LAPORAN
MATA KULIAH TEKNOLOGI KEBUMIAN
DAERAH TERDAMPAK BANJIR DI BANDUNG
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo ,DEA., DESS.
Oleh :
Hamidatul Aminah (3515100043)
TANGGAL PELAKSANAAN13-19 Maret 2016
Jurusan Teknik Geomatika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Ph. 031-5929487
2016
i
Kata PengantarPuji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan ridha-Nya saya dapat menyeleaikan laporan praktikum “Teknologi Kebumian” ini dalam waktu yang ditentukan. Shalawat dan salam selalu tteercurahkan tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Laporan dengan judul “Daerah Terdampak Banjir di Bandung” ini tersusun atas hasil surfing internet. Tujuan dari laporan ini untuk memberikan informasi tentang kondisi dan daerah yang terkena banjir di kota Bandung.
Saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Pr Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo ,DEA., DESS. Selaku dosen Teknologi Kebumian.
Laporan ini memiliki beberapa kekurangan, kitik dan saran sangat membantu dalam pengembangan teknik penulisan saya.
Surabaya, 19 Maret 2016
Penulis
ii
Daftar Isi
Halaman Judul..........................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan..................................................................................................5
1.1 Latar Belakang.........................................................................................5
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................5
1.4 Manfaat....................................................................................................6
Bab II Dasar Teori...................................................................................................6
2.1 Teknologi Kebumian................................................................................6
2.2 Banjir.......................................................................................................6
Bab III Isi................................................................................................................9
3.1 Sejarah Kota Bandung..............................................................................9
3.2 Kondisi Geografis..................................................................................11
3.3 Sistem Drainase......................................................................................14
3.4 Bencana banjir Maret 2016....................................................................16
iii
iv
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kondisi Bumi saat ini tidak sama dengan satu abad yang lalu dimana
alam masih tampak hijau dan polusi yang masih minim. Saat ini, keadaan di
Bumi tidak stabil sehingga banyak terjadi bencana di beberapa tempat.
Mahasiswa Teknik Geomatika dituntut untuk dapat menganalisis
penyebab dan solusi dari bencana alam yang terjadi di Bumi. Salah satu
bencana yang sering terjadi pada musim penghujan adalah Banjir.
Dengan adanya penelitian ini Mahasiswa diharapkan dapat melakukan
analisis terhadap daerah – daerah rawan bencana banjir dan menyimpulkan
sebuah solusi sebagai penanggulangannya. Dalam hal ini, ilmu dan
teknologi kebumian dibutuhkan sebagai pedoman untuk penelitian.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang terdapat dalam
laporan ini,antara lain :
1. Bagaimana sejarah kota Bandung ?
2. Bagaimana Kondisi Geografis di kota Bandung ?
3. Bagaimana Kondisi dari sistem drainase di kota Bandung ?
4. Apa penyebab bencana banjir di Bandung pada Maret 2016 ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ditentukan, maka tujuan dari
penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui sejarah dari kota Bandung.
2. Mahasiswa dapat memahami kondisi geografis di kota Bandung.
3. Mahasiswa mengetahui sistem drainase di kota Bandung.
5
4. Mahasiswa dapat menyimpulkan penyebab dari banjir yang melanda
kota Bandung.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari laporan penelitian ilmu kebumian ini,
antara lain :
1. Mahasiswa mampu untuk menentukan wilayah/daerah rawan banjir
di suatu daerah.
2. Mahasiswa dapat menemukan solusi untuk mencegah dan
menanggulangi banjir di suatu daerah.
3. Mahasiswa memahami pentingnya peduli terhadap lingkungan
sekitar dengan menjaga alam.
Bab II Dasar Teori
2.1 Teknologi Kebumian
Teknologi kebumian adalah suatu ranah ilmu pengetahuan terapan yang
mencakup pemberian informasi mengenai permukaan bumi dengan berbagai
metode seperti fotogrametri, citra satelit, pengukuran terestris, hidrografi,
toponimi.
Dalam hal ini saya akan menjelaskan lebih lanjut tentang kawasan
daerah rawan bencana banjir di kota Bandung. penyebab dari bencana tersebut
akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian isi dalam laporan ini
2.2 Banjir
Banjir merupakan peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang
berlebihan merendam daratan. Di Uni Eropa mengartikan banjir sebagai
perendaman sementara oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air.
6
Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya pasang laut.
Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau
yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan
alaminya.
Banjir dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas
saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan
rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski
kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan
badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari
nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang
lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah
bukti bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat
banjir periodik.
Banjir tidak hanya diakibatkan oleh kapasitas curah hujan yang tinggi,
namun ada beberapa penyebab lain, yakni sebagai berikut :
1. Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat melebihi kapasitas
saluran sungai. Diakibatkan hujan deras monsun, hurikan dan depresi
tropis, angin luar dan hujan panas yang mempengaruhi salju. Rintangan
drainase tidak terduga seperti tanah longsor, es, atau puing-puing dapat
mengakibatkan banjir perlahan di sebelah hulu rintangan.
2. Banjir bandang akibat curah hujan konvektif (badai petir besar) atau
pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di belakang
bendungan, tanah longsor, atau gletser.
3. Penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin badai. Banjir badai
akibat siklon tropis atau siklon ekstratropis masuk dalam kategori ini.
4. Badai laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau hurricane..
Banjir badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropis masuk dalam
kategori ini.
7
5. Peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau bencana lain
seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi.
6. Kerusakan tak disengaja oleh pekerja terowongan atau pipa.
7. Pengelolaan tata ruang yang salah. Hal ini menyebabkan air tidak
mudah terserap atau lambat mengalirnya, sehingga debit air cepat
meningkat atau lebih banyak yang tertahan daripada yang tersalurkan
ataupun yang terserap.
8. Banjir lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian.
Sedimen kemudian terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi
tetap atau penumpukan dasar sungai. Endapan lumpur mudah diketahui
ketika mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir lumpur adalah proses
lembah bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang diakibatkan
pergerakan massal.
9. Banjir dapat terjadi ketika air meluap di permukaan kedap air (misalnya
akibat hujan) dan tidak dapat terserap dengan cepat (orientasi lemah
atau penguapan rendah).
Dampak dari banjir dengan beberapa penyebab yang telah disebutkan
diatas berupa : dampak primer, sekunder, dan tersier. Dampak primer
menyebkan kerusakan fisik, seperti : infrastruktur suatu tempat, bangunan,
kanal, dll. Dampak sekunder berpengaruh terhadap ketersedian air dan pangan,
kondisi pertanian, kondisi tanaman dan pohon, serta transportasi sekitar. Selain
itu, juga penyakit yang muncul saat dan setelah banjir terjadi. Terakhir, dampak
tersier yang mempengaruhi kondisi ekonomi suatu daerah, misalnya :
penurunan jumlah wisatawan, biaya pembangunan kembali, kelangkaan
makanan yang mendorong kenaikan harga, dll.
8
Bab III Isi
3.1 Sejarah Kota Bandung
Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena
terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang
lalu membentuk telaga. Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di
Bandung mengatakan bahwa nama Bandung diambil dari sebuah kendaraan
air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut
perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A.
Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat
kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di
Dayeuhkolot.
Berdasarkan filosofi Sunda, kata Bandung juga berasal dari kalimat
Nga-Bandung-an Banda Indung, yang merupakan kalimat sakral dan luhur
karena mengandung nilai ajaran Sunda. Nga-Bandung-an artinya
menyaksikan atau bersaksi. Banda adalah segala sesuatu yang berada di
alam hidup yaitu di bumi dan atmosfer, baik makhluk hidup maupun benda
mati. Sinonim dari banda adalah harta. Indung berarti Ibu atau Bumi,
disebut juga sebagai Ibu Pertiwi tempat Banda berada.
Dari Bumi-lah semua dilahirkan ke alam hidup sebagai Banda. Segala
sesuatu yang berada di alam hidup adalah Banda Indung, yaitu Bumi, air,
tanah, api, tumbuhan, hewan, manusia dan segala isi perut bumi. Langit
yang berada di luar atmosfir adalah tempat yang menyaksikan, Nu Nga-
Bandung-an. Yang disebut sebagai Wasa atau SangHyang Wisesa, yang
berkuasa di langit tanpa batas dan seluruh alam semesta termasuk Bumi.
Jadi kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam tempat segala
makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi
yang keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa.
9
Kota Bandung secara geografis memang terlihat dikelilingi oleh
pegunungan, dan ini menunjukkan bahwa pada masa lalu kota Bandung
memang merupakan sebuah telaga atau danau. Legenda Sangkuriang
merupakan legenda yang menceritakan bagaimana terbentuknya danau
Bandung, dan bagaimana terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, lalu
bagaimana pula keringnya danau Bandung sehingga meninggalkan
cekungan seperti sekarang ini. Air dari danau Bandung menurut legenda
tersebut kering karena mengalir melalui sebuah gua yang bernama
Sangkyang Tikoro.
Daerah terakhir sisa-sisa danau Bandung yang menjadi kering adalah
Situ Aksan, yang pada tahun 1970-an masih merupakan danau tempat
berpariwisata, tetapi saat ini sudah menjadi daerah perumahan untuk
pemukiman.
Kota Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan pemukiman sejak
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, melalui Gubernur Jenderalnya
waktu itu Herman Willem Daendels, mengeluarkan surat keputusan tanggal
25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk
kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi
kota Bandung.
Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari
Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906[11] dengan luas
wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha pada
tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.[12]
Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret 1946, sebagian kota ini
dibakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi
perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api
dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu kota ini
10
kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke
daerah lain.
3.2 Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Bandung terletak pada koordinat 107º 36’ Bujur
Timur dan 6º 55’ Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar 16.767 hektar.
Wilayah Kota Bandung dilewati oleh 15 sungai sepanjang 265,05 km, dengan
sungai utamanya yaitu Sungai Cikapundung yang mengalir ke arah selatan dan
bermuara ke Sungai Citarum.
Secara administratif, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat
berbatasan dengan beberapa daerah kabupaten/kota lainnya, yaitu:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten
Bandung Barat;
11
2) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota
Cimahi;
3) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung; dan
4) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.
Luas wilayah Kota Bandung berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya
Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung yang merupakan tindak lanjut
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan
Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, adalah 16.729,65 Ha. Luas tersebut
merupakan perubahan terakhir dari luasan sebelumnya, yaitu:
1) 1.922 Ha (tahun 1906–1917)
2) 2.871 Ha (tahun 1917–1942)
3) 5.413 Ha (tahun 1942–1949)
4) 8.098 Ha (tahun 1949–1987)
Wilayah Kota Bandung tersebut dibagi menjadi beberapa wilayah
administratif, yang terdiri atas:
1) 30 Kecamatan yang masing-masing dikepalai oleh seorang Camat,
2) 151 Kelurahan yang masing-masing dikepalai oleh seorang Lurah,
3) 1.561 Rukun Warga (RW) dan 9.691 Rukun Tetangga (RT).
Secara topografis, bentuk bentang alam Kota Bandung merupakan
cekungan yang dikelilingi perbukitan di bagian Utara dan dataran di bagian
Selatan, yang terletak pada ketinggian antara 675 m - 1.050 m di atas
12
permukaan laut (dpl). Dimana titik tertinggi berada di daerah utara dengan
ketinggian 1.050 m dpl dan titik terendah di sebelah selatan dengan ketinggian
675 m dpl. Di wilayah Kota Bandung bagian selatan permukaan tanahnya
relatif datar, sedangkan di bagian utara permukaan tanahnya berbukit-bukit
sehingga menjadi panorama yang indah. Sebagai ibukota provinsi Jawa Barat,
Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya karena
berada pada lokasi yang sangat strategis bagi perekonomian nasional. Kota
Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau Jawa, yaitu:
1) Barat – Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang
menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah.
2) Utara – Selatan, selain menjadi penghubung utama ibukota negara dengan
wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil
perkebunan, peternakan, dan perikanan.
.Dilihat dari aspek geologisnya, kondisi tanah Kota Bandung sebagian besar
merupakan lapisan aluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis
material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, sedangkan di
bagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis aluvial kelabu dengan bahan
endapan liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah andosol. Iklim kota
Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk, dengan
suhu rata-rata 23.5 °C, curah hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan
rata-rata 21.3 hari per bulan. Namun, beberapa tahun terakhir kondisi suhu rata-
rata udara Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan yang disebabkan
oleh peningkatan sumber polutan dan dampak dari perubahan iklim serta
pemanasan global (global warming).
Seiring dengan meningkatnya berbagai aktifitas kegiatan/usaha yang
terdapat di Kota Bandung maka hal tersebut dapat meningkatkan kegiatan atau
usaha yang dapat merubah kehidupan ekosistem lingkungan hidup yang ada.
13
Hasil negatif yang diterima oleh lingkungan sekitar kegiatan usaha dapat berupa
pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan lahan atau tanah, dan
meningkatnya pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan pencemaran dan
atau perusakan lingkungan hidup.
3.3 Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase di Kota Bandung terbagi menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro
adalah saluran pembuangan yang secara alami sudah ada di Kota Bandung,
yang terdiri dari 15 sungai sepanjang 265,05 km. Saluran pembuangan mikro
adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Namun,
sekitar 30% ruas jalan belum memiliki saluran drainase sehingga beberapa
daerah menjadi rawan banjir dan genangan.
Penyebab terjadinya daerah rawan banjir adalah karena tertutupnya street
inlet oleh beberapa aktivitas sehingga air hujan tidak bisa masuk ke dalam
saluran drainase, adanya pendangkalan di beberapa bagian saluran, konstruksi
drainase yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta pengalih-
fungsian lahan dari kondisi alami menjadi lahan dengan fungsi komersil seperti
pertokoan, mall, jalan, perumahan, dan lain-lain sehingga tutupan lahan pun
berubah yang meningkatkan debit limpasan.
Selain itu, perubahan iklim dan peningkatan frekuensi dan variabilitas
Iklim memberikan dampak yang signifikan terhadap kota Bandung. Meskipun
dampak yang dirasakan tidak sebesar kota-kota di kawasan pesisir pantai,
perubahan iklim juga meningkatkan kerentanan wilayah di kota Bandung
terhadap ancaman bencana seperti banjir akibat hujan yang berkepanjangan dan
menyebabkan longsor di beberapa lokasi sehingga berdampak pada terputusnya
jaringan transportasi jalan yang ada. Tantangan yang dihadapi adalah
bagaimana sistem dan disain jaringan jalan, sistem drainase dan pengendalian
14
banjir serta penerangan jalan umum di kota Bandung dirancang dan dibangun
dengan mempertimbangkan kekuatan dan ketahanannya terhadap dampak
perubahan iklim dan ancaman resiko bencana.
Peta diatas merupakan peta yang menjelaskan tentang tempat disekitar DAS
Citarum yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat irigasi dan air tanah.
Penanganan Daerah Aliran Sungai mulai dari bagian hulu hingga ke hilir
menjadi sangat penting dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan
para pemangku kepentingan lainnya. Daerah-daerah terbuka di Daerah Aliran
Sungai (DAS) harus sesegera mungkin untuk dihijaukan. Daerah Aliran Sungai
yang gundul akan menimbulkan tingkat sedimentasi yang tinggi pada sungai
dan akan mengakibatkan pengaliran air permukaan yang lebih cepat dan proses
konsentrasi air di sungai lebih singkat dengan debit aliran yang lebih besar.
Pengalihan guna lahan di bagian hulu suatu DAS dapat mengganggu distribusi
aliran sungai di bagian hilir. Pada musim hujan air sungai akan terlalu banyak
bahkan sering menimbulkan banjir tetapi pada musim kemarau jumlah air
15
sungai akan sangat sedikit atau bahkan kering. Disamping itu kualitas air sungai
pun menurun, karena sedimen yang terangkut akibat meningkatnya erosi cukup
banyak. Oleh karena itu, pembuatan saluran irigasi di sekitar DAS akan
membantu dalam penampungan air dan sebagai penyimpan air saat musim
kemarau yang membantu para petani sekitar.
3.4 Bencana banjir Maret 2016
Pada tanggal 12 Maret 2016, hujan mengguyur Kota Bandung
mengakibatkan Sungai Citarum kembali meluap sehingga banjir menggenangi
beberapa wilayah Bandung raya dengan ketinggian 80 cm – 3 meter. Ada 15
kecamatan yang tergenang dan sebanyak 24000 jiwa menerima dampak banjir
tersebut, namun hanya sekitar 3000 orang yang mengungsi. Laporan terbaru
juga mengatakan bahwa ada 2 orang meninggal akibat tersengat listrik dan
16
terseret arus, serta 3 orang dilaporkan menghilang. Hingga hari Senin, 14 Maret
2016 kondisi banjir masih menggenang dan belum surut.
Peta diatas menunjukkan kawasan terdampak bencana di Kota Bandung
yang di keluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Peta
tersebut dapat diakses secara langsung di website resmi BNPB. Peta diatas tidak
menggunakan format yang sesuai dengan kaidah kartografi dasar. Selain itu,
komponen peta ada yang kurang, misalnya: Arah orientasi peta. Namun, masih
dapat dipahami oleh pembaca.
Mengenai kawasan rawan banjir, genangan banjir akibat air hujan atau
seringkali disebut banjir cileuncang terjadi karena air hujan yang tidak terserap
tanah kemudian menggenang, terkumpul di suatu tenpat dan tidak mengalir
karena elevasi lebih rendah dari sekitarnya. Kondisi ini disebabkan oleh:
1. Kurangnya kapasitas infrastruktur drainase mikro dan tidak
berfungsinyasaluran eksisting yang diakibatkan oleh penyempitan
saluran drainase dan sedimentasi
2. Pendangkalan dan penyempitan saluran drainase makro/sungai
17
3. Saluran drainase jalan masih banyak yang lebih rendah daripada
permukaan sungai.
4. Belum terintegrasinya sistem drainase dari satu wilayah dengan wilayah
lainnya.
5. Naiknya koefisien aliran, akibat berkurangnya daerah resapan akibat
konversi penggunaan lahan di Kawasan Bandung Utara.
18
Top Related