Governing Body, Hospital Bylaws, and Quality Assurance
Transcript of Governing Body, Hospital Bylaws, and Quality Assurance
HOSPITAL SAFETY: GOVERNING BODY AND HOSPITAL BYLAWS DAN QUALITY
ASSURANCE
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Administrasi Rumah Sakit dan Puskesmas
yang dibina oleh Prof. Mardji dan Nurnaningsih Herya Ulfah, S.KM, M.Kes
Oleh:
Ahmad Alharis (130612607885)
Fitra Mulya Fisca R. (130612607848)
Rahma Ismayanti (130612607891)
Salsabilla A. Putri (130612607899)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Oktober 2014
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
Daftar Lampiran ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 Governing Body (Dewan Pengawas).................................................. 3
2.1.1 Definisi Governing Body ························································ 3
2.1.2 Syarat Menjadi Governing Body ············································ 5
2.1.3 Fungsi Governing Body ·························································· 6
2.1.4 Governing Body di Indonesia ................................................. 10
2.2 Hospital bylaws (Peraturan Internal Rumah Sakit) ........................... 10
2.2.1 Pengertian Hospital bylaws ···················································· 10
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Hospital Bylaws ···································· 13
2.2.3 Fungsi Hospital Bylaws ·························································· 13
2.2.4 Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws ··············· 14
2.2.5 Tingkat dan Jenis Peraturan Didalam Rumah Sakit ............... 15
2.2.6 Hubungan Hospital Bylawsdengan Kode Etik Rumah Sakit · 16
2.2.7 Hubungan Hospital Bylaws dengan Akreditasi Rumah Sakit 16
2.3 Quality Assurance (Jaminan Mutu Layanan Kesehatan) ................... 17
2.3.1 Pengertian Mutu ..................................................................... 17
2.3.2 Mutu Layanan Kesehatan ....................................................... 19
2.3.3 Standar Layanan Kesehatan ................................................... 22
2.3.4 Cara Pengukuran Mutu ........................................................... 24
2.3.5 Jaminan Mutu Layanan Kesehatan ......................................... 25
2.3.6 Biaya Mutu ............................................................................. 34
2.3.7 Pengukuran Mutu ................................................................... 37
2.3.8 Contoh Cara Penyusunan Standar layanan Kesehatan ........... 57
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 68
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 68
3.2 Saran ................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
LAMPIRAN 1 (Pertanyaan)
LAMPIRAN 2 (UU RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit)
LAMPIRAN 3 (Contoh Governing Body dan Hospital Bylaws di Siloam Hospitals)
LAMPIRAN 4 (Laporan Diskusi)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Pertanyaan
Lampiran 2: Contoh Rumah Sakit Swasta
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009). Rumah
Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Mutu pelayanan kesehatan merupakan parameter dan hal yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas
secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan
secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen.
Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan memiliki struktur
organisasi atau kepemimpinan untuk mendukung kegiatan operasional dan
memberikan pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki suatu pedoman atau
aturan serta pihak yang bertugas untuk mengawasi setiap aktivitas atau kegiatan
dalam rumah sakit. Peraturan tersebut berupa hospital bylaws atau peraturan
internal rumah sakit yang disahkan oleh dewan pengawas/governing body.
Hospital bylaws yaitu seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara
sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Dewan pengawas
merupakan unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan
kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang
bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi.
2
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Governing Body (Dewan Pengawas)?
b. Apa yang dimaksud dengan Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah
Sakit)?
c. Apa yang dimaksud dengan Quality Assurance (Mutu Layanan
Kesehatan)?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi dari Governing Body (Dewan Pengawas)
b. Mengetahui definisi dari Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah Sakit)
c. Mengetahui definisi dari Quality Assurance (Mutu Layanan Kesehatan)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009). Rumah
Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Mutu pelayanan kesehatan merupakan parameter dan hal yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas
secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan
secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen.
Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan memiliki struktur
organisasi atau kepemimpinan untuk mendukung kegiatan operasional dan
memberikan pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki suatu pedoman atau
aturan serta pihak yang bertugas untuk mengawasi setiap aktivitas atau kegiatan
dalam rumah sakit. Peraturan tersebut berupa hospital bylaws atau peraturan
internal rumah sakit yang disahkan oleh dewan pengawas/governing body.
Hospital bylaws yaitu seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara
sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Dewan pengawas
merupakan unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan
kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang
bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi.
2
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Governing Body (Dewan Pengawas)?
b. Apa yang dimaksud dengan Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah
Sakit)?
c. Apa yang dimaksud dengan Quality Assurance (Mutu Layanan
Kesehatan)?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi dari Governing Body (Dewan Pengawas)
b. Mengetahui definisi dari Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah Sakit)
c. Mengetahui definisi dari Quality Assurance (Mutu Layanan Kesehatan)
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Governing Body (Dewan Pengawas)
2.1.1 Definisi Governing Body
Setiap rumah sakit memiliki struktur organisasi atau kepemimpinan untuk
mendukung kegiatan operasional dan memberikan pelayanan. Kebanyakan rumah
sakit, struktur organisasi ini dibentuk oleh tiga kelompok kepemimpinan:
Governing body, CEO/manajer senior, dan staf medis yang terorganisir. Di
beberapa rumah sakit mungkin ada dua kelompok kepemimpinan, bahkan hanya
satu. Rumah sakit yang hanya terdapat satu pemimpin dapat berpartisipasi dilebih
satu kelompok. Terdapat tiga unsur kinerja pada organisasi rumah sakit, yaitu:
a. Rumah sakit mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab atas tata kelola
b. Governing body mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab untuk
perencanaan, pengelolaan, dan aktivitas operasional
c. Governing body mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab untuk
ketentuan pelayanan, perawatan, dan pengobatan.
Pada tahun 60-an, ada 4 komponen penting dalam organisasi rumah sakit,
yaitu:
a. Governing Board/Governing body atau dewan penyantun. Merupakan
perwakilan pemilik rumah sakit beserta lainnya yang terkait dan menjadi wali
rumah sakit.
b. CEO (Cheaf Executive Officer) atau direksi. Merupakan pelaksana manajemen
operasional.
c. Staf Medis. Merupakan pelaksana pelayanan medis.
d. Pegawai Rumah Sakit. Melaksanakan kegiatan rumah sakit lainnya di luar
pelayanan medis (Boy dan Henny, 2003).
Pada prinsipnya governing body rumah sakit adalah badan yang menjadi
penghubung formal antara sistem di dalam rumah sakit dengan masayarakat.
4
Governing body di rumah sakit adalah unit terorganisasi yang bertanggung jawab
untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan
asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen
institusi (Samsi Jacobalis, 2002). Governing body adalah pemegang kekuasaan
tertinggi dalam suatu organisasi yaitu pemilik atau yang mewakili (Direktorat
Jendral Pelayanan Medik, 2002). Menurut Permenkes RI No. 10 Tahun 2014
tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit, dewan pengawas adalah unit
nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan
rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang
melibatkan unsur masyarakat.
Peristilahan yang dipakai di luar negeri
Dalam hal mengacu kepada peraturan dan hukum yang dipakai di luar
negeri, maka perlu juga diteliti lebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan
istilah-istilah yang dipergunakan itu. Misalnya mengenai istilah: Governing Board
atau Governing Body, Board of Diretors, Board of Trustees.
Overlake Hospital Medicine Center, Medical Staff Bylaws, Belleevue,
Washington, Adopted December 13, 2000
“Governing Body” or “Board” means the Board of Trustees of the Hospital, or its
Executive Committee.
Barclays California Code of regulations July 30, 1999
Governing body means the person, persons, board of trustees, directors or other
body in whom the final authority and responsibility is vested for conduct of the
hospital.
All Saints Health System, Fort Worth, Texas, Bylaws of the Medical Staff,
November 14, 2001:
Board of Directors or Board means the governing body of the hospital, the Board
of Directors of All Saints Episcopal Hospital of Fort Worth. As appropriate to the
context and consistent with the Bylawas of the Hospital and delegations of
5
authority made by the Board, it may also mean any committee of the Board or any
individual by the Board to act on authorized its behalf on certain matters.
American Osteopathic Association
Governing body means the hospital authority, board of trustees or directors,
partnership, corporation, entity, person, or group of persons who maintan and
control the hospital.
Logan Regional Hospital Board
Logan Regional Hospital is a nonprofit of Intermountain Health Care. That
means the hospital exist to serve the community. There are no stockholders or
investors. All revenues are returned to the community trough improved services
and lower patient chargers. Logan Regional Hospital Board members serve as
unpaid volunteers representing a broad of the Cache Valley community.
Northeastern Nevada Regional Hospital
The Governing Board of Northeastern Nevada regional Hospital are volunteers
who are recommended to the NNRH for appointment to serve by the Elko County
Commision.
2.1.2 Syarat Menjadi Governing Body
Berdasarkan Permenkes RI No. 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas
Rumah Sakit pasal 10, yaitu:
a. Memiliki integritas, dedikasi, dan memahami masalah yang berkaitan dengan
perumahsakitan, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya;
b. Mampu melaksanakan perbuatan hukum;
c. Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau
komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu badan usaha pailit;
d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;
6
e. Tidak mempunyai benturan kepentingan dengan penyelenggaraan Rumah
Sakit; dan
f. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit.
2.1.3 Fungsi Governing Body
Secara garis besar fungsi governing body di rumah sakit adalah sebagai
badan otoritas tertinggi yang mewakili pemilik rumah sakit, tetapi disamping itu
juga harus mengayomi kepentingan masyarakat yang dilayani rumah sakit.
Governing body juga berperan sebagai penyangga atau penghubung. Berperan
sebagai penghubung atau penyangga yang memperjuangkan kepentingan rumah
sakit kepada pihak-pihak luar termasuk pemerintah, sehingga rumah sakit benar-
benar mendapatkan dukungan masyarakat. Badan inilah yang mempunyai
tanggung jawab moral dan hukum tertinggi terhadap keseluruhan pengoperasian
rumah sakit, dan bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan asuhan klinik
terhadap pasien. Governing body bertanggung jawab kepada pemilik, dan dengan
otoritasnya harus memastikan bahwa misi organisasi dapat tercapai, baik itu
pemerintah, masyarakat, kelompok-kelompok keagamaan maupun pemegang
saham (Murti Wirawan, 2010).
Governing body apakah itu dari rumah sakit profit maupun non profit,
tetplah mengemban tugas atau misi melaksanakan sebuah fiduciary duty yang
dapat diartikan sebagai tanggung jawab atau tugas perwalian atau tanggung jawab
kepercayaan. Sebagai pengemban fiduciary duty, ada dua tugas yang terpenting
yaitu loyalty dan responsibility. Loyalty disini berarti bahwa anggota governing
body harus meletakkan kepentingan institusi rumah sakit diatas segala
kepentingan pribadi. Sebagai contoh: Semua anggota governing body harus
menghindari adanya conflict of interest, seperti ikut menjadi pemasok barang dan
jasa di rumah sakit yang memberi keuntungan pada dirinya sendiri, atau berakibat
tidak baik yaitu tidak terpenuhinya kepentingan institusi secara maksimal.
Sedangkan responsibility disini berarti bahwa setiap anggota governing body
harus memberikan kepedulian yang baik, dengan segenap ketrampilan, kecakapan
dan ketekunannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dalam setiap
7
aktivitas governing body. Dengan kata lain, dituntut suatu pengabdian yang tanpa
pamrih dengan kesungguhan yang tinggi (Murti Wirawan, 2010).
Rumah sakit harus memiliki governing body yang efektif dan secara
hukum dapat bertanggung jawab atas pelaksanaan rumah sakit sebagai institusi.
Jika suatu rumah sakit tidak memiliki badan yang terorganisir, orang – orang yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi – fungsi rumah sakit adalah orang
yang ditetapkan dalam suatu bagian yang berhubungan dengan governing body.
Governing body bertanggung jawab untuk keselamatan dan kualitas perangkat
dari pertanggung jawaban hukum dan kewenangan operasional kinerja rumah
sakit. Governing body menyediakan struktur internal dan sumber daya, termasuk
staf yang mendukung keamanan dan kualitas. Pada akhirnya, governing body
bertanggung jawab atas keamanan dan kualitas dari pelayanan, perawatan, dan
pengobatan di suatu rumah sakit. Fungsi-fungsi governing body (Shipman and
Goodwin, 2014) adalah:
a. Mengangkat administrator, CEO, manajemen atau direksi yang bertanggung
jawab untuk mengelola rumah sakit.
b. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban rumah sakit.
c. Menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran.
d. Menyetujui anggaran tahunan dan mengawasi keuangan sesuai dengan
perencanaan dan anggaran.
e. Menentukan arah kebijakan rumah sakit. Governing body bekerja sama
dengan CEO dan kepala staf medis dalam mengevaluasi kinerja rumah sakit
dalam kaitannya dengan visi, misi, dan tujuan setiap tahunnya.
f. Governing body menyediakan cara untuk menyelesaikan konflik diantara
individu yang bekerja di rumah sakit, terutama konflik yang terjadi pada para
pemimpin karena faktor kepentingan masing-masing pihak. Seperti CEO dan
kepala staf medis. Konflik yang terjadi dapat mempengaruhi keselamatan dan
kualitas pelayanan, perawatan, dan pengobatan pasien. Konflik dapat terjadi
di banyak kondisi yang melibatkan hubungan professional atau bisnis.
Governing body membuat kebijakan untuk pengawasan dan pengendalian
8
dari situasi tersebut. Konflik tersebut dapat mengganggu tanggung jawab
rumah sakit untuk melayani para pasien.
g. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis dan mengawasi
pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya. Menetapkan perencanaan jangka
panjang serta tujuan organisasi (rencana kelembagaan). Lembaga harus
memiliki rencana kelembagaan secara keseluruhan yang memenuhi kondisi
berikut: (1) rencana tersebut harus mencakup anggaran operasional tahunan
yang disiapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum,
(2) anggaran harus mencakup semua pendapatan dan pengeluaran yang
diantisipasi. Ketentuan ini tidak mengharuskan anggaran mengidentifikasi
item dengan item komponen masing-masing pendapatan atau kerugian yang
diantisipasi, (3) rencana harus menyediakan pengeluaran modal untuk
setidaknya jangka waktu tiga tahun, (4) Rencana harus mencakup dan
mengidentifikasi secara rinci tujuan, dan sumber-sumber yang diantisipasi
pembiayaan untuk setiap pengeluaran yang diantisipasi modal lebih dari
$600.000 (atau jumlah yang lebih rendah dari yang ditetapkan oleh negara
dimana rumah sakit berdiri). Pengeluaran tersebut berkaitan dengan
pengadaan lahan, peningkatan tanah, bangunan, dan peralatan atau
penggantian, modernisasi, dan perluasan bangunan dan peralatan. (5)
Rencana harus diserahkan untuk ditinjau oleh badan perencanaan yang
ditunjuk, (6) rencana harus ditinjau dan diperbaharui setiap tahun, (7) rencana
harus siap dibawah arahan governing body, oleh panitia yang terdiri dari
wakil-wakil governing body, yaitu lembaga staf administrasi, dan lembaga
staf medis.
h. Mengangkat staf medis. Pada saat governing body mengangkat staf medis,
Governing body harus:menetapkan atau mengangkat staf medis sesuai dengan
hukum negara, yang kategori kandidatnya memenuhi syarat, berhak dan
memenuhi janji sebagai staf medis, staf medis dipilih oleh governing body
berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari staf medis lainnya,
menyetujui ketentuan peraturan staf medis dan aturan lainnya, memastikan
bahwa staf medis bertanggung jawab kepada governing body untuk kualitas
pelayanan yang diberikan kepada pasien, memastikan kriteria untuk
9
pemilihan karakter, kompetensi, pelatihan, pengalaman, dan penilaian,
memastikan bahwa dalam kondisi apapun mengangkat staf medis adalah
berdasarkan keanggotan staf atau hak professional di rumah sakit tergantung
hanya pada sertifikasi, dan keanggotaan badan khusus atau masyarakat.
i. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Merupakan penanggung
jawab tertinggi untuk mutu layanan kepada pasien dan masyarakat. Sesuai
dengan kebijakan rumah sakit, governing body harus memastikan bahwa
syarat-syarat berikut terpenuhi:
1. Setiap pasien dibawah perawatan dokter umum (ketentuan ini tidak boleh
ditafsirkan untuk membatasi kewenangan dokter medis untuk
melimpahkan tugas kepada tenaga medis lainnya yang berkualitas pada
tingkat yang diakui dibawah hukum negara atau mekanisme peraturan
negara itu.
2. Setiap pasien dibawah perawatan dokter gigi yang secara hukum
berwenang untuk praktek oleh negara dan yang bertindak dalam cakupan
izin nya.
3. Setiap pasien dibawah perawatan dokter anak, tetapi dokter anak yang
hanya berkaitan pada fungsinya secara hukum disahkan oleh negara untuk
melakukan praktek.
4. Setiap pasien dibawah perawatan dokter mata yang berwenang untuk
praktek sesuai dengan hukum dimana ia melakukan praktek.
5. Setiap pasien dibawah perawatan chiropractor (dokter dengan pengobatan
alternatif ilmiah yang dapat memperbaiki susunan tulang belakang yang
salah) yang diberi izin oleh negara atau hukum berwenang untuk
melakukan praktek.
6. Setiap pasien dibawah perawatan seorang psikologis klinis yang diizinkan
oleh hukum negara.
7. Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundangundangan.
Walaupun secara garis besar fungsi dan tugasnya sama namun tiap-tiap
rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kekhususan masing-masing rumah
sakit.
10
2.1.4 Governing Body di Indonesia
Dewan pengawas di Indonesia diatur menurut UU No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, dewan pengawas diatur pada bab XII tentang pembinaan
dan pengawasan pada pasal 54 yang terdapat pada lampiran 2.
2.2 Hospital bylaws (Peraturan Internal Rumah Sakit)
2.2.1 Pengertian Hospital bylaws
Hospital bylaws berasal dari dua kata yaitu hospital (rumah sakit) dan
bylaws (peraturan setempat atau internal). Istilah atau terminologi hospital bylaws
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Peraturan Internal Rumah Sakit.
Terminologi hospital bylaws tidak lagi dipahami secara rancu sebagai segala
bentuk peaturan internal yang ada atau yang dibuat oleh rumah sakit, melainkan
sudah di batasi hanya ada peraturan dasar aau anggaran dasarnya saja.
Oleh sebab itu terminologi hospital bylaws perlu dibedakan dengan
terminologi rule and regulation dalam banyak hal, antara lain dalam hal materi
(substansi) serta badan (otoritas) yang punya kewenangan mengesahkannya. Jika
materi hospital bylaws masih berisi prinsip-prinsip yang bersifat umum (general
principles) maka rule and regulation sudah mulai memuat hal-hal yang kebih
bersifat spesifik bagi kebutuhan implementasi dari prinsip-prinsip umum yang
tercantum dalam hospital bylaws. Bila hospital bylaws harus disahkan oleh
governing board atau badan yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas
tertinggi yang mewakili pemilik) maka rule an regulation cukup oleh eksekutif
(yaitu komponen rumah sakit bertanggung jawab terhadap manajemen
keseharian). Ibarat hospital bylaws itu sebuah undang-undang maka rule and
regulation merupakan peraturan pelaksanaannya agar undang-undang (yang
masig bersifat abstrak, umum, dan pasif) menjadi lebih operasional guna
menyelesaikan berbagai tugas dan permasalahan nyata di rumah sakit.
Dewan Pengawas berfungsi sebagai governing body Rumah Sakit dalam
melakukan pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara internal
di Rumah Sakit. Hospital bylaws harus disahkan oleh governing bodyatau badan
11
yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas tertinggi yang mewakili
pemilik). Karakteristik suatu ”governing body” adalah pemegang kekuasaan
tertinggi (ultimate power) dalam suatu organisasi. Pemegang kekuasaan tertinggi
di dalam rumah sakit adalah pemilik atau yang mewakili. Oleh karean itu
pengertian “governing body” di Indonesia dapat diartikan sebagai pemilik atau
yang mewakili. Mengingat pemilik atau yang mewakili merupakan pemeran
utama dalam peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) maka yang
berwenang menetapkan peraturan internal rumah sakit adalah pemilik atau yang
mewakili, karena itu peraturan internal sebuah rumah sakit merupakan produk
hukum dari suatu organ yang lebih tinggi daripada direktur rumah sakit, dan
konsekuensi logisnya adalah peraturan internal tersebut tidak memuat hal-hal
yang bersifat teknis manajerial seperti halnya “standard operating procedure
(SOP)” suatu “technical task” tertentu atau “job description” seseorang
Konkritnya, apabila di dalam hospital bylaws tertulis ketentuan yang
memberikan kewenangan kepada eksekutif rumah sakit untuk menetapkan hak
klinik (clinical privilege) kepada setiap staf klinik yang bergabung dalam rumah
sakit maka ketentuan dalam peraturan dasar tadi perlu ditindak lanjuti oleh pihat
eksekutif dengan membuat rule and regulation tentang tata laksana pemberian
hak itu untuk dijadikan pedoman operasional. Dan tentunya rule and
regulationyang berkaitan dengan staf klinik tersebut tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan dalam hospital bylaws mengingat peraturan yang terakhir inilah
yang akan dimenangkan manakala terjadi konflik antara pihak-pihak terkait. Jadi
pengertian dari hospital bylaws adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh
rumah sakit (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan.
Kendati di buat secara sepihak namun hospital bylaws dapat mengikat pihak-
pihak lain, seperti misalnya pasien, sepanjang mereka sepakat dirawat di rumah
sakit yang bersangkutan. Atas dasar itu maka calon pasien perlu mengerti lebih
dahulu hospital bylaws yang berlaku, utamanya mengenai hak dan kewajibannya,
sebelum menyatakan kesediaanya untuk dirawat di suatu rumah sakit.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya hospital
bylaws merupakan:
12
a. Regulasi yang dibuat oleh rumah sakit dan hanya berlaku di rumah sakit yang
bersangkutan.
b. Prasyarat bagi rumah sakit gar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya
dengan baik.
c. Prasyarat dalam upaya mewujudkan visi, misi, dan tujuan institusi.
d. Transformasi atau diskersi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang
ada agar supaya lebih operasional, termsuk peraturan dari pemilik rumah sakit.
e. Aturan tentang hak dan kewajiban pemilik, direksi, manajer, professional,
tenaga kerja lainnya dan klien.
f. Acuan bagi penyelesaian sengketa hukum asalkan validasinya dapat
dipertanggung jawabkan.
g. Acuan bagi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Hospital Bylaws
Tujuan umum hospital bylaws:
Dimilikinya suatu tatanan peraturan dasar yang mengatur pemilik rumah sakit
atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan tenaga medis sehingga
penyelenggaraan rumah sakit dapat efektif, efisien dan berkualitas.
Tujuan khusus hospital bylaws:
a. Dimilikinya pedoman aspek hukum oleh rumah sakit dalam hubungannya
dengan pemilik atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis.
b. Dimilikinya pedoman aspek hukum dalam pembuatan kebijakan teknis
operasional rumah sakit.
c. Dimilikinya pedoman aspek hukum dalam pengaturan staf medis.
Manfaat hospital bylaws
a. Untuk rumah sakit
1. Rumah sakit memiliki acuan aspek hukum dalam bentuk konstitusi.
13
2. Rumah sakit memiliki kepastian hukum baik eksternal maupun internal
yang dapat menjadi alat atau sarana perlindungan hukum bagi rumah sakit
atas tuntutan atau gugatan.
3. Menunjang persyaratan akreditasi rumah sakit.
4. Memiliki alat atau sarana untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit.
5. Rumah sakit memiliki kejelasan arah dan tujuan dalam melaksanakan
kegiatannya.
b. Untuk pengelola rumah sakit
1. Memiliki acuan tentang batas kewenangan, hak, kewajiban dan tanggung
jawab yang jelas sehingga memudahkan dalam menyelesaikan masalah
yang timbul serta dapat menjaga hubungan serasi dan selaras.
2. Mempunyai pedoman resmi untuk menyusun kebijakan teknis operasional.
c. Untuk pemerintah
1. Mengetahui arah dan tujuan rumah sakit tersebut didirikan.
2. Acuan dalam menyelesaikan konflik di rumah sakit.
d. Untuk pemilik
1. Mengetahui tugas dan kewajibannya.
2. Acuan dalam menyelesaikan konflik internal.
3. Acuan dalam menilai kinerja direktur rumah sakit.
e. Untuk masyarakat
1. Mengetahui visi, misi, dan tujuan rumah sakit.
2. Mengetahui hak dan kewajiban pasien.
2.2.3 Fungsi Hospital Bylaws
Dengan mengacu kepada pengertian dari hospital bylaws seperti yang
telah di jelaskan, maka fungsi dari hospital bylaws tersebut adalah senagai
pedoman bagi semua yang bekerja di rumah sakit, sebagai sarana untuk menjamin
efektivitas, efisiensi serta mutu bagi pelaksanaan tugas dan kewajiban rumah sakit
kepada masyarakat, sebagai pedoman bagi pasien, sebagai persyaratan akreditasi
institusi, senagai sarana perlindugan hukum bagi semua pihak dalam pelayanan
14
kesehatan, dan sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa, baik di dalam atau di
luar pengadilan.
2.2.4 Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws
Hospital bylaws adalah hukum dasar tertulis bagi kegiatan atau
operasional suatu rumah sakit, yang dalam penerapannya hospital bylaws ini
memiliki beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus yang membedakannya
dengan aturan hukum lainnya. Beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus, dari
hospital bylaws ini, yaitu: (1) hospital bylaws pada intinya mengatur hal-hal yang
merupakan konstitusi rumah sakit atau peraturan-peraturan dasar rumah sakit, (2)
suatu hospital bylaws adalah “tailor made” ini berarti hospital bylaws dari satu
rumah sakit berbeda dengan rumah sakit lainnya. Hal ini disebabkan karena
faktor-faktor internal rumah sakit, seperti misalnya: sejarah, pendirian,
kepemilikan, situasi dan kondisinya berlainan di setiap rumah sakit, (3) hospital
bylaws pada prinsipnya adalah peraturan yang ditetapkan oleh pemilik atau yang
mewakili, (4) hospital bylaws merupakan landasan bagi pembuatan rules and
regulations (peraturan rumah sakit), dan (5) hospital bylaws mengatur hubungan
pemilik atau yang mewakili, direktur rumah sakit, dan staf medis. Namun
demikian hospital bylaws pun dibatasi oleh beberapa hal seperti diantaranya yaitu
tidak menyimpang dari hkum yang berlaku, tidak menyimpang dari ketertiban
umum dan kesusilaan dan tidsk bertentangan dengan hak asasi manusia.
Hospital bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit adalah “tailor
made” dan merupakan peraturan yang mengatur pemilik rumah sakit atau yang
mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis. Mengacu kedua hal tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa walaupun peraturan internal rumah sakit bersifat “tailor
made” namun tetap diperlukan acuan hal-hal apa saja yang perlu diatur. Hospital
bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit ini di dalamnya mengatur
mengenai hubungan antara staf medis, eksekutif dan pemilik.
Ketiga unsur tersebut sering disebut “triad” atau “tiga tungku sejerangan”.
Mengacu pada “triad” atau “tiga tungku sejerangan” tersebut maka ada dua set
peraturan internal rumah sakit, yaitu peraturan internal yang mengatur hubungan
15
pemilik atau yang mewakili dengan direktur rumah sakit (pengelola rumah sakit)
yang disebut internal korporate (corporate bylaws) dan peraturan internal staf
medis (medical staff bylaws). Pengaturan hubungan ini adalah sebagian esensi
yang juga merupakan ruang lingkup dari hospital bylaws tersebut.
2.2.5 Tingkat dan Jenis Peraturan Didalam Rumah Sakit
Di dalam rumah sakit ada dua kelompok peraturan yaitu: peraturan dasar
yang merupakan konstitusi rumah sakit yang disebut hospital bylaws dan
kebijakan teknis operasional. Berikut uraian dari dua kelompok peraturan
tersebut:
a. Peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws)
1. Mempunyai jenjang tertinggi karena merupakan konstitusi atau anggaran
rumah tangga suatu rumah sakit.
2. Disusun dan ditetapkan oleh pemilik rumah sakit.
3. Pada umumnya mengatur entang visi, misi, tujuan organisasi rumah sakit
dan hubungan dengan pemilik, direktur rumah sakit dan staff medis.
4. Kebijakan teknis operasional.
5. Acuan untuk menyusun adalah peraturan internal rumah sakit.
6. Disusun dan di tetapkan oeh direktur rumah sakit.
7. Pada umumnya terdiri dari kebijakan dan prosedur di bidang administrasi,
medis, penunjang medis dan keperawatan.
8. Kebijakan teknis ada yang berupa surat keputusan , sebagai contoh surat
keputusan pengangkatan, penempatan atau pemberhentian pegawai.
Pembuatan surat keputusan tersebut tentunya berdasarkan pelimpahan
kewenangan yang tercantum di dalam peraturan internal rumah sakit.
Pengelompokkan diatas tentunya hanya sekedar untuk memperoleh gambaran
yang lebih jelas tentang apa sebenarnya yang dinamakan hospital bylaws dan apa
yang dinamakan dengan kebijakan teknis operasiaonal. Dengan demikian dapat
dipakai sebagai pedoman dalam pembuatan, pengadaan atau penyempurnaan
sistematik hospital bylaws yang sudah ada di masing-masing rumah sakit.
Sebagaimana sudah dikatakan diatas, bahwa peraturan internal rumah sakit adalah
16
“tailor made”, jadi sangat tergantung pada situasi dan kondisi dan keadaan rumah
sakitnya.
2.2.6 Hubungan Hospital Bylaws dengan Kode Etik Rumah Sakit
Antara hospital bylaws dan kode etik rumah sakit ada sebagian saling
menutupi (overlapping), sehingga dalam hal-hal tertentu kadangkala agak sukar
untuk membedakannya. Namun ada ciri yang khas dari peraturan internal rumah
sakit bahwa selain harus tertulis perumusannya dapat langsung dipakai (ready for
use) sebagai ketentuan serta berfungsi sebagai tolok ukur. Sebaliknya kode etik
rumah sakit perumusannya masih bersifat umum dan tidak langsung siap pakai
(not ready for use). Dengan demikian maka dalam penerapan kode etik rumah
sakit masih memerlukan penafsiran lagi. Untuk jelasnya di bawah ini akan
diuraikan perbedaan antara etik dan peraturan internal rumah sakit.
Ciri Etik Peraturan Internal
Rumah Sakit
Sifat Seharusnya Wajib ditaati
Tolok ukur Hati nurani
(conscience)
Ketentuan tertulis
Dibuat oleh Kelompok sendiri
(self imposed
regulation)
Pemilik atau yang
mewakili
Sanksi dari Organisasi a. Pemilik atau yang
mewakili
b. Pemerintah
Berlaku Intern Intern dan dapat dipakai
sebagai peraturan bukti
atau hokum
Atasan yang
berwenang
Atasan atau
instansi
Atasan atau peradilan
Tabel 2.1 Perbedaan Etik Dan Internal Rumah Sakit
17
2.2.7 Hubungan Hospital Bylaws dengan Akreditasi Rumah Sakit
Diatas telah disebutkan bahwa salah satu fungsi peraturan internal rumah
sakit adalah merupakan syarat keberhasilan dalam akreditasi, karena di dalam
akreditasi rumah sakit ada parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh rumah
sakit yang terkait dengan ada tidaknya peraturan internal rumah sakit, sebagai
contoh: rumah sakit harus mempunyai visi, dan tujuan yang harus ditetapkan oleh
pemilik rumah sakit, organisasi rumah sakit yang harus ditetapkan pemilik, ada
pelimpahan kewengangan dari pemilik ke direktur rumah sakit dan lain-lain.
Walaupun belum merupakan suatu peraturan internal rumah sakit yang utuh tetapi
dapat dijadikan modal dalam menyusun peraturan internal rumah sakit bahwa ada
hal-hal yang mendasar yang harus diatur oleh pemilik rumah sakit atau yang
mewakili.
Keterkaitan yang jelas antara hospital bylaws dan akreditasi terlihat jelas
pada instrumen akreditasi versi 2002, dimana pada instrumen aktreditasi 2002 ada
parameter yang menyebuitkan bahwa rumah sakit wajib memiliki peraturan
internal rumah sakit atau hospital bylaws.
2.3 Quality Assurance (Jaminan Mutu Layanan Kesehatan)
2.3.1 Pengertian Mutu
Banyak pendapat tentang mutu, pendapat yang dikemukakan agaknya
berbeda-beda namun saling melengkapi yang dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita tentang apa yang dimaksud dengan mutu. Suatu pengertian mutu
yang disusun oleh Institute of Medicine (IOM) :“Mutu pelayanan kesehatan
adalah suatu langkah kearah peningkatan pelayanankesehatan baik untuk individu
maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang
diharapkan dan seseuai dengan pengetahuan professional terkini. Pemberian
pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan
pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis,interpersonal,
manual,kognitif,organisasi dan unsur-unsur manajemen pelayanan kesehatan.”
(Gemala R. Hatta, 2008).
18
Pengertian mutu pelayanan kesehatan meurut Azrul Azwar:“Mutu pelayanan
kesehatan adalah yang menunjuk kepada kesempurnaan pelayan kesehatan, yang
di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien seseuai dengan
setiap kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraan
seseuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.”
(Azrul, 1996).
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan
secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta
masyarakat konsumen.
Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien/ masyarakat empati, menghargai, dan tanggap sesuai dengan
kebutuhan dan ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan
yang memenuhi standar.
3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk mengatur
staf dan pasien/ masyarakat yang baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga
profesional yang bermutu dan cukup.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan
kesehatan seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari
diselenggaranya pelayanan kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar
tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa pelayanan
kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client
satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk
pada ringkat pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap
pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan
19
kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan keputusan ini telah
diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan.
Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat
subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki
tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama.
Disamping itu sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai
telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar
pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk,
akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan
kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
2.3.2 Mutu Layanan Kesehatan
Dalam memberikan pelayanan kesehatan mutu memberi peranan penting.
Batasan tentang mutu pelayanan banyak macamnya, yaitu:
a. Menurut Azwar (1996) beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang
sedangdiamati (Winston Dictionary, 1956).
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980)
3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan,
yangdidalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau
terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan
tersebut (Din ISO 8402, 1986).
b. Menurut editor Bari (1998) batasan mutu yang dipandang cukup penting
adalah:
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan seseuatu yang sedang
diamati.
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
20
3) Mutu adalah totalitas dan wujud serta ciri suatu barang atau jasa, yang di
dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman dan pemenuha
kebutuhan para pengguna.
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevos yang dikutip
oleh Editor Bari (1998) telah berhasil membuktikan adanya perbedaan dimensi
mutu pelayanan kesehatan:
1) Bagi pemakai jasa pelayan kesehatan mutu pelayanan kesehatan lebih terkait
pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas
dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien.
2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih
terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi
dalam menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
3) Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih
terkait pada dimensi efesien pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan,
dan atau kemampuan menekan beban biaya penyandang dana.
Pada setiap pelayanan kesehatan terdapat beberapa unsur yang bersifat
pokokyakni :
a. Unsur Masukan
Unsur masukan adalah semua hal yang diperlukan untuk terselenggaranya
suatu pelayanan kesehatan. Unsur masukan yang terpenting adalah tenaga,
dana, dan sarana. Secara umum disebutkan apabila tenaga dan sarana
(kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standart of personnels and facilities), serta dana yang tersedia tidak sesuai
dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan
kesehatan.
b. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi penyelenggara
pelayanan kesehatan. Untuk suatu instansi kesehatan, keadaan sekitar yang
terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai
21
dengan standar dan bersifat mendukung maka sulitlah diharapkan bermutunya
pelayanan kesehatan.
c. Unsur proses
Unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada waktu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut dapat dibedakan
atas dua macam yakni tindakan medis dan non-medis. Secara umum
disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.
d. Unsur keluaran
Unsur keluaran adalah yang menunjukan pada penampilan pelayanan
kesehatan. Penampilan dapat dibedakan atas dua macam. Pertama penampilan
aspek medis pelayanan kesehatan. Kedua penampilan aspek non-medis
pelayanan kesehatan. Disebutkan apabila kedua ini tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanankesehatan yang
diselenggarakan bukan pelayanan kesehatan yang bermutu. Bagi masyarakat
yang dimaksud dengan pelayanan yang baik yang pertama adalah: kecepatan
pelayanan, keramah tamahan dan komunikasi yang baik, terhadap dokter juga
perawat. Jadi masyarakat tidak mempersoalkan dokter lulusan dari mana,
apakah laki-laki atau perempuan, suku atau agamanya, Karena sampai
sekarang pelayanan yang cepat dan ramah tamah sangat dibutuhkan.
Seiring dengan keadaan sosial masyarakat yang semakin meningkat dimana
masyarakat semakin sadar akan kualitas maka perlu peningkatan kualitas atau
pelayanan kesehatan yang lebih berorientasi pada kepuasan pasien. Artinya
berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan mengevaluasi
berdasarkan kaca mata pasien. Mutu mencakup tentang atribut-atribut kualitas
pelayanan seperti kehandalan, daya tangkap, simpati, kenyamanan, kebersihan
dan keramahan. Dari sudut pandang pasien, kualitas pelayanan bisa berarti suatu
empati dan tanggap akan kebutuhan pasien, pelayanan harus selalu berusaha
memenuhi kebutuhan pasien serta harapan mereka, diberi dengan cara yang ramah
pada waktu mereka berobat.
22
2.3.3 Standar Layanan Kesehatan
Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam
mempercepat peningkatan derajat kesehatan kesehatan masyarakat. Rumah sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang
ditetapkan dan dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Menurut Para ahli
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang
dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice Guideline,
1990 dalam Azwar, 1996).
Pengertian standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan (Donabedian, 1980 dalam Azwar, 1996). Definisi Standar adalah
spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana
pelayanan agar pemakai jasa dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari
pelayanan yang diselenggarakan (Rowland dan Rowland, 1983 dalam Azwar,
1996). Keputusan Menteri Kesehatan No. 228 tahun 2002 menyatakan bahwa
standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan
dalam melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan
propinsi, kabupaten/kota sesuai dengan evidence base. Standar pelayanan rumah
sakit daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit,
pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan, baik rawat
inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit.
Standar profesi berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1992 adalah
pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi
secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan
perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Hak pasien
adalah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia
kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion) (Nasution, 2005).
Setiap RSGM dalam memberikan pelayanan mempunyai kewajiban-kewajiban,
salah satunya adalah melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan
RSGM dan standar profesi.
23
Standar pelayanan yang harus dimiliki oleh rumah sakit menurut Azwar
(1996) adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan farmasi harus dilakukan dibawah pengawasan tenaga ahli farmasi
yang baik.
2. Rumah sakit harus menyediakan pelayanan laboratorium patologi anatomi dan
patologi klinik.
3. Rumah sakit harus menyediakan ruang bedah lengkap dengan fasilitasnya.
4. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk
menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya.
Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila telah dilakukan penilaian-
penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, ciri-ciri pelayanan
kesehatan dan kepatuhan terhadap standar pelayanan. Setiap orang mempunyai
kriteria untuk kualitas dan mempunyai cara-cara penilaian yang berbeda. Penyedia
layanan kesehatan tidak dapat mengetahui apakah para pasien yang memberikan
pendapat yang positif atau negatif bisa mewakili seluruh populasi yang dilayani
(Kongstvedt, 2000). Perbedaan tersebut dapat diatasi dengan kesepakatan bahwa
mutu suatu pelayanan kesehatan dianggap baik apabila tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang
telah ditetapkan (Azwar, 1996). Kegiatan penilaian secara umum harus meliputi
tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pertama adalah menetapkan standar.
2. Tahap kedua adalah menilai kinerja yang ada dan membandingkan dengan
standar yang sudah disepakati.
3. Tahap ketiga meliputi upaya memperoleh kinerja yang menyimpang dari
standar yang sudah ditetapkan (Aditama, 2002).
Standar ini telah dikembangkan oleh badan usaha, atau badan usaha dapat
menggunakan standar yang dikembangkan oleh organisasi profesional dan
dipublikasikan dalam literatur medis (Kongstvedt, 2000).
24
2.3.4 Cara Pengukuran Mutu
Tiga aspek penilaian mutu pelayanan menurut Jonas dan Rosenberg dalam
Aditama (2002), yaitu:
a. Aspek pendekatan
1. Pendekatan secara umum
Pendekatan secara umum dilakukan dengan menilai kemampuan rumah sakit
dan atau petugas dan membandingkannya dengan standar yang ada. Para
petugas dapat dinilai tingkat pendidikannya, pengalaman kerjanya, serta
pengalaman yang dimilikinya. Rumah sakitnya dapat dinilai dalam segi
bangunan fisik, administrasi organisasi dan manajernya, kualifikasi SDM yang
tersedia dan kemampuan memberi pelayanan sesuai standar yang berlaku saat
itu.
2. Pendekatan secara khusus
Pendekatan secara khusus dilakukan dengan menilai hubungan antara pasien
dengan pemberi pelayanan di rumah sakit.
b. Aspek teknik. Dilakukan penilaian atas tiga komponen, yaitu:
1. Komponen struktur
Komponen struktur menilai keadaan fasilitas yang ada, keadaan bangunan
fisik, struktur organisasi, kualifikasi staf rumah sakit dan lain-lain.
2. Komponen proses
Komponen proses menilai apa yang terjadi antara pemberi pelayanan dengan
pasiennya.
3. Komponen hasil
Komponen hasil menilai hasil pengobatan (dengan berbagai kekurangannya).
Penilaian dapat dilakukan dengan menilai dampak pengobatan terhadap status
pengobatan dan kepuasan pasiennya.
c. Aspek kriteria
1. Kriteria eksplisit, yaitu kriteria yang nyata tertulis.
2. Kriteria implisit, yaitu kriteria yang tidak tertulis.
25
2.3.5 Jaminan Mutu Layanan Kesehatan
Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan bagian yang integral dari
kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan tujuannya ialah untuk
meningkatkan mutu layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien akan selalu
memenuhi persyaratan mutu layanan kesehatan yang ditetapkan sehingga
masyarakat yakin bahwa layanan kesehatan yang diberikan adalah layanan
kesehatan yang bermutu.
Secara umum, jaminan mutu layanan kesehatan dapat diartikan sebagai
keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehatan
yang terbaik mutunya, yaitu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar
layanan kesehatan yang disepakati. Pengertian operasional jaminan mutu layanan
kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau
dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlakukan agar
mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang
disepakati. (L.D Brown dalam Pohan, 2006)
Penggunaan istilah jaminan mutu adalah anjuran lembaga bahasa pada
tahun 1996 saat dimintai pendapat tentang padanan quality assurance dalam
bahasa Indonesia.Istilah umum jaminan mutu layanan kesehatan ini (quality
assurance in healthcare) juga mencakup semua istilah kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut antara lain total quality
management atau manajemen mutu terpadu, continuous quality improvement atau
peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen mutu.
Dengan demikian, menurut Pohan (2006), jaminan mutu layanan
kesehatan mencakup kegiatan:
a. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien masyarakat yang menjadi
pelanggan eksternal layanan kesehatan.
b. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam
organisasi layanan kesehatan.
c. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan ataupun
dugaan.
d. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan
pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan
26
produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa
kontribusinya kepada organisasi layanan kesehatan dihargai.
e. Menghindarkan pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan,
termasuk waktu, karena waktu adalah uang.
f. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting,
tetapi pada saat yang sama harus mendorong orang menjadi inovatif dan
kreatif.
g. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the
right thing all the times.
Kita tidak akan pernah sempurna, karena jika sudah sempurna tidak akan
ada lagi kegiatan untuk peningkatan mutu layanan kesehatan. Kita dapat bekerja
lebih baik lagi, walau tidak berarti harus bekerja lebih keras. Sebaliknya, upaya
untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan pada hakekatnya lebih
menggunakan nalar dan lebih professional serta diarahkan untuk memperbaiki
sistem layanan kesehatan. Dengan demikian, hasilnya selalu akan lebih baik,
walau upaya dan sumber daya yang digunakan lebih sedikit.
Menurut Ibid dalam Pohan (2006), pada dasarnya pendekatan jaminan
mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut:
d. Sadar mutu
Sadar mutu merupakan tahap pertama dari jaminan mutu layanan kesehatan.
Tahapan ini diperlihatkan dengan tersedianya pengukuran atau penilaian dari
sistem-sistem organisasi yang ada dan keadaan ini dibuktikan oleh adanya
standar layanan kesehatan tertulis.
e. Penyusunan standar
Penyusunan standar layanan kesehatan bekaitan dengan penulisan penyusunan
yang menggambarkan apa yang mungkin tercapai dan tingkat mutu layanan
kesehatan apa yang diinginkan. Dengan demikian, suatu standar layanan
kesehatan itu akan menjadi suatu pernyataan harapan dari profesi layanan
kesehatan terhadap manfaat layanan kesehatan itu dan pernyataan tentang
tujuan pemberian layanan kesehatan itu kepada pasien.
f. Mengukur apa yang tercapai
27
Menyusun standar
Mengukur mutuMelaksanakan
rencana
Pengukuran pencapaian dilakukan dengan cara membandingkan kenyataan
terhadap standar layanan kesehatan, yaitu melakukan pengukuran terhadap
indicator atau kriteria. Apabila terjadi kesenjangan antara yang dihasilkan
dengan yang diharapkan, diperlukan suatu tindakan perbaikan. Untuk itu,
suatu rencana untuk peningkatan mutu layanan kesehatan perlu disusun.
g. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan
Apabila mutu layanan kesehatan berada di bawah pernyataan standar layanan
kesehatan, suatu tindakan akan dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan
kesehatan sehingga standar mutu layanan kesehatan itu dapat terpenuhi.
Dengan demikian, jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu proses
yang berkesinambungan, yaitu proses yang tidak akan pernah berhenti.
Pengukuran mutu layanan kesehatan dilakukan secara berkala sehingga
tersedia kesempatan utnuk memantau akibat dari hasil perubahan tersebut.
h. Melakukan peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan
Jika mutu layanan kesehatan berada di atas standar layanan kesehatan yang
telah ditetapkan, standar layanan kesehatan akan dirubah dan sekaligus
ditetapkan bahwa telah terjadi suatu peningkatan mutu layanan kesehatan.
Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu upaya peningkatan
mutu layanan kesehatan yang dilakukan terus-menerus, atau tidak pernah
berhenti. Oleh sebab itu, upaya tersebut dapat digambarkan sebagai suatu siklus
jaminan mutu layanan kesehatan atau sebagai suatu lingkaran yang disebut
sebagai lingkaran mutu.Semua langkah yang terdapat dalam siklus jaminan mutu
layanan kesehatan atau lingkaran mutu selalu berulang dan berkesinambungan
serta tidak pernah berhenti, seperti terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini.
Sebenarnya langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan jaminan mutu
layanan kesehatan itu banyak sekali, dan setiap penulis pasti akan menyusun
langkahnya masing-masing.
28
Gambar 2.1 Lingkaran Mutu
Namun, untuk menyederhanakan dan memudahkan pemahamannya,
langkah-langkah dasar pelaksanaan jaminan mutu layanan kesehatan dibagi
menjadi dua langah utama, pengukuran mutu dan peningkatan mutu. Langkah-
langkah itu dimodifikasi dari quality assurance cycle (siklus jaminan mutu)
layanan kesehatan terdiri dari 10 langkah. Untuk lebih jelasnya lihat kembali
gambar di atas (siklus jaminan mutu layanan kesehatan). Langkah pengukuran
mutu dapat dibagi menjadi beberapa langkah sebagai berikut:
a. Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan.
b. Penyusunan standar layanan kesehatan.
c. Pemilihan teknik pengukuran mutu.
d. Pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar layanan kesehatan
dengan kenyataan yang ada.
Langkah peningkatan mutu juga dapat diuraikan seperti berikut:
a. Penentuan sebab terjadinya kesenjangan antara kenyataan kinerja layanan
kesehatan dengan standar layanan kesehatan.
b. Penyusunan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang telah terjadi.
c. Pemilihan rencana kegiatan yang terbaik.
d. Pelaksanaan rencana kegiatan terpilih.
e. Pengukuran atau penilaian ulang standar.
Langkah dasar tersebut tampak sebagai satu bentuk spiral yang semakin
meningkat yang menggambarkan tingkat mutu layanan kesehatan yang juga
29
semakin meningkat. Agar berhasil, pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
harus diorganisasi dan dikelola dalam suatu sistem yang terstruktur. Koordinasi
upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan merupakan tanggung jawab
pemimpin organisasi layanan kesehatan. Cara yang demikian akan menjamin
bahwa pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan memang dilakukan dalam
organisasi layanan kesehatan sehingga semua kegiatan terkaitbakan tercatat dan
dilaporkan.
Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
memerlukan hal-hal berikut:
a. Komitmen dari pemimpin organisasi puncak.
b. Komitmen dari semua personel.
c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan.
d. Bersedia melakukan perubahan sikap.
e. Pencatatan yang akurat.
f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat organisasi.
g. Pelatihan tentang pengetahuan dan keterampilan mutu dan jaminan mutu
layanan kesehatan.
Pencatatan yang akurat, baik yang menyangkut prosedur yang harus dipatuhi
ataupun kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan yang akan dan yang telah
dilaksanakan perlu dipelihara. Komunikasi yang efektif (pemberian informasi
yang jelas) ditetapkan pada setiap tingkat organisasi. Komunikasi yang efektif
harus tepat orang, tepat informasi, tepat waktu dan tepat tempat.Pelatihan
bertujuan agar personel mempunyai keterampilan, baik dalam bidang teknis
ataupun nonteknis sehingga mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan lebih
efektif dan efisien. Program pelatihan mutu dan jaminan mutu layanan kesehatan
penting untuk membantu memupuk suatu komitmen terhadap jaminan mutu
layanan kesehatan dalam setiap jenjang organisasi layanan kesehatan. Pelatihan
untuk memperkenalkan teknik jaminan mutu layanan kesehatan kepada personel
perlu dilakukan agar mereka mampu berperan serta dalam upaya kegiatan jaminan
mutu layanan kesehatan. Komitmen pemimpin puncak organisasi layanan
kesehatan diperlukan agar sumber daya dapat dialokasikan pada upaya pendekatan
jaminan mutu layanan kesehatan dan kegiatan terkait lainnya.
30
Mutu berkaitan dengan banyak orang. Oleh karena itu, komitmen setiap orang
terhadap peningkatan mutu sangat penting, demikian pula dengan kesediaan
mereka untuk menerima dan melaksanakan perubahan. Personel perlu mengetahui
pekerjaan apa yang diharapkan dapat mereka laksanakan. Tanggung jawab
pelaksanaan kegiatan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan juga harus
jelas penugasannya.
Pentingnya Jaminan Mutu dalam Layanan Kesehatan
Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong mengapa jaminan mutu
layanan kesehatan diterapkan dalam layanan kesehatan. Menurut Christine dalam
Pohan (2006), faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Faktor Profesi
1. Etika profesi
Setiap profesi mempunyai etika profesi atau pernyataan tentang perilaku
profesi yang akan menjadi garis besar atau pokok peraturan profesi. Kemudian
ditetapkan tentang batas-batas apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh
profesi. Apabila seorang profesi melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
etika profesi, ia akan mendapat teguran dari organisasi profesinya. Jika
pelanggaran itu merugikan orang lain, yang bersangkutan dapat dituntut secara
perdata atau pidana, kemudian dicabut izin prakteknya. Jaminan mutu layanan
kesehatan menetapkan etika profesi sebagai suatu kerangka kerja yang lebih luas.
Organisasi profesi juga bertanggung jawab terhadap standar pelatihan dan
kualifikasi untuk melakukan praktik kedokteran.
2. Berkembangnya otonomi dan tanggung jawab profesi
Dalam tahun-tahun terakhir ini, profesi layanan kesehatan semakin
bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka lakukan. Hal ini menunjukkan
komitmen yang taat-asas dan tanggung gugat terhadap layanan kesehatan, seperti
halnya tujuan utama dari jaminan mutu layanan kesehatan.
3. Hubungan antarprofesi
31
Suatu layanan kesehatan yang bermutu pada umumnya memerlukan
kerjasama antarprofesi. Dengan demikian, hal ini berarti komunikasi antarprofesi
harus efektif dan efisien. Komunikasi semacam itu harus menjadi bagian yang
integral dari jaminan mutu layanan kesehatan. Oleh karena itu, jaminan mutu
layanan kesehatan mempunyai suatu peran yang penting dalam mengembangkan
dan memelihara hubungan antarprofesi.
4. Masalah moral
Setiap orang yang bekerja dalam lingkungan layanan kesehatan memiliki
kewajiban moral untuk menerima tanggung jawab guna menyelenggarakan
layanan kesehatan yang bermutu kepada setiap pasien tanpa pilih kasih. Dilema
moral mungkin hanya akan dialami oleh segelintir orang yang mendapat
keuntungan dari layanan yang sangat mahal. Padahal, dengan pengeluaran yang
sama, tetapi dengan teknologi yang sederhana, lebih banyak pasien yang dapat
menerima layanan kesehatan. Selanjutnya, keyakinan moral dari setiap profesi
layanan kesehatan mungkin akan memengaruhi jenis layanan kesehatan yang
dapat diberikan.
Kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan mendorong debat terbuka
tentang sifat dan luasnya layanan kesehatan yang akan diberikan. Oleh sebab itu,
suatu pertimbangan moral hanya akan dilakukan setelah pengkajian secara cermat
terhadap semua pilihan yang ada.
b. Faktor Ekonomi
1. Perubahan demogafi
Perubahan demografi yang terjadi akan memaksa diterapkannya
pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan. Perubahan kependudukan
menyebabkan pertambahan penduduk sehingga semakin banyak orang yang harus
dipelihara kesehatannya.
Di Indonesia, sebagian besar layanan kesehatan masih berasal dari
pemerintah sementara kemampuan pemerintah dalam menyediakan sumber daya
kesehatan sangat terbatas. Asuransi kesehatan masih belum berkembang sehingga
masyarakat harus mengupayakan sendiri pembiayaan layanan kesehatan. Oleh
sebab itu, terdapat suatu kebutuhan untuk membuat layanan kesehatan menjadi
semakin efisien atau yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.
32
Sekarang hal ini menjadi persoalan politik yang sensitive sehingga pilihan dan
prioritas harus diterapkan.
2. Distribusi sumber daya
Dalam era ekonomi, alokasi sumber daya kesehatan merupakan salah satu
symbol kewenangan daerah. Jaminan mutu layanan kesehatan akan memberikan
satu kenyataan objektif pertanggung gugatan pemerintah (public accountability)
kepada masyarakat.Jaminan mutu layanan kesehatan akan menentukan apakah
layanan kesehatan yang diselenggarakan itu layak dan memenuhi kebutuhan
pasien serta biayanya dapat dijangkau pasien. Jaminan mutu layanan kesehatan
juga mendukung tanggung gugat perorangan dari profesi layanan kesehatan
terhadap pasien akibat adanya hubungan langsung antara pasien dan profesi
layanan kesehatan. Akhirnya, jaminan mutu layanan kesehatan akan memberikan
suatu dasar kepada pasien untuk menetapkan pilihan dari berbagai penyelenggara
layanan kesehatan yang ada.
c. Faktor Sosial/Politik
1. Kesadaran masyarakat
Desakan masyarakat telah menimbulkan keharusan untuk membuat
layanan kesehatan semakin efisien. Masyarakat umumnya mendapat informasi
yang lebih baik tentang layanan kesehatan dan hak mereka terhadap layanan
kesehatan. Keadaan itu akan semakin nyata dalam era demokrasi dan otonomi.
Jika mereka merasa layanan kesehatan yang diberikan tidak memenuhi
persyaratan mutu layanan kesehatan, mereka akan mengeluh atau menulis di
Koran. Masalah kesehatan memang sangat sensitif.
Dahulu pasien seolah-olah tidak terlibat dalam proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh profesi layanan kesehatan dan kurang mendapat
informasi tentang pemeriksaan, perawatan, pengobatan, penyakit atau tindakan
yang dilakukan. Pasien hampir tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut dirinya.
33
Jaminan mutu layanan kesehatan menjamin bahwa pendapat pasien akan
dipertimbangkan dan setiap tindakan atau pengobatan yang akan dilaksanakan
harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pasien. Konsultasi yang demikian
dapat dianggap sebagai hak moral pasien.
2. Harapan pasien
Berubahnya harapan masyarakat menjadi alasan lain mengapa jaminan
mutu layanan kesehatan haus diterapkan dalam layanan kesehatan. Jumlah
lembaga konsumen semakin banyak dan akan menginformasikan hak individu
atau kelompok. Beberapa diantaranya telah menyusun standar layanan kesehatan
yang akan digunakan dalam pemberian layanan kesehatan pada pasien. Media
massa dengan giat membicarakan persoalan tersebut dan kemudian
mengampanyekan peningkatan mutu layanan kesehatan.
3. Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Kesehatan, yaitu Undang-Undang No. 23 tahun 1992;
jelas menyebutkan tentang standar layanan kesehatan. Bahkan standar layanan
kesehatan minimal yang telah ditetapkan dan akan menjadi bagian dari jaminan
mutu layanan kesehatan.
4. Akreditasi
Indonesia telah melakukan akreditasi terhadap rumah sakit umum.
Sementara itu, akreditasi untuk rumah sakit jiwa, rumah sakit khusus, dan institusi
layanan kesehatan lainnya belum dilaksanakan, padahal akreditasi itu akan dapat
mendorong pelaksanaan jaminan mutu layanan kesehatan.
5. Tekanan Internasional
Forum politik Internasional juga mempunyai pengaruh terhadap layanan
kesehatan. Sebagai salah satu anggota WHO, Indonesia telah bertekad untuk
melaksanakan jaminan mutu layanan kesehatan.
2.3.6 Biaya Mutu
Menurut Pohan (2006), biaya merupakan salah satu faktor penting dalam
organisasi, demikian pula halnya dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan.
Umumnya biaya ditetapkan dan dicatat pada setiap satuan kerja, misalnya biaya
34
berbagai kategori tindakan, pemeliharaan bangunan, administrasi, biaya obat,
makanan dan lain-lain. Biaya yang berkaitan dengan mutu layanan kesehatan
sering tersebar atau tersembunyi di antara biaya-biaya tersebut. Oleh sebab itu,
penting untuk mengenali dan menyatukan biaya ini agar dapat diketahui di bagian
mana peningkatan mutu layanan kesehatan itu dapat dilaksanakan.
Biaya sering sekali dinyatakan dalam bentuk pengertian moneter, seperti
jumlah, harga dan ongkos. Namun, biaya dapat pula dinyatakan dalam bentuk
nonmoneter, seperti keluhan, penderitaan, pengorbanan, kesusahan, kekhawatiran,
rasa sakit, dan lain-lain. Dalam lingkungan layanan kesehatan, biaya moneter
tersebut dapat digolongkan sebagai biaya penting yang akan ditanggung oleh
pasien.Dengan mengetahui biaya nonmoneter, dapat dibentuk suatu kerangka
pikir yang memungkinkan untuk mengidentifikasi bahwa baik biaya moneter
ataupun nonmoneter memang berkaitan dengan mutu. Dalam lingkungan
industrydapat dibedakan menjadi dua macam biaya mutu, yaitu:
1. Biaya yang ditimbulkan oleh barang/jasa yang rendah mutunya.
2. Biaya yang diperlakukan untuk memantau mutu dan memproduksi atau
menghasilkan barang/jasa yang bermutu.
Dengan menggunakan pendekatan yang sama, yaitu dengan membedakan
kelas jenis biaya mutu tersebut, maka di dalam lingkungan layanan kesehatan
akan dapat diidentifikasi berbagai jenis biaya mutu, yaitu:
1. Biaya Layanan Kesehatan bermutu Rendah
Biaya layanan kesehatan yang rendah mutunya pasti mahal dan tidak efisien.
Pemborosan biaya layanan kesehatan yang kurang bermutu tersebut antara lain
disebabkan oleh berbagai biaya berikut:
a. Biaya kegagalan
Biaya kegagalan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak dapat
dilaksanakannya tindakan yang tepat, pada waktu yang tepat, da pada tempat yang
tepat. Ke dalam biaya ini dapat pula ditambahkan dengan variable tepat-cara dan
tepat-personel.Biaya kegagalan tersebut berhubugan dengan:
a. Tidak dipatuhinya standar layanan kesehatan yang disepakati.
35
b. Penyusunan standar layanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Standar layanan kesehatan yang disusun masih memungkinkan pasien
mendapat layanan kesehatan yang tidak sesuai dari profesi layanan kesehatan
yang lain.
d. Kondisi pasien yang seharusnya mampu mendeteksi tahap yang lebih dini dari
tingkat perkembangan penyakit, yaitu pada saat biaya pengobatan dan/atau
biaya perawatan pasien lebih murah.
e. Penggunaan bahan, obat, atau peralatan yang kurang tepat sehingga lama
waktu perawatan akan menjadi berlarut-larut.
f. Kesalahan komunikasi antaranggota tim layanan kesehatan akan menimbulkan
penambahan biaya kepada pasien, yaitu biaya untuk meralat
kesalahantindakan dan kenyamanan pasien.
g. Layanan kesehatan yang tidak tepat atau tidak kompeten cenderung
menimbulkan penambahan biaya.
b. Biaya penggunaan atau pemanfaatan
Biaya pemanfaatan ditimbulkan oleh penggunaan sumber daya yang tidak efektif
dan efisien. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif tersebut
antara lain disebabkan oleh:
a. Penggunaan keterampilan yang tidak tepat, seperti personel tidak diberi tugas
secara taat-asas sesuai dengan kemampuan, pelatihan dan/atau
pengalamannya.
b. Tidak/kurang digunakannya personel dan peralatan sehingga tingkat muru
layanan kesehatan tidak mungkin tercapai.
c. Penggunaan obat dan bahan yang berlebihan sehingga biaya layanan
kesehatan meningkat.
d. Penggunaan personel yang berlebihan, seperti adanya konsultasi, pemeriksaan
atau pengobatan yang tidak perlu, aka menimbulkan biaya yang tidak perlu
dan selanjutnya menyebabkan waktu tunggu pasien lain menjadi lebih lama.
36
e. Penggunaan peralatan yang berlebihan sehingga pemeliharaan dan/atau
kalibrasi peralatan menjadi terhambat, dan akhirnya menyebabkan
semakinmahalnya biaya layanan kesehatan.
2. Biaya Sistem Mutu
Dengan diterapkannya jaminan mutu layanan kesehatan, akan terdapat
penambahan biaya organisasi sebagai berikut:
a. Biaya pengukuran mutu
Biaya pengukuran mutu terjadi karena diadakannya suatu sistem pemantauan
mutu untuk mengukur mutu layanan kesehatan. Teknik pengukuran mutu akan
dijelaskan pada bagan lain.
b. Biaya pencegahan
Biaya pencegahan timbul karena adanya kegiatan untuk mencegah terjadinya
kegagalan dan/atau membuat biaya kegagalan dan pengukuran mutu menjadi
seminimal mungkin. Kegiatan pencegahan ini meliputi: pembangunan sistem
mutu, penyusunan standar layanan kesehatan, pelatihan mutu, jaminan mutu
layanan kesehatan, dan pelatihan personel yang berkesinambungan. Secara
teoritis, biaya yang timbul sebagai akibat diterapkannya jaminan mutu layanan
kesehatan seharusnya akan banyak berkurang oleh peghematan biaya yang
terjadi sebagai akibat peningkatan efisiensi, efektivitas dan timbulnya
kepuasan pasien serta kepuasan kerja petugas kesehatan, sebagai pelanggan
internal layanan kesehatan.
(Pohan, 2006)
2.3.7 Pengukuran Mutu
Mutu merupakan suatu konsep yang multidimensi dan dinamis. Di
samping itu, mutu layanan kesehatan merupakan kepentingan banyak orang
sehingga untuk menilai atau mengukur mutu layanan kesehatan diperlukan suatu
standar layanan kesehatan yang telah disepakati. Agar upaya peningkatan mutu
layanan kesehatan dapat berhasil, perlu melibatkan sebanyak mungkin orang.
Komitmen para administrator kesehatan, penentu, dan pembuat kebijakan
layanan kesehatan mutlak diperlukan dalam upaya peningkatan mutu layanan
37
kesehatan. Sebaiknya, komitmen dan keterlibatan administrator kesehatan puncak
dalam kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan harus dinyatakan dalam
suatu bentuk kebijakan mutu layanan kesehatan yang akan direalisasikan dalam
suatu sistem mutu layanan kesehatan nasional.
Sistem itu kemudian akan diikuti oleh sistem mutu layanan kesehatan
regional atau provinsi dan seterusnya akan diikuti pula oleh sistem mutu layanan
kesehatan kabupaten/kota sehingga mutu layanan kesehatan dan peningkatan
mutu layanan kesehatan akan menjadi suatu komitmen nasional. Selanjutnya
dilakukan penunjukan penanggung jawab mutu pada setiap tingkat organisasi
yang dengan demikian akan melibatkan semua profesi layanan kesehatan
sehingga terjalin suatu komunikasi peningkatan mutu layanan kesehatan yang
efektif dalam semua tingkat organisasi layanan kesehatan.
Dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan, pendekatan jaminan mutu
layanan kesehatan seringkali dimulai oleh profesi layanan kesehatan yang sehari-
hari telah berhubungan dengan penyelenggaraan layanan kesehatan. Keberhasilan
atau kegagalan dari prakarsa peningkatan mutu layanan kesehatan jelas akan
dipengaruhi oleh sistem mutu atau budaya mutu tempat layanan kesehatan itu
diselenggarakan. Keadaan yang sebaliknya dapat juga terjadi, suatu prakarsa mutu
layanan kesehatan yang berhasil mungkin akan menjadi pendorong terjadinya
perubahan yang sebelumnya tidak mendukung organisasi layanan kesehatan.
Pengalaman dari beberapa negara industri menunjukkan bahwa persoalan
budaya mutu dapat diatasi dengan cara memperkenalkan pendekatan manajemen
mutu terpadu (total quality management, TQM). Pendekatan manajemen mutu
terpadu itu didassarkan pada suatu keyakinan bahwa mutu adalah apa yang
dikatakan oleh konsumen. Oleh sebab itu, upaya peningkatan mutu layanan
kesehatan itu harus terintegrasi ke dalam organisasi layanan kesehatan. Asas
TQM adalah siapa yang menjadi konsumen internal dan siapa yang menjadi
konsumen eksternal layanan kesehatan harus dapat diidentifikasi, demikian pula
kebutuhan mereka yang harus ditetapkan dengan jelas.
38
Gambar 2.1 Lingkaran mutu (Pohan, 2006)
Langkah-langkah pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan telah
dijelaskan dalam sub bab 2.2.6. dalam lingkaran mutu itu terdapat dua langkah
utama, yaitu:
a. Pengukuran mutu
Kegiatan pengukuran mutu layanan kesehatan berhubungan dengan kegiatan
pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan, penyusunan
standar layanan kesehatan dan pengukuran apa yang telah tercapai.
b. Peningkatan mutu
Kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan akan meliputi kegiatan
mencari apa penyebab terjadinya kesenjangan mutu layanan kesehatan,
kemudian menyusun rencana kegiatan dan pelaksanaan rencana kegiatan.
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengukuran mutu
Pengukuran mutu dimulai dengan pembentukan kelompok jaminan mutu
layanan kesehatan, kelompok itu bertugas antara lain menyusun standar layanan
kesehatan, memilih teknik pengukuran mutu yang tepat untuk mengevaluasi
tingkat mutu layanan kesehatan yang telah terjadi, dan membandingkan kenyataan
apa yang terjadi terhadap standar layanan kesehatan yang telah disepakati.
39
Pada pertemuan-pertemuan awal kelompok jaminan mutu layanan
kesehatan, harus dapat ditetapkan suatu fokus masalah mutu layanan kesehatan
yang akan menjadi perhatian. Masalah mutu yang menjadi fokus perhatian
tersebut, oleh kelompok jaminan layanan kesehatan perlu diklarifikasi dan
dikonfirmasi, artinya perlu dilakukan pengumpulan data pendukung. Kelompok
juga perlu menyepakati standar layanan kesehatan yang akan digunakan untuk
mengukur atau menilainya dan teknik pengukurannya. Misalnya ada anggapan
bahwa balita yang menderita pneumonia tidak dapat sembuh pada waktunya
karena obat yang diberikan tidak cukup. Kesimpulan atau pendapat yang
demikian ternyata tidak sepenuhnya benar.
Terbukti bahwa ketidaksembuhan itu disebabkan kurangnya penyuluhan
kesehatan yang diberikan kepada ibu sewaktu membawa balitanya kembali
berobat ke puskesmas setelah dua hari berobat di rumah sehingga tidak diketahui
apakah balita pneumonia itu bertambah baik atau sebaliknya bertambah parah.
Jika demikian, standar layanan kesehatan untuk balita batuk dan kesulitan
bernapas yang ada harus diperbaiki dengan menambah butir-butir kegiatan
penyuluhan kesehatan tergantung bagaimana merawat balita pneumonia di rumah
dan apa tanda-tanda bahaya sehingga ibu mengetahui kapan harus membawa
balita pneumonia kembali datang berobat ke puskesmas. Anggapan yang salah
tentang jalannya penyakit juga dapat menyebabkan tersusunnya suatu standar
layanan kesehatan yang kurang tepat.
Penyusunan standar layanan kesehatan dan pengukuran pencapaiannya
merupakan suatu hal yang menarik. Pengukuran mutu tidak bermanfaat jika tidak
dilakukan tindak lanjut. Penggunaan informasi mengenai kesenjangan antara
standar layanan kesehatan dengan kenyataan layanan kesehatan yang ada untuk
tindak lanjut disebut sebagai suatu kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan.
Di bawah ini merupakan langkah-langkah pengukuran mutu menurut Pohan
(2006):
a. Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan
b. Penyusunan standar layanan kesehatan
c. Pemilihan teknik pengukuran mutu
40
d. Pengukuran mutu layanan kesehatan dengan cara membandingkan standar
layanan kesehatan yang tercapai
a) Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan
Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan merupakan sekelompok orang
yang secara berkala melakukan rapat untuk membahas kegiatan jaminan mutu
layanan kesehatan. Bekerja dalam kelompok pasti ada untung dan ruginya.
Keuntungannya adalah dapat menyatukan pendapat atau pandangan yang berbeda,
sedangkan kerugiannya berhubungan dengan kesulitan yang terjadi dalam
membuat orang untuk dapat bekerja sama dengan efektif.
Sekarang akan dibahas hal-hal yang berikut:
1. Besar kelompok
Besar kelompok bergantung pada luas dan lingkup masalah mutu layanan
kesehatan yang akan ditangani. Jika masalah mutu layanan kesehatan yang akan
ditangani mencakup suatu satuan kerja, kelompok yang akan dibentuk akan
sedikit besar yang selanjutnya akan dibagi ke dalam beberapa kelompok ditujukan
untuk membahas masalah layanan kesehatan yang terjadi pada layanan ambulans.
Kelompok yang demikian cukup terdiri dari tiga orang saja.
2. Keanggotaan kelompok
Penyusunan suatu kelompok jaminan mutu layanan kesehatan tidak
berbeda dengan penyusunan kelompok kerja lainnya. Dalam mengisi keanggotaan
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang harus menjadi pertimbangan
antara lain memiliki informasi tentang masalah, mudah bekerjasama, pengetahuan
dan keterampilan. Sebagai tambahan pertimbangan barangkali dapat ditambahkan
hal-hal berikut: mempunyai akses sumber daya, wakil masyarakat, atau oleh
karena kedudukan mereka, tetapi jangan hanya semata-mata oleh karena
kedudukan.
3. Keefektifan kelompok
41
Setiap orang yang bekerja dalam lingkungan layanan kesehatan pasti
pernah bekerja dalam kelompok dan pengalaman menunjukkan bahwa tidak
semua kelompok kerja itu berhasil, sebaliknya banyak pula kelompok kerja yang
gagal. Dari pengalaman kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang telah
berhasil dapat diketahui akan disimpulkan bahwa ciri kelompok yang berhasil
antara lain:
a. Bertemu secara teratur
b. Pertemuan dapat dilakukan secara resmi atau tidak resmi
c. Pertemuan tidak terlalu formal dan serius, di dalamnya dapat dilontarkan
berbagai lelucon agar santai, dan pembicaraan persoalan pribadi dalam suatu
pertemuan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan bukan tabu
d. Memiliki sikap dan nilai yang sama
e. Menyetujui tujuan kelompok
f. Membuat kesepakatan pembagian pekerjaan, peran dan tugas secara implisit
dan kadang-kadang secara eksplisit
g. Mempunyai keterampilan diskusi yang memadai
h. Mempunyai seseorang yang memimpin diskusi
Hanya sedikit kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang dalam waktu
singkat dapat memiliki ciri-ciri ideal di atas. Biasanya efektifitas kelompok baru
mulai timbul setelah dua atau tiga kali pertemuan. Pemrakarsa kellompok
mungkin dapat membantu dengan menyampaikan tujuan kelompok kepada
masing-masing anggota kelompok. Dengan demikian, dapat tercapai kesepakatan
tentang maksud dan tujuan kelompok dan sekaligus akan dapat menghilangkan
kemungkinan timbulnya perasaan takut atau kekhawatiran. Pemimpin kelompok
mungkin perlu waktu untuk mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk
menjabat kedudukan sebagai ketua. Keterampilan itu antara lain sebagai berikut:
a. Kemampuan menyimpulkan hasil masukan semua peserta
b. Kemampuan meminta penjelasan terhadap tanggapan yang diberikan
c. Tidak menyela pembicaraan anggota yang sedang memberi masukan
d. Kemampuan memberi semangat kepada anggota yang sedang berbicara
Salah satu ciri lain yang perlu dipertimbangkan adalah apakah anggota
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan itu bekerja atas dasar sukarela atau
42
tidak. Ada pendapat beberapa pakar yang mengatakan bahwa kelompok jaminan
mutu layanan kesehatan harus merupakan kelompok kerja biasa. Dengan
demikian, kelompok harus terdiri dari setiap orang yang terlibat, baik yang suka
terhadap perubahan ataupun orang yang tidak menginginkan terjadinya
perubahan. Kerugian yang terjadi dengan menggunakan pendekatan ini adalah
bahwa di dalam kelompok kerja mungkin tidak terdapat wakil-wakil dari tingkat
atas yang dapat membantu mengesahkan perubahan.
4. Pertemuan atau rapat kelompok
Dalam melaksanakan pertemuan atau rapat kelompok jaminan mutu
layanan kesehatan perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
a. Sebaiknya setiap rapat atau pertemuan tidak lebih dari 90 menit
b. Suatu agenda rapat harus dipersiapkan terlebih dahulu
c. Frekuensi rapat harus disetujui bersama
d. Setiap anggota harus diundang, ditentukan waktu dan tempat serta
pengumuman penting lainnya
e. Tempat rapat sebaiknya tidak terlalu dekat dengan tempat kerja agar bebas dari
gangguan
f. Pencatatan harus akurat dan lengkap, antara lain memuta daftar peserta yang
hadir, keputusan yang telah dibuat dan kegiatan yang akan dilakukan (apa,
siapa, bagaimana dan kapan)
g. Hasil rapat dikirimkan kepada semua anggota kelompok dan yang bukan
anggota kelompok, yaitu mereka yang diharapkan memberi dukungan pada
tahap selanjutnya dari prakarsa peningkatan mutu.
Semua butir ketentuan tersebut dapat membantu menjamin pelaksanaan
kegiatan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan lancar dan efektif. Sebagai
tambahan, beberapa administrator kesehatan dan/atau organisasi profesi layanan
kesehatan dapat diminta bantuannya untuk menjadi fasilitator dalam rapat
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan. Dengan demikian, kegiatan kelompok
jaminan mutu layanan kesehatan dapat berjalan dengan lancar dan efektif.
b) Penyusunan standar layanan kesehatan
43
Menurut Pohan (2006), banyak cara yang dapat dilakukan dalam
menyusun standar layanan kesehatan. Salah satu cara yang dianjurkan oleh WHO
sudah dijelaskan secara rinci dan bertahap dalam Bab 2.2.3. Karena pentingnya
standar layanan kesehatan dalam jaminan mutu layanan kesehatan, akan
dijelaskan sekali lagi bagaimana menyusun suatu standar layanan kesehatan
secara bertahap dengan mengambil contoh standar layanan kesehatan dasar
layanan ISPA di puskesmas dan penyusunan standar itu secara rinci dapat dilihat
di bab 2.2.8.
1. Penetapan fungsi/sistem/topik
Penyusunan standar dimulai dengan menentukan fungsi/sistem/topik yang
membutuhkan standar layanan kesehatan, yaitu dengan memilih satu tau dua
fungsi/sistem/topik yang merupakan prioritas tinggi. Fungsi/sistem/topik itu dapat
berupa fungsi klinis dan fungsi non-klinis. Contoh, di dalam organisasi rumah
sakit terdapat fungsi/sistem/topik layanan medis, layanan penunjang medis,
layanan keperawatan, layanan rawat darurat, atau layanan administrasi dan
keuangan, dan lain-lain. Dalam puskesmas, yang sedikit lain dan tentu lebih
sederhana, terdapat fungsi/sistem/topik layanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan
lingkungan, pemberantasan penyakit menular, kecelakaan dan lain-lain.
2. Penetapan prioritas fungsi, volume tinggi dan sering menimbulkan
masalah
Tentukan fungsi/sistem/topik yang prioritasnya tinggi melalui penyaringan
dua tingkat. Penyaringan tingkat pertama menentukan fungsi/sistem/topik yang
bervolume tinggi (menyangkut banyak orang), beresiko tinggi (resiko pasien
tinggi karena sifat penyakit atau penatalaksanaannya), dan mudah menimbulkan
masalah (pernah menimbulkan masalah baik terhadap pasien ataupun terhadap
organisasi layanan kesehatan pada waktu yang lalu).
3. Pemberian kriteria tambahan
44
Daftar fungsi/sistem/topik tersebut mungkin masih terlalu panjang, perlu
diperpendek dengan cara memberikan kriteria tambahan, seperti mudah
dilaksanakan, kepentingan, dampak, biaya dan lain-lain.
4. Pemilihan subfungsi/subsistem/subtopik
Penyaringan tingkat kedua adalah pemilihan subfungsi/subsistem/
subtopik, yaitu area layanan yang lebih sempit dari fungsi/sistem/ topik. Misalnya
sistem layanan penunjang medik, subsistem/ subtopiknya antara lain: layanan
farmasi, layanan gizi dan lain-lain. Subsistemnya misalnya layanan obat pasien
rawat jalan, layanan obat pasien rawat inap, layanan makanan biasa, layanan
makanan diet dan lain-lain. Berkaitan dengan sistem layanan kesehatan ibu dan
anak, subsistemnya antara lain layanan ibu hamil, layanan neonatal, layanan KB,
layanan ibu menyusui, layanan imunisasi dan lain-lain.
5. Penyusunan standar layanan kesehatan untuk subsistem/sub-subsistem
Setelah subfungsi/subsistem/subtopik disepakati, kelompok jaminan mutu
layanan kesehatan dapat menyusun standar layanan kesehatan untuk
subsistem/sub-subsistem yang dimaksud. Adapun langkah-langkah yang akan
digunakan dalam penyusunan standar layanan kesehatan itu antara lain:
a. Menentukan kelompok pasien
Menentukan siapa yang akan menjadi kelompok pasien. Kelompok pasien
mungkin seluruh pasien instaliasi tertentu, atau bayi dibawah 2 bulan dalam
masyarakat, semua pasien baru atau ibu hamil dan lain-lain. Penulisan standar
harus melibatkan seluruh anggota kelompok jaminan mutu layanan kesehatan
karena standar harus dianggap sebagai hal yang relevan dengan setiap anggota
kelompok. Dalam hal tertentu, seperti halnya intervensi perorangan, kadang-
kadang diperlukan pembuatan standar layanan kesehatan tambahan atau
suplemen untuk melengkapi standar layanan kesehatan yang berlaku umum.
b. Menentukan pernyataan standar
Pernyataan standar layanan kesehatan merupakan pernyataan yang
menghubungkan semua unsur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan
dan merupakan pernytaaan tingkat kinerja yang disepakati terhadap pasien
45
yang dilayani dan sudah barang tentu harus relevan dengan subtopik. Standar
layanan kesehatan akan menentukan suatu tingkat mutu layanan kesehatan
yang diinginkan, dapat diterima dan dapat dicapai.
Untuk lebih jelas lihat kembali penjelasan mengenai standar layanan
kesehatan dalam bab 2.2.3. pernyataan standar harus jelas, mengarah kepada
subfungsi atau subtopik, menyinggung kelompok pasien dan akhirnya harus
dapat diterima oleh profesi layanan kesehatan terkait. Contohnya adalah
pernyataan standar layanan kesehatan di puskesmas berikut: semua pasien ibu
hamil resiko tinggi harus diperiksa oleh dokter. Topiknya ialah layanan
kesehatan ibu dan anak dalam puskesmas. Subtopiknya ibu hamil dengan
resiko tinggi. Kita harus menyadari bahwa penulisan pernyataan standar tidak
selalu menyatakan ukuran yang tepat sehingga sukar diukur. Pasien ibu hamil,
jelas ukurannya atau kriterianya. Ibu hamil beresiko tinggi memiliki kriteria
yang jelas, demikian pula apa yang dimaksud dengan dokter puskesmas, dan
semuanya dapat diukur. Pernyataan standar layanan kesehatan dasar tersebut
cukup jelas dan kriterianya pun jelas.
c. Menentukan indikator/kriteria
Indikator/kriteria akan menentukan dengan jelas dan tepat tingkat kinerja
yang harus dicapai layanan kesehatan agra standar layanan kesehatan dapat
dipenuhi. Kebanyakan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan
memulai dengan menyusun fungsi/sistem/ topik yang cukup luas dan umumnya
dapat ditentukan dengan mudah. Contoh, jika fungsi/sistem/topik yang dipilih
adalah untuk memelihara lingkungan yang aman, maka subfungsi/subsistem/
subtopiknya adalah pencegahan pasien jatuh atau kecelakaan, pelatihan petugas
kesehatan atau keluarga tentang keamanan dan keselamatan atau upaya-upaya
pencegahan kecelakaan dengan menggunakan peralatan khusus. Standar
layanan kesehatan yang ditulis adalah yang berkaitan dengan
subfungsi/subsistem/ subtopik. Oleh karena itu, subfungsi/subsistem/subtopik
harus ditetapkan dengan jelas dan tepat, dan semua anggota kelompok harus
memahaminya serta menyetujuinya. Untuk menyamakan pengertian dan
kesepakaatn kadang-kadang tidak mudah dan memang memerlukan waktu dan
kesabaran.
46
Beberapa pertanyaan yang perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan dalam memutuskan fungsi/sistem/
atau subfungsi/subsistem antara lain sebagai berikut:
a. Apakah sistem/subsistem yang dipilih berada dalam tanggung jawab
kelompok?
b. Apakah profesi layanan kesehatan di luar kelompok setuju dengan pemilihan
topik/subtopik?
c. Apakah manajer menyetujui pemilihan fungsi/subfungsi itu?
d. Apakah dengan menggunakan waktu dan upaya yang masuk akal atau layak,
upaya perbaikan sistem/subsistem tersebut akan menuju terjadinya peningkatan
mutu layanan kesehatan?
Jika jawaban terhadap setiap pertanyaan tersebut tidak, maka kelompok
jaminan mutu layanan kesehatan harus memilih topik yang lain. Donabedian
menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok.
Anjuran nonabedian tersebut pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh
WHO, yaitu:
a. Standar struktur
Standar struktur atau masukan menentukan tingkat sumber daya yang
diperlukan agar standar layanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya, personel,
pasien, peralatan, bahan, gedung, pencatatan, dan keuangan, singkatnya semua
sumber daya yang digunakan untuk dapat melakukan layanan kesehatan seperti
yang tersebut dalam layanan kesehatan. Dalam contoh standar layanan ISPA
puskesmas yang terdapat pada bab 2.2.8, standar struktur seperti tenaga kesehatan
yang kompeten, peralatan pemeriksaan (sound timer), obat (antibiotika), kamar
pemeriksaan, pasien dan waktu konsultasi harus ditentukan.
b. Standar proses
Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar
standar layanan kesehatan dapat dicapai. Proses akan menjelaskan apa yang
dikerjakan, untuk siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan bagaimana standar
layanan kesehatan dapat dicapai. Dalam contoh layanan ISPA yang terdapat
47
dalam bab 2.2.8, sebagai proses adalah petugas kesehatan yang memeriksa balita
yang batuk, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti apa yang
ditentukan dalam standar layanan kesehatan. Semua hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik tersebut dicatat dengan lengkap dan akurat dalam rekam medik.
c. Standar keluaran
Standar keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan adalah hasil
layanan kesehatan yang telah dilaksanakan sesuai standar layanan kesehatan dan
ini sangat penting. Kriteria outcome yang umum digunakan antara lain:
a. Kepuasan pasien
b. Pengetahuan pasien
c. Fungsi pasien
d. Indikator kesembuhan, kematian, komplikasi dan lain-lain
Pada contoh layanan ISPA rumah sakit bab 2.2.8, sebagai keluaran antara
lain klasifikasi dan pengobatan yang tepat, balita dirujuk tepat waktu, kepuasan
ibu/pengantar, pengetahuan ibu/ pengantar, tingkat kematian kasus dan rekam
medik yang diisi lengkap dan akurat. Jika dibandingkan antara kriteria kepuasan
pasien dan pengetahuan pasien. Untuk setiap standar layanan kesehatan dapat
dibuat beberapa kriteria/indikator. Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan
harus memilih indikator yang terbaik dan mudah digunakan untuk menunjukkan
pencapaian standar layanan kesehatan dan mudah ditingkatkan.
Salah satu cara untuk menentukan kriteria adalah dengan prinsip
“AMOUR”, yaitu:
a. Achievable
b. Measurable
c. Understandable
d. Reasonable
48
Gambar 2.2
Pengelompokan standar dan indikator menurut Donabedian dalam
Pohan (2006)
Setelah standar ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mengukur tingkat
mutu layanan kesehatan dengan cara memilih teknik pengukuran yang digunakan
untuk mengetahui sampai dimana suatu standar layanan kesehatan dapat dicapai.
Gambar 2.3 Unsur-unsur penulisan standar
c) Teknik pengukuran mutu
49
Setelah penyusunan standar layanan kesehatan dan kriteria selesai,
selanjutnya adalah pembahasan bagaimana cara pemantauannya. Contoh-contoh
kriteria yang telah diberikan masih sangat sederhana. Apabila kriterianya rumit,
akan diperlukan suatu teknik pengukuran yang lebih kompleks.
Mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui 3 cara, yaitu:
a. Pengukuran mutu prospektif
Adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan
sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh sebab itu, pengukurannya akan
ditujukan terhadap struktur atau masukan layanan kesehatan dengan asumsi
bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat
menghasilkan suatu layanan kesehatan yang bermutu, seperti:
a. Pendidikan profesi kesehatan
b. Perizinan atau licensure
c. Standardisasi
d. Sertifikasi
e. Akreditasi
b. Pengukuran mutu retrospektif
Adalah suatu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang
dilakukan setelah penyelenggaraan layanan kesehatan selesai dilaksanakan.
Pengukuran ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan berikut:
a. Penilaian rekam medik
b. Wawancara
c. Pembuatan kuesioner
d. Penyelenggaraan pertemuan
c. Pengukuran mutu konkuren
Adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan, yang dilakukan
selama layanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran ini
dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi
dengan peninjauan pada rekam medik, wawancara dengan
50
pasien/keluarga/petugas kesehatan, dan mengadakan pertemuan dengan
pasien/keluarga/ petugas kesehatan.
d) Perbandingan hasil pengamatan dengan standar layanan kesehatan
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulka dan teknik pengukuran
yang dipilih, maka kenyataan yang ada dibandingkan dengan standar layanan
kesehatan yang telah disepakati. Perbandingan standar layanan kesehatan dengan
kenyataan yang ada dilakukan dengan cara menyusun informasi dalam suatu
format tertentu.
Pembandingan tersebut dibantu dengan mencatat informasi dalam suatu
format terstruktur. Contoh format penilaian yang pertama dapat dilihat dalam
tabel 2.1 dan contoh format yang kedua dalam tabel 2.4 atau daftar tilik imunisasi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Standar mana yang akan diukur
b. Kelompok pasien mana yang akan terlibat
c. Berapa besarnya sampel yang akan digunakan
d. Tanggal berapa penilaian dilaksanakan
e. Siapa yang melakukan penilaian
f. Jenis penilaian apa yang dilakukan (konkuren atau retrospektif)
g. Kriteria yang mana yang akan diukur (kriteria struktur, proses atau keluaran)
h. Bagaimana mengukur setiap indikator (siapa yang akan dipantau,
diwawancarai, teknik pengukuran apa yang digunakan dan pencatatan apa yang
akan diamati)
Informasi dari langkah-langkah awal ditulis ke dalam Tabel 2.1
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan menentukan tingkat kepentingan
relatif yang diberikan kepada masing-masing kriteria yang akan diukur.
Kepentingan relatif dinyatakan dalam bentuk persentase. Misalnya, ada lima
kriteria yang akan diukur dan jika semua kriteria sama pentingnya, setiap kriteria
akan mempunya bobot 20%.
51
Namun, jika satu kriteria dianggap lebih penting dari yang lain, kriteria itu akan
diberi bobot yang lebih tinggi, misalnya 40%, sedangkan keempat kriteria yang
lain sama pentingnya, maka masing-masing kriteria akan diberi bobot 15%.
Kolom lainnya akan diisi oleh penilai selama melakukan penilaian.
Jika semua kolom sudah terisi, tingkat kepatuhan yang diamati akan dapat
dihitung.
Tingkat kepatuhan= jumlah (bobot % x jumlah “Ya) : besar sampel
Kemudian bandingkan nilai tingkat kepatuhan nyata dengan nilai tingkat
kepatuhan yang diinginkan, yaitu tingkat kepatuhan yang telah disepakati oleh
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan.
Dalam format penialaian disediakan tempat untuk memberikan penjelasan.
Berikut hal-hal yang ditulis dalam penjelasan:
a. Kejadian yang aneh, banyak manfaatnya mengetahui adanya kejadian yang
aneh
b. Alasan mengapa kriteria mendapat penilaian TB (Tidak Berlaku), mengapa
kriteria tidak dapat diberlakukan terhadap kelompok pasien tertentu
c. Berapa besarnya sampel yang digunakan dalam pengukuran.
Dengan menggunakan perhitungan sederhana, pembobotan ini dapat
diabaikan dari tingkat kepatuhan yang diamati. Dengan memperhatikan format
penilaian dan langkah-langkah pengukuran yang terdapat pada tabel 2.2, tabel 2.3
52
dan tabel 2.4, pembaca dapat memahami pengukuran mutu layanan kesehatan
dengan cara menggunakan standar layanan kesehatan dan daftar tilik. Sebagai
contoh pengukuran tingkat kepatuhan atau tingkat mutu nyata digunakan standar
sistem layanan penunjang medik/ layanan gizi, subsistem layanan makanan biasa
pada rumah sakit yang terdapat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3 dan contoh daftar tilik
layanan imunisasi puskesmas yang terdapat pada tabel 2.4.
Tabel 2.2 Standar layanan makanan biasa pasien dewasa kelas III
54
Tabel 2.4 Contoh penilaian standar dnegan menggunakan daftar tilik atau
checklist daftar tilik pengamatan pelaksanaan layanan imunisasi
Kesulitan-kesulitan dalam membandingkan pelaksanaan nyata layanan
kesehatan terhadap standar layanan kesehatan yang telah disepakati, antara lain:
a. Standar layanan kesehatan dan kriteria tidak layak atau tepat
b. Cara pengukuran kuran tepat
c. Teknik pengukuran tidak akurat
d. Tidak mempertimbangkan keterkaitan pengukuran
55
Akan tetapi, jika standar layanan kesehatan dan kriteria memang layak dan
tepat, cara pengukuran juga tepat dan teknik pengukuran dilakukan secara akurat
dan mempertimbangkan keterkaitan pengukuran, maka seharusnya interpretasi
hasil pengukuran tidak mungkin mengalami kesulitan. Hal itu tidak selamaya
demikian sehingga kesulitan hampir selalu dijumpai.
Sering terjadi perbedaan antara hasil pengukuran yang dilakukan dengan
kesimpulan yang dibuat. Beberapa persoalan yang terjadi dalam penilaian kriteria
dan standar layanan kesehatan telah dibicarakan dalam bab sebelumnya.
Sebaiknya dilakukan suatu ujicoba terlebih dahulu sebelum benar-benar
melaksanakan suatu cara pengukuran.
Untuk melengkapi bab ini, dalam bab 2.2.8 akan dijelaskan suatu contoh
cara penyusunan standar layanan kesehatan dasar di Rumah Sakit, yaitu layanan
batuk dan kesulitan bernapas yang dilakukan dengan langkah-langkah secara
bertahap.
2.3.8 Contoh Cara Penyusunan Standar layanan Kesehatan
Langkah pertama. Menentukan suatu fungsi/sistem.
Gambar 2.2 Penentuan Fungsi/sistem/topic yang membutuhkan standar
56
Tabel 2.1
Contoh cara menentukan fungsi/sistem/subsistem/topic layanan kesehatan dasar
yang membutuhkan standar.
No Fungsi / Sistem / Sub fungsi /
Sub sistem / Topik
Penyaringan tahap pertama
Volume
besar
Risiko
tinggi
Sering
menimbulkan
masalah
1 ISPA. Sering menimbulkan
masalah karena pasien sering
datang terlambat, salah
diagnosis dan keterlambatan
merujuk pasien
xx Xx Xx
2 Kesehatan ibu dan anak dan
keluarga berencana. Pasien
sering datang terlambat
xx Xx Xx
3 Imunisasi. Ibu sering tidak
membawa bayinya untuk
vaksinasi yang berikutnya
xx Xx Xx
4 Diare. Sering menimbulkan
masalah karena terlambat
membawa pasien ke
piskesmas
xx Xx Xx
5 Gizi termasuk KKP dan
anemia Xx Xx
6 Pengobatan TB paru Xx Xx
7 Demam berdarah dangue Xx Xx
8 Gangguan refraksi xx
9 Penyakit kulit xx
10 UKS termasuk obat cacingan xx
11 Kesehatan gigi dan mulut xx
57
Tabel 2.2
Contoh membuat kriteria matriks untuk memilih suatu fungsi atau subsistem/sub
topic.
No Sistem/subsistem
Kriteria Tambahan
Total Kepentin
gan
Kemamp
uan
pelaksan
aan
Dampak
Kemudah
an
pelaksana
an
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 ISPA x x x x 20
2 KIA dan KB x x x x 19
3 Imunisasi x x x x 18
4 Diare x x x x 17
5 Gizi x x x x 16
6 Pengobatan TB paru x x x x 13
7 Demam berdarah x x x x 14
8 Gangguang refraksi x x x x 12
9 Penyakit kulit x x x x 10
10 UKS dan cacingan x x x x 10
11 Kesehatan gigi x x x x 11
Berdasarkan kriteria matriks tersebut, pilihan sistem/subsistem yang
mendapat prioritas pertama untuk disusun standarnya ialah standar layanan ISPA,
kedua kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana, ketiga imunisasi, keempat
diare, kelima gizi, dan seterusnya.Urutan prioritas tersebut tidak mutlak seperti di
atas. Prioritas tentunya sangat bergantung dari bagaimana hasil kesepakatan yang
terjadi dalam kelompok sewaktu dilakukan curah pendapat dalam pertemuan
kelompok jaminan mutu layanan kesehatan Rumah Sakit.
58
Langkah kedua. Menentukan unsur-unsur dari masukan, proses dan luaran.
Sebagai contoh digunakan standar layanan bentuk dan kesulitan bernapas di
puskesmas, seperti yang terdapat dalam tabel 2.3. pada tabel tersebut terlihat
bagaimana menentukan unsur-unsur dari masukan, proses dan luaran.
Tabel 2.3
Penentuan unsur-unsur masukan, proses dan luaran dari standar layanan bentuk
dan kesulitan bernapas di Rumah Sakit.
Kategori Unsur-unsur
Masukan
1. Petugas kesehatan
2. Antibiotika
3. Sound timer
4. Pasien
5. Ibu/pengantar
6. Rekam medic
Proses
1. Mengadakan komunikasi dengan pasien
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Klasifikasi penyakit
5. Pengobatan atau merujuk pasien
6. Penyuluhan kesehatan ibu/pengantar
7. Mengisi rekam medic
Luaran
1. Penatalaksanaan kasus ISPA
2. Kepuasan pasien
3. Merujuk pasien
4. Kematian kasus
5. Kesembuhan
6. Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu/pengantar
Langkah ketiga. Menentukan karakteristik mutu.
Sebagai contoh adalah standar layanan batuk dan kesulitan bernapas di Ruma
Sakit, seperti yang terdapat dalam Tabel 2.4. Pada tabel 2.4 terlihat bagaimana
59
penentuan karakteristik mutu dari setiap unsur yang telah ditetapkan pada langkah
kedua.
Tabel 2.4
Penentuan karakteristik mutu terhadap unsur-unsur masukan, proses dan luaran
standar layanan batuk dan kesulitan bernapas di Rumah Sakit.
Kategori Unsur-unsur Karakteristik mutu
Masukan
1. Petugas kesehatan
2. Antibiotika
3. Sound timer
4. Pasien
5. Ibu/pengantar
6. Rekam medic
1. Kompetensi petugas
kesehatan (teknik dan
hubungan antar manusia)
2. Tersedianya antibiotika
3. Tersedianya sound timer
4. Tersedianya pasien untuk
dilakukan pemeriksaan
5. Disuluhnya ibu/pengantar
6. Tersedia informasi pasien
yang terkini
Proses
1. Anamnesis pasien
2. Pemeriksaan fisik
Sebagai contoh hanya
digunakan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
1. Anamnesis lengkap untuk
hal-hal yang penting
2. Pemeriksaan fisik lengkap
untuk hal-hal yang
penting
Luaran
1. Penatalaksanaan
kasus ISPA
2. Kepuasan pasien
3. Pasien dirujuk
4. Kematian kasus
1. Penatalaksanaan kasus
ISPA secara teknis benar
2. Ibu/pengantar merasa
puas
3. Pasien dirujuk secara
protocol
4. Tingkat kematian rendah
60
5. Kesembuhan
6. Pengetahuan, sikap
dan perilaku
ibu/pengantar
5. Tingkat kesembuhan
tinggi
6. Ibu/pengantar mempunyai
pengetahuan, sikap dan
perilaku seperti apa yang
telah disuluhkan
Langkah keempat. Menyusun standar untuk karakteristik mutu yang telah
ditetapkan.
Sebagai contoh adalah standar layanan batuk dan kesulitan bernapas di Rumah
Sakit (lihat Tabel 9.5). Di sini tampak penetapan standar untuk setiap karakteristik
mutu yang telah ditetapkan.
Tabel 9.5
Penetapan standar terhadap karakteristik mutu standar layanan batuk dan kesulitan
bernapas di Rumah Sakit.
Kategori Unsur-unsur Karakteristik mutu Standar
Masukan
1. Petugas kesehatan
2. Antibiotika
3. Sound timer
1. Kompetensi petugas
kesehatan (teknik dan
hubungan antar manusia)
2. Tersedianya antibiotika
3. Tersedianya sound timer
1.1 semua petugas
kesehatan telah dilatih
dalam pelaksanaan
ISPA yang ditetapkan di
WHO
1.2 semua petugas
kesehatan memiliki
kompetensi dalam
penatalaksanaan ISPA
selesai pelatihan
2. antibiotika selalu
tersedia sepanjang tahun
3. sound timer siap
pakai, tersedia
sepanjang tahun
61
4. Pasien
5. Ibu/pengantar
6. Rekam medic
4. Tersedianya pasien untuk
dilakukan pemeriksaan
5. Disuluhnya ibu/pengantar
6. Tersedia informasi pasien
yang terkini
4. standar tidak berlaku
(tidak diperiksa ada)
5. semua ibu/pengantar
mengetahui cara
merawat balita di rumah
dan tanda-tanda bahaya
untuk segera membawa
balita berobat kembali
6. tersedianya rekam
medik berisi data akurat
dan terkini untuk setiap
pasien saat berobat
Proses
1. Anamnesis
pasien
2. Pemeriksaan fisik
1. Anamnesis lengkap untuk
hal-hal yang penting
2. Pemeriksaan fisik lengkap
untuk hal-hal yang penting
1. semua petugas
kesehatan menanyakan
hal-hal penting dalam
penatalaksanaan ISPA
WHO
2. semua petugas
kesehatan memeriksa dan
mendengarkan tanda-
tanda penting dalam
penatalaksanaan ISPA
WHO
Luaran
1. Penatalaksanaan
kasus ISPA
2. Kepuasan pasien
3. Pasien dirujuk
1. Penatalaksanaan kasus
ISPA secara teknis benar
2. Ibu/pengantar merasa puas
3. Pasien dirujuk secara
protocol
1. semua balita
diklasifikasikan dengan
benar dan mendapat obat
yang tepat
2. balita dirujuk tepat
waktu sesuai protokol
3. 70% ibu/pengantar
merasa puas terhadap
layanan
62
4. Kematian kasus
5. Kesembuhan
6. Pengetahuan,
sikap dan
perilaku
ibu/pengantar
7. Rekam medik
terkini
4. Tingkat kematian rendah
5. Tingkat kesembuhan
tinggi
6. Ibu/pengantar mempunyai
pengetahuan, sikap dan
perilaku seperti apa yang
telah disuluhkan
7. Rekam medik diisi
lengkap
4. kematian kasus ISPA
<1%
5. standar tidak tersedia
6.1 semua ibu/pengantar
mendapat penyuluhan
kesehatan yang penting
untuk ISPA
6.2 semua ibu/pengantar
mengetahui cara merawat
balita di rumah dan
tanda-tanda bahaya untuk
segera membawa anak
berobat kembali
7. 90% rekam medik
berisi informasi lengkap
dan akurat tentang
anamnesis, pemeriksaan
fisik, klasifikasi,
pengobatan, penyuluhan
kesehatan, rujukan dan
rencana tindak lanjut
Langkah kelima. Menilai kelayakan standar layanan kesehatan.
Pada langkah ini, akan dilakukan penilian terhadap keabsahan atau validitas,
kehandalan atau reliabilitas, dan kejelasan penggunaan standar. Sebelum
digunakan, setiap standar layanan kesehatan yang telah disusun harus dinilai
dahulu keabsahan, kehandalan dan kejelasan penggunaannya. Berikut ini adalah
langkah-langkah penilaian kelayakan standar layanan kesehatan:
a. Pilih wakil dari kelompok petugas kesehatan yang memahami
fungsi/sistem/topic.
63
b. Tentukan cara penilaian dan susun suatu instrument yang diperlukan, seperti
rapat dengan petugas kesehatan, membuat kuesioner anonym, dan wawancara
tatap muka.
c. Sebar luaskan standar layanan kesehatan, kemudian lakukan pengumpulan
data dan analisis data.
d. Jika diperlukan, sempurnakan atau sesuaikan standar layanan kesehatan.
e. Penilaian keabsahan atau validilitas standar layanan kesehatan. Apakah
terdapat hubungan yang erat antara standar layanan kesehatan dengan hasil
yang diinginkan?
f. Penilaian keandalan atau reabilitas standar layanan kesehatan. Apakah
hasilnya selalu sama setiap kali standar layanan kesehatan digunakan?
g. Penilaian kejelasan penggunaan standar layanan kesehatan. Apakah penulisan
standar layanan kesehatan tidak diinterpretasikan salah oleh petugas
kesehatan?
h. Penilaian penggunaan standar.
Indikator/kriteria
Indikator/kriteria merupakan suatu variable atau karakteristik yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat ketaatan atau kepatuhan terhadap suatu
standar layanan kesehatan atau tingkat pencapaian tujuan mutu. Berikut
karakteristik indicator/kriteria yang baik:
a. Indicator harus dapat diukur dan dinyatakan dengan bilangan atas rate.
b. Indicator harus abash, artinya terdapat hubungan yang erat antara indicator
dengan hasil standar layanan kesehatan yang diinginkan.
c. Indicator harus andal, artinya hasilnya selalu sama setiap digunakan mengukur
standar layanan kesehatan.
d. Indicator harus jelas, artinya harus dimengerti oleh setiap orang yang
menggunakannya.
e. Indicator harus realistis dan mudah digunakan, artinya informasi yang
diperlukan untuk mengukurnya mudah didapat dan sumer daya yang
diperlukan untuk mengumpulkan data harus mampu disediakan oleh
organisasi layanan kesehatan.
64
f. Kebutuhan akan indicator, minimal setiap standar layanan kesehatan
mempunyai satu indicator, tetapi satu indicator dapat digunakan oleh lebih
dari satu standar layanan kesehatan.
g. Menentukan indicator mana yang akan dipantau, bergantung pada
pertimbangan antara akurasi data dan biaya yang diperlukan untuk
mengumpulkannya.
h. Indicator akan disusun oleh kelompok atau panel pakar yang telah menyusun
standar layanan kesehatan.
Penyusunan Indikator
Indicator disusun oleh kelompok pakar, yaitu mereka yang telah menyusun
standar layanan kesehatan.
Threshold atau nilai ambang batas
Nilai ambang batas adalah nilai minimal atau maksimal dari kinerja atau
hasil yang dapat diterima. Apabila nilai itu dilampaui, kondisi yang ada akan
menjadi suatu pemicu bagi organisasi layanan kesehatan untuk segera bertindak.
Contohnya, apabila tingkat infeksi bosokoenial sebesar ≥ 2,5%, nilai itu akan
menjadi suatu pemicu untuk melakukan evaluasi selanjutnya. Rumah sakit X
memiliki tingkat infeksi pada pengobatan luka sepert digambarkan di bawah ini.
Nilai ambang
Toleransi apa tindak lanjutnya?
0% 5% 100%
Gambar. 2.3 Nilai ambang batas dan tindak lanjut
65
Tabel 2.6
Contoh standar dari indicator untuk program imunisasi.
Standar Indikator
Masukan/Struktur
Jumlah spuit dan jarum steril
untuk setiap pelaksanaan
program imunisasi cukup
Masukan/Struktur
% pelaksanaan imunisasi yang
mempunyai cukup spuit dan
jarum steril
Proses
Petugas kesehatan menggunakan
teknik imunisasi yang benar
dalam melakukan imunisasi
Proses
% petugas kesehatan yang
menggunakan teknik imunisasi
yang benar
Keluaran (output)
Semua ibu mengetahui imunisasi
apa yang diberikan serta kapan
dan kemana membawa anaknya
untuk imunisasi yang berikutnya
Keluaran (Output)
% ibu yang mengetahui imunisasi
apa yang diberikan serta kapan
dan kemana membawa anaknya
untuk mendapat imunisasi yang
berikutnya
92
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap rumah sakit memiliki struktur organisasi atau kepemimpinan untuk
mendukung kegiatan operasional dan memberikan pelayanan. Kegiatan tersebut
diawasi oleh governing body atau dewan pengawas yaitu unit terorganisasi yang
bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga
penyelenggaraan asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan
serta manajemen institusi. Dewan pengawas dalam menjalankan tugasnya harus
bersungguh-sungguh karena dewan pengawas yang dipilih harus mementingkan
kepentingan rumah sakit diatas kepentingan yang lain. Dewan pengawas rumah sakit
mempunyai tanggung jawab terhadap seluruh komponen dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan
memerlukan pedoman atau aturan yang dibuat oleh masing-masing rumah sakit yang
bersangkutan (hospital bylaws) atau yang lebih dikenal dengan peraturan internal
rumah sakit (hospital bylaws) adalah peraturan organisasi rumah sakit (corporate
bylaws) yang disusun dalam rangka penyelenggaraan tata kelola rumah sakit yang
baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical
governance). Hospital bylaws rumah sakit berbeda dengan rumah sakit lain karena
faktor dari rumah sakit yang berbeda-beda. Hospital bylaws merupakan acuan dan
pedoman bagi kelangsungan penyelenggaraan rumah sakit.
93
3.2 Saran
1. Makalah ini diharapkan dapat membatu pembaca untuk memahami
penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit
2. Perlu diadakan diskusi, penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai dewan
pengawas, hospital bylaws dan mutu layanan kesehatan di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Adikoesoemo, Suparto. 1994. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa
Aksara
Donabedian, A. 1980. The Definition of Quality and Approaches to Its
Assessment. Ann Arbor, MI: Health Administration Press
Hardiman, Ahmad, dkk. 2002. Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit
(Hospital Bylaws). Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
772/MENKES/SK/VI/2002
Hatta, Gemala R. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana
Pelayanan Kesehatan UI Press. Jakarta: Universitas Indonesia
Jacobalis, S. 2002. Merancang Hospital Bylaws Indonesia. Denpasar: Rakernas
PERSI
Kartono, Muhammad. 2005. UU Praktik Kedokteran Melindungi Pasien atau
Dokter
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan Daerah.
Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI), 2013. UU No. 44
tahun 2009 ttg. Rumah Sakit. (Online).
http://www.perdhaki.org/content/uu-no-44-tahun-2009-ttg-rumah-sakit,
diakses 25 September 2014
Pohan Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-dasar
Pengertian dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sabarguna, Boy S. dan Listiani, Henny. 2003. Organisasi dan Manajemen Rumah
Sakit. Yogyakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY
Shipman and Goodwin. 2014. Revised Conditions of Participation Re:
Telemedicine. (Online).
http://www.shipmangoodwin.com/files/upload/COPsRules.pdf, diakses 20
September 2014
Siloam Hospitals. 2013. Laporan Tahunan 2013. (Online).
http://www.siloamhospitals.com/system/files/financial-
statements/Laporan-Tahunan-2013-SIH.pdf, diakses 21 Otober 2014
Sofwan, Dahlan. 2005. Hukum Kesehatan (Rambu-rambu Bagi Profesi Dokter).
Semarang: Badan Penerbit UNDIP
The Governance Institute. 2009. LEADERSHIP IN HEALTHCARE
ORGANIZATIONS. (Online).
http://www.jointcommission.org/assets/1/18/wp_leadership_standards.pdf,
diakses 20 September 2014
Widjaja, Iping Suripto. 2008. Hospital Bylaws Dan Asas Kepastian Hukum.
Semarang: Tesis Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Program
Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata
Wirawan, Murti. W. 2010. Organisasi Rumah Sakit, Governing Body. Fungsi,
Peran, Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang. (Online).
http://eprints.undip.ac.id/921/1/3_materi_ORGANISASI_RUMAH_SAKIT
.pdf, diakses 20 September 2014
LAMPIRAN
Lampiran 1
PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan governing body rumah sakit?
2. Sebutkan 2 syarat terpenting untuk menjadi governing body!
3. Jelaskan fungsi governing body secara garis besar!
4. Sebutkan salah satu manfaat hospital bylaws untuk rumah sakit dan untuk
masyarakat!
5. Sebutkan dua ciri-ciri atau karakteristik hospital bylaws!
6. Apa pengertian dari mutu pelayanan kesehatan?
7. Sebutkan unsur pokok dalam pelayanan kesehatan!
8. Sebutkan tahap-tahap dalam pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan!
9. Biaya sistem mutu digunakan untuk apa?
10. Sebutkan langkah-langkah pengukuran mutu!
Lampiran 2
UU RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu Umum Pasal 54
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
untuk:
a. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh
masyarakat;
b. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
c. Keselamatan pasien;
d. Pengembangan jangkauan pelayanan; dan
e. Peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
(3) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya.
(4) Tenaga pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan
pengawasan yang bersifat teknis medis dan teknis perumahsakitan.
(5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil
tindakan administratif berupa:
a. Teguran;
b. Teguran tertulis; dan/atau
c. Denda dan pencabutan izin.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 55
(1) Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang melibatkan
unsur masyarakat dapat dilakukan secara internal dan eksternal.
(2) Pembinaan dan pengawasan secara internal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit.
(3) Pembinaan dan pengawasan secara eksternal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia.
Bagian Kedua Dewan Pengawas Rumah Sakit Pasal 56
(1) Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit.
(2) Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan
bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
(3) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari unsur pemilik
Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat.
(4) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit berjumlah maksimal 5 (lima)
terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang
anggota.
(5) Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas:
a. Menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
b. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
c. Menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
d. Mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
e. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
f. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan
g. Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundang-undangan;
h. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas Rumah Sakit diatur
dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan Pidana
1. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak
memiliki izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah);
2. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara
dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana
denda;
3. Selain pidana tersebut, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa:
a. Pencabutan izin usaha; dan/ atau
b. Pencabutan status badan hukum.
Lampiran 3
CONTOH GOVERNING BODY DAN HOSPITAL BYLAWS DI SILOAM
HOSPITALS
PT. SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.
Bermula dari rumah sakit pertamanya di Lippo Village pada tahun 1996,
Perseroan telah berkembang menjadi grup rumah sakit terbesar di Indonesia
dengan 16 rumah sakit state-of-the-art, yang didukung oleh 1.500 dokter dan
6.000 karyawan. Tahun 2013 sungguh merupakan tahun terobosan. Perseroan
telah tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 September 2013, dengan
kapitalisasi pasar sebesar USD 1 miliar. Dalam tahap konsolidasi, yang
berlangsung dari tahun 2007 hingga 2010, Siloam Hospitals menghadirkan
layanannya di empat kota besar, yaitu Tangerang (Lippo Village), Jakarta,
Surabaya dan Bekasi (Lippo Cikarang). Memasuki masa ekspansi setelah
konsolidasi, sejak tahun 2011 Siloam Hospitals melaju pesat dengan membangun
enam rumah sakit dan mengakuisisi lima rumah sakit. Pada tanggal 12 September
2013, Perseroan yang telah berubah nama menjadi PT Siloam International
Hospitals melakukan Initial Public Offering (IPO) dan dicatatkan pada Bursa Efek
Indonesia sebagai PT Siloam International Hospitals Tbk.
Per tanggal 31 Desember 2012, menurut Frost & Sullivan, Siloam
Hospitals Group adalah grup rumah sakit swasta terbesar di Indonesia dalam
jumlah kapasitas dan jumlah tempat tidur operasional. Selain dari jumlah rumah
sakit, Siloam Hospitals juga menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang
mendapat akreditasi international dari lembaga akreditasi Joint Commission
International Accreditation (akreditasi telah dilakukan pada tahun 2007, 2010 dan
2013). Akreditasi menguatkan posisi Siloam Hospitals sebagai rumah sakit
dengan layanan berstandar internasional. Pada akhir tahun 2013, Siloam Hospitals
mengoperasikan 16 rumah sakit, dalam tahap membangun 21 rumah sakit (4-5
akan siap beroperasi di tahun 2014) dan merencanakan membangun 19-20 rumah
sakit selama tahun 2015-2017.
Nilai-nilai Perseroan: Kasih, Peduli, Integritas, Kejujuran, Empati, Belas-
kasih, dan Profesionalisme, menjadi dasar pelayanan Siloam bagi masyarakat.
Layanan kesehatan berkualitas internasional terus dikembangkan yang mencakup
layanan spesialis yang lengkap, layanan laboratorium, pengobatan kesuburan,
fasilitas radiologi dan imaging, layanan kesehatan umum, layanan diagnostik dan
darurat. Siloam Hospitals menghadirkan teknologi “state of the art technology,”
dokter-dokter ahli yang berdedikasi, tim perawat dan operator yang handal dengan
dukungan manajemen yang profesional. Dengan akreditasi oleh Joint Comission
Accreditation, Siloam Hospitals menjadi pelopor rumah sakit yang menyajikan
perawatan terbaik untuk kenyamanan dan kesembuhan fisik dan psikologis pasien.
Penghargaan Tahun 2013
1. Siloam Hospitals Group menerima Corporate Image Award 2013 sebagai The
Best in Building and Managing Corporate Image kategori Hospital dari
Bloomberg Indonesia Busninessweek dan Frontier Consulting Group.
2. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Sustainable Business Awards
2013 sebagai Industry Champions Healthcare dari SBA id.
3. Siloam Hospitals (Jabodetabek) menerima Indonesia Healthcare Most
Reputable Brand 2013 based on Healthcare Survey in 7 Cities in Indonesia
kategori rumah sakit swasta dari SWA.
4. Siloam Hospitals (Makassar) menerima Indonesia Healthcare Most Reputable
Brand 2013 based on Healthcare Survey in 7 Cities in Indonesia kategori
rumah sakit swasta dari SWA.
5. Siloam Hospitals Balikpapan menerima Best of Social Responsibility Kategori
Perusahaan Lokal dari Bapeda Balikpapan.
6. Siloam Hospitals Balikpapan menerima The Best of Balikpapan Service
Excellence Award 2013 kategori Private Hospital dari MarkPlus.
Penghargaan Tahun 2012
1. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Sustainable Business Awards
2012 sebagai Industry Champion Healthcare dari SBA id.
2. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia Hospital Service Provider Of
The Year 2012 dari Frost & Sullivan.
3. Siloam Hospitals Group menerima Indonesian Society of Project Management
Professionals (IAMPI) Awards sebagai Project of The Year Category D
Humanitarian, CommunityService and/or Regional Development.
Penghargaan Tahun 2011
1. Siloam Hospitals Group menerima Excellence Asian Hospital Management
Awards (AHMA) 2011 (dari mana/pemberi ?) untuk kategori Pengembangan
Sumber Daya Manusia.
2. Siloam Hospitals Group menerima Indonesia’s Most Admired Company
(IMAC) Awards sebagai “The Best Building and
3. Managing Corporate Image” untuk kategori Rumah Sakit. Siloam Hospitals
Surabaya menerima AstraZeneca Infection Management Award (Azima
Award) sebagai pemenang pertama.
Penghargaan Tahun 2010
1. Siloam Hospitals Lippo Village menerima penghargaan bergengsi “Mitra
Bakti Husada” dari Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,
MPH, DR.PH dalam rangka komitmennya selama lebih dari 14 tahun kepada
layanan kesehatan berkualitas internasional.
2. Siloam Hospitals Lippo Village menerima re-akreditasi dari Joint Comission
International.
3. Siloam Hospitals Group menerima penghargaan 2010 Indonesia Best Practices
Awards as “Healthcare Services Provider of the Year” dari Frost & Sullivan.
4. Siloam Hospitals Surabaya menerima penghargaan “MarkPlus Surabaya
Service Excellence Award 2010 sebagai “The Best Service Hospitals in
Surabaya”.
5. Siloam Hospitals Surabaya terpilih sebagai Regional and National Winner of
Hospital Best Administration from Astra Insurance (Garda Medika).
Dewan Komisaris Siloam Hospitals
Perseroan memiliki 3 organ, yaitu:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yaitu forum pengambilan keputusan
tertinggi bagi para pemegang saham.
2. Dewan Komisaris, yaitu pengawas pengelolaan Perseroan oleh Direksi.
3. Direksi, yaitu pengelola Perseroan.
Pengelolaan Perseroan dilakukan oleh Direksi dengan diawasi oleh Dewan
Komisaris. Dalam melaksanakan tugas pengawasan pengelolaan Perseroan,
Dewan Komisaris dibantu oleh Komite Audit. Sementara itu, Direksi dibantu oleh
Audit Internal dan Sekretaris Perusahaan.
1. RUPS
RUPS memiliki wewenang untuk, antara lain, mengangkat dan
memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, mengevaluasi kinerja
Dewan Komisaris dan Direksi, menyetujui perubahan Anggaran Dasar,
menyetujui laporan keuangan serta menetapkan remunerasi bagi anggota
Dewan Komisaris dan Direksi. RUPS terdiri dari RUPS Tahunan (RUPST)
dan RUPS luar biasa.
2. Dewan Komisaris
Tugas dan Kewenangan Dewan Komisaris Dewan Komisaris bertanggung
jawab kepada RUPS dan tugas Presiden Komisaris adalah mengkoordinasikan
kegiatan Dewan Komisaris. Tugas-tugas pokok Dewan Komisaris secara
kolektif di antaranya adalah:
a. Melakukan pengawasan atas jalannya pengurusan Perseroan yang
dilakukan oleh Direksi, memberi nasihat dan persetujuan kepada Direksi
berkenaan dengan rencana pengembangan Perseroan, Rencana Kerja
Jangka Panjang (RKJP), Rencana Kerja Tahunan (RKT) serta pelaksanaan
tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan Anggaran Dasar dan
keputusan RUPS serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Melakukan tindakan untuk kepentingan Perseroan dan bertanggung jawab
kepada RUPS. Dewan Komisaris mengikuti perkembangan kegiatan
Perseroan dan segera melaporkan kepada RUPS apabila Perseroan
menunjukkan gejala kemunduran yang mencolok disertai dengan langkah
perbaikan yang harus ditempuh. Dewan Komisaris juga memberi saran
kepada RUPS mengenai persoalan lainnya yang dianggap penting
termasuk mengusulkan kepada RUPS mengenai akuntan publik yang akan
melakukan audit di Perseroan.
c. Menentukan sistem nominasi, evaluasi kinerja, remunerasi yang transparan
bagi Dewan Komisaris dan Direksi yang selanjutnya diajukan untuk
persetujuan RUPS. Dewan Komisaris juga menentukan sistem nominasi,
remunerasi, evaluasi kinerja para eksekutif senior (general manager atau
setara) yang tidak menjabat sebagai anggota Direksi.
d. Menetapkan Key Performance Indicator (KPI) Direksi setiap awal tahun
kerja serta memantau efektivitas praktik GCG dan pelaksanaan CSR
Perseroan.
Dalam menjalankan tugasnya melakukan pengawasan terhadap pengelolaan
Perseroan, Dewan Komisaris mempunyai hak dan kewenangan di antaranya
adalah:
1. Melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen lainnya, memeriksa kas, surat
berharga dan kekayaan Perseroan termasuk meminta penjelasan dari Direksi
dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut
pengelolaan Perseroan untuk keperluan verifikasi.
2. Menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-
hal yang dibicarakan dan meminta Direksi dan/atau pejabat lainnya di bawah
Direksi dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Dewan
Komisaris.
3. Melalui rapat, setiap waktu berhak untuk memberhentikan untuk sementara
waktu seorang atau lebih anggota Direksi apabila mereka bertindak
bertentangan dengan Anggaran Dasar atau terdapat indikasi melakukan
kerugian Perseroan atau melalaikan kewajibannya atau terdapat alasan
mendesak bagi Perseroan.
Masa Jabatan Dewan Komisaris
Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Setiap
anggota Dewan Komisaris menjabat untuk jangka waktu terhitung sejak tanggal
RUPS yang mengangkatnya dan berakhir pada penutupan RUPST berikutnya dan
dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.
Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari
luar Perseroan, tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan
saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisarisatau
hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak secara
independen. Perseroan memiliki 3 (tiga) Komisaris Independen, yaitu Farid
Harianto, Prof. Dr. H. Muladi, S.H. dan Jonathan L. Parapak, berdasarkan Akta
Keputusan Para Pemegang Saham sebagai Pengganti RUPS Luar Biasa No. 369
tertanggal 24 April 2013 yang dibuat di hadapan Dr. Irawan Soerodjo, S.H.,
M.Si., Notaris di Jakarta, dan diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia berdasarkan Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan
No. AHU-AH.01.10-15919 tertanggal 26 April 2013. Dengan demikian
persentase keanggotaan Dewan Komisaris telah memenuhi Peraturan Bapepam-
LK No. IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik.
Susunan Dewan Komisaris
No. Nama Jabatan
1. Ketut Budi Wijaya Presiden Komisaris
2. Drs. Theo L. Sambuga Komisaris
3. Agus Benjamin Komisaris
4. Farid Harianto Komisaris Independen
5. Prof. Dr. Muladi SH. Komisaris Independen
6. Ir. Jonathan L. Parapak Komisaris Independen
Pembagian Tugas Dewan Komisaris
Pembagian tugas di antara para anggota Dewan Komisaris diatur secara
mandiri.
Rapat Dewan Komisaris
Dewan Komisaris dapat mengadakan rapat bila dipandang perlu oleh
seorang Komisaris atau lebih atau atas permintaan tertulis satu atau lebih
pemegang saham yang secara bersama-sama memiliki 1/10 (satu persepuluh) atau
lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan menyebutkan hal-hal yang
akan dibicarakan.
Persentase Kehadiran Rapat Dewan Komisaris
Jenis Rapat Waktu Kehadiran (%)
Rapat Dewan Komisaris 25 November 2013 100
Rapat Gabungan Dewan
Komisaris & Direksi
15 Maret 2013 80
3 Oktober 2013 67
Profil Dewan Komisaris
1. Ketut Budi Wijaya. (Presiden Komisaris)
Warga Negara Indonesia, 59 tahun, lulus dariAkademi Akuntansi Indonesia
pada tahun1980 dan Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesiajurusan Akuntansi
pada tahun 1982.Ketut Budi Wijaya memulai karir diPT Bridgestone Tire
Indonesia sebagaiProduction Planning Staff (1975-1976).Karirnya dilanjutkan
di perusahaan KantorAkuntan Publik Darmawan & Co, denganjabatan
terakhir sebagai Audit Supervisor(1976-1987), dan pernah menjabat
sebagaiSenior Audit Manager pada PT. Lippobank(1987-1990), menjabat
Direktur pada PT. Multipolar Corporation Tbk (1990-2005)dan PT. Wal-Mart
Indonesia dengan jabatanterakhir sebagai CFO (1995-1998). Posisiposisi lain
yang pernah dijabat termasuk: diPT. Matahari Putra Prima Tbk dengan
jabatanterakhir sebagai Direktur Corporate Division(2001-2006), PT.
Multipolar Tbk denganjabatan terakhir sebagai Komisaris (2006-2008), PT.
Lippo Karawaci Tbk dengan jabatanterakhir Presiden Direktur (2006-
sekarang),PT. Lippo Cikarang Tbk dengan jabatanterakhir sebagai Presiden
Komisaris (2009-sekarang), PT. Multifiling Mitra Indonesia Tbkdengan
jabatan terakhir sebagai Komisaris(2010 sekarang), PT. Gowa Makassar
TourismDevelopment Tbk sebagai Komisaris (2010-sekarang), dan PT.
Siloam InternationalHospitals Tbk sebagai Presiden Komisaris(2013-
sekarang).
2. Prof. Dr. Muladi SH. (Komisaris Independen)
Warga Negara Indonesia, 71 tahun. Prof. Dr. Muladi S.H., merupakan lulusan
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, (UNDIP),Semarang, tahun 1968
dan lulusan International Institute of Human Rights, France tahun 1979.
Memperoleh gelar S3 (Cum Laude) Ilmu Hukum Universitas Padjajaran,
Bandung pada tahun 1984. Memulai karir sebagai Dekan Fakultas Hukum
UNDIP (1986-1992), Rektor UNDIP Semarang (1994-1998). Beliau menjabat
Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan VII (1998), Menteri Kehakiman
Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999), Menteri Sekretaris Negara
(1999), Hakim Agung Mahkamah Agung RI (2001-2002), Gubernur
Lemhannas RI (2005-2011), Founder & Chairman Justitita Law Firm, Jakarta,
PT Multipolar Technology Tbk dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris
Independen (2013-sekarang), PT Lippo Karawaci Tbk sebagai Komisaris
Independen (2013-sekarang).
3. Theo L. Sambuaga. (Komisaris)
Warga Negara Indonesia, 65 tahun.Theo L. Sambuaga memperoleh gelar
Sarjana dariFISIP- Universitas Indonesia pada tahun 1977,Master of
International Public Policy dari School ofInternational Studies (SAIS) Johns
Hopkins University,USA, pada tahun 1990. Beliau memulai karir di PT. Lippo
Karawaci Tbkdengan jabatan terakhir sebagai Presiden Komisaris
(2004-sekarang), PT. First Media Tbk dengan jabatanterakhir sebagai Presiden
Komisaris (2013-sekarang),Lippo Group dengan jabatan terakhir
sebagaiPresiden (2010-sekarang), BeritaSatu Media Holdingdengan jabatan
terakhir sebagai Presiden (2011-sekarang), PT. Multipolar Tbk dengan jabatan
terakhirsebagai Presiden Komisaris (2011-sekarang),PT. Siloam International
Hospitals Tbk. Denganjabatan terakhir sebagai Komisaris (2011-sekarang)PT.
Matahari Putra Prima Tbk dengan jabatan terakhirsebagai Presiden Komisaris
(2013-sekarang).
4. Farid Harianto. (Komisaris Independen)
Warga Negara Indonesia, 62 tahun. Memperoleh gelarSarjana jurusan Teknik
Elektro dari Institut TeknologiBandung pada tahun 1975. Memperoleh gelar
PascaSarjana dalam bidang Ekonomi Terapan pada tahun1988 dan gelar
kehormatan PH.D dari Wharton SchoolUniversity of Pennsylvania, USA pada
tahun 1989.Farid Harianto memulai karir di Institut PPM denganjabatan
terakhir sebagai Direktur Program Pasca Sarjana(1989-1993), sebagai Senior
Researcher (1990-1993) diUniversitas Indonesia, CIS-University Toronto
sebagaiVisiting Professor (1993-1995), PT. Pemeringkat EfekIndonesia
dengan jabatan sebagai Presiden Direktur(1995-1998), PT. Kliring
Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris
(1998-2006),Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN)
masa 1998-2000, PT. Unggul Indah CahayaTbk dengan jabatan terakhir
sebagai Komisaris (2004-sekarang), PT. Lippo Karawaci Tbk dengan
jabatanterakhir sebagai Komisaris (2005-sekarang), Staff KhususWakil
Presiden Republik Indonesia (2009-sekarang),PT. Kertas Basuki Rahmat
Indonesia Tbk dengan jabatansebagai Komisaris (2010-sekarang), PT. Toba
BarSejahtera dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris(2012-sekarang), PT.
Siloam International Hospitals Tbkdengan jabatan terakhir Komisaris
Independen (2011-sekarang).
5. Ir. Jonathan L. Parapak. (Komisaris Independen)
Warga Negara Indonesia, 72 tahun. Memperoleh gelarSarjana Tehnik dari
University of Tasmania, Australia(1966), Master of Engineering Science dari
University ofTasmania, Australia (1968). Memperoleh Diploma dalambidang
Dynamic Management for International Executivesdari Unversity of Syracuse
New York, USA (1975). Lulusan Lemhanas (1984) dengan mendapat
“Wibawa SerojaNugraha” (nilai tertinggi). Memperoleh gelar The
HonoraryDoctor of Engineering dari University of Tasmania,
Australia(2009).Jonathan Parapak memulai karir di PT. Indosat denganjabatan
terakhir sebagai Komisaris utama (1980-2000),Ketua Dewan Gubernur
Intelsat Washington (1989-1990),Sekretaris Jenderal Departemen Parpostel
(1991-1998),PT. INTI dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris
Utama(1993-2000), Anggota Dewan Riset Nasional (1995-2005),Sekretaris
Jenderal Departemen Pariwisata Seni danBudaya (1998-1999), PT. Siloam
Health Care Group Tbkdengan jabatan terakhir sebagai Komisaris (2000-
2004),PT. Bukit Sentul Tbk dengan jabatan terakhir sebagaiKomisaris (2000-
2004), PT. Pacific Utama dengan jabatanterakhir sebagai Komisaris (2000-
2004), PT. AsiaNet danPT. First Media dengan jabatan terakhir sebagai
PresidenKomisaris/ Chairman (2000-2009), Rektor Universitas Pelita harapan
(2006 sekarang), PT. Matahari DepartmentStore dengan jabatan terakhir
sebagai Komisaris (2009-sekarang), PT. Multipolar Corporation Tbk dengan
jabatanterakhir sebagai Komisaris (2009-sekarang), PT.
MultipolarCorporation Tbk sebagai Komisaris (2009-sekarang),PT. Matahari
Putra Prima Tbk dengan jabatan terakhirsebagai Komisaris (2009 - sekarang),
PT. Lippo KarawaciTbk dengan jabatan terakhir sebagai Komisaris (2009-
sekarang) PT. Siloam International Hospitals Tbk denganjabatan terakhir
Komisaris Independen (2011-sekarang).
6. Agus Benjamin. (Komisaris)
Warga Negara Indonesia, 44 tahun, memperoleh gelarSarjana Teknik Mesin
dari Institut Teknologi Bandung(1994). Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
dariUniversitas Terbuka (1995) dan Magister Manajemendari Prasetiya Mulya
Business School (1995). MemilikiProfessional Certificate sebagai Fellow of
The CharteredInstitute of Marketing (UK), Qualified InsurancePractitioner
(QIP), Certified Property Underwrite(AAMAI), Fellow of The Indonesian
General InsuranceExpert (AAIK) dan Associate of The Indonesian
LifeInsurance Expert (AAAIJ). Mendapatkan penghargaansebagai “Visionary
Indonesian Insurance CEO” darimajalah Business Review pada tahun 2012
dan “FutureTransformational Corporate Leader” dari majalah SWApada tahun
2013.Beliau memulai karir formal di PT Gajah Tunggal Prakarsapada tahun
1996 dengan posisi terakhir sebagaiMarketing Manager. Karir di industri
asuransi dimulaipada tahun 1998 dengan mengikuti Sinar Mas
ExecutiveTraining Program dan mencapai jabatan RegionalManager untuk
Jakarta dan Sumatera di PT. AsuransiJiwa Ekalife (sekarang, PT. Asuransi
Jiwa Sinar MasMSIG), kemudian bergabung dengan PT. Asuransi SinarMas,
perusahaan asuransi umum, sampai dengan tahun2001 sebagai Assistant
General Manager. Melanjutkankarir di PT. Lippo General Insurance, Tbk,
perusahaanpenyedia asuransi kesehatan utama, sebagai General Manager.
Menjabat berbagai posisi Head dan Direktur dibidang Operation, Business
Development dan Marketingsebelum diangkat sebagai Presiden Direktur
padatahun 2011 sampai sekarang, PT. Siloam InternationalHospitals Tbk
dengan jabatan terakhir Komisaris(2011-sekarang).
Visi dan Misi
Dalam sebuah rumah sakit tentunya memiliki visi dan misiya masing-
masing, termasuk siloam hospital dimana visi dan misi tersebut adalah sebagai
berikut. Visi: berkualitas Internasional, mudah di jangkau, skala biaya ekonomis,
dan berbelas kasih ilahi. Dan Misinya adalah sebaai berikut: menjadi pilihan yang
terpecaya dalam pelayanan kesehatan holistik, pendidikan dan riset kesehatan
berkelas dunia. Dan juga ada nilai-nilai yang dimiliki oleh perusahaan siloam
hospital, yaitu: kasih, peduli, integritas, kejujuran, empati, belas kasih,
profesionalisme.
Tinjauan Bisnis
Ada beberapa tinjauan bisnis yang biasa di lakukan oleh beberapa rumah
sakit – rumah sakit lainnya, tinjauan bisnis ini juga berlaku bagi rumah sakit
siloam. Yang diataranya adalah sebagai berikut:
1. Tinjauan Industri Layanan Kesehatan
Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, diikuti perubahan dalam
gaya hidup masyarakat, jenisjenis penyakit yang berhubungan dengan gaya/cara
hidup akan menjadi kontributor lebih besar pada sektor penanganan kesehatan di
Indonesia, utamanya di perkotaan. Pergeseran profil kepada penyakit yang terkait
gaya hidup, diperkirakan akan meningkatkan pengeluaran per pengobatan, karena
penyakit yang terkait gaya hidup biasanya lebih mahal biaya pengobatannya
dibandingkan penyakit menular.
Dalam laporan “Market Study” tahun 2012, KPMG melihat pertumbuhan
ekonomi Indonesia juga meningkatkan permintaan akan layanan kesehatan
berkualitas. Bertumbuhnya golongan kelas menengah dan kebutuhan akan
layanan kesehatan berkualitas, ditandai dengan besarnya “kebocoran”
keuntungan yang mengalir ke negara lain yaitu melalui medical tourism.
Pengeluaran sebesar USD 1,4 miliar untuk medical tourism merupakan potensi
keuntungan yang dapat diperoleh rumah-rumah sakit Indonesia. Menghadapi
kondisi ini, Indonesia berencana untuk meningkatkan kualitas rumah-rumah
sakitnya sehingga mengikuti standar international, dengan akreditasi oleh JCI
dan berusaha untuk menjadi negara tujuan medical tourism pada tahun 2015.
Negara yang hendak mempromosikan dirinya sebagai tujuan pengobatan
diharuskan menggunakan akreditasi internasional dan bukan sekedar akreditasi
nasional.
2. Tinjauan Kerja Bisnis Perseroan
Perseroan adalah grup rumah sakit swasta terbesar di Indonesia dalam jumlah
kapasitas dan jumlah tempat tidur operasional, per tanggal 31 Desember 2012
menurut Frost & Sullivan. Perseroan membuka rumah sakit pertama di tahun 1996
dan sejak itu terus berkembang melalui pendirian rumah-rumah sakit baru maupun
akuisisi oportunistik rumah-rumah sakit yang sudah ada. Saat ini Perseroan
mengoperasikan 16 rumah sakit , di 12 kota di Indonesia dan menawarkan
layanan kesehatan spesialis yang lengkap seperti prosedur bedah kompleks,
layanan laboratorium, fasilitas radiologi dan imaging, pengobatan kesuburan,
layanan kesehatan umum dan layanan diagnostik dan darurat di Indonesia.
Per tanggal 31 Desember 2013, Perseroan sebagai perusahaan yang
menawarkan layanan kesehatan memiliki kapasitas 3.783 jumlah tempat tidur,
mempekerjakan lebih dari 1.500 dokter (termasuk 1. 209 dokter spesialis),
didukung lebih dari 2.700 perawat, serta lebih dari 2.300 staff pendukung lainnya.
Melihat kebutuhan pasar yang demikian besar akan layanan kesehatan yang
berkualitas dan perkembangan Indonesia, Perseroan berencana untuk
mengembangkan operasinya melalui pendirian rumah sakit baru, pengembangan
rumah sakit Perseroan yang sudah ada dan akuisisi yang berpeluang baik.
3. Keunggulan Kompetitif Perseroan
a. Pemimpin dalam Layanan Inovatif
Perseroan dikenal sebagai pemimpin dalam model layanan klinis inovatif,
peralatan tercanggih, fasilitas berorientasi pasien dan layanan klinik maupun
nonklinik terpadu di Indonesia. Keunggulan Perseroan dalam peralatan terkini
menghadirkan 11 Cath-Lab, 13 alat MRI, 18 CT Scanner, Gamma Knife pertama
di Indonesia, dua Linear Accelerators, dan satu Cyclotron.
Selama lebih dari 17 tahun, Perseroan menjadi pelopor dan memberikan
banyak perkembangan penting dalam perkembangan layanan kesehatan di
Indonesia. Sebagai contoh, Siloam Hospitals Lippo Village adalah rumah sakit
Indonesia pertama yang diakui internasional melalui akreditasi oleh Joint
Commission International (“JCI”) pada tahun 2007 dan telah berhasil
mempertahankan akreditasi tersebut sampai dengan saat ini. Perseroan juga
merupakan pelopor dalam penggunaan teknologi MRI 3-Tesla, 256 Slice CT,
Rapid Arc Linear Accelerator dan Gamma Knife di Indonesia. Selain itu,
Perseroan juga memperoleh penghargaan “Luar Biasa” dari Asian Hospital
Management Award pada tahun 2011, penghargaan “Indonesian Healthcare
Services Provider of the Year: Best Practices” dari Frost & Sullivan pada tahun
2010 dan 2012, serta pada tahun 2013 Perseroan menerima penghargaan
Corporate Image Award 2013 sebagai The Best in Building and Managing
Corporate Image kategori Rumah Sakit dari Bloomberg Indonesia Bussiness
Week dan Frontiern Consulting Group. Selain itu, Perseroan memperoleh
penghargaan Indonesia Sustainable Business Awards 2013, sebagai Industry
Champions Healthcare dari SBA id dan Indonesia Healthcare Most Reputable
Brand 2013, berdasarkan survey pelayanan kesehatan di 7 kota di Indonesia,
kategori rumah sakit swasta dari SWA.
b. Dukungan Riset dan Akademis
Untuk perkembangan yang berkesinambungan, Perseroan
mengintegrasikan operasi klinis dengan fasilitas riset dan akademis unggulan.
Sebagai organisasi kesehatan di Indonesia, Perseroan merupakan bagian dari
Layanan Kesehatan Universitas Pelita Harapan (UPHMS), yang terdiri dari
Sekolah Kedokteran Universitas Pelita Harapan, yaitu suatu sekolah kedokteran
dan keperawatan ternama di Indonesia, dan Mochtar Riady Institut of
Nanotechnology, suatu lembaga riset berfokus pada riset genetik dan kanker. Hal
ini memungkinkan Perseroan menjadi bagian untuk mendorong inovasi di bidang
kesehatan dan menghasilkan generasi dokter dan perawat mendatang untuk
pengembangan usaha Perseroan.
c. Centers of Excellence
Centers of Excellence bertujuan untuk menjadikan rumah sakit Perseroan
fokus pada bidang pelayanannya, sesuai kebutuhan masyarakat sambil tetap
memberikan pelayanan kesehatan berkualitas internasional. Perseroan telah
mengembangkan Centers of Excellence di beberapa bidang spesialisasi di rumah
sakit Perseroan, termasuk di bidang kanker, jantung, syaraf, kesuburan, urologi
dan ortopedik. Pembentukan Centers of Excellence menjadikan Perseroan sangat
dikenal dalam memberikan layanan kesehatan yang paling mutakhir di Indonesia.
Per 31 December 2013, rumah sakit Perseroan memiliki beragam jasa
pelayanan kesehatan dan jasa bedah, dengan fokus sebagai digambarkan pada
tabel dibawah ini :
No Rumah Sakit Spesialisasi
1. SHLV Kardiologi, neuroscience, ortopedi dan
gawat darurat
2. SHKJ Urologi, ortopedi, kardiologi dan gawat
darurat
3. SHSB Perawatan kesuburan, kardiologi, dan gawat
darurat
4. SHLC Occupational medicine dan gawat darurat
5. SHUB Gawat darurat
6. SHBP Gawat darurat
7. MRCCC Kanker, liver dan gawat darurat
8. RSUS Gawat darurat
9. SHMN Gawat darurat
10. SHMK Kardiologi, endokrinologi dan gawat
darurat
11. SS Gastroenterologi dan gawat darurat
12. SHCN Kardiologi
13. SHDP Pengobatan untuk turis, ortopedik,
kardiologi dan gawat darurat
14 SHTB Kardiologi, onkologi dan neuroscience
15 BIMC Kuta
BIMC Nusa Dua
Emergency, operasi plastik
Emergency, operasi plastik
d. Strategi Bisnis 2013
a) Memperkuat dan mengembangkan posisi memimpin di pasar layanan
kesehatan Indonesia dengan: meningkatkan jumlah tempat tidur secara
signifikan di seluruh jaringan rumah sakit Perseroan dengan sistematis
dan efektif, merintis model rumah sakit modular, mengidentifikasi
pasar yang belum terlayani, membangun atau mengakuisisi rumah sakit
baru, memperluas dan meningkatkan fasilitas yang sudah ada, agar
layanan klinis yang disediakan memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
b) Mengembangkan model hub and spoke, yang efektif memperluas
layanan spesialis, mengembalikan migrasi medis domestik,
memberikan diagnosa ahli secara real time, mengurangi biaya bagi
pasien maupun Perseroan dan mengatasi kekurangan pasokan spesialis
berkualitas tinggi.
c) Mendapat marjin yang lebih tinggi dalam memberikan layanan
spesialis, dan mengembalikan tren perjalanan medis ke luar negeri agar
tetap di Indonesia.
d) Menarapkan model layanan klinis holistik dan perbaikan kualitas
berkesinambungan.
e) Mendorong efisiensi operasional dengan teknologi canggih, yang
mendukung sistem keuangan dan administrasi sambil tetap mengacu
pada prosedur standar internasional dan praktik klinis
f) Mendukung operasi klinis dengan penelitian yang teratas dan fasilitas
akademik untuk memberikan pelayanan prima.
g) Terus merekrut, mempertahankan dan memberi insentif bagi tenaga
medis handal.
Jalur Bisnis Rumah Sakit
Ada lima jalur bisnis utama untuk pasien mengakses dan membayar pelayanan
di rumah sakit Perseroan. Kelima jalur ini yang mendorong peningkatan
pendapatan secara keseluruhan, yaitu:
1. Gawat Darurat
2. Layanan Rawat Jalan
3. Medical check-up
4. Rujukan
5. Layanan Rawat Inap
Pendapatan Perseroan umumnya didorong oleh biaya konsultasi, perawatan
dan administrasi, dilengkapi juga dengan penjualan obat , penggunaan peralatan
medis, dan diagnostik lainnya seperti tes laboratorium, diagnosa umum, radiologi
dan biaya untuk berbagai layanan lainnya. Penerimaan untuk layanan rawat inap
Perseroan sebagian besar didorong oleh pasien yang datang melalui layanan rawat
jalan atau gawat darurat.
1. Unit Gawat Darurat
Unit Gawat Darurat Perseroan dianggap sebagai yang terbaik di Indonesia
dan menggunakan layanan terpusat telepon “500-911” untuk mengakses
layanan gawat darurat Perseroan. Semua rumah sakit Perseroan telah
dilengkapi dengan mobil ambulans modern untuk menstabilkan pasien selama
dalam perjalanan ke rumah sakit Perseroan. Semua staf klinis Perseroan terlatih
dalam pengobatan darurat standar internasional dan protokol untuk jantung,
stroke dan perawatan trauma, sesuai dengan pedoman dari American and
Australasian Schools of Emergency Medicine. Pada tahun 2012 dan 2013, unit
gawat darurat masingmasing merawat 99.139 dan 131.706 pasien.
2. Layanan Rawat Jalan
Layanan rawat jalan Perseroan merupakan entry point pasien terbesar
mencakup sekitar 78% dari seluruh pasien Perseroan di tahun 2013. Layanan
rawat jalan juga mencakup penggunaan fasilitas tercanggih untuk bedah harian,
prosedur atau perawatan invasif yang minimal, seperti operasi minor,
fisioterapi, endoskopi, hemodialisa dan kemoterapi. Pada tahun 2012 dan 2013
Perseroan masing-masing mencatat 804.395 dan 1.014.564 kunjungan rawat
jalan.
3. Medical Check-Up
Semua rumah sakit Perseroan menyediakan berbagai macam program
medical check-up menggunakan peralatan diagnostik dan tes tercanggih.
Medical checkup adalah entry point utama yang digunakan oleh Perseroan
untuk mendapatkan bisnis dari perusahaan asuransi dan perusahaan yang
membutuhkan, dengan menjual paket medical check-up dan
pengecekankesehatan yang kompetitif. Pada tahun 2012 dan 2013, unit medical
check-up Perseroan masing-masing melayani 68.778 dan 64.978 pasien.
4. Rujukan
Rujukan merupakan pasien yang dirujuk oleh rumah sakit lain dan dokter
untuk rawat inap dan jasa lainnya (seperti radiologi, laboratorium dan jasa
peralatan diagnostik lainnya).
5. Rawat Inap
Unit layanan rawat inap Perseroan menawarkan pengurusan kepada pasien
layanan rawat jalan dan gawat darurat yang diterima di rumah sakit Perseroan,
untuk pengurusan lebih lanjut. Pada tahun 2013 layanan rawat inap Perseroan
memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan yaitu sekitar 62%. Jumlah
pasien rawat inap didorong oleh jumlah konversi pasien rawat jalan dan gawat
darurat, sedangkan rata-rata pendapatan per hari pasien rawat inap didorong
oleh tipe kamar yang dipilih pasien serta kerumitan perawatan medisnya.
Pendapatan rawat inap meliputi biaya jasa konsultasi dan profesional dokter,
biaya kamar, biaya administrasi, biaya laboratorium, penjualan obat dan
peralatan medis, radiologi dan pendapatan peralatan tambahan dan biaya ruang
operasi. Untuk tahun 2013, rata-rata lama menginap (“ALOS”) di rumah sakit
Perseroan adalah sekitar 4 hari.
Sumber Pendapatan Dan Kelompok Pasien
Perseroan mengelompokkan sumber pendapatan dan pasien dalam 5 kelompok:
1. Out-of-Pocket Expense (“OPE”).
Pasien datang dengan biaya sendiri, melakukan pembayaran secara tunai
atau menggunakan kartu kredit, untuk mendapatkan layanan yang diberikan
oleh rumah sakit Perseroan. Rata-rata setiap tahun, pasien OPE merupakan
komposisi terbesar dari kelompok pasien Perseroan, yaitu 65%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasien OPE adalah kedekatan
dan aksesibilitas rumah sakit, hubungan dengan dokter di rumah sakit, merek
dan reputasi untuk perawatan kesehatan yang berkualitas dan layanan spesialis
termasuk akses ke Centers of Excellence.
2. Skema Pembayaran Perusahaan.
Perseroan secara aktif melibatkan perusahaanperusahaan lain atau
korporasi dalam program kesehatan dan medis bagi karyawan mereka dengan
menawarkan paket untuk berbagai perawatan. Klien korporasi Perseroan
mencakup perusahaan multinasional dan nasional. Rata-rata setiap tahun,
pasien dari korporasi Perseroan mewakili 15% dari total pasien Perseroan.
3. Skema Pembayaran Perusahaan Asuransi Swasta.
Segmen ini mewakili sekitar 15% dari total pasien Perseroan. Perseroan
memiliki hubungan dan diakui oleh asuransi swasta terbesar seperti Manulife,
AIA Financial, Bupa International, Allianz, AXA Financial, dan Lippo General
Insurance.
4. Skema Pembayaran Program Asuransi Kesehatan Pemerintah.
Asuransi kesehatan dari pemerintah saat ini memberikan kontribusi yang
relatif kecil atas jumlah pasien, mewakili 5% dari pasien Perseroan.
5. Rujukan
Sampai dengan saat ini, hanya ada sedikit pasien yang dirujuk oleh dokter
pihak ketiga. Perseroan berharap segmen ini tumbuh dari waktu ke waktu
seiring perkembangan rumah sakit baru yang canggih di kota-kota yang belum
terlayani.
Pengembangan Kompetensi, Karir Dan Kesejahteraan Sosial Karyawan
Mengingat pentingnya peran karyawan bagi keberhasilan dan kemajuan
usaha Perseroan, maka Perseroan terus berupaya dalam meningkatkan kualitas
dan kompetensi karyawan serta memacu produktivitas dan motivasi tiap
karyawan, antara lain dengan
a. Sistem Remunerasi:
1. Piagam dan/atau hadiah kepada karyawan yang dinilai berjasa berdasarkan
kualitas pelayanan
2. Pemberian bonus yang dikaitkan dengan kinerja karyawan dan kinerja
Perusahaan
3. Penghargaan kepada karyawan yang memiliki masa kerja lebih dari 10
tahun .
b. Sistem Kenaikan Gaji:
Dalam rangka memenuhi ketentuan-standar upah minimum yang
ditetapkan Pemerintah, Perseroan selalu memperhatikan kesejahteraan
karyawan. Dalam komitmennya, Perseroan meninjau gaji minimal satu kali
dalam setahun. Penyesuaian besarnya gaji dan upah sejalan dengan tingkat
kinerja Perseroan dan karyawan, laju inflasi, serta standar gaji minimum (Upah
Minimum Provinsi) sesuai dengan ketentuan peraturan Pemerintah. Dalam hal
ini, paket pengupahan yang diterapkan selalu mengacu kepada prinsip dasar
pengupahan, yaitu keseimbangan komparatif secara internal dan kompetitif
secara eksternal di industri yang sama.
c. Tunjangan dan Fasilitas:
Perseroan juga memberikan sejumlah tunjangan dan fasilitas yang
diharapkan mampu mendorong peningkatan kinerja dan produktivitas
karyawan Perseroan. Adapun tunjangan maupun fasilitas yang disediakan oleh
Perseroan mencakup:
1. Tunjangan Hari Raya
2. Asuransi kesehatan/biaya perawatan rawat inap dan rawat jalan untuk
karyawan dan keluarga inti
3. Bantuan kedukaan bagi anggota keluarga inti yang meninggal dunia;
4. Bantuan bagi yang mengalami musibah akibat bencana alam atau force
majeur lainnya;
5. Program asuransi tenaga kerja melalui Jamsostek
6. Dana pensiun melalui manajemen dana investasi
d. Program Pelatihan
Perseroan menyadari pentingnya pengembangan karyawan melalui
program pelatihan terintegrasi untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan
dan kompetensi karyawan yang berkelanjutan. Program pelatihan Perseroan
terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu Pelatihan Medis/Klinis dan Pelatihan
Manajemen Umum dan Fungsional. Di dalam pelaksanaannya, pelatihan ini di
laksanakan dengan dua cara, yakni In House dan Pelatihan Eksternal.
Audit Internal
Audit Internal dibentuk pada 5 Juni 2013 dengan tujuan untuk menciptakan
sistem pengendalian internal yang efektif dan terintegrasi antara Perseroan dengan
anak-anak perusahaannya. Audit Internal merupakan mitra Direksi dalam
mencapai tujuan Perseroan dengan melaksanakan fungsi audit dan fungsi
konsultasi secara independen dan objektif.
1. Tugas dan Tanggung Jawab Audit Internal
Audit Internal bertugas menguji dan mengevaluasi pelaksanaan
pengendalian internal dan sistem manajemen risiko sesuai dengan kebijakan
Perseroan. Audit Internal menyusun rencana audit tahunan yang disetujui dan
disahkan oleh Direksi.
Audit Internal melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan
efektivitas di bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya manusia,
teknologi informasi dan kegiatan lainnya.
Setelah melakukan pemeriksaan, Audit Internal membuat laporan
pemeriksaan untuk disampaikan kepada Presiden Direktur dan Dewan
Komisaris dengan tembusan kepada Komite Audit. Selanjutnya Audit Internal
melakukan pemantauan untuk memastikan bahwa rekomendasi perbaikan
dan/atau pencegahan telah dilaksanakan.
2. Piagam Audit Internal
Piagam Audit Internal menjadi acuan bagi Audit Internal dalam
melaksanakan seluruh kegiatan audit internal. Piagam ini memuat maksud dan
tujuan, struktur dan keanggotaan, persyaratan auditor internal, kemandirian
fungsional, tugas dan tanggung jawab, bentuk pertanggungjawaban dan
pelaporan, wewenang, ruang lingkup kegiatan, kode etik, penetapan dan
pembaharuan piagam.
Perseroan telah menyusun Piagam Audit Internal sebagaimana telah diatur
dalam Peraturan Bapepam- LK No. IX.1. 7 tentang Pembentukan dan Pedoman
Penyusunan Piagam Unit Audit Internal. Perseroan telah menunjuk Hieronimus
Gunawan H.P. selaku Ketua Audit Internal berdasarkan Surat Keputusan
Direksi tertanggal 5 Juni 2013 yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris.
Lampiran 4
LAPORAN DISKUSI
MATAKULIAH ADMINISTRASI RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS
MATERI : GOVERNING BODY, HOSPITAL BYLAWS, DAN QUALITY
ASSURANCE
A. Waktu Pelaksanaan
Hari, tanggal : Kamis, 23 Oktober 2014
Pukul : 07.00-8.45 WIB
Tempat : Gedung T5-205/FIK 12
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui peranan governing body di Rumah Sakit.
2. Untuk mengetahui fungsi hospital bylaws di Rumah Sakit.
3. Untuk mengetahui fungsi quality assurance dan aplikasinya pada
penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
C. Penyampaian Materi
Materi disampaikan oleh kelompok 5 yang dimulai pada pukul 07.00-
08.45 WIB. Penyampaian materi dipimpin oleh moderator yang membagi
diskusi hanya 2 sesi. Diantaranya sesi penyampaian materi dan sesi tanya-
jawab. Penyampaian materi dilakukan oleh 4 anggota kelompok yang
disampaikan secara bergiliran. Empat anggota tersebut diantaranya:
1. Ahmad Alharis 130612607885
2. Fitra Mulya Fisca R. 130612607848
3. Rahma Ismayanti 130612607891
4. Salsabilla A. Putri 130612607899
D. Tanya-Jawab
1. Hazrina Annisafitri/130612607850
Bagaimanakah tanggung jawab terhadap berbagai setiap tahapan pada
jaminan mutu pelayanan kesehatan?
Jawab:
Rahma Ismayanti/130612607891
Yang bertanggung jawab dalam tahapan pendekatan jaminan mutu layanan
kesehatan adalah Tim Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Tim tersebut
dapat terbentuk dari:
a. Penulis standar
b. Manajemen layanan kesehatan
c. Kelompok sejawat (peer group)
d. Konsultan jaminan mutu layanan kesehatan
e. Panitia/komite audit
2. M. Dwi Hidayatullah/130612607888
Siapa yang berperan dalam mengawasi audit internal dan bagaimana
proses dari audit internal?
Jawab:
Fitra Mulya Fisca R./130612607848
Yang mengawasi audit internalnya yaitu dewan pengawas dari komite
audit internal. Kemudian proses dari audit internalnya itu adalah Audit
Internal menyusun rencana audit tahunan yang disetujui dan disahkan oleh
Direksi. Audit Internal melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi
dan efektivitas di bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya
manusia, teknologi informasi dan kegiatan lainnya. Setelah melakukan
pemeriksaan, Audit Internal membuat laporan pemeriksaan untuk
disampaikan kepada Presiden Direktur dan Dewan Komisaris dengan
tembusan kepada Komite Audit. Selanjutnya Audit Internal melakukan
pemantauan untuk memastikan bahwa rekomendasi perbaikan dan/atau
pencegahan telah dilaksanakan.
3. Erni Dwiyanti/130612607875
Berapa jumlah anggota dalam pelaksanaan audit internal, periode atau
masa jabatan anggota dan proses audit internal?
Jawab:
Salsabilla A. Putri/130612607899
Fitra Mulya Fisca R./130612607848
Anggota dalam audit internal dinamakan komite audit, yaitu komite yang
dibentuk melalui keputusan dewan komisaris rumah sakit. Pada Siloam
Hospitals, persyaratan keanggotan komite audit terutama yaitu memiliki
integritas yang tinggi, memliki latar belakang pendidikan akuntansi atau
keuangan, memiliki pengetahuan yang cukup dalam membaca dan
memahami laporan keuangan, mempunyai pengetahuan dan pengalaman
yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya serta mampu
berkomunikasi dengan baik. Periode atau masa jabatan anggota komite
audit adalah paling lama adalah tiga tahun dan dapat diangkat kembali
untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota komite audit
pada Siloam Hospitals yaitu tiga orang yang terdiri dari satu ketua dan dua
anggota. Kemudian prosesnya adalah Audit Internal menyusun rencana
audit tahunan yang disetujui dan disahkan oleh Direksi. Audit Internal
melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektivitas di
bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya manusia, teknologi
informasi dan kegiatan lainnya. Setelah melakukan pemeriksaan, Audit
Internal membuat laporan pemeriksaan untuk disampaikan kepada
Presiden Direktur dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada Komite
Audit. Selanjutnya Audit Internal melakukan pemantauan untuk
memastikan bahwa rekomendasi perbaikan dan/atau pencegahan telah
dilaksanakan.
Tambahan:
Lutfi Sovyalatufa/ 130612607890
Komite audit adalah suatu badan yang berada di bawah komisaris yang
sekurang2nya minimal 1 org anggita komisaris, dua org ahli yg bukan
merupakan pegawai BUMN yg bersangkutan yg bersifat mandiri.
Dibentuk oleh dewan komisaris dlm rangka membantu melaksanakan
fungsi dan tugasnya.
4. Suci Rahayu/ 130612607887
Bagaimana sistem pergantian dan alasan dewan pengawas rumah sakit
diberhentikan?
Jawab:
Salsabilla A. Putri/130612607899
Berdasarkan Permenkes RI No. 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas
Rumah Sakit, pasal 13 yaitu masa jabatan anggota Dewam Pengawas
ditetapkan selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan Peraturan Internal
Rumah Sakit (Hospital Bylaws) atau Dokumen Tata Kelola (corporate
governance) dan dapat diangkat kembali selama memenuhi persyaratan.
Pasal 14 (1) Keanggotaan Dewan Pengawas berakhir setelah masa jabatan
anggota Dewan Pengawas berakhir. (2) Anggota Dewan Pengawas pada
Rumah Sakit dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya oleh pemilik
Rumah Sakit. (3) Pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila anggota Dewan Pengawas
terbukti :
a. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;
b. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah Sakit;
d. mempunyai benturan kepentingan dengan Rumah Sakit; atau
e. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Dalam hal anggota Dewan Pengawas menjadi tersangka tindak pidana
kejahatan, yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya
oleh pemilik Rumah Sakit.
5. Fauzia Rafidah/130612607842
Bagaimana peran masyarakat dalam peningkatan jaminan mutu pelayanan
kesehatan?
Jawab:
Rahma Ismayanti/130612607891
Ahmad Al-Haris/130612607885
Masyarakat berperan dalam penjaminan mutu layanan kesehatan melalui
beberapa media yang telah disediakan oleh layanan kesehatan, seperti
quisioner ataupun kotak suara, karena sejatinya merekalah yang menjadi
subjek dalam layanan kesehatan. Namun dalam tahapan peningkatan
jaminan mutu layanan kesehatan, tidak semua masyarakat terlibat di
dalamnya, hanya beberapa saja yang dapat berpartisipasi yang mana
mereka telah mewakili suara masyarakat lainnya.
Tambahan :
Hazrina Annisafitri/ 130612607850
Pendapat masyarakat penting dalam penyelenggaraan mutu pelayanan
kesehatan. Karena rumah sakit berfungsi sebagai penyedia pelayanan
kesehatan bagi masyarakatnya sehingga untuk evaluasi dan perencanaan
berikutnya membutuhkan pendapat dari masyarakat.
Retno Puspitasari/130612607844
Definisi Quality Assurance adalah keseluruhan upaya yang dilakukan
dalam tujuan untuk menyelenggarakan layanan kesehatan yang terbaik
mutunya dan sesuai standar yang telah ditentukan melalui kesepakatan
bersama. Fokus Quality Assurance ialah upaya pencegahan dalam suatu
stakeholder dalam terjadinya kesalahan pada proses pengembangan suatu
mutu jaminan pelayanan kesehatan. Kemudian tujuannya yaitu
meningkatkan proses pengembangan dan testing agar tidak terjadi
kesalahan selama mutu jaminan pelayanan kesehatan dikembangkan.
Berbeda dengan QC (Quality Control) yang masuk dalam infrastruktur QA
(Quality Assurance) adalah fokus QC yaitu hanya berfokus pada
identifikasi atau koreksi dalam penjaminan mutu pelayanan kesehatan,
serta tujuan QC adalah mengidentifikasi kesalahan setelah jaminan mutu
pelayanan kesehatan dirasakan oleh masyarakat.