Download - 3. GA-ETT Pada Tonsilitis Kronis

Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Tonsilitis merupakan suatu peradangan atau pembengkakan jaringan tonsil bersama pengumpulan leukosit, bakteri patogen, dan juga sel - sel epitel mati. Tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan penyakit tenggorokan yang berulang. Gambaran klinis bervariasi, dan diagnosis sebagian besar tergantung pada inspeksi. Pada umumnya, terdapat dua gambaran yang secara menyeluruh berbeda yang tampaknya cocok dimasukkan kategori tonsilitis kronis. Pada satu jenis tonsila membesar, dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta tampak mengalami stenosis, tapi eksudat, yang seringkali purulen, dapat diperlihatkan dari kripta kripta tersebut. Pada beberapa kasus satu atau dua kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau seperti dempul amat banyak dapat diperlihatkan dari kripta. Infeksi kronis biasanya berderajat rendah adalah nyata. Gambaran klinis lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai kuburan dimana tepinya hiperemis, dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis, seringkali dapat diperlihatkan dari kripta. Biakan tonsila dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa organisme yang virulensinya relatif rendah dan, pada kenyataannya, jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.(1)Pembesaran tonsil/amandel bisa sangat besar sehingga tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernapasan.(11)Penyebab dari tonsilitis jenis ini berbeda dengan tonsilitis pada umumnya. Penyebab penyakit tonsilitis kronis ini adalah kuman golongan Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Pada individu yang rentan, peradangan dapat disebabkan oleh faktor lain selain infeksi kuman itu sendiri. Faktor yang lain tersebut antara lain;(11) debu asap rokok makanan berminyak kelelahan cuaca buah-buahanKarena terus menerus mengalami kontak dengan faktor diatas, akibatnya tonsil mengalami radang berulang. Berulangnya radang ini, mengakibatkan tonsil menjadi membesar dan mengalami pembengkakan, bahkan sampai menghalangi jalan nafas.(11)Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.(7,9)Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.(7,9)Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh dendritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan nafas berbau.(7,9)Gejala umum tonsilitis meliputi(7,8,9) merah dan/atau bengkak pada tonsil kaku dan bengkak pada leher sakit tenggorokan sulit menelan makanan batuk sakit kepala sakit mata demam hidung mampetTonsilitis kronis dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronik, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.(7,9)Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk meringankan gejala gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari hari, dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang.(1,3,7)Tonsilektomi adalah kasus bedah yang paling banyak dilakukan oleh dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) sehingga sering dianggap sebagai bedah yang kecil saja, namun tetap ada resiko karena dokter melakukan suatu tindakan memanipulasi organ tubuh. Banyak sekali komplikasinya, antara lain: 1) rasa nyeri setelah operasi tonsilitis kronis tersebut, 2) serangan tonsil yang berulang atau tonsilitis relaps, 3) sumbatan jalan nafas, 4) timbulnya abses peritonsil dan 5) komplikasi terberat yaitu kematian.(3,11)Tonsilitis kronis yang sering berulang lebih dari 3 kali dalam setahun, menyebabkan sumbatan jalan nafas seperti mengorok dan tidak respon terhadap obat adalah indikasi absolut dari tonsilektomi, apalagi tonsilitis kronisnya mengakibatkan demam sehingga anak tersebut kejang demam.(3,11)Tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi dilakukan sering dalam usaha untuk mengendalikan penyakit faring berulang, obstruksi jalan nafas atas, dan otitis media kronis. Dengan munculnya antibiotik dan pengertian yang lebih baik dari fungsi imunologi jaringan limfoid faring, menjadi perlu untuk berhati hati mempertimbangkan kembali indikasi indikasi pada prosedur prosedur ini.(1)Walaupun mungkin terdapat berbagai pendapat tentang indikasi yang pasti untuk tonsilektomi pada anak anak, terdapat sedikit perselisihan pendapat tentang indikasi prosedur ini pada orang dewasa. Tonsilektomi biasanya dilakukan pada dewasa muda yang menderita episode ulangan tonsilitis, selulitis peritonsilaris, atau abses peritonsilaris. Tonsilitis kronis dapat menyebabkan hilangnya waktu bekerja yang berlebihan.(1)Anak anak jarang menderita tonsilitis kronis atau abses peritonsilaris. Paling sering, mereka mengalami episode berulang tonsilitis akut dan hipertrofi penyerta. Beberapa episode mungkin disebabkan oleh virus atau bakteri. Diskusi kemudian mengenai kapan saat atau setelah berapa kali episode tindakan pembedaham dibutuhkan. Pedoman pedoman yang biasanya dapat diterima sekarang ini ditunjukkan pada bagian ini.(1)Keputusan akhir untuk melakukan tonsilektomi tergantung pada kebijaksaan dokter yang merawat pasien. Mereka sebaiknya menyadari kenyataan bahwa tindakan ini merupakan prosedur pembedahan mayor yang bahkan hari ini masih berlum terbebas dari komplikasi komplikasi yang serius.(1)The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi:(9)1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat.2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus hemoliticus.7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.8. Otitis media efusa/otitis media supuratif. Jika terdapat infeksi streptokokus berulang, mungkin terdapat karier pada orang orang yang tinggal serumah, dan biakan pada anggota keluarga dan pengobatan dapat menghentikan siklus infeksi rekuren.(1)Pertimbangan dan pengalaman ahli dalam menilai manfaat indikasi indikasi ini yang akan diberikan pada pasien, tentu saja semuanya sama penting. Seperti juga indikasi pembedahan, tentu terdapat non indikasi dan kontraindikasi tertentu yang juga harus diperhatikan, karena telah menjadi mode untuk melakukan jenis pembedahan ini untuk mengatasi masalah masalah ini.(1)Non indikasi dan kontraindikasi untuk tonsilektomi adalah di bawah ini:(1)1. Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang2. Infeksi sistemik atau kronis3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya4. Pembesaran tonsil tanpa gejala gejala obstruksi5. Rinitis alergika6. Asma7. Diskrasia darah8. Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh9. Tonus otot yang lemah10. SinusitisTonsilektomi dapat dilakukan pada individu individu yang mempunyai deformitas palatoskisis. Walaupun, terdapat keadaan keadaan yang meringankan terhadap petunjuk prosedur pembedahan ini, dan pasien harus diberitahu mengenai kemungkinan timbulnya efek pada kualitas suara akibat prosedur pembedahan.

BAB IIPEMBAHASAN

Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia ialah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien.(5)Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Definisi yang ditegakkan oleh The American Board of Anesthesiology pada tahun 1989 ialah mencakup semua kegiatan profesi atau praktek yang meliputi hal hal sebagai berikut:(5)1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesia.2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan atau pada saat dilakukan tindakan diagnostik terapeutik. 3. Memantau dan memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan pada pasien dalam keadaan kritis.4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru (RJP).6. Membuat evaluasi fungsi pernafasan dan mengobati gangguan pernafasan.7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan personel paramedik dalam bidang anestesia, perawatan pernafasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis.8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan respons terhadap obat.9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban. Beberapa tipe anestesi adalah:(2) Pembiusan total hilangnya kesadaran total Pembiusan lokal hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) Pembiusan regional hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya

ANESTESI UMUMDefinisiAnestesi umum adalah suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat obatan anestesi dan bersifat reversibel.(10)Anestesi umum dapat diberikan secara:(10)1. Inhalasi 2. Intravena3. IntramuskularIndikasi anestesi umum:(10)1. Pada bayi dan anak anak2. Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum disukai oleh ahli bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal3. Operasi besar4. Pasien dengan gangguan mental5. Pembedahan yang lama6. Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan7. Pasien dengan obat obat anestesi lokal pernah mengalami alergiPenilaian dan Persiapan Pra AnestesiaPersiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab- sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi seyogianya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar.(5)Kadang kadang dokter spesialis anestesiologi mempunyai waktu terbatas untuk menyiapkan pasien, sehingga persiapan kurang sempurna. Penundaan jadwal operasi akan merugikan semua pihak, terutama pasien dan keluarganya.(5)Tujuan utama kunjunga pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.(5)Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi bukan cerita untuk menakut nakuti atau dibuat buat, karena memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang identitas yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.(5) AnamnesisRiwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual muntah, nyeri otot, gatal gatal, atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Kita harus pandai pandai memilah apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek samping obat.(5)Beberapa peneliti menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah di masa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan diulang.(5)Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1 2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan pernafasan dan 1 2 minggu ntuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.(5)Pemerikaan FisikPemeriksaan keadaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.(5)Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.(5)Pemeriksaan Laboratorium Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, laukosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks. Praktek praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji uji semacam ini.(5)Kebugaran untuk anestesiaPembedahan elektif boleh ditunda tanpda batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.(5)Klasifikasi Status FisikKlasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.(5)Kelas I: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.Kelas II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.Kelas III: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktifitas rutin terbatas.Kelas IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktifitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.Kelas V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.Masukan OralRefleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada pasien pasien yang menjalani anestesia Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.(5)Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4 6 jam dan pada bayi 3 4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.(5)PremedikasiPremedikasi ialah pemberian obat 1 2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan bangun dari anestesia di antaranya:(5,6)1. Meredakan kecemasan dan ketakutan2. Memperlancar induksi anestesia3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus4. Meminimalkan jumlah obat anestetik5. Mengurangi mual muntah pasca bedah 6. Menciptakan amnesia7. Mengurangi isi cairan lambung8. Mengurangi refleks yang membahayakanObat obat yang digunakan sebagai premedikasi adalah:(6)1. Obat antikolinergik2. Obat sedatif3. Obat analgetik narkotik\

Tanda-Tanda Anastesi UmumGuedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:(10) Stadium IStadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium IIStadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernafasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnoe dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkotinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.

Stadium IIIStadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana, yaitu: Plana I : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, refleks lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna ( tonus otot mulai menurun). Plana II : Pernapasan teratur, spontan, perut dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan refleks laring hilang sehingga dapat diketjakan intubasi. Plana III : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritonium tidak ada,relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun). Plana IV: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun). Stadium IVStadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana IV. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur,denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

Persyaratan minimum untuk anestesi umumKebutuhan infrastruktur minimum untuk anestesi umum termasuk ruang yang cukup terang dari ukuran yang memadai, oksigen, sebuah suction, monitor sesuai standar ASA (American Society of anestesi), termasuk denyut jantung, tekanan darah, EKG, pulse oksimetri, kapnografi, temperatur, dan konsentrasi oksigen yang terinspirasi dan dihembuskan dan agen anestesi yang berlaku.(5,10)Selain ini, beberapa peralatan yang diperlukan untuk memberikan agen anestesi. Ini mungkin hal yang sederhana seperti jarum dan jarum suntik, jika obat tersebut akan diberikan seluruhnya melalui intravena. ketersediaan mesin gas juga harus diperhatikan serta defibrilator jantung, dan ruang pemulihan dengan individu yang terlatih.(5,10)

1. Induksi Pasien sekarang siap untuk induksi anestesi umum, bagian penting dari proses anestesi. Tujuan induksi bukan untuk menganastesi, tetapi hanya untuk memulai agar proses anastesi cepat dan nyaman. Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat induksi diberikan secara intravena seperti tiopental, ketamin, diazepam, midazolam, dan propofol. Jalan nafas dikontrol dengan sungkup muka atau pipa nafas orofaring/nasofaring. Setelah itu dilakukan intubasi trakea. Setelah kedalaman anastesi tercapai, posisi pasien disesuaikan dengan posisi operasi yang akan dilakukan, misalnya telentang, telungkup, litotomi, miring, duduk dan lain-lain. (5,10)

2. Pemeliharaan Ada beberapa metode pemeliharaan anastesi dan banyak obat yang dipilih oleh ahli anastesi, dan sedikit berubah. Obat-obat inhalasi (haloten, influren, isofluren) dapat digunakan sebagai suplemen untuk nitrogen oksida. Analgesik parenteral, biasanya intravena (morfin, pethidin, fentanil) boleh digunakan dengan maksud yang sama. Metode intravena sering dikombinasikan dengan relaksasi otot (yang disebabkan oleh obat-obat spesifik), dan efek dari kombinasi ini membuat ventilasi paru-paru terkendali menjadi penting. Metode inhalasi lebih lazim diterapkan bila ventilasi berlangsung spontan.(5,10)Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anastesi. Hal-hal yang dipantau adalah fungsi vital (pernafasan, tekanan darah, nadi dan kedalaman anastesi) misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola nafas, takikardia, hipertensi, keringat, air mata, midriasis. Ventilasi pada anastesi umum dapat secara spontan, bantu atau kendali tergantung jenis, lama dan posisi operasi.(5)Dimana pemeliharan jalan nafas dan pemberian ventilator dengan pemasangan endotrakeal tube. Intubasi trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea ke dalam trakhea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio trakhea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut pertama menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun baik kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, kedua mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang, ketiga pencegahan aspirasi dan regurgitasi.(5)Teknik yang digunakan manuver tripel jalan nafas terdiri dari: kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital, mandibula didorong kedepan pada kedua angulus mandibula, mulut dibuka.(5)

Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan nafas bebas, sehingga gas atau udara lancar masuk trakea lewat hidung atau mulut.(5)Jika manuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan nafas mulut - faring lewat mulut (OPA, orol pharyngeal airway) atau jalan nafas hidung - faring lewat hidung (NPA, naso pharyngeal airway).(5)NPA berbentuk pipa bulat berlubang di tengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly.(5)OPA :berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf c, berlubang di tengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien menggit lubang tetap paten.(5)Alat - alat yang yang digunakan ialah sungkup muka, laringoskop, pipa endotrakeal, pipa orofaring atau nasofaring, plaster, stilent, mandren, sambungan - sambungan, suction.(5)1) Sungkup muka Sungkup muka merupakan pengantar udara/gas anastesi dari alat resusitasi atau sistem anastesi ke jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernafas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut dan hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam, bergantung usia.(5,6) Sungkup laring ialah alat jalan nafas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang - kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkainya dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.(5,6)Dikenal 2 macam sungkup laring adalah: (5,6)1. Sungkup laring standar dengan satu pipa nafas.2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa nafas standart dan lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus.UkuranUsiaBerat badan (kg)

1.0Neonatus< 3

1.3Bayi3 10

2.0Anak kecil10-20

2.3Anak20 30

3.0Dewasa kecil30 40

4.0Dewasa normal40 60

5.0Dewasa besar> 60

2) Laringoskopi dan intubasiFungsi laring adalah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskopi ialah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop: 1. Bilah daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi anak - dewasa.2. Bilah lengkung (Miller, magill) untuk anak besar - dewasa.

3) Pipa trakea (endotracheal tube)Mengantar gas anastetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dan bahan standar polivinil - klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampung trakea bayi, anak kecil dan dewaasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, Maka untuk bayi anak digunakan tanda kaf (cuff) dan untuk anak besar - dewasa dengan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi - anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan selain itu jika kita ingin menggunakan pipa trakea dengan kaf pada bayi harus menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternaya lebih kecil dan ini membuat risiko tahanan nafas lebih besar. (5,6)

Pipa trakea dan peruntukannya:UsiaDiameter (mm)Skala FrenchJarak sampai bibir (cm)

Prematur2.0 2.51010

Neonatus2.5 3.51211

1 6 bulan3.0 4.01411

1 tahun3.5 4.01612

1 4 tahun4.0 5.01813

4 6 tahun4.5 5.52014

6 8 tahun5.0 5.52215 16

8 10 tahun5.5 6.02416 17

10 -12 tahun6.0 6.52617 18

12 14 tahun6.5 7.028 3018 22

Dewasa wanita6.5 8.528 3020 24

Dewasa pria7.5 10.032 3420 24

Cara memilih pipa trakhea untuk bayi dan anak kecil :Diameter dalam pipa trakhea (mm) = 4.0 + umur (tahun)Panjang pipa oro-trakheal (cm) = 12 + umur (tahun)Panjang pipa naso-trakheal (cm) = 12 + umur (tahun)4) Pipa orofaring/nasofaring Alat ini digunakan untuk mencengah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak dintubasi.5) Plaster untuk menfiksasikan pipa trakea setelah tidakan intubasi.

6) Stilet atau forsep intubasi.Stilet (mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa forsep intubasi (magill) digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring. Biasanya dibantu dengan laringoskop.7) Suction Digunakan untuk membersihkan jalan nafas2,6

Cara tindakan intubasi:(5,6)1. Persiapan: pasien dalam posisi tidur telentang, oksiput diganjal dengan bantal sehingga kepala dalam posisi ekstensi serta trakea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus2. Oksigenasi: Setelah dilakukan anastesi dan pelumpuh otot lakukan oksigenasi dengan pemberian O2 100 % minimal 2 menit. Sungkup muka dipenggang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.3. Laringoskop: mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipengang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimukakan dari sudut kanan mulut.lidah didorong dengan daun tersebut kekiri dan lapangan pandangan akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring, serta epiglottis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.4. Pemasangan pipa endotrakeal: pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu sebelum memasukkan pipa, asisten diminta untuk menekan laring posterior sehingga pita suara jelas terlihat.bila mengganggu, stilet dicabut. Ventilator/oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri menfiksasi pipa. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan. Pipa difiksasikan dengan plester.5. Mengontrol letak pipa: dada pastikan berkembang saat diberikan ventilasi.sewaktu dilakukan ventilasi dilakukan auskultasi dada dengan menggunakan stetoskop. Diharapkan suara napas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa udara di pipa endotrakeal.6. Ventilasi: pemberian ventilasi sesuai dengan kebutuhan pasien.

Ekstubasi1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar- benar sadar, jika:(5) intubasi kembali akan menmbulkan kesulitan pasca ekstubasi ada resiko aspirasi2. Ekstubasi dikerjakan umumnya pada keadaan anestesi sudah ringan dengan catatan tidak akan terjadi spasme laring.3. Sebelum ekstubasi, bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan lainnya.

Perbandingan sifat alat jalan napasSungkup MukaSungkup LaringPipa Trakhea

IntervensiPerlu dipegangTak perlu dipegangTak perlu dipegang

Kualitas jalan napasCukup baikCukup atau baikSangat baik

Akses kepala leherJelekBaikBaik

Ventilasi spontanProsedur sangat pendekProsedur lamaProsedur lama

Ventilasi kendaliProsedur sangat pendekProsedur lamaProsedur sangat lama

3. Pengembalian Masa pengembalian ini merupakan bagian pertama pemulihan dan dikerjakan dibawah pengawasan langsung ahli anastesi dan biasanya dilakukan di dalam ruang operasi. Konsentrasi zat anastesi inhalasi, selain nitrogen oksida, dikurangi menjelang akhir dari suatu anastesi. Dibuat perkiraan tentang lamanya sisa operasi dan konsentrasi inhalasi dikurangi sampai nol berdasarkan kelarutannya (zat anastesi yang sangat larut dapat dihentikan lebih dini daripada zat anastesi yang tidak larut karena kadar zat anastesi yang larut di otak dengan sendirinya akan berkurang secara perlahan).(5)Bila anastesi dilakukan dengan ventilasi spontan dan konsentrasi zat anastesi inhalan yang dihirup dikurangi sampai nol, nitrogen oksida juga dapat dihentikan. Beberapa saat kemudian pasien berespon terhadap semua rangsangan, sehingga manuver terakhir ini tidak boleh dimulai sampai pembedahan selesai. Oksigen diberikan selama beberapa menit. Kalau tidak, nitrogen oksida yang berdifusi dari darah ke dalam alveoli akan mengurangi konsentrasi oksigen di alveoli dan dapat terjadi hipoksemia arterial.(5)4. Pemulihan Pasca-OperasiSetelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau ke ruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum ekstubasi dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drainage, dll. (5)Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Pulse oxymetri dimonitor hingga pasien sadar kembali. Pemeriksaan suhu juga dilakukan. (5)Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus dapat oksigen 30-40% selama pemulihan karena dapat terjadi hipoksemia sementara. Pasien yang memiliki resiko tinggi hipoksia adalah pasien yang mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi di daerah abdomen atau di daerah dada. (5)

ANESTESI SPINALDefinisi Anestesi spinal berasal dari pernyataan lokal dan lokal anestetic drugs memasuki subarachnoid di lumbal interspace block saraf ganglion radix anterior posterior dan bagian dari spinal cord menimbulkan hilangnya aktifitas autonomik, sensorik dan motorik. Block spinal cord mulai berlangsung dari kaudal kemudian berjalan terus ke cephalic.(5,6)Indikasi anestesi spinal:A. Pembedahan 1. Ekstremitas bawah meliputi jaringan lemak, pembuluh darah dan tulang.2. Perineum termasuk anal, rectum bawah dan dindingnya atau pembedahan saluran kemih.3. Abdomen bagian bawah dan dindingnya.4. Abdomen bagian atas termasuk cholecystectomi, penutupan ulcus gastricus dan transfer colostomi. Spinal anestesi pada pembedahan abdomen bagian atas tidak diindikasikan pada semua pasien yang menyebabkan perubahan fisiologis.(5,6)B. Obstetric1. Vaginal delivery2. Seksio caesariaC. Diagnosa dan terapi pada nyeri

I. Kontra indikasi:A. Absolut1. Kelainan darah. Bahayanya adalah pemasukan yang berlebih pada fleksus dengan adanya jarum spinal yang dapat mengakibatkan kompresi spinal cord.2. Septicemia, meningitis dapat terjadi.3. Pertambahan tekanan intrakranial.4. Pasien menolak persetujuan.5. Infeksi kulit.6. Penyakit sistemik dengan gejala sisa neurologik.7. Hipotensi.8. Preeksisting spinal cord sklerosis dan multiple sklerosis.B. Relatif 1. Perdarahan 2. Kelainan pada punggung3. Penyakit saluran nafas4. Kepribadian psikotik5. Anak-anak menjadi kaget dengan mati rasa dan paresis6. Penyakit saluran nafas akut7. Distensi abdominal8. Menimbulkan rasa penuh di lambung high spinal anestesi mengganggu batuk sehingga aspirasi lebih mudah. II. Persiapan PasienPasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.(5,6)Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.(5,6)

III. PerlengkapanTindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. (5,6)Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008. (5,6)Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk steril juga harus disiapkan. (5,6)Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal. (5,6)IV. Teknik Anestesi SpinalBerikut langkah - langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebrata lumbalis (interlumbal). (5,6)Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid. (5,6)Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.Suntikkan obat anestetik lokal yang telah disiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin. (5,6)V. KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total. (5,6)

BAB IIIKESIMPULAN

Seorang wanita berusia 28 tahun, dengan diagnosa tonsilitis akan menjalani operasi tonsilektomi. Rencana anestesi dengan teknik general anestesi dengan menggunakan endotrakeal tube. Teknik ini dipilih dengan indikasi bahwa lapangan operasi berada di daerah rongga mulut sehingga nantinya akan sulit untuk memonitor pernafasan pasien. Dengan pemasangan tube, nantinya pernafasan pasien akan dikontrol dengan ventilator. Diharapkan dengan teknik anestesi seperti ini, pasien dapat terkontrol tanda vitalnya, kemudian proses operasi pasien berlangsung dengan lancar dan dengan perbaikan yang minim kendala.

LAPORAN KASUSANAMNESA PRIBADINama: Siti AisyahUmur: 28 TahunJenis Kelamin: perempuanAgama: IslamMR: 83 76 - 23Tanggal Masuk: 2 Januari 2013

ANAMNESA PENYAKITKeluhan Utama : kesulitan menelanTelaah: Pasien datang dengan keluhan kesulitan menelan, terasa seperti ada yang mengganjal sejak 3 bulan ini. Nyeri juga dirasakan oleh pasien yang bersifat hilang timbul.BAK (+) normalBAB (+) normalRPT: tidak jelasRPO: paramex

KEADAAN PASIEN SEBELUM OPERASIB1 (Breath) Airway : Clear Frekuensi Nafas: 22 x / menit Suara Pernapasan: vesikuler Suara Tambahan: - Foto Thorak: tak Riwayat Asma / Sesak / batuk / Alergi : -/-/-/-B2 ( Blood) Akral: H/M/K Tekanan Darah: 120/70 mmHg Frekuensi Nadi: 80 x/menit, reguler Temperatur: 36,70C Riwayat Hipertensi: - Hb/Ht/Leu/Trombosit: 13,9/41,6/12240/355.000 PTT/INR/APT: 12,1/,96/24 EKG: SRB3 (Brain) Sensorium: Compos Mentis ; GCS : 15 Reflek Cahaya: +/+ Pupil: Isokor Riwayat Kejang: - B4 (Bladder) Urine: + Volume: cukup Warna: kuning Ur/Cr/UA: 20/0,63/6,1B5 (Bowel) Abdomen: Soepel Peristaltik: (+) Normal Mual / Muntah: -/- BAB/Flatus: +/+ Riwayat DM: - B6 (Bone) Fraktur: - Oedema:-

Pemeriksaan Laboratorium: Bilirubin Total: 0,46 Bilirubin Direct: 0,10 Alkalin Fosfat: 87 SGOT: 17 SGPT: 13 KGD Adrandom: 96 Na/K/Cl: 146 / 4,1 / 1,09 Penunjang lainnya : - Diagnosis: Tonsilitis Kronis PS ASA : ASA 1 Rencana tindakan: tonsilektomi Rencana Anestesi: GA - ETT (General Anestesi Endotrakeal Tube) Posisi : Supine

Persiapan 1. Sio2. Pemasangan IV line dan three way3. Puasa 6-8 jam sebelum operasi4. Hygiene dan berdoaPersiapan Obat1. Premedikasi: Midazolam 5 mg Fentanyl 50 g2. Medikasi : Propofol 100 mg Ketorolac 30 mg Ecron 5 mgPersiapan Cairan 1. RL : 2 fls

Tanggal Operasi: 4 Januari 2013Nama : Siti AisyahJenis kelamin: PerempuanUmur: 28 tahunDiagnose Prabedah: tonsilitis kronisJenis Pembedahan: tonsilektomiDiagnose Pasca Bedah: Post tonsilektomiLama Anestesi : 09.35 - 10.10Lama Operasi : 09.35 - Jenis Anestesi : GA - ETTAnestesi Dengan : O2, N2O, IsofluranTehnik Anestesi : Posisi kepala: head up pre oksigenase 5 10 inj. Propofol 100 mg sleep non apnoe insersi ETT no. 7,5 cuff (+) SP ka = ki fiksasiRespirasi : terkontrol dengan ventilatorPosisi : supine Infuse : RL di regio dorsum manus sinistraMedikasi : Propofol 100 mg Ketorolac 30 mg Ecron 5 mg

Perdarahan:Kassa basah: IIIIIIII x 10 cc = 80 ccKassa basah : III x 5 = 15 ccHanduk : -Suction : 30 ccTotal : 125 ccJumlah Cairan MasukPO: 500 ccDO : 500 cc Jumlah Cairan Keluar PO: kateter tidak terpasangDO: kateter tidak terpasang

EBV : 65 x 70 = 4550EBL :10 % = 455 cc20 % = 910 cc30 % = 1365 cc

Post Operasi Pasien dipindahkan ke Recovery RoomTherapy: Bed rest O 2 2 - 3 l/i IVFD RL 20 gtt/i Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam Antibiotik dan obat lainnya sesuai TS bagian THT

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, Boies, Highler, Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 337 342.2. Anestesi. http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi (accessed 10 Januari 2013)3. Ballenger J.J, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher, jilid 1, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 2010, 346 358.4. Harry, Tonsilitis Kronis Radang Amandel. http://klikharry.com/2012/02/02/tonsilitis-tonsilitis-kronis-radang-amandel/ (accessed 10 Januari 2013)5. Latief S.A, Suryadi K, Dachlan R, Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi 2, Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, 1; 29 95.6. Mangku G, Senapathi T.G.A, Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi, Penerbit Indeks, Jakarta, 2010, 23 86.7. Putra S.P, Asmoro S.S., Silman E, et al, Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, 120.8. Radang Amandel. http://id.wikipedia.org/wiki/Radang_amandel (accessed 10 Januari 2013)9. Rusmarjono, Soepardi E.A, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher, edisi 6, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2007, 223 224.10. Siahaan, SM, Anestesi Umum dan Anestesi Lokal. Fakultas Kedokteran UMI, Medan, 2012, 1 - 52.11. Tonsilitis Kronik. http://health.detik.com/readpenyakit/695/tonsilitis-kronik (accessed 10 Januari 2013)GA ETT pada Tonsilitis Kronis1