Governing Body, Hospital Bylaws, and Quality Assurance

104
HOSPITAL SAFETY: GOVERNING BODY AND HOSPITAL BYLAWS DAN QUALITY ASSURANCE MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Administrasi Rumah Sakit dan Puskesmas yang dibina oleh Prof. Mardji dan Nurnaningsih Herya Ulfah, S.KM, M.Kes Oleh: Ahmad Alharis (130612607885) Fitra Mulya Fisca R. (130612607848) Rahma Ismayanti (130612607891) Salsabilla A. Putri (130612607899) UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Oktober 2014

Transcript of Governing Body, Hospital Bylaws, and Quality Assurance

HOSPITAL SAFETY: GOVERNING BODY AND HOSPITAL BYLAWS DAN QUALITY

ASSURANCE

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Administrasi Rumah Sakit dan Puskesmas

yang dibina oleh Prof. Mardji dan Nurnaningsih Herya Ulfah, S.KM, M.Kes

Oleh:

Ahmad Alharis (130612607885)

Fitra Mulya Fisca R. (130612607848)

Rahma Ismayanti (130612607891)

Salsabilla A. Putri (130612607899)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Oktober 2014

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................ ii

Daftar Lampiran ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2

1.3 Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3

2.1 Governing Body (Dewan Pengawas).................................................. 3

2.1.1 Definisi Governing Body ························································ 3

2.1.2 Syarat Menjadi Governing Body ············································ 5

2.1.3 Fungsi Governing Body ·························································· 6

2.1.4 Governing Body di Indonesia ................................................. 10

2.2 Hospital bylaws (Peraturan Internal Rumah Sakit) ........................... 10

2.2.1 Pengertian Hospital bylaws ···················································· 10

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Hospital Bylaws ···································· 13

2.2.3 Fungsi Hospital Bylaws ·························································· 13

2.2.4 Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws ··············· 14

2.2.5 Tingkat dan Jenis Peraturan Didalam Rumah Sakit ............... 15

2.2.6 Hubungan Hospital Bylawsdengan Kode Etik Rumah Sakit · 16

2.2.7 Hubungan Hospital Bylaws dengan Akreditasi Rumah Sakit 16

2.3 Quality Assurance (Jaminan Mutu Layanan Kesehatan) ................... 17

2.3.1 Pengertian Mutu ..................................................................... 17

2.3.2 Mutu Layanan Kesehatan ....................................................... 19

2.3.3 Standar Layanan Kesehatan ................................................... 22

2.3.4 Cara Pengukuran Mutu ........................................................... 24

2.3.5 Jaminan Mutu Layanan Kesehatan ......................................... 25

2.3.6 Biaya Mutu ............................................................................. 34

2.3.7 Pengukuran Mutu ................................................................... 37

2.3.8 Contoh Cara Penyusunan Standar layanan Kesehatan ........... 57

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 68

3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 68

3.2 Saran ................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

LAMPIRAN 1 (Pertanyaan)

LAMPIRAN 2 (UU RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit)

LAMPIRAN 3 (Contoh Governing Body dan Hospital Bylaws di Siloam Hospitals)

LAMPIRAN 4 (Laporan Diskusi)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Pertanyaan

Lampiran 2: Contoh Rumah Sakit Swasta

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009). Rumah

Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik

tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,

kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap

mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Mutu pelayanan kesehatan merupakan parameter dan hal yang harus

diperhatikan dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan

kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan

menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas

secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan

secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan

keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen.

Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan memiliki struktur

organisasi atau kepemimpinan untuk mendukung kegiatan operasional dan

memberikan pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki suatu pedoman atau

aturan serta pihak yang bertugas untuk mengawasi setiap aktivitas atau kegiatan

dalam rumah sakit. Peraturan tersebut berupa hospital bylaws atau peraturan

internal rumah sakit yang disahkan oleh dewan pengawas/governing body.

Hospital bylaws yaitu seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara

sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Dewan pengawas

merupakan unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan

kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang

bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi.

2

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Governing Body (Dewan Pengawas)?

b. Apa yang dimaksud dengan Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah

Sakit)?

c. Apa yang dimaksud dengan Quality Assurance (Mutu Layanan

Kesehatan)?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui definisi dari Governing Body (Dewan Pengawas)

b. Mengetahui definisi dari Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah Sakit)

c. Mengetahui definisi dari Quality Assurance (Mutu Layanan Kesehatan)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009). Rumah

Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik

tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,

kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap

mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Mutu pelayanan kesehatan merupakan parameter dan hal yang harus

diperhatikan dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan

kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan

menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas

secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan

secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan

keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen.

Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan memiliki struktur

organisasi atau kepemimpinan untuk mendukung kegiatan operasional dan

memberikan pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki suatu pedoman atau

aturan serta pihak yang bertugas untuk mengawasi setiap aktivitas atau kegiatan

dalam rumah sakit. Peraturan tersebut berupa hospital bylaws atau peraturan

internal rumah sakit yang disahkan oleh dewan pengawas/governing body.

Hospital bylaws yaitu seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara

sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Dewan pengawas

merupakan unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan

kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang

bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi.

2

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Governing Body (Dewan Pengawas)?

b. Apa yang dimaksud dengan Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah

Sakit)?

c. Apa yang dimaksud dengan Quality Assurance (Mutu Layanan

Kesehatan)?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui definisi dari Governing Body (Dewan Pengawas)

b. Mengetahui definisi dari Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah Sakit)

c. Mengetahui definisi dari Quality Assurance (Mutu Layanan Kesehatan)

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Governing Body (Dewan Pengawas)

2.1.1 Definisi Governing Body

Setiap rumah sakit memiliki struktur organisasi atau kepemimpinan untuk

mendukung kegiatan operasional dan memberikan pelayanan. Kebanyakan rumah

sakit, struktur organisasi ini dibentuk oleh tiga kelompok kepemimpinan:

Governing body, CEO/manajer senior, dan staf medis yang terorganisir. Di

beberapa rumah sakit mungkin ada dua kelompok kepemimpinan, bahkan hanya

satu. Rumah sakit yang hanya terdapat satu pemimpin dapat berpartisipasi dilebih

satu kelompok. Terdapat tiga unsur kinerja pada organisasi rumah sakit, yaitu:

a. Rumah sakit mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab atas tata kelola

b. Governing body mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab untuk

perencanaan, pengelolaan, dan aktivitas operasional

c. Governing body mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab untuk

ketentuan pelayanan, perawatan, dan pengobatan.

Pada tahun 60-an, ada 4 komponen penting dalam organisasi rumah sakit,

yaitu:

a. Governing Board/Governing body atau dewan penyantun. Merupakan

perwakilan pemilik rumah sakit beserta lainnya yang terkait dan menjadi wali

rumah sakit.

b. CEO (Cheaf Executive Officer) atau direksi. Merupakan pelaksana manajemen

operasional.

c. Staf Medis. Merupakan pelaksana pelayanan medis.

d. Pegawai Rumah Sakit. Melaksanakan kegiatan rumah sakit lainnya di luar

pelayanan medis (Boy dan Henny, 2003).

Pada prinsipnya governing body rumah sakit adalah badan yang menjadi

penghubung formal antara sistem di dalam rumah sakit dengan masayarakat.

4

Governing body di rumah sakit adalah unit terorganisasi yang bertanggung jawab

untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan

asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen

institusi (Samsi Jacobalis, 2002). Governing body adalah pemegang kekuasaan

tertinggi dalam suatu organisasi yaitu pemilik atau yang mewakili (Direktorat

Jendral Pelayanan Medik, 2002). Menurut Permenkes RI No. 10 Tahun 2014

tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit, dewan pengawas adalah unit

nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan

rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang

melibatkan unsur masyarakat.

Peristilahan yang dipakai di luar negeri

Dalam hal mengacu kepada peraturan dan hukum yang dipakai di luar

negeri, maka perlu juga diteliti lebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan

istilah-istilah yang dipergunakan itu. Misalnya mengenai istilah: Governing Board

atau Governing Body, Board of Diretors, Board of Trustees.

Overlake Hospital Medicine Center, Medical Staff Bylaws, Belleevue,

Washington, Adopted December 13, 2000

“Governing Body” or “Board” means the Board of Trustees of the Hospital, or its

Executive Committee.

Barclays California Code of regulations July 30, 1999

Governing body means the person, persons, board of trustees, directors or other

body in whom the final authority and responsibility is vested for conduct of the

hospital.

All Saints Health System, Fort Worth, Texas, Bylaws of the Medical Staff,

November 14, 2001:

Board of Directors or Board means the governing body of the hospital, the Board

of Directors of All Saints Episcopal Hospital of Fort Worth. As appropriate to the

context and consistent with the Bylawas of the Hospital and delegations of

5

authority made by the Board, it may also mean any committee of the Board or any

individual by the Board to act on authorized its behalf on certain matters.

American Osteopathic Association

Governing body means the hospital authority, board of trustees or directors,

partnership, corporation, entity, person, or group of persons who maintan and

control the hospital.

Logan Regional Hospital Board

Logan Regional Hospital is a nonprofit of Intermountain Health Care. That

means the hospital exist to serve the community. There are no stockholders or

investors. All revenues are returned to the community trough improved services

and lower patient chargers. Logan Regional Hospital Board members serve as

unpaid volunteers representing a broad of the Cache Valley community.

Northeastern Nevada Regional Hospital

The Governing Board of Northeastern Nevada regional Hospital are volunteers

who are recommended to the NNRH for appointment to serve by the Elko County

Commision.

2.1.2 Syarat Menjadi Governing Body

Berdasarkan Permenkes RI No. 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas

Rumah Sakit pasal 10, yaitu:

a. Memiliki integritas, dedikasi, dan memahami masalah yang berkaitan dengan

perumahsakitan, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk

melaksanakan tugasnya;

b. Mampu melaksanakan perbuatan hukum;

c. Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau

komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga

menyebabkan suatu badan usaha pailit;

d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;

6

e. Tidak mempunyai benturan kepentingan dengan penyelenggaraan Rumah

Sakit; dan

f. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit.

2.1.3 Fungsi Governing Body

Secara garis besar fungsi governing body di rumah sakit adalah sebagai

badan otoritas tertinggi yang mewakili pemilik rumah sakit, tetapi disamping itu

juga harus mengayomi kepentingan masyarakat yang dilayani rumah sakit.

Governing body juga berperan sebagai penyangga atau penghubung. Berperan

sebagai penghubung atau penyangga yang memperjuangkan kepentingan rumah

sakit kepada pihak-pihak luar termasuk pemerintah, sehingga rumah sakit benar-

benar mendapatkan dukungan masyarakat. Badan inilah yang mempunyai

tanggung jawab moral dan hukum tertinggi terhadap keseluruhan pengoperasian

rumah sakit, dan bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan asuhan klinik

terhadap pasien. Governing body bertanggung jawab kepada pemilik, dan dengan

otoritasnya harus memastikan bahwa misi organisasi dapat tercapai, baik itu

pemerintah, masyarakat, kelompok-kelompok keagamaan maupun pemegang

saham (Murti Wirawan, 2010).

Governing body apakah itu dari rumah sakit profit maupun non profit,

tetplah mengemban tugas atau misi melaksanakan sebuah fiduciary duty yang

dapat diartikan sebagai tanggung jawab atau tugas perwalian atau tanggung jawab

kepercayaan. Sebagai pengemban fiduciary duty, ada dua tugas yang terpenting

yaitu loyalty dan responsibility. Loyalty disini berarti bahwa anggota governing

body harus meletakkan kepentingan institusi rumah sakit diatas segala

kepentingan pribadi. Sebagai contoh: Semua anggota governing body harus

menghindari adanya conflict of interest, seperti ikut menjadi pemasok barang dan

jasa di rumah sakit yang memberi keuntungan pada dirinya sendiri, atau berakibat

tidak baik yaitu tidak terpenuhinya kepentingan institusi secara maksimal.

Sedangkan responsibility disini berarti bahwa setiap anggota governing body

harus memberikan kepedulian yang baik, dengan segenap ketrampilan, kecakapan

dan ketekunannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dalam setiap

7

aktivitas governing body. Dengan kata lain, dituntut suatu pengabdian yang tanpa

pamrih dengan kesungguhan yang tinggi (Murti Wirawan, 2010).

Rumah sakit harus memiliki governing body yang efektif dan secara

hukum dapat bertanggung jawab atas pelaksanaan rumah sakit sebagai institusi.

Jika suatu rumah sakit tidak memiliki badan yang terorganisir, orang – orang yang

bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi – fungsi rumah sakit adalah orang

yang ditetapkan dalam suatu bagian yang berhubungan dengan governing body.

Governing body bertanggung jawab untuk keselamatan dan kualitas perangkat

dari pertanggung jawaban hukum dan kewenangan operasional kinerja rumah

sakit. Governing body menyediakan struktur internal dan sumber daya, termasuk

staf yang mendukung keamanan dan kualitas. Pada akhirnya, governing body

bertanggung jawab atas keamanan dan kualitas dari pelayanan, perawatan, dan

pengobatan di suatu rumah sakit. Fungsi-fungsi governing body (Shipman and

Goodwin, 2014) adalah:

a. Mengangkat administrator, CEO, manajemen atau direksi yang bertanggung

jawab untuk mengelola rumah sakit.

b. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban rumah sakit.

c. Menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran.

d. Menyetujui anggaran tahunan dan mengawasi keuangan sesuai dengan

perencanaan dan anggaran.

e. Menentukan arah kebijakan rumah sakit. Governing body bekerja sama

dengan CEO dan kepala staf medis dalam mengevaluasi kinerja rumah sakit

dalam kaitannya dengan visi, misi, dan tujuan setiap tahunnya.

f. Governing body menyediakan cara untuk menyelesaikan konflik diantara

individu yang bekerja di rumah sakit, terutama konflik yang terjadi pada para

pemimpin karena faktor kepentingan masing-masing pihak. Seperti CEO dan

kepala staf medis. Konflik yang terjadi dapat mempengaruhi keselamatan dan

kualitas pelayanan, perawatan, dan pengobatan pasien. Konflik dapat terjadi

di banyak kondisi yang melibatkan hubungan professional atau bisnis.

Governing body membuat kebijakan untuk pengawasan dan pengendalian

8

dari situasi tersebut. Konflik tersebut dapat mengganggu tanggung jawab

rumah sakit untuk melayani para pasien.

g. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis dan mengawasi

pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya. Menetapkan perencanaan jangka

panjang serta tujuan organisasi (rencana kelembagaan). Lembaga harus

memiliki rencana kelembagaan secara keseluruhan yang memenuhi kondisi

berikut: (1) rencana tersebut harus mencakup anggaran operasional tahunan

yang disiapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum,

(2) anggaran harus mencakup semua pendapatan dan pengeluaran yang

diantisipasi. Ketentuan ini tidak mengharuskan anggaran mengidentifikasi

item dengan item komponen masing-masing pendapatan atau kerugian yang

diantisipasi, (3) rencana harus menyediakan pengeluaran modal untuk

setidaknya jangka waktu tiga tahun, (4) Rencana harus mencakup dan

mengidentifikasi secara rinci tujuan, dan sumber-sumber yang diantisipasi

pembiayaan untuk setiap pengeluaran yang diantisipasi modal lebih dari

$600.000 (atau jumlah yang lebih rendah dari yang ditetapkan oleh negara

dimana rumah sakit berdiri). Pengeluaran tersebut berkaitan dengan

pengadaan lahan, peningkatan tanah, bangunan, dan peralatan atau

penggantian, modernisasi, dan perluasan bangunan dan peralatan. (5)

Rencana harus diserahkan untuk ditinjau oleh badan perencanaan yang

ditunjuk, (6) rencana harus ditinjau dan diperbaharui setiap tahun, (7) rencana

harus siap dibawah arahan governing body, oleh panitia yang terdiri dari

wakil-wakil governing body, yaitu lembaga staf administrasi, dan lembaga

staf medis.

h. Mengangkat staf medis. Pada saat governing body mengangkat staf medis,

Governing body harus:menetapkan atau mengangkat staf medis sesuai dengan

hukum negara, yang kategori kandidatnya memenuhi syarat, berhak dan

memenuhi janji sebagai staf medis, staf medis dipilih oleh governing body

berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari staf medis lainnya,

menyetujui ketentuan peraturan staf medis dan aturan lainnya, memastikan

bahwa staf medis bertanggung jawab kepada governing body untuk kualitas

pelayanan yang diberikan kepada pasien, memastikan kriteria untuk

9

pemilihan karakter, kompetensi, pelatihan, pengalaman, dan penilaian,

memastikan bahwa dalam kondisi apapun mengangkat staf medis adalah

berdasarkan keanggotan staf atau hak professional di rumah sakit tergantung

hanya pada sertifikasi, dan keanggotaan badan khusus atau masyarakat.

i. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Merupakan penanggung

jawab tertinggi untuk mutu layanan kepada pasien dan masyarakat. Sesuai

dengan kebijakan rumah sakit, governing body harus memastikan bahwa

syarat-syarat berikut terpenuhi:

1. Setiap pasien dibawah perawatan dokter umum (ketentuan ini tidak boleh

ditafsirkan untuk membatasi kewenangan dokter medis untuk

melimpahkan tugas kepada tenaga medis lainnya yang berkualitas pada

tingkat yang diakui dibawah hukum negara atau mekanisme peraturan

negara itu.

2. Setiap pasien dibawah perawatan dokter gigi yang secara hukum

berwenang untuk praktek oleh negara dan yang bertindak dalam cakupan

izin nya.

3. Setiap pasien dibawah perawatan dokter anak, tetapi dokter anak yang

hanya berkaitan pada fungsinya secara hukum disahkan oleh negara untuk

melakukan praktek.

4. Setiap pasien dibawah perawatan dokter mata yang berwenang untuk

praktek sesuai dengan hukum dimana ia melakukan praktek.

5. Setiap pasien dibawah perawatan chiropractor (dokter dengan pengobatan

alternatif ilmiah yang dapat memperbaiki susunan tulang belakang yang

salah) yang diberi izin oleh negara atau hukum berwenang untuk

melakukan praktek.

6. Setiap pasien dibawah perawatan seorang psikologis klinis yang diizinkan

oleh hukum negara.

7. Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan

peraturan perundangundangan.

Walaupun secara garis besar fungsi dan tugasnya sama namun tiap-tiap

rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kekhususan masing-masing rumah

sakit.

10

2.1.4 Governing Body di Indonesia

Dewan pengawas di Indonesia diatur menurut UU No. 44 tahun 2009

tentang Rumah Sakit, dewan pengawas diatur pada bab XII tentang pembinaan

dan pengawasan pada pasal 54 yang terdapat pada lampiran 2.

2.2 Hospital bylaws (Peraturan Internal Rumah Sakit)

2.2.1 Pengertian Hospital bylaws

Hospital bylaws berasal dari dua kata yaitu hospital (rumah sakit) dan

bylaws (peraturan setempat atau internal). Istilah atau terminologi hospital bylaws

dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Peraturan Internal Rumah Sakit.

Terminologi hospital bylaws tidak lagi dipahami secara rancu sebagai segala

bentuk peaturan internal yang ada atau yang dibuat oleh rumah sakit, melainkan

sudah di batasi hanya ada peraturan dasar aau anggaran dasarnya saja.

Oleh sebab itu terminologi hospital bylaws perlu dibedakan dengan

terminologi rule and regulation dalam banyak hal, antara lain dalam hal materi

(substansi) serta badan (otoritas) yang punya kewenangan mengesahkannya. Jika

materi hospital bylaws masih berisi prinsip-prinsip yang bersifat umum (general

principles) maka rule and regulation sudah mulai memuat hal-hal yang kebih

bersifat spesifik bagi kebutuhan implementasi dari prinsip-prinsip umum yang

tercantum dalam hospital bylaws. Bila hospital bylaws harus disahkan oleh

governing board atau badan yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas

tertinggi yang mewakili pemilik) maka rule an regulation cukup oleh eksekutif

(yaitu komponen rumah sakit bertanggung jawab terhadap manajemen

keseharian). Ibarat hospital bylaws itu sebuah undang-undang maka rule and

regulation merupakan peraturan pelaksanaannya agar undang-undang (yang

masig bersifat abstrak, umum, dan pasif) menjadi lebih operasional guna

menyelesaikan berbagai tugas dan permasalahan nyata di rumah sakit.

Dewan Pengawas berfungsi sebagai governing body Rumah Sakit dalam

melakukan pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara internal

di Rumah Sakit. Hospital bylaws harus disahkan oleh governing bodyatau badan

11

yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas tertinggi yang mewakili

pemilik). Karakteristik suatu ”governing body” adalah pemegang kekuasaan

tertinggi (ultimate power) dalam suatu organisasi. Pemegang kekuasaan tertinggi

di dalam rumah sakit adalah pemilik atau yang mewakili. Oleh karean itu

pengertian “governing body” di Indonesia dapat diartikan sebagai pemilik atau

yang mewakili. Mengingat pemilik atau yang mewakili merupakan pemeran

utama dalam peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) maka yang

berwenang menetapkan peraturan internal rumah sakit adalah pemilik atau yang

mewakili, karena itu peraturan internal sebuah rumah sakit merupakan produk

hukum dari suatu organ yang lebih tinggi daripada direktur rumah sakit, dan

konsekuensi logisnya adalah peraturan internal tersebut tidak memuat hal-hal

yang bersifat teknis manajerial seperti halnya “standard operating procedure

(SOP)” suatu “technical task” tertentu atau “job description” seseorang

Konkritnya, apabila di dalam hospital bylaws tertulis ketentuan yang

memberikan kewenangan kepada eksekutif rumah sakit untuk menetapkan hak

klinik (clinical privilege) kepada setiap staf klinik yang bergabung dalam rumah

sakit maka ketentuan dalam peraturan dasar tadi perlu ditindak lanjuti oleh pihat

eksekutif dengan membuat rule and regulation tentang tata laksana pemberian

hak itu untuk dijadikan pedoman operasional. Dan tentunya rule and

regulationyang berkaitan dengan staf klinik tersebut tidak boleh bertentangan

dengan ketentuan dalam hospital bylaws mengingat peraturan yang terakhir inilah

yang akan dimenangkan manakala terjadi konflik antara pihak-pihak terkait. Jadi

pengertian dari hospital bylaws adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh

rumah sakit (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan.

Kendati di buat secara sepihak namun hospital bylaws dapat mengikat pihak-

pihak lain, seperti misalnya pasien, sepanjang mereka sepakat dirawat di rumah

sakit yang bersangkutan. Atas dasar itu maka calon pasien perlu mengerti lebih

dahulu hospital bylaws yang berlaku, utamanya mengenai hak dan kewajibannya,

sebelum menyatakan kesediaanya untuk dirawat di suatu rumah sakit.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya hospital

bylaws merupakan:

12

a. Regulasi yang dibuat oleh rumah sakit dan hanya berlaku di rumah sakit yang

bersangkutan.

b. Prasyarat bagi rumah sakit gar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya

dengan baik.

c. Prasyarat dalam upaya mewujudkan visi, misi, dan tujuan institusi.

d. Transformasi atau diskersi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang

ada agar supaya lebih operasional, termsuk peraturan dari pemilik rumah sakit.

e. Aturan tentang hak dan kewajiban pemilik, direksi, manajer, professional,

tenaga kerja lainnya dan klien.

f. Acuan bagi penyelesaian sengketa hukum asalkan validasinya dapat

dipertanggung jawabkan.

g. Acuan bagi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Hospital Bylaws

Tujuan umum hospital bylaws:

Dimilikinya suatu tatanan peraturan dasar yang mengatur pemilik rumah sakit

atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan tenaga medis sehingga

penyelenggaraan rumah sakit dapat efektif, efisien dan berkualitas.

Tujuan khusus hospital bylaws:

a. Dimilikinya pedoman aspek hukum oleh rumah sakit dalam hubungannya

dengan pemilik atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis.

b. Dimilikinya pedoman aspek hukum dalam pembuatan kebijakan teknis

operasional rumah sakit.

c. Dimilikinya pedoman aspek hukum dalam pengaturan staf medis.

Manfaat hospital bylaws

a. Untuk rumah sakit

1. Rumah sakit memiliki acuan aspek hukum dalam bentuk konstitusi.

13

2. Rumah sakit memiliki kepastian hukum baik eksternal maupun internal

yang dapat menjadi alat atau sarana perlindungan hukum bagi rumah sakit

atas tuntutan atau gugatan.

3. Menunjang persyaratan akreditasi rumah sakit.

4. Memiliki alat atau sarana untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah

sakit.

5. Rumah sakit memiliki kejelasan arah dan tujuan dalam melaksanakan

kegiatannya.

b. Untuk pengelola rumah sakit

1. Memiliki acuan tentang batas kewenangan, hak, kewajiban dan tanggung

jawab yang jelas sehingga memudahkan dalam menyelesaikan masalah

yang timbul serta dapat menjaga hubungan serasi dan selaras.

2. Mempunyai pedoman resmi untuk menyusun kebijakan teknis operasional.

c. Untuk pemerintah

1. Mengetahui arah dan tujuan rumah sakit tersebut didirikan.

2. Acuan dalam menyelesaikan konflik di rumah sakit.

d. Untuk pemilik

1. Mengetahui tugas dan kewajibannya.

2. Acuan dalam menyelesaikan konflik internal.

3. Acuan dalam menilai kinerja direktur rumah sakit.

e. Untuk masyarakat

1. Mengetahui visi, misi, dan tujuan rumah sakit.

2. Mengetahui hak dan kewajiban pasien.

2.2.3 Fungsi Hospital Bylaws

Dengan mengacu kepada pengertian dari hospital bylaws seperti yang

telah di jelaskan, maka fungsi dari hospital bylaws tersebut adalah senagai

pedoman bagi semua yang bekerja di rumah sakit, sebagai sarana untuk menjamin

efektivitas, efisiensi serta mutu bagi pelaksanaan tugas dan kewajiban rumah sakit

kepada masyarakat, sebagai pedoman bagi pasien, sebagai persyaratan akreditasi

institusi, senagai sarana perlindugan hukum bagi semua pihak dalam pelayanan

14

kesehatan, dan sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa, baik di dalam atau di

luar pengadilan.

2.2.4 Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws

Hospital bylaws adalah hukum dasar tertulis bagi kegiatan atau

operasional suatu rumah sakit, yang dalam penerapannya hospital bylaws ini

memiliki beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus yang membedakannya

dengan aturan hukum lainnya. Beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus, dari

hospital bylaws ini, yaitu: (1) hospital bylaws pada intinya mengatur hal-hal yang

merupakan konstitusi rumah sakit atau peraturan-peraturan dasar rumah sakit, (2)

suatu hospital bylaws adalah “tailor made” ini berarti hospital bylaws dari satu

rumah sakit berbeda dengan rumah sakit lainnya. Hal ini disebabkan karena

faktor-faktor internal rumah sakit, seperti misalnya: sejarah, pendirian,

kepemilikan, situasi dan kondisinya berlainan di setiap rumah sakit, (3) hospital

bylaws pada prinsipnya adalah peraturan yang ditetapkan oleh pemilik atau yang

mewakili, (4) hospital bylaws merupakan landasan bagi pembuatan rules and

regulations (peraturan rumah sakit), dan (5) hospital bylaws mengatur hubungan

pemilik atau yang mewakili, direktur rumah sakit, dan staf medis. Namun

demikian hospital bylaws pun dibatasi oleh beberapa hal seperti diantaranya yaitu

tidak menyimpang dari hkum yang berlaku, tidak menyimpang dari ketertiban

umum dan kesusilaan dan tidsk bertentangan dengan hak asasi manusia.

Hospital bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit adalah “tailor

made” dan merupakan peraturan yang mengatur pemilik rumah sakit atau yang

mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis. Mengacu kedua hal tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa walaupun peraturan internal rumah sakit bersifat “tailor

made” namun tetap diperlukan acuan hal-hal apa saja yang perlu diatur. Hospital

bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit ini di dalamnya mengatur

mengenai hubungan antara staf medis, eksekutif dan pemilik.

Ketiga unsur tersebut sering disebut “triad” atau “tiga tungku sejerangan”.

Mengacu pada “triad” atau “tiga tungku sejerangan” tersebut maka ada dua set

peraturan internal rumah sakit, yaitu peraturan internal yang mengatur hubungan

15

pemilik atau yang mewakili dengan direktur rumah sakit (pengelola rumah sakit)

yang disebut internal korporate (corporate bylaws) dan peraturan internal staf

medis (medical staff bylaws). Pengaturan hubungan ini adalah sebagian esensi

yang juga merupakan ruang lingkup dari hospital bylaws tersebut.

2.2.5 Tingkat dan Jenis Peraturan Didalam Rumah Sakit

Di dalam rumah sakit ada dua kelompok peraturan yaitu: peraturan dasar

yang merupakan konstitusi rumah sakit yang disebut hospital bylaws dan

kebijakan teknis operasional. Berikut uraian dari dua kelompok peraturan

tersebut:

a. Peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws)

1. Mempunyai jenjang tertinggi karena merupakan konstitusi atau anggaran

rumah tangga suatu rumah sakit.

2. Disusun dan ditetapkan oleh pemilik rumah sakit.

3. Pada umumnya mengatur entang visi, misi, tujuan organisasi rumah sakit

dan hubungan dengan pemilik, direktur rumah sakit dan staff medis.

4. Kebijakan teknis operasional.

5. Acuan untuk menyusun adalah peraturan internal rumah sakit.

6. Disusun dan di tetapkan oeh direktur rumah sakit.

7. Pada umumnya terdiri dari kebijakan dan prosedur di bidang administrasi,

medis, penunjang medis dan keperawatan.

8. Kebijakan teknis ada yang berupa surat keputusan , sebagai contoh surat

keputusan pengangkatan, penempatan atau pemberhentian pegawai.

Pembuatan surat keputusan tersebut tentunya berdasarkan pelimpahan

kewenangan yang tercantum di dalam peraturan internal rumah sakit.

Pengelompokkan diatas tentunya hanya sekedar untuk memperoleh gambaran

yang lebih jelas tentang apa sebenarnya yang dinamakan hospital bylaws dan apa

yang dinamakan dengan kebijakan teknis operasiaonal. Dengan demikian dapat

dipakai sebagai pedoman dalam pembuatan, pengadaan atau penyempurnaan

sistematik hospital bylaws yang sudah ada di masing-masing rumah sakit.

Sebagaimana sudah dikatakan diatas, bahwa peraturan internal rumah sakit adalah

16

“tailor made”, jadi sangat tergantung pada situasi dan kondisi dan keadaan rumah

sakitnya.

2.2.6 Hubungan Hospital Bylaws dengan Kode Etik Rumah Sakit

Antara hospital bylaws dan kode etik rumah sakit ada sebagian saling

menutupi (overlapping), sehingga dalam hal-hal tertentu kadangkala agak sukar

untuk membedakannya. Namun ada ciri yang khas dari peraturan internal rumah

sakit bahwa selain harus tertulis perumusannya dapat langsung dipakai (ready for

use) sebagai ketentuan serta berfungsi sebagai tolok ukur. Sebaliknya kode etik

rumah sakit perumusannya masih bersifat umum dan tidak langsung siap pakai

(not ready for use). Dengan demikian maka dalam penerapan kode etik rumah

sakit masih memerlukan penafsiran lagi. Untuk jelasnya di bawah ini akan

diuraikan perbedaan antara etik dan peraturan internal rumah sakit.

Ciri Etik Peraturan Internal

Rumah Sakit

Sifat Seharusnya Wajib ditaati

Tolok ukur Hati nurani

(conscience)

Ketentuan tertulis

Dibuat oleh Kelompok sendiri

(self imposed

regulation)

Pemilik atau yang

mewakili

Sanksi dari Organisasi a. Pemilik atau yang

mewakili

b. Pemerintah

Berlaku Intern Intern dan dapat dipakai

sebagai peraturan bukti

atau hokum

Atasan yang

berwenang

Atasan atau

instansi

Atasan atau peradilan

Tabel 2.1 Perbedaan Etik Dan Internal Rumah Sakit

17

2.2.7 Hubungan Hospital Bylaws dengan Akreditasi Rumah Sakit

Diatas telah disebutkan bahwa salah satu fungsi peraturan internal rumah

sakit adalah merupakan syarat keberhasilan dalam akreditasi, karena di dalam

akreditasi rumah sakit ada parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh rumah

sakit yang terkait dengan ada tidaknya peraturan internal rumah sakit, sebagai

contoh: rumah sakit harus mempunyai visi, dan tujuan yang harus ditetapkan oleh

pemilik rumah sakit, organisasi rumah sakit yang harus ditetapkan pemilik, ada

pelimpahan kewengangan dari pemilik ke direktur rumah sakit dan lain-lain.

Walaupun belum merupakan suatu peraturan internal rumah sakit yang utuh tetapi

dapat dijadikan modal dalam menyusun peraturan internal rumah sakit bahwa ada

hal-hal yang mendasar yang harus diatur oleh pemilik rumah sakit atau yang

mewakili.

Keterkaitan yang jelas antara hospital bylaws dan akreditasi terlihat jelas

pada instrumen akreditasi versi 2002, dimana pada instrumen aktreditasi 2002 ada

parameter yang menyebuitkan bahwa rumah sakit wajib memiliki peraturan

internal rumah sakit atau hospital bylaws.

2.3 Quality Assurance (Jaminan Mutu Layanan Kesehatan)

2.3.1 Pengertian Mutu

Banyak pendapat tentang mutu, pendapat yang dikemukakan agaknya

berbeda-beda namun saling melengkapi yang dapat menambah pengetahuan dan

wawasan kita tentang apa yang dimaksud dengan mutu. Suatu pengertian mutu

yang disusun oleh Institute of Medicine (IOM) :“Mutu pelayanan kesehatan

adalah suatu langkah kearah peningkatan pelayanankesehatan baik untuk individu

maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang

diharapkan dan seseuai dengan pengetahuan professional terkini. Pemberian

pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan

pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis,interpersonal,

manual,kognitif,organisasi dan unsur-unsur manajemen pelayanan kesehatan.”

(Gemala R. Hatta, 2008).

18

Pengertian mutu pelayanan kesehatan meurut Azrul Azwar:“Mutu pelayanan

kesehatan adalah yang menunjuk kepada kesempurnaan pelayan kesehatan, yang

di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien seseuai dengan

setiap kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraan

seseuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.”

(Azrul, 1996).

Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan

standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di

rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan

secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya

dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta

masyarakat konsumen.

Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :

1. Menurut pasien/ masyarakat empati, menghargai, dan tanggap sesuai dengan

kebutuhan dan ramah.

2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara

profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan

yang memenuhi standar.

3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk mengatur

staf dan pasien/ masyarakat yang baik.

4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga

profesional yang bermutu dan cukup.

Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan

kesehatan seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari

diselenggaranya pelayanan kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar

tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa pelayanan

kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client

satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk

pada ringkat pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap

pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan

19

kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan keputusan ini telah

diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan.

Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat

subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki

tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama.

Disamping itu sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai

telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar

pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.

Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan

kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk,

akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan

kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

2.3.2 Mutu Layanan Kesehatan

Dalam memberikan pelayanan kesehatan mutu memberi peranan penting.

Batasan tentang mutu pelayanan banyak macamnya, yaitu:

a. Menurut Azwar (1996) beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:

1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang

sedangdiamati (Winston Dictionary, 1956).

2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980)

3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan,

yangdidalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau

terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan

tersebut (Din ISO 8402, 1986).

b. Menurut editor Bari (1998) batasan mutu yang dipandang cukup penting

adalah:

1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan seseuatu yang sedang

diamati.

2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.

20

3) Mutu adalah totalitas dan wujud serta ciri suatu barang atau jasa, yang di

dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman dan pemenuha

kebutuhan para pengguna.

4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevos yang dikutip

oleh Editor Bari (1998) telah berhasil membuktikan adanya perbedaan dimensi

mutu pelayanan kesehatan:

1) Bagi pemakai jasa pelayan kesehatan mutu pelayanan kesehatan lebih terkait

pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran

komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas

dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien.

2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih

terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi

dalam menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.

3) Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih

terkait pada dimensi efesien pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan,

dan atau kemampuan menekan beban biaya penyandang dana.

Pada setiap pelayanan kesehatan terdapat beberapa unsur yang bersifat

pokokyakni :

a. Unsur Masukan

Unsur masukan adalah semua hal yang diperlukan untuk terselenggaranya

suatu pelayanan kesehatan. Unsur masukan yang terpenting adalah tenaga,

dana, dan sarana. Secara umum disebutkan apabila tenaga dan sarana

(kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

(standart of personnels and facilities), serta dana yang tersedia tidak sesuai

dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan

kesehatan.

b. Unsur lingkungan

Unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi penyelenggara

pelayanan kesehatan. Untuk suatu instansi kesehatan, keadaan sekitar yang

terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai

21

dengan standar dan bersifat mendukung maka sulitlah diharapkan bermutunya

pelayanan kesehatan.

c. Unsur proses

Unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada waktu

menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut dapat dibedakan

atas dua macam yakni tindakan medis dan non-medis. Secara umum

disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.

d. Unsur keluaran

Unsur keluaran adalah yang menunjukan pada penampilan pelayanan

kesehatan. Penampilan dapat dibedakan atas dua macam. Pertama penampilan

aspek medis pelayanan kesehatan. Kedua penampilan aspek non-medis

pelayanan kesehatan. Disebutkan apabila kedua ini tidak sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanankesehatan yang

diselenggarakan bukan pelayanan kesehatan yang bermutu. Bagi masyarakat

yang dimaksud dengan pelayanan yang baik yang pertama adalah: kecepatan

pelayanan, keramah tamahan dan komunikasi yang baik, terhadap dokter juga

perawat. Jadi masyarakat tidak mempersoalkan dokter lulusan dari mana,

apakah laki-laki atau perempuan, suku atau agamanya, Karena sampai

sekarang pelayanan yang cepat dan ramah tamah sangat dibutuhkan.

Seiring dengan keadaan sosial masyarakat yang semakin meningkat dimana

masyarakat semakin sadar akan kualitas maka perlu peningkatan kualitas atau

pelayanan kesehatan yang lebih berorientasi pada kepuasan pasien. Artinya

berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan mengevaluasi

berdasarkan kaca mata pasien. Mutu mencakup tentang atribut-atribut kualitas

pelayanan seperti kehandalan, daya tangkap, simpati, kenyamanan, kebersihan

dan keramahan. Dari sudut pandang pasien, kualitas pelayanan bisa berarti suatu

empati dan tanggap akan kebutuhan pasien, pelayanan harus selalu berusaha

memenuhi kebutuhan pasien serta harapan mereka, diberi dengan cara yang ramah

pada waktu mereka berobat.

22

2.3.3 Standar Layanan Kesehatan

Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam

mempercepat peningkatan derajat kesehatan kesehatan masyarakat. Rumah sakit

dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang

ditetapkan dan dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Menurut Para ahli

Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang

dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice Guideline,

1990 dalam Azwar, 1996).

Pengertian standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai

diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah

ditetapkan (Donabedian, 1980 dalam Azwar, 1996). Definisi Standar adalah

spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana

pelayanan agar pemakai jasa dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari

pelayanan yang diselenggarakan (Rowland dan Rowland, 1983 dalam Azwar,

1996). Keputusan Menteri Kesehatan No. 228 tahun 2002 menyatakan bahwa

standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan

dalam melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan

propinsi, kabupaten/kota sesuai dengan evidence base. Standar pelayanan rumah

sakit daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit,

pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan, baik rawat

inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit.

Standar profesi berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1992 adalah

pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi

secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan

perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Hak pasien

adalah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia

kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion) (Nasution, 2005).

Setiap RSGM dalam memberikan pelayanan mempunyai kewajiban-kewajiban,

salah satunya adalah melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan

RSGM dan standar profesi.

23

Standar pelayanan yang harus dimiliki oleh rumah sakit menurut Azwar

(1996) adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan farmasi harus dilakukan dibawah pengawasan tenaga ahli farmasi

yang baik.

2. Rumah sakit harus menyediakan pelayanan laboratorium patologi anatomi dan

patologi klinik.

3. Rumah sakit harus menyediakan ruang bedah lengkap dengan fasilitasnya.

4. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk

menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya.

Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila telah dilakukan penilaian-

penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, ciri-ciri pelayanan

kesehatan dan kepatuhan terhadap standar pelayanan. Setiap orang mempunyai

kriteria untuk kualitas dan mempunyai cara-cara penilaian yang berbeda. Penyedia

layanan kesehatan tidak dapat mengetahui apakah para pasien yang memberikan

pendapat yang positif atau negatif bisa mewakili seluruh populasi yang dilayani

(Kongstvedt, 2000). Perbedaan tersebut dapat diatasi dengan kesepakatan bahwa

mutu suatu pelayanan kesehatan dianggap baik apabila tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang

telah ditetapkan (Azwar, 1996). Kegiatan penilaian secara umum harus meliputi

tiga tahap, yaitu:

1. Tahap pertama adalah menetapkan standar.

2. Tahap kedua adalah menilai kinerja yang ada dan membandingkan dengan

standar yang sudah disepakati.

3. Tahap ketiga meliputi upaya memperoleh kinerja yang menyimpang dari

standar yang sudah ditetapkan (Aditama, 2002).

Standar ini telah dikembangkan oleh badan usaha, atau badan usaha dapat

menggunakan standar yang dikembangkan oleh organisasi profesional dan

dipublikasikan dalam literatur medis (Kongstvedt, 2000).

24

2.3.4 Cara Pengukuran Mutu

Tiga aspek penilaian mutu pelayanan menurut Jonas dan Rosenberg dalam

Aditama (2002), yaitu:

a. Aspek pendekatan

1. Pendekatan secara umum

Pendekatan secara umum dilakukan dengan menilai kemampuan rumah sakit

dan atau petugas dan membandingkannya dengan standar yang ada. Para

petugas dapat dinilai tingkat pendidikannya, pengalaman kerjanya, serta

pengalaman yang dimilikinya. Rumah sakitnya dapat dinilai dalam segi

bangunan fisik, administrasi organisasi dan manajernya, kualifikasi SDM yang

tersedia dan kemampuan memberi pelayanan sesuai standar yang berlaku saat

itu.

2. Pendekatan secara khusus

Pendekatan secara khusus dilakukan dengan menilai hubungan antara pasien

dengan pemberi pelayanan di rumah sakit.

b. Aspek teknik. Dilakukan penilaian atas tiga komponen, yaitu:

1. Komponen struktur

Komponen struktur menilai keadaan fasilitas yang ada, keadaan bangunan

fisik, struktur organisasi, kualifikasi staf rumah sakit dan lain-lain.

2. Komponen proses

Komponen proses menilai apa yang terjadi antara pemberi pelayanan dengan

pasiennya.

3. Komponen hasil

Komponen hasil menilai hasil pengobatan (dengan berbagai kekurangannya).

Penilaian dapat dilakukan dengan menilai dampak pengobatan terhadap status

pengobatan dan kepuasan pasiennya.

c. Aspek kriteria

1. Kriteria eksplisit, yaitu kriteria yang nyata tertulis.

2. Kriteria implisit, yaitu kriteria yang tidak tertulis.

25

2.3.5 Jaminan Mutu Layanan Kesehatan

Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan bagian yang integral dari

kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan tujuannya ialah untuk

meningkatkan mutu layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien akan selalu

memenuhi persyaratan mutu layanan kesehatan yang ditetapkan sehingga

masyarakat yakin bahwa layanan kesehatan yang diberikan adalah layanan

kesehatan yang bermutu.

Secara umum, jaminan mutu layanan kesehatan dapat diartikan sebagai

keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehatan

yang terbaik mutunya, yaitu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar

layanan kesehatan yang disepakati. Pengertian operasional jaminan mutu layanan

kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau

dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlakukan agar

mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang

disepakati. (L.D Brown dalam Pohan, 2006)

Penggunaan istilah jaminan mutu adalah anjuran lembaga bahasa pada

tahun 1996 saat dimintai pendapat tentang padanan quality assurance dalam

bahasa Indonesia.Istilah umum jaminan mutu layanan kesehatan ini (quality

assurance in healthcare) juga mencakup semua istilah kegiatan yang bertujuan

untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut antara lain total quality

management atau manajemen mutu terpadu, continuous quality improvement atau

peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen mutu.

Dengan demikian, menurut Pohan (2006), jaminan mutu layanan

kesehatan mencakup kegiatan:

a. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien masyarakat yang menjadi

pelanggan eksternal layanan kesehatan.

b. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam

organisasi layanan kesehatan.

c. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan ataupun

dugaan.

d. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan

pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan

26

produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa

kontribusinya kepada organisasi layanan kesehatan dihargai.

e. Menghindarkan pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan,

termasuk waktu, karena waktu adalah uang.

f. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting,

tetapi pada saat yang sama harus mendorong orang menjadi inovatif dan

kreatif.

g. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the

right thing all the times.

Kita tidak akan pernah sempurna, karena jika sudah sempurna tidak akan

ada lagi kegiatan untuk peningkatan mutu layanan kesehatan. Kita dapat bekerja

lebih baik lagi, walau tidak berarti harus bekerja lebih keras. Sebaliknya, upaya

untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan pada hakekatnya lebih

menggunakan nalar dan lebih professional serta diarahkan untuk memperbaiki

sistem layanan kesehatan. Dengan demikian, hasilnya selalu akan lebih baik,

walau upaya dan sumber daya yang digunakan lebih sedikit.

Menurut Ibid dalam Pohan (2006), pada dasarnya pendekatan jaminan

mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut:

d. Sadar mutu

Sadar mutu merupakan tahap pertama dari jaminan mutu layanan kesehatan.

Tahapan ini diperlihatkan dengan tersedianya pengukuran atau penilaian dari

sistem-sistem organisasi yang ada dan keadaan ini dibuktikan oleh adanya

standar layanan kesehatan tertulis.

e. Penyusunan standar

Penyusunan standar layanan kesehatan bekaitan dengan penulisan penyusunan

yang menggambarkan apa yang mungkin tercapai dan tingkat mutu layanan

kesehatan apa yang diinginkan. Dengan demikian, suatu standar layanan

kesehatan itu akan menjadi suatu pernyataan harapan dari profesi layanan

kesehatan terhadap manfaat layanan kesehatan itu dan pernyataan tentang

tujuan pemberian layanan kesehatan itu kepada pasien.

f. Mengukur apa yang tercapai

27

Menyusun standar

Mengukur mutuMelaksanakan

rencana

Pengukuran pencapaian dilakukan dengan cara membandingkan kenyataan

terhadap standar layanan kesehatan, yaitu melakukan pengukuran terhadap

indicator atau kriteria. Apabila terjadi kesenjangan antara yang dihasilkan

dengan yang diharapkan, diperlukan suatu tindakan perbaikan. Untuk itu,

suatu rencana untuk peningkatan mutu layanan kesehatan perlu disusun.

g. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan

Apabila mutu layanan kesehatan berada di bawah pernyataan standar layanan

kesehatan, suatu tindakan akan dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan

kesehatan sehingga standar mutu layanan kesehatan itu dapat terpenuhi.

Dengan demikian, jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu proses

yang berkesinambungan, yaitu proses yang tidak akan pernah berhenti.

Pengukuran mutu layanan kesehatan dilakukan secara berkala sehingga

tersedia kesempatan utnuk memantau akibat dari hasil perubahan tersebut.

h. Melakukan peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan

Jika mutu layanan kesehatan berada di atas standar layanan kesehatan yang

telah ditetapkan, standar layanan kesehatan akan dirubah dan sekaligus

ditetapkan bahwa telah terjadi suatu peningkatan mutu layanan kesehatan.

Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu upaya peningkatan

mutu layanan kesehatan yang dilakukan terus-menerus, atau tidak pernah

berhenti. Oleh sebab itu, upaya tersebut dapat digambarkan sebagai suatu siklus

jaminan mutu layanan kesehatan atau sebagai suatu lingkaran yang disebut

sebagai lingkaran mutu.Semua langkah yang terdapat dalam siklus jaminan mutu

layanan kesehatan atau lingkaran mutu selalu berulang dan berkesinambungan

serta tidak pernah berhenti, seperti terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Sebenarnya langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan jaminan mutu

layanan kesehatan itu banyak sekali, dan setiap penulis pasti akan menyusun

langkahnya masing-masing.

28

Gambar 2.1 Lingkaran Mutu

Namun, untuk menyederhanakan dan memudahkan pemahamannya,

langkah-langkah dasar pelaksanaan jaminan mutu layanan kesehatan dibagi

menjadi dua langah utama, pengukuran mutu dan peningkatan mutu. Langkah-

langkah itu dimodifikasi dari quality assurance cycle (siklus jaminan mutu)

layanan kesehatan terdiri dari 10 langkah. Untuk lebih jelasnya lihat kembali

gambar di atas (siklus jaminan mutu layanan kesehatan). Langkah pengukuran

mutu dapat dibagi menjadi beberapa langkah sebagai berikut:

a. Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan.

b. Penyusunan standar layanan kesehatan.

c. Pemilihan teknik pengukuran mutu.

d. Pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar layanan kesehatan

dengan kenyataan yang ada.

Langkah peningkatan mutu juga dapat diuraikan seperti berikut:

a. Penentuan sebab terjadinya kesenjangan antara kenyataan kinerja layanan

kesehatan dengan standar layanan kesehatan.

b. Penyusunan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang telah terjadi.

c. Pemilihan rencana kegiatan yang terbaik.

d. Pelaksanaan rencana kegiatan terpilih.

e. Pengukuran atau penilaian ulang standar.

Langkah dasar tersebut tampak sebagai satu bentuk spiral yang semakin

meningkat yang menggambarkan tingkat mutu layanan kesehatan yang juga

29

semakin meningkat. Agar berhasil, pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan

harus diorganisasi dan dikelola dalam suatu sistem yang terstruktur. Koordinasi

upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan merupakan tanggung jawab

pemimpin organisasi layanan kesehatan. Cara yang demikian akan menjamin

bahwa pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan memang dilakukan dalam

organisasi layanan kesehatan sehingga semua kegiatan terkaitbakan tercatat dan

dilaporkan.

Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan

memerlukan hal-hal berikut:

a. Komitmen dari pemimpin organisasi puncak.

b. Komitmen dari semua personel.

c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan.

d. Bersedia melakukan perubahan sikap.

e. Pencatatan yang akurat.

f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat organisasi.

g. Pelatihan tentang pengetahuan dan keterampilan mutu dan jaminan mutu

layanan kesehatan.

Pencatatan yang akurat, baik yang menyangkut prosedur yang harus dipatuhi

ataupun kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan yang akan dan yang telah

dilaksanakan perlu dipelihara. Komunikasi yang efektif (pemberian informasi

yang jelas) ditetapkan pada setiap tingkat organisasi. Komunikasi yang efektif

harus tepat orang, tepat informasi, tepat waktu dan tepat tempat.Pelatihan

bertujuan agar personel mempunyai keterampilan, baik dalam bidang teknis

ataupun nonteknis sehingga mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan lebih

efektif dan efisien. Program pelatihan mutu dan jaminan mutu layanan kesehatan

penting untuk membantu memupuk suatu komitmen terhadap jaminan mutu

layanan kesehatan dalam setiap jenjang organisasi layanan kesehatan. Pelatihan

untuk memperkenalkan teknik jaminan mutu layanan kesehatan kepada personel

perlu dilakukan agar mereka mampu berperan serta dalam upaya kegiatan jaminan

mutu layanan kesehatan. Komitmen pemimpin puncak organisasi layanan

kesehatan diperlukan agar sumber daya dapat dialokasikan pada upaya pendekatan

jaminan mutu layanan kesehatan dan kegiatan terkait lainnya.

30

Mutu berkaitan dengan banyak orang. Oleh karena itu, komitmen setiap orang

terhadap peningkatan mutu sangat penting, demikian pula dengan kesediaan

mereka untuk menerima dan melaksanakan perubahan. Personel perlu mengetahui

pekerjaan apa yang diharapkan dapat mereka laksanakan. Tanggung jawab

pelaksanaan kegiatan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan juga harus

jelas penugasannya.

Pentingnya Jaminan Mutu dalam Layanan Kesehatan

Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong mengapa jaminan mutu

layanan kesehatan diterapkan dalam layanan kesehatan. Menurut Christine dalam

Pohan (2006), faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor Profesi

1. Etika profesi

Setiap profesi mempunyai etika profesi atau pernyataan tentang perilaku

profesi yang akan menjadi garis besar atau pokok peraturan profesi. Kemudian

ditetapkan tentang batas-batas apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh

profesi. Apabila seorang profesi melakukan sesuatu yang bertentangan dengan

etika profesi, ia akan mendapat teguran dari organisasi profesinya. Jika

pelanggaran itu merugikan orang lain, yang bersangkutan dapat dituntut secara

perdata atau pidana, kemudian dicabut izin prakteknya. Jaminan mutu layanan

kesehatan menetapkan etika profesi sebagai suatu kerangka kerja yang lebih luas.

Organisasi profesi juga bertanggung jawab terhadap standar pelatihan dan

kualifikasi untuk melakukan praktik kedokteran.

2. Berkembangnya otonomi dan tanggung jawab profesi

Dalam tahun-tahun terakhir ini, profesi layanan kesehatan semakin

bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka lakukan. Hal ini menunjukkan

komitmen yang taat-asas dan tanggung gugat terhadap layanan kesehatan, seperti

halnya tujuan utama dari jaminan mutu layanan kesehatan.

3. Hubungan antarprofesi

31

Suatu layanan kesehatan yang bermutu pada umumnya memerlukan

kerjasama antarprofesi. Dengan demikian, hal ini berarti komunikasi antarprofesi

harus efektif dan efisien. Komunikasi semacam itu harus menjadi bagian yang

integral dari jaminan mutu layanan kesehatan. Oleh karena itu, jaminan mutu

layanan kesehatan mempunyai suatu peran yang penting dalam mengembangkan

dan memelihara hubungan antarprofesi.

4. Masalah moral

Setiap orang yang bekerja dalam lingkungan layanan kesehatan memiliki

kewajiban moral untuk menerima tanggung jawab guna menyelenggarakan

layanan kesehatan yang bermutu kepada setiap pasien tanpa pilih kasih. Dilema

moral mungkin hanya akan dialami oleh segelintir orang yang mendapat

keuntungan dari layanan yang sangat mahal. Padahal, dengan pengeluaran yang

sama, tetapi dengan teknologi yang sederhana, lebih banyak pasien yang dapat

menerima layanan kesehatan. Selanjutnya, keyakinan moral dari setiap profesi

layanan kesehatan mungkin akan memengaruhi jenis layanan kesehatan yang

dapat diberikan.

Kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan mendorong debat terbuka

tentang sifat dan luasnya layanan kesehatan yang akan diberikan. Oleh sebab itu,

suatu pertimbangan moral hanya akan dilakukan setelah pengkajian secara cermat

terhadap semua pilihan yang ada.

b. Faktor Ekonomi

1. Perubahan demogafi

Perubahan demografi yang terjadi akan memaksa diterapkannya

pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan. Perubahan kependudukan

menyebabkan pertambahan penduduk sehingga semakin banyak orang yang harus

dipelihara kesehatannya.

Di Indonesia, sebagian besar layanan kesehatan masih berasal dari

pemerintah sementara kemampuan pemerintah dalam menyediakan sumber daya

kesehatan sangat terbatas. Asuransi kesehatan masih belum berkembang sehingga

masyarakat harus mengupayakan sendiri pembiayaan layanan kesehatan. Oleh

sebab itu, terdapat suatu kebutuhan untuk membuat layanan kesehatan menjadi

semakin efisien atau yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.

32

Sekarang hal ini menjadi persoalan politik yang sensitive sehingga pilihan dan

prioritas harus diterapkan.

2. Distribusi sumber daya

Dalam era ekonomi, alokasi sumber daya kesehatan merupakan salah satu

symbol kewenangan daerah. Jaminan mutu layanan kesehatan akan memberikan

satu kenyataan objektif pertanggung gugatan pemerintah (public accountability)

kepada masyarakat.Jaminan mutu layanan kesehatan akan menentukan apakah

layanan kesehatan yang diselenggarakan itu layak dan memenuhi kebutuhan

pasien serta biayanya dapat dijangkau pasien. Jaminan mutu layanan kesehatan

juga mendukung tanggung gugat perorangan dari profesi layanan kesehatan

terhadap pasien akibat adanya hubungan langsung antara pasien dan profesi

layanan kesehatan. Akhirnya, jaminan mutu layanan kesehatan akan memberikan

suatu dasar kepada pasien untuk menetapkan pilihan dari berbagai penyelenggara

layanan kesehatan yang ada.

c. Faktor Sosial/Politik

1. Kesadaran masyarakat

Desakan masyarakat telah menimbulkan keharusan untuk membuat

layanan kesehatan semakin efisien. Masyarakat umumnya mendapat informasi

yang lebih baik tentang layanan kesehatan dan hak mereka terhadap layanan

kesehatan. Keadaan itu akan semakin nyata dalam era demokrasi dan otonomi.

Jika mereka merasa layanan kesehatan yang diberikan tidak memenuhi

persyaratan mutu layanan kesehatan, mereka akan mengeluh atau menulis di

Koran. Masalah kesehatan memang sangat sensitif.

Dahulu pasien seolah-olah tidak terlibat dalam proses pengambilan

keputusan yang dilakukan oleh profesi layanan kesehatan dan kurang mendapat

informasi tentang pemeriksaan, perawatan, pengobatan, penyakit atau tindakan

yang dilakukan. Pasien hampir tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan

keputusan yang menyangkut dirinya.

33

Jaminan mutu layanan kesehatan menjamin bahwa pendapat pasien akan

dipertimbangkan dan setiap tindakan atau pengobatan yang akan dilaksanakan

harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pasien. Konsultasi yang demikian

dapat dianggap sebagai hak moral pasien.

2. Harapan pasien

Berubahnya harapan masyarakat menjadi alasan lain mengapa jaminan

mutu layanan kesehatan haus diterapkan dalam layanan kesehatan. Jumlah

lembaga konsumen semakin banyak dan akan menginformasikan hak individu

atau kelompok. Beberapa diantaranya telah menyusun standar layanan kesehatan

yang akan digunakan dalam pemberian layanan kesehatan pada pasien. Media

massa dengan giat membicarakan persoalan tersebut dan kemudian

mengampanyekan peningkatan mutu layanan kesehatan.

3. Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Kesehatan, yaitu Undang-Undang No. 23 tahun 1992;

jelas menyebutkan tentang standar layanan kesehatan. Bahkan standar layanan

kesehatan minimal yang telah ditetapkan dan akan menjadi bagian dari jaminan

mutu layanan kesehatan.

4. Akreditasi

Indonesia telah melakukan akreditasi terhadap rumah sakit umum.

Sementara itu, akreditasi untuk rumah sakit jiwa, rumah sakit khusus, dan institusi

layanan kesehatan lainnya belum dilaksanakan, padahal akreditasi itu akan dapat

mendorong pelaksanaan jaminan mutu layanan kesehatan.

5. Tekanan Internasional

Forum politik Internasional juga mempunyai pengaruh terhadap layanan

kesehatan. Sebagai salah satu anggota WHO, Indonesia telah bertekad untuk

melaksanakan jaminan mutu layanan kesehatan.

2.3.6 Biaya Mutu

Menurut Pohan (2006), biaya merupakan salah satu faktor penting dalam

organisasi, demikian pula halnya dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan.

Umumnya biaya ditetapkan dan dicatat pada setiap satuan kerja, misalnya biaya

34

berbagai kategori tindakan, pemeliharaan bangunan, administrasi, biaya obat,

makanan dan lain-lain. Biaya yang berkaitan dengan mutu layanan kesehatan

sering tersebar atau tersembunyi di antara biaya-biaya tersebut. Oleh sebab itu,

penting untuk mengenali dan menyatukan biaya ini agar dapat diketahui di bagian

mana peningkatan mutu layanan kesehatan itu dapat dilaksanakan.

Biaya sering sekali dinyatakan dalam bentuk pengertian moneter, seperti

jumlah, harga dan ongkos. Namun, biaya dapat pula dinyatakan dalam bentuk

nonmoneter, seperti keluhan, penderitaan, pengorbanan, kesusahan, kekhawatiran,

rasa sakit, dan lain-lain. Dalam lingkungan layanan kesehatan, biaya moneter

tersebut dapat digolongkan sebagai biaya penting yang akan ditanggung oleh

pasien.Dengan mengetahui biaya nonmoneter, dapat dibentuk suatu kerangka

pikir yang memungkinkan untuk mengidentifikasi bahwa baik biaya moneter

ataupun nonmoneter memang berkaitan dengan mutu. Dalam lingkungan

industrydapat dibedakan menjadi dua macam biaya mutu, yaitu:

1. Biaya yang ditimbulkan oleh barang/jasa yang rendah mutunya.

2. Biaya yang diperlakukan untuk memantau mutu dan memproduksi atau

menghasilkan barang/jasa yang bermutu.

Dengan menggunakan pendekatan yang sama, yaitu dengan membedakan

kelas jenis biaya mutu tersebut, maka di dalam lingkungan layanan kesehatan

akan dapat diidentifikasi berbagai jenis biaya mutu, yaitu:

1. Biaya Layanan Kesehatan bermutu Rendah

Biaya layanan kesehatan yang rendah mutunya pasti mahal dan tidak efisien.

Pemborosan biaya layanan kesehatan yang kurang bermutu tersebut antara lain

disebabkan oleh berbagai biaya berikut:

a. Biaya kegagalan

Biaya kegagalan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak dapat

dilaksanakannya tindakan yang tepat, pada waktu yang tepat, da pada tempat yang

tepat. Ke dalam biaya ini dapat pula ditambahkan dengan variable tepat-cara dan

tepat-personel.Biaya kegagalan tersebut berhubugan dengan:

a. Tidak dipatuhinya standar layanan kesehatan yang disepakati.

35

b. Penyusunan standar layanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan pasien.

c. Standar layanan kesehatan yang disusun masih memungkinkan pasien

mendapat layanan kesehatan yang tidak sesuai dari profesi layanan kesehatan

yang lain.

d. Kondisi pasien yang seharusnya mampu mendeteksi tahap yang lebih dini dari

tingkat perkembangan penyakit, yaitu pada saat biaya pengobatan dan/atau

biaya perawatan pasien lebih murah.

e. Penggunaan bahan, obat, atau peralatan yang kurang tepat sehingga lama

waktu perawatan akan menjadi berlarut-larut.

f. Kesalahan komunikasi antaranggota tim layanan kesehatan akan menimbulkan

penambahan biaya kepada pasien, yaitu biaya untuk meralat

kesalahantindakan dan kenyamanan pasien.

g. Layanan kesehatan yang tidak tepat atau tidak kompeten cenderung

menimbulkan penambahan biaya.

b. Biaya penggunaan atau pemanfaatan

Biaya pemanfaatan ditimbulkan oleh penggunaan sumber daya yang tidak efektif

dan efisien. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif tersebut

antara lain disebabkan oleh:

a. Penggunaan keterampilan yang tidak tepat, seperti personel tidak diberi tugas

secara taat-asas sesuai dengan kemampuan, pelatihan dan/atau

pengalamannya.

b. Tidak/kurang digunakannya personel dan peralatan sehingga tingkat muru

layanan kesehatan tidak mungkin tercapai.

c. Penggunaan obat dan bahan yang berlebihan sehingga biaya layanan

kesehatan meningkat.

d. Penggunaan personel yang berlebihan, seperti adanya konsultasi, pemeriksaan

atau pengobatan yang tidak perlu, aka menimbulkan biaya yang tidak perlu

dan selanjutnya menyebabkan waktu tunggu pasien lain menjadi lebih lama.

36

e. Penggunaan peralatan yang berlebihan sehingga pemeliharaan dan/atau

kalibrasi peralatan menjadi terhambat, dan akhirnya menyebabkan

semakinmahalnya biaya layanan kesehatan.

2. Biaya Sistem Mutu

Dengan diterapkannya jaminan mutu layanan kesehatan, akan terdapat

penambahan biaya organisasi sebagai berikut:

a. Biaya pengukuran mutu

Biaya pengukuran mutu terjadi karena diadakannya suatu sistem pemantauan

mutu untuk mengukur mutu layanan kesehatan. Teknik pengukuran mutu akan

dijelaskan pada bagan lain.

b. Biaya pencegahan

Biaya pencegahan timbul karena adanya kegiatan untuk mencegah terjadinya

kegagalan dan/atau membuat biaya kegagalan dan pengukuran mutu menjadi

seminimal mungkin. Kegiatan pencegahan ini meliputi: pembangunan sistem

mutu, penyusunan standar layanan kesehatan, pelatihan mutu, jaminan mutu

layanan kesehatan, dan pelatihan personel yang berkesinambungan. Secara

teoritis, biaya yang timbul sebagai akibat diterapkannya jaminan mutu layanan

kesehatan seharusnya akan banyak berkurang oleh peghematan biaya yang

terjadi sebagai akibat peningkatan efisiensi, efektivitas dan timbulnya

kepuasan pasien serta kepuasan kerja petugas kesehatan, sebagai pelanggan

internal layanan kesehatan.

(Pohan, 2006)

2.3.7 Pengukuran Mutu

Mutu merupakan suatu konsep yang multidimensi dan dinamis. Di

samping itu, mutu layanan kesehatan merupakan kepentingan banyak orang

sehingga untuk menilai atau mengukur mutu layanan kesehatan diperlukan suatu

standar layanan kesehatan yang telah disepakati. Agar upaya peningkatan mutu

layanan kesehatan dapat berhasil, perlu melibatkan sebanyak mungkin orang.

Komitmen para administrator kesehatan, penentu, dan pembuat kebijakan

layanan kesehatan mutlak diperlukan dalam upaya peningkatan mutu layanan

37

kesehatan. Sebaiknya, komitmen dan keterlibatan administrator kesehatan puncak

dalam kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan harus dinyatakan dalam

suatu bentuk kebijakan mutu layanan kesehatan yang akan direalisasikan dalam

suatu sistem mutu layanan kesehatan nasional.

Sistem itu kemudian akan diikuti oleh sistem mutu layanan kesehatan

regional atau provinsi dan seterusnya akan diikuti pula oleh sistem mutu layanan

kesehatan kabupaten/kota sehingga mutu layanan kesehatan dan peningkatan

mutu layanan kesehatan akan menjadi suatu komitmen nasional. Selanjutnya

dilakukan penunjukan penanggung jawab mutu pada setiap tingkat organisasi

yang dengan demikian akan melibatkan semua profesi layanan kesehatan

sehingga terjalin suatu komunikasi peningkatan mutu layanan kesehatan yang

efektif dalam semua tingkat organisasi layanan kesehatan.

Dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan, pendekatan jaminan mutu

layanan kesehatan seringkali dimulai oleh profesi layanan kesehatan yang sehari-

hari telah berhubungan dengan penyelenggaraan layanan kesehatan. Keberhasilan

atau kegagalan dari prakarsa peningkatan mutu layanan kesehatan jelas akan

dipengaruhi oleh sistem mutu atau budaya mutu tempat layanan kesehatan itu

diselenggarakan. Keadaan yang sebaliknya dapat juga terjadi, suatu prakarsa mutu

layanan kesehatan yang berhasil mungkin akan menjadi pendorong terjadinya

perubahan yang sebelumnya tidak mendukung organisasi layanan kesehatan.

Pengalaman dari beberapa negara industri menunjukkan bahwa persoalan

budaya mutu dapat diatasi dengan cara memperkenalkan pendekatan manajemen

mutu terpadu (total quality management, TQM). Pendekatan manajemen mutu

terpadu itu didassarkan pada suatu keyakinan bahwa mutu adalah apa yang

dikatakan oleh konsumen. Oleh sebab itu, upaya peningkatan mutu layanan

kesehatan itu harus terintegrasi ke dalam organisasi layanan kesehatan. Asas

TQM adalah siapa yang menjadi konsumen internal dan siapa yang menjadi

konsumen eksternal layanan kesehatan harus dapat diidentifikasi, demikian pula

kebutuhan mereka yang harus ditetapkan dengan jelas.

38

Gambar 2.1 Lingkaran mutu (Pohan, 2006)

Langkah-langkah pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan telah

dijelaskan dalam sub bab 2.2.6. dalam lingkaran mutu itu terdapat dua langkah

utama, yaitu:

a. Pengukuran mutu

Kegiatan pengukuran mutu layanan kesehatan berhubungan dengan kegiatan

pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan, penyusunan

standar layanan kesehatan dan pengukuran apa yang telah tercapai.

b. Peningkatan mutu

Kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan akan meliputi kegiatan

mencari apa penyebab terjadinya kesenjangan mutu layanan kesehatan,

kemudian menyusun rencana kegiatan dan pelaksanaan rencana kegiatan.

Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengukuran mutu

Pengukuran mutu dimulai dengan pembentukan kelompok jaminan mutu

layanan kesehatan, kelompok itu bertugas antara lain menyusun standar layanan

kesehatan, memilih teknik pengukuran mutu yang tepat untuk mengevaluasi

tingkat mutu layanan kesehatan yang telah terjadi, dan membandingkan kenyataan

apa yang terjadi terhadap standar layanan kesehatan yang telah disepakati.

39

Pada pertemuan-pertemuan awal kelompok jaminan mutu layanan

kesehatan, harus dapat ditetapkan suatu fokus masalah mutu layanan kesehatan

yang akan menjadi perhatian. Masalah mutu yang menjadi fokus perhatian

tersebut, oleh kelompok jaminan layanan kesehatan perlu diklarifikasi dan

dikonfirmasi, artinya perlu dilakukan pengumpulan data pendukung. Kelompok

juga perlu menyepakati standar layanan kesehatan yang akan digunakan untuk

mengukur atau menilainya dan teknik pengukurannya. Misalnya ada anggapan

bahwa balita yang menderita pneumonia tidak dapat sembuh pada waktunya

karena obat yang diberikan tidak cukup. Kesimpulan atau pendapat yang

demikian ternyata tidak sepenuhnya benar.

Terbukti bahwa ketidaksembuhan itu disebabkan kurangnya penyuluhan

kesehatan yang diberikan kepada ibu sewaktu membawa balitanya kembali

berobat ke puskesmas setelah dua hari berobat di rumah sehingga tidak diketahui

apakah balita pneumonia itu bertambah baik atau sebaliknya bertambah parah.

Jika demikian, standar layanan kesehatan untuk balita batuk dan kesulitan

bernapas yang ada harus diperbaiki dengan menambah butir-butir kegiatan

penyuluhan kesehatan tergantung bagaimana merawat balita pneumonia di rumah

dan apa tanda-tanda bahaya sehingga ibu mengetahui kapan harus membawa

balita pneumonia kembali datang berobat ke puskesmas. Anggapan yang salah

tentang jalannya penyakit juga dapat menyebabkan tersusunnya suatu standar

layanan kesehatan yang kurang tepat.

Penyusunan standar layanan kesehatan dan pengukuran pencapaiannya

merupakan suatu hal yang menarik. Pengukuran mutu tidak bermanfaat jika tidak

dilakukan tindak lanjut. Penggunaan informasi mengenai kesenjangan antara

standar layanan kesehatan dengan kenyataan layanan kesehatan yang ada untuk

tindak lanjut disebut sebagai suatu kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan.

Di bawah ini merupakan langkah-langkah pengukuran mutu menurut Pohan

(2006):

a. Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan

b. Penyusunan standar layanan kesehatan

c. Pemilihan teknik pengukuran mutu

40

d. Pengukuran mutu layanan kesehatan dengan cara membandingkan standar

layanan kesehatan yang tercapai

a) Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan

Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan merupakan sekelompok orang

yang secara berkala melakukan rapat untuk membahas kegiatan jaminan mutu

layanan kesehatan. Bekerja dalam kelompok pasti ada untung dan ruginya.

Keuntungannya adalah dapat menyatukan pendapat atau pandangan yang berbeda,

sedangkan kerugiannya berhubungan dengan kesulitan yang terjadi dalam

membuat orang untuk dapat bekerja sama dengan efektif.

Sekarang akan dibahas hal-hal yang berikut:

1. Besar kelompok

Besar kelompok bergantung pada luas dan lingkup masalah mutu layanan

kesehatan yang akan ditangani. Jika masalah mutu layanan kesehatan yang akan

ditangani mencakup suatu satuan kerja, kelompok yang akan dibentuk akan

sedikit besar yang selanjutnya akan dibagi ke dalam beberapa kelompok ditujukan

untuk membahas masalah layanan kesehatan yang terjadi pada layanan ambulans.

Kelompok yang demikian cukup terdiri dari tiga orang saja.

2. Keanggotaan kelompok

Penyusunan suatu kelompok jaminan mutu layanan kesehatan tidak

berbeda dengan penyusunan kelompok kerja lainnya. Dalam mengisi keanggotaan

kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang harus menjadi pertimbangan

antara lain memiliki informasi tentang masalah, mudah bekerjasama, pengetahuan

dan keterampilan. Sebagai tambahan pertimbangan barangkali dapat ditambahkan

hal-hal berikut: mempunyai akses sumber daya, wakil masyarakat, atau oleh

karena kedudukan mereka, tetapi jangan hanya semata-mata oleh karena

kedudukan.

3. Keefektifan kelompok

41

Setiap orang yang bekerja dalam lingkungan layanan kesehatan pasti

pernah bekerja dalam kelompok dan pengalaman menunjukkan bahwa tidak

semua kelompok kerja itu berhasil, sebaliknya banyak pula kelompok kerja yang

gagal. Dari pengalaman kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang telah

berhasil dapat diketahui akan disimpulkan bahwa ciri kelompok yang berhasil

antara lain:

a. Bertemu secara teratur

b. Pertemuan dapat dilakukan secara resmi atau tidak resmi

c. Pertemuan tidak terlalu formal dan serius, di dalamnya dapat dilontarkan

berbagai lelucon agar santai, dan pembicaraan persoalan pribadi dalam suatu

pertemuan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan bukan tabu

d. Memiliki sikap dan nilai yang sama

e. Menyetujui tujuan kelompok

f. Membuat kesepakatan pembagian pekerjaan, peran dan tugas secara implisit

dan kadang-kadang secara eksplisit

g. Mempunyai keterampilan diskusi yang memadai

h. Mempunyai seseorang yang memimpin diskusi

Hanya sedikit kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang dalam waktu

singkat dapat memiliki ciri-ciri ideal di atas. Biasanya efektifitas kelompok baru

mulai timbul setelah dua atau tiga kali pertemuan. Pemrakarsa kellompok

mungkin dapat membantu dengan menyampaikan tujuan kelompok kepada

masing-masing anggota kelompok. Dengan demikian, dapat tercapai kesepakatan

tentang maksud dan tujuan kelompok dan sekaligus akan dapat menghilangkan

kemungkinan timbulnya perasaan takut atau kekhawatiran. Pemimpin kelompok

mungkin perlu waktu untuk mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk

menjabat kedudukan sebagai ketua. Keterampilan itu antara lain sebagai berikut:

a. Kemampuan menyimpulkan hasil masukan semua peserta

b. Kemampuan meminta penjelasan terhadap tanggapan yang diberikan

c. Tidak menyela pembicaraan anggota yang sedang memberi masukan

d. Kemampuan memberi semangat kepada anggota yang sedang berbicara

Salah satu ciri lain yang perlu dipertimbangkan adalah apakah anggota

kelompok jaminan mutu layanan kesehatan itu bekerja atas dasar sukarela atau

42

tidak. Ada pendapat beberapa pakar yang mengatakan bahwa kelompok jaminan

mutu layanan kesehatan harus merupakan kelompok kerja biasa. Dengan

demikian, kelompok harus terdiri dari setiap orang yang terlibat, baik yang suka

terhadap perubahan ataupun orang yang tidak menginginkan terjadinya

perubahan. Kerugian yang terjadi dengan menggunakan pendekatan ini adalah

bahwa di dalam kelompok kerja mungkin tidak terdapat wakil-wakil dari tingkat

atas yang dapat membantu mengesahkan perubahan.

4. Pertemuan atau rapat kelompok

Dalam melaksanakan pertemuan atau rapat kelompok jaminan mutu

layanan kesehatan perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:

a. Sebaiknya setiap rapat atau pertemuan tidak lebih dari 90 menit

b. Suatu agenda rapat harus dipersiapkan terlebih dahulu

c. Frekuensi rapat harus disetujui bersama

d. Setiap anggota harus diundang, ditentukan waktu dan tempat serta

pengumuman penting lainnya

e. Tempat rapat sebaiknya tidak terlalu dekat dengan tempat kerja agar bebas dari

gangguan

f. Pencatatan harus akurat dan lengkap, antara lain memuta daftar peserta yang

hadir, keputusan yang telah dibuat dan kegiatan yang akan dilakukan (apa,

siapa, bagaimana dan kapan)

g. Hasil rapat dikirimkan kepada semua anggota kelompok dan yang bukan

anggota kelompok, yaitu mereka yang diharapkan memberi dukungan pada

tahap selanjutnya dari prakarsa peningkatan mutu.

Semua butir ketentuan tersebut dapat membantu menjamin pelaksanaan

kegiatan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan lancar dan efektif. Sebagai

tambahan, beberapa administrator kesehatan dan/atau organisasi profesi layanan

kesehatan dapat diminta bantuannya untuk menjadi fasilitator dalam rapat

kelompok jaminan mutu layanan kesehatan. Dengan demikian, kegiatan kelompok

jaminan mutu layanan kesehatan dapat berjalan dengan lancar dan efektif.

b) Penyusunan standar layanan kesehatan

43

Menurut Pohan (2006), banyak cara yang dapat dilakukan dalam

menyusun standar layanan kesehatan. Salah satu cara yang dianjurkan oleh WHO

sudah dijelaskan secara rinci dan bertahap dalam Bab 2.2.3. Karena pentingnya

standar layanan kesehatan dalam jaminan mutu layanan kesehatan, akan

dijelaskan sekali lagi bagaimana menyusun suatu standar layanan kesehatan

secara bertahap dengan mengambil contoh standar layanan kesehatan dasar

layanan ISPA di puskesmas dan penyusunan standar itu secara rinci dapat dilihat

di bab 2.2.8.

1. Penetapan fungsi/sistem/topik

Penyusunan standar dimulai dengan menentukan fungsi/sistem/topik yang

membutuhkan standar layanan kesehatan, yaitu dengan memilih satu tau dua

fungsi/sistem/topik yang merupakan prioritas tinggi. Fungsi/sistem/topik itu dapat

berupa fungsi klinis dan fungsi non-klinis. Contoh, di dalam organisasi rumah

sakit terdapat fungsi/sistem/topik layanan medis, layanan penunjang medis,

layanan keperawatan, layanan rawat darurat, atau layanan administrasi dan

keuangan, dan lain-lain. Dalam puskesmas, yang sedikit lain dan tentu lebih

sederhana, terdapat fungsi/sistem/topik layanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan

lingkungan, pemberantasan penyakit menular, kecelakaan dan lain-lain.

2. Penetapan prioritas fungsi, volume tinggi dan sering menimbulkan

masalah

Tentukan fungsi/sistem/topik yang prioritasnya tinggi melalui penyaringan

dua tingkat. Penyaringan tingkat pertama menentukan fungsi/sistem/topik yang

bervolume tinggi (menyangkut banyak orang), beresiko tinggi (resiko pasien

tinggi karena sifat penyakit atau penatalaksanaannya), dan mudah menimbulkan

masalah (pernah menimbulkan masalah baik terhadap pasien ataupun terhadap

organisasi layanan kesehatan pada waktu yang lalu).

3. Pemberian kriteria tambahan

44

Daftar fungsi/sistem/topik tersebut mungkin masih terlalu panjang, perlu

diperpendek dengan cara memberikan kriteria tambahan, seperti mudah

dilaksanakan, kepentingan, dampak, biaya dan lain-lain.

4. Pemilihan subfungsi/subsistem/subtopik

Penyaringan tingkat kedua adalah pemilihan subfungsi/subsistem/

subtopik, yaitu area layanan yang lebih sempit dari fungsi/sistem/ topik. Misalnya

sistem layanan penunjang medik, subsistem/ subtopiknya antara lain: layanan

farmasi, layanan gizi dan lain-lain. Subsistemnya misalnya layanan obat pasien

rawat jalan, layanan obat pasien rawat inap, layanan makanan biasa, layanan

makanan diet dan lain-lain. Berkaitan dengan sistem layanan kesehatan ibu dan

anak, subsistemnya antara lain layanan ibu hamil, layanan neonatal, layanan KB,

layanan ibu menyusui, layanan imunisasi dan lain-lain.

5. Penyusunan standar layanan kesehatan untuk subsistem/sub-subsistem

Setelah subfungsi/subsistem/subtopik disepakati, kelompok jaminan mutu

layanan kesehatan dapat menyusun standar layanan kesehatan untuk

subsistem/sub-subsistem yang dimaksud. Adapun langkah-langkah yang akan

digunakan dalam penyusunan standar layanan kesehatan itu antara lain:

a. Menentukan kelompok pasien

Menentukan siapa yang akan menjadi kelompok pasien. Kelompok pasien

mungkin seluruh pasien instaliasi tertentu, atau bayi dibawah 2 bulan dalam

masyarakat, semua pasien baru atau ibu hamil dan lain-lain. Penulisan standar

harus melibatkan seluruh anggota kelompok jaminan mutu layanan kesehatan

karena standar harus dianggap sebagai hal yang relevan dengan setiap anggota

kelompok. Dalam hal tertentu, seperti halnya intervensi perorangan, kadang-

kadang diperlukan pembuatan standar layanan kesehatan tambahan atau

suplemen untuk melengkapi standar layanan kesehatan yang berlaku umum.

b. Menentukan pernyataan standar

Pernyataan standar layanan kesehatan merupakan pernyataan yang

menghubungkan semua unsur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan

dan merupakan pernytaaan tingkat kinerja yang disepakati terhadap pasien

45

yang dilayani dan sudah barang tentu harus relevan dengan subtopik. Standar

layanan kesehatan akan menentukan suatu tingkat mutu layanan kesehatan

yang diinginkan, dapat diterima dan dapat dicapai.

Untuk lebih jelas lihat kembali penjelasan mengenai standar layanan

kesehatan dalam bab 2.2.3. pernyataan standar harus jelas, mengarah kepada

subfungsi atau subtopik, menyinggung kelompok pasien dan akhirnya harus

dapat diterima oleh profesi layanan kesehatan terkait. Contohnya adalah

pernyataan standar layanan kesehatan di puskesmas berikut: semua pasien ibu

hamil resiko tinggi harus diperiksa oleh dokter. Topiknya ialah layanan

kesehatan ibu dan anak dalam puskesmas. Subtopiknya ibu hamil dengan

resiko tinggi. Kita harus menyadari bahwa penulisan pernyataan standar tidak

selalu menyatakan ukuran yang tepat sehingga sukar diukur. Pasien ibu hamil,

jelas ukurannya atau kriterianya. Ibu hamil beresiko tinggi memiliki kriteria

yang jelas, demikian pula apa yang dimaksud dengan dokter puskesmas, dan

semuanya dapat diukur. Pernyataan standar layanan kesehatan dasar tersebut

cukup jelas dan kriterianya pun jelas.

c. Menentukan indikator/kriteria

Indikator/kriteria akan menentukan dengan jelas dan tepat tingkat kinerja

yang harus dicapai layanan kesehatan agra standar layanan kesehatan dapat

dipenuhi. Kebanyakan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan

memulai dengan menyusun fungsi/sistem/ topik yang cukup luas dan umumnya

dapat ditentukan dengan mudah. Contoh, jika fungsi/sistem/topik yang dipilih

adalah untuk memelihara lingkungan yang aman, maka subfungsi/subsistem/

subtopiknya adalah pencegahan pasien jatuh atau kecelakaan, pelatihan petugas

kesehatan atau keluarga tentang keamanan dan keselamatan atau upaya-upaya

pencegahan kecelakaan dengan menggunakan peralatan khusus. Standar

layanan kesehatan yang ditulis adalah yang berkaitan dengan

subfungsi/subsistem/ subtopik. Oleh karena itu, subfungsi/subsistem/subtopik

harus ditetapkan dengan jelas dan tepat, dan semua anggota kelompok harus

memahaminya serta menyetujuinya. Untuk menyamakan pengertian dan

kesepakaatn kadang-kadang tidak mudah dan memang memerlukan waktu dan

kesabaran.

46

Beberapa pertanyaan yang perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh

kelompok jaminan mutu layanan kesehatan dalam memutuskan fungsi/sistem/

atau subfungsi/subsistem antara lain sebagai berikut:

a. Apakah sistem/subsistem yang dipilih berada dalam tanggung jawab

kelompok?

b. Apakah profesi layanan kesehatan di luar kelompok setuju dengan pemilihan

topik/subtopik?

c. Apakah manajer menyetujui pemilihan fungsi/subfungsi itu?

d. Apakah dengan menggunakan waktu dan upaya yang masuk akal atau layak,

upaya perbaikan sistem/subsistem tersebut akan menuju terjadinya peningkatan

mutu layanan kesehatan?

Jika jawaban terhadap setiap pertanyaan tersebut tidak, maka kelompok

jaminan mutu layanan kesehatan harus memilih topik yang lain. Donabedian

menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok.

Anjuran nonabedian tersebut pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh

WHO, yaitu:

a. Standar struktur

Standar struktur atau masukan menentukan tingkat sumber daya yang

diperlukan agar standar layanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya, personel,

pasien, peralatan, bahan, gedung, pencatatan, dan keuangan, singkatnya semua

sumber daya yang digunakan untuk dapat melakukan layanan kesehatan seperti

yang tersebut dalam layanan kesehatan. Dalam contoh standar layanan ISPA

puskesmas yang terdapat pada bab 2.2.8, standar struktur seperti tenaga kesehatan

yang kompeten, peralatan pemeriksaan (sound timer), obat (antibiotika), kamar

pemeriksaan, pasien dan waktu konsultasi harus ditentukan.

b. Standar proses

Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar

standar layanan kesehatan dapat dicapai. Proses akan menjelaskan apa yang

dikerjakan, untuk siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan bagaimana standar

layanan kesehatan dapat dicapai. Dalam contoh layanan ISPA yang terdapat

47

dalam bab 2.2.8, sebagai proses adalah petugas kesehatan yang memeriksa balita

yang batuk, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti apa yang

ditentukan dalam standar layanan kesehatan. Semua hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik tersebut dicatat dengan lengkap dan akurat dalam rekam medik.

c. Standar keluaran

Standar keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan adalah hasil

layanan kesehatan yang telah dilaksanakan sesuai standar layanan kesehatan dan

ini sangat penting. Kriteria outcome yang umum digunakan antara lain:

a. Kepuasan pasien

b. Pengetahuan pasien

c. Fungsi pasien

d. Indikator kesembuhan, kematian, komplikasi dan lain-lain

Pada contoh layanan ISPA rumah sakit bab 2.2.8, sebagai keluaran antara

lain klasifikasi dan pengobatan yang tepat, balita dirujuk tepat waktu, kepuasan

ibu/pengantar, pengetahuan ibu/ pengantar, tingkat kematian kasus dan rekam

medik yang diisi lengkap dan akurat. Jika dibandingkan antara kriteria kepuasan

pasien dan pengetahuan pasien. Untuk setiap standar layanan kesehatan dapat

dibuat beberapa kriteria/indikator. Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan

harus memilih indikator yang terbaik dan mudah digunakan untuk menunjukkan

pencapaian standar layanan kesehatan dan mudah ditingkatkan.

Salah satu cara untuk menentukan kriteria adalah dengan prinsip

“AMOUR”, yaitu:

a. Achievable

b. Measurable

c. Understandable

d. Reasonable

48

Gambar 2.2

Pengelompokan standar dan indikator menurut Donabedian dalam

Pohan (2006)

Setelah standar ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mengukur tingkat

mutu layanan kesehatan dengan cara memilih teknik pengukuran yang digunakan

untuk mengetahui sampai dimana suatu standar layanan kesehatan dapat dicapai.

Gambar 2.3 Unsur-unsur penulisan standar

c) Teknik pengukuran mutu

49

Setelah penyusunan standar layanan kesehatan dan kriteria selesai,

selanjutnya adalah pembahasan bagaimana cara pemantauannya. Contoh-contoh

kriteria yang telah diberikan masih sangat sederhana. Apabila kriterianya rumit,

akan diperlukan suatu teknik pengukuran yang lebih kompleks.

Mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui 3 cara, yaitu:

a. Pengukuran mutu prospektif

Adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan

sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh sebab itu, pengukurannya akan

ditujukan terhadap struktur atau masukan layanan kesehatan dengan asumsi

bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat

menghasilkan suatu layanan kesehatan yang bermutu, seperti:

a. Pendidikan profesi kesehatan

b. Perizinan atau licensure

c. Standardisasi

d. Sertifikasi

e. Akreditasi

b. Pengukuran mutu retrospektif

Adalah suatu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang

dilakukan setelah penyelenggaraan layanan kesehatan selesai dilaksanakan.

Pengukuran ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan berikut:

a. Penilaian rekam medik

b. Wawancara

c. Pembuatan kuesioner

d. Penyelenggaraan pertemuan

c. Pengukuran mutu konkuren

Adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan, yang dilakukan

selama layanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran ini

dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi

dengan peninjauan pada rekam medik, wawancara dengan

50

pasien/keluarga/petugas kesehatan, dan mengadakan pertemuan dengan

pasien/keluarga/ petugas kesehatan.

d) Perbandingan hasil pengamatan dengan standar layanan kesehatan

Berdasarkan informasi yang telah dikumpulka dan teknik pengukuran

yang dipilih, maka kenyataan yang ada dibandingkan dengan standar layanan

kesehatan yang telah disepakati. Perbandingan standar layanan kesehatan dengan

kenyataan yang ada dilakukan dengan cara menyusun informasi dalam suatu

format tertentu.

Pembandingan tersebut dibantu dengan mencatat informasi dalam suatu

format terstruktur. Contoh format penilaian yang pertama dapat dilihat dalam

tabel 2.1 dan contoh format yang kedua dalam tabel 2.4 atau daftar tilik imunisasi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Standar mana yang akan diukur

b. Kelompok pasien mana yang akan terlibat

c. Berapa besarnya sampel yang akan digunakan

d. Tanggal berapa penilaian dilaksanakan

e. Siapa yang melakukan penilaian

f. Jenis penilaian apa yang dilakukan (konkuren atau retrospektif)

g. Kriteria yang mana yang akan diukur (kriteria struktur, proses atau keluaran)

h. Bagaimana mengukur setiap indikator (siapa yang akan dipantau,

diwawancarai, teknik pengukuran apa yang digunakan dan pencatatan apa yang

akan diamati)

Informasi dari langkah-langkah awal ditulis ke dalam Tabel 2.1

kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan menentukan tingkat kepentingan

relatif yang diberikan kepada masing-masing kriteria yang akan diukur.

Kepentingan relatif dinyatakan dalam bentuk persentase. Misalnya, ada lima

kriteria yang akan diukur dan jika semua kriteria sama pentingnya, setiap kriteria

akan mempunya bobot 20%.

51

Namun, jika satu kriteria dianggap lebih penting dari yang lain, kriteria itu akan

diberi bobot yang lebih tinggi, misalnya 40%, sedangkan keempat kriteria yang

lain sama pentingnya, maka masing-masing kriteria akan diberi bobot 15%.

Kolom lainnya akan diisi oleh penilai selama melakukan penilaian.

Jika semua kolom sudah terisi, tingkat kepatuhan yang diamati akan dapat

dihitung.

Tingkat kepatuhan= jumlah (bobot % x jumlah “Ya) : besar sampel

Kemudian bandingkan nilai tingkat kepatuhan nyata dengan nilai tingkat

kepatuhan yang diinginkan, yaitu tingkat kepatuhan yang telah disepakati oleh

kelompok jaminan mutu layanan kesehatan.

Dalam format penialaian disediakan tempat untuk memberikan penjelasan.

Berikut hal-hal yang ditulis dalam penjelasan:

a. Kejadian yang aneh, banyak manfaatnya mengetahui adanya kejadian yang

aneh

b. Alasan mengapa kriteria mendapat penilaian TB (Tidak Berlaku), mengapa

kriteria tidak dapat diberlakukan terhadap kelompok pasien tertentu

c. Berapa besarnya sampel yang digunakan dalam pengukuran.

Dengan menggunakan perhitungan sederhana, pembobotan ini dapat

diabaikan dari tingkat kepatuhan yang diamati. Dengan memperhatikan format

penilaian dan langkah-langkah pengukuran yang terdapat pada tabel 2.2, tabel 2.3

52

dan tabel 2.4, pembaca dapat memahami pengukuran mutu layanan kesehatan

dengan cara menggunakan standar layanan kesehatan dan daftar tilik. Sebagai

contoh pengukuran tingkat kepatuhan atau tingkat mutu nyata digunakan standar

sistem layanan penunjang medik/ layanan gizi, subsistem layanan makanan biasa

pada rumah sakit yang terdapat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3 dan contoh daftar tilik

layanan imunisasi puskesmas yang terdapat pada tabel 2.4.

Tabel 2.2 Standar layanan makanan biasa pasien dewasa kelas III

53

Tabel 2.3 Contoh format penilaian standar

54

Tabel 2.4 Contoh penilaian standar dnegan menggunakan daftar tilik atau

checklist daftar tilik pengamatan pelaksanaan layanan imunisasi

Kesulitan-kesulitan dalam membandingkan pelaksanaan nyata layanan

kesehatan terhadap standar layanan kesehatan yang telah disepakati, antara lain:

a. Standar layanan kesehatan dan kriteria tidak layak atau tepat

b. Cara pengukuran kuran tepat

c. Teknik pengukuran tidak akurat

d. Tidak mempertimbangkan keterkaitan pengukuran

55

Akan tetapi, jika standar layanan kesehatan dan kriteria memang layak dan

tepat, cara pengukuran juga tepat dan teknik pengukuran dilakukan secara akurat

dan mempertimbangkan keterkaitan pengukuran, maka seharusnya interpretasi

hasil pengukuran tidak mungkin mengalami kesulitan. Hal itu tidak selamaya

demikian sehingga kesulitan hampir selalu dijumpai.

Sering terjadi perbedaan antara hasil pengukuran yang dilakukan dengan

kesimpulan yang dibuat. Beberapa persoalan yang terjadi dalam penilaian kriteria

dan standar layanan kesehatan telah dibicarakan dalam bab sebelumnya.

Sebaiknya dilakukan suatu ujicoba terlebih dahulu sebelum benar-benar

melaksanakan suatu cara pengukuran.

Untuk melengkapi bab ini, dalam bab 2.2.8 akan dijelaskan suatu contoh

cara penyusunan standar layanan kesehatan dasar di Rumah Sakit, yaitu layanan

batuk dan kesulitan bernapas yang dilakukan dengan langkah-langkah secara

bertahap.

2.3.8 Contoh Cara Penyusunan Standar layanan Kesehatan

Langkah pertama. Menentukan suatu fungsi/sistem.

Gambar 2.2 Penentuan Fungsi/sistem/topic yang membutuhkan standar

56

Tabel 2.1

Contoh cara menentukan fungsi/sistem/subsistem/topic layanan kesehatan dasar

yang membutuhkan standar.

No Fungsi / Sistem / Sub fungsi /

Sub sistem / Topik

Penyaringan tahap pertama

Volume

besar

Risiko

tinggi

Sering

menimbulkan

masalah

1 ISPA. Sering menimbulkan

masalah karena pasien sering

datang terlambat, salah

diagnosis dan keterlambatan

merujuk pasien

xx Xx Xx

2 Kesehatan ibu dan anak dan

keluarga berencana. Pasien

sering datang terlambat

xx Xx Xx

3 Imunisasi. Ibu sering tidak

membawa bayinya untuk

vaksinasi yang berikutnya

xx Xx Xx

4 Diare. Sering menimbulkan

masalah karena terlambat

membawa pasien ke

piskesmas

xx Xx Xx

5 Gizi termasuk KKP dan

anemia Xx Xx

6 Pengobatan TB paru Xx Xx

7 Demam berdarah dangue Xx Xx

8 Gangguan refraksi xx

9 Penyakit kulit xx

10 UKS termasuk obat cacingan xx

11 Kesehatan gigi dan mulut xx

57

Tabel 2.2

Contoh membuat kriteria matriks untuk memilih suatu fungsi atau subsistem/sub

topic.

No Sistem/subsistem

Kriteria Tambahan

Total Kepentin

gan

Kemamp

uan

pelaksan

aan

Dampak

Kemudah

an

pelaksana

an

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 ISPA x x x x 20

2 KIA dan KB x x x x 19

3 Imunisasi x x x x 18

4 Diare x x x x 17

5 Gizi x x x x 16

6 Pengobatan TB paru x x x x 13

7 Demam berdarah x x x x 14

8 Gangguang refraksi x x x x 12

9 Penyakit kulit x x x x 10

10 UKS dan cacingan x x x x 10

11 Kesehatan gigi x x x x 11

Berdasarkan kriteria matriks tersebut, pilihan sistem/subsistem yang

mendapat prioritas pertama untuk disusun standarnya ialah standar layanan ISPA,

kedua kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana, ketiga imunisasi, keempat

diare, kelima gizi, dan seterusnya.Urutan prioritas tersebut tidak mutlak seperti di

atas. Prioritas tentunya sangat bergantung dari bagaimana hasil kesepakatan yang

terjadi dalam kelompok sewaktu dilakukan curah pendapat dalam pertemuan

kelompok jaminan mutu layanan kesehatan Rumah Sakit.

58

Langkah kedua. Menentukan unsur-unsur dari masukan, proses dan luaran.

Sebagai contoh digunakan standar layanan bentuk dan kesulitan bernapas di

puskesmas, seperti yang terdapat dalam tabel 2.3. pada tabel tersebut terlihat

bagaimana menentukan unsur-unsur dari masukan, proses dan luaran.

Tabel 2.3

Penentuan unsur-unsur masukan, proses dan luaran dari standar layanan bentuk

dan kesulitan bernapas di Rumah Sakit.

Kategori Unsur-unsur

Masukan

1. Petugas kesehatan

2. Antibiotika

3. Sound timer

4. Pasien

5. Ibu/pengantar

6. Rekam medic

Proses

1. Mengadakan komunikasi dengan pasien

2. Anamnesis

3. Pemeriksaan fisik

4. Klasifikasi penyakit

5. Pengobatan atau merujuk pasien

6. Penyuluhan kesehatan ibu/pengantar

7. Mengisi rekam medic

Luaran

1. Penatalaksanaan kasus ISPA

2. Kepuasan pasien

3. Merujuk pasien

4. Kematian kasus

5. Kesembuhan

6. Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu/pengantar

Langkah ketiga. Menentukan karakteristik mutu.

Sebagai contoh adalah standar layanan batuk dan kesulitan bernapas di Ruma

Sakit, seperti yang terdapat dalam Tabel 2.4. Pada tabel 2.4 terlihat bagaimana

59

penentuan karakteristik mutu dari setiap unsur yang telah ditetapkan pada langkah

kedua.

Tabel 2.4

Penentuan karakteristik mutu terhadap unsur-unsur masukan, proses dan luaran

standar layanan batuk dan kesulitan bernapas di Rumah Sakit.

Kategori Unsur-unsur Karakteristik mutu

Masukan

1. Petugas kesehatan

2. Antibiotika

3. Sound timer

4. Pasien

5. Ibu/pengantar

6. Rekam medic

1. Kompetensi petugas

kesehatan (teknik dan

hubungan antar manusia)

2. Tersedianya antibiotika

3. Tersedianya sound timer

4. Tersedianya pasien untuk

dilakukan pemeriksaan

5. Disuluhnya ibu/pengantar

6. Tersedia informasi pasien

yang terkini

Proses

1. Anamnesis pasien

2. Pemeriksaan fisik

Sebagai contoh hanya

digunakan anamnesis

dan pemeriksaan fisik

1. Anamnesis lengkap untuk

hal-hal yang penting

2. Pemeriksaan fisik lengkap

untuk hal-hal yang

penting

Luaran

1. Penatalaksanaan

kasus ISPA

2. Kepuasan pasien

3. Pasien dirujuk

4. Kematian kasus

1. Penatalaksanaan kasus

ISPA secara teknis benar

2. Ibu/pengantar merasa

puas

3. Pasien dirujuk secara

protocol

4. Tingkat kematian rendah

60

5. Kesembuhan

6. Pengetahuan, sikap

dan perilaku

ibu/pengantar

5. Tingkat kesembuhan

tinggi

6. Ibu/pengantar mempunyai

pengetahuan, sikap dan

perilaku seperti apa yang

telah disuluhkan

Langkah keempat. Menyusun standar untuk karakteristik mutu yang telah

ditetapkan.

Sebagai contoh adalah standar layanan batuk dan kesulitan bernapas di Rumah

Sakit (lihat Tabel 9.5). Di sini tampak penetapan standar untuk setiap karakteristik

mutu yang telah ditetapkan.

Tabel 9.5

Penetapan standar terhadap karakteristik mutu standar layanan batuk dan kesulitan

bernapas di Rumah Sakit.

Kategori Unsur-unsur Karakteristik mutu Standar

Masukan

1. Petugas kesehatan

2. Antibiotika

3. Sound timer

1. Kompetensi petugas

kesehatan (teknik dan

hubungan antar manusia)

2. Tersedianya antibiotika

3. Tersedianya sound timer

1.1 semua petugas

kesehatan telah dilatih

dalam pelaksanaan

ISPA yang ditetapkan di

WHO

1.2 semua petugas

kesehatan memiliki

kompetensi dalam

penatalaksanaan ISPA

selesai pelatihan

2. antibiotika selalu

tersedia sepanjang tahun

3. sound timer siap

pakai, tersedia

sepanjang tahun

61

4. Pasien

5. Ibu/pengantar

6. Rekam medic

4. Tersedianya pasien untuk

dilakukan pemeriksaan

5. Disuluhnya ibu/pengantar

6. Tersedia informasi pasien

yang terkini

4. standar tidak berlaku

(tidak diperiksa ada)

5. semua ibu/pengantar

mengetahui cara

merawat balita di rumah

dan tanda-tanda bahaya

untuk segera membawa

balita berobat kembali

6. tersedianya rekam

medik berisi data akurat

dan terkini untuk setiap

pasien saat berobat

Proses

1. Anamnesis

pasien

2. Pemeriksaan fisik

1. Anamnesis lengkap untuk

hal-hal yang penting

2. Pemeriksaan fisik lengkap

untuk hal-hal yang penting

1. semua petugas

kesehatan menanyakan

hal-hal penting dalam

penatalaksanaan ISPA

WHO

2. semua petugas

kesehatan memeriksa dan

mendengarkan tanda-

tanda penting dalam

penatalaksanaan ISPA

WHO

Luaran

1. Penatalaksanaan

kasus ISPA

2. Kepuasan pasien

3. Pasien dirujuk

1. Penatalaksanaan kasus

ISPA secara teknis benar

2. Ibu/pengantar merasa puas

3. Pasien dirujuk secara

protocol

1. semua balita

diklasifikasikan dengan

benar dan mendapat obat

yang tepat

2. balita dirujuk tepat

waktu sesuai protokol

3. 70% ibu/pengantar

merasa puas terhadap

layanan

62

4. Kematian kasus

5. Kesembuhan

6. Pengetahuan,

sikap dan

perilaku

ibu/pengantar

7. Rekam medik

terkini

4. Tingkat kematian rendah

5. Tingkat kesembuhan

tinggi

6. Ibu/pengantar mempunyai

pengetahuan, sikap dan

perilaku seperti apa yang

telah disuluhkan

7. Rekam medik diisi

lengkap

4. kematian kasus ISPA

<1%

5. standar tidak tersedia

6.1 semua ibu/pengantar

mendapat penyuluhan

kesehatan yang penting

untuk ISPA

6.2 semua ibu/pengantar

mengetahui cara merawat

balita di rumah dan

tanda-tanda bahaya untuk

segera membawa anak

berobat kembali

7. 90% rekam medik

berisi informasi lengkap

dan akurat tentang

anamnesis, pemeriksaan

fisik, klasifikasi,

pengobatan, penyuluhan

kesehatan, rujukan dan

rencana tindak lanjut

Langkah kelima. Menilai kelayakan standar layanan kesehatan.

Pada langkah ini, akan dilakukan penilian terhadap keabsahan atau validitas,

kehandalan atau reliabilitas, dan kejelasan penggunaan standar. Sebelum

digunakan, setiap standar layanan kesehatan yang telah disusun harus dinilai

dahulu keabsahan, kehandalan dan kejelasan penggunaannya. Berikut ini adalah

langkah-langkah penilaian kelayakan standar layanan kesehatan:

a. Pilih wakil dari kelompok petugas kesehatan yang memahami

fungsi/sistem/topic.

63

b. Tentukan cara penilaian dan susun suatu instrument yang diperlukan, seperti

rapat dengan petugas kesehatan, membuat kuesioner anonym, dan wawancara

tatap muka.

c. Sebar luaskan standar layanan kesehatan, kemudian lakukan pengumpulan

data dan analisis data.

d. Jika diperlukan, sempurnakan atau sesuaikan standar layanan kesehatan.

e. Penilaian keabsahan atau validilitas standar layanan kesehatan. Apakah

terdapat hubungan yang erat antara standar layanan kesehatan dengan hasil

yang diinginkan?

f. Penilaian keandalan atau reabilitas standar layanan kesehatan. Apakah

hasilnya selalu sama setiap kali standar layanan kesehatan digunakan?

g. Penilaian kejelasan penggunaan standar layanan kesehatan. Apakah penulisan

standar layanan kesehatan tidak diinterpretasikan salah oleh petugas

kesehatan?

h. Penilaian penggunaan standar.

Indikator/kriteria

Indikator/kriteria merupakan suatu variable atau karakteristik yang dapat

digunakan untuk menentukan tingkat ketaatan atau kepatuhan terhadap suatu

standar layanan kesehatan atau tingkat pencapaian tujuan mutu. Berikut

karakteristik indicator/kriteria yang baik:

a. Indicator harus dapat diukur dan dinyatakan dengan bilangan atas rate.

b. Indicator harus abash, artinya terdapat hubungan yang erat antara indicator

dengan hasil standar layanan kesehatan yang diinginkan.

c. Indicator harus andal, artinya hasilnya selalu sama setiap digunakan mengukur

standar layanan kesehatan.

d. Indicator harus jelas, artinya harus dimengerti oleh setiap orang yang

menggunakannya.

e. Indicator harus realistis dan mudah digunakan, artinya informasi yang

diperlukan untuk mengukurnya mudah didapat dan sumer daya yang

diperlukan untuk mengumpulkan data harus mampu disediakan oleh

organisasi layanan kesehatan.

64

f. Kebutuhan akan indicator, minimal setiap standar layanan kesehatan

mempunyai satu indicator, tetapi satu indicator dapat digunakan oleh lebih

dari satu standar layanan kesehatan.

g. Menentukan indicator mana yang akan dipantau, bergantung pada

pertimbangan antara akurasi data dan biaya yang diperlukan untuk

mengumpulkannya.

h. Indicator akan disusun oleh kelompok atau panel pakar yang telah menyusun

standar layanan kesehatan.

Penyusunan Indikator

Indicator disusun oleh kelompok pakar, yaitu mereka yang telah menyusun

standar layanan kesehatan.

Threshold atau nilai ambang batas

Nilai ambang batas adalah nilai minimal atau maksimal dari kinerja atau

hasil yang dapat diterima. Apabila nilai itu dilampaui, kondisi yang ada akan

menjadi suatu pemicu bagi organisasi layanan kesehatan untuk segera bertindak.

Contohnya, apabila tingkat infeksi bosokoenial sebesar ≥ 2,5%, nilai itu akan

menjadi suatu pemicu untuk melakukan evaluasi selanjutnya. Rumah sakit X

memiliki tingkat infeksi pada pengobatan luka sepert digambarkan di bawah ini.

Nilai ambang

Toleransi apa tindak lanjutnya?

0% 5% 100%

Gambar. 2.3 Nilai ambang batas dan tindak lanjut

65

Tabel 2.6

Contoh standar dari indicator untuk program imunisasi.

Standar Indikator

Masukan/Struktur

Jumlah spuit dan jarum steril

untuk setiap pelaksanaan

program imunisasi cukup

Masukan/Struktur

% pelaksanaan imunisasi yang

mempunyai cukup spuit dan

jarum steril

Proses

Petugas kesehatan menggunakan

teknik imunisasi yang benar

dalam melakukan imunisasi

Proses

% petugas kesehatan yang

menggunakan teknik imunisasi

yang benar

Keluaran (output)

Semua ibu mengetahui imunisasi

apa yang diberikan serta kapan

dan kemana membawa anaknya

untuk imunisasi yang berikutnya

Keluaran (Output)

% ibu yang mengetahui imunisasi

apa yang diberikan serta kapan

dan kemana membawa anaknya

untuk mendapat imunisasi yang

berikutnya

92

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setiap rumah sakit memiliki struktur organisasi atau kepemimpinan untuk

mendukung kegiatan operasional dan memberikan pelayanan. Kegiatan tersebut

diawasi oleh governing body atau dewan pengawas yaitu unit terorganisasi yang

bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga

penyelenggaraan asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan

serta manajemen institusi. Dewan pengawas dalam menjalankan tugasnya harus

bersungguh-sungguh karena dewan pengawas yang dipilih harus mementingkan

kepentingan rumah sakit diatas kepentingan yang lain. Dewan pengawas rumah sakit

mempunyai tanggung jawab terhadap seluruh komponen dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan

memerlukan pedoman atau aturan yang dibuat oleh masing-masing rumah sakit yang

bersangkutan (hospital bylaws) atau yang lebih dikenal dengan peraturan internal

rumah sakit (hospital bylaws) adalah peraturan organisasi rumah sakit (corporate

bylaws) yang disusun dalam rangka penyelenggaraan tata kelola rumah sakit yang

baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical

governance). Hospital bylaws rumah sakit berbeda dengan rumah sakit lain karena

faktor dari rumah sakit yang berbeda-beda. Hospital bylaws merupakan acuan dan

pedoman bagi kelangsungan penyelenggaraan rumah sakit.

93

3.2 Saran

1. Makalah ini diharapkan dapat membatu pembaca untuk memahami

penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit

2. Perlu diadakan diskusi, penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai dewan

pengawas, hospital bylaws dan mutu layanan kesehatan di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemo, Suparto. 1994. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan

Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa

Aksara

Donabedian, A. 1980. The Definition of Quality and Approaches to Its

Assessment. Ann Arbor, MI: Health Administration Press

Hardiman, Ahmad, dkk. 2002. Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit

(Hospital Bylaws). Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

772/MENKES/SK/VI/2002

Hatta, Gemala R. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana

Pelayanan Kesehatan UI Press. Jakarta: Universitas Indonesia

Jacobalis, S. 2002. Merancang Hospital Bylaws Indonesia. Denpasar: Rakernas

PERSI

Kartono, Muhammad. 2005. UU Praktik Kedokteran Melindungi Pasien atau

Dokter

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan Daerah.

Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI), 2013. UU No. 44

tahun 2009 ttg. Rumah Sakit. (Online).

http://www.perdhaki.org/content/uu-no-44-tahun-2009-ttg-rumah-sakit,

diakses 25 September 2014

Pohan Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-dasar

Pengertian dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sabarguna, Boy S. dan Listiani, Henny. 2003. Organisasi dan Manajemen Rumah

Sakit. Yogyakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY

Shipman and Goodwin. 2014. Revised Conditions of Participation Re:

Telemedicine. (Online).

http://www.shipmangoodwin.com/files/upload/COPsRules.pdf, diakses 20

September 2014

Siloam Hospitals. 2013. Laporan Tahunan 2013. (Online).

http://www.siloamhospitals.com/system/files/financial-

statements/Laporan-Tahunan-2013-SIH.pdf, diakses 21 Otober 2014

Sofwan, Dahlan. 2005. Hukum Kesehatan (Rambu-rambu Bagi Profesi Dokter).

Semarang: Badan Penerbit UNDIP

The Governance Institute. 2009. LEADERSHIP IN HEALTHCARE

ORGANIZATIONS. (Online).

http://www.jointcommission.org/assets/1/18/wp_leadership_standards.pdf,

diakses 20 September 2014

Widjaja, Iping Suripto. 2008. Hospital Bylaws Dan Asas Kepastian Hukum.

Semarang: Tesis Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Program

Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata

Wirawan, Murti. W. 2010. Organisasi Rumah Sakit, Governing Body. Fungsi,

Peran, Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang. (Online).

http://eprints.undip.ac.id/921/1/3_materi_ORGANISASI_RUMAH_SAKIT

.pdf, diakses 20 September 2014

LAMPIRAN

Lampiran 1

PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan governing body rumah sakit?

2. Sebutkan 2 syarat terpenting untuk menjadi governing body!

3. Jelaskan fungsi governing body secara garis besar!

4. Sebutkan salah satu manfaat hospital bylaws untuk rumah sakit dan untuk

masyarakat!

5. Sebutkan dua ciri-ciri atau karakteristik hospital bylaws!

6. Apa pengertian dari mutu pelayanan kesehatan?

7. Sebutkan unsur pokok dalam pelayanan kesehatan!

8. Sebutkan tahap-tahap dalam pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan!

9. Biaya sistem mutu digunakan untuk apa?

10. Sebutkan langkah-langkah pengukuran mutu!

Lampiran 2

UU RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu Umum Pasal 54

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan

terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi

perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas

dan fungsi masing-masing.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan

untuk:

a. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh

masyarakat;

b. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan;

c. Keselamatan pasien;

d. Pengembangan jangkauan pelayanan; dan

e. Peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.

(3) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah

mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya.

(4) Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan

pengawasan yang bersifat teknis medis dan teknis perumahsakitan.

(5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil

tindakan administratif berupa:

a. Teguran;

b. Teguran tertulis; dan/atau

c. Denda dan pencabutan izin.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan

Peraturan Menteri.

Pasal 55

(1) Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang melibatkan

unsur masyarakat dapat dilakukan secara internal dan eksternal.

(2) Pembinaan dan pengawasan secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit.

(3) Pembinaan dan pengawasan secara eksternal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia.

Bagian Kedua Dewan Pengawas Rumah Sakit Pasal 56

(1) Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit.

(2) Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan

bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.

(3) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari unsur pemilik

Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh

masyarakat.

(4) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit berjumlah maksimal 5 (lima)

terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang

anggota.

(5) Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bertugas:

a. Menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;

b. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;

c. Menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;

d. Mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;

e. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;

f. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan

g. Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan

peraturan perundang-undangan;

h. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit diatur

dengan Peraturan Menteri.

Ketentuan Pidana

1. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak

memiliki izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun

dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah);

2. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara

dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap

korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana

denda;

3. Selain pidana tersebut, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan

berupa:

a. Pencabutan izin usaha; dan/ atau

b. Pencabutan status badan hukum.

Lampiran 3

CONTOH GOVERNING BODY DAN HOSPITAL BYLAWS DI SILOAM

HOSPITALS

PT. SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

Bermula dari rumah sakit pertamanya di Lippo Village pada tahun 1996,

Perseroan telah berkembang menjadi grup rumah sakit terbesar di Indonesia

dengan 16 rumah sakit state-of-the-art, yang didukung oleh 1.500 dokter dan

6.000 karyawan. Tahun 2013 sungguh merupakan tahun terobosan. Perseroan

telah tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 September 2013, dengan

kapitalisasi pasar sebesar USD 1 miliar. Dalam tahap konsolidasi, yang

berlangsung dari tahun 2007 hingga 2010, Siloam Hospitals menghadirkan

layanannya di empat kota besar, yaitu Tangerang (Lippo Village), Jakarta,

Surabaya dan Bekasi (Lippo Cikarang). Memasuki masa ekspansi setelah

konsolidasi, sejak tahun 2011 Siloam Hospitals melaju pesat dengan membangun

enam rumah sakit dan mengakuisisi lima rumah sakit. Pada tanggal 12 September

2013, Perseroan yang telah berubah nama menjadi PT Siloam International

Hospitals melakukan Initial Public Offering (IPO) dan dicatatkan pada Bursa Efek

Indonesia sebagai PT Siloam International Hospitals Tbk.

Per tanggal 31 Desember 2012, menurut Frost & Sullivan, Siloam

Hospitals Group adalah grup rumah sakit swasta terbesar di Indonesia dalam

jumlah kapasitas dan jumlah tempat tidur operasional. Selain dari jumlah rumah

sakit, Siloam Hospitals juga menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang

mendapat akreditasi international dari lembaga akreditasi Joint Commission

International Accreditation (akreditasi telah dilakukan pada tahun 2007, 2010 dan

2013). Akreditasi menguatkan posisi Siloam Hospitals sebagai rumah sakit

dengan layanan berstandar internasional. Pada akhir tahun 2013, Siloam Hospitals

mengoperasikan 16 rumah sakit, dalam tahap membangun 21 rumah sakit (4-5

akan siap beroperasi di tahun 2014) dan merencanakan membangun 19-20 rumah

sakit selama tahun 2015-2017.

Nilai-nilai Perseroan: Kasih, Peduli, Integritas, Kejujuran, Empati, Belas-

kasih, dan Profesionalisme, menjadi dasar pelayanan Siloam bagi masyarakat.

Layanan kesehatan berkualitas internasional terus dikembangkan yang mencakup

layanan spesialis yang lengkap, layanan laboratorium, pengobatan kesuburan,

fasilitas radiologi dan imaging, layanan kesehatan umum, layanan diagnostik dan

darurat. Siloam Hospitals menghadirkan teknologi “state of the art technology,”

dokter-dokter ahli yang berdedikasi, tim perawat dan operator yang handal dengan

dukungan manajemen yang profesional. Dengan akreditasi oleh Joint Comission

Accreditation, Siloam Hospitals menjadi pelopor rumah sakit yang menyajikan

perawatan terbaik untuk kenyamanan dan kesembuhan fisik dan psikologis pasien.

Penghargaan Tahun 2013

1. Siloam Hospitals Group menerima Corporate Image Award 2013 sebagai The

Best in Building and Managing Corporate Image kategori Hospital dari

Bloomberg Indonesia Busninessweek dan Frontier Consulting Group.

2. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Sustainable Business Awards

2013 sebagai Industry Champions Healthcare dari SBA id.

3. Siloam Hospitals (Jabodetabek) menerima Indonesia Healthcare Most

Reputable Brand 2013 based on Healthcare Survey in 7 Cities in Indonesia

kategori rumah sakit swasta dari SWA.

4. Siloam Hospitals (Makassar) menerima Indonesia Healthcare Most Reputable

Brand 2013 based on Healthcare Survey in 7 Cities in Indonesia kategori

rumah sakit swasta dari SWA.

5. Siloam Hospitals Balikpapan menerima Best of Social Responsibility Kategori

Perusahaan Lokal dari Bapeda Balikpapan.

6. Siloam Hospitals Balikpapan menerima The Best of Balikpapan Service

Excellence Award 2013 kategori Private Hospital dari MarkPlus.

Penghargaan Tahun 2012

1. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Sustainable Business Awards

2012 sebagai Industry Champion Healthcare dari SBA id.

2. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Hospital Service Provider Of

The Year 2012 dari Frost & Sullivan.

3. Siloam Hospitals Group menerima Indonesian Society of Project Management

Professionals (IAMPI) Awards sebagai Project of The Year Category D

Humanitarian, CommunityService and/or Regional Development.

Penghargaan Tahun 2011

1. Siloam Hospitals Group menerima Excellence Asian Hospital Management

Awards (AHMA) 2011 (dari mana/pemberi ?) untuk kategori Pengembangan

Sumber Daya Manusia.

2. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia’s Most Admired Company

(IMAC) Awards sebagai “The Best Building and

3. Managing Corporate Image” untuk kategori Rumah Sakit. Siloam Hospitals

Surabaya menerima AstraZeneca Infection Management Award (Azima

Award) sebagai pemenang pertama.

Penghargaan Tahun 2010

1. Siloam Hospitals Lippo Village menerima penghargaan bergengsi “Mitra

Bakti Husada” dari Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,

MPH, DR.PH dalam rangka komitmennya selama lebih dari 14 tahun kepada

layanan kesehatan berkualitas internasional.

2. Siloam Hospitals Lippo Village menerima re-akreditasi dari Joint Comission

International.

3. Siloam Hospitals Group menerima penghargaan 2010 Indonesia Best Practices

Awards as “Healthcare Services Provider of the Year” dari Frost & Sullivan.

4. Siloam Hospitals Surabaya menerima penghargaan “MarkPlus Surabaya

Service Excellence Award 2010 sebagai “The Best Service Hospitals in

Surabaya”.

5. Siloam Hospitals Surabaya terpilih sebagai Regional and National Winner of

Hospital Best Administration from Astra Insurance (Garda Medika).

Dewan Komisaris Siloam Hospitals

Perseroan memiliki 3 organ, yaitu:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yaitu forum pengambilan keputusan

tertinggi bagi para pemegang saham.

2. Dewan Komisaris, yaitu pengawas pengelolaan Perseroan oleh Direksi.

3. Direksi, yaitu pengelola Perseroan.

Pengelolaan Perseroan dilakukan oleh Direksi dengan diawasi oleh Dewan

Komisaris. Dalam melaksanakan tugas pengawasan pengelolaan Perseroan,

Dewan Komisaris dibantu oleh Komite Audit. Sementara itu, Direksi dibantu oleh

Audit Internal dan Sekretaris Perusahaan.

1. RUPS

RUPS memiliki wewenang untuk, antara lain, mengangkat dan

memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, mengevaluasi kinerja

Dewan Komisaris dan Direksi, menyetujui perubahan Anggaran Dasar,

menyetujui laporan keuangan serta menetapkan remunerasi bagi anggota

Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS terdiri dari RUPS Tahunan (RUPST)

dan RUPS luar biasa.

2. Dewan Komisaris

Tugas dan Kewenangan Dewan Komisaris Dewan Komisaris bertanggung

jawab kepada RUPS dan tugas Presiden Komisaris adalah mengkoordinasikan

kegiatan Dewan Komisaris. Tugas-tugas pokok Dewan Komisaris secara

kolektif di antaranya adalah:

a. Melakukan pengawasan atas jalannya pengurusan Perseroan yang

dilakukan oleh Direksi, memberi nasihat dan persetujuan kepada Direksi

berkenaan dengan rencana pengembangan Perseroan, Rencana Kerja

Jangka Panjang (RKJP), Rencana Kerja Tahunan (RKT) serta pelaksanaan

tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan Anggaran Dasar dan

keputusan RUPS serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Melakukan tindakan untuk kepentingan Perseroan dan bertanggung jawab

kepada RUPS. Dewan Komisaris mengikuti perkembangan kegiatan

Perseroan dan segera melaporkan kepada RUPS apabila Perseroan

menunjukkan gejala kemunduran yang mencolok disertai dengan langkah

perbaikan yang harus ditempuh. Dewan Komisaris juga memberi saran

kepada RUPS mengenai persoalan lainnya yang dianggap penting

termasuk mengusulkan kepada RUPS mengenai akuntan publik yang akan

melakukan audit di Perseroan.

c. Menentukan sistem nominasi, evaluasi kinerja, remunerasi yang transparan

bagi Dewan Komisaris dan Direksi yang selanjutnya diajukan untuk

persetujuan RUPS. Dewan Komisaris juga menentukan sistem nominasi,

remunerasi, evaluasi kinerja para eksekutif senior (general manager atau

setara) yang tidak menjabat sebagai anggota Direksi.

d. Menetapkan Key Performance Indicator (KPI) Direksi setiap awal tahun

kerja serta memantau efektivitas praktik GCG dan pelaksanaan CSR

Perseroan.

Dalam menjalankan tugasnya melakukan pengawasan terhadap pengelolaan

Perseroan, Dewan Komisaris mempunyai hak dan kewenangan di antaranya

adalah:

1. Melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen lainnya, memeriksa kas, surat

berharga dan kekayaan Perseroan termasuk meminta penjelasan dari Direksi

dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut

pengelolaan Perseroan untuk keperluan verifikasi.

2. Menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-

hal yang dibicarakan dan meminta Direksi dan/atau pejabat lainnya di bawah

Direksi dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Dewan

Komisaris.

3. Melalui rapat, setiap waktu berhak untuk memberhentikan untuk sementara

waktu seorang atau lebih anggota Direksi apabila mereka bertindak

bertentangan dengan Anggaran Dasar atau terdapat indikasi melakukan

kerugian Perseroan atau melalaikan kewajibannya atau terdapat alasan

mendesak bagi Perseroan.

Masa Jabatan Dewan Komisaris

Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Setiap

anggota Dewan Komisaris menjabat untuk jangka waktu terhitung sejak tanggal

RUPS yang mengangkatnya dan berakhir pada penutupan RUPST berikutnya dan

dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.

Komisaris Independen

Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari

luar Perseroan, tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan

saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisarisatau

hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak secara

independen. Perseroan memiliki 3 (tiga) Komisaris Independen, yaitu Farid

Harianto, Prof. Dr. H. Muladi, S.H. dan Jonathan L. Parapak, berdasarkan Akta

Keputusan Para Pemegang Saham sebagai Pengganti RUPS Luar Biasa No. 369

tertanggal 24 April 2013 yang dibuat di hadapan Dr. Irawan Soerodjo, S.H.,

M.Si., Notaris di Jakarta, dan diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia berdasarkan Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan

No. AHU-AH.01.10-15919 tertanggal 26 April 2013. Dengan demikian

persentase keanggotaan Dewan Komisaris telah memenuhi Peraturan Bapepam-

LK No. IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik.

Susunan Dewan Komisaris

No. Nama Jabatan

1. Ketut Budi Wijaya Presiden Komisaris

2. Drs. Theo L. Sambuga Komisaris

3. Agus Benjamin Komisaris

4. Farid Harianto Komisaris Independen

5. Prof. Dr. Muladi SH. Komisaris Independen

6. Ir. Jonathan L. Parapak Komisaris Independen

Pembagian Tugas Dewan Komisaris

Pembagian tugas di antara para anggota Dewan Komisaris diatur secara

mandiri.

Rapat Dewan Komisaris

Dewan Komisaris dapat mengadakan rapat bila dipandang perlu oleh

seorang Komisaris atau lebih atau atas permintaan tertulis satu atau lebih

pemegang saham yang secara bersama-sama memiliki 1/10 (satu persepuluh) atau

lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan menyebutkan hal-hal yang

akan dibicarakan.

Persentase Kehadiran Rapat Dewan Komisaris

Jenis Rapat Waktu Kehadiran (%)

Rapat Dewan Komisaris 25 November 2013 100

Rapat Gabungan Dewan

Komisaris & Direksi

15 Maret 2013 80

3 Oktober 2013 67

Profil Dewan Komisaris

1. Ketut Budi Wijaya. (Presiden Komisaris)

Warga Negara Indonesia, 59 tahun, lulus dariAkademi Akuntansi Indonesia

pada tahun1980 dan Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesiajurusan Akuntansi

pada tahun 1982.Ketut Budi Wijaya memulai karir diPT Bridgestone Tire

Indonesia sebagaiProduction Planning Staff (1975-1976).Karirnya dilanjutkan

di perusahaan KantorAkuntan Publik Darmawan & Co, denganjabatan

terakhir sebagai Audit Supervisor(1976-1987), dan pernah menjabat

sebagaiSenior Audit Manager pada PT. Lippobank(1987-1990), menjabat

Direktur pada PT. Multipolar Corporation Tbk (1990-2005)dan PT. Wal-Mart

Indonesia dengan jabatanterakhir sebagai CFO (1995-1998). Posisiposisi lain

yang pernah dijabat termasuk: diPT. Matahari Putra Prima Tbk dengan

jabatanterakhir sebagai Direktur Corporate Division(2001-2006), PT.

Multipolar Tbk denganjabatan terakhir sebagai Komisaris (2006-2008), PT.

Lippo Karawaci Tbk dengan jabatanterakhir Presiden Direktur (2006-

sekarang),PT. Lippo Cikarang Tbk dengan jabatanterakhir sebagai Presiden

Komisaris (2009-sekarang), PT. Multifiling Mitra Indonesia Tbkdengan

jabatan terakhir sebagai Komisaris(2010 sekarang), PT. Gowa Makassar

TourismDevelopment Tbk sebagai Komisaris (2010-sekarang), dan PT.

Siloam InternationalHospitals Tbk sebagai Presiden Komisaris(2013-

sekarang).

2. Prof. Dr. Muladi SH. (Komisaris Independen)

Warga Negara Indonesia, 71 tahun. Prof. Dr. Muladi S.H., merupakan lulusan

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, (UNDIP),Semarang, tahun 1968

dan lulusan International Institute of Human Rights, France tahun 1979.

Memperoleh gelar S3 (Cum Laude) Ilmu Hukum Universitas Padjajaran,

Bandung pada tahun 1984. Memulai karir sebagai Dekan Fakultas Hukum

UNDIP (1986-1992), Rektor UNDIP Semarang (1994-1998). Beliau menjabat

Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan VII (1998), Menteri Kehakiman

Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999), Menteri Sekretaris Negara

(1999), Hakim Agung Mahkamah Agung RI (2001-2002), Gubernur

Lemhannas RI (2005-2011), Founder & Chairman Justitita Law Firm, Jakarta,

PT Multipolar Technology Tbk dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris

Independen (2013-sekarang), PT Lippo Karawaci Tbk sebagai Komisaris

Independen (2013-sekarang).

3. Theo L. Sambuaga. (Komisaris)

Warga Negara Indonesia, 65 tahun.Theo L. Sambuaga memperoleh gelar

Sarjana dariFISIP- Universitas Indonesia pada tahun 1977,Master of

International Public Policy dari School ofInternational Studies (SAIS) Johns

Hopkins University,USA, pada tahun 1990. Beliau memulai karir di PT. Lippo

Karawaci Tbkdengan jabatan terakhir sebagai Presiden Komisaris

(2004-sekarang), PT. First Media Tbk dengan jabatanterakhir sebagai Presiden

Komisaris (2013-sekarang),Lippo Group dengan jabatan terakhir

sebagaiPresiden (2010-sekarang), BeritaSatu Media Holdingdengan jabatan

terakhir sebagai Presiden (2011-sekarang), PT. Multipolar Tbk dengan jabatan

terakhirsebagai Presiden Komisaris (2011-sekarang),PT. Siloam International

Hospitals Tbk. Denganjabatan terakhir sebagai Komisaris (2011-sekarang)PT.

Matahari Putra Prima Tbk dengan jabatan terakhirsebagai Presiden Komisaris

(2013-sekarang).

4. Farid Harianto. (Komisaris Independen)

Warga Negara Indonesia, 62 tahun. Memperoleh gelarSarjana jurusan Teknik

Elektro dari Institut TeknologiBandung pada tahun 1975. Memperoleh gelar

PascaSarjana dalam bidang Ekonomi Terapan pada tahun1988 dan gelar

kehormatan PH.D dari Wharton SchoolUniversity of Pennsylvania, USA pada

tahun 1989.Farid Harianto memulai karir di Institut PPM denganjabatan

terakhir sebagai Direktur Program Pasca Sarjana(1989-1993), sebagai Senior

Researcher (1990-1993) diUniversitas Indonesia, CIS-University Toronto

sebagaiVisiting Professor (1993-1995), PT. Pemeringkat EfekIndonesia

dengan jabatan sebagai Presiden Direktur(1995-1998), PT. Kliring

Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris

(1998-2006),Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN)

masa 1998-2000, PT. Unggul Indah CahayaTbk dengan jabatan terakhir

sebagai Komisaris (2004-sekarang), PT. Lippo Karawaci Tbk dengan

jabatanterakhir sebagai Komisaris (2005-sekarang), Staff KhususWakil

Presiden Republik Indonesia (2009-sekarang),PT. Kertas Basuki Rahmat

Indonesia Tbk dengan jabatansebagai Komisaris (2010-sekarang), PT. Toba

BarSejahtera dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris(2012-sekarang), PT.

Siloam International Hospitals Tbkdengan jabatan terakhir Komisaris

Independen (2011-sekarang).

5. Ir. Jonathan L. Parapak. (Komisaris Independen)

Warga Negara Indonesia, 72 tahun. Memperoleh gelarSarjana Tehnik dari

University of Tasmania, Australia(1966), Master of Engineering Science dari

University ofTasmania, Australia (1968). Memperoleh Diploma dalambidang

Dynamic Management for International Executivesdari Unversity of Syracuse

New York, USA (1975). Lulusan Lemhanas (1984) dengan mendapat

“Wibawa SerojaNugraha” (nilai tertinggi). Memperoleh gelar The

HonoraryDoctor of Engineering dari University of Tasmania,

Australia(2009).Jonathan Parapak memulai karir di PT. Indosat denganjabatan

terakhir sebagai Komisaris utama (1980-2000),Ketua Dewan Gubernur

Intelsat Washington (1989-1990),Sekretaris Jenderal Departemen Parpostel

(1991-1998),PT. INTI dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris

Utama(1993-2000), Anggota Dewan Riset Nasional (1995-2005),Sekretaris

Jenderal Departemen Pariwisata Seni danBudaya (1998-1999), PT. Siloam

Health Care Group Tbkdengan jabatan terakhir sebagai Komisaris (2000-

2004),PT. Bukit Sentul Tbk dengan jabatan terakhir sebagaiKomisaris (2000-

2004), PT. Pacific Utama dengan jabatanterakhir sebagai Komisaris (2000-

2004), PT. AsiaNet danPT. First Media dengan jabatan terakhir sebagai

PresidenKomisaris/ Chairman (2000-2009), Rektor Universitas Pelita harapan

(2006 sekarang), PT. Matahari DepartmentStore dengan jabatan terakhir

sebagai Komisaris (2009-sekarang), PT. Multipolar Corporation Tbk dengan

jabatanterakhir sebagai Komisaris (2009-sekarang), PT.

MultipolarCorporation Tbk sebagai Komisaris (2009-sekarang),PT. Matahari

Putra Prima Tbk dengan jabatan terakhirsebagai Komisaris (2009 - sekarang),

PT. Lippo KarawaciTbk dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris (2009-

sekarang) PT. Siloam International Hospitals Tbk denganjabatan terakhir

Komisaris Independen (2011-sekarang).

6. Agus Benjamin. (Komisaris)

Warga Negara Indonesia, 44 tahun, memperoleh gelarSarjana Teknik Mesin

dari Institut Teknologi Bandung(1994). Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

dariUniversitas Terbuka (1995) dan Magister Manajemendari Prasetiya Mulya

Business School (1995). MemilikiProfessional Certificate sebagai Fellow of

The CharteredInstitute of Marketing (UK), Qualified InsurancePractitioner

(QIP), Certified Property Underwrite(AAMAI), Fellow of The Indonesian

General InsuranceExpert (AAIK) dan Associate of The Indonesian

LifeInsurance Expert (AAAIJ). Mendapatkan penghargaansebagai “Visionary

Indonesian Insurance CEO” darimajalah Business Review pada tahun 2012

dan “FutureTransformational Corporate Leader” dari majalah SWApada tahun

2013.Beliau memulai karir formal di PT Gajah Tunggal Prakarsapada tahun

1996 dengan posisi terakhir sebagaiMarketing Manager. Karir di industri

asuransi dimulaipada tahun 1998 dengan mengikuti Sinar Mas

ExecutiveTraining Program dan mencapai jabatan RegionalManager untuk

Jakarta dan Sumatera di PT. AsuransiJiwa Ekalife (sekarang, PT. Asuransi

Jiwa Sinar MasMSIG), kemudian bergabung dengan PT. Asuransi SinarMas,

perusahaan asuransi umum, sampai dengan tahun2001 sebagai Assistant

General Manager. Melanjutkankarir di PT. Lippo General Insurance, Tbk,

perusahaanpenyedia asuransi kesehatan utama, sebagai General Manager.

Menjabat berbagai posisi Head dan Direktur dibidang Operation, Business

Development dan Marketingsebelum diangkat sebagai Presiden Direktur

padatahun 2011 sampai sekarang, PT. Siloam InternationalHospitals Tbk

dengan jabatan terakhir Komisaris(2011-sekarang).

Visi dan Misi

Dalam sebuah rumah sakit tentunya memiliki visi dan misiya masing-

masing, termasuk siloam hospital dimana visi dan misi tersebut adalah sebagai

berikut. Visi: berkualitas Internasional, mudah di jangkau, skala biaya ekonomis,

dan berbelas kasih ilahi. Dan Misinya adalah sebaai berikut: menjadi pilihan yang

terpecaya dalam pelayanan kesehatan holistik, pendidikan dan riset kesehatan

berkelas dunia. Dan juga ada nilai-nilai yang dimiliki oleh perusahaan siloam

hospital, yaitu: kasih, peduli, integritas, kejujuran, empati, belas kasih,

profesionalisme.

Tinjauan Bisnis

Ada beberapa tinjauan bisnis yang biasa di lakukan oleh beberapa rumah

sakit – rumah sakit lainnya, tinjauan bisnis ini juga berlaku bagi rumah sakit

siloam. Yang diataranya adalah sebagai berikut:

1. Tinjauan Industri Layanan Kesehatan

Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, diikuti perubahan dalam

gaya hidup masyarakat, jenisjenis penyakit yang berhubungan dengan gaya/cara

hidup akan menjadi kontributor lebih besar pada sektor penanganan kesehatan di

Indonesia, utamanya di perkotaan. Pergeseran profil kepada penyakit yang terkait

gaya hidup, diperkirakan akan meningkatkan pengeluaran per pengobatan, karena

penyakit yang terkait gaya hidup biasanya lebih mahal biaya pengobatannya

dibandingkan penyakit menular.

Dalam laporan “Market Study” tahun 2012, KPMG melihat pertumbuhan

ekonomi Indonesia juga meningkatkan permintaan akan layanan kesehatan

berkualitas. Bertumbuhnya golongan kelas menengah dan kebutuhan akan

layanan kesehatan berkualitas, ditandai dengan besarnya “kebocoran”

keuntungan yang mengalir ke negara lain yaitu melalui medical tourism.

Pengeluaran sebesar USD 1,4 miliar untuk medical tourism merupakan potensi

keuntungan yang dapat diperoleh rumah-rumah sakit Indonesia. Menghadapi

kondisi ini, Indonesia berencana untuk meningkatkan kualitas rumah-rumah

sakitnya sehingga mengikuti standar international, dengan akreditasi oleh JCI

dan berusaha untuk menjadi negara tujuan medical tourism pada tahun 2015.

Negara yang hendak mempromosikan dirinya sebagai tujuan pengobatan

diharuskan menggunakan akreditasi internasional dan bukan sekedar akreditasi

nasional.

2. Tinjauan Kerja Bisnis Perseroan

Perseroan adalah grup rumah sakit swasta terbesar di Indonesia dalam jumlah

kapasitas dan jumlah tempat tidur operasional, per tanggal 31 Desember 2012

menurut Frost & Sullivan. Perseroan membuka rumah sakit pertama di tahun 1996

dan sejak itu terus berkembang melalui pendirian rumah-rumah sakit baru maupun

akuisisi oportunistik rumah-rumah sakit yang sudah ada. Saat ini Perseroan

mengoperasikan 16 rumah sakit , di 12 kota di Indonesia dan menawarkan

layanan kesehatan spesialis yang lengkap seperti prosedur bedah kompleks,

layanan laboratorium, fasilitas radiologi dan imaging, pengobatan kesuburan,

layanan kesehatan umum dan layanan diagnostik dan darurat di Indonesia.

Per tanggal 31 Desember 2013, Perseroan sebagai perusahaan yang

menawarkan layanan kesehatan memiliki kapasitas 3.783 jumlah tempat tidur,

mempekerjakan lebih dari 1.500 dokter (termasuk 1. 209 dokter spesialis),

didukung lebih dari 2.700 perawat, serta lebih dari 2.300 staff pendukung lainnya.

Melihat kebutuhan pasar yang demikian besar akan layanan kesehatan yang

berkualitas dan perkembangan Indonesia, Perseroan berencana untuk

mengembangkan operasinya melalui pendirian rumah sakit baru, pengembangan

rumah sakit Perseroan yang sudah ada dan akuisisi yang berpeluang baik.

3. Keunggulan Kompetitif Perseroan

a. Pemimpin dalam Layanan Inovatif

Perseroan dikenal sebagai pemimpin dalam model layanan klinis inovatif,

peralatan tercanggih, fasilitas berorientasi pasien dan layanan klinik maupun

nonklinik terpadu di Indonesia. Keunggulan Perseroan dalam peralatan terkini

menghadirkan 11 Cath-Lab, 13 alat MRI, 18 CT Scanner, Gamma Knife pertama

di Indonesia, dua Linear Accelerators, dan satu Cyclotron.

Selama lebih dari 17 tahun, Perseroan menjadi pelopor dan memberikan

banyak perkembangan penting dalam perkembangan layanan kesehatan di

Indonesia. Sebagai contoh, Siloam Hospitals Lippo Village adalah rumah sakit

Indonesia pertama yang diakui internasional melalui akreditasi oleh Joint

Commission International (“JCI”) pada tahun 2007 dan telah berhasil

mempertahankan akreditasi tersebut sampai dengan saat ini. Perseroan juga

merupakan pelopor dalam penggunaan teknologi MRI 3-Tesla, 256 Slice CT,

Rapid Arc Linear Accelerator dan Gamma Knife di Indonesia. Selain itu,

Perseroan juga memperoleh penghargaan “Luar Biasa” dari Asian Hospital

Management Award pada tahun 2011, penghargaan “Indonesian Healthcare

Services Provider of the Year: Best Practices” dari Frost & Sullivan pada tahun

2010 dan 2012, serta pada tahun 2013 Perseroan menerima penghargaan

Corporate Image Award 2013 sebagai The Best in Building and Managing

Corporate Image kategori Rumah Sakit dari Bloomberg Indonesia Bussiness

Week dan Frontiern Consulting Group. Selain itu, Perseroan memperoleh

penghargaan Indonesia Sustainable Business Awards 2013, sebagai Industry

Champions Healthcare dari SBA id dan Indonesia Healthcare Most Reputable

Brand 2013, berdasarkan survey pelayanan kesehatan di 7 kota di Indonesia,

kategori rumah sakit swasta dari SWA.

b. Dukungan Riset dan Akademis

Untuk perkembangan yang berkesinambungan, Perseroan

mengintegrasikan operasi klinis dengan fasilitas riset dan akademis unggulan.

Sebagai organisasi kesehatan di Indonesia, Perseroan merupakan bagian dari

Layanan Kesehatan Universitas Pelita Harapan (UPHMS), yang terdiri dari

Sekolah Kedokteran Universitas Pelita Harapan, yaitu suatu sekolah kedokteran

dan keperawatan ternama di Indonesia, dan Mochtar Riady Institut of

Nanotechnology, suatu lembaga riset berfokus pada riset genetik dan kanker. Hal

ini memungkinkan Perseroan menjadi bagian untuk mendorong inovasi di bidang

kesehatan dan menghasilkan generasi dokter dan perawat mendatang untuk

pengembangan usaha Perseroan.

c. Centers of Excellence

Centers of Excellence bertujuan untuk menjadikan rumah sakit Perseroan

fokus pada bidang pelayanannya, sesuai kebutuhan masyarakat sambil tetap

memberikan pelayanan kesehatan berkualitas internasional. Perseroan telah

mengembangkan Centers of Excellence di beberapa bidang spesialisasi di rumah

sakit Perseroan, termasuk di bidang kanker, jantung, syaraf, kesuburan, urologi

dan ortopedik. Pembentukan Centers of Excellence menjadikan Perseroan sangat

dikenal dalam memberikan layanan kesehatan yang paling mutakhir di Indonesia.

Per 31 December 2013, rumah sakit Perseroan memiliki beragam jasa

pelayanan kesehatan dan jasa bedah, dengan fokus sebagai digambarkan pada

tabel dibawah ini :

No Rumah Sakit Spesialisasi

1. SHLV Kardiologi, neuroscience, ortopedi dan

gawat darurat

2. SHKJ Urologi, ortopedi, kardiologi dan gawat

darurat

3. SHSB Perawatan kesuburan, kardiologi, dan gawat

darurat

4. SHLC Occupational medicine dan gawat darurat

5. SHUB Gawat darurat

6. SHBP Gawat darurat

7. MRCCC Kanker, liver dan gawat darurat

8. RSUS Gawat darurat

9. SHMN Gawat darurat

10. SHMK Kardiologi, endokrinologi dan gawat

darurat

11. SS Gastroenterologi dan gawat darurat

12. SHCN Kardiologi

13. SHDP Pengobatan untuk turis, ortopedik,

kardiologi dan gawat darurat

14 SHTB Kardiologi, onkologi dan neuroscience

15 BIMC Kuta

BIMC Nusa Dua

Emergency, operasi plastik

Emergency, operasi plastik

d. Strategi Bisnis 2013

a) Memperkuat dan mengembangkan posisi memimpin di pasar layanan

kesehatan Indonesia dengan: meningkatkan jumlah tempat tidur secara

signifikan di seluruh jaringan rumah sakit Perseroan dengan sistematis

dan efektif, merintis model rumah sakit modular, mengidentifikasi

pasar yang belum terlayani, membangun atau mengakuisisi rumah sakit

baru, memperluas dan meningkatkan fasilitas yang sudah ada, agar

layanan klinis yang disediakan memenuhi kebutuhan pasar tersebut.

b) Mengembangkan model hub and spoke, yang efektif memperluas

layanan spesialis, mengembalikan migrasi medis domestik,

memberikan diagnosa ahli secara real time, mengurangi biaya bagi

pasien maupun Perseroan dan mengatasi kekurangan pasokan spesialis

berkualitas tinggi.

c) Mendapat marjin yang lebih tinggi dalam memberikan layanan

spesialis, dan mengembalikan tren perjalanan medis ke luar negeri agar

tetap di Indonesia.

d) Menarapkan model layanan klinis holistik dan perbaikan kualitas

berkesinambungan.

e) Mendorong efisiensi operasional dengan teknologi canggih, yang

mendukung sistem keuangan dan administrasi sambil tetap mengacu

pada prosedur standar internasional dan praktik klinis

f) Mendukung operasi klinis dengan penelitian yang teratas dan fasilitas

akademik untuk memberikan pelayanan prima.

g) Terus merekrut, mempertahankan dan memberi insentif bagi tenaga

medis handal.

Jalur Bisnis Rumah Sakit

Ada lima jalur bisnis utama untuk pasien mengakses dan membayar pelayanan

di rumah sakit Perseroan. Kelima jalur ini yang mendorong peningkatan

pendapatan secara keseluruhan, yaitu:

1. Gawat Darurat

2. Layanan Rawat Jalan

3. Medical check-up

4. Rujukan

5. Layanan Rawat Inap

Pendapatan Perseroan umumnya didorong oleh biaya konsultasi, perawatan

dan administrasi, dilengkapi juga dengan penjualan obat , penggunaan peralatan

medis, dan diagnostik lainnya seperti tes laboratorium, diagnosa umum, radiologi

dan biaya untuk berbagai layanan lainnya. Penerimaan untuk layanan rawat inap

Perseroan sebagian besar didorong oleh pasien yang datang melalui layanan rawat

jalan atau gawat darurat.

1. Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat Perseroan dianggap sebagai yang terbaik di Indonesia

dan menggunakan layanan terpusat telepon “500-911” untuk mengakses

layanan gawat darurat Perseroan. Semua rumah sakit Perseroan telah

dilengkapi dengan mobil ambulans modern untuk menstabilkan pasien selama

dalam perjalanan ke rumah sakit Perseroan. Semua staf klinis Perseroan terlatih

dalam pengobatan darurat standar internasional dan protokol untuk jantung,

stroke dan perawatan trauma, sesuai dengan pedoman dari American and

Australasian Schools of Emergency Medicine. Pada tahun 2012 dan 2013, unit

gawat darurat masingmasing merawat 99.139 dan 131.706 pasien.

2. Layanan Rawat Jalan

Layanan rawat jalan Perseroan merupakan entry point pasien terbesar

mencakup sekitar 78% dari seluruh pasien Perseroan di tahun 2013. Layanan

rawat jalan juga mencakup penggunaan fasilitas tercanggih untuk bedah harian,

prosedur atau perawatan invasif yang minimal, seperti operasi minor,

fisioterapi, endoskopi, hemodialisa dan kemoterapi. Pada tahun 2012 dan 2013

Perseroan masing-masing mencatat 804.395 dan 1.014.564 kunjungan rawat

jalan.

3. Medical Check-Up

Semua rumah sakit Perseroan menyediakan berbagai macam program

medical check-up menggunakan peralatan diagnostik dan tes tercanggih.

Medical checkup adalah entry point utama yang digunakan oleh Perseroan

untuk mendapatkan bisnis dari perusahaan asuransi dan perusahaan yang

membutuhkan, dengan menjual paket medical check-up dan

pengecekankesehatan yang kompetitif. Pada tahun 2012 dan 2013, unit medical

check-up Perseroan masing-masing melayani 68.778 dan 64.978 pasien.

4. Rujukan

Rujukan merupakan pasien yang dirujuk oleh rumah sakit lain dan dokter

untuk rawat inap dan jasa lainnya (seperti radiologi, laboratorium dan jasa

peralatan diagnostik lainnya).

5. Rawat Inap

Unit layanan rawat inap Perseroan menawarkan pengurusan kepada pasien

layanan rawat jalan dan gawat darurat yang diterima di rumah sakit Perseroan,

untuk pengurusan lebih lanjut. Pada tahun 2013 layanan rawat inap Perseroan

memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan yaitu sekitar 62%. Jumlah

pasien rawat inap didorong oleh jumlah konversi pasien rawat jalan dan gawat

darurat, sedangkan rata-rata pendapatan per hari pasien rawat inap didorong

oleh tipe kamar yang dipilih pasien serta kerumitan perawatan medisnya.

Pendapatan rawat inap meliputi biaya jasa konsultasi dan profesional dokter,

biaya kamar, biaya administrasi, biaya laboratorium, penjualan obat dan

peralatan medis, radiologi dan pendapatan peralatan tambahan dan biaya ruang

operasi. Untuk tahun 2013, rata-rata lama menginap (“ALOS”) di rumah sakit

Perseroan adalah sekitar 4 hari.

Sumber Pendapatan Dan Kelompok Pasien

Perseroan mengelompokkan sumber pendapatan dan pasien dalam 5 kelompok:

1. Out-of-Pocket Expense (“OPE”).

Pasien datang dengan biaya sendiri, melakukan pembayaran secara tunai

atau menggunakan kartu kredit, untuk mendapatkan layanan yang diberikan

oleh rumah sakit Perseroan. Rata-rata setiap tahun, pasien OPE merupakan

komposisi terbesar dari kelompok pasien Perseroan, yaitu 65%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasien OPE adalah kedekatan

dan aksesibilitas rumah sakit, hubungan dengan dokter di rumah sakit, merek

dan reputasi untuk perawatan kesehatan yang berkualitas dan layanan spesialis

termasuk akses ke Centers of Excellence.

2. Skema Pembayaran Perusahaan.

Perseroan secara aktif melibatkan perusahaanperusahaan lain atau

korporasi dalam program kesehatan dan medis bagi karyawan mereka dengan

menawarkan paket untuk berbagai perawatan. Klien korporasi Perseroan

mencakup perusahaan multinasional dan nasional. Rata-rata setiap tahun,

pasien dari korporasi Perseroan mewakili 15% dari total pasien Perseroan.

3. Skema Pembayaran Perusahaan Asuransi Swasta.

Segmen ini mewakili sekitar 15% dari total pasien Perseroan. Perseroan

memiliki hubungan dan diakui oleh asuransi swasta terbesar seperti Manulife,

AIA Financial, Bupa International, Allianz, AXA Financial, dan Lippo General

Insurance.

4. Skema Pembayaran Program Asuransi Kesehatan Pemerintah.

Asuransi kesehatan dari pemerintah saat ini memberikan kontribusi yang

relatif kecil atas jumlah pasien, mewakili 5% dari pasien Perseroan.

5. Rujukan

Sampai dengan saat ini, hanya ada sedikit pasien yang dirujuk oleh dokter

pihak ketiga. Perseroan berharap segmen ini tumbuh dari waktu ke waktu

seiring perkembangan rumah sakit baru yang canggih di kota-kota yang belum

terlayani.

Pengembangan Kompetensi, Karir Dan Kesejahteraan Sosial Karyawan

Mengingat pentingnya peran karyawan bagi keberhasilan dan kemajuan

usaha Perseroan, maka Perseroan terus berupaya dalam meningkatkan kualitas

dan kompetensi karyawan serta memacu produktivitas dan motivasi tiap

karyawan, antara lain dengan

a. Sistem Remunerasi:

1. Piagam dan/atau hadiah kepada karyawan yang dinilai berjasa berdasarkan

kualitas pelayanan

2. Pemberian bonus yang dikaitkan dengan kinerja karyawan dan kinerja

Perusahaan

3. Penghargaan kepada karyawan yang memiliki masa kerja lebih dari 10

tahun .

b. Sistem Kenaikan Gaji:

Dalam rangka memenuhi ketentuan-standar upah minimum yang

ditetapkan Pemerintah, Perseroan selalu memperhatikan kesejahteraan

karyawan. Dalam komitmennya, Perseroan meninjau gaji minimal satu kali

dalam setahun. Penyesuaian besarnya gaji dan upah sejalan dengan tingkat

kinerja Perseroan dan karyawan, laju inflasi, serta standar gaji minimum (Upah

Minimum Provinsi) sesuai dengan ketentuan peraturan Pemerintah. Dalam hal

ini, paket pengupahan yang diterapkan selalu mengacu kepada prinsip dasar

pengupahan, yaitu keseimbangan komparatif secara internal dan kompetitif

secara eksternal di industri yang sama.

c. Tunjangan dan Fasilitas:

Perseroan juga memberikan sejumlah tunjangan dan fasilitas yang

diharapkan mampu mendorong peningkatan kinerja dan produktivitas

karyawan Perseroan. Adapun tunjangan maupun fasilitas yang disediakan oleh

Perseroan mencakup:

1. Tunjangan Hari Raya

2. Asuransi kesehatan/biaya perawatan rawat inap dan rawat jalan untuk

karyawan dan keluarga inti

3. Bantuan kedukaan bagi anggota keluarga inti yang meninggal dunia;

4. Bantuan bagi yang mengalami musibah akibat bencana alam atau force

majeur lainnya;

5. Program asuransi tenaga kerja melalui Jamsostek

6. Dana pensiun melalui manajemen dana investasi

d. Program Pelatihan

Perseroan menyadari pentingnya pengembangan karyawan melalui

program pelatihan terintegrasi untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan

dan kompetensi karyawan yang berkelanjutan. Program pelatihan Perseroan

terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu Pelatihan Medis/Klinis dan Pelatihan

Manajemen Umum dan Fungsional. Di dalam pelaksanaannya, pelatihan ini di

laksanakan dengan dua cara, yakni In House dan Pelatihan Eksternal.

Audit Internal

Audit Internal dibentuk pada 5 Juni 2013 dengan tujuan untuk menciptakan

sistem pengendalian internal yang efektif dan terintegrasi antara Perseroan dengan

anak-anak perusahaannya. Audit Internal merupakan mitra Direksi dalam

mencapai tujuan Perseroan dengan melaksanakan fungsi audit dan fungsi

konsultasi secara independen dan objektif.

1. Tugas dan Tanggung Jawab Audit Internal

Audit Internal bertugas menguji dan mengevaluasi pelaksanaan

pengendalian internal dan sistem manajemen risiko sesuai dengan kebijakan

Perseroan. Audit Internal menyusun rencana audit tahunan yang disetujui dan

disahkan oleh Direksi.

Audit Internal melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan

efektivitas di bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya manusia,

teknologi informasi dan kegiatan lainnya.

Setelah melakukan pemeriksaan, Audit Internal membuat laporan

pemeriksaan untuk disampaikan kepada Presiden Direktur dan Dewan

Komisaris dengan tembusan kepada Komite Audit. Selanjutnya Audit Internal

melakukan pemantauan untuk memastikan bahwa rekomendasi perbaikan

dan/atau pencegahan telah dilaksanakan.

2. Piagam Audit Internal

Piagam Audit Internal menjadi acuan bagi Audit Internal dalam

melaksanakan seluruh kegiatan audit internal. Piagam ini memuat maksud dan

tujuan, struktur dan keanggotaan, persyaratan auditor internal, kemandirian

fungsional, tugas dan tanggung jawab, bentuk pertanggungjawaban dan

pelaporan, wewenang, ruang lingkup kegiatan, kode etik, penetapan dan

pembaharuan piagam.

Perseroan telah menyusun Piagam Audit Internal sebagaimana telah diatur

dalam Peraturan Bapepam- LK No. IX.1. 7 tentang Pembentukan dan Pedoman

Penyusunan Piagam Unit Audit Internal. Perseroan telah menunjuk Hieronimus

Gunawan H.P. selaku Ketua Audit Internal berdasarkan Surat Keputusan

Direksi tertanggal 5 Juni 2013 yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris.

Lampiran 4

LAPORAN DISKUSI

MATAKULIAH ADMINISTRASI RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS

MATERI : GOVERNING BODY, HOSPITAL BYLAWS, DAN QUALITY

ASSURANCE

A. Waktu Pelaksanaan

Hari, tanggal : Kamis, 23 Oktober 2014

Pukul : 07.00-8.45 WIB

Tempat : Gedung T5-205/FIK 12

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui peranan governing body di Rumah Sakit.

2. Untuk mengetahui fungsi hospital bylaws di Rumah Sakit.

3. Untuk mengetahui fungsi quality assurance dan aplikasinya pada

penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

C. Penyampaian Materi

Materi disampaikan oleh kelompok 5 yang dimulai pada pukul 07.00-

08.45 WIB. Penyampaian materi dipimpin oleh moderator yang membagi

diskusi hanya 2 sesi. Diantaranya sesi penyampaian materi dan sesi tanya-

jawab. Penyampaian materi dilakukan oleh 4 anggota kelompok yang

disampaikan secara bergiliran. Empat anggota tersebut diantaranya:

1. Ahmad Alharis 130612607885

2. Fitra Mulya Fisca R. 130612607848

3. Rahma Ismayanti 130612607891

4. Salsabilla A. Putri 130612607899

D. Tanya-Jawab

1. Hazrina Annisafitri/130612607850

Bagaimanakah tanggung jawab terhadap berbagai setiap tahapan pada

jaminan mutu pelayanan kesehatan?

Jawab:

Rahma Ismayanti/130612607891

Yang bertanggung jawab dalam tahapan pendekatan jaminan mutu layanan

kesehatan adalah Tim Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Tim tersebut

dapat terbentuk dari:

a. Penulis standar

b. Manajemen layanan kesehatan

c. Kelompok sejawat (peer group)

d. Konsultan jaminan mutu layanan kesehatan

e. Panitia/komite audit

2. M. Dwi Hidayatullah/130612607888

Siapa yang berperan dalam mengawasi audit internal dan bagaimana

proses dari audit internal?

Jawab:

Fitra Mulya Fisca R./130612607848

Yang mengawasi audit internalnya yaitu dewan pengawas dari komite

audit internal. Kemudian proses dari audit internalnya itu adalah Audit

Internal menyusun rencana audit tahunan yang disetujui dan disahkan oleh

Direksi. Audit Internal melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi

dan efektivitas di bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya

manusia, teknologi informasi dan kegiatan lainnya. Setelah melakukan

pemeriksaan, Audit Internal membuat laporan pemeriksaan untuk

disampaikan kepada Presiden Direktur dan Dewan Komisaris dengan

tembusan kepada Komite Audit. Selanjutnya Audit Internal melakukan

pemantauan untuk memastikan bahwa rekomendasi perbaikan dan/atau

pencegahan telah dilaksanakan.

3. Erni Dwiyanti/130612607875

Berapa jumlah anggota dalam pelaksanaan audit internal, periode atau

masa jabatan anggota dan proses audit internal?

Jawab:

Salsabilla A. Putri/130612607899

Fitra Mulya Fisca R./130612607848

Anggota dalam audit internal dinamakan komite audit, yaitu komite yang

dibentuk melalui keputusan dewan komisaris rumah sakit. Pada Siloam

Hospitals, persyaratan keanggotan komite audit terutama yaitu memiliki

integritas yang tinggi, memliki latar belakang pendidikan akuntansi atau

keuangan, memiliki pengetahuan yang cukup dalam membaca dan

memahami laporan keuangan, mempunyai pengetahuan dan pengalaman

yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya serta mampu

berkomunikasi dengan baik. Periode atau masa jabatan anggota komite

audit adalah paling lama adalah tiga tahun dan dapat diangkat kembali

untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota komite audit

pada Siloam Hospitals yaitu tiga orang yang terdiri dari satu ketua dan dua

anggota. Kemudian prosesnya adalah Audit Internal menyusun rencana

audit tahunan yang disetujui dan disahkan oleh Direksi. Audit Internal

melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektivitas di

bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya manusia, teknologi

informasi dan kegiatan lainnya. Setelah melakukan pemeriksaan, Audit

Internal membuat laporan pemeriksaan untuk disampaikan kepada

Presiden Direktur dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada Komite

Audit. Selanjutnya Audit Internal melakukan pemantauan untuk

memastikan bahwa rekomendasi perbaikan dan/atau pencegahan telah

dilaksanakan.

Tambahan:

Lutfi Sovyalatufa/ 130612607890

Komite audit adalah suatu badan yang berada di bawah komisaris yang

sekurang2nya minimal 1 org anggita komisaris, dua org ahli yg bukan

merupakan pegawai BUMN yg bersangkutan yg bersifat mandiri.

Dibentuk oleh dewan komisaris dlm rangka membantu melaksanakan

fungsi dan tugasnya.

4. Suci Rahayu/ 130612607887

Bagaimana sistem pergantian dan alasan dewan pengawas rumah sakit

diberhentikan?

Jawab:

Salsabilla A. Putri/130612607899

Berdasarkan Permenkes RI No. 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas

Rumah Sakit, pasal 13 yaitu masa jabatan anggota Dewam Pengawas

ditetapkan selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan Peraturan Internal

Rumah Sakit (Hospital Bylaws) atau Dokumen Tata Kelola (corporate

governance) dan dapat diangkat kembali selama memenuhi persyaratan.

Pasal 14 (1) Keanggotaan Dewan Pengawas berakhir setelah masa jabatan

anggota Dewan Pengawas berakhir. (2) Anggota Dewan Pengawas pada

Rumah Sakit dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya oleh pemilik

Rumah Sakit. (3) Pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila anggota Dewan Pengawas

terbukti :

a. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;

b. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah Sakit;

d. mempunyai benturan kepentingan dengan Rumah Sakit; atau

e. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

(4) Dalam hal anggota Dewan Pengawas menjadi tersangka tindak pidana

kejahatan, yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya

oleh pemilik Rumah Sakit.

5. Fauzia Rafidah/130612607842

Bagaimana peran masyarakat dalam peningkatan jaminan mutu pelayanan

kesehatan?

Jawab:

Rahma Ismayanti/130612607891

Ahmad Al-Haris/130612607885

Masyarakat berperan dalam penjaminan mutu layanan kesehatan melalui

beberapa media yang telah disediakan oleh layanan kesehatan, seperti

quisioner ataupun kotak suara, karena sejatinya merekalah yang menjadi

subjek dalam layanan kesehatan. Namun dalam tahapan peningkatan

jaminan mutu layanan kesehatan, tidak semua masyarakat terlibat di

dalamnya, hanya beberapa saja yang dapat berpartisipasi yang mana

mereka telah mewakili suara masyarakat lainnya.

Tambahan :

Hazrina Annisafitri/ 130612607850

Pendapat masyarakat penting dalam penyelenggaraan mutu pelayanan

kesehatan. Karena rumah sakit berfungsi sebagai penyedia pelayanan

kesehatan bagi masyarakatnya sehingga untuk evaluasi dan perencanaan

berikutnya membutuhkan pendapat dari masyarakat.

Retno Puspitasari/130612607844

Definisi Quality Assurance adalah keseluruhan upaya yang dilakukan

dalam tujuan untuk menyelenggarakan layanan kesehatan yang terbaik

mutunya dan sesuai standar yang telah ditentukan melalui kesepakatan

bersama. Fokus Quality Assurance ialah upaya pencegahan dalam suatu

stakeholder dalam terjadinya kesalahan pada proses pengembangan suatu

mutu jaminan pelayanan kesehatan. Kemudian tujuannya yaitu

meningkatkan proses pengembangan dan testing agar tidak terjadi

kesalahan selama mutu jaminan pelayanan kesehatan dikembangkan.

Berbeda dengan QC (Quality Control) yang masuk dalam infrastruktur QA

(Quality Assurance) adalah fokus QC yaitu hanya berfokus pada

identifikasi atau koreksi dalam penjaminan mutu pelayanan kesehatan,

serta tujuan QC adalah mengidentifikasi kesalahan setelah jaminan mutu

pelayanan kesehatan dirasakan oleh masyarakat.