Download - 8.Laporan Praktikum Bod Cod

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air merupakan sumber bagi kehidupan manusia. Salah satu

sumber air yang ada di permukaan bumi adalah sungai. Sungai

sangat bermanfaat bagi manusia dan tidak kalah pentingnya bagi

biota air. Di samping itu, sungai di kota Surabaya merupakan suatu

media yang rawan terhadap pencemaran, dimana kota Surabaya

merupakan kota besar yang penuh akan industri dan padat akan

penduduk. Tidak dapat disangkal lagi kalau sungai di kota Surabaya

merupakan tempat pembuangan limbah baik dari hasil industri

maupun limbah rumah tangga.

Pembuangan limbah ke dalam sungai, secara langsung

maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pencemaran air,

dan mengakibatkan kualitas air sungai tidak sesuai dengan

peruntukannya. Selain itu, sungai yang tercemar juga akan berpotensi

menjadi sumber penyakit yang sering kita sebut sebagai “waterborn

disease” yang akan menurunkan derajat kesehatan bagi masyarakat

disekitarnya.

Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat

dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air

yang diinginkan serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan di

daerah sekitar aliran sungai tersebut, maka perlu upaya pengendalian

dan pelestarian.

Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :

115 tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Air terdapat

metode untuk menentukan status mutu air dengan menggunakan

system nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan

mengklasifikasikan mutu air menjadi empat kelas, antara lain

memenuhi baku mutu, cemar ringan, cemar sedang dan cemar berat.

1

Untuk mengetahui pengaruh limbah terhadap kualitas air

sungai, maka perlu diketahui dari parameter-parameter yang

dipengaruhi oleh limbah. Salah satu sifat yang dapat diuji untuk

menentukan tingkat pencemaran air adalah BOD (Biological Oxygen

Demand) dan COD (Chemycal Oxygen Demand).

1.2Rumusan Masalah

1.Bagaimana proses pengukuran BOD dan COD pada air badan air

Sungai Kalimas Surabaya?

2.Bagaimana proses pengukuran BOD dan COD pada air badan air

Sungai Jalan Kenjeran Surabaya?

1.3Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini dibagi menjadi 2 tujuan, yaitu tujuan

umum dan tujuan khusus.

Tujuan Umum : Mempraktekkan cara pemeriksaan kadar BOD dan

COD pada air badan air Sungai Kalimas Surabaya dan air badan air

Sungai Jalan Kenjeran Surabaya.

Tujuan Khusus :

1. Mengukur kadar BOD dan COD air badan air Sungai Kalimas

Surabaya, yang diduga tercemar akibat kegiatan domestik.

2. Mengukur kadar BOD dan COD air badan air di Sungai Jalan

Kenjeran, setelah outlet pembuangan limbah industri pabrik

tahu.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel

2.1.1 Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel air sungai

2.1.1.1 Penentuan lokasi pengambilan sampel

Langkah awal dalam menentukan lokasi pengambilan sampel

air sungai adalah mengetahui keadaan geografi sungai dan

aktivitas di sekitar daerah aliran sungai (Hadi, 2005). Pada

umumnya, lokasi pengambilan meliputi:

a. Daerah hulu atau sumber alamiah, yaitu lokasi yang belum

tercemar. Lokasi itu berperan untuk identifikasi kondisi asal

atau base line sistem tata air.

b. Daerah pemanfaatan air sungai, yaitu lokasi dimana air

sungai dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, air

untuk rekreasi, industri, perikanan, pertanian, dan lain-lain.

Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas air sebelum

dipengaruhi oleh suatu aktivitas.

c. Daerah yang potensial terkontaminasi, yaitu lokasi yang

mengalami perubahan kualitas air oleh aktivitas industri,

pertanian, domestik, dan sebagainya. Lokasi itu dipilih

untuk mengetahui hubungan antara pengaruh aktivitas

tersebut dan penurunan kualitas air sungai.

d. Daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak

sungai. Lokasi itu dipilih apabila terdapat aktivitas yang

mempunyai pengaruh terhadap penurunan kualitas air

sungai.

e. Daerah hilir atau muara, yaitu daerah pasang surut yang

merupakan pertemuan antara air sungai dan air laut.

Tujuannya untuk mengetahui kualitas air sungai secara

keseluruhan.

3

2.1.1.2 Penentuan jumlah titik pengambilan sampel

Apabila lokasi pengambilan telah ditetapkan, langkah

selanjutnya adalah menentukan titik pengambilannya. Jumlah

titik tersebut sangat tergantung pada debit rata-rata tahunan

dan klasifikasi sungai. Semakin banyak titik pengambilan

sampel, semakin tergambarkan kualitas air sungai

sesungguhnya. Dalam praktiknya, jumlah titik tersebut sangat

dipengaruhi oleh situasi dan kondisi air sungai. Tabel berikut

menunjukkan jumlah titik pengambilan sampel air sungai

berdasarkan klasiikasi dan debit rata-rata tahunan.

Tabel 2.1 Jumlah titik pengambilan sampel air sungai sesuai

klasifikasinya

Debit rata-rata

tahunan (m3/detik)

Klasifikasi

sungai

Jumlah titik pengambilan

sampel

<5 Kecil 2

5 - 150 Sedang 4

150 - 1000 Besar 6

>1000 Sangat

besar

Minimum 6 seperti pada

sungai besar jumlah titik

tambahan tergantung pada

sungainya, kenaikan

ditambah dengan faktor 2

Sumber: (Hadi, 2005)

2.1.2 Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah

Air limbah atau limbah cair industri adalah limbah yang

dihasilkan pada setiap tahap produksi yang berupa air sisa, air

bekas proses produksi, atau air bekas pencucian peralatan

industri. Sesuai dengan undang-undang lingkungan hidup, air

limbah industri harus dipantau pada waktu tertentu. Data yang

diperoleh dari lokasi pemantauan dan titik pengambilan harus

4

dapat menggambarkan kualitas air limbah yang akan

disalurkan ke perairan penerima.

Pemilihan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah

bertujuan:

a. Mengetahui efisiensi proses produksi. Sampel diambil dari

bak kontrol air limbah sebelum masuk pipa atau IPAL yang

dilakukan apabila industri menghasilkan berbagai jenis

produk dengan proses produksi dan karakteristik limbah

yang berbeda.

b. Mengevaluasi efisiensi IPAL. Sampel diambil pada titik

masuk (inlet) dan keluar (outlet) IPAL dengan

memerhatikan waktu retensi yaitu harus diambil pada waktu

proses industri berjalan normal.

c. Mengendalikan pencemaran air. Sampel diambil pada:

i. Titik perairan penerima sebelum air limbah masuk ke

badan air yang mana untuk mengetahui kualitas

perairan sebelum dipengaruhi oleh air limbah.

ii. Titik akhir saluran pembuangan limbah (outlet)

sebelum air limbah disalurkan ke perairan penerima

yang mana untuk mengetahui kualitas effluent.

iii. Titik perairan penerima setelah air limbah masuk ke

badan air, namun sebelum menerima air limbah

lainnya yang mana untuk mengetahui kontribusi air

limbah terhadap kualitas perairan penerima.

2.2 Sungai Kalimas Surabaya

Kali Surabaya adalah sungai utama yang berada di Kota

Surabaya berasal dari Kali Brantas yang mengalir melalui Kota

Mojokerto. Di Wonokromo Kali Surabaya terpecah menjadi dua anak

sungai yaitu Kali Mas dan Kali Wonokromo. Kali Mas mengalir ke arah

pantai utara melewati tengah kota, sedangkan Kali Wonokromo ke

arah pantai timur dan bermuara di selat Madura. Secara administratif,

5

terdapat 8 kecamatan yang dilalui oleh Kali Mas, yang meliputi

Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Gubeng,

Kecamatan Genteng, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Pabean

Cantikan, Kecamatan Krembangan, dan Kecamatan Semampir.

Wilayah Kelurahan yang dilalui oleh Kalimas sebanyak 15 Kelurahan,

yang meliputi Kelurahan Ngagel, Kelurahan Darmo, Kelurahan

Keputran, Kelurahan Gubeng, Kelurahan Pacarkeling, Kelurahan

Genteng, Kelurahan Embong Kaliasin, Kelurahan Ketabang,

Kelurahan Alon-alon Contong, Kelurahan Bongkaran, Kelurahan

Krembangan Utara, Kelurahan Nyamplungan, Kelurahan Perak Utara,

Kelurahan Krembangan Selatan dan Kelurahan Ujung.

Sungai kali Mas yang mengalir ke arah Utara Kota Surabaya

dari Pintu Air jagir sampai kawasan Tanjung Perak memiliki bentuk

sungai yang meliuk dan sebagian melurus khususnya di bagian Utara.

Lebar penampang permukaan sungai bervariasi antara 20 m – 35 m.

Bagian terlebar ada di Kelurahan Ngagel dengan lebar sungai sekitar

35 m, yaitu di dekat pintu air. Di daerah ini kondisi air termasuk paling

bersih sehingga disini air sungai dimanfaatkan oleh warga sekitar

untuk aktivitas MCK. Untuk lebar sungai tersempit terdapat di

Kelurahan Bongkaran yaitu dekat Jln. Karet dan Jl. Coklat dengan

lebar sekitar 20 m. Kedalaman Sungai Kalimas menurut data dari

Perum Jasa Tirta adalah antara 1 m – 3 m. Sedangkan kedalaman

airnya antara 1 m – 2 m pada saat air laut pasang. Kedalaman sungai

yang paling dalam berada pada kawasan “Monkasel” sampai kawasan

Genteng.

Gambar 2.1. Penampangan Sungai Kalimas Surabaya dari Satelit

6

Beberapa keadaan lingkungan yang dapat menggambarkan kondisi

(kualitas) lingkungan di kawasan Sungai Kalimas, adalah sebagai

berikut :

a. Kualitas Air Sungai

Menurut hasil penelitian Laboratorium Perum Jasa Tirta, Kualitas

air Sungai Kali Mas tidak mencapai tingkat C. Dibandingkan

dengan kualitas air sungai yang berada di alur Sungai Brantas

lainnya (di luar kota Surabaya), kualitas air di Kali Mas termasuk

yang paling buruk. Kondisi tersebut tidak terlepas dari kontribusi

sampah dan limbah yang dibuang ke Kali Mas. Beberapa

sumber buangan tersebut adalah, kegiatan rumah tangga, pasar,

saluran drainase (buangan dari rumah sakit, hotel, dll) dan

kegiatan non rumah tangga disekitar Sungai Kali Mas.

b. Keberadaan Air Asin

Pertemuan antara air sungai (tawar) dengan air laut (asin) di Kali

Mas, sebenarnya berada di Kawasan Kayoon (terdapat pintu air).

Namun karena daya dorong air tawar terhadap air laut di

kawasan tersebut menyebabkan terjadinya kondisi seperti

berikut: air Kali Mas yang tawar dapat dirasakan mulai Ujung

selatan (kawasan Ngagel) sampai kawasan Monkasel. Air

Sungai yang mulai terasa asin berada di alur antara Monkasel

sampai Peneleh. Air Payau terdapat mulai kawasan Peneleh

sampai kawasan Jembatan Merah atau Jembatan Petekan.

Sedangkan air sungai yang benar-benar berupa air laut (asin)

berada di kawasan mulai Jembatan Petekan hingga ke laut.

c. Endapan atau Lumpur di Sungai

Secara umum pada semua area atau alur Sungai Kali Mas

terdapat lumpur. Endapan atau lumpur yang berada di Kali Mas

rata-rata memiliki kedalaman sekitar 1 meter. Sumber lumpur

tersebut selain karena karakter fisik Sungai Kali Mas, juga

berasal dari Kali Surabaya dan Saluran Drainase kota ( lewat

saluran Darmo dan Saluran Dinoyo).

7

d. Lingkungan kumuh

Beberapa kawasan di sekitar atau di tepian Kali Mas, yang

kondisinya kumuh adalah di kawasan Dinoyo, Gemblongan,

sekitar Akhmad Jais, dan di kawasan utara. Kekumuhan tersebut

di samping berupa fisik bangunan rumah yang tidak permanen

(seadanya), ukuran bangunan yang kecil, kepadatan bangunan

yang tinggi, juga bangunan tersebut dibangun di atas badan air

dengan buangan rumah tangga yang langsung ke badan air.

Fungsi utama Kali Mas pada saat ini adalah sebagai tempat

pembuangan air dari saluran drainase yang ada di wilayah kota

Surabaya, terutama yang berada di bagian tengah. Penggunaan air

sungai sebagai sumber air baku relatif tidak besar, yaitu oleh kegiatan

industri di kawasan Ngagel (IGLAS) dan untuk kegiatan di Kawasan

Perak (Pelindo).

Ada beberapa fungsi lain Sungai Kalimas yaitu sungai kalimas

dijadikan obyek wisata air di Surabaya serta digunakan sebagai

tempat memancing oleh sebagian masyarakat. Karena hal tersebut,

maka dibentuklah UU untuk implementasi pengelolaan sungai Kalimas

ini. UU No 7 tahun 2004 merupakan landasan yang digunakan untuk

pengelolaan Sungai Kalimas. Berdasarkan UU No 7 Tahun 2004

tentang Sumberdaya Air, maka pengelolaan Sungai Kalimas ada di

Bawah Departemen Pekerjaan Umum, dengan Balai Besar Brantas

sebagai pelaksana pengelolaan sumberdaya air yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan

dalam rangka konservasi sumberdaya air, pengembangan

sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian

daya rusak air pada wilayah sungai.

2.3 Air Limbah Industri Tahu di Kenjeran

Pada dasarnya tahu adalah endapan protein dari sari kedelai

panas yang menggunakan bahan penggumpal. Pada waktu

8

pengendapan tidak semua mengendap, dengan demikian sisa protein

yang tidak tergumpal dan zat-zat lain yang larut dalam air akan

terdapat dalam limbah cair tahu yang dihasilkan. Dari proses inilah,

limbah tahu akan mempengaruhi kualitas BOD dan COD sungai

disekitar pabrik tersebut.

Kami akan mengambil sampel di sungai sekitar pabrik tahu

yang beralamatkan di Jalan Kenjeran, Kecamatan Tambaksari, Kota

Surabaya. Kami mengambil sampel di sungai tersebut karena

kebanyakan pabrik tahu di Indonesia mengalami kesulitan dalam

mengelola limbahnya. Padahal, limbah tahu sangat merugikan

lingkungan. Nantinya kami akan melakukan pengambilan sampel

dilakukan pada titik perairan penerima setelah air limbah masuk ke

badan air yang mana untuk mengetahui kontribusi air limbah terhadap

kualitas perairan penerima.

2.4 Pengelolaan Limbah Industri Tahu

Tahu merupakan salah satu makanna tradisional yang biasa

dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Proses produksi tahu

menghasilkan 2 jenis limbah yaitu limbah padat dan limbah cair. Pada

umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan

limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair pabrik tahu ini

memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi. Tanpa proses

penangannan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif

seperti pencemaran air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan

pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar.

Banyak pabrik tahu skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki

proses pengolahan limbah cair. Ketidakinginan pemilik untuk mengelola

limbah cairnya disebabkan karena kompleks dan tidak efisiennya proses

pengolahan limbah, ditambah lagi menghasilkan nilai tambah. Padahal

limbah cair pabrik tahu memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang

memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-aerobik.

Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik

9

pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga linkungan tetapi juga

meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar

pada proses pembuatan tahu.

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri

pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu

yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi

dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung

tanpa pengelolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk

dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari

pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian lantai dan

pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai.

Penerapan Prinsip 3R pada Proses Pengolahan LimbahTahu sebagai

berikut :

1. Reduce

a. Pengolahan Limbah SecaraFisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap

air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar

dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung

disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara

yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang

berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat

disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter

desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan

mengendap partikel dan waktu detensihidrolis di dalam bak pengendap.

b. Pengolahan Limbah Secara Kimia

Pengolahan air limbah tahu secara kimiabertujuan untuk

menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid),

logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organic beracun, dengan

membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan

bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan

sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi

10

mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi

oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

c. PengolahanLimbahSecaraBiologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara

biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi

dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Pada

dasarnya, reactor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua

jenis, yaitu :

1) Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor)

Di dalam reactor pertumbuhan lekat mikroorganisme tumbuh

di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film unutk

melekatkan dirinya.

2) Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor)

Di dalam reactor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme

tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses

lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reactor jenis

ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai

modifikasinya, antara lain : oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.

Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation

ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan

BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan

lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih

tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang

lain, yaitu waktu detensihidrolis total lebih pendek (4-6 jam).

Proses kontak stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD

tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak

sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan

pengolahan pendahuluan.

2. Reuse

Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dapat digunakan

sebagai alternative pakan ternak. Hal tersebut dilakukan karenadalam

ampas tahu terdapat kandungan gizi.Yaitu, protein (23,55persen),

11

lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen),

seratkasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen).

3. Recycle

Larutan bekas pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang kembali

dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati

jugadilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan seefisien

mungkin untuk mencegah protein yang terbawadalam air dadih.

Perombakan (degradasi) limbah cair organic akan menghasilkan

gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan

tersebut dapat berlangsung secara aerobic maupun anaerobik. Pada

proses aerobic limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi

anaerobic limbah cair tidak kontak dengan udara luar.

Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan

ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas

dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana

(CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat

mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas

murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%,

karbondioksida 30%, hydrogen disulfidasebanyak 1% dan gas-gas lain

dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3)

mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon =

3,785 liter) butane atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak

diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga

cukup 150 ft3 per hari.

Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu

sekitar 8-10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa

mikroorganisme baik bakteri maupun jamur, antara lain :

a. Bakteri selulolitik

Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk

akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari

proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah

cairakan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan

12

pada proses anaerobic produk akhirnya berupa karbondioksida,

etanol dan panas.

b. Bakteri pembentuk asam

Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organic

seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alcohol

dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan

karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap

perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas

atau sering disebut tahap asidogenik.

c. Bakteri pembentuk metana

Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana

dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang

membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam

karena dapat mematikan bakteri metanogenik.

Penggunaan limbah tahu cair sebagai bahan baku pembuatan

biogas memanfaatkan bahan-bahan yang dapat diperbaharui seperti

penggunaan bakteri atau mikroorganisme pada proses pengolahannya.

Sehingga pada proses pengolahan tersebut dapat mengemat energi.

Produk baru yang bias dihasilkan dari pengolahan limbah tahu cair adalah

biogas. Biogas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumahtangga

/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai bahan bakar kompor

(untukmemasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan

bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain.

Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi

oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran

lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai

dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu

pemerintah sehingga layak di buang kesungai. Biogas secara tidak

langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari

alam, khususnya sumberdaya alam yang tidak dapatdiperbaharui

(minyakbumi).

13

2.5 Pengertian BOD dan COD

Biologycal Oxigen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen Biokimia atau BOD adalah banyaknya

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan

bahan organiknya yang mudah terurai. Bahan organik yang tidak

mudah terurai umumnya berasal dari limbah pertanian, pertambangan

dan industri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin

besar BOD nya sedangkan DO (Dissolved Oxygen ) akan makin

rendah. DO adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air,

berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen

diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang,

kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri.

Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling

sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen

kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan

oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.

Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang

mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut

digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen

dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar

oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-

hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Penyebab bau

busuk dari air yang tercemar berasal dari gas NH3 dan H2S yang

merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh

bakteri anaerob.

Parameter BOD merupakan salah satu parameter yang di

lakukan dalam pemantauan parameter air, khusunya pencemaran

bahan organik yang tidak mudah terurai. BOD menunjukkan jumlah

oksigen yang dikosumsi oleh respirasi mikro aerob yang terdapat

dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20 oC selama lima

hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd,1998). Air yang bersih

14

adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/latau 1 ppm, jika BOD nya di

atas 4ppm, air dikatakan tercemar.

Chemical Oxigen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD menggambarkan jumlah

total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik

secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun

yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Boyd,

1998). Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun

dari aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai

COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan petanian.

Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 29

mg/liter. Sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200

mg/liter pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter

(UNISCO/WHO/UNEP. 1992).

Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan pengujian BOD. Keunggulan itu antara lain :

a. Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat

diuji dengan BOD karena bakteri akan mati.

b. Waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam.

2.6 Jenis Metode Pemeriksaan BOD dan COD

2.6.1 Metode analisa Biological Oxygen Demand (BOD)

Angka Biological Oxygen Demand (BOD) menunjukkan

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada

waktu melakukan proses dekomposisi bahan organik yang ada

diperairan. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan

beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri,

dan untuk mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang

tercemar tersebut.

Prinsip Dasar Analis BOD

Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat

organik dengan oksigen didalam air, dan proses tersebut

15

berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Sebagian hasil

oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air dan amioniak.

Reaksi oksidasi akan dapat dituliskan sebagai berikut :

CnHaObNc + ( n + a4

- b2

- 3c4

) O2 nCO2 + ( a2

- 3c2

) H2O + c

NH3

Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira – kira 2

hari dimana 50 % reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan

20 hari supaya 100% tercapai, maka analisa BOD dapat

dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis.

Tentu saja, reaksi tersebut juga berlangsung pada badan

air sungai, air danau maupun di instalasi pengolahan air

buangan yang menerima air buangan yang mengandung zat

organik tersebut. Dengan kata lain, tes BOD berlaku sebagai

simulasi (berbuat seolah-olah terjadi) suatu proses biologis

secara alamiah. Reaksi biologis pada tes BOD dilakukan pada

temperature inkubasi 20 oC dan dilakukan selama 5 hari, namun

di beberapa literatur terdapat lama inkubasi 6 jam atau 2 hari

atau 20 hari. Demikian, jumlah zat organik yang ada didalam air

diukur melalui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk

mengoksidasi zat tersebut. Karena reaksi BOD dilakukan

didalam botol yang tertutup, maka jumlah oksigen yang telah

dipakai adalah perbedaan antara kadar oksigen didalam larutan

pada t = 0 (biasanya baru ditambah oksigen dengan aerasi,

hingga = 9 mg O2/L, yaitu konsentrasi kejenuhan).

2.6.2 Metoda analisa Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen

(mgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis

yang ada dalam 1 l sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7

digunakan sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan

ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara

16

∆E

Ag2SO4

alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air.

Prinsip analisa COD yaitu sebagian besar zat organis

melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam

yang mendidih seperti reaksi berikut :

CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+ (Reaksi 1)

Zat organis

( Warna Kuning ) ( Warna Hijau )

Reaksi ini berlangsung ± 2 jam, uap direfluks dengan alat

kondensor, agar zat organis volatil tidak lenyap ke luar.

Perak Sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator

untuk mempercepat reaksi, sedang merkuri sulfat ditambahkan

untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya

ada didalam air buangan.

Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis

habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus

tersisa sesudah di refluks. K2Cr2O7 yang tersisa didalam larutan

tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang

telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi

dengan feroamonium sulfat (FAS), dimana reaksi yang

berlangsung adalah sebagai berikut :

6 Fe 2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe 3+ + 2 Cr3+ + 7

H2O ( Reaksi 2 )

Indikator feroin digunakan untuk menetukan titik akhir

titrasi yaitu di saat warna hijau-biu larutan menjadi coklat-merah.

Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena

diharapkan blanko tidak mengandung zat organis yang dapat

dioksidasi oleh K2Cr2O7.

17

2.6.3 Metode Titrasi Dengan Cara WINKLER

Metode titrasi dengan cara WINKLER secara umum

banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut.

Prinsipnya oksigen didalam sampel akan mengoksidasi MnSO4

yang ditambahkan ke dalam larutan pada keadaan alkalis,

sehingga terjadi endapan MnO2. Dengan penambahan asam

sulfat dan kaliun iodida maka akan dibebaskan iodin yang

ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan

tersebut kemudian dianalisa dengan metode titrasi iodometris

yaitu dengan larutan standard tiosulfat dengan indikator kanji.

Berikut ini reaksi dalam metoda Titrasi Winkler yaitu

MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + K2SO4

Mn(OH)2 + ½ O2 MnO2 + H2O

MnO2 + KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

I2 + 2 S2O32- S4O6

- + 2 I-

Metoda tersebut dapat digunakan untuk sampel air sungai dan

air buangan. (Alaerts, 1987)

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004

tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dapat

dilihat penetapan klasifikasi kelas air sungai yang ada di Surabaya dan

kriteria mutu air berdasarkan kelas sungai.

Untuk sungai Kalimas yang digunakan dalam praktikum ini

menggunakan klasifikasi kali Dinoyo yaitu kelas III karena pengambilan

sampel dilakukan di daerah Ketabang Kali yang mana aliran sungai

berasal dari kali Dinoyo yang merupakan anak dari sungai Kalimas.

Sedangkan untuk air badan air sungai Jalan Kenjeran pada industri pabrik

tahu mnggunakan klasifikasi kali Kenjeran yaitu kelas III.

18

Tabel 2.2 Penetapan kelas air sungai/saluran/waduk di Surabaya

19

20

21

K e t e r a n g a n :Nilai di atas merupakan nilai maksimum, kecuali untuk pH dan DOBagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai tercantumNilai DO merupakan batas minimumArti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak dipersyaratkan

22

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Metode Pengambilan Sampel

Tipe sampel air yang digunakan pada praktikum ini

menggunakan sampel grab (sampel sesaat). Sampel grab ini mewakili

keadaan air pada suatu saat dari suatu tempat. Sampel air dalam

pemeriksaan ini adalah air sungai kalimas dan air limbah industri tahu

kenjeran.

Untuk sampel air Sungai Kalimas, lokasi pengambilan sampel

yang dipilih adalah daerah yang potensial terkontaminasi yaitu lokasi

yang mengalami perubahan kualitas air, pada hal ini dipilih akibat

aktivitas domestik. Lokasi yang diambil adalah di daerah Jalan

Ketabang Kali yang diketahui termasuk kawasan dekat rumah

penduduk dan buangan rumah tangganya yang langsung ke badan air

atau sungai. Titik pengambilan sampel air dipilih pada bagian tengah

sungai sekitar 15 meter dari tepi sungai dan sampel air yang di ambil

adalah air permukaan sungai.

Untuk sampel air Kali Kenjeran, lokasi dan titik pengambilan

sampel yang dipilih adalah titik perairan setelah air limbah masuk ke

badan air. Jarak pengambilan sampel dari outlet pabrik tahu adalah

30,13 meter. Dan lebar sungai adalah 15 meter. Titik pengambilan

sampel air yaitu di titik tengah sungai yang berjarak 7,5 meter dari tepi

sungai. Dan sampel air yang diambil adalah bagian air permukaan

sungai.

a. Alat dan Bahan yang diperlukan :

1. Botol air mineral

2. Tali rafia

3. Alat tulis

4. Buku catatan

5. Tas Lapangan

23

b. Cara Pengambilan :

1. Membersihkan terlebih dahulu botol yang akan dipergunakan

untuk mengambil sampel.

2. Membenamkan botol ke perairan yang akan diperiksa pada

titik pengambilan yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Mengambil sampel air sampai memenuhi botol dan langsung

menutupnya.

4. Mencatat waktu pengambilan sampel dan memberi label pada

botol tentang sampel tersebut.

5. Menyimpan botol tersebut didalam tas lapangan.

c. Waktu Pengiriman Sampel

Menurut metode pemeriksaan sampel air, sebaiknya pemeriksaan

sampel air dilakukan tidak lebih dari 2 jam setelah pengambilan

sampel terutama sampel air untuk pemeriksaan BOD. Pada

praktikum ini, waktu yang dibutuhkan dari pengambilan sampel

hingga ke laboratorium tempat pemeriksaan BOD dan COD adalah

30 menit.

3.2 Metode Pemeriksaan COD

Metode pemeriksaan : dengan refluks (titrasi di laboratorium)

Prinsip analisis :

Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator K2Cr2O7

yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur

tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan

organik menjadi air dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat

diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi dengan fero amonium

sulfat (FAS), oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang

menyatakan COD dalam satuan ppm.

a. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam pemeriksaan COD ini adalah:

1. Alat refluks, terdiri dari gelas erlenmeyer 250 ml, kondensor,

dan alat pemanas bunsen.

24

2. Pemanas listrik atau pembakar bunsen

3. Pipet

4. Gelas ukur

5. Buret

Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan COD ini adalah:

1. Sampel air

2. Merkuri sulfat HgSO4

3. K2Cr2O7 0,1 N

4. H2SO4 pekat

5. Larutan standard fero amonium sulfat (FAS)

6. Indikator fenantrolin fero sulfat (feroin)

7. Aquades

b. Prosedur kerja

1. Menyiapkan 3 gelas erlenmeyer COD 250 ml untuk sampel 1(air

limbah tahu), sampel 2 (air sungai kalimas), dan blanko.

2. Memindahkan HgSO4 ke dalam gelas erlenmeyer COD 250 ml.

3. Memasukkan sampel sebanyak 20 ml ke dalam gelas

erlenmeyer. Untuk blanko, 20 ml aquadest.

4. Menambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N pada sampel I dan 5

ml pada sampel II.

5. Menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 20 ml sebagai katalisator

ke masing-masing gelas erlenmeyer tadi.

6. Mengalirkan air pendingin pada kondensor dan meletakkan

gelas erlenmeyer di bawah kondensor kemudian menempatkan

kondensor dengan gelas erlenmeyer COD (gelas refluks) di atas

pemanas bunsen.

7. Menyalakan alat pemanas dan refluks larutan selama ± 2 jam.

8. Membiarkan gelas refluks dingin dahulu kemudian melepasnya

dari kondensor sampai larutan berada pada suhu ruang.

9. Menambahkan 3 tetes indikator feroin.

25

10.Dikromat yang tersisa di dalam larutan sesudah direfluks,

dititrasi dengan larutan standar fero amonium sulfat (FAS) 0,05

N sampai warna hijau biru menjadi coklat merah.

11.Melakukan hal yang sama terhadap blanko yang mengandung

semua reagen yang ditambahkan pada larutaan sampel.

3.3 Metode Pemeriksaan BOD

Metode Pemeriksaan : Winkler (Titrasi di Laboratorium).

Prinsip analisis :

Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat

organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung

karena adanya bakteri aerobik.

a. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam pemeriksaan BOD ini adalah:

1. Botol-botol winkler lengkap dengan tutupnya.

2. Inkubator

3. Pipet gondok

4. Tabung Erlenmeyer

5. Pipet tetes

6. Labu takar 500 ml

7. Aquadest

Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan BOD adalah:

1. Sampel air

2. KI

3. MnSO4 10 %

4. H2SO4 pekat

5. Larutan Thiosulfat

6. Indikator kanji

b. Prosedur kerja

Pengenceran

1. Memasukkan sampel I sebanyak 25 ml ke labu takar lalu

mengencerkannya 20x dengan aquadest sampai 500 ml.

26

2. Memindahkannya ke botol winkler pelan-pelan, dibagi 2

bagian yaitu pada botol winkler besar 350 ml dan botol winkler

150 ml.

3. Pada sampel II sebanyak 50 ml dincerkan 10x dengan

aquadest sampai 500 ml pada labu takar.

4. Kemudian melakukan hal yang sama pada sampel II seperti

sampel I, begitu pula dengan blanko.

DO0

1. Memasukkan 0,5 ml KI dengan pipet ke dalam botol winkler

150 ml yang berisi sampel.

2. Menambahkan MnSO4 sebanyak 0,5 ml dengan pipet yang

lain. Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah

terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan

membolak-balikkan botol beberapa kali.

3. Biarkan hingga terbentuk endapan.

4. Menambahkan 0,5 ml H2SO4 pekat kemudian botol

digoyangkan dengan hati-hati sehingga semua endapan

melarut.

5. Memindahkan larutannya ke dalam tabung erlenmeyer

sebanyak 100 ml.

6. Menambahkan indikator kanji sehingga larutan berubah

menjadi berwarna hitam. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan

tersebut kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat sampai

warna biru hilang.

7. Melakukan hal yang sama pada blanko.

DO5

1. Memasukkan 1 ml KI dengan pipet ke dalam botol winkler 350

ml yang berisi sampel.

2. Menambahkan MnSO4 sebanyak 1 ml dengan pipet yang lain.

Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah

27

terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan

membolak-balikkan botol beberapa kali.

3. Biarkan hingga terbentuk endapan.

4. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat kemudian botol

digoyangkan dengan hati-hati sehingga semua endapan

melarut.

5. Memindahkan larutannya ke dalam tabung erlenmeyer

sebanyak 100 ml.

6. Menambahkan indikator kanji sehingga larutan berubah

menjadi berwarna hitam. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan

tersebut kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat sampai

warna biru hilang.

7. Melakukan hal yang sama pada blanko.

3.4 Pelaksanaan Kegiatan

3.4.1 Pengambilan sampel

a. Sampel I (air Kali Kenjeran)

Tanggal : 29 Maret 2012

Jam : 10.34

Titik : titik perairan setelah air limbah masuk ke

badan air yang berjarak 30,13 meter dari

outlet dan pada titik tengah sungai berjarak

7,5 meter dari tepi sungai.

b. Sampel II (air Sungai Kalimas)

Tanggal : 29 Maret 2012

Jam : 10.30

Titik : tengah sungai yang berjarak 15 meter dari

tepi sungai.

3.4.2 Uji laboratorium

a. Pemeriksaan COD

Tangal: 29 – 30 Maret 2012

Jam: 13.00

28

Tempat: Laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas

Sipil, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

b. Pemeriksaan BOD

Tanggal: 30 Maret 2012 (DO0) dan 4 April 2012 (DO5)

Jam: 13.38

Tempat: Laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas

Sipil, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

3.5 Anggaran Dana

3.5.1 Pemasukan

Iuran anggota 8 x @ Rp 30.000,- = Rp 240.000,-

3.5.1 Pengeluaran

Tabel 3.1 Besar pengeluaran praktikum

Jenis sumber daya yang

dibutuhkan

Biaya (dalam Rupiah)

Unit Unit

cost

Jumlah

Pembuatan dan penggandaan

proposal dan laporan praktikum

30000

Pengujian laboratorium 2 100000 200000

Jumlah 230000

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum Pemeriksaan COD

Tabel 4.1 Pemeriksaan COD

ml FAS titrasi COD (mg O2/l)

Sampel I (air Kali Kenjeran) 15,5 108

Sampel II (air sungai kalimas) 8,15 46

Blanko 20,9 -

Perhitungan:

Sampel I (air Kali Kenjeran)

COD = (ml FAS titrasi blanko – ml FAS titrasi sampel) x N x 8000

ml sampel

= (20,9 – 15,5) x 0,05 x 8000

20

= 5,4 x 0,05 x 8000

20

= 2160

20

= 108 mg O2/l

Sampel II (air Sungai Kalimas)

COD = (ml FAS titrasi blanko – ml FAS titrasi sampel) x N x 8000

ml sampel

= (20,9/2 – 8,15) x 0,05 x 8000

20

= 2,3 x 0,05 x 8000

20

= 920

20

= 46 mg O2/l

30

4.2 Hasil Praktikum Pemeriksaan BOD

Tabel 4.2 Pemeriksaan BOD

Vol titrasi

tiosulfat

(ml)

DO0

(mg O2/l)

Vol titrasi

tiosulfat

(ml)

DO5

(mg O2/l)

BOD

(mg O2/l)

Sampel I

(air Kali

Kenjeran)

12,5 6,17 8,9 4,40 12

Sampel II

(air sungai

kalimas)

12,9 6,37 9,8 4,84 4

Blanko 12,9 6,37 10,6 5,23 -

Larutan standar (Cr2O7 0,1 N + H2SO4 pekat + KI) ditambahi tiosulfat

sedikit demi sedikit sebagai standarisasi untuk mendapatkan

normalitas tiosulfat.

Volume Cr2O7 = 1 ml

Normalitas Cr2O7 = 0,1 N

Volume tiosulfat = 16,2 ml

Normalitas tiosulfat = Normalitas Cr2O7 x Volume Cr2O7

Volume tiosulfat

= 0,1 x 1 ml

16,2

= 0,00617 N

Perhitungan:

Sampel I (air Kali Kenjeran)

DO0 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000

Volume botol winkler

= 12,5 x 0,00617 x 8000

100

= 6,17 mg O2/l

31

DO5 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000

Volume botol winkler

= 8,9 x 0,00617 x 8000

100

= 4,40 mg O2/l

BOD5 =

(DO0 sampel 1– DO5 sampel 1 )−(DO0 Blanko – DO 5Blanko ) (1−P )P

= (6,17−4,40 )− (6,37−5,23 )(1−0,05)

0.05

= 12 mg O2/l

Sampel II (air sungai kalimas)

DO0 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000

Volume botol winkler

= 12,9 x 0,00617 x 8000

100

= 6,37 mg O2/l

DO5 = Vol titrasi tiosulfat x N tiosulfat x 8000

Volume botol winkler

= 9,8 x 0,00617 x 8000

100

= 4,84 mg O2/l

BOD5 =

(DO0 sampel 2– DO5 sampel 2 )−(DO0 Blanko – DO5Blanko ) (1−P )P

= (6,37−4,84 )−(6,37−5,23 )(1−0,1)

0,1

= 4 mg O2/l

32

4.3 Pembahasan

Tabel 4.3 Perbandingan hasil pemeriksaan BOD COD dengan PERDA KOTA SURABAYA tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air NOMOR : 02 TAHUN 2004

No Sampel

Hasil

Praktikum

Kriteria Kelas Air menurut

PERDA No:02 TAHUN

2004

Keterangan

BOD

maksimal

(mg O2/l)

COD

maksimal

(mg O2/l)

BOD

(mg

O2/l)

COD

(mg

O2/l)

Kelas III Kelas III

1Sampel I (air

Kali Kenjeran)12 108 6 50

Tidak memenuhi kadar

maksimal BOD dan

COD yang

diperbolehkan

2

Sampel II (air

sungai

kalimas)

4 46 6 50

Memenuhi kadar

maksimal BOD dan

COD yang

diperbolehkan

Pada praktikum yang telah dilakukan yakni pengukur kadar BOD

dan COD pada sampel air sungai kalimas dan sungai dekat Industri Tahu

Kenjeran diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Nilai COD sampel sungai dekat industri Tahu kenjeran yaitu 108

mgO2/l yang bermakna jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air

tersebut secara kimia adalah sebesar 108 mgO2.

b. Nilai COD sampel sungai Kalimas Surabaya yaitu 46 mgO2/l yang

bermakna jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

33

zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air tersebut secara

kimia adalah sebesar 46 mgO2.

c. Nilai BOD5 sampel sungai dekat Industri Tahu Kenjeran yaitu 12

mgO2/l maknanya bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut

dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam 1 liter sampel

air tersebut secara biologi sebesar 12 mgO2.

d. Nilai BOD5 sampel sungai Kalimas Surabaya yaitu 4 mgO2/l

maknanya bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri

untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan

sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam 1 liter sampel air

tersebut secara biologi sebesar 4 mgO2.

e. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004

tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air,

sungai yang menjadi sampel kami yaitu kali Kenjeran dan sungai

Kalimas termasuk ke dalam sungai kelas III dengan ketentuan

kadar COD maksimal 50 mgO2/l dan kadar BOD maksimal 6

mgO2/l.

f. Dari hasil penghitungan COD dan BOD5 sampel I (air Kali Kenjeran)

diatas, maka hasil yang diperoleh yaitu COD = 108 mgO2/l dan

BOD5 = 12 mgO2/l. Jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah

Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 maka kadar COD sampel I > CODmax

(108 mgO2/l > 50 mgO2/l), BOD5 sampel I > BOD5 max (12 mgO2/l> 6

mgO2/l) maka kualitas air kali kenjeran tidak memenuhi nilai

maksimum sungai kelas III yang ditetapkan oleh perda Surabaya

no 2 tahun 2004. Dengan dihasilkan nilai BOD dan COD tersebut

maka air pada Kali Kenjeran termasuk tercemar untuk parameter

BOD dan COD. Selain itu, dari nilai BOD dan COD tersebut Kali

Kenjeran juga sesuai dengan kriteria sungai kelas IV.

g. Dari hasil penghitungan COD dan BOD5 sampel II (air Sungai

Kalimas) diatas, maka hasil yamg diperoleh yaitu COD = 46 mgO2/l

dan BOD5 = 4 mgO2/l. Jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah

34

Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 maka kadar COD sampel II < CODmax

(46 mgO2/l < 50 mgO2/l), BOD5 sampel II < BOD5 max (4 mgO2/l < 6 mgO2/l),

maka kualitas air sungai kalimas memenuhi nilai yang ditetapkan

oleh perda Surabaya no 2 tahun 2004 untuk sungai kelas III.

h. Bahaya apabila BOD/COD melewati ambang batas adalah akan

berpengaruh pada kehidupan biota air, apabila BOD/COD tinggi

maka kandungan oksigen akan menjadi rendah sehingga oksigen

yang dibutuhkan oleh biota air kurang, dapat menyebabkan

kematian pada biota air. Kadar BOD/COD yang tinggi juga

menunjukkan tingkat pencemaran yang tinggi baik yang bersifat

biologi dan bahan kimia, karena semakin tinggi kadar pencemaran

semakin tinggi pula kadar oksigen yang digunakan oleh

mikroorganisme pengurai untuk menguraikan bahan pencemar di

dalam air. Pencemaran air yang tinggi dapat menjadi sumber

penyakit.

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kadar BOD dan COD kali kenjeran yang terukur sebesar 12 mgO2/l

dan 108 mgO2/l. Mengacu pada kriteria air kelas III menurut

PERDA No.2 Tahun 2004, yakni bahwa kadar BOD dan COD

maksimal yang diperbolehkan sebesar 6 mgO2/l dan 50 mgO2/l.

Sehingga ukuran ini menunjukkan bahwa air kali kenjeran memiliki

kadar BOD dan COD yang tinggi sebesar dua kali dari standar

kriteria air kelas III. Karena BOD dan COD yang terukur lebih

tinggi, maka diperlukan tindakan segera dari Pemerintah Kota

Surabaya untuk menurunkan kadar BOD/COD nya.

2. Kadar BOD dan COD Sungai Kalimas yang terukur sebesar 4

mgO2/l dan 46 mgO2/l. Mengacu pada kriteria air kelas III menurut

PERDA No.2 Tahun 2004, yakni bahwa kadar BOD dan COD

maksimal yang diperbolehkan sebesar 6 mgO2/l dan 50 mgO2/l.

Sehingga ukuran ini menunjukkan bahwa air sungai Kalimas masih

berada dalam kriteria yang sesuai dengan standar kriteria air kelas

III. Meskipun kadar BOD dan COD terbilang sedikit lebih rendah,

apabila terdapat aktivitas yang menyebabkan bahan organik

terbuang atau dibuang di dalamnya, maka akan menyebabkan

meningkatnya kadar BOD/COD air Sungai Kalimas.

5.2 Saran

1. Supaya industri tahu tidak membuang limbahnya pada kali

kenjeran karena kondisi airnya sudah tidak sesuai dengan kondisi

kelas air yang diperbolehkan dalam hal kadar BOD/COD nya.

2. Industri tahu harus bisa mengolah limbah tahu menjadi pakan

ternak atau bahan yang bermanfaat lebih. Jika perlu pelatihan,

maka sedianya untuk dinas terkait bisa bekerja sama dalam hal ini.

3. Perlu adanya pemantauan periodik dari pemerintah terhadap air

sungai kalimas.

36

4. Mengadakan sosialisasi aktivitas masyarakat dalam upaya

menjaga kebersihan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan air

sungai kalimas dan melakukan pengadaan fasilitas yang berkaitan

dengan sosialisasi tersebut.

37

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan Santika, S. 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional:

Surabaya.

Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri Oleh Limbah

Industri Kelapa Sawit Pt. Peputra Masterindo Di Kabupaten Kampar.

Available at: eprints.undip.ac.id/15421/1/Azwir. pdf

BSN. 2004.Tata cara pengambilan contoh dalam rangka pemantauan

kualitas air pada suatu daerah pengaliran sungai. Available at

http://balitbang.pu.go.id/sni/pdf/SNI%2006-2412-1991.pdf.

Hadi, Anwar. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel

Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 tentang Pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air. http://puu-

pi.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-3-2001-lLampiran.pdf. Diakses

tanggal 17 April 2012 pukul 12.47 WIB

38