Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesBAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK UNPAD/RSHSLaporan Kasus : Februari 2009Sub divisi : Nutrisi dan Penyakit MetabolikOleh : Murfariza HerlinaPembimbing : dr. Julistio T.B. Djais, SpA(K), M.Kes
dr. Dida A. Gurnida, SpA(K), M. KesHari/Tanggal : Selasa, 10 Februari 2009
LAPORAN KASUS Kwashiorkor + TB Paru + Anemia e.c Underlying Disease +
Cerebral Palsy Tipe HipotoniAW, seorang bayi perempuan, usia 9 bulan, pada tanggal 24 Januari 2009 dibawa ke
Emergensi anak RSHS dengan keluhan utama bengkak pada kedua tungkai dan lengan.
ANAMNESISSejak penderita berusia 8 bulan (1 bulan sebelum masuk rumah sakit) orang tua mengeluh
penderita tampak bengkak yang berawal dari kedua tungkai yang semakin lama semakin
bertambah, sehingga menyebar ke kedua lengan. Keluhan bengkak tidak berkurang di
siang/sore hari dan tidak disertai dengan sesak bila beraktivitas. Keluhan tidak disertai
dengan kebiruan pada sekitar mulut dan ujung-ujung jari tangan dan kaki. Keluhan disertai
dengan kulit pada lengan dan tungkai yang mengelupas dan berwarna kecoklatan sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan juga disertai dengan buang air besar mencret
± 4-5 x/hari berupa cairan kuning ± 3 sendok makan, tidak disertai lendir maupun darah dan
panas badan yang tidak terlalu tinggi serta hilang timbul. Penderita tampak rewel dan
1
menjadi kurang aktif. Keluhan tidak disertai dengan batuk, pilek, muntah, sesak, kejang,
maupun penurunan kesadaran. Buang air kecil tak ada keluhan.
Karena keluhannya penderita dibawa berobat ke Puskesmas setempat, mendapat
sirup 3 x 1 sendok obat dan puyer 3 x 1 bungkus. Namun karena tidak ada perbaikan
penderita dibawa berobat ke RS Al-Iksan dan dirujuk ke RSHS.
Sejak lahir hingga usia 2 bulan penderita mendapat ASI, namun karena ASI ibu sedikit
sejak usia 2 bulan hingga 4 bulan penderita hanya diberi air tajin 6 x sehari dan PASI (SGM)
2 x sehari (3 sendok takar PASI + 200 cc air). Sejak usia 4-9 bulan penderita diberi air tajin 6
x sehari, PASI (SGM) 2 x sehari (3 sendok takar PASI + 200 cc air), 2 keping biskuit marie,
dan bubur susu 2 x ½ porsi (±350 kkal/hari).
Penderita adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Penderita lahir dari ibu P3A0, cukup
bulan, ditolong paraji, letak kepala, spontan, langsung menangis dengan berat badan lahir 3
kg, panjang badan tidak diketahui. Selama hamil ibu penderita memeriksakan kehamilannya
di Puskesmas sebanyak 3 kali, dan tidak mengalami penyulit saat hamil maupun
melahirkan. Riwayat kuning, sesak, kejang pada penderita tidak ada. Riwayat kontak
dengan penderita batuk-batuk lama/berdarah tak jelas, riwayat batuk-batuk lebih dari 3
minggu tidak ada, riwayat panas badan lebih dari 2 minggu tidak ada, riwayat berat badan
sulit naik ada (BBL: 3 kg, usia 3 bulan: 5 kg, usia 5 bulan: 5 kg). Penderita dapat tengkurap
usia 3,5 bulan dan saat ini penderita baru dapat duduk dengan bantuan, belum dapat duduk
sendiri maupun merangkak. Penderita sudah dapat bicara ‘mama’ spesifik. Riwayat
imunisasi adalah: BCG (usia 3 bulan), DPT 1 x (usia 5 bulan), dan polio 2 x (usia 3 dan 5
bulan). Ayah penderita bekerja sebagai buruh lepas dengan penghasilan Rp
300.000,-/bulan, sedangkan ibu penderita tidak bekerja. Pendidikan ayah tamat SMA dan
ibu tamat SMP. Rumah yang didiami merupakan rumah permanen berukuran 4 x 6 m
dengan ventilasi dan cahaya yang kurang, didiami oleh 5 orang.
PEMERIKSAAN FISIS (23 Januari 2009, di ruang Emergensi RSHS)
Keadaan umum: Tampak sakit sedang, lemah, cengeng
Kesadaran: Komposmentis
BB: 6,9 kg, TB: 65 cm, BB/U: <3 SD, PB/U: -2 s/d -3 SD, BB/PB: -2 s/d -3 SD, lingkar
kepala: 42 cm, lingkar lengan atas: 12 cm, tebal lipatan kulit: 5 mm
N: 120 x/m, R: 30 x/m, S: 36,7C
Status Generalis:
Kepala : Rambut kusam dan kemerahan, jarang, tak mudah dicabut
Ubun-ubun besar datar
Edema palpebra (-)/(-)
Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, bercak bitot (-),
Pernafasan cuping hidung (-). Sianosis perioral (-)
2
Leher : Retraksi suprasternal (-)
KGB teraba unilateral dekstra,multipel, ukuran Ø ½-1 cm, kenyal, mobile, NT (-)
Toraks : Bentuk dan gerak simetris. Retraksi interkostal -/-
Kor: bunyi jantung murni regular
Pulmo: sonor, vesicular breath sound kiri = kanan
Abdomen: Retraksi epigastrium (-), datar, lembut. Turgor baik
Hepar: 3 cm di bawah arkus kostarum, tepi tajam, kenyal, rata.
Lien: tidak teraba. Bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat. Capillary refill time < 2 detik.
Edema dorsum manus (+)/(+)
Edema pretibial (+)/(+), edema dorsum pedis (+)/(+)
Status Dermatologis:
a/r kedua lengan dan tungkai: tampak lesi multipel, konfluens, bentuk tidak teratur, batas
sebagian tegas, menimbul, kering, berupa makula
hiperpigmentasi dan skuama
a/r bokong dan lipat paha: tampak lesi multipel, bulat s/d tidak teratur ukuran 0,1 x 0,1 s/d
0,5 x 0,5 cm, batas sebagian tegas, menimbul, kering, berupa
makula eritema
PEMERIKSAAN PENUNJANGHb : 9,1 g/dl
Ht : 28%
L : 19.000/mm3
Tr : 400.000/mm3
Albumin: 2,6 g/dL
Protein Total: 5,5 g/dL
Kolesterol Total: 121 mg/dL
Na/K : 133/5,4 mEq/L
GDS : 89 mg/dL
Urin rutin: dalam batas normal
Foto toraks: TB paru aktif
EKG: dalam batas normal
Skor Mc Laren: 3 (edema) + 2 (dermatosis) + 1 (hair change) + 3 (albumin 2,6 g/dL) +
1 (hepatomegali) = 10 Kwashiorkor
DIAGNOSIS BANDING - Kwashiorkor + Dermatitis + Anemia e.c underlying disease
- Kwashiorkor + Dermatitis + Anemia e.c defisiensi Fe + TB paru
DIAGNOSIS KERJA Kwashiorkor + Dermatitis + Anemia e.c underlying disease
3
PEMERIKSAAN SELANJUTNYA- Tes PPD
- Maag vough 3 hari berturut-turut
- Indeks eritrosit, Fe serum, TIBC
- Konsul bagian Kulit dan Kelamin
- Konsul subdivisi Respirologi
- Konsul subdivisi Pediatri Sosial
TERAPI - Pertahankan suhu 36,5-37,5C
- Kotrimoksazol 2 x 1 cth (po)
- Vitamin A 100.000 iu (po) hari ke-1,2, dan 14
- Vitamin B kompleks 1 x 1 tablet (po)
- Vitamin C 1 x 2 tablet (1 x 100 mg) (po)
- Asam folat 5 mg (po) selanjutnya 1 x 1 mg (po)
- Diet 80 kkal/kg/hari 550 kkal/hari, tdd dari PASI 8 x 90 cc
Penderita dikonsulkan ke Bagian Kulit dan Kelamin untuk konfirmasi diagnostik dan
penatalaksanaan.
Jawaban konsul:Kesan: Xerosis cutis (deskuamasi) e.c suspek kwashiorkor + Diaper rash DD/ Kandidiasis.
Terapi:
- Umum: menerangkan kepada orangtua penderita tentang pengobatan dan penyakitnya
- Khusus:
Topikal: -oilum soap (mandi)
-Decubal cream
-Hidrokortison 1 % (bokong dan lipat paha)
Sistemik: (-)
FOLLOW UPHari ke-2 perawatan (tanggal 24/1/2009) di ruangan 15 Bagian Kulit dan KelaminKeadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis, namun
penderita masih tampak rewel dan cengeng.Tidak didapatkan mencret maupun muntah.
Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Lesi pada kulit dan edema masih belum
tampak perbaikan berarti.
Asupan nutrisi yang diberikan masih sama seperti hari sebelumnya dan dapat ditoleransi
dengan baik oleh penderita, serta diminum tidak melalui sonde. Berat badan penderita
sedikit turun menjadi 6,75 kg.
4
Cakupan kalori: 100%
Terapi lain dilanjutkan.
Hari ke-3 dan 4 perawatan (tanggal 25-26/1/2009) di ruangan 15 Bagian Kulit dan KelaminKeadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis. Penderita sudah
terlihat cukup aktif dan tidak rewel, namun didapatkan mencret 2-3 x/hari, ±2-3 sendok
makan, tanpa lendir dan darah. Tidak didapatkan muntah.
Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Lesi pada kulit dan edema tampak
mengalami perbaikan.
Toleransi penderita terhadap pemberian susu cukup baik (tidak muntah ataupun kembung).
Asupan nutrisi yang diberikan masih sama seperti hari sebelumnya (80 kkal/kg/hari) berupa
PASI (LLM) 8 x 100 cc, diminum tidak melalui sonde. Berat badan penderita turun menjadi
6,6 kg.
Cakupan kalori: 100%
Hasil laboratorium:
Feses rutin: makroskopis: warna kuning, konsistensi seperti bubur, darah (-), lendir (-),
nanah (-), parasit (-)
mikroskopis: Eritrosit (-), leukosit (-), telur cacing (-), amoeba (-)
Terapi ditambahkan cairan ReSoMal 50 – 100 ml setiap diare, dan terapi lain dilanjutkan.
Hari ke-5-7 perawatan (tanggal 27-29/1/2009) di ruangan A1 Bagian Ilmu Kesehatan Anak Subdivisi Gizi dan Penyakit Metabolik Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis. Penderita
terlihat cukup aktif dan tidak rewel. Tidak didapatkan mencret dan muntah.
Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Lesi pada kulit dan edema telah banyak
mengalami perbaikan.
Toleransi penderita terhadap pemberian susu cukup baik (tidak muntah ataupun kembung).
Asupan nutrisi yang diberikan dinaikkan menjadi 100 kkal/kg/hari (670-675 kkal), terdiri dari
bubur susu 3 x ½ porsi (225 kkal) dan PASI (LLM) 8 x 90 perspen. Berat badan penderita
naik menjadi 6,75 kg.
Cakupan kalori: 100%
Kesan: Kwashiorkor + Anemia e.c underlying disease + TB paru + Gross motor delay
DD/ Kwashiorkor + Anemia e.c defisiensi besi + TB paru + Gross motor delay
Dilakukan tes PPD
Terapi:
5
- Antibiotika (kotrimoksazol) dihentikan
- Rencana konsul ke subdivisi Respirologi dan Pediatri Sosial
- Terapi lainnya dilanjutkan
Hari ke-8-11 perawatan (tanggal 30/1-2/2/2009)Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis. Penderita
terlihat cukup aktif dan tidak rewel. Tidak didapatkan mencret maupun muntah. Berat badan
penderita naik menjadi 7 kg.
Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Edema masih ada sedikit (minimal).
Toleransi penderita terhadap pemberian makanan dan susu baik (tidak muntah ataupun
kembung).
Asupan nutrisi yang diberikan 100-120 kkal/kg/hari (680-840 kkal), terdiri dari bubur susu 3 x
½ porsi (225 kkal), PASI (vitalac) 8 x 90 cc perspen, dan biskuit 3 keping (130 kkal)
Cakupan kalori: 100%
Hasil tes PPD: 5 mm
Hasil laboratorium:
Hb : 8,4 g/dl
Ht : 28%
L : 13.300/mm3
Tr : 563.000/mm3
DC : 0/0/0/37/61/2
Albumin: 2,7 g/dL
Protein Total: 5,3 g/dL
Fe: 146 ug/dL, TIBC: 239 ug/dL
Saturasi transferin: 61%
SGOT/SGPT: 68/46 u/L
Jawaban konsul dari Subdivisi Respirologi:Kesan: TB paru + Kwashiorkor + Anemia e.c underlying disease
Saran: -Obat antituberkulosis: INH 1 x 50 mg, Rifampisin 1 x 75 mg, Pirazinamid 1 x 125 mg
-Maag vough 3 hari berturut-turut
- Penderita akan difollow-up
Jawaban konsul dari Subdivisi Pediatri Sosial:Kesan: Gross motor delay e.c Cerebral palsy + Kwashiorkor + Anemia e.c underlying
disease + TB paru
Saran: - Konsul Subdivisi Neuropediatri
- Imunisasi DPT2, Hepatitis B1, dan inactivated polio vaccine (IPV)
Terapi lain dilanjutkan.
Hari ke-12-14 perawatan (tanggal 3-5/2/2009)
6
Keadaan umum penderita tampak sakit ringan. Kesadaran komposmentis. Penderita terlihat
aktif dan tidak rewel. Tidak didapatkan mencret maupun muntah. Berat badan penderita naik
menjadi 7,1 kg.
Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Edema sudah menghilang.
Toleransi penderita terhadap pemberian makanan dan susu baik (tidak muntah ataupun
kembung).
Asupan nutrisi yang diberikan 120-140 kkal/kg/hari (840-990 kkal), terdiri dari bubur susu 3 x
½ porsi (225 kkal), PASI (vitalac) 8 x 120 perspen, dan biskuit 3 keping (130 kkal)
Cakupan kalori: 100%
Jawaban konsul dari Subdivisi Neuropediatri:Kesan: Cerebral palsy tipe hipotoni + Kwashiorkor + Anemia e.c underlying disease +
TB paru
Saran: - CT scan kepala
- Fisioterapi
- Konsul THT dan Mata
Terapi:
Penderita direncanakan rawat jalan dan kontrol ke poliklinik Gizi, Respirologi, dan
Neuropediatri 1 minggu yang akan datang.
DIAGNOSIS AKHIRKwashiorkor + TB paru + Anemia e.c underlying disease + Cerebral Palsy tipe hipotoni
PROGNOSISQuo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
RINGKASAN/ RESUMEAW, seorang bayi perempuan, usia 9 bulan, dibawa ke Emergensi anak RSHS dengan
keluhan utama bengkak pada kedua tungkai dan lengan. Sejak penderita berusia 7 bulan
orang tua mengeluh penderita tampak bengkak yang berawal dari kedua tungkai yang
semakin lama semakin bertambah, sehingga menyebar ke kedua lengan. Keluhan disertai
dengan kulit pada lengan dan tungkai yang mengelupas dan berwarna kecoklatan serta
buang air besar mencret sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan panas badan yang
tidak terlalu tinggi serta hilang timbul. Penderita tampak rewel dan menjadi kurang aktif.
Sejak lahir hingga usia 9 bulan penderita tidak mendapat asupan kalori dan protein yang
mencukupi (hanya ± 350 kkal/hari). Penderita berasal dari keluarga dengan status sosial
7
ekonomi lemah. Riwayat kehamilan, persalinan, maupun kelahiran normal. Pada penderita
didapatkan riwayat keterlambatan motorik kasar. Riwayat imunisasi belum lengkap. Pada
pengukuran antropometri didapatkan BB/U <3 SD. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
penderita tampak rewel, lemah, rambut tampak kusam dan jarang. Ditemukan edema,
dermatosis, dan hepatomegali. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia,
hipoalbuminemia, hipoproteinemia, saturasi transferin >16%. Foto toraks menunjukkan TB
paru aktif, dan hasil tes PPD 5 mm. Selama perawatan penderita mendapatkan asupan
nutrisi yang adekuat, antibiotika, roboransia, dan OAT. Toleransi penderita terhadap asupan
nutrisi baik, dan terdapat perbaikan yang ditandai dengan penderita tidak rewel dan lemah
lagi, edema dan dermatosis yang menghilang, serta berat badan yang bertambah. Penderita
dikonsulkan ke Subdivisi Pediatri Sosial dan mendapatkan imunisasi, serta subdivisi
Neuropediatri. Penderita diketahui menderita cerebral palsy, sehingga diagnosis akhir
menjadi: Kwashiorkor + TB paru + Anemia e.c underlying disease + Cerebral Palsy tipe
hipotoni. pulang dengan perbaikan serta dianjurkan kontrol ke Poliklinik Gizi, Respirologi,
Penderita Pediatri Sosial, dan Neurologi 1 minggu kemudian.
DISKUSI
Permasalahan pada penderita ini adalah bagaimana memberi dukungan nutrisi yang tepat,
stimulasi dan rehabilitasi yang adekuat, serta imunisasi yang lengkap sehingga status gizi
penderita menjadi baik dan penderita dapat tumbuh-kembang dengan optimal. Di samping
itu juga diperlukan konseling yang tepat untuk orang tua, agar permasalahan pada penderita
bisa ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.
Malnutrisi berat didefinisikan sebagai adanya edema pada kedua tungkai, atau severe
wasting (<70% BB/TB atau BB/TB <-3 SD), atau tanda-tanda klinis dari malnutrisi berat.1,2,3
Bentuk malnutrisi berat dapat berupa marasmus, marasmus-kwashiorkor, dan kwashiorkor.
Marasmus merupakan suatu bentuk kronik dari malnutrisi protein-energi dimana terjadi
defisiensi secara primer dari energi, dan pada tingkat lanjut dikarakterisasikan dengan
muscular wasting dan tidak terdapatnya lemak subkutan. Marasmus-kwashiorkor
merupakan suatu bentuk malnutrisi protein-energi yang dikarakterisasikan oleh hilangnya
lemak subkutan dan edema; menggambarkan suatu defisensi baik energi maupun protein.
Kwashiorkor merupakan bentuk dari malnutrisi protein-energi yang berhubungan dengan
defisiensi protein yang ekstrim dan dikarakterisasikan dengan edema, hipoalbuminemia,
anemia, dan pembesaran hati; umumnya masih terdapat lemak subkutan, dan muscular
wasting tertutupi oleh adanya edema.2,4-6 Adapun etiologi dari malnutrisi energi-protein dapat
terjadi secara primer yang disebabkan karena kurangnya protein, energi, atau keduanya
dalam diet sehari-hari; atau secara sekunder akibat penyakit dasar yang menyebabkan
intake yang tidak optimal, absorpsi nutrien yang tidak adekuat, dan/atau meningkatnya
8
penggunaan dan kebutuhan yang disebabkan oleh kehilangan nutrien atau peningkatan
energy expenditure.7,8 Dalam penatalaksanaannya, tidak dibedakan antara kwashiorkor,
marasmus, maupun marasmus-kwashiorkor karena pendekatan terapi untuk semua kondisi
ini adalah sama.1,3,9
Pada kasus ini ditemukan gejala malnutrisi berat tipe kwashiorkor berdasarkan temuan
adanya rambut yang kemerahan, anak cengeng dan apati, edema, dermatosis,
hepatomegali, hipoalbuminemia, dan anemia. Defisiensi protein yang berat umumnya
merupakan suatu proses akut, dan sering bersamaan dengan defisiensi energi. Pada
budaya dimana anak-anak sering diberi makanan dengan kadar protein rendah namun
dengan karbohidrat tinggi setelah disapih, maka sering terjadi anak yang tampak gemuk
namun menderita defisiensi protein. Istilah ini dikenal dengan “sugar baby”, atau dalam
literatur Italia beberapa tahun yang lalu disebut sebagai carbohydrate dystrophy.6,7 Pada
kasus ini, penderita telah disapih oleh ibunya pada usia 2 bulan, kemudian hanya mendapat
air tajin dan PASI dengan jumlah yang tidak adekuat hingga usia 4 bulan. Selanjutnya
hingga usia 9 bulan penderita mendapat nutrien yang sama dan hanya ditambah dengan
bubur susu dan biskuit dalam jumlah yang tidak adekuat pula (± 350 kkal/hari). Karakterisasi
dari kwashiorkor berupa penurunan derajat kesehatan, apati, anoreksia, iritabilitas, infiltrasi
lemak ke hati (hepatomegali), dan edema yang umumnya terjadi pada kedua kaki dan
tungkai, serta pada kasus berat menyebar ke ekstremitas atas dan wajah. Sebagian kasus
disertai dengan adanya dermatosis berupa hiperkeratosis dan dispigmentasi sekunder
akibat deskuamasi dari epidermis. Tekstur rambut menjadi kering, rapuh, dan warna
kemerahan atau kusam. Pada periode awal rambut sering tampak mengalami depigmentasi
yang berselang-seling, dikenal dengan istilah flag sign. Tinggi badan dapat normal atau
stunted, tergantung kepada durasi kekurangan protein. Kekurangan berat badan sering
tertutupi dengan adanya edema.6,7,10
Pada penderita ini ditemukan penyakit tuberkulosis paru yang ditegakkan berdasarkan
sistem skoring diagnosis tuberkulosis anak yang dikeluarkan PPIDAI tahun 2007 dengan
jumlah total 7 yaitu; adanya klinis gizi buruk (skor 2), pembesaran kelenjar ≥1 cm, multipel,
tidak nyeri (skor 1), tes PPD 5 mm (skor 3), dan foto toraks sugestif TB (skor 1).11 Efek dari
defisiensi nutrien terhadap respon imun telah banyak diteliti pada penderita malnutrisi
energi-protein dan defisiensi mikronutrien. Malnutrisi primer dapat menyebabkan atrofi dari
organ-organ limfoid dan malfungsi imun yang berat sehingga menyebabkan kerentanan
terhadap patogen, reaktivasi dari infeksi viral, dan berkembangnya infeksi-infeksi
oportunistik.2,12 Sebaliknya infeksi sendiri berkontribusi pula terhadap terjadinya malnutrisi,
karena stimulasi dari respon imun akibat infeksi akan meningkatkan kebutuhan
metabolisme. Hal ini menimbulkan lingkaran setan yang sinergis antara status nutrisi dan
kerentanan terjadinya infeksi.2 Penelitian terhadap hubungan antara malnutrisi dengan TB
9
pada manusia maupun hewan percobaan telah banyak dilakukan. Malnutrisi telah diketahui
secara umum merupakan faktor risiko mayor terhadap onset tuberkulosis aktif dan dapat
menyebabkan outcome penyakit yang buruk.2,13,14
Anemia sering ditemukan pada penderita malnutrisi berat. Hal ini dapat diakibatkan
baik karena defisiensi besi dan/atau berkurangnya produksi sel eritrosit dalam adaptasi
terhadap kehilangan masa tubuh.5 Pada penderita ini ditemukan anemia dengan saturasi
transferin >16%, yang kemungkinan disebabkan oleh malnutrisi berat ataupun karena
penyakit TB (infeksi). Dengan dukungan nutrisi yang baik dan penanganan penyakit TB
yang tepat, diharapkan anemia akan teratasi dengan baik.
Pada penderita ditemukan adanya keterlambatan motorik kasar, karena penderita
baru dapat duduk dengan bantuan, belum dapat duduk sendiri maupun merangkak.
Penderita juga belum mendapat imunisasi dasar seperti yang diwajibkan oleh pemerintah.
Penderita kemudian dikonsulkan ke subdivisi Pediatri Sosial untuk dilakukan skrining
perkembangan dan pemberian imunisasi. Dari hasil skrining dicurigai adanya cerebral palsy
(CP), sehingga disarankan untuk konsul lebih lanjut ke subdivisi Neuropediatri. Cerebral
palsy merupakan suatu istilah deskriptif nonspesifik yang menyangkut gangguan fungsi
motorik dan timbul pada masa bayi awal dan dikarakterisasikan pada perubahan tonus otot
(umumnya spastisitas atau rigiditas), kelemahan otot, gerakan-gerakan involunter, ataksia,
atau kombinasi dari abnormalitas-abnormalitas tersebut. Kondisi ini disebabkan adanya
disfungsi otak dan bersifat menetap atau tidak progresif. Gangguan intelektual, sensori,
dan/atau prilaku sering menyertai CP, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang komprehensif
untuk mendeteksi secara dini. Secara garis besar CP dapat diklasifikasikan berdasarkan
abnormalitas motorik menjadi tipe spastis, koreoatetosis, distonik, hipotonik/atonik, ataksik,
dan campuran. Faktor predisposisi terjadinya CP sangat banyak diantaranya adalah
kerusakan otak perinatal (asfiksia, perdarahan intrakranial, trauma), prematuritas,
abnormalitas perkembangan (malformasi otak, abnormalitas genetik, abnormalitas
metabolik), kerusakan otak postnatal (infeksi SSP, Kernicterus), faktor risiko prenatal
(korioamnionitis, IUGR, toksin, infeksi TORCH).15 Pada penderita ini ditemukan adanya
keterlambatan motorik kasar akibat kelemahan tonus otot dan adanya peningkatan refleks
fisiologis sehingga didiagnosis CP. Namun faktor predisposisi penyebabnya belum diketahui
secara pasti karena tidak didapatkan adanya riwayat penyulit saat prenatal, perinatal,
maupun postnatal. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan dan pemantauan lebih lanjut
untuk memastikan etiologi dan diagnosis CP pada penderita ini. Namun intervensi dini tetap
harus dilakukan agar penderita dapat tumbuh kembang secara optimal.
Prinsip dasar penatalaksanaan malnutrisi berat di rumah sakit meliputi koreksi
terhadap komplikasi yang sering terjadi seperti hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, infeksi,
dan gangguan keseimbangan elektrolit. Kemudian dilakukan pemberian diet yang tinggi
10
energi, protein, dan cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi
yang optimal. Kesemuanya terangkum dalam 10 langkah utama penanganan malnutrisi
berat dan terbagi dalam 3 fase (Tabel 1).16
Tabel 1. Bagan dan Jadwal Pengobatan Malnutrisi Berat
LangkahFase
Stabilisasi Transisi RehabilitasiHari ke1-2 Hari ke 3-7 Hari ke 8-14 Minggu ke-3-6
1. Hipoglikemia2. Hipotermia3. Dehidrasi4. Elektrolit5. Infeksi6. Mikronutrien7. Pemberian makanan8. Tumbuh kejar9. Stimulasi sensori10. Tindak lanjut
------------->------------->------------->
-------------------->-------------------->
Sumber: Departemen Kesehatan RI16
Pada penderita ini tidak ditemukan adanya hipotermia, hipoglikemia, dehidrasi,
maupun gangguan keseimbangan elektrolit. Untuk mencegah dan mengobati infeksi
diberikan kotrimoksazol secara oral 2 kali sehari selama 5 hari dan OAT dengan dosis
sesuai dengan berat badan. Pemberian diet pada penderita dimulai sesegera mungkin
secara bertahap dimulai dengan PASI dengan kalori 80-100 kkal/kg/hari. Pemberian
makanan dapat ditoleransi dengan baik. Pada penderita juga diberikan pemberian vitamin A,
B, C, dan asam folat. Pada fase transisi diberikan diet dengan kalori yang mulai dinaikkan
bertahap hingga 140 kka/kg/hari yang terdiri dari PASI, bubur susu, dan biskuit.
Selama perawatan orangtua penderita diberikan penyuluhan tentang pemberian
makanan pada penderita, yang meliputi: cara menyiapkan susu dan makanan, cara
memberikan makanan, frekuensi makan, bentuk, jenis, dan banyaknya makanan yang harus
diberikan. Penyuluhan dilakukan bekerjasama dengan ahli gizi di RSHS. Selain itu diberikan
pula penyuluhan tentang adheren terapi OAT yang harus diminum setiap hari hingga 6
bulan, dan case finding untuk menemukan kontak TB dewasa yang tinggal serumah.
Penyuluhan juga mencakup stimulasi penderita dan imunisasi lebih lanjut agar nanti dapat
tumbuh dengan optimal. Sebelum pulang penderita dianjurkan agar dibawa kontrol secara
teratur ke pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit terdekat untuk pemantauan gizi,
pengobatan TB, imunisasi, dan tumbuh kembang.
Prognosis quo ad vitam penderita adalah ad bonam karena keadaan penderita stabil,
tidak ditemukan adanya penyulit seperti hipotermia, hipoglikemia, dehidrasi, maupun syok.
Respon penderita terhadap terapi dietetik dan pengobatan lainnya juga baik. Prognosis quo
ad functionam adalah dubia ad bonam karena pada penderita diduga adanya cerebral palsy,
11
Tanpa Fe Dengan Fe
meskipun gangguan yang disebabkannya relatif ringan dan diperkirakan tidak menyebabkan
sekuele yang berat apabila intervensi dini dan penanganan terus dilakukan secara
berkesinambungan. Meskipun demikian prognosis sangat bergantung pada peran orangtua
dalam melakukan pemantauan, stimulasi, serta menyediakan lingkungan dan asupan nutrisi
yang adekuat untuk tumbuh kembang penderita.
DAFTAR PUSTAKA1. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: guidelines for the
management of common illness with limited resourcers. Geneva: WHO; 2005. h. 173-96.2. Schaible UE, Kaufmann SHE. Malnutrition and infection: complex mechanism and global
impacts. PLoS Med. 2007;4(5):806-11.3. Bhatnagar S, Lodha R, Choudhury P, Sachdev HPS, Shah N, Narayan S, dkk. IAP
guidelines 2006 on hospital based management of severely malnourished children (adapted from the WHO guidelines). Indian Pediatrics. 2007;44:443-60.
4. Mahan K, Arlin MT. Proteins. Dalam: Mahan K, Arlin MT, penyunting. Krause’s food, nutrition and diet therapy. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders Company; 1992. h. 57.
5. Penny ME. Protein-energy malnutrition: pathophysiology, clinical consequencies, and treatment. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics-basic science and clinical applications. Edisi ke-3. Ontario: BC Decker Inc; 2003. h. 174- 90.
6. Viteri FE. Primary protein-energy malnutrion: clinical, biochemical, and metabolic changes. Dalam: Suskind RM, penyunting. Textbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. New York: Raven Press; 1981. h. 189-213.
7. Leleiko NS, Horowitz M. Nutritional deficiency states. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ, penyunting. Rudolph’s pediatrics. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill Companies; 2003. h. 1336-7.
8. Heird WC. Food insecurity, hunger, and undernutrition. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
9. Ashworth A, Khanum S, Jackson A, Schofield C. Guidelines for the inpatient treatment of severely malnourished children. Geneva: WHO; 2003. h. 1-46.
12
10. Nevin-Folino NL. Physical sign of malnutrition. Dalam: Spalding KA, Nieman L, penyunting. Pediatric manual of clinical dietetics. Edisi ke-2. American Dietetic Association. 2008.
11. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PPIDAI; 2007. h. 41.
12. Rundles SC, McNeeley DF. Malnutrition and host defenses. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics-basic science and clinical applications. Edisi ke-3. Ontario: BC Decker Inc; 2003. h. 367-79.
13. Cegielski JP, McMurray DN. The relationship between malnutrition and tuberculosis: evidence from studies in humans and experimental animals. Int J Tuberc Lung Dis. 2004;8(3):286-98.
14. Chan J, Tian Y, Tanaka KE, Tsang MS, Yu K, Salgame P, dkk. Effects of protein calorie malnutrition on tuberculosis in mice. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 1996;93:14857-61.
15. Swaiman KF, Wu Y. Cerebral palsy. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 491-501.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia-Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat-Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tatalaksana anak gizi buruk. Edisi ke-4. Jakarta: Departemen Kesehatan RI: 2007.
13