PENANGGULANGAN BECANA LEDAKAN
DISUSUN OLEH :
1. Alif Mutaqin 5. Putri Purwintari
2. Aria Nissa Edeliana 6. Ria Fitri Rahayu
3. Mutiara Indriani 7. Septia Dwi Wahyuningsih
4. Nevylia 8. Yudhistira Hary Wijaya
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MH. THAMRIN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt, berkat Rahmat dan Karunia-Nya
penyusun dapat membuat dan menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Penanggulangan
Bencana Ledakan“.
Makalah yang berjudul “Penanggulangan Bencana Ledakan “ ini secara garis besar
memuat tentang Manajemen penanggulangan bencana ledakan.
Penyusun menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dan penyusun menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Jakarta, 23 November 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Judul Halaman........................................................................................................................ i
Kata Pengantar.........................................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.....................................................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup.......................................................................................................2
BAB II Tinjauan Teori...........................................................................................................3
2.1 Definisi Bencana.....................................................................................................3
2.2 Jenis Bencana..........................................................................................................3
2.3 Fase-fase Bencana..................................................................................................4
BAB III Pembahasan.............................................................................................................5
3.1 Kasus......................................................................................................................5
3.2 Manajemen Tanggap Bencana di Kota Cilegon....................................................6
3.3 Manajemen Pasca Bencana...................................................................................9
3.4 Manajemen Pre Bencana.......................................................................................11
BAB IV Penutup...................................................................................................................13
4.1 Kesimpulan............................................................................................................13
4.2 Saran......................................................................................................................13
Daftar Putaka.........................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang mencoba, untuk terus berbenah
diri guna menyambut persaingan pasar bebas. Namun, dalam usahanya berbenah diri tersebut,
Indonesia yang letak geografisnya diapit oleh dua benua dan dua samudra ini, sering kali
terhambat, bahkan kembali mengalami penurunan akibat dampak langsung dari pasar bebas,
ataupun bencana yang terjadi akibat fenomena alami, maupun yang disebabkan oleh
keteledoran perangkat pemerintahan dan masyarakatnya sendiri.
Ditilik dari letak geografisnya, Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan
terhadap potensi bencana alam geologi, seperti: gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin
topan, dan sebagainya. Hal ini dipertegas dengan bencana-bencana alam yang sering kita
temui sehari-hari. Banjir bandang di Lamongan dan di bandung atau di banyak daerah saat
musim hujan, Gempa bumi di Padang dan sekitarnya, merupakan gambaran kecil dari
kerentanan Indonesia terhadap potensi terjadinya bencana alam geologi.
Terdapat tiga fase dalam upaya penanggulangan bencana, yaitu: fase pra-bencana,
fase saat bencana terjadi, dan fase pasca-bencana. Hal yang sangat disayangkan adalah
Indonesia lebih memberikan perhatian terhadap fase ketiga, dan terlihat sedikit meremehkan
fase-fase penanggulangan yang lainnya. Sebagai contoh adalah bencana tsunami yang
menimpa Aceh, bantuan terkait dengan bencana ini mulai muncul, setelah berjatuhan banyak
korban dan menimbulkan kerugian yang besar.
Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-
infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang
hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk
yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
Terjadinya bencana alam tidak dapat di prediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan
surveilans untuk meminimalisir kerusakan dan korban. Surveilans bencana dilakukan
sebelum bencana terjadi, saat bencana dan sesudah terjadinya bencana.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui kegiatan yang dilakukan pada surveilans bencana.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui surveilans bencana pada sebelum terjadinya bencana
Mengetahui surveilans bencana pada saat terjadinya bencana
Mengetahui surveilans bencana pada sesudah terjadinya bencana
1.3 Ruang Lingkup
Makalah ini membahas tentang definisi bencana, surveilans epidemiologi san surveilans
bencana.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Bencana
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia definisi bencana adalah
peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna
sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya
derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari
luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi
kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa
manusia, merusak struktur sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar
(BAKORNAS PBP).
Bencana adalah gangguan serius dari berfungsinya satu masyarakat, yang
menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap jiwa (manusia), harta-benda, dan
lingkungannya, yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa bencana untuk
menanggulanginya dengan hanya menggunakan sumber-sumber daya masyarakat itu sendiri.
(Lokakarya Kepedulian Terhadap Kebencanaan Geologi dan Lingkungan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Goelogi ITB, 2004)
2.2 Jenis Bencana
Klasifikasi bencana biasanya didasarkan atas:
1. Penyebab kejadian bencana (secara alami atau karena ulah manusia).
2. Cepat-lambatnya kejadian bencana (perlahan-lahan atau tiba-tiba).
Bencana alam dimana faktor geologi sangat dominan biasa disebut sebagai bencana
alam geologi, diantaranya:
1. Gempa bumi (earthquake) dan tsunami
2. Letusan gunung berapi (vulcano)
3. Longsoran (landslide)
4. Penurunan tanah (land subsidence)
Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi dua jenis, yaitu:
1. Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami seperti kejadian-
kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai, kekeringan,
wabah, serangga dan lainnya.
2. Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu kejadian-kejadian karena
perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, huru-hara,
sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya
Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari:
1. Bencana Lokal
Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan.
Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan disekitarnya. Biasanya adalah
karena akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia
dan lainnya.
2. Bencana Regional
Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang
cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti badai, banjir, letusan gunung,
tornado dan lainnya.
2.3 Fase-fase Bencana
Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana, yaitu
fase preimpact, fase impact dan fase postimpact.
1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi
didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala
persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga masyarakat.
2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat
dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini terus
berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat dilakukan.
3. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase
darurat, juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas
normal. Secara umum dalam fase postimpact ini para korban akan mengalami tahap respon
psikologis mulai penolakan, marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
( Hari Minggu 15 Juli 2013 )
Masyarakat di pemukiman pada umumnya mengungsi disekitar rumah masing-
masing dengan mendirikan tenda seadanya dan pada kawasan industry berkumpul pada
area terbuka .Korban meninggal akibat gempa pada pemukiman sementara 50 orang dan
yang luka belum terdata, meningkat banyak yang sudah diangkut ke RS terdekat. Di
kawasan industry tercatat korban luka parah terkena ledakan maupun material lainnya
baik karyawan pabrik maupun masyarakat sekitar pabrik lebih dari 120 orang, sedangkan
yang luka ringan belum terdata, namun menurut informasi yang simpang siur lebih dari
200 orang. Belum ada informasi korban meninggal.
Sore dan malam itu pihak RS Kawasan Industri telah mengerahkan ambulance
yang dimiliki untuk menolong korban luka akibat ledakan pabrik untuk dirujuk ke RS
Kawasan Industri kota Cilegon dan Kota Serang serta RS Swasta yang ada disekitarnya.
Direktur RS Kawasan Industri meminta bantuan ke Kepala Dinas Kesehatan Kota Cilegon
dan RSUD Serang untuk mengirimkan bantuan kesehatan dan mobil ambulance untuk
menolong korban.
Pukul 18.05 WIB kemudian Kadinkes Kota Cilegon bersama staf yang
menyertainya sudah berada di lokasi sekitar kawasan pabrik dan bersama Direktur RS
Kawasan Industri mengatur pertolongan. Kadinkes Prop. Banten yang datang bersama
Kadinkes Kab.Serang dengan menggunakan masker bertemu dengan Kadinkes Kota
Cilegon langsung mengontak RS di Tanggerang dan Pandeglang untuk dapat menerima
rujukan pasien.
Beberapa reporter TV dan wartawan media cetak sudah berada di lokasi.
Ambulance dari berbagai RS sudah berada di lokasi dan berusaha menolong korban.
Tampak kepanikan para pekerja kawasan industry dan masyarakat sekitarnya untuk
menyelamatkan diri.
3.2 Manajemen Tanggap Bencana Ledakan di Kota Cilegon
Sesuai dengan pemaparan terkait dengan bencana di atas, maka dibutuhkan suatu
manajemen yang tepat, dinamis, terpadu, dan berkelanjutan terkait dengan penanggulangan
bencana. Pembentukan sistem komando tanggap darurat biasanya dilakukan pada saat
keadaan darurat yang meliputi:
1) Informasi tentang kejadian awal bencana. Informasi ini bisa didapatkan dari
berbagai sumber, dengan membuat rumusan sederhana:
a. Apa : jenis bencana.
b. Kapan : hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat.
c. Dimana : lokasi/tempat/daerah bencana.
d. Berapa : jumlah korban, kerusakan sarana dan prasarana.
e. Mengapa : penyebab terjadinya bencana.
f. Bagaimana : upaya apa yang telah dilakukan dan kebutuhan apa yang
sangat mendesak.
2) Penugasan Tim Reaksi Cepat.
Tim Reaksi cepat atau Tim Gerak Cepat merupakan tim yang bergerak dalam
waktu 0-24 jam setelah adanya kejadian bencana. Tim Reaksi Cepat
melaksanakan tugas dengan tahapan meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan
dan tahap pengakhiran sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan.
1. Informasi Awal Darurat Bencana
Dari informasi tentang kejadian awal bencana, kemudian Pemerintah atau
instansi terkait biasanya langsung menugaskan Tim Reaksi Cepat (TRC)
untuk segera melakukan tugas pengkajian ke lokasi bencana secara cepat
dan tepat serta memberikan dukungan dalam kegiatan tanggap darurat
melalui sarana komunikasi telepon / HP / faxsimile / sms / email.
2. Penetapan Penugasan.
Memilih dan menyusun komposisi anggota TRC yang disesuaikan dengan
macam/jenis bencana dan keahliannya yang terdiri dari :
1) Ketua Tim
- Membuat konsep awal Rencana Kedatangan dan Rencana Aksi.
- Melaksanakan pengecekan kesiapan personil Tim melalui sarana
komunikasi telepon/HP.
2) Petugas Administrasi Tim menyelesaikan administrasi keuangan, tiket
transportasi, peralatan dan dukungan sarana pendukung Tim.
3) Anggota Tim dari sektor terkait berangkat dari kantor/rumah masing-
masing dengan membawa perlengkapan pribadi dan sarana pendukung
tugas.
b. Tahap Pelaksanaan.
Mengadakan pertemuan awal dengan Kepala Daerah atau pejabat yang
ditunjuk untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Memperkenalkan personil Tim.
2) Menyampaikan maksud, tujuan dan tugas Tim untuk melaksanakan
tugas di daerah bencana.
3) Menghimpun informasi mutahir tentang kejadian bencana, korban,
kerusakan, dampak bencana dan upaya yang telah dilakukan serta
kebutuhan yang mendesak.
4) Mengaktivasi Posko penanggualangan bencana dengan melakukan
kegiatan antara lain:
a) Penyiapan tempat, alat komunikasi dan sarana pendukung
lainnya.
b) Penataan peta bencana, deskripsi bencana, data-data korban,
pengungsi, sumber daya (stock, telah disalurkan dan masih
tersedia), jadwal piket Posko, upaya yang telah dilakukan dan
kebutuhan yang mendesak.
c) Memberikan asistensi teknis bidang Posko dan arus informasi
penanganan bencana.
6) Menyelenggarakan rapat guna memperlancar koordinasi dengan
seluruh sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana.
7) Memberikan saran yang tepat untuk upaya penanganan darurat
bencana
8) Melaksanakan koordinasi dengan sektor terkait untuk melengkapi
data / informasi bencana.
9) Menyempurnakan Rencana Aksi Tim.
10) Melaksanakan pembagian tugas dalam Sub Tim sesuai kebutuhan.
11) Mengirimkan laporan awal kepada Pemerintah Provinsi atau
Kabupaten/Kota melalui telepon/facsimile/ HP/sms/email.
12) Peninjauan Lapangan di Lokasi Bencana. Masing-masing Sub Tim
melaksanakan peninjauan lapangan untuk melakukan
a) Identifikasi terhadap cakupan lokasi bencana, jumlah korban,
kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi
pelayanan umum serta pemerintahan.
b) Identifikasi kebutuhan yang mendesak untuk :
- Pencarian dan penyelamatan korban bencana dan evakuasi korban
bencana.
- Pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, air bersih/minum
dan sanitasi, pelayanan kesehatan).
- Penampungan sementara (tenda, tikar, genset, MCK, dapur
umum).
- Perlindungan terhadap kelompok rentan (balita, ibu hamil, lansia,
cacat).
- Pemulihan darurat sarana dan prasarana, antara lain pembersihan
puing/lumpur/tanah longsor, jalan/ jembatan/tanggul, fasilitas
pelayanan kesehatan, transportasi, telekomunikasi dan energi.
c. Tahap Pengakhiran.
1. Melaksanakan pengecekan kelengkapan peralatan Tim dan
perlengkapan perorangan.
2. Menyusun laporan lengkap pelaksanaan tugas Tim Gerak Cepat.
3. Menyerah terimakan tugas dan dokumen pendukung bencana kepada
kepala daerah.
4. Menghadap Gubernur/Bupati/Walikota untuk mohon pamit untuk
meninggalkan daerah bencana kembali ke Jakarta, karena pelaksanaan
tugas Tim telah selesai dan menyerahkan laporan sementara hasil
pelaksanaan tugas Tim.
3) Penugasan Tim RHA
Merupakan tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan tim gerak cepat
atau menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam. Pada tim ini anggota terdiri
dari tim medis, epidemiologis dan lingkungan. Tujuan RHA yaitu penilaian
cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah. Hasilnya
berbentuk rekomendasi untuk keputusab penanggulangan selanjutnya.
Khususnya menilai jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang
telah / akan terjadi, kerusakan sarana, sumberdaya, kemampuan respons
setempat. Gambaran yang diharapkan pada tim RHA adalah :
1. Luasnya lokasi, hubungan transportasi dan komunikasi, kelancaran
evakuasi, rujukan dan pertolongan, dan pelayanan.
2. Dampak kesehatan (epidemiologis).
3. Potensi sarana. Potensi daerah terdekat.
4. Potensi sumberdaya setempat dan bantuan.
5. Potensi sumber air dan sanitasi.
6. Logistik yang ada dan diperlukan.
4) Penetapan status atau tingkat bencana. Berdasarkan hasil kajian Tim gerak
cepat, maka Pemerintah akan menetapkan status atau tingkat bencana. Pada
tahap ini juga terkadang Pemerintah akan menunjukkan atau menugaskan
seorang pejabat sebagai Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai dengan
status atau tingkat bencana (skala nasional atau skala daerah).
5) Penugasan Tim Bantuan Kesehatan. Merupakan tim yang diberangkatkan
berdasarkan kebutuhan setelah Tim gerak Cepat dan Tim RHA kembali
dengan hasil kegiatan merekadi lapangan.
3.3 Manjemen Pasca Bencana ( Tim Surveilans)
1. Surveilans penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular.
Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey penyakit-
penyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini tim gerak cepat melakukan
tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi transmisi penyakit tersebut.
Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana : Campak, DBD, diare
berdarah, diare biasa, hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria, penyakit kulit,
pneumonia, tetanus, trauma (fisik), dan thypoid.
Penyakit Menular Prioritas (dalam pengamatan dan pengendalian) :
a. Penyakit yang rentan epidemik (kondisi padat)
b Kolera
c. Diare berdarah
d. Thypoid fever
e. Hepatitis
f. Penyakit dalam program pengendalian nasional
g. Campak
h. Tetanus
i. Penyakit endemis yang dapat meningkat paska bencana
j. Malaria
k. DBD
Penyebab Utama Kesakitan & Kematian
a. Pnemonia
b. Diare
c. Malaria
d. Campak
e. Malnutrisi
f. Keracunan pangan
Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan oleh adanya
penyakit sebelum bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana, pengungsian,
kepadatan penduduk di tempat pengungsian, dan rusaknya fasilitas publik. Pengungsi
yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu bayi dan anak balita, orang tua atau
lansia, keluarga dengan kepala keluarga wanita, ibu hamil.
2. Surveilans data pengungsi.
Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepadatan di tempat
pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan umur, dan jenis kelamin. Data
dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.
3. Surveilans kematian.
Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak,
umur, jenis kelamin, tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas pelapor.
4. Surveilans rawat jalan.
5. Surveilans air dan sanitasi.
6. Surveilans gizi dan pangan.
7. Surveilans epidemiologi pengungsi.
3.4 Manajemen Pre Bencana ( Rekomendasi, Preparedness dan Mitigasi )
Tim gerak cepat memastikan perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan lanjut
usia lebih mandiri dan terlibat aktif dalam setiap upaya pengurangan risiko bencana. Lalu
penyebarluasan dan penggunaan kearifan lokal yang memandirikan dan memberdayakan
masyarakat. Selain itu praktik PRBBK yang dilakukan sudah meretas akar risiko, terutama
yang berkaitan risiko terhadap perempuan, anak, penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Adanya keterpaduan upaya adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana bagi
seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana. Termasuk juga berkurangnya
risiko bencana ekologis, bencana industri dan konflik.
3.3.1 Preparedness dan Mitigasi
1. Perencanaan penanggulangan bencana; yang terdiri atas : pengenalan dan
pengkajian ancaman bencana; pemahamantentang kerentanan masyarakat;
analisis kemungkinan dampak bencana; pilihan tindakan pengurangan risiko
bencana;penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana;
dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumberdaya yang tersedia.
2. Pengurangan risiko bencana; yang terdiri atas : pengenalan dan pemantauan
risiko bencana; perencanaan partisipatifpenanggulangan bencana;
pengembangan budaya sadar bencana; peningkatan komitmen terhadap
pelakupenanggulangan bencana; dan penerapan upaya fisik, nonfisik, dan
pengaturan penanggulangan bencana.
3. Pencegahan; yang terdiri atas : identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap
sumber bahaya atau ancamanbencana; kontrol terhadap penguasaan dan
pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau
berangsurberpotensi menjadi sumber bahaya bencana; pemantauan penggunaan
teknologi yang secara tiba-tiba dan/atauberangsur berpotensi menjadi sumber
ancaman atau bahaya bencana; penataan ruang dan pengelolaan
lingkunganhidup; dan penguatan ketahanan sosial masyarakat.
4. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan yang dilakukan dengan cara
mencantumkan unsur-unsur rencanapenanggulangan bencana ke dalam rencana
pembangunan pusat dan daerah, dilakukan secara berkala dikoordinasikanoleh
suatu badan.
5. Analisis resiko bencana Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan
untuk mengurangi resikobencana yang mencakuppemberlakuan peraturan tentang
penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar.
6. Pendidikan dan pelatihan; dan
7. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan
yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar. Fase-fase dalam
terjadinya suatu bencana dibagi menjadi 3, yaitu fase preimpact, fase impact dan fase
postimpact.
4.2 Saran
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh
perhatian dan mengulurkan bantuan. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya
merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik agar setiap bantuan
yang masuk dapat tepat dan terjadi efesiensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.bnpb.go.id/page/read/7/sistem-penanggulangan-bencana
2. Efendi,F & Makfudii.(2009).keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
3. http://penanggulangankrisis.depkes.go.id/article/view/6/1816/Banjir-menerjang-
kabupaten-wajo--sulawesi-selatan
Top Related