Buletin Prophetic Intelligence Edisi 3

12
MEJA REDAKSI Buletin Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Edisi 3 Ahad 16 November 2014 M/ 23 Muharam 1436 H PROPHETIC INTELLIGENCE Pengasuh : KH. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey Pimpinan Redaksi : Harun Nur Rosyid Bendahara: Syahrul Munir Fotografi : A. Sulaiman Fachri A. Ilustrasi: Nur Habib Rizqillah Redaktur : Fadhil Huda Asmul Fauzi ALAMAT Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Jl. Cangkringan KM. 04 Babadan Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta Telp. (0274) 7111514 LINKS www.pesantrenwisata.com MENGHIDUPKAN POTENSI DAN KEPRIBADIAN KENABIAN DALAM DIRI MELALUI PENGEMBANGAN POTENSI JIWA (BAGIAN I) Disarikan dari buku Psikologi Kenabian oleh KH. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey MENGEMBANGKAN POTENSI JIWA Pengertian Jiwa P ara ahli tasawuf membagi di- mensi dalam diri manusia men- jadi tiga bagian, ruh (ruh), jiwa (nafs) dan jasad (jism). Ruh manu- sia adalah ruh Allah juga. Al-Qur’an menyandarkan ruh yang dihembus- kan dalam diri Nabi Adam as. kepa- da Allah dengan kata ganti “-Nyadan “-Ku”. “Kemudian Dia menyem- purnakannya dan meniupkan ke da- lamnya ruh-Nya.” (Q.S. As-Sajdah 32:9). “Maka apabila telah Kusem- purnakan kejadiannya dan Kutiup- kan kepadanya ruh-Ku.” (Q.S. Shaad 38:72). Ruh memiliki seluruh sifat ruha- ni atau malaikati, seperti keberca- hayaan, kelembutan, kesadaran dan kesatuan. Sedangkan jasad yang berasal dari tanah liat, berada di kutub yang lain dalam diri manu- sia, yaitu gelap, padat, beragam dan tersebar. Ruh senantiasa sadar akan Allah, karena ia tidak menya- dari apa pun selain Allah. Sedang- kan jasad tidaklah sadar akan apa pun. Untuk menghubungkan antara yang banyak dengan yang satu, yang gelap dengan yang bercahaya dan yang sadar dengan yang tidak sadar dibutuhkan adanya penengah. Dalam diri manusia, penengah ter- sebut adalah jiwa, sebagai tempat bagi kesadaran individual kita. Jiwa adalah ruh akhir atau ruh yang diturunkan Allah SWT. atau ruh yang menzahir ke dalam jasad ma- “Demi jiwa dan penyempurnaan(penciptaan)nya, Allah telah mengilham- kan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh telah beruntunglah orang yang telah menyucikan jiwa itu, dan sungguh me- rugilah orang-orang yang telah mengotorinya.” (QS. Asy-Syams 91:7-10). Prophetic Intelligence Edisi 3 | 1

Transcript of Buletin Prophetic Intelligence Edisi 3

MEJA REDAKSI

Buletin Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien

Edisi 3 Ahad 16 November 2014 M/ 23 Muharam 1436 H

PROPHETIC INTELLIGENCE

Pengasuh :KH. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey

Pimpinan Redaksi :Harun Nur Rosyid

Bendahara:Syahrul Munir

Fotografi :A. Sulaiman Fachri A.

Ilustrasi:Nur Habib Rizqillah

Redaktur :Fadhil HudaAsmul Fauzi

ALAMAT

Pondok Pesantren Raudhatul MuttaqienJl. Cangkringan KM. 04 Babadan Purwomartani Kalasan Sleman YogyakartaTelp. (0274) 7111514

LINKS

www.pesantrenwisata.com

MENGHIDUPKAN POTENSI DAN KEPRIBADIAN KENABIAN DALAM DIRI MELALUI PENGEMBANGAN POTENSI JIWA (BAGIAN I)

Disarikan dari buku Psikologi Kenabian oleh KH. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey

MENGEMBANGKAN POTENSI JIWA

Pengertian Jiwa

Para ahli tasawuf membagi di-mensi dalam diri manusia men- jadi tiga bagian, ruh (ruh), jiwa

(nafs) dan jasad (jism). Ruh manu-sia adalah ruh Allah juga. Al-Qur’an menyandarkan ruh yang dihembus- kan dalam diri Nabi Adam as. kepa-da Allah dengan kata ganti “-Nya” dan “-Ku”. “Kemudian Dia menyem-purnakannya dan meniupkan ke da- lamnya ruh-Nya.” (Q.S. As-Sajdah 32:9). “Maka apabila telah Kusem-purnakan kejadiannya dan Kutiup-kan kepadanya ruh-Ku.” (Q.S. Shaad 38:72).

Ruh memiliki seluruh sifat ruha-ni atau malaikati, seperti keberca-hayaan, kelembutan, kesadaran dan

kesatuan. Sedangkan jasad yang berasal dari tanah liat, berada di kutub yang lain dalam diri manu-sia, yaitu gelap, padat, beragam dan tersebar. Ruh senantiasa sadar akan Allah, karena ia tidak menya-dari apa pun selain Allah. Sedang-kan jasad tidaklah sadar akan apa pun.

Untuk menghubungkan antara yang banyak dengan yang satu, yang gelap dengan yang bercahaya dan yang sadar dengan yang tidak sadar dibutuhkan adanya penengah. Dalam diri manusia, penengah ter-sebut adalah jiwa, sebagai tempat bagi kesadaran individual kita.

Jiwa adalah ruh akhir atau ruh yang diturunkan Allah SWT. atau ruh yang menzahir ke dalam jasad ma-

“Demi jiwa dan penyempurnaan(penciptaan)nya, Allah telah mengilham-kan kepada jiwa itu ( jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh telah beruntunglah orang yang telah menyucikan jiwa itu, dan sungguh me- rugilah orang-orang yang telah mengotorinya.” (QS. Asy-Syams 91:7-10).

Prophetic Intelligence Edisi 3 | 1

nusia dalam rangka menghidup-kan jasad tersebut, kalbu, akal pikir dan indrawi. Juga untuk menggerakkan seluruh unsur dan organ-organ jasad agar da- pat berinteraksi dengan ling-kungannya di permukaan bumi dan dunia ini.

Pada awal kelahiran manusia, jiwa lebih cenderung mendekat pada jasad. Seperti halnya jasad yang berasal dari tanah liat tidak memiliki kesadaran akan sesua-tu apa pun, demikian pula jiwa pada awal kelahiran. Kemudian lambat laun jiwa mulai berkem-bang ketika manusia tumbuh dan dewasa.

Jiwa mulai sadar akan alam, sehingga seiring pertumbuhan-nya, manusia berada dalam se- buah proses penemuan diri yang tiada henti. Sebagian ada yang semakin berselaras dengan ruh, dan sebagian yang lain semakin menjauh darinya.

ini terbagi menjadi empat ke-lompok:

1. Jiwa Muthmainnah, yaitu jiwa yang telah menerima pen-cerahan dan kehidupan ketu-hanan pada fase pemula. Jiwa pada fase ini telah memperoleh ketenangan dan kedamaian ka-rena ruh diri telah berhasil ber-satu dengan jasmaniahnya, serta jasmaniahnya telah terlepas dari pengaruh hawa nafsu materi, he- wani, dan kemakhlukan. Jiwa ini bermukim di alam Malakut (ke-malaikatan).

2. Jiwa Radhiyah, yaitu jiwa yang telah menerima pencerah-an dan kehidupan ketuhanan pada fase lebih tinggi. Pada fase ini jiwa telah menyatu dengan ruh awalnya yang berada di alam arwah yang tinggi. Alam yang sangat lapang, luas, dan tidak terbatas.

Jiwa pada fase ini telah lelua-sa dalam menggerakkan aktivi-tas jasmaniah dan ruhaniahnya dengan lapang, dan tiada satu pun yang dapat menghalangi-nya. Lapang dalam menjalankan perintah-Nya, lapang dalam men- jauhi larangan-Nya, dan lapang dalam meniti ujian-ujian-Nya

Tingkatan-tingkatan Jiwa

Jiwa bersifat bercahaya dan gelap, lembut dan padat, satu dan banyak. Pada beberapa orang, sisi kebercahayaan atau kecen-derungannya untuk naik yang mendominasi. Sementara yang lain, sisi gelap dan kecenderung- an menurunnya yang mendomi-nasi.

Melihat kenyataan di atas, da- pat dipahami bahwa pastilah ter-dapat sebuah hirarki yang luas dari jiwa-jiwa manusia. Dari ke-bercahayaan yang paling serupa dengan ruh hingga kegelapan yang paling serupa dengan ja-sad.

Secara garis besar tingkatan jiwa terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Jiwa RabbaniYaitu jiwa yang telah meneri-

ma pencerahan dan kehidupan ketuhanan. Jiwa pada tingkatan

“JIWA ADALAH RUH AKHIR ATAU RUH YANG DITURUNKAN ALLAH SWT. ATAU RUH YANG MENZAHIR KE DALAM JASAD MANUSIA DALAM RANGKA

MENGHIDUPKAN JASAD TERSEBUT, KALBU, AKAL

PIKIR DAN INDRAWI”

2 | Prophetic Intelligence Edisi 3

yang berat. Jiwa ini bermukim di Alam Jabarut (Alam khazanah kekuasaan Allah SWT.).

3. Jiwa Mardhiyah, yaitu jiwa yang telah menerima pening-katan pencerahan dan kehidup-an ketuhanan yang tertinggi. Pada fase inilah jiwa telah me-nyatu dengan asal-usul ruhnya, yaitu Ruh al A’zam atau Nur Mu-hammad SAW.

Jiwa telah benar-benar lebur di atas keleburan (fana’ul fana’) dan kekal bersama Allah (baqa’ billah) dalam bermusyahadah terhadap keagungan (Jalaliah), keindahan (Jamaliah), keperka-saan (Qahhariah) dan kesem-purnaan (Kamaliah) Wujud Allah SWT. Jiwa ini bermukim di Alam Lahut (alam khazanah ketuha-nan Allah SWT.).

4. Jiwa Kamilah, yaitu jiwa yang telah menerima keadaan ketiga tingkatan jiwa di atas. Ia bermukim pada Haq Ta’ala yang tidak bertempat, tiada berwak-tu, dan terlepas dari segala se-suatu selain Allah SWT. Itulah jiwa nabi kita Muhammad SAW.

(kemakhlukan). Bila ia berbuat kejahatan, maka hal itu disebab-kan karena perangainya yang berasal dari kegelapan. Namun bila ia telah mendapatkan nur dari Allah, maka ia segera me-nyesali dan bertaubat dari keja-hatan yang telah diperbuatnya.

c. Jiwa HewaniYaitu jiwa yang sejalan de-

ngan watak manusia yang selalu mengajak hati mereka kepada perbuatan syahwat dan kese-nangan. Jiwa ini merupakan pangkal kejahatan dan menjadi-kan jasad sebagai pohon dari se-mua sifat yang keji dan perilaku tercela dengan mengajak kepada pekerjaan yang jahat dan mening- galkan perbuatan yang baik.

Jiwa hewani ini disebut de-ngan “nafs ammarah bis su`”. Ia selalu mendorong diri manusia untuk melahirkan perbuatan, si- kap, dan tindakan kejahatan atau syahwat hewani dan kesenangan pada kejahatan.

b. Jiwa Insani

Yaitu jiwa yang berada anta-ra jiwa rabbani dan jiwa hewa- ni. Ketika suatu waktu ia meng-hadap ke ruhaninya ia sadar dan timbul penyesalan, dan di lain waktu ia lebih condong kepa-da jasmaniahnya, ia melakukan pengingkaran dan kedurhakaan dengan mengikuti tuntutan un-tuk memenuhi kebutuhan jas-maniahnya yang lebih bersifat materialistik dan kemakhlukan. Jiwa ini disebut dengan jiwa lawwamah.

Jiwa lawwamah adalah jiwa yang mendapatkan cahaya hati sehingga bisa tersadar dari ke-lalaian yang telah diperbuatnya. Apabila telah diterangi oleh ca-haya hati, maka jiwa itu meng-gerakkan diri jasmaniah kepada amal perbuatan yang semakin lebih baik.

Jiwa ini bergerak di antara kecenderungan pada rububiy-yah (ketuhanan) dan khalqiyyah

“JIWA HEWANI ADALAH JIWA YANG SEJALAN

DENGAN WATAK MANUSIA YANG SELALU MENGAJAK

HATI MEREKA KEPADA PERBUATAN SYAHWAT

DAN KESENANGAN”

Prophetic Intelligence Edisi 3 | 3

Metode Penyucian dan Penyehatan Jiwa

Kesehatan jiwa sangat erat hu- bungannya dengan kesehatan mental, karena akan menying- gung persoalan akal pikiran dan ingatan, atau proses-proses yang berhubungan erat dengan akal pikiran dan ingatan.

Kesehatan jiwa yang dimak-sud di sini adalah bersih dan su-cinya jiwa dari pengaruh atau hawa, hembusan dan energi yang mendorong dan menggerakkan jiwa untuk melahirkan sikap, per- buatan dan tindakan yang me-nyimpang dari apa-apa yang te-lah digariskan oleh wahyu ketu- hanan (Al-Qur’an) dan sabda kenabian (As-Sunnah).

Adapun metode yang digu-nakan untuk penyucian dan pe-nyehatan jiwa ada lima, yaitu:

1. Meningkatkan kualitas spiri-tual.Yaitu dengan memperbanyak

beribadah, namun yang menja-di fokus utama adalah ketaatan menjalankan ibadah puasa, baik puasa wajib atau pun sunah.

cian dan penyehatan jiwa akan dapat tercapai dengan cepat, tepat, mantap dan menyelamat-kan.

Apabila kelima hal di atas te- lah senantiasa dapat dilaksana-kan secara konsisten, insya Allah kondisi jiwa tetap senantiasa ber- ada dalam limpahan Nur-Nya, baik dalam kondisi lapang mau-pun sempit. Sehingga ia akan se-lalu dapat menghalau dorong- an hawa syahwat, kesenangan, kecintaan dan kemabukan ter-hadap harta benda, dunia, kedu-dukan, jabatan dan kehormat- an dunia.

Bahkan hakikat dan energi dari dorongan itu menjauh dari jiwa. Hal ini disebabkan karena rasa takut dan hormatnya ter-hadap jiwa yang telah meneri-ma ketajallian cahaya Tuhannya.

Kemenangan dan keberun-tungan akan selalu dapat diraih oleh orang-orang yang menyu-cikan dan menyehatkan jiwanya, sehingga ia dapat menangkap isyarat ketakwaan. Itulah jiwa Muthmainnah, Radhiyah dan Mardhiyah. Sedangkan kekalah-an dan kerugian akan selalu di-terima oleh mereka yang me-ngotori dan memberi penyakit pada jiwanya, na’udzu billahi min dzalik. ■

2. Meningkatkan kualitas men-tal.

Yaitu senantiasa belajar dan berlatih membiasakan diri ber-pikir positif, bersikap positif, ber-perilaku positif, bertindak positif dan berpenampilan positif.

3. Meningkatkan kualitas sosial.

Yaitu senantiasa belajar dan berlatih melihat, menyaksikan, dan turut merasakan penderita-an orang lain. Sesering mungkin melihat ke bawah, yakni kepada orang-orang yang lebih susah dan mengalami kekurangan eko- nomi, namun sebagian mereka tetap tabah dan penuh percaya diri di hadapan Allah SWT.

4. Meningkatkan wawasan ten-tang orang-orang yang berjiwa besar dan sehat secara holistik. Yaitu dengan cara mempelajari riwayat hidup mereka, seperti sejarah para nabi, sahabat-saha-bat beliau dan para auliya Allah SWT.

5. Meminta bimbingan ahlinya.

Sebab dengan melalui ahli-nya, maksud dan tujuan penyu-

“KEMENANGAN DAN KEBERUNTUNGAN AKAN SELALU DAPAT DIRAIH OLEH ORANG-ORANG YANG MENYUCIKAN DAN MENYEHATKAN JIWANYA”

4 | Prophetic Intelligence Edisi 3

an, tetapi kukatakan juga kepada- nya bahwa saya sangat haus.” Ra-sulullah SAW. bertanya: “Benar-kah paman sangat haus?” Setelah Abū Ţālib menjawab “ya” Rasu-lullah SAW. segera turun lalu me-mukul-mukulkan tumit ke tanah, dan tiba-tiba Abu Ţalib melihat air memancar. Lalu ia minum sepuas-puasnya.

Œ

Semua orang Quraisy tahu be- nar, bahwa sejak kecil Nabi Mu-hammad SAW. sangat benci ke-pada berhala, apa pun bentuknya, melihatnya pun tidak sudi. Sema-sa kecil beliau pernah diajak ke-luarganya pergi ke tempat-tempat berhala. Beliau menolak tegas dan tidak mau mendekati berhala, bah- kan berani mencercanya.

Rasulullah SAW. semasa kecil pernah menolak untuk diajak Abū Ţālib untuk menghadiri peraya-an peribadatan di sebuah patung berhala yang bernama Buwanah. Ketika itu Abū Ţālib dan beberapa

aat Rasulullah SAW. ber- ada di asuhan datuknya, ‘Abdul Muţţalib bin Hā-

syim, Beliau diasuh sangat baik oleh datuknya. Bahkan antara da- tuk dan cucu itu tidak pernah ber- pisah. Konon kecintaan dan ka-sih sayang ‘Abdul Muţţalib yang ditumpahkan kepada cucunya itu belum pernah diberikan kepada anak-anaknya sendiri.

Hal itu wajar karena Nabi Mu-hammad SAW. adalah cucu ‘Abdul Muţţalib dari putera bungsunya, ‘Abdullāh, yang dahulu nyaris di-renggut nyawanya sebagai pelak-sanaan nazar sendiri. Saat Rasu-lullah SAW. tidur pun, datuknya selalu berulang-ulang menengok karena khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang mengganggunya.

‘Amr bin Sa’īd mengatakan bahwa Abū Ţālib pernah berkata kepadanya: “Pada suatu hari ke-tika saya bersama kemenakan-ku (Muhammad SAW.) berada di Żūl-Majaz saya benar-benar haus kekeringan. Meskipun saya tahu bahwa kemenakanku itu kelapar-

SANG SAMUDERA CAHAYAHikayat Kehidupan dan Mukjizat Rasulullah SAW. (2)

Oleh: Fadhil Huda

S

MUHAMMADNABI

Semoga selawat dan salam Allah tercurah padanya

Ya Allah, berselawatlah dengan selawat yang

sempurna dan bersalam-lah dengan salam yang

sempurna atas penghulu kami Muhammad yang

dengannya ikatan-ikatan terlepas, segala kesedihan lenyap, segala kebutuhan

terpenuhi, segala kese- nangan didekap, semua

diakhiri dengan kebaikan, dan hujan diturunkan,

berkat dirinya yang pemu-rah. Juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan

hembusan nafas, sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuan-Mu.

Şalawāt At-Tafrījiyyah

Œ

Prophetic Intelligence Edisi 3 | 5

bibinya marah. Mereka berkata: “Kami mengkhawatirkan sikapmu yang menjauhi tuhan-tuhan kami. Hai Muhammad apa yang sesung-guhnya engkau inginkan sehingga tidak mau menghadiri perayaan kaummu sendiri dan tidak mau berkumpul dengan mereka?” Ra-sulullah SAW. tidak menjawab, lalu pergi entah ke mana.

Tidak lama kemudian beliau datang dalam keadaan gemetar ke- takutan. Bibi-bibi beliau bertanya: “Apa yang membuatmu ketakut- an?” Beliau menjawab: “Aku takut berbuat dosa.” Mereka berkata: “Tuhan tidak hendak mencoba- mu dengan godaan setan karena engkau orang yang mempunyai sifat-sifat terpuji. Apa sebenarnya yang engkau pikirkan?” Beliau menjawab: “Tiap aku mendekati berhala tampak olehku seorang le- laki, kulitnya berwarna putih, ber-tubuh tinggi, berteriak: ‘Hai Mu-hammad, hati-hati, jangan sampai engkau menyentuhnya!.’” Bahkan sejak kecil beliau pantang makan daging nuşub (ternak yang disem-belih sebagai sesaji berhala).

Œ

Pada usia 25 tahun, Muham-mad SAW. berangkat ke Syam ber- sama orang Quraisy untuk memba-wa barang-barang dagangan Kha- dijah. Beliau ditemani oleh seorang pembantu Khadijah bernama Ma-isarah. Setiba di Bashra (wilayah Syam), beliau dan Maisarah sing-gah beristirahat di bawah pohon rindang. Seorang rahib dari ali-ran Nestorian yang bermukim di daerah itu melihat mereka. Dalam hati ia berkata: “Sama sekali tidak ada orang yang singgah di bawah pohon itu kecuali seorang Nabi.”

Tampaknya sang Rahib jauh se-belum itu sudah mengetahui akan datangnya seorang Nabi dari kitab-

kitab suci terdahulu yang pernah ia pelajari baik-baik. Ia berjalan terbata-bata mendekati pohon itu, lalu bertanya kepada Maisarah: “Apakah pada kedua matanya ter-dapat tanda kemerah-merahan yang tak pernah hilang?” Maisa-rah menjawab: “Ya, benar.” Sang Rahib melanjutkan: “Dia seorang Nabi dan penutup para Nabi.”

Dalam perjalanan Nabi Mu-hammad SAW. dan Maisarah dari tempat satu ke tempat yang lain, dalam keadaan terik matahari, Maisarah seolah-olah melihat dua malaikat memayungi beliau de-ngan gumpalan awan. Sehingga mereka terhindar dari sengatan sinar matahari.

Hasil dari berdagang di negeri Syam pun keuntungannya lebih be- sar daripada yang biasa mereka per- oleh. Sampai tiba di Makkah pun awan itu tetap setia melindungi Nabi Muhammad SAW. dan Mai-sarah dari sengatan matahari. Dari kejauhan, Khadijah dan beberapa orang wanita yang berada di ru-mahnya turut melihat gumpalan awan yang mengiringi perjalanan beliau menuju rumahnya. Sehing-ga mereka merasa terpesona kehe-ranan. Khadijah pun juga tampak berseri-seri kegirangan karena ke-untungan hasil perniagaan yang dibawa Nabi Muhammad SAW. dan Maisarah sangat besar.

Œ

Sufyan Al-Hużaylī –seseorang dari Bani Hużayl– menceritakan kesaksiannya pada waktu ia ber-sama kafilahnya. Ia mengatakan: “Dalam perjalanan kafilah kami menuju negeri Syam kami tiba di suatu daerah terletak antara Zarqa dan Ma’an. Ketika hari sudah larut malam. Saat kami hendak mulai tidur, kami melihat seorang pe-nunggang kuda di angkasa. Ia ber-

Ya Allah, berselawatlah untuk Muhammad dan un-tuk keluarga Muhammad sepenuh benda yang ada di dunia dan benda yang ada

di akhirat.

e

Semoga Allah berselawat kepada junjungan kami Muhammad setiap kali orang-orang yang ingat menyebutnya dan setiap

kali orang-orang yang lupa melalaikannya

e

Ya Allah, berselawatlah atas junjungan kami

Muhammad yang telah Kau penuhi hatinya dengan keagungan-Mu dan mata-

nya dengan keindahan-Mu.

e

6 | Prophetic Intelligence Edisi 3

seekor burung jatuh di pagar tem-bok. Burung itu bukan sembarang burung, ia penjelmaan jin yang berada di bawah kekuasaan se-orang perempuan.

Jin yang berupa burung terse-but sedang asyik terbang menan-jak dan menukik di udara tiba-tiba jatuh menggelepar di atas pagar tembok. Orang-orang yang me-nyaksikan itu keheranan dan men- jadi pembicaraan dari mulut ke mulut. Kabar itu sampai juga di te- linga perempuan yang memiliki burung.

Ia lari tergopoh-gopoh datang ke tempat kerumunan. Tiba-tiba perempuan itu berkata kepada bu- rung yang hampir sekarat itu: “Mengapa engkau tidak memberi-tahu saya? Kalau saya tahu eng-kau tentu kuberitahu dahulu!” Jin yang menjelma menjadi burung itu menyahut: “Karena orang yang menyelamatkan dari bencana dan melarang perzinaan telah tiba.”

Jubair bin Muth’im r.a. menu-turkan pengalamannya sendiri se- bagai berikut: “Satu bulan sebelum Nabi Muhammad SAW. diutus Allah sebagai Nabi dan Rasul, saya bersama beberapa orang teman da- tang ke tempat berhala di Buwa-nah. Kami menyembelih kambing sebagai korban baginya.

Tiba-tiba berhala itu berkata: ‘Hai, dengarkanlah kejadian yang aneh, jin-jin yang menguping be-rita langit telah bubar. Mereka di- usir dan dikejar-kejar dengan lem- paran meteor (syuhub) karena di Makkah sudah muncul seorang Nabi bernama Muhammad. Tem-pat hijrahnya di Madinah.’ Men-dengar suara itu mereka diam ter- paku. Satu bulan kemudian mere-ka membuktikan kebenaran suara yang muncul dari berhala itu de-ngan menyaksikan sendiri Rasu-lullah SAW. muncul di Makkah.” (Bersambung). ■

teriak: ‘Hai semua orang yang se- dang tidur, bangunlah. Sekarang bukan waktu tidur. Ahmad telah tiba dan semua jin telah diusir!’” Mereka semua menyaksikan dan mendengar suara teriakan itu se-hingga mereka gemetar ketakutan dan keesokan harinya membatal-kan perjalanan ke Syam.

Œ

Sawad bin Qarib (salah se-orang dari Yaman) menuturkan ten-tang mimpinya berikut ini: “Pada suatu malam saya sedang tidur, ada seorang datang lalu menendang- ku dengan kakinya seraya berka-ta: ‘Hai Sawad, bangun! Pikirlah jika engkau punya pikiran. Telah datang seorang Nabi dan Rasul dari keturunan Luaiy bin Ghalib, dia mengajak manusia bersembah su- jud hanya kepada Allah!’ Saya men- jawab: ‘Saya tidak peduli dengan apa yang Anda katakan, biarkan saya tidur, jangan mengganggu. Saya masih ngantuk!’ Kemudian saya tidur lagi.

Selama tiga malam jin itu men- datangi saya seperti itu dan jawab-an yang saya berikan pun sama. Tetapi kata-kata jin itu mempe-ngaruhi saya dan akhirnya saya tertarik untuk masuk Islam. Hati saya terdorong untuk menemui orang yang dimaksud jin itu, Ra-sulullah SAW. Setelah saya mene-mui beliau serta menceritakan ke- jadian yang telah saya alami, beliau dan para sahabat tampak berseri- seri gembira. Sejak saya membaca Al-Qur’an, jin itu tidak pernah da-tang lagi.”

Œ

Jabir r.a. menuturkan, bahwa berita pertama tentang kenabian Rasulullah SAW. yang sampai ke Madinah ialah berita peristiwa

Ya Allah, berselawatlah dan bersalamlah kepada pen-ghulu kami Muhammad

dalam setiap kedipan mata dan tarikan napas, seban-

yak hitungan yang ada dalam Ilmu-Mu.

e

Ya Allah, berselawatlah dan bersalamlah kepada peng-

hulu kami Muhammad, sang pembuka, sang penu-tup, Rasul yang sempurna, rahmat yang menyeluruh.

e

Ya Allah, berselawatlah dan bersalamlah kepada penghulu kami Muham-

mad Orang yang telah Kau hiasi bola matanya dengan

cahaya kesucian-Mu

e

Prophetic Intelligence Edisi 3 | 7

RAHASIA MEMBASUH DUA TANGAN DARI SEGI RUHANIAH

Tindakan taharah yang pertama adalah membasuh kedua tanganmu sebelum me-masukkannya ke dalam bejana (wadah air)

ketika kau terbangun dari tidur di malam hari, tanpa ada ikhtilaf mengenainya. Sedangkan kewa-jiban membasuh tangan ketika bangun dari tidur pada siang hari masih terdapat ikhtilaf.

Tangan adalah letak kekuatan dan kemampu-an untuk mengatur sesuatu. Maka taharah kedua-nya adalah dengan ilmu dari kata “lā ĥawla” (tiada daya) pada tangan kiri, dan kata “wa lā quwwata illā billāhi al ‘aliyyi al ‘aźīmi” (dan tiada upaya ke-cuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung) di tangan kanan. Kedua tangan juga tem-pat untuk menggenggam dan memegang dengan kekikiran dan ketamakan. Maka sucikanlah ke-duanya melalui kelapangan dan infak dengan ke-dermawanan, kemurahan dan kebaikan hati.

Tidur malam hari adalah kelalaianmu terha-dap ilmu tentang alam gaibmu. Sedangkan tidur siang hari adalah kelalaianmu terhadap ilmu ten-tang alam nyatamu. [Ilmu tentang kedua alam ter- sebut] adalah bentuk takhalluq(berakhlak)-mu dantaĥaqquq(aktualisasi)-mu terhadap nama-nama terindah Allah yang terkait dengan alam gaib dan alam nyata (syahādah).

RAHASIA ISTINJĀ` RUHANI

Kemudian setelah taharah [dengan memba-suh kedua tangan] tadi, selanjutnya adalah istinjā` dan istijmār.1 Gabungan keduanya lebih afdal dari-pada satu saja. Dan ini adalah dua taharah yang menjadi “cahaya di dalam cahaya (nūrun fī nūrin)”, dan keduanya dianjurkan dalam sunah maupun Al-Qur’an. Engkau disebut telah ber-istinjā` yang adalah berarti “penggunaan air untuk taharah ke-dua lubang kemaluan, setelah keluarnya kotoran dari keduanya.” Kedua lubang ini adalah tempat ketersembunyian (sitr) dan keterlindungan (şawn),

RAHASIA-RAHASIA TAHARAH (3)

Seri Terjemahan Kitab Al-Futuhat Al-Makkiyyah Karya Syaikh Muhyiddin Muhammad bin Ali Ibn Arabi

Tetapi bila istijmār-nya berjumlah genap, maka ia telah mengulang dengan sia-sia.

dan terpisah dari mereka yang mendambakan tambahan dari sisi batin.

Œ

Barangsiapa ber-istijmār dengan jumlah ganjil, maka ia telah berjalan

dalam sunah nan utama, bersama dengan orang-orang terdahulu.

Œ

Jika seorang membasuh kedua telapak tangan dengan ganjil namun masih saja ia

bersikap bakhil, disebabkan oleh apa yang disukai oleh sifat dasar alamiahnya.

Belumlah terbasuh dan tercelup telapak tangan dan pergelangan,

jika belum tampak mengkilat hunusan pedang tawakal.

8 | Prophetic Intelligence Edisi 3

karena kedua lubang ini adalah tempat keluarnya kotoran.

Sedangkan kotoran yang ada dalam batinmu adalah apa yang terpaut di dalam batinmu dari pikiran-pikiran buruk dan keragu-raguan yang menyesatkan. Sebagaimana disebutkan dalam se-buah hadits sahih : “Sesungguhnya syaitan datang ke dalam hati manusia dan berkata kepadanya: ‘Si- apakah yang menciptakan ini? dan siapakah yang menciptakan itu?’ Hingga kemu-dian dia berkata: ‘Siapakah yang menciptakan Allah?’.” Maka taharah hati dari kotoran seperti ini ada- lah seperti yang disabdakan Rasu-lullah SAW., yaitu dengan “isti’āżah (memohon perlindungan) dan in-tihā` (mengekang/menahan diri)”.

Kedua lubang kemaluan ada-lah dua aurat (‘awrah), atau dua halyang cenderung memalingkan se- seorang kepada apa yang ia bisik-kan kepada jiwanya mengenai hal- hal yang merusak agama, baik da-lam hal-hal pokok (aşl) maupuncabang (far’). Lubang dubur adalah pokok (aşl) dari kotoran, dan tiada lain dari itu. Dua lubang yang lain (zakar dan farji) pada pria dan wanita adalah dua cabang dari pangkal ko-toran tersebut. Dua lubang ini memiliki wajah yang menghadap kepada kebaikan dan wajah yang menghadap kepada keburukan, yaitu pernikahan dan perzinaan.

Tidakkah kau lihat ketika sebuah barang najis menyentuh air yang sedikit, maka ia akan mem-pengaruhinya, sehingga air itu tidak dapat lagi di-gunakan. Tetapi jika air yang menyentuh barang najis, justru sifat najis barang itulah yang akan hilang. Begitu juga dengan keraguan ketika me-ngenai hati yang lemah imannya atau sempit wa-wasannya, pasti akan berpengaruh terhadapnya. Namun ketika najis dicelupkan pada lautan pasti akan hilang dan hanyut ke dalamnya. Begitulah hati yang kuat yang bertopang kepada ilmu dan ruh Al-Quds.

Seperti halnya keraguan yang dilontarkan oleh setan baik yang berupa manusia maupun jin ke-pada orang yang kuat dan matang dalam ilmu ke-

tuhanan, maka dia akan mampu membalikkan keraguan tersebut. Dia mengetahui bagaimana merubah kuningan yang ada di dalamnya menjadi emas, dan nikelnya menjadi perak, melalui eliksir2 ilmu laduni yang ada pada dirinya. Sebagai ben-tuk inayah dari rahmat ilahi yang diberikan Allah SWT. kepadanya, sehingga dia mengetahui wajah Al Ĥaqq yang menghadap dan mempengaruhi hal tersebut. Dan inilah rahasia istinjā` ruhani.

RAHASIA ISTIJMĀR RUHANI

Ketika orang yang berwudu hanya melakukan istijmār tanpa melakukan istinjā`, maka ketahuilah bahwa itu bagaikan taharahnya orang yang ber- taqlīd. Kata “jamrah” (yang berakar kata sama de-ngan istijmār) juga berarti jamā’ah. Rasulullah SAW. bersabda: “Tangan Allah bersama jama’ah” dan peribahasa “Serigala tidak akan memakan mangsa kecuali yang berada di kejauhan” yaitu yang menjauh dari kelompoknya dan keluar dari-nya, yang hal ini adalah lawan dari ijmā’.3

Istijmār adalah mengumpulkan batu paling se-dikit tiga atau lebih dalam bilangan ganjil (witr). Karena “witr” adalah Allah, maka ini juga berarti bahwa Allah Yang Maha Witr-lah satu-satunya yang harus selalu kau saksikan. Kata “witr” juga mempunyai arti “pembalasan”. Pembalasan di sini adalah untuk apa yang dilontarkan setan berupa keraguan dalam keimananmu, lalu kamu mengum- pulkan batu untuk membersihkan kotoran (kera-guan) yang ada pada bagian tubuhmu.

Berkumurlah dengan zikir yang baik untuk membersihkan zikir yang bu-ruk.

Prophetic Intelligence Edisi 3 | 9

nya masing-masing bagian yang terkena taklīf da-lam dirimu diperintahkan untuk melaksanakan semua bentuk ibadah, baik taharah, shalat, zakat, puasa, haji, jihad dan amal-amal syari’at lainnya. Dan setiap bagian yang dibebani taklīf dalam diri-mu mempunyai cara beribadah masing-masing se- suai dengan apa yang dituntut oleh hakikatnya. Firman Allah: “Allah tidak memberi beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan apa yang diberikan oleh-Nya” (Q.S. 65:7), dan “Allah telah memberikan segala sesuatu bentuk penciptaannya, kemudian Dia memberinya petunjuk” (Q.S. 20:50), atau Diamenjelaskan kepadamu bagaimana caramu meng-gunakan ciptaan tersebut.

Anggota-anggota tubuh yang terkena tang-gung jawab taklīf dalam diri manusia ada delapan, tidak lebih dari itu, tetapi terkadang kurang untuk sebagian individu. Bagian itu adalah: mata, telinga, mulut, tangan, perut, kemaluan, kaki, dan hati. Ti-dak lebih dari itu untuk setiap manusia, walaupun berkurang untuk sebagian individu, seperti orang buta, orang bisu, orang tuli dan orang-orang cacat lainnya. Namun bagi selain orang-orang tersebut, beban taklīf tetap diwajibkan kepada mereka. (Ber-sambung) ■

Catatan kaki1. Ibn Manźūr berkata bahwa istinjā` adalah membersihkan

kotoran bekas buang air dengan air atau menghapusnya dengan batu. Istinjā` adalah mengusap tempat keluarnya kotoran manusia atau membilasnya. Sedangkan istijmār adalah istinjā` memakai batu. Nabi SAW. bersabda: “Jika kamu berwudu, ratakanlah airnya, dan jika kamu ber-istijmār, lakukanlah dengan batu yang jumlahnya ganjil.”

2. Zat cair yang oleh para ahli zaman dahulu (abad pertengah- an) diharapkan dapat mengubah logam menjadi emas.

3. Ijmak adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum berasaskan Al-Qur’an dan hadis tentang suatu perkara yang terjadi pada masa setelah zaman Ra-sulullah SAW.

4. Sunah atau hadits mutawatir adalah hadis yang diriwayat-kan oleh sejumlah besar perawi yang menurut adat mus-tahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta, mulai awal sampai akhir mata rantai sanad, pada setiap tabaqat atau generasi.

5. Taklīf adalah pembebanan syari‘at yang berlaku hingga ke-matian.

Œ

Seorang muqallid (orang yang ber-taqlīd), ke-tika menemukan keraguan dalam dirinya, dia ha-rus segera berlari mendekat kepada jama’ah ahlu as-sunnah. Karena sesungguhnya “tangan Allah” berada “bersama jama’ah”, dan “Tangan Allah” ada-lah bantuan dan kekuatan-Nya. Rasulullah telah “melarang kita untuk meninggalkan jama’ah.” Oleh karena itu ditetapkanlah ijma’ untuk mencari dalil-dalil bagi hukum-hukum syari’at yang memerlukan nas dari Kitabullah atau Sunah yang mutawātir4 yang bisa menjadi bukti untuk sebuah ilmu. Seper-ti inilah seharusnya engkau ber-istijmār untuk ta-harah [ruhaniah]mu ini.

RAHASIA BERKUMUR RUHANI

Kemudian berkumurlah dengan zikir yang yang baik untuk membersihkan zikir yang buruk, seperti fitnah, gibah, dan menyatakan keburukan melalui kata-kata. Berkumurlah kamu dengan ti-lawah (Al-Qur’an), zikir kepada Allah, mendamai-kan orang yang berseteru, mengajak kepada ke-baikan, dan mencegah kemungkaran. Allah SWT. berfirman: “Allah tidak menyukai keburukan yang disiarkan melalui ucapan.” (Q.S. 4:148); “(Para pen-cela) yang kesana-kemari membuat fitnah.” (Q.S. 68:11); “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bi-sikan-bisikan mereka, kecuali mereka yang menyu-ruh bersedekah atau menyuruh kepada kebaikan atau islah di antara manusia.” (Q.S. 4:114); dan yang semisalnya.

Inilah taharah untuk mulutmu, dan telah ku-bukakan bagimu pintunya. Maka jadikanlah untuk setiap wudumu, mandimu dan tayamummu untuk bagian-bagian tubuhmu, dengan menggunakan metode ini. Metode inilah yang dituntut Al Ĥaqq darimu. Kami telah memaparkan secara tuntas mengenai taharah ini dalam kitab Tanazzulāt al-Mawşiliyyah. Telitilah setiap prosa maupun syair yang ada di dalamnya. Maka aku sudah menunjuk-kan jalan bagimu.

DELAPAN ANGGOTA TUBUH MANUSIA YANG DIBEBANI TAKLĪF 5

Hendaklah kamu menjalankan taharah ini se-cara sempurna untuk setiap bagian dirimu yang di- kenai tanggung jawab taklīf. Karena sesungguh-

10 | Prophetic Intelligence Edisi 3

Benarkah engkau telah mencuri ?

PONDOK PESANTREN RAUDHATUL MUTTAQIEN Jl. Cangkringan Km.04 Babadan, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta

LAPORAN INFAQ PENGAJIAN AHAD PAGI

No. Tanggal Keterangan Penerimaan Pengeluaran Saldo

1. 29 Oktober 2014 Saldo awal Rp. 54.000,- Rp. 54.000,-2. 02 November 2014 Infak pengajian Ahad pagi Rp. 770.000,- Rp. 824.000,-3. 05 November 2014 Cetak buku dan ATK Rp. 390.000,- Rp. 434.000,-4. 09 November 2014 Infak pengajian Ahad pagi Rp. 300.000,- Rp. 734.000,-5. 12 November 2014 Biaya cetak buletin dan Rp. 300.000,- Rp. 434.000,-6. 12 November 2014 Tambahan rekening listrik Rp. 400.000,- Rp. 34.000,-

Saldo Kas Rp. 1.124.000,- Rp. 1.090.000,- Rp. 34.000,-

Gambar Hikmah

AliMenyambung Tangan yang Terpotong

Ilustrasi oleh: Nur Habib Rizqillah

Abibin Thalib

Setelah mengakui kesalahannya, maka Sayyidina Ali memo-tong tangan budak

tersebut.

Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib seorang budak yang sangat mengagumi Sayyidina Ali dituduh mencuri.

Di tengah perjalanan pulang, budak itu bertemu dengan Salman Al Farisi dan Ibnu al-Kawwa’. Salman bertanya kepadanya siapa yang telah memotong tangannya.

Siapa yang telah memotong tanganmu?

Amirul Mukminin,

pemimpin besar umat muslim, menantu Rasu-

lullah, dan suami Fatimah.

Meskipun telah dipotong tangannya, namun budak terse-but masih memuji-muji Sayyidina Ali. Dia berkata bahwa Sayyidina Ali telah membebaskannya

dari neraka.

Salman Al Farisi menceritakan hal tersebut kepada

Sayyidina Ali. Lalu Amirul Mukminin memanggil budak

tersebut.

Sayyidina Ali me-letakkan selendang

di atas tangan budak itu, kemudian

membaca doa.

Orang-orang yang berada di sana

tiba-tiba mendengar seruan dari langit.

“Angkatlah selendang itu dari

tangannya!”

Setelah selendang diangkat, dengan izin Allah tangan budak itu kembali utuh.

Prophetic Intelligence Edisi 3 | 11

Diambil dari kitab Jami’ Karamat Awliya’ karya Syaikh Yusuf Isma’il An-Nabhani

Benar wahai Amirul Mukminin!

Raudhatul Muttaqien#