UNIMED Undergraduate 22550 5 BAB II

12
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Ranti (Solanum nigrum L.) Ranti atau leunca (Solanum nigrum L.) adalah tumbuhan anggota suku terung-terungan (Solanaceae) yang buahnya dikenal sebagai sayuran dan juga menjadi bahan pengobatan. Tumbuhan ini berasal dari Asia Barat, dibawa ke Indonesia melalui Malaysia dan telah menyebar ke seluruh penjuru dunia karena mampu hidup dalam kondisi tertekan. Dalam bahasa Inggris ia paling banyak dikenal sebagai (European) black nightshade (Anonim (1), 2012). 2.1.1. Nama Umum Indonesia : Ranti Sunda : Leunca Inggris : Black nightshade Melayu : Ranti Filipina : Kama-kamatisan Cina : Long Kui (Anonim (2), 2012). 2.1.2. Sistematikan Tumbuhan Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Asteridae Ordo : Solanales (suku terung-terungan) Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum nigrum L. (Prima, 2012).

Transcript of UNIMED Undergraduate 22550 5 BAB II

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Ranti (Solanum nigrum L.)

Ranti atau leunca (Solanum nigrum L.) adalah tumbuhan anggota suku

terung-terungan (Solanaceae) yang buahnya dikenal sebagai sayuran dan juga

menjadi bahan pengobatan. Tumbuhan ini berasal dari Asia Barat, dibawa ke

Indonesia melalui Malaysia dan telah menyebar ke seluruh penjuru dunia karena

mampu hidup dalam kondisi tertekan. Dalam bahasa Inggris ia paling banyak

dikenal sebagai (European) black nightshade (Anonim (1), 2012).

2.1.1. Nama Umum

Indonesia : Ranti

Sunda : Leunca

Inggris : Black nightshade

Melayu : Ranti

Filipina : Kama-kamatisan

Cina : Long Kui (Anonim (2), 2012).

2.1.2. Sistematikan Tumbuhan

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales (suku terung-terungan)

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum nigrum L. (Prima, 2012).

5

2.1.3. Morfologi Tumbuhan

Tanaman ini termasuk ke dalam golongan semak, dengan tinggi lebih

kurang 1,5 m. Memiliki akar tunggang dengan warna putih kocoklatan. Batang

tegak, berbentuk bulat, lunak, dan berwarna hijau. Berdaun tunggal, lonjong, dan

tersebar dengan panjang 5-7,5 cm ; lebar 2,5-3,5 cm. Pangkal dan ujung daun

meruncing dengan tepi rata. Pertulangan daun menyirip. Daun mempunyai

tangkai dengan panjang ± 1 cm dan berwarna hijau. Bunga berupa bunga

majemuk dengan mahkota kecil, bangun bintang, berwarna putih, benang sari

berwarna kehijaunan dengan jumlah 5 buah. Tangkai bunga berwarna hijau pucat

dan berbulu. Buah berbentuk bulat, jika masih muda berwarna hijau, dan

berwarna hitam mengkilat jika sudah tua ukurannya kira-kira sebesar kacang kapri

Biji berbentuk bulat pipih, kecil-kecil, dan berwarna putih. (Prima, 2012).

Gambar 2.1. Tumbuhan ranti

2.1.4. Kandungan Kimia dan Manfaat Ranti (Solanum nigrum L.)

Leunca (Solanum nigrum L.) mengandung solanine, solasonine,

solamargine dan chaconine. Serta diketahui pada buah leunca yang belum matang

mengandung steroidal alkaloid solasodine serta steroidal sapogenin diosgenin dan

tigogenin. Serta terdapat kandungan signifikan dari diosgenin (1,2%) dan

6

solasodine (0,65%) pada buah leunca (Solanum nigrum L.) yang masih hijau

(belum matang) (Prima, 2012).

Struktur berbagai macam metabolit yang dihasilkan dari tumbuhan

Solanum nigrum L. adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2. Struktur Kimia α-Solanine, solasonine, solamargine, α-

chaconine, solasodine, diosgenin dan tigogenin

Disamping penggunaannya sebagai ramuan tradisional, beberapa studi

ilmiah menunjukkan, leunca memiliki aktivitas antiulserogenik yang berhubungan

dengan lambung, sistem saraf pusat dan sebagai agen antineoplastik dan

memiliki peran sitoprotektif melawan kerusakan sel ginjal. Rebusan air daunnya

juga dapat melancarkan buang air kecil, menyembuhkan sakit perut, batuk dan

mampu pula menurunkan tekanan darah tinggi serta bermanfaat mengurangi

jumlah sel darah putih dalam tubuh (Johan, 2005).

Kandungan metabolit sekundernya seperti Solasodine mempunyai efek

menghilangkan sakit (analgetik), penurunan panas, antiradang, dan antishok.

7

Solamargine dan solasonine mempunyai efek antibakteri, sedangkan solanine

sebagai antimitosis. Senyawa-senyawa itu bisa mengatasi gangguan kanker, yakni

kanker payudara, leher rahim, lambung dan saluran pernapasan (Kabayan, 2009).

2.2. Imunostimulan

Imunostimulan atau imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat

meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non

spesifik. Yang terutama terjadi adalah induksi non spesifik baik mekanisme

pertahanan seluler maupun humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini

disebut paraimunitas, dan zat bersangkutan disebut penginduksi paraimunitas.

Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, bahkan

sebagian bekerja sebagai mitogen yaitu menaikkan proliferasi sel yang berperan

pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B; karena

induktor paramunitas ini terutama menstimulasi mekanisme pertahanan seluler.

Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui

sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim

lisosomal) untuk meningkatkan fagositosis mikro dan makro. Mekanisme

pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam

hal ini pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga

mempersulit penggunaan imunomodulator ini dalam praktek (Widianto, 1987).

Imunomodulator tampak menjadi bagian terpenting dalam dunia

pengobatan. Imunomodulator membantu tubuh untuk mengoptimalkan fungsi

sistem imun yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh

di mana kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Maratani, (2006) dikatakan

bahwa dalam daun mahkota dewa terkandung alkaloid, saponin dan polyfenol.

Flavonoid memiliki bermacam-macam efek, antara lain sebagai imunostimulan.

Penelitian ini juga dilakukan oleh Sanjaya, (2006) terhadap buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa). Dikatakan bahwa buah mahkota dewa mengandung

saponin dan flavonoid, kedua senyawa tersebut dipercaya paling berperan sebagai

8

imunostimulan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni kuman pada organ

yang terinfeksi, terutama hepar.

Penelitian lain terkait imunostimulan juga telah dilakukan oleh Tyastuti,

dkk., (2006) yang mengatakan bahwa kemampuan propolis dalam melawan

mikrobia dan menstimulasi imun karena kandungan flavonoidnya yang tinggi.

Penelitian oleh Jenn-Haung, (2002) dikatakan bahwa alkaloid memiliki peran

dalam peningkatan respon iminunitas tubuh. Suhirman dan winarti, (2009) juga

mengatakan bahwa, komponen aktif metabolit sekunder dalam meniran adalah

flavonoid, lignan, isolignan, dan alkaloid. Komponen yang bersifat

imunomodulator adalah dari golongan flavonoid, yang mampu meningkatkan

sistem kekebalan tubuh hingga mampu menangkal serangan virus, bakteri atau

mikroba lainnya.

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tumbuhan. Adapun

tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

suatu sampel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat

padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Secara umum, terdapat beberapa keadaan dalam menentukan tujuan

ekstraksi, yaitu:

1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari tumbuhan.

Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat

modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan

dengan kebutuhan pemakai.

2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,

misalnya terpenoid, alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia

sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Hal ini

diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok

senyawa kimia tersebut.

9

3. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara

apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika

tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau

didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa

dengan aktivitas biologi khusus (Sudjadi dalam Maniur, 1986).

Penyarian zat-zat aktif tumbuhan dengan metode ekstraksi dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut

organik pada temperatur ruangan. Dengan perendaman sampel, akan terjadi

pemecahan dinding sel dan membran sel karena perbedaan tekanan antara di

dalam dan luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan

terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat

diatur lama perendaman yang dilakukan.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang

berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan

permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Cara

perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

derajat perbedaan konsentrasi.

b. Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas,sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi (Irwanto, 2010).

Perkolasi dengan cara panas dapat dilakukan dengan beberapa cara

sebagai berikut:

10

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu pada temperatur 40-

50°C.

d. Infudasi

Infuudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur 96-98°C)

selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai

titik didih air (Saridewi, 2011).

Proses ekstraksi didasarkan pada kelarutan komponen terhadap

komponen lain dalam campuran. Kelarutan suatu komponen tergantung pada

derajat kepolarannya. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai

konstanta dielektrik pelarut (Saridewi, 2011). Urutan tingkat kepolaran beberapa

pelarut organik berdasarkan nilai konstanta dieletriknya dapat dilihat pada tabel

2.1 berikut.

11

Tabel 2.1. Nilai Konstanta Dieletrik Berbagai Pelarut Organik

No Pelarut Rumus kimia Titik didih Konstanta dieletrik

1. Heksana CH3-CH2-CH2-CH2-

CH2-CH3

690C 2,0

2. Benzena C6H6 800C 2,3

3. Toluena C6H5-CH3 1110C 2,4

4. Dietil eter CH3CH2-O-CH2-CH3 350C 4,3

5. Kloroform CHCl3 610C 4,8

6. Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2-

CH3

770C 6,0

7. n-butanol CH3-CH2-CH2-CH2-

OH

1180C 18

8. n-propanol CH3-CH2-CH2-OH 970C 20

9. Etanol CH3-CH2-OH 790C 30

10. Metanol CH3-OH 650C 33

11. Air H-O-H 1000C 80

Sumber : Anonim (3), 2012

2.4. Uji Fitokimia

Fitokimia merupakan suatu disiplin ilmu yang bidang perhatiannya

adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk oleh tumbuhan meliputi

struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran

secara ilmiah dan fungsi biologisnya. Setiap tahap pengerjaan fitokimia

merupakan bagian intergral dari seluruh rangkaian pengerjaan dan merupakan

aspek yang berhubungan. Hasil setiap tahap berkaitan satu sama lain, oleh

karenanya harus dilakukan dengan cara yang tepat dan teknik yang benar.

Penapisan fitokimia dimulai dengan pengumpulan sampel sebanyak

mungkin. Oleh karena kegiatan ini memakan waktu cukup lama maka penapisan

12

fitokimia memegang peranan terbesar dari kegiatan kimia bahan alam. Sekalipun

kegiatan ini bertitik tolak pada daya tarik kimiawi, hal ini tidaklah mengurangi

manfaat hasil penelitian. Spesies-spesies yang telah dianalisis secara fitokimia

akan diinventarisasi untuk ditelaah lebih lanjut mengenai struktur kimia senyawa-

senyawa aktifnya.

2.5. Senyawa Alkaloid, Flavonoid dan Terpenoid

2.5.1. Senyawa Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak

ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-

tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid

mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan

dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik.

Hampir semua alkaloida yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan

biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna

dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang

terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan psikologis. Alkaloida dapat

ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit

batang. Alkaloida umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus

dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan

tumbuhan (Lenny, 2006).

Gambar 2.3. Piridin

Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan

titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid

yang bersifat amorf dan beberapa seperti nikotin dan koniin berupa cairan

(Sastrohamidjojo, 1996).

13

2.5.2. Senyawa Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar

yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu

dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan pada tumbuhan (Lenny,

2006). Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan

mengecualikan alga dan hornwort. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua

bagian tubuh tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar,

bunga, buah buni dan biji ( Markham, 1988).

Senyawa Flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas

dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki

karakterisasi bentuk hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol, dan cincicn B

biasanya 4,3,4- atau 3,4,5-terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, 1996).

Gambar 2.4. Struktur Flavonol

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada

tingkat oksidasi dari rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol

dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering

disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan

oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut

(Lenny, 2006).

2.5.3. Senyawa Terpenoid

Terpenoida adalah merupakan komponen tumbuh-tumbuhan yang

mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut

sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal

dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom

hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan

14

perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan

terpenoid.

Gambar 2.5. Skualenadan Ursana

Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yangg dibangun

oleh dua atau lebih unit C5 yang disebut isopren. Unit C5 ini dinamakan demikian

karena kerangka karbonnnya sama seperti senyawa isopren (Lenny, 2006).

Senyawa Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida

steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun

serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit,

banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang

umum ialah asam glukuronat (Harborne dalam Yenni, 1996). Saponin merupakan

senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun

bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan

(Gunawan dan Mulyani, 2004).

Gambar 2.6. Sapogenin Triterpenoida

Dikenal ada dua jenis saponin yaitu, glikosida triterpenoid alkohol dan

glikosida struktur steroid tertentu. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan

etanol, tetapi tidak larut dalam eter (Patmawinata, 1995).

15

2.6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan komponen-

komponen campuran senyawa-senyawa yang melibatkan partisi suatu senyawa di

antara padatan penyerap (adsorbent, fasa diam) yang dilapiskan pada pelat kaca

atau plastik kaku dengan suatu pelarut (fasa gerak) yang mengalir melewati

adsorbent (padatan penyerap). Pengaliran pelarut dikenal sebagai proses

pengembangan oleh pelarut (elusi). Karena kesederhaan dan kecepatan

analisisnya, KLT mempunyai peranan penting dalam pemisahan senyawa-

senyawa yang volatilitasnya relatif rendah, baik senyawa organik maupun

senyawa anorganik.

Di dalam analisis dengan KLT, suatu contoh dalam jumlah yang sangat

kecil ditempatkan (sebagai titik noda) di atas permukaan pelat tipis fasa diam

(adsorbent), kemudian pelat diletakkan dengan tegak dalam bejana pengembang

yang berisi sedikit pelarut pengembang. Oleh aksi kapiler, pelarut mengembang

naik sepanjang permukaan lapisan pelat dan membawa komponen-komponen

contoh. Komponen-komponen contoh memanjat pelat KLT dengan kecepatan

yang berbeda-beda, tergantung pada kelarutan komponen dalam pelarut dan

derajat kekutan komponen teradsorbsi pada fasa diam. Hasilnya adalah sederetan

bercak-becak (noda-noda) yang tegak lurus terhadap permukaan pelarut dalam

bejana (Firdaus, 2011).

Kecepatan senyawa-senyawa sebagai komponen-komponen contoh

memanjat pelat dibandingkan dengan kecepatan pelarut yang mendahuluinya.

Harga perbandingan ini dikenal sebagai harga Rf, dan didefisikan sebagai:= ℎ ℎℎ ℎ