Download - 163663781 case-report-gizi-riza

Transcript
Page 1: 163663781 case-report-gizi-riza

Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sitesBAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK UNPAD/RSHSLaporan Kasus : Februari 2009Sub divisi : Nutrisi dan Penyakit MetabolikOleh : Murfariza HerlinaPembimbing : dr. Julistio T.B. Djais, SpA(K), M.Kes

dr. Dida A. Gurnida, SpA(K), M. KesHari/Tanggal : Selasa, 10 Februari 2009

LAPORAN KASUS Kwashiorkor + TB Paru + Anemia e.c Underlying Disease +

Cerebral Palsy Tipe HipotoniAW, seorang bayi perempuan, usia 9 bulan, pada tanggal 24 Januari 2009 dibawa ke

Emergensi anak RSHS dengan keluhan utama bengkak pada kedua tungkai dan lengan.

ANAMNESISSejak penderita berusia 8 bulan (1 bulan sebelum masuk rumah sakit) orang tua mengeluh

penderita tampak bengkak yang berawal dari kedua tungkai yang semakin lama semakin

bertambah, sehingga menyebar ke kedua lengan. Keluhan bengkak tidak berkurang di

siang/sore hari dan tidak disertai dengan sesak bila beraktivitas. Keluhan tidak disertai

dengan kebiruan pada sekitar mulut dan ujung-ujung jari tangan dan kaki. Keluhan disertai

dengan kulit pada lengan dan tungkai yang mengelupas dan berwarna kecoklatan sejak 2

minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan juga disertai dengan buang air besar mencret

± 4-5 x/hari berupa cairan kuning ± 3 sendok makan, tidak disertai lendir maupun darah dan

panas badan yang tidak terlalu tinggi serta hilang timbul. Penderita tampak rewel dan

1

Page 2: 163663781 case-report-gizi-riza

menjadi kurang aktif. Keluhan tidak disertai dengan batuk, pilek, muntah, sesak, kejang,

maupun penurunan kesadaran. Buang air kecil tak ada keluhan.

Karena keluhannya penderita dibawa berobat ke Puskesmas setempat, mendapat

sirup 3 x 1 sendok obat dan puyer 3 x 1 bungkus. Namun karena tidak ada perbaikan

penderita dibawa berobat ke RS Al-Iksan dan dirujuk ke RSHS.

Sejak lahir hingga usia 2 bulan penderita mendapat ASI, namun karena ASI ibu sedikit

sejak usia 2 bulan hingga 4 bulan penderita hanya diberi air tajin 6 x sehari dan PASI (SGM)

2 x sehari (3 sendok takar PASI + 200 cc air). Sejak usia 4-9 bulan penderita diberi air tajin 6

x sehari, PASI (SGM) 2 x sehari (3 sendok takar PASI + 200 cc air), 2 keping biskuit marie,

dan bubur susu 2 x ½ porsi (±350 kkal/hari).

Penderita adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Penderita lahir dari ibu P3A0, cukup

bulan, ditolong paraji, letak kepala, spontan, langsung menangis dengan berat badan lahir 3

kg, panjang badan tidak diketahui. Selama hamil ibu penderita memeriksakan kehamilannya

di Puskesmas sebanyak 3 kali, dan tidak mengalami penyulit saat hamil maupun

melahirkan. Riwayat kuning, sesak, kejang pada penderita tidak ada. Riwayat kontak

dengan penderita batuk-batuk lama/berdarah tak jelas, riwayat batuk-batuk lebih dari 3

minggu tidak ada, riwayat panas badan lebih dari 2 minggu tidak ada, riwayat berat badan

sulit naik ada (BBL: 3 kg, usia 3 bulan: 5 kg, usia 5 bulan: 5 kg). Penderita dapat tengkurap

usia 3,5 bulan dan saat ini penderita baru dapat duduk dengan bantuan, belum dapat duduk

sendiri maupun merangkak. Penderita sudah dapat bicara ‘mama’ spesifik. Riwayat

imunisasi adalah: BCG (usia 3 bulan), DPT 1 x (usia 5 bulan), dan polio 2 x (usia 3 dan 5

bulan). Ayah penderita bekerja sebagai buruh lepas dengan penghasilan Rp

300.000,-/bulan, sedangkan ibu penderita tidak bekerja. Pendidikan ayah tamat SMA dan

ibu tamat SMP. Rumah yang didiami merupakan rumah permanen berukuran 4 x 6 m

dengan ventilasi dan cahaya yang kurang, didiami oleh 5 orang.

PEMERIKSAAN FISIS (23 Januari 2009, di ruang Emergensi RSHS)

Keadaan umum: Tampak sakit sedang, lemah, cengeng

Kesadaran: Komposmentis

BB: 6,9 kg, TB: 65 cm, BB/U: <3 SD, PB/U: -2 s/d -3 SD, BB/PB: -2 s/d -3 SD, lingkar

kepala: 42 cm, lingkar lengan atas: 12 cm, tebal lipatan kulit: 5 mm

N: 120 x/m, R: 30 x/m, S: 36,7C

Status Generalis:

Kepala : Rambut kusam dan kemerahan, jarang, tak mudah dicabut

Ubun-ubun besar datar

Edema palpebra (-)/(-)

Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, bercak bitot (-),

Pernafasan cuping hidung (-). Sianosis perioral (-)

2

Page 3: 163663781 case-report-gizi-riza

Leher : Retraksi suprasternal (-)

KGB teraba unilateral dekstra,multipel, ukuran Ø ½-1 cm, kenyal, mobile, NT (-)

Toraks : Bentuk dan gerak simetris. Retraksi interkostal -/-

Kor: bunyi jantung murni regular

Pulmo: sonor, vesicular breath sound kiri = kanan

Abdomen: Retraksi epigastrium (-), datar, lembut. Turgor baik

Hepar: 3 cm di bawah arkus kostarum, tepi tajam, kenyal, rata.

Lien: tidak teraba. Bising usus (+) normal

Ekstremitas: Akral hangat. Capillary refill time < 2 detik.

Edema dorsum manus (+)/(+)

Edema pretibial (+)/(+), edema dorsum pedis (+)/(+)

Status Dermatologis:

a/r kedua lengan dan tungkai: tampak lesi multipel, konfluens, bentuk tidak teratur, batas

sebagian tegas, menimbul, kering, berupa makula

hiperpigmentasi dan skuama

a/r bokong dan lipat paha: tampak lesi multipel, bulat s/d tidak teratur ukuran 0,1 x 0,1 s/d

0,5 x 0,5 cm, batas sebagian tegas, menimbul, kering, berupa

makula eritema

PEMERIKSAAN PENUNJANGHb : 9,1 g/dl

Ht : 28%

L : 19.000/mm3

Tr : 400.000/mm3

Albumin: 2,6 g/dL

Protein Total: 5,5 g/dL

Kolesterol Total: 121 mg/dL

Na/K : 133/5,4 mEq/L

GDS : 89 mg/dL

Urin rutin: dalam batas normal

Foto toraks: TB paru aktif

EKG: dalam batas normal

Skor Mc Laren: 3 (edema) + 2 (dermatosis) + 1 (hair change) + 3 (albumin 2,6 g/dL) +

1 (hepatomegali) = 10 Kwashiorkor

DIAGNOSIS BANDING - Kwashiorkor + Dermatitis + Anemia e.c underlying disease

- Kwashiorkor + Dermatitis + Anemia e.c defisiensi Fe + TB paru

DIAGNOSIS KERJA Kwashiorkor + Dermatitis + Anemia e.c underlying disease

3

Page 4: 163663781 case-report-gizi-riza

PEMERIKSAAN SELANJUTNYA- Tes PPD

- Maag vough 3 hari berturut-turut

- Indeks eritrosit, Fe serum, TIBC

- Konsul bagian Kulit dan Kelamin

- Konsul subdivisi Respirologi

- Konsul subdivisi Pediatri Sosial

TERAPI - Pertahankan suhu 36,5-37,5C

- Kotrimoksazol 2 x 1 cth (po)

- Vitamin A 100.000 iu (po) hari ke-1,2, dan 14

- Vitamin B kompleks 1 x 1 tablet (po)

- Vitamin C 1 x 2 tablet (1 x 100 mg) (po)

- Asam folat 5 mg (po) selanjutnya 1 x 1 mg (po)

- Diet 80 kkal/kg/hari 550 kkal/hari, tdd dari PASI 8 x 90 cc

Penderita dikonsulkan ke Bagian Kulit dan Kelamin untuk konfirmasi diagnostik dan

penatalaksanaan.

Jawaban konsul:Kesan: Xerosis cutis (deskuamasi) e.c suspek kwashiorkor + Diaper rash DD/ Kandidiasis.

Terapi:

- Umum: menerangkan kepada orangtua penderita tentang pengobatan dan penyakitnya

- Khusus:

Topikal: -oilum soap (mandi)

-Decubal cream

-Hidrokortison 1 % (bokong dan lipat paha)

Sistemik: (-)

FOLLOW UPHari ke-2 perawatan (tanggal 24/1/2009) di ruangan 15 Bagian Kulit dan KelaminKeadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis, namun

penderita masih tampak rewel dan cengeng.Tidak didapatkan mencret maupun muntah.

Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Lesi pada kulit dan edema masih belum

tampak perbaikan berarti.

Asupan nutrisi yang diberikan masih sama seperti hari sebelumnya dan dapat ditoleransi

dengan baik oleh penderita, serta diminum tidak melalui sonde. Berat badan penderita

sedikit turun menjadi 6,75 kg.

4

Page 5: 163663781 case-report-gizi-riza

Cakupan kalori: 100%

Terapi lain dilanjutkan.

Hari ke-3 dan 4 perawatan (tanggal 25-26/1/2009) di ruangan 15 Bagian Kulit dan KelaminKeadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis. Penderita sudah

terlihat cukup aktif dan tidak rewel, namun didapatkan mencret 2-3 x/hari, ±2-3 sendok

makan, tanpa lendir dan darah. Tidak didapatkan muntah.

Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Lesi pada kulit dan edema tampak

mengalami perbaikan.

Toleransi penderita terhadap pemberian susu cukup baik (tidak muntah ataupun kembung).

Asupan nutrisi yang diberikan masih sama seperti hari sebelumnya (80 kkal/kg/hari) berupa

PASI (LLM) 8 x 100 cc, diminum tidak melalui sonde. Berat badan penderita turun menjadi

6,6 kg.

Cakupan kalori: 100%

Hasil laboratorium:

Feses rutin: makroskopis: warna kuning, konsistensi seperti bubur, darah (-), lendir (-),

nanah (-), parasit (-)

mikroskopis: Eritrosit (-), leukosit (-), telur cacing (-), amoeba (-)

Terapi ditambahkan cairan ReSoMal 50 – 100 ml setiap diare, dan terapi lain dilanjutkan.

Hari ke-5-7 perawatan (tanggal 27-29/1/2009) di ruangan A1 Bagian Ilmu Kesehatan Anak Subdivisi Gizi dan Penyakit Metabolik Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis. Penderita

terlihat cukup aktif dan tidak rewel. Tidak didapatkan mencret dan muntah.

Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Lesi pada kulit dan edema telah banyak

mengalami perbaikan.

Toleransi penderita terhadap pemberian susu cukup baik (tidak muntah ataupun kembung).

Asupan nutrisi yang diberikan dinaikkan menjadi 100 kkal/kg/hari (670-675 kkal), terdiri dari

bubur susu 3 x ½ porsi (225 kkal) dan PASI (LLM) 8 x 90 perspen. Berat badan penderita

naik menjadi 6,75 kg.

Cakupan kalori: 100%

Kesan: Kwashiorkor + Anemia e.c underlying disease + TB paru + Gross motor delay

DD/ Kwashiorkor + Anemia e.c defisiensi besi + TB paru + Gross motor delay

Dilakukan tes PPD

Terapi:

5

Page 6: 163663781 case-report-gizi-riza

- Antibiotika (kotrimoksazol) dihentikan

- Rencana konsul ke subdivisi Respirologi dan Pediatri Sosial

- Terapi lainnya dilanjutkan

Hari ke-8-11 perawatan (tanggal 30/1-2/2/2009)Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran komposmentis. Penderita

terlihat cukup aktif dan tidak rewel. Tidak didapatkan mencret maupun muntah. Berat badan

penderita naik menjadi 7 kg.

Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Edema masih ada sedikit (minimal).

Toleransi penderita terhadap pemberian makanan dan susu baik (tidak muntah ataupun

kembung).

Asupan nutrisi yang diberikan 100-120 kkal/kg/hari (680-840 kkal), terdiri dari bubur susu 3 x

½ porsi (225 kkal), PASI (vitalac) 8 x 90 cc perspen, dan biskuit 3 keping (130 kkal)

Cakupan kalori: 100%

Hasil tes PPD: 5 mm

Hasil laboratorium:

Hb : 8,4 g/dl

Ht : 28%

L : 13.300/mm3

Tr : 563.000/mm3

DC : 0/0/0/37/61/2

Albumin: 2,7 g/dL

Protein Total: 5,3 g/dL

Fe: 146 ug/dL, TIBC: 239 ug/dL

Saturasi transferin: 61%

SGOT/SGPT: 68/46 u/L

Jawaban konsul dari Subdivisi Respirologi:Kesan: TB paru + Kwashiorkor + Anemia e.c underlying disease

Saran: -Obat antituberkulosis: INH 1 x 50 mg, Rifampisin 1 x 75 mg, Pirazinamid 1 x 125 mg

-Maag vough 3 hari berturut-turut

- Penderita akan difollow-up

Jawaban konsul dari Subdivisi Pediatri Sosial:Kesan: Gross motor delay e.c Cerebral palsy + Kwashiorkor + Anemia e.c underlying

disease + TB paru

Saran: - Konsul Subdivisi Neuropediatri

- Imunisasi DPT2, Hepatitis B1, dan inactivated polio vaccine (IPV)

Terapi lain dilanjutkan.

Hari ke-12-14 perawatan (tanggal 3-5/2/2009)

6

Page 7: 163663781 case-report-gizi-riza

Keadaan umum penderita tampak sakit ringan. Kesadaran komposmentis. Penderita terlihat

aktif dan tidak rewel. Tidak didapatkan mencret maupun muntah. Berat badan penderita naik

menjadi 7,1 kg.

Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil. Edema sudah menghilang.

Toleransi penderita terhadap pemberian makanan dan susu baik (tidak muntah ataupun

kembung).

Asupan nutrisi yang diberikan 120-140 kkal/kg/hari (840-990 kkal), terdiri dari bubur susu 3 x

½ porsi (225 kkal), PASI (vitalac) 8 x 120 perspen, dan biskuit 3 keping (130 kkal)

Cakupan kalori: 100%

Jawaban konsul dari Subdivisi Neuropediatri:Kesan: Cerebral palsy tipe hipotoni + Kwashiorkor + Anemia e.c underlying disease +

TB paru

Saran: - CT scan kepala

- Fisioterapi

- Konsul THT dan Mata

Terapi:

Penderita direncanakan rawat jalan dan kontrol ke poliklinik Gizi, Respirologi, dan

Neuropediatri 1 minggu yang akan datang.

DIAGNOSIS AKHIRKwashiorkor + TB paru + Anemia e.c underlying disease + Cerebral Palsy tipe hipotoni

PROGNOSISQuo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

RINGKASAN/ RESUMEAW, seorang bayi perempuan, usia 9 bulan, dibawa ke Emergensi anak RSHS dengan

keluhan utama bengkak pada kedua tungkai dan lengan. Sejak penderita berusia 7 bulan

orang tua mengeluh penderita tampak bengkak yang berawal dari kedua tungkai yang

semakin lama semakin bertambah, sehingga menyebar ke kedua lengan. Keluhan disertai

dengan kulit pada lengan dan tungkai yang mengelupas dan berwarna kecoklatan serta

buang air besar mencret sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan panas badan yang

tidak terlalu tinggi serta hilang timbul. Penderita tampak rewel dan menjadi kurang aktif.

Sejak lahir hingga usia 9 bulan penderita tidak mendapat asupan kalori dan protein yang

mencukupi (hanya ± 350 kkal/hari). Penderita berasal dari keluarga dengan status sosial

7

Page 8: 163663781 case-report-gizi-riza

ekonomi lemah. Riwayat kehamilan, persalinan, maupun kelahiran normal. Pada penderita

didapatkan riwayat keterlambatan motorik kasar. Riwayat imunisasi belum lengkap. Pada

pengukuran antropometri didapatkan BB/U <3 SD. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

penderita tampak rewel, lemah, rambut tampak kusam dan jarang. Ditemukan edema,

dermatosis, dan hepatomegali. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia,

hipoalbuminemia, hipoproteinemia, saturasi transferin >16%. Foto toraks menunjukkan TB

paru aktif, dan hasil tes PPD 5 mm. Selama perawatan penderita mendapatkan asupan

nutrisi yang adekuat, antibiotika, roboransia, dan OAT. Toleransi penderita terhadap asupan

nutrisi baik, dan terdapat perbaikan yang ditandai dengan penderita tidak rewel dan lemah

lagi, edema dan dermatosis yang menghilang, serta berat badan yang bertambah. Penderita

dikonsulkan ke Subdivisi Pediatri Sosial dan mendapatkan imunisasi, serta subdivisi

Neuropediatri. Penderita diketahui menderita cerebral palsy, sehingga diagnosis akhir

menjadi: Kwashiorkor + TB paru + Anemia e.c underlying disease + Cerebral Palsy tipe

hipotoni. pulang dengan perbaikan serta dianjurkan kontrol ke Poliklinik Gizi, Respirologi,

Penderita Pediatri Sosial, dan Neurologi 1 minggu kemudian.

DISKUSI

Permasalahan pada penderita ini adalah bagaimana memberi dukungan nutrisi yang tepat,

stimulasi dan rehabilitasi yang adekuat, serta imunisasi yang lengkap sehingga status gizi

penderita menjadi baik dan penderita dapat tumbuh-kembang dengan optimal. Di samping

itu juga diperlukan konseling yang tepat untuk orang tua, agar permasalahan pada penderita

bisa ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.

Malnutrisi berat didefinisikan sebagai adanya edema pada kedua tungkai, atau severe

wasting (<70% BB/TB atau BB/TB <-3 SD), atau tanda-tanda klinis dari malnutrisi berat.1,2,3

Bentuk malnutrisi berat dapat berupa marasmus, marasmus-kwashiorkor, dan kwashiorkor.

Marasmus merupakan suatu bentuk kronik dari malnutrisi protein-energi dimana terjadi

defisiensi secara primer dari energi, dan pada tingkat lanjut dikarakterisasikan dengan

muscular wasting dan tidak terdapatnya lemak subkutan. Marasmus-kwashiorkor

merupakan suatu bentuk malnutrisi protein-energi yang dikarakterisasikan oleh hilangnya

lemak subkutan dan edema; menggambarkan suatu defisensi baik energi maupun protein.

Kwashiorkor merupakan bentuk dari malnutrisi protein-energi yang berhubungan dengan

defisiensi protein yang ekstrim dan dikarakterisasikan dengan edema, hipoalbuminemia,

anemia, dan pembesaran hati; umumnya masih terdapat lemak subkutan, dan muscular

wasting tertutupi oleh adanya edema.2,4-6 Adapun etiologi dari malnutrisi energi-protein dapat

terjadi secara primer yang disebabkan karena kurangnya protein, energi, atau keduanya

dalam diet sehari-hari; atau secara sekunder akibat penyakit dasar yang menyebabkan

intake yang tidak optimal, absorpsi nutrien yang tidak adekuat, dan/atau meningkatnya

8

Page 9: 163663781 case-report-gizi-riza

penggunaan dan kebutuhan yang disebabkan oleh kehilangan nutrien atau peningkatan

energy expenditure.7,8 Dalam penatalaksanaannya, tidak dibedakan antara kwashiorkor,

marasmus, maupun marasmus-kwashiorkor karena pendekatan terapi untuk semua kondisi

ini adalah sama.1,3,9

Pada kasus ini ditemukan gejala malnutrisi berat tipe kwashiorkor berdasarkan temuan

adanya rambut yang kemerahan, anak cengeng dan apati, edema, dermatosis,

hepatomegali, hipoalbuminemia, dan anemia. Defisiensi protein yang berat umumnya

merupakan suatu proses akut, dan sering bersamaan dengan defisiensi energi. Pada

budaya dimana anak-anak sering diberi makanan dengan kadar protein rendah namun

dengan karbohidrat tinggi setelah disapih, maka sering terjadi anak yang tampak gemuk

namun menderita defisiensi protein. Istilah ini dikenal dengan “sugar baby”, atau dalam

literatur Italia beberapa tahun yang lalu disebut sebagai carbohydrate dystrophy.6,7 Pada

kasus ini, penderita telah disapih oleh ibunya pada usia 2 bulan, kemudian hanya mendapat

air tajin dan PASI dengan jumlah yang tidak adekuat hingga usia 4 bulan. Selanjutnya

hingga usia 9 bulan penderita mendapat nutrien yang sama dan hanya ditambah dengan

bubur susu dan biskuit dalam jumlah yang tidak adekuat pula (± 350 kkal/hari). Karakterisasi

dari kwashiorkor berupa penurunan derajat kesehatan, apati, anoreksia, iritabilitas, infiltrasi

lemak ke hati (hepatomegali), dan edema yang umumnya terjadi pada kedua kaki dan

tungkai, serta pada kasus berat menyebar ke ekstremitas atas dan wajah. Sebagian kasus

disertai dengan adanya dermatosis berupa hiperkeratosis dan dispigmentasi sekunder

akibat deskuamasi dari epidermis. Tekstur rambut menjadi kering, rapuh, dan warna

kemerahan atau kusam. Pada periode awal rambut sering tampak mengalami depigmentasi

yang berselang-seling, dikenal dengan istilah flag sign. Tinggi badan dapat normal atau

stunted, tergantung kepada durasi kekurangan protein. Kekurangan berat badan sering

tertutupi dengan adanya edema.6,7,10

Pada penderita ini ditemukan penyakit tuberkulosis paru yang ditegakkan berdasarkan

sistem skoring diagnosis tuberkulosis anak yang dikeluarkan PPIDAI tahun 2007 dengan

jumlah total 7 yaitu; adanya klinis gizi buruk (skor 2), pembesaran kelenjar ≥1 cm, multipel,

tidak nyeri (skor 1), tes PPD 5 mm (skor 3), dan foto toraks sugestif TB (skor 1).11 Efek dari

defisiensi nutrien terhadap respon imun telah banyak diteliti pada penderita malnutrisi

energi-protein dan defisiensi mikronutrien. Malnutrisi primer dapat menyebabkan atrofi dari

organ-organ limfoid dan malfungsi imun yang berat sehingga menyebabkan kerentanan

terhadap patogen, reaktivasi dari infeksi viral, dan berkembangnya infeksi-infeksi

oportunistik.2,12 Sebaliknya infeksi sendiri berkontribusi pula terhadap terjadinya malnutrisi,

karena stimulasi dari respon imun akibat infeksi akan meningkatkan kebutuhan

metabolisme. Hal ini menimbulkan lingkaran setan yang sinergis antara status nutrisi dan

kerentanan terjadinya infeksi.2 Penelitian terhadap hubungan antara malnutrisi dengan TB

9

Page 10: 163663781 case-report-gizi-riza

pada manusia maupun hewan percobaan telah banyak dilakukan. Malnutrisi telah diketahui

secara umum merupakan faktor risiko mayor terhadap onset tuberkulosis aktif dan dapat

menyebabkan outcome penyakit yang buruk.2,13,14

Anemia sering ditemukan pada penderita malnutrisi berat. Hal ini dapat diakibatkan

baik karena defisiensi besi dan/atau berkurangnya produksi sel eritrosit dalam adaptasi

terhadap kehilangan masa tubuh.5 Pada penderita ini ditemukan anemia dengan saturasi

transferin >16%, yang kemungkinan disebabkan oleh malnutrisi berat ataupun karena

penyakit TB (infeksi). Dengan dukungan nutrisi yang baik dan penanganan penyakit TB

yang tepat, diharapkan anemia akan teratasi dengan baik.

Pada penderita ditemukan adanya keterlambatan motorik kasar, karena penderita

baru dapat duduk dengan bantuan, belum dapat duduk sendiri maupun merangkak.

Penderita juga belum mendapat imunisasi dasar seperti yang diwajibkan oleh pemerintah.

Penderita kemudian dikonsulkan ke subdivisi Pediatri Sosial untuk dilakukan skrining

perkembangan dan pemberian imunisasi. Dari hasil skrining dicurigai adanya cerebral palsy

(CP), sehingga disarankan untuk konsul lebih lanjut ke subdivisi Neuropediatri. Cerebral

palsy merupakan suatu istilah deskriptif nonspesifik yang menyangkut gangguan fungsi

motorik dan timbul pada masa bayi awal dan dikarakterisasikan pada perubahan tonus otot

(umumnya spastisitas atau rigiditas), kelemahan otot, gerakan-gerakan involunter, ataksia,

atau kombinasi dari abnormalitas-abnormalitas tersebut. Kondisi ini disebabkan adanya

disfungsi otak dan bersifat menetap atau tidak progresif. Gangguan intelektual, sensori,

dan/atau prilaku sering menyertai CP, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang komprehensif

untuk mendeteksi secara dini. Secara garis besar CP dapat diklasifikasikan berdasarkan

abnormalitas motorik menjadi tipe spastis, koreoatetosis, distonik, hipotonik/atonik, ataksik,

dan campuran. Faktor predisposisi terjadinya CP sangat banyak diantaranya adalah

kerusakan otak perinatal (asfiksia, perdarahan intrakranial, trauma), prematuritas,

abnormalitas perkembangan (malformasi otak, abnormalitas genetik, abnormalitas

metabolik), kerusakan otak postnatal (infeksi SSP, Kernicterus), faktor risiko prenatal

(korioamnionitis, IUGR, toksin, infeksi TORCH).15 Pada penderita ini ditemukan adanya

keterlambatan motorik kasar akibat kelemahan tonus otot dan adanya peningkatan refleks

fisiologis sehingga didiagnosis CP. Namun faktor predisposisi penyebabnya belum diketahui

secara pasti karena tidak didapatkan adanya riwayat penyulit saat prenatal, perinatal,

maupun postnatal. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan dan pemantauan lebih lanjut

untuk memastikan etiologi dan diagnosis CP pada penderita ini. Namun intervensi dini tetap

harus dilakukan agar penderita dapat tumbuh kembang secara optimal.

Prinsip dasar penatalaksanaan malnutrisi berat di rumah sakit meliputi koreksi

terhadap komplikasi yang sering terjadi seperti hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, infeksi,

dan gangguan keseimbangan elektrolit. Kemudian dilakukan pemberian diet yang tinggi

10

Page 11: 163663781 case-report-gizi-riza

energi, protein, dan cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi

yang optimal. Kesemuanya terangkum dalam 10 langkah utama penanganan malnutrisi

berat dan terbagi dalam 3 fase (Tabel 1).16

Tabel 1. Bagan dan Jadwal Pengobatan Malnutrisi Berat

LangkahFase

Stabilisasi Transisi RehabilitasiHari ke1-2 Hari ke 3-7 Hari ke 8-14 Minggu ke-3-6

1. Hipoglikemia2. Hipotermia3. Dehidrasi4. Elektrolit5. Infeksi6. Mikronutrien7. Pemberian makanan8. Tumbuh kejar9. Stimulasi sensori10. Tindak lanjut

------------->------------->------------->

-------------------->-------------------->

Sumber: Departemen Kesehatan RI16

Pada penderita ini tidak ditemukan adanya hipotermia, hipoglikemia, dehidrasi,

maupun gangguan keseimbangan elektrolit. Untuk mencegah dan mengobati infeksi

diberikan kotrimoksazol secara oral 2 kali sehari selama 5 hari dan OAT dengan dosis

sesuai dengan berat badan. Pemberian diet pada penderita dimulai sesegera mungkin

secara bertahap dimulai dengan PASI dengan kalori 80-100 kkal/kg/hari. Pemberian

makanan dapat ditoleransi dengan baik. Pada penderita juga diberikan pemberian vitamin A,

B, C, dan asam folat. Pada fase transisi diberikan diet dengan kalori yang mulai dinaikkan

bertahap hingga 140 kka/kg/hari yang terdiri dari PASI, bubur susu, dan biskuit.

Selama perawatan orangtua penderita diberikan penyuluhan tentang pemberian

makanan pada penderita, yang meliputi: cara menyiapkan susu dan makanan, cara

memberikan makanan, frekuensi makan, bentuk, jenis, dan banyaknya makanan yang harus

diberikan. Penyuluhan dilakukan bekerjasama dengan ahli gizi di RSHS. Selain itu diberikan

pula penyuluhan tentang adheren terapi OAT yang harus diminum setiap hari hingga 6

bulan, dan case finding untuk menemukan kontak TB dewasa yang tinggal serumah.

Penyuluhan juga mencakup stimulasi penderita dan imunisasi lebih lanjut agar nanti dapat

tumbuh dengan optimal. Sebelum pulang penderita dianjurkan agar dibawa kontrol secara

teratur ke pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit terdekat untuk pemantauan gizi,

pengobatan TB, imunisasi, dan tumbuh kembang.

Prognosis quo ad vitam penderita adalah ad bonam karena keadaan penderita stabil,

tidak ditemukan adanya penyulit seperti hipotermia, hipoglikemia, dehidrasi, maupun syok.

Respon penderita terhadap terapi dietetik dan pengobatan lainnya juga baik. Prognosis quo

ad functionam adalah dubia ad bonam karena pada penderita diduga adanya cerebral palsy,

11

Tanpa Fe Dengan Fe

Page 12: 163663781 case-report-gizi-riza

meskipun gangguan yang disebabkannya relatif ringan dan diperkirakan tidak menyebabkan

sekuele yang berat apabila intervensi dini dan penanganan terus dilakukan secara

berkesinambungan. Meskipun demikian prognosis sangat bergantung pada peran orangtua

dalam melakukan pemantauan, stimulasi, serta menyediakan lingkungan dan asupan nutrisi

yang adekuat untuk tumbuh kembang penderita.

DAFTAR PUSTAKA1. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: guidelines for the

management of common illness with limited resourcers. Geneva: WHO; 2005. h. 173-96.2. Schaible UE, Kaufmann SHE. Malnutrition and infection: complex mechanism and global

impacts. PLoS Med. 2007;4(5):806-11.3. Bhatnagar S, Lodha R, Choudhury P, Sachdev HPS, Shah N, Narayan S, dkk. IAP

guidelines 2006 on hospital based management of severely malnourished children (adapted from the WHO guidelines). Indian Pediatrics. 2007;44:443-60.

4. Mahan K, Arlin MT. Proteins. Dalam: Mahan K, Arlin MT, penyunting. Krause’s food, nutrition and diet therapy. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders Company; 1992. h. 57.

5. Penny ME. Protein-energy malnutrition: pathophysiology, clinical consequencies, and treatment. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics-basic science and clinical applications. Edisi ke-3. Ontario: BC Decker Inc; 2003. h. 174- 90.

6. Viteri FE. Primary protein-energy malnutrion: clinical, biochemical, and metabolic changes. Dalam: Suskind RM, penyunting. Textbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. New York: Raven Press; 1981. h. 189-213.

7. Leleiko NS, Horowitz M. Nutritional deficiency states. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ, penyunting. Rudolph’s pediatrics. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill Companies; 2003. h. 1336-7.

8. Heird WC. Food insecurity, hunger, and undernutrition. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.

9. Ashworth A, Khanum S, Jackson A, Schofield C. Guidelines for the inpatient treatment of severely malnourished children. Geneva: WHO; 2003. h. 1-46.

12

Page 13: 163663781 case-report-gizi-riza

10. Nevin-Folino NL. Physical sign of malnutrition. Dalam: Spalding KA, Nieman L, penyunting. Pediatric manual of clinical dietetics. Edisi ke-2. American Dietetic Association. 2008.

11. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PPIDAI; 2007. h. 41.

12. Rundles SC, McNeeley DF. Malnutrition and host defenses. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics-basic science and clinical applications. Edisi ke-3. Ontario: BC Decker Inc; 2003. h. 367-79.

13. Cegielski JP, McMurray DN. The relationship between malnutrition and tuberculosis: evidence from studies in humans and experimental animals. Int J Tuberc Lung Dis. 2004;8(3):286-98.

14. Chan J, Tian Y, Tanaka KE, Tsang MS, Yu K, Salgame P, dkk. Effects of protein calorie malnutrition on tuberculosis in mice. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 1996;93:14857-61.

15. Swaiman KF, Wu Y. Cerebral palsy. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 491-501.

16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia-Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat-Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tatalaksana anak gizi buruk. Edisi ke-4. Jakarta: Departemen Kesehatan RI: 2007.

13