26 Universitas Kristen Petra
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Penelitian mengenai pengendalian biaya dilakukan tiga kontraktor
berskala besar yaitu kontraktor A dan B yang merupakan kontraktor swasta dan
kontraktor C yang merupakan kontraktor pemerintah. Penelitian dilakukan melalui
wawancara dengan bagian pengendalian biaya (cost control). Wawancara
digunakan untuk mengenai pelaksanaan pengendalian biaya yang telah dilakukan
pada proyek tersebut dan pendapat responden mengenai kebutuhan sistem
pengendalian biaya proyek. Hasil penelitian mengenai pengendalian biaya yang
telah dilakukan dan dibutuhkan oleh kontraktor di Surabaya kemudian dianalisa
dan digabungkan dengan sistem pengendalian biaya yang ada di literatur,
sehingga dapat diperoleh suatu usulan sistem pengendalian biaya yang efektif.
4.2. Pelaksanaan Sistem Pengendalian Biaya pada Kontraktor A, B dan C.
Analisa mengenai pelaksanaan pengendalian biaya pada proyek yang
diteliti dilakukan dengan melihat kerangka kerja pengendalian biaya (cost control
framework) dan fungsi pengendalian biaya (cost control function breakdown
structure). Kerangka kerja pengendalian biaya dilihat dari 3 (tiga) bagian pokok
dalam kerangka kerja pengendalian biaya, yang meliputi Work Breakdown
Structure, Pengkodean Biaya, dan Earned Value. Cost control function
breakdown structure pada perusahaan yang diteliti dilihat dari 6 fungsi utama
yaitu allocating budget, monitoring cost, analyzing cost status, reporting cost
status, decision making and correcting action dan project post evaluating.
4.2.1. Pelaksanaan Pengendalian Biaya pada Kontraktor A
Pelaksanana pengendalian biaya pada kontraktor A dilakukan dengan
wawancara dengan bagian pengendalian biaya proyek. Penerapan pengendalian
biaya pada kontraktor A dianalisa baik untuk kelemahan dan kelebihannya baik
27
Universitas Kristen Petra
untuk kerangka kerja pengendalian biaya maupun cost control function
breakdown structure.
4.2.1.1. Kerangka Kerja Pengendalian Biaya (Cost Control Framework)
4.2.1.1.1 Work Breakdown Structure
Kontraktor A tidak memiliki Work Breakdown Structure (WBS) yang
digunakan sebagai dasar pengendalian biaya. WBS ini tidak dikenal dalam
lingkungan proyek meskipun secara tidak langsung WBS digunakan sebagai dasar
dalam perencanaan jadwal (scheduling) proyek dan Rencana Anggaran Proyek
(RAB) yaitu dengan membagi-bagi pekerjaan dalam scheduling dan RAB menjadi
pekerjaan yang lebih detail namun hal ini belum dilakukan secara sistematis.
Pelaksanaan pengendalian biaya sehubungan dengan WBS seperti
yang dilakukan kontaktor A memiliki kekurangan yaitu bagian pengendalian
biaya tidak dapat mengetahui penggunaan biaya (aktivitas dan lokasi pekerjaan)
pada tiap-tiap elemen biaya secara pasti. Kelemahan yang lain adalah
kemampuan telusur yang rendah karena pembagian pekerjaan tidak dilakukan
secara sistematis dan detail.
4.2.1.1.2. Pengkodean Biaya
Pengkodean biaya pada kontraktor A dilakukan berdasarkan konsep
MUSTIRO. Konsep tersebut adalah konsep pengkodean biaya yang diciptakan
oleh kontraktor A dengan membagi elemen-elemen biaya menjadi 7 elemen
utama.
Kode Biaya Utama Elemen Biaya
M Material
U Upah pekerja
S Subkontraktor
T Peralatan
I Biaya Lain-lain
R Overhead Lapangan
O Overhead Kantor (Pusat)
28
Universitas Kristen Petra
Bentuk pengkodean biaya utama ini digunakan dalam setiap proyek
yang ditangani oleh kontraktor A, namun setiap proyek diberikan kebebasan untuk
menentukan detail masing-masing kode biaya. Kode biaya yang membedakan
antara satu proyek dengan proyek yang lain adalah kode proyek itu sendiri. Kode
proyek untuk proyek di Proyek A ini menggunakan kode 651 dimana kode 6
paling depan berarti proyek gedung dan 2 kode dibelakangnya yaitu 51
menunjukkan nomer urutan proyek serupa.
Pengkodean biaya pada level-level yang lebih kecil dilakukan
berdasarkan kode utama dan diurutkan dari nilai uang tertinggi sampai nilai uang
terendah dari elemen-elemen biaya pada level tersebut., tidak dibedakan menurut
aktivitas pekerjaannya.
Pengkodean biaya yang digunakan dalam proyek ini juga tidak
berhubungan dengan pengkodean akuntansi yang digunakan oleh bagian
keuangan dan kode aktivitas yang digunakan oleh bagian pengedalian jadwal
proyek. Masing-masing bagian memiliki kode-kode yang berbeda dan tidak
berhubungan satu sama lain.
Pengkodean biaya pada kontraktor A ini dapat dikatakan kurang sesuai
dengan tujuan pengkodean biaya karena pengkodean biaya yang dilakukan tidak
sistematis sehingga menyulitkan bagian pengendalian biaya untuk memonitor dan
mengevaluasi biaya yang digunakan dalam proyek. Pengkodean biaya yang
digunakan tidak dapat menunjukkan aktivitas dan lokasi penggunaan elemen-
elemen biaya. Pengkodean biaya yang berlainan antara bagian pengendalian
biaya, bagian keuangan dan bagian pengendalian jadwal proyek seharusnya tidak
dilakukan, karena ketiga bagian ini harus merupakan bagian yang saling
berhubungan satu sama lain dan memiliki pengkodean yang sama atau yang
serupa sehingga mudah dikonversikan satu sama lain untuk mengendalikan
proyek secara keseluruhan. Kode yang berlainan tersebut mengakibatkan
pengendalian diproyek menjadi terhambat dan tidak maksimal, terutama dalam
memasukkan input ke dalam sistem pengendalian biaya. Tabel 4.1. menunjukkan
beberapa pengkodean biaya yang diterapkan pada kontraktor A.
29
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.1. Pengkodean Biaya pada Kontraktor A
Sumber : Pengendalian Biaya Kontraktor A, 2007
4.2.3.1.4. Earned Value Concept
Pelaksanaan earned value concept pada kontraktor A dilakukan
dengan melihat biaya sumber daya secara keseluruhan berdasar material (M),
30
Universitas Kristen Petra
upah pekerja (U), subkontraktor (S), peralatan (T), biaya Lain-lain (I), overhead
lapangan (R), dan overhead kantor pusat (O) untuk keseluruhan proyek.
Anggaran Proyek yang dijadikan dasar untuk BCWS yang digunakan
di lapangan adalah Rencana Anggaran Pelaksanaan Proyek (RAPP) yang
didasarkan dari Rencana Anggaran Biaya yang disetujui oleh owner.
Pengendalian biaya pada kontraktor A dilakukan dengan melihat
volume dan budget total, sisa volume dan sisa budget yang dimiliki untuk
menyelesaikan pekerjaan dan volume dan jumlah uang yang telah
terealisasi/terlaksana (ACWP), dan volume progress. Pengendalian biaya untuk
earned value concept juga dilakukan dengan mengantisipasi pekerjaan tambah
kurang selama proyek berlangsung. Pengendalian terhadap status biaya dan status
akuntansi dari proyek dilakukan setiap seminggu sekali. Bentuk form yang
digunakan untuk pengendalian biaya ada dua macam, yaitu summary untuk 7
elemen biaya utama dan detail untuk masing-masing elemen biaya yang ditelah
dikodekan. Tabel 4.2. menunjukkan bentuk standar pengendalian biaya untuk 7
elemen biaya utama yang dilakukan pada kontraktor A dan Tabel 4.3.
menunjukkan standar pengendalian biaya untuk elemen biaya yang lebih detail
berikut dengan cara perhitungannya. Pelaksanaan earned value concept pada
kontraktor A sudah dapat menunjukkan status akuntansi dan status biaya proyek
tersebut. Status akuntansi dapat diketahui dengan membandingkan nilai anggaran
dengan total pengeluaran proyek seperti yang ditampilan dengan form pada Tabel
4.2. dan Tabel 4.3, sedangkan status biaya dapat dilihat dengan membandingkan
nilai yang dihasilkan kontraktor dari termyn owner (BCWP) dengan pengeluaran
aktual untuk melakukan progress tersebut.
Pelaksanaan earned value yang diterapkan telah digunakan untuk
memprediksi pengeluaran total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek dan
menekan bagian pengendalian jadwal proyek untuk meningkatkan
produktivitasnya apabila terjadi status biaya proyek menunjukkan nilai negatif.
Pengendalian biaya pada kontraktor A yang tidak dilakukan mendetail
sampai ke masing-masing aktivitas kurang tepat karena aktivitas-aktivitas yang
bermasalah tidak dapat dilihat.
31
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.2. Standar Pengendalian Biaya pada Kontraktor A untuk Elemen Biaya Utama
Sumber : Pengendalian Biaya Kontraktor A, 2007
32
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.3. Standar Pengendalian Biaya pada Kontraktor A secara Lebih Detail
Sumber : Pengendalian Biaya Kontraktor A, 2007
33
Universitas Kristen Petra
Pelaksanaan kerangka kerja pengendalian biaya pada kontraktor A
secara keseluruhan yang meliputi WBS, pengkodean biaya dan earned value
concept ditampilkan dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kerangka Kerja Pengendalian Biaya pada Kontraktor A
4.2.1.2. Cost Control Function Breakdown Structure
4.2.1.2.1. Allocating Budget
Pengalokasian budget untuk proyek dilakukan berdasarkan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) yang telah disesuaikan. Keputusan penyesuian RAB
menjadi budget proyek yang digunakan dalam suatu proyek berada dalam
wewenang direktur kantor pusat. Budget untuk lapangan ini disebut dengan
Rencana Anggaran Proyek (RAP). RAP ini tidak langsung digunakan sebagai
budget yang diberikan kepada lapangan, melainkan dilakukan penyesuaian oleh
project manager sehingga menjadi Rencana Anggaran Pelaksanaan Proyek
(RAPP). Nilai RAPP ini berasal dari nilai Rencana Anggaran Proyek (RAP) yang
ditetapkan oleh kantor pusat dan telah diturunkan jumlahnya oleh project
manager untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan biaya karena perubahan harga
atau perubahan material. Nilai RAPP ini lebih rendah dari nilai RAP dengan
34
Universitas Kristen Petra
tujuan agar apabila proyek mengalami pembengkakan biaya, biaya proyek
tersebut masih berada dibawah nilai yang ditetapkan dalam RAP. Besarnya nilai
RAP berasal dari nilai Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek yang telah
disetujui oleh owner, yang dikurangi dengan prosentase tertentu (biasanya ± 5 %)
untuk keuntungan kantor pusat (Gambar 4.1).
Budget lapangan yang digunakan lebih kecil dari RAB dan RAP
sehingga dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Pengalokasian
budget yang dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan
negative yang terjadi di masa yang akan datang, menunjukkan bahwa fungsi
pengendalian biaya telah dilakukan dengan baik dan terencana.
Gambar 4.1. Flowchart RAB menjadi RAPP pada Kontraktor A
Budget proyek yang lebih kecil dari RAB dan RAP membuat personel
proyek merasa bertanggung jawab untuk mengerjakan proyek dengan sebaik-
baiknya karena adanya pemberian incentive dari perusahaan kepada personel
proyek apabila biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari budget yang ditargetkan.
Incentive ini memberikan motivasi untuk para personel, terutama pada personel
pengendalian biaya untuk dapat mengerjakan proyek dengan biaya yang
terkendali dengan baik sehingga pelaksanaan pengendalian biaya dapat dilakukan
35
Universitas Kristen Petra
dengan baik dan dapat menanggulangi terjadinya pembengkakan biaya.
Pemberian incentive dapat menghindarkan terjadinya kecurangan-kecurangan
dalam pelaksanaan proyek karena para personel proyek telah mengetahui dengan
cara bagaimana incentive tersebut dapat diperoleh sehingga para personel proyek
bekerja sama untuk menekan biaya konstruksi menjadi sekecil mungkin dengan
meningkatkan produktivitas mereka.
4.2.1.2.2. Monitoring Cost
Proses monitoring terhadap biaya yang dikeluarkan dilakukan setiap
satu minggu sekali, namun hanya dimonitor dan dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan secara keseluruhan. Proses monitoring dilakukan langsung oleh
bagian pengendalian biaya bersama-sama dengan bagian keuangan. Bagian
pengendalian biaya dalam struktur organisasi pada kontraktor A ini membawahi
bagian keuangan.
Monitoring terhadap biaya aktual material dilakukan dengan
melakukan pengecekan volume melalui Surat Permintaan Pengadaan (SPP) dan
pengecekan harga dengan Order Pembelian (OP). Biaya yang telah dikeluarkan
secara aktual (ACWP) tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai progress
aktual yang telah dikalikan dengan nilai kontrak (BCWP). Nilai progress aktual
adalah kuantitas di lapangan yang telah terpasang dan digunakan untuk
melakukan penagihan terhadap pembayaran owner. Penerbitan SPP yang
dilakukan oleh pelaksana, dikendalikan dengan persetujuan berupa tanda tangan
dari engineering, bagian pengendalian biaya, site manager dan project manager.
Pengendalian yang dilakukan secara bertahap ini sangat berguna untuk
menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengadaan
yang tidak semestinya, dengan demikian pengendalian terhadap biaya proyek
dapat lebih terkendali. Pengendalian biaya proyek untuk biaya upah dan
subkontraktor dilakukan dengan membandingkan antara Surat Perintah Kerja
(SPK) Pekerjaan Pemborongan yang dimiliki mandor dan subkontraktor dengan
Opname Pekerjaan dari mandor dan subkontraktor. Dalam SPK dan opname dapat
diketahui volume pekerjaan dan biaya sesuai budget dan yang telah dilakukan di
lapangan (progress).
36
Universitas Kristen Petra
Proses monitoring yang dilakukan secara berkala setiap minggu sekali
dapat digunakan untuk menganalisa status biaya proyek sehingga pembengkakan
biaya yang terjadi dapat ditanggulangi dengan cepat. Proses monitoring yang
dilakukan dengan menghitung progress secara keseluruhan kemudian digunakan
untuk monitoring progress tiap elemen biaya tidak dapat memberikan gambaran
secara tepat karena progress tiap elemen biaya yang satu dengan yang lain belum
tentu sama.
4.2.1.2.3. Analyzing Cost Status
Analisa terhadap status biaya proyek dilakukan berdasarkan hasil
monitoring. Analisa yang dilakukan hanya dapat menunjukkan status biaya
proyek untuk elemen biaya utama secara total, tanpa mengetahui secara pasti
status elemen biaya proyek secara mendetail. Analisa terhadap status biaya proyek
dilakukan dengan membandingkan progress proyek dan biaya aktual yang
dikeluarkan, sehingga pihak pengendalian biaya dapat mengetahui BCWP dan
ACWP dari proyek tersebut pada suatu periode tertentu. Progress proyek saat
dilakukan analisa dilakukan dengan memonitor secara langsung di lapangan dan
dibandingkan dengan schedule proyek.
Analisa terhadap status proyek yang dilakukan oleh bagian
pengendalian biaya memiliki banyak kelemahan terutama karena tidak dapat
dilakukannya analisa secara mendetail terhadap status masing-masing elemen
proyek. Perhitungan progress proyek pun tidak akurat karena hanya berdasarkan
persentase total saja, bukan persentase masing-masing elemen biaya, padahal pada
kenyataannya progress pada masing-masing elemen biaya tidak sama antara yang
satu dengan yang lain. Analisa BCWP juga sudah dilakukan oleh bagian
pengendalian biaya proyek untuk mengetahui status proyek secara keseluruhan
dan sisa biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan, namun hal
itu juga dilakukan secara keseluruhan.
4.2.1.2.4. Reporting Cost Status
Laporan untuk status biaya proyek tidak dilakukan oleh bagian
pengendalian biaya. Bagian pengendalian biaya pada proyek di kontraktor A ini
37
Universitas Kristen Petra
hanya melaporkan status akuntansi proyek, yaitu jumlah biaya yang telah
dikeluarkan dan dibandingkan dengan budget yang ditargetkan. Analisa BCWP
yang memberikan gambaran mengenai status biaya proyek tidak dilaporkan oleh
bagian pengendalian biaya kepada kantor pusat, melainkan hanya digunakan
untuk analisa intern bagian pengendalian biaya.
Jalannya pelaporan status biaya proyek dimulai dari bagian pengendali
proyek lalu harus ditanda tangani oleh site manager, dan oleh project manager.
Filtering dari level proyek ke level kantor pusat dilakukan oleh project manager
sehingga yang berwenang untuk memutuskan data yang perlu dikirim ke kantor
pusat adalah kebijakan project manajer.
Fungsi reporting cost status pada kontraktor A secara keseluruhan
dapat dikatakan masih belum berfungsi dengan benar. Hal ini disebabkan karena
bagian pengendalian biaya pada kantor pusat tidak memiliki laporan yang jelas
mengenai status biaya pada proyek-proyek yang ditanganinya, melainkan hanya
mengetahui status akuntansi proyek saja. Analisa earned value melalui analisa
BCWP seharusnya tidak menjadi konsumsi intern bagian pengendalian biaya di
lapangan/proyek saja, melainkan harus dilaporkan ke bagian pengendalian biaya
di kantor pusat sehingga proyek tidak seolah-olah berjalan sendiri tanpa
koordinasi yang baik dengan kantor pusat. Laporan terhadap status proyek
sebaiknya dibuat dengan jelas dan terstruktur dengan baik sehingga memudahkan
para manager proyek untuk mengambil keputusan dan apabila terjadi kesalahan
dapat melakukan tindakan perbaikan.
4.2.1.2.5. Decision Making and Correcting Actions
Laporan mengenai status akuntansi dan laporan mengenai keadaan
biaya di proyek dijadikan dasar untuk melakukan tindakan perbaikan terhadap
pembengkakan biaya proyek di kontraktor A. Langkah perbaikan apabila terjadi
pembengkakan biaya yang biasa dilakukan oleh bagian pengendalian biaya di
proyek adalah dengan menutupnya dengan anggaran biaya untuk elemen biaya
lain, sehingga secara keseluruhan proyek tidak terjadi pembengkakan biaya. Hal
itu dilakukan sebab di kontraktor A apabila harga sudah melebihi budget (ditandai
dengan warna merah), maka akan terjadi kesulitan dalam meminta uang untuk
38
Universitas Kristen Petra
biaya selanjutnya dari kantor pusat. Pembengkakan biaya yang tidak dapat
ditanggulangi lagi oleh bagian pengendalian biaya proyek di lapangan, dilaporkan
kepada kantor pusat sehingga dapat dilakukan revisi terhadap budget yang
diberikan (Gambar 4.2).
Fungsi correcting action pada pengendalian biaya di kontraktor A ini
dikatakan kurang baik, karena pengendalian biaya yang dilakukan dengan
menggunakan alokasi budget untuk elemen biaya lain untuk menutup
pembengkakan biaya tidak dapat menyelesaikan masalah dengan tepat.
Gambar 4.2. Cara Mengoreksi Biaya Aktual Pada Kontraktor A
Correcting action seperti itu tidak menyelesaikan masalah namun
hanya akan menimbulkan masalah yang sama dikemudian hari karena akan
mempengaruhi dalam proses post evaluatingnya karena nilai aktualnya tidak
sesuai dengan kenyataan di lapangan. Perbaikan terhadap cost overrun seharusnya
dilakukan dengan koreksi pada material yang bersangkutan, dan yang lebih baik
lagi harus dikoreksi terhadap masing-masing aktivitas sehingga tidak
mengakibatkan efek yang besar untuk pekerjaan yang selanjutnya.
4.2.1.2.6. Project Post Evaluating
Hasil dari pengendalian biaya setelah proyek selesai merupakan
historical data yang disimpan di bagian pengendalian biaya di lapangan selama 3
bulan sebelum disimpan di kantor pusat. Data-data yang diperoleh selama masa
konstruksi proyek di kontraktor A biasanya tidak dianalisa lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pengendalian biaya untuk pelaksanaan proyek secara keseluruhan,
karena data yang berada pada kantor pusat hanya merupakan data mengenai
39
Universitas Kristen Petra
jumlah uang yang dikeluarkan selama proyek saja dan tidak ada data mendetail
mengenai tiap-tiap elemen biaya proyek. Kantor pusat hanya dapat mengevalusi
apakah total biaya yang dikeluarkan melebihi budget yang ditetapkan, dan apakah
perusahaan mengalami kerugian ata kekurangan selama pengerjaan proyek.
Historical data mengenai pelaksanaan proyek yang sebenarnya, hanya akan
dimengerti oleh bagian pengendalian biaya pada proyek, tanpa berlanjut ke kantor
pusat. Hal itu disebabkan karena tidak semua data mengenai pengendalian biaya
yang dilakukan oleh bagian pengendalian biaya pada proyek disimpan sebagai
data base di kantor pusat.
Evaluasi setelah proyek selesai yang akan dilaksanakan saat proyek
selesai, kurang efektif dalam pelaksanaannya karena tidak akan memberikan
masukan yang banyak mengenai pelaksanaan proyek tersebut. Data pengendalian
biaya secara keseluruhan total biaya tidak dapat menilai pelaksanaan proyek
secara detail dan tepat. Bagian pengendalian biaya di lapangan dan di kantor pusat
sebaiknya memiliki sistem pengendalian biaya yang terpadu dan terintegrasi
sehingga pengendalian biaya yang dilakukan selama proyek berjalan dapat
terpantau dengan baik dan setelah proyek selesai dapat digunakan sebagai
historical data base yang memberikan banyak masukan untuk kelangsungan
proyek-proyek berikutnya.
Pelaksanaan keenam fungsi dalam cost control function breakdown
structure pada kontraktor A secara keseluruhan ditampilkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Cost Control Function Breakdown Structure Kontraktor A
40
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.5. Cost Control Function Breakdown Structure Kontraktor A (sambungan)
4.2.2. Pelaksanaan Pengendalian Biaya pada Kontraktor B
Pelaksanaan pengendalian biaya pada kontraktor B diketahui dengan
wawancara dengan bagian pengendalian biaya. Pelaksanaan pengendalian biaya
pada kontraktor B dilihat berdasarkan kerangka kerja pengendalian biaya dan cost
control function breakdown structure. Penerapan pengendalian biaya pada
kontraktor B dianalisa baik untuk kekurangan dan kelebihannya.
4.2.2.1. Kerangka Kerja Pengendalian Biaya
4.2.2.1.1 Work Breakdown Structure
Kontraktor B tidak memiliki bentuk WBS yang secara khusus dibuat
berupa diagram, namun dalam penyusunan jadwal telah ada pemikiran mengenai
WBS, yaitu dengan membagi item-item pekerjaan menjadi item-item pekerjaan
tiap lantai dan tiap zona. Pembagian item-item pekerjaan yang digunakan dalam
jadwal proyek dilakukan untuk mempermudah pengendalian jadwal proyek..
Pembagian item-item pekerjaan dalam penyusunan jadwal juga dijadikan dasar
untuk melakukan pengendalian biaya di lapangan, meskipun tidak dilakukan
secara detail dan menyeluruh.
41
Universitas Kristen Petra
Pembagian item-item pekerjaan berdasarkan zona dan lantai dijadikan
dasar untuk melakukan pengendalian biaya upah mandor, sedangkan untuk
elemen-elemen biaya lain yang digunakan di proyek yaitu subkontraktor,
preliminary dan material, pengendalian biaya tidak dilakukan berdasarkan
pembagian item-item pekerjaan namun secara global untuk keseluruhan biaya
yang telah dikeluarkan untuk proyek tersebut. Pengendalian biaya dengan
mengetahui kegunaaan material secara spesifik menurut lokasi penggunaannya
(lantai, area maupun aktivitas pekerjaan) tidak diketahui secara pasti. Bagian
pengendalian biaya tidak dapat mengetahui apakah material tersebut telah
digunakan sesuai dengan kebutuhan mandor yang diminta, dengan jumlah yang
tidak melebihi progress yang saat itu sedang dilakukan. Pengendalian biaya
proyek yang dilakukan oleh kantor pusat, juga dilakukan secara global tanpa
mengetahui pembagian elemen-elemen pekerjaan secara lebih detail.
Bentuk pengendalian biaya yang dilakukan pada kontraktor B ini
kurang baik karena tidak dilakukan berdasarkan WBS, padahal penyusunan WBS
merupakan hal yang penting untuk mengendalikan proyek, baik jadwal maupun
biaya proyek. Tidak adanya WBS dalam suatu proyek, terutama proyek yang
besar menyebabkan pengendalian biaya tidak dapat dilakukan secara optimal,
bagian pengendalian biaya di lapangan maupun di kantor pusat tidak dapat
melakukan monitoring secara terpadu dan akurat mengenai pelaksanaan biaya
proyek sehingga kemungkinan adanya pembengkakan biaya hanya dapat
diketahui jumlahnya, namun tidak diketahui sebab terjadinya. Pengendalian biaya
secara global yang dilakukan untuk sebagian besar elemen biaya utama dalam
proyek ini memungkinkan terjadinya pembengkakan biaya yang besar, yang
diketahui pada saat pembengkakan biaya tersebut sudah terlambat, sehingga
upaya untuk melakukan langkah perbaikan semakin berat.
4.2.2.1.2. Pengkodean Biaya
Pengkodean biaya pada kontraktor B dilakukan dengan membagi
elemen biaya dalam proyek menjadi 4 elemen utama yaitu subkontraktor,
preliminary, material dan upah. Preliminary menunjukkan biaya overhead yang
42
Universitas Kristen Petra
dikeluarkan untuk proyek tersebut dan mencakup biaya peralatan yang digunakan
pada proyek tersebut.
Kode Biaya Utama Elemen Biaya
S Subkontraktor
P Preliminary
M Material
U Upah pekerja
Pengkodean biaya untuk level yang lebih detail dilakukan berdasarkan 4
elemen biaya ini dan dilakukan dengan penyusunan secara acak tanpa melihat
pembagian tiap lantai, zona dan aktivitas pekerjaan. Penyusunan pengkodean
biaya hanya diurutkan ke bawah dengan dua digit angka saja, di mana kode biaya
yang lebih detail tersebut tidak menunjukkan arti apapun kecuali elemen biaya
tersebut. Pengkodean biaya untuk material hanya dilakukan untuk material-
material utama yaitu material-material yang banyak digunakan di proyek dan
memiliki nilai rupiah yang cukup tinggi saja, sedangkan material-material lainnya
dimasukkan dalam pengkodean biaya material lain-lain. Bentuk pengkodean biaya
untuk kontraktor B dapat dilihat pada Tabel 4.6
Pelaksanaan pengkodean biaya Kontraktor B tidak dilaksanakan pada
semua proyek. Kode biaya yang ada hanya merupakan standar yang belum tentu
dilakukan oleh semua proyek. Proses monitoring untuk masing-masing proyek
yang ditangani tidak dilakukan berdasarkan pengkodean biaya standar yang telah
ditetapkan melainkan hanya menggunakan budget proyek (RAP) sebagai dasar
untuk mengendalikan biaya yang telah dikeluarkan selama proyek berlangsung.
Kode biaya dan kode akuntansi yang digunakan juga berbeda. Gambar 4.3.
menunjukkan perbedaan pengkodean biaya yang dipakai di suatu proyek dan yang
telah disediakan oleh kantor pusat yang kebetulan digunakan dalam opname
mandor.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh bagian pengendalian biaya pada
Kontraktor B ini sehubungan dengan pengkodean biaya adalah anggapan bahwa
pengendalian biaya dengan pengkodean yang dilakukan secara detail memerlukan
43
Universitas Kristen Petra
waktu yang relatif lama dengan usaha yang cukup besar dalam pelaksanaannya
terutama apabila dilakukan secara manual seperti yang saat ini terjadi.
Sumber : Pengendalian Biaya Kontraktor B, 2007
Gambar 4.3. Perbedaan Pengkodean Biaya di Kontraktor B dan Proyeknya
Pengkodean biaya pada kontraktor B ini kurang baik karena tidak
dilakukan secara sistematis dan terperinci dengan membagi menurut elemen-
elemen pekerjaan seperti yang ada dalam pemikiran mengenai WBS, padahal
pengkodean biaya yang terintegrasi dengan WBS dapat mempermudah
pengendalian biaya dan jadwal proyek secara bersamaa. Pengkodean biaya pada
kontraktor B tidak dapat menunjukkan aktivitas dan lokasi penggunaan biaya.
Pengkodean biaya biaya pada kontraktor B yang kurang terintegrasi antara kantor
pusat dan proyek, menyebabkan kantor pusat tidak dapat melakukan monitoring
terhadap pelaksanaan biaya di proyek, sehingga transparansi antara kantor pusat
dan proyek tidak dapat terjadi dengan baik. Kantor pusat seharusnya
melaksanakan sistem pengkodean biaya yang standar untuk proyek-proyek yang
ditanganinya sehingga dengan mudah dapat dilakukan pengendalian biaya yang
terpadu dengan pengendalian biaya di proyek. Kode akuntansi dan kode biaya
44
Universitas Kristen Petra
yang digunakan oleh Kontraktor B juga harus saling terkait satu sama lain,
sehingga mempermudah koordinasi di semua bagian.
Tabel 4.6. Pengkodean Biaya pada Kontraktor B
Sumber: Pengendalian Biaya Kontraktor B, 2007
4.2.2.1.3. Earned Value Concept
Pelaksanaan earned value concept pada kontraktor B masih belum
dilakukan secara tepat dan benar. Pelaksanaan pengendalian biaya pada kontraktor
B dilakukan setiap bulan dengan membandingkan antara biaya aktual total yang
dikeluarkan dengan budget proyek, tanpa mengetahui kuantitas untuk biaya yang
telah dikeluarkan tersebut sehingga hanya diketahui status akuntansi secara
keseluruhan. Status akuntansi proyek diketahui dengan membandingkan antara
budget RAP (Rencana Anggaran Pelaksanaan) dengan biaya yang telah
45
Universitas Kristen Petra
dikeluarkan secara aktual (Tabel 4.7). Pelaksanaan pengendalian biaya pada
kontraktor B tidak dapat mengetahui status biaya proyek pada suatu periode
tertentu, karena tidak diikutsertakannya perhitungan kuantitas dalam pengendalian
biaya sehingga tidak dapat diketahui perbandingan kuantitas pada progress proyek
dan budget. Perhitungan kuantitas pada progress pekerjaan, sebenarnya sudah
dimonitor dan dicatat namun tidak digunakan dalam pengendalian biaya proyek,
hanya digunakan untuk monitoring schedule saja.
Pengendalian biaya yang dilakukan pada kontraktor B ini tidak dapat
mengetahui elemen biaya mana yang secara detail menyebabkan permasalahan
biaya karena pengendalian biaya hanya dilakukan dengan melihat jumlah total
saja. Hubungan antara biaya yang telah dikeluarkan dengan progress pelaksanaan
proyek di lapangan juga tidak dapat diketahui karena bagian pengendalian biaya
pada kontraktor B tidak mengetahui alokasi biaya yang telah dikeluarkan. Biaya
yang dikeluarkan dapat lebih besar dari progress yang dicapai, yang antara lain
disebabkan karena penumpukan material yang seharusnya belum diperlukan.
Proyeksi biaya proyek yang akan dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek
tersebut juga tidak dapat diketahui dengan baik oleh bagian pengendalian biaya.
Status biaya proyek yang dihitung dengan earned value concept masih belum
dilakukan pada kontraktor B ini sehingga tidak dapat diketahui apakah proyek
overrun, underrun ataupun within budget.
Rencana penerapan sistem pengendalian biaya dengan earned value concept
sebenarnya sudah mulai dibicarakan dan disusun untuk perusahaan yang
menangani kontraktor B ini namun masih sebatas teori pengendalian biaya dan
belum dilakukan secara nyata di proyek, meskipun pihak pengendalian biaya pada
kontraktor B sudah memiliki kesadaran bahwa earned value concept merupakan
bentuk kerangka pengendalian biaya yang secara efektif dapat memonitor dan
mengendalikan biaya proyek.
Pelaksanaan kerangka kerja pengendalian biaya pada kontraktor B
secara keseluruhan yang meliputi WBS, pengkodean biaya dan earned value
concept ditampilkan dalam Tabel 4.8.
46
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.7. Perhitungan Status Akuntasi Kontraktor B
Sumber : Pengendalian Biaya Kontraktor B, 2007.
47
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8. Pelaksanaan Kerangka Kerja Pengendalian Biaya pada Kontraktor B
4.2.2.2.Cost Control Function Breakdown Structure
4.2.2.2.1. Allocating Budget
Budget proyek yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan
monitor terhadap pengeluaran biaya di lapangan dilakukan berdasarkan Rencana
Anggaran Proyek (RAP) yang telah disesuaikan dari Rencana Anggaran Biaya
(RAB). Nilai RAP ini merupakan nilai Rencana Anggaran Biaya yang disetujui
oleh owner dikurangi dengan prosentasi tertentu yang ditetapkan oleh kantor
pusat. Nilai RAP telah meliputi biaya overhead lapangan dan kontribusi proyek ke
kantor pusat. Selisih antara RAP dan RAB merupakan profit untuk perusahaan,
dan dijadikan cadangan untuk menutup pembengkakan biaya apabila biaya proyek
melebihi RAP. Besarnya RAB biasanya lebih besar dari nilai RAP yang
digunakan di lapangan, namun kadang kala di kontraktor B ini, nilai RAP lebih
48
Universitas Kristen Petra
besar dari nilai RAB yaitu pada proyek-proyek promosi yang digunakan tidak
untuk mencari keuntungan tetapi untuk mendapatkan customer, menaikkan pasar
dan meningkatkan nilai jual perusahaan di mata masyarakat dengan melakukan
pekerjaan dengan prestise yang tinggi. Nilai RAP yang digunakan sebagai dasar
budget untuk melaksanakan proyek tersebut telah disepakati bersama antara
kantor pusat dan project manager untuk proyek tersebut. Gambar 4.4.
menunjukkan perubahan dari RAB ke RAP pada proyek di kontraktor B.
Gambar 4.4. Flowchart RAB menjadi RAP pada Kontraktor B
Tabel 4.9. menunjukkan RAP yang digunakan dalam proyek di kontraktor B, yang
dibedakan untuk pekerjaan bangunan dan pekerjaan-pekerjaan tambahan dalam
proyek.
Tabel 4.9. RAP pada Kontraktor B
Sumber : Pengendalian Biaya Kontraktor B, 2007.
49
Universitas Kristen Petra
4.2.2.2.2. Monitoring Cost
Monitoring terhadap biaya proyek dilakukan oleh bagian pengendalian
biaya setiap satu bulan sekali. Pelaksanaan monitoring ini dilakukan hanya
memberikan gambaran mengenai status akuntansi proyek per elemen biaya utama
secara keseluruhan, dan tidak dapat memberikan gambaran mengenai nilai hasil/
status biaya dari pelaksanaan proyek tersebut, karena monitoring yang dilakukan
hanya melihat jumlah aktual total elemen biaya saja. Monitoring untuk biaya upah
pekerja dilakukan berdasarkan hasil opname mandor. Jangka waktu monitoring
dan opname pada kontraktor B berbeda. Monitoring dilakukan setiap satu bulan
sekali, sedangkan opname dilakukan setiap dua minggu sekali. Pelaksanaan
opname dan monitoring biaya yang dilakukan secara berbeda ini memiliki
kelemahan yaitu tidak dapat segera dilakukan pengendalian apabila terdapat
pembengkakan biaya upah karena terlalu jauhnya selisih waktu antara opname
dan monitoring.
4.2.2.2.3. Analyzing Cost Status
Analisa mengenai status akuntansi pada kontraktor B, yaitu
perbandingan antara pengeluaran total dan budget total dilakukan secara manual,
meskipun kontraktor B sudah memiliki software untuk mempermudah
pengendalian biaya. Alasan kontraktor B tidak menggunakan software adalah
karena keterbatasan sumber daya manusia, meskipun bagian pengendalian biaya
pada kontraktor B sudah merasa bahwa penggunaan software akan sangat
membantu mereka dalam melaksanaakan kegiatan pengendalian biaya.
Analisa mengenai perbandingan antara biaya aktual dan biaya budget
dilakukan untuk elemen biaya utama secara keseluruhan, tanpa mengetahui detail
masing-masing elemen biaya. Elemen biaya yang dapat dianalisa secara detail
hanya elemen biaya upah pekerja, hal ini disebabkan karena dalam analisa
mengenai upah pekerja dapat didasarkan dari bukti opname mandor.
Analisa yang dilakukan dengan melihat status akuntansi saja seperti
yang dilakukan di kontraktor B kurang tepat karena tidak dapat memerikan
gambaran mengenai status biaya proyek, apakah proyek masih dalam keadaan
within budget, under budget atau malah mengalami overrun (pembengkakan
50
Universitas Kristen Petra
biaya). Analisa untuk masing-masing elemen biaya secara lebih detail sebaiknya
dilakukan untuk proyek besar seperti kontraktor B ini, agar biaya yang digunakan
dapat dikendalikan semaksimal mungkin. Software pengendalian biaya sebaiknya
disosialisasikan untuk pengendalian biaya, dengan mengkoordinasikan dengan
bagian pengendalian biaya di kantor pusat, sehingga setiap elemen biaya dapat
dikendalikan dengan baik, teratur dan terintegrasikan.
4.2.2.2.4. Reporting Cost Status
Laporan mengenai keadaan biaya pada kontraktor B hanya dilakukan
apabila terjadi masalah dalam proyek.. Laporan pengendalian biaya yang
dilakukan oleh bagian pengendalian biaya di lapangan hanya digunakan untuk
konsumsi lapangan saja, tidak digunakan untuk memberikan laporan kepada
kantor pusat. Laporan pengendalian biaya secara detail hanya dilaporkan kepada
kantor pusat apabila pengeluaran proyek telah melebihi budget yang ditetapkan
dan bagian lapangan (proyek) meminta revisi terhadap budget dari kantor pusat.
Laporan keadaan biaya dan keuangan yang tidak dilaporkan ke kantor
pusat secara berkala, mengenai pelaksanaan pengendalian biaya di proyek
menyebabkan bagian pengendalian biaya kantor pusat tidak mengetahui kondisi
proyek secara tepat dan mendetail. Laporan biaya yang dibuat oleh bagian
pengendalian biaya di lapangan sebaiknya diteruskan pada bagian pengendalian
biaya dikantor pusat untuk kemudian disusun laporan dengan tingkat kedetailan
yang berbeda untuk masing-masing level manajemen..
4.2.2.2.5. Decision Making and Correcting Actions
Pembuatan keputusan terhadap pelaksanaan proyek pada kontraktor B
dilakukan berdasarkan laporan status akutansi proyek. Apabila keadaan akuntasi
proyek menunjukkan nilai negatif, dimana pengeluaran total lebih besar dari
pengeluaran pada budget untuk suatu periode waktu tertentu, maka pihak kantor
pusat dan project maneger proyek melakukan rapat bersama untuk mengambil
keputusan mengenai kelangsungan proyek tersebut. Langkah perbaikan yang
dilakukan berdasarkan laporan mengenai status akuntansi yang tersedia tidak
dapat memberikan banyak masukan dalam pengambilan keputusan karena tidak
51
Universitas Kristen Petra
menunjukkan status biaya proyek (progress proyek untuk masing-masing elemen
biaya tidak dapat diketahui).
Langkah perbaikan terhadap pembengkakan biaya atau masalah lain
sehubungan dengan biaya seharusnya dilakukan berdasarkan laporan status biaya
dari bagian pengendalian biaya. Langkah perbaikan terhadap pengendalian biaya
dapat dilakukan secara efektif apabila dalam pelaksanaannya sudah tersedia
laporan yang detail mengenai status setiap elemen biaya proyek, sehingga langkah
perbaikannya dapat dilakukan pada elemen biaya proyek yang kritis atau
menyebabkan overrun.
4.2.2.2.6. Project Post Evaluating
Evaluasi pasca konstruksi pada kontraktor B hanya dapat memberikan
gambaran mengenai rugi atau untung proyek Hal ini disebabkan karena
pengendalian biaya yang dilakukan pada kontraktor B hanya melihat secara total
biaya saja, tidak melakukan pengendalian secara mendetail. Hasil evaluasi
tersebut hanya disimpan saja tanpa digunakan sebagai masukan untuk perbaikan
system pengendalian biaya pada proyek selanjutnya.
Data pengendalian biaya proyek untuk pelaksanaan konstruksi proyek
di kontraktor B secara keseluruhan sebaiknya dievaluasi dalam jangka waku yang
tidak terlalu lama dari penyelesaian proyek dan disimpan di kantor pusat sebagai
historical database untuk masukan untuk proyek selanjutnya.
Pelaksanaan keenam fungsi dalam cost control function breakdown
structure pada kontraktor B secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Cost Control Function Breakdown Structure Kontraktor B
52
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10. Cost Control Function Breakdown Structure Kontraktor B (sambungan)
4.2.3. Pelaksanaan Pengendalian Biaya pada Kontraktor C
Pelaksanana Pengendalian Biaya pada Kontraktor C dilakukan dengan
wawancara dengan bagian pengendalian biaya proyek. Pelaksanaan pengendalian
biaya pada kontraktor C dilihat berdasarkan kerangka kerja pengendalian biaya
dan cost control function breakdown structure. Penerapan pengendalian biaya
pada kontraktor C dianalisa baik untuk kekurangan dan kelebihannya.
4.2.3.1.Kerangka Kerja Pengendalian Biaya (Cost Control Framework)
4.2.3.1.1.Work Breakdown Structure
Kontraktor C tidak memiliki Work Breakdown Structure (WBS) secara
riil, tetapi dalam pelaksanaan pembentukan pengkodean biaya dan menyusunan
jadwal pekerjaan, prinsip WBS telah sedikit dilaksanakan. Hal ini tampak dari
adanya pembagian-pembagian pekerjaan dalam pengkodean biayanya, misalnya
adanya pengkodean untuk pembagian pekerjaan bata menjadi pekerjaan plesteran.
Bentuk pengendalian biaya untuk elemen biaya yang dilakukan pada
proyek ini adalah dengan melakukan pembagian kelompok menjadi upah pekerja,
53
Universitas Kristen Petra
material, subkontraktor, alat, dan bagian umum. Pembagian elemen-elemen biaya
ini diseragamkan antara kantor pusat dan proyek-proyek yang ditangani.
Pembagian elemen biaya proyek dan pembagian pekerjaan-pekerjaan
proyek mempermudah bagian pengendalian biaya untuk mencari penyebab
terjadinya masalah apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai antara kenyataan
dilapangan dengan laporan atau estimasi biaya, meskipun belum sempurna dalam
pelaksanaannya karena tidak adanya WBS yang jelas dan sistematis.
4.2.3.1.2. Pengkodean Biaya
Pengkodean Biaya pada Kontraktor C dibagi menjadi 5 kode elemen
biaya pokok, yaitu Upah Pekerja, Material, Subkontraktor, Alat dan Bagian
Umum.
Kode Biaya Utama Elemen Biaya
501 Upah Pekerja
502 Material
503 Subkontraktor
504 Peralatan
511 Biaya Umum
Pengkodean biaya yang dilakukan diseragamkan dari kantor pusat, sehingga
antara satu proyek dengan proyek yang lain memiliki pengkodean biaya yang
sama. Pengkodean biaya yang diterapkan juga menggabungkan antara paket
pekerjaan dengan elemen biaya untuk pekerjaan tersebut, misalnya untuk biaya
upah pekerja dalam pekerjaan plesteran digunakan kode biaya 501-1100, di mana
501 menunjukkan elemen biaya upah pekerja dan kode 1100 menunjukkan paket
pekerjaan plesteran.
Pelaksanaan pengkodean biaya pada kontraktor C yang diseragamkan
oleh kantor pusat memberikan kemudahan bagi kantor pusat untuk melakukan
pengendalian biaya pada masing-masing proyek. Pengkodean biaya diseragamkan
melalui sistem online, di mana bagian pengendalian biaya pada tiap-tiap proyek
memasukkan data pelaksanaan biaya aktual proyek pada sistem online perusahaan
54
Universitas Kristen Petra
itu. Pengkodean biaya dalam sistem online ini masih memiliki kelemahan karena
tidak memungkinkan adanya penambahan breakdown terhadap elemen biaya,
sehingga setiap biaya yang tidak masuk ke dalam kode biaya yang tersedia, hanya
dapat dimasukkan sebagai pengeluaran lain-lain. Hal ini menyebabkan biaya yang
masuk sebagai pengeluaran lain-lain tidak dapat diketahui secara detail
penggunaannya.
Pengkodean biaya yang dilakukan pada kontraktor C ini juga masih
kurang sempurna karena pembagian paket-paket pekerjaan tidak dilakukan secara
sistematis dan detail berdasarkan WBS. Pengkodean biaya antara bagian
pengendalian biaya kontraktor C dan bagian akuntansi sama sehingga
mempermudah dalam melakukan koordinasi.
4.2.3.1.3. Earned Value Concept
Pelaksanaan earned value concept pada kontraktor C tidak
dilaksanakan dengan baik. Pengendalian biaya pada kontraktor C hanya dilakukan
secara keseluruhan tanpa melihat jadwal untuk masing-masing aktivitas, yaitu
melihat sumber daya secara keseluruhan berdasar upah pekerja, material,
subkontraktor, peralatan dan biaya umum. Pengendalian biaya hanya dilakukan
dengan membandingkan apakah jumlah cash flow proyek dengan jumlah anggaran
pelaksanaan proyek (RAP) saja.
Pengendalian terhadap status akuntansi proyek dilakukan setiap dua
minggu sekali. Tidak adanya pelaksanaan Earned Value Concept yang dapat
mengetahui status biaya proyek pada suatu periode tertentu, menyebabkan proyek
tidak dapat mengatur biayanya dengan baik dan tidak dapat mengetahui secara
pasti sumber pembengkakan biaya yang mungkin terjadi.
Pelaksanaan kerangka kerja pengendalian biaya pada kontraktor C secara
keseluruhan yang meliputi WBS, pengkodean biaya dan earned value concept
ditampilkan dalam Tabel 4.11.
55
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.11. Pelaksanaan Kerangka Kerja Pengendalian Biaya pada Kontraktor C
4.2.3.2. Cost Control Function Breakdown Structure
4.2.3.2.1. Allocating Budget
Pengalokasian budget untuk proyek dilakukan berdasarkan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) yang telah disesuaikan. Budget proyek yang digunakan
di lapangan adalah Rencana Anggaran Proyek (RAP). Nilai RAP yang digunakan
sebagai anggaran di proyek telah diturunkan 7-10% dari nilai RAB. Nilai RAB
merupakan nilai kontrak yang telah disepakati oleh kantor pusat dan owner.
Gambar 4.5 menunjukkan perubahan dari RAB menjadi RAP.
Budget lapangan yang digunakan lebih kecil dari RAB digunakan
untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dalam proyek, misalnya
kenaikan harga material. Pengalokasian budget yang dilakukan oleh kantor pusat
pada proyek-proyeknya hanya berupa daftar saja, tidak dalam bentuk uang secara
riil. Alokasi budget proyek kemudian disebar ke tiap-tiap elemen biaya proyek
untuk selanjutnya dibayarkan ke masing-masing penanggung jawab elemen biaya
proyek.
56
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.5. Flowchart RAB menjadi RAP pada Kontraktor C
4.2.3.2.2. Monitoring Cost
Proses monitoring terhadap biaya yang dikeluarkan dilakukan setiap
dua minggu sekali, namun hanya dimonitor terhadap biaya elemen biaya utama
yang dikeluarkan secara keseluruhan yaitu jumlah cash flow proyek dan jumlah
RAP yang telah dikeluarkan pada periode tersebut. Proses monitoring dilakukan
langsung oleh bagian pengendalian biaya bersama-sama dengan bagian keuangan.
Monitoring terhadap biaya actual proyek dilakukan dengan prosedur-prosedur
berupa SOP (Standard Operating Procedures) untuk masing-masing elemen
biaya. SOP yang diterapkan dengan baik dalam proyek ini sangat membantu
bagian pengendalian biaya untuk dapat mengalokasikan budget sesuai kebutuhan
yang sebenarnya dalam proyek.
Monitoring biaya proyek dilakukan secara berkesinambungan antara
bagian pengendalian biaya dan bagian akuntansi. Bagian pengendalian biaya pada
proyek ini memonitor jumlah biaya yang harus dikeluarkan dalam satu hari dan
mengontrol kesesuaian antara produksi yang dihasilkan dan jumlah biaya yang
harus dilakukan. Bagian akuntasi mengecek jumlah uang yang akan dibayarkan
pada penanggung jawab setiap elemen biaya dan melakukan kegiatan-kegiatan
administrasi.
Pembayaran terhadap pekerjaan yang dilakukan di proyek berada dalam
wewenang bagian pengendalian biaya di kantor pusat. Bagian pengendalian biaya
di kantor pusat melakukan pembayaran pada masing-masing penanggung jawab
elemen biaya dengan menyetorkannya secara langsung ke rekening masing-
masing penanggung jawab elemen biaya proyek. Adapun penanggung jawab
57
Universitas Kristen Petra
elemen biaya proyek adalah mandor untuk elemen biaya upah pekerja, supplier
untuk elemen biaya bahan, subkontraktor untuk elemen biaya subkontraktor, dan
manajer keuangan proyek untuk elemen biaya peralatan dan bagian umum.
Pembayaran yang secara langsung dilakukan oleh kantor pusat ini, dapat
digunakan untuk mempermudah monitoring terhadap pengeluaran biaya di proyek
karena proyek hanya memegang keuangan untuk peralatan dan bagian umum
sehingga penyelewengan terhadap budget dan manipulasi terhadap pelaksanaan di
lapangan dapat dihindarkan.
4.2.3.2.3. Analyzing Cost Status
Analisa terhadap status biaya proyek dilakukan berdasarkan hasil
monitoring. Analisa yang dilakukan hanya dapat menunjukkan status akuntansi
proyek untuk keseluruhan biaya proyek, tanpa mengetahui status elemen biaya
proyek secara mendetail. Analisa terhadap status biaya proyek tidak dilakukan
dengan prinsip Earned Value sehingga perhitungan BCWP proyek tidak dapat
diketahui.
Perbandingan antara schedule proyek dan aktual di lapangan hanya
dilakukan berdasarkan time schedule saja, dimana bagian pengendalian biaya
membandingkan pengeluaran aktual dengan biaya yang seharusnya dikeluarkan
berdasarkan prosentase pelaksanaan pekerjaan dalam time schedule. Jadi,
pengendalian biaya hanya dilihat berdasarkan perhitungan BCWS dan ACWP
saja, tanpa menggunakan perhitungan BCWP.
4.2.3.2.4. Reporting Cost Status
Laporan untuk status biaya proyek tidak dilakukan oleh bagian
pengendalian biaya karena tidak adanya analisa mengenai status biaya proyek.
Bagian pengendalian biaya pada kontraktor C ini hanya melaporkan status
akuntansi proyek, yaitu jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan dibandingkan
dengan budget yang ditargetkan.
Jalannya pelaporan status biaya proyek dimulai dari bagian pengendali
proyek yang kemudian dilakukan verifikasi oleh akuntan sebelum disetujui oleh
manajer proyek. Laporan proyek yang telah disetujui oleh manajer proyek ini
58
Universitas Kristen Petra
kemudian dimasukkan ke dalam sistem online perusahaan oleh bagian
pengendalian biaya proyek.
Fungsi reporting cost status pada kontraktor C secara keseluruhan
dapat dikatakan masih belum berfungsi dengan benar. Hal ini disebabkan karena
bagian pengendalian biaya pada kantor pusat tidak memiliki laporan mengenai
status biaya pada proyek-proyek yang ditanganinya, melainkan hanya mengetahui
status akuntansi proyek saja. Laporan pengendalian biaya proyek yang diberikan
secara online kepada bagian kantor dapat menghindari terjadinya kecurangan yang
dilakukan oleh bagian pengendalian biaya di proyek. Laporan pengendalian biaya
yang diisikan dan diberikan secara online membantu kantor pusat untuk
memonitor setiap penggunaan uang di proyek sampai pada jumlah yang sekecil-
kecilnya, sehingga dapat dikatakan bahwa kendali terhadap biaya proyek
sepenuhnya berada di bawah kendali kantor pusat.
4.2.3.2.5. Decision Making and Correcting Actions
Laporan mengenai status akuntansi di proyek dijadikan dasar untuk
melakukan tindakan perbaikan terhadap pembengkakan biaya yang dialami pada
proyek di kontraktor C. Management Review digunakan untuk membahas keadaan
proyek, baik apabila biaya proyek melebihi budget maupun apabila biaya proyek
di bawah budget yang tersedia. Langkah perbaikan yang perlu ditempuh untuk
memperbaiki keadaan keuangan proyek dilakukan berdasarkan laporan-laporan
status akutansi dari bagian pengendalian biaya proyek. Penggunaan laporan status
akutansi sebenarnya kurang tepat karena tidak menunjukkan keadaan status biaya
proyek yang sebenarnya.
Fungsi correcting action pada pengendalian biaya pada kontraktor C
ini dikatakan cukup baik karena langkah perbaikan yang ditempuh telah
dibicarakan secara terbuka dengan personel proyek yang berkepentingan sehingga
tindakan perbaikan dapat dilakukan secara menyeluruh pada setiap bagian proyek
dengan koordinasi yang baik.
59
Universitas Kristen Petra
4.2.3.2.6. Project Post Evaluating
Evaluasi final terhadap pelaksanaan proyek yang ditangani oleh
kontraktor C dilakukan setelah suatu proyek selesai dilakukan tersebut. Evaluasi
final tersebut akan membahas mengenai bagaimana pelaksanaan proyek secara
keseluruhan baik dari biaya maupun waktu. Hasil dari evaluasi final tersebut akan
digunakan untuk masukan bagi pelaksanaan proyek-proyek yang selanjutnya.
Penerapan fungsi project post evaluating yang dilakukan pada
kontraktor C ini cukup baik, karena hasil evaluasi dari proyek-proyek sebelumnya
dapat digunakan secara tepat sehingga berguna untuk memperbaiki sistem
pengendalian biaya proyek yang telah ada.
Pelaksanaan keenam fungsi dalam cost control function breakdown
structure pada kontraktor C secara keseluruhan ditampilkan dalam Tabel 4.12.
Tabel 4.12.Cost Control Function Breakdown Structure Kontraktor C
60
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.12. Cost Control Function Breakdown Structure Kontraktor C (sambungan)
4.2.4. Rangkuman Pelaksanaan Sistem Pengendalian Biaya
Pelaksanaan pengendalian biaya pada ketiga kontraktor yang diteliti
belum menerapkan kerangka kerja pengendalian biaya dengan baik. WBS masih
belum digunakan meskipun secara tidak langsung sudah digunakan dalam
scheduling pada proyek A dan B, dan proses breakdown dalam pengkodean biaya.
Pengkodean biaya pada ketiga kontraktor yang diteliti juga masih belum
sistematis dan detail, sedangkan earned value concept berupa analisa biaya hanya
dilakukan oleh proyek A. Pelaksanaan kerangka kerja pengendalian biaya pada
ketiga proyek yang diteliti ditampilkan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Pelaksanaan Kerangka Kerja Pengendalian Biaya pada Kontraktor A, B dan C
Pelaksanaan cost control function breakdown structure secara
keseluruhan pada ketiga proyek yang diteliti sudah dilakukan secara
berkesinambungan, kecuali pada fungsi project post evaluating yang belum
61
Universitas Kristen Petra
dimanfaatkan dengan baik oleh kontraktor A dan B. Pelaksanaan cost control
function breakdown structure pada ketiga kontraktor ditampilkan dalam Tabel
4.14.
Tabel 4.14. Pelaksanaan Cost Control Function Breakdown Structure pada Kontraktor A, B dan C
4.3. Kebutuhan Sistem Pengendalian Biaya pada Kontraktor A, B dan C
Kebutuhan sistem pengendalian biaya pada kontraktor di Surabaya
diketahui memelalui wawancara yang dilakukan pada masing-masing responden
di perusahaan kontraktor yang diteliti. Responden pada ketiga kontraktor yang
diteliti berpendapat bahwa sistem pengendalian biaya yang saat ini digunakan di
perusahaan kontraktor mereka masih memerlukan perbaikan untuk mencapai
sistem yang lebih akurat.
62
Universitas Kristen Petra
4.3.1. Kerangka Kerja Pengendalian Biaya (Cost Control Framework)
Literatur menyatakan bahwa kerangka kerja pengendalian biaya terdiri
dari 3 bagian utama yaitu Work Breakdown Structure, Pengkodean Biaya, dan
Earned Value. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sistem
pengendalian biaya berupa kerangka kerja pengendalian biaya didasarkan pada
ketiga bagian utama tersebut.
4.3.1.1.Work Breakdown Structure
Istilah Work Breakdown Structure (WBS) pada umumnya tidak
dimengerti oleh semua responden yang diteliti, meskipun pada dasarnya dalam
penyusunan RAB dan jadwal proyek pembagian-pembagian pekerjaan menjadi
item-item yang lebih kecil sebagaimana prinsip WBS telah dilakukan.
Pelaksanaan pembagian item pekerjaan belum seragam dalam satu perusahaan
kontraktor, tidak sistematis dan tidak detail. Responden yang diteliti menyatakan
bahwa keberadaan WBS yang membagi item pekerjaan secara detail dan
sistematis dibutuhkan oleh perusahaan kontraktor mereka.
Struktur WBS yang dibutuhkan adalah struktur WBS membagi
pembagian pekerjaan secara jelas, terstruktur dan sistematis dalam suatu
perusahaan kontraktor, artinya WBS tersebut digunakan pada setiap proyek. WBS
meskipun telah diseragamkan oleh perusahaan kontraktor, perlu memiliki
fleksibilitas yang memungkinkan penambahan item-item pekerjaan yang
dibutuhkan namun belum ada dalam standar WBS. WBS yang dibutuhkan juga
harus memberikan kemampuan telusur yang baik, misalnya mengetahui secara
pasti item pekerjaan dan detail elemen biaya yang menyebabkan pembengkakan
biaya.
4.3.1.2.Pengkodean Biaya
Sistem pengendalian biaya dengan menggunakan pengkodean biaya
sudah mulai dilaksanakan oleh perusahaan kontraktor, meskipun pengkodean
biaya yang digunakan masih memiliki banyak kelemahan. Kelemahan dari sistem
pengkodean biaya yang telah dilaksanakan antara lain kurang seragamnya
pengkodean biaya yang digunakan pada beberapa proyek pada satu perusahaan
63
Universitas Kristen Petra
konstruksi, pengkodean biaya yang dilakukan secara acak, dan pengkodean biaya
yang tidak dibentuk secara sistematis berdasarkan WBS.
Responden yang diteliti menyatakan bahwa pengkodean biaya yang
sistematis, terstruktur, detail, terintegrasi dengan WBS dan kode akuntansi
merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menciptakan sistem
pengendalian biaya yang lebih baik. Pengkodean biaya yang dibutuhkan
kontraktor adalah pengkodean dengan keseragaman antara proyek-proyek dalam
suatu perusahaan kontraktor namun dengan memberikan fleksibilitas untuk
penambahan item biaya. Pengkodean biaya yang dibutuhkan oleh kontraktor di
Surabaya adalah pengkodean biaya yang dapat menunjukkan secara jelas item
pekerjaaan yang dilakukan, beserta dengan lokasi kerja dan elemen biaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Elemen biaya yang menurut sebagian besar responden (2 dari 3
responden) memerlukan perhatian khusus adalah elemen biaya tenaga kerja dan
material. Elemen biaya tersebut perlu mendapat perhatian khusus karena sifatnya
cenderung berubah-ubah dan tidak tetap.
4.3.1.3.Earned Value Concept
Earned Value Concept masih belum digunakan dan dimengerti dengan
baik dalam pengendalian biaya pada kontraktor yang diteliti. Analisa untuk
pengendalian biaya hanya membandingkan antara biaya aktual di lapangan dan
budget atau dengan menggunakan prosentase pelaksanaan aktual di lapangan
dibandingkan dengan budget yang seharusnya. Pengertian mengenai earned value
concept masih belum di miliki oleh kontraktor A dan C, namun pada kontraktor B
sudah mulai dikembangkan namun hanya sebatas dalam teori saja dan belum
dilaksanakan dalam sistem pengendalian biaya mereka.
Responden pada perusahaan yang diteliti menyatakan bahwa
keberadaaan earned value concept dalam sistem pengendalian biaya merupakan
suatu kebutuhan yang harus dimasyarakatkan dan diterapkan dalam pengendalian
biaya. Analisa status biaya (tidak hanya analisa status akuntansi) menurut para
responden sangat berguna dalam pengendalian biaya karena dapat memberikan
64
Universitas Kristen Petra
tanda dan petunjuk mengenai status proyek mereka, sehingga secara cepat dapat
dilakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
4.3.2. Cost Control Function Breakdown Structure
4.3.2.1.Allocating Budget
Sistem pengendalian biaya menurut semua responden harus dimulai
dari budgeting yang mempertimbangkan bagaimana pelaksanaannya secara aktual
di lapangan. Penyusunan budget dalam perusahaan konstruksi harus sudah
menggunakan WBS dan pengkodean biaya yang sama dengan sistem yang akan
digunakan untuk pengendalian biaya aktual di lapangan, karena apabila
penyusunan RAB dan pengendalian biaya di lapangan tidak memiliki standar
yang sama, maka akan menyulitkan dalam melakukan pengendalian biaya secara
keseluruhan.
Pengalokasian budget yang digunakan di lapangan (Rencana Anggaran
Pelaksanaan) dan budget yang diberikan oleh perusahaan (RAB), menurut para
responden harus dibedakan, seperti yang telah dilakukan pada perusahaan mereka.
Budget di lapangan harus lebih kecil dari budget yang diberikan oleh perusahaan,
sehingga apabila terjadi pembengkakan biaya pada pelaksanaan di lapangan, hal
itu masih dapat ditanggulangi oleh selisih budget yang ada.
4.3.2.2.Monitoring Cost
Proses monitoring biaya konstruksi menurut semua responden perlu
mendapat perhatian dalam sistem pengendalian biaya. Proses monitoring biaya
pada perusahaan konstruksi yang diteliti secara umum sudah dilakukan dengan
baik dan secara berkala. Jangka waktu monitoring yang dilakukan pada
perusahaan kontraktor mereka, dianggap sudah sesuai. Monitoring biaya yang
dilakukan pada perusahaan kontraktor yang diteliti dilakukan dengan
menggunakan form-form monitoring yang seragam dari perusahaan. Hal itu
menunjukkan bahwa proses monitoring biaya aktual mendapat perhatian yang
besar dari perusahaan. Keberadaan form-form monitoring yang seragam tersebut
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk melakukan monitoring dan
65
Universitas Kristen Petra
analisa terhadap biaya proyek. Monitoring progress dilapangan merupakan hal
penting untuk fungsi selanjutnya yaitu analisa status biaya.
Pelaksanaan monitoring terhadap biaya aktual yang dikeluarkan,
menurut para responden masih memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain karena
tidak adanya kode biaya yang dapat dengan mudah membantu para pengendali
biaya untuk mengetahui apakah biaya aktual yang dikeluarkan sesuai dengan surat
perintah kerja/order yang telah diterbitkan sebelumnya. Monitoring yang
dilakukan dengan membandingkan antara surat perintah kerja/order secara manual
membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karena itu responden menyatakan
bahwa keberadaan pengkodean biaya sangat membantu dalam menelusuri hal
tersebut.
4.3.2.3. Analyzing Cost Status
Proses analisa terhadap status biaya masih belum dilakukan oleh
bagian pengendalian biaya di perusahaan yang diteliti. Analisa yang dilakukan
hanya sebatas analisa status akuntansi saja. Semua responden berpendapat bahwa
analisa terhadap status biaya merupakah hal yang perlu ada dalam sistem
pengendalian biaya. Format analisa untuk mengetahui status biaya harus ada
dalam sistem pengendalian biaya, dan format tersebut harus diseragamkan dari
kantor pusat/perusahaan untuk kemudian disosialisasikan pada seluruh bagian
pengendalian biaya proyek.
Analisa biaya yang dilakukan oleh perusahaan kontraktor yang diteliti
pada saat ini hanya dapat memberikan gambaran mengenai keadaan elemen biaya
secara keseluruhan dan tidak dapat melakukan telusur terhadap breakdown
masing-masing elemen biaya dan item pekerjaan. Analisa yang lebih detail,
diharapkan dilakukan di kemudian hari sehingga pembengkakan biaya yang
mungkin terjadi dapat ditanggulangi atau bahkan dapat diprediksikan sebelumnya.
4.3.2.4.Reporting Cost Status
Laporan mengenai biaya yang dikeluarkan pada perusahaan yang
diteliti masih sebatas pada laporan mengenai status akuntansi saja. Laporan status
66
Universitas Kristen Petra
akuntansi tidak semua diberikan kepada kantor pusat, seperti yang dilakukan oleh
kontraktor B yang hanya diberikan apabila terjadi permasalahan.
Laporan dalam sistem pengendalian biaya yang dibutuhkan oleh
perusahaan kontraktor di Surabaya adalah laporan yang secara akurat dapat
memberikan gambaran mengenai keadaan status biaya proyek untuk masing-
masing elemen biaya dan tiap item pekerjaan, tidak hanya laporan mengenai
status akuntansi saja. Bentuk laporan berupa keadaan riil, prosentase dan indeks.
Laporan mengenai status biaya dari bagian pengendalian biaya di
proyek ke bagian pengendalian biaya di kantor pusat biasanya dilakukan secara
manual, yaitu dengan menggunakan kertas, namun pada salah satu perusahaan
yang diteliti, laporan diberikan secara online karena perusahaan tersebut memiliki
sistem online yang memungkinkan bagian pengendalian biaya di perusahaan
untuk melihat laporan pengendalian biaya di proyek secara keseluruhan.
Responden pada perusahaan yang diteliti menyatakan bahwa pemberian laporan
pengendalian biaya secara dengan komputerisasi sangat mempermudah
pengendalian biaya, sedangkan laporan secara online sangat membantu dalam
melakukan pengendalian biaya yang transparan antara kantor pusat dan proyek.
Sistem pengendalian biaya yang dapat digunakan secara online tersebut sangat
membantu dalam pengendalian biaya untuk kontraktor di Surabaya, namun pada
penelitian ini pengembangan sistem pengendalian biaya tidak dilakukan sampai
pada pembentukan sistem pengendalian biaya online yang terkomputerisasi.
Pembentukan sistem pengendalian biaya yang terkomputerisasi dan memiliki
sistem online antara perusahaan dan proyek merupakan suatu masukan yang dapat
dikembangkan di kemudian hari.
4.3.2.5.Decision Making and Correcting Actions
Sistem pengendalian biaya yang dibutuhkan oleh perusahaan
kontraktor di Surabaya adalah sistem pengendalian biaya yang mempermudah
dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan perbaikan untuk
pelaksanaan biaya pada suatu proyek. Laporan sistem pengendalian biaya dengan
status biaya proyek, status akuntansi proyek dan perkiraan biaya ke depan dapat
membantu bagian pengendalian biaya dan manajemen pada kontraktor untuk
67
Universitas Kristen Petra
mengambil keputusan yang perlu bagi proyeknya serta melakukan tindakan-
tindakan perbaikan dalam proyek. Fungsi ini dilakukan baik pada saat keadaan
menunjukkan angka positif maupnn negatif, karena kedua-duanya perlu
diperhatikan penyebabnya.
4.3.2.6. Project Post Evaluating
Evaluasi kinerja proyek secara keseluruhan pada saat proyek sudah
selesai pada 2 kontraktor yang diteliti hanya dilakukan dengan melihat
untung/rugi saja. Hasil evaluasi tersebut tidak dianalisa lebih lanjut untuk
database proyek. Semua responden berpendapat bahwa penggunaan hasil evaluasi
final sebagai database dibutuhkan karena akan sangat membantu mereka dalam
proses-proses pengendalian biaya pada proyek selanjutnya.
4.3.3. Rangkuman Kebutuhan Sistem Pengendalian Biaya
Rangkuman kebutuhan sistem pengendalian biaya yang diperoleh dari
hasil wawancara dengan responden ditampilkan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15. Kebutuhan Sistem Pengendalian Biaya pada Kontraktor A, B dan C
68
Universitas Kristen Petra
4.4. Usulan Sistem Pengendalian Biaya untuk Kontraktor
Usulan pengendalian biaya proyek yang dilakukan oleh peneliti
didasarkan pada kerangka kerja dan fungsi pengendalian biaya (cost control
function). Usulan mengenai sistem pengendalian biaya proyek diperoleh dengan
mengkombinasikan antara sistem pengendalian biaya proyek dalam literatur
dengan kebutuhan-kebutuhan akan sistem pengendalian biaya proyek pada
kontraktor di Surabaya yang diperoleh dari hasil wawancara kepada responden.
4.4.1. Kerangka Kerja Pengendalian Biaya
Kerangka kerja pengendalian biaya dilihat dari 3 (tiga) bagian pokok
dalam kerangka kerja pengendalian biaya, yaitu Work Breakdown Structure,
Pengkodean Biaya, dan Earned Value.
4.4.1.1. Work Breakdown Structure
Work breakdown structure (WBS) perlu dibuat dalam membuat
schedule, estimasi maupun digunakan untuk membuat kerangka dalam melakukan
pengendalian biaya. WBS yang dibentuk hendaknya dapat mengintegrasikan
antara kebutuhan untuk pengendalian biaya dan kebutuhan untuk pengendalian
jadwal proyek, sehingga pengendalian terhadap jalannya proyek konstruksi dapat
berjalan dengan lebih akurat.
Peran WBS dalam pengendalian biaya proyek antara lain digunakan
sebagai dasar dalam pembentukan pengkodean biaya. Pengkodean biaya yang
dibentuk berdasarkan WBS yang terstruktur dan sistematis, akan membantu dalam
pelaksanaan pengendalian biaya konstruksi karena memiliki kemampuan telusur
yang akurat.
Pembentukan WBS yang diusulkan pada penelitian ini adalah bentuk
WBS yang dapat mengakomodasikan kebutuhan pengendalian biaya dan
mempermudah penggunanya dalam melakukan pengendalian biaya secara efisien
dan efektif. Oleh karena itu, WBS diusulkan sampai pada level empat yaitu
dibedakan sampai pada lokasi aktivitas pekerjaan, tidak perlu terlalu detail sampai
pada level task (Gambar 4.6). Pembagian pekerjaan sampai level yang sangat
detail tidak relevan digunakan dalam proyek konstruksi karena sangat sulit untuk
69
Universitas Kristen Petra
memonitor, selain data dalam WBS pada level yang sangat kecil biasanya tidak
digunakan dalam analisa selanjutnya.
Gambar 4.6. Usulan Work Breakdown Structure
70
Universitas Kristen Petra
Upaya untuk mengintegrasikan WBS dan pengkodean biaya, serta
mempermudah pengertian mengenai kegunaan WBS dalam pengendalian biaya,
maka dalam WBS dituliskan nama proyek, kode proyek, jenis proyek, dan
masing-masing aktivitas diberi kode yang telah distandardkan. Keterangan lebih
lanjut mengenai kode akan dibahas pada sub bab berikutnya.
WBS yang diusulkan memiliki fleksibilitas dalam penggunaanya, artinya
penggunannya dapat menambahkan breakdown-breakdown pekerjaan yang
dirasakan perlu untuk pengendalian biaya secara akurat. Fleksibilitas dalam WBS
yang diusulkan ini sangat penting karena sifat proyek konstruksi yang unik dan
kompleks sehingga antara satu proyek dengan proyek yang lain, memiliki
kebutuhan akan bentuk WBS yang tidak sama tetapi pada dasarnya harus ada
keseragaman WBS. Keseragaman WBS yang digunakan dalam proyek-proyek
yang ditangani oleh satu perusahaan sangat membantu perusahaan untuk
melakukan pengendalian terhadap proyek-proyeknya serta dapat menjadi suatu
masukan yang sangat penting untuk memperbaiki WBS demi kelangsungan
proyek yang akan datang.
4.4.1.2. Pengkodean Biaya
Pengkodean biaya sangat berkaitan erat dengan WBS yang digunakan.
Kode biaya yang dibuat harus memiliki fleksibilitas untuk ditambah jika terdapat
penambahan item yang baru dalam suatu proyek konstuksi. Ketidakfleksibelan
pengkodean biaya akan memberikan masalah dikemudian hari, karena
pengkodean biaya akan menjadi tidak sistematis dan terstruktur dengan baik.
Penggunaan pengkodean biaya harus dilakukan secara berhubungan dan
terintegritas antara satu bagian dengan bagian lain dalam proyek sehingga
mempermudah pelaksanaan pengendalian biaya, karena pengkodean yang
berbeda-beda antar bagian membutuhkan usaha yang membutuhkan usaha yang
besar dan waktu ang lama dalam menginput item-item yang akan digunakan untuk
proses pengendalian biaya. Pengkodean biaya yang dibuat, selain harus
berintegrasi dengan bagian pengendalian jadwal proyek, juga harus berintegrasi
dengan bagian akuntansi dalam proyek, juga dengan bagian-bagian lain dalam
proyek dan perusahaan kontraktor. Integrasi ini perlu karena bagian akuntansi
71
Universitas Kristen Petra
proyek merupakan bagian vital dimana pemasukan dan pengeluaran biaya aktual
terjadi. Integrasi anatara seluruh bagian proyek, dan antara proyek dan kantor
pusat perlu dilakukan sehingga semua bagian dapat lebih mudah dikendalikan,
dimonitor dan dianalisa.
Pengkodean biaya secara keseluruhan menggabungkan antara Work
Breakdown Structure (WBS) dan elemen biaya dalam proyek. Pengkodean biaya
secara umum dibagi menjadi pengkodean identitas proyek, pengkodean aktivitas
proyek dan pengkodean elemen biaya proyek.
Pengkodean biaya yang dipakai adalah sebagai berikut :
Contoh penerapan Kode Biaya adalah sebagai berikut :
CC - 01 - D.1.2110 – L
Kode tersebut dapat diartikan sebagai :
Jenis Proyek : Commercial Center CC
Nomer Proyek : 01 01
Item Pekerjaan : Upperstructure D
Lantai 1 1
Lantai 2000
Kolom 100
Pembesian 30
Elemen Biaya : Tenaga Kerja Borongan L
Kode biaya CC-01-D.1.2110-L secara keseluruhan menunjukkan pekerjaan
pembesian untuk kolom lantai ke 1 pada pekerjaan Upperstructure di Proyek
XX – OO – X OOOO – XO
Kode Proyek
Nomer Proyek
Kode Aktivitas Proyek
Kode Elemen Biaya
72
Universitas Kristen Petra
Commercial Center nomer 01. Pekerjaan tersebut dikerjakan oleh tenaga kerja
borongan.
Pengkodean untuk identitas proyek dibedakan menjadi proyek rumah
tinggal, proyek high rise building, proyek commercial center, proyek bangunan
social, proyek perkantoran, proyek ruko, proyek gudang dan proyek infrastruktur.
Tabel 4.16. menunjukkan pengkodean identitas proyek.
Tabel 4.16. Usulan Kode Identitas Proyek
Pengkodean biaya yang mengakomodasi identitas proyek sangat
penting, karena sifat proyek yang satu dengan proyek yang lain berbeda, misalnya
proyek commercial center memiliki kebutuhan biaya yang berbeda dari proyek
infrastruktur. Identitas proyek yang membedakan proyek berdasarkan jenisnya
sangat membantu untuk menciptakan suatu database perusahaan sehingga berguna
untuk pelaksanaan proyek-proyek berjenis serupa di kemudian hari.
Pengkodean untuk aktivitas proyek dibuat berdasarkan WBS yang telah
dibentuk dan digunakan untuk semua proyek yang berada dalam perusahaan yang
sama. Pengkodean aktivitas biaya dilakukan sampai WBS level yang ke 4. Tabel
4.17. menunjukkan Pengkodean Aktivitas Proyek.
73
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.17. Usulan Pengkodean Aktivitas Proyek
74
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.17. Pengkodean Aktivitas Proyek (sambungan)
75
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.17. Pengkodean Aktivitas Proyek (sambungan)
Pengkodean elemen biaya proyek secara garis besar melihat biaya yang
dikeluarkan untuk setiap elemen-elemen pekerjaan. Elemen-elemen biaya utama
yang dikendalikan adalah :
Kode Biaya Utama Elemen Biaya
L Tenaga Kerja (Borongan)
M Material
E Peralatan
S Subkontraktor
Elemen tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga
kerja borongan. Pengkodean elemen biaya utama yang telah ditetapkan kemudian
dibreakdown dengan lebih detail untuk dapat melakukan pengendalian biaya
sampai pada elemen – elemen biaya yang dibutuhkan untuk aktivitas sesuai
dengan WBS level yang ke 4. Kode elemen biaya harus memiliki kemungkinan
untuk melakukan pengembangan pada masing-masing proyek, karena sifat proyek
76
Universitas Kristen Petra
konstruksi yang unik sehingga proyek di suatu tempat mungkin memiliki
kebutuhan yang tidak sama dibandingkan dengan proyek yang lain. Penambahan
kode biaya untuk elemen biaya proyek secara lebih detail sesuai dengan
kebutuhan di proyek tersebut menjadi wewenang bagian pengendalian proyek di
lapangan, dengan memberikan informasi ke bagian pengendalian biaya di kantor
pusat. Usulan pengkodean biaya secara lebih terperinci di tampilkan pada Tabel
4.18.
Tabel 4.18. Usulan Kode Elemen Biaya untuk Pengkodean Biaya Proyek
77
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.18. Usulan Kode Elemen Biaya untuk Pengkodean Biaya Proyek
(sambungan)
4.4.1.3. Earned Value Concept
Pelaksanaan earn value concepts seharusnya sudah bisa dilaksanakan
dengan mudah mengingat semua data yang ada dilapangan. Data yang dibutuhkan
dalam mengolah diperoleh melalui progress di lapangan, budget dan jadwal
proyek dan harga aktual. Penerapan earned value concept dilakukan pada saat
analisa data. Data yang dianalisa dengan earned value concept adalah data
budgeting dan monitoring untuk setiap item pekerjaan secara keseluruhan, yang
78
Universitas Kristen Petra
telah memperhitungkan elemen biaya tenaga kerja, material, peralatan dan
subkontraktor. Analisa dengan earned value concept meliputi analisa BCWS,
BCWP, ACWP yang digunakan untuk melakukan proyeksi (forecasting) terhadap
penyelesaian proyek di masa datang.Budget yang digunakan dalam analisa BCWS
dan BCWP adalah budget proyek (RAP) yang berasal dari RAB yang telah
dikurangi dengan profit, kontingensi dan biaya lain-lain.
4.4.2. Cost Control Function Breakdown Structure
Cost control function breakdown structure terdiri dari 6 fungsi utama
yaitu allocating budget, monitoring cost, analyzing cost status, reporting cost
status, decision making and correcting action dan project post evaluation.
Penerapan masing-masing fungsi dari cost control function breakdown structure
untuk proyek B akan dijelaskan secara mendetail pada pembahasan berikut ini.
Upaya untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Cost control function
breakdown structure yang diusulkan dalam penelitian ini adalah dengan
membentuk flowchart pelaksanaan fungsi pengendalian biaya seperti yang
ditampilkan dalam Gambar 4.7.
Bentuk data yang dibutuhkan dan data yang akan dihasilkan dari
proses pelaksanaan allocating budget, monitoring, analyzing dan reporting cost
status yang dikembangkan dari Cost Control Function Breakdown Structure
ditampilkan dalam Gambar 4.8 Pelaksanaan Cost Control Function Breakdown
Structure harus didasari dari kerangka kerja pengendalian biaya yaitu WBS yang
terintegrasi dengan pengkodean biaya serta earned value concept. Gambaran
tersebut dapat menjadi masukan untuk pengembangan sistem pengendalian biaya
secara komputerisasi. Pembentukan sistem informasi data yang diusulkan dalam
penelitian ini hanya difokuskan pada sistem pengendalian biaya aktual untuk
elemen biaya upah pekerja, material, peralatan dan subkontraktor saja sehingga
untuk indirect cost dianggap dibedakan dari elemen biaya yang lain dan tidak
diperhitungkan dalam biaya untuk suatu item pekerjaan. Pembentukan sistem
informasi juga difokuskan pada biaya aktual saja, sehingga estimasi biaya tidak
diteliti secara mendetail.
79
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.7. Usulan Flowchart pelaksanaan Cost Control Function Breakdown Structure
80
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.8. Usulan Sistem Informasi Pengendalian Biaya Proyek
81
Universitas Kristen Petra
Aliran data dalam sistem informasi yang diusulkan melibatkan beberapa
bagian dalam proyek, antara lain bagian pengendalian biaya proyek, mandor,
subkontraktor, logistik, bagian peralatan, bagian opname, estimator, bagian
scheduling dan manajemen. Semua bagian yang terlibat dalam pengendalian biaya
ini saling memberi dan menerima informasi yang dibutuhkan untuk pengendalian
biaya, misalnya untuk mandor sebagai penanggung jawab tenaga kerja borongan
yang menerima surat perintah kerja dari bagian scheduling, kemudian dalam
jangka waktu tertentu dilakukan pengecekan terhadap volume aktual dan progress
yang dihasilkan mandor, untuk kemudian dilaporkan ke bagian pengendalian
biaya. Data flow diagram yang menunjukkan aliran data yang ada dalam suatu
proyek konstruksi secara lengkap di tampilkan dalam Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Usulan Data Flow Diagram
82
Universitas Kristen Petra
4.4.2.1. Allocating Budget
Pengalokasian budget proyek yang diusulkan melibatkan project
manager yang ditunjuk untuk mengkoordinasikan proses konstruksi, yaitu untuk
memperkirakan penurunan budget RAB yang dapat digunakan secara optimal
untuk menyelesaikan proyek dan dapat mengantisipasi resiko yang tidak
dikehendaki. Budget RAB masih meliputi profit, eskalasi, kontingensi dan biaya
lain, sedangkan budget yang digunakan dalam pengendalian biaya adalah budget
riil untuk pelaksanaan proyek, yang disebut juga Rencana Anggaran Pelaksanaan
(RAP).
Tabel 4.19, Tabel 4.20 dan Tabel 4.21 secara berturut-turut
menunjukkan perhitungan budget untuk elemen biaya tenaga kerja, material dan
peralatan secara terperinci dan detail tiap item pekerjaan. Tabel ini juga dapat
digunakan untuk perhitungan elemen biaya subkontraktor. Budget untuk tiap
elemen biaya dapat terdiri dari beberapa elemen biaya yang lebih detail, kemudian
dikumulasikan menjadi budget tiap elemen biaya utama (tenaga kerja, material,
peralatan dan subkontraktor).
Tabel 4.19. Usulan Format Perhitungan Budget Untuk Elemen Biaya Tenaga Kerja secara Detail
Tabel 4.20. Usulan Format Perhitungan Budget Untuk Elemen Biaya Material secara Detail
83
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.21. Usulan Format Perhitungan Budget Untuk Elemen Biaya Peralatan secara Detail
Total budget untuk tiap elemen biaya (Tabel 4.19, Tabel 4.20, Tabel
4.21) kemudian digunakan untuk perhitungan budget yang dialokasikan untuk
suatu proyek untuk setiap item pekerjaan, seperti yang ditampilkan pada Tabel
4.22.
Tabel 4.22. Usulan Perhitungan Budget Proyek Tiap Item Pekerjaan
4.4.2.2. Monitoring Cost
Monitoring biaya sebaiknya dilakukan setiap 1 minggu sekali sehingga
apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan tindakan perbaikan agar
dapat menghindari terjadinya pembengkakan biaya yang terlambat diketahui.
Proses monitor biaya harus dapat mengetahui volume/progress dan biaya aktual
yang digunakan untuk masing-masing elemen biaya yang ada dalam sistem
pengendalian biaya.
84
Universitas Kristen Petra
4.4.2.2.1.Monitoring Biaya Tenaga Kerja (Borongan)
Monitoring terhadap biaya tenaga kerja harus dilakukan mulai pada
saat keluarnya surat perintah kerja (SPK) untuk tenaga kerja sampai dengan
opname.
• Surat Perintah Kerja untuk Tenaga Kerja (Borongan)
Form data yang digunakan untuk surat perintah kerja (SPK) untuk
tenaga kerja (mandor) ditunjukkan dalam Tabel 4.23. SPK tenaga kerja yang pada
sistem borongan diberikan kepada mandor digunakan untuk memberikan perintah
kerja kepada mandor berdasarkan schedule proyek yang telah disusun. SPK
mandor juga dapat membantu melakukan monitor terhadap kinerja mandor
dengan membandingkan dengan hasil opname, apakah volume yang dihasilkan
sesuai atau berbeda. SPK untuk Tenaga Kerja membantu menelusuri penyebab
terjadinya pembengkakan biaya, apakah karena perbedaan harga atau perbedaan
volume pekerjaan.
Tabel 4.23. Usulan Form Surat Perintah Kerja untuk Tenaga Kerja (Borongan)
Penempatan bagian- bagian dalam SPK mandor dilakukan dengan
memperhatikan kegunaan masing-masing fungsi pada bagian tersebut, sehingga
terintegrasi dan tersinergi dengan form-form lain yang digunakan untuk
pengendalian biaya upah pekerja.
85
Universitas Kristen Petra
Alasan penempatan bagian-bagian dalam form pengendalian biaya
untuk tenaga kerja antara lain sebagai berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form SPK ditujukan untuk
menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form SPK digunakan untuk
menunjukkan identitas proyek. Form ini digunakan untuk setiap proyek
yang ditanggani oleh perusahaan, sehingga penulisan identitas proyek
sangat perlu untuk membedakan antara proyek satu dengan proyek yang
lain. Identitas yang berbeda mempermudah dalam semua proses
pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat berguna pada
saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
c. Kode Proyek
Kode proyek dalam form SPK ditujukan untuk mempermudah dalam
pengendalian biaya terutama dalam memasukkan hasil monitoring yang
kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa biaya.
d. Identitas Form : Surat Perintah Kerja (SPK) Mandor
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
e. Periode SPK Mandor
Penulisan Periode SPK Mandor berguna untuk mengetahui periode
monitoring yang dilakukan. Penulisan periode ini juga berguna untuk
menghindari kebingungan dalam melakukan pengendalian biaya yang
dapat menyebabkan kesalahan dalam memasukkan input data aktual.
f. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan. Nomer form ini berbeda
antara satu form dengan form yang lain, misalnya untuk form SPK
mandor, nomer form dimulai dengan huruf SPK.
86
Universitas Kristen Petra
g. Kode/Nama Mandor
Kode dan nama mandor digunakan untuk membedakan hasil
kerja/progress antara mandor satu dengan mandor yang lainnya. Kode
mandor yang berbeda untuk setiap mandornya digunakan untuk
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk memonitor mandor dan
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk melakukan input hasil
kerja mandor. Kode mandor yang dicontohkan pada format SPK mandor
di Tabel 4.12 adalah L. 02 yang berarti tenaga kerja borongan (L) dengan
nomer mandor 02.
h. Kode Biaya
Kode biaya digunakan untuk memberikan identitas pada setiap item
pekerjaan yang ada. Kode biaya sangat penting dalam pengendalian biaya
karena dapat digunakan untuk mengetahui secara tepat item pekerjaan
yang dilakukan beserta dengan lokasi dari pekerjaan tersebut. Kode biaya
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk melakukan monitoring
serta memasukkan input untuk proses pengendalian biaya.
i. Item Pekerjaan
Penulisan item pekerjaan digunakan untuk melakukan kroscek terhadap
kode biaya yang dimasukkan. Item pekerjaan yang dimasukkan harus
sesuai dengan kode biaya nya. Penulisan item pekerjaan juga
mempermudah mandor untuk mengetahui pekerjaan apa yang harus
dilakukan, dibandingkan dengan hanya memberikan kode biaya karena
mandor cenderung tidak mengetahui mengenai kode biaya.
j. Lokasi
Penulisan lokasi menunjukkan pada mandor mengenai lokasi pekerjaan
yang harus dilakukan. Selain itu dengan penulisan lokasi pada form SPK
mandor dapat digunakan untuk melakukan monitoring dan opname
terhadap hasil kerja mandor, apakah sesuai dengan SPK atau tidak.
k. Satuan
Penulisan satuan sangat penting untuk dimengerti sebelum melakukan
pekerjaan karena satuan yang digunakan untuk item pekerjaan yang satu
belum tentu sama dengan item pekerjaan yang lain.
87
Universitas Kristen Petra
l. Harga Satuan Kontrak
Penulisan harga satuan kontrak yang disetujui mandor ditulis dalam form
SPK sehingga pada saat opname dapat diketahui secara pasti berapa nilai
kontrak yang telah disepakati bersama, sehingga dapat menghindarkan
terjadinya perselisihan di kemudian hari.
m. Volume
Penulisan volume dalam form SPK berguna untuk menetapkan besarnya
progress yang harus dihasilkan oleh mandor. Penulisan volume dalam
form SPK digunakan untuk melakukan monitoring dan opname terhadap
hasil kerja mandor.
• Opname
Data opname mandor yang digunakan untuk proses pengendalian biaya
harus dapat progress volume yang dikerjakan, biaya aktual tenaga kerja untuk
menyelesaikan progress tersebut dan pembayaran kepada mandor. Sisa volume
yang belum dikerjakan dan sisa total pembayaran yang masih belum dibayarkan
juga dapat terlihat dengan pengumpulan data tersebut. Tabel 4.24. menunjukkan
usulan form untuk opname upah tenaga kerja yang diberikan kepada mandor.
Tabel 4.24. Usulan Format Opname untuk Mandor
Penempatan bagian- bagian dalam form Opname Mandor dilakukan
dengan memperhatikan kegunaan masing-masing fungsi pada bagian tersebut,
sehingga form tersebut dapat terintegrasi dan tersinergi dengan form-form lain
yang digunakan untuk pengendalian biaya upah pekerja. Alasan penempatan
88
Universitas Kristen Petra
bagian-bagian dalam form pengendalian biaya untuk upah pekeja seperti pada
Tabel 4.24 antara lain sebagai berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form opname mandor ditujukan
untuk menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form opname mandor digunakan untuk
menunjukkan identitas proyek. Form ini digunakan untuk setiap proyek
yang ditanggani oleh perusahaan, sehingga penulisan identitas proyek
sangat perlu untuk membedakan antara proyek satu dengan proyek yang
lain. Identitas yang berbeda mempermudah dalam semua proses
pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat berguna pada
saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
c. Kode Proyek
Kode proyek dalam form opname mandor ditujukan untuk mempermudah
dalam pengendalian biaya terutama dalam memasukkan hasil monitoring
yang kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa biaya.
d. Identitas Form : Opname Mandor
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
e. Periode Opname Mandor
Penulisan Periode Opname Mandor berguna untuk mengetahui periode
monitoring yang dilakukan. Pengendalian biaya untuk upah pekerja
dilakukan pertama-tama dengan membandingkan antara periode opname
mandor dengan periode SPKnya sehingga kesalahan dalam memasukkan
data dan menganalisa data pada periode yang salah dapat dihindarkan.
f. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan. Nomer form ini berbeda
89
Universitas Kristen Petra
antara satu form dengan form yang lain, misalnya untuk form opname
mandor, nomer form dimulai dengan huruf OM.
g. Tanggal Opname
Penulisan tanggal opname sangat penting untuk mengetahui pada tanggal
berapa, opname terhadap kinerja mandor dari suatu periode dilakukan.
Tanggal opname tersebut penting karena menunjukkan tanggal dimana
dilakukan proses administrasi dan pembayaran terhadap hasil kerja
mandor pada periode tertentu.
h. Kode/Nama Mandor
Kode dan nama mandor digunakan untuk membedakan hasil
kerja/progress antara mandor satu dengan mandor yang lainnya. Kode
mandor yang berbeda untuk setiap mandornya digunakan untuk
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk memonitor mandor dan
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk melakukan input hasil
kerja mandor.
i. Kode Biaya
Kode biaya digunakan untuk memberikan identitas pada setiap item
pekerjaan yang ada. Kode biaya sangat penting dalam pengendalian biaya
karena dapat digunakan untuk mengetahui secara tepat item pekerjaan
yang dilakukan beserta dengan lokasi dari pekerjaan tersebut. Kode biaya
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk melakukan monitoring
serta memasukkan input untuk proses pengendalian biaya.
j. Item Pekerjaan
Penulisan item pekerjaan digunakan untuk melakukan kroscek terhadap
kode biaya yang dimasukkan. Item pekerjaan yang dimasukkan harus
sesuai dengan kode biaya nya. Penulisan item pekerjaan juga
mempermudah mandor untuk mengetahui pekerjaan apa yang harus
dilakukan, dibandingkan dengan hanya memberikan kode biaya karena
mandor cenderung tidak mengetahui mengenai kode biaya.
k. Lokasi
Penulisan lokasi menunjukkan pada mandor mengenai lokasi pekerjaan
yang harus dilakukan sehingga dapat digunakan untuk melakukan
90
Universitas Kristen Petra
monitoring dan opname terhadap hasil kerja mandor, apakah sesuai
dengan SPK atau tidak.
l. Satuan
Penulisan satuan sangat penting untuk dimengerti sebelum melakukan
pekerjaan karena satuan yang digunakan untuk item pekerjaan yang satu
belum tentu sama dengan item pekerjaan yang lain.
m. Harga Satuan
Penulisan harga satuan kontrak yang disetujui mandor ditulis dalam form
SPK sehingga pada saat opname dapat diketahui secara pasti berapa nilai
kontrak yang telah disepakati bersama, sehingga dapat menghindarkan
terjadinya perselisihan di kemudian hari.
n. Volume
Penulisan volume dalam form SPK berguna untuk menetapkan besarnya
progress yang harus dihasilkan oleh mandor. Penulisan volume dalam
form opname mandor digunakan untuk melakukan monitoring dan opname
terhadap hasil kerja mandor. Bagian volume dalam form ini dibedakan
menjadi tiga yaitu volume minggu ini (volume actual), volume sampai
dengan minggu ini (volume kumulatif) dan volume sisa yang belum
dikerjakan mandor. Pembagian volume menjadi 3 bagian ini dilakukan
untuk menunjukkan transparansi antara mandor dan proyek dalam
melakukan opname, selain itu juga berguna untuk menunjukkan pada
mandor bagaimana progress yang dicapai serta sisa kewajiban yang harus
dikerjakan.
o. Pembayaran
Bagian pembayaran juga dibedakan menjadi pembayaran minggu ini,
pembayaran sampai dengan minggu ini, serta sisa pembayaran yang akan
diterima oleh mandor. Penulisan bagian pembayaran yang dibedakan
menjadi 3 ini dilakukan agar baik proyek maupun mandor mengetahui
bagaimana progress pelaksanaan kerja mandor dari satu periode
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
91
Universitas Kristen Petra
4.4.2.2.2.Monitoring Biaya Material
Monitoring terhadap biaya material harus dilakukan mulai pada saat
order material, penggunaan material sampai dengan perhitungan stok material
dalam gudang. Proses ini harus dilakukan dengan saling berkesinambungan satu
sama lain untuk menghasilkan pengendalian biaya material yang akurat.
• Order Material
Form data yang digunakan untuk order material ditampilkan dalam
Tabel 4.25. Form order material diisi oleh bagian logistik untuk mengetahui jenis
material dan kuantitasnya yang akan dipesan kepada supplier. Jenis dan kuantitas
aterial yang akan dipesan diketahui dengan membuat daftar (list) material yang
dibutuhkan dan kuantitasnya.
Alasan penempatan bagian-bagian dalam form pengendalian biaya
untuk order material seperti pada Tabel 4.25 antara lain sebagai berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form order material ditujukan untuk
menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form order material digunakan untuk
menunjukkan identitas proyek. Form ini digunakan untuk setiap proyek
yang ditanggani oleh perusahaan, sehingga penulisan identitas proyek
sangat perlu untuk membedakan antara proyek satu dengan proyek yang
lain. Identitas yang berbeda mempermudah dalam semua proses
pengendalian biaya selama proyek konstruksi.
Tabel 4.23. Usulan Form Order Material
92
Universitas Kristen Petra
c. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form order material ditujukan untuk
menunjukkan identitas perusahaan.
d. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form order material digunakan untuk
menunjukkan identitas proyek. Form ini digunakan untuk setiap proyek
yang ditanggani oleh perusahaan, sehingga penulisan identitas proyek
sangat perlu untuk membedakan antara proyek satu dengan proyek yang
lain. Identitas yang berbeda mempermudah dalam semua proses
pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat berguna pada
saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
e. Kode Proyek
Kode proyek dalam form order material ditujukan untuk mempermudah
dalam pengendalian biaya terutama dalam memasukkan hasil monitoring
yang kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa biaya.
f. Identitas Form : Order Material
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
g. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan. Nomer form ini berbeda
antara satu form dengan form yang lain, misalnya untuk form order
material, nomer form dimulai dengan huruf OMT
h. Tanggal Order Material
Penulisan tanggal order material berguna untuk mengetahui kapn waktu
terjadinya order material, sehingga dapat diketahui apakah order material
dilakukan pada waktu yang tepat atau tidak. Apabila dilihat ada
kejanggalan dalam jangka waktu order saat ini dengan order sebelumnya,
maka dapat dengan mudah ditelusuri.
93
Universitas Kristen Petra
i. Nama Logistik
Nama logistik digunakan untuk mengetahui logistic yang bertanggung
jawab terhadap order material tersebut, sehingga apabila terjadi
permasalahan maka dapat dengan cepat diketahui penanggung jawabnya.
j. Kode Biaya Material
Kode biaya material digunakan untuk memberikan identitas pada setiap
item material yang dibutuhkan. Kode biaya mempermudah bagian
pengendalian biaya untuk melakukan monitoring serta memasukkan input
untuk proses pengendalian biaya.
k. Item Pekerjaan
Penulisan item material digunakan untuk melakukan kroscek terhadap
kode biaya yang dimasukkan. Item pekerjaan yang dimasukkan harus
sesuai dengan kode biaya nya.
l. Satuan
Penulisan satuan sangat penting karena material memiliki satuan yang
berbeda-beda.
m. Quantity
Penulisan kuantitas dalam form order material dilakukan untuk
mengetahui secara pasti jumlah material yag diorder, yang kemudian dapat
digunakan untuk memonitor jumlah material yang datang dari supplier,
serta material yang digunakan dan stok material.
n. Harga Satuan
Penulisan harga satuan ditulis dalam form order material untuk
mengetahui secara pasti harga material pada saat di order, selain itu juga
dapat dijadikan perbandingan apabila terjadi perubahan harga.
o. Harga Total
Penulisan harga total digunakan untuk mengetahui biaya total yang
dibutuhkan untuk order suatu material serta biaya total yang dikeluarkan
untuk beberapa material yang di order pada saat yang sama.
p. Keterangan
Bagian keterangan dibedakan menjadi dua yaitu kode barang supplier dan
nama supplier. Kode barang supplier perlu diketahui sehingga pada saat
94
Universitas Kristen Petra
melakukan pemesanan selanjutnya dapat dilakukan dengan menyebutkan
pula kode barang sehingga dapat menghindari kesalahan dalam pemesanan
barang. Nama supplier juga perlu diketahui dengan pasti untuk proses
pembayaran dan proses pemesanan selanjutnya.
• Penggunaan Material
Format data penggunaan material seperti yang tercantum dalam Tabel
4.26 memberikan input berupa harga volume material yang telah digunakan. Sisa
material yang akan dibutuhkan juga dapat diketahui melalui form tersebut.
Alasan menempatan bagian dalam form penggunaan material adalah
sebagai berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form penggunaan material ditujukan
untuk menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form penggunaan material digunakan
untuk menunjukkan identitas proyek sehingga mempermudah dalam
semua proses pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat
berguna pada saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
Tabel 4.26. Usulan Form Penggunaan Material
95
Universitas Kristen Petra
c. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form penggunaan material ditujukan
untuk menunjukkan identitas perusahaan.
d. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form penggunaan material digunakan
untuk menunjukkan identitas proyek sehingga mempermudah dalam
semua proses pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat
berguna pada saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
e. Kode Proyek
Kode proyek dalam form penggunaan material ditujukan untuk
mempermudah dalam pengendalian biaya terutama dalam memasukkan
hasil monitoring yang kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa
biaya.
f. Identitas Form : Penggunaan Material
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
g. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan.
h. Periode Penggunaan Material
Penulisan periode penggunaan material dilakukan untuk memastikan
bahwa material benar-benar digunakan untuk kegiatan dalam proyek
konstruksi tersebut.
i. Kode/Nama Mandor
Penulisan kode dan nama mandor digunakan untuk mengetahui mandor
yang menggunakan material tersebut.
j. Nama Logistik
Penulisan nama logistik dilakukan untuk mengetahui logistic yang
bertanggung jawab memberikan izin kepada mandor untuk mengambil
material di tempat penyimpanan material.
96
Universitas Kristen Petra
k. Kode Biaya
Kode biaya digunakan untuk memberikan identitas pada setiap item item
material yang diambil dari logistic untuk kemudian digunakan dalam
proyek tersebut. Kode biaya mempermudah bagian pengendalian biaya
untuk melakukan monitoring serta memasukkan input untuk proses
pengendalian biaya.
l. Nama Item
Penulisan nama item digunakan untuk melakukan kroscek terhadap kode
biaya yang dimasukkan. Nama item material yang dimasukkan harus
sesuai dengan kode biaya nya. Penulisan nama material juga
mempermudah mandor dan logistic untuk menunjukkan material yang
akan digunakan.
m. Nama Material
Penulisan nama material membantu dalam proses monitor stok material di
gudang logistik.
n. Satuan
Penulisan satuan sangat penting karena material memiliki satuan yang
berbeda-beda.
o. Volume
Bagian volume yang dibedakan menjadi volume minggu ini, volume
sampai dengan minggu ini dan volume sisa menunjukkan penggunan
volume material yang digunakan oleh mandor untuk menyelesaikan
pekerjaan. Penulisan volume yang detail ini membantu proses monitoring
dan prediksi terhadap volume yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang
mendatang.
• Stock Material
Format data stock material seperti yang tercantum dalam Tabel 4.27
memberikan menggabungkan antara form order material dan form penggunaan
material sehingga dapat memberikan input berupa sisa material yang ada di
tempat penyimpanan material.
97
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.27. Usulan Form Stock Material
Alasan menempatan bagian dalam form stock material adalah sebagai
berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form stock material ditujukan untuk
menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form stock material digunakan untuk
menunjukkan identitas proyek sehingga mempermudah dalam semua
proses pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat berguna
pada saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
c. Kode Proyek
Kode proyek dalam form stock material ditujukan untuk mempermudah
dalam pengendalian biaya terutama dalam memasukkan hasil monitoring
yang kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa biaya.
d. Identitas Form : Stock Material
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
98
Universitas Kristen Petra
e. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan.
f. Kode Biaya
Kode biaya digunakan untuk memberikan identitas pada setiap setiap item
yang dimonitor, yang selanjutnya akan dianalisa.
g. Nama Material
Penulisan nama item digunakan untuk melakukan kroscek terhadap kode
biaya yang dimasukkan. Item pekerjaan yang dimasukkan harus sesuai
dengan kode biaya nya. Penulisan nama material juga mempermudah
mandor dan logistic untuk menunjukkan material yang akan digunakan.
h. Satuan
Penulisan satuan sangat penting karena material memiliki satuan yang
berbeda-beda.
i. Nama Logistik
Penulisan nama logistik dilakukan untuk mengetahui logistik yang
bertanggung jawab terhadap material tersebut.
j. Tanggal
Penulisan tanggal dilakukan untuk menunjukkan kapan terjadi order
material, kapan terjadi penggunaan materil dan kapan dilakukannya
opname terhadap stok material sehingga dapat dilakukan monitoring
terhadap biaya material secara akurat.
h. Order Material
Bagian order material dibedakan menjadi No. form, quantity dan
kumulatif. Pengisian nomer form, kuantitas dan kumatif order disesuaikan
dengan form order material dan dijadikan dasar untuk monitoring dan
analisa.
i. Penggunaan Material
Bagian penggunaan material dibedakan menjadi No. form, quantity dan
kumulatif. Pengisian nomer form, kuantitas dan kumatif order disesuaikan
99
Universitas Kristen Petra
dengan form penggunaan material dan dijadikan dasar untuk monitoring
dan analisa.
j. Sisa
Perhitungan sisa stok material digunakan untuk memastikan apakah stock
material yang ada di tempat penyimpanan sama dengan selisih antara
jumlah material yang diorder dan material yang digunakan.
4.4.2.2.3.Monitoring Biaya Peralatan
Monitoring terhadap biaya peralatan harus dilakukan mulai pada saat
permintaan peralatan sampai dengan penggunaan peralatan. Proses ini harus
dilakukan dengan saling berkesinambungan satu sama lain untuk menghasilkan
pengendalian biaya peralatan yang akurat.
• Permintaan peralatan
Form data yang digunakan untuk permintaan peralatan ditampilkan
dalam Tabel 4.28 Penempatan bagian- bagian dalam form pemintaan peralatan
dilakukan dengan memperhatikan kegunaan masing-masing fungsi pada bagian
tersebut, sehingga form tersebut dapat terintegrasi dan tersinergi dengan form-
form lain yang digunakan untuk pengendalian biaya peralatan.
Tabel 4.28. Usulan Form Permintaan Peralatan
100
Universitas Kristen Petra
Alasan penempatan bagian-bagian dalam form pengendalian biaya
untuk peralatan seperti pada Tabel 4.28 antara lain sebagai berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form permintaan peralatan ditujukan
untuk menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form permintaan peralatan digunakan
untuk menunjukkan identitas proyek. Form ini digunakan untuk setiap
proyek yang ditanggani oleh perusahaan, sehingga penulisan identitas
proyek sangat perlu untuk membedakan antara proyek satu dengan proyek
yang lain. Identitas yang berbeda mempermudah dalam semua proses
pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat berguna pada
saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
c. Kode Proyek
Kode proyek dalam form permintaan peralatan ditujukan untuk
mempermudah dalam pengendalian biaya terutama dalam memasukkan
hasil monitoring yang kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa
biaya.
d. Identitas Form : Permintaan Peralatan
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
e. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan. Nomer form ini berbeda
antara satu form dengan form yang lain.
f. Tanggal
Penulisan tanggal permintaan peralatan berguna untuk mengetahui kapan
permintaan peralatan tersebut dilakukan, yang kemudian dapat dijadikan
bahan analisa untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk
menyediakan peralatan yang dibutuhkan.
101
Universitas Kristen Petra
g. Kode Biaya
Kode biaya digunakan untuk memberikan identitas pada setiap item
peralatan yang dibutuhkan. Kode biaya mempermudah bagian
pengendalian biaya untuk melakukan monitoring serta memasukkan input
untuk proses pengendalian biaya.
h. Nama Item
Penulisan nama item digunakan untuk melakukan kroscek terhadap kode
biaya yang dimasukkan. Item peralatan yang dimasukkan harus sesuai
dengan kode biaya nya.
i. Satuan
Penulisan satuan sangat penting karena peralatan memiliki satuan yang
berbeda-beda.
j. Quantity
Penulisan kuantitas dalam form permintaan peralatan dilakukan untuk
jumlah peralatan yang diperlukan, sehingga dapat dijadikan bahan analisa
untuk mengetahui jumlah peralatan yang efektif untuk suatu pekerjaan.
k. Diperlukan
Penulisan jadwal penggunaan alat meliputi tanggal penggunaan alat dan
waktu penggunaan alat. Jadwal ini berguna untuk mengatur penggunaan
alat untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan peralatan yang sama.
l. Penanggung jawab/operator
Identitas penanggung jawab/operator alat sangat penting untuk mengetahui
secara pasti personel dalam proyek yang menggunakan alat tersebut,
sehingga apabila terjadi permasalahan dapat segera ditelusurl.
• Penggunaan peralatan
Format data penggunaan peralatan seperti yang tercantum dalam Tabel
4.29 memberikan jam pemakaian alat dan biaya yang dibutuhkan untuk
penggunaan peralatan tersebut.
Penempatan bagian- bagian dalam form penggunaan peralatan
dilakukan dengan memperhatikan kegunaan masing-masing fungsi pada bagian
102
Universitas Kristen Petra
tersebut, sehingga form tersebut dapat terintegrasi dan tersinergi dengan form-
form lain yang digunakan untuk pengendalian biaya material.
Tabel 4.29. Usulan Form Penggunaan Peralatan
Alasan menempatan bagian dalam form penggunaan peralatan adalah sebagai
berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form penggunaan peralatan
ditujukan untuk menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form penggunaan peralatan digunakan
untuk menunjukkan identitas proyek sehingga mempermudah dalam
semua proses pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat
berguna pada saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
c. Kode Proyek
Kode proyek dalam form penggunaan peralatan ditujukan untuk
mempermudah dalam pengendalian biaya terutama dalam memasukkan
hasil monitoring yang kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa
biaya.
103
Universitas Kristen Petra
d. Identitas Form : Penggunaan Peralatan
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
e. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan.
f. Periode Penggunaan Peralatan
Penulisan periode penggunaan material dilakukan untuk mengetahui
seberapa sering penggunaan peralatan dalam rentang periode tertentu,
sehingga dapat digunakan untuk menentukan alokasi peralatan secara lebih
akurat untuk pekerjaan-pekerjaan selanjutnya.
g. Tanggal
Penulisan tanggal dilakukan untuk melakukan pengendalian terhadap
penggunaan alat, sehingga peralatan yang ada dapat dioptimalkan
penggunaannya untuk pekerjaan yang benar-benar membutuhkan.
h. Kode Biaya
Kode biaya digunakan untuk memberikan identitas pada setiap item
peralatan yang digunakan dan dimaksudkan mempermudah bagian
pengendalian biaya untuk melakukan monitoring serta memasukkan input
untuk proses pengendalian biaya.
i. Nama Item
Penulisan nama item digunakan untuk melakukan kroscek terhadap kode
biaya yang dimasukkan. Nama item peralatan yang dimasukkan harus
sesuai dengan kode biaya nya. Penulisan nama material juga
mempermudah operator/penanggung jawab peralatan untuk menunjukkan
peralatan yang digunakan.
j. Satuan
Penulisan satuan sangat penting karena material memiliki satuan yang
berbeda-beda.
104
Universitas Kristen Petra
k. Quantity
Informasi mengenai kuantitas peralatan yang digunakan dalam form
penggunaan peralatan dapat digunakan untuk menganalisa apakah
peralatan yang diminta telah dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan
peralatan untuk penyelesaian pekerjaan di lapangan. Analisa tersebut juga
dapat memberikan gambaran megenai jumlah alat yang optimal untuk
melakukan suatu aktivitas pekerjaan konstruksi.
l. Jumlah jam pakai
Informasi mengenai jumlah jam pakai alat untuk melakukan aktivitas
pekerjaan tertentu dapat digunakan sebagai dasar analisa produktivitas
alat, sehingga untuk kemudian hari dapat dilakukan alokasi alat secara
lebih optimal.
m. Bahan bakar
Data mengenai bahan bakar yang dibutuhkan oleh peralatan tersebut untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dapat menjadi digunakan untuk memonitor
penggunaan peralatan tersebut dan menajdi masukan yang berguna untuk
menentukan estimasi biaya peralatan di kemudian hari
n. Penanggung jawab/operator
Identitas penanggung jawab/operator sangat penting dalam penggunaan
alat karena mempermudah penelusurannya apabila terjadi permasalah.
4.4.2.2.4.Monitoring Biaya Subkontraktor
Data opname subkontraktor yang digunakan untuk proses
pengendalian biaya harus dapat progress volume yang dikerjakan, biaya aktual
subkontraktor untuk menyelesaikan progress tersebut dan pembayarannya. Sisa
volume yang belum dikerjakan dan sisa total pembayaran yang masih belum
dibayarkan juga dapat terlihat dengan pengumpulan data tersebut. Data opname
subkontraktor ini kemudian di analisa bersama-sama dengan kontrak
subkontraktor sehingga dapat diketahui bagaimana kinerja subkontraktor. Tabel
4.30 menunjukkan usulan form untuk opname subkontraktor.
Penempatan bagian- bagian dalam form Opname subkontraktor harus
dilakukan secara matang dengan memperhatikan kegunaan masing-masing fungsi
105
Universitas Kristen Petra
pada bagian tersebut, sehingga form tersebut dapat terintegrasi dan tersinergi
dengan form-form lain yang digunakan untuk pengendalian biaya upah pekerja.
Tabel 4.30. Usulan Form Opname Subkontraktor
Alasan penempatan bagian-bagian dalam form pengendalian biaya
untuk subkontraktor seperti pada Tabel 4.30 antara lain sebagai berikut :
a. Nama Perusahaan
Penempatan Nama Perusahaan dalam form opname subkontraktor
ditujukan untuk menunjukkan identitas perusahaan.
b. Nama Proyek
Penempatan Nama Proyek dalam form opname subkontraktor digunakan
untuk menunjukkan identitas proyek. Form ini digunakan untuk setiap
proyek yang ditanggani oleh perusahaan, sehingga penulisan identitas
proyek sangat perlu untuk membedakan antara proyek satu dengan proyek
yang lain. Identitas yang berbeda mempermudah dalam semua proses
pengendalian biaya selama proyek konstruksi, juga sangat berguna pada
saat melakukan post evaluating setelah suatu proyek selesai.
c. Kode Proyek
Kode proyek dalam form opname subkontraktor ditujukan untuk
mempermudah dalam pengendalian biaya terutama dalam memasukkan
hasil monitoring yang kemudian akan digunakan untuk melakukan analisa
biaya.
106
Universitas Kristen Petra
d. Identitas Form : Opname Subkontraktor
Penulisan identitas form sangat penting untuk membedakan antara form
yang satu dengan form yang lain, sehingga dalam penggunaannya tidak
terjadi kesalahan.
e. Periode Opname Subkontraktor
Penulisan Periode Opname Subkontraktor berguna untuk mengetahui
periode monitoring yang dilakukan. Pengendalian biaya untuk
subkontraktor dilakukan dengan kinerja subkontraktor dengan kontrak
kerja yang telah ditandatangani oleh subkontraktor.
f. No. Form
Penempatanan no. form difungsikan untuk mempermudah administrasi
dan menghindari adanya pelanggaran penggunaan form karena
penggunaan form harus sesuai dengan urutan. Nomer form ini berbeda
antara satu form dengan form yang lain.
g. Tanggal Opname
Penulisan tanggal opname sangat penting untuk mengetahui pada tanggal
berapa, opname terhadap kinerja subkontraktor dari suatu periode
dilakukan. Tanggal opname tersebut penting karena digunakan untuk
membandingkan progress actual subkontraktor dengan kontrak kerjanya.
h. Kode/Nama Subkontraktor
Kode dan nama subkontraktor digunakan untuk membedakan hasil
kerja/progress antara subkontraktor satu dengan subkontraktor lainnya.
Kode yang berbeda mempermudah bagian pengendalian biaya untuk
memonitor dan melakukan input hasil kerja subkontraktor.
i. Kode Biaya
Kode biaya digunakan untuk memberikan identitas pada setiap item
pekerjaan yang ada. Kode biaya sangat penting dalam pengendalian biaya
karena dapat digunakan untuk mengetahui secara tepat item pekerjaan
yang dilakukan beserta dengan lokasi dari pekerjaan tersebut. Kode biaya
mempermudah bagian pengendalian biaya untuk melakukan monitoring
serta memasukkan input untuk proses pengendalian biaya.
107
Universitas Kristen Petra
j. Item Pekerjaan
Penulisan item pekerjaan digunakan untuk melakukan kroscek terhadap
kode biaya yang dimasukkan. Item pekerjaan yang dimasukkan harus
sesuai dengan kode biaya nya. Penulisan item pekerjaan juga
mempermudah mandor untuk mengetahui pekerjaan apa yang harus
dilakukan dibandingkan subkontraktor harus mengartikan kode biaya.
k. Lokasi
Penulisan lokasi menunjukkan lokasi pekerjaan subkontraktor pada
periode tersebut, sehingga dapat dilakukan analisa apakah sesuai dengan
kontrak kerja.
l. Satuan
Penulisan satuan sangat penting untuk dimengerti sebelum melakukan
pekerjaan karena satuan yang digunakan untuk item pekerjaan yang satu
belum tentu sama dengan item pekerjaan yang lain.
m. Harga Satuan Kontrak
Penulisan harga satuan kontrak yang disetujui subkontraktor ditulis dalam
kontrak kerja sehingga pada saat opname dapat diketahui secara pasti
berapa nilai kontrak yang telah disepakati bersama, sehingga dapat
menghindarkan terjadinya perselisihan di kemudian hari.
n. Volume
Penulisan volume dalam form opname subkontraktor dibedakan menjadi
tiga yaitu volume minggu ini (volume actual), volume sampai dengan
minggu ini (volume kumulatif) dan volume sisa yang belum dikerjakan
mandor. Pembagian volume menjadi 3 bagian ini dilakukan untuk
menunjukkan transparansi antara subkontraktor dan proyek dalam
melakukan opname, selain itu juga berguna untuk menunjukkan pada
subkontraktor bagaimana progress yang dicapai serta sisa kewajiban yang
harus dikerjakan.
o. Pembayaran
Bagian pembayaran juga dibedakan menjadi pembayaran minggu ini,
pembayaran sampai dengan minggu ini, serta sisa pembayaran yang akan
diterima oleh mandor. Penulisan bagian pembayaran yang dibedakan
108
Universitas Kristen Petra
menjadi 3 ini dilakukan agar baik proyek maupun subkontraktor
mengetahui bagaimana progress pelaksanaan kerja subkontraktor dari satu
periode dibandingkan dengan periode sebelumnya.
4.4.2.3. Analyzing Cost Status
Analisa biaya yang diusulkan dapat menghitung status akuntansi dan
status biaya serta melakukan prediksi total biaya untuk menyelesaikan proyek.
Status akuntansi diperoleh dengan membandingkan antara total actual proyek
dengan budget proyek, sedangkan status biaya diperoleh dengan membandingkan
earned value dengan total aktual (ACWP) untuk menyelesaikan progress. Analisa
status biaya yang diusulkan dapat memberikan gambaran mengenai analisa status
biaya baik pada suatu periode (this period) maupun secara kumulatif sampai pada
saat periode opname (to date).
Analisa untuk status biaya dapat dilakukan dengan menggunakan data
budgeting, dan data dari hasil monitoring. Analisa ini memperlukan input berupa
kuantitas budget, harga satuan budget, harga satuan aktual dan kuantitas progress.
Input yang ada kemudian dianalisa untuk mengetahui BCWP, persen selesai,
varian, status biaya dan biaya yang diprediksikan.
Format analisa biaya peralatan berbeda dengan elemen biaya yang lain,
karena pada elemen biaya peralatan perlu dilakukan konversi terlebih dahulu
untuk menentukan biaya satuan peralatan per item pekerjaan, karena satuan untuk
peralatan berbeda dengan satuan untuk item pekerjaan. Konversi ini perlu
dilakukan karena dalam pengendalian biaya, satuan yang digunakan untuk semua
elemen biaya adalah satuan untuk item pekerjaan. Cara konversi satuan dari
satuan peralatan menjadi satuan elemen biaya berdasarkan item pekerjaan
diasumsikan sudah ada sehingga tidak diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini.
Input untuk analisa biaya untuk item pekerjaan secara keseluruhan
diperoleh dengan menggabungkan total BCWS, ACWP dan BCWP untuk elemen-
elemen biaya. Input tersebut kemudian dianalisa untuk dapat mengetahui status
proyek secara keseluruhan dan melakukan prediksi jumlah biaya yang dibutuhkan
untuk penyelesaian proyek.
109
Universitas Kristen Petra
Perhitungan dengan konsep earned value yaitu BCWP dilakukan
dengan mengalikan biaya dalam budget (RAP) dengan kuantitas aktual yang
terpasang (progress). Perhitungan kuantitas yang membedakan antara kuantitas
yang dikeluarkan dan kuantitas yang terpasang perlu dilakukan karena kuantitas
yang dikeluarkan belum pasti sama dengan kuantitas yang dipasang, padahal
pembayaran yang dilakukan owner berdasarkan kuantitas yang terpasang.
Perhitungan status biaya dilakukan dengan menghitung :
1. Persentase (%) selesai
yaitu perbandingan antara biaya yang diperoleh dari owner dengan biaya
dalam budget, atau BCWP/BCWS.
2. Cost Variance (CV)
CV dihitung dari selisih antara BCWP dengan ACWP
Nilai CV positif menunjukkan underrun, CV = 0 menunjukkan status within
budget, sedangkan CV negatif menunjukkan status overrun.
3. Cost Performance Index (CPI)
CPI dihitung dengan BCWP/ACWP.
Nilai CPI > 1 menunjukkan status underrun, CPI = 1 menunjukkan status
within budget, dan CPI < 1 menunjukkan status overrun.
Analisa biaya untuk satu periode saja (this period) adalah analisa status
biaya yang gambaran mengenai keadaan biaya pada suatu periode tertentu.
Pembuatan grafik untuk cost variance (CV) dan CPI dapat dilakukan pada setiap
periode, sehingga dapat diketahui bagaimana perubahan CV dan CPI untuk setiap
periodenya. Grafik ini dapat memberikan masukan yang cukup baik untuk
pembuatan keputusan dan tindakan perbaikan dalam proyek. Tabel 4.31,Tabel
4.32, dan Tabel 4.33 secara berturut-turut menunjukkan analisa status biaya untuk
elemen biaya tenaga kerja, material dan peralatan untuk suatu periode tertentu.
Analisa untuk elemen biaya subkontraktor memiliki format yang sama. Analisa
status biaya untuk item pekerjaan (dengan keempat elemen biaya) pada satu
periode ditampilkan dalam Tabel 4.34.
110
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.31. Usulan Format Analisa Status Biaya untuk Elemen Biaya Tenaga Kerja (This Period)
Tabel 4.32. Usulan Format Analisa Status Biaya untuk Elemen Biaya Material (This Period)
111
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.33. Usulan Format Analisa Status Biaya untuk Elemen Biaya Peralatan (This Period)
Tabel 4.34. Usulan Format Analisa Status Biaya tiap tem Pekerjaan (This Period)
112
Universitas Kristen Petra
Analisa biaya to date mengunakan data aktual dan progress dari hasil
monitoring yang ditambah dengan data periode-periode sebelumnya sehingga
dapat dikatakan bahwa analisa biaya to date adalah analisa biaya kumulatif dari
awal proyek. Perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek
dilakukan dengan metode to date unit cost. Metode ini menggunakan harga satuan
rata-rata untuk melakukan prediksi ke depan. Prediksi biaya ke depan dengan
menggunakan to date unit cost dilakukan dengan membagi ACWP dengan %
selesai.
Tabel 4.35, Tabel 4.36 dan Tabel 4.37 secara berturut-turut
menunjukkan usulan format yang dapat digunakan untuk analisa pengendalian
biaya kumulatif (to date) untuk elemen biaya tenaga kerja, material, dan peralatan.
Usulan format analisa biaya untuk elemen biaya subkontraktor juga mengikuti
format ini. Analisa biaya kumulatif untuk tiap item pekerjaan ditampilkan pada
Tabel 4.38
Analisa biaya yang diusulkan memberikan gambaran terhadap biaya
proyek secara mendetail, sampai pada level ke 4 WBS, baik untuk analisa status
akuntansi, analisa status biaya dan prediksi ke depan. Tingkatan kebutuhan
terhadap analisa biaya pada masing-masing kontraktor pengguna usulan ini
berbeda, sehingga usulan sistem pengendalian biaya ini dibuat secara fleksibel
untuk disesuaikan dengan tingkatan kebutuhan penggunanya. Status biaya yang
ditunjukkan dalam analisa, baik underrun, within budget maupun overrun harus
dianalisa lebih lanjut mengenai penyebab di balik hasil analisa tersebut.
Tindakan-tindakan yang akan diambil apabila status biaya menunjukkan
underrun, within budget maupun overrun berada dalam otoritas masing-masing
pengguna (sampai sedetail apa status biaya yang ditunjukkan memerlukan
tindakan perbaikan).
113
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.35. Usulan Format Analisa Status Biaya untuk Elemen Biaya Tenaga Kerja (to date)
Tabel 4.36. Usulan Format Analisa Status Biaya untuk Elemen Biaya Material (to date)
114
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.37. Usulan Format Analisa Status Biaya untuk Elemen Biaya Peralatan (to date)
Tabel 4.38. Usulan Format Analisa Status Biaya tiap Item Pekerjaan (To Date)
115
Universitas Kristen Petra
4.4.2.4. Reporting Cost Status
Laporan mengenai status biaya proyek harus ditentukan oleh kantor
pusat mengenai jangka waktu dan format laporan. Format laporan untuk bagian
pengendalian biaya proyek di lapangan harus dapat secara detail mengetahui
status biaya proyek pada suatu periode tertentu, baik untuk laporan satu periode
(this period) maupun laporan biaya sampai saat ini (to date). Laporan status biaya
proyek dapat dilengkapi dengan grafik nilai CV atau CPI dari periode ke periode
sehingga status biaya sepanjang jalannya proyek dapat dilihat dengan jelas.
Laporan untuk arsip bagian pengendalian biaya proyek di lapangan sifatnya
lengkap dan mendetail. Laporan untuk bagian pengendalian biaya di lapangan
adalah laporan untuk status biaya untuk elemen biaya tenaga kerja, material,
peralatan, subkontraktor dan laporan status biaya tiap item pekerjaan secara detail.
Tabel 4.39 menunjukkan laporan untuk bagian pengendalian biaya proyek di
lapangan yang dapat digunakan untuk laporan semua elemen biaya, dalam bagian
ini diberi contoh untuk elemen biaya tenaga kerja, sedangkan Tabel 4.40
menunjukkan laporan pengendalian biaya proyek untuk tiap item pekerjaan.
Laporan yang diberikan kepada project manager adalah laporan biaya
untuk tiap item pekerjaan, baik untuk suatu periode atau kumulatif, tidak perlu
laporan untuk masing-masing elemen biaya. Hal ini dilakukan karena project
manager mengkoordinasikan dalam proyek, sehingga laporan yang dibutuhkan
adalah laporan mengenai hasil koordinasi tersebut yaitu laporan mengenai biaya
dari tiap item pekerjaan di proyek (Tabel 4.40). Arsip untuk laporan tiap elemen
biaya berada di tangan bagian pengendalian biaya, dan dapat diminta oleh project
manager apabila ada item pekerjaan yang perlu mendapat perhatian khusus.
Laporan kepada bagian penggendalian biaya di kantor pusat berasal
dari laporan biaya detail dengan melakukan penyaringan-penyaringan terhadap
pengendalian biaya yang terlalu detail. Laporan tersebut hanya perlu untuk
mengetahui status biaya tiap item pekerjaan.. Laporan untuk bagian pengendalian
biaya di kantor pusat juga tidak perlu diberikan secara terlalu mendetail,
melainkan hanya sampai level 2 WBS. Tabel 4.41 menunjukkan bentuk laporan
biaya untuk kantor pusat, baik untuk masing-masing elemen biaya maupun untuk
tiap item pekerjaan, dengan breakdown pekerjaan hanya sampai level 2 WBS.
116
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.39. Usulan Format Laporan Elemen Biaya untuk Bagian Pengendalian Biaya di Lapangan
Tabel 4.40. Usulan Format Laporan Biaya tiap Item Pekerjaan untuk Pengendalian Biaya di Lapangan dan Project Manager
117
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.41. Usulan Format Laporan Biaya tiap Item Pekerjaan untuk Kantor Pusat
118
Universitas Kristen Petra
4.4.2.5. Decision Making and Correcting Actions
Pembuatan keputusan dan langkah-langkah perbaikan apabila pada
proyek terjadi masalah, pertama-tama harus dilakukan koordinasi antara bagian
pengendalian biaya proyek dengan project manager, untuk kemudian diteruskan
ke kantor pusat apabila masalah tersebut tidak dapat ditanggulangi dengan
pembicaraan intern proyek. Pembuatan keputusan dan langkah perbaikan harus
dilakukan dengan melihat laporan pengendalian biaya proyek baik untuk laporan
periode ini maupun laporan biaya kumulatif sampai periode ini, sehingga
keputusan dan tindakan perbaikan yang diambil dapat tepat sasaran dan sesuai
dengan kebutuhan proyek.
4.4.2.6. Project Post Evaluating
Evaluasi terhadap pelaksanaan pengendalian biaya proyek secara
keseluruhan harus dilakukan segera setelah proyek selesai, sehingga dapat diolah
untuk menjadi input dalam database perusahaan. Evaluasi terhadap pelaksanaan
proyek sebaiknya dilakukan oleh bagian pengendalian biaya proyek untuk
kemudian dilaporkan ke kantor pusat. Analisa-analisa biaya yang telah dilakukan
dapat menjadi masukan yang sangat berguna untuk proyek-proyek selanjutnya dan
dapat dimasukkan ke dalam database. Pemisahan analisa untuk masing-masing
elemen biaya dan analisa keseluruhan baik untuk analisa keseluruhan yang
menggabungkan antara biaya tenaga kerja, material, peralatan dan subkontraktor,
maupun analisa keseluruhan, dilakukan untuk mengetahui secara lebih akurat
bagaimana status biaya dan akuntansi untuk suatu item pekerjaan. Hasil analisa ini
dapat digunakan untuk mengetahui jumlah biaya pada masing-masing elemen
biaya yang diperlukan untuk mengerjakan item pekerjaan tertentu pada jenis
proyek tertentu, sehingga dapat menjadi masukan untuk penetapan harga satuan
dalam proses budgeting selanjutnya.
4.4.2. Rangkuman Usulan Sistem Pengendalian Biaya untuk Kontraktor
Usulan sistem pengendalian biaya dimulai dengan proses pembentukan
kerangka kerja pengendalian biaya. WBS dan pengkodean biaya digunakan
119
Universitas Kristen Petra
selama fungsi pengendalian biaya, sedangkan earned value digunakan dalam
fungsi analisa status biaya.
Cost control function breakdown structure dalam pelaksanaannya
harus didasari pada kerangka kerja pengendalian biaya. Proses budgeting di mulai
dari penentuan budget pelaksanaan proyek untuk masing-masing elemen biaya
secara detail, yang kemudian digabungkan untuk mengetahui budget tiap item
pekerjaan. Kode biaya dalam budgeting berkesinambungan dengan kode biaya
untuk proses selanjutnya. Proses monitoring dilakukan secara berkala untuk
mengetahui volume aktual, biaya aktual, dan volume progress untuk masing-
masing elemen biaya. Hasil dari monitoring kemudian dianalisa untuk masing-
masing elemen biaya dan tiap item pekerjaan baik untuk satu periode maupun
secara kumulatif dari awal proyek, juga dengan memperhatikan budget yang ada.
Hasil analisa dilaporkan ke PM dan kantor pusat dalam bentuk tabel yang
menunjukkan status biaya satu periode dan kumulatif. Laporan untuk PM dibatasi
sampai biaya tiap item pekerjaan sedangkan pada kantor pusat sampai pada
breakdown WBS level 2. Decision making dan correcting action yang terjadi di
proyek dilakukan berdasarkan laporan status biaya. Evaluasi setelah proyek
selesai dilakukan dengan melihat pelaksanaan cost control function, kemudian
dimasukan ke dalam database untuk masukan proyek selanjutnya.
Flowchart pelaksanaan sistem pengendalian biaya yang diusulkan
ditampilkan dalam Gambar 4.10.
120
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.10. Flowchart Aplikasi Usulan Sistem Pengendalian Biaya
Budgeting
WBS + Cost Code
Tiap Pekerjaan
Analyzing
Reporting
Decision Making and Correcting Actions
Project Post Evaluating
Tabel 4.19 – 4..21
Masing-masing Elemen :
Tenaga Kerja Material Peralatan Subkontraktor
Tabel 4.22
Tabel 4.23 SPK Tabel 4.24. Opname Monitoring
Tabel 4.31- 4.33 This period per elemen biaya
Tabel 4.38 To date per item pekerjaan
Tabel 4.34 This period per item pekerjaan
Tabel 4.39, 4.40, 4.41
Tabel 4.35 - 4.37To date per elemen biaya
Earned Value Concept
Top Related