511
HASIL PENELITIAN
Pendahuluan
Malaria adalah penyebab penting kesakitan
dan kematian anak-anak dan orang dewasa
di kawasan tropis. Di Indonesia, kasus malaria
klinis banyak dilaporkan di kawasan
Indonesia Timur. Angka kematian akibat
malaria di dunia diperkirakan meningkat
seiring dengan meningkatnya resistensi
terhadap obat-obat antimalaria. Infeksi
Plasmodium falciparum (PF) dapat menye-
babkan malaria berat dengan mortalitas
sebesar 10-50%, tergantung kemampuan 1-3diagnosis dan keadekuatan pengobatan.
Kegagalan pengobatan dapat terjadi karena
terlambat mendapat pengobatan, ketidak-
tepatan regimen dan dosis obat, serta resis-
tensi Plasmodium terhadap obat anti-
malaria. Obat antimalaria yang ideal adalah
obat yang efektif terhadap semua jenis dan
stadium parasit, menyembuhkan infeksi akut
maupun laten, cara pemakaiannya mudah,
harganya terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat dan mudah diperoleh, efek
sampingnya ringan, serta toksisitasnya 4rendah.
Saat ini, WHO maupun Depkes RI telah
mengeluarkan Pedoman Penatalaksanaan
Kasus Malaria di Indonesia. Dalam pedoman
tersebut, dimasukkan penggunaan obat-
bidang perkayuan atau batubara yang
berlokasi di hutan-hutan. Kadang-kadang,
penderita datang sudah dalam kondisi
kesadaran menurun.
Pemeriksaan fisik dapat mengungkap
adanya demam, anemia, ikterus, dan
hepatosplenomegali. Kriteria demam adalah
suhu tubuh >37,5 °C yang diukur dengan
termometer aksila. Kriteria anemia adalah
kadar hemoglobin <12 g/dL dengan kon-
jungtiva dan telapak tangan pucat. Kriteria
ikterus adalah kadar bilirubin >1,0 mg/dL
atau sklera berwarna kuning. Dikatakan
trombositopenia bila didapatkan hitung
trombosit £200.000/µL, dan leukopenia bila
hitung leukosit <5.000/µL.
Pada pemeriksaan mikroskopis Plasmodium
falciparum, kepadatan parasit dilaporkan
sebagai positif satu (+) bila ditemukan 1 - 10
parasit dalam 100 LPB (lapangan pandang
besar), positif dua (++) bila ditemukan 11 -
100 parasit dalam 100 LPB, positif 3 (+++) bila
ditemukan 1 - 10 parasit dalam 10 LPB, dan
positif 4 (++++) bila ditemukan >10 parasit
dalam 10 LPB.
Penderita mendapat artemeter 3,2 mg/kgBB
IM dosis muatan (loading dose) yang dibagi
dalam 2 dosis (tiap 12 jam) pada hari
obat baru golongan artemisinin untuk
penanganan malaria, dengan atau tanpa
komplikasi. Artemeter merupakan salah satu
obat golongan artemisin yang digunakan
untuk penanganan malaria berat atau 1-5dengan komplikasi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan memberikan gam-
baran mengenai pengobatan malaria falci-
parum dengan artemeter di RSUD I. A. Moeis
Samarinda, Kalimantan Timur.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskrip-
tif observasional dengan pendekatan cross-
sectional. Data diambil dari rekam medik
penderita malaria falciparum yang dirawat di
Bagian Penyakit Dalam RSUD I. A. Moeis
Samarinda dari Januari 2008 sampai akhir
Januari 2009.
Diagnosis penderita malaria falciparum
ditegakkan berdasarkan anamnesis, peme-
riksaan fisik, dan pemeriksaan mikroskopik.
Dari anamnesis, keluhan penderita dapat
berupa demam periodik, berkeringat dan
menggigil, mual dan nyeri ulu hati, serta urin
berwarna seperti teh. Selain itu, pasien
umumnya memiliki riwayat pernah tinggal
di daerah endemis malaria, atau bekerja di
Pengobatan Malaria Falciparum dengan Artemeterdi RSUD I. A. Moeis Samarinda
Tommy Kartono, Sinta Murti Rumah Sakit Umum Daerah I. A. Moeis, Samarinda, Kalimantan Timur
Malaria masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian pada anak dan orang dewasa di kawasan tropis, seperti Indonesia,
khususnya Kalimantan Timur. Saat ini, telah ditetapkan Pedoman Penatalaksanaan Malaria yang baru dari Depkes RI dan
WHO. Salah satu pengobatan terkini untuk kasus malaria falciparum adalah penggunaan golongan artemisin, baik oral
maupun injeksi (termasuk artemeter). Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai pengobatan malaria
falciparum dengan artemeter di RSUD I. A. Moeis Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif observasional dengan pendekatan cross-sectional. Data diambil dari rekam medik penderita malaria falciparum
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUD I. A. Moeis Samarinda dari Januari 2008 sampai akhir Januari 2009. Dari 36
orang penderita malaria falciparum yang mendapat terapi artemeter, masih terdapat 6 (16,67%) orang dengan Plasmodium
falciparum positif (PF+) pada pemeriksaan mikroskopis ulang. Karakteristik klinis dan laboratoris keenam penderita itu
berupa anemia (66,66%), ikterus (66,66%), trombositopenia (66,66%), leukopenia (50%); 83,33% pasien memiliki kepadatan
parasit ++ atau lebih, dan 66,66% pasien memiliki lebih dari 1 karakteristik tersebut. Karakteristik tersebut disinyalir
mempengaruhi kerja artemeter sehingga menyebabkan kegagalan pengobatan atau berulangnya kasus malaria
falciparum. Namun, hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kata kunci: Malaria falciparum, artemeter, kegagalan pengobatan
ABSTRAK
CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011
512
HASIL PENELITIAN
pertama, dilanjutkan dengan 1,6 mg/kgBB (1
ampul @ 80mg) per 24 jam selama 4 hari.
Pemeriksaan mikroskopis ulang dilakukan
rata-rata 2 hari setelah pengobatan selesai.
Hasil
Dari Januari 2008 hingga akhir Januari 2009,
penderita malaria falciparum yang dirawat di
bagian Penyakit Dalam RSUD I. A. Moeis
Samarinda tercatat sebanyak 36 orang
(Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi penderita malaria
falciparum yang dirawat di bagian Penyakit
Dalam RSUD I. A. Moeis Samarinda dari
Januari 2008 hingga akhir Januari 2009.
Ketiga puluh enam penderita malaria
falciparum ini diberi artemeter. Pemeriksaan
mikroskopis ulang dilakukan rata-rata 2 hari
setelah pengobatan selesai. Hasilnya,
didapatkan 6 orang dengan Plasmodium
falciparum masih positif (PF+).
Tabel 2. Hasil pemeriksaan mikroskopis
ulang setelah pasien mendapat artemeter.
Karakteristik penderita berdasarkan hasil
pemeriksaan klinis dan laboratoris disajikan
dalam Tabel 3.
Diskusi
Penderita malaria falciparum yang dirawat di
RSUD I. A. Moeis dari Januari 2008 sampai
akhir Januari 2009 tercatat sebanyak 36
penderita, dengan distribusi terbanyak pada
Simpulan
• Insidens malaria falciparum yang dirawat
di RSUD I. A. Moeis Samarinda dari Januari
2008 sampai akhir Januari 2009 masih
cukup tinggi.
• Masih dijumpai penderita dengan Plasmo-
dium falciparum saat pemeriksaan mikros-
kopis ulang setelah terapi artemeter.
• Karakteristik penderita yang dapat
mempengaruhi kerja artemeter sehingga
menyebabkan kegagalan pengobatan
atau relaps malaria falciparum masih harus
diteliti lebih lanjut.
• Perlu dipertimbangkan masalah ketepatan
diagnosis Plasmodium falciparum dengan
pemeriksaan mikroskopis; cara pemerik-
saan lain tampaknya diperlukan sebagai
pembanding.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mencari faktor yang berpengaruh pada
terjadinya hasil positif semu atau negatif
semu dan resistensi artemeter.
DAFTAR PUSTAKA1. WHO. Guidelines for the treatment of malaria. 2006.
2. Direktorat Jenderal PPM-PL, Departemen Kese-
hatan Republik Indonesia. Pedoman penatalak-
sanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta. 2006.
3. Harijanto PN. Perubahan radikal dalam pengo-
batan malaria di Indonesia. CDK. 2006; hlm. 30-6.
4. Emiliana T. Obat-obat baru antimalaria. CDK. 1994;
hlm. 17-23.
5. Dir. Nat. Vector Borne Disease Control Programme.
Malaria Drug Policy. Delhi. 2007.
bulan Mei dan Oktober sampai Desember
2008 (11,12% - 16,67%). Efek terapi artemeter
secara klinis cukup memuaskan; penurunan
demam terjadi pada seluruh penderita
meskipun masih terdapat 6 (16,67%) orang
dengan Plasmodium falciparum positif (PF+)
pada pemeriksaan mikroskopis ulang.
Anemia, trombositopenia, dan ikterus
terlapor lebih tinggi di kelompok penderita
dengan PF(+) (Tabel 3). Pengaruh beberapa
karakteristik ini terhadap kegagalan
pengobatan atau berulangnya kasus malaria
falciparum masih perlu diteliti lebih lanjut.
Faktor farmakokinetik artemeter, terutama
absorpsinya, perlu juga diperhatikan. Ikatan
dengan protein plasma sebesar 95% dan
konsentrasi puncak dalam plasma rata-rata
tercapai sekitar 6 jam, tetapi bisa 18 jam atau 1lebih bila absorpsinya lambat.
Pada penelitian ini, tidak tersedia data status
gizi dan kadar albumin penderita yang
mungkin berpengaruh terhadap kerja
artemeter, yang dapat menjadi pertim-
bangan untuk penelitian selanjutnya. Hal
lain yang perlu dipertimbangkan dalam
penelitian ini adalah akurasi atau ketepatan
diagnosis malaria falciparum secara mikros-
kopis; banyak faktor bisa mempengaruhi
hasil, seperti kondisi apusan darah, kondisi
mikroskop, kemampuan tenaga pemeriksa,
kelelahan mata, dll. Untuk ketepatan diag-
nosis, boleh jadi diperlukan cara pemerik-
saan lain, seperti tes diagnostik cepat (rapid
diagnostic test).
BULANJumlah
N %
Januari 2008
Maret 2008
Mei 2008
Juli 2008
September 2008
November 2008
Januari 2009
Februari 2008
April 2008
Juni 2008
Agustus 2008
Oktober 2008
Desember 2008
TOTAL
1
2
5
2
1
5
2
2
1
3
2
6
4
36
2,78
5,55
13,89
5,55
2,78
13,89
5,55
5,55
2,78
8,34
5,55
16,67
11,12
100
HASIL N %
P. falciparum positif (PF+)
JUMLAH
P. falciparum negatif (PF-)
6
36
30
16,67
100
83,33
Tabel 3. Karakteristik klinis dan laboratoris penderita.
Karakteristikklinis & laboratoris
Mikroskopis ulang (PF-) (30 penderita)
Mikroskopis ulang (PF+) (6 penderita)
NN %%
Anemia
Trombositopenia
Kepadatan parasit(++ atau lebih)
Memiliki lebih dari1 karakteristik
Ikterus
Leukopenia
7
16
3
8
7
3
4
4
5
4
4
3
23,33
53,33
10
26,66
23,33
10
66,66
66,66
83,33
66,66
66,66
50
CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011
Top Related