KEBIJAKAN DAN STRATEGI SVLK SERTA SISTEM KEBIJAKAN DAN STRATEGI SVLK SERTA SISTEM
PENGAKUANNYA DENGAN NEGARAPENGAKUANNYA DENGAN NEGARA--NEGARA LAINNEGARA LAIN
oleh:oleh:
Dr. Dwi SudhartoDirektur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan
Disampaikan pada acara
SOSIALISASI SVLK, RPP B3 DAN WASTE PAPERJakarta, 3 September 2012 1
Background
1. Maraknya kegiatan illegal logging dan illegal trading,
2. Adanya “image” dari dunia luar yang kurang baikterhadap pengelolaan hutan di Indonesia,
3. Adanya trend dalam perdagangan kayu internasional yang memerlukan bukti legalitas, seperti:yang memerlukan bukti legalitas, seperti:
(USA dengan “Amandemen Lacey Act”, Uni Eropa dengan “EU Timber Regulation”, Australia dengan “Prohibition Bill” dan Jepang dengan “Green Konyuho” atau “Goho Wood”)
4. Rendahnya kesejahteraan masyarakat,
5. Rendahnya daya saing produk Indonesia.
6. Bali FLEG Declaration Tahun 2001.
2
LANDASAN HUKUM
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. PP No. 6 Tahun 2007 jo. No. 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, sertaPemanfaatan Hutan.
3. Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 jo. No. 3. Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 jo. No. P.68/Menhut-II/2011 tentang Standar dan PedomanPelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan ProduksiLestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), tanggal21 Desember 2011.
4. Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2011 tentang Standar danPedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja PengelolaanHutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu(VLK), tanggal 30 Desember 2011.
3
Kawasan Hutan Indonesia
Fungsi Luas (juta Ha)
Konservasi 26,8
Hutan Lindung 28,8
Hutan Produksi 32,6
Hutan Produksi Terbatas24,4
Hutan Produksi yang dapat dikonversi 17,9
Total 130,68 4
IUPHHK HUTAN PRODUKSI
No.Jenis
PemanfaatanUnit
Luas
(x 1000 ha)
1. IUPHHK-HA 295 23.600
2. IUPHHK-HTI 247 10.0002. IUPHHK-HTI 247 10.000
3. IPHHK-RE 4 199
4. IUPHHK-HTR 3.262 165
Total Luas 33.964
5
No PRODUK JUMLAH
(unit)
KAPASITAS
(m3)
PRODUKSI
(m3)
1 Kayu lapis 137 12.001.8153.204.707,52
2 LVL 12 531.7502 LVL 12 531.750
3 Veneer 79 2.601.045 812.343,01
4 Kayu gergajian 250 6.296.396 907.118,69
5 Chip 26 43.754.296 1.778.435,25
T o t a l 506 65.652.302
6
SituasiSituasi HutanHutan JawaJawaProduksiProduksi
DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat dan Banten TOTALP Pdv P Pdv P Pdv P Pdv P Pdv
Hutan Produksi 67,55 0.01 340,000.00 0.62 441,143.00 0.54 177,388.96 0.38 958,599.51 0.52
Hutan Rakyat 95,000.00 0.86 1,700,000.00 2.29 2,192,534.00 3.58 1,720,712.94 2.72 5,708,246.94 2.72
TOTAL 95,067.55 0,43 2,040,000.00 1.45 2,633,677.00 2.06 1,898,101.90 1.55 6,666,846.46 1.62
----PasokanPasokan BBBB----
Master Plan Industri Perkayuan di Wonosobo - 2010
Diolah dari : Dishutbun DI Yogyakarta (2009), Dishut Jabar (2010), BPKH XI (2009, 2010), Dishut Jateng (2012), Dishut Jatim (2012)
Keterangan:
P = Produksi (m3)
Pdv = Produktivitas (m3/ha/th)
----PasokanPasokan BBBB----
Dishut Jatim - 2012
Dishut Jateng - 2011
7
Situasi Industri Primer Kehutanan
di Pulau Jawa
No Propinsi
Di Bawah2.000 m3
2.000-6.000m3
Di Atas6.000 m3
TOTAL
Kap. JLH Kap. JLH Kap. JLH Kap. % JLH %
1 Jawa Timur 380,461 323 569,818 116 2,863,700 87 3,813,979 40 526 16
2 Jawa Tengah 525,855 356 698,940 154 1,833,700 43 3,058,495 32 553 16
3 DI Yogyakarta 28,128 35 10,800 4 - - 38,928 0 39 1 3 DI Yogyakarta 28,128 35 10,800 4 - - 38,928 0 39 1
4 Jawa Barat - - - - 220,500 7 1,932,553 20 2,150 64
5 Banten 79,841 71 145,080 36 508,960 4 733,881 8 111 3
6 DKI Jakarta - - - - 50,400 1 50,400 1 1 0
TOTAL 1,014,285 785 1,424,638 310 5,477,260 142 9,628,236 100 3,380 100
Diolah dari : Dephut (2009), BP2HP VIII (2012), Dishut Jateng (2012), Dishut Jatim (2012), Dishut Jabar (2011)
8Sumber: JAVLEC, 2012
SituasiSituasi IndustriIndustri KehutananKehutananIndustriIndustri LanjutanLanjutan BerbahanBerbahan Baku Baku KayuKayu
9
Sumber: JAVLEC, 2012
PERKEMBANGAN STRUKTUR PEMENUHAN BB IPHHK PERKEMBANGAN STRUKTUR PEMENUHAN BB IPHHK KP > 6.000 M3/TH KP > 6.000 M3/TH
SELAMA 7 TSELAMA 7 THH TERAKHIR (2005 TERAKHIR (2005 -- 20112011 ))
30
25
20
± 20,50 Jt m3
(56,35%)
HT35
BB
± 36,73 Jt m3
(77,91%) ± 35,47 Jt m3
(80,14%)
± 28,82 Jt m3
(77,10%)
± 24,50 Jt m3
(67,90%)
± 24,67 Jt m3
(68,53%) ± 23,46 Jt m3
(62,58%)
SUMBER BAHAN BAKU (Jt m3) :
► HA : HUTAN ALAM ( IUPHHK-HA / HPH & IPK / ILS )
► HT : HUTAN TANAMAN ( IUPHHK-HT / HTI, HR, KAYU PERKEBUNAN, PERHUTANI & LC PENYIAPAN LAHAN IUPHHK-HT)
► L : SUMBER SAH LAINNYA (STOCK IPHHK, IMPOR KAYU BULAT, HASIL LELANG, PEMILIK/PEDAGANG, IPHHK LAIN)
2005 2006 2007 2008 2009
15
10
5
0 Th
HA
2010 2011
± 11,47 Jt m3
(31,53%)
± 11,26 Jt m3
(30,03%)
± 7,18 Jt m3
(19,94%)
± 7,40 Jt m3
(20,45%)
± 5,54 Jt m3
(14,83%)
± 6,02 Jt m3
(13,60%) ± 5,49 Jt m3
(11,64%)
ILS.± 4,41 Jt m3
(12,12%)
± 2,78 Jt m3
(7,39%)
± 4,16 Jt m3
(11,53%)
± 4,29 Jt m3
(11,65%) ± 3,00 Jt m3 (8,07%) ± 2,77 Jt m3 (6,26%) ± 4,94 Jt m3 (10,45%)
10
SHARE EKSPOR KE UNI EROPATahun 2007-2012 (Februari)
Sumber: KEMENDAG, 2012
12
MARAKNYA ILLEGAL
LOGGING DAN
PERDAGANGAN KAYU PERDAGANGAN KAYU
ILEGAL
13
Penindakan
Hukum
14
800
1000
1200
1400
1600
1800
Jumlah Kasus
Illegal logging
Encroachment
Wildlife Trade
0
200
400
600
800
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah Kasus
Wildlife Trade
Illegal Mining
Sumber: Dit. PHH (2012)
15
Bali FLEG
Declaration
Bilateral dengan
AS, Jepang, Cina, Inggris
Negosiasi
FLEGT-VPA
Joint-Statement
FLEGT-VPA
Signing
FLEGT-VPA
2001 2002 2003 - 2006 20072009 2011 2012
Pengembangan
SVLK bersama
multi skeholder
Permenhut
P.38/2009
Permenhut
P.68/2011
2001 2002 2003 - 2006 20072009 2011 2012
Tata Tata KelolaKelola KehutananKehutanan16
FLEGT-VPA INDONESIA - EU
INISIATIF INDONESIA
• 2001 Deklarasi Bali tentang FLEG,
keprihatinan masalah illegal logging &
perdagangan yang terkait
• MoU kerjasama penanggulangan illegal logging
dan illegal timber trade (Inggris, RRC, Jepang,
USA) sejak 2002.
• Pengembangan definisi legalitas kayu dan
INISIATIF UNI EROPA (UE)
• Lokakarya EU tentang FLEGT (Juni 2002),
WSSD (Sept. 2002).
• Adopsi Regulasi No. 2173/ 2005,
Dec.2005 � FLEGT Action Plan � VPA
sbg “skema lisensi” kayu legal
• VPA � pengembangan mekanisme
praktis untuk memverifikasi legalitas • Pengembangan definisi legalitas kayu dan
SVLK (multi-pihak) sejak 2003.
• Lokakarya Regional & Nasional tentang VPA �
VPA sejalan dengan SVLK, sehingga Indonesia
sepakat untuk memasuki tahap negosiasi VPA
dengan UE (2006)
• Jan 2007: Pernyataan Bersama tentang VPA.
• Juni 2009: Permenhut No. P.38/2009 ttg SVLK
terbit
• Desember 2011: Permenhut No. P.68/Menhut-
II/2011 dan PerDirjen BUK No. P.8/IV-
BPPHH/2011 terbit.
praktis untuk memverifikasi legalitas
produk kayu
• Negosiasi VPA: Ghana, Congo,
Cameroon (tanda-tangan); Indonesia
(paraf); Malaysia, Liberia, Central Africa
Rep. (berlangsung); Vietnam (berjalan)
• Akhir 2010: EU Timber Regulation No.
995, berlaku 3 Maret 2013
17
APAKAH SVLK ?
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem
pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk
memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan
diperdagangkan di Indonesiadiperdagangkan di Indonesia
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan untuk
mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku
terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di
Indonesia.
18
Tujuan SVLK
• SVLK memberikan kepastian bagi pasar bahwa kayu
dan produk kayu yang diproduksi Indonesia
merupakan produk yang legal dan berasal dari
sumber yang legal.sumber yang legal.
• Memperbaiki tata kepemerintahan (governance)
kehutanan Indonesia.
• Meningkatkan daya saing produk perkayuan
Indonesia
• Mereduksi praktek illegal logging dan illegal trading.
• Meningkatkan pendapatan masyarakat.19
Keuntungan SVLK
• Membangun suatu alat verifikasi legalitas yang
kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya
mengatasi persoalan pembalakan liar.
• Memperbaiki administrasi tata usaha kayu hutan• Memperbaiki administrasi tata usaha kayu hutan
secara efektif.
• Menjadi satu-satunya sistem legalitas untuk kayu
yang berlaku di Indonesia.
• Peluang untuk terbebas dari pemeriksaan-
pemeriksaan yang menimbulkan ekonomi biaya
tinggi.20
Kayu disebut SAH/LEGAL jika kebenaran:
• Asal kayu,
• Ijin Penebangan,
• Sistem dan Prosedur Penebangan,Sistem dan Prosedur Penebangan,
• Administrasi dan Dokumen Angkutan,
• Pengolahan
• Perdagangan / pemindahtanganannya
dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku
21
1. Tata Kelola yang lebih baik
(Governance )
2. Keterwakilan 2. Keterwakilan
(Representativeness )
3. Transparansi/keterbukaan
(Credibility )
22
VLK
VLK
HA/HT/PEMEGANG HAK
PENGELOLAAN (a.l.
PERHUTANI)
HTR/HKm/HD
IPK/ILS/HTHR
HUTAN HAK/ TANAH
MILIK
23
46
OBYEK SVLKOBYEK SVLK
PHPL
VLK
VLK
INDUSTRI
PENGRAJIN
PEDAGANG EKSPORVLK1
5
23
LINGKUP SVLKLINGKUP SVLKLINGKUP SVLKLINGKUP SVLK
Hutan
Negara Finish Product
V-Legal
Kayu Sitaan
Industri
Primer
Industri
Sekunder &
Barang Jadi
Hutan Hak /
Hutan Milik
Ekspor
V-Legal
24
Sertifikat Voluntary• Prinsip skema voluntary (di antaranya FSC, CoC, dll)
terkadang dipersyaratkan oleh buyer (business to business),
namun SVLK tetap harus dilaksanakan (mandatory).
• Posisi skema voluntary dalam SVLK:
- pemegang IUPHHK-HA/HT/RE dan pemegang hak
pengelolaan yang telah memiliki S-PHPL skema sukarela
(voluntary) tetap wajib mendapatkan S-LK.(voluntary) tetap wajib mendapatkan S-LK.
- Pemilik Hutan Hak yang telah memiliki sertifikat
pengelolaan hutan lestari skema sukarela (voluntary)
tidak wajib mendapatkan S-LK.
- Pemegang IUIPHHK, IUI atau TDI yang telah memiliki
sertifikat lacak balak skema sukarela (voluntary) wajib
mendapatkan S-LK.
25
NO LEMBAGA POSISI FUNGSI DALAM SISTEM
1 KEMENHUT Pembuat kebijakan, fungsi pembinaan,
menetapkan LP-PHPL atau LV-LK, Unit pengelola
informasi VLK
2 KAN Melakukan akreditasi terhadap LP-PHPL atau LV-LK
3 LP-PHPL & Melakukan penilaian kinerja PHPL dan/atau
PELAKU UTAMA PELAKU UTAMA SVLKSVLK
3 LP-PHPL &
LV-LK
Melakukan penilaian kinerja PHPL dan/atau
melakukan verifikasi legalitas kayu berdasarkan
sistem dan standar yang telah ditetapkan Kemenhut
4 AUDITEE
(Unit
Managemen)
Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak yang
berkewajiban memiliki Sertifikat PHPL (S-PHPL) atau
Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK)
5 PEMANTAU
INDEPENDEN
Masyarakat madani baik perorangan atau lembaga
yang berbadan hukum Indonesia, yang menjalankan
fungsi pemantauan terkait dengan pelayanan publik
di bidang kehutanan seperti penerbitan S-PHPL/S-LK 26
KOMITE AKREDITASI
NASIONAL (KAN)
Independent
Monitoring (JPIK)
SERTIFIKAT SERTIFIKAT
AKREDITASIAKREDITASI
KEMENTERIAN KEHUTANAN (Regulator)
KELUHAN
AKREDITASIKELUHAN
BANDING
UNIT MANAJEMEN
LPPHPL / LVLKLPPHPL / LVLK
DOKUMEN V-Legal
(FLEGT License)
S - PHPL
S - LK
AKREDITASIAKREDITASI AKREDITASI
AUDITBANDING
KELUHAN
SILK
27
LEMBAGA YANG MENANGANI EKSPOR PRODUK-PRODUK EKSPOR PRODUK-PRODUK
KEHUTANAN
28
PERAN BRIK DALAM PROSES EKSPOR
(SEBELUM SVLK)
ETPIK BRIK INATRADE
INSW(Bea Cukai)
EKSPOREKSPOR
29
PROSES PENGESAHAN EKSPOR KAYU
OLEH LVLK (SETELAH SVLK)
Competent
Authority
LV-LK
48 HS Code
Dok. V-Legal
Laporan
Ketidaksesuaian
Sertifikat LKUnit Informasi
Proses penerbitanDokumen V-LegalProses penerbitanDokumen V-Legal
Customs Negara
Tujuan
Authority
Unit Manajemen
ETPIK/ETPIK Non Produsen
48 HS Code
LP-PHPL
Unit Informasi
VLK,
Ditjen BUK
30
• Merupakan Unit yang mengelola informasiverifikasi legalitas kayu yang berkedudukanpada Ditjen BUK (setingkat Es III)
• Sistem Informasi VLK (utamanya untukaktifitas ekspor produk kayu), terkoneksi
Unit Unit Unit Unit InformasiInformasiInformasiInformasi VerifikasiVerifikasiVerifikasiVerifikasi LegalitasLegalitasLegalitasLegalitas KayuKayuKayuKayu atauatauatauatau LIU LIU LIU LIU ((((License License License License Information UnitInformation UnitInformation UnitInformation Unit) ) ) )
aktifitas ekspor produk kayu), terkoneksidengan InaTrade (Kemendag) & National Single Window (Bea Cukai), menggantikanendorsement BRIK.
• SILK berlaku 3 (tiga) bulan setelah revisi Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan ekspor produk industri kehutanan ditetapkan.
31
• Ditetapkan melalui SK.641/Menhut-II/2011, 10 Nov 2011
Tanda bahwa kayu/produk kayu telah dijamin legalitasnya melalui proses verifikasi, serta fungsi promosi kayu legal
• Hak Paten di KEMENKUMHAM Nomor• Hak Paten di KEMENKUMHAM NomorC.00201202497 tanggal 30 Mei 2012.
• Dibubuhkan pada kayu/produk kayu bagi auditi yang telah mendapatkan S-LK / S-PHPL
• Terdapat juga pada Dokumen V-Legal (ekspor) yg diterbitkan LVLK
32
Contreng
dengan daun
Tulisan
Produk kehutanan
dan perbaikan yang
berkelanjutan dalam
pengelolaan hutan
Lingkaran
Proses serah terima kuasa tanda V-legal dari Kemenhut
kepada KAN telah dilaksanakan Tgl 1 Agustus 2012.
Tanda
verifikasi bahwa
produk kayu dari
Indonesia telah
dijamin
legalitasnya
melalui verifikasi
yang akuntabel
33
• Merupakan dokumen lisensi ekspor produk
kayu
• Berlaku untuk 37 HS-Code pada tanggal 1
Januari 2013, dan total 48 HS-Code pada 1
Januari 2014 (draft revisi Permendag No.
20/2008)20/2008)
• Diterbitkan oleh LVLK
• Diterbitkan untuk setiap invoice, bagi ETPIK
yang telah memiliki S-LK atau melalui
inspeksi bagi yang belum memiliki S-LK.
34
Format Blanko
Dokumen V-Legal
Disertai Kop Tanda V-Legal
6 rangkap, dibedakan
berdasarkan warna.
Peruntukan :
(1) Importir (putih)*
(2) Custom negara tujuan(2) Custom negara tujuan
(kuning)*
(3) Custom Indonesia (merah
muda)*
(4) LIU (biru muda)
(5) ETPIK (oranye)
(6) Arsip LVLK (hijau muda)
35
TAHUN AGENDA
2012 Finalisasi revisi Permendag 20/2008
Penandatanganan FLEGT-VPA (Nopember 2012)
Uji coba pengapalan menggunakan Dokumen V – Legal
untuk 11 Kode HS yang diatur dalam Revisi Permendag No untuk 11 Kode HS yang diatur dalam Revisi Permendag No
20/2008
20131 Januari 2013, Implementasi SVLK pada 37 HS Code (yang
diatur dalam Annex IA VPA)
Implementasi EU Timber Regulation (Maret 2013)
20141 Januari 2014, Implementasi SVLK pada 48 HS Code (yang
diatur dalam Annex IA VPA)
36
LPPHPL(Diakreditasi berdasar ISO 17021)
No. Nama No. Akreditasi
1. PT. Ayamaru Certification LPPHPL-001-IDN
2. PT. Sarbi International Certification LPPHPL-004-IDN
3. PT. SUCOFINDO SBU (SICS) LPPHPL-005-IDN
4. PT. Almasentra Certification LPPHPL-006-IDN
5. PT. Rensa Global Trust LPPHPL-007-IDN
6. PT. Forescitra Sejahtera LPPHPL-009-IDN
7. PT. Mutuagung Lestari LPPHPL-008-IDN
8. PT. Nusa Bakti Mandiri LPPHPL-010-IDN
9. PT. Equality Indonesia LPPHPL-013-IDN
10. PT. Multima Krida Cipta LPPHPL-015-IDN
11. PT. TUV International Indonesia LPPHPL-016-IDN
12. PT. Global Resource Sertifikasi LPPHPL-017-IDN37
LVLK(Diakreditasi berdasar ISO/IEC Guide 65)
No. N a m a No. Akreditasi
1. PT. BRIK LVLK-001-IDN
2. PT. Sucofindo LVLK-002-IDN
3. PT. Mutuagung Lestari LVLK-003-IDN
4. PT. Mutu Hijau Indonesia LVLK-004-IDN
5. PT. TUV International Indonesia LVLK-005-IDN
6. PT. Equality Indonesia LVLK-006-IDN
7. PT. Sarbi Moerhani Lestari LVLK-007-IDN
8. PT. SGS Indonesia LVLK-008-IDNDalam proses akreditasi :
1. PT. Almasentra Konsulindo
2. PT. Smartwood Rainforest Alliance
3. PT. Trustindo Primakarya
4. PT. Transmada
5. PT. SCS38
PR0GRES SVLK((s.ds.d. 11 . 11 JuliJuli 2012)2012)
No. SertifikasiLulus
(unit/ha)
Tidak lulus
(unit/ha)
Proses
(unit/luas)
Jumlah
(unit/luas)
1. PHPL-HA 24
(3.089.865 )
6
(369.885 )
10
(1.341.512 )
40
(4.801262)
2. PHPL-HT 21 1 16 382. PHPL-HT 21
(2.708.595 )
1
(13.600 )
16
(753.736 )
38
(3.475.931)
3. VLK-HA 5
(555.964)
- 7
(368.455 )
12
(924.419 )
4. VLK-HT 4
(395.64)
- 6
(407.542)
10
(803.191)
5. VLK-Hutan hak 9
(3.972 )
- - 9
(3.972 )
6. VLK Industri 240 10 76 326
39
Kementerian Luar
Negeri
Melanjutkan dan mengawal proses
penandatanganan VPA dan proses ratifikasi
Kementerian
Perdagangan
Merevisi Permendag Nomor 20/2008 dan
regulasi impor hasil hutan agar dapat dibuktikan
legalitasnya
Kementerian
Keuangan cq. Bea
Melaksanakan tata cara ekspor sesuai regulasi
hasil revisi Kementerian Perdagangan
DUKUNGAN INSTANSI TERKAIT (1)
Keuangan cq. Bea
dan Cukai
hasil revisi Kementerian Perdagangan
POLRI, Kejagung
dan Penegak
Hukum Lainnya
Menjamin adanya kepastian hukum dan
kepastian usaha bagi dunia usaha bidang
kehutanan yang menerapkan SVLK
Sekretariat Negara Memfasilitasi proses ratifikasi
Kementerian
Kehutanan
Pembinaan pemegang izin dan kemudahan perizinan
40
Kementerian Dalam
Negeri
Mendorong Gubernur dan Bupati untuk
melakukan pembinaan unit usaha kehutanan dan
hutan rakyat serta kemudahan perizinan
Kemeneg Koperasi dan
UKM
Mendorong terbentuknya kelembagaan dan
pembinaan koperasi pemilik hutan hak/hutan
rakyat
Kemenperindustrian Pembinaan IUI / TDI kemudahan perizinan
DUKUNGAN INSTASI TERKAIT (2)
Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Mendorong kebijakan pengadaan barang
pemerintah agar menggunakan produk kayu yang
telah S-LK
IAPI Mendorong Implementasi SVLK pada proses audit
perusahaan industri kehutanan.
PERBANAS Mendorong Implementasi SVLK pada proses
pemberian kredit perbankan usaha kehutanan
41
Batas Akhir Kewajiban Kepemilikan S-PHPL atau S-LKSurat Dirjen BUK No. S.574/VI-BPPHH/2012 Tgl 24 Juli 2012 kpd Asosiasi Kehutanan
1. Terhadap pemegang:
a. IUPHHK-HA/HT/RE dan pemegang hak pengelolaan, wajib mendapatkan S-PHPL atau minimal S-LK;
b. IUPHHK-HKm/HTR/HD/HTHR/IPK dan pemilik Hutan Hak, wajib mendapatkan S-LK;
c. IUIPHHK, IUI dan TDI, industri rumah tangga/pengrajin dan pedagang ekspor, wajib mendapatkan S-LK.pedagang ekspor, wajib mendapatkan S-LK.
2. Mengingat keterbatasan anggaran KEMENHUT untuk melakukan penilaian kinerja PHPL dan atau VLK, maka biaya S-PHPL dan S-LK dibebankan kepada pemegang izin/pemohon (biaya mandiri).
3. Batas akhir kepemilikan S-PHPL/S-LK bagi Pemegang IUPHHK-HA/HT/RE/HKm/HTR/HD/HTHR/IPK, pemilik Hutan Hak: 22 Des 2012;
4. Batas akhir kepemilikan S-LK bagi pemegang IUIPHHK, IUI dan TDI, industri rumah tangga/pengrajin dan pedagang ekspor: 22 Des 2013.
42
KELEMBAGAAN USAHA HR DAN IKM UNTUK
SERTIFIKASI LEGALITAS KAYU
• Jumlah pemegang Hutan Rakyat dan IKM/Pengrajin di P. Jawa > 100.000.
• Pembentukan kelembagaan kelompok/koperasi membutuhkan waktu yang
lama dan biaya yang cukup besar
• Dalam rangka mendorong percepatan sertifikasi, Pemilik HR dan IKM/
Pengrajin dapat menggunakan KUD Berkualitas yang telah ada sebagai
alternatif lembaga/wadah untuk sertifikasi secara kelompok
• Saat ini terdapat 948 unit KUD dengan kategori Cukup Berkualitas, 247 unit
KUD dengan kategori Berkualitas, dan 1 unit KUD dengan kategori sangat KUD dengan kategori Berkualitas, dan 1 unit KUD dengan kategori sangat
berkualitas. Sertifikasi secara kelompok dengan memanfaatkan KUD dilakukan
dengan cara menambah Unit Usaha Kehutanan ke dalam struktur usaha KUD.
• Diperlukan dukungan KemenKop&UKM melalui peningkatan kapasitas/
pendampingan di lapangan terhadap kelembagaan KUD Berkualitas sebagai
kelembagaan sertifikasi kelompok Hutan Rakyat, IKM, Industri Rumah
Tangga/Pengrajin
• Pemerintah memfasilitasi sertifikasi Hutan Rakyat, HKm, dan Hutan Desa
melalui APBN, biaya donor, dan mitra lainnya
43
Fasilitasi kepada Hutan HakSurat Dirjen BUK No. S.575/VI-BPPHH/2012 Tgl 25 Juli 2012
TUJUAN: Agar pemilik hutan hak siap dalam proses verifikasi yang
dilakukan LVLK, dialokasikan biaya pendampingan kepemilikan
SLK secara kelompok dengan syarat:
• Tergabung dalam Klpk hutan hak atau tergabung dlm unit usaha pd KUD
Berkualitas / Koperasi lainnya;
• Susunan pengurus Klpk hutan hak, daftar anggota & alamatnya;
• Luasan minimal 500 ha atau dalam satu kabupaten;
• Peta/Sketsa lokasi kelompok hutan hak;
• Memiliki bukti kepemilikan tanah (alas titel atas tanah), berupa: hak milik,
hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, hak eigendom, opstal, erfpacht,
landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia, surat keterangan
riwayat tanah, lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis (dimaksud UU Pokok
Agraria);
• Diajukan oleh KADIS Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan kepada
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan dengan tembusan kepada
Bupati/Walikota dan Kepala Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan. 44
Fasilitasi kepada industri skala kecil/pengrajin
Surat Dirjen BUK No. S.577/VI-BPPHH/2012 Tgl 25 Juli 2012
TUJUAN: Agar pemilik izin industri skala kecil/pengrajin siap dalam
proses verifikasi yang dilakukan LVLK, dialokasikan biaya
pendampingan kepemilikan SLK secara kelompok dengan syarat:
• Dalam bentuk Klpk (ada akta notaris pembentukan Klpk yang telah
diregistrasi di Pemkab / kota setempat) atau tergabung dalam unit usaha
pada KUD Berkualitas / Koperasi lainnya;
• Industri skala kecil/pengrajin;
• Susunan pengurus kelompok industri skala kecil/pengrajin, daftar
anggota beserta alamatnya;
• Jumlah minimal 25 unit atau minimal dalam satu desa/kelurahan;
• Diajukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi
perindustrian kepada Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan dengan
tembusan kepada Bupati/Walikota dan Kepala Dinas Provinsi yang
membidangi Perindustrian.
45
Pencanangan
Sistem Informasi Legalitas Kayu (1)
Di Auditorium Gdg. Manggala Wana Bakti,
- Pameran terkait SVLK 25 Juli sd 1 Agustus 2012
- Pencanangan SILK pada 1 Agustus 2012, oleh Menko bidang
Perekonomian,
Peserta + 1.300 orang:
-Menkeu, Menperind, Mendag, Men PAN&RB
-Instansi terkait, Kadishutprov, UPT Ditjen BUK, Asosiasi, KPH,
IUPHHK-HT/HA, IUIPHHK, Pemegang HR, LP-PHPL, LV-LK,
Perguruan Tinggi&Pusat Studi, LSM, Dubes, Jurnalis/ Wartawan
Media.
46
Pencanangan
Sistem Informasi Legalitas Kayu (2)
Acara :
� Pemutaran film pendek proses / perjalanan SVLK
� Penyerahan sertifikat PHPL/VLK kepada UM
� MoU dengan IAPI dan Perbanas
� Penandatanganan secara simbolis Pelimpahan Penggunaan� Penandatanganan secara simbolis Pelimpahan Penggunaan
Tanda V-Legal:
• Dari Sekjen Kemenhut ke Sekjen KAN
• Dari Sekjen KAN ke LV-LK/LP-PHPL
• Dari LV-LK/LP-PHPL ke UM.
� Pencanangan “SILK”.
47
KERJASAMA INTERNASIONAL TERKAIT SVLK
• MoU penanggulangan Illegal Logging dengan Cina, Jepang, Inggrisdan Amerika Serikat.
• Kerjasama bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat (MoU tahun2006) telah beberapa kali melaksanakan pertemuan bilateral (WG-ILAT). Atas inisiatif bilateral juga telah diadakan Regional DialogueForum sebanyak dua kali (tahun 2009 di Jakarta dan tahun 2011 diSeattle), yang melibatkan 10 negara, antara lain Cina, Malaysia,
48
Forum sebanyak dua kali (tahun 2009 di Jakarta dan tahun 2011 diSeattle), yang melibatkan 10 negara, antara lain Cina, Malaysia,Australia, Jepang, dll.
• Kerjasama Indonesia dengan Australia:
- Pengusulan MoU Illegal Logging oleh DAFF (Department ofAgriculture, Forestry and Fisheries) Australia.
- Terkait pemberlakuan Australia Illegal Logging Prohibition Bill2011, Indonesia meminta pihak Australia untuk dapat mengakuiSVLK.
• APEC telah memiliki Expert Group on Illegal Logging and AssociatedTrade (EGILAT).
• SVLK merupakan jaminan legalitas kayu Indonesia, sekaligusmerupakan landasan pencapaian pengelolaan hutan lestari(SFM).
• SVLK telah menjadi komitmen Pemerintah RI dalammemberantas illegal Logging, dan illegal trading
• SILK merupakan sistem yang melakukan verifikasi legalitasproduk ekspor perkayuan Indonesia yang terhubung dengan
PENUTUPPENUTUP
produk ekspor perkayuan Indonesia yang terhubung denganInaTrade dan INSW serta kepabeanan negara tujuan.
• Perlu dukungan kementerian terkait, Pemerintah Daerah dan para pihak untuk mempromosikan produk kayu bersertifikatlegal.
• Implementasi SVLK yang bertanggung gugat dapatmeningkatkan kinerja industri perkayuan dan produkturunannya sehingga diharapkan dapat berkontribusisignifikan terhadap penyerapan tenaga kerja danmeningkatkan kinerja ekspor.
49
50
IMPLEMENTATION OF
SVLK CERTIFICATION
IMPLEMENTATION OF
SVLK CERTIFICATION
(Pulp & Paper Mill) September 2012September 2012
Why SVLK ?
� Commitment to combating Illegal Logging (Komitmen untuk memberantas
illegal logging)
� Promoting legal wood trading pass through implementation legality standard
(Mempromosikan kayu legal melalui implementasi standar legalitas).
� Law enforcement and forest governance (Penegakan hukum dan tata kelola � Law enforcement and forest governance (Penegakan hukum dan tata kelola
kehutanan).
� Build market credibility (Membangun kepercayaan/kredibilitas pasar).
� Market trend that wood and wood base industrial trading need evidence of
legality (Trend dalam perdagangan internasional kayu dan industri turunannya
yang memerlukan bukti legalitas).
� Increase performance export of wood and wood base industrial product
(Meningkatkan kinerja ekspor produk perkayuan dan industri turunannya).
INTERNATIONAL MARKET
DEMANDS• National legislation against import of illegal timber:
– USA: Lacey Act
– Europe: EU FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade)
– Australia: Illegal Logging Prohibition Bill
• EU FLEGT• EU FLEGT– European importer of wood based product has to ensure that
no illegal wood is contained in any imported product to Europe
– Importer has to either:• Perform due diligence across it importing supply chain, or
• Import products that has been certified/verified under a bilateral agreement between EU and the importing country (VPA – SVLK)
• Potential for non-tariff trade barrier. Importers will prefer alternative low risk suppliers
53
FLEGT REQUIREMENTS FOR
DUE DILIGENCE• The due diligence system includes three:
– Access to information: compliance with the applicable legislation, the country of harvest, species of trees in product, quantity, sub-national region and concession of harvest, etc.
– Risk assessment: 3rd party assessment for compliance with – Risk assessment: 3rd party assessment for compliance with the applicable legislation, prevalence of illegal harvesting of specific tree species, prevalence of illegal harvesting or practices in the country of harvest, etc.
– Risk Mitigation: Develop a set of measures and procedures that are adequate and proportionate to effectively minimise the risks and which may include requiring third party verification
54
Wood based product from Indonesia is
considered high risk
Basis of Law SVLK
• Permenhut No. P.38/Menhut/2009 tentang Standard dan
Pedoman Penilaian Kinerja PHPL dan VLK pada Pemegang Izin
atau pada Hutan Hak jo. Permenhut No. P.68/Menhut-II/2011.
• Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2011 tentang Pedoman dan
Standar Pelaksanaan Penilaian Kinerja PHPL dan VLK (sebagai Standar Pelaksanaan Penilaian Kinerja PHPL dan VLK (sebagai
pengganti Perdirjen BPK P.6/2009, P.02/2010, P.06/2010, dan SE
No. 08/2010).
SVLK INSTITUTIONS
1. National Accreditation Committee (Komite Akreditasi
Nasional (KAN))
2. Certification Body (Lembaga Penilai (LPPHPL) dan 2. Certification Body (Lembaga Penilai (LPPHPL) dan
Lembaga Verifikasi (LVLK) Independen)
3. Independent Monitoring Institution (Lembaga
Pemantau Independen (LPI – NGO/CSO))
4. Management Unit (Unit Usaha)
National
Accreditation
Committee (KAN)
Independent
Monitoring
Accreditat
SVLK SCHEME
KEMENTERIAN KEHUTANAN (REGULATOR)KEMENTERIAN KEHUTANAN (REGULATOR)
Complaint
Accreditation Appeal
(banding
Auditee
Certification Body
V-Legal Doc.
(FLEGT Licence)
SVLK
Certification
Accreditat
ion
certificate
Audit Appeal
(Banding)
Complaint
(banding
Scope of SVLK
State Forest
(Hutan Negara)
Finish Product
V- Legal
FLEGT License
Community Forest
(Hutan Hak/
Hutan Milik)
Primary
Industry
(Pulp Mill)
Secondary Industry
and
Finished Good
(Paper Mill)
Export
FLOW VERIFICATION
Forest
Material flow Controls
Legality
verification
transport CoC
verification
Mill
Export
verification
CoC
verification
Legality
assurance
Border
control check
Permohonan Verifikasi
Hasil Kajian
Permohonan verifikasi
Tidak
CERTIFICATION PROCESS (1)
Perencanaan Verifikasi
Pengumuman Pelaksanaan Verifikasi
(Website LVLK, Website Kemenhut, Media Massa)
A
Ya
Pertemuan Pembukaan
Verifikasi Dokumen dan
Observasi LapanganCorective Action
A
CERTIFICATION PROCESS
(2)
Hasil Verifikasi
Memenuhi?
Corective Action
Request
Tidak
Ya
B
Pertemuan Penutupan
Pelaporan
(Selambat-lambatnya 14 Hari kalender sejak
pertemuan penutupan)
Perbaikan dari
Auditee
B
Tidak
Ya
Pengambilan
Keputusan
Banding Auditee
(selambat-lambatnya 14 hari kalender
sejak penyampaian Hasil Keputusan)
CERTIFICATION PROCESS
(3)
Pengumuman Hasil Verifikasi
Penerbitan Sertifikat
Selesai
SVLK in APP Mill
• Pulp Mill – virgin fiber
• Paper Mill – virgin fiber
• Paper Mill – virgin and recycled fiber• Paper Mill – virgin and recycled fiber
Company legality
(Legalitas Perusahaan)Workers
Audit Aspect
SVLK AUDIT ASPECT
Purchasing legality
(Legalitas Pembelian Bahan Baku)
Production legality
(Legalitas Produksi)
Sales legality
(Legalitas Penjualan)
OHS
Human Resources
COMPANY LEGALITY
(Legalitas Perusahaan)
• Official documents - Akte Pendirian dan perubahan terakhir (ruang lingkup, jajaran direksi, dll)
• Industrial Permit - IUI/IUT (jenis produk, kapasitas produksi, laporan produksi LKPM)
• Tax - NPWP (kartu NPWP, PKP, SKT, bukti pembayaran pajak)
• Environment Impact Assesment document - AMDAL • Environment Impact Assesment document - AMDAL atau UKL/UPL (dokumen, Laporan RKL-RPL, perizinan lingkungan)
• Trading permit - Surat Ijin Usaha Perdagangan • Disturbance Permit - Izin HO (Izin Gangguan) • Company register Number - Tanda Daftar Perusahan • Supplier plan - RPBBI (untuk IUIPHHK) • Export register - ETPIK (N/A - PERMENDAG 20 th 2008
HS Code Pulp & Paper tidak ada)
PURCHASING LEGALITY
(LEGALITAS PEMBELIAN BAHAN BAKU)
1. Pulp Mill– Verification of RPBBI, transport doc-
FAKB/SKAU/SKSKB, Supply Contract, PO Number, Import Documents, etc.
2. Paper Mill 2. Paper Mill – Verification of Local purchasing doc. (Verifikasi
dokumen pembelian pulp dan recycle local)
– Verification of Import purchasing doc. for pulp and recycle material (Verifikasi dokumen pulp dan paper Recycle Import)
– Verification of transport pulp local, import and recycle material (Verifikasi dokumen transport pulp local, import, recycle)
PRODUCTION LEGALITY
(LEGALITAS PRODUKSI)
• Material Balance (Rendemen)
– Based on machine (Berdasarkan mesin)
– Based on kind of product and capacity in permit
(Berdasarkan jenis produk dan kapasitas)
– Tally sheet/daily record (Pengecekan tally sheet/record)– Tally sheet/daily record (Pengecekan tally sheet/record)
Sales Legality (Legalitas Penjualan)
• Local sales doc. Verification; PO number/SC
Number (Verifikasi dokumen penjualan lokal;
nomor/ nomor SC)
• Export doc. Verification; PEB, Invoice, B/L, P/L, • Export doc. Verification; PEB, Invoice, B/L, P/L,
NPE (Verifikasi dokumen export (PEB, Invoice,
B/L, P/L, NPE)
• Transport doc. Verification (Verifikasi dokumen
transport)
SVLK Standard Application in Pulp &
Paper Industry
Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2011 ------> SVLK have 4 Principle, 7 Criteria, 15 Indicator, 48 Verifier.
Applicable verifier:
1. Pulp Mill ; 27 verifier applicable (21 verifier not 1. Pulp Mill ; 27 verifier applicable (21 verifier not applicable)
2. Paper Mill; 25 verifier applicable (23 verifier not applicable)
3. Recycled Paper Mill; 23 verifier applicable (25 verifier not applicable)
LEARNINGS FROM AUDIT ACTIVITY
• What if a supplier does not have SVLK certification yet?
– Material traceability and one step backyard for supplier that has not yet SVLK certified (Penelusuran bahan baku dan satu langkah ke belakang untuk sumber bahan baku yang belum SVLK)
– Non SVLK certified suppliers will be verified for all their legality matters (akte, TDP, SIUP, doc Transport etc)
• Supporting wood-based component might be included in the audit scope: e.g. packaging material
– Example in APP mills, pallet for shipping
FIVE MILLS SVLK CERTIFIED
V LEGAL
State Forest
(Hutan Negara)
Finish Product
V- Legal
FLEGT License
Community Forest
(Hutan Hak/
Hutan Milik)
Industry
Primer
(Pulp Mill)
Industry Secondary
and
Finish Good
(Paper Mill)
Export
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK
INDONESIA
Nomor : SK.641/Menhut-II/2011
Tanggal : 10 Nopember 2011
Lingkaran menggambarkan produk kehutanan dan perbaikan yang
berkelanjutan dalam pengelolaan hutan.
Contreng dengan daun dan tulisan “Indonesian LEGAL Wood”
menggambarkan tanda verifikasi yang menunjukkan bahwa produk
kayu dari Indonesia telah dijamin legalitasnya melalui proses verifikasi
yang akuntabel.
Format
Dokumen V-Legal
Thank You!
75
Thank You!
Penerapan SVLK Di
PT. Indah Kiat Pulp & Paper
Serang Mill
1. Training
2. Gap Analysis
3. Internal Audit
4. Follow Up4. Follow Up
5. Persiapan Audit VLK
6. Pelaksanaan Audit VLK
1. Training
1. Training Auditor Internal VLK APP
Tanggal : 13-18 April 2011
Tempat : Diklat Kehutanan Bogor
Instruktur :
a. Nurtjahjawilasa, S.Hut., MAP, MA
b. Depi Susilawati, S.Hut
c. Ir. Ruspandic. Ir. Ruspandi
d. Ir. Arifah Prihartini, M.Sc
e. Ir. Rasmidi G, MBA
f. Cecep Saepullah, S.Hut
Peserta IK-Serang :
a. A. Tohari Waluyo (QAS)
b. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)
c. Sjamsul Ridjal (Marketing Export)
2. Workshop SVLK
Tanggal : 20-21 Februari 2012
Tempat : PT. Pindo Deli Karawang
Topik : P.68/Menhut-II/2011 & P.8/VI-BPPHH/2011
Instruktur :
a. Teguh Widodo (Diklat Kehutanan)
b. Cecep Saepullah, S.Hut (TUV)b. Cecep Saepullah, S.Hut (TUV)
c. Haris Witjaksono (Sucofindo)
Peserta IK-Serang :
a. A. Tohari Waluyo (QAS)
b. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)
c. Mutmainnah (Marketing Export)
3. Sosialisasi Hasil Training Auditor Internal SVLK
Tanggal : 16 Mei 2011
Tempat : PT. IKPP Serang (4A)
Team :
a. Ragita Wirastri (APP / SSE)
b. A. Tohari Waluyo (QAS)
c. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)c. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)
d. Sjamsul Rijal (Marketing Export)
Peserta : Kadep / Kasi / penanggung jawab seksi terkait
4. Sosialisasi Hasil Workshop VLK
Tanggal : 24 Februari 2012
Tempat : PT. IKPP Serang (4A)
Team :
a. A. Tohari Waluyo (QAS)
b. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)
Peserta : Kasi / penanggung jawab seksi terkait
2. Gap Analysis
1. Gap Analysis (I)
Tanggal : 16 Mei 2011
Tempat : PT. IKPP Serang
Team :
a. Ragita Wirastri (APP / SSE)
b. A. Tohari Waluyo (QAS)b. A. Tohari Waluyo (QAS)
c. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)
d. Sjamsul Rijal (Marketing Export)
e. Mutmainnah (Marketing Export)
f. Seksi / staf terkait
2. Gap Analysis (II)
Tanggal : 27-29 Februari 2012
Tempat : PT. IKPP Serang
Team :
a. Kurniadi Suherman (APP / SSE)
b. Vivien Lestari (APP / SSE)b. Vivien Lestari (APP / SSE)
c. A. Tohari Waluyo (QAS)
d. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)
e. Mutmainnah (Marketing Export)
f. Seksi / staf terkait
3. Internal Audit
1. Internal Audit (I)
Tanggal : 8-9 Juni 2011
Tempat : PT. IKPP Serang
Team :
a. A. Tohari Waluyo (QAS)
b. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)b. Tri Bayu Widiyatmoko (Raw Material PP)
c. Sjamsul Ridjal (Marketing Export)
d. Anggi Karniadi (QAS)
2. Internal Audit (II)
Tanggal : 30 Mei – 1 Jun 2012
Tempat : PT. IKPP Serang
Team :
a. Kurniadi Suherman (APP / SSE)
b. Vivien Lestari (APP / SSE)b. Vivien Lestari (APP / SSE)
4. Follow Up
1. Follow-up dilakukan untuk memastikan gap analysis dan hasil
internal audit telah dilakukan perbaikan secara efektif, sehingga
semua verifier terpenuhi.
2. Follow-up gap analysis dan hasil internal audit dilaksanakan oleh
team IK-Serang.
3. Kordinasi dan komunikasi secara intensif dengan team SSE - APP3. Kordinasi dan komunikasi secara intensif dengan team SSE - APP
Thamrin dalam hal :
� Progres yang telah dicapai,
� Kesulitan / masalah yang dihadapi (seperti dokumen
perijinan, pembuatan material balance, penyiapan dokumen /
laporan, dan lain-lain),
� Informasi-informasi berkaitan dengan rencana dan proses audit
sertifikasi VLK di APP Group.
5. Persiapan Audit Sertifikasi
1. Sosialisasi Pengumuman Pelaksanaan VLK IK-Serang, melalui :
o Pemasangan “Pengumuman Pelaksanaan VLK IK-Serang” di
Kantor Desa Kragilan, Papan Pengumuman, dan lain-lain
o Pemasangan spanduk
o Lotus note (email)o Lotus note (email)
o Pemasangan “Pengumuman Pelaksanaan VLK IK-Serang” di
Kantor Desa Kragilan, Papan Pengumuman, dan lain-lain
Di Kantor Desa
Kragilan
Di Papan Pengumuman (IK-Serang)
o Pemasangan Spanduk
PM Area
Gerbang IK
Pallet Area
2. Persiapan dokumen / laporan (Juli 2011 – Juni 2012)
� Legalitas pemegang ijin (NPWP, Akta, SK, IUT, dll),
� AMDAL, RKL-RPL,
� Rendemen realisasi produksi
� Laporan produksi
� Penerimaan bahan baku (kayu, pulp & waste paper),� Penerimaan bahan baku (kayu, pulp & waste paper),
� Pemakaian bahan baku,
� Quantity penjualan,
� Data umur karyawan,
� PKB, Serikat Pekerja,
� Safety / K3,
� Dan lain-lain.
6. Pelaksanaan Audit VLK
1. Pelaksanaan Audit VLK IK-Serang :
o Tanggal : 11-21 Juni 2012
o Lembaga VLK : TUV Rheinland
o Team Audit :
1. Noki Purwaka (Lead Auditor)1. Noki Purwaka (Lead Auditor)
2. Sulistiono (Auditor)
3. Heru Purwanto (Auditor)
4. Anjar Guntoro (Auditor)
2. Hasil Audit Verifikasi Legalitas Kayu – PT IKPP Serang Mill
Prinsip Kriteria Indikator Verifier Nilai Justifikasi
P1 K1.1 1.1.1 a Memenuhi
b Memenuhi
c Tidak berlaku
Dari verifikasi dokumen, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill
berada di wilayah administrasi Kabupaten Serang dan telah mendapatkan
izin AMDAL dari instansi yang berwenang, sehingga sesuai dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Serang Nomor 2 Tahun
1999 tanggal 15 April 1999 tentang Retribusi Izin Gangguan Bab IV
c Tidak berlaku1999 tanggal 15 April 1999 tentang Retribusi Izin Gangguan Bab IV
Ketentuan Perizinan Pasal 6 Ayat (1), perusahaan merupakan industri yang
tidak wajib memiliki izin gangguan.
d Memenuhi
e Memenuhi
f Memenuhi
g Memenuhi
h Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill telah mendapatkan izin usaha
tetap dari BKPM sebagai industri lanjutan dan sesuai dengan Permenhut
Nomor P.43/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor
P.16/Menhut-II/2007 dimana industri lanjutan tidak wajib membuat dan
menyusun RPBBI.
Prinsip Kriteria Indikator Verifier Nilai Justifikasi
P1 K1.1 1.1.2 Tidak berlaku
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 tanggal 29 Mei 2008 tentang
Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, produk paper tidak
termasuk Produk Industri Kehutanan yang harus mendapatkan
pengakuan sebagai ETPIK (Eksportir Terdaftar Produk Industri
Kehutanan).
K1.2 1.2.1 a Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen legalitas dan observasi lapangan,
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam
unit usaha dalam bentuk kelompok pengrajin/industri rumah
tangga.tangga.
b Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen legalitas dan observasi lapangan,
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam
unit usaha dalam bentuk kelompok pengrajin/industri rumah
tangga.
1.2.2 a Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen dan observasi lapangan, PT. Indah
Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam unit usaha
dalam bentuk kelompok pengrajin/industri rumah tangga.
b Tidak berlaku
Berdasarkan verifikasi dokumen dan observasi lapangan, PT. Indah
Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak termasuk dalam unit usaha
dalam bentuk kelompok pengrajin/ industri rumah tangga.
Prinsip Kriteria Indikator Verifier Nilai Justifikasi
P2 K2.1 2.1.1 a Memenuhi
b Memenuhi
c Memenuhi
d Memenuhi
e Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tb. Serang Mill hanya menggunakan
bahan baku utama berupa pulp dan waste paper serta bahan baku
pendukung pallet berupa kayu gergajian sehingga tidak pernah
melakukan pembelian dan menerima kayu bekas hasil bongkaranmelakukan pembelian dan menerima kayu bekas hasil bongkaran
atau kayu galian atau kayu pendam.
f Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menggunakan
bahan baku utama berupa pulp dan waste paper serta bahan baku
pendukung pallet berupa kayu gergajian sehingga tidak pernah
melakukan pembelian dan menerima kayu limbah industri.
g Memenuhi
h Tidak berlaku
Berdasarkan Permenhut No. P.43/Menhut-II/2009 tanggal 02 Juli
2009 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.16/Menhut-
II/2007 tentang Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI)
Primer Hasil Hutan Kayu, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. – Serang
Mill merupakan industri yang tidak
diwajibkan untuk membuat RPBBI.
Prinsip Kriteria Indikator Verifier Nilai Justifikasi
P2 K2.1 2.1.2 a Memenuhi
b Memenuhi
c Memenuhi
2.1.3 a Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah
melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk
melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga
(men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
b Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah
melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk
melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga
(men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
c Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah
melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk
melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga
(men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
d Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill tidak pernah
melakukan kerjasama atau kontrak proses pengolahan produk
melalui jasa industri lain atau pengrajin/industri rumah tangga
(men-subkon-kan proses produksi ke pihak lain).
Prinsip Kriteria Indikator Verifier Nilai Justifikasi
P3 K3.1 3.1.1 a Tidak berlakuPT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual
produk berupa kertas sehingga tidak termasuk pada kayu
olahan yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan RI Nomor 68/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11
Februari 2003 tentang Perdagangan Kayu Antar Pulau.b Tidak berlaku
3.1.2 a Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual
produk yang berupa kertas yang tidak termasuk dalam kayu
olahan yang wajib menggunakan dokumen PKAPT sehingga
bendera kapal pengangkutan yang digunakan tidak diverifikasi.
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual
b Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual
produk yang berupa kertas yang tidak termasuk dalam kayu
olahan yang wajib menggunakan dokumen PKAPT, sehingga
identitas kapal yang tercantum dalam dokumen Delivery Note
(DN) tidak diverifikasi.
3.1.3 a Tidak berlaku
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual
produk berupa kertas sehingga tidak termasuk pada kayu
olahan yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan RI Nomor 68/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11
Februari 2003 tentang Perdagangan Kayu Antar Pulau
sehingga jenis, volume, jumlah, asal dan tujuan yang ada di
dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tidak
diverifikasi.
b Tidak berlakuPT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill hanya menjual
produk dalam bentuk paper.
Prinsip Kriteria Indikator Verifier Nilai Justifikasi
P3 K3.2 3.2.1 a Memenuhi
b Memenuhi
c Memenuhi
d Memenuhi
e Tidak berlaku
Kewajiban menggunakan dokumen lisensi ekspor (V-Legal) masih
dalam proses finalisasi di pemerintah sehingga untuk kegiatan
ekspor masih belum diberlakukan.ekspor masih belum diberlakukan.
f Tidak berlaku
Produk Jadi PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. – Serang Mill berupa
paper yang termasuk dalam HS Code 48 yang tidak termasuk produk
industri kehutanan yang harus diverifikasi oleh surveyor
independen.
g Tidak berlaku
Produk paper tidak termasuk produk yang terkena bea keluar dan
tarif bea keluar sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
67/PMK.011/2010 tanggal 22 Maret 2010 tentang Penetapan
Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
h Tidak berlakuPT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Serang Mill menggunakan jenis
kayu yang tidak termasuk dalam jenis kayu CITES.
Prinsip Kriteria Indikator Verifier Nilai Justifikasi
P4 K4.1 4.1.1 a Memenuhi
b Memenuhi
c Memenuhi
K4.2 4.2.1 MemenuhiK4.2 4.2.1 Memenuhi
4.2.2 Memenuhi
4.2.3 Memenuhi
3. Sertifikat :
o No Registrasi Sertifikat : 824 303 120006
o Ruang Lingkup : Industri lanjutan penghasil produk Test
Liner /Corrugating Medium, Folding Box
Board, Corrugated Carton Box, Paper
Tube, Paper Cone, Box,
o Masa Berlaku : 3 Juli 2012 s.d 2 Juli 2015
Tube, Paper Cone, Box,
Duplex/Manila/Ivory/Art Board/Solid
Bleached Borad/Printing Packaging
Products.
Oleh:
Liana Bratasida
Direktur Eksekutif APKI
Jakarta, 3 September 2012
RUU Bahan Kimia dan
RPP Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3)
Saat ini ada 2 Peraturan Perundang-undangan yang sedang disusun yaitu:
• RUU tentang Bahan Kimia (pemrakarsa Kemenperin) dan Kemenperin) dan
• RPP tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Bahan Berbahaya dan Beracun (pemrakarsa KLH)
Penyusunan naskah akademis RUU
BK
Isu RUU tentang Bahan Kimia dan RPP B3,
menjadi isu politis yang harus
diselesaikan oleh Pemerintah.
Penyusunan naskah akademis RUU BK
telah dimulai sejak akhir tahun 2009
dengan melibatkan lintas sektoral (semua
Kementerian dengan instansi terkait
lainnya).
Pembuatan RUU Bahan Kimia
Pembuatan RUU-BK ini sudah masuk dalam
PROLEGNAS 2013-2014 dan mengikuti
pemahaman yang berlaku di tingkat
internasional:
1. Agenda 21 chapter 19 (1992)1. Agenda 21 chapter 19 (1992)
2. Stockholm Convention
3. Rotterdam Convention
4. Strategic Approach to International
Chemicals Management (SAICM)
5. Globally Harmonized System (GHS)
6. dll
Pembuatan
RUU Bahan Kimia
RUU tentang bahan kimia
rencananya akan dijadikan payung
hukum (yang dapat dimiliki dan hukum (yang dapat dimiliki dan
digunakan oleh semua pihak),
sementara RPP B3 lebih
menekankan pada kewenangan LH
dalam masalah limbah.
Bahan Kimia dan
Bahan Berbahaya dan Beracun
KLH menganggap bahwa bahan kimia itu merupakan
bagian dari Bahan Berbahaya dan Beracun dengan
definisi adalah sebagai:
“zat energi dan/atau komponen lain yang karena sifat,
konsentrasi dan/atau jumlahnya baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusakmaupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak
lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
maupun mahluk hidup lainnya”.
Oleh karena itu bahan kimia dianggap juga sebagai
kewenangan LH sepenuhnya.
Bahan Kimia dan
Bahan Berbahaya dan Beracun
Dalam RUU BK, pengertian bahan kimia
itu merupakan himpunan besar dan bahan
kimia tersebut ada yang berbahaya dan
yang tidak berbahaya. yang tidak berbahaya.
Bahan kimia berbahaya ini selanjutnya
terbagi atas:
• limbah berbahaya dan
• bahan baku/produksi industri.
Bahan Kimia dan
Bahan Berbahaya dan Beracun
Sesuai dengan GHS, RUU ini memberi
kewenangan kepada LH untuk bahan kimia
berbahaya terhadap lingkungan, yaitu berbahaya terhadap lingkungan, yaitu
lingkungan aquatik, tanah dan
pencemaran udara.
Selain itu prosedur penetapan bahan
kimia berbahaya itu jelas mengikuti GHS.
Undang-Undang RI
No. 32/2009
UU RI no. 32/ 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 58:
(1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah (1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau
menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang RI
No. 32/2009
Penjelasan Pasal 58 UU RI no. 32/2009
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3
merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya
kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup
yang berupa terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup, mengingat B3
mempunyai potensi yang cukup besar untuk
menimbulkan dampak negatif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Undang-Undang RI
No. 32/2009
Definisi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam UU RI no. 32
tahun 2009 Bab 1 Pasal 1 ayat 21 adalah:
“Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya
disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain
yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lain”.
Istilah B3 hanya ada dan dikenal di Indonesia saja.
RUU Bahan KimiaSistem Klasifikasi
Pasal 8
1) Klasifikasi bahan kimia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b
dilakukan berdasarkan kelompok bahayanya.
2) Kelompok bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bahaya fisik;
b. bahaya kesehatan; dan
c. bahaya lingkungan.
3) Kelompok bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-3) Kelompok bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-
masing dibagi dalam sub-kelompok bahaya.
4) Sub-kelompok bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikategorikan sesuai dengan kategori tingkat bahaya.
5) Kelompok bahaya, sub-kelompok bahaya, dan kategori serta simbol
bahaya bahan kimia sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-
Undang ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan.
6) Bahan kimia yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan sebagai bahan kimia berbahaya dengan Peraturan
Pemerintah.
RUU Bahan Kimia
Penjelasan Pasal 8 RUU BK:
Ayat (1):
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3
merupakan upaya untuk mengurangi
terjadinya kemungkinan risiko terhadap
lingkungan hidup yang berupa terjadinya lingkungan hidup yang berupa terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, mengingat B3 mempunyai potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan
dampak negatif.
Ayat (2)
Cukup jelas
RUU Bahan KimiaAyat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Globally Harmonized System (GHS) of Classification and
Labelling of Chemicals atau Sistem Harmonisasi Global
(GHS) tentang Klasifikasi dan Label Bahan kimia
merupakan buku pedoman tentang Sistem Klasifikasi dan
Label Bahan kimia yang diinisiatifkan dan diterbitkan olehLabel Bahan kimia yang diinisiatifkan dan diterbitkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa Bangsa melalui “United
Nations Conference on Environment and Development”
(UNCED) sebagai hasil kesepakatan pertemuan Konprensi
Earth Summit - Rio de Janeiro, Brazil, tahun 1992 sesuai
amanah dalam Agenda 21 Bab 19 paragraf 26 dan 27
pada Program Area B, yakni “Harmonisasi Sistem
Klasifikasi dan Label Bahan
RUU Bahan KimiaBuku pedoman GHS memuat pedoman untuk
harmonisasi sistem klasifikasi bahaya, dan penentuan
kategori tingkat bahaya bahan kimia berdasarkan standar
kriteria, serta penentuan label (simbol) bahaya bahan
kimia dan lembar data keselamatan (LDK) sebagai cara
komunikasi bahaya dan risiko bahan kimia. Tujuan utama
GHS adalah melindungi manusia dan lingkungan serta
memperlancar arus perdagangan bahan kimia secara memperlancar arus perdagangan bahan kimia secara
Internasional.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
RUU Bahan Kimia
Komunikasi Bahaya dan Risiko Bahan Kimia
Pasal 9
(1) Bahaya dan risiko bahan kimia wajib dikomunikasikan kepada setiap orang
pada setiap simpul daur hidup bahan kimia.
(2) Simpul daur hidup bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
• pengadaan;• pengadaan;
• produksi;
• penyimpanan;
• pengangkutan;
• distribusi;
• penggunaan;
• ekspor; dan
• pembuangan dan pemusnahan.
RUU Bahan Kimia(3) Komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan menyampaikan informasi
dalam bentuk Label dan Lembar Data
Keselamatan bahan kimia.
(4) Setiap orang yang melakukan kegiatan produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
wajib membuat Label dan Lembar Data wajib membuat Label dan Lembar Data
Keselamatan.
(5) Setiap Orang yang melakukan kegiatan pada
simpul daur hidup bahan kimia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib:
a. memasang Label bahan kimia; dan
b. menyediakan dan menyertakan Lembar Data
Keselamatan bahan kimia.
RUU Bahan Kimia
Penjelasan pasal 9 RUU BK:
Ayat (1)
Komunikasi bahaya dan risiko dalam ayat ini adalah
penyampaian informasi mengenai sifat bahaya dan risiko
bahan kimia. Sifat bahaya dan risiko dikomunikasikan
melalui simbol dan label bahan kimia yang meliputi
informasi keselamatan dan keamanan dalam pengelolaan
pada setiap simpul bahan kimia. Informasi dimaksudpada setiap simpul bahan kimia. Informasi dimaksud
dituliskan pada Label, Lembar Data Keselamatan (LDK)
atau sarana informasi penting yang diperlukan dalam
pengelolaan bahan kimia.
LDK bahan kimia dibuat sesuai format yang ditetapkan GHS
yakni terdiri dari 16 elemen dan digunakan sebagai cara
dalam mengkomunikasikan bahaya dan risiko bahan kimia.
RUU Bahan KimiaFormat LDK terdiri dari 16 elemen, meliputi:
1. identifikasi produsen/distributor;
2. identifikasi bahaya;
3. komposisi/informasi mengenai kandungan bahan;
4. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan;kecelakaan;
5. tindakan pemadaman api;
6. tindakan penanganan tumpahan;
7. penanganan dan penyimpanan;
8. pengendalian paparan/perlindungan diri;
9...
RUU Bahan Kimia
....Format LDK terdiri dari 16 elemen,
meliputi;
9. sifat fisik dan kimia;
10. stabilitas dan reaktivitas;
11. informasi toksikologi;11. informasi toksikologi;
12. informasi ekologi;
13. pertimbangan pembuangan;
14. informasi transportasi;
15. informasi peraturan; dan
16. informasi lain.
RUU Bahan Kimia
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Label dan Lembar Data Keselamatan Kimia (LDK)
dimaksudkan pada ayat ini wajib dibuat dan disediakan
jika setiap orang memproduksi bahan kimia baru atau jika setiap orang memproduksi bahan kimia baru atau
bahan kimia yang diproduksi belum tersedia atau
memiliki Label dan LDK. Apabila bahan kimia yang
diproduksi, didistribusikan, atau diperdagangkan
merupakan bahan kimia dengan identitas yang sama
dan sudah tersedia atau memiliki Label dan LDK maka
produsen atau distributor wajib menyediakan Label dan
LDK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
RUU Bahan Kimia
Pasal 10
Label bahan kimia paling sedikit
memuat:
a. identitas bahan kimia;a. identitas bahan kimia;
b. identitas produsen dan/atau
pemasok;
c. informasi bahaya dan risiko; dan
d. informasi keselamatan.
RUU Bahan Kimia
Penjelasan Pasal 10 RUU BK:
Huruf (a)
Cukup jelas.
Huruf (b)
Identitas produsen atau pemasok yang Identitas produsen atau pemasok yang
dimaksud dapat berasal dari dalam atau
luar negeri, meliputi: nama produsen
atau importir dan/atau distributor,
alamat produsen dan/atau distributor,
serta nomor telepon yang dapat
dihubungi.
RUU Bahan KimiaHuruf (c)
Cukup jelas.
Huruf (d)
Informasi Keselamatan yang dimaksud
termasuk dalam sistem label yang meliputi
simbol (piktogram) bahaya, kata sinyal atausimbol (piktogram) bahaya, kata sinyal atau
peringatan, pernyataan bahaya jika
terkena/kontak, pernyataan kehati-hatian.
Kata sinyal dapat berupa “Bahaya”
(Danger) atau “Awas” (Warning), sesuai
hasil sistem klasifikasi bahan kimia
berdasarkan GHS.
Perbandingan Penjelasan
RPP B3
Cakupan
pengaturan B3
lebih bersifat
umum
RUU BK
• Di dalam RUU BK tidak
ada kata-kata limbah B3,
yang ada adalah limbah
bahan kimia berbahaya
dan kewenangannya umum
dan kewenangannya
diserahkan kepada KLH.
• Istilah B3 hanya ada di
Indonesia, tidak
digunakan dalam
international
convention.
Istilah B3 sendiri
USULAN APKI
TERHADAP DRAFT RPP B3• APKI telah mengirimkan surat dengan nomor
099/APKI/07/2012, pada tanggal 31 Juli 2012 kepada
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dengan tembusan
kepada Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan
Menteri Hukum dan HAM.
• Isinya mengenai 8 hal butir-butir Penundaan Pengesahan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang BahanRancangan Peraturan Pemerintah tentang Bahan
Berbahaya Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, dan Dumping Bahan Berbahaya dan Beracun
butir-butir usulan APKI terhadap draft RPP B3.
• Butir-butir ini merupakan kesepakatan dari pertemuan
internal APKI yang diadakan pada tanggal 24-25 Juli 2012 di
Bandung dan melibatkan Kementerian Perindustrian, Pakar
Lingkungan dari BBPK, ITB, UNPAD dan tim lingkungan
komite kerja APKI.
ISI BUTIR-BUTIR USULAN APKI
TERHADAP RPP B3
1. Draft RPP tentang Bahan Berbahaya Beracun, Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Bahan Berbahaya dan
Beracun merupakan penggabungan dari 3 PP yaitu:
a. PP 18/ 1999 tentang : Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
b. PP 85/1999 tentang:Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun
c. PP 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun
Dalam draft RPP tersebut ternyata ketentuan mengenai Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) belum sesuai dengan kategori B3
yang sebenarnya (ada bahan yang seharusnya masuk kategori
B3 belum tercantum, dan sebaliknya).
2. Pasal 1 ayat 1 RPP versi 27 Juni 2012 telah
mencantumkan Bahan Berbahaya dan Beracun, yang
selanjutnya disingkat B3, adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pasal 1 ayat 18 menjelaskan bahwa Limbah bahan
berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah
B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung B3. Penjelasan dari pasal 1 ayat 18 tersebut
juga hanya tertulis cukup jelas.
Dengan merujuk kepada kedua pasal tersebut maka APKI
mengusulkan agar definisi untuk Limbah B3 menyebutkan
besaran konsentrasi dan jumlahnya sehingga ada
konsistensi.
3. Pada ketentuan pasal 1 ayat 19 dimana dituliskan bahwa
Limbah bahan berbahaya dan beracun dari sumber
spesifik khusus, yang selanjutnya disebut Limbah
Khusus.
Perlu adanya konsistensi pada penggunaan istilah
limbah B3 karena dalam RPP tersebut masih digunakan
istilah limbah B3 dari sumber spesifik khusus yang
seharusnya Limbah Khusus.
Selain itu perlu ditambahkan di pasal 1 Definisi Selain itu perlu ditambahkan di pasal 1 Definisi
Penghasil Limbah B3, yang dalam PP sebelumnya
sudah tercantum.
4. Pengaturan untuk membuktikan bahwa limbah dari suatu
proses kegiatan termasuk dalam daftar limbah B3 yang
harus diuji karakteristik limbah B3 sesuai dengan pasal
32 ayat 3b RPP versi 27Juni 2012, diusulkan kata “dan”
diganti menjadi kata “atau”. Hal ini dikarenakan kedua uji
tersebut adalah sama hanya menggunakan media yang
berbeda sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
5. Di dalam RPP ini bahwa sebenarnya semua limbah B3 baik dari
sumber spesifik maupun sumber tidak spesifik bisa dikeluarkan
dari list (delisting), Hal ini telah diatur dalam pasal 39 - 40.
Artinya semua limbah B3 bisa menjadi Limbah Non B3 tetapi
terlebih dahulu harus dibuktikan melalui uji karakteristik
seperti yang diatur pada pasal 32.
APKI mengusulkan agar dibuat aturan pengelolaan Limbah
non B3 (setelah Limbah B3 dibuktikan menjadi non B3),
setidaknya secara umum dibuat dalam RPP ini dan secara
teknis akan diatur dalam peraturan menteri.
6. RPP versi 27 Juni 2012 belum mengatur secara lengkap
ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan,
pengangkutan, pengumpulan, pemanfaatan, dan pengolahan
limbah khusus dalam peraturan menteri dan APKI mengusulkan
pengaturan secara umum mengenai limbah khusus dalam RPP,
seperti yang tertuang dalam RPP versi 14 Oktober 2011 bagian
kesepuluh.
7. APKI telah mengusulkan melalui Kemenperin dan
menurut informasi dari Kemenperin usulan tersebut
sudah disepakati dan ditandatangani bersama pada 29
Juli 2011 antara KLH dan Kemenperin. Kesepakatan
tersebut adalah sbb:
a. Bahwa Dreg dan grits dan sludge IPAL telah
disepakati masuk dalam limbah khusus
b. Bahwa sumber pencemaran dari bleaching dan
chemical plant dikeluarkan dari limbah spesifikchemical plant dikeluarkan dari limbah spesifik
dengan melampirkan kajian ilmiah (kajian ilmiah
sudah disampaikan ke KLH melalui Kemenperin).
c. Telah disepakati bahwa istilah Limbah B3 dengan
pengelolaan khusus diubah dengan istilah limbah
khusus.
8. Untuk melaksanakan pengujian-
pengujian yang diamanatkan dalam RPP
ini, diperlukan adanya penetapan
Laboratorium terakreditasi di Indonesia
dan SNI untuk jenis-jenis pengujian-dan SNI untuk jenis-jenis pengujian-
pengujian yang dipersyaratkan.
RPP PENGELOLAAN B3,
PENGELOLAAN
LIMBAH B3 DANLIMBAH B3 DAN
DUMPING B3Disampaikan oleh :
Ismail Mandry
Sosialisasi SVLK, RPP B3, dan Waste Paper
The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA)
Jakarta, 03 September 2012
PERUNDANG-UNDANGAN DAN
PERATURAN-PERATURAN
UU 23
tahun 2003
UU 32 tahun
2009
PP 18/1999 Jo
PP 85/1999
Tentang
PP 74/2001
Tentang
RPP
PengelolaanTentang
Pengelolaan
Limbah B3
Tentang
Pengelolaan
B3
Pengelolaan
Limbah B3
RPP Limbah B3~ Nov 2011 Mensesneg
~ 11 Jan 2012 Menteri KLH
. Deputy IVKLH
. Staf Ahli KLH
wakil Sekneg
~ 24 Jan 2012 Dirjen BIM
. Dirjen Litbang
. Deputy IV KLH
RPP
~ Rapat Pleno 30
Juli 2012
Di kantor
Kemenhukam
Permendag
39/2009
Tentang
Ketentuan
impor limbah
Non B3
KEGIATANKEGIATAN PENGELOLAANPENGELOLAAN LIMBAHLIMBAH B3B3
PENYIMPANANPENYIMPANAN
PENGUMPULANPENGUMPULAN
PENGANGKUTANPENGANGKUTAN
• Semua hal tsb diatas berkaitan dengan perijinan dan sangsi
PENGANGKUTANPENGANGKUTAN
PEMANFAATANPEMANFAATAN
PENGOLAHANPENGOLAHAN
PENIMBUNANPENIMBUNAN
Tanggapan INDUSTRI KIMIA terhadapRancangan Peraturan Pemerintah tentangRancangan Peraturan Pemerintah tentang
Bahan Berbahaya dan Beracun
Gd. Petrokimia Gresik lt.-3, Jalan Tanah Abang III/16, Jakarta 10160 - IndonesiaPhone: +62-21-3446459 ext .3203, Fax: + +62-21-344 6645
E-mail: [email protected]
Disampaikan oleh : Adi SunariadiFederasi Industri Kimia Indonesia (FIKI)
pada
Seminar Asosiasi Pulp dan Kertas
Indonesia (APKI)
Jakarta, 3 September 2012
PENDAHULUAN
1. Tanggal 27 Juni 2012, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI menerbitkan secara
resmi untuk kalangan terbatas (Industri kimia tidak mendapatkannya) Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun,
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
2. Menindaklanjuti Surat Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. B-
6687/MENLH/06/2012 tanggal 28 Juni 2012 kepada Menteri Hukum dan HAM RI
perihal Permohonan Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun , dan Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, padaBerbahaya dan Beracun , dan Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pada
tanggal 30 Juli 2012 diselenggarakan Rapat Pengharmonisasian, Pemantapan dan
Pembulatan Konsepsi RPP B3 tersebut di Ruang Rapat B, Gedung Ditjen PP, Lantai 4,
Kementerian Hukum dan HAM. Jl. HR Rasuna Said Kav. 6-7, Jakarta Selatan. – Asosiasi
Industri Tidak ada yang diundang dalam acara ini.
3. Mulai tanggal 6 Agustus 2012, beberapa Asosiasi Industri Kimia Indonesia dipelopori
Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) mengirimkan Surat Sanggahan / Penolakan
Resmi kepada Menteri Hukum dan HAM RI tentang rencana pengesahan RPP B3
tersebut menjadi PP yang oleh KLH ditargetkan segera bisa ditandatangani oleh
Presiden RI karena isinya berpotensi sangat memberatkan bagi industri kimia
Indonesia.
PENDAHULUAN
4. Beberapa Asosiasi Industri Kimia Indonesia yang telah mengirimkan Surat Sanggahan /
Penolakan Resmi kepada Menteri Hukum dan HAM RI tentang rencana pengesahan
RPP B3 tersebut menjadi Peraturan Pemerintah (menggantikan PP No. 74 Tahun 2001)
diantaranya :
- Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI)
- Asosiasi Resin Sintetik Indonesia (ARSI)
- Asosiasi Industri Olefin dan Plastik Indonesia (INAplas)
- Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI)- Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI)
- Asosiasi Kimia AnOrganik Dasar Indonesia (AKIDA)
- Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (PERKOSMI)
- Asosiasi Produsen Bahan Surfaktan Indonesia (APROBSI)
- Asosiasi Produsen Kimia Penunjang Indonesia (APKAPI)
- Asosiasi Produsen Cat Indonesia (APCI)
- Himpunan Masyarakat Pestisida Nasional (HMPN)
- CropLife Indonesia
- Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI)
PENDAHULUAN
5. Tanggal 15 Agustus 2012 - Karena banyaknya Surat Penolakan yang dikirimkan kepada
Menteri Hukum dan HAM dari berbagai pihak termasuk IISIA (Indonesian Iron and
Steel Industry Association) dan berbagai Asosiasi Industri Kimia Indonesia anggota FIKI,
RPP B3 “pending” TIDAK jadi ditandatangani Presiden RI.
Rancangan PP B3 versi 27 Juni 2012
• Terdiri atas 282 Pasal , 9 (Sembilan) Lampiran serta Penjelasan -
Untuk menggantikan PP Nomor 74 Tahun 2001 dan
melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat 2, Pasal 59 ayat 7 dan
Pasal 61 ayat 3 Undang-undang No. 32 Tahun 2009.
• Lampiran I - Daftar B3 yang DAPAT Dimanfaatkan.
• Lampiran II – Daftar B3 yang TERBATAS Dimanfaatkan..• Lampiran II – Daftar B3 yang TERBATAS Dimanfaatkan..
• Lampiran III – Daftar B3 yang DILARANG Dimanfaatkan.
• Lampiran IV – Daftar LIMBAH B3 dari Sumber yang TIDAK
SPESIFIK.
• Lampiran V – TABEL 1. Daftar LIMBAH B3 dari Sumber SPESIFIK
UMUM.
Rancangan PP B3 versi 27 Juni 2012
• Lampiran V – TABEL 2. Daftar LIMBAH B3 dari Sumber SPESIFIK
KHUSUS.
• Lampiran VI – Daftar Limbah B3 dari B3 Kadaluwarsa, Tumpahan,
Sisa Kemasan, atau Buangan Produk yang Tidak Memenuhi
Spesifikasi.
• Lampiran VII – Parameter Uji Karakteristik dan Kriteria Penetapan• Lampiran VII – Parameter Uji Karakteristik dan Kriteria Penetapan
Limbah B3.
• Lampiran VIII - Baku Mutu Lindi berdasarkan Uji Karakteristik
Beracun Melalui Prosedur Pelindian (Toxicity Characteristic
Leaching Procedure, TCLP) Bahan Pencemar.
• Lampiran IX - Total Kadar Maksimum Limbah B3 yang Belum
Diolah dan TEMPAT PENIMBUNANNYA.
Lampiran I - Daftar B3 yang DAPAT Dimanfaatkan
• Asam Asetat
• Asam Formiat
• Asam Sitrat
• Asetilena (C2H2)
• Argon (Ar)
• Gliserol / Gliserin
• Hidrogen Peroksida (H2O2)
• Karbon Dioksida (CO2)
• Karbon Hitam (C)
• Natrium Hipoklorit (NaOCl)• Argon (Ar)
• Butana (C4H10)
• Butanol
• Etil Alkohol
(C2H5OH)
• Natrium Hipoklorit (NaOCl)
• Nitrogen (N2)
• Propana (C3H8)
• Silika (SiO2)
Lamp. II - Daftar B3 yang TERBATAS Dimanfaatkan
• Etilena Diklorida
• Silika (SiO2)
•
Alasan yang melandasi Penolakan FIKI akan RPP B3
• Perkembangan pengelolaan bahan kimia secara global sejak KTT
Bumi 1992 di Rio de Janeiro hingga saat ini terus berkembang
pesat seperti adanya Konvensi Basel tahun 1992, U.N. World
Summit on Sustainable Development (WSSD 2002), U.N. Globally
Harmonized System of Chemical Classification and Labelling
(GHS), U.N. Nations Strategic Approach to Integrated Chemical
Management (SAICM, 2006), dan Responsible Care® Global Management (SAICM, 2006), dan Responsible Care® Global
Charter (Global Product Strategy, 2006).
• Kami industri kimia Indonesia sangat memahami pada
prinsipnya semua program tersebut bertujuan untuk menuju
penggunaan bahan kimia secara aman dengan target tahun
2020.
Alasan yang melandasi Penolakan FIKI akan RPP B3
• Semua bahan kimia akan terstandardisasi secara global
berdasarkan klasifikasi bahaya fisik-kimia, kesehatan dan
lingkungan serta penilaian resiko (chemical risk assessment).
Inilah komitmen internasional melalui SAICM sejak International
Conference on Chemical Management pertama (ICCM-1 pada
tahun 2006, Deklarasi Dubai dst).
• Dengan demikian maka antisipasi dampak signifikan atas bahan
kimia akan dapat diwujudkan, sehingga dapat digunakan secara
aman baik bagi manusia maupun lingkungan, yang selanjutnya
dikenal dengan WSSD Goal 2020.
Alasan yang melandasi Penolakan FIKI akan RPP B3
• RPP Limbah B3, hanya menekankan kepada registrasi, perijinan,
rekomendasi, pelaporan, serta sangsi, dan bahkan sama sekali
tidak mengarah pada pembinaan kepada produsen (industri),
pemasok dan pengguna bahan kimia tentang pengaturan dalam
memanfaatkan bahan kimia dengan aman dan selamat.
• Definisi Limbah menurut RPP B3 adalah “Sisa suatu usaha dan
atau kegiatan” yang jauh berbeda artinya dari definisi Limbahatau kegiatan” yang jauh berbeda artinya dari definisi Limbah
menurut “Basel Convention on the Control of Transboundary
Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal” : Wastes
are substances or objects which are disposed of or are intended
to be disposed of or are required to be disposed of by the
provisions of national law;
RPP B3 perlu dikoreksi karena :
• Adanya tumpang tindih antara ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan dengan UU No.18/2008 tentang Pengelolaan
Sampah, dimana pengaturan tentang pengolahan kemasan B3
bekas pakai seharusnya tidak masuk dalam RPP-Limbah B3,
tetapi seharusnya masuk dalam bagian UU No.18/2008 sebagai
sampah spesifik yang akan diatur tersendiri dalam Peraturansampah spesifik yang akan diatur tersendiri dalam Peraturan
Menteri.
• Bila pengaturan pengelolaan B3 yang digunakan untuk bahan
farmasi dan kosmetik dikecualikan dalam RPP-limbah B3, maka
seharusnya beberapa bahan kimia yang ada dalam Lampiran I
dan Lampiran II yang digunakan untuk obat dan kosmetik harus
dihapus untuk menghindari kerancuan.
Penolakan Industri Kimia terhadap RPP B3 Karena
• Pasal 1 : Bahan Kimia disamakan dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan didefinisikan secara sembarangan sebagai : Zat, Energi, dan/atau komponen lain.
Definisi Energi dalam konteks Kimia : Energy is an attribute of a substance as a consequence of its atomic, molecular or aggregate structure. A chemical transformation is accompanied by a change in one or more of these kinds of structure, it is accompanied by an increase or decrease of energy of the substances involved. Some energy is transferred between the surroundings and the reactants of energy is transferred between the surroundings and the reactants of the reaction in the form of heat or light; thus the products of a reaction may have more or less energy than the reactants.
• Beracun merupakan salah satu sifat dari Bahaya.
Saran Industri Kimia terhadap RPP B3 :
• Bahan Kimia adalah semua materi berupa unsur, senyawa
tunggal, dan/atau campuran yang berwujud padat, cair atau gas.
• Istilah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus dirubah dan
disesuaikan dengan istilah yang lazim digunakan secara
Internasional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)
yaitu Bahan Berbahaya (B2) atau “Dangerous Goods”.
Penolakan Industri Kimia terhadap RPP B3 Karena
• Pasal 1 : Definisi “Simbol B3 dan Label B3” yang rancu :
Label B3 adalah setiap keterangan mengenai B3 yang berbentuk simbol atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang berisi informasi karakteristik B3 --� Label berbentuk Simbol ?
• Sesuai dengan ketentuan GHS, Simbol atau “Piktogram” adalah salah satu elemen dari Label, sedangkan elemen lainnya dari Label BahanKimia adalah : Identitas bahan kimia, Kata Sinyal, Pernyataan Bahaya, Kimia adalah : Identitas bahan kimia, Kata Sinyal, Pernyataan Bahaya, Pernyataan Kehati-hatian, Identitas dan Alamat Produsen dan atauPemasok.
• Apakah mungkin energi dilekati label lengkap dengan elemennya ?
Saran Industri Kimia terhadap RPP B3 :
• Istilah “Simbol” diganti dengan “Piktogram”
• ”yang berbentuk” diganti dengan : “yang mencantumkan”...
• “Karakteristik” diganti dengan “Sifat bahaya”,
Sehingga Definisi Label B3 harus dirubah menjadi :
“Label B2 adalah setiap keterangan mengenai sifat bahaya B2“Label B2 adalah setiap keterangan mengenai sifat bahaya B2yang mencantumkan Identitas Bahan Kimia, Piktogram, KataSinyal, Pernyataan Bahaya, Pernyataan Kehati-hatian, Identitasdan Alamat Produsen dan atau Pemasok”.
Saran Industri Kimia terhadap RPP B3 :
• Oleh sebab itu kami Industri Kimia Indonesia sangat
mengharapkan RPP B3, Limbah B3 dan Dumping ini untuk lebih
disederhanakan dan dikembalikan sesuai kewenangan (Tupoksi)
masing-masing Kementerian.
TERIMA KASIH
MekanismeMekanisme VPTI VPTI LimbahLimbah Non B3 Non B3
KSO KSO SucofindoSucofindo -- Surveyor IndonesiaSurveyor IndonesiaKSO KSO SucofindoSucofindo -- Surveyor IndonesiaSurveyor Indonesia
3 September 20123 September 2012
Mekanisme VPTI Limbah Non B3 yang Lama
VerifikasiTeknis
VO
VR VO
VO
Bayar Fee
DaftarDaftar
SLNMemilih
SLN
(COI) +(COI) +Foto
Customs Clearance
I N S W
LSLS
INATRADE
Bayar Fee Verifikasi
Bayar Fee Administrasi
VR : Verification Request LS : Laporan SurveyorVO : Verification Order
Importir/Eksportir membayar fee verifikasi sesuai kesepakatandengan SLN (commercial basis)
Fee Verifikasi
Importir membayar Fee Administrasi kepada KSO sebesar USD 60/LS
191
VR VO
VO
RFI RFV
VerifikasiTeknis
Mekanisme VPTI Limbah Non B3 yang Baru
HasilHasilVerifikasi(Draft LS)
Customs Clearance
I N S WLSLS
INATRADE
Bayar Fee Verifikasi
Teknis
VR : Verification requestVO : Verification Order
RFI : Request For information RFV : Request for Verification
LS : Laporan SurveyorSLN : Surveyor Luar Negeri
192
Mekanisme VPTI Limbah Non B3 yang Baru(Catatan : Adanya Kantor Penerbit LS selain Kantor Pusat KSO)
193
ASPEK MEKANISME LAMA MEKANISME BARU
Penunjukan SLN Importir memilih dari daftar SLN KSO menetapkan SLN secara
langsung
Perbandingan antara
Mekanisme Lama dan Baru VPTI Limbah Non B3
Wilayah Operasi SLN Bebas Dibagi dalam 6 Zona
Jumlah SLN 30 SLN 6 SLN (setiap Zona 1 SLN)
Biaya VPTI SLN dibayar oleh
Importir/Eksportir
SLN dibayar oleh KSO
Proses Kegiatan Permintaan VPTI oleh
Importir/Eksportir kepada SLN
Instruksi VPTI langsung dari
KSO kepada SLN
194
Tanggal Berdasarkan Dokumen
Masa Pemberlakuan
Pemberlakuan Mekanisme Baru 17 Juli 2012 Verification Order (VO)
Batas Akhir Mekanisme Lama 31 Agustus 2012 Certificate of Inspection (COI)
195
No. ZONA SLN PELAKSANA
1. Asia COTECNA
2. Afrika BV
3. Amerika A/S BALTIC
4. Eropa Non Inggris CWM
SLN Pelaksana Berdasarkan Zona
4. Eropa Non Inggris CWM
5. Inggris SGS
6. Australia Oceania ALEX STEWART
196
I. Verifikasi Administrasi/Dokumen
II. Verifikasi atau Inspeksi Teknis
III. Proses pemastian bahwa Limbah Non B3
tidak mengandung Bahan Berbahaya dan
Ruang Lingkup VPTI Limbah Non B3
tidak mengandung Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dan Sampah sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
197
1. Dokumen Awal : Dokumen Perijinan dan
Permintaan Verifikasi (VR).
2. Dokumen Akhir (Final Invoice, Packing List, Bill of
Lading atau Airway Bill, dan Surat Pernyataan
I. Verifikasi Administrasi/Dokumen
berikut :
Lading atau Airway Bill, dan Surat Pernyataan
Eksportir (SPE).
SPE berisi pernyataan :
• Limbah Non B3 yang akan diekspor tidak mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun
• Eksportir yang bersangkutan wajib bertanggung jawab untuk
menerima kembali limbah Non B3 yang telah diekspor
apabila ditemukan atau terkontaminasi dengan limbah B3
198
• Jenis dan spesifikasi barang
• Jumlah/volume/berat barang
• Klasifikasi Barang berdasarkan HS dalam Buku TarifKepabeanan Indonesia 2012
• Jenis kemasan
II. Verifikasi/Inspeksi Fisik Barang
• Jenis kemasan
• Keterangan-Keterangan atau Label-Label lainnya padakemasan
• Kondisi peti kemas
• Pengawasan pemuatan barang ke dalam peti kemas
• Penyegelan peti kemas khusus untuk status FCL
• Pengawasan pemuatan ke atas kapal (dalam hal barangdikapalkan tanpa kontainer atau break bulk)
199
Pengambilan foto atas seluruh tahapan inspeksiyang meliputi:
– Keseluruhan partai barang yang akan diinspeksi
– Barang yang telah dilakukan inspeksi
– Peti Kemas kosong
II. Verifikasi/Inspeksi
Teknis….(Lanjutan)
– Peti Kemas kosong
– Peti Kemas terisi setengah
– Peti Kemas terisi penuh
– Peti Kemas telah disegel
– Pengawasan pemuatan ke atas kapal(dalam halbarang dikapalkan tanpa kontainer atau break bulk)
200
• Mendapatkan informasi yang akurat mengenai
profil dan latar belakang entitas usaha eksportir
• Memastikan Skrap yang akan diekspor tidak
termasuk di dalam daftar Limbah B3 yang
III. Kegiatan Pemastian bahwa Skrap Logam
Tidak Mengandung B3 dan Sampah
termasuk di dalam daftar Limbah B3 yang
dilarang masuk ke wilayah Republik Indonesia
• Mengidentifikasi apa maksud/tujuan Skrap
diekspor ke Indonesia apakah untuk daur ulang,
sebagai bahan baku industri atau tujuan lain
termasuk dalam rangka membuang limbah.
201
• Memastikan sumber-sumber asal Skrap denganmelakukan kunjungan lapangan (sebelumdilakukan pemeriksaan) ke lokasi pemasok limbahpada saat pertama kali pengapalan untuk melihatbagaimana limbah disiapkan (amati proses penimbunan, pemilahan dan proses
Kegiatan Pemastian bahwa Skrap Logam Tidak
Mengandung B3 dan Sampah….(Lanjutan)
bagaimana limbah disiapkan (amati proses penimbunan, pemilahan dan proses membersihkan dan pengemasan), dan untukmengevaluasi resiko adanya barang sisa yang berbahaya;
• Memastikan apakah Skrap berasal dari negarayang bersangkutan atau transit dari negara lain.
202
• Memastikan apakah Skrap berasal dari
kegiatan industri, kegiatan perdagangan atau
rumah tangga :
– Jika Skrap berasal dari kegiatan rumah tangga,
Kegiatan Pemastian bahwa Skrap Logam Tidak
Mengandung B3 dan Sampah….(Lanjutan)
– Jika Skrap berasal dari kegiatan rumah tangga,
harus dipastikan sudah disortir;
– Jika Skrap berasal dari industri, tentukan dari
kegiatan industri apa berasal dan akan digunakan
untuk apa. Evaluasi resiko kemungkinan Skrap
telah bercampur dengan bahan berbahaya.
203
PermasalahanPermasalahan ImportasiImportasi
yang yang SeringSering TerjadiTerjadi
� Pengisian aplikasi verifikasi (VR) yang tidak lengkap (alamat importer/eksporter, PIC, alamat email, spesifikasi barang, no HS, dll)dll)
� Waktu pengajuan verifikasi oleh importir yang terlampau dekat dengan jadwal pengiriman barang dari negara muat (min 7 hari sebelumnya pada ‘low season’ atau 14 hari pada ‘peak season’)
� Perijinan yang dimiliki tidak sesuai dengan jenis komoditi/quota atau sudah habis masa berlakunya
� PIC eksporter di negara muat yang tidak jelas (nama, alamat email, telp, dll) , sehingga sulit untuk dihubungi oleh kantor pelaksana di LN
PermasalahanPermasalahan ImportasiImportasi
yang yang SeringSering TerjadiTerjadi
�Barang yang diinspeksi di negara muat tidak sesuai
dengan spesifikasi dan jumlah pengajuan awal (diperlukan
revisi Final Dokumen)
205
revisi Final Dokumen)
�Container lambat tiba ( pelaksanaan inspeksi akan dibatalkan
dan dijadwal ulang)
�Informasi dalam Final Dokumen (Invoice, Packing list, BL)
yang kurang jelas dan tidak lengkap
TerimaTerima KasihKasih
206
KETENTUAN IMPOR LIMBAH NON B3
207
DIREKTUR IMPOR
DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
OUTLINE POKOK-POKOK PENGATURAN
1. DASAR HUKUM
2. LATAR BELAKANG
3. PENGERTIAN LIMBAH NON B3
4. PERSYARATAN MENJADI IP LIMBAH NON B3
The Ministry of Trade of the Republic of Indonesia
4. PERSYARATAN MENJADI IP LIMBAH NON B3
5. MEKANISME IMPOR LIMBAH NON B3
6. PENGAWASAN IMPOR LIMBAH NON B3
7. KEWAJIBAN DAN SANKSI
1. DASAR HUKUM
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR
39/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN IMPOR
LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
The Ministry of Trade of the Republic of Indonesia
LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
2. LATAR BELAKANG
• Industri tertentu di dalam negeri masih menggunakan limbah sebagai bahan
baku dan/atau bahan penolong untuk kebutuhan proses produksinya;
• Pengadaan limbah sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong yang
diperlukan untuk kebutuhan proses produksi industri tertentu tidak dapat
diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan
pengadaan tambahan dari sumber di luar negeri;
• Pengadaaan limbah sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong dari sumber
di luar negeri harus tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan hidup
The Ministry of Trade of the Republic of Indonesia
di luar negeri harus tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan hidup
di dalam negeri, sehingga importasinya perlu dilakukan secara terkendali dan
terbatas;
• Dengan pertimbangan tersebut diatas, perlu ada pengaturan oleh pemerintah,
a.l. meliputi :
- Jenis limbah yang diperkenankan (Green List)
- Importir yang diijinkan (IPL- Non B3)
- Monitoring dan pendataan (Verifikasi)
3. PENGERTIAN LIMBAH NON B3
� Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun, selanjutnya disebut
Limbah Non B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
berupa sisa, skrap atau reja yang tidak termasuk dalam
klasifikasi/kategori limbah bahan berbahaya dan beracun.
� Limbah Non B3 yang diimpor harus dalam keadaan bersih dan
tidak mengandung Limbah B3
� Limbah Non B3 yang dapat diimpor hanya yang tertera dalam� Limbah Non B3 yang dapat diimpor hanya yang tertera dalam
lampiran Permendag No. 39/M-DAG/PER/9/2009.
� Limbah Non B3 dimaksud hanya dapat diimpor oleh Importir
yang melakukan kegiatan usaha industri dan telah mendapatkan
pengakuan sebagai Importir Produsen Limbah Non B3 (IPL-Non
B3) berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian dan
Kementerian Lingkungan Hidup.
4. PERSYARATAN MENJADI IP LIMBAH NON B3
Untuk mendapatkan Pengakuan Sebagai IP Limbah Non B3
perusahaan harus mengajukan secara tertulis kepada Dirjen
Perdagangan Luar Negeri dengan melampirkan dokumen:
� Ijin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri
� Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
� Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)� Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
� Angka Pengenal Importir Produsen (API-P)
� Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)
� Rekomendasi :
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian Lingkungan Hidup
5. MEKANISME IMPOR LIMBAH NON B3
A. Impor Limbah Non B3 hanya dapat di impor oleh Perusahaan
yang telah ditetapkan sebagai Importir Produsen Limbah Non
Bahan Berbahaya dan Beracun (IPL-Non B3)
B. Setiap pelaksanaan impor Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3
wajib dilengkapi Surat Pernyataan dari Eksportir Limbah Non B3,
yang menyatakan bahwa:
� limbah yang diekspor bukan merupakan Limbah B3; dan� limbah yang diekspor bukan merupakan Limbah B3; dan
� bersedia bertanggung-jawab dan menerima kembali Limbah
Non B3 yang telah diekspornya apabila Limbah Non B3
tersebut terbukti sebagai Limbah B3
C. Dalam hal Limbah Non B3 yang diimpor sebagian atau seluruhnya
terbukti sebagai Limbah B3, maka Limbah Non B3 dimaksud
wajib dikirim kembali oleh IP Limbah Non B3 paling lama 90
(sembilan puluh) hari sejak kedatangan barang berdasarkan
dokumen kepabeanan yang berlaku.
MEKANISME IMPOR (LANJUTAN.....)
D. Setiap Importasi Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib
dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat
sebelum dikapalkan;
E. Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis dilakukan oleh
Surveyor yang telah memenuhi persyaratan teknis, dan
ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
5. PENGAWASAN IMPOR LIMBAH NON B3
Berdasarkan Amanat Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri
Perdagangan No. 39/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Impor
Limbah Non B3, maka dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan
Permasalahan Impor Limbah Non B3:
1. Dasar Hukum
Keputusan Menteri Perdagangan No. 481/M-DAG/KEP/8/2011
tanggal 2 Agustus 2011tanggal 2 Agustus 2011
2. Tujuan Pembentukan
a. Terciptanya koordinasi antar instansi terkait dalam
penanganan permasalahan importasi Limbah Non B3; dan
b. Terciptanya persamaan persepsi dalam penanganan
permasalahan pelaksanaan importasi Limbah Non B3
PENGAWASAN IMPOR (LANJUTAN.....)
3. Tugas Satgas Penanganan Permasalah Limbah Non B3
a. melakukan penyusunan kegiatan Satgas Impor Limbah Non
B3;
b. melakukan inventarisasi terhadap setiap permasalahan
importasi Limbah Non B3; dan
c. mengadakan sinkronisasi dan koordinasi langkah-langkah
penanganan yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal-halpenanganan yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal-hal
sebagaimana dimaksud pada huruf b secara cepat dan tuntas
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki instansi teknis
terkait.
6. KEWAJIBAN DAN SANKSI
A. KEWAJIBAN:
• Setiap importasi Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilakukan
verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat sebelum dikapalkan
� menyampaikan laporan realisasi impor Limbah Non B3 secara tertulis
baik melakukan maupun tidak melakukan impor secara periodik tiap 3
bulan sekali paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya kepada Direktorat
Impor Kementerian Perdagangan.
� laporan realisasi impor dapat disampaikan melalui
http://inatrade.depdag.go.id
� mengirim kembali Limbah Non B3 apabila terbukti sebagian atau
seluruhnya sebagai Limbah B3 paling lama 90 hari sejak kedatangan
barang berdasarkan dokumen kepabeanan yang berlaku
SANKSI (LANJUTAN…..)
B. SANKSI:
� IPL-Non B3 dibekukan apabila kewajiban penyampaian laporan tidak
dilaksanakan
� IPL- Non B3 dicabut apabila :
- mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam
dokumen pengakuan sebagai IP Limbah Non B3
- mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam- mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam
Surat Pernyataan dari eksportir
- tidak melaksanakan kewajiban pengiriman kembali Limbah Non B3 yang
terbukti sebagai Limbah B3
- melakukan penjualan atau pemindahtanganan Limbah Non B3 yang
diimpor kepada pihak lain
- dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan
dengan penyalahgunaan pengakuan sebagai IP Limbah Non B3
TINDAKLANJUT• Rapat di Ditjen Bea dan Cukai pada tanggal 30 Agustus 2012 perihal
klarifikasi mekanisme verifikasi Limbah Non B3 yang disampaikan KSO
Sucofindo-Surveyor Indonesia (dihadiri oleh Dit Impor Kemendag, Dit
Industri Material Dasar Logam Kemenperin, Asdep Verifikasi Pengelolaan
Limbah B3, KPU Tanjung Priok) sebagai berikut:
a. Perbandingan mekanisme Lama dan Baru VPTI Limbah Non B3
ASPEK MEKANISME LAMA MEKANISME BARU
Penunjukan SLN Importir memilih dari daftar SLN KSO menetapkan SLN secara Penunjukan SLN Importir memilih dari daftar SLN KSO menetapkan SLN secara
langsung
Wilayah Operasi SLN Bebas Dibagi dalam 6 Zona
Jumlah SLN 30 SLN 6 SLN (setiap Zona 1 SLN)
Biaya VPTI SLN dibayar oleh
Importir/Eksportir
SLN dibayar oleh KSO
Proses Kegiatan Permintaan VPTI oleh
Importir/Eksportir kepada SLN
Instruksi VPTI langsung dari KSO
kepada SLN
Data Impor Kertas (Periode 2010 – Juli 2012)
TAHUN
JUMLAH
PERUSAHAAN
JUMLAH
REKOMENDASI
JUMLAH
DIBERIKAN
REALISASI
IMPOR
2010 20 3.150.000 2.897.000 2.467.809,058
220
2011 23 4.542.217 1.732.342 1.552.250,96
2012 17 1.171.820 1.074.959 161.730,64
TERIMA KASIH
Direktorat Impor
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri
Kementerian PerdaganganKementerian Perdagangan
Jl. MI.Ridwan Rais No. 5 Jakarta
Telp. (021)3858171-ext.1145,1144
Fax. (021)3858194
221
PT PABRIK KERTAS NOREE INDONESIA
BERBAGI PENGALAMAN
SEBAGAI IMPORTER SEBAGAI IMPORTER
KERTAS BEKAS
SUBSTANSI
1. SADAR UNTUK IKUT MENJAGA KELESTARIAN
LINGKUNGAN HIDUP DEMI KEHIDUPAN
MANUSIA ITU SENDIRI DAN DUNIANYA
����BAHAN BAKU: KERTAS BEKAS ATAU SAMPAH KERTAS
2. SEBAGAI PELAKU INDUSTRI,2. SEBAGAI PELAKU INDUSTRI,
TELAH AMBIL BAGIAN /BERPARTISIPASI AKTIF, DENGAN MENGIKUTI KEBIJAKAN, PERATURAN & PROSEDUR YANG
DITETAPKAN PEMERINTAH
3. TURUT MENINGKATKAN INDUSTRI INI MENJADI
INDUSTRI UNGGULAN NASIONAL
HARMONISITAS & PROPOSIONALITAS ANTARA:
KRITIS ATAS MASALAH LINGKUNGAN DENGAN
PROSES BISNIS – INTERNASIONAL & NASIONAL
PRAKTEK/REALITA PERIJINAN
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
IDENTITAS PERUSAHAAN + PENANGGUNG JAWAB
�ANGKA PENGENAL IMPORTIR TERBATAS (A.P.I. – T)
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
� LAPORAN IMPORT + SURAT REKOMENDASI
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
� IMPORTIR PRODUSEN LIMBAH NON-B3 (I.P.L. NON B3)� IMPORTIR PRODUSEN LIMBAH NON-B3 (I.P.L. NON B3)
DIR.JEND. BEA CUKAI
� NOMOR IDENTITAS KEPABEANAN (N.I.K.)
( + ) KEMENTERIAN PERDAGANGAN
� SURAT PERNYATAAN BERTANGGUNG JAWAB PENUH ATAS IMPORT LIMBAH
DITANDATANGAN PIMPINAN DI ATAS METERAI.
(+ ) REGISTRASI ULANG N.I.K.
PRAKTEK/REALITAS PERIJINAN
( + ) KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
���� SURAT REKOMENDASI
( + ) KERJA SAMA OPERASIONAL SURVEYOR – K.S.O.
���� LAPORAN SURVEYOR
B.K.P.M.
� REGISTRASI ULANG: A.P.I. PRODUSEN� REGISTRASI ULANG: A.P.I. PRODUSEN
( + ) K.L.H.
���� LAPORAN HASIL UJI LIMBAH
( + ) K.S.O.
FOTO, EXPORTER STATEMENT, CERTIFICATE OF
INSPECTION &
ADMIN. FEE USD. 66.00 /SHPT.
SISTEM YANG DISEMPURNAKAN
PRAKTEK/REALITAS BISNIS
1. ADA STANDARD INTERNASIONAL UNTUK BERBAGAI
JENIS RECYLED PAPER DENGAN KETENTUAN
PROHIBITED & OUTHROW GOODS
2. EKSPORTER /SUPPLIER BERSEDIA MEMAHAMI DAN
MENYESUAIKAN AKTIFITAS BISNISNYA DENGAN
KEBIJAKAN /PERATURAN PEMERINTAH INDONESIAKEBIJAKAN /PERATURAN PEMERINTAH INDONESIA
3. EXPORTER DAN SUPPLIER ITU BISA BERBEDA
PERUSAHAAN
4. SURVEYOR LUAR NEGERI ADALAH SURVEYOR YANG
TERAKREDITASI RESMI DI NEGARANYA, DAN
SUDAH DIPERIKSA & DIAKUI OLEH K.S.O.
PROBLEMATIKA
1. AKIBAT SEBAUAH KEJADIAN/KASUS
– BUKAN IMPORT KERTAS BEKAS –
LALU MENDADAK MUNCUL KETENTUAN BARU
YAKNI PROSES SURVEY HARUS SEMAKIN SEMPURNA.
AKIBATNYA /EFEK-NYA:
a. MEMBEBANI IMPORTER
� BIAYA IMPORT YANG SEMAKIN SIGNIFIKAN MENINGKATNYA� BIAYA IMPORT YANG SEMAKIN SIGNIFIKAN MENINGKATNYA
� SEMAKIN SULIT MENDAPATKAN BAHAN BAKU KERTAS BEKAS
DENGAN HARGA BERSAING
SEBAB EXPORTER ENGGAN BERBISNIS DENGAN IMPORTER INDONESIA.
b. MEMBEBANI EXPORTER
KOORDINASI ANTARA PENETAPAN JADWAL INSPEKSI DENGAN JADWAL PENGAPALANNYA MENJADI LEBIH SULIT SEBAB
SURVEYORNYA TELAH DITETAPKAN
PROBLEMATIKA
c. MEMBEBANI SUPPLIER
BANYAK YANG TIDAK MEMILIKI LAHAN YANG LUAS UNTUK EFISIENSI INSPEKSI
d. MEMPERBERAT KOMPETISI INDUSTRI KERTAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
2. PROPOSIONALITAS PENYELESAIAN2. PROPOSIONALITAS PENYELESAIANSOLUSI HAL KASUISTIK HARUS DITANGANI SECARA BERBEDA
DIBANDINGKAN DENGAN HAL YANG UMUM SEHINGGA
JANGAN /TIDAK HARUSMENYAMARATAKAN /MENGGENERALISIR DALAM HAL INI ADALAH MASALAH
INSPEKSI /PEMERIKSAAN
MESKI DEMI ALASAN PROTEKSI & PENGAMANAN LINGKUNGAN NAMUN ADA
BEGITU BANYAK KRITERIA / KLASIFIKASI LIMBAH BERBAHAYA, BEGITU BANYAK ATURAN PENGGUNAANNYA
BAHKAN PERBEDAANNYA ANTARA SATU JENIS BARANG DENGAN BARANG YANG LAIN KADANG BISA SANGAT MENDASAR
USULAN JALAN KELUAR JANGKA PANJANG
DAN JANGKA PENDEK
JANGKA PANJANG
SELAYAKNYA PARA PIHAK: PEMERINTAH, LEMBAGA ILMIAH,
PELAKU INDUSTRI PULP & KERTAS MEMPUNYAI
KESAMAAN PERSEPSI /PEMAHAMAN YANG AKURAT
DALAM MENETAPKAN, MISALKAN:DALAM MENETAPKAN, MISALKAN:
- APA ITU KERTAS BEKAS?
- APA DAMPAK PENGOLAHAN-NYA BAGI MANUSIA &
LINGKUNGAN HIDUP
- MEMBUAT KEBIJAKAN DAN PERATURAN YANG
MENYELURUH /KOMPREHENSIF
USULAN JALAN KELUAR JANGKA PANJANG
DAN JANGKA PENDEK
JANGKA PENDEK
DITUNDA DULU PENERAPAN SISTEM YANG DISEMPURNAKAN INI – KARENA SENYATANYA BERAKIBAT
MEREPOTKAN & MEMBEBANI.
KEMBALI KEPADA SISTEM SEBELUMNYA YANG SANGAT DIMENGERTI & TELAH DILAKSANAKAN DENGAN BAIK.
DAN TETAP DAPAT MENGAMANKAN LINGKUNGAN HIDUP
PADA SISTEM SEBELUMNYA PUN MASIH ADA PROBLEMATIKA KOMUNIKASI /KORESPONDENSI, ANTARA PARA PIHAK:
KEMENTERIAN TERKAIT, DIRJEN BEA CUKAI, K.S.O., S.L.N., EXPORTER/ SUPPLIER, DAN IMPORTIR – YANG SAMPAI SAAT
INI SEBENARNYA SEDANG TERUS DIPERBAIKI.
USULAN JALAN KELUAR JANGKA PANJANG
DAN JANGKA PENDEK
JANGKA PENDEK
SEMUA YANG BERKEPENTINGAN
SEGERA MENGKAJI SEGENAP PROBLEMATIKA YANG ADA
SECARA LEBIH MENYELURUH SECARA LEBIH MENYELURUH
SEHINGGA LEBIH MUDAH MEMBUAT KEBIJAKAN UMUM
DAN PERATURAN TEPAT GUNA YANG TIDAK TUMPANG
TINDIH.
SEMENTARA DENGAR-DENGAR SEDANG DISIAPKAN:
DRAFT RUU BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN
RPP LIMBAH B3 & NON B3
Latar Belakang
Importir Produsen Limbah Non B3
1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
No. 230/MPP/KEP/7/1997 tanggal 4 Juli 1997 yang
menetapkan dalam pasal 1 e bahwa IP Limbah Non B3 menetapkan dalam pasal 1 e bahwa IP Limbah Non B3
adalah produsen yang diakui oleh Direktur Jenderal
Perdagangan Internasional dan disetujui untuk mengimpor
sendiri limbah Non B3 yang diperlukan semata-mata untuk
proses produksinya.
• 2. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 41/M-
Dag/PER/10/2008 tanggal 31 Oktober 2008 dimana
dalam peraturan ini mulai diberlakukannya Verifikasi
Penelurusan Teknis Impor Limbah Non B3
• 3. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 39/M-
Dag/PER/9/2009 tanggal 2 September 2009 Yang
mana peraturan ini dipakai sampai dengan saat ini.
Contoh foto-foto OCC ( Old Corrugated
Carton ) Waste Paper
Supermarket Kantor-2 Rumah Tangga
( Cartoon
Box / Kardus )
(Kertas Kantor, HVS,
Computer Form, File,
Koran )
(Koran/Kertas
Campur )
Baling Center : -> Sorting
-> Bale Press
-> Siap untuk dikirim
-> Tempat kecil karena harga tanah mahal, sehingga tidak
mungkin untuk menumpuk banyak barang
-> Cash Flow
-> Harus segera dikirim
-> Masuk kontainer
-> Container Yard
-> Pengapalan
-> Tempat Tujuan : 1. China
2. India
3. Thailand
4. Indonesia
Permasalahan2 yang ada dalam proses impor barang
waste paper
• 1. Komunikasi antara Exportir, SLN & KSO
utk prosedur baru inspeksi masih belum
lancar, sehingga menimbulkan issue-
issue seperti : kurangnya tenaga issue seperti : kurangnya tenaga
surveyor, jam kerja yang terbatas, biaya
tambahan yg timbul
• 2. Tingginya cost yang timbul bagi
Importir krn biaya inspeksi dikenakan
per lokasi inspeksi ( bukan per-
shipment ), sbg contoh ada 16
container yang terkena biaya 4 X @
USD 385 = USD 1,540 ( +/- 2 % dari
nilai barang, yg dulunya hanya sekitar nilai barang, yg dulunya hanya sekitar
0,08 % ).
• 3. Akibat dari permasalahan2 yang timbul
maka beberapa Seller memutuskan saat ini
untuk tidak menjual terlebih dahulu produk
mereka ke Indonesia sehingga menyebabkan mereka ke Indonesia sehingga menyebabkan
stok yang kritis bagi Importir
Thank you…
Top Related