Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf adalah salah satu bidang ilmu yang sangat penting sekali untuk
kita pelajari. Pada era modern seperti sekarang ini, saat kebudayaan luar yang
buruk terus masuk di Indonesia. Akan mengakibatkan menurunya nilai-nilai
agama atau moral orang-orang bangsa Indonesia.Akibat, kebudayaan asing
tersebut. Maka dari itu penting kiranya kita membentengi diri dari hal-hal
yang buruk tersebut. Salah satu cara membentengi diri adalah dengan
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan dengan belajar ilmu tasawuf dan
mengamalkannya.Maka insyaallah akan mendekatkan diri kita kepada Allah
SWT, sehingga kita akan terhindar deri kebudayaan asing yang berpengaruh
buruk tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami ungkapkan di atas maka yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah kami kali ini adalah
1. Apa pengertian tasawuf dan asal usul tasawuf ?
2. Bagaimana asal usul ilmu tasawuf ?
3. Bagaimana Hubungan Tasawuf dengan ilmu kalam,filsafat fiqih dan ilmu
jiwa ?
4. Bagaimana ajaran dari macam- macam ilmu tasauf ?
5. Siapa saja yang menjadi tokoh ilmu tasauf dan apa saja pemikiran
mereka ?
6. Bagaimana perkembangan tasawuf di Indonesia ?
C. Tujuan Pembelajaran
Berdasarkan rumusan masalah yang kami paparkan di atas, maka yang
menjadi tujuan pembelajaran kami dalam pembuatan makalah ini adalah
1. Agar mahasiswa mengerti apa yang di maksud dengan tasauf
2. Agar mahasiswa mengetahui asal usul tasauf
Page | 2
3. Agar mahasiswa mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu
kalam,filsafat fiqih dan ilmu jiwa
4. Agar mahasiswa tau jenis-jenis tasauf
5. Agar mahasiswa dapat mengenal tokoh-tokoh tasauf dan pemikirannya
6. Agar mahasiswa tahu perkembangan tasawuf di indonesia
D. Manfaat pembelajaran
Ada beberapa manfaat yang dapat kita petik setelah mempelajari makalah
kami ini yaitu
1. mahasiswa dapat mengetahuipengertian tasauf dan asal usulnya
2. mahasiswa dapat mengetahui jenis- jenis tasauf
3. mahasiswa dapat mengenal tokoh- tokoh tasauf danpemikirannya, dan agar
mahasiswa dapat mencontoh nilainya
Page | 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf dan sufi
Tasawuf adalah salah satu ilmu dalam ajaran islam yang mana orang yang
mempelajari tasawuf akan selalu berusaha menghias diri dengan segala
kebaikan dan berusaha untuk menghilangkan semua yang bernilai buruk
dalam dirinya. Dan selalu Berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT,
serta menjalankan kehidupan yang sederhana tidak terpengaruh dengan
segala tipu daya dunia. yang dilakukan oleh rang-orang yang benar-benar
mencintai Allah lebih dari apapun yang disebut dengan seorang sufi
1. Pengertian taaswuf secara lughawi
Pengertian tasawuf secara lughawi memiliki berbagai macam
pengertian yaitu.
a. Menurut (Drs.Rosihon Anwar, M.Ag, 2000 ). Tasawuf yang
berasal dari istilah yaitu “ahlu suffahyang berarti sekelompok
orang dijaman rasulullah yang hidup banyak berdiam di serambi-
serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk
beribadah kepada Allah”. Hal ini terjadi pada zaman Rasulullah
yaitu pada suatu tempat di masjid nabawi yang didiami oleh
sekelompak sahabat nabi yang sangat fakir dan tidak memiliki
temapat tinggal mereka dikenal dengan sebutam ahli suffah mereka
adalah orang yang menyediakan waktunya untuk berjihad dan
berdakwah serta meninggalkan usaha-usaha yang sersifat duniawi.
b. Menurut (Drs. Rosihon Anwar, M.Ag, 2000 ). Tasawuf berasal dari
kata shafa yaitu nama untuk orang-orang yang bersih atau suci
maksudnya adalah orang yang menyucikan diri di hadapan Tuhan-
Nya. Jika kita lihat pada kehidupan para sufi, memang benar dari
segi niat dan ibadahnya. Mereka berjuang untuk mensucikan diri
mereka agar mereka berada sedekat mungkin disisi allah.
Page | 4
c. Menurut pendapat (Drs. Rosihan Anwar, M.Ag, 2000) Tasawuf
yang berasal dari kata shaf. Kata shaf dinisbahkan kepada orang-
orang yang berada di barisan paling depan saat solat.
d. Menurut (Drs. Asmaran As. 1996) “tasawuf berasal dari kata suf
yang mana artinya adalah bulu domba atau wol, karena para sufi
tidak mememakai pakaian yang halus, bagus dan enak di pandang.
Untuk menenangkan dan menentramkan jiwa mereka hanya1
memakai pakaian yang dapat menutupi keterlanjangan mereka
yang terbuat dari bahan yang kasar”.
2. Pengertian tasawuf secara istilah
a. Menurut Al-juraini
Tasawuf adalah “ memasuki segala budi (akhlak) yang bersifat
sunni dan keluar dari budi pekerti yang rendah
b. Menurut Al-junaidi
Tasawuf adalah membersihkan diri dari apa yang mengganggu
perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh
budi yang asal (instink) kita. Memadamkan sifat-sifat kelemahan
kita sebagai manusia. Menjauhi segala seruan dari hawa nafsu,
mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-
ilmu hakikat, memaki barang-barang penting dan terlebih kekal,
menghamburkan nasihat kepada seluruh mat manusia, memegang
teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh
Rasulullah dalam hal syari’at.
c. Menurut Amir bin Usman Al-Makki
Tasawuf adalah seorang hamba yang setiap waktunya mengambil
waktu yang utama.
d. Menurut Abu Hamzah
Tanda sufi yang benar adalah berfakir setelah dia kaya,
merendahkan diri setelah dia bermegah-megah, menyembunyikan
diri setelah dia terkenal, dan tanda sufi yang palsu adalah kaya
1
Page | 5
setelah dia fakir, bermegah-megah setelah dia hina, dan tersohor
setelah dia tersembunyi.
e. Menurut Muhammad Ali Al- Qassab
Tasawuf adalah ahklak yang muliayang timbul pada masa yang
mulia dari seorang yang mulia, di tengah tengah umat yang mulia.
f. Menurut Al-Karakhi
Tasawuf adalah mengambil hakikat, dan berputus asa pada apa
yang ada di tangan makhluk
B. Asal Asul Tasawuf
Berdasarkan surah al-baqarah ayat 186 yang bermakna
“Jika hambaku bertanya kepadamu tentang diriku, maka aku dekat dan
mengabulkan seruan yang memanggil jika aku dipanggil.”
Berdasarkan surah ayat ini jelaslah sudah bahwa ajaran tasawuf itu berasal
dari Allah SWT. Melalui ayat al-quran yang diturunkannya kepada nabi
Muhammad SAW.
Walaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu
berasal dari beberapa unsur atau kelompok-kelompok tertentu seperti
1. Unsur kristiani
Pendapat ini diungkapkan berdasarkan adanya interaksi antara orang
arab dengan kaum nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman islam
dan adanya persamaan kehidupan antara orang asketis atau sufi dalam
hal ajaran cara mereka melatih jiwa (riyadhah) dan mengasingkan diri
(khalwat) dengan kehidupan al-masih dan ajaran-ajarannya, serta
dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.
2. Unsur hindu dan budha
Pendapat ini diungkapkan berdasarkan adanya persamaan maqqamat
sufiyah, yaitu al-fana dengan ajaran tentang nirwana yaitu
mengajarkan kepada umatnya agar meninggalkan dunia dan memasuki
hidup kontemplatif. Dan adanya penggunaan tasbih yang digunakan
para sufi untuk mengingat allah juga digunakan oleh para pendeta
agama budha
Page | 6
3. Unsur yunani
Adanya pendapat ini dilandaskan karena pada saat akhir daulah
amawiyah dan pada saat daulah abbasyiah terjadi penerjemahan buku-
buku filsafat yunani. Yang dianggap sebagai alat pengenalan
4. Unsur Persia
Pendapat ini dilandaskan karena adanya hubungan politik,
kemasyarakatan,pemikiran dan sastra antara Persia dengan negri arab
pada zaman itu. Selain itu adanya persamaan istilah zuhud di arab dan
zuhud menurut agama manu dan hormuz
5. Unsur arab
Dikeluarkannya pendapat ini dikarenakan islam lahir di daerah arab
maka dikatakan bahwa islam telah meniru kebudayaan arab yang ada
pada saat itu.
C. Hubungan Tasawuf dengan ilmu kalam,filsafat Fiqih, dan ilmu jiwa
1. Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai
pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan
yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid
atau ilmu kalam menjadikan tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan
dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan sisi
terapan rohaniyah dari ilmu tauhid. Ilmu kalam pun berfungsi sebagai
pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang
bertentangan dengan Al-qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak
pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, atau belum
pernah diriwayatkan leh ulama-ulama salaf maka hal itu harus ditolak.
Selain itu ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran
rohaniyah dalam perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa
ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang
mengandung muatan rasional dan muatan naqliyah. Jika tidak
diimbangi oleh kesadaran rohaniah, ilmu kalam dapat bergerak kea rah
yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi member
Page | 7
muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialetika
keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau
sentuhan secara qalbiyah (hati).
2. Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia islam tidak dapat dinafikan
dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat, misalnya
dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa, secara jujur
harus diakui bahwa terminology jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya
terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat.
Sederatan intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentang
jiwa dan roh, diantaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan
Al-Ghazali. Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan
kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia islam.
Pemahaman tentang jiwa dan roh itu sendiri menjadi hal yang esensial
dalam tasawuf. Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan
kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam.
Pemahaman tentang jiwa dan roh itu sendiri menjadi hal yang esensial
dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih
spesifik menjadi kemudian dikembangkan dalam tasawuf. Namun,
tidak berarti bahwa istilah qalb
D. Macam – Macam Tasawuf
Para ahli tasauf pada umumnya membagi tasawuf dalam tiga bagian yaitu
1. Tasawuf falsafi
Taswuf falsafi adalah, tasawuf yang pendekatannya yang dilakukan
dengan memadukan visi mistis dan rasio atau akal pikiran, karena
tasawuf ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang
terdapat di kalangan para filosof, seperti filsafat tentang tuhan,
manusia, hubungan antara manusia dengan Allah SWT dan lain
sebagainya.
2. Tasawuf akhlaki
Page | 8
Tasawuf akhlaki adalak tasawuf yang pendekatannya dilakukan
dengan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan
diri dari akhlak yang buruk ) dan tahalli (menghiasi diri dari dengan
akhlak yang terpuji ) dan tajalli ( terbukanya dinding penghalang
(hijab)) yang membatasi manusia dengan tuhan, sehingga Nur Ilahi
tampak jelas padanya. Tasawuf ini mengikat penganutnya dengan Al-
Qur’an dan hadist dengan ketat
3. Tasawuf amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang melakukan pendekatan dengan
cara pendekatan amaliayah atau wirid,
E. Zuhud, Embrio Tasawuf.
Zuhud adalah lingkuangan alami tempat tumbuhnya tasawuf, atau
fase pendahuluan yang mempersiapkan kelahirannya. Dikalangan muslim
Zuhud berpulang kepada beberapa faktor, baik faktor agama, politik, dan
sosial. Berikutnya kami akan mencoba menjelaskannya satu-persatu:
1. Faktor Agama.
Maksud dari faktor agama adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi
saw yang memberikan pengaruh langsung pada diri kaum muslimin
dan mengarahkannya untuk hidup zuhud di dunia, meninggalkan
kelezatan dunia, dan tidak tenggelam dengan kenikmatan dan
rongrongan dunia. Memandang kesenangan dunia merupakan sesuatu
yang tidak langgeng dan sedikit. Memiliki perhatian yang besar
kepada dunia dan sangat disibukkan dengan urusan-urusan dunia akan
memalingkan pemiliknya dari kebaikan yang banyak, dan
menjadikannya di akhirat kelak terancam akibat perbuatan buruknya.
Allah swt berfirman:“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-
Page | 9
banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari
Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS. al-Hadid:20) .
Sunnah datang dengan gaya dan tipe yang sama, dimana kita
dapati hampir semua perkataan Rasulullah saw diarahkan ke sana .
Kemudian diperkuat dengan prilaku nyata Rasulullah saw sendiri yang
melahirkan kehidupan zuhud, penuh kesederhanaan, jauh dari
kehidupan yang penuh gelamor, dan kemewahan. Diriwayatkan, suatu
hari Rasulullah saw bersama para sahabatnya melewati seekor domba
betina yang mati, kemudian Rasulullah saw bertanya kepada para
sahabatnya: “Tidkkah kalian melihat domba ini hina bagi
pemiliknya?” , Mereka menjawab: “ya”, kemudian Rasulullah
berkata: “Demi Allah dunia ini lebih hina bagi Allah dari pada domba
yang mati itu bagi pemiliknya ketika dibuang”. (HR. Ahmad)
Semua para shabat berjalan mengikuti manhaj Allah dan
Rasul-Nya. Mereka mewariskan sifat zuhud, dan senang dengan hidup
yang penuh kesederhanaan dan apa adanya. Semua ini dapat dilihat
pada perjalanan hidup para shahabat, seperti: Umar bin Khattab,
Ustman bin Affan, dan Abdul Rahman bin Auf. Zuhud adalah prilaku
hidup pada masa shahabat. Orang-orang yang datang sesudah mereka
mengakui hal itu, mereka mangatakan: Sesungguhnya zuhud para
shabat pada hal-hal yang halal lebih besar dari zuhud orang-orang
yang datang setelah mereka pada hal-hal yang haram.
Page | 10
2. Faktor Politik.
Yang dimaksud dengan faktor ini adalah dampak dari peperangan
yang terjadi di tengah kaum muslimin sekitar memperebutkan
kedudukan khilafah atau kepemimpinan. Perang yang diawali dengan
fitnah pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan r.a. dan berakhir
dengan terbunuhnya Ustman bin Affan r.a. Kemudian semakin
membesar di masa khalifah Ali bin Abu Thalib ra, dan berakhir
dengan terbunuhnya beliau. Akhirnya kaum muslimin terpecah
menjadi beberapa kelompok yang saling bersengketa. Sebagian ada
yang mendukung Ali, sebagian lagi ada yang mendukung Mu’awiyah,
dan yang lainnya mendukung Tolhah bin Zubeir. Setelah peristiwa
tahkim kekuatan Ali r.a terbagi, dan muncullah kelompok khawarij.
Namun di tengah-tengah peristiwa itu terdapat satu kelompok dari
pembesar sahabat berpandangan untuk menjauhkan diri dari
golongan-golongan yang bersetru untuk menghidari fitnah,
mengutamakan keselamatan, mencari ketenangan, dan khawatir
terjebak ke dalam pembunuhan sesama muslim. Kelompok ini
terdapat di masa Ali ra sendiri, kemudian sebagiannya muncul setelah
terbununya Ali bin Abu Thalib ra.
3. Faktor Sosial.
Maksudnya adalah bentuk-bentuk prilaku dan tipe hidup baru
yang menimpa kehidupan sosial yang sebelumnya tidak dikenal di
masa Sahabat, para Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti cara
hidup mereka. Ketika itu kehidupan mereka dikenal dengan penuh
kesederhanaan dalam perkara makanan, minuman, tempat tinggal,
dan seluruh urusan kehidupan mereka. Tanpa terasa secara gradual
kehidupan sosial itu mengarah kepada perubahan yang sedikit-demi
sedikit mulai menjauh dari tauladan hidup masa pertama Islam.
Ketika itu kita menemukan satu gaya hidup yang tidak dikenal
Page | 11
sebelumnya. Kita dapatkan bermacam-macam corak makanan,
minuman, dan perjamuan, serta aneka ragam permainan di tempat-
tempat nyanyian, biduanita, dan minuman.
Rupanya interaksi dengan sebagian bangsa seperti Parsia
memiliki pengaruh besar perhadap perubahan tersebut. Kehidupan
hura-hura dan glamor tampak sangat menyakiti perasaan yang
sensitif dan menyinggung orang-orang yang tak punya, fakir serta
miskin. Terkadang kita mendengar perayaan-perayaan resepsi
pernikahan dan khitanan yang menghabiskan biaya ratusan ribu,
bahkan jutaan dinar dan dirham. Dan kita mendengar pada masa
khalifah al-Makmun ada yang membayar mas kawin istrinya sebesar
seribu kantong permata, menyalahkan lampu lilin dengan minyak
wangi dan setiap satu lilin menghabiskan dua ratus liter minyak
wangi serta dihampar permadani dengan tenunan emas dan
dimahkotai dengan permata yaqut.
Kondisi ini sepenuhnya banyak memotifasi orang untuk
mengetuk pintu zuhud, karena barangkali diri mereka merasa puas
dengan sebuah selogan masyhur: “Jika yang engkau inginkan tidak
ada , maka ambillah apa yang ada”. sebagian mereka memilih sifat
zuhud karena motifasi agama, melawan syahawat, menjauhi haram,
mengutamakan akhirat, dan mencari ridha Allah swt. Berkaiatan
dengan hal ini sebagian mereka ada yang berkata: “Dunia menurut
pandangan kami ada tiga tingkatan, halal, haram, dan syubuhat.
Haramnya akan dihisab, haramnya akan mendapat siksa, dan
syubuhatnya akan mendapat celaan Allah Swt. Karena itu, ambillah
dunia itu yang engkau butuhkan saja”.
Begitulah, zuhud merupakan sebuah reaksi penolakan pada
gaya hidup yang menyimpang dari kehidupan pertama Islam, dan
upaya meniru gaya hidup para shahabat dalam hal zuhud, dan wara’.
Page | 12
Dari uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa fenomena zuhud adalah
sebuah konsekwensi dari sejumlah faktor tersebut, baik agama,
politik, dan sosial. Patut disinggung disini bahwa zuhud itu sendiri
bukanlah tujuan, akan tetapi ia adalah sebuah sarana untuk mengapai
tujuan lain yang harus dijalani guna merealisasikan seluruh nilai-niai
luhur, serta mendapatkan muroqobah dan musyahadah Allah.
Kemudian pada masa itu orang-orang yang zuhud mendapatkan
bermacam-macam sebutan (gelar) seperti ‘ubbad, nussak, fuqora,
dan qurroo’, mereka adalah para ulama atau orang-orang yang
memahami Al-Quran dengan baik.
F. Tokoh sufi Dari masa ke masa dan Pemikirannya
1. Hasan al-basri
Dasar pemikiran beliau adalah hidup zuhd terhadap dunia, menolak
segala kemegahannya, hanya semata-mata menuju kepada Allah,
tawakal, khauf dan raja’. Jangan hanya semata-mata takut kepada
Allah, tetapi ikutilah ketakutan dengan pengharapan. Takut akan
murkanya, tetapi mengharapkan rahmatnya.
2. Ibrahim bin Adham
Seseorang tidak akan mencapai peringkat soleh
Kecuali setelah melewati enam pos penjagaan yaitu, hendak menutup
pintu gerbang kenikmatan dan membuka pintu gerbang kesulitan,
hendak menutup pintu gerbang kemusyrikan dan membuka pintu
gerbang kehinaan, hendak menutup pintu gerbang hidup santai dan
membuka gerbang hidup kerja keras, menutup gerbang tidur dan
membuka gerbang jaga tengah malam, menutup gerbang kekayaan
dan membuka gerbang kemiskinan, menutup gerbang cita-cita dan
membuka gerbang siap menghadapi mati.
3. Sufyan al-sauri
Page | 13
Beliau pernah mengajarkan kepada muridnya agar hidup jangan
terpengaruh oleh kemewahan dan kemegahan duniawi, jangan suka
menjilat kepada raja-raja dan penguasa , muru’ah harus dijaga dan
dipelihara sebaik-baiknya dan jangan sampai mengemis-ngemis
dengan pemimpin. Jalani hidup dengan bersahaja,penuh
kesederhanaan, dan tidak terpukau dengan kemegahan dan
kemewahan duniawi.
4. Ma’ruf alkarkhi
Beliau berpendapat bahwa “tasawuf adalah mengambil hakikat dan
berlepas diri apa saja yang ada di tangan mahluk.
5. Abu sulaiman al-darani
Beliau berpendapat bahwa tasawuf adalah orang yang tidak dapat
bersikap zuhd terhadap pesona dunia, kecuali orang yang kalbunya di
isi Allah dengan nur-Nya sehingga segenap rasa dan fikirannya tertuju
kepada masalah-masalah akhirat saja.
6. Al-Qusyairi
Beliau berpendapat setiap tasawuf yang tidak dibarengi kebersihan
maupun penjauhan diri dari maksiat adalah tasawuf palsu serta
memberatkan diri dan setiap yang batin itu bertentangan dengan yang
lahir adalah keliru dan setiap tauhid yang tidak dibenarkan Al-Qur`an
maupun Alsunnah adalah pengingkaran tuhan serta bukannya tauhid,
serta setiap pengenalan terhadap Allah (Ma`rifah) yang tidak
dibarengi kerendahan hati maupun kelurusan jiwa adalah palsu.
G. Perkembangan Tasawuf di Indonesia
1. Riwayat Hidup Hamzah Al-Fansuri
Nama Hamzah Al-Fansuri tidak asing lagi di kalngan ulama dan
sarjana penyelidik keislaman di Indonesia. Hampir semua penulis
sejarah Islam mencatat bahwa Syeikh Hamzah Al-Fansuri dan
muridnya Syeikh Syamsuddin Sumatrani termasuk tokoh sufi yang
sepaham dengan Al-Hallaj. Paham hulul,ittihad,mahabbah dan lain-
lain adalah seirama. Syeikh Hamzah Fansuri diakui sebagai pujangga
Page | 14
Islam yang sangat popular di zamannya kini sehingga kini namanya
menghiasi lembaran kesusatraan Melayu dan Indonesia
Ajaran Tasawuf Hamzah Al-Fansuri
Pemikiran-pemikiran Al-Fansuri tentang tasawuf banyak
dipengaruhi Ibn ‘Arabi dalam paham wahdat wujud-nya. Sebagai
seorang sufi, ia mengajarkan bahwa Tuhan lebih dekat daripada leher
manusia sendiri, dan bahwa Tuhan tidak bertempat, sekalipun sering
dikatakan bahwa Ia ada dimana-mana. Ketika menjelaskan ayat
“fainama tuwallu fa tsamma wajhu’illah” ia katakan bahwa
kemungkinan untuk memandang wajah Allah dimana-mana
merupakan unio-mistica. Para Fusi menafsirkan “wajah Allah” sebagai
sifat-sifat Tuhan seperti Pengasih, Penyayang, Jalal, dan Jamal. Dalam
salah satu sya’irnya, Al-Fansuri berkata :
Mahbubmu itu tiada berha’il
Pada ayna ma tuwallu jangan kau ghafil
Fa tsamma wajhullah sempurna wasil
Inilah jalan orang yang kamil
Hamzah Al-Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama
Hindu yang membayangkan Tuhan berada dibagian tertentu dari
tubuh, seperti ubun-ubun yang dipandang sebagai jiwa dan dijadikan
titik konsentrasi dalam usaha mencapai persatuan.
Diantara ajaran tasawuf Al-Fansuri yang lain berkaitan dengan
hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya, wujud itu hanyalah satu
walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu ini, ada yang
merupakan kulit (mazhar,kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi
(kenyataan batin). Semua benda yang ada, sebenarnya merupakan
manifestasi dari yang haqiqi yang disebut Al-Haqq Ta’ala. Ia
menggambarkan wujud Tuhan bagaikan lautan dalam yang tak
bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan
wujud tuhan. Pengaliran dari Dzat yang mutlak ini diumpamakan
gerakombak yang menimbulkan uap,asap,awan yang kemudian
Page | 15
menjadi dunia gejala. Itulah yang disebut ta’ayyun dari Dzat yang la
ta’ayyun itu pulalah yang disebut tanazul. Kemudian segala sesuatu
kembali lagi kepada Tuhan (tarraqi) yang digambarkan bagaikan
uap.asap.awan, lalu hujan dan sungai dan kembali lagi kelautan
2. SYEIKH ABDUR RAUF AL-SINKILI
1. Riwayat Hidup Abdur Rauf As-Sinkili
Abdur Rauf As-Sinkili adalah seorang ulama dan mufti besar
Kerajaan Aceh pada abad ke 17 (1606-1637). Nama lengkapnya adalah
Syeikh Abdur Rauf bin Ali-Al-Fansuri. Sejarah telah mencatat bahwa
As-Sinkili merupakan murid dari dua orang ulama sufi yang menetap
di Mekah dan Madinah. Ia sempat menerima ba’iat Tarekat Syathiriah
disamping ilmu-ilu Sufi yang lain, termasuk sekte dan bidang ruang
lingkup ilmu pengetahuan yang ada hubungan dengannya.
Menurut Hasyimi, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, ayah As-
Sinkili berasal dari Persia. Ia datang ke Samudera Pasai pada akhir
abad ke-13 dan kemudian menetap di Fansur, Barus, sebuah kota
pelabuhan tua di pantai barat sumatera. Pendidikannya dimulai dari
ayahnya di Simpang Kanan (Sinkil). Ia belajar ilmu-ilmu agama,
sejarah, bahasa arab, mantiq, filsafat, sastra Arab/Melayu, dan bahasa
Persia kepada ayahnya. Pendidikannya kemudian dilanjutkan ke
Samudera Pasai dan belajar di Dayah Tinggi pada Syeikh Sam Ad-Din
As-Sumatrani. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Arabia.
Berkenaan dengan perjalanan rohaninya, As-Sinkili telah memakai
“khirqah”, yaitu sebagai pertanda telah lulus dalam pengujian secara
suluk. Ia teah diberi selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai
pertanda pula bahwa ia telah dilantik sebagai Khalifah Mursyid dalam
orde Tarekat Syathariyah. Yang berarti ia memboleh memba’iat orang
Page | 16
lain. Telah diakui bahwa ia mempunyai silsilah yang bersambug dari
gurunya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
As-Sinkili mempunyai banyak murid. Salah satu diantaranya
adalah Syeikh Burhanuddin Ulakkan (wafat 1111 H/1691 M) yang
aktif mengembangkan Tarekat Syathariyah. Tersebarnya Tarekat
Syathariyah dari Aceh hingga Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
hingga Cirebon Jawa Barat, manakala kita kaji dengan teliti selalu
memiliki persambungan silsilah As-Sinkili.
Di antara karya-karya As-Sinkili adalah :
a. Mir’at Ath-Thullab (fiqih Syafi’I bidang mu’amalah)
b. Hidayat Al-Balighah (fiqih tentang sumpah, kesaksian,
peradilan, pembuktian, dan lain-lain)
c. ‘Umdat Al-Muhtajin (tasawuf)
d. Syams Al-Ma’rifah (tasawuf tentang ma’rifat)
e. Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf)
f. Daqa’iq Al-Huruf (tasawuf)
g. Turjuman Al-Mustafidh (tadsir), dan lain-lain
2. Ajaran Tasawuf Abdur Ra’uf As-Sinkili
Sebelum As-Sinkili membawa ajaran tasawufnya, di Aceh
telah berkembang ajaran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf wujudiyyah
yang kemudian dikenal dengan nama wahdat-Al-wujud. Ajaran
tasawuf wujudiyyah ini dianggap Ar-Raniri sebagai ajaran sesaat
dan penganutnya sebagai orang yang murtad. Sehingga terjadilah
proses penghukuman bagi mereka. Tindakan Ar-Raniri dinilai As-
Sinkili sebagai perbuatan yang emosional. Itulah sebabnya Al-
Sinkili menanggapi persoalan aliran wujudiyyah dengan penuh
kebijaksanaan.
As-Sinkili berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dengan
syari’at. Ajaran tasawufnya sama dengan Syamsuddin dan
Page | 17
Nuruddin, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni
Allah. Alam ciptaan-Nya bukanlah merupakan wujud hakiki, tetapi
bayangan dari yang hakiki. Menurutnya, jelaslah bahwa Allah
berbeda dengan alam. Walaupun demikian, antara bayangan (alam)
dan yang memancarkan bayangan (Allah) tentu memiliki
keserupaan. Maka sifat-sifat manusia adalah bayangan-bayangan
Allah, seperti yang hidup, yang tahu, dan yang melihat. Pada
hakikatnya, setiap perbuatan adalah perbuatan Allah.
Zikir dalam pandangan As-Sinkili, merupakan suatu usaha
untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Dengan berzikir,
hati selalu mengingat Allah. Tujuan zikir adalah mencaai fana’
(tidak ada wujud selain wujud Allah). Itu berarti wujud yang
berzikir bersatu dengan wujud-Nya, sehingga mengucapkan zikir
adalah Dia.
Ajaran tasawuf As-Sinkil yang lain bertalian dengan
martabat perwujudan Tuhan. Menurutnya, ada tiga martabat
perwujudan Tuhan. Pertama,martabat ahadiyyah atau la ta’ayyum,
yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang
masih berada didalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau
ta’ayyun awwal, yaitu telah terciptanya haqiqat Muhammadiyah
yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga ,martabat wahdiyyah
atau ta’ayyun tsan, yang disebut juga dengan ‘ayan tsabita, dan
dari sinilah alam tercipta. Menurutnya, ucapan “Aku Engkau, Kami
Engkau, dan Engkau Ia” hanya benar pada tingkat wahdah atau
ta’ayyun awwal karena unsur Tuhan dan unsur manusia pada
tingkat itu belum dapat dibedakan. Tingkatan itulah yang dimaksud
Ibn ‘Arabi dalam sya’ir-sya’irnya. Akan tetapi, pada tingkatan
wahidiyyah atau ta’ayyun tsani, alam sudah memiliki sifatnya
sendiri, tetapi Tuhan adalah cermin bagi insan kamil dan
sebaliknya. Namun, Ia bukan pula yang lainnya. Bagi As-Sinkili,
Page | 18
jalan untuk mengesakan Tuhan adalah dengan zikir la ilaha
illa’llah sampai tercipta fana
3. NURUDDIN AR-RANIRI
1. Riwayat hidup
Ar-raniri dilahirkan di ranir, Gujarat, india. Nama lengkapnya
adalah nuruddin Muhammad bin hasanjin al-hamid al-syafi’ial –
raniri. Lahir diperkirakan sekitar abad ke 16 pendidikannya
diperoleh di ranir dan kemudian melanjutkan kewilayah
hadhramaut. Ketika ia berada di negri asalnya ia sudah menguasai
banyak ilmu agamadiantara guru yang paling banyak
mempengaruhi beliau adalah Abu Nafs Sayyid Imam bin Abdullah
bin syaiban, seorang guru tarekat rifa’iyah keturunan hadhramaut
Gujarat india.
Menurut catatan Azyumardi Azra, Ar-raniri merupakan
seorang tokoh pembaharuan di aceh. Ia memulainya setelah
mendapat pijakan yang kuat dari istana Aceh. Pembaharuan
utamanya adalah memberantas aliran wujudidiyyah yang dianggap
sebagai aliran sesat. Ar- Raniri juga dikenal sebagai syekh islam
yang mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa tentang aliran
wujudiyyah. Bahkan lebih jauh ia mengeluarkan fatwa untuk
memburu aliran aliran sesat
Diantara karya-karya yang pernah di tulis adalah
a. Ash-Shirath al-Mustaqim (fikih bahasa melayu)
b. Bustan As-Salatin fi Dzikr Al Awwalin Wa Al-Akhirin (bahasa
melayu)
c. Durrat Al-Fara’idh Bi Syarhi Al-Aqa’id (akidah, bahasa
melayu)
d. Shifa’ Al-Qulubii( cara-cara berzikir, bahsa melayu)
2. Ajaran tasawuf nuruddin Ar-Raniri
Page | 19
a. Tentang Tuhan
Pendirian beliau dalam msasalah ketuhanan bersifat
kompromis. Ia berusaha menyatukan paham mutakallimin
dengan paham sufi yang di wakili ibn’arabi. Ia berpendapat
bahwqa ungkapan “wujud allah dalam alam esa” berarti alam
ini bererti sisi-sisi lahiriyah dari hakikatnya yang batin, yaitu
allah sebagai mana yang dimaksud Ibn’ Arabi. Namun unkapan
itu menjelaskan bahwa lam itu tidak ada, yang ada hanyalah
wujud Allah yang Esa. Jadi tidak dapat dikatakan bahwa alam
ini berbeda atau bersatu dengan allah.
b. Tentang Alam
Beliau berpendapat bahwa lam ini diciptakan Allah memelalui
tajali. Ia menolak teori al- faidh (emanasi) Al-Farabi karena hal
itu dapat memunculkan pengakuan bahwa alam ini qadim
sehingga menjerumuskan padsa kemusyrikan.
c. Tentang Manusia
Manusia menurut beliau adalah makhluk allah yang paling
sempurna di dunia ini sebab manusia merupakan khalifah Allah
di muka bumi yang di jadikan sesuai citra-nya, juga ia
merupakan mazhhar ( tempat kenyataan asma dan sifat Allah
paling lengkap dan menyeluruh) konsep insan kamil, katanya
pada dasarnya hamper sama dengan apa yang telah digariskan
oleh Ibn’ Arabi
d. Tentang Wujudiyyah
Inti ajaran wujudiyyah menurut Ar-Raniri berpusat pada
wahdat Al- Wujud. Yang di salah artikan kaum wujudiyyah
dengan arti kemanunggalan Allah dengan alam. Menurutnya
pendapat Hamzah Al-Fansuri tentang wahdat Al-wujud dapat
membawa kepada kekafiran Ar-Raniri berpandangan bahwa
jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, dapat dikatakan
bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia dan
Page | 20
jadilah seluruh makhluk sebagai Tuhan. Semua dilakukan
manusia, baik buruk atau baik, Allah turut serta melakukannya.
Jika denikian halnya, maka manusia mempunyai sifat-sifat
Tuhan
e. Tentang hubungan Syari’at dan Hakikat
Pemisahan antara syari’at dan hakikat, menurut Ar-
Raniri,merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan
argumentasinya,ia mengajukan beberapa pendapat pemuka
sufi,diantaranya adalah Syekh Abdullah Al-Aidarusi yang
menyatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali
melalui syari’at yang merupakan pokok dan cabang islam
4. Syeikh Yusuf Al-Makasari
1. Riwayat Hidup Syeikh Yusuf Al-Makasari
Syeikh Yusuf Al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung
yang berasal dari Sulawesi. Ia dilahirkan pada tanggal 8 syawal
1036 H atau bersamaan dengan 3 Juli 1629., yaitu ketika Sulawesi
baru saja kedatangan tiga orang penyebar Islam yaitu Datuk Ri
Bandang dan kawan-kawannya dari Minangkabau. Dalam suatu
karangannya, ia menulis belakang namanya dengan bahasa Arab
“Al Makasari”, yaitu nama kota di Sulawesi Selatan.
Naluri fitrah pribadi Syeikh Yusuf sejak kecil telah
menampakkan kecintaannya pada pengetahuan keislaman. Dalam
tempo yang relative singkat, ia telat tamat mempelajari Al-Qur’an
30 juz. Setelah lancar dan hafal Al-Qur’an, ia mempelajari
pengetahuan lain, seperti ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan,
maani, badi’, balaghah, dan manthiq. Ia pun belajar pula ilmu fiqih,
ilmu ushuluddin dan ilmu tasawuf. Ilmu yang terakhir ini
tampaknya lebih serasi pada pribadinya.
Di masa Syeikh Yusuf, hampir setiap orang menggemari ilmu
tasawuf. Orang yang hidup di zaman itu lebih mementingkan
Page | 21
mental dan material. Ini dilakukan untuk mengimbani berbagai
agama dan kepercayaan yang memang menjurus kearah itu pula.
Syeikh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Di kota
ini, ia menerima tarekat dai Syeikhnya yang terkenal, yaitu Syeikh
Abi Abdullah Muhammad Baqi Billah. Pengetahuan tarekat yang
dipelajarinya cukup banyak bahkan melebihi ulama-ulama
dimasanya maupun masa kini. Secara ringkas tarekat-tarekat yang
telah dipelajarinya adalah berikut ini:
a. Tarekat Qadiriyah diterima dari Syeikh Nuruddin Al-Raniri di
Aceh
b. Tarekat Naqsabandiyah diterima dari syeikh Abi Abdillah
Abdul Baqi Billah
c. Tarekat As-Saadah Al-Baalawiyah diterimanya dari Sayyid Ali
di Zubeid/Yaman
d. Tarekat syathariyah diterimanya dari Ibrahim Al Kurani
Madinah
2. Ajaran Tasawuf Syeikh Yusuf Al-Makasari
Berbeda dengan kecenderungan sufisme pada masa-masa awal
yang mengelakkan kehidupan duniawi, syeikh Yusuf
mengungkapkan paradigm sufistiknya bertolak dari asumsi dasar
bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek lahir (syari’at)
dan aspek batin (hakikat). Syariat dan hakikat harus dipandang dan
diamalkan sebagai suatu kesatuan.
Meskipun berpegang teguh pada transedensi Tuhan, ia
meyakini bahwa Tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat
dengan sesuatu itu. Syeikh Yusuf mengembangkan istilah Al-
ihathah (peliputan) dan Al-ma’iyyah (kesertaan). Kedua istilah itu
menjelaskan bahwa Tuhan turun (tanazul), sedangkan manusia naik
(taraqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin
dekat. Syeikh Yusuf menggarisbawahi bahwa proses ini tidak akan
mengambil bentuk kesatuan wujud antara manusia dengan Tuhan.
Page | 22
Sebab, Al-ihathah dan Al-ma’iyyah Tuhan terhadap hamba-Nya
adalah secara ilmu. Menurutnya, fana’ adalah hamba yang tidak
memiliki kesadaran tentang dirinya, merasa tidak ada hanya saja ia
menyadari sebagai perwujudan. Pandangan tentang Tuhan diatas
secara umum mirip dengan wahdat Al-wujud dalam filsafat mistik
Ibn ‘Arabi.
Syeikh Yusuf berbicara pula tentang insane kamil dan proses
penyucian jiwa. Ia mengatakan bahwa seorang hamba akan tetap
hamba walaupun telah naik derajatnya, dan Tuhan akan tetap
Tuhan walaupun turun pada diri hamba. Dalam proses penyucian
jiwa, ia menempuh cara yang moderat. Menurutnya, kehidupan
dunia bukanah untuk ditinggalkan dan hawa nafsu tidaklah harus
dimatikan. Sebaliknya, hidup diarahkan untuk menuju Tuhan.
Gejolak hawa nafsu harus dikendalikan melalui tertib hidup dan
disiplin diri atas dasar orientasi ketuhanan yang senantiasa
melindungi manusia. Berkenaan dengan cara-cara menuju Tuhan,
ia membaginya dalam tiga tingkatan. Pertama,tingkatan akhyar
(orang-orang terbaik), yaitu dengan memperbanyak shalat, puasa,
membaca Al-Qur’an, naik haji, dan berjihad di jalan Allah. Kedua,
cara mujahadat Asy-syaqa’ (orang-orang yang berjuang melawan
kesulitan), yaitu latihan batin yang keras untuk melepaskan
perilaku buruk dan menyucikan pikiran dan batin dengan lebih
memperbanyak amalan batin dan melipatgandakan amalan-amalan
lahir. Ketiga, cara ahli ad-dzikr, yakni jalan bagi amalan yang telah
kasyaf untuk berhubungan dengan Tuhan, yaitu orang-orang yang
mencintai Tuhan, baik lahir maupun batin. Mereka sangat menjaga
keseimbangan kedua aspek ketaatan itu.
H. Sejarah Munculnya Tasawuf Islam
Di tengah-tengah kelompok tersebut dan di kalangan para ahli
zuhud, zuhud mulai menyaksikan perkembangan baru yang membawanya
Page | 23
kepada nama baru, yaitu Tasawuf, serta kelompok baru bernama As-
sufiyah. Perkembangan ini tidak terlepas dari sebagian faktor atau
fenomena internal dan eksternal. Faktor eksternal terpulang kepada
permulaan atau pertengahan abad kedua –di mana bahwa para zuhud
waktu itu lebih meng-utamakan berpakaian sof (wol) sebagai selogan
tawadlu, pakaian orang-orang soleh, simbol keprihatinan serta unjuk
protes terhadap kemegahan serta kegelamoran dunia, bahkan pakaian itu
telah menjadi pakaian khas mereka.
Dari sini para Sufi itu satu sama lain mulai berkumpul; mulai
memilih orang yang patut di antara mereka menjadi pemimpin atau
pembimbing atau para syekh, Yang di dalam kepribadiannya telah
terkumpul sifat-sifat atau karakteristik yang menjadikan mereka layak
berdiri didepan saudara-saudaranya. Diantara salah satu kelebihan atau
keistimewaan yang terpenting adalah mereka mampu merenungkan,
menyimpan pengalaman spritual mereka, dan mampu mendeskripsikan
serta mengekspresikan kembali pengalaman spritual tersebut. Deskripsi
spritual ini tidak mereka ambil dari orang-orang sebelum mereka akan
tetapi benar-benar bersumber dari pengalaman dan petualangan spiritual
yang mereka alami sendiri.
Pengalaman itu memberikan ilmu khusus dan pengetahuan pribadi
bagi mereka, terkadang sebagian mereka ada yang merasa terpaksa untuk
mengungkapkan pengetahuan itu dan sulit disembunyikan gejolak
perasaan yang memenuhi qalbunya, seola-olah –dalam kondisi seperti itu-
ia seperti tengah terjadi al-wajdu al-fana (megalami satu kondisi
kebersamaan kepada Allah yang kuat dalam dirinya) atau dilanda perasaan
seperti yang melanda para seniman atau penyair, oleh karena itu mereka
mendapatkan kebebasan dalam mengungkapka apa yang tengah bergejolak
dalam dadanya, dalam hal ini imam al-Hakim at-Tirmidzi berkata:
“Tidaklah aku menyusun satu huruf tentang sebuah perancangan, tidak
Page | 24
juga agar sesuatu itu dinisbatka kepada diriku, namun ketika aku merasa
sempit aku menjadi terhibur “.
Mulailah mereka mencatat khawatir (lintasan pikiran dan jiwa
sebagai apresiasi kondisi spiritual yang bersih) mereka, menyusun
pengalaman-pengalam an mereka, serta berbicara tentang zauk, dan
mawajid mereka. Bermunculanlah sebagian artikel-artikel yang berbicara
tentang pengalaman spritual. Tidak hanya itu, bahkan sebagian mereka
sudah ada yang mendiskusikannya atau berbicara tentang tasawuf di
masjid-masjid. Orang pertama diantara mereka adalah Abu Zakaria Yahya
bin Muaz Ar-Razi (W : 275 H), dan Abu Hamzah Al-Bagdadi yang
sebelum bicara di masjid Madinah ia telah berbicara di Bagdad terlebih
dahulu.
Dan kewajiban para syekh adalah menjelaskan pesan-pesan kepada
para pengikutnya, membatasi kaidah-kaidah suluk serta etikanya (adab)
dan menulis buku-buku dan artikel-artikel yang berhubungan tentang
tasawuf. Dari sini mulailah dikenal sejumlah tokoh-tokoh sufi pada abad
ketiga hijriyah dan setelahnya, di-antarnya: Imam Muhasibi, Sahal at-
Tusturi, al-Junaidi al-Bagdadi, Imam al-Ghazali, dan Abdul Qodir al-
Jilani. Sebagian mereka ada yang merasa cukup mengajarkan ilmu tasawuf
secara lisan, oleh karenanya mereka tidak menulis buku-buku, bahkan
mereka mengatakan: “Buku-bukuku adalah para sahabatku
(murid/pelanjutnya)”
Diantara moti-motif terpenting penulisan karya-karya tasawuf
adalah untuk mengkanter para penyeleweng yang dilakukan oleh para
pengaku-aku tasawuf. Tujuan ini sangat jelas sekali terdapat pada setiap
muqoddimah buku-buku tasawuf, seperti buku Atta’arruf karya al-
Kalabadzi, Alluma’ karya imam at-Thusi dan Ar-risalah karya imam al-
Qusyairi. Begitu pula diantara tujuan-tujuan terpenting mereka adalah
menghadapi serangan-serangan yang diarahkan kepada kaum Sufi
Page | 25
semenjak kelompok ini memiliki label khusus dalam pakaian, dan
manhajnya, kemudian sebagaian para penysusun buku-buku tasawuf
berupaya menjelaskan dasar-dasar tarbiyah tasawuf (tarekat), membatasi
unsur-unsurnya secara umum, juga berusaha memunculkan pandangan
kelompok sufi terhadap ilmu-ilmu kelompok lain yang semasa dengan
mereka, seperti para fuqoha, mufassirin, mutakallimin, dan , ulama-lain
yang sepadannya. Diantara mereka misalnya Abu Thalib al-Makki dalam
bukunya qutul qulub (konsumsi pokok qalbu).
Ibnu Khaldun berkata: ketika ilmu pengetahuan ditulis dan
dibukukan, para fuqoha menyusun fikih, serta usulnya, ahli kalam
meyusun ilmu kalam, mufassirin menulis tafsir, dan lain sebagainya, para
tokoh sufi juga melakukan hal yang sama, menulis dan menyusun buku-
buku tasawuf setelah sebelumnya thoriqoh hanya sebuah ritual ibadah saja
dan hukum-hukumnya hanya bersumber dari dada (hafalan) para
tokohnya, sebagaimana halnya terjadi pada semua ilmu yang dibukukan,
seperti tafsir, Hadis, fikih, usul dan lain sebagainya.
Ibnu Taimiyah menyebutkan, ilmu tasawuf pertama kali muncul di
kota Bashroh, hal itu ditandai dengan adanya sifat zuhud, ibadah dan rasa
takut yang berlebihan serta hal ini tidak dialami seluruh penduduk kota
besar, karenanya, pada saat itu dikenal fikih ahli Kufah dan ibadah ahli
Bashrah. Dapat dikatakan bahwa tasawuf muncul secara alami dalam
lingkuangan Islam sebagai dampak dari beberapa faktor yang ada di dalam
lingkungan tersebut. Dan ilmu ini tetap akan terwujud, walaupun kaum
muslim tidak memiliki kontak langsung dengan kebudayan asing, atau
bentuk-bentuk tasawuf yang lain. Tokoh-tokoh tasawuf sering kali
menjelaskan bahwa tasawuf mereka bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.
Mereka sering kali mengulang-ngulang dalam berbagai kesempatan serta
kukuh dengan sikap itu di berbagai kondisi agar hal itu melekat di dalam
jiwa pengikutnya. Sebagaiman imam Junaidi bertutur: “Mazhab kami ini
berpegang teguh dengan dasar-dasar Al-Qur’an dan Sunnah”. Ia berkata
Page | 26
lagi: “Semua jalan (manhaj) terhalang bagi makhluk kecuali orang-orang
yang meneladani Nabi serta mengikuti Sunnah dan tetap konsekwen dalam
manhajnya”. Ketika salah seorang tokoh sufi ditanya tentang bid’ah, ia
menjawab: “bid’ah itu adalah melanggar hukum, mengabaikan Sunnah,
mengikuti jalan pikiran manusia dan hawa nafsu, serta tidak meneladani
dan mengikuti Nabi saw”.
Maka pada akhir abad ini, serta pada abad ketiga dan keempat
Hijriyah tasawuf menurut tokoh-tokohnya adalah “sekumpulan etika,
akhlak, dan keyakinan-keyakinan yang sangat dipegang teguh oleh para
sufi dan kalangan elit ulama”.
Dapat kita katakan terhadap tasawuf macam ini adalah Tasawuf
Sunni, yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah,
bersumber serta tidak keluar dari batas-batasnya, mengontrol prilaku,
lintasan hati, dan pengetahuan mereka dengan dua neraca itu. Selama para
tokoh tasawuf ini mengumandangkan loyalitas mereka kepada Syari’ah
Allah, maka kita harus meyidang mereka menurut dua standar di atas,
karena itu adalah standar apa yang mereka ridlai. Jika perkataan dan
perbuatan mereka sesuai dengan Syari’ah maka kita terima, sementara jika
melanggarnya, maka kita harus menolak dan meninggalkannya.
Salah seorang syekh tasawuf mengatakan hal ini secara terang-
terangan. Syekh Abul Hasan syazili pernah berkata kepada salah seorang
muridnya: “Apabila Kasyafmu bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah, maka engkau harus tetap komitmen terhadap keduanya dan
tinggalkanlah kasyafmu itu, dan katakanlah kepada dirimu bahwa Allah
telah menjamin keselematanku dalam Al-Qur’an dan Sunnah, sementara
aspek kasyaf, ilham, dan musyahadah tidak memberikan jaminan
kepadaku”.
Page | 27
Sementara dikalangan kaum muslimin sendiri juga terdapat tasawuf lain
yang berbeda dari apa yang telah kita bicarakan. Yang kita kenal dengan
nama tasawuf asing (mistis) atau tasawuf filsafat. Maksud tasawuf filsafat
ini adalah tasawuf yang membahas tentang pemikiran-pemikiran , atau
tema-tema yang memiliki kesamaan pada apa yang kita dapati di sebagian
formulasi ajaran kerohanian yang ada di luar lingkuangan ummat Islam,
contohnya seperti kerohanian hindu, masehi, atau Flato modern.
Keberadaan tasawuf ini dikalangan ummat Islam disebabkan
beberapa faktor. Secara umumnya dapat dikatakan bahwa sebagian
kelompok sufi telah mendapat kesempatan berkomunikasi atau mengenal
langsung macam-macam ajaran mistis asing. Hal itu terkadang berpulang
pada tarjamah-tarjamah yang menjadi sebuah faktor umat Islam mengenal
turos bangsa-bangsa lain. Faktor lain juga disebabkan setelah futuhat Islam
kaum muslimin menjalin kontak langsung dengan bangsa-bangsa yang
memang sudah mempunyai akar kuat pada ajaran mistis seperti Hindu, dan
Persia . Barangkali juga asal-usul sebagian kelompok sufi tersebut berasal
dari bangsa-bangsa ini. Tidak salah kalau kita megatakan bahwa agama-
agama minoritas juga memiliki pengaruh terhadap masalah ini, hal itu
merupakan dampak dari adanya komunikasi dengan para pendeta Nasrani,
atau Yahudi, terlebih lagi di antara mereka ada yang dikenal sebagai orang
yang sering menta’wilkan teks-teks agama.
Buah dari komunikasi dengan sejumlah referensi ini, maka kita
sering mendapati diantara orang-orang yang memliki loyalitas kepada
tasawuf ada yang berbicara tentang ittihad, wihdatul wujud, atau suqut at-
taklif (terbebas dari taklif agama) dari para wali, dan tema-tema lain yang
tidak mudah dirujuk kepada Islam, namun lebih mudah dikembalikan pada
sumber-sumber asing di luar Islam.
Oleh karena itu, tasawuf digambarkan sebagi sebuah bid’ah, atau
kependetaan, padahal para pembaharu tasawuf Sunni terus mengawasi
Page | 28
teori asing ini dan mengkanter para tokohnya serta menjelaskan hal-hal
yang menyimpang dari Syari’ah Islam. Di samping mereka juga
melakukan hal yang sama menjelaskan aqidah mereka, dan menjelaskan
dasar-dasar Syari’ah yang menjadi landasan berdirinya torekat (tarbiyah)
mereka. Karena itu tidak heran bila kita temukan di sejumlah buku-buku
tasawuf dimulai dengan menjelaskan aqidah sufi yang berhubungan
dengan Allah dan sifat-sifat- Nya, keNabian dan karekteristik serta
kedudukannya. Semua itu telah dijelaskan dalam kitab at-Ta’aruf, al-
Luma’, Qutul Quluub, Risalah Qusyairiyah, dan karya-karya Sufi lain
yang berbicara tentang hal itu.
Ketika kelompok sufi pertama telah membagi antara ilmu Syari’ah
(ilmu zhohir) yang tampak pada lahiriyah, dan ilmu hakikat (ilmu bathin)
yang stresingnya adalah hati, maka mereka mulai menysusun terminologi-
terminologi khusus untuk kalangan mereka sendiri serta simbol-simbol
tertentu yang hanya dapat dipahami dengan betul oleh seorang yang
belajar langsung dengan mereka. Maka berbondong-bondongl ah orang
mendatangi mereka untuk bergabung dan menimba ilmu, namun metoda
kelompok Sufi pertama ini belum sempurna dan terorganisir dengan baik,
sebagaimana metoda sufi belakangan. Di mana mereka masih individual
yang terpisah-pisah dan tidak memiliki ikatan diantara mereka. (belum
terorganisir) .
Pada abad kelima muncullah Imam Ghozali r.a (w: 505 H) kita
dapati bahwa ia memiliki pemahaman tasawuf yang tidak jauh berbeda
dengan apa yang dipahami oleh para sufi di masa pertama. Ia berpendapat,
bahwa tarekat tarbiyah tasawuf merupakan persembahan mujahadah dan
penghapusan sifat-sifat tercela. Tarbiyah ini berpulang kepada semata-
mata upaya pembersihan jiwa dari seorang salik (seorang insan tarbiyah),
penjernihan dan pencerdasan, kemudian penyiapan dan penyerahan diri
kepada Allah. Imam Ghozali telah menjelaskan kaidah-kaidah suluk
(tarbiyah ruhiyah) secara terperinci, seperti hubungan seorang murid
Page | 29
dengan Syekh (murobbi), menjelaskan tentang tata cara uzlah, dzikir, dan
semua yang berhubungan dengan kaidah-kaidah tersebut. Bahkan Ia juga
melandasi kaidah-kaidah taswuf Sunni yang memperhatikan sisi
pendidikan akhlak dalam dunia Islam, meyatukan antara ilmu syari’ah
(ilmu lahiriyah) dan ilmu hakikat (bathin), serta menolak bentuk-bentuk
tasawuf lain yang menyimpang, seperti tasawuf filsafat yang berdiri atas
pemikiran hulul dan ittihad.
Tidak lama kemudian bermunculanlah para pembesar Tasawuf
yang mengagumi konsep dan orientasi Imam Ghozali ini, kami sebutkan di
antara mereka adalah: Syekh Abdul Qodir Jailani (W:561 H) pendiri
thoriqoh Qhodiriyah, dan Syekh Ahmad Rifai (w:578 H) pendiri thoriqoh
Rifaiyyah, kemudian terus bermunculan pembesar Syekh tasawuf di
beberapa negara Islam dan thoriqoh sufiyyah itu terus berkembang dan
tersebar sejak abad ke IV Hijriyah sampai saat ini.
Sejak abad itu kata tasawuf dilekatkan kepada: “sekumpulan
individu-individu kaum sufi yang berafiliasi kepada syekh tertentu, dan
patuh terhadap sistem suluk (tarbiyah ruhiyah) secara detail, dan mereka
hidup secara kolektif di berbagai zawiyah, rubbat, dan khanoqoh, atau
mengadakan perkumpulan rutin pada kesempatan-kesempat an tertentu,
serta mengadakan majlis-majlis ilmu dan zikir secara teratur”.
Toriqoh ini setelah berjalan secara individu akhirnya menjadi
sebuah tarbiyah tasawuf kolektif seperti madrasah spritual dalam dunia
Islam. Dan dapat dinamakan sistem ini dengan “Tasawuf Amali (praktis)
atau Thoriqoh Sufiyah. Syekh Abdul Qodir Jilani dalam hal ini merupakan
orang pertama yang mendirikan metoda Thariqoh praktis ini.
Page | 30
I. Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Moderen
Masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama di
suatu tempat dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan tertentu yang bersifat
mutakhir.
Pada masa yang akan datang tampaknya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknlogi serta industrialisasi akan berlangsung terus dan sangat
menentukan peradaban umat manusia, namun demikian masalah-masalah
moral dan etika akan ikut mempengaruhi pilihan komitmen agama benar-
benar terjadi, dan ini akan sangat mempengaruhi corak peradaban dimasa
depan.
Dengan demikian, bisa kita perkirakan beberapa kemungkinan corak
agama yang akan menjadi mentalitas masyarakat dimasa mendatang yaitu
sebagai berikut :
1. Kecenderungan bahwa Islam akan semakin kuat menjadi established
religion (agama mapan)
2. Kecenderungan bahwa Islam akan menjadi ethical religion.
3. Kecenderungan bahwa Islam akan menjadi spiritual religion.
Namun demikian, perlu di ingat bahwa tasawuf tidak bisa dipisahkan dari
kerangka pengalaman agama dan karena itu harus selalu berorientasi
kepada Al-Qur’an dan sunnah inilah yang mungkin disebutkan hamka
sebagai tasawuf modern yaitu membawa kemajuan, bersemangat tauhid
dan jauh dan kemusyrikan, bid’ah dan khufarot. Karena itu, gambaran
seorang sufi yang sejati telah nabi kita Muhammad SAW.
Page | 31
Dengan cara ini, maka akan tergabung kehidupan yang seimbang antara
lahir dan batin, duniawi dan ukhrawi, serta individu dan masyarakat.
Keseimbangan ini harus menjadi ruh bagi peradaban manusia dalam
kehidupan modern sekarang ini.
Page | 32
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tasawuf adalah suatu kegiatan yang dilakukan para sufi yang mana
mereka menjalankan kehidupan hanya semata-mata untuk mendapatkan
rida dari allah. Mereka selalu berbuat kebaikan di jalan Allah SWT dan
selalu berusaha menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Mereka menjalankan
kehidupan secara sederhana. Fan ajaran tasawuf dibagi menjadi tiga yaitu
tasawuf falsafi, akhlaki dan amali. Dan menrut al-quran tasawuf adalah
ajaran yang datang dari Allah SWT, walaupun banyak pendapat yang
mengatakan bahwa tasawuf di pengaruhi oleh kebudayaan kelompok
tertentu. Fase awal tumbuhnya tasawuf disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu faktor agama, faktor politik dan faktor sosial.
B. Saran
Dengan mempelajari makalah tentang tasauf ini diharapkan kepada kita
semua agar lebih dekat lagi dengan Allah SWT. Dan kepada teman-teman
agar dapat mempelajari tasauf ini jauh lebih dalam lagi.
Page | 33
DAFTAR PUSTAKA
1. Asmaran As. 1996. Pengantar studi tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada
2. Rosihan A, Mukhtar S. 2000. Ilmu tasawuf. Bandung : pustaka setia