( Prinsip Ekonomi dan Manajemen Sehat, Tidak Menyiarkan Pembodohan, Terbuka
Terhadap Klien )
*Pendapat dari kelompok : Pers dalam UU 40/1999: PERS Pasal 1 ayat 1, Pers adalah
lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan
segala jenis saluran yang tersedia. Etika Bisnis : cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.
Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilakukaryawan
serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra
kerja, pemegang saham, masyarakat ( Wikipedia.com ).
Pendapat dari kelompok (Etika Bisnis Pers – cara dalam melaksanakan kegiatan
bisnis dalam bidang pers mengenai kewajiban – kewajiban pers dalam membentuk nilai ,
norma , perilaku , audience dalam membangun hubungan yang adil dan sehat antara
audience dengan pers. )
Pers merupakan wahana dan sarana bagi hak-hak rakyat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan memperoleh informasi serta hak untuk tahu, sehingga pers harus
merdeka. Kemerdekaan pers bersumber dari hak asasi manusia, yang dikelola untuk
memenuhi hak-hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Kemerdekaan pers diwujudkan dalam lembaga industri pers, yang didalamnya
membawa nilai-nilai profesionalisme yang berisi kualitas profesi, tanggung jawab sosial, dan
etika. Tata nilai, norma, dan etika adalah pranata sosial yang memadu dinamika sosial. Oleh
karena itu, dalam dimensi kelembagaan pers terkandung norma etika yang menjamin
pertanggungjawaban moral dan kepentingan semua pihak, yaitu lembaga dan personel yang
ada di dalamnya serta masyarakat.
Dalam memperjuangkan prinsip-prinsip kemerdekaan, lembaga pers mengutamakan
kepentingan publik, menghormati kode etik profesi, bersikap jujur dan adil, dengan
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan lembaga dan perseorangan, setia
kepada profesi dan bidang tugasnya, serta menggunakan supremasi hukum. Atas dasar itu,
perusahaan pers indonesia menetapkan etika sebagai berikut :
1. Perusahaan pers harus ditumbuhkembangkan atas dasar prinsip-prinsip ekonomi
dan sistem manajemen yang sehat.
*Tambahan dari floor :
Sebaiknya media memiliki suatu manajemen yang baik dan sehat dalam arti, dalam
pengelolaan bahan dari konten yang akan diberikan dan diinformasikan kepada
khalayak. Tidak menitikberatkan kepada hal yang pribadi melainkan kepada apa yang
akan dinikmati oleh publik.
2. Perusahaan pers tidak menyiarkan hal-hal yang merugikan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa.
*Tambahan dari floor :
Perusahaan pers memiliki kewajiban dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dalam
konten yang akan diberikan.
3. Perusahaan pers harus terbuka melayani klaim dari masyarakat.
*Tambahan dari floor :
Dengan banyaknya hal yang akan disampaikan oleh pers, mereka harus menerima
semua klaim yang akan disampaikan oleh masyarakat. Perusahaan pers juga harus
mengkoreksi semua yang berkaitan dengan pemberitaan yang disampaika.
4. Perusahaan pers atas inisiatif bersama memelihara iklim yang kondusif, dalam arti
berjalannya kemerdekaan pers sebagai landasan dan jaminan bagi tumbuh dan
berkembangnya industri pers.
5. Perusahaan pers tidak melakukan praktik memonopoli pembentukan opini publik
dan memonopoli kepemilikan terhadap industri media massa.
*Tambahan dari floor:
Dengan kepemilikian media, maka owner harus menuruti ketentuan yang telah
disampaikan oleh Undang-Undang dalam hal kepemilikan saham dalam perusahaan
media. Ini dilakukan sehingga tidak ada monopoli media dalam pemberitaan atau
konten yang disampaikan.
6. Perusahaan pers bekerja sama dengan sesamanya bagi kehidupan industri pers yang
saling menguntungkan dan menghindari persaingan curang.
*Tambahan dari floor:
Persaingan perusahaan pers diminimalisir karena akan membuat konten berita tidak
lagi berimbang dan malah akan memberikan penafsiran yang berbeda dengan yang
sebenarnya.
7. Perusahaan pers harus memiliki standar profesi.
8. Perusahaan pers harus menghormati Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
serta wajib memberikan data yang akurat mengenai profil medianya.
9. Perusahaan pers melaksanakan hubungan dengan mitra kerjanya dengan jujur.
10. Perusahaan pers menghormati organisasi-organisasi pers dan lembaga lainnya yang
berperan dalam pengembangan pers serta menjaga prinsip-prinsip kemerdekaan
pers.
Pengertian Perusahaan Pers
Perusahaan Pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi. (Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers).
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ayat 1, Pasal 1: Pers
adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan men-
yampaikan informasi dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara, gambar, data, dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan
segala jenis saluran (media) yang tersedia. Pasal 1 ayat 2, perusahaan pers adalah badan
hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak,
media elektronik, kantor berita, dan perusahaan media lainnya yang secara khusus menye-
lenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
Pers lebih berasal dari kata press, dan wartawan lebih berasal dari journalist. Keduanya
dipersatukan dalam usaha media/lembaga media. Wartawan adalah orang yang
mengerjakan kegiatan jurnalistik yang dimuat/disiarkan/disebar melalui lmbaga media.
Lembaga media itu berbentuk badan usaha/lembaga ekonomi bahwa di samping berfungsi
sarana media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial (ayat 1, Pasal 3, Bab II, Azas,
Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers) pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi (ayat 2, Pasal 3).
Pasal 3
(1) Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial.
(2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai
lembaga ekonomi.
Undang-Undang Mengenai Perusahaan Pers ( UU No 11 Tahun 1996 , Tentang Ketentuan
Pokok Pers Bab V Pasal 13 )www.hukumonline.com
(1) Penerbitan Pers harus diselenggarakan oleh Perusahaan Pers berbentuk badan hukum
yang mengutamakan sifat-sifat idiil, diatur secara gotong-royong kekeluargaan terpimpin,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang Dasar pasal 33.
(2) Modal Perusahaan Pers harus seluruhnya modal nasional, sedang pendiri-pendiri dan
pengurusnya harus seluruhnya warga negara Indonesia.
(3) Perusahaan Pers dilarang memberikan atau menerima jasa/ bantuan/sumbangan
kepada/dari pihak asing, kecuali dengan persetujuan Pemerintah setelah mendengar Dewan
Pers.
(4) Perusahaan Pers diwajibkan menjadi anggota Organisasi Perusahaan Pers.
Etika Bisnis Pers :
A. Prinsip Ekonomi dan Manajemen Sehat
Perusahaan pers harus ditumbuhkembangkan atas dasar prinsip-prinsip ekonomi dan sistem
manajemen yang sehat. Perusahaan pers merupakan sebuah bisnis industri informasi yang
berkelanjutan yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Oleh karena itu,
pengelolaannya harus didukung oleh nilai-nilai profesionalisme dan sumber daya manusia
yang profesional dan secara profesional pula menjamin kesejahteraan karyawannya.
Prinsip-prinsip manajemen adalah dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan
sebuah manajemen. Menurut Henry Fayol. seorang industrialis asal Perancis, prinsip-prinsip
dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu di pertimbangkan
sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. ( Wikipedia.com )
Prinsip – Prinsip Tersebut adalah :
1. Pembagian kerja ( Division Of Work )
Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga
pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam
penempatan karyawan harus menggunakan prinsip the right man in the right place.
Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan
atas dasar like and dislike.
2. Wewenang dan TanggungJawab
Setiap karyawan dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan
setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan
tanggung jawab harus seimbang. Setiap pekerjaan harus dapat memberikan
pertanggungjawaban yang sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil
wewenang makin kecil pula pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
3. Disiplin
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila
wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena
ini, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri
sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan
wewenang yang ada padanya.
4. Kesatuan Perintah
Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan
perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus
tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesuai dengan wewenang yang
diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada serorang karyawan
akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.
Dalam hal Prinsip Bisnis Pers , Penerbitan Pers harus diselenggarakan oleh Perusahaan Pers
berbentuk badan hukum yang mengutamakan sifat-sifat idiil, diatur secara gotong-royong
kekeluargaan terpimpin, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang Dasar pasal
33. Perusahaan Pers dilarang memberikan atau menerima jasa/ bantuan/sumbangan
kepada/dari pihak asing, kecuali dengan persetujuan Pemerintah setelah mendengar Dewan
Pers. (Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers
Bab V , Pasal 13 Ayat (1) Dan (3) )
Dalam susunan manajemen , sebuah Perusahaan Pers akan dipimpin oleh seorang Pimpinan
Umum, Pimpinan Redaksi , dan Pemimpin Perusahaan. Dimana pemimpin yang dimaksud
adalah orang-orang yang tidak pernah tersangkut dalam aksi-aksi kontra revolusi. Pimpinan
dan susunan perusahaan dalam keseluruhannya harus bersifat kekeluargaan terpimpin
antara karyawan pengusaha, karyawan wartawan, karyawan administrasi/tehnik dan
karyawan pers lainnya. (Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pers Bab V , Pasal 14 )
B. Tidak Menyiarkan Pembodohan
Perusahaan pers tidak menyiarkan hal-hal yang merugikan upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa. Perusahaan pers tidak semata-mata mewadahi aspek komersial. Perusahaan pers
tidak membawakan peran publik sebagai kandungan aspek idiil yang dijamin oleh prinsip
kemerdekaan pers. Pers harus menjalankan misinya antara lain mencerdaskan kehidupan
bangsa. Justru dalam kemerdekaannya, perusahaan pers harus selalu menghindari materi
penyiaran yang tidak kondusif dan berlawanan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Perusahaan Pers juga tidak boleh menyiarkan pembodohan terhadap publik seperti yang
telah diatur oleh KKPI ( Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia ) NOMOR 009/SK/KPI/8/2004
Pasal 5 point H )
C. Terbuka terhadap Klien
Perusahaan pers harus terbuka melayani klaim dari masyarakat
Perusahaan pers berinteraksi dengan konsumen dan masyarakat pada umumnya, yang
berdasarkan nilai-nilai profesionalisme dituntut untuk tidak arogan, bersikap rendah hati
dan terbuka untuk menerima kritik dan koreksi.
Klaim dari masyarakat bisa disampaikan langsung atau melalui lembaga seperti media
watch, ombusdman, dan atau lembaga milik masyarakat
Serikat Perusahaan Pers
SPS - didirikan pada 8 Juni 1946, sebagai tempat untuk pengumpulan berita penerbit.
Dialami oleh sosial dinamis - situasi politik dan ekonomi di negara ini, salah satu momen
terbesar untuk mengubah organisasi ini sebagai organisasi modern, terjadi pada tahun
2011, bertepatan dengan Kongres XXIII di Bali pada Juni 2011. Pada usia ke-65 organisasi,
SPS melakukan re-branding, logo berubah, dan mengubah dirinya menjadi lebih dari sebuah
organisasi untuk penerbit berita (koran, tabloid, dan majalah).
Contoh Kasus :
Kasus dari Super Trap " Trans TV " pada episode " Jebakan Toilet Umum ". Pihak KPI sudah
menerima sekitar 2.265 pengaduan (http://www.dakta.com/berita/nasional/36747/kpi-
terima-43-470-pengaduan-publik-mengenai-keberatan-isi-siaran.html/ ) . Pada saat itu ,
pihak Trans TV memberikan pernyataan bahwa semua yang dijebak adalah talent yang
sudah mereka persiapkan. Disini ada pembodohan publik, dimana publik mengira semua
yang masuk dalam jebaka tersebut adalah mereka yang tidak tahu ternyata sudah
dipersiapkan. (http://www.jagatberita.com/read/hiburan/20121129/kpi-tegur-transtv-atas-
tayangan-super-trap-minggu )
Wartawan , Kewajiban dalam Hukum Pers
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan
media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan
informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau
media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi
yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat
mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari
pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran
atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan
nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik
9980 tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu
informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers
yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
KEWAJIBAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-
prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
(1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial.
(2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai
lembaga ekonomi.
Pasal 4
(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan
penyiaran.
(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai
Hak Tolak.
Pasal 5
(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi,
mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati
kebhinekaan; c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat, dan benar; d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal
9981 yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
WARTAWAN
Pasal 7
(1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
(2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
(1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam
bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka
melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan
alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan
hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; b.
minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. peragaan wujud rokok dan atau
penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara
Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
DEWAN PERS
9982 Pasal 15
(1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
(2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; b. melakukan pengkajian
untuk pengembangan kehidupan pers; c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode
Etik Jurnalistik; d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; e.
mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; f. memfasilitasi
organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan
meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; g. mendata perusahaan pers.
(3) Anggota Dewan Pers terdiri dari:
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; b. pimpinan perusahaan pers yang
dipilih oleh organisasi perusahaan pers; c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau
komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi
perusahaan pers.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
(5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat
dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
(7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:
a. organisasi pers; b. perusahaan pers; c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak
mengikat.
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
(1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan
menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
9983 (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan
teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada
Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang
pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan
fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
undang-undang ini.
(2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib
menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya
1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
(Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2815 ) yang
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara
Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3235);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap
9984 Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban
Umum (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-
surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala; dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
A. Perlindungan Wartawan
Dalam menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan, perlu mendapat
perlindungan hukum didalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media
cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.sebagaimana yang dimuat
dalam pasal 8 undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Perlindungan hukum
yang dimaksud disini tak lain adalah jaminan perlindungan dari pemerintah dan atau
masyarakat yang diberikan kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban
dan peranannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun1999, secara eksplisit hanya dinyatakan dua
organisasi pers. Pada pasal 1 ayat 5 berbunyi : Organisasi pers adalah organisasi wartawan
dan organisasi perusahaan pers. Dalam pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa perusahaan pers
adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan
media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang
secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Empat
organisasi pers yang sampai sekarang masih menyelenggarakan pers adalah :
1. Organisasi wartawan seperti : Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
2. Organisasi perusahaan pers seperti : Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS),
3. Organisasi grafika pers seperti : Serikat Grafika Pers (SGP),
4. Organisasi media periklanan seperti : Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
(PPPI).Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi wartawan Indonesia
yang tertua, didirikan tanggal 9 Februari 1946 di Kota Solo, Jawa Tengah dalam
kongres pertamanya tanggal 9 – 10 Februari 1946,sesuaidengan Keputusan Presiden
No. 5tahun 1985 ditetapkan hari jadi Persatuan Wartawan Indonesiatanggal 9
Februari 1946 sebagai Hari Pers Nasional.
Melihat pada kondisi jaman sekarang ini, dimana wartawan dikejar dan dibayangi oleh
kegelisahan dan ketakutan dalam menjalankan tugasnya bahkan sering mendapat ancaman
serta kekerasan fisik yang dialami oleh wartawan, yang dilakukan oleh masyarakat dan
warga yang merasa dirugikan akibat pemberitaan yang ditulis oleh wartawan tersebut
sehingga melakukan perhitungan diluar hukum (main hakim).oleh sebab itu undang-undang
nomor 40 tahun 1999 ini dibuat yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Dalam
pasal 1 angka 11 dan angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 bahwa adanya hak
jawab dan hak koreksi yang dapat dijadikan langkah bagi masyarakat atau warga yang
dirugikan oleh pemberitaan dengan menggunakan hak jawab dan hak koreksi yakni hak
untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan atas suatu informasi, data, fakta, opini atau
gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh wartawan.maka dari itu dalam
memberitakan peristiwa dan opini harus menghormati norma-norma agama dan rasa
kesusilaan masyarakat serta praduga tak bersalah, dan melayani hak jawab dan hak tolak
sebagaimana yang terdapat didalam pasal 5 ayat (1),(2),(3) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999.
PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) adalah merupakan wadah dari lembaga
organisasi bagi wartawan –wartawan yang ada.sebenarnya ada 4 organisasi wartawan yang
ada, namun karena PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) lebih eksis dan banyak dikenal
oleh masyarakat. Pemberian perlindungan hukum bagi wartawan adalah salah satu wujud
dari hak asasi manusia untuk mendapatkan perlindungan hukum. Peran PWI selain
memberikan bantuan hukum kepada anggotanya dalam menjalankan profesi
kewartawanannya, juga membantu perselisihan dengan manajemen media massa dimana
tempatnya bekerja. Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab dari Ketua Tim
Pembelaan Wartawan yakni diantaranya :
1. Melaksanakan pemberian bantuan hukum kepada wartawan dalam kasus delik pers,
baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap persidangan di tingkat pengadilan negeri
sampai dengan kasasi dan grasi,
2. Mewakili PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dalam menyelesaikan perselisihan
antara wartawan dengan manajemen media tempatnya bekerja, termasuk pemberian
bantuan hukum,
3. Mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan yang menghambat tugas-tugas
jurnalistik,
4. Membentuk kelompok kerja bantuan hukum yang bersifat permanen atau sementara
dan mengusulkan pengangkatannya kepada ketua umum,
5. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkankan oleh ketua umum kepadanya.
Dari hal diatas menunjukkan bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999bahwa kemerdekaan pers yakni sebagai wujud kedaulatan rakyatyang berasaskan
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum (Pasal 2 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 1999). Dalam hal ini wartawan yang menjalankan profesinya perlu mendapat
perlindungan dari pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan
fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, jadi wujud pelaksanaan
perlindungan hukum bagi wartawan oleh Perusahaan Media Cetak adalah dengan adanya
pemberian bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi wartawan yang terkena
kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan.
Namun selain memberikan perlindungan hukum bagi wartawannya, ada sanksi terhadap
wartawan yang memuatberita tidak sesuai serta dianggap melanggar kode etik jurnalistik.
A. Etika bisnis pers
1. Perusahaan pers atas inisiatif bersama memelihara iklim yang kondusif, dalam arti
berjalannya kemerdekaan pers sebagai landasan dan jaminan bagi tumbuh
berkembangnya industri pers.
Perusahaan pers melaksanakan dan mengelola hak-hak warga negara yang berdaulat
untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi melalui prinsip-prinsip
kemerdekaan pers. iklim yang kondusif bagi berjalannya kemerdekaan pers
merupakan jaminan bagi rakyat untuk memperoleh hak-haknya, yang sekaligus
merupakan komoditas bagi tumbuh dan berkembangnya industri pers. Perusahaan
pers secara bersama-sama harus tetap menjaga komitmennya dan memelihara iklim
kondusif bagi berjalannya kemerdekaan pers ini.
2. Perusahaan pers tidak melakukan praktik monopoli pembentukan opini publik dan
memonopoli kepemilikan terhadap industri media massa.
Perusahaan pers menjalankan misi sebagai pilar keempat dalam kehidupan
demokrasi. Rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan sumber informasi untuk
menentukan sikap dan pemikirannya. UU anti monopoli telah mengatur batasan
pangsa pasar dan kepemilikan perusahaan untuk berbagai produk pada umumnya.
Kekhususan perusahaan pers terletak pada pembentukan opini publik bertentangan
dengan prinsip-prinsip demokrasi apabila penguasaan berbagai media (cetak, radio,
dan televisi) berada di satu tangan atau satu kelompok kepentingan.
3. Perusahaan pers bekerjasama dengan sesamanya bagi kehidupan industri pers yang
saling menguntungkan dan menghindari persaingan curang.
Interaksi perusahaan pers secara horizontal adalah hidup berdampingan dengan
sesama perusahaan pers. Untuk menjalankan visi dan misi perusahaan dan sekaligus
untuk menjalankan visi dan misinya secara universal, perusahaan pers dapat bekerja
sama dengan prinsip saling menguntungkan dan terus berusaha mencegah
terjadinya persaingan tidak sehat (seperti mendiskreditkan perusahaan lain,
menjegal jalur distribusi, pembajakn tenaga kerja, dll).
menjaga kemerdekaan pers, tidak monopoli dalam kepemilikan dan opini, menghindari
persaingan curang
B. MENJAGA KEMERDEKAAN PERS
“Perusahaan pers melaksanakan dan mengelola hak-hak warga negara yang
berdaulat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi melalui
prinsip-prinsip kemerdekaan pers. iklim yang kondusif bagi berjalannya kemerdekaan
pers merupakan jaminan bagi rakyat untuk memperoleh hak-haknya, yang sekaligus
merupakan komoditas bagi tumbuh dan berkembangnya industri pers. Perusahaan
pers secara bersama-sama harus tetap menjaga komitmennya dan memelihara iklim
kondusif bagi berjalannya kemerdekaan pers ini"
a. Pengertian Kemerdekaan Pers
Namun, bebas di sini tidak berarti bebas sebebas-bebasnya. Kalau menulis atau
memberitakan sesuatu peristiwa misalnya, tidak boleh seenaknya sendiri. Harus benar,
objektif, berdasarkan fakta. Kalau mengandung kontroversi berita harus berimbang, tidak
boleh menghakimi.
Pendeknya bukan kebebasan mutlak, melainkan kebebasan yang ada batasnya.
Batas itu adalah ketentuan hukum dan undang-undang. Batas itu adalah etika profesi, atau
kode etik jurnalistik bagi kalangan wartawan. Batas itu adalah hati nurani. Kebebasan yang
tanpa batas berisiko menabrak hak asasi pihak lain.
Mengenai kebebasan pers, Komisi Kemerdekaan Pers menyatakan bahwa kemerdekaan
pers itu harus diberi arti :
1) Bahwa kebebasan tersebut tidaklah berarti bebas untuk melanggar kepentingan-
kepentingan individu yang lain.
2) Bahwa kebebasan harus memperhatikan segi-segi keamanan negara.
3) Bahwa pelanggaran terhadap kemerdekaan pers membawa konsekuensi/ tanggung
jawab terhadap ukuran yang berlaku.
b. Pentingnya Kemerdekaan Pers
Indonesia yang merupakan negara demokrasi, KEMERDEKAAN pers mutlak perlu.
Tanpa kemerdekaan, pers tidak dapat melaksanakan peran pentingnya secara maksimal.
Peran-peran itu adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umum, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, benar, dan
akurat, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, penegakan hukum dan HAM, serta
memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Kalau pers tidak dapat memaksimalkan peran konstruktifnya sesungguhnya yang rugi
tidak hanya kalangan pers tapi juga bangsa ini secara keseluruhan. Termasuk pemerintah,
dunia usaha, pekerja, mahasiswa, kalangan profesional, dan tentu masyarakat.
Kemerdekaan pers sekurang-kurangnya ditandai oleh tidak adanya sensor, beredel, dan
larangan terbit/ penyiaran. Juga adanya kebebasan bagi pers untuk melaksanakan 6 M, yaitu
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, serta menyebarluaskan gagasan
dan informasi. Itulah esensi kegiatan jurnalistik.
kemerdekaan pers dapat dikatakan bukan hanya milik masyarakat pers melainkan
juga milik semua anak bangsa. Karena sesungguhnya yang berjuang demi keterwujudan
kemerdekaan pers adalah semua elemen bangsa. Baik itu kalangan LSM, akademisi,
politikus, pegiat HAM, maupun advokat, dan tentu kalangan pers sendiri. Jadi wajar kalau
peruntukan dan kemanfaatannya juga untuk semua elemen bangsa.
c. Kemerdekaan Pers Pada Masa Orede Baru Dan Sekarang
Pada masa orde baru, kita pernah berada pada masa ada beredel terhadap pers. Pers
pernah dalam kondisi tidak bebas mencari, mengolah, dan menyebarluaskan informasi
ataupun gagasan. Banyak peristiwa penting terjadi tetapi tidak boleh diberitakan. Apalagi
kalau menyangkut penguasa atau kekuasaan. Kontrol dan kritik pers tidak maksimal.
Padahal itu adalah bagian sangat penting dari fungsi pers.
Kita sekarang memiliki sepenuhnya kemerdekaan/ kebebasan pers. Bahkan di negeri
ini kebebasan pers termasuk yang terbaik di Asia. Oleh karena itu, Kemerdekaan pers harus
dipertahankan dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, bangsa,
dan negara. Kemerdekaan pers tidak boleh disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak
terpuji. Kemerdekaan pers juga harus dijaga jangan sampai menjadi kebablasan pers.
Masyarakat pers harus dapat menjaga keepercayaan masyarakat bahwa dirinya memang
pantas mendapatkan kemerdekaan pers dan tepercaya pula untuk memeliharanya.
Tentu ada pihak-pihak lain yang tidak senang dan merasa tak nyaman dengan iklim
kebebasan pers sekarang ini. Mudah diduga, mereka adalah orang-orang yang suka
menyeleweng, menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan, korup dan lain-lain. Mereka
tidak ingin perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji itu diketahui oleh publik.
d. Batasan Kemerdekaan Pers
Kemerdekaan/kebebasan pers bukannya tanpa batas dan tanggung jawab. Batasan
kemerdekaan pers telah di atur dalam :
1. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 5
''Dalam memberitakan peristiwa dan opini pers nasional wajib menghormati
norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, dan asas praduga tidak bersalah. Pers
juga wajib melayani hak jawab dan hak koreksi''. Kewajiban-kewajiban itu kalau
dilanggar dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 18, yaitu pidana
denda paling banyak Rp 500 juta.
2. kode etik jurnalistik
- ''wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul''.
- ''wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan''.
- ''wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang
keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca,
pendengar, dan/atau pemirsa''.
Dan lembaga yang menjaga kemerdekaan pers adalah Dewan Pers yang mendapat
mandat dan amanat dari Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk
mengembangkan serta menjaga kemerdekaan atau kebebasan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional serta melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain
b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
f. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di
bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
g. Mendata perusahaan pers.
B. MONOPOLI KEPEMILIKAN MEDIA DAN OPINI
a. Latar Belakang Monopoli Media
Di era globalisasi ini, kebutuhan akan informasi yang cepat menjadi sangat penting
bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk komunikasi massa yang mampu
menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa yang terjad
Peranannya yang penting inilah yang membuat industri media massa berkembang
sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis,
seperti misalnya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya
menjadi suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi
ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan yang
besar bagi setiap pengusaha.
Keuntungan yang diperoleh media massa di Indonesia misalnya yaitu dari data AGB
Nielsen Media Research, terlihat hingga kuartal ke-3 tahun 2006, Grup Media Nusantara
Citra (MNC) sukses meraup Rp4,8 triliun atau 32,9% dari total belanja iklan TV. Urutan ke-2
diduduki Trans TV dan Trans 7, dengan Rp3,4 triliun (23,2%). ANTV dan Lativi, berhasil
memperoleh pendapatan Rp2,3 triliun (15,7%), berada pada peringkat ke-3 . Hal itu
mengakibatkan pengusaha media kini tidak lagi hanya sekedar berorientasi pada penenuhan
hak masyarakat akan terpenuhinya informasi tetapi juga berorientasi untuk mengejar
keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang
memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi media
yang kemudian mengarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa media massa yang
kemudian mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media massa. Konsentrasi
media ini banyak terjadi tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di luar negeri, seperti
misalnya Dow Jones yang dibeli oleh Rupert Murdoch di mana Dow Jones merupakan induk
dari beberapa media di Amerika Serikat, atau contoh lainnya yaitu ketika News Corp dan
Dow Jones bergabung yang menghasilkan 74,1 milyar dollar Amerika. Di Amerika ada lima
pemain besar industry media massa, yaitu Time-Warner, Viacom, News Corp., Bertelsmann
Inc., dan Disney.
Gejala konsentrasi media juga terjadi di Indonesia, contohnya yaitu MNC yang memiliki
RCTI, TPI, GLOBAL TV, Radio Trijaya, Koran Seputar Indonesia, Indovision, dan Okezone.com,
atau Group Bakrie yang memiliki ANTV dan TVOne. Setelah Orde Baru tumbang, stasiun-
stasiun televisi baru ramai bermunculan. Hal ini sebagai akibat dari euforia demokratisasi
seperti yang telah dipaparkan di awal tulisan. Pada waktu yang sama, korporasi-korporasi
media mulai terbentuk. Menurut Satrio Arismunandar, sekarang ini telah terbentuk
setidaknya tiga kelompok korporasi media . Korporasi media pertama adalah PT Media
Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki oleh Harry Tanoesoedibjo yang membawahi RCTI
(PT Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia), dan
Global TV (PT Global Informasi Bermutu).
Kelompok kedua berada di bawah PT Bakrie Brothers (Group Bakrie) yang dimiliki oleh
Anindya N. Bakrie. Grup Bakrie ini membawahi ANTV (PT Cakrawala Andalas Televisi) yang
kini berbagi saham dengan STAR TV (News Corp, menguasai saham 20%) dan Lativi yang
sekarang telah berganti nama menjadi TvOne. Kelompok ketiga adalah PT Trans Corpora
(Group Para). Grup ini membawahi Trans TV (PT Televisi Trasnformasi Indonesia) dan Trans-
7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh).
Konsentrasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah dampak negatif, tidak
hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di Indonesia, melainkan juga
dampak pada isi atau konten serta monopoli opini yang disampaikan kepada masyarakat.
b. Pengertian monopoli Media
Monopoli media biasa disebut juga dengan konglomerasi media karena tujuan kehadirannya
untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Konglomerasi media adalah gambaran
dari perusahaan berskala besar yang memiliki bagian unit usaha media massa yang berbeda
seperti suatu perusahaan yang menaungi televisi dan koran, majalah dan lain sebagainya .
Monopoli kepemilikan media ini dimaksudkan untuk mencapai efisiensi, sehingga
keuntungan ekonomi maksimal dapat diperoleh. Media massa kini berusaha untuk mencari
pengeluaran minimal demi mendapatkan penghasilan yang maksimal, hal inilah yang
kemudian mendorong terjadinya monopoli media massa.
c. Pembatasan Monopoli
Pemerintah Indonesia yang telah melihat akan potensi merugikan dari adanya konsentrasi
suatu perusahaan mencoba mengintervensi dengan menghadirkan sejumlah peraturan yang
mengatur mengenai kepemilikan perusahaan. Kebijakan soal pembatasan Monopoli,
Konglomerasi, dan Kepemilikan Silang (Media Penyiaran) sesungguhnya terlah diatur dalam
peraturan hukum, yakni UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 ayat 1, pasal 18. Di sana
disebutkan:
“Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau
satu badan hukum, baik di satu wilayah siar maupun beberapa wilayah siar, dibatasi”.
Adapun, peraturan perundangan yang mengatur tentang pemabtan kepemilikan media
adalah sebgai berikut :
1. Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran
Lembaga Penyiaran Swasta
- Pasal 31 (Jasa Penyiaran Radio )
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa
penyiaran radio oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu
wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia
dibatasi sebagai berikut:
a) 1 (satu) badan hukum hanya boleh memiliki 1 (satu) izin penyelenggaraan
penyiaran jasa penyiaran radio;
b) paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan
hukum ke-1 (kesatu) sampai dengan ke-7 (ketujuh);
c) paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus)
pada badan hukum ke-8 (kedelapan) sampai dengan ke-14 (keempat belas);
d) paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada badan
hukum ke-15 (kelima belas) sampai dengan ke-21 (keduapuluh satu)
e) paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan hukum
ke-22 (ke dua puluh dua) dan seterusnya).
f) badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,
berlokasi di beberapa wilayah kabupaten/kota yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.
(2) Kepemilikan
1) Kepemilikan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa saham yang
dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk disesuaikan
dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi masyarakat.
- Pasal 32 (Jasa Penyiaran Televisi)
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran
televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di
beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut:
a) 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan
penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda;
b) paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum
ke-1 (kesatu);
c) paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada
badan hukum ke-2 (kedua);
d) paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada badan
hukum ke-3 (ketiga);
e) paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan hukum ke-4.
(keempat) dan seterusnya;
f) badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,
berlokasi di beberapa wilayah provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d,
dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham lebih dari 49% (empat puluh sembilan
perseratus) dan paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus) pada badan hukum ke-2
(kedua) dan seterusnya hanya untuk Lembaga Penyiaran Swasta yang telah mengoperasikan
sampai dengan jumlah stasiun relai yang dimilikinya sebelum ditetapkannya Peraturan
Pemerintah ini.
(3) Kepemilikan
(4) Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk
disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi masyarakat.
d. Dampak Monopoli Media
Monopoli di bisnis media berbahaya bagi demokratisasi karena adanya
pengurangan hak publik berupa frekuensi untuk memperoleh suatu berita atau
informasi sesuai dengan kebutuhan dari publik itu sendiri. Seperti monopoli
informasi, monopoli frekuensi, monopoli ekonomi (pendapatan) , monopoli program
acara yang dikhawatirkan homogen, serta pemanfaatan media-media tersebut untuk
kepentingan pribadi bagi keuntungan pemilik semata.
Ada beberapa dampak monopoli kepemilikan media :
Homogenisasi : penyeragaman bentuk tayangan atau program.
Agenda setting merupakan upaya media untuk membuat pemberitaan tidak semata-
mata menjadi saluran isu dan peristiwa melainkan ada strategi dan kerangka yang
dimainkan media sehingga pemberitaan memiliki nilai lebih yang diharapkan oleh
media.
Hegemoni Budaya
Hegemoni budaya mengidentifikasi dan menjelaskan dominasi dan upaya
mempertahankan kekuasaan, metode yang dipakai mereka yang berkuasa atas kelas-
kelas yang subordinat untuk menerima dan mengadopsi the ruling-class values.
Hegemoni yang dilakukan oleh media massa dimana media berusaha membujuk
masyarakat untuk mengikuti kebenaran yang diyakini oleh pengelola dan/atau pemilik
media itu, padahal kebenaran yang diyakini media itu belum tentu benar, dan sebagian
masyarakat mungkin mempunyai keyakinan tentang kebenaran yang lain.
Contoh: konsumerisme, budaya Jawa, dan Islam
Homogenitas pemberitaan dan informasi. Masyarakat akan sulit untuk mencari
referensi lain dan sulit untuk melihat sisi lain dari suatu kasus yang diangkat oleh
pemberitaan media massa karena homogenitas tersebut akibat kepemilikan yang
berpusat.
Contohnya yaitu : berita yang disajikan di RCTI, Global TV, TPI, Okezone.com,
Harian Seputar Indonesia dan Radio Trijaya akan memiliki sudut pandang yang sama
terhadap suatu kasus. Masyarakat hanya akan dicekoki berita dan informasi yang itu-itu
saja. Ketika masyarakat mencoba untuk beralih dari suatu media ke media lain, yang
akan tetap mereka temui adalah pemberitaan yang serupa karena faktor kepemilikan
yang sama.
Hal itu tidak menutup kemungkinan mereka membangun perusahaan media
untuk memuluskan kepentingannya selain dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam hal
perpolitikan dan penyebaran ideologi tertentu.
Contohnya keberpihakan TVOne terhadap kepentingan politik dan ekonomi PT
Lapindo, sehingga TVOne jarang mengungkit pemberitaan mengenai kasus Lumpur
Sidoarjo dan apabila pemberitaan itu ada, TVOne cenderungan menggunakan kata
Lumpur Sidoarjo ketimbang menggunakan kata Lumpur Lapindo. Hal itu menunjukkan
adanya kepentingan penguasa terhadap isi media. Penyebaran ideologi itu melalui
proses hegemoni, yaitu suatu proses dominasi dan upaya mempertahankan kekuasaan,
metode yang dipakai mereka yang berkuasa atas kelas-kelas yang subordinat untuk
menerima dan mengadopsi the ruling-class values yang tanpa mereka sadari telah
tertanamkan dalam diri mereka.
Konsolidasi media mampu menghilangkan keberagaman informasi yang akan
diterima oleh masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya monopoli dan sentralisasi
infomasi. Karena kepemilikan yang sama, media massa cenderung menyebarluaskan
informasi dan program-program yang sejenis. Misalnya adalah dalam suatu
pemberitaan, sudut pandang atau framming yang dibentuk oleh media massa
cenderung sama dan tidak beragam sehingga menyebabkan terjadinya praming yang
sama pada tingkat khalayak.
e. Monopoli kepemilikan media di indonesia
Di Indonesia juga terjadi sejumlah integrasi yang dilakukan oleh perusahaan media massa
besar. Di bawah naungan yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibyo, terintegrasi sejumlah
lembaga penyiaran seperti RCTI, TPI, Global TV, dan beberapa stasiun televisi lokal, sejumlah
radio seperti Women Radio dan Trijaya, TV berlangganan Indovision, surat kabar Seputar
Indonesia, majalah Trust, sejumlah tabloid seperti Genie dan Mom and Kiddie, serta situs
berita Okezone.com.
Ini menunjukkan adanya monopoli kepemilikan media yang ditunjukkan dengan
keberagaman jenis media massa yang dimiliki oleh MNC dan adanya berbagai jaringan yang
dapat digunakan oleh MNC untuk dapat saling mempromosikan jenis medianya satu sama
lain.
Selain MNC, beberapa Group Besar pemilik media yaitu Lativi dan ANTV bernaung di bawah
bendera Bakrie Group milik Abu Rizal Bakrie, Trans TV dan Trans 7 di bawah Trans Corp milik
Chairul Tanjung, Kelompok Kompas Gramedia milik Jakob Oetama, atau Metro TV dan
Media Indonesia di bawah Group Media Indonesia milik Surya Paloh. Kebanyakan pemilik
industri media tersebut merupakan orang yang membangun bisnisnya dengan
menggunakan kekuasaan atau hubungan khusus dengan pemerintahan.
Beberapa pemain besar dalam industri media massa Indonesia itu memiliki penghasilan
yang lebih besar bila dibandingkan dengan penghasilan dari perusahaan yang berdiri sendiri,
tidak berintegrasi. Misalnya dalam industri penyiaran televisi, sebagian besar jumlah iklan
dikuasai oleh stasiun televisi milik group besar.
AGB Nielsen Media Research, lembaga pemeringkat acara TV, mengatakan bahwa hingga
kuartal ke-3 tahun 2006, pendapatan iklan hanya dikuasai oleh Group MNC, Bakrie dan
Trans Corp. Ketiganya menguasai Rp10,5 triliun belanja iklan, atau 71,8% dari total yang
Rp14,7 triliun. Porsi terbesar diraup Grup Media Nusantara Citra (MNC) yang sukses meraup
Rp4,8 triliun atau 32,9% dari total belanja iklan TV. Urutan ke-2 diduduki Trans TV dan Trans
7, dengan Rp3,4 triliun (23,2%). Group Bakrie berhasil memperoleh pendapatan Rp2,3 triliun
(15,7%), berada pada peringkat ke-3.
Sementara itu, dari penguasaan pasar (audience share) ketiganya sukses menjaring 70,3%
pemirsa. Rinciannya, MNC di posisi pertama dengan audience share 35,7%, Trans TV dan
Trans 7 dengan jumlah 21,1% dan ANTV dan Lativi dengan jumlah 13,5%.
Demikian pula halnya dengan apa yang terjadi pada bisnis media cetak yang hanya dikuasai
oleh sejumlah pemain besar, yaitu Kelompok Kompas Gramedia, Group Femina, Group
Tempo, dan Jawa Post. Hal inilah bahwa bentuk pasar media massa di Indonesia merupakan
bentuk pasar oligopoli.
f. Monopoli Opini Media
sebagian besar masyarakat di Indonesia masih menjadikan media sebagai salah satu
jembatan informasi tentang berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat, baik yang sedang
menjadi perhatian maupun yang luput dari perhatian mereka. Kenyataan menunjukkan,
keterlibatan media dalam membentuk suatu opini publik adalah sebuah kekuatan tersendiri
yang dimilikinya dan itu sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan di masyarakat.
Namun, seiring dengan kebebasan pers membuat sebagian media kebablasan menyikapi
kebebasan tersebut. Independensi dan kode etik kadang telah tertutupi oleh orientasi bisnis
dan keuntungan, sehingga saat ini ¨dapur¨ media telah dimasuki pengaruh kekuasaan,
finansial dan kepentingan politik.
Media sangat memberi andil dan peran penting dalam memberikan informasi
terhadap masyarakat, kecenderungan ini kadang membuat media dalam menyajikan
informasinya bisa saja membuka peluang dramatisasi, manipulasi, spekulasi ataupun juga
menyingkap kebenaran sesuai fakta sesungguhnya.
C. MENGHINDARI PERSAINGAN BISNIS
pemilik perusahaan pers seharusnya memegang teguh prinsip persaingan usaha
yang sehat. Tidak hanya menyangkut pola bisnis dan proses rekruitmen yang sesuai
dengan etika bisnis. Namun sebaiknya juga ada kesepakatan di antara perusahaan pers
untuk tidak begitu saja mengambil SDM dari satu perusahaan pers ke perusahaan pers
lain, dengan iming-iming lebih tinggi.
Banyak teori pers sebagai industri. Tapi perusahaan pers tidak seharusnya
mempraktikkan teori persaingan bisnis yang membuat penerbitan pers justru tidak
berkembang.
Pembahasan
Pers merupakan wahana dan sarana bagi hak-hak rakyat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan memperoleh informasi serta hak untuk tahu, sehingga pers harus
merdeka. Kemerdekaan pers bersumber dari hak asasi manusia, yang dikelola untuk
memenuhi hak-hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Kemerdekaan pers diwujudkan dalam lembaga industri pers, yang didalamnya
membawa nilai-nilai profesionalisme yang berisi kualitas profesi, tanggung jawab sosial, dan
etika. Tata nilai, norma, dan etika adalah pranata sosial yang memadu dinamika sosial. Oleh
karena itu, dalam dimensi kelembagaan pers terkandung norma etika yang menjamin
pertanggungjawaban moral dan kepentingan semua pihak, yaitu lembaga dan personel yang
ada di dalamnya serta masyarakat.
Dalam memperjuangkan prinsip-prinsip kemerdekaan, lembaga pers mengutamakan
kepentingan publik, menghormati kode etik profesi, bersikap jujur dan adil, dengan
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan lembaga dan perseorangan, setia
kepada profesi dan bidang tugasnya, serta menggunakan supremasi hukum.
A. Punya Standar Profesi
Untuk menjadi wartawan, seseorang wajib memiliki skill atau keterampilan menulis
(writing skill) dan/atau kemahiran berbicara (speaking skill) bagi wartawan radio dan
televisi.
Selain itu, harus menguasai teknik reportase dan wawancara, memahami bidang
liputan, dan terpenting: menaati kode etik jurnalistik.
Idealnya wartawan memenuhi pula kriteria sebagai berikut:
1. Well Selected
Terseleksi dengan baik. Menjadi wartawan semestinya tidak mudah karena harus
memenuhi kriteria profesionalisme antara lain keahlian (expertise) atau keterampilan
jurnalistik serta menaati kode etik jurnalistik.
2. Well Educated
Terdidik dengan baik. Wartawan seyogianya melalui tahap pendidikan kewartawanan,
setidaknya melalui pelatihan jurnalistik yang terpola dan terarah secara baik.
3. Well Trained
Terlatih dengan baik. Akibat kurang terlatihnya wartawan kita, banyak berita muncul di
media yang bukan kurang cermat, tidak enak dibaca, dan bahkan menyesatkan.
4. Well Equipped
Dilengkapi dengan sarana, prasarana, atau peralatan yang memadai. Pekerjaan
wartawan butuh fasilitas seperti alat tulis, alat rekam, kamera, alat komunikasi (HP),
laptop/komputer, alat transportasi, dan sebagainya. Wartawan tidak akan dapat
bekerja optimal tanpa dukungan fasilitas memadai.
5. Well Paid
Digaji secara layak sehingga tidak terjadi “penyalahgunaan profesi wartawan”.
6. Well Motivated
Memiliki motivasi yang baik ketika menerjuni dunia kewartawanan. Motivasi di sini
lebih pada idealisme, bukan materi. Jika motivasiya berlatar uang, maka tidak bisa
diharapkan menjadi wartawan profesional atau wartawan sejati. (www.romeltea.com).
B. Tata Krama Periklanan
1. a. Bahasa
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”,
“top”, atau kata-kata berawalan “ter”, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas
menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis
dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
b. Penggunaan Kata “Satu-satunya”
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama,
tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya
dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
Contoh: Iklan Toko Bagus
Toko Bagus mengklaim bahwa Toko Bagus adalah situs jual beli terbesar di
Indonesia. Pada iklan yang ditayangkan, Toko Bagus tidak menampilkan pembuktian yang
jelas, yang dapat meyakinkan para konsumen bahwa Toko Baguslah situs jual beli terbesar
di Indonesia.
2. Tanda Asteris (*)
Tanda asteris pada iklan di media cetak maupun elektronik tidak boleh digunakan untuk
menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang
kualitas, kinerja atau harga sebenarnya dari produk yang di iklankan, ataupun tentang
ketidaksediaan suatu produk.
Contoh: Iklan Shampoo Head and shoulder
Tanda asteris sering kita jumpai pada produk-produk shampoo, salah satunya adalah
produk shampoo Head and Shoulder, mula-mula iklan shampoo head and shoulder ini
menampilkan sebuah produk shampoo yang dapat menghilangkan ketombe. Pastinya, para
konsumen yang kurang cermat, percaya bahwa shampoo ini dapat menghilangkan semua
jenis ketombe pada semua jenis rambut. Tetapi, jika diperhatikan secara cermat pada iklan
shampoo ini terdapat tanda asteris *hanya ketombe yang tampak pada pemakaian teratur
yang terdapat pada pojok kiri bawah iklan ini, yang ternyata shampoo ini hanya dapat
menghilangkan ketombe yang tampak dan dengan pemakaian secara teratur, dan hal ini
dapat membingungkan para konsumen.
3. Pencantuman Harga
Jika harga suatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan
jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan deperolehnya dengan harga tersebut.
Contoh: Iklan Lifebuoy Shampoo Double Sachet
Di akhir Iklan Lifebuoy Shampoo Double Sachet tertera jelas harga dari shampoo ini.
Hanya dengan Rp 500,- konsumen akan mendapatkan 2 sachet lifebuoy shampoo.
4. Keselamatan
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan,
utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang di iklankan.
Contoh: Iklan Ice Cream Magnum
Iklan ini menceritakan tentang seorang wanita yang terjebak dalam kemacetan, lalu
ia melihat mobil box ice cream magnum tak jauh dari mobilnya. Untuk mendapatkan ice
cream magnum tersebut sang wanita melompati atap-atap mobil di depannya, dan apa yang
dilakukan wanita di dalam iklan ini cukup membahayakan.
5. Waktu Tenggang (elapse time)
Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka
waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
Contoh: Iklan Sunsilk Hair Fall Solution Shampoo
Sunsilk soft and smooth shampoo membantu menjaga kekuatan rambut dan rambut
rontok akan berkurang setelah 7 hari pemakaian secara teratur.
6. Penampilan Pangan
Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak
pantas terhadap makanan atau minuman.
Contoh: Iklan Pediasure
Pada iklan pediasure menampilkan seorang anak yang tidak mau makan padahal
sang ibu sudah menyuguhkan sepiring nasi dengan lauk pauk yang lezat. Kesimpulannya
sang anak telah menyia-nyiakan makanan tersebut.
7. Merendahkan
Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh: Iklan Adem Sari
Pada iklan Adem Sari sangat jelas bahwa iklan ini merendahkan produk Segar Dingin.
Di dalam iklan Adem Sari ini terdapat sindiran yang ditujukan pada produk Segar Dingin yang
hanya mengandung 1mg madu yang jumlahnya hanya setetes.
8. Peniruan
Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga
dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak.
Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, bentuk merek,
logo, judul, atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi
maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti.
Contoh: Iklan V-fresh
Iklan V-fresh hanya dengan 3 kali oles, menirukan iklan Fresh Care minyak angin
pertama yang membuat inovasi terbaru dengan aroma yang harum dengan 8 kali oles. Lalu
munculah produk sejenis tidak lama setelah Fresh Care muncul yaitu V-fresh dengan 3 kali
oles yang seolah-olah lebih unggul dan lebih irit.
9. Khalayak Anak-Anak
Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-
anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan
atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orangtua” atau simbol
yang bermakna sama.
Contoh: Axe Provoke Deodorant Body Spray
Iklan ini menampilkan adegan yang kurang layak disaksikan anak-anak karena
menampilkan beberapa wanita memakai kostum bidadari yang tidak layak dilihat oleh anak-
anak. Hal ini akan memberikan pengaruh buruk kepada khalayak anak-anak.
C. Jujur Dan Hormat Terhadap Mitra Kerja Dan Organisasi Pers
Organisasi pers ini tentu saja ingin melindungi anggota-anggotanya. Jadi, apabila
anggota-anggota dari organisasi pers ini (baik itu wartawan maupun perusahaan pers)
mendapat perlakuan yang tidak baik dari pihak lain, organisasi pers inilah yang akan
membantu wartawan maupun perusahaan pers untuk menyelesaikan kasus mereka.
Organisasi pers menghormati mitra-mitranya dan siap maju saat ada masalah yang
menimpa mitra mereka. Untuk lebih memantapkan pemahaman tentang “Hormat dan Jujur
Terhadap Organisasi Pers”.
Contoh kasus sebagai berikut :
Lampiran berita
Tiga Organisasi Pers Sampaikan Keberatan Perampasan Kamera Wartawan-Aceh
Kamis, 29 MAret 2012 00:01 WIB
Sumber: http://www.amalisadaily.com
Banda Aceh, (Analisa). Tiga organisasi pers yaitu PWI cabang Aceh, AJI Kota Banda
Aceh dan AJTI Aceh menyampaikan syarat keberatan terkait kasusu perampasan kamera.
Muhammad Fadhil kontributor ANTV oleh aparat inteol polresta Banda Aceh, saat
meliput unjuk rasa mahasiswa menolak kenaikan BBM di Gedung DPRA, Selasa (27/3). Surat
Nomor: 01/031SBJA/2012 tertanggal 28 MAret 2012 itu dilayangkan kepada Kapolresta
Banda Aceh, Kombes Pol Moffan MK dengan tembusan kepada Kapolda Aceh dan Dewan
Pers di Jakarta. Surat keberatan ini bertujuan untuk melakukan advokasi terhadap ancaman
pembungkaman terhadap pers di Aceh.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua PWI Cabang Aceh, Tarmilin Usman, Ketua AJI
Kota Banda Aceh, Maimun Saleh dan KEtua IJTI Aceh, Didik Ardiansyah juga meminta
kepada Kapolresta Banda Aceh untuk menindak tegas oknum polisi yang telah melakukan
tindakan perampasan kamera Fadhil secara internal.
Meminta agar polisi dapat memahami dan menghormati kerja jurnalis dilapangan.
Kepada anggota polisi yang bertugas di lapangan peril di didik untuk mempelajari UU Pokok
Pers no. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik, agar mereka dapat memahami kerja-kerja
jurnalis. Tidak terulang “Kami berharap kasus perampasan kamera damn menghalangi tugas
jurnalis ini menjadi yang terakhir dan tidak terulang di kemudian hari. Sebagai aparat
penegak hukum, polisi semestinya memberikan perlindunga, bukan malah menghambat dan
mengancam kerja jurnalis, “kata Ketua Divisi Advokasi AJI Kota banda Aceh, Riza Nasser,
Rabu (28/3).
Dia menjelaskan, pada 27 Maret 2012 sekitar pukul 12.30 WIB, telah terjadi aksi
perampasan kamera kontributor ANTV di Banda Aceh, Muhammad Fadhil, yang dilakukan
anggota intelPolresta Banda Aceh.
Perampasan itu terjadi saat polisi sedang mengamankan untujk rasa mahasiswa yang
menolak rencana kenaikan BBM, denga berupaya memblokir jalan Tengku Daud Beureuh,
tepatnya didepan Gedung DPR Aceh.
Polisi berpakaian preman itu meminta Fadhil menghapus gambar yang memuat aksi
polisi mengamankan pendemo.
Dia mengancam Fadhil denghan cara merangkulnya. “Ayo kita ke belakang. Kita
selesaikan berdua. Hapus itu gambar,” kata intel polisi itu kepada Fadhil.
Namun setelah didesak beberapa wartawan lainnya yang melihat aksi perampasan
itu, oknum polisi yang disebut namanya Arif Ambon itu menyerahkan kembali kamera
Fadhil.
Beberapa menit setelah periastiwa perampasan, Kabid Humas Polda Aceh, Kombes
Pol Gustav Leo menemui beberapa wartawan dan meminta maaf atas tindakan oknum polisi
itu.
“Aksi perampasan kamera oleh anggota polisi itu bertentangan dengan UU 40 Tahun
1999 tentang pers, sebagaimana diatur dalam pasal 4 poin 3.
Tindakan perampasan kamera itu dapat dipidana paling lama 2 tahun atau denda Rp
500 juta, sebagaimana dituangkan dalam pasal 18 UU Pers,” jelasnya. Sebagai jurnalis,
Fadhil telah bekerja sesuai dengan UU dan Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 2
Kode Etik Jurnalistik mewajibkan wartawan menempuh cara-cara professional dalam
melaksanakan tugas jurnalistiknya. Salah satunya dengan menunjukkan atau menggunakan
identitas diri. Fadhil menggunakan kartu pengrnalnya atau menggunakan identitas diri.
Fadhil menggunakan kartu pengenalnya sebagai kontributor ANTV saat meliput peristiwa
penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM itu.
“Kasus itu diharapkan dapat menjadi pelajaran semua pihak. Sama seperti polisi,
kerja jurnalis juga dilindungi UU dan hukum Indonesia,” tegasnya. (mhd)
Dari berita tersebut kita dapat melihat bagaimana orgasisasi pers mengambil
langkah untuk membantu Muhammad Fadhil (kontributor ANTV) yang kameranya dirampas
saat ia meliput untuk rasa mahasiswa menolak kenaikan harga BBM di Gedung DPRA pada
tanggal 27 Maret 2012.
Ketiga organisasi pers tersebut yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang
Aceh, Aliansi Jurnalis Inmdependen (AJI) Kota Banda Aceh dan Ikatan Jurnalis Televisi
Indonesia (IJTI) Aceh menyampaikan surat keberatan kepada Kapolresta Banda Aceh,
Kombes Pol Moffan MK dengan tembusan kepada Kapolda Aceh dan Dewan Pers di Jakarta.
Surat Keberatan ini bertujuan untuk melakukan advokasi terhadap pers di Aceh. Dari
tindakan ketiga organisasi pers ini, kita dapat melihat bahwa organisasi pers menghormati
Muhammad Fadhli yang waktu itu melaksanakan tugas peliputan.
Fadhil telah melaksanakan tugas dengan baik (yakni memakai kartu pengenal
sebagai kontributor ANTV saat meliput peristiwa penolakan terhadap rencana kenaikan
harga BBM). Jadi, pihak Fadhil haruslah dihormati dan dilindungi oleh Deaan Pers dan
Organisasi Pers.
Top Related