BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Baby Massage ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Baby Massage ...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Baby Massage
1. Definisi Baby Massage
Perkembangan psikologi pada bayi merupakan sesuatu yang sangat
penting pada tahun pertama kehidupan bayi. Pada masa-masa ini rasa
kepercayaan di antara ibu dan bayi mulai terbentuk. Salah satu cara agar
tumbuh kembang bayi berlangsung maksimal yaitu dengan cara
menstimulasi sejak dini. Stimulasi tumbuh kembang yang efektif dapat
dilakukan oleh orang tua kepada anak nya sejak bayi (Adriana dalam
Ariyanti et al., 2019). Pijat bayi atau baby massage merupakan stimulasi
taktil dan sudah menjadi tradisi kuno yang telah dikaji melalui penelitian
tentang ilmu neonatal, ahli saraf, psikologi anak, serta beberapa ilmu
kesehatan (Maternity et al., 2018). Sentuhan dan pijatan pada bayi adalah
suatu kontak fisik lanjutan yang dibutuhkan oleh bayi demi menjaga
perasaan aman setelah proses kelahiran (Roesli, 2001). Ikatan batin sangat
penting bagi anak terlebih saat usia di bawah 2 tahun, hal ini yang akan
paling menentukan perkembangan kepribadian anak di kemudian hari.
Selain bersifat bawaan dari lahir, rangsangan atau stimulus dari luar juga
berperan dalam pertumbuhan fisik dan emosi anak (Sembiring, 2019). Pijat
tidak hanya dapat meningkatkan fisik dan intelektual perkembangan,
kekebalan, pencernaan dan komunikasi emosional antara ibu dan anak
namun juga mengobati beberapa penyakit neonatal seperti ensefalopati
hipoksik-iskemik, ikterus dan ensefalopati bilirubin (Lei et al., 2018).
8
Dalam pelaksanaan baby massage atau pijat bayi terdapat beberapa
kontraindikasi atau hal-hal yang harus dihindari saat akan memulai
rangkaian dari baby massage tersebut, diantaranya adalah memijat bayi saat
bayi tersebut baru saja selesai makan, membangunkan bayi hanya untuk
melakukan pemijatan, memijat bayi saat kondisi bayi sedang tidak sehat,
memaksa bayi untuk dipijat, memaksakan posisi tertentu pada bayi (Susanti
& Rahmawati Putri, 2020).
Terdapat banyak penelitian tentang efek pijat bayi. Studi ini telah
membuktikan efek pijat bayi pada perkembangan fisik bayi baru lahir
adalah peningkatan berat badan, panjang badan, lingkar kepala, kepadatan
mineral tulang, waktu tidur, pernapasan, eliminasi dan pengurangan kolik.
Pijat bayi juga diyakini dapat mengurangi stres dan meningkatkan interaksi
orang tua dengan bayi (Chen et al., 2011).
2. Fisiologi Baby Massage
Fisiologi baby massage adalah dapat meningkatkan aliran darah, getah
bening dan cairan jaringan, yang meningkatkan pengumpulan dan ekskresi
produk limbah contohnya bilirubin (Lin et al., 2015). Menurut Roesli (2001)
mekanika dasar pemijatan merupakan salah satu hal yang menarik pada
penelitian tentang pijat bayi. Mekanisme dasar pijat bayi memang belum
terlalu banyak diketahui, namun saat ini para pakar telah mempunyai
beberapa teori dan mulai menemukan jawabannya. Terdapat beberapa
mekanisme dasar pada pijat bayi, yaitu pengeluaran beta endorphin,
aktivitas nervus vagus jika nervus vagus teraktifasi maka penyerapan
makanan menjadi lebih baik sehingga bayi akan cepat lapar dan ASI akan
9
lebih banyak dikonsumsi meyebabkan pemebentukan bakteri pada usus
yang berfungsi untuk membantu pemecahan pada bilirubin yang
terkonjugasi.
3. Manfaat Baby Massage
Banyak peneliti yang sudah membuktikan secara ilmiah tentang manfaat
dari baby massage. Meskipun baby massage mempunyai beragam manfaat
yang efektif untuk bayi dan orang tua, namun fakta yang terjadi di tengah
masyarakat sekarang ini adalah masih banyak orang tua yang enggan
memijat bayinya sendiri dengan dalih takut salah memijat dan takut jika
pijatan tersebut menyakiti bayinya (Ariyanti et al., 2019). Sementara itu
dengan memijat bayi, orang tua akan mendapatkan suatu kepercayaan diri
dalam menanganinya. Mereka bisa belajar mengamati serta menafsirkan
reaksi bayi terhadap sentuhan-sentuhan tersebut, sehingga memudahkan
orang tua untuk mengenali reaksi bayi mereka sendiri dan akhirnya
hubungan positif dapat berkembang baik di antara mereka (Heath &
Bainbridge, 2016). Pijat bayi juga memiliki manfaat sebagai solusi kasus
ibu yang mengalami depresi setelah proses melahirkan (Heath &
Bainbridge, 2016).
Menurut Walker (2017) manfaat dari baby massage terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Manfaat Physical (fisik)
1) Peningkatan berat badan pada bayi yang lahir prematur
2) Peningkatan pertumbuhan dan fungsi gastrointestinal
10
3) Deposisi lemak tubuh yang lebih baik
4) Pengurangan stress pada bayi
5) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
6) Mengurangi kadar bilirubin yang berlebih pada bayi kuning
7) Meningkatkan denyut jantung variabilitas
b. Manfaat Psikologis
1) Membangun ikatan antara orang tua dan bayi
Ikatan didefinisikan sebagai keterikatan fisik, emosional dan
spiritual. Hal ini dapat berkembang di antara orang tua dan bayi.
2) Membangun kepercayaan diri seorang ibu
Pijat bayi dapat membantu ibu dalam membentuk suatu
kepercayaan diri untuk menggendong, menangani, dan merawat
bayinya.
3) Meningkatkan rasa nyaman pada bayi
Pijat bayi sangat membantu suatu kondisi pada bayi yang
sering mengalami rewel atau menangis, dikarenakan gerakan
membelai saat pijay bayi dapat membantu menenangkan dan
meningkatkan rasa nyaman pada bayi.
4. Teknik Baby Massage
Teknik pemijatan tersebut merupakan kombinasi antara effleurage dan
petrissage pada wajah, leher, bahu, lengan, dada, punggung, pinggang dan
kaki bayi. Effleurage terdiri dari sapuan halus, panjang, ritmis di kedua sisi
tulang belakang dan keluar melintasi bahu, dengan kedua tangan bekerja
secara bersamaan, sedangkan petrissage terdiri dari penggulungan lembut.
11
Selain itu, tekanan stabil lambat diterapkan sesekali ke bahu, leher,
wajah, dan punggung bawah (Gürol & Polat, 2012).
Menurut Heath & Bainbridge (2016) menjelaskan beberapa tahapan
dalam melakukan pijat bayi, sebagai berikut:
a. Kepala
1) Stroking Area Kepala
Lingkarkan tangan di sekitar kepala bayi dengan jari telunjuk
berada di garis rambutnya. Gerakkan tangan secara bersamaan, lalu
usap ke arah belakang sampai mencapai pangkal tengkoraknya.
Gambar 2. 1 Stroking Area Kepala (Heath & Bainbridge, 2016)
2) Stroking Area Rahang
Usap di sepanjang garis rahang dengan jari-jari sampai bertemu
di dagu. Kemudian ulangi gerakkan seperti ini beberapa kali.
Gambar 2. 2 Stroking Area Rahang (Heath & Bainbridge, 2016)
12
b. Wajah
1) Pijat pada Dahi
Posisikan ibu jari di tengah dahi bayi, kemudian usap menuju
kearah luar. Ulangi gerakkan tersebut beberapa kali.
Gambar 2. 3 Pijat Pada Dahi (Heath & Bainbridge, 2016)
2) Pijat di Area Pelipis
Pada akhir gerakkan pada langkah pertama, letakkan ibu jari di
atas alis kemudian geser ke pelipis dengan sedikit diberi tekanan
yang lembut. Lalu buat gerakkan melingkar kecil di pelipis.
Gambar 2. 4 Pijat di Area Pelipis (Heath & Bainbridge, 2016)
3) Stroking Tulang Pipi Atas
Letakkan ibu jari di kedua sisi batang hidung, kemudian
gerakkam setiao ibu jari secara bersamaan kea rah sisi luar wajah.
13
Gambar 2. 5 Stroking Tulang Pipi Atas (Heath & Bainbridge, 2016)
4) Stroking Tulang Pipi Tengah
Posisikan kembali kedua ibu jari di kedua sisi batang hidung,
namun kali ini sedikit lebih rendah. Kemudian berikan usapan ke
arah luar sisi wajah.
Gambar 2. 6 Stroking Tulang Pipi Tengah (Heath & Bainbridge, 2016)
5) Gerakan Lingkaran pada Rahang Bawah
Letakkan ibu jari berdampingan di bagian bawah tengah rahang,
kemudian buat gerakkan melingkar di sepanjang garis rahang bawah
menuju ke telinga.
Gambar 2. 7 Gerakan Lingkaran Rahang Bawah (Heath & Bainbridge, 2016)
14
6) Pijatan Lembut di Telinga
Pegang tepi luar telinga, kemudian berikan gerakan melingkar
kecil pada tepi telinga dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari.
Gambar 2. 8 Pijatan Lembut di Telinga (Heath & Bainbridge, 2016)
c. Bahu dan Tangan
1) Effleurage di Area Dada
Letakkan tangan diatas perut bayi, dengan telapak tangan
menghadap ke bawah dan jari-jari mengarah ke atas serta ujung jari
harus sejajar dengan bagian bawah dada. Pijat dengan kedua tangan
secara bersamaan ke atas dada menuju bahu. Kemudian genggam
area atas bahu dan usap ke arah luar untuk memegang lengan atas.
Lakukan tiga atau empat kali pengulangan.
Gambar 2. 9 Effluarage di Area Dada (Heath & Bainbridge, 2016)
15
2) Pijatan Ringan di Sepanjang Lengan
Usap lengan dan tangan bayi, kemudian Tarik pada ujung jari
nya. Pastikan kedua tangan kita bekerja secara bersamaan. Lakukan
tiga atau empat kali pengulangan, dan pastikan lengan tetap lurus
meskipun hanya sesaat.
Gambar 2. 10 Pijatan Ringan Sepanjang Lengan (Heath & Bainbridge, 2016)
3) Remasan di Sepanjang Lengan Bayi
Genggam lengan bayi dengan cara pertemukan telunjuk dan ibu
jari, kemudian putar dengan sangat lembut ke arah yang berlawanan
serta dikombinasi dengan gerakan meremas yang lembut. Gerakan
ini dilakukan dua kali pengulangan pada setiap lengan.
Gambar 2. 11 Remasan Sepanjang Lengan (Heath & Bainbridge, 2016)
4) Stretching pada Area Tangan
Buka tangan bayi dengan telapak tangan menghadap ke atas
terlebih dahulu, kemudian usap telapak tangan dari arah pergelangan
menuju ujung jari-jari dengan menggunakan ibu jari. Selanjutnya
16
lakukan pada punggung tangan. Gerakan ini dilakukan dua kali
pengulangan dan lakukan pada sisi yang lainnya.
Gambar 2. 12 Stretching pada Area Tangan (Heath & Bainbridge, 2016)
5) Pulling Jari-jari
Genggam pergelangan tangan bayi dengan telapak tangan
menghadap ke atas, kemudian tarik dan remas lembut ke arah ujung
ujung jari. Gerakan ini dilakukan satu kali tarikan saja pada tiap jari
serta ulangi pada tangan lainnya.
Gambar 2. 13 Pulling Jari-jari (Heath & Bainbridge, 2016)
d. Dada
1) Lingkaran di Sekitar Puting
Letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada bayi.
Kemudian gerakkan kedua jari tersebut secara bersamaan ke arah
atas kemudian ke arah luar. Dan yang terakhir kembali lagi ke
tengah. Saat memijat area dada berikan variasi saat membuat
17
lingkaran pada sekitar puting, sehingga dapat menyentuh area dada
seluas mungkin. Gerakan ini dilakukan dengan pengulangan
beberapa kali saja.
Gambar 2. 14 Lingkaran Sekitar Puting (Heath & Bainbridge, 2016)
e. Perut
1) Effleurage ke Arah Bawah pada Perut
Letakkan satu tangan secara horizontal di atas perut dan tepat di
bawah dada, usap dengan kuat kea rah bawah. Saat satu tangan
sudah mencapai bawah, kemudian tangan satunya melakukan
tahapan seperti di awal. Gerakan ini dilukakan dengan beberapa kali
pengulangan tergantung kondisi bayi.
Gambar 2. 15 Effluarage ke Arah Bawah Perut (Heath & Bainbridge, 2016)
2) Lingkaran Kecil di Sekitar Pusar
18
Letakkan jari telunjuk dan jari tengah di sebelah pusar,
kemudian tekan dengan lembut dengan membuat lingkaran di
sekitar nya. Gerakkan dilakukan dengan searah jarum jam dan
perlahan-lahan terus diputar ke arah luar sampai mencapai pinggul
pada sisi kanan.
Gambar 2. 16 Lingkaran Kecil di Sekitar Pusar (Heath & Bainbridge, 2016)
3) Lingkaran Besar di Sekitar Perut
Dimulai dari pinggul sisi kanan bayi, gerakkan telapak jari ke
atas hingga mencapai sisi kanan tulang rusuk lalu di titik yang sama
di sisi kiri. Kemudian usap ke arah bawah menuju pinggul sisi kiri
dan kembali ke sisi kanan panggul melewati bagian bawah perut.
Kemudian diulangi beberapa kali.
Gambar 2. 17 Lingkaran Besar di Sekitar Perut (Heath & Bainbridge, 2016)
19
f. Kaki
1) Effleurage pada Kaki Atas
Genggam pergelangan kaki bayi dengan satu tangan. Kemudian
letakkan satu tangan lainnya secara horizontal diatas paha bayi.
Putar pergelangan tangan kearah luar dan gerakkan jari-jari tangan
di sepanjang paha.
Gambar 2. 18 Effleurage Pada Kaki Atas (Heath & Bainbridge, 2016)
2) Effleurage pada Kaki Bawah
Pijat di bagian luar kaki hingga ke pergelangan kaki. Tetap
genggam pergelangan kaki. Kemudian putar pergelangan tangan
kearah dalam dan usam ke arah bawah, sambal memijat bagian
dalam kaki dengan cara yang sama.
Gambar 2. 19 Effelurage Pada Kaki Bawah (Heath & Bainbridge, 2016)
3) Gerakan Memeras pada Kaki
20
Kedua tangan diletakkan di salah satu kaki bayi kemudian
genggam dan berikan tekanan ringan, putar tangan dengan sangat
lembut dan sedikit meremas ke arah yang berlawanan. Gerakan ini
dilakukan dua kali pengulangan di kaki kanan maupun kiri.
Gambar 2. 20 Gerakan Meremas pada Kaki (Heath & Bainbridge, 2016)
4) Lingkaran di Telapak Kaki
Genggam ankle bayi dengan menggunakank satu tangan dan
lutut bayi di fleksikan pastikan jari-jari kaki mengarah ke atas.
Kemudian letakkan ibu jari tangan satunya di tengah telapak kaki
bayi. Setelah itu tekan perlahan dan buat gerakkan melingkar kecil.
Ulangi gerakkan dari bagian tengah kaki ke pangkal jari-jari kaki.
Gerakan ini dilakukkan dua kali di setiap kaki kanan maupun kiri.
Gambar 2. 21 Lingkaran di Telapak Kaki (Heath & Bainbridge, 2016)
5) Pijatan di Area Tendon Achilles
21
Tahan betis bayi dengan satu tangan, dan pastikan lutut dalam
keadaan fleksi. Kemudian letakkan telunjuk dan ibu jari pada daerah
tulang pergelangan kaki bayi. Pijat ke arah tumit dan remas dengan
lembut. Gerakan ini dilakukan empat kali pengulangan, lalu ulangi
pada kaki lainnya.
Gambar 2. 22 Pijatan di Area Tendon Achilles (Heath & Bainbridge, 2016)
6) Pijatan di Area Punggung Kaki
Pegang area pergelangan kaki dengan satu tangan, pastikan lutut
bayi dalam keadaan fleksi. Lalu letakkan ibu jari tangan di punggung
kaki, dan jari telunjuk di letakkan di tealapak kaki. Kemudian remas
sedikit dan tarik secara perlahan ke arah bawah sampai ujung-ujung
jari.
Gambar 2. 23 Pijatan di Area Punggung Kaki (Heath & Bainbridge, 2016)
7) Menarik Jari-jari Kaki
22
Pegang pergelangan kaki bayi dengan satu tangan. Dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang bebas, remas
pangkal jempol kaki. Tarik sepanjang jari kaki hingga ke ujung.
Kerjakan setiap jari kaki secara bergantian, lalu ulangi pada kaki
lainnya.
Gambar 2. 24 Menarik Jari-jari Kaki (Heath & Bainbridge, 2016)
g. Punggung
1) Effleurage Gerakan ke Arah Bawah
Letakkan satu tangan secara horizontal di atas punggung bayi.
Kemudian usap dengan kuat ke arah bawah sampai mencapai pantat,
lalu posisikan tangan yang lain pada posisi awal. Ulangi gerakkan
ini beberapa kali.
Gambar 2. 25 Effleurage Gerakan ke Bawah (Heath & Bainbridge, 2016)
23
2) Pijat di Area Shoulder
Letakkan satu tangan pada kedua sisi bahu bayi, lalu usap di
sepanjang bahu ke arah lengan.
Gambar 2. 26 Pijatan di Area Shoulder (Heath & Bainbridge, 2016)
3) Lingkaran Kecil ke Arah Bawah
Posisikan ibu jari anda di kedua sisi tulang belakang bayi,
lakukan gerakkan seolah olah membuat lingkaran kecil dengan ibu
jari ke arah bawah sampai ke pantat.
Gambar 2. 27 Lingkaran Kecil ke Arah Bawah (Heath & Bainbridge, 2016)
4) Pulling pada Sisi Kanan dan Kiri
Letakkan tangan secara horizontal di atas punggung bayi,
kemudian tarik ke kanan dan kiri sisi luar punggung
24
Gambar 2. 28 Pulling Pada Sisi Kanan dan Kiri (Heath & Bainbridge, 2016)
5) Gerakan Menyilang
Letakkan tangan pada sisi kanan dan kiri bahu bayi, kemudian
lakukan gerakkan menyilang kea rah bawah dari masing-masing
sisi.
Gambar 2. 29 Gerakan Menyilang (Heath & Bainbridge, 2016)
B. Bilirubin
1. Definisi Bilirubin
Bilirubin adalah suatu zat pewarna yang menjadikan tinja dan urine
bewarna kuning. Penguraian sel darah merah di dalam tubuh adalah proses
dari bilirubin tersebut dibentuk, penguraian ini adalah suatu proses yang
normal. Bilirubin terbagi menjadi dua indirek (langsung) dan direk (tidak
langsung). Indirek adalah proses bilirubin yang terkonjugasi dengan asam
glukuronat sedangkan direk tidak terkonjugasi ke hati. Menurut Kosim
(2016) bilirubin indirek adalah bilirubin yang tidak larut dalam air
sedangkan bilirubin direk adalah bilirubin yang larut dalam air. Nilai normal
bilirubin indirek 0,3- 1,1 mg/dl dan bilirubin direk 0,1-0,4 mg/dl (Cholifah,
2017).
25
2. Metabolisme Bilirubin
Sel darah merah yang berada pada makrofag mengalami hemolisis dan
menghasilkan hemoglobin yang kemudian akan terurai menjadi heme dan
globin. Setelah itu enzim heme oksigenase akan mereduksi heme menjadi
karbon monoksida yang akan digunakan kembali untuk sintesis heme, dan
biliverdin. Biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin konjugasi.
Kemudian di jaringan perifer bilirubin yang terkonjugasi akan di transfer
menuju hati, namun saat proses transfer tersebut jika terjadi penurunan
albumin dimana albumin ini sebagai pengikat bilirubin maka akan
menyebabkan bilirubin yang terkonjugasi. Bilirubin yang terkonjugasi
kemudian akan mengendap pada sklera dan kulit yang menyebabkan
pewarnaan kuning. Ketika kadar bilirubin meningkat secara signifikan
biasanya membawa racun dan menyebabkan kerusakan pada perkembangan
sistem saraf pusat (Althomali et al., 2018), Peningkatan pada albumin
menjadi jenuh serta bilirubin yang larut dalam lemak mampu melewati
sawar (penghalang) darah-otak dan menumpuk di otak (Moncrieff, 2018).
Diperkirakan ia mengikat plasma, mitokondria dan membran retikulum
endoplasma, mengganggu fungsi sel normal dan mengakibatkan stres
oksidatif, peradangan saraf, apoptosis dan nekrosis (Watchko, 2018). Hasil
neurotoksisitas ini bergantung pada lamanya dan durasi paparan, serta
faktor-faktor lain yang mendasari yang mempengaruhi sejauh mana
bilirubin dapat masuk ke otak, termasuk infeksi, yang dapat meningkatkan
permeabilitas sawar darah-otak(Amin, 2016). Oleh karena itu, toksisitas
yang diinduksi bilirubin dapat menghasilkan spektrum gangguan neurologis
26
yang mungkin awalnya muncul sebagai ensefalopati bilirubin akut
(Moncrieff, 2018).
Saat berada di hati, bilirubin yang tak terkonjugasi akan bergabung
dengan glucuronic acid dan akan menjadi bilirubin yang terkonjugasi (larut
dalam air) kembali dengan bantuan enzim glucuronyl transferase (Mitra &
Rennie, 2017). Kemudian bilirubin yang terkonjugasi akan menuju ke usus
besar. Bilirubin yang terkonjugasi akan mengalami penyerapan kembali
(enterohepatic circulation) apabila jumlah bakteri intestinal pada usus tidak
mampu memecah bilirubin terkonjugasi. Yang tidak terkena enzim beta
glucuronidase, karena pengaruh bakteri intestinal akan diubah menjadi
urobilinogen dan sterkobilin. Sterkobilin akan menjadi feses, sedangakan
urobilinogen akan di serap menuju ginal dan menjadi urin (Moncrieff,
2018). Skema metabolisme dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Gambar 2. 30 Metabolisme Bilirubin (Moncrieff, 2018)
27
C. Hyperbilirubinemia
1. Definisi Hyperbilirubinemia
Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin yang dapat
menyebabkan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat
menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda beda. Dapat juga
diartikan ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin
menjurus kearah terjadinya kern ikterus bila kadar bilirubin tidak dapat
dikendalikan (Handy, 2017). Bilirubin pada bayi baru lahir meningkat
karena kerusakan sel darah merah. Bilirubin akan meningkat secara normal
setelah 24 jam dan mencapai puncaknya dalam 3-5 hari, hal ini secara
bertahap akan menurun ke nilai mendekati normal dalam beberapa minggu
(Maternity et al., 2018).
Hyperbilirubinemia pada neonatus terbagi menjadi dua faktor, yaitu
hiperbilirubin yang terjadi karena faktor fisiologis dan faktor patologi.
Hyperbilirubinemia fisiologis adalah terjadi ikterus normal yang dialami
oleh bayi baru lahir yang tidak memiliki gejala munculnya penyakit lainnya,
sedangkan hiperbilirubin patologis adalah ikterus dengan kadar bilirubin
melebihi nilai normal yaitu >5 mg/dl dan memiliki dasar patologis seperti
kelainan metabolisme dan adanya kelainan hati (Saud et al., 2016).
2. Etiologi Hyperbilirubinemia
Ketidak keseimbangan antara produksi bilirubin dan konjugasi adalah
mekanisme utama penyakit kuning, yang menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin. Ketidakseimbangan ini sering terjadi karena liver atau hati yang
28
belum matang dan kerusakan cepat sel darah merah, yang mungkin
melibatkan Ilmu Klinis dengan beberapa faktor Moyer dalam Mojtahedi
(2018). Etiologi hiperbilirubinemia bukan hanya penting untuk
penatalaksanaan pasien yang optimal tetapi juga dapat menjadi suatu
keterkaitan pada kehamilan berikutnya. Penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir (HDN) adalah salah satu penyebab patologis umum hiperbilirubinemia
selama periode neonatal awal, sebagian besar karena Rhesus (Rh )
inkompatibilitas, inkompatibilitas ABO, defisiensi G6PD, dan jarang
diinduksi oleh antibodi aloimun lain (Singh et al., 2016).
Menurut Moncrieff (2018) penyebab hyperbilirubinemia adalah sebagai
berikut :
a. Peningkatan kerusakan sel darah merah
1) Prematuritas
Semakin rendah usia kehamilan, semakin pendek pula umur sel
darah
2) Cacat enzim RBC
Misalnya defisiensi glukosa-6-fosfat dehydrogenase (G6PD) dan
defisiensi piruvat kinase.
3) Ketidak cocokan darah (rhesus atau ABO)
4) Infeksi seperti, sepsis dan memar
5) Polisitemia
Merupakan peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi.
b. Pengikatan albumin yang berkurang
1) Prematuritas
29
Albumin lebih sedikit dengan afinitas pengikatan yang kurang
2) Obat-obatan
Seperti sulfonamide dan ibuprofen
c. Penurunan serapan hati dan konjugasi bilirubin
1) Prematuritas
Aktivitas glukoronil transferase imatur pada semua bayi baru lahir
bayi cukup bulan memiliki aktivitas 1% sedangkan bayi prematur
0,1%.
2) Sindrom crigler najjar merupakan hyperbilirubinemia yang
terkonjugasi non-hemolitik.
3) Hipoksia
Berkurangnya jumlah molekul oksigen yang dihirup saat bernafas
4) Hipoglikemia
d. Peningkatan reabsorpsi enterohepatic
1) Prematuritas
2) Dehidrasi dan sembelit
Menyebabkan menyusui tidak efektif
3) Ikterus ASI
Diduga mengandung enzim glucuronidase serta mengahambat
aktivitas glukorinil transferase
3. Fisiologi Hyperbilirubinemia
Biirubin yang tak terkonjugasi akan diubah menjadi bilirubin yang
terkonjugasi pada hati dan kemudian akan disimpan pada kantong empedu.
Kemudian dari kantong empedu akan dilanjutkan menuju usus besar untuk
30
diproses menjadi hasil ekresi yang akan kelur bersamaan dengan feses atau
urine dengan bantuan bakteri intestinal (Moncrieff, 2018). Pada kondisi
hyperbilirubinemia bilirubin yang terkonjugasi mengalami penyerapan
kembali (enterohepatic circulation) dan mengendap pada pembulu darah
dikarenakan jumlah bakteri intestinal tidak mampu untuk melakukan proses
pemecahan bilirubin yang terkonjugasi (Moncrieff, 2018). Jika mengendap
terlalu lama bilirubin dapat melekat pada sekitar otak yang akan
mengakibatkan beberapa gangguan salah satunya kerusakan pada
perkembangan sistem saraf pusat (Althomali et al., 2018).
4. Gejala Klinis Hyperbilirubinemia
Pada umumnya hyperbilirubinemia tidak berbahaya, namun terkadang
kadar bilirubin yang terlalu tinggi Dapat menyebabkan kerusakan otak
(Kern penyakit kuning). Gejala klinis yang muncul adalah susah tidur, tidak
terlalu banyak menghisap ASI / ASI Formula, muntah, tekanan intraokular,
dan yang paling parah akibat dari hiperbilirubin adalah dapat menyebabkan
kematian. Pengaruh pada jangka panjang adalah retardasi Mental, cerebral
palsy, tuli, serta gangguan pada penglihatan (Mathindas et al., 2013). Warna
kekuningan akan muncul pertama kali pada wajah kemudian akan
berkembang secara sefalokaudal sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin
(Kramer dalam Watchko, 2018). Gejala yang mungkin adalah kelesuan,
makan yang buruk, mudah tersinggung dan hipotonia. Ketika kerusakan
semakin parah, ini dapat berkembang menjadi iritabilitas, tangisan bernada
tinggi, peningkatan hypertonia, lengkungan punggung (opistotonus), dan
ekstensi leher kembali ke tulang belakang (retrocollis). Manifestasi yang
31
paling parah disebut sebagai ensefalopati bilirubin kronis, atau kern ikterus,
dan termasuk palsi serebral athetoid, gangguan pergerakan, disfungsi
pendengaran, dan kelumpuhan pandangan ke atas. Itu juga dapat
menyebabkan kejang dan kematian (Ree et al., 2017).
5. Dampak Hyperbilirubinemia
Kadar bilirubin merupakan hasil sisa metabolisme yang terjadi pada
hati, jika kadar bilirubin yang sudah terkonjugasi mengalami penyerapan
kembali akan mengendap pada tubuh dan akan menjadi suatu kondisi
hyperbilirubinemia (Moncrieff, 2018). Dalam suatu kondisi tertentu kadar
bilirubin yang berlebih dapat hilang sendiri setelah 24 jam atau yang biasa
di sebut ikterus fisiologis, namun akan menjadi berbahaya jika mengendap
terlalu lama bahkan terus mengalami peningkatan pada setiap jam nya
(Madiastuti & Chalada, 2016). Kadar bilirubin yang terus mengalami
peningkatan dan terlalu lama mengendap pada tubuh dapat menyebabkan
kern ikterus atau kerusakan otak yang disebabkan oleh perlengketan
bilirubin inderek pada sekitar otak terutama pada korpus striartum,
thalamus, nukleus subtalamus, hipokampus, nucleus merah, dan nukleus
pada dasar ventriculus (Dewi, 2016). Jika tidak segera ditangani akan
berdampak pada kondisi bayi yaitu mengalami gangguan bicara dan
gannguan pendengaran (Mulyati, 2019).
D. Konsep Dasar Bayi Kuning atau Jaundice
1. Definisi Bayi Kuning
Bayi yang disebut kuning adalah bayi yang terlihat kuning pada kulit
dan matanya tampak kuning akibat peningkatan kadar bilirubin dalam
32
darahnya. Penyakit kuning terjadi pada hampir semua bayi baru lahir pada
usia 2 hingga 7 hari. Sebelum bayi lahir, bilirubin pada bayi akan
dikeluarkan dari tubuh ibu melalui plasenta. Bilirubin tubuh bayi baru lahir
meningkat karena hati pada bayi baru lahir tidak dapat berfungsi secara
normal untuk melepaskan bilirubin. Selain itu, akibat rusaknya sel darah
merah, maka kadar bilirubin yang dihasilkan cukup tinggi, karena setelah
lahir bayi tidak lagi membutuhkan sel darah merah sebanyak yang ada di
dalam rahim (Naufal & Widodo, 2016).
Menurut Chee et al (2018) menjelaskan bahwa insiden penyakit kuning
infantil kira-kira 1 dari 2500 sampai 5000 kelahiran hidup 1,2 dengan
berbagai diagnosis yang mendasari mulai dari ikterus ASI yang sembuh
sendiri hingga penyakit agresif yang mengancam jiwa seperti atresia bilier
(BA) dan gagal hati. Beberapa penyakit kuning pada bayi tidak berbahaya
atau yang disebut dengan ikterus fisiologis, jika bayi mendapatkan ASI
eksklusif, maka penyakit tersebut akan hilang seiring dengan pertumbuhan
bayi (Handy, 2017). Penyakit kuning sering terjadi pada bayi dengan
hipotiroidisme dan gangguan gastrointestinal, seperti stenosis pilorus,
volvulus, malrotasi, atresia usus, dan ileus meconium (Anderson & Calkins,
2020).
2. Klasifikasi Ikterus
a. Ikterus fisiologi
Penyakit kuning pada neonatus tidak selalu merupakan penyakit
kuning patologis. Ikterus fisiologi adalah ikterus yang terjadi pada hari
kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik. Kadarnya
33
tidak melebihi batas yang berbahaya atau yang mempunyai potensi
menjadi kern ikterus (Marmi & Rahardjo, 2015). Ikterus fisiologis
terjadi karena metabolisme bilirubin neonatus, muncul setelah 24 jam
usia, dan biasanya hilang sekitar 2 sampai 3 minggu sia pada bayi cukup
bulan (Anderson & Calkins, 2020). Ikterus fisiologis juga dapat
disebabkan oleh organ hati bayi baru lahir yang belum matang
sempurna, atau disebabkan oleh kerusakan sel darah merah yang cepat.
Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun yang sulit larut
dalam air. Pada beberapa bayi baru lahir, organ bayi tidak berfungsi
optimal dalam mengeluarkan bilirubin. Setelah beberapa hari, hati akan
menjadi matang dan proses pada pengeluaran bilirubin dapat berjalan
dengan lancar. Umumnya organ hati akan mulai berfungsi normal pada
hari ketujuh setelah lahir (Marmi & Rahardjo, 2015).
b. Ikterus patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang memiliki dasar patologis atau
yang kadar bilirubinnya mencapai nilai yang disebut hyperbilirubinemia.
Misalnya, dasar dari patologi ini adalah jenis dan penyebab bilirubin saat
penyakit kuning muncul dan menghilang (Marmi & Rahardjo, 2015).
Menurut Tarigan dalam penjelasan Dewi (2016) ikterus patologis adalah
suatu kejadian dimana konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang memiliki potensi menimbulkan kern ikterus jika tidak segera
ditangani dengan baik, atau berhubungan dengan penyakit patologis.
Dianggap patologis jika kadar bilirubin serum lebih dari 5 mg / dL (>
34
85,5 mmol / L per hari atau lebih dari 0,2 mg / dL (> 3,4 mmol / L) per
jam (Anderson & Calkins, 2020).
c. Kern ikterus
Kern ikterus adalah kerusakan otak yang disebabkan oleh perlengketan
bilirubin inderek pada sekitar otak terutama pada korpus striartum,
thalamus, nukleus subtalamus, hipokampus, nucleus merah, dan nukleus
pada dasar ventriculus (Dewi, 2016). Kern ikterus bisa terjadi pada bayi
tertentu tampak disertai jaundice klinis, tetapi umumnya berhubungan
langsung pada kadar bilirubin total dalam serum (Marmi & Rahardjo, 2015).
Kern mengacu pada ensefalopati bilirubin yang berasal dari deposit
bilirubin terutama pada batang otak (brainstren) dan nucleus serebrobasal.
Kern ikterus biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus
berat, yaitu bilirubin lebih dari 20% mg (Dewi, 2016). Menurut Tooley
(2004) ensefalopati yang parah dapat menyebabkan kern ikterus, bentuk
paling ringan dari ensefalopati bilirubin adalah gangguan pendengaran
sensorineural akibat kerusakan inti koklea. selama otopsi bayi yang
meninggal akibat toksisitas bilirubin akut, digambarkan sebagai kern
ikterus. Keterlibatan batang otak, hipokampus, otak kecil, globus pallidus
dan inti subthalamic telah dijelaskan. Kecenderungan anatomi ini mungkin
terkait dengan peningkatan aktivitas metabolisme dan aliran darah otak
regional (Mitra & Rennie, 2017).
35
Gambar 2. 31 Tampilan Makroskopis Otak (Mitra & Rennie, 2017)
3. Etiologi Bayi Kuning
Terdapat berbagai macam kondisi yang memengaruhi kadar bilirubin,
termasuk lingkungan dan genetik. Peristiwa ini dapat memperburuk
kerusakan sel darah merah (misalnya sefalohematoma, hemolysis),
menunda metabolisme misalnya prematuritas dan meningkatkan
penyerapan bilirubin misalnya obstruksi usus (Weng, 2012).
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2015) etiologi ikterus dapat berdiri sendiri
ataupun disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi dapat
dibagi sebagai berikut :
a. Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut ke hepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada sel otak.
b. Gangguan dalam sekresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain.
36
c. Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau structural) dapat
mengakibatkan hyperbilirubinemia unconjugatedakibat penambahan
dari bilirubin yang berasal dari sirkulasi enterahepatik.
4. Faktor Resiko Bayi Kuning
Faktor resiko adalah bayi kecil (kurang dari 2.500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 37 minggu), hemolysis (banyaknya sel darah merah
yang pecah), dan sepsis (infeksi menyeluruh yang mengakibatkan
kegagalan banyak organ). Faktor resiko yang lain adalah asfiksia (gangguan
nafas), letergi (lemah), suhu tubuh tidak stabil, sepsis (infeksi berat) atau
bayi dengan penyakit hemolisis (sel darah merah mudah pecah) (Handy,
2017).
Menurut Maternity (2018) faktor risiko terjadinya ikterus pada
neonatorum adalah sebagai berikut:
a. Faktor Maternal
1) Ras atau suatu kelompok etnik (Asia, Native American, Yunani)
Defisiensi enzim G6PD pada ras kulit berwarna mengakibatkan
terjadinya hyperbilirubinemia
2) Adanya komplikasi saat kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan
Rh)
3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
4) ASI
Beberapa neonatus asupan ASI yang tidak tercukupi dapat
menyebabkan peningkatan siklus enterohepatic karena
37
berkurangnya bakteri yang ada di usus yang berfungsi untuk
memecah bilirubin.
b. Faktor Perinatal
1) Trauma saat kelahiran ( sefalhematom, ekimosis)
Sefalhematom merupakan tertutupnya perdarahan sehingga
meningkatkan hemolisis sel darah merah.
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Neonatus yang mengalami infeksi virus seperti, toxoplasmosis
kongenital dijumpai infiltrasi pada sel limfosit pada traktus portal
dan sinusoid. Sel hepatosit mengalami nekrosis sehingga sel
hepatosit kehilangan fungsi sebagai mengkonjugasikan bilirubin.
c. Faktor Neonatus
1) Prematur
Bayi dengan lahir prematur akan terjadi peningkatan jumlah sel
eritrosit karena usia eritrosit yang pendek. Oleh karena itu
hyperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi prematur.
2) Faktor genetik
3) Polisitemia
Merupakan peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi.
4) Rendahnya asupan ASI
Beberapa neonatus asupan ASI yang tidak tercukupi dapat
menyebabkan peningkatan siklus enterohepatic karena
berkurangnya bakteri yang ada di usus yang berfungsi untuk
memecah bilirubin.