Critical Discourse Analysis___apri Gustianto_Serang

24
Bagian dan Rangkaian * STRUKTUR WACANA

Transcript of Critical Discourse Analysis___apri Gustianto_Serang

Bagian dan Rangkaian

*STRUKTUR WACANA

*Manusia memiliki insting atau naluri bahasa (language-instinct).*Manusia berasosiasi dengan sesamanya dengan bahasa yang terlebih dahulu ada dalam konvensi.*Ada beberapa tingkatan dalam wacana (discourse-level) kata, frase, klausa,kalimat; ucapan, percakapan, cerita, argumen.*Kemampuan berbahasa seseorang bisa dilihat dari hal-hal khas kebahasa-an seperti fonologi ( bagaimana sebuah bunyi digolongkan dan dikombinasikan dalam bahasa), morfologi ( tentang struktur kata), sintaksis ( tentang struktur kalimat), semantik (penafsiran makna) .

*Analisa wacana mengusulkan sebuah deskripsi tingkatan pengetahuan yang memungkinkan orang untuk memproduksi dan menginterpretasi sebuah paragraf, cerita, percakapan dan argumen dan menelaah bagaimana interaksi antara pembicara dan lawan bicaranya.

* Maksud suatu wacana berstruktur?

*Suatu ucapan tunggal, teks yang panjang, percakapan merupakan sebuah generalisasi yang tersusun dari rangkaian pola dan berada dalam aturan tertentu.*Dapat menentukan darimana sebuah wacana itu berasal dan dari tempat mana wacana tersebut berasal.*Dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam percakapan, kapan orang menciptakan wacana, menafsirkan alasan mengapa terjadi generalisasi wacana dan bagaimana mereka menyusunnya.

*Bagaimana menginterpretasi sebuah wacana?

*Dengan melihat bagian-bagian wacana dan hubungannya satu sama lain.*Melihat status grammar banyak aspek grammar dalam wacana tertulis yang familiar. Contoh, kata dipisahkan oleh sebuah spasi kosong dalam sistem alfabetik Roma, berawal dengan huruf kapital dan berakhir dengan titik, tanda tanya. Sebuah dokumen cetak juga disusun dalam tipografis (seni cetak) tertentu, ataupun puisi yang disusun dalam sajak dan bait dalam aturan tertentu. Semuanya telah memiliki standar relatif yang mempermudah interpretasi.

*Jenis wacana yang tidak terstruktur ialah oral discourse. Misalnya, percakapan iseng ( casual conversation) yang acak dan tidak berstruktur dan terkadang nggak nyambung. Kemungkinan penyebabnya ialah aphasia (kehilangan kemampuan memakai kata-kata karena sakit otak). *percakapan juga terkesan aneh jika ada struktur wacana yang dilanggar. Misalnya, tiba-tiba percakapan dalam telpon diputus tanpa ada pamitan terlebih dahulu.

*Kata dan Garis

*Tidak dapat dipungkiri bahwa orang berbicara dengan menggunakan kata . Tetapi pada dasarnya sebuah teks tertulis lebih terbatas daripada sebuah percakapan langsung. Seringkali dalam sebuah percakapan langsung berbeda dengan isi teks tertulis. Misalnya, ungkapan dalam percakapan langsung “ a lot” memiliki bentuk tertulis “ a lot” ;*Selain itu ada makna leksikal ungkapan tertentu yang yang dapat digunakan sebagai batas akhir sebuah percakapan. Misalnya, God be with you.

*Intonasi

*Bentuk intonasi yang ditandai dengan model pause ( berhenti sebentar) membentuk suatu makna. Seringkali inti pembicaraan terletak pada intonasi atau bagian yang hilang tersebut. Misalnya, dua orang sahabat bercerita mengenai film horror yang mereka tonton.

A : “ filmnya seru sekali. aku begitu ketakutan melihat (…….) ahh..yang terbang dan kakinya tak menyentuh tanah.B : “ oh..suster ngesot?”A : “ iya..itu yang kumaksud”.*Tanda kurung tersebut oleh Wallace Chafe disebut center

of interest. Bagian yang menjadi ide pokok tersebut terpecahkan saat pembahasan bersama masih berada dalam single topic.

*

*Menggarisbawahi penjelasan Chafe mengenai potongan, intonasi dalam sebuah wacana terdapat fakta universal mengenai perkembangan mental manusia. Chafe mengatakan bahwa secara esensial pemikiran, pengalaman dan wacana menunjukkan fakta yang spesifik yang menciptakan gaya berbicara seseorang. Dengan memahami gaya berbicara seseorang kita dapat mengetahui darimana ia berasal dan siapakah dia.

* Paragraf dan Episode (Peristiwa/kisah)

*Ada beragam model paragraf untuk menuturkan sebuah kisah.*Ada paragraf yang dimulai dengan masalah, yang biasanya ditandai dengan adanya pertanyaan dan diakhiri dengan solusi. *Ada juga paragraf yang dimulai dengan topik utama dan disertai ilustrasi.

* skema wacana dan struktur naratif

Analisis wacana dalam perspektif ini berusaha membongkar dan mengungkap maksud-maksud tersembunyi yang ada di balik ujaran-ujaran yang diproduksi. Dengan cara meneliti ujaran-ujaran yang ada dalam wacana, lalu menarik garis merah dengan jati diri si penulis atau pembicaranya. Analisis ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan kepada pembaca-pembaca yang berpotensi tidak atau kurang menyadari adanya maksud tersembunyi si pencipta wacana tersebut.

Menurut Van Dijk wacana memiliki tiga dimensi: 1. TeksDalam demensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu.2. Kognisi SosialPada tingkat kognisi sosial dipelajari proses produksi berita yang melibatkan kognisi individu penulis berita3. Konteks Sosial Konteks Sosial adalah mempelajari bangunan wacana yang berkembang di masyarakat. Inti analisis wacana adalah menggabungkan ketiga demensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan.

*Contoh analisa wacana dengan

skema pendekatan naratif Van Dijk

Pada pidato kenegaraan tgl 18 Agustus 1996 Presiden Soeharto mengajak semua pihak untuk menghormati konsensus nasional tentang keberadaan tiga kekuatan politik, yakni dua partai politik (PDI, PPP) dan Golkar. Ia menegaskan penolakannya terhadap gagasan pembentukan partai politik baru seraya mengingatkan adanya kemungkinan munculnya kembali, meskipun dalam baju lain, Partai Komunis Indonesia yang telah dilarang sejak tiga dasawarsa sebelumnya. Di samping itu, ia menyangsikan adanya dukungan rakyat terhadap gagasan pembentukan wadah baru tersebut. Katanya: "Marilah kita semua menghormati konsensus nasional yang telah kita mufakati dengan susah payah dan memakan waktu panjang.

Janganlah konsensus nasional ini kita kotak-katik lagi hanya untuk memenuhi ambisi-ambisi pribadi dan golongan. Jika kita belum puas dengan peranan ketiga wadah kekuatan politik yang kita miliki, marilah kita perbaiki wadah yang telah ada. Bukan dengan membuat wadah baru yang sama sekali tidak jelas dukungannya dari rakyat" (Kompas Online, 18 Agustus 1996).

Terlihat dari penekanan-penekanannya bahwa penutur tampak berpihak pada kepentingan bangsa (konsensus nasional yang telah dibangun dengan susah payah dalam waktu panjang), seolah-olah konsensus dan kemufakatan itu adalah sesuatu yang jelas-jelas ada. Pertanyaannya adalah apakah konsensus dan mufakat tersebut memang nyata ada dan benar-benar telah dibangun melalui prosedur yang berlandaskan pada azas demokrasi, dengan mempertimbangkan keterwakilan suara rakyat ? Ataukah konsensus tersebut adalah konsensus semu yang tampaknya ada, lagi pula sama sekali tidak dibangun dengan azas-azas demokrasi yang transparan dan berkeadilan.

Penutur juga mempersoalkan dorongan untuk menciptakan partai baru sebagai bentuk ambisi pribadi dan golongan. Pertanyaannya apakah ambisi pribadi dan golongan tidak perlu ada dalam sebuah negara, dan apakah ambisi ini selalu bersifat negatif dan mengancam kepentingan nasional? Melalui analisis wacana fenomenologis ini dapat diungkap apa kira-kira maksud Soeharto mengajak masyarakat untuk melestarikan konsep dua parpol Golkar dan untuk tidak berpikiran membentuk partai baru. Seperti kita ketahui pada masa itu Golkar, di mana Soeharto menjadi salah satu pemimpinnya, adalah golongan yang sangat besar dan kuat.

Dengan kondisi dua partai lain (PDI dan PPP) yang kekuatannya jauh di bawah Golkar, maka Golkar akan tetap menjadi kelompok raksasa yang kekuatannya tak tertandingi. Soeharto yang pada waktu itu sudah memerintah RI selama tiga puluh tahun tampak berkeinginan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai presiden RI dengan cara menjaga kestabilan kekuatan politis yang ada, yakni dengan tidak membuka sekecil apa pun peluang munculnya kekuatan baru yang mungkin mengancam kedudukan Golkar dan tentu saja dirinya dan kelompok elitnya.

Salah satu yang dirasakan mengganggu dari pendekatan ini adalah krisis 'kebenaran' dan 'rasionalitas'. Dalam pandangan post-strukturalisme, misalnya fakta sejarah dan 'fakta legal' pun dipandang sebagai konstruksi diskursif yang maknanya amat tergantung pada siapa yang bicara, di mana, bagaimana, kapan dsb, sehingga tulisan-tulisan sejarah yang pada mulanya dianggap ilmiah dapat dibongkar kembali menggunakan analisis wacana model ini ,

misalnya melalui pendekatan naratif, atau analisis naratif untuk melihat alur pikir tulisan, dan dengan demikian dapat dilihat pula maksud yang mungkin tersembunyi di balik penggunaan alur pikir tersebut. "Fakta-fakta" sejarah menjadi kabur dan sehingga tidak bisa dijadikan patokan. ( http://karsasoeper.blogspot.com/2014/03/analisis-wacana)

Lebih jauh dari fenomenologi, penghampiran post-strukturalisme memandang bahasa bukan semata sebagai medium ekspresi, tetapi sebagai medium untuk melakukan dominasi dan menyebarkan kekuasaan. Bahasa adalah alat bagi lembaga-lembaga untuk menyebarkan kekuasaannya. Pandangan ini melihat adanya konstelasi kekuatan dalam proses pembentukan dan reproduksi makna.

Konsep Foucault, wacana mengandung pengertian akan adanya power dan kekuasaan di balik pernyataan-pernyataan tersebut. Paham ini mempercayai bahwa relasi kekuasaan dalam masyarakat mempengaruhi dan membentuk cara-cara bagaimana kita saling berkomunikasi dan bagaimana pengetahuan diciptakan. Diskursus dipercayai sebagai piranti-piranti yang digunakan lembaga-lembaga untuk mempraktekkan kuasa-kuasa mereka melalui proses-proses pendefinisian, pengisolasian, pembenaran. Ia menentukan mana yang bisa dikatakan, mana yang tidak terhadap suatu bidang tertentu, pada kurun waktu tertentu pula.

*Pada prinsipnya sebuah wacana baik itu lisan maupun tulisan berada dalam aturan atau perjanjian tertentu yang salah satu sifatnya adalah abstrak.*Analisis wacana dapat membantu kita memahami sebuah peristiwa lampau sekaligus juga memberi kita suatu informasi baru.*Analisis wacana dapat tercipta dengan melihat kohesi yaitu hubungan antar kalimat di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun tataran leksikal. Kohesi juga dilihat dari kesesuaian antar unsur bahasa seperti kata ganti, kata penghubung ataupun juga diksi.

Pesan “ setiap wacana perlu dicurigai karena mengandung maksud tertentu”“Berhati-hatilah sebab orang di sampingmu, yang sedang berbicara mungkin saja ingin menguasai anda dengan wacananya”

Thank you