9
Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gaya Desain
Gaya berasal dari bahasa Latin stilus yang artinya alat bantu tulis, yang
maksudnya tulisan tangan menunjukan dan mengekspresikan karakter individu.
Dengan melihat tulisan tangan seseorang, dapat diketahui siapa penulisnya. Gaya
bisa dipelajari karena sifatnya yang publik dan sosial (Walker, 1989). Gaya adalah
bentuk yang konstan, elemen yang konstan, kualitas dan ekspresi. Gaya merupakan
sistem dari bentuk.
Gaya dapat menunjukkan bentuk atau ciri-ciri dari karya berdasarkan
periode sejarah, suatu bangsa, ataupun dengan pendekatan teknik tertentu terhadap
penciptaan karya seni. Gaya dapat dibedakan, tidak hanya dapat dilihat pada
permukaan sebuah karya tapi juga dapat dirasakan melalui perasaan. Gaya juga
merupakan ekspresi yang bisa menciptakan impresi awal dan pemaknaan dari suatu
bangunan. Ekspresi adalah sesuatu yang dikeluarkan yang merupakan isi dari seni.
Seni adalah pikiran dan perasaan, termasuk ekspresi dari nilai baik esensi, kognitif
dan nilai kualitas.
Gaya dalam desain adalah cermin dari perilaku dan budaya manusia pada
waktu tertentu dan desain menjadi refleksi di setiap periode zamannya. Gaya adalah
bentuk yang tetap atau konstan yang dimiliki oleh seorang maupun kelompok
tertentu, baik dalam unsur-unsur, kualitas maupun ekspresinya. Berarti gaya dapat
diterapkan atau dipergunakan sebagai ciri semua kegiatan masyarakat misalnya
gaya hidup, gaya seni budaya atau peradabannya termasuk arsitektur dalam suatu
waktu atau dalam kurun waktu tertentu (Soekiman 80-81).
Seorang arkeolog menganggap gaya diutamakan pada motif atau pola
(pattern) yang diaplikasikan pada karya. Berarti gaya secara tidak langsung dapat
digunakan untuk memahami kualitas karya suatu budaya untuk mendata dan
melokalisasi suatu karya yang kemudian bisa dikembangkan untuk menemukan
hubungan yang terjadi antara suatu karya kelompok-kelompok masyarakat, atau
antar suatu bangsa.
10
Universitas Kristen Petra
Bagi ahli seni rupa, gaya adalah objek pokok atau esensial di dalam
penelitian dan pengamatan karya seni. Yang dipelajari oleh para pakar sejarah seni
adalah artefak dan manusia penciptanya melalui perkembangan kehidupannya
sampai masalah-masalah tentang susunan sampai perubahannya.
Suatu karya berupa sebuah bangunan atau barang dapat dikatakan
mempunyai gaya bilamana memiliki bentuk (form), hiasan (versiering) dari benda
itu selaras (harmonis), sesuai dengan kegunaan dan bahan material yang digunakan
(Soekiman 82). Seorang ahli pikir Yunani bernama Plato mengatakan: ‟...suatu
barang atau benda hasil karya seni rupa dapat dikatakan sempurna bilamana
memenuhi ”kegunaannya”, ”keindahannya”, ” kesesuaian” akan ” warna” dan
”bahannya”...‟
Menurut Henk Baren, gaya mempunyai empat macam pengertian:
a. Gaya obyektif (objectieve stijl), yaitu gaya dari benda atau barang itu sendiri.
b. Subjective stijl (Persoonlijke stijl) yaitu gaya yang dimiliki oleh seniman,
penulis, pemahat, pelukis, arsitek yang merupakan ciri dari hasil karyanya.
c. Stijl massa ( Nationale stijl) yaitu suatu gaya yang menjadi ciri suatu bangsa.
d. Gaya khusus pada suatu keistimewaan teknik (technische stijl) yaitu bahan atau
material yang digunakan.
Penjelasan Walker tentang gaya dijelaskan dalam pengertian rhetorical,
gaya dapat dipandang sebagai suatu sumber, sebagai karya yang dipilih dari gaya-
gaya yang ada untuk diungkapkan kembali dalam karyanya. Dalam karya juga
dapat mengkombinasi gaya-gaya yang ada. Dalam pengertian ini gaya bersifat
artificial untuk kepentingan umum dan sosial bukan pribadi atau personal. Gaya ini
secara sadar dihadirkan mengikuti, mengulang, mengambil dan mencampur gaya-
gaya yang sudah baku. Meyer Schapiro membatasi gaya secara umum yaitu: ”...
bentuk yang konstan atau tetap, kadang- kadang meliputi juga elemen, kualitas dan
ekspresi yang konstan dalam seni rupa sebagai karya individual maupun kelompok.
Gaya adalah sebuah sistem bentuk. Gaya mempunyai tiga aspek dalam seni rupa:
a. Elemen dasar bentuk dan tujuan
b. Kaitan atau hubungan- hubungan bentuk
c. Kualitas (meliputi seluruh kualitas yang umum dikenal sebagai ekspresi)
11
Universitas Kristen Petra
Gaya bergerak dalam wilayah isi, bentuk dan ekspresi. Gaya berfungsi
sebagai cara untuk berekspresi dan cara untuk melihat atau mengamati, yaitu untuk
memudahkan penggolongan atau klasifikasi gaya dari suatu karya. Alasan-alasan
mengkaji gaya-gaya seni antara lain:
a. Membantu memahami kekhususan seorang seniman, dalam ruang dan waktu
tertentu.
b. Memperoleh kategori dan klasifikasi gaya yang berguna bagi pemahaman
terhadap karya seni yang dibuat pada suatu periode tertentu.
c. Membantu membandingkan dan menilai secara intelektual karya-karya seni
sesuai ketegorinya.
d. Mendapatkan relasi hubungan antara kecenderungan kerja seniman yang
berpegang pada suatu gaya tertentu.
2.2. Gaya Desain Kolonial Belanda
Gaya arsitektur Kolonial di Indonesia dalam perkembangannya menurut
Handinoto (2012) terbagi menjadi tiga yaitu; Indische Empire style (Abad 18-19);
Arsitektur Transisi (1890-1915) dan Arsitektur Kolonial modern (1915-1940),
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Gaya Arsitektur Indische Empire style (Abad 18-19)
Gaya arsitektur Indische Empire style di Indonesia menurut Handinoto (2008),
diperkenalkan oleh Herman Willen Daendels saat dia bertugas sebagai Gubernur
Jendral Hindia Belanda (1808-1811). Indische Empire Style (gaya Imperial)
adalah suatu gaya arsitektur yang berkembang pada pertengahan abad ke-18
sampai akhir abad ke-19. Gaya arsitektur Indische Empire Style pada mulanya
muncul di daerah pinggiran kota Batavia (Jakarta), munculnya gaya tersebut
sebagai akibat dari suatu kebudayaan Indische Culture yang berkembang di
Hindia Belanda. Indische secara harfiah berarti “Indies” atau Hindia.
Kebudayaan Indische adalah percampuran kebudayaan Eropa, Indonesia dan
sedikit kebudayaan dari orang China peranakan, Milano dalam Handinoto
(2012). Mengungkapkan ciri-ciri arsitektur Indische Empire Style antara lain:
Denahnya berbentuk simetris penuh, ditengah terdapat “central room” yang
terdiri dari kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya. “central room” tersebut
12
Universitas Kristen Petra
berhubungan langsung dengan teras depan dan teras belakang (voor galerij dan
achter galerij). Teras tersebut biasanya sangat luas dan diujungnya terdapat
barisan kolom yang bergaya Yunani (Doric, Ionic, Corinthian). Dapur, kamar
mandi/WC, gudang dan daerah service lainnya merupakan bagian yang terpisah
dari bangunan utama dan letaknya ada dibagian belakang. Kadang-kadang
disamping bangunan utama terdapat paviliun yang digunakan sebagai kamar
tidur tamu. Kalau rumah tersebut berskala besar biasanya terletak pada sebidang
tanah yang luas dengan kebun di depan, samping dan belakang.
b. Gaya Arsitektur Transisi (1890-1915)
Menurut Handinoto (2012), arsitektur transisi di Indonesia berlangsung sangat
singkat, arsitektur transisi berlangsung pada akhir abad 19 sampai awal abad 20
antara tahun 1890 sampai 1915. Peralihan dari abad 19 ke abad 20 di Hindia
Belanda dipenuhi oleh perubahan dalam masyarakatnya. Modernisasi dengan
penemuan baru dalam bidang teknologi dan perubahan sosial akibat dari
kebijakan politik pemerintah kolonial pada saat itu mengakibatkan perubahan
bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur. Perubahan gaya arsitektur pada zaman
transisi atau peralihan (antara tahun 1890-1915) dari gaya arsitektur “Indische
Empire” menuju arsitektur “Kolonial modern” sering terlupakan. Ciri-ciri
arsitektur transisi menurut Handinoto (2012), antara lain: denah masih mengikuti
gaya „Indische Empire’, simetri penuh, pemakaian teras keliling pada denahnya
masih dipakai dan ada usaha untuk menghilangkan kolom gaya Yunani pada
tampaknya. Gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak ditepi sungai
muncul kembali, ada usaha untuk memberikan kesan romantis pada tampak dan
ada usaha untuk membuat menara (tower) pada pintu masuk utama, seperti yang
terdapat pada banyak gereja Calvinist di Belanda. Bentuk atap pelana dan perisai
dengan penutup genting masih banyak dipakai dan ada usaha untuk memakai
konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap (dormer).
c. Gaya Arsitektur Kolonial Modern (1915- 1940)
Menurut Handinoto (1993), arsitektur modern merupakan sebuah protes yang
dilontarkan oleh Arsitek-arsitek Belanda sesudah tahun 1900 atas gaya Empire
Style. Arsitek Belanda yang berpendidikan akademis mulai berdatangan ke
Hindia Belanda, mereka mendapatkan suatu gaya arsitektur yang cukup asing,
13
Universitas Kristen Petra
karena gaya arsitektur Empire Style yang berkembang di Perancis tidak
mendapatkan sambutan di Belanda. Arsitektur Modern memiliki ciri-ciri denah
lebih bervariasi, sesuai dengan anjuran kreatifitas dalam arsitektur modern.
Bentuk simetri banyak dihindari, pemakaian teras keliling bangunan sudah tidak
dipakai lagi, sebagai gantinya sering dipakai elemen penahan sinar. Berusaha
untuk menghilangkan kesan tampak arsitektur gaya “Indische Empire” ( tampak
tidak simetri lagi), tampak bangunan lebih mencerminkan “Form Follow
Function” atau “Clean Design”. Bentuk atap masih didominasi oleh atap pelana
atau perisai, dengan bahan penutup genting atau sirap. Sebagian bangunan
dengan konstruksi beton, memakai atap datar dari bahan beton yang belum
pernah ada pada jaman sebelumnya. 2. Karakter Visual Bangunan Kolonial
Belanda di Indonesia Karakter visual pada bangunan kolonial Belanda di
Indonesia memiliki karakter visual yang berbeda-beda, perbedaan karakter
visual pada bangunan dapat kita lihat berdasarkan gaya arsitektur pada bangunan
tersebut. Karakter menurut Adenan (2012), dapat diartikan sebagai salah satu
atribut atau fitur yang membentuk dan membedakan sebuah individu. Karakter
dapat dipahami sebagai satu atau sejumlah ciri khas yang terdapat pada individu
atau kelompok tertentu yang dapat digunakan untuk membedakan individu atau
kelompok tersebut dari individu atau kelompok lainnya.
Menurut Fajarwati (2011), karakter dari sebuah objek arsitektur merupakan
keberagaman atau kekhasan yang tersusun menjadi ciri-ciri objek arsitektural atau
susunan elemen dasar yang terangkai sehingga membuat objek tersebut mempunyai
kualitas atau kekhasan yang membedakan dengan objek lain.
a. Karakter Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19)
Arsitektur Indische Empire Style (Abad 18-19) menurut Handinoto (2006),
memiliki karakter konstruksi atap perisai dengan penutup atap genting, bahan
bangunan konstruksi utamanya adalah batu bata (baik kolom maupun tembok),
pemakaian kayu terutama pada kuda-kudanya, kosen maupun pintunya dan
pemakaian bahan kaca belum banyak dipakai.
b. Karakter Arsitektur Transisi (1890-1915)
14
Universitas Kristen Petra
Menurut Handinoto (2006), karakter arsitektur transisi memiliki konstruksi atap
pelana dan perisai, penutup atap genting, Pemakaian ventilasi pada atap (dormer),
bentuk atap tinggi dengan kemiringan besar antara 450 -600 , Penggunaan bentuk
lengkung, kolom order yunani sudah mulai ditinggalkan, kolom-kolom sudah
memakai kayu dan beton, dinding pemikul, Bahan bangunan utama bata dan kayu
dan pemakaian kaca (terutama pada jendela) masih sangat terbatas.
c. Karakter Arsitektur Kolonial Moderen (1915-1940)
Karakter visual Arsitektur kolonial moderen (1915-1940) menurut Handinoto
(2006), antara lain: menggunakan atap datar dari bahan beton, pemakaian gevel
horizontal, mulai menggunakan besi cor, sudah mulai memakai bahan kaca
dalam jumlah yang besar, penggunaan warna putih yang dominan, dinding hanya
berfungsi sebagai penutup dan penggunaan kaca (terutama pada jendela) yang
cukup lebar.
Helen Jessup (1984) membagi periodesasi perkembangan Kolonial Belanda
di Indonesia dari abad ke XVI sampai tahun 1940-an menjadi 4 bagian, yakni:
(Handinoto 129-130).
a. Abad XVI sampai tahun 1800an
Abad XVI sampai tahun 1800- an Indonesia masih diesbut sebagai Nederland
Indische (Hindia Belanda) yang merupakan daerah di bawah kekuasaan
perusahaan dagang Belanda bernama VOC (Vereenigde Oost Indische
Compagnie). Dalam periode ini, arsitektur Kolonial Belanda kehilangan
orientasinya terhadap bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai
orientasi bentuk yang jelas. Bangunan-bangunan yang dibangun belum
beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.
Pada akhir abad XVIII VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) mengalami
keruntuhan di Hindia Belanda. Keruntuhan VOC tidak memberika dampak yang
buruk bagi bangsa Barat karena malah bermunculan orang-orang Eropa kaya
atau bangsawan. Kaum aristokrat ini membangun rumah-rumah dan gedung-
gedung besar dan mewah di Batavia. Rumah-rumah mewah dan besar ini disebut
landhuisen. Gaya bangunan ini kemudian ditiru oleh banbgsawan Eropa di luar
Batavia. Orang-orang Eropa yang sudah lama tinggal di Jawa dan membangun
15
Universitas Kristen Petra
rumahnya di Jawa, bentuk bangunannya menyesuaikan dengan iklim yang ada
di Jawa yaitu iklim tropis lembab. Sehingga bentuk rumah atau bangunan mereka
mempunyai kemiripan dengan rumah adat Jawa. Gaya arsitektur yang
menyesuaikan diri dengan iklim tropis lembab di Jawa ini kemudian diberi nama
”Indies Style Country House” atau ”Transitional Dutch Indies Country House”.
Adaptasi atau penyesuaian bentuk arsitektur bangunan ditunjukkan dengan
bentuk atap Joglo yang mirip pendopo, serta teras sekeliling bangunan yang
dapat melindungi bangunan dari sinar matahari langsung dan dari tampias air
hujan. Selain itu juga terdapat banyaknya bukaan untuk memasukkan udara dari
luar sebagai usaha untuk mendapatkan sirkulasi udara silang (cross ventilation)
karena udara yang lembab. Adanya ”overstek” sebagai usaha untuk mengurasi
terjadinya radiasi sinar matahari tropis yang menyengat (Handinoto 5).
b. Tahun 1800-an awal abad ke XIX sampai tahun 1902
Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan dagang
VOC. Indonesia juga mengalami pemerintahan di bawah kekuasaan Inggris pada
tahun 1811- 1815 yang kemudian Hindia Belanda diserahkan kembali secara
penuh kepada Belanda. Pada abad ke XIX Belanda memperkuat statusnya
sebagai kaum kolonialis dengan membangun bangunan-bangunan yang berkesan
megah. Bangunan megah ini dibangun dengan gaya bangunan barat yaitu gaya
arsitektur neo-klasik.
Pada abad ini, di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang
dipelopori oleh Gubernur Jendral HW yang dikenal dengan the Indische Empire
Style, atau the Dutch Colonial Villa: Gaya arsitektur neo-klasik yang melanda
Eropa (terutama Perancis) diterjemahkan secara bebas. Hasil dari arsitektur ini
adalah sebuah arsitektur berbentuk Hindia Belanda yang bercitra Kolonial yang
disesuaikan dengan lingkungan lokal, iklim dan material yang tersedia pada
masa itu. Bangunan-bangunan yang berkesan grandeur (megah) dengan gaya
neo-kalsik dikenal sebagai Indische Architectur . Abad ke XIX perkembangan
Indische Architectur atau dikenal dengan nama rumah landhuis yang merupakan
tipe rumah tinggal di seluruh Hindia Belanda masa itu yang memiliki karakter
arsitektur sebagai berikut:
16
Universitas Kristen Petra
- Denah simetri dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi depan dan belakang
(ruang makan) dan terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan
kamar-kamar lainnya.
- Pilar menjulang ke atas (gaya Yunani) dan terdapat gevel atau mahkota di atas
serambi depan dan belakang.
- Menggunakan atap perisai.
- Material lantai yang digunakan adalah marmer untuk ruang publik dan terasso
untuk rumah tempat tinggal.
(Handinoto, Samuel Hartono, Par 3)
- Dinding menggunakan material batu bata finishing plesteran dan kuas kapur
putih, berdinding tebal, dominan warna putih, ada detail ornamen (motif garis-
garis, bunga, geometris) yang terbuat dari plesteran (Calloway 1991,p.215).
- Arsitektur kolonial mempunyai ciri-ciri seperti permainan bidang datar pada
tampaknya, atap datar, warna putih dan sebagainya. Bentuk arsitektur kolonial
tersebut sangat memperhatikan iklim tropis lembab yang ada di Jawa, sehingga
keseluruhan bentuk arsitektur kolonial ini sangat berbeda jika dibandingkan
dengan arsitektur modern yang ada di Belanda atau Eropa pada umumnya
(Handinoto,Malang,88).
c. Tahun 1902 sampai dengan tahun 1920-an
Sekitar tahun 1902, kaum liberal di negeri Belanda mendesak agar politik Etis
diterapkan di tanah jajahan Belanda. Sejak itu banyak orang Belanda yang
datang ke Indonesia dan bermukim di Indonesia. Dengan suasana tersebut maka
”Indische Architectur” terdesak dan hilang yang kemudian muncul standar
arsitektur yang berorientasi pada Belanda. Pada abad ke XX terlihat gaya
arsitektur kolonial Belanda yang masih murni.
d. Tahun 1920 sampai dengan tahun 1940-an
Pada tahun 1920 muncul gerakan pembaharuan dalam arsitektur, baik nasional
maupun internasional di Belanda yang kemudian mempengaruhi arsitektur
Kolonial Belanda di Indonesia. Gerakan arsitektur baru ini kadang diikuti secara
langsung, kadang juga memunculkan gaya yang disebut gaya ekletisisme (gaya
campuran). Beberapa arsitektur kemudian memandang bahwa perlu adanya ciri
khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka menggunakan arsitektur tradisonal
17
Universitas Kristen Petra
Indonesia sebagai sumber pengembangannya. Alihan baru ini pada awalnya
masih memegang unsur-unsur mendasar bentuk klasik, yang kemudian
berkembang dengan memasukkan unsur-unsur yang dirancang untuk
mengantisipasi matahari dan iklim tropis lembab Indonesia khususnya Jawa.
Secara umum, ciri dan karakteristik arsitektur kolonial Belanda di Indonesia
pada tahun 1900- 1940an sebagai berikut:
- Menggunakan gevel (gable) pada tampak depan bangunan. Bentuk gevel sangat
bervariasi seperti curvilinear gable, stepped gable, gambrel gable, dan pediment
(dengan entablure).
- Memiliki elemen arsitektur menara (tower) seperti pada bangunan gereja
Belanda calvinist Tower yang kemudian diambil alih oleh bangunan umum dan
menjadi mode pada arsitektur kolonial Belanda abad ke XX. Bentuknya
bermacam- macam, ada yang bulat, segi empat ramping, dan ada yang
dikombinasikan dengan gevel depan.
- Penggunaan dormer pada bangunan.
- Penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah.
> Ventilasi yang lebar dan tinggi
> Membuat galeri atau serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan
dan sinar matahari.
(Handinoto, Samuel Hartono, Par 3)
Dutch Colonial adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland tahun
1624-1820. Ciri-cirinya yakni (1) facade simetris, (2) material dari batu bata atau
kayu tanpa pelapis, (3) entrance mempunyai dua daun pintu, (4) pintu masuk
terletak di samping bangunan, (5) denah simetris, (6) jendela besar berbingkai kayu,
(7) terdapat dormer (bukaan pada atap) (Ball, 1980:12). Gaya desain ini timbul dari
keinginan dan usaha orang Eropa untuk menciptakan daerah jajahan seperti negara
asal mereka. Pada kenyataannya, desain tidak sesuai dengan bentuk aslinya karena
iklim berbeda, material kurang tersedia, teknik di negara jajahan, dan ke-kurangan
lainnya. Akhirnya, diperoleh bentuk modi-fikasi yang menyerupai desain di negara
mereka (Pile, 2000: 154), kemudian gaya ini disebut gaya kolonial (Sumintardja,
1978:116). Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh
18
Universitas Kristen Petra
Occidental (Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan
bangunan. Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep
lokal atau tradisional dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan
bangunan-bangunan (Sumalyo, 1993:3). Adanya pencampuran budaya, membuat
arsitektur kolonial di Indonesia menjadi fenomena budaya yang unik. Arsitektur
kolonial di berbagai tempat di Indonesia apabila diteliti lebih jauh, mempunyai
perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri antara tempat yang satu dengan yang lain.
Untuk lebih memperjelas dan memberi sedikit gambaran tentang gaya
desain Kolonial yang ada di Belanda, maka berikut sedikit dijelaskan mengenai
Dutch Colonial. Dimana gaya desain tersebut merupakan gaya desain yang cukup
populer di Belanda sekitar tahun 1624-1820, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Facade dan denah yang berbentuk simetris.
Gambar 2.1. Bentuk denah yang simetris merupakan ciri khas yang paling
menonjol pada bangunan Kolonial Belanda
(Latief, Luciana. 2008. Studi Gaya Desain pada Interior Pusat Kebudayaan
Prancis (CCCL) di Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra)
Gambar 2.2. Bentuk fasade pada masa Kolonial Belanda bersifat simetri penuh
(Latief, Luciana. 2008. Studi Gaya Desain pada Interior Pusat Kebudayaan
Prancis (CCCL) di Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra)
19
Universitas Kristen Petra
Untuk material dari batu bata atau kayu, biasanya diekspose tanpa pelapis, sehingga
warna yang didapat adalah warna-warna natural. Antara lain warna abu abu, warna
coklat kayu, warna merah batu bata, dan lain-lain.
• Pada area transisi menggunakan dua pintu masuk yang terletak di bagian samping
bangunan dan disertai jendela yang besar dengan bingkai kayu.
• Sedangkan untuk penggunaan pola lantai berupa garis-garis lurus atau linier
dengan pola sejajar ataupun diagonal.
Gambar 2.3. Pola lantai diagonal dan sejajar merupakan ciri khas gaya Kolonial
Belanda yang sangat populer.
(sumber: Calloway, Stephen, The Element of Style, 1991, p. 120)
• Menggunakan bentuk atap gambrel atau melengkung.
• Pola plafon datar biasanya diberi dekorasi dengan teknik stensil, dengan bentuk
bentuk geometris dan terdapat bingkai.
Gambar 2.4. Pola plafon datar, dengan dekorasi menggunakan teknik stensil atau
teknik cetak sebagai elemen dekorasi
(sumber: Calloway, Stephen, The Element of Style, 1991, p. 120)
20
Universitas Kristen Petra
• Jenis pintu yang digunakan adalah pintu double door-way khususnya pada
entrance.
Gambar 2.5. Pada masa kolonial untuk pintu main entrance, cenderung
menggunakan pintu dengan jenis double door-way
(sumber: Calloway, Stephen, The Element of Style, 1991, p. 175)
• Terdapat dekorasi pada kayu yang biasanya ditempakan pada panel pintu, kursi,
dinding, dan lain-lain.
Gambar 2.6. Contoh dekorasi dengan motif klasik pada material pintu maupun
dinding kayu
(sumber: Calloway, Stephen, The Element of Style, 1991, p. 116)
2.3. Pengertian Gereja
Menurut KBBI pengertian gereja adalah gedung (rumah) tempat berdoa dan
melakukan upacara agama Kristen; Badan (organisasi) umat Kristen yang sama
kepercayaan, ajaran, dan tata cara ibadahnya (kbbi.web.id).
Pengertian lain tentang gereja adalah:
Arti pertama ialah “umat” atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti
ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-
tama bukan sebuah gedung.
21
Universitas Kristen Petra
Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat
Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel,
atau pun tempat rekreasi. Jadi, tidak melulu mesti di sebuah gedung khusus
ibadah.
Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen.
Misalkan Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll.
Arti keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab
Kristen. misalkan kalimat “Gereja menentang perang Irak”.
Arti terakhir dan juga arti umum adalah sebuah “rumah ibadah” umat
Dalam Alkitab Perjanjian Baru kata gereja dipakai untuk menggambarkan
sifat-sifat gereja (jemaat) tersebut. Dapat diketahui beberapa macam sebutan gereja
tersebut antara lain:
A. Gereja Universal
Gereja Universal adalah gereja yang terdiri dari semua orang yang memiliki
hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Di sini digambarkan bahwa seluruh
jemaat yang percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah
bagian dari gereja universal tersebut, sehingga tidak ada perbedaan diantara tiap-
tiap anggota gereja karena Kristus telah menjadi pemersatu jemaat jemaat
tersebut. Gambaran mengenai Gereja sebagai Gereja Universal dapat ditemukan
dalam kitab
1 Korintus 12:13-14 “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi,
maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis
menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh…”
B. Gereja Lokal
Gereja Lokal adalah perkumpulan/kelompok orang yang bertemu dalam sebuah
tempat/lokasi secara khusus. Gereja lokal merupakan bagian dari Gereja
Universal. Dalam Perjanjian Baru, yang dimaksud Gereja Lokal yaitu jemaat-
jemaat di masing-masing kota pada jaman Perjanjian Baru. Beberapa tulisan
Paulus dalam Perjanjian Baru merupakan surat kiriman kepada beberapa jemaat
lokal, antara lain jemaat yang berada di Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Filipi,
Kolose, Tesalonika. Berea, Tiatira, dll. Seperti dicontohkan dalam kitab
22
Universitas Kristen Petra
Galatia 1:1-2 “Dari Paulus, seorang rasul, ... dan dari semua saudara yang
ada bersama-sama dengan aku, kepada jemaat-jemaat di Galatia.”.
C. Gereja sebagai Sebuah Perhimpunan/ Perkumpulan
Gereja sebagai perhimpunan/ perkumpulan dimaksudkan sebagai perhimpunan
dari individu-individu untuk suatu tujuan. Hal ini dapat dilihat dalam kitab
1 Korintus 11:18 “…bahwa apabila kamu berkumpul sebagai jemaat…”
Gereja yang sudah ada sejak berabad-abad lamanya telah memiliki banyak sekali
perkembangan, dari hal tersebut maka sangatlah mungkin terjadi pergeseran-
pergeseran makna, tata cara bahkan esensi gereja itu sendiri. Dari perjalanan
perkembangan gereja tersebut didapat beberapa pergeseran makna yang
sebenarnya bukan merupakan makna yang sesungguhnya dari gereja, tetapi hal
ini telah ada dan mengakar pada masyarakat diseluruh dunia bahkan kemudian
lebih dikenal sebagai arti sebenarnya mengenai gereja.
D. Gereja adalah Gedung/ Bangunan
Pandangan gereja adalah sebuah gedung/ bangunan merupakan pandangan yang
salah yang paling banyak dimengerti oleh setiap orang tetang arti gereja.
Pandangan tersebut sudah mengakar di hati banyak orang baik itu non Kristen,
denominasi bahkan kalangan gereja Tuhan sendiri.
Bila melihat definisi dari kata Ekklesia, jelas bahwa gereja itu tidak ditujukan
kepada bangunan fisik. Gereja adalah bait Allah yang tidak dibuat dengan tangan
manusia (1 Korintus 3:16, 17; Kisah Rasul 7:48). Gereja adalah rumah tetapi
bukanlah bangunan. Gereja adalah rumah tempat Allah bertahta. Gereja adalah
keluarga Allah yang dibangun atas landasan batu yang hidup yaitu Yesus
Kristus. Jadi jika berbicara tentang gereja, maka yang dimaksud adalah
manusianya baik secara universal, lokal maupun individual. Pandangan yang
mengatakan bahwa gereja adalah bangunan sebuah pandangan yang salah dan
keliru. Bangunan itu adalah tempat ’gereja’ berbakti atau bertemu. Bangunan
hanya mengekspresikan ‘gereja’ yang adalah jemaat itu sendiri.
E. Gereja adalah Denominasi
Gereja bukanlah denominasi. Denominasi sendiri berarti pembagian sekte secara
keseluruhan. Jika dilihat dari sudut pandang Alkitab hal ini sama saja dengan
perpecahan. Pembagi-bagian denominasi ini bukan merupakan sifat dari gereja
23
Universitas Kristen Petra
karena gereja adalah satu dan tidak dapat dipisah-pisahkan, walaupun gereja secara
fisik terpisah-pisah tetapi gereja tetaplah merupakan satu kesatuan di dalam Kristus.
Kristus itu adalah satu dan tidak pernah dibagi-bagi (1 Korintus 1:10). Denominasi
tercipta atas dasar pemikiran manusia dan dengan memakai nama kelompok atau
golongan.
2.4. Gambaran gereja secara rohani
A. Gereja sebagai Kerajaan (Kingdom)
Gereja sebagai Kerajaan menunjukkan sifat pemerintahan dalam gereja,
pemerintahan gereja itu bersifat monarkhi absolut maksudnya hanya ada satu
raja yaitu Kristus (Matius 28:28). Seperti pada suatu sistem kerajaan yang
didalamnya terdapat raja, rakyat, hukum, teritori, hukuman bagi yang melanggar
dan berkat bagi yang taat, begitulah gereja digambarkan secara rohani. Bentuk
suatu kerajaan didasarkan pada tatanan hirarki dengan raja sebagai hirarki
tertinggi, sehingga dalam Gereja posisi Tuhan adalah raja, yang ditinggikan oleh
rakyat (umatnya).
B. Gereja sebagai keluarga Allah (God’s Family)
Gereja secara keseluruhan adalah membawa umat manusia untuk berkumpul
bersama sebagai keluarga Allah1. Seperti selayaknya sebuah keluarga, disini
gereja digambarkan memiliki keterkaitan hubungan antar anggotanya seperti
hubungan satu sama lain dalam keluarga sebagai saudara. Dengan baptisan air
dan roh yang seturut dengan Firman Allah (Yohanes 3:3) jemaat dilahirkan
dengan pemberitaan injil yang menjadikan setiap jemaat merupakan satu
keluarga. Gereja disebut keluarga Allah, menunjukkan hubungan yang tidak
terpisahkan satu sama lain, tidak merasa asing antara satu dengan yang lain.
Dalam keluarga, anggota merasa terbebas dari tekanan, dan memiliki ikatan yang
kuat.
C. Gereja sebagai Tubuh (Body)
Gereja sebagai Tubuh menekankan hubungan di antara anggota tubuh (Roma
12:4, 5; 1 Korintus 12:12). Sama seperti tubuh secara fisik gereja memiliki
fungsi tertentu untuk dilaksanakan2, tubuh gereja memiliki satu kepala yang
adalah Kristus dan anggota-anggota tubuh sebagai jemaatnya. Satu fakta
24
Universitas Kristen Petra
mendasar dari gereja sebagai tubuh adalah dimana tubuh itu hanya bisa
digerakkan dan diarahkan oleh kepala. Tubuh harus dapat selalu bekerja sama
sehingga apa yang menjadi tujuan yang telah direncanakan oleh kepala dapat
dilaksanakan dengan baik. Peran dari kemampuan masing-masing anggota tubuh
sangat menentukan tercapainya tujuan tersebut.
D. Gereja sebagai rumah Allah (God’s Temple) (1 Korintus 3:16)
Sebagai rumah Allah, gereja mengindikasikan suatu kesucian, yaitu kesucian
gereja sebagai sebuah rumah suci karena Allah yang Maha Suci bertahta dalam
tempat yang suci. Firman Allah akan menjaga dan memelihara kesucian rumah
Allah. Seperti dalam Perjanjian Lama, Allah telah menentukan imam-imam
Lewi untuk melayani di rumahNya dan saat ini tentunya semua orang Kristen
adalah imam yang berhak melayani Allah dalam rumah Allah.
E. Gereja sebagai Tiang Penopang Kebenaran (Pillar and Ground of the Truth)
“Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup
sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan
dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15). Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa
Gereja sebagai tiang penopang kebenaran memiliki tanggung jawab untuk
memberitakan dan mempertahankan kebenaran (kebenaran firman Allah)
sehingga visi dan misi gereja yang diimpartasikan ke jemaat dapat dipahami oleh
setiap orang dan terwujud.
25
Universitas Kristen Petra
2.5. Sejarah Arsitektur Gereja di Eropa
2.5.1. Seni Bangunan Byzantium dan Bangunan Gereja Kuno
Gaya Byzantium bermula pada abad ke VI, tumbuh dari berbagai dasar dan akar
kebudayaan:
a. Gaya klasik Romawi- Hedonis
b. Budaya pembuatan makam bawah tanah gaya gereja Kristen-Romawi dari abad
II sampai abad III.
c. Banyaknya pembangunan gereja Kristen kuno di Yunani.
Karya bangunan Kristen yang paling tua adalah pembaptisan dan kapel makam.
Ruang kebaktian pada dua kapel ini menuntut bentuk bangunan yang memusat
karena pada masa awal Kristiani, pembaptisan dilakukan dengan cara memasukkan
sekuruh tubuh ke dalam bak pembaptisan. Aturan penataan ruang yang memusat
ini merupakan gaya pengaturan pemandian Romawi (Therme).
Gaya bangunan gereja Kristen kuno adalah gaya bangunan terpusat yang berasal
dari Romawi. Sejak abad VII, bentuk bangunan terpusat mengilhami gaya arsitektur
baru yang terlihat pada kapel makam Ratu Galla Palacidia di Ravenna yang
dibangun pada tahun 420. Bentuk bangunan terpusat pada gereja Kristen kuno juga
terlihat pada bagian pembaptisan dan kapel makam dengan ruang kebaktian terletak
pada kedua jenis kapel sehingga bentuk bangunan memusat (Boediono, 1 12).
Gambar 2.7. Bentuk denah gereja memusat
Sumber: Boediono,1 (1997,p.16)
Bentuk denah gereja yang memusat dengan rancangan bangunan berbentuk bujur
sangkar dengan kubah persegi yang lebih tinggi daripada keempat sayap bangunan
pada sisi masing-masing yang keempat sayap bangunan ini hampir sama
ukurannya, sehingga bentuk bangunan keseluruhannya menyerupai salib Yunani
yang mempunyai sisi sama panjang, pada desain Byzantium bentuk penyusunan
kubah seperti ini mempunyai arti sesuatu yang ditinggikan dan dihormati
(Boediono, 1 13).
26
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.8. Bentuk denah memusat
Sumber: Boediono,1 (1997,p.15)
Bentuk denah gereja Kristen Baptis kuno:
a. Denah segi delapan dengan relung-relung pada dindingnya yang mirip dengan
bentuk pemandian Romawi Albenga Italia.
b. Bentuk ruang dalam segi delapan dengan pilar-pilar yang terletak melingkar.
c. Bentuk ruang dalam berbentuk segi delapan dengan relung berbentuk persegi dari
setengah lingkaran berselang seling.
d. Denah ruang dalam berbentuk segi delapan dengan empat buah relung berbentuk
setengah lingkaran.
Bentuk konstruksi kubahnya melengkung, dan terletak di ruang tengah pada
bangunan. Keempat sayap bangunan pada denah berbentuk salibYunani
mempunyai atap berbentuk pelana. Bentuk luar bangunan sederhana dan terdapat
seperti kusen pintu berbentuk lengkungan setengah lingkaran di atasnya. Bentuk ini
dibuat untuk memberi kesan lunak pada bahan batu bata persegi yang mempunyai
kesan keras dan kaku serta agar bentuk luar tidak monoton.
Kalau bagian luarnya sederhana, bentuk dalamnya penuh dengan dekorasi
yang mewah dan indah. Mempunyai kubah persegi dengan langit-langit
melengkung dan diberi hiasan mosaik. Jendela untuk menerangi ruang dimasukkan
melalui keempat belas jendela kecil yang kusennya diperindah dengan lapisan kayu
tipis dari kayu alabaster.
Gambar 2.9. Bentuk pilar pada gereja kuno
Sumber: Boediono, 1 ( 1997,p.23)
27
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.10. Bentuk oramen gaya Byzanthium
Sumber: Boediono,1 ( 1997,p.26)
2.5.2.Seni Bangunan Gaya Romanik
a. Seni Gaya Romanik pada Awal Masa Penyebarannya
Perkembangan cara berpikir dan pencetusan ide-ide baru terjadi melalui biara-
biara, dan menyebar ke seluruh Eropa. Yang juga menjadi aspek pendukung
menyebarnya seni bangunan Romanik adalah orang-orang dari berbagai bangsa
dan negara yang melakukan perjalanan ziarah ke kota- kota suci.
Perkembangan gaya Romanik terlihat pada beberapa hal (Boediono,2 52).
- Denah
Susunan denah gaya Romanik mengikuti gaya susunan denah Basilika yang
terdiri dari tiga bangunan, juga bangunan melintang dengan apsis yang
ditempatkan di sebelah timur. Susunan ruang altar (apsis) diulangi lagi pada
kedua ujung bangunan melintang, sehingga denah keseluruhan bagian ini
berbentuk seperti daun semanggi. Hal baru pada gaya Romanik adalah
perkembangan bentuk dan susunan apsis. Apsis tidak lagi dibuat satu buah tapi
beberapa kelompok apsis. Ada yang disusun dalam posisi skuadron ada pula
yang ruang altarnya melingkar dengan deretan kapel-kapel kecil yang dibangun
searah dengan jari-jari lingkarannya.
- Atap
Bentuk kubah gaya Romanik yang sangat indah pada masa perpindahan
penduduk hampir tidak pernah dibuat lagi karena konstruksinya yang terbuat dari
kayu mudah terbakar. Bangunan-bagunan baru kebanyakan dibuat dengan atap
melengkung pada kedua sisi saja.
- Skema dasar dan bentuk lengkungan
28
Universitas Kristen Petra
Ruang dalam Basilika gereja kuno mempunyai ciri khas deretan pilar yang
memisahkan ruang tengah dan bangunan samping (sayap bangunan)
Perkembangan gaya Romanik disebabkan oleh dua kekuatan, yaitu kekuasaan
duniawi dan kekuasaan surgawi yang ditampilkan melalui bangunan.
Gereja-gereja yang menjadi monumen masa keemasan zaman Romanik adalah
Gereja st. Petrus di Roma tahun 330, Katedral kerajaan di Speyer tahun 1029-
1106, kompleks Biara di Cluny tahun 1089- 1131 ( Boediono, 2 63).
b. Gaya Romanik dari Inggris
Penjajahan terhadap Inggris oleh bangsa Normandia sejak tahun 1066
mempengaruhi gaya arsitektur di tanah suku Anglo- Saxon ini. Gaya arsitektur
pada abad ini kemudian dikelompokkan menjadi beberapa masa:
Pada tahun 1066 bangsa Inggris berhasil dikalahkan oleh bangsa Normandia,
kemampuan bangsa Inggris dalam membuat bangunan-bangunan baru
berkembang sangat pesat salah satunya adalah Katedral Durham (1091). Pada
gaya Romanik ini konstruksi langit-langit dibuat melengkung bersilang dengan
kerangka dan balok melengkung terbuat dari batu yang juga berfungsi sebagai
hiasan. Langit-langit kubah terkesan berat dan kokoh dengan semua beban
tekanan ditanggung oleh dinding bangunan yang bentuknya memanjang dan
balok-balok penopangnya. (Boediono, 1 66)
29
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.11. Bentuk tiang dan kepala pilar pada zaman Romanik
Sumber: Boediono, 1 (1997,p.74)
Gambar 2.12. Bentuk ornamen dan hiasan pada zaman gaya Romanik
Sumber: Boediono,1 (1997,p.76-78)
2.5.3. Gaya Gotik
Kedudukan penting Jerman semakin tidak dihargai karena adanya
pertentangan antara Kaisar Jerman dengan Paus. Mulai pertengahan abad XII,
Perancis secara perlahan-lahan mengambil kekuasaan dan mengambil alih
kedudukan Jerman sebagai pemimpin politik dan gereja di Eropa. Dari sini gaya
Gotik berkembang dan menyebar ke seluruh Eropa (Boediono, 1 96).
2.5.3.1. Menurut buku Ensiklopedi Nasional Indonesia (PT. Cipta Adi Pustaka
1988: 277)
Arsitektur gotik tumbuh subur di Eropa barat sejak pertengahan 1100-an
sampai 1400-an. Kata gotik mula-mula digunakan untuk menyatakan rasa tidak
setuju. Istilah ini dipakai oleh para artis dan pengarang abad ke-14 dan 15 yang
berusaha menghidupkan kembali arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Mereka
menghubungkan gaya yang tidak mereka setuju itu dengan orang Goth yang
memusnahkan banyak karya klasik selama tahun 400-an. Para seniman dan
pengarang berkeberatan terhadap desain gotik yang ruwet dan tidak beraturan.
Sangat berbeda dengan gaya klasik yang serasi.
Dengan suatu teknik bangunan yang baru, para arsitek gotik mendesain
gereja dengan tembok yang lebih tipis dan pilar yang lebih ramping dibandingkan
dengan gereja Romawi. Banyak pilar terdiri atas kelompok kolom, beberapa tingkat
tingginya. Para arsitek gotik mempertinggi pilar sampai ke ruang atap, dan
melengkungkan tiap pilar seperti rusuk payung yang terbuka. Ruangan diantara
30
Universitas Kristen Petra
rusuk diisi dengan adukan. Atap melengkung yang berusuk ini merupakan salah
satu ciri arsitektur gotik yang paling khas. Ciri-ciri umum lainnya meliputi
lengkung lancip dan jendela kaca hias pada bidang tembok yang luas berbentuk
busur yang dibangun di luar tembok. Para pematung memahat sosok para santo dan
pahlawan Kristen pada pilar gerbang gereja. Menunit umat Kristen abad
pertengahan, para santo dan pahlawan ini mendiami dan menguatkan gereja
tersebut dalam arti simbolik.
2.5.3.2. Menurut buku A History of Architecture Eighteenth Edition (Sir Banister
Fletcher 1975:585-600)
Gaya gotik pertama kali muncul di Ile de France. Bangunan pertama yang
menggunakan gaya gotik adalah bangunan gereja St. Denis (1144). Yang terletak
di dekat kota Paris. Pada periode gaya gotik ditandai dengan suatu karakter yang
menggambarkan suatu keagungan religius. Dilihat dan sudut bentuk bangunannya,
poin terpenting dan terbentuknya gaya gotik adalah “la voute sur croisee d ogives”
yaitu suatu kerangka berbentuk kubah yang merupakan potongan dari batu yang
membentuk suatu bingkai. yang juga didukung oleh papan tipis. Beban dari atap
dikirimkan pada pilar-pilar yang berada pada nave. Dinding penopang pada gaya
gotik juga membawa pengaruh lebih lanjut pada struktur bangunannya. Dinding ini
tidak memikul beban sehingga memungkinkan penggunaan jendela besar dan satu
dinding ke dinding penopang lainnya dengan menggunakan kaca warna-warni yang
terlihat berkilauan dengan bahan stained glass.
Gaya gotik di Perancis (1150-15 50) dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:
1. Primaire (abad ke 12), biasa disebut juga dengan a lancettes. Merupakan suatu
periode dimana gaya ini menggunakan pointed arch dan bentuk jendela yang
geometris.
2. Secondaire (abad ke 13). biasa disebut juga dengan Rayonnant. Pada periode ini
ditandai dengan bentuk jendela yang bundar seperti pada Reims, Amiens dan
Bourges.
3. Tertiare (abad ke 14, 15 dan sebagian dari abad ke 16) dan biasa disebut dengan
Flamboyant.
31
Universitas Kristen Petra
2.5.3.3. Menurut Buku A History of Interior Design (John Pile 2000:59-61)
Katedal besar dimana bentuk bangunanya identik dengan adanya
penggunaan stained glass, buttresses, dan gargoyles adalah merupakan gambaran
arsitektur Eropa pada abad 12-14, dimana biasa disebut dengan gotik.
Karakteristiknya yang paling utama adalah penggunaan batu alam sebagai bahan
pembangunannya. Gereja dengan gaya gotik terlihat sangat mewah, rumit dan kaya
dengan warna. Banyak lukisan ataupun patung-patung yang menggambarkan tema
religius. Selain itu. Ciri lain dari gaya gotik adalah penggunaan kaca stained glass
berbentuk mosaik. Kaca-kaca kecil disatukan menjadi kaca yang lebih besar karena
pada masa itu belum ada teknik untuk membuat bahan kaca dalam ukuran yang
sangat besar. Hal ini menyebabkab banyaknya pola dan menciptakan gambar yang
penuh warna yang biasanya didominasiolehi warna merah, biru, kuning dan hijau.
Ada beberapa masa yang menjabarkan tentang gaya gotik:
a. Earl and High Gothic: merupakan suatu masa dimana berkembang teknik
pembangunan dengan mengunakan lengkungan tajam dan kubah yang terjadi
sekitar tahun 1150-1250. Gereja katedral yang dibangun pada masa ini adalah
Katedral Chartres yang menggunakan elemen-elemen dari early and high gothic.
b. Rayonnant: Pada masa ini pembangunannya lebih cenderung memperhatikan
pada aspek dekoratif (sekitar tahun 1230-1325), dimana bentukan ruang yang
tampak bersinar merupakan aspek yang terpenting. Penggunaan jendela bundar
besar berbentuk mawar pada katedral merupakan salah satu tipe dari masa
rayonnant.
c. Flamboyant: Menggambarkan sebuah gambaran dari istilah “flame like” dimana
pada masa ini bentukan yang paling menjadi ciri khasnya adalah detail dekorasi
seperti ukir-ukiran yang terkadang tampak beriebihan. S. Ouen dan S. Maclou di
Rouen adalah jenis bangunan pada masa flamboyant.
2.5.3.4. Menurut buku Sejarah Arsitektur 1, Sen Desain Interior (MA. Endang
Boediono 1997:97-104)
Kedudukan penting yang dimiliki Jerman sampai abad XIII, semakin tidak
dihargai karena pertentangan antara kaisar Jernian dengan Paus. Mulai pertengahan
abad XII. Perancis periahan-lahan mengambil alih kedudukan Jerman sebagai
32
Universitas Kristen Petra
pemimpin politik dan gereja di Eropa. Dari sinilah kelak, gaya gotik berkembang
dan menyebar ke seluruh Eropa.
Pada bangunan gaya gotik, ide-ide arsitektur ditempatkan sebagai
konsekuensi akhir yang harus diusahakan supaya dapat betul-betul direalisasikan.
Efek yang dihasilkan memberikan kesan indah dan megah, melawan kesan bahan
dasar yang digunakan (batu belah), yaitu kesan yang berat dan membebani. Tiga
elemen konstruksi khas gotik adalah kerangka atap yang melengkung. Konstruksi
tiang penopang di luar bangunan, dan lengkungan yang menyudut. Bangunan gaya
gotik merupakan bangunan dengan sistem kerangka dan penopang. Dinding-
dindingnya berfungsi sebagai pelindung yang rnelingkupi ruang dalam gereja
seperti selubung tipis. Beban atapnya yang melengkung dan tinggi, ditopang oleh
pilar-pilar, ditempatkan menggerombol dan berkaitan. Sedangkan gaya tekan ke
sampingnya diterima oleh balok penopang miring, kemudian dialirkan ke tanah
melalui tiang penopang yang terpancang di iuar bangunan gereja.
Kerangka pada atap melengkung yang dipakai sebagai penerima beban atap
merupakan suatu langkah yang berani dalam mengembangkan konstruksi penopang
lengkungan atap dari batu. Bagian-bagian di antara kerangka yang masih terbuka,
ditutup dengan lapisan plester tipis sehingga membentuk langit-langit kubah.
Gaya gotik ini memiliki arti besar dalam pengaturan ruang. Tekanan
mencolok ke arah vertikal dan juga pandangan terbuka ke arah ruang altar,
mernperlihatkan suatu kesatuan.
Kerangka pada atap melengkung dan konstruksi penopangnya yang dibuat
berdasarkan tuntutan pengaturan ruang, sangat menguntungkan dinding
penutupnya. Bidang dinding yang terletak antara kerangka penopang, hamper tidak
memikul beban, selain beban beratnya sendiri. Hal ini memberikan kesempatan
bagi perkembangan bentuk jendela. Jendela dibuat menjadi semakin besar karena
kekhawatiran akan masalah statika juga tidak ada. Selain itu, lengkungan menyudut
dapat membagikan beban statikanya lebih baik daripada lengkungan setengah
lingkaran, sehingga tiang penopang juga menerima beban yang lebih merata dan
lebih ringan. Dengan kelebihan tersebut, lengkungan menyudut bisa digunakan
untuk menjembatani jarak-jarak tiang yang tidak sama, sehingga kubah langit-
33
Universitas Kristen Petra
langit tidak hans terirtak di atas dasar yang berbentuk bujursangkar, tetapi bisa juga
diletakkan di atas dasar empat persegi panjang.
Lengkungan menyudut menjadi ciri khas gaya gotik yang mengarah
vertikal. Kedua kaki lengkungannya juga memberikan reaksi yang berbeda
daripada kaki lengkungan setengah lingkaran. Lengkungan menyudut tidak
memperlihatkan kesan mengembalikan beban kembali ke tanah, tetapi membawa
semua reaksi vertikal ke puncak sudut lengkungan. Di sinilah seluruh reaksi vertikal
ini terkumpul dan terangkum, menimbulkan kesan vertikal yang kuat yang
mengarah ke atas langit yang tidak terbatas. Selain itu, bangunan dengan gaya gotik
diarahkan untuk memberi kesan Tuhan yang besar dan manusia yang kecil sehingga
hal ini berpengaruh dalam pembangunan gedung dengan atap yang sangat tinggi
jika dibandingkan dengan dimensi pemakai.
Pada dinding bangunan gaya gotik banyak terdapat hiasan patung- patung
orang suci yang indah dalam jumlah yang besar. Fasade dan gerbang utamanya
dijadikan titik pusat perhatian dengan cara diberi banyak hiasan dan ornament yang
bernilai seni tinggi. Dinding di antara kerangka gerbang yang melengkung dan
mengarah ke atas serta mempunyai kesan tenang ini biasanya diberi hiasan berupa
jendela bulat besar yang berbentuk bunga mawar dan dibuat dari kaca mosaik yang
berwarna-warni.
Tiang dan kerangka jendela gotik yang diberi hiasan ukiran dan ornament
biasa disebut dengan masswerk. Pada bangunan gotik masa awal, dibuat dua buah
jendela kecil yang memanjang yang diletakkan berhimpitan dan dalam satu
lengkungan kusen. Namun pada masa-masa selanjutnya jendela dibuat lebih besar
dan dalam perkembangannya menjadi semakin besar, sehingga tidak ada lagi ruang
tertutup yang tersisa. Pada jendela-jendela yang sangat besar, kerangka jendela
yang dibuat dari batu ini tidak hanya dibagi menjadi dua bagian, tetapi lebih banyak
lagi sehingga seluruh rangkaian jendela terlihat seperti anyaman teralis.
34
Universitas Kristen Petra
Gambar 2.13. Bangunan dengan gaya gotik
2.6. Gaya-gaya Lain Yang Mempengaruhi Arsitektur Kolonial Belanda
Pada perkembangannya berkembang pula beberapa gaya yang ikut mempengaruhi
arsitektur bangunan Kolonial Belanda. Antara lain sebagai berikut:
2.6.1. Neogotik (1700-1880)
2.6.1.1. Menurut buku Ensiklopedi Nasional Indonesia (PT. Cipta Adi Pustaka
1988:282)
Kebangkitan kembali gaya gotik mulai pada tahun 1700. Gaya gotik tidak
pernah ketinggalan jaman. Setelah abad pertengahan, banyak arsitek memakai
unsur gotik dalam desainnya. Tetapi sebagai sebuah gerakan, gaya gotik yang
bangkit kembali mulai kentara pada tahun 1700, memuncak pada pertengahan
tahun 1800, dan menurun pada tahun 1880an.
Selama awal dan pertengahan tahun 1800an, arsitek Inggris A. W. N. Pugin
menghimbau para arsitek untuk memusatkan perhatian pada rancangan gereja
dalam gaya gotik, karena gaya itu mengekspresikan iman Kristen paling baik.
Proyek yang paling berambisi dalam gaya ini adalah gedung parlemen (1840-1865),
karya Pugin dan Sir Charles Barry, di London. Arsitek Inggris yang lain, William
Butterfield, menciptakan sejumlah desain dengan gaya gotik yang berbobot. Salah
satunya yang terkenal adalah All Saint’ Church (1849-1859), di Margaret Street,
London. Diantara proyek-proyek Butterfield yang terpenting adalah Kolese Keble
35
Universitas Kristen Petra
(1860) pada Universitas Oxford di Oxford, Inggris. Butterfield mendesain seluruh
kolese itu, termasuk perpustakaan, kapel, dan tempat tinggal dalam gaya gotik.
2.6.1.2. Menurut buku A History of Interior Design (John Pile 2000:178-183)
Masa Greek Revival runtuh karena ketidaksabaran dengan adanya suatu aspek
praktik yang lemah pada masa Greek revivalism, yaitu banyaknya kritik dari para
arkeologi dan makin banyaknya rasa bosan terhadap suatu desain yang monoton.
Kecenderungan masyarakat yang menginginkan suatu gaya romantisme yang
fleksibel dan lebih beragam menyebabkan lahirnya kembali gaya gotik atau yang
biasa disebut dengan Gothic Revival atau Neogotik.
Richard Upjohn (1802-78) yang dilahirkan di Inggris menggambarkan
kebali bentuk gaya pada abad pertengahan dalam membuat sebuah bangunan gereja
Trinity di Wall Street, New York. Rancangan gereja ini lengkap dengan bentukan
gaya gotik yang sangat khas antara lain bagian tengah gereja yang berbentuk kubah,
penggunaan material stained glass, dan detail dari gaya gotik lainnya. Gereja ini
merupakan salah satu bangunan yang menggunakan gaya neogotik di Inggris.
Selain itu, James Renwick, Jr. (1818-95) juga membangun bangunan lain dengan
gaya gotik revival yaitu St. Patrick’s Cathedral di NewYork yang selesai pada tahun
1848. Katedral ini didesain dengan bentukan salib pada rancangannya, adanya jalan
kecil ditengah tempat duduk dan tentunya penggunaan material stained glass.
Selain itu, penggunaan flying buttresses yang digunakan untuk menahan beban dari
penggunaan material batu alam pada gaya gotik tidak lagi digunakan pada gaya
neogotik karena adanya inovasi baru pada bahan bangunan yaitu konstruksi baja.
Seorang arsitek yang sangat professional yaitu Augustus Welby N. Pugin
pengarang dari Contrast (1836), trus Principles of Pointed or Christian Architecture
(1841), dan beberapa karya lain yang dibuat untuk mengilustrasikan perbandingan
langsung dari gaya gotik lama dan baru yang menyebabkan adanya problem desain
dimana dikatakan bahwa banyak kerugian yang disebabkan pada gaya gotik lama
yang pembangunannya dikatakan tidak masuk akal dan tidak efisien.
Ketika membangun Houses of Parliament di London, Pugin menunjukkan
pengetahuannya dalam merancang sebuah bangunan dengan gaya neogotik dimana
pembangunanya lebih bersifat modern dan efisien. Salah satunya adalah
36
Universitas Kristen Petra
penggunaan konstruksi besi yang merupakan salah satu produk dari revolusi
industri. Bangunan lainnya yaitu All Saints di London yang juga menggunakan
gaya gotik revival menggunakan lapisan batu, ubin, marmer yang bermacam-
macam warna dengan adanya pola geometris dan ornamennya yang lebih
sederhana.
2.6.1.3. Menurut buku Europe & America From the Colonial Era to Today
(Victoria Moss Ball 1980:250-252)
Sistem mekanisasi dan industrialisasi adalah suatu kebutuhan yang mampu
mengubah dunia ke arah impersonalisasi sehingga mengalirkan hidup menuju arah
romantisme. Tidak bisa diacuhkan bahwa obat paling mujarab adalah kembalinya
gaya sentimental dari masa lalu. Gaya gotik dengan dekorasi bentuk kubahnya,
warna-warna yang terang, patung-patung yang memperlihatkan kesan mistik, dan
pendekatannya yang etnik secara alami kembali menjadi gaya yang populer. Hal ini
mengembalikan suatu sensibilitas yang sempat terlupakan.
Gaya gotik pada abad ke- 19 memiliki dua fase. Yang pertama adalah pada
tahun 1830-1850 dan yang kedua di Inggris dimulai pada 1870. Gaya gotik yang
tumbuh ini biasa dikenal dengan sebutan neogotik. Keseluruhan karangan dari para
arsitek-arsitek terkemuka menyebutnya dengan high gothic. High gothic ini
kemudian dibagi menjadi early victorian gothic dan late victorian gothic.
Dua hal yang dibahas dalam periode awal adalah ‘correctness” atau
ketepatan dan “structural honesty’” atan kemurnian struktural. Dua tokoh ternama
yang mempopulerkan gaya tersebut adalah Pugins di Inggris dan Viollet-le-Duc di
Perancis.
Early Victorian Gothic melakukan pendekatan seperti yang telah
ditunjukkan oleh Pugins dalam mendesain ulang Scariscrick Hall di Lancashire.
Late Victorian Gothic menekankan karakter dekorasinya pada sebuah
prototipe yang memusatkan pada aspek warna dan juga simbolik. Periode ini
banyak dipengaruhi oleh John Ruskin yang mengekspresikan penghargaannya pada
kaleidoskop Venice.
Meskipun banyak detail yang tidak dibuang dari gaya gotik lama namun
secara praktiknya gaya neogotik mengadopsi lebih banyak bentuk yang lebih
37
Universitas Kristen Petra
sederhana untuk menggantikan penggambaran detail yang terlalu benlebihan pada
gaya gotik awal.
Keanekaragaman warna adalah hal yang membedakan Late Victorian
Gothic baik pada interior maupun pada eksteriornya. Hal ini bisa dilihat
daripenggunaan material yang beda warna. Keramik atau marmer yang berwarna
warni diperkenalkan di sebuah gereja yang dibuat oleh H. H. Richardson, selain itu
ia juga menggunakan batu dan juga bahan kayu pada bangunan yang dibuatnya.
2.6.1.4. Menurut buku The Modern Language of Architecture (Bruno Zevi
1994:139-160)
Kebangkitan kembali dari gaya gotik dipelopori oleh seorang Perancis yang
bernama Eugene Viollet-le-Duc (1814-79). Kebangkitan kembali ini terjadi setelah
lahirnya gaya modern pada arsitektur dunia. Meskipun demikian gaya gotik ini
sempat mempengaruhi selama dekade terakhir pada abad ke-19.
Bagian-bagian dari gaya gotik yang menarik bagi senirnan modern adalah:
a. Struktur kerangka
Baja dan pondasi beton bertulang yang memusatkan berat dan tekanan pada
penyangga sehingga menghapuskan beban yang terus menerus pada dinding.
Ditunjukkan pada katedral di Ile de France, dari Notre dame hingga Amiens,
dimana digambarkan berhentinya pertumbuhan sistem dinding karena pada jaman
itu bahan yang digunakan adalah batu alam. Elemen vertikal mulai menyaring
volume dan ruang. Dengan penggunaan pondasi baru ini dapat menggantikan gaya
gotik lama yang memiliki dinding yang terlihat berat menjadi lebih ramping.
b. Kesan yang transparan
Gaya gotik merupakan suatu gaya yang memberikan suatu efek cahaya yang sangat
menanik dimana hal ini menghapuskan bentuk bangunan yang seperti sebuah kotak
masif. Dengan adanya hal tersebut membuat bangunan baik eksterior maupun
interior tampak seolah-olah bergabung menjadi satu kesatuan dan kerangkanya
tampak seperti sebuah sangkar. dengan garis yang tampak membumbung tinggi.
Hal ini merupakan suatu perpaduan dari bahan besi dan kaca.
c. Garis yang dinamis
38
Universitas Kristen Petra
Gabungan dari pilar yang berbentuk empat persegi dari katedral dan juga tembok
yang memiliki hiasan yang berkesan tajam pada abad ke-14 merupakan hal yang
sangat dipengaruhi oleh garis liniar yang dinamis, seperti pada gaya Art Nouveau.
Henry van de Velde mengatakan bahwa garis adalah kekuatan.
b. Kulit dan selaput
Pada abad ke 14 dan 15, gaya gotik mengurangi bentuk yang dinamis, pada masa
itu bentuk lebih cenderung pada jalinan struktur yang tidak berhubungan itu sendiri.
Hal ini secara teknis membawa dua dampak. Dampak pertama merupakan suatu
dampak negatif dimana gotik lama sangat terobsesi untuk melakukan suatu
perubahan yang kemudian membawa dampak buruk pada sistem dekoratif.
Sedangkan dampak yang kedua pada gaya gotik baru adalah positif karena dengan
menghilangkan garis yang dinamis. kulit dan selaput digabungkan pada struktur
bangunan. Dengan cara yang sama. Arsitektur modern tidak memisahkan bentuk
bangunan pada setiap sektor tetapi lebih melibatkan seluruh aspek dalam membuat
sebuah bentuk.
c. Permukaan yang berombak-ombak
Ketika gaya gotik tidak lagi menggunakan garis yang dinamis dan penggunaan kaca
yang besar pada suatu permukaan yang luas maka John Root mengembangkan
sebuah teknik baru dengan penggunaan jendela pada Monadock Block sehingga
mampu membebaskan beban yang menyebabkan kekakuan bentuk.
d. Vertikalisme
Ketinggian merupakan simbol mistik dan gengsi dan manusia. Industrialisasi pada
abad ke 19 mencari jalan untuk mengganti kerugian pada krisis religious dengan
pemujaan terhadap uang. Untuk itu didesain sebuah gereja untuk menekankan dan
mengagungkan gereja tersebut dengan penggunaan puncak menara yang tinggi
melampaui kota.
e. Asimetri dan perbedaan
Gaya gotik baru menunjukkan suatu ketertarikan yang kuat pada asimetri dan
perbedaan. Beberapa bangunan menggunakan sistem tersebut dan kemudian
semakin tumbuh dan berkembang tetapi tidak usaha untuk menyamaratakan bentuk
tersebut pada suatu desain yang seragam.
39
Universitas Kristen Petra
2.6.2. Art Noveau (1888- 1905)
Art Nuvoeu merupakan gaya yang populer di Eropa dan di Indonesia telah
diadaptasikan dengan gaya Kolonial Belanda dan iklim tropis basah Indonesia.
Ciri-ciri Art Nuvoeu adalah sebagai berikut:
- Anti historis.
- Bentuk layout simetris.
- Motif hias menggunakan motif tumbuhan yang terinspirasi dari alam.
- Unsur dekoratif melekat pada elemen struktural bangunan seperti kolom, tangga
dan lain-lain
- Penggunaan material kaca warna- warni diaplikasikan pada pintu dan jendela.
- Kolom berbentuk geometris dengan bentukan garis kurva.
- Penggunaa warna-warna pastel.
- Menambahkan elemen tradisional sehingga menambah kesan lokal.
(Handinoto,1996:131-249)
- Lantai kayu/parket, karpet atau permadani dengan motif bunga diulang-ulang
sehingga membentuk patra. (Calloway 1991,p345)
2.6.3. Art and Craft (tahun 1900an)
- Adanya detal- detail interior yang teliti dan diekspos.
- Penggunaan perabot yang built in.
- Pintu kayu menggunakan engsel besi. Letak pintu biasanya agak masuk dari batas
teras. (Turgeon,1997:35-37)
- Menggunakan daun pintu berbahan kayu berpanel yang diberi detail geometris.
(Calloway 1991:309-311)
2.6.4. Amsterdam School (tahun 1905- 1930-an)
Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Unsur dekoratif berupa garis-garis vertikal dan bentuk gelombang (scluptural
ornament)
- Terdapat unsur-unsur pahatan pada kolom, pintu dan jendela.
- Material yang paling banyak digunakan adalah batu bata, keramik, dan kayu.
40
Universitas Kristen Petra
2.6.5. De Stijl (tahun 1917- 1932)
Gaya De Stijl muncul di Belanda pada tahun 1920-an. Gaya ini sering dikaitkan
dengan gaya kubisme. Ciri-ciri De Stijl adalah:
- Penggunaan bentuk geometris seperti kubus.
- Anti nuralis (Handinoto,1996:131-249)
2.6.6. Art Deco (tahun 1920-an)
Gaya Art Deco berkembang satu dasawarsa sebelum berakhirnya masa penjajahan
Belanda di Indonesia. Gaya ini lebih bersifat ekletik. Ciri-ciri nya adalah:
- Perpaduan antara gaya Art Noveau dan Industri sehingga menghasilkan gaya yang
mirip Art Noveau tetapi lebih sederhana, geometris, dan dipengaruhi kubisme.
- Penggunaan bentuk bertingkat-tingkat atau berlapis-lapis, sudut tumpul dan corak
bergaris.
- Penggunaan bentuk lengkung pada sudut-sudut ruang dan perabotnya.
- Penggunaan material kayu yang di-vernish atau menggunakan finishing cat
glossy- lacquer.
- Ornamen berupa garis-garis serta geometris yang sederhana dan simetris.
- Penggunaan kaca-kaca yang digrafir motif-motif geometris
- Material yang paling banyak digunakan adalah logam, kaca, cermin dan kayu.
- Penutup lantai berbahan terasso, keramik sintetis, parket dan karpet bermotif patra
geometris dan diberi border
- Plafon menggunakan ekspos balok kayu vertikal dan horisontal dan detail pada
pusat plafon. (Pile,Third 226-228)
2.7. Revolusi Industri
Revolusi Industri, yang berlangsung dari abad ke-18 hingga ke-19, adalah
periode di mana masyarakat agraris, pedesaan di Eropa dan Amerika menjadi
industri dan perkotaan. Sebelum Revolusi Industri, yang dimulai di Inggris pada
akhir 1700-an, manufaktur sering dilakukan di rumah-rumah penduduk,
menggunakan alat-alat tangan atau mesin-mesin dasar. Industrialisasi menandai
peralihan ke mesin-mesin, pabrik-pabrik khusus, dan produksi massal bertenaga
listrik. Industri besi dan tekstil, bersama dengan pengembangan mesin uap,
41
Universitas Kristen Petra
memainkan peran penting dalam Revolusi Industri, yang juga meningkatkan
sistem transportasi, komunikasi, dan perbankan. Sementara industrialisasi
membawa peningkatan volume dan variasi barang-barang manufaktur dan standar
hidup yang lebih baik bagi sebagian orang, hal ini juga mengakibatkan banyaknya
kondisi pekerjaan dan hidup yang rendah bagi kaum miskin dan kelas pekerja.
(Industrial Revolution, 2018)
Sebelum munculnya Revolusi Industri, kebanyakan orang tinggal di
komunitas pedesaan kecil di mana kehidupan sehari-hari mereka pada umumnya
adalah pertanian. Hidup bagi orang awam begitu sulit, karena pendapatan yang
sedikit, sedangkan kekurangan gizi dan berbagai penyakit sering terjadi. Orang-
orang memproduksi sebagian besar makanan, pakaian, perabotan, dan peralatan
mereka sendiri. Sebagian besar manufaktur dilakukan di rumah atau toko kecil di
pedesaan, menggunakan alat-alat tangan atau mesin sederhana.
Sejumlah faktor berkontribusi pada peran Inggris sebagai tempat kelahiran
Revolusi Industri. Salah satunya adalah deposit batu bara dan bijih besi yang besar,
yang terbukti penting untuk industrialisasi. Selain itu, Inggris adalah masyarakat
yang stabil secara politik, serta kekuatan kolonial terkemuka di dunia, yang berarti
koloninya dapat menjadi sumber bahan mentah, serta pasar untuk barang-barang
manufaktur. Ketika permintaan untuk barang-barang Inggris meningkat, pedagang
membutuhkan metode produksi yang lebih efektif biaya, yang menyebabkan
munculnya mekanisasi dan sistem pabrik.
Industri tekstil, khususnya, diubah menjadi industrialisasi. Sebelum
mekanisasi dan pabrik, tekstil dibuat terutama di rumah-rumah penduduk
(sehingga menimbulkan industri rumahan), dengan pedagang sering menyediakan
bahan baku dan peralatan dasar, dan kemudian mengambil produk jadi. Pekerja
menetapkan jadwal mereka sendiri di bawah sistem ini, yang terbukti sulit bagi
pedagang untuk mengatur dan menghasilkan banyak ketidakefisienan. Pada tahun
1700-an, serangkaian inovasi menghasilkan produktivitas yang terus meningkat,
sementara membutuhkan lebih sedikit energi manusia. Misalnya, sekitar tahun
1764, orang Inggris James Hargreaves (1722-1778) menemukan jenny yang
berputar ("jenny" adalah singkatan awal dari kata "mesin"), sebuah mesin yang
memungkinkan seorang individu untuk menghasilkan beberapa gulungan benang
42
Universitas Kristen Petra
secara bersamaan. Pada saat kematian Hargreaves, ada lebih dari 20.000
pemintalan jennys yang digunakan di seluruh Inggris. Jenny yang berputar
diperbaiki oleh penumpan dari Inggris, Samuel Compton (1753-1827), dan mesin-
mesin lainnya. Inovasi kunci lainnya dalam tekstil, kekuatan alat tenun, yang
memekanisasi proses menenun kain, dikembangkan pada 1780-an oleh penemu
Inggris Edmund Cartwright (1743-1823).
Perkembangan dalam industri besi juga memainkan peran penting dalam
Revolusi Industri. Pada awal abad ke-18, seorang Inggris bernama Abraham Darby
(1678-1717) menemukan metode yang lebih murah dan lebih mudah untuk
memproduksi besi cor, menggunakan tungku berbahan bakar arang (yang
berlawanan dengan arang). Pada tahun 1850-an, insinyur Inggris Henry Bessemer
(1813-1898) mengembangkan proses pertama yang murah untuk memproduksi
baja secara massal. Baik besi dan baja menjadi bahan penting, karena digunakan
sebagai material alat dan mesin, untuk kapal, bangunan dan infrastruktur.
Mesin uap juga integral dengan industrialisasi. Pada 1712, Inggris Thomas
Newcomen (1664-1729) mengembangkan mesin uap praktis pertama (yang
digunakan terutama untuk memompa air keluar dari tambang). Pada 1770-an,
penemu asal Skotlandia, James Watt (1736-1819) telah meningkat dalam
pekerjaan Newcomen, dan mesin uap melanjutkan ke mesin-mesin listrik,
lokomotif dan kapal selama Revolusi Industri.
Industri transportasi juga mengalami transformasi signifikan selama
Revolusi Industri. Sebelum munculnya mesin uap, bahan mentah dan barang jadi
diangkut dan didistribusikan melalui gerobak yang ditarik kuda, dan dengan
perahu di sepanjang kanal dan sungai. Pada awal 1800-an, Amerika Robert Fulton
(1765-1815) membangun kapal uap komersial pertama yang sukses, dan pada
pertengahan abad ke-19, kapal uap membawa muatan melintasi Atlantik.Ketika
kapal-kapal bertenaga uap memulai debut mereka, lokomotif uap juga mulai
digunakan. Pada awal 1800-an, insinyur Inggris Richard Trevithick (1771-1833)
membangun lokomotif uap kereta api pertama. Pada tahun 1830, Liverpool dan
Manchester Railway Inggris menjadi yang pertama untuk menawarkan layanan
penumpang reguler, jadwal waktu. Pada 1850, Inggris memiliki lebih dari 6.000
mil jalur kereta api. Selain itu, sekitar tahun 1820, insinyur Skotlandia John
43
Universitas Kristen Petra
McAdam (1756-1836) mengembangkan proses baru untuk pembangunan
jalan. Tekniknya, yang dikenal sebagai macadam, menghasilkan jalan yang lebih
mulus, lebih tahan lama dan tidak becek.
Komunikasi menjadi lebih mudah selama Revolusi Industri dengan
penemuan-penemuan seperti telegraf. Pada tahun 1837, dua orang Inggris,
William Cooke (1806-1879) dan Charles Wheatstone (1802-1875), mematenkan
telegraf listrik komersial pertama. Pada 1840, kereta api adalah sistem Cooke-
Wheatstone, dan pada tahun 1866, kabel telegraf berhasil diletakkan di seberang
Atlantik. Revolusi Industri juga melihat munculnya bank dan pemodal industri,
serta sistem pabrik yang bergantung pada pemilik dan manajer. Sebuah bursa
saham didirikan di London pada 1770-an; Bursa Saham New York didirikan pada
awal 1790-an. Pada tahun 1776, filsuf sosial Skotlandia Adam Smith (1723-1790),
yang dianggap sebagai pendiri ekonomi modern, menerbitkan "The Wealth of
Nations." Di dalamnya, Smith mempromosikan sistem ekonomi yang didasarkan
pada perusahaan bebas, kepemilikan pribadi dari sarana produksi, dan kurangnya
campur tangan pemerintah.
Revolusi Industri menghasilkan volume dan variasi barang produksi pabrik
yang lebih besar dan meningkatkan standar hidup bagi banyak orang, terutama
untuk kelas menengah dan atas. Namun, kehidupan bagi orang miskin dan kelas
pekerja terus diisi dengan tantangan. Upah bagi mereka yang bekerja di pabrik
rendah dan kondisi kerja bisa berbahaya dan monoton.Pekerja tidak terampil
memiliki sedikit keamanan kerja dan mudah diganti.Anak-anak adalah bagian dari
angkatan kerja dan sering bekerja berjam-jam dan digunakan untuk tugas-tugas
yang sangat berbahaya seperti membersihkan mesin. Pada awal 1860-an,
diperkirakan seperlima dari pekerja di industri tekstil Inggris lebih muda dari 15.
Industrialisasi juga berarti bahwa beberapa pengrajin digantikan oleh
mesin. Selain itu, daerah perkotaan, industri tidak mampu mengimbangi arus
kedatangan para pekerja dari pedesaan, yang mengakibatkan perumahan yang
tidak mencukupi, terlalu padat dan tercemar, kondisi kehidupan yang tidak sehat
di mana penyakit merajalela. Kondisi kelas pekerja Inggris mulai berangsur-
angsur membaik pada bagian akhir abad ke-19, ketika pemerintah melembagakan
44
Universitas Kristen Petra
berbagai reformasi perburuhan dan pekerja memperoleh hak untuk membentuk
serikat pekerja.
Undang-undang yang diberlakukan Inggris untuk melarang ekspor
teknologi dan pekerja terampil mereka. Namun, mereka memiliki sedikit
keberhasilan dalam hal ini. Industrialisasi menyebar dari Inggris ke negara-negara
Eropa lainnya, termasuk Belgia, Perancis dan Jerman, dan ke Amerika
Serikat. Pada pertengahan abad ke-19, industrialisasi telah mapan di seluruh
bagian barat Eropa dan kawasan timur laut Amerika. Pada awal abad ke-20, AS
telah menjadi negara industri terkemuka di dunia.
45
Universitas Kristen Petra
2.8. Bagan Perkembangan Gaya Desain
Gambar 2.14. Bagan Perkembangan Gaya Desain
Neogotik
(1700-1880)
Gotik (1200)
Revolusi
Industri (1750-
1850)
Penggunaan
sistem
fabrikasi
Gereja Merah
(1862)
-dibuat di Belanda
-menggunakan material
besi baja dengan sistem
knock down (fabrikasi)
Secara struktur
berbeda dengan
gaya gotik karena
tidak menggunakan
teknik flying
buttress dan hukum
stereotomik
Secara visual mirip
dengan gaya gotik,
seperti bentuk
jendela yang
meruncing keatas
namun mengalami
simplifikasi
46
Universitas Kristen Petra
2.9. Bagan perkembangan gereja dari awal mula terbentuknya
Gambar 2.15. Bagan Perkembangan Gereja
47
Universitas Kristen Petra
2.10. Journal Comparation
Judul Metode Objek Kesimpulan
Gaya Desain
Kolonial Belanda
pada Interior Gereja
Katolik Hati Kudus
Yesus Surabaya
Pendekatan
material dan
teknik, metode
perbandingan,
analisis isi,
sejarah nasional
desain, serta
antropologi, dan
sejarah desain.
Gereja Katolik
Hati Kudus
Yesus Surabaya
Gaya desain
yang dominan
mempengaruhi
interior Gereja
Hati Kudus
Yesus Surabaya
adalah gaya Art
Deco dan Art
Nouveau.
Penggunaan gaya
gotik dan neogotik
pada Gereja Katedral
Jakarta
Penelitian
kualitatif
deskriptif
dengan
pendekatan
studi kasus
Gereja Katedral
Jakarta
Gereja Katedral
Jakarta
terpengaruh gaya
neogotik, namun
masih tidak bias
terlepas dari
gaya gotik.
Pengaruh Budaya
Indis Pada Interior
Gereja Protestan
Indonesia Barat
Imanuel Semarang
metode
kualitatif
dengan
penjabaran
secara deskriptif
Gereja Protestan
Indonesia Barat
Imanuel
Semarang
Gereja Protestan
Indonesia Barat
Imanuel
Semarang
mendapatkan
pengaruh dari
kebudayaan
Indis.
Studi Gaya Desain
Kolonial Belanda
Pada Elemen Interior
Gereja Katedral Ijen
Malang
metode
kualitatif
dengan
penjabaran
secara deskriptif
Gereja Katedral
Ijen Malang
elemen interior
pada Gereja
Katedral Ijen
Malang
menerapkan gaya
48
Universitas Kristen Petra
kolonial modern
periode tahun
1920 sampai
1940 yang
dipengaruhi oleh
gaya art and
craft, art deco
dan art nouveau.
Interpretasi Gaya
Desain Majapahit
pada Interior Gereja
Katolik di Jawa
Timur (Studi Kasus
Gereja Katolik
Puhsarang & Gereja
Katolik Santo
Paulus)
metode
kualitatif
dengan
penjabaran
secara deskriptif
Gereja Katolik
Puhsarang &
Gereja Katolik
Santo Paulus
desain kedua
gereja ini sesuai
dengan desain
Gereja Katolik
walaupun
memiliki bentuk
yang berbeda
Tabel 2.1. Journal Comparation
Top Related