KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DIBEKAS GALIANPENAMBANGAN PASIR DESA GUNUNG KIJANG KECAMATAN
GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU
Robi RafikaMahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
Dr. Ir. Khodijah, M.Si Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
Tengku Said Raza’ I, S.Pi, MP Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keanekaragaman fitoplankton di Waduk Bekas Galian Penambangan Pasir serta melihat sektor pemanfaatan untuk sektor perikanan di Desa Gunung Kijang kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
Berdasarkan hasil analisis fitoplankton di kawasan perairan bekas galian penambangan pasir di Desa Gunung Kijang, untuk masing-masing titik nya ditemukan 4 kelas fitoplankton yang terdiri atas 20 genus. Kelas fitoplankton yang ditemukan terdiri dari kelas Baccillariaceae, kelas Cyanophyta, kelas Chlorophyta dan Dinoflagellata. Pada kelas Cyanophyta ditemukan sebanyak 12 genus, kelas Baccillariaceae ditemukan sebanyak 1 genus, Chlorophyta ditemukan sebanyak 4 genus sedangkan untuk kelas Dinoflagellata sebanyak 3 genus.
Hasil pengamatan parameter fisika - kimia menunjukkan bahwa nilai suhu berkisar antara 28.98-32.30C, DO berkisar antara 4.3– 4,6, pH 7.74-7.87, intensitas cahaya 27.77-30.47 Lux, kecerahan 1.42-1.48 meter dan Phospat 0.019-0.024 mg/l. Semua parameter tersebut sangat mendukung kehidupan fitoplankton di kawasan Desa Gunung Kijang yang merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, provinsi Kepulauan Riau.
Kata Kunci: Keanekaragaman Fitoplankton, Galian Penambangan Pasir, Desa Gunung Kijang
THE DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON AN EXCAVATION OF SAND MINING THE MOUNTAIN VILLAGE ANTELOPE MOUNTAIN SUB-
DISTRICT ANTELOPE BINTAN DISTRICT RIAU ISLANDS
Robi RafikaStudent Management Resources Majors Waters, FIKP UMRAH,
Dr. Ir. Khodijah, M.Si Professor Of Resources Management Waters, FIKP UMRAH,
Tengku Said Raza’ I, S.Pi, MP Professor Of Resources Management Waters, FIKP UMRAH,
ABSTRACT
This study attempts to observe the diversity of phytoplankton in waduk former excavation of mining sand as well as see the utilization of sector to the fisheries sector in the mountain village antelope mountain sub-district a gazelle bintan district.
Based on the result analysis of phytoplankton in the area waters waduk former entrenchment mining in the mountain village muntjac, to each his station found 4 class of phytoplankton consisting of 20 the genus. A class of phytoplankton found baccillariaceae, consisting of the class a class of the cyanophyta, the class chlorophyta and dinoflagellates.To that class of the cyanophyta found as many as 12 genus, a class of the genus, baccillariaceae found as much as 1 chlorophyta found as much as 4 the genus while for the class dinoflagellates as many as 3 the genus.
The results of observations physical parameters chemical showing that the temperature ranged from 28.98-32.30c, DO ranging from 4.3-4.6, The intensity of light 27.77-30.47 lux, brightness 1.42-1.48 meters and phospat 0.019-0.024 mg/l. All the parameters of the very life support phytoplankton the mountain village in the area is one of the mountain village in sub-district antelope, bintan district, the province of riau islands
Key words: Diversity phytoplankton , excavation sand mining , the mountain village antelope
PENDAHULUANDesa Gunung Kijang
merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, provinsi Kepulauan Riau, Indonesia.Di desa Gunung Kijang terdapat suatu penambangan pasir dimana penambangan ini memiliki luas pertambangan 156,18 ha dengan jumlah produksi 104.923,70 serta banyak terdapat galian-galian lahan yang menjadi waduk yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Mengingat kepulauan riau sangat membutuhkan sarana air dan tempat sebagai media budidaya perikanan. Bekas galian penambangan pasir yang tidak dimanfaatkan tersebut bisa digunakan sebagai lahan pembesaran ikan atau lahan budidaya perikanan, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pemanfaatan lahan tersebut adalah dengan melakukan kajian yang salah satunya adalah kajian plankton, yaitu menganalisa keanekaragaman fitoplankton.
Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting di dalam ekosistem perairan yaitu produsen primer yang dapat mensuplai kebutuhan zat organik di air. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Kelimpahan fitoplankton ini juga akan mempengaruhi kelangsungan hidup zooplankton yang ada di perairan.
Keberadaan fitoplankton sangat mempengaruhi kehidupan di perairan. Fungsi ekologisnya sebagai produser primer dan awal mata rantai dalam jaringan makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala kesuburan suatu perairan. Berubahnya fungsi perairan sering diakibatkan oleh adanya perubahan struktur dan nilai kuantitatif plankton. Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari alam maupun dari aktivitas manusia sehingga dapat menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif plankton melampaui batas normal yang dapat ditolerir oleh organisme hidup lainnya.
Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk
melihat keanekaragaman fitoplankton di Waduk Bekas Galian Penambangan Pasir serta melihat sektor pemanfaatan untuk sektor perikanan di Desa Gunung Kijang.
Manfaat PenelitianHasil dari penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai informasi awal mengenai kondisi perairan desa gunung kijang yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya perairan lainnya serta sebagai acuan kepada pemerintah daerah dan instansi yang terkait dalam pengelolaan pengembangan dan pelestarian.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2014 yang berlokasi di Desa Kawal kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, provinsi Kepulauan Riau, Indonesia
Tabel 1. Daftar alat yang digunakan dalam penelitianAlat Satuan Alat Kegunaana. Suhu °C Thermometer Mengukur suhu
b. Intensitas Cahaya
Lux Meter Mengukur Intensitas Cahaya
c. Kecerahan m Secchi Disk MengukurKecerahan d. Oksigen Terlarut (DO)
mg/l DO Meter Mengukur Kadar Oksigen
e. pH pH Meter Mengukur pH
f. Fitoplankton
Alat : Plankton Net No. 25, Mikroskop, objek glass, cover glass, pipet tetes, Ember vol 10 L, Buku Identifikasi
Mengamati, menghitung dan mengideentifikasi Fitooplankton
g. Ice Box Wadah penyimpanan sampel
h. Aluminium foil
Membungkus Botol Kaca
i. Kertas Label, Alat Tulis, Kamera Digital
Mencatat dan Dokumentasi Penelitian
j. GPS Menentukan posisi stasiun penelitian
Prosedur PenelitianPenentuan stasiun penelitian
Stasiun penelitian ditentukan dengan metode Populasi yaitu keseluruhan objek yang akan diteliti Sulistyo Basuki (2006). Stasiun pada penelitian ini diambil secara keseluruhan berdasarkan
pertimbangan adanya aktivitas yang terjadi di lokasi tersebut dan
pengambilan sampel awal sebelum penelitian terdapat enam belaslokasi yang akan diteliti.
Pengambilan titik sampling dilakukan secara tegak lurus ke arah perairan dengan menetapkan tiga
titik sampling pada tiap stasiun, dimana jarak antar titik 20 m. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan batas aktivitas yang ada disekitar lokasi masih memberikan pengaruh terhadap kualitas perairan. Adapun contoh sketsa titik sampling tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 1.
StasiunI II III . XVI
Permukaan
TitikTengah Sampel
Dasar( batas cahayaMatahari )
Gambar 2.Sketsa titik sampling tiap stasiun
Titik koordinat setiap stasiun1. Stasiun I dengan titik koordinat
LU : 00° 59’ 09,6”, LS : 104° 36’ 39,5”.
2. Stasiun II dengan titik koordinat LU : 00° 59’ 08,6”, LS : 104° 36’ 40,5”.
3. Stasiun III dengan titik koordinat LU : 00° 59’ 0,36”, LS : 104° 36’ 3,91”.
4. Stasiun IV dengan titik koordinat LU : 00° 59’ 03,7”, LS : 104° 36’ 38,4”.
5. Stasiun V dengan titik koordinat LU : 00° 59’ 01,3”, LS : 104° 36’ 39,0”.
6. Stasiun VI dengan titik koordinat LU : 00° 59’ 01,7”, LS : 104° 36’ 42,0”.
7. Stasiun VII dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 44,4”, LS : 104° 36’ 41,2”.
8. Stasiun VIII dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 17,3”, LS : 104° 36’ 56,0”.
9. Stasiun IX dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 14,4”, LS : 104° 36’ 53,9”.
10. Stasiun X dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 14,1”, LS : 104° 36’ 54,1”.
11. Stasiun XI dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 02,4”, LS : 104° 36’ 02,3”.
12. Stasiun VIII dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 17,3”, LS : 104° 36’ 56,0”.
13. Stasiun VIII dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 12,3”, LS : 104° 36’ 22,0”.
14. Stasiun VIII dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 10,2”, LS : 104° 36’ 18,6”.
15. Stasiun VIII dengan titik koordinat LU : 00° 58’ 08,8”, LS : 104° 36’ 10,0”.
16. Stasiun VIII dengan titik koordinat LU : 00° 58’06,5”, LS : 104° 36’ 05,1”.
Analisa Data
Identifikasi dan perhitungan kelimpahan fitoplankton (APHA, 1989)
Pengamatan jenis fitoplankton dilakukan dibawah mikroskop binokuler dengan perbesaran 100x, sebelum pengamatan dilakukan botol sampel dikocok 28 terlebih dahulu supaya fitoplankton yang terdapat dalam botol sampel tersebar merata dan mempunyai kesempatan yang sama untuk terambil. Fitoplankton yang telah diamati akan diidentifikasi menurut buku Sachlan (1982). Untuk menghitung kelimpahan fitoplankton
dengan menggunakan metode hemasitometer.
Penentuan kelimpahan fitoplankton Untuk pengamatan dengan sel yang ukurannya lebih dari 8 micron dan tidak terlalu padat untuk dihitung, penghitungan dapat dilakukan langsung pada blok A,B,C,D dan hasilnya dibagi 4(empat) = N cell / ml
Gambar 3. Penampang Haemacytometer
Haemacytometer terdiri dari beberapa blok dengan sisi : Panjang = 1 mm Lebar = 1 mm Tinggi = 0.1 mm Volume yang tertampung setiap blok (1 mm2) dengan atas ditutup cover glass 0.1mm x 1mm x 1mm = 0.1 mm3 = 10-4 ml
Gambar 4. Blok pada Haemocytomete
Langkah kerja perhitungan populasi fitoplankton yaitu, pertamahaemacytometer dibersihkan
dan dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquadest dan kertas tissue dan memasang gelas penutupnya, lalu Sample di ambil dengan menggunakan pipet tetes dan diteteskan pada haemocytometer dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10.Cara perhitungannya yaitu pertama dengan melihat terlebih dahulu tingkat kepadatannya.Jika tidak terlalu padat, maka yang dihitung yaitu pada 4 bagian kotak yang berjumlah 16. Kemudian dijumlahkan banyaknya fitoplankton yang ditemukan pada keempat bagian tersebut dan dihitung kepadatannya dengan menggunakan rumus:
n/4 x 16 x 104 (sel/ml)
Indeks keanekaragaman jenis (H’) (Bami, 1999)
Indeks ini digunakan untuk melihat indeks keanekaragaman (H’) jenis organisme perairan digunakan rumus Shannon-Winner sebagai berikut:
H′= - ∑ (pi log2 pi)Dimana : H’ = Indeks keanekaragaman jenis
Pi = Proporsi individu jenis ke- I terhadap jumlah individu semua jenis (pi=ni/N)
ni = Jumlah individu pada spesies ke- I N = Total individu semua spesies Log2 = 3,321928
Dengan kriteria : H’<1= Rendah, artinya
keanekaragaman rendah dengan jumlah individu tidak seragam dan ada salah
satu spesies yang mendominasi.
1≤H’≤3=Sedang, artinya keanekaragaman jenis sedang dengan jumlah individu tiap spesies seragam dan tidak ada yang mendominasi.
H’>3= Tinggi, artinya keanekaragaman jenis tinggi, jumlah individu tiap spesies tinggi.
Indeks dominasi (C) (Odum, 1997) Untuk menghitung indeks
dominasi fitoplankton pada perairan digunakan rumus Simpson sebagai berikut:
niC = ∑ 2
NDimana : C = Indeks dominasi jenis
ni = Jumlah individu ke- i N = Jumlah total individu
Apabila nilai C mendekati 0 (nol) = Tidak ada jenis yang mendominasi Apabila nilai C mendekati 1 (nol) = Ada jenis yang mendominasi
Indeks keseragaman jenis (E) (Weber, 1973)
Untuk indeks keseragaman jenis fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus Loyd dan Gheraldi sebagai berikut:
H′ H′ E= =
Log2S Hmax
Dimana : E = Indeks keseragaman jenis H’ = Indeks keanekaragaman Jenis S = Jumlah spesies yang ditemui
pada suatu ekosistem
Menurut Weber (1973) mengenai nilai E ini adalah sebagai berikut: apabila nilai E mendekati 1 (>0,5) berarti keseragaman organisme dalam suatu perairan berada dalam keadaan seimbang, berarti tidak terjadi persaingan baik terhadap tempat maupun terhadap makanan (0,6-0,8). Apabila nilai E berada < 0,5 atau mendekati nol berarti keseragaman jenis organisme dalam perairan tersebut tidak seimbang, berarti terjadi persaingan makanan (0,0-0,3)
HASIL DAN PEMBAHASANAnalisa Data
Berdasarkan hasil analisis fitoplankton di kawasan perairan bekas galian penambangan pasir di Desa Gunung Kijang, untuk masing-masing titik kolam penelitian ditemukan 4 kelas fitoplankton yang terdiri atas 20 genus. Kelas fitoplankton yang ditemukan terdiri dari kelas Baccillariaceae, kelas Cyanophyta, kelas Chlorophyta dan Dinoflagellata. Pada kelas Cyanophyta ditemukan sebanyak 12 genus, kelas Baccillariaceae ditemukan sebanyak 1 genus, Chlorophyta ditemukan sebanyak 4 genus sedangkan untuk kelas Dinoflagellata sebanyak 3 genus. Cyanophyta banyak ditemukan pada perairan yang tercemar berat, terutama pada pembuangan limbah industri yang kurang mendapat cahaya matahari (Sachlan, 1974).
Komposisi jenis dan jumlah jenis dari fitoplankton pada masing-masing Stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel.
Jumlah Jenis dan Komposisi (%) fitoplankton yang ditemukan di kawasan perairan waduk bekas galian pasir
NO GENUS
PAGI SIANG SOREJUMLA
H % JUMLAH % JUMLA
H %
1 Cyanophyta 88 59.86 86 65 50 50.5
0
2 Bacillariophyceae 18 12.2
4 8 6.66 16 16.16
3 Chlorophyta 21 14.28 17 13.3
3 15 15.15
4 Dinoflagellata 20 13.60 19 15 18 18.1
8Total s147 100 130 100 99 100
JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH %0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 CYANOPHYTA2 BACILLARIACEAE3 CHLOROPHYTA4 DINOFLAGELLATA
Gambar 5. Komposisi jenis dari masing-masing kelas fitoplankton pada setiap Stasiun pengamatan
Komposisi jenis paling banyak ditemukan dari kelas Cyanophyta selanjutnya dari kelas Bacillariophyceae paling sedikit. Smith dalam Dianthani (2003), mengemukakan bahwa kelas Cyanophyta 2/3 dari jumlah spesiesny.
Komposisi kelimpahan fitoplankton pada setiap pengulangan pengamatan didominasi oleh kelas Cyanophyceae yang berkisar antara 50 – 65 %. Kemudian kelas Bacillariophyceae kelas chlorophyta dan Kelas Dinophyceae masing-masing komposisi kelimpahan berkisar antara 6,66 % – 16,16 %, 13,33 – 15,15 % dan 13,60 – 18,18
Komposisi Jenis
%. Kelas Cyanophyta kelimpahan paling tinggi di perairan tersebut , hal ini diduga karena organisme dari kelas Cyanophyceae mempunyai toleransi dan daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan peraiaran. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Graham & Wilcox dalam Faladiastra (2012), Cyanophyta dapat ditemukan pada berbagai kondisi lingkungan baik akuatik maupun terestrial seperti laut, lumpur, rawa, air tawar, payau, tanah, dan bebatuan. Pada umumnya Cyanophyta banyak ditemukan pada
perairan tawar dengan pH netral. Meskipun begitu, ada pula Cyanophyta yang hidup pada lingkungan yang ekstrim seperti sumber air panas, gunung berapi, kutub utara, perairan dengan salinitas yang tinggi dan gurun. Oleh karena itu Cyanophyta dikenal sebagai organisme yang kosmopolit.
Kelimpahan Fitoplankton Kelimpahan Fitoplankton
pada masing-masing Stasiun penelitian di Perairan desa Gunung Kijang dapat dilihat pada Tabel 4.
Kelimpahan keseluruhan (ind/L) fitoplankton yang ditemukan di kawasan perairan wadukbekas galian pasir
NO GENUS PAGI SIANG SORE
1 Cyanophyta 14080 13760 80002 Bacillariaceae 2880 1280 25603 Chlorophyta 3360 2720 24004 Dinoflagellata 3200 3040 2880
Total 23520 20800 15840
CYAN
OPH
YTA
BACI
LLAR
IACE
AE
CHLO
ROPH
YTA
DINO
FLAG
ELLA
TA
TOTA
L
1 2 3 4
0
5000
10000
15000
20000
25000
14080
2880 3360 3200
23520
13760
12802720
3040
20800
8000
2560 2400 2880
15840
PAGI JUMLAHSIANG JUMLAHSORE JUMLAH
Gambar 6. Kelimpahan (ind/L) fitoplankton yang ditemukan di kawasan perairan wadukbekas galian pasir
Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan selalu berubah seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan. Kelimpahan fitoplankton pada setiap lokasi pengamatan berkisar antara 15.840 – 23.520 ind/L, dimana kelimpahan tertinggi pada pagi menjelang Siang hari (23.520 ind/L) dan terendah pada pengulangan Sore (15.840 ind/L).
Cyanophyta merupakan kelimpahan yang paling tinggi dibandingkan dengan Baccillariaceae, Chlorophyta dan Dinoflagellata Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Graham & Wilcox dalam Faladiastra (2012), Cyanophyta dapat ditemukan pada berbagai kondisi lingkungan baik akuatik maupun terestrial seperti laut, lumpur, rawa, air tawar, payau, tanah, dan bebatuan.
Tingginya kelimpahan fitoplankton pada pagi menjelang siang merupakan lokasi yang memiliki intensitas cahaya yang cukup serta memiliki kecarahan yang baik dan perairan tidak keruh sehingga fitoplangkton dapat dengan baik melakukan fotosintesis serta diduga karena pengambilannya dilakukan di tempat yang dangkal dan intensitas cahaya matahari sangat optimal dalam melakukan proses fotosintesis, sehingga banyak unsur-unsur hara yang terdapat pada
stasiun tersebut, sedangkan pada sore hari intensitas cahaya matahari menurun. Laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya di dalam perairan, hal ini sesuai yangdi katakana (Rismawan,2000) Kecrahan sangat penting karena sangat erat kaitannya dengan proses fotosintesis dari fitoplankton. Nybakken (1992) juga mengemukakan bahwa fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai kesuatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses assimilasi.
3. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)
Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C) merupakan kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan perairan berdasarkan komponen biologis. Kondisi lingkungan suatu perairan umumnya dapat dikatakan baik (stabil) bila memiliki indeks keanekaragaman dan keseragaman yang tinggi serta dominansi yang rendah (tidak ada spesies yang mendominasi).
Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan secara keseluruhan
PENGULANGAN H′ C EPAGI 4.59 0.06 0.56
SIANG 3.60 0.08 0.51SORE 3.48 0.09 0.53
H′ C E0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
54.59
0.06 0.56
3.6
0.08
0.51
3.48
0.090.53
PAGISIANGSORE
Gambar 7. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) fitoplankton di perairan
a. Keanekaragaman (H’)Keanekaragaman
menunjukkan keberadaan suatu spesies di suatu komunitas didalam ekosistem Dari 16 titik penelitian dengan 3 kali pengulangan yaitu pagi siang dan sore nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi berada di pagi menjelang siang sebesar 4.59, dimana pada pengulangan ini ditemukaan sebanyak 19 genus. Tingginya indeks keanekaragaman di pengulangan pagi ini menunjukkan kondisi lingkungan perairan tersebut cukup baik dan mendukung kehidupan biota di dalamnya. Sedangkan Indeks keanekaragaman dari pengulangan siang dan sore masih dalam kondisi yang cukup baik yaitu sesuai dengan indeks Shannon – Wiener H’ > 3,0 maka perairan tidak tercemar. Sesuai dengan pengelompokan tersebut, maka nilai rata-rata ketiga pengulangan tersebut berkisar antara
3.48 – 4.59 berada pada kondisi dengan tidak tercemar.
Pendapat ini sesuai dengan Odum (1993)) yang mengemukakan bahwa tingginya nilai keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu organisme dalam suatu ekosistem yang seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem.
b. Dominansi (C)Nilai indeks dominansi (C)
ini menggambarkan ada atau tidaknya jenis yang mendominasi pada suatu komunitas. Nilai indeks dominansi (C) pada pengamatan yang tertinggi pada sore sebesar 0,09 dan siang 0,08 dan terendah pada pagi sebesar 0,06. Berdasarkan nilai tersebut Indeks Dominansi (C) di lokasi tersebut termasuk kategori rendah dan umumnya mendekati 0 yang berarti tidak ada jenis yang mendominasi. (Odum, 1997)
Apabila nilai C mendekati 0 (nol) = Tidak ada jenis yang mendominasi, Apabila nilai C mendekati 1 (nol) = Ada jenis yang mendominasi.
Meskipun pada Stasiun penelitian dijumpai jumlah individu jenis tertentu yang lebih banyak, hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan perairan yang mendukung bagi populasinya.
c. Keseragaman (E) Nilai indeks keseragaman (E)
tertinggi pada pagi sebesar 0.56 diikuti dengan sore sebesar 0.53dan terendah pada siang sebesar 0.51. Nilai indeks keseragaman (E) pada setiap lokasi penelitian ini menunjukkan nilai yang mendekati 1, hal ini menunjukkan bahwa penyebarannya relatif sama atau seragam dan tidak ada jenis yang mendominasi.
Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan nilai indeks dominansi (C) pada setiap Stasiun penelitian cenderung tidak berbeda jauh. Selain itu, variasi keanekaragaman jenis fitoplankton di lokasi pengamatan termasuk sedang yang artinya keanekaragaman jenis sedang dan penyebaran individu tiap spesies sedang. Ditinjau dari nilai keseragaman (E), terlihat bahwa nilai E pada ketiga Stasiun pengamatan cukup besar (>0,5).
Menurut Krebs (1989) dan Brower (1990), besarnya nilai keseragaman (E) menunjukkan nilai keseragaman yang tinggi yakni jumlah individu tiap spesies dapat
dikatakan hampir sama. Rendahnya nilai dominansi (C) pada ketiga pengulangan, menunjukkan bahwa pada setiap pengamatan tidak ada spesies yang mendominasi.
Parameter Fisika-kimia yang Berpengaruh Terhadap Fitoplankton
Seperti halnya organisme hidup lain, fitoplankton dalam pertumbuhan dan kehidupannya juga dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu keberadaan fitoplankton di perairan akan bervariasi tergantung dari kondisi kualitas perairan yang ada.
Kualitas air yang mempengaruhi kehidupan fitoplankton ini dapat di kelompokkan menjadi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari suhu, kecerahan, intensitas cahaya Sedangkan faktor kimia yang diukur meliputi derajat keasaman (pH), DO (Dissolved Oxygen/ oksigen terlarut) serta Pospat. Pengukuran kondisi kualitas air ini dilakukan pada waktu yang sama dengan pengambilan sampel fitoplankton.
Hasil analisis parameter fisika-kimia perairan terhadap fitoplankton di kawasan perairan bekas galian pasir desa gunung kijang dalam pengulangan pagi siang dan sore dapat dilihat pada table 6.
Rata-rata hasil pengukuran parameter fisika dan kimia di Stasiun pengamatan
PARAMETER SATUAN STASIUNPagi Siang Sore
A. Fisika1. suhu ⁰C 30.6 32.3 28.98
2. Intebsitascahaya Lux 28.39 30.47 27.773. Kecerahan Meter 1.48 1.42 1.44
4. DalamStasiun Meter 3.14 2.82 3.14B. Kimia
1. pH 7.87 7.86 7.742. DO mg/l 5,30 4.6 4.3
3. Phosphat mg/l 0.019 0.024 0.019
Gambar. Rata-rata hasil pengukuran parameter fisika dan kimia di Stasiun pengamatan
Tabel 7. Nilai kualitas air menurut standart baku mutu PP. No 82 Tahun 2001
No Parameter / satuan
Standar Bakumutu PP No. 82 Tahun 2001 untuk kegiatan budidaya ikan air tawar (kelas II)
Perairan yang baik untuk menunjang kegiatan budidaya ikan air tawar
Fisika 1 Suhu Deviasi 3 28 0C – 32 0C 2 Kecerahan - 2 m 3 Intensitas
cahaya Kimia 3 DO 4 mg/L ≥ 5 mg/L 4 pH 6 - 9 6,8 – 8,5 5 Fosfat 0,2 mg/L ≤ 1 mg/L
1. suhu
2. Inteb
sitasca
haya
3. Kece
rahan
4. Dala
mStasiu
n5. p
H6. D
O
7. Phosphat
010203040
PENGULANGAN Pagi PENGULANGAN Siang PENGULANGAN Sore
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman fitoplankton di Waduk Bekas Galian Penambangan Pasir diperoleh informasi sebagai berikut :
Berdasarkan hasil analisis fitoplankton di kawasan perairan waduk bekas galian penambangan pasir di Desa Gunung Kijang, untuk masing-masing stasiunnya ditemukan 4 kelas fitoplankton yang terdiri atas 20 genus. Kelas fitoplankton yang ditemukan terdiri dari kelas Baccillariaceae, kelas Cyanophyta, kelas Chlorophyta dan Dinoflagellata. Pada kelas Cyanophyta ditemukan sebanyak 12 genus, kelas Baccillariaceae ditemukan sebanyak 1 genus, Chlorophyta ditemukan sebanyak 4 genus sedangkan untuk kelas Dinoflagellata sebanyak 3 genus. Kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun memiliki jumlah yang berbeda berkisar antara 14080– 2400 ind/L. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) fitoplankton pada penelitian berkisar antara 3.48– 4.59. Nilai Indeks Keseragaman (E) yang diperoleh pada berkisar antara 0.56 – 0.51. Sementara itu, nilai Indeks Dominansi (C) pada penelitian berkisar antara 0.06– 0.09 yang berarti tidak ada jenis yang mendominasi.
Nilai faktor fisik dan kimia perairan pada setiap pengulangan pagi, siang dan sore, nilai yang didapat sangat jauh berbeda dalam kisaran baku mutu untuk budidaya perikanan menurut Kepmenlh No. 51 tahun 2004, sehingga setiap kolam – kolam bekas penambangan pasir
belum bias dimanfaat kan sebagai budidaya perikanan.
SaranDiharapkan dapat dilakukan
penelitian lanjutan mengenai keanekaragamn fitoplankton diwaduk bekas galian pasir di desa gunung kijang dengan waktu yang lebih lama, stasiun serta titik sampling yang lebih banyak sehingga dapat lebih mewakili lokasi dan menganalisis faktor-faktor perairan lainnya
DAFTAR PUSTAKAAlaerts, G. dan S. S. Santika. 1984.
Metode Pengukuran Kualitas Air. Usaha Nasional. Surabaya. 309 hal.
Apridayanti, E. 2006. Distribusi Vertikal Fitoplankton di Waduk Lahor Kabupaten Malang, Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. (Tidak diterbitkan)
Arfiati, D. 1992. Survey Pendugaan Kepadatan Fitoplankton Sebagai Produktivitas Primer di Rawa Bureng, Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya Malang (Tidak diterbitkan)
Arifin, R. 2009. Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton (klorofil-a) dan Keterkaitannya dengan Kesuburan Perairan Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur.
Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi MSP. FPIK. IPB. Bogor.
Arinardi, O.H. 1996. Kisaran kelimpahan dan komposisi plankton predominan di perairan kawasan tengah Indonesia. LIPI. Bogor.
Basmi. 1998. Perkembangan Komunitas Fitoplankton sebagai Indikator Perubahan Tingkat Kesuburan Kualitas Perairan. Jurusan Ilmu Perairan Fakultas Pascasarjana. Bogor: institut Pertanian Bogor.
Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J., Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.
Dianthani, D. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana S3 IPB. Bogor. http://tumoutou.net/702_05123/ Dianthani.pdf.
Effendi, H. 2003.Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan.Penerbit Kanisus. Yogyakarta.
Effrizal.T. 2006. Hubungan Beberapa Paramter Kualitas Air Dengan Kelimpahan
Fitoplankton di Perairan Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang Provinsi Kepualaun Riau. Jurnal pada http://www.riset.umrah.ac.id
Handayani, S. 2008. Hubungan Kuantitatif Antara Fitoplankton Dengan Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng Cilegon-Banten. Ilmu dan Budaya
Krebs, C. J. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Second Edition. Harper and Row Publishers. New York
Millero, F. S. Dan M. L. Sohn. 1992. Chemical oceanography.CRS Press. London.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. 367 hal.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo. Gramedia, Jakarta. 456 hal.
Odum, E. P., 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan Oleh T. Samingan. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta. 574 hal.
Rachmawati, R. 1999. Struktur komunitas fitoplankton dan kaitannya dengan unsur hara N dan P di daerah inlet Waduk Ir. H. Juanda, Jawa Barat. Skripsi. (tidak dipublikasikan). PS-MSP FPIK IPB. Bogor.
Rimper, J., 2002. Kelimpahan Phytoplankton dan Kondisi Hydroseanografi Perairan Teluk Manado. Makalah Pengantar Falsafah Sains Pasca Sarjana S3 IPB. Bogor.
Sachlan, M., 1982. Planktonologi. Diktat Perkuliahan Planktonologi. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 166 hal.
Setiabudi, H., 2007. Produktivitas Primer di Perairan Tanjung Medang Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 64 hal.
Standar Nasional Indonesia No. 06-2412, 1991.Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air. Badan Pengendalian Dampak Lingkungasn. Jakarta.
Sudjana. 2006. Metode Stasistika. Tarsito. Bandung.
Suin, N. 2002. Metode Ekologi. Penerbit Universitas Andalas. Padang.
Syam, A.R. 2002. Produktivitas primer fitoplankton dan perbandingan beberapa karakteristik biofisikimia perairan Teluk Jakarta dan Teluk Lampung. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. 128 hal.
Weber , C. I. 1973. Biological Field and Laboratory Methoda for
Measuring the Quality of Surface Waters and Effluents.
Widigdo, B. 2001. Manajemen Sumberdaya Perairan. Bahan Kuliah. FPIK IPB. Bogor.
Wulandari, Dewi. 2009. Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisika Kimia di Estuaria Sungai Brantas (Porong) Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB
Top Related