mereka dengan keguguran sporadis.136) Faktor Imunologis

Karena janin secara genetik tidak identik dengan ibunya, maka wajar jika menduga bahwa ada faktor imunologi yang memungkinkan ibu untuk menolak janin selama kehamilan. Bahkan, telah ada setidaknya 10 mekanisme tersebut diusulkan. Oleh karena itu mungkin ada kelainan dalam mekanisme imunologi yang dapat menyebabkan baik sporadis dan keguguran berulang. Meskipun minat yang kuat dalam potensi etiologi ini untuk abortus berulang, tetapi tidak ada konsensus tentang pemeriksaan diagnostik yang tepat atau terapi.13Satu gangguan autoimun tertentu yaitu anti phospolipid syndrome(APS) telah jelas dikaitkan dengan banyak orang dengan riwayat abortus berulang. Tetapi mekanisme terjadinya abortus berulang dikarenakan APS belum sepenuhnya jelas difahami. 13Inkomtabilitas golongan darah A, B, O dengan reaksi antigen-antibody dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler. Inkompatibilitas karena Rh faktor dapat menyebabkan pula abortus berulang.7) Faktor Psikologis dan NutrisiDibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus berulang dan keadaan mental, akan tetapi masih belum jelas penyebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional, dan sangat mengkhawatirkan risiko kehamilan, begitu pula wanita yang sehari-hari bergaul dalam dunia pria dan menganggap kehamilan suatu beban yang berat.11Penyakit-penyakit yang mengganggu persediaan zat-zat makanan untuk janin yang edang tumbuh dapat menyebabkan abortus. Anemia yang berat, penyakit menahun dan lain-lain dapat mempengaruhi gizi penderita.8) Penyakit InfeksiInfeksi Toksoplasma, virus Rubela, Cytomegalo dan herpes merupakan penyakit infeksi parasit dan virus yang selalu dicurigai sebagai penyebab abortus melalui mekanisme terjadinya plasentitis. Mycoplasma, Lysteria dan Chlamydia juga merupakan agen yang infeksius dan dapat menyebabkan abortus habitualis.5

Banyak penelitian membuktikan bahwa infeksi merupakan penyebab aborsi spontan tunggal, keguguran berulang akibat infeksi terjadi dengan frekuensi yang jauh lebih rendah. Dalam literatur medis, bukti-bukti terbatas menghubungkan infeksi dan keguguran berulang. Kerentanan pasien terhadap infeksi kronis harus memainkan peran yang menentukan dalam beberapa kasus yang dilaporkan. Faktor kerentanan yang memungkinkan infeksi kronis yang parah, jarang terjadi di populasi umum. Faktor ibu yang mungkin berperan dalam risiko aborsi akibat infeksi adalah sebagai berikut: 1. Paparan utama selama awal kehamilan; 2. Kemampuan organisme untuk menyebabkan infeksi plasenta; 3. Perkembangan dari kuman/virus pathogen 4. Immunocompromise disebabkan oleh imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid, atau acquired immune deficiency syndrome.

Pada referat ini, penulis akan membahas lebih detail mengenai infeksi TORCH

Pengertian TORCHTORCHadalah singkatan dariToxoplasma gondii (Toxo),Rubella,Cyto Megalo Virus (CMV),Herpes Simplex Virus (HSV)yang terdiri dariHSV1danHSV2serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).

Penyebab utama dari virus dan parasitTORCH(Toxoplasma, Rubella, CMV, dan Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus, merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan lainnya.

TOXOPLASMA GONDIIToxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, ,mata, otak, dan selaput otak. Toxoplasmosis sendiri merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia dengan prevalensi yang tinggi pada burung dan mamalia termasuk manusia. Kucing merupakan sumber infeksi bagi manusia.

Parasit ini termasuk subfilum Sporozoa, kelas Toxoplasma dan merupakan salah satu genus dari ordo Toxoplasmida. Toxoplasma gondii terdpat di dalam sel-sel dari system retikulo-endotel dan juga di dalam sel-sel parenkim.Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler bulat atau lonnjong, sedang bentuk ekstraseluler seperti bulan sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran parasit micron x 4-6 mikron, dengan inti terletak di ujung yang tumpul.

Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentukya antibodi namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap msih hidup. Kista jaringan ini akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi pada orang dengan kekebalan rendah baik infeksi primer maupun infeksi reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis, Chorioretinitis, pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam makulopapuler dan atau dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang otak sering terjadi pada penderita AIDS.

Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau dapat menyebabkab Chorioretinis, kerusakan otak disertai dengan klasifikasi intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam, ikterus, ruam, hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat setelah lahir.

Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas, kekeringan dan pembekuan. Cepat mati karena pembekuan darah induk semangnya dan bila induk semangnya mati jasad inipun ikut mati. Toxoplasma membentuk pseudocyste dalam jaringan tubuh atau jaringan-jaringan tubuh hewan yang diserangnya secara khronis. Bentuk pseudocyste ini lebih tahan dan dapat bertindak sebagai penyebar toxoplasmosis.Cara Penularan ToxoplasmosisInfeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.

Melihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk terkena infeksi toxoplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung ookista dan yang dimasak kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui hewan peliharaan. Hal ini terbutki bahwa di negara Eropa yang banyak memelihara hewan peliharaan yang suka makan daging mentah mempunyai frekuensi toxoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.

Patologi dan Gambaran klinik

Pada manusia dewasa dengan daya tahan tubuh yang baik biasanya hanya memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. Apabila menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti : demam, nyeri otot, sakit tenggorokan,kadang-kadang nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior, supraklavikula dan suboksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sakit kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium dan dapat terjadi kejang.

Sesudah terjadi penularan, parasit dengan perantara aliran darah akan dapat mencapai berbagai macam organ misalnya otak, sumsum tulang belakang, mata, paru-paru, hati, limpa, sumsum ulang, kelenjar limfe dan otot jantung.

DAMPAK TERHADAP KEHAMILANAngka kejadian infeksi primer dalam kehamilan kira kira 1 : 1000. dalam kehamilan , skrining rutin tidak dianjurkan.

Resiko penularan terhadap janin pada trimester I = 15% ; pada trimester II = 25% dan pada trimester III = 65%. Namun derajat infeksi terhadap janin paling besar adalah bila infeksi terjadi pada trimester I.

Trias klasik toksoplasma berupa :

1. Hidrosepalus

2. Kalsifikasi intrakranial

3. Korioretinitis

Trias tersebut jarang terlihat.

Diagnosis

Pemeriksaan parasit sangat rumit dan memakan waktu yang lama, yaitu dengan

cara :

1. Biopsi jaringan & pewarnaan HE dan Eosin juga dengan giemsa. Tujuannya untuk melihat tachizoites (trophozoites) atau cysts (bradyzoites)2. Kultur : Monocyte cell culture. Setelah 4 hari parasit di kultur maka dilihat dengan immunofluorescence dengan anti-P30 monoclonal antibodi.3. Dye-Test (Sabin-Felman) paling baik karena puncaknya dicapai lebih cepat dibawah dari 4 minggu dan menetap. Sensitivity dan spesitivity tinggi4. EIA (Enzyme-linked immunoassay). Deteksi IgM antibodi. Spesifik antibodi IgM meninggi pada bulan ke 4 8 . Masalah yang dijumpai adalah interferensi dari rheumatoid factor dan specific IgG antibodi5. IHA : Indirect Hemaglutinasi 4 10 minggu (titer meningkat atau sero konversi)6. IFA : Indirect Florescent Antibody ( 2 4 bulan) Complement fixation 3 bulan pertama7. ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay M E I A(IgM, IgG dapat mencegah positif palsu akibat kompetisi dengan antibody IgG specific maternal.

8. Dapat dideteksi dari cairan (CSF) dan ditentukan dengan pemeriksaan metode Direct Immuno FlorescentYang paling sering dilakukan adalah :

Pemeriksaan antibodi terhadap Toxoplasma, yaitu IgM, IgG, IgA dan IgG AvidityIgM, IgG dan IgA adalah Imunoglobulin yang akan meningkat bila terjadi infeksi IgG Avidity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan antigen

Fungsi pemeriksaan IgG Avidity :

Untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi pada dugaan adanya infeksi primer baru (IgG (+) dan IgM (+)) pada serum yang sama.

Bila terjadi keragu-raguan :IgM (-), dan IgG (( stabil atau IgM (-) dan IgG meningkat bermakna Hasil yang tinggi : infeksi diperkirakan terjadi > 4 bln sebelumnya. Hasil yang rendah : infeksi diperkirakan terjadi 2 x) pada pemeriksaan serial selang waktu 3 minggu

2. IgM positif dan/atau IgA positif 3. IgG Avidity rendah Infeksi Kongenital :1. IgM positif dan/atau IgA positif 2. Adanya IgG yang menetap pada tahun pertama setelah kelahiran (pemeriksaan serial).

Infeksi yg terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yg terjadi pada saat ibu hamil yg berbahaya, khususnya pada Trimester pertama.

Yang perlu melakukan Pemeriksaan Toksoplasma

Wanita yang akan hamil (idealnya) wanita yang baru/sedang hamil (bila hasil sebelumnya negatif atau belum diketahui, minimal diperiksa setiap Trimester> Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil Penderita yang diduga terinfeksi Pencegahan ToxoplasmosisTindakan yang perlu dilakukan dalam mencegah penyakit toxoplasmosis adalah sebagai berikut :

1. Daging yang akan dikonsumsi hendaknya daging yang sudah diradiasi atau yang sudah dimasak pada suhu 150F (66C),sedangkan pada daging yang dibekukan mengurangi infektivitas parasit tetapi tidak membunuh parasit.

2. Ibu hamil yang belum diketahui telah mempunya antibodi terhadap toxoplasma gondi, dianjurkan untuk tidak kontak dengan kucing dan tidak membersihkan tempat sampah. Pakailah sarung tangan karet dan cucilah tangan selallu setelah bekerja dan sebelum makan.

3. Apabila memelihara kucing, maka sebaiknya kucing diberikan makanan kering, makanan kaleng atau makanan yang telah dimasak dengan baik dan jangan biarkan membru makanan sendiri.

4. Cucilah tangan baik-bai sebelum makan dan sesudah menjamah dagin mentah atau setelah memegang tanah yang terkontaminasi kotoran kucing.

5. Awasi kucing liar, jangan biarkan kucing tersebut membuang kotoran ditempat bermain anak-anakPengobatan ToxoplasmosisSampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus p-amino asam benzoat dan siklus asam foist. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25-50 mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari selama sebulan.

Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan. Trimetoprimn juga temyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine, ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya.

Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.Menurut Lab. Immunologi FKUI sebaiknya dikombinasi pengobatan antimikroba/parasit dan immunoterapi dan anti viral (pada Torch) :1. Isoprinosin (immunotherapy) 4x500 mg/hr 2hr/mgg 2. Spiramisin (antitoksoplasma/anti parasit); 3x500 mg/hr selama 10 hari 3. Acyclovir (anti viral) 3x200 mg/hr selama 10 hari 4. Obat2 diatas diulangi setiap mgg (1) & setiap bulan (2&3) sampai partus Regimen Lain (Norwegia)Primary maternal infection in pregnancy :Trimester 1 : Spiramycin 9MIU (3 gr)/day continuouslyTrimester 2, 3 : Spiramycin 9MIU (3 gr) /day continuously

or P+S+F (3 weeks),

then Spiramycin (3-6 weeks)Evidence of fetal infection(positive prenatal diagnosis) :P+S+F (3 weeks), then Spiramycin (3-6 weeks)

Repeated courses until delivery

Or Fansidar : 2 tablets weekly until deliveryDoses : - Pyrimethamine (Daraprim) 50 mg first day, therafter 25 mg daily

- Sulfonamides : 1-2 g daily

- Folinic acid (Leucovorin / not folin acid) 5-15 mg x weekly

- Spiramycin (Rovamycin) : 3 gr (9 MIU) / dayRUBELLA

Imunitas selama kehamilan :

Kehamilan : penurunan fungsi kekebalan yang bersifat cell mediated

Infeksi virus pada wanita hamil akan memperlihatkan gejala yang lebih berat dibanding tidak hamil ( infeksi poliomyelitis, cacar air / chicken pox )

Sistem kekebalan yang masih belum matang pada janin akan menyebabkan janin atau neonatus lebih rentan terhadap komplikasi yang diakibatkan infeksi virus Gejalanya :

Biasanya terjadi demam ringan, sakit kepala, rasa lelah dan perasaan tidak karuan, sakit tenggorokan, batuk 30-50% tidak bergejala Ruam akan timbul sekitar 16-18 hari setelah terpapar Pada orang dewasa kadang2 disertai sakit pada persendian Risiko Transmisi Infeksi dan Kecacatan pada Janin

Terapi antivirus Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara luas dalam kehamilan

Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer herpes simplek atau virus varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil

Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan

Obat antivirus lain yang masih belum diketahui keamanannya selama kehamilan : Amantadine dan Ribavirin Pencegahan aktif dan pasif Vaksin dengan virus hidup tidak boleh digunakan selama kehamilan termasuk polio oral, MMR (measles mumps rubella), varicella

Vaksin dengan virus mati seperti influenza, hepatitis A dan B boleh digunakan selama kehamilan

Imunoglobulin dapat digunakan selama kehamilan Vaksinasi :

Bayi pada usia 1 tahun Anak-anak remaja usia 11-12 tahun Wanita usia subur yang seronegatif

* sebelum hamil (jika mungkin)* setelah melahirkan Para pekerja HealthcareBatas waktu Vaksinasi

Dewasa: bertahan > 8 thn (bila titer tinggi)Anak-anak: 25% akan kehilangan antibodinya 5 th kemudian Oleh sebab itu perlu diperiksa kembali IgG Rubella pada saat merencanakan akan hamil (3-6 bulan sebelumnya)Rubella ( German Measles ) disebabkan oleh infeksi single stranded RNA togavirus yang ditularkan via pernafasan dengan kejadian tertinggi antara bulan Maret sampai Mei, melalui vaksinasi yang intensif angka kejadian semakin menurun.

Infeksi virus ini sangat menular dan periode inkubasi berkisar antara 2 3 minggu

DIAGNOSIS :

Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan serologi.

IgM

IgM akan cepat memberi respon setelah muncul 2 -3 hari keluar ruam dan kemudian akan menurun dan hilang dalam waktu 4 8 minggu ini merupakan kadar puncak. Dapat dideteksi pada 3 - 8 minggu. Menetap hingga 6 - 12 bulan IgG Terdeteksi 5 - 10 hari setelah ruam (bisa lebih awal) Kadar puncak dicapai sekitar 15 - 30 hari Menurun perlahan sampai beberapa tahun hingga mencapai titer rendah dan konstan Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan titer 4 kali lipat dari hemagglutination-inhibiting (HAI) antibody dari dua serum yang diperoleh dua kali selang waktu 2 minggu atau setelah adanya IgM

Diagnosa Rubella juga dapat ditegakkan melalui biakan dan isolasi virus pada fase akut.

Ditemukannya IgM dalam darah talipusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan mendukung diagnosa infeksi Rubella.

DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN :

10 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya gejala penyakit.

Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin.

Infeksi fetal :

1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin dilahirkan dalam keadaan normal

2. Abortus spontan

3. Sindroma Rubella kongenital

Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya sindroma rubella kongenital sebesar 25% ( 50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama ), resiko sindroma rubella kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada trimester II dan III SINDROMA RUBELLA KONGENITAL :

Intra uterine growth retardation simetrik

Gangguan pendengaran

Kelainan jantung :PDA (Patent Ductus Arteriosus) dan hiplasia arteri pulmonalis

Gangguan Mata : Katarak Retinopati Mikroptalmia

Hepatosplenomegali

Gangguan sistem saraf pusat : Mikrosepalus Panensepalus Kalsifikasi otak Retardasi psikomotor

Hepatitis

Trombositopenik purpura

Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan mengukur IgG . Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik.Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI

Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian profilaksis dengan gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena tidak memberi perlindungan terhadap janin.Yang Perlu melakukan Pemeriksaan Rubella: Wanita sebelum hamil (idealnya)Pada kehamilan dini dan pada usia kehamilan menjelang 20 mgg (bagi yang seronegatif) Neonatus yang ibunya terinfeksi primerpada saat hamil Penderita yang diduga terinfeksi Setelah vaksinasi CYTOMEGALOVIRUS

Cytomegalovirus adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam. Cara penularannya Respiratory droplets, kontak dengan sumber infeksi (saliva, urin, sekresi serviks dan vagina, sperma, ASI, airmata), melalui transfusi dan transplantasi organSecara vertikal dari ibu ke janin : prenatal (plasenta) perinatal (pada saat kelahiran) postnatal (ASI, kontak langsung)30 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil 50 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.DIAGNOSISVirus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain.

Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1 2 tahun kemudian.

IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup

Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :

1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat

2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%

3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten Yang perlu dilakukan Pemeriksaan :

Donor darah atau organ Resipien organ transplantasi Wanita sebelum hamil (idealnya), bila negatif, periksa pada kehamilan dini, selanjutnya pada kehamilan lanjut .

Neonatus yang ibunya terinfeksi DAMPAK TERHADAP KEHAMILANCMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.

Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 50%.

10 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :

1. Hidrop non imune

2. PJT simetrik

3. Korioretinitis

4. Mikrosepali

5. Kalsifikasi serebral

6. Hepatosplenomegali

7. hidrosepalus

80 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala:

1. Retardasi mental

2. Gangguan visual

3. Gangguan perkembangan psikomotor

Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.

CNV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke janin sebesar 0.15% 1%

Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.

Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah

Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :

1. Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan sistem saraf pusat

2. Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion

HERPES SIMPLEX

Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simplex HSV tipe 1 dan 2

antibodi HSV 2 ditemukan pada 7.6% darah donor, namun hanya 50% yang menyatakan pernah menderita herpes genitalis. Disimpulkan bahwa banyak infeksi herpes yang bersifat subklinis

Kasus yang disebabkan oleh HSV tipe 2 terutama dijumpai pada wanita muda

Lesi awal berupa pembentukan erupsi veskular atau ulserasi yang akut dan diikuti dengan penyembuhan secara spontan

HSV mengalami penjalaran melalui nervus sensorik perifer kedalam ganglion dorsal dan tetap tinggal dalam fase istirahat.(masa laten), reaktivasi akan menyebabkan timbulnya lesi ulangan dan memiliki potensi penularan.DIAGNOSISMetode diagnosa utama adalah kultur virus pada ulkus

TERAPI dan PENATALAKSANAANHerpes primer dan episode infeksi pertama kali Obat antivirus untuk menurunkan berat dan lamanya gejala. Obat ini tidak dapat mencegah latensi sehingga tidak dapat mencegah serangan ulang

Regimen :

Acyclovir 3 dd 200 mg selama 5 hari ( untuk ibu hamil dan menyusui)

Famcyclovir 3 dd 250 mg selama 5 hari

Valciclovir 2 dd 500 mg selama 5 hari

Analgesik

Pemeriksaan PMS lain

Penjelasan akan kemungkinan berulangnya penyakit

Herpes Genital Rekuren Rekurensi bersifat self limiting dengan terapi suportif

Rekurensi dapat diringankan dengan pemberian antiviral sedini mungkin saat erupsi belum muncul

Dosis :

Acyclovir 5 dd 200 mg selama 5 hari

Famciclovir 2 dd 125 mg selama 5 hari

Valaciclovir 1 dd 500 mg selama 5 hari

KOMPLIKASI Infeksi primer yang terjadi pada masa kehamilan , khususnya bila terjadi pada trimester III akan dapat menular ke neonatus saat melewati jalan lahir.

Herpes Genitalis meningkatkan kemungkinan infeksi HIV 2 3 kali lipat

Masalah psikologi akibat serangan yang sering berulang

Infeksi primer dapat menyebabkan meningitis atau neuropatia otonomik

Infeksi jarang menyebar keseluruh tubuh hingga life threatening

Keadaan ini sering terjadi pada ganguan kekebalan dan masa kehamilan. Yang perlu dilakukan Pemeriksaan :

Penderita yang diduga terinfeksi Wanita sebelum hamil bila (-) periksa pada kehamilan dini bila (-), periksa pasangannya bila (-), pasangan (+) dgn riwayat Herpes Genital, periksa (istri) menjelang akhir kehamilan Neonatus yang ibunya terinfeksi C. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Abortus HabitualisRiwayat perdarahan per vaginam merupakan keluhan yang paling sering diungkapkan. Nyeri perut juga seringkali menyertai kondisi ini.7Gejala klasik yang biasanya menyertai setiap tipe abortus adalah kontraksi uterus, perdarahan uterus, dilatasi servix, dan presentasi atau ekspulsi seluruh atau sebagian hasil konsepsi.3Dugaan keguguran diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut: 6 Terdapat keterlambatan datang bulan

Terjadi perdarahan

Disertai sakit perut

Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi

Pemeriksaan hasil tes kehamilan dapat masih positif atau sudah negatif

Tanda-tanda vital harus diukur untuk menyingkirkan ketidakstabilan hemodinamik. Pemeriksaan panggul bermanfaat untuk memperkirakan usia gestasi. Pemeriksaan spekulum harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lokal perdarahan per vaginam dan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lokal perdarahan per vaginam dan untuk menyingkirkan kemungkinan dikeluarkannya produk konsepsi.7Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi: 61) Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan.

2) Pemeriksaan fundus uteri:

Tinggi dan besarnya tetap dan sesuai dengan umur kehamilan

Tinggi dan besarnya sudah mengecil

Fundus uteri tidak teraba di atas simfisis.

3) Pemeriksaan dalam:

Serviks uteri masih tertutup

Servix sudah terbuka dan teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam kavum uteri atau pada kanalis servikalis

Besarnya rahim (uterus) sudah mengecil

Konsistensinya lunak

Selain anamnesis rutin dan pemeriksaan fisik, hal-hal berikut penting dilakukan:

1. Siapkan silsilah tiga generasi kedua pasangan dan lengkapi riwayat reproduksi menyeluruh (termasuk informasi patologis dan kariotipe dari abortus sebelumnya).

2. Lakukan pemeriksaan kariotipe kedua orangtua.

3. Kerjakan histerosalfingogram, histereskopi atau laparoskopi untuk menyingkirkan diagnosis kelainan anatomis saluran reproduksi.

4. Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk T3, T4, TSH, skrining kelainan glukosa (1 atau 2 jam setelah makan), SMA dan antibodi antinuklear atau antibodi DNA rantai ganda.

5. Rencanakan pemeriksaan skrining imunoligis untuk edua orangtua. Dewasa ini meliputi pencitraan HLA-A, HLA-B dan transferin C. konsultasi imunolgis juga mungkin berguna.

6. Kerjakan biopsi endometrium dalam fase luteal atau dapatkan kadar progesteron serum untuk menilai korpus luteum atau lakukan keduanya.7. Lakukan skrinning terhadap adanya infeksi serviks atau jaringan endometrium dengan biakan Listeria monositogenes, Klamidia, Mikoplasma, U. Urealitikum, Neisseria gonorrheae, sitomegalovirus, herpes simpleks dan titer serum untuk Treponema pallidum, Brusela abortus dan Toksoplasma gondii.1Terapi harus dipandu oleh pemeriksaan diagnostik :

1. Kesalahan genetik. Prtimbangkan inseminasi buatan dengan donor atau fertilisasi in vitro dengan donor sel telur atau sperma

2. Kelainan anatomis sistem reproduksi. Kerjakan operasi uterus (misal, prosedur Jones, Tompkins, Strassman, Miomektomi), pemasangan cincin servix (abdominal atau vaginal) atau rekonstruksi servix.

3. Kelainan hormonal. Jika terjadi defisiensi hormon, berikan tiroid, progesteron, klomifen sitrat.

4. Infeksi. Berikan antibiotika yang tepat.

5. Faktor imunologis. Nilai kebutuhan pemberian limfosit ayah yang perifikasi untuk mengatasi antibodi penghambat (hanya dikerjakan di pusat kesehatan yang secara teratur menggunakan terapi ini)

6. Obat kelainan sistemik dengan tepat menggunakan terapi spesifik untuk penyakit.6Pemeriksaan kuantitatif gonadotropin korionik manusia (HCG) serum, hitung darah lengkap, dan penentuan golongan darah harus dilakukan.7D. Komplikasi

1. PerdarahanPenyebab kematian kedua yang paling penting adalah perdarahan. Perdarahan dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap atau cedera organ panggul atau usus. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian biasanya disebabkan oleh tidak tersedianya darah atau fasilitas transfusi rumah sakit serta keterlambatan pertolongan yang diberikan.

2. InfeksiSebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang paling sering mengakibatkan infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.E. Prognosis Abortus Habitualis

Wanita yang mengalami peristiwa abortus habitualis, umumnya tidak mendapat kesulitan untuk menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung terus dan terhenti sebelum waktunya, biasanya pada trimester pertama tetapi kadang-kadang pada kehamilan yang lebih tua.11Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan servix inkompeten, angka kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %, apapun terapinya. Yaitu, angka kematian janin akan lebih tinggi, dibandingkan dengan kehamilan secara umum. Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) bahkan kemungkinan abortus rekuren adalah 25 30% berapapun jumlah abortus sebelumnya. Poland dkk, (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita pernah melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun, apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya (Thom dkk, 1992).2BAB III

KESIMPULAN

1. Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi tiga kali atau lebih abortus spontan yang terjadi berturut-turut.2. Etiologi dari abotus habitualis adalah kelainan faktor genetik, kelainan anatomis, gangguan hormonal dan nutrisi, faktor trombotik, faktor imunologis, penyakit infeksi, faktor lingkungan.3. Faktor ibu yang mungkin berperan dalam risiko aborsi akibat infeksi adalah sebagai berikut: 1. Paparan utama selama awal kehamilan; 2. Kemampuan organisme untuk menyebabkan infeksi plasenta; 3. Perkembangan dari kuman/virus pathogen 4. Immunocompromise.4. Hubungan infeksi TORCH terhadap abortus berulang secara evidence based belum diketahui. Tetapi pemeriksaan laboratoris terhadap infeksi TORCH tetap merupakan pemeriksaan sebelum kehamilan yang penting untuk menghindari akibat buruk yang ditimbulkan karena infeksi TORCH.5. Komplikasi dari abortus habitualis adalah perdarahan, infeksi, sepsis dan syok,6. Prognosis abortus habitualis lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya

Daftar Pustaka

1. Benson, R.C., 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Ed. 9. Jakarta : EGC

2. Cunningham, F.G, 2005. Obstetri Williams. Ed. 21. Vol. 2. Jakarta : EGC3. Dorland W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC pp. 17764. Farrer, H., 1999. Perawatan Maternitas. Ed. 2. Jakarta : EGC

5. Kalalo, L.P, Darmadi, S., Dachlan, E.G., 2006. Laporan Kasus : Abortus Habitualis pada Antiphospholipid Syndrome. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laborator. Vol. 12(2) : 82-876. Manuaba, I.B.G., 1998. Ilmu Kebidanan, penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

7. Norwitz, E.R., Schorge, J.O, 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

8. Rayburn, W.F., 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika

9. Rustam, M., 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Ed. 2. Jilid 1. Jakarta : EGC

10. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F.F., 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Ed. 2. Jakarta : EGC

11. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo12. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo30

Interpretasi Hasil Uji Serologik Toxoplasmosis Kongenital

''Cord Blood'

Sheet1

Avidity (Index)SerumJumlah

Infeksi

< 4 bulan> 4 bulan

tinggi ( > 0,3 )0484484

equivalen (0,2 - 0,3)85159

rendah (< 0,2)29997396

Total307632939

Sheet2

Interpretasi Hasil Uji Serologik Toxoplasmosis Kongenital

'Cord Blood'

IgGIgMInterpretasi

+-*Mungkin IgG dari ibu tidak terjadi infeksi

kongenital

*Mungkin infeksi sedang berlangsung, IgM masih 4 bulan

tinggi ( > 0,3 )0484484

equivalen (0,2 - 0,3)85159

rendah (< 0,2)29997396

Total307632939

Sheet2

Interpretasi Hasil Uji Serologik Toxoplasmosis Kongenital

'Cord Blood'

IgGIgMInterpretasi

+-*Mungkin IgG dari ibu tidak terjadi infeksi

kongenital

*Mungkin infeksi sedang berlangsung, IgM masih