LANDREFORM

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris, tanah merupakan hal yang mutlak yang harus dimiliki oleh masyarakat agraris. Karena NKRI sebagian besar rakyatnya menggantungkan kehidupannya pada tanah, dalam hal ini berada pada bidang pertanian. Masalah tanah, terutama penguasaan tanah meupakan masalah klasik yang terjadi dalam masyarakat agraris. Dalam permasalahan tersebut salah satu pemecahannya adalah Landreform. Landreform dianggap mampu memecahkan masalah agraria yang ada. Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu “land” dan “reform”. Land artinya tanah, sedang reform artinya perombakan atau perubahan untuk membangun atau membentuk atau menata kembali struktur pertanian baru. Sedangkan landreform dalam arti sempit adalah penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah, merupakan bagian pokok dalam konsep reform agraria (agraria reform). Semenjak era reformasi, telah terjadi perkembangan yang menggembirakan, dimana telah cukup banyak pihak yang membicarakan dan peduli dengan permasalahan ini, meskipun masih terbatas pada tingkat wacana. Namun demikian, sampai sekarang belum berhasil disepakati bagaimana landreform dan agraria reform(pembaruan agraria) tersebut sebaiknya untuk kondisi di Indonesia. Atas dasar ketentuan UUPA diterbitkan peraturan perundangan landreform yang bertujuan untuk mengadakan penataan penguasaan 1

Transcript of LANDREFORM

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris, tanah merupakan hal yang

mutlak yang harus dimiliki oleh masyarakat agraris. Karena NKRI

sebagian besar rakyatnya menggantungkan kehidupannya pada tanah,

dalam hal ini berada pada bidang pertanian. Masalah tanah,

terutama penguasaan tanah meupakan masalah klasik yang terjadi

dalam masyarakat agraris. Dalam permasalahan tersebut salah satu

pemecahannya adalah Landreform. Landreform dianggap mampu

memecahkan masalah agraria yang ada.

Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu “land” dan

“reform”. Land artinya tanah, sedang reform artinya perombakan

atau perubahan untuk membangun atau membentuk atau menata kembali

struktur pertanian baru. Sedangkan landreform dalam arti sempit

adalah penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah,

merupakan bagian pokok dalam konsep reform agraria (agraria reform).

Semenjak era reformasi, telah terjadi perkembangan yang

menggembirakan, dimana telah cukup banyak pihak yang membicarakan

dan peduli dengan permasalahan ini, meskipun masih terbatas pada

tingkat wacana. Namun demikian, sampai sekarang belum berhasil

disepakati bagaimana landreform dan agraria reform(pembaruan agraria)

tersebut sebaiknya untuk kondisi di Indonesia.

Atas dasar ketentuan UUPA diterbitkan peraturan perundangan

landreform yang bertujuan untuk mengadakan penataan penguasaan1

tanah dan meningkatan pendapatan serta kesejahteraan untuk rakyat

khususnya para petani kecil secara adil dan merata, sehingga

terbuka kesempatan untuk mengembangkan diri mencapai kemakmuran

sebagai bagian dari pembangunan nasional untuk mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur bedasarkan Pancasila.

Dalam pengertian lain landreform berarti program untuk

melakukan tindakan yang saling berhubungan satu sama lain, yang

bertujuan untuk menghilangkan penghalang dibidang sosial, ekonomi

yang timbul dari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam

sturktur pertanian.

Banyaknya penghalang-penghalang sosial dibidang pertanahan

yang seringkali merugikan masyarakat, mendorong perlunya

dilakukan pembaruan agraria di negeri ini. Seiring dengan

perkembangan zaman, pemerintah sebagai pihak yang bertanggung

jawab dalam masalah agraria di Indonesia sudah mulai meninggalkan

makna dari diundangkannya UUPA. Sebagaimana negara diwajibkan

untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin pengguanaanya,

sehingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Namun, dalam kenyataannya tujuan tersebut juga dilupakan,

banyak masyarakat kita khususnya petani, tidak merasakan

kemakmuran di bumi Indonesia. Masih banyak petani yang menggarap

tanah yang bukan miliknya sendiri. Sangat miris melihat pada

dasarnya bumi Indonesia merupakan Negara agraris yang mempunyai

lahan yang luas, subur dan seharusya diperuntukkan, diolah dan

digarap oleh para petani Indonesia.

2

Ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia

sebagaimana halnya ketimpangan ekonomi/tingkat pendapatan

penduduknya adalah sangat tajam dan ironis. Disatu sisi banyak

orang kaya yang memiliki tanah secara absentee dan menjadikan

sebagai asset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak

petani banyak petani yang hanya mempunyai sebidang tanah yang

tidak cukup menghidupi keluarganya atau bahkan tidak mempunyai

satu meter pun tanah digarapnya.

Dengan tujuan pemerataan dan untuk mencapai keadilan dalam

perolehan pemanfaatan tanah maka program landreform yang telah lama

dipeti-eskan (hanya menjadi program/kebijakan tekhnis saja)

haruslah digiatkan kembali.

B.       Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan landreform dan dasar hukumnya ?

2.      Apakah tujuan landerform ?

3.      Apa sajakah ruang lingkup landreform?

4.      Apa prinsip-prinsip landerform ?

C.      Tujuan Penulisan Makalah

1.      untuk mengetahui pengertian dari landreform serta dasar

hukumnya

2.      untuk mengetahui tujuan landreform

3.      untuk mengetahui ruang lingkup dari landreform

4.      untuk menerangkan prinsip-prinsip landreform

BAB II

3

PEMBAHASAN

Dalam rangka mewujudkan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan,

politik, arah dan kebijakan pertanahan didasarkan pada empat

prinsip : (1) pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber

baru kemakmuran rakyat, (2) pertanahan harus berkontribusi secara

nyata untuk meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih

berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan,

pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T), (3) pertanahan

harus berkontribusi secara nyata dalam menjamin keberlanjutan

sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan

memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang

terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat, (4)

pertanahan harus berkontribusi secara nyata dalam mewujudkan

tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai

sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan

penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan

sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di

kemudian hari.

Berlandaskan empat prinsip pengelolaan pertanahan tersebut,

pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional RI telah merumuskan

11 agenda prioritas, antara lain mengembangkan dan memperbaharui

politik, hukum dan kebijakan pertanahan. Semua ini dibingkai

dalam sebuah kebijakan yaitu Reforma Agraria. Reforma Agraria,

4

secara operasional, didefinisikan sebagai (1) menata kembali

sistem politik dan hukum pertanahan berdasarkan pancasila, UUD

1945 dan UUPA, dan didalam implementasinya merupakan (2) proses

penyelenggaraan Land reform atau asset reform secara bersama

(Reforma Agraria = Land Reform + Access Reform)

A.   Pengertian Landreform

Landreform sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu “land” dan

“reform”. Land artinya tanah, sedang reform artinya perombakan

atau perubahan untuk membangaun atau membentuk atau menata

kembali struktur pertanian baru. Untuk pelaksanaan prinsip-

prinsip landreform yang sudah digariskan dalam UUPA diperlukan

peraturan palaksanaan, baik yang berupa Undang-undang maupun

peraturan pemerintah. Pengertian landreform memiliki sifat

politis dan teknis. Di negara-negara komunis, pengertian politis

tersebut lebih bersifat slogan untuk memenangkan massa dengan

isu-isu emosional yang sangat menarik, seperti 'hancurkan tuan

tanah', dst. Bagi Indonesia, sifat politis dari landreform sama

sekali tidak bertujuan demikian, melainkan ditujukan untuk

mencapai apa yang ingin dikembangkan dan strategi apa yang harus

dilaksanakan untuk mencapai cita-cita keadilan dalam pemilikan

dan penguasaan tanah. Selanjutnya, sifat teknis dari pengertian

landreform adalah apa yang disebut Perserikatan Bangsa-bangsa

(PBB) sebagai agrarian reform dalam arti sempit, yakni perombakan

hubungan manusia dengan tanah dan lebih merupakan tindakan teknis

untuk mengembangkan segala lembaga-lembaga, baik ekonomi maupun

sosial, yang berkaitan dengan kehidupan pertanian. Bahkan

5

tindakan-tindakan teknis dimaksud sudah berkembang kepada

pengembangan teknologi, baik dengan sarana penunjangnya, seperti

pembangunan sekolah, jalan, bantuan bank, penyuluhan penggunaan

pupuk, pestisida, bibit unggul; dan dari segi struktur,

menetapkan adanya ceiling dan pemilikan minimum atas tanah, juga

mengubah sistem penguasaan atas tanah sehingga lebih memberikan

rasa keadilan kepada rakyat (AP Parlindungan, 1983: 13 dan 1990:

23).

Pada dasarnya landreform memerlukan program redistribusi tanah

untuk keuntungan pihak yang mengerjakan tanah dan pembatasan

dalam hak-hak individu atas sumber-sumber tanah. Jadi landreform

lebih merupakan sebuah alat perubahan sosial dalam perkembangan

ekonomi, selain merupakan manifestasi dari tujuan politik,

kebebasan dan kemerdekaan suatu bangsa. Dalam kasus-kasus tanah,

landreform dikenal sebagai agrarian reform sekedar untuk memberikan

pengertian perubahan dalam gambaran menyeluruh. Sebaliknya,

beberapa pihak menerjemahkan landreform secara sempit dan

tradisionil, yaitu sebagai alat untuk mengadakan penyediaan tanah

bagi para penggarap, yang biasanya dikenal sebagai redistribusi

tanah atau dianggap sebagai landreform in practice.

B.   Tujuan Lenderform

Tujuan landerform menurut Michael Lipton dalam Arie S. Hutagalung

(1985) adalah :

1. Menciptakan pemerataan hak atas tanah diantara para pemilik

tanah. Ini dilakukan melalui usaha yang intensif yaitu dengan

6

redisribusi tanah, untuk mengurangi perbedaan pendapatan antara

petani besar dan kecil yang dapat merupakan usaha untuk

memperbaiki persamaan diantara petani secara menyeluruh.

2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan tanah.

               Dengan ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri

maka petani akan berupaya meningkatkan produktivitasnya terhadap

lahan yang diperuntukkan untuk pertanian tersebut, kemudian

secara langasung akan mengurangi jumlah petani penggarap yang

hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan

para petani.

               Hal lain yang juga bisa dimaksimalkan dari

pelaksanaan land reform adalah suatu mekanisme proteksi yang

lebih ketat terhadap perubahan penggunaan tanah, karena harus

diakui bahwa pola pewarisan tanah dalam masyarakat Indonesia

cenderung makin mendorong fragmentasi lahan sehingga penguasaan

lahan oleh petani semakin kecil.

               Guna menjamin efektivitas dari land reform maka

selain dilakukan redistribusi tanah maka harus ada kejelasan yang

mengikat bahwa objek tanah/lahan tersebut tidak bisa berpindah

tangan atau beralih peruntukkan penggunaannya, hal ini akan

mengurangi perpindahan penguasaan dan pemilikkan tanah kepada

spekulasi tanah atau kegiatan non pertanian lainnya. Tujuan-

tujuan lenderform juga meliputi :

1. Segi Sosial Ekonomi  

7

Landreform dapat memeperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat

dengan memperkuat hak milik dan memperbaiki produksi nasional

khususnya sector pertanian guna mempertinggi penghasilan dan

taraf hidup rakyat.

2. Segi Sosial Politis  

Dengan landreform sistem tuan tanah dapat dihapuskan dan

pemilikan tanah dalam skala besar dapat dibatasi sehingga tanah

dapat dibagikan secara adil agar menjadi sumber-sumber

penghidupan rakyat tani.

3. Segi Mental Psikologis  

Landreform dapat meningkatkan kegairahan kerja bagi para

petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak mengenai

pemilikan tanah serta dapat memperbaiki hubungan kerja antara

pemilik tanah dengan penggarapnya.

C. Dasar-dasar Hukum

Beberapa landasan hukum mengenai landreform yaitu :

1. Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria (UUPA).

2. Undang-undang No.2 tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil

Tanah Pertanian.

3. Undang-undang No.56 tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

Pertanian.

8

4. Peraturan Pemerintah No.224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan

Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (jo.PP No.41

tahun 1964 dan PP No.4 tahun 1977).

D. Kegiatan Pokok Landreform

Kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah (IP4T).

Hasil kegiatan IP4T adalah data dan informasi mengenai

penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan setiap bidang

tanah. Hasil analisis berupa informasi P4T yang mencakup: tingkat

ketimpangan P4T, kesesuaian penggunaan tanah dengan tata ruang,

neraca penggunaan tanah detail, potensi tanah-tanah objek

landreform, potensi masalah landreform, sengketa dan konflik,

tanah terlantar.

Redistribusi tanah objek landreform.

Kegiatan redistribusi tanah objek landreform terdiri dari

serangkaian sub kegiatan yang meliputi kegiatan penyuluhan,

inventarisasi dan identifikasi penerima manfaat dan tanah yang

dialokasikan (subyek dan obyek), pengukuran dan pemetaan,

penerbitan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka

redistribusi dan pendaftaran hak atas tanah (penerbitan

sertifikat hak atas tanah), yang di dalam pelaksanaannya

memerlukan koordinasi dan sinkronisasi berbagai bidang yang

terkait. Salah satu tujuan pelaksanaan kegiatan redistribusi 

9

tanah objek landreform adalah memberikan kepastian hukum dan

kepastian hak atas tanah bagi para petani miskin.

E.   Prinsip-prinsip Landreform

Sementara pemerintah melalui Program Pembaruan Agraria

Nasional(PPAN) Kepala BPN RI juga menekankan empat prinsip di

dalam menjalankan kebijakan, program dan proses pengelolaan

pertanahan di masa depan, yaitu(Winoto dalam Napiri M et.al.,

2006b):

1.   Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan

kesejahteraanrakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran

rakyat, pengurangankemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta

pemantapan ketahanan pangan.( Pro sperity)

2.    Pertanahan berkontribusi secara nyata dalam peningkatan

tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat

dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah (P4T). ( E quity)

3.   Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk mewujudkan tatanan

kepastianyang harus dijaga kehidupan bersama yang harmonis dengan

mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di

seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem

pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa,

konflik dan perkara di kemudian hari. ( Social Welfare)

4.   Pertanahan berkontribusi secara nyata bagi terciptanya

keberlanjutan sistemkemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan

Indonesia dengan memberikanakses seluas-luasnya pada generasi

10

yang akan datang terhadap tanah sebagaisumber kesejahteraan

masyarakat. (Sustainability)

F. Aparatur Penyelenggaraan Landreform Indonesia

Selain Departemen Agraria, aparatur landreform yang pernah ada

dalam penyelenggaraan Landreform adalah:

a.         Panitia Landreform

Penyelenggaraan Landreform dianggap bukan hanya tugas Departemen

Agraria saja, melainkan menyangkut pula bidang berbagai instansi

lain. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi yang diwujudkan

dalam bentuk Panitia-panitia Landreform mulai dari tingkat pusat

sampai desa. Dengan Keputusan Presiden no. 26 Tahun 1988 urusan

Landreform berada di bawah Direktorat Pengaturan Penguasaan Tanah

pada Deputi Bidang Pengaturan Penguasaan dan Penatagunaan Tanah

Badan Pertanahan Nasional. Di tingkat daerah ditugaskan pada

Kantor BPN Wilayah Propinsi (Bidang Pengaturan Penguasaan Tanah)

dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Sedangkan mengenai

organisasi dan tata penyelenggaraan Landreform telah diatur

sebelumnya dalam Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1980 jo

Keputusan Mendagri No. 37 Tahun 1981 yang mencabut Keppres No.

131 Tahun 1961 jo No. 263 Tahun 1964. Kegiatan pelaksanaan tugas

Landreform menurut pengaturan lama itu dilakukan oleh Menteri

Dalam Negeri dan para Gubernur/Bupat/Walikota/Camat/Kepala Desa

selaku kepala wilayah yang didampingi Panitia Pertimbangan

Landreform tingkat Pusat/Propinsi/Kabupaten/Kotamadya.

11

b.        Yayasan dana Landreform

Untuk memperlancar pembiayaan Landreform dan mempermudah

pemberian fasilitas-fasilitas kredit, pasal 16 PP No. 224 Tahun

1961 mewajibkan dibentuknya suatu yayasan yang berkedudukan

sebagai badan hukum yang otonom dengan nama Yayasan Dana

Landreform (YDL). Yayasan ini kemudian dibentuk dengan Akta

Notaris R. Kardiman, Jakarta No. 110.

c.         Pengadilan Landreform

Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang timbul dalam

melaksanakan peraturan-peraturan Landreform, yang dianggap perlu

dilakukan secara cepat agar tidak menghambat program diperlukan

badan pengadilan tersendiri dengan susunan, kekuatan dan acara

yang khusus. Dengan UU No. 21 tahun 1964, dibentuklah pengadilan

Landreform. Tetapi kemudian dibubarkan dengan UU No. 7 Tahun 1970

karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

G. Ruang Lingkup Landreform Indonesia

A.     Pembatasan Luas Maksimum Penguasaan Tanah

         Pokok-pokok ketentuan mengenai hal-hal tersebut diatur

dalam pasal 7 dan pasal 17 UUPA No. 5 Tahun 1960. Apa yang diatur

dalam pasal 7 diatur lebih lanjut dalam pasal 17. Pemilikan dan

penguasaan tanah yang melampaui batas, merugikan kepentingan umum

karena terbatasnya persediaan tanah pertanian khususnya di

daerah-daerah yang padat penduduknya. Hal itu menyebabkan menjadi

sempitnya, kalau tidak dapat dikatakan hilangnya sama sekali

12

kemungkinan bagi banyak petani untuk memiliki tanah sendiri.

Menurut taksiran 60% dari jumlah petani adalah petani tak

bertanah. Mereka itu menjadi buruh tani atau penggarap tanah

kepunyaan orang lain (penyewa, pembagi hasil).

                 Yang dilarang oleh pasal 7 itu bukan hanya

pemilikan tanah yang melampaui batas, tetapi penguasaan tanah.

Penguasaan itu selain dengan Hak Milik dapat dilakukan juga

dengan Hak Gadai, sewa (jual tahunan), usaha bagi hasil dan lain-

lainnya. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 17 UUPA No. 5

Tahun 1960, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 56 Tahun 1960 pada tanggal

29 Desember 1960 dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari

1961. Perppu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang

No. 56 Prp Tahun 1960. UU No. 56/Prp/1960 terkenal sebagai

Undang-undang Landreform.

Ada 3 hal yang diatur dalam UU No. 56 tersebut:

1.    Penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah

pertanian.

2.    Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian.

3.    Penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan.

Dengan demikian maka sungguhpun pasal 17 menunjuk pada semua

macam tanah, UU No. 56 tersebut baru mengatur soal tanah

pertanian saja. Maksimal luas dan jumlah tanah untuk perumahan

dan pembangunan lainnya akan diatur sendiri dengan suatu

13

Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan itu

hingga kini belum ada.

      B. Redistribusi tanah

     Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 jo No. 41 Tahun

1964. Kedua PP ini memuat peraturan tentang tanah yang akan

dibagikan (diredistribusikan). Ternyata tanah yang dibagikan itu

tidak terbatas pada tanah kelebihan dari batas maksimal yang

diambil oleh Pemerintah, tetapi juga tanah yang diambil oleh

Pemerintah karena pemiliknya absentee, tanah swapraja dan bekas

swapraja, serta tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara

yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, misalnya

tanah-tanah bekas  perkebunan besar, tanah-tanah bekas tanah

partikelir. Kedua PP dimaksud di atas memuat pula peraturan

tentang pemberian ganti kerugian kepada bekas pemilik, pembagian

tanah dan syarat-syaratnya. Selain dari redistribusi, kedua PP

itu memuat pula:  

a)        Pembentukan Yayasan Dana Landreform

b)        Perlunya dibentuknya Koperasi Pertanian

c)        Larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee

       C. Larangan Pemilikan Tanah Pertanian Secara Absentee

     Azas “tanah pertanian harus dikerjakan secara aktif oleh

pemiliknya” yang dimuat dalam pasal 10 ayat 2 UUPA diatur

pelaksanaannya dalam pasal 3 PP No. 224/1960 dan pasal 1 PP No.

41/1964 (tambahan pasal 3a s/d 3e). Pemilikan tanah pertanian

14

secara absentee atau di dalam bahasa Sunda: guntai, yaitu

pemilikan tanah yang letaknya di luar daerah tempat tinggal yang

empunya. Perubahan tersebut pada pokoknya melarang pemilikan

tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal di luar

kecamatan tempat letak tanahnya. Larangan itu tidak berlaku

terhadap pemilik yang bertempat tinggal di kecamatan yang

berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah yang bersangkutan,

asal jarak antara tempat tinggal pemilik itu dan tanahnya menurut

pertimbangan Panitia Landreform Daerah Tingkat II masih

memungkinkannya untuk mengerjakan tanah tersebut secara efisien.

D. Peraturan Kembali Gadai Tanah Pertanian dan Tanaman Keras

     Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 memuat ketentuan-ketentuan

tentang pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang

digadaikan. Ketentuan-ketentuan itu merupakan perubahan daripada

peraturan gadai-menggadai tanah menurut hukum adat. Dengan

Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. Sk/10/Ka/1963

ketentuan pasal 7 tersebut ditegaskan berlaku juga terhadap gadai

tanaman keras, seperti pohon kelapa, pohon buah-buahan dan lain

sebagainya, baik yang digadaikan berikut atau tidak berikut

tanahnya.

     Gadai adalah hubungan hukum antara seorang dengan tanah

kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang gadai daripadanya.

Selama uang gadai itu belum dikembalikan, maka tanah tersebut

dikuasai oleh “pemegang gadai”, selama itu hasil tanah seluruhnya

menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau yang

15

lazim disebut “penebusan kembali tanahnya” tergantung pada

kemauan dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan.

     Gadai-menggadai menurut ketentuan hukum adat mengandung

eksploitasi, karena hasil yang diterima oleh pemegang gadai dari

tanah yang bersangkutan setiap tahunnya umumnya jauh lebih besar

daripada apa yang diterima pemilik tanah. Untuk menghilangkan

unsur-unsurnya yang bersifat pemerasan itu, pasal 53 UUPA

menghendaki supaya gadai-menggadai diatur. Sepanjang yang

mengenai tanah pertanian hal itu diatur sekaligus dalam UU No.

56/Prp/1960, karena mungkin ada hubungannya langsung dengan

pelaksanaan ketentuan mengenai luas maksimum.

E. Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian

     Sebagaimana diketahui, yang dimaksudkan dengan Perjanjian

Bagi Hasil menurut UU No. 2 Tahun 1960 adalah perjanjian yang

diadakan antara pemilik tanah dengan seseorang atau badan hukum

yang disebut penggarap, berdasarkan perjanjian mana penggarap

diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha

pertanian di atas tanah pemilik, yang hasilnya dibagi antara

kedua belah pihak menurut imbalan yang disetujui sebelumnya. UU

No. 2 Tahun 1960 yang bertujuan untuk memperbaiki nasib para

penggarap tanah milik pihak lain, jika benar-benar dilaksanakan

akan mempunyai efek yang sama dengan penyelenggaraan redistribusi

tanah kelebihan dan tanah absentee terhadap penghasilan para

16

petani penggarap. Mereka akan menerima bagian yang lebih besar

dari hasil tanahnya.

F. Penetapan Luas Minimum Pemilikan Tanah Pertanian

     Untuk mempertinggi taraf hidup petani, kepada mereka perlu

diberikan tanah garapan yang cukup luasnya. Oleh karena itu, maka

pasal 17 UUPA selain luas maksimum menghendaki juga pengaturan

tentang luas minimumnya. Berhubungan dengan itu dalam pasal 8 UU

No. 56/Prp/1960 diperintahkan kepada Pemerintah untuk mengadakan

usaha-usaha agar supaya setiap petani sekeluarga memiliki tanah

pertanian minimal 2 ha. Menurut penjelasannya, 2 ha tanah

pertanian itu bisa berupa sawah, tanah kering atau sawah dan

tanah kering. Ditetapkannya luas minimum tersebut tidak berarti

bahwa orang-orang yang mempunyai tanah kurang dari 2 ha akan

diwajibkan untuk melepaskan tanahnya. 2 ha itu merupakan tujuan

yang harus diusahakan tercapainya secara berangsur-angsur (pasal

17 ayat 4 UUPA).

BAB III

PENUTUP

17

A.      Kesimpulan

               Landreform sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu

“land” dan “reform”. Land artinya tanah, sedang reform artinya

perombakan atau perubahan untuk membangaun atau membentuk atau

menata kembali struktur pertanian baru. Landreform juga diatur di

dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok

agrarian (UUPA). Tujuan landerform menurut Michael Lipton dalam

Arie S. Hutagalung (1985) adalah Menciptakan pemerataan hak atas

tanah diantara para pemilik tanah. Ini dilakukan melalui usaha

yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk mengurangi

perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil yang dapat

merupakan usaha untuk memperbaiki persamaan diantara petani

secara menyeluruh. Prinsip dari dilakukannya landreform salah

satunya adalah bahwa Pertanahan berkontribusi secara nyata untuk

meningkatkan kesejahteraanrakyat, penciptaan sumber-sumber baru

kemakmuran rakyat, pengurangankemiskinan dan kesenjangan

pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan, serta

Pertanahan berkontribusi secara nyata dalam peningkatan tatanan

kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam

kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah (P4T). Di dalam landreform hal-hal yang diatur

antara lain adalah penetapan luas maksimum dan minimum pemilikan

dan penguasaan tanah pertanian dan larangan pemilikkan tanah

secara absentee.

B. Saran

18

Apabila melihat uraian di atas, maka Undang-Undang Pokok

Agararia sebagai induk Landreform pada dasarnya hanya berisikan

hal-hal yang pokok saja, pengaturan secara khusus dapat dijumpai

di dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tentu

saja dapat berubah atau disempurnakan dan keseluruhannya

bergantung pada situasi dan kondisi yang berkembang. Maka dengan

perkembangan masyarakat pada saat ini serta kebutuhan akan tanah

yang meningkat, program Landreform harus dituntaskan

pelaksanaannya yang tentu harus didukung oleh kemauan politik

Permerintah, oleh karena itu kebijakan pertanahan perlu untuk

diperbaharui sesuai konsep pembaharuan agraria dan paradigma baru

yang mendukung ekonomi kerakyatan, demokratis dan partisipatif.

 Agar dapat dicapai hasil sebagaimana yang diharapkan, maka

usaha itu perlu disertai tindakan-tindakan lainnya, misalnya

pembukuan tanah, pembukaan tanah pertanian baru, industrialisasi,

transmigrasi, usaha untuk mempertinggi produktivitas,

ketersediaan yang cukup dan dapat diperoleh pada waktunya dengan

mudah dan murah serta tindakan-tindakan lainnya. Selain itu juga

diperlukan adanya penegakan hukum yang pasti dan kesadaran akan

aturan yang berlaku dari masing-masing anggota masyarakat.

19

DAFTAR PUSTAKA

Harsono Boedi, 2003, Hukum Agraria Di Indonesia, Penerbit:

Djembatan, Jakarta

Rusmadi Murad, 2007, menyikap tabir masalah pertanahan, Penerbit:

Mandar Maju, Bandung

http://www.scribd.com/doc/21061798/Sejarah-Singkat-Land-Reform

http://4iral0tus.blogspot.com/2010/12/tujuan-landreform.html

http://nasih.staff.ugm.ac.id/a/tan/20060925%20ref.htm

20

http://www.scribd.com/doc/53131086/18/Prinsip-dan-Landasan-

Landreform

21