BAB I
PENDAHULUAN
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung ‘jendela’ yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler, dan deturgesens. Namun, sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskuler
dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme,
seperti bakteri, amuba, dan jamur.
Penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di dunia adalah
pembentukan parut akibat ulserasi kornea. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan
diobat secara memadai. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat
dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti
descemetocele, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh
akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua
di Indonesia.
Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan penggunaan
obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan masalah baru, yaitu
resistensi.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik, sedangkan
kausanya atau penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan
kultur. Pemeriksaaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat
diagnosis kausa.
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi penyebab dari ulkus
kornea, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada
kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta
memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
1
terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
mikroorganisme penyebab. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat
keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme
penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.
2
II. LAPORAN KASUS
II.1. IDENTIFIKASI
Nama : Astinah
Umur : 32 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Petani Karet
Alamat : Jl. Raya Tambangan Kecamatan Rambang Kuang
MRS : 28 Desember 2007
II.2. ANAMNESIS (autoanamnesis, 30 Desember 2007)
Keluhan Utama:
± Mata kiri nyeri sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 4 hari sebelum masuk rumah sakit mata kiri penderita terkena pukul lateks,
kemudian mata kiri penderita kemasukan serbuk pohon karet, mata menjad
merah, nyeri, pandangan silau dan berair-air. Keluhan penderita tidak disertai
adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam.
± 6 jam setelah kejadian mata kiri penderita mulai kabur, mata penderita
semakin bertambah nyeri, silau, serta bertambah merah dan berair-air.
Penderita juga mengeluh nyeri pada kelopak mata dan sukar membuka mata.
Nyeri pada mata kiri dirasakan terus menerus, nyeri tidak bertambah hebat
bila penderita di ruang gelap atau setelah minum banyak. Keluhan ini tidak
disertai adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam.
± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh tampak warna
keputihan pada mata kiri dengan ukuran sebesar bagian hitam tengah bola
3
mata, penglihatan makin kabur serta mata bertambah nyeri. Penderita lalu
berobat ke puskesmas dan diberi obat tetes mata (chloramphenicol tetes mata)
dan obat makan amoksilin lalu mata kiri ditutup perban, tetapi penderita tidak
merasakan adanya perubahan. Penderita kemudian berobat ke RSMH bagian
poliklinik mata..
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat memakai kacamata disangkal.
Riwayat mata merah sebelumnya disangkal.
Riwayat penglihatan kabur sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
Status Gizi :
Habitus : athleticus
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 160 cm
RBW : 92,59% (normoweight)
Status Ekonomi:
Cukup
II.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 x/menit tipe abdomino-torakal
Suhu : 37oC
Status Oftalmologikus
OD OS
Visus 6/6 F2 PH 6/6 1/~ PSB
TIO 9/7,5 Tidak dilakukan
KBM Simetris
GBM
Segmen Anterior
- Alis mata
- Kelopak atas
- Kelopak bawah
- Bulu mata
- Konjungtiva tarsal atas
- Konjungtiva tarsal bawah
- Konjungtiva bulbi
- Kornea
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Jernih
Tenang
Edema, blepharospasme
Edema, blepharospasme
Tenang
Hiperemis
Hiperemis
Mixed injeksi (+),
Ulkus (+) ukuran
10mm, sentral, tepi tidak
rata, berbatas tegas,
5
- BMD
- Iris
- Pupil
- Lensa
Sedang, jernih
Gambaran baik
Bulat, central, refleks
cahaya (+)
Jernih
descemetocele (-),
perforasi (-), warna putih
kekuningan,
sensibilitas menurun,
FT(+), lesi satelit (-)
Hipopion <1/3 BMD
dengan gambaran tidak
sejajar
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Segmen Posterior
- Refleks fundus
- Papil
- Makula
- Retina
RFOD (+)
Bulat, batas tegas,
warna merah normal,
c/d 0,3 , a:v = 2:3
Refleks cahaya (+)
Kontur pembuluh darah
baik
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
II.4 DIAGNOSIS KERJA
Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur
II.5 DIAGNOSIS BANDING
Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek bakteri
6
II.6 PENATALAKSANAAN
- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1
- Pewarnaan Gram dan KOH dengan bahan pemeriksaan kerokan kornea
- Kultur resistensi dengan bahan pemeriksaan kerokan kornea
- Gentamisin ED gtt I/jam OS
- Natamisin ED gtt I/jam OS
- Cefotaksim 2x1 gr iv
- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Cen Fresh ED gtt I/jam OS
- Vitamin C tablet 2x500 mg
- Pro USG
- Pro keratoplasti
II.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
II.8 FOLLOW UP
Sabtu, 29 Desember 2007 OD OS
Visus 6/6 1/~ PSB
TIO 8/7,5 T = N
7
KBM Simetris
GBM
Segmen Anterior
- Alis mata
- Kelopak atas
- Kelopak bawah
- Bulu mata
- Konjungtiva tarsal atas
- Konjungtiva tarsal bawah
- Konjungtiva bulbi
- Kornea
- BMD
- Iris
- Pupil
- Lensa
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Jernih
Sedang, jernih
Gambaran baik
Bulat, central, refleks
cahaya (+)
Jernih
Tenang
Blepharospasme
Blepharospasme
Tenang
Hiperemis
Hiperemis
Mixed injeksi (+)
Ulkus (+) ukuran 8 mm,
sentral, tepi tidak rata,
berbatas tegas,
descemetocele (-),
perforasi (-), warna putih
kekuningan,
sensibilitas menurun, lesi
satelit (-)
Hipopion <1/3 BMD
dengan gambaran tidak
sejajar
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
8
Segmen Posterior
- Refleks fundus
- Papil
- Makula
- Retina
RFOD (+)
Bulat, batas tegas,
warna merah normal,
c/d 0,3 , a:v = 2:3
Refleks cahaya (+)
Kontur pembuluh darah
baik
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
DIAGNOSIS KERJA
Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur
DIAGNOSIS BANDING
Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek bakteri
RENCANA PEMERIKSAAN
Pro USG OS
PENATALAKSANAAN
- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1
- Tobramisin ED gtt I/jam OS
- Diflucan ED 8x1 OS
- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke II
- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Cen Fresh ED gtt I/jam OS
- Vitamin C tablet 2x500 mg
FOLLOW UP
9
Minggu, 30 Desember 2007
OD OS
Visus 6/6 1/~ PSB
TIO 8/7,5 T = N
KBM Simetris
GBM
Segmen Anterior
- Alis mata
- Kelopak atas
- Kelopak bawah
- Bulu mata
- Konjungtiva tarsal atas
- Konjungtiva tarsal bawah
- Konjungtiva bulbi
- Kornea
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Jernih
Tenang
Blepharospasme
Blepharospasme
Tenang
Hiperemis
Hiperemis
Mixed injeksi (+),
sekret (+)
Ulkus (+) ukuran 8 mm,
sentral, kotor, tepi tidak
rata, berbatas tegas,
descemetocele (-),
perforasi (-), warna putih
kekuningan,
10
- BMD
- Iris
- Pupil
- Lensa
Sedang, jernih
Gambaran baik
Bulat, central, refleks
cahaya (+)
Jernih
sensibilitas menurun, lesi
satelit (-)
Hipopion <1/3 BMD
dengan gambaran tidak
sejajar
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Segmen Posterior
- Refleks fundus
- Papil
- Makula
- Retina
RFOD (+)
Bulat, batas tegas,
warna merah normal,
c/d 0,3 , a:v = 2:3
Refleks cahaya (+)
Kontur pembuluh darah
baik
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
DIAGNOSIS KERJA
Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur dan
bakteri
RENCANA PEMERIKSAAN
Pro USG OS
PENATALAKSANAAN
- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1
- Tobramisin ED 8x1 OS
- Diflucan ED 8x1 OS
11
- Diflucan SC 0,5 cc OS (3 hari)
- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke III
- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Cen Fresh ED gtt I/jam OS
- Ranitidin 2x150 mg
- Vitamin C tablet 2x500 mg
FOLLOW UP
Senin, 31 Desember 2007
OD OS
Visus 6/6 1/~ PSB
TIO 8/7,5 T = N
KBM Simetris
GBM
Segmen Anterior
- Alis mata
- Kelopak atas
- Kelopak bawah
- Bulu mata
- Konjungtiva tarsal atas
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Blepharospasme
Blepharospasme
Tenang
Hiperemis
12
- Konjungtiva tarsal bawah
- Konjungtiva bulbi
- Kornea
- BMD
- Iris
- Pupil
- Lensa
Tenang
Tenang
Jernih
Sedang, jernih
Gambaran baik
Bulat, central, refleks
cahaya (+)
Jernih
Hiperemis
Mixed injeksi (+),
sekret (+)
Ulkus (+) ukuran 8 mm,
sentral, kotor, tepi tidak
rata, berbatas tegas,
descemetocele (-),
perforasi (-), warna putih
kekuningan,
sensibilitas menurun, lesi
satelit (-)
Hipopion <1/3 BMD
dengan gambaran tidak
sejajar
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Segmen Posterior
- Refleks fundus
- Papil
- Makula
- Retina
RFOD (+)
Bulat, batas tegas,
warna merah normal,
c/d 0,3 , a:v = 2:3
Refleks cahaya (+)
Kontur pembuluh darah
baik
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
13
DIAGNOSIS KERJA
Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur dan
bakteri
RENCANA PEMERIKSAAN
Pro USG OS
PENATALAKSANAAN
- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1
- Tobramisin ED 8x1 OS
- Diflucan ED 8x1 OS
- Diflucan SC 0,5 cc OS (3 hari)
- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke IV
- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Cen Fresh ED gtt I/jam OS
- Ranitidin 2x150 mg
- Vitamin C tablet 2x500 mg
FOLLOW UP
Selasa, 01 Januari 2008
OD OS
Visus 6/6 1/~ PSB
TIO 8/7,5 T = N
14
KBM Simetris
GBM
Segmen Anterior
- Alis mata
- Kelopak atas
- Kelopak bawah
- Bulu mata
- Konjungtiva tarsal atas
- Konjungtiva tarsal bawah
- Konjungtiva bulbi
- Kornea
- BMD
- Iris
- Pupil
- Lensa
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Tenang
Jernih
Sedang, jernih
Gambaran baik
Bulat, central, refleks
cahaya (+)
Jernih
Tenang
Blepharospasme
Blepharospasme
Tenang
Hiperemis
Hiperemis
Mixed injeksi (+),
sekret (+)
Ulkus (+) ukuran 8 mm,
sentral, kotor, tepi tidak
rata, berbatas tegas,
descemetocele (-),
perforasi (-), warna putih
kekuningan,
sensibilitas menurun, lesi
satelit (-)
Hipopion <1/3 BMD
dengan gambaran tidak
sejajar
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
Detail sulit dinilai
15
Segmen Posterior
- Refleks fundus
- Papil
- Makula
- Retina
RFOD (+)
Bulat, batas tegas,
warna merah normal,
c/d 0,3 , a:v = 2:3
Refleks cahaya (+)
Kontur pembuluh darah
baik
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
DIAGNOSIS KERJA
Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur dan
bakteri
RENCANA PEMERIKSAAN
Pro USG OS
PENATALAKSANAAN
- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1
- Tobramisin ED 8x1 OS
- Diflucan ED 8x1 OS
- Diflucan SC 15 cc OS (3 hari)
- Cefotaksim 2x1 gr iv hari ke V
- Sulfas Atropin 1% 2 x gtt I OS
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Cen Fresh ED gtt I/jam OS
- Ranitidin 2x150 mg
- Vitamin C tablet 2x500 mg
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang
tepat dan cepat uuntuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti
desmetokel, perforasi, endoftalmitis.
III.2 Etiologi
Penyakit kornea adalah penyakit mata yang serius karena menyebabkan
gangguan tajam penglihatan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Ulkus kornea
merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.
Ulkus biasanya terbentuk akibat; infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,
pseudomonas, atau pneumokokus), jamur virus (misalnya herpes) atau protozoa
akantamuba, selain itu ulkus kornea disebabkan reaksi toksik, degenerasi, alergi dan
penyakit kolagen vaskuler. Kekurangan vitamin A atau protein, mata kering (karena
kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan melembabkan kornea).
Faktor resiko terbentuknya antara lain adalah cedera mata, ada benda asing di
mata, dan iritasi akibat lensa kontak.
III.3 Patofisiologi
Bila pertahanan normal pada mata seperti epitel kornea mengalami gangguan,
resiko terjadinya infeksi sangat tinggi. Penyebab yang mungkin seperti trauma
langsung pada kornea, penyakit alis mata yang kronis, abnormalitas tear film yang
17
mengganggu keseimbangan permukaan bola mata dan trauma hipoksia akibat
pemakaian lensa kontak.
Koloni bakteri patologi pada lapisan kornea bersifat antigen dan akan
melepaskan enzim dan toksin. Hal ini akan mengaktifkan reaksi antigen antibodi
yang mengawali proses inflamasi. Sel-sel PMN pada kornea akan membentuk
infiltrat. PMN berfungsi memfagosit bakteri. Lapisan kolagen stroma dihancurkan
oleh bakteri dan enzim leukosit dan proses degradasi berlanjut meliputi nekrosis dan
penipisan. Karena penipisan lapisan ini, dapat terjadi perforasi menyebabkan
endoftalmitis. Bila kornea telah sembuh, dapat timbul jaringan sikatrik yang
menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Bakteri gram positif lebih banyak
menjadi penyebab infeksi bakterialis di dunia bagian selatan. Psaeudomonas
aeruginosa paling banyak ditemukan pada ulkus kornea dan keratitis karena lensa
kontak.
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal ada 2 bentuk
tukak pada kornea, yaitu sentral dan marginal/perifer.
Tukak kornea sentral disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus.
Sedangkan perifer umumnya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan
infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokok
aureus, H. influenza, dan M. lacunata. Gambar 1 berikut ini menunjukkan
patofisiologi terjadinya ulkus kornea.
18
aktivasi
hidrolase
Gambar 1. Patofisiologi Terjadinya Ulkus Kornea.
III.4 Jenis
III.4.1 Ulkus Kornea Sentral
Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas, streptococcus,
pneumonia, virus, jamur, dan alergi. Pengobatan ulkus kornea secara umum adalah
dengan pemberian antibiotika yang sesuai dan sikloplegik. Pembentukan parut
akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di
seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya
bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
19
Reaksi homograft, Herpes stroma, dan auto-immune
keratitis
Trauma kimia dan
kalor, infeksi bakteri,
dan defisiensi nutrisi
Ag: Ab kompleks Aktivasi Komplemen Denaturasi Jaringan
DESTRUKSI KOLAGEN DAN PROTEOGLIKAN
Pelepasan Enzim Lisosom(kolagenase dan hidrolase lainnya
Kemotaksis Leukosit
EPITELIUM & KERATOCIT
Ulserasi supuratif sentral dahulu hanya disebabkan oleh S pneumonia. Tetapi akhir-
akhir ini sebagai akibat luasnya penggunaan obat-obat sistemik dan lokal (sekurang-
kurangnya di negara-negara maju), bakteri, fungi, dan virus opurtunistik cenderung
lebih banyak menjadi penyebab ulkus kornea daripada S pneumonia.
Ulkus kornea sentral dengan hipopion
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel.
Lesi terletek di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu)
menyertai ulkus. Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai
lapis pucat di bagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus sentral kornea
bakteri dan fungi. Meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali
terjadi robekan pada membran descemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin
mengandung unsur fungi.
Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di
bidang konstruksi, industri, atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera
mata. Terjadinya ulkus biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena
erosi epitel kornea. Dengan adanya defek epitel, dapat terjadi ulkus kornea yang
disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di
dalam kantong lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan
hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang
20
disebabkan bakteri oportunitik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-
chelonei), yang menimbulkan ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan
superficial.
Ulkus sentral yang disebabkan Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki
ciri khas. Stroma kornea disekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan
biasanya terdapat hipopion yang berukuran sedang. Kerokan memperlihatkan kokus
gram (+) dalam bentuk rantai. Obat-obat yang disarankan untuk pengobatan adalah
Cefazolin, Penisillin G, Vancomysin dan Ceftazidime.
Ulkus kornea sentral yang disebabkan Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, dan Streptococcus alfa-hemolyticus kini lebih sering dijumpai daripada
sebelumnya, banyak diantaranya pada kornea yang telah terbiasa terkena
kortikosteroid topikal. Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan
sedikit infiltrat pada kornea sekitar. Ulkus ini sering superficial, dan dasar ulkus
teraba padat saat dilakukan kerokan. Kerokan mengandung kokus gram (+) satu-satu,
berpasangan, atau dalam bentuk rantai. Keratopati kristalina infeksiosa telah
ditemukan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid topikal jangka panjang,
penyebab umumnya adalah Streptococcus alfa-hemolyticus.
Ulkus Kornea Fungi
Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini
makin banyak diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid
dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul
bila stroma kornea kemasukan sangat banyak mikroorganisme. Mata yang belum
terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masukkan mikroorganisme
sedikit-sedikit.
21
Ulkus kornea akibat jamur (fungi)
Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat, di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama laserasi). Lesi utama
merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur dibawah lesi kornea utama,
disertai dengan reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea.
Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organisme oportunistik seperti Candida,
Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri
khas yang membedakan macam-macam ulkus fungi ini.
Kerokan dari ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan Candida umumnya
mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung
pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas.
Ulkus Kornea Virus
A. Keratitis Herpes Simpleks
Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens. Keratitis
ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling
umum di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis yang
memiliki ciri-ciri imunologik dan patologik sama juga perjalanan penyakitnya.
Perbedaan satu-satunya adalah bahwa perjalanan klinik keratitis dapat
berlangsung lama karena stroma kurang vaskuler sehingga menghambat migrasi
limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga
22
hanyalah respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat
virus, namun sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus
aktif dapat timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel selain di jaringan
lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel trabekel. Kortikosteroid topikal
dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang
terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal harus
ditambahkan obat anti virus.
Temuan Klinis
Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan dan bermanifestasi
sebagai blefarokonjungtivitis vesikuler kadang-kadang mengenai kornea dan
umumnya terdapat pada anak-anak muda. Terapi anti virus topikal dapat dipakai
untuk profilaksis agar kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit kornea.
Gejala pertama umumnya iritasi, fotofobia dan berair-air. Bila kornea bagian
pusat terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Lesi paling khas adalah ulus
dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea, memiliki bulbus terminalis pada ujungnya.
Ulkus geografik adalah sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya
berbentuk lebih lebar. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea menurun. Lesi
epitelial kornea lain yang dapat ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial “blotchy”,
keratitis stelata dan keratitis filamentosa.
Terapi
Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus
didalam kornea sambil memperkecil efek merusak respons radang.
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis adalah debridement epitelial karena virus
berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik
virus pada stroma kornea. Debridement dilakukan dengan aplikator
berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropin 1% diteteskan ke
23
dalam sakus konjungtiva dan ditutup sedikit dengan tekanan. Pasien harus
diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya
sembuh umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus
topikal mempercepat pemulihan epitel.
Terapi Obat
Agen anti virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah
idoxuridine, trifluridine, vidarabine dan acyclovir. Replikasi virus dalam
pasien imunokompeten khususnya bila terbatas pada epitel kornea
umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini
penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu bahkan berpotensi sangat
merusak. Penting sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk
mengendalikan replikasi virus
Terapi Bedah
Keratoplasi penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea berat namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah infeksi
herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid
topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea.
Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk
pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simpleks.
B. Keratitis Virus Varicella-Zoster
Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer
(varicella) dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella
namun sering pada zoster oftalmik. Berbeda dari keratitis HVS rekurens yang
umumnya hanya mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior
pada awalnya. Lesi epitelnya keruh dan amorf kecuali kadang-kadang ada
pseudodendritlinier yang sedikit mirip dendrit pada keratitis HSV. Kekeruhan stroma
disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrat sel yang awalnya hanya subepitel.
24
Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung
berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sembuh. Acyclovir intravena dan oral telah
dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes zoster oftalmik.
Kortikosteroidtopikal mungkin diperlukan untuk mengobati untuk mengobati keratitis
berat, uveitis dan glaukoma sekunder.
III.4.2 Ulkus Kornea Perifer
Ulkus Dan Infiltrat Marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus
ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya
blefarokonjungtivitis stafilokokus. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk
bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi
melalui epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau
lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya menjadi
ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7
sampai 10 hari. Terapi terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi masalah ini,
untuk beberapa kasus diperlukan kortikosteroid topikal untuk mempersingkat
perjalanan penyakit dan mengurangi gejala. Sebelum mamekai kortikosteroid perlu
dibedakan keadaan ini yang dulunya dikenal sebagai ulserasi kornea catarrhal dari
keratitis marginal.
Ulkus Mooren
Penyebab ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. Ulkus ini
termasuk ulkus marginal. Pada 60-80 kasus unilateral dan ditandai ekstravasi limbus
dan kornea perifer yang sakit dan progresif dan sering berakibat kerusakan mata.
Ulkus mooren paling sering terdapat pada usia tua namun agaknya tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. Ulkus ini tidak responsif
terhadap antibiotik maupun kortikosteroid. Belakangan ini telah dilakukan eksisi
konjungtiva limbus melalui bedah dalam usaha untuk menghilangkan substansi
25
perangsang. Keratoplasi tektonik lamelar telah dipakai dengan hasil baik pada kasus
tertentu. Terapi imunosupresif sistemik ada manfaatnya untuk penyakit yang telah
lanjut.
Ulkus kornea marginal dengan penyakit reumatik
II.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan diagnosis yang biasa dilakukan adalah:
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon refleks pupil
Goresan ulkus untuk analisis atau kultur
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
II.6 Pengobatan
Pengobatan pada ulkus korne bertujuan untuk menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotik dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Ulkus korne adalah
keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi
cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus tergantung kepada
26
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus atau
anti jamur. Untuk mengurangi peradangan bisa diberikan tetes mata kortikosteroid.
Yang harus diperhatikan dalam terapi ulkus kornea adalah bahwa ulkus
kornea tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga berfungsi sebagai
inkubator, selain itu debridement juga sangat membantu dalam keberhasilan
penyembuhan. Pengobatan ulkus dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata
terlihat tengan kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan
ditambah 1-2 minggu. Pada ulkus kornea dilakukan keratoplasti atau pembedahan
apabila dengan terapi medikamentosa tidak sembuh, terjadi jaringan parut yang
menganggu penglihatan, penurunan visus yang menganggu pekerjaan penderita,
kelainan kornea yang tidak disertai kelainan ambliopia.
27
IV. ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berumur 32 tahun, bekerja sebagai petani karet dengan
tempat tinggal di luar kota. Datang ke RSMH dengan keluhan utama nyeri pada mata
kiri sejak 4 hari SMRS. Penderita juga mengeluhkan penglihatan mata kirinya
semakin kabur, disertai dengan mata yang memerah.
Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya penurunan
penglihatan disertai dengan nyeri dan mata merah, maka dapat dipikirkan
kemungkinan adanya ulkus kornea, keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior,
endofthalmitis, dan panofthalmitis.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat trauma pada mata
dan mata penderita yang mengalami trauma tersebut menjadi kabur, merah, nyeri,
berair-air. Penderita juga mengeluh adanya bintik putih pada mata yang mengalami
trauma dua hari kemudian. Diagnosa yang sangat memungkinkan pada kasus ini
adalah ulkus kornea dan keratitis.
Kemungkinan diagnosa glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada
penderita ini tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri
kepala hebat yang menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi atau
halo ketika melihat lampu. Selain itu, glaukoma akut biasanya terjadi pada usia lebih
dari 40 tahun.
Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosa utama pada pasien ini juga
dapat disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan gambaran
tukak di kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni uveitis
anterior. Kelainan pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu inflamasi dan
infeksi pada kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai komplikasi diagnosa
utama dapat dipertimbangkan karena infeksi pada kornea dapat menyebar ke uvea
anterior. Adanya hipopion pada mata kiri penderita ini menunjukkan terjadi
peradangan pada uvea anterior yaitu badan silier dan iris.
28
Kemungkinan terjadinya endofthalmitis dapat dipertimbangkan karena
terdapat faktor penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi menjadikan
endofthalmitis sebagai diagnosa utama dan pasti tidak dapat dilakukan karena segmen
posterior tidak dapat dinilai. Selain itu, biasanya endofthalmitis ditandai dengan
demam.
Kemungkinan diagnosa panofthalmitis juga dapat disingkirkan karena pada
penderita ini tidak ditemukan gejala-gejala panothalmitis seperti nyeri pada
pergerakan bola mata, bola mata yang menonjol (eksoftalmos), dan penderita yang
kelihatan sakit, menggigil, demam, ataupun sakit kepala berat. Selain itu, diagnosa
pasti panofthalmitis tidak dapat ditegakkan karena segmen posterior tidak dapat
dinilai.
Diagnosa yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea dan
keratitis. Diagnosa keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya
terdapat infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada kornea
akan tetapi terdapat juga gambaran tukak pada kornea.
Diagnosa ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya
penurunan visus disertai dengan mata yang merah, silau, berair, dan adanya secret.
Adanya riwayat trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan suatu ulkus.
Pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi serta ulkus ukuran
diameter 10 mm.
Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak ulkus yang sentral
mengandung sekret kental dengan dasar yang keruh, memberikan kemungkinan
penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau jamur. Karena itu dilakukan
pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea dengan cara screeping dan dengan
KOH 10%.
Pada waktu hasil screeping belum keluarpun, telah diberikan antifungi
Natamisin. Pemberian antifungi ini untuk mengobati dan mencegah terjadinya infeksi
yang lebih luas. Karena kemungkinan terjadinya ulkus yang disebabkan jamur yang
29
menyebabkan kerusakan yang hebat dan cepat pada mata dapat saja terjadi.
Pemberian antibakteri spektrum luas juga dilakukan karena mungkin saja infeksi
disebabkan oleh bakteri. Gentamisin lebih ditujukan untuk bakteri gram negatif dan
Cefotaksim lebih ditujukan untuk bakteri gram positif. Pengobatan dengan antibiotik
atau antifungi selanjutnya sesuai dengan hasil kultur.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon Iodine
0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan kotoran mata dan
benda asing. Obat lain yang diberikan adalah natamisin sebagai antifungi, gentamisin
dan cefotaksim sebagai antibakteri dan asam mefenamat untuk mengurangi rasa
nyeri. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan peradangan dan untuk
melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior, karena sulfas atropin memiliki
efek sikloplegik yang menyebabkan pupil midriasis, sehingga mencegah perlengkatan
iris pada kornea. Cen fresh diberikan sebagai air mata buatan agar terjadi penyerapan
obat tetes mata dengan baik. Vitamin C diberikan untuk reepitelisasi kornea. USG
dilakukan untuk mengetahui keadaan corpus vitreus karena funduskopi tidak dapat
dilakukan akibat kekeruhan pada kornea. Kekeruhan korpus vitreus berupa abses
menunjukkan telah terjadi endothalmitis atau panofthalmitis. Keratoplasti dilakukan
setelah kornea steril dan tanda-tanda inflamasi menghilang.
Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya
masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena
walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh, namun
meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan tajam
penglihatan.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section
11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI; 2002.
3. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta;2005.
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
5. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983.
31