2015 PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of 2015 PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP ...
V\V ♦ V ^
PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP
PENGALOKASIAN BELANJA MODAL
(Studi Kasus Pada Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2013)
Skripsi
Dibuat oleh;
Epul Feri Pebrian
022111163
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
OKTOBER2015
PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP
PENGALOKASIAN BELANJA MODAL
(Studi Kasus Pada Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Banten Tahun 2009-2013)
Skirpsi
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Saijana Ekonomi
Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan
Bogor
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi, Ketua Jurusan,
(Dr^fendro Sasongko, Ak,, MM., CA) (Dr, Arief Tri Hardiyanto, Ak., MBA)
11
PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP
PENGALOKASIAN BELANJA MODAL
(Studi Kasus Pada Pcmcrintah Kab/Kota di Provinsi Banten Tahun 2009-2013)
Skripsi
Telah disidangkan dan dinyatakan lulus
Pada Hari : Kamis Tanggal: 29/10/2015
Epul Feri Pebrian
022111163
Menyetujui,
Dosen Penilai,
(Ketut Sunarta, Ak., MM., CA)
Pembimbing, Co Pembimbing,
(Emadhi Sudarmanto, Ak., MM., CPE., CFrA., CA) (Lia Dahlia Iryani, SE., M.Si)
111
ABSTRAK
Epul Feri Pebrian 022111163, Akuntansi Sektor Publik, "Pengaruh Dana Perimbangan
Terhadap Pengalokasian Bcianja Modal (Studi kasus pada Pemerintah Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten tahun 2009-2013)"
Pembimbing : Ernadhi Sudarmanto, Ak., MM., CPE., CFrA., CA. Co Pembimbing : Lia
Dahlia Iryani, SE., M.Si.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah pemerintah pusat memberikankesempatan pada pemerintah daerah untuk membangun dan mengembangkan daerahnyasesuai dengan prioritasnya masing-masing karena tujuan dari otonomi daerah adalahmeningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Hal yang harus diperhatikan adalahkemampuan daerah dalam pengelolaan keuangan untuk memenuhi kebutuhanbelanjanya. Alokasi belanja daerah menjadi sangat penting, pemerintah daerah haruslebih banyak menggunakan alokasi anggaran untuk program-program pembangunan yangsecara langsung dapat dirasakan masyarakat serta dapat mendorong peningkatan lajupertumbuhan ekonomi salah satunya dengan memprioritaskan anggaran untuk belanjamodal.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Dana Perimbangan (DAU, DAKdan DBH) yang merupakan transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat terhadapbelanja modal pada pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Data dalam penelitian ini diambil dalam lima periode, yaitu tahun 2009-2013.Data penelitian ini adalah data sekunder yang berupa Laporan Realiasi Anggaran yangdiperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Model analisis yangdigunakan adalah regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Dana perimbangan (DAU, DAK danDBH) secara simultan berpengaruh positif terhadap belanja modal. Selanjutnya, hasil uji tmenunjukan bahwa variabel Dana perimbangan (DAU, DAK dan DBH) berpengaruhsignifikan terhadap belanja modal.
Kata kunci: Dana perimbangan (DAU, DAK dan DBH), belanja modal.
IV
KATA PENGANTAR
Fuji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
skrlpsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi (81) pada Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas
Pakuan, Bogor dengan judul "Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap
Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten tahun 2009-2013."
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan
Skripsi ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan, bimbingan dan motivasi
dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin berterima kasih yang
sebesar-besamya kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dan
semangat dalam menyusun Skripsi ini, terutama kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
2. Kedua Orang Tua dan saudaraku yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungannya dari awal hingga saat ini.
3. Eneng Rohimah yang selalu memberikan doa dan semangat selama ini.
4. Bapak Dr. Hendro Sasongko, Ak., MM., CA. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pakuan.
5. Bapak Dr. Arief Tri Hardiyanto, Ak., MBA. selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan.
6. Ibu Ellyn Octavianty, SE., MM. selaku Sekertaris Jurusan Fakultas
Ekonomi Universitas Pakuan.
7. Bapak Ernandhi Sudarmantho, Ak., MM., C.FE., C.FrA., CA. selaku dosen
pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membimbing penulisan Skripsi ini.
8. Ibu Lia Dahlia Iryani, SE., M.Si. selaku dosen Co pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulisan Skripsi ini.
9. Dosen-dosen strata 1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan.
10. Teman-teman Fakultas Ekonomi SI Jurusan Akuntansi yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini
yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu.
Akhir kata, semoga Skirpsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Oktober 2015
Penulis
VI
DAFTAR ISI
JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian 11.2 Perumusan dan Identiflkasi Masalah 5
1.2.1 Perumusan Masalah 5
1.2.2 Identiflkasi Masalah 5
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 61.3.1 Maksud Penelitian 6
1.3.2 Tujuan Penelitian 61.4 Kegunaan Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 82.2. Dana Perimbangan 9
2.2.1. Dana Alokasi Khusus 11
2.2.2. Dana Alokasi Umum 13
2.2.3. Dana Bagi Hasil 162.3. Belanja Modal 212.4. Penelitian Sebelumnya dan Kerangka Pemikiran 23
2.4.1. Penelitian Sebelumnya 232.4.2. Kerangka Pemikiran 26
2.5. Hipotesis Penelitian 28
BAB IIIOBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. JenisPenelitian 293.2. Objek, Unit Analisis, dan Lokasi Penelitian 293.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian 30
3.4. Operasionalisasi Variabel 313.4.1. Definisi Variabel 313.4.2. Operasional Variabel 32
3.5. Metode Penarikan Sampel 333.6. Metode Pengumpulan Data 343.7. MetodeAnalisis Data 34
3.7.1 Uji Asumsi Klasik 353.7.2 Uji Hipotesis 37
Vll
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Provinsi Banten 41
4.1.1. Sejarah Singkat Provinsi Banten 414.1.2. Profil Daerah Provinsi Banten 43
4.1.3. Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Banten 44
4.1.4. Keadaan Geografis Provinsi Banten 454.1.5. Pemerintahan Provinsi Banten 46
4.1.6. Kondisi Perekonomian Provinsi Banten 47
4.1.7. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk ProvinsiBanten 48
4.1.8. Permasalahan Infrastruktur di Provinsi Banten 49
4.2. Analisis DAU, DAK, DBH Kab/Kota di provinsi Banten 514.2.1. Analisis DAU Kab/Kota di provinsi Banten 514.2.2. Analisis DAK Kab/Kota di provinsi Banten 524.2.3. Analisis DBH Kab/Kota di provinsi Banten 53
4.3. Hasil Penelitian 54
4.3.1. Hasil Analisis Statistik Deskriftif. 54
4.3.1.1. Statistik Deskriptif Dana Alokasi Umum 554.3.1.2. Statistik Deskriptif Dana Alokasi Umum 574.3.1.3. Statistik Deskriptif Dana Bagi Hasil 584.3.1.4. Statistik Deskriptif Belanja Modal 60
4.3.2. Uji Asumsi Klasik 634.3.2.1. Uji Normalitas 634.3.2.2. Uji multikolinearitas 664.3.2.3. Uj i Autokorelasi 674.3.2.4. Uji Heterokedastisitas 68
4.3.3. PengujianHipotesis 704.3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda 704.3.3.2. Uji Statistik t 724.3.3.3. Uji Statistik F 754.3.3.4. Uji Koefisien Determinasi (R-square) 76
4.4. Pembahasan 77
4.4.1. Pengaruh DAU Terhadap Belanja Modal 784.4.2. Pengaruh DAK Terhadap Belanja Modal 794.4.3. Pengaruh DBH Terhadap Belanja Modal 804.4.4. Pengaruh DAU, DAK dan DBH Terhadap Belanja
Modal 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 825.2.Saran 82
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN
Vlll
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Persentase Realisasi Belanja seluruh Kab/kota di Provinsi Banten 3
Tabel 2. Operasionalisasi Variabe! 33
Tabel 3. Daftar Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten 46
Tabel 4. Daftar Jumlah Kecamatan, Desa dan Kelurahan di Provinsi Banten 47
Tabel 5. Daftar Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Provinsi Banten 48
Tabel 6. Analisis DAU Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Banten 52
Tabel 7. Analisis DAK Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Banten 53
Tabel 8. Analisis DBH Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Banten 54
Tabel 9. Hasil Statistik Deskriptif 55
Tabel 10. Realisasi Penerimaan Dana Alokasi Umum 56
Tabel 11. Realisasi Penerimaan Dana Alokasi Khusus 58
Tabel 12. Realisasi Penerimaan Dana Bagi Hasil 59
Tabel 13. Realisasi Penerimaan Belanja Modal 61
Tabel 14. Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smimov 64
Tabel 15. Hasil Uji Multikonieritas 66
Tabel 16. Hasil Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson 68
Tabel 17. Hasil Pengujian Asumsi Heterokedastisitas 69
Tabel 18. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda 71
Tabel 19. Hasil Uji t (Uji Partial) 73
Tabel 20. Hasil Uji ANOVA untuk Uji f 75
Tabel 21. Hasil Uji Koefisien Determinasi 76
IX
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Laporan Penerimaan Dana Perimbangan (DAU, DAK dan DBH)dan Belanja Modal
Lampiran 2. Hasil Pengujian
XI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Otonomi daerah dimulai dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan otonomi daerah memberikan harapan baru terhadap
tumbuhnya kesadaran untuk membangun daerah secara lebih optimal, tidak
terkonsentrasi lagi di pusat. Namun dipihak lain, otonomi daerah
menghadirkan kekhawatiran munculnya "desentralisasi masalah dan
kemiskinan" artinya pelimpahan beberapa wewenang dari pusat ke daerah
juga disertai dengan pelimpahan masalah dan kemiskinan yang selama ini
tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat.
Penyelenggaraan otonomi daerah pada masa sekarang lebih dipahami
sebagai hak, yaitu hak pemerintah daerah imtuk mengatur dan mengelola
kepentingannya sendiri, serta mengembangkan potensi dan sumber daya
daerah. penyelenggaraan otonomi daerah bertujuan untuk kepentingan
masyarakat agar menjadi kehidupan yang lebih baik harus berdasarkan pada
prinsip keterbukaan, transparansi dan pentingnya partisipasi masyarakat
dalam mengawasi dan mengawal jalannya penyelenggaraan pemerintah.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah tentu saja memerlukan
sumber pendanaan yang cukup besar, pemberian dana yang cukup dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah akan memberikan
penyelenggaraan otonomi daerah yang optimal dan hubungan keuangan
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sangat diperlukan. Komponen
pendapatan daerah berdasarkan UU No. 33 tahim 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 10 yang menyatakan bahwa yang menjadi
sumber pembiayaan pembangunan daerah bukan hanya pendapatan asli
daerah, namun ada transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk dana
perimbangan.
Dana perimbangan masih menjadi sumber pendapatan daerah yang
dominan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, penggimaan dana
perimbangan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari
pengelolaan keuangan daerah, khususnya belanja daerah. Dalam otonomi
daerah, efektifitas belanja daerah dapat menjadi salah satu tolak ukur
terhadap keberhasilan otonomi daerah itu sendiri, terutama sejauh mana
kebijakan desentralisasi yang dikelola Pemerintah Daerah mampu
mendorong tujuan nasional dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pelayanan umiun di daerah.
Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah
dalam satu tahun anggaran berisikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan
oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan program kerja pemerintah.
Komposisi belanja daerah juga perlu diperhatikan sebaik mungkin dalam
menunjang kebutuhan dalam fasilitas publik. Alokasi belanja yang
dilakukan Pemerintali daerah harus betul-betul dimanfaatkan untuk hal yang
produktif yang dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Untuk
meningkatkan pelayanan publik alokasi belanja daerah pun harus
mengalami perubahan, apabila sebelumnya lebih banyak digunakan imtuk
belanja operasi yang sifatnya kurang produktif jika ingin meningkatkan
pelayanan publik harus lebih memprioritaskan alokasi belanja modal.
Perubahan alokasi belanja ini juga bertujuan agar adanya peningkatan
fasilitas yang dapat meningkatkan aktifitas roda perekonomian masyarakat
yang tentunya akan semakin menumbuhkan investasi di daerah. Untuk
meningkatkan fasilitas pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, maka Pemerintah Daerah harus mengalokasikan anggaran yang
lebih besar dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Pengalokasian
belanja modal memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
pelayanan serta mensejahterakan masyarakat.
Untuk melihat perbandingan belanja di seluruh Kabupaten/Kota, Di
Provinsi Banten selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel dibawah
mi.
Tabel 1
Persentase Realisasi Belanja seluruh Pemerintah Kabupaten/Kotadi Provinsi Banten Tahun 2009-2013
(Dalam %
Rincian 2009 2010 2011 2012 2013
1. Belanja Operasi 68,1 72,8 72,3 69,1 68,7
2. Belanja Modal 24,6 19,2 21,8 25,9 26,8
3. Belanja Lainnya 8,3 8,0 5,9 5,0 5,5
Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Total Belanja Daerah(Milyar Rp)
6.404,9 7.557,3 9.806,6 11.631,9 13.959,2
Sumber: Direktorat Jendera Perimbangan Keuangan (diolah penulis)
Dari tabel di atas menunjukan bahwa setiap tahunnya proporsi
realisasi belanja modal meningkatakan tetapl sampai pada tahun 2013
realisasi belanja modal seluruh kabupaten/kota hanya baru mencapai
seperempat sedangkan diatas 60 person digunakan untuk belanja operas!
yang sifatnya kurang memberikan terhadap peningkatan pelayan publik.
Menurut Arbie Gugus Wandira dengan judul PAD, DAU, DAK dan
DBH terhadap pengalokasian belanja modal (secara empiris pada
Pemerintah Provinsi se Indonesia tahun 2012) menunjukan basil penelitian
bahwa secara parsial DAU dengan arah negatif, DAK dan DBH
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, secara simultan variabel
DAU, DAK, DBH dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja
modal.
Pemerintah daerah hams bisa mengoptimalkan besamya sumber
penerimaan yang ditransfer pemerintah pusat dengan baik, dengan
meningkatkan pengalokasian anggaran belanja khususnya pada belanja
modal, semakin besamya peningkatan anggaran belanja modal diharapkan
dapat mesejahterakan dan meningkatkan pelayanan publik.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh
Dana Perimbangan Terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada
Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten Tahun 2009-
2013".
1.2 Perumusan dan Identiflkasi Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan. Adapun pelaksanaan otonomi daerah
merupakan titik fokus yang penting dalam memperbaiki
kesejahteraan masyarakat yang lebih balk akan tetapi, keberhasilan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah dilihat
dengan cara mengeiola keuangan yang baik yaitu salah satunya
dalam menggunakan dana yang ditransfer pemerintah pusat berupa
Dana Perimbangan, kenyataaimya selama ini pemerintah daerah
lebih banyak menggunakan anggaran untuk hal yang kurang
memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
Seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk program-program
nyata yang langsung dapat dirasakan masyarakat salah satunya
melalui pembangunan dengan meningkatkan anggaran untuk belanja
modal.
1.2.2 Identiflkasi Masalah
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Dana perimbangan (DAU, DAK dan DBH) pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten?
2. Bagaimana pengalokasian belanja modal pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten?
3. Bagaimana Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap
Pengalokasian Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan data,
menganalisa, mengetahui, dan menjelaskan pengaruh Dana
perimbangan (DAU, DAK dan DBH) Terhadap Pengalokasian
belanja modal diprovinsi Banten.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui Dana Perimbangan ( DAU, DAK dan DBH)
pada pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.
b. Untuk mengetahui Pengalokasian Belanja Modal pada
pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.
c. Untuk mengetahui Dana Perimbangan (DAU, DAK dan DBH)
terhadap pengalokasian Belanja Modal pada pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.
1.4 Kegunaan Penclitian
Penelitian yang dilakukan mungkin jauh dari kesempumaan akan
tetapi penulis sangat berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat atau
kegunaan bagi para pihak yang membutuhkan, yaitu sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
a. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan untuk penulis mengenai pengaruh Dana perimbangan
terhadap pengalokasian belanja modal.
b. Bagi Pembaca/masyarakat
imtuk dijadikan sebagai referensi bagi pembaca imtuk
menambah pengetahuan khususnya mengenai akuntansi sektor
publik dan menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya sehingga
mengembangkannya menjadi ilmu pengetahuan.
2. Kegunaan Praktis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten sebagai
acuan dalam pembuatan keputusan dan pengambilan keputusan dalam
penggunaan sumber-sumber penerimaan daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anggaran Pcndapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan
ditetapkan dengan peraturan daerah. APED mempunyai tugas otorisasi,
perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi.
Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan, mengurangi pemborosan sumber daya, meningkatkan efisiensi
dan efektivitas perekonomian, serta harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Hal ini merupakan dari fungsi alokasi dan distribusi APED.
Secara garis besar APED terdiri atas pendapatan daerah, belanja
daerah dan pembiayaan daerah. Menurut Nurlan darise (2009:33),
"Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening Kas
Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah".
Menurut Deddi Nordiawan (2012:40) menyatakan Pendapatan
daerah terdiri dari:
1. PAD mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasilpengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Iain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan mencakup Dana Eagi Hasil (Pajak danSumber Daya Alam), Dana Alokasi Umum (DAU), danDana Alokasi Khusus (DAK).
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah mencakup hibah(barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dana bagihasil pajak dari provinsi kepada Kabupaten/Kota, dana
penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuankeuangan dari provinsi atau pemda lainnya.
Sedangkan belanja daerah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
beianja langsung dan tidak langsung.
1. Belanja tidak langsungMerupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secaralangsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.Kelompok belanja tidak langsung terdiri atas belanjapegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagibasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.
2. Belanja langsungMerupakan belanja yang dianggarkan terkait secaralangsung dengan pelaksanaan program dn kegiatan. Belanjalangsung dari suatu kegitan terdiri atas belanja pegawai(honorarium/upah), belanja barang dan jasa, dan belanjamodal.
Sesuai UU Nomor 32 tahim 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 55, belanja daerah dilaksanakan imtuk mendanai urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah, sedangkan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah didanai dari dan atas beban APBN.
2.2 Dana Perimbangan
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 19, "Dana
Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi". Latar belakang lain adanya transfer dari
pusat ke daerah ini antara lain imtuk mengatasi ketimpangan fiskal vertikal
(antara pusat dan daerah), mengatasi ketimpangan flskal horizontal, serta
guna mencapai standar pelayanan imtuk masyarakat.
10
Menurut Nurlan Darise (2009:38) menyatakan bahwa:
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber daripendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untukmendanai kebutuhan daerah daiarn rangka pelaksanaandesentralisasi bertujuan untuk menciptakan keseimbangankeuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah danantara pemerintah daerah.
Perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah pada
hakekatnya mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Hal ini sebagai
konsekuensi dari adanya pembagian tugas antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Dengan demikian, perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah adalah merupakan suatu sistem yang menyeluruh
daiam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, maupun
tugas pembantuan.
Sebagaimana diatur dalam pasal 10 Undang-Undang No. 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
menyatakan dana perimbangan terdiri atas:
a. Dana bagi hasil
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
Dana perimbangan terdiri dari tiga jenis sumber yang merupakan
pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain karena masing-masing jenis perimbangan tersebut saling
11
mengisi dan melengkapi. Pencantuman dana perimbangan dalam APBN
dimaksudkan untuk memberikan pendanaan bagi daerah.
2.2.1 Dana Alokasi Khusus
Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 ayat 23 UU No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat
dan Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa: "Dana Alokasi
Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional." Pasal 162 UU No. 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa DAK
dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka
pendanaan desentralisasi untuk mendanai kegiatan khusus yang
ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional dan mendanai
kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
Menurut Deddi Nordiawan (2012:58) menyatakan bahwa:
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yangbersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikanpada daerah tertentu untuk membantu mendanaikegiatan khusus yang merupakan urusan daerah danmerupakan bagian dari program yang menjadi prioritasnasional.
Kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK diusulkan oleh
Menteri teknis dan baru ditetapkan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Renja
12
Pemerintah. Ketetapan tentang kegiatan khusus tersebut disampaikan
kepada Menteri Keuangan.
Setelah menerima usulan kegiatan khusus, Menteri Keuangan
melakukan penghitungan alokasi DAK, yang dilakukan melalui 2
(dua) tahapan, yaitu;
1. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK. Daerah
tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus,
dan kriteria teknis.
2. Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah,
yang ditentukan dengan perhitimgan indeks kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
Kriteria umum adalah perumusan berdasarkan kemampuan
keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD
setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah. Kemampuan
keuangan daerah dihitung melalui indeks flskal neto, dan daerah
yang memenuhi kriteria umum merupakan daerah dengan indeks
flskal neto tertentu yang ditetapkan setiap tahim.
Kriteria khusus dirumtiskan berdasarkan peraturan
perundang-imdangan yang mengatur penyelenggraan otonomi
khusus dan karakteristik daerah serta berdasarkan indeks
kewilayahan oleh menteri keuangan dengan mempertimbangkan
masukan dari menteri/pimpinan lembaga terkait.
Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator kegiatan khusus
yang akan didanai dari DAK. Kriteria tersebut dirumuskan melalui
indeks teknis oleh menteri teknis.
13
Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan. Penggunaan DAK harus dilakukan sesuai dengan
Petunjuk Teknis Penggunaan DAK yang dikeluarkan oleh Menteri
teknis DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi
kegiatan, penyiapan kegiatan fisisk, penelitian, pelatihan, dan
perjalanan dinas
2.2.2 Dana Alokasi Umum
Menurut UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah pasal 1 ayat 21 menyatakan bahwa:
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yangbersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikandengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antarDaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam
dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam
menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Dana Alokasi
Umum digunakan imtuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan
pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah,
penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah.
Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya
dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan
pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di
bidang kesehatan dan pendidikan.
14
Menurut PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
pasal 37 menyatakan jumiah keseluruhan DAU ditetapkan dalam
APBN, dengan ketentuan sebagai berikut;
1. Jumiah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam NegeriNeto.
2. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kotadihitung dari perbandingan antara bobot urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan provinsidan Kabupaten/Kota.
3. Dalam hal penentuan proporsi sebagaimanadimaksud pada ayat (3) beliun dapat dihitung secarakuantitatif, proporsi DAU antara provinsi danKabupaten/Kota ditetapkan dengan imbangan 10%(sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen).
DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula
yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah
selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, sedangkan
alokasi dasar dihitimg berdasarkan jumiah gaji pegawai negeri sipil
daerah.
Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan
daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (antara lain
kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan).
Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur secara berturut-turut
menggunakan variabel jumiah penduduk, luas wilayah, Indeks
Kemahalan Konstruksi, PDRB, dan IPM, sedangkan kapasitas fiskal
daerah dihitung berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi
Hasil.
DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung
berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan
15
jumlah DAU seluruh provinsi. Bobot provinsi merupakan
perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dan
total celah fiskal seluruh provinsi.
Sementara, DAU atas dasar celah fiskal untuk sutau
Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan perkalian bobot Kabupaten/
Kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh Kabupaten/
Kota. Bobot Kabupaten/Kota merupakan perbandingan antara celah
fiskal Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan total celah fiskal
seluruh Kabupaten/Kota.
Kebutuhan fiskal daerah dihitung berdasarkan perkalian
antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari
perkalian masing-masing bobot variabel dengan indeks jumlah
penduduk, indeks luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi,
Indeks Pembangunan Manusia, dan Indeks Produk Domestik
Regional Bruto per kapita, sedangkan kapasitas fiskal daerah
merupakan penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi
Hasil.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari
0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.
Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol),
menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai
celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi
dasar, menerima DAU sebesar alikasi dasar setelah diperhitungkan
nilai celah fiskal. Dan, daerah yang memiliki nilai celah fiskal
16
negatif tetapi nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi
dasar, tidak menerima DAU.
2.2.3 Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang di alokasikan kepada daerah dengan angka
persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selain
karena pertimbangan politis, alasan lain dari pemberian dana bagi
hasil ini adalah untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical
imbalance).
Dua sumber bagi hasil adalah pajak dan sumber daya alam.
Pajak sendiri terdiri atas pajak bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB), serta pajak
Penghasilan (PPh), baik dari wajib pajak orang pribadi dalam
Negeri maupun dari PPh 21, sedangkan dana bagi hasil dari sumber
daya alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, serta
pertambangan panas bumi.
Pembagian dan mekanisme perhitungan Dana Bagi Hasil,
baik pajak maupun sumber daya Alam di atur dalam UU No. 33
tahun 2004 pasal 12-21 tentang Perimbangan keuangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 55 tahun 2005 pasal
5-26 tentang Dana Perimbangan.
17
A. Dana Bagi Hasil pajak1. Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan
Penerimaann Negara dari PBB dengan imbangan10% untuk pemerintah pusat dan 90% untukdaerah. Dana Bagi Hasil PBB untuk daerahtersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut:a. 16,2% untuk provinsi yang bersangkutan.b. 64,8% untuk kabupaten/kota bersangkutan.c. 9% untuk biaya pemungutan.Sedangkan bagian pemerintah pusat, yang 10%dari seluruh penerimaan PBB dialokasikankepada seluruh Kabupaten dan Kota, denganrincian sebagai berikut;a. 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh
Kabupaten dan Kota.b. 3,5% dibagikan secara insentif kepada
kabupaten dan kota yang realisasi penerimaanPBB sektor pedesaan dan perkotaan padatahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.
2. DBH bea perolehan hak atas tanah dan bangunanPenerimaan negara dari BPHTB dibagi denganproporsi 20% untuk pemeritah pusat dn 80%imtuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar80% tersebut dibagi dengan rincian sebagaiberikut:
a. 16% untuk provinsi yang bersangkutan.b. 64% untuk Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.Bagian pemerintah pusat sebesar 20% tadidibagikan secara merata untuk seluruh Kabupatendan Kota.
3. Dana Bagi Hasil Pajak PenghasilanPenerimaan Negara dari PPh Wajib Pajak OrangPribadi dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh 21dibagikan kepada daerah sebesar 20% dansisanya, yaitu sebesar 80% imtuk pemerintahpusat. DBH PPh untuk daerah dialokasikankepada provinsi dan Kabupaten/Kota denganrincian sebagai berikut:a. 8% untuk Provinsi yang bersangkutan.b. 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi
yang bersangkutan 8,4% untukKabupaten/Kota tempat wajib pajak terdaftar,dan 3,6% untuk seluruh Kabupaten/Kota
18
dalam provinsi yang bersangkutan denganbagian yang sama besar.
B. Dana Bag! Hasil Sumber Daya AlamDana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berasal darienam sektor, yaitu kehutanan, pertambangan umum,perikanan, pertambangan minyak bumi,pertambangan gas bumi, dan pertambangan panasbumi. Pemerintah menetapkan alokasi Dana BagiHasil dari Sumber Daya Alam sesuai denganpenetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil.Penetapan daerah penghasil Sumber Daya Alam dandasar perhitungan DBH Sumber Daya Alamdilakukan oleh menteri teknis, setelah berkonsultasidengan menteri dalam Negeri.Khusus untuk kondisi dimana Sumber Daya Alamberada pada wilayah yang berbatasan atau beradapada lebih dari satu daerah, penetapan daerahpenghasil SDA dilakukan oleh Menteri DalamNegeri berdasarkan pertimbangan Menteri teknisterkait.
1. DBH Kehutanan
a. DBH kehutanan dari HUPH untuk daerah
sebesar 80%, dibagi dengan rincian:1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan.2) 64% untuk kabupaten/kota penghasil.
b. DBH kehutanan dari PSDH untuk daerah
sebesar 80%, dibagi dengan rincian1) 16% untuk Provinsi yang bersangkutan.2) 32% untuk Kabupaten/Kota penghasil.3) 32% dibagikan dengan Porsi sama besar
untuk seluruh Kabupaten/Kota lainnyadalam provinsi yang bersangkutan.
c. DBH kehutanan dari Dana reboisasi sebesar
40% dibagi kepada Kabupaten/Kota penghasiluntuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutandan lahan wilayahnya.
2. DBH Pertambangan UmumDBH dari pertambangan umum berasal dari
dua hal, yaitu iuran tetap serta iuran Eksplorasidan iuran eksploitasi. Iuran tetap (land rent)adalah iuran yang diterima negara sebagaiimbalan atas kesempatan penyelidikan umum,Eksplorasi dan eksploitasi (royalty) adalah iuranproduksi pemegang kuasa usaha pertambanganatas hasil dari kesempatan eksploirasi/eksploitasibaik dari iuran tetap maupun eksplorasi dan
19
eksploitasi, jumlah yang dibagikan kepada daerahsama yaitu sebesar 80%.Untuk DBH Pertambangan Umum, iuran tetapyang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagidengan rincian 16% untuk provinsi yangbersangkutan dan 64% untuk Kabupaten/Kotapenghasil. Sedangkan iuran eksplorasi daneksploitasi yang berasal dari wilayahKabupaten/Kota dibagi dengan rincian:a. 16% untuk Provinsi yang bersangkutan.b. 32% untuk Kabupaten/Kota penghasil.c. 32% dibagikan dengan porsi yang sama besar
untuk seluruh Kabupaten/Kota lainnya dalamProvinsi yang bersangkutan.
3. DBHperikananDana Bagi Hasil dari perikanan berasal dari
pungutan pengusahaan perikanan dan pungutanhasil perikanan. DBH dari perikanan ini adalahsebesar 80% yang dibagikan dengan porsi yangsama besar untuk seluruh Kabupaten/Kota.
4. DBH pertambangan Minyak BumiDBH pertambangan minyak bumi sebesar
15,5% beasal dari penerimaan negara sumberdaya alam pertambangan minyak biuni dariwilayah kabupaten/kota yang bersangkutan,setelah dikurangi komponen pajak dan pimgutanlainnya, dibagi dengan rincian sebagi berikut:a. 3% dibagikan imtuk Provinsi yang
bersangkutan.b. 6% dibagikan imtuk Kabupaten/Kota
penghasil.c. 6% dibagikan dengan porsi yang sama besar
imtuk seluruh Kabupaten/Kota lainnya dalamProvinsi yang bersangkutan.
d. Sisanya, yaitu sebesar 0,5% digunakan untukmenambaii anggaran pendidikan dasar (0,1%untuk provinsi yang bersangkutan, 0,2% untukKabupaten/Kota penghasil, dan 0,2% dibagirata untuk selu^ Kabupaten/Kota untukseluruh Kabupaten/Kota lainnya dalamProvinsi yang bersangkutan).
Sedangkan DBH pertambangan minyak bumisebesar 15,5% berasal dari penerimaan anggaranSDA pertambangan minyak bumi dari wilayahprovinsi yang bersangkutan, setelah dikurangi
20
kotnponen pajak dan pungutan lainnya, dibagidengan rincian:a. 5% dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan.b. 10% dibagikan secara merata untuk seluruh
Kabupaten/Kota dalam provinsi yangbersangkutan.
c. 0,5% sisanya digunakan untuk menambahanggaran pendidikan dasar dengan pembagian0,17% untuk provinsi yang bersangkutan dan0,33% dibagikan secara merata untuk seluruhKabupaten/Kota dalam Provinsi yangbersangkutan.
5. DBH pertambangan gas bumiPenerimaan negara sumber daya alampertambangan gas bumi dapat berasal dariwilayah kabupaten/kota dari wilayah Provinsi.Besamya DBH pertambangan gas bumi adalah30,5% setelah dikurangi komponen pajak danpungutan lainnya.DBH pertambangan gas bumi yang berasal dariwolayah Kabupaten/Kota dibagi dengan rincian;a. 6% dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan.b. 12% dibagikan untuk kabupaten/kota
penghasil.c. 12% dibagikan secara merata imtuk seluruh
Kabupaten/Kota dalam provinsi yangbersangkutan.
d. 0,5% sisanya digunakan untuk menambahanggaran pendidikan dasar (0,1% untukprovinsi yang bersangkutan dan 0,2% untukKabupaten/Kota penghasil dan 0,2% dibagirata untuk seluruh kabupaten/kota lainnyadalam provinsi yang bersangkutan.
Adapun pembagian DBH pertambangan gas bumiyang berasal dari wilayah Provinsi sebesar 30,5%adalah
a. 10% dibagikan untuk Provinsi yangbersangkutan.
b. 20% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kotadalam Provinsi yang bersangkutan
c. 0,5% dibagikan keprovinsi yang bersangkutan(sebesar 0,17%) dan 0,33% lagi dibagikansecara merata untuk seluruh Kabupaten atauKota dalam provinsi yang bersangkutan.
21
6. DBH Pertambangan Panas BumiDana Bagi Hasil Pertambangan Panas Bumiberasal dari setoran bagian dan iuran produksi.pemerintah dan/atau iuran tetap Jumlah DBHpertambangan panas bumi untuk daerah adalahsebesar 80% dan dibagi dengan rincian 16%untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untukkabupaten/kota penghasil, serta 32% di bagidengan porsi sama besar kepada seluruhkabupaten/kota lainnya dalam provinsi yangbersangkutan.
Penyaluran Dana Bagi Hasil dilaksanakan dengan cara
pemindah bukuan dari rekening kas umum negara ke rekening Kas
Umum Daerah secara triwulan berdasarkan hasil penerimaan sumber
daya alam tahun anggaran beijalan.
2.3 Belanja Modal
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun
2006 tentang pengelolaan keuangan Daerah ketentuan pasal 53, Belanja
Modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nllai
manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan imtuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan.
Menurut Nurlan Darise (2009:47) menyatakan bahwa:
Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukandalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempimyainilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakandalam kegiatan pemerintahan.
22
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011
tentang Klasifikasi Anggaran belanja modal (53) dikategorikan dalam 5
(lima) kategori, yaitu:
1. Belanja Modal TanahBelanja modal tanah adalah seluruh
pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan/penyelesaian, balik nama,pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah,pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran-pengeluaranlain yang bersifat administratif sehubungan denganperolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saatpembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebutsiap digunakan/dipakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan MesinBelanja modal peralatan dan mesin adalah
pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yangdigunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biayapembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi sertabiaya langsung lainnya untuk memperoleh danmempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siapdigunakan.
3. Belanja Modal Gedimg dan BangunanBelanja modal gedung dan bangiman adalah
pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunansecara kontraktual sampai dengan gedung dan bangunansiap digunakan meliputi biaya pembelian atau biayakonstruksi, termasuk biaya pengurusan 1MB, notaries,dan pajak (kontraktual). Ddam belanja ini termasukbiaya untuk perencanaan dan pengawasan yang terkaitdengan perolehan gedung dan bangiman.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan JaringanBelanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah
pengeluaran untuk memperoleh jalan dan jembatan,irigasi dan jaringan sampai siap pakai meliputi biayaperolehan atau biaya kont^si dan biaya-biaya lain yangdikeluarkan sampai jalan dan jembatan, irigasi danjaringan tersebut siap pakai. Dalam belanja ini termasukbiaya imtuk penambahan dan penggantian yangmeningkatkan masa manfaat, menambah nilai aset, dandiatas batas minimal nilai kapitalisasi jalan dan jembatanirigasi dan jaringan.
23
5. Belanja Modal Lainnya
Belanja modal lainnya adalah pengeluaran yangbelanja modal lainnya yang tidak dapat diklasifikasikandalam perkiraan kriteria belanja modal tanah, peralatandan mesin, gedung dan bangunan, dan Jaringan (Jalan,irigasi dan Iain-lain). Termasuk dalam belanja modal ini:kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelianbarang-barang kesenian (art pieces), barang-barangpurbakala dan barang-barang museum, hewan temak,buku-buku dan jumal ilmiah sepanjang tidakdimaksudkan untuk dijual dan diserahkan kepadamasyarakat
2.4 Penelitian Sebelumnya dan Kerangka Pemikiran
2.4.1 Hasil Penelitian Sebelumnya
Sheila Ardhian Nuarisa (2013) meneliti pengaruh pendapatan
asli daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal hasil penelitian
Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa Pendapatan Asli
Daerah memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap
pengalokasian Belanja Modal. Pengujian secara parsial menunjukkan
bahwa Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus mempunyai
pengaruh signifikan dan positif terhadap pengalokasian belanja
modal.
Persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah
sama-sama menggunakan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus sebagai variabel independen, dan Belanja Modal sebagai
variabel dependen. Jenis data yang digunakan sama, yaitu data
kuantitatif dan sumber data sekunder. Metode analisis data yang
digunakan adalah sama-sama menggunakan analisis regresi linier
24
berganda. Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu
perbedaan variabel penelitian, dimana pada penelitian yang sedang
dilakukan tidak menggunakan Pendapatan Asli Daerah, melainkan
Dana Bagi Hasil sebagai variabel independen. Selain itu perbedaan
lain terdapat pada Daerah yang di teliti dan tahun yang di teliti.
Wahyu Wibowohadi (2011) meneliti Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah dan Dana Perimbangan Terhadap Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal (Studi Pada Kabupaten dan Kota di Jawa
Timur). Hasil penelitiannya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Perimbangan tahun beijalan sebelum tahun beijalan
berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.
Persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah
sama-sama menggunakan Dana Perimbangan sebagai variabel
dependen. Jenis data yang digunakan sama, yaitu data kuantitatif dan
sumber data sekunder. Metode analisis data yang digimakan adalah
sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda. Perbedaan
dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu perbedaan variabel
penelitian, dimana pada penelitian yang sedang dilakukan tidak
menggunakan Pendapatan Asli Daerah, melainkan Dana
perimbangan (DAU, DAK, DBH) sebagai variabel independen.
Selain itu perbedaan lain terdapat pada Daerah yang di teliti dan
tahun yang di teliti.
Yuriko Ferdian (2013) dalam penelitiannya Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain
25
Pendapatan Yang Sah Terhadap Belanja Daerah. hasil penelitiannya
adalah PAD dan Dana Perimbangan berpengaruh signifikan positif
terhadap belanja daerah artinya jika PAD dan Dana perimbangan
meningkat maka belanja daerah juga meningkat.
Persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah
sama-sama menggunakan Dana Perimbangan sebagai variabel
dependen. Jenis data yang digunakan sama, yaitu data kuantitatif dan
sumber data sekunder. Metode analisis data yang digimakan adalah
sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda, Perbedaan
dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu perbedaan variabel
penelitian, dimana pada penelitian yang sedang dilakukan tidak
menggunakan Pendapatan Asli Daerah, sebagai variabel dependen
dan Belanja Daerah sebagai variabel independen Selain itu
perbedaan lain terdapat pada Daerah yang di teliti dan tahun yang di
teliti.
Arbie Gugus Wandira (2013) meneliti Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah, DAU, DAK, DBH Terhadap Pengalokasian Belanja
Modal. Hasil penelitiannya adalah:
a. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel PAD
terhadap Belanja Modal.
b. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel DAU, DAK
dan DBH terhadap Belanja Modal.
c. Secara simultan variabel PAD, DAU, DAK dan DBH
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
26
Persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah
sama-sama menggunakan Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH)
sebagai variabel dependen. Jenis data yang digunakan sama, yaitu
data kuantitatif dan sumber data sekunder. Metode analisis data yang
digunakan adalah sama-sama menggunakan analisis regresi iinier
berganda. Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu
perbedaan variabel penelitian, dimana pada penelitian yang sedang
dilakukan tidak menggunakan Pendapatan Asli Daerah sebagai
variabel dependen. Selain itu perbedaan lain terdapat pada daerah
yang di teliti dan tahun yang di teliti.
2.4.2 Kerangka Pemikiran
Sejak 1 Januari 2001 pemerintah pusat menetapkan otonomi
daerah, otonomi daerah dimaksudkan untuk memberikan
kewenangan kepada daerah untuk mengurus dan mengatur
kepentingan masyarakat yang berdasarkan sesuai dengan aspirasi
masyarakat, dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan
dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan
melalui peningkatan pelayanan masyarakat.
Untuk memberi dukimgan terhadap pelaksanaan otonomi
daerah telah diterbitkan UU No 33 tahim 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah. Sumber pembiayaan daerah
didalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
mendorong pertumbuhan ekonomi. Peningkatan anggaran dari
27
pemerintah pusat sangat diperlukan, Menurut Soepangat (1991:52)
yang dikutip Rudy Badrudin (2012) peningkatan anggaran
pemerintah berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat terjadi karena upaya pemerintah untuk mengurangi
kesenjangan tingkat kesejahteraan antar golongan dalam masyarakat
karena perbedaan pemilikan dan kesempatan penggunaan sumber
daya ekonomi pada swasta. Pengeluaran pemerintah yang berupa
subsidi dan penyediaan barang swasta untuk golongan lemah
menjadi tanggung jawab pemerintah. Demikian pula dengan
penyediaan barang dan jasa publik bagi masyarakat akan bermanfaat
bagi yang membutuhkan, sehingga penyediaan barang dan jasa
publik yang dianggarkan pemerintah akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
Dengan demikian, dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pemerintah pusat memberikan dana transfer kepada
pemerintah daerah berupa dana perimbangan yang meliputi DAU,
DAK dan DBH. Transfer dana yang diberikan pemerintah Pusat
diharapkan mampu membiayai kebutuhan belanja daerah.
Belanja daerah ditujukan imtuk peningkatan pelayanan umum
dan mendorong pertumbuhan ekonomi, hal yang harus dilaktikan
yaitu perubahan komposisi belanja daerah. Untuk meningkatkan
pelayanan dan mendorong pertiunbuhan ekonomi alokasi belanja
modal yang merupakan bagian belanja daerah harus ditingkatkan
karena belanja modal berupa infrastruktur akan memberikan
28
pengaruh yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan
dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat sebuah model
penelitian yang dapat tergambarkan sebagai berikut:
Pengalokasian BelanjaModal
Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Umum
Dana Bagi Hasil
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada kerangka pemikiran
maka penulis memberikan hipotesis penelitian sebagai berikut:
HI: Dana alokasi umum mempimyai pengaruh terhadap pengalokasian
belanja modal
H2 : Dana alokasi khusus mempimyai pengaruh terhadap Pengalokasian
belanja modal
H3; Dana bagi hasil mempunyai pengaruh terhadap pengalokasian
belanja modal
H4: Dana alokasi umum, Dana alokasi khusus dan Dana Bagi hasil
secara bersama-sama mempunyai pengaruh Positif terhadap
pengalokasian belanja modal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif berupa studi kasus pada pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi Banten mengenai kesesuaian antara fakta dan teori, sehingga dalam
penelitian ini akan terlihat apakah pemerintah daerah sudah sesuai
menggnnakan anggaran dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tujuan
penelitian ini adalah imtuk mengungkapkan, menjelaskan atau menguraikan
apakah dana yang di transfer pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan
(DAU, DAK dan DBH) yang di alokasikan imtuk Belanja Modal sudah
sesuai dalam penyelenggaraan pemerintahan yang tujuannya untuk
meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
3.2 Objek, Unit Analisis, dan Lokasi Penelitian
a. Objek Penelitian
Objek yang diteliti penulis adalah Dana Perimbangan yang
meliputi komponennya yaitu Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi hasil sebagai variabel independen dan
Pengalokasian belanja modal sebagai variabel dependen pada
pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten. Data penelitian ini
berasal dari Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten dan Kota
pemerintah Provinsi Banten.
29
30
b. Unit Anallsis
Unit analisis adalah unit yang diteliti dan dijelaskan serta
merupakan objek penelitian yang berupa individu, perorangan,
keiompok, organisasi, masyarakat, hasii karya manusia, instansi dan
sebagainya.
Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah geografis
regional yaitu sumber data yang unit analisisnya merupakan respon dari
suatu wilayah/daerah untuk mengetahui lebih jauh tentang cara
pemerintah daerah dalam menggunakan dana perimbangan untuk
pengalokasian belanja modal dengan tujuan menjalankan pemerintahan
dan memberikan pelayanan publik sebaik mungkin.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah pemerintah Kabupaten dan
Kota pada pemerintah provinsi Banten. Banten merupakan sebuah
provinsi dipulau jawa Indonesia provinsi ini dulimya bagian dari
provinsi Jawa Barat namun dipisahkan sejak tahun 2000 dengan
keputusan Undang-Undang No 23 Tahun 2000.
3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang diteliti adalah data kuantitatif yang berasal dari
sumber data sekunder dimana data diperoleh secara tidak langsung, artinya
data-data tersebut berupa data yang diolah lebih lanjut.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laporan-
laporan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu data
31
Laporan Realisasi Anggaran pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi
Banten tahun 2009-2013.
3.4 Operasionalisasi Variabcl
3.4.1 Definisi Variabcl
Variabel independen (bebas) adalah variabcl yang menjadi
sebab atau merubah/mempengaruhi variabel lain (variabel
dependen). Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel lain
(variabel bebas). Variabel ini juga sering disebut variabel terikat dan
respons (Syofian 2013:10).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Dana perimbangan yaitu Dana alokasi Umum (XI), Dana
alokasi khusus (X2), Dana bagi hasil (X3) dan variabel Dependen
adalah Pengalokasian Belanja Modal sebagai variabel Y. Pengertian
dari masing-masing variabel diatas adalah sebagai berikut:
a. Dana Alokasi Umum (XI)
Menurut UU No 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum
(DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah imtuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
b. Dana Alokasi Khusus (X2)
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
32
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
c. Dana Bagi Hasil (X3)
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan
angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
d. Belanja modal (Y)
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal adalah
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset
lainnya yang member! manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
3.4.2 Operasional Variabel
Operasionalisasi variabel adalah penarikan batasan yang lebih
menjelaskan ciri-ciri spesifik yang lebih substantive dari suatu
konsep. Operasionalisasi dibutuhkan sebagai acuan untuk
penggunaan instrumen penelitian untuk pengolahan data selanjutnya
33
Tabel 2
Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal
Variabel /Sub
Variabel
Indikator Ukuran Skala
Dana perimbangan
Dana Alokasi
Umum (XI)Realisasi Dana alokasi
Umum yang diberikanpemerintah pusat (PP 55tahun 2005 tentang DanaPerimbangan)
Jumlah DAU
didalam LaporanRealisasi
Anggaran
Rasio
Dana Alokasi
Khusus (X2)Realisasi Dana Alokasi
Khusus yang diberikanpemerintah pusat (PP 55tahun 2005 tentang DanaPerimbangan)
Jumlah DAK
didalam LaporanRealisasi
Anggaran
Rasio
Dana Bagi Hasil(X3)
Realisasi Dana BagiHasil yang diberikanpemerintah pusat (PP 55tahun 2005 tentang DanaPerimbangan)
Jumlah DBH
didalam LaporanRealisasi
Anggaran
Rasio
Pengalokasianbelanja Modal (Y)
Realisasi Belanja Modalyang ditetapkan setiaptahunnya
Jumlah BelanjaModal didalam
LRA
Rasio
3.5 Metode Penarikan Sampel
Menurut Siregar (2013:30), "sampel adalah suatu prosedur
pengambilan data dimana hanya sebagaian populasi yang diambil dan
dipergimakan vmtuk menentukan sifat serta ciri-ciri yang dikehendaki dari
suatu populasi". Penelitian ini menggunakan sampel data Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun
anggaran 2009-2013, adapun teknik yang digunakan adalah Non Probability
Sampling dengan pendekatan purposive sampling, yaitu teknik penentuan
sampel dengan mempertimbangkan tertentu sesuai dengan objek penelitian.
34
Pertimbangan pemilihan sampel tersebut adaiah sebagai berikut:
a. Kemudahan data yang berhubungan dengan penelitian.
b. Laporan keuangan lima tahun terakhir akan memberikan gambaran
terbaru mengenai perkembangan Dana Perlmbangan dan belanja modal
sehingga dapat terlihat pertumbuhan masing-masing variabel tersebut.
c. Periode tersebut lebih relevan dengan keadaan dan situasi sekarang
untuk dilakukan penelitian, sehingga hasil penelitian yang dilakukan
didapat hasil yang lebih akurat.
d. Laporan keuangan periode tersebut telah diaudit.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, cara
yang digunakan adaiah studi dokumentasi, dilakukan dengan cara
mengumpulkan dokumen-dokumen laporan keuangan pemerintah yang
berkaitan dengan data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini.
Data yang digunakan oleh penulis imtuk melakukan penelitian
diperoleh dari website resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
kementerian keuangan RI http ://www.di Dk.deDkeu.go.id/.
3.7 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyederhanaan data dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Untuk itu, data yang
dihimpun dari hasil penelitian dilapangan akan disusun dan dibandingkan
dengan data kepustakaan, kemudian dilakukan analisis untuk ditarik
35
kesimpulan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan statistik parametik
dengan menggunakan model Regresi Linear Berganda, untuk masuk ke
model regresi tersebut, data hams diuji asumsi klasik terlebih dahulu.
Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk memastikan bahwa data yang
diperoleh benar-benar memenuhi syarat, sebagai asumsi dasar dalam
analisis regresi, Uji asumsi klasik terdiri dari Uji multikolinearitas,
normalitas, autokoreiasi, dan heterokedastisitas. Perhitungan analisis data
seluruhnya akan dibantu dengan menggunakan software Statistika yaitu
program SPSS 20 for Windows.
3.7.1 Uji asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang hams
dipenuhi pada analisis linear berganda. Untuk memperoleh model
regresi yang memberikan hasil Best Linear Unbiased Estimated
(BLUE), model tersebut perlu di uji asumsi klasik dengan metode
Ordinary Least Square (OLS). Model regresi dikatakan BLUE
apabila tidak memiliki sifat Normalitas, Heteroskedastisitas,
Multikolienaritas dan Autokoreiasi.
1. Uji Normalitas
Menumt Imam Ghozali (2007:110) Uji Normalitas
bertujuan imtuk mengetahui apakah Masing-masing variabel
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas diperlukan untuk
melakukan pengujian-pengujian variabel lainnya dengan
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
36
normal. Jika asumsi ini diianggar maka uji statistik menjadi
tidak valid dan statistik parameter tidak dapat digunakan.
Cara menentukan normalitas distribusi data adalah dengan
membandingkan nilai signifikan dengan kriteria
• Jika sig > 0,05 maka data berdistribusi normal
• Jika sig < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal
2. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas berguna untuk mengetahui apakah
pada model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
suatu pengamatan dengan pengamatan laiimya.
Dasar pengambilan keputusan pada Uji heterokedastisitas yakni:
• Jika nilai signilikansi lebih besar dari 0,05 kesimpulannya
adalah tidak terjadi heterokedastisitas
• Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 kesimpulannya
adalah teijadi heterokedastisitas
3. Uj i Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan linear antar variabel independen dalam
model regresi, untuk itu diperlukan pengujian ini untuk melihat
apakah terdapat Multikolinearitas pada suatu persamaan regresi
Tujuan Uji Multikolinearitas untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model
regresi yang baik seharusnya tidak teijadi korelasi diantara
variabel bebas.
37
Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai
tolerance dan nilai Variance Inflaction Faetor (VIF). Apabiia
nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikonieritas dan
nilai tolerance lebih dari 10% terjadi multikonieritas.
4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan
pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan
pada periode lain, atau dengan kata lain variabel gangguan tidak
random, akibatnya variabel sampel tidak dapat menggambarkan
variabel populasi. Uji autokorelasi merupakan pengujian untuk
melihat apakah dalam regresi linear terdapat korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 sebelumnya.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dengan
dilakukan uji Durbin Watson, dengan ketentuan sebagai berikut:
• Jika d lebih keci dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka
hipotesis nol di tolak,yang berati terdapat autokorelasi.
• Jika d terletak antara dU dan (4-dU) maka hipotesis nol
diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi
• Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-
dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
3.7.2 Pengujian Hipotesis
Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis
adalah regresi berganda {multiple rcff-ession), hal ini sesuai dengan
38
rumusan masalah, tujuan dan hipotesis penelitian ini. Metode
regresi berganda menghubungkan satu variabel dependen dengan
beberapa variabel independen dalam suatu model prediktif tunggal.
Uji regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh dana
perimbangan terhadap pengalokasian belanja modal.
Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan
dengan persamaan sebagai berikut:
Y = a + B1DAU+B2DAK+ B3DBH
dimana:
Y = Belanja Modal (BM)
o = Konstanta
B = Slope atau koefisien regresi atau intersep
DAU = Dana Alokasi Umum (DAU)
DAK = Dana Alokasi Khusus
DBH = Dana Bagi Hasil
Model analisis regresi berguna untuk mengestimasi
parameter-parameter regresi untuk membantu menjawab hipotesis
penelitian. Perhitungan estimasi parameter regresi dan uji-uji
statistik yang digunakan daiam penelitian didukung dengan
program SPSS.
Secara statistik ketepatan fimgsi regresi sampel dalam
menaksir aktual dapat diukur dari nilai statistik t, nilai statistik F
serta koefisien determinasinya. Suatu perhitungan statistik disebut
39
signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak
signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho
diterima.
Pengujian hipotesis menggunakan analisis data panel
{pooled data) yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen serta kemampuan model
dalam menjelaskan perilaku belanja modal dalam APBD. Oleh
karena itu pengujian dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t)
Uji t (t-test) dilakukan imtuk menguji pengaruh secara
parsial antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas
dengan variabel lain dianggap konstan, dengan asumsi bahwa
jika signifikan nilai t hitung yang dapat dilihat dari hasil analisa
regresi menunjukkan kecil dari a= 5%, beraiti terdapat pengaruh
antara variabel independen terhadap variabel. Kriteria
pengujiannya adalah sebagai berikut: t hitung > t tabel, atau a <
0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak t hitimg < t tabel, atau a >
0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima.
2. Uji koefisien Regresi secara bersama-bersama (Uji F Statistik)
Uji F pada dasamya menunjukkan apakah semua variabel
bebas dimasukkan dalam model pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel terikat. Selain itu, uji F dapat digunakan untuk
melihat model regresi yang digtmakan sudah fixed atau
40
belum,dengan ketentuan bahwa jika p value <(a)= 0,05 dan F
hitung > F tabel, berarti model tersebut fixed dan bisa digunakan
untuk menguji hipotesls.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji Koefisien Determinasi (R2) merupakan suatu ukuran
yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan
baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi atau dengan
kata lain angka tersebut dapat mengukur seberapa dekat garis
regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya.
Koefisien determinasi yang digunakan adalah Adjusted R-
Square karena variabel independen yang diteliti lebih dari dua.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Jika R2
mendekati 1 maka dapat dikatakan semakin kuat kemampuan
variabel bebas dalam model regresi tersebut untuk menerangkan
variabel terikatnya. Sebaliknya, Jika R2 mendekati 0 maka
semakin lemah kemampuan variabel bebas dalam model regresi
tersebut imtuk menerangkan variabel terikatnya
BAB IV
PEMBAHASAN DAN BASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Provinsi Banten
4.1.1. Sejarah Singkat Provinsi Banten
Banten atau dahulu dikenal dengan nama Bantam pada masa
lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat
ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka, dan makmur. Banten
pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tanimanagara.
Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan di
Kampung Lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul,
Pandegiang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947, dan
berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan
bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian
Raja Pumawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara
(menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan Kerajaan
Sriwijaya), kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon
sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Simda.
Seperti dinyatakan oleh Tome Pires, penjelajah Portugis pada tahun
1513, Bantam menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan
Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut. Bantam adalah salah satu
pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara
(Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.
41
42
Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang
dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada
tahun 1527. Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di
wilayah bekas Banten Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana
Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan
Pajajaran, ibu kota atau pakuan (berasal dari kata pakuwuan)
Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat
dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan
diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala
seorang raja dinobatkan, dari Pakuan Pajajaran ke Surasowan di
Banten oleh pasukan Maulana Yusuf, Batu berukuran 200 x 160 x 20
cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu
"mengharuskan" demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka
tersebut, di Pakuan tidak mimgkin lagi dinobatkan raja baru. Kedua,
dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus
kekuasaan Kerajaan Sunda yang "sah" karena buyut perempuannya
adalah puteri Sri Baduga Maharaja.
Pada awal abad ke-17 Masehi, Bantam merupakan salah satu
pusat pemiagaan penting dalam jalur pemiagaan intemasional di
Asia. Tata administrasi modem pemerintahan, dan kepelabuhan
sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonomian masyarakat.
Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang
menjadi Provinsi Lampung. Ketika orang Belanda tiba di Bantam
untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Bantam.
43
Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Bantam, dan disusul oleh
orang Belanda.
Selain itu, orang-orang Perancis, dan Denmark pun pemah
datang di Bantam. Dalam persalngan antara pedagang Eropa ini,
Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri
dari Bantam (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh
armada Belanda di perairan Bantam. Orang Inggris pim tersingkirkan
dari Batavia (1619) dan Bantam (1684) akibat tindakan orang
Belanda.
Banten adalah pecahan dari Provinsi Jawa Barat, yang
terbentuk pada tanggal 04 Oktober 2000 hasil dari Deklarasi Rakyat
Banten pada tanggal 18 Juli 1999 berdasarkan UU Nomor 23 tahun
2000. Pada tanggal 18 November 2000 dilakukan peresmian Provinsi
Banten dan di Kepalai oleh Gubemur pertama H. Hakamudin
Djamal imtuk menjalankan roda pemerintahan sampai terpilihnya
Gubemur definitif.
4.1.2. Profil Daerah Provinsi Banten
Berbagai fasilitas penunjang untuk dapat mendukung keija
Pemerintah Provinsi Banten, diantaranya: Pusat Peneiitian
Pengembangan Ilmu Pengetahuan da Teknologi (Puspitek) di
Serpong Tangerang Selatan, Kawasan industri baja dan kawasan
industri petro kimia di Cilegon, Kawasan industri dan alas kaki di
wilayah Serang Timur sampai Kabupaten dan Kota Tangerang serta
industri-industri strategis lainnya. Sedangkan untuk sektor listrik di
Banten terdapat empat pembangkit listrik yang masuk dalam
44
jaringan listrik koneksi Jawa-Bali, yaitu PLTU Suralaya di Kota
Cilegon yang dikelola oleh PT Indonesia Power dan PLTU di
Labuan di Kabupaten Pandeglang, PLTU Lontar di Kabupaten
Tangerang dan PLTU Bojonegara di Kabupaten Serang yang
dikelola oleh PT PLN. Sedangkan, distribusi listrik di Banten
dilakukan oleh PT PLN Distribusi Jakarta Jaya da Tangerang dan PT
PLN Distribusi Provinsi Banten dan DKI Jakarta.
Adapun sarana perhubungan laut di Provinsi Banten yaitu:
Pelabuhan Merak di Kota Cilegon yang menjadi penghubung dan
jalur transportasi Jawa-Sumatera, selain itu terdapat pelabuhan peti
kemas di Cigading Kota Cilegon yang menjadi terminal distribusi
barang dan jasa sereta pelabuhan Karangantu di Kota Serang yang
melayani jasa perdagangan antar pulau.
Pendukung jaringan transportasi udara di Provinsi Banten
yaitu: Bandara Udara Intemasional Soekamo-Hatta, yang ditetapkan
secara nasional sebagai Bandara udara utama di Indonesia sebagai
pintu gerbang masuknya penumpang dan barang dari dalam maupun
luar negeri. Selain itu terdapat bandara non komersial seperti
Pangkalan Air dan Udara (POLAIRUD) Pondok Cabe di Kota
Tangerang Selatan, PLP Budiarto di Curug Kabupaten Tangerang
dan Landasan Udara TNI AU Gorda di Kabupaten Serang.
4.1.3. Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Banten
Visi pemerintah provinsi Banten untuk melakukan
pembangunan adalah: Banten Mandiri, Maju, Sejahtera
Berlandaskan Iman dan Taqwa. Dengan misi sebagai berikut:
45
1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, berbudaya, sehat
dan cerdas;
2. Mewujudkan perekonomian yang maju dan berdaya saing secara
merata dan berkeadilan;
3. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang lestari; dan
4. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih
dan berwibawa.
4.1.4. Keadaan Geografis Provinsi Ban ten
Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat
Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70 km^. (Undang-
undang NO. 23 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Banten).
Wilayahnya, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan
Provinsi Jawa Barat di sebelah timur, sebelah utara dengan Laut
Jawa, sebelah Barat dengan Selat Sunda. Dengan demikian Provinsi
Banten secara geografis mempunyai posisi yang strategis yaitu
sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dengan Pulau
Sumatera, serta sebagian wilayahnya pun yaitu Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan menjadi
daerah penyangga bagi Provinsi DKI jakarta sebagai Ibukota Negara.
Secara astronomis, wilayah Banten terletak di antara 5°7'50"-
TTir'Lintang Selatan dan 105°ni"-106°7'12" Bujur Timur,
Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 154 kecamatan,
262 kelurahan, dan 1.273 desa.
46
Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut
potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas laut
yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan
Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara
misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Disamping itu Banten
merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Secara
ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri. Wilayah
Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang
dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampimg kelebihan
kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan ditujukan untuk menjadi
pelabuhan altematif selain Singapura.
4.1.5. Pemerintahan Provinsi Banten
Provinsi Banten terdiri atas empat Kabupaten dan
empat Kota. Berikut adalah daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi
Banten, beserta Ibukota dan nama BupatiAValikota.
Tabel 3
Daftar Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten
No. Kabupaten/Kota Ibu kota Bupati/Walikota
1 Kabupaten Lebak Rangkasbitung Mulyadi Jayabaya
2 Kabupaten Pandeglang Pandeglang Erwan Kurtubi
3 Kabupaten Serang Ciruas A Taufik Nuriman
4 Kabupaten Tangerang Tigaraksa Ahmed Zaki Iskandar
5 Kota Cilegon Purwakarta Tb Iman Ariyadi
6 Kota Serang Serang Tubagus Haerul Jaman
7 Kota Tangerang Tangerang Arief Rachadiono
Wismansyah
8 Kota Tangerang
Selatan
Pamulang Airin Rachmy Diany
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.
47
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23
Tahun 2012 luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 km^
Provinsi Banten dalam menjalankan pemerintahannya terbagi ke
dalam 4 (empat) Kota dan 4 (empat) Kabupaten. Sedangkan pada
level terendah di Provinsi Banten terbagi kedalam 154 kecamatan,
278 kelurahan, dan 1.267 desa, yang tersebar ke 8 (delapan)
Kabupaten/Kota.
Tabel 4
Daftar Jiunlah Kecamatan, Desa dan Kelurahan di Provinsi Banten
Kabupaten/KotaLuas
Daerah
(Km2)
Jumlah
Kecamatan
Jumlah
Desa Kelurahan
Kab. Pandeglang 2.746.89 35 326 13Kab. Lebak 3.426.56 28 340 5Kab. Tangerang 1.011.86 29 246 28Kab. Serang 1.734.28 28 320 0Kota Cilegon 153.93 13 0 104Kota Tangerang 175.50 8 0 43Kota Serang 266.71 6 30 36Kota TangerangSelatan 147.19 7 5 49Provinsi Banten 9.662.92 154 1.267 278
4.1.5 Kondisi Perekonomlan Provinsi Banten
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Banten pada
tahun 2013 mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE) tahun sebelumnya, hal ini disebabkan
oleh penurunan kontribusi produk sektor industri yang
mempengamhi kinerja ekspor dan meningkatnya impor yang masuk
ke Banten. Secara riil ekonomi Banten tumbuh melambat sebesar
6,38% ditahun 2011, ditahun 2012 sebesar 6,15% dan di tahun 2013
mencapai 5,86% (BPS,2013).
48
Dilihat dari distribusi menurut Kabupaten/Kota tahun 2012,
nilai tambah perekonomian terbesar di Provinsi Banten berada di
Kota Tangerang sebesar 33,23%, Kabupaten Tangerang sebesar
20,88% dan Kota Cilegon sebesar 18,09%. Hal ini dapat dipahami
karena ekonomi Banten didominasi oleh sektor industri pengolahan
yang terkonsentrasi pada ketiga daerah tersebut. Meskipun demikian,
laju pertumbuhan ekonomi tertinggi dipegang oleh Kota Tangerang
Selatan dengan tingkat pertumbuhan mencapai 8,24%. Sedangkan
Kota Tangerang tumbuh 6,41%, Kabupaten Tangerang tumbuh
6,22% dan Kota Cilegon tumbuh 6,82% (BPS,2013).
4.1.6 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Provinsi Banten
Secara keseluruhan luas wilayah di Provinsi Banten
mencapai 9.662,92 km^. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah
yang terkecil luas wilayahnya yang hanya 147,19 km^, sedangkan
Kabupaten Lebak merupakan daerah yang terluas wilayahnya
dengan luas wilayah 3.426,56 km^.
Tabel 5
Daftar Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Provinsi Banten
Kabupaten/Kota Luas Daerah
(Km2)Jumlah Penduduk (Jiwa)
2011 2012 2013Kab. Pandeglang 2.746.89 1.172.179 1.181.430 1.133.215Kab. Lebak 3.426.56 1.228.884 1.239.660 1.132.699Kab. Tangerang 1.011.86 2.960.474 3.050.929 2.501.627Kab. Serang 1.734.28 1.434.137 1.448.964 1.398.390Kota Tangerang 153.93 1.869.791 1.918.556 1.559.896Kota Cilegon 175.50 385.720 392.341 386.501Kota Serang 266.71 598.407 611.897 589.793Kota Tangerang Selatan 147.19 1.355.926 1.405.170 1.214.727Provinsi Banten 9.662.92 11.005.518 11.248.947 9.916.848
49
Jumlah Penduduk Provinsi Banten tahun 2013 versi Badan
Pusat Statistik melalui Banten Dalam Angka Tahun 2013 adalah
11.248.947 jiwa, perbedaan ini disebabkan sensus penduduk yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik masih mencatat penduduk yang
memiliki data ganda ditempat yang berbeda sedangkan versi
Kementerian Dalam Negeri Jumlah Penduduk Provinsi Banten
Tahun 2013 adalah 9.916.848 jiwa, jumlah tersebut merupakan
jumlah penduduk berdasarkan data kependudukan Kabupaten/Kota
yang telah di konsolidasikan dan dibersihkan oleh Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementrian Dalam
Negeri.
Dilihat menurut Kabupaten/Kota jumlah penduduk terbanyak
terdapat di Kabupaten Tangerang, Pada tahun 2013 jumlah penduduk
Kabupaten Tangerang mencapai 2.501.627 jiwa sedangkan untuk
daerah yang jumlah penduduknya paling sedikit yaitu Kota Cilegon
sebesar 386.501 jiwa.
4.1.8. Permasalahan Infrastruktur di Provinsi Banten
Pada saat ini Provinsi Banten telah berusia 15 tahun. Akan
tetapi berbagai kendala masih membelit pembangunan daerah antara
lain kerusakan jalan di sejumlah ruas utama. Sektor pariwisata jadi
terusik dan laju perekonomian daerah pun menjadi tersendat.
Banten, yang dulu bagian dari Provinsi Jawa Barat resmi
menjadi provinsi sejak 4 Oktober 2000 melalui Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2000. Pusat pemerintahan daerah pun kini beralih
ke Serang, Provinsi Banten saat ini seharusnya tampil lebih apik dan
50
menarik. Dengan menjadi provinsi tersendiri, manajemen
pembangunan bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Naniun kenyataan di lapangan, khususnya di sektor
perhubungan darat, keadaannya masih jauh dari harapan masyarakat.
Ratusan kilometer ruas jalan yang sangat strategis rusak parah
sementara perbaikannya berjalan sangat lamban. Padahal, sarana
jalan merupakan hal yang sangat penting dalam perekonomian
sekaligus prasyarat untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan daerah.
Data Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten di
Serang menyebutkan sepanjang 257,96 kilometer (km) atau 30
persen dari total panjang Jalan 852,89 km jalan provinsi yang
perbaikannya merupakan tanggung jawab Pemerintah Provinsi
Banten dalam kondisi rusak parah.
Kerusakan jalan ini, misalnya, tegadi di sepanjang Pantai
Utara Banten (Pantura) hingga perbatasan DKI di Kabupaten/Kota
Tangerang. Demikian juga jalan provinsi hingga perbatasan
Kabupaten Bogor, wilayah Tengah dan Barat, Serang-Cilegon, dan
di wilayah Selatan hingga perbatasan Sukabumi, Jawa Barat.
Nasib yang sama menimpa ruas jalan di dekat pusat
pemerintah Provinsi Banten. Termasuk ruas jalan Cikande-
Rangkasbitung, 20 kilometer di antaranya rusak berat. Belum lagi
sepanjang jalan Raya Anyer-Labuan, juga bemasib sama, rusak berat
di sejumlah titik. Padahal ini termasuk jalur utama wisata yang kerap
dilintasi para wisatawan domestik maupim mancanegara. Bahkan
51
jalan altematif ke Anyer yang biasa disebut Jaiur Lingkar Selatan
(JLS), kondisinya sama saja banyak berlubang di sana-sini.
Sama halnya untuk gedung sekolah, terminal, dan jembatan
yang ada di Provinsi Banten. Infrastruktur ini masih belum dapat
perhatian dari pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi atau
Pemerintah Kota/Kabupaten. Hal ini dapat mengganggu aktivitas
dan perekonomian masyarakat.
4.2. Analisis DAU, DAK dan DBH Kab/Kota di Provinsi Banten
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Pengamh Dana
Perimbangan Terhadap Belanja Modal diperoleh data dan informasi sebagai
berikut:
4.2.1 Analisis DAU Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Banten
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu bentuk
dana perimbangan yang mempunyai tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi
ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan
formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.
Jumlah DAU menjadi komponen terbesar dalam Dana Perimbangan,
DAU memiliki peranan yang penting dalam penyelenggaraan
Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan belanjanya. Untuk
melihat Dana Alokasi Khusus dan rasionya pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2013 sebagai
berikut:
52
Tabel 6
Dana Alokasi Umum dan Rasio terhadap pendapatan daerah seluruh PemerintahKabupaten/Kota c i Provinsi Banten tahun 2009-2013
Tahun Dana Alokasi
Umum
Total Pendapatan Rasio TerhadapPendapatan Daerah
2009 3.776.210 6.706.137 56,302010 3.846.697 6.759.701 56,902011 4.488.508 9.055.147 49,562012 5.526.596 10.723.160 51,532013 6.295.932 12.406.572 50,50
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (diolah penulis)
Berdasarkan data diatas, Dana Alokasi Umum yang
ditransfer Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah pada tahun
2009-2013 teijadi peningkatan walaupun rasionya befluktuatif. Dana
Alokasi Umum paling tinggi pada tahun 2013 dengan nilai
Rp 6.295.932 dan paling rendah 2009 Rp. 3.776.210.
4.2.2. Analisis DAK Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Banten
DAK memiliki peranan penting dalam pembangunan sarana
dan prasarana pelayanan dasar di daerah. Pemanfaatan DAK
diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan,
peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur
ekonomis yang panjang. Kebutuhan Pemerintah Daerah dalam
menjalankan pemerintahannya untuk meningkatkan pelayanan
tunum masih memiliki ketergantungan terhadap dana yang diberikan
Pemerintah pusat salah satunya DAK .Untuk melihat Dana Alokasi
Khusus dan rasionya pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten tahun 2009-2013 sebagai berikut:
53
Tabel 7
Dana Alokasi Khusus dan Rasio terhadap pendapatan daerah seluruh Pemerintah
Tahun Dana Alokasi
Khusus
Total Pendapatan Rasio TerhadapPendapatan Daerah
2009 424.901 6.706.137 6,332010 554.654 6.759.701 8,202011 533.816 9.055.147 5,892012 619.977 10.723.160 5,782013 731.472 12.406.572 5,89
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (diolah penulis)
Dana Alokasi Khusus (DAK) yang ditransfer Pemerintah
Pusat Kepada Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang sangat
penting dalam memenuhi kebutuhan belanja daerah. Berdasarkan
tabel diatas jumlah DAK pada tahun 2009-2012 cenderung fliktuatif.
Dana Alokasi paling tinggi pada tahun 2013 dengan nilai
Rp. 731.472 dan paling rendah tahun 2009 sebesar Rp. 424.091.
4.2.3. Analisis DBH Kab/Kota di Provinsi Banten
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan sumber pendapatan
daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar
pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan
memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU
dan DAK. Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan
prosentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil.
Pemerintah Daerah hams mengelola kekayaan daerah sebaik
mungkin untuk bisa memenuhi kebutuhan belanjanya. Untuk melihat
Dana Bagi Hasil dan rasionya pada Pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten tahun 2009-2013 sebagai berikut:
54
Tabel 8
Dana Bagi Hasil dan Rasio terhadap pendapatan daerah seluruhPemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2013
Tahun Dana Bagi Hasil Total Pendapatan Rasio TerhadapPendapatan Daerah
2009 954.331 6.706.137 14,232010 993.279 6.759.701 14,692011 949.316 9.055.147 10,962012 1.135.876 10.723.160 10,592013 1.150.865 12.406.572 9,27
S umber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (diolah penulis)
DBH yang ditransfer Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah
Daerah mempunyai penman yang sangat penting dalam memenuhi
kebutuhan belanja daerah. Berdasarkan data diatas, jumlah DBH
paling tinggi pada tahun 2013 dengan nilai Rp. 1,150.865 dan paling
rendah2011 Rp. 949.316.
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan karakteristik dari data analisis deskriptif
dilakukan dengan tujuan imtuk mendapatkan gambaran yang lebih
jelas tentang sekumpuian data yang diperoleh, kemudian dianalisis
dengan tujuan untuk mengetahui variabel bebas berpengaruh
terhadap variabel terikat.
Pelaksanaan dalam penyelenggaran pemerintah di seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi banten dapat direalisasikan berkat
adanya dukungan anggaran yang bersumber dari Pemerintah Pusat
berupa Dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi Hasil.
55
Setelah diolah dengan SPSS selanjutnya secara statistik dapat
dilihat deskriptif unluk keseluruhan variabel penelitian yang
mencakup nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata dan standar
deviasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 9
Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
DAU 40 151.741 1.115.365 598.350.33 237.006.551
DAK 40 20.781 141.861 71.620.50 27.424.949
DBH 40 24.417 354.754 129.591.68 96.811.651
Belanja Modal 40 193.16 968.475 300.186.63 225.379.859
Valid N40
(listwise)
Sumber: Output SPSS Versi 20.0
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah data (N)
yang diuji sebanyak 40. Selain itu diperoleh gambaran nilai
minimum, nilai maksimtim, nilai rata-rata dan standar deviasi
masing-masing variabel dengan penjelasan sebagai berikut:
4.3.1.1. Statistik Deskriptif Dana Alokasi Umum Pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Dana Alokasi umum adalah dana yang berasal dari
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah imtuk membiayai
kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana alokasi umum dimaksudkan untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar
56
daerah melalui penerapan formula dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan penerimaan daerah.
Dana Alokasi umum bersifat ''Block Grant" yang
berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai
dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk meningkatkan
pelayanan publik. Dana alokasi umum untuk suatu daerah
dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah
fiskal, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan
penerimaan daerah.
Untuk mengetahui realisasi penerimaan dana alokasi
umum pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
dari tahun 2009-2013, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 10
Realisasi Penerimaan Dana Alokasi Umum pada PemerintahKabupaten/Kota di Provinsi Banten
(Dalam Jutaan ^upiah)Kab/Kota 2009 2010 2011 2012 2013Kab Lebak 576.180 655.633 737.431 804.122 617.081
Kab Pandeglang 618.789 695.077 723.431 880.970 901.740
Kab Serang 582.554 554.223 629.377 785.474 988.536
Kab Tangerang 855.219 628.873 720.492 1.016.900 1.115.365
Kota Cilegon 295.333 279.127 315.485 405.584 868.653Kota Tangerang 496.391 488.979 554.055 747.696 461.400
Kota Serang 151.741 315.997 365.683 412.540 829.388
Kota Tangerang Selatan 200.003 228.858 442.554 473.310 513.769
Jumlah 3.776.210 3.846.697 4.488.508 5.526.596 6.295.932
Siunber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, (Data Diolah oleh Penulis)
Dari tabel diatas dapat dilihat realisasi penerimaan
dana alokasi umum pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten, untuk dana alokasi umum terendah dari yaitu pada
57
Kota Serang sebesar Rp. 151.741 (dalam jutaan) pada
tahun 2009. Sedangkan untuk dana alokasi umum terbesar
yaitu Kabupaten Tangerang pada tahun 2013 sebesar Rp.
1.115.365 (dalam jutaan). Dengan demikian selama periode
2009-2013 rata-rata jumlah dana alokasi umum di seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah sebesar
598.350.33 (dalam jutaan) dengan standar deviasi
237.006.551 (dalam jutaan).
Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa selama
ini dana alokasi umum yang diterima Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten setiap tahurmya mengalami peningkatan,
hal ini menunjukan bahwa DAU memiliki peranan yang
penting bagi Pemerintah Daerah dalam memenuhi
kebutuhan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
4.3.1.2. Statistik Deskriptif Dana Alokasi Khusus Pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber
dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional.
Untuk mengetahui penerimaan dana alokasi khusus
pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten dari
tahun 2009-2013, dapat diketahui pada tabel di bawah ini:
58
Tabel 11Realisasi Penerimaan Dana Alokasi Khusus pada Pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten
Kab/Kota 2009 2010 2011 2012 2013Kab lebak 68.076 91.147 45.180 69.687 84.135Kab pandeglang 77.839 89.350 91.783 104.863 121.186Kab Serang 73.132 106.916 74.550 84.713 141.861Kab tangerang 59.765 70.530 81.524 84.826 75.494Kota Cilegon 27.014 31.508 43.954 92.886 120.034Kota Tangerang 39.829 57.533 41.618 36.851 45.500Kota serang 58.465 75.729 97.239 89.458 77.706Kota Tangerang Selatan 20.781 31.941 57.968 56.693 65.556Jumlah 424.901 554.654 533.816 619.977 731.472
Dari tabel diatas dapat dilihat realisasi penerimaan
dana alokasi khusus pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten, untuk dana alokasi khusus terendah yaitu pada Kota
Tangerang Selatan sebesar Rp 20.781 (dalam jutaan) pada
tahun 2009 dan jumlah DAK tertinggi pada Kabupaten
Serang Rp. 141.851 (dalam jutaan). Dengan demikian
selama periode 2009-2013 rata-rata jumlah dana alokasi
kliusus di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
adalah sebesar Rp. 71.620.50 (dalam jutaan) dengan standar
deviasi Rp. 37.642 (dalam jutaan). Teqadinya kenaikan
DAK disebabkan karena untuk mempercepat pembangtman
infrastruktur di daerah.
4.3.1.3. Statistik Deskriptif Dana Bagi HasU Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang di alokasikan kepada daerah
dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah
59
penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Selain karena pertimbangan
politis, alasan lain dari pemberian dana bagi basil ini adalah
untuk mengurangi ketimpangan vertikal {vertical
imbalance).
Dana sumber bagi basil adalab pajak deui sumber
daya alam. Pajak sendiri terdiri atas Pajak bumi dan
Bangunan (PEE), Eea Peroleban Hak atas Tanab dan
Eangunan (EPHTE), serta Pajak Pengbasilan (PPb), baik
dari wajib pajak orang pribadi dalam Negeri maupun dari
PPb 21, sedangkan dana bagi basil dari sumber daya alam
berasal dari kebutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, serta
pertambangan panas bumi.
Untuk mengetabui realisasi penerimaan dana bagi
basil pada pemerintab Kabupaten/Kota di provinsi Eanten
dari tabun 2009-2013, dapat dilibat pada tabel di bawah ini.
label 12
Realisasi Penerimaan Dana Eagi Hasil pada Pemerintab Kabupaten/Kota diProvinsi Eanten
Kab/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
Kab lebak 40.963 38.307 43.352 44.292 56.760
Kab pandeglang 40.597 44.881 54.921 71.663 63.564
Kab Serang 44.006 56.421 80.053 95.273 81.979Kab Tangerang 289.338 199.965 217.194 276.060 236.625
Kota Cilegon 101.048 105.941 97.708 110.955 117.262
Kota Tangerang 248.214 320.012 253.727 315.169 354.754
Kota serang 24.417 43.252 38.076 32.422 43.033
Kota tangerang selatan 165.748 184.500 164.285 190.042 196.888
Jumlab 954.331 993.279 949.316 1.135.876 1.150.865
Sumber; Direktorat Jem eral Perimbangan Keuangan, (Data !)iolab oleb Penulis)
60
Dari tabel diatas dapat dilihat Realisasi penerimaan
dana bagi basil pada Kabupaten/Kota di Provinsi Banten,
untuk dana bagi basil terendab yaitu pada Kota Serang.
Sedangkan untuk dana bagi basil terendab pada Kota
Serang sebesar Rp. 24.417 (dalam jutaan) pada tahun 2009
dan jumlab DBH tertinggi pada Kota Tangerang Rp.
354.754 (dalam jutaan) tabun 2013. Dengan demikian
selama periode 2009-2013 rata-rata jumlab dana bagi basil
di selurub Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah
sebesar Rp. 129.591.68 (dalam jutaan) dengan standar
deviasi Rp. 96.811.651 (dalam jutaan).
4.3.1.4. Statistik Deskriptif Belanja Modal pada Pemerintah
Kota/Kabupaten di Provinsi Banten
Belanja modal adalab pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah
aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebib dari
satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah
pengeluaran untuk biaya pemelibaraan yang sifatnya
mempertabankan atau menambah masa manfaat,
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.Setiap tahunnya
belanja modal ini terus mengalami peningkatan, maka dari
itu pemerintah daerah membutuhkan penerimaan lebib
besar untuk melaksanakan program pemerintah,
61
infrastruktur, dan pelayanan publik lainnya yang dirasakan
langsung oleh masyarakat.
Untuk mengetahul realisasi penerimaan belanja
modal di masing-masing pemerintah Kabuapten/Kota di
Provinsi Banten, dapat dilihat pada label dibawah ini.
label 13
Realisasi Penerimaan Belanja Modal pada Pemerintah Kota/Kabupaten diProvinsi Banten
Kota/Kabupaten 2009 2010 2011 2012 2013
Kab. Lebak 232.899 169.447 247.644 298.235 317.513
Kab. Pandeglang 80.026 75.201 168.365 214.509 235.071
Kab. Serang 136.078 109.500 145.286 457.787 422.042
Kab. Tangerang 640.853 467.297 480.091 716.187 867.785
Kola Cilegon 146.180 124.086 161.715 175.257 198.921
Kola Tangerang 279.957 313.453 323.705 494.213 968.475
Kola Serang 19.316 82.968 196.054 135.496 121.732
Kola Tangerang Selatan 42.773 173.849 422.515 532.246 612.738
Jumlah Belanja Modal 1.578.086 1.515.804 2.145.376 3.023.933 3.744.277
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, (Data diolah oleh Penulis)
Berdasarkan label realisasi penerimaan belanja
modal diketahui bahwa belanja modal yang terendah pada
tahun 2009 yaitu teijadi di Kola Serang sebesar Rp. 19.316
(dalam jutaan). Sedangkan jumlah belanja modal terbesar
yaitu di Kabupaten Tangerang Rp. 968.475 (dalam jutaan).
Dengan demikian selama periode 2009-2013 rata-rata
jumlah belanja modal di seluruh Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten adalah sebesar Rp. 300.186.63 (dalam
jutaan) dengan standar deviasi Rp. 96.811.651 (dalam
jutaan).
62
Untuk mengetahui grafik secara keseluruhan DAU,
DAK, DBH dan Belanja Modal selzima lima tahun dari
2009-2013 sebagai berikut:
7,000,000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
1
1 11 1 1 1 1
1 1 1. Il TnniiiiRiimi'
■ DAU
■ DAK
■ DBH
■ Belanja Modal
2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 2
Grafik DAU, DAK, DBH dan Belanja Modal
DAU bersifat block grant yang berarti
penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas daerah untuk peningkatan
pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah Daerah
memberikan pelayanan berupa sarana dan prasarana seperti
bangunan, jalan dan sarana lainnya yang dibutuhkan
masyarakat. Sarana dan prasarana berupa aset tetap dimiliki
daerah sebagai akibat adanya belanja modal, maka DAU
menjadi penting dalam memenuhi kebutuhan daerah salah
satunya belanja modal.
DAK merupakan komponen dana perimbangan
selain DAU, DAK memiliki peran yang penting dalam
pembangunan karena DAK diarahkan untuk kegiatan
63
investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan sarana dan
prasarana. Alokasi DAK sangat mempengaruhi dalam
peningkatan percepatan pembangunan sarana dan prasarana
dan menjaga sarana yang telah ada. Dengan demikian
belanja modal sangat dipengaruhi oleh DAK.
DBH merupakan sumber penerimaan yang sangat
potensial dan salah satu modal dasar pemerintah daerah
dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi
belanja daerah. Pemerintah Daerah hams mengelola
kekayaan daerah yang proposional dan profesional serta
membanguna infrastruktur yang berkelanjutan dengan
menggunakan DBH imtuk memenuhi belanja modalnya.
semakin baik pengelolaan kekayaan daerah maka akan
mendapatkan DBH yang besar dan dapat meningkatkan
belanja modal sehingga akan memberikan pengaruh
terhadap peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
4.3.2. Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk menghindari tegadinya
estimasi yang bias, mengingat tidak semua data dapat diterapkan
pada analisis regresi. Untuk itu diperlukan beberapa pengujia data
diantaranya adalah sebagi berikut:
4.3.2.1. UjiNormalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah
Masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji
64
normalitas diperlukan untuk melakukan pengujian-
pengujian variabel lainnya dengan mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distrlbusi normal. Jika asumsi ini
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid dan statistik
parameter tidak dapat digunakan maka kesimpulan dari uji
F dan uji t masih meragukan, karena statistik uji F dan uji t
pada analisis regresi diturunkan dari distribusi normal.
Dalam peneiitian uji normalitas yang digimakan dengan uji
statistik KolmogorovSmirnov
Dengan dibantu program SPSS versi 20 dengan hasil
uji sebagai berikut:
Tabel 14
Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smimov
Unstandardized Residual
N 40
Normal Mean OE-7
Parameters®"'' Std. Deviation .18798367
Most ExtremeAbsolute .078
DifferencesPositive .049
Negative -.078
Kolmogorov-Smimov Z .493
Asymp. Sig. C2-tailed) .968
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Output SPSS Versi 20.0
Hasil uji Kolmogorov-Smimov dibawah ini terlihat
besamya nilai Kolmogorov-Smimov adalah 0.493 dan
signifikaimya adalah 0.968 dan nilai diatas 5% (a = 0,05).
Dalam hal ini berarti data residual berdistribusi normal.
Untuk mempertegas hasii uji normalitas, dapat
dilihai dari gambar P Plot dibawah ini;
NorniBl Plot of Rsgroaalon StondarOlzed Realdual
^ 0«pendentVarlablB:BeranJ> Modal
Obaarvad Cum Prob
Gambar 3
P Plot Normalitas
Histogram
Dspendent Varlablo: BetanjaModat
Na 40
" I ••.'v ''aJt; iS-'J ̂
k -f: :--=r;j-k '-f r#i-:
Rogrosslon Standardizad Rosidual
Sumber : Output SPSS Versi 20.0
Gambar 4
Grafik Normalitas
Berdasarkan grafik histogram diatas mempertegas
bahwa model regresi yang diperoleh berdistribusi normal
dan berdasarkan basil grafik Normal Probability Plot diatas
dapat diketahui bahwa sumbu menyebar disekitar garis
66
diagonal maka dapat dislmpulkan bahwa Normal
Probability Plot berdistribusi secara normal.
4.3.2.2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel
independen dalam model regresi, untuk itu diperlukan
pengujian ini untuk melihat apakah terdapat
Multikolinearitas pada suatu persamaan regresi
Tujuan Uji Multikolinearitas imtuk menguji apakah
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas.model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel bebas.
Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat
nilai tolerance dan nilai Variance Inflaction Factor (VIP).
Apabila nilai VIP kurang daii 10 maka tidak teqadi
multikonieritas dan nilai tolerance lebih dari 10% teijadi
multikonieritas. Hasil uji multikolinearitas dalam penelitian
ini dapat dilihat dibawah ini.
label 15
Hasil Uji Multikonieritas
Coefficients®
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIP
(Constant)
DAU .473 2.116
DAK .415 2.410
DBH .728 1.373
a. Dependent Variable: Belanja ModalSumber: Output SPSS Versi 20.0
67
Berdasarkan nilai tolerance dan VIF yang diperoleh
seperti yang teriihat pada tabel diatas menunjukan tidak ada
korelasi yang cukup kuat antar sesama variabel bebas
dimana nilai tolerance dari ketiga variabel > 0,10.
sementara itu, nilai VIF lebih kecil dari 10,0. Dapat
disimpulkan bahwa ketiga variabel bebas yang diteliti
dalam penelitian ini tidak terdapat multikolinearitas.
4.3.2.3. Uji Autokorelasi
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dan dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelmnnya). Jika teqadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi mimcul karena observasi yang berurutan
sepanjang vyraktu berkaitan satu sama lainnya. Pengujian
asumsi ketiga variabel ini dilakukan dengan menggunakan
uji Durbin Watson (DW test), yaitu imtuk menguji apakah
teqadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung d
statistik Salah satu pengujian yang digimakan imtuk
mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji
statistik DW test. Berikut ini adalah hasil Uji Autokorelasi
dengan uji statistik Durbin Watson.
68
Tabel 16
Hasil Uji Autokoreiasi dengan Durbin-Watson
Model R R Square Adjusted R Std. Error of Durbin-
Square the Estimate Watson
1 00
o 1.722 .699 139.979.731 2.439
a. Predictors: (Constant), DBH, DAU, DAK
b. Dependent Variable: Belanja Modal
Sumber: Output SPSS versi 20.0
Dari hasii output pada tabel , nilai Durbin Watson
(DW) yang dihasilkan adalah 2.439 sedangkan dilihat dari
tabel Durbin Watson dengan signifikansi 0.05 (5%) dan
jumlah data (N) = 40 serta jumlah variabel independen (k) =
3 diperoleh batas bawah nilai tabel (dL) sebesar 1.3384 dan
batas atasnya (dU) sebesar 1.6589 maka nilai 4-dU = 4-
1.6589 = 2.6356. Nilai DW yang dihasilkan adalah 2.439
nilai tersebut berada antara 1.3384 dan 2.6356
(1.3384<2.439<2.6356). Hal ini mengandung arti bahwa
model yang digunakan dalam penelitian ini tidak teijadi
autokoreiasi.
4.3.2.4. Uji Heterokedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi teijadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut
Heterokedastisitas.
69
Uji stalistik yang digunakan adalah uji rank
Spearman dan uji Scatterplot. Uji Scatterplot digunakan
mendeteksi ada atau tidaknya Heterokedastisitas yaitu
dengan melihat grafik plot antara lain nilai prediksi variabel
terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID. Deteksi ada atau tidaknya Heterokedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat adan atau tidaknya pola
tertentu pada grafik Scatter antara SRESID dan ZPRED
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu
X adalah residual (Y prediksi-Y sesimgguhnya) yang telah
di studentized. Berikut ini adalah hasil uji rank Spearmen :
label 17
Hasil Pengujian Asumsi HeterokedastisitasCorrelations
DAU DAK DBH Unstandardized
Residual
DAU
Correlation
Coefficient1.000 .630 .069 -.012
Sig. (2-tailed). .000 .670 .940
N 40 40 40 40
DAK
Correlation
Coefficient.630" 1.000 -.293 .043
Sig. (2-tailed) .000 .067 .791
Spearman's N 40 40 40 40rho
DBH
Correlation
Coefficient.069 -.293 1.000 -.119
Sig. (2-tailed) .670 .067 .465
N 40 40 40 40
Unstandardized
Correlation
Coefficient-.012 .043 -.119 1.000
Residual Sig. (2-tailed) .940 .791 .465
N 40 40 40 40
Sumber: Output SPSS Versi 20.0
70
Dari tabel diatas yang merupakan hasil uji rank
Spearman dapat dilihat bahwa nilai Sig (2-tailed) untuk
DAU sebesar 0.940, nilai Sig (2-taiIed) untuk DAK sebesar
0.791 dan nilai Sig (2-tailed) DBH sebesar 0.465, ini
menunjukan model regresi dalam penelitian ini tidak
mengandung heterokedastisitas karena nilai Sig (2-tailed)
untuk ketiga variabel independen > 0,05.
Scatterplot
Dopendent Variable; Balanfa modal
o o
3in
Saw
oe -H
8 ® oo o oo o o
•2 •' 0 1 2 fReflreeilon Standardized Predicted Value
Gambar 5
Grafik Heterokedastisitas
Hasil Scatterplot pada gambar diatas dapat diketahui
bahwa tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi Heterokedastisitas
4.3.3. Pengujian Hipotesis
4.3.3.1, Analisis Regresi Linear Berganda
Metode ini imtuk menguji hipotesis regresi linear
berganda. Hal ini dimaksudkan untuk menguji Dana
71
Alokasi umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil
terhadap Belanja Modal dengan melihat kekuatan hubungan
antar belanja modal dengan Dana Alokasi umum, Dana
Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. Model regresi linear
berganda tersebut adalah:
LnBM = a + bl DAU + b2DAK + bSDBH + e
Berikut ini adalah hasil uji analisis regresi:
Tabel 18
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Coefficients^
Model Unstandardized Standardized t Sig.Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -3.667 1.187 -3.090 .004
j DAU .806 .221 .455 3.653 .001
DAK .187 .258 .399 2.725 .004
DBH .701 .115 .665 6.072 .000
Sumber: Output SPSS versi 20.0
Dari tabel diatas dibentuk persamaan regresi linear
sebagai berikut:
Y = -3.667+ 0.806DAU + 0.187DAK + 0.70IDBH
Koefisien yang terdapat pada persamaan diatas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai konstanta sebesar -3.667 menunjukan bahwa
apabila tidak ada variabel independen (DAU, DAK
dan DBH) maka tidak mempengaruhi belanja modal
72
2. Variabel DAU menunjukan ada pengaruh terhadap
belanja modal dan berpola positif sehingga semakin
bertambah DAU maka semakin tinggi belanja modal.
DAU berpengaruh terhadap belanja modal dengan nilai
koefisien sebesar 0,806 artinya setiap pertambahan
satu rupiah variabel DAU maka variabel belanja modal
akan naik sebesar 0,806
3. Variabel DAK menunjukan ada pengaruh terhadap
belanja modal dan berpola positif sehingga semakin
bertambah DAK maka semakin tinggi belanja modal.
DAK berpengaruh terhadap belanja modal dengan nilai
koefisien sebesar 0,187 artinya setiap pertambahan satu
rupiah variabel DAK maka variabel belanja modal akan
naik sebesar 0,187
4. Variabel DBH menunjukan ada pengaruh terhadap
belanja modal dan berpola positif sehingga semakin
bertambah DBH maka semakin tinggi belanja modal.
DBH berpengaruh terhadap belanja modal dengan nilai
koefisien sebesar 0.701 artinya setiap pertambahan
satu rupiah variabel DBH maka variabel belanja modal
akan naik sebesar 0.701
4.3.3.2. Uji Statistik t
Pengujian secara parsial dilakukan untuk
mengetahui masing-masing variabel dependen terhadap
73
variabel dependen. Statistik uji yang digunakan pada
pengujian parsial adalah uji t. Nilai statistik uji t yang
digunakan pada pengujian secara parsial dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 19
Hasil Uji t (Uji Partial)
Model Unstandardized Standardized t Sig.Coef]icients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -3.667 1.187 -3.090 .004j DAU .806 .221 .455 3.653 .001
DAK .187 .258 .399 2.725 .004DBH .701 .115 .665 6.072 .000
Sumber: Output SPSS Versi 20.0
Berdasarkan tabel. Variabel DAU memiliki t-hitung
sebesar 3.653 dengan taraf signifikan sebesar 0.001 yang
lebih kecil dari tingkat kesalahan (a) sebesar 5% atau
sebesar 0.005, sedangkan nilai t-tabel sebesar 2.028.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa t-hitung > t-tabel
(3.653>2.028) yang memiliki arti bahwa DAU seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten secara signifikan
mempengaruhi nilai Belanja Modal diseluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Hasil tersebut
membuktikan bahwa hipotesis HI diterima, yang dapat
dinyatakan bahwa DAU berpengaruh signifikan terhadap
74
peningkatan nilai Belanja Modal diseluruh Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten.
Berdasarkan tabel, Variabei DAK memiliki t-hitung
sebesar 2.725 dengan taraf signifikan sebesar 0.004 yang
lebih kecil dari tingkat kesalahan (a) sebesar 5% atau
sebesar 0.005, sedangkan nilai t-tabel sebesar 2.028.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa t-hitung > t-tabel
(2.725>2.028) yang memiliki arti bahwa DAK seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten secara signifikan
mempengaruhi nilai Belaiya Modal diseluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Hasil tersebut
membuktikan bahwa hipotesis H2 diterima, yang dapat
dinyatakan bahwa DAK berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan nilai Belanja Modal diseluruh Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten.
Berdasarkan tabel, Variabei DBH memiliki t-hitung
sebesar 6.072 dengan taraf signifikan sebesar 0.000 yang
lebih kecil dari tingkat kesalahan (a) sebesar 5% atau
sebesar 0.005, sedangkan nilai t-tabel sebesar 2.028.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa t-hitung > t-tabel
(6.072>2.028) yang memiliki arti bahwa DBH seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten secara signifikan
mempengaruhi nilai Belanja Modal diseluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Hasil tersebut
75
membuktikan bahwa hipotesis H3 diterima, yang dapat
dinyatakan bahwa DBH berpengaruh signiflkan terhadap
peningkatan nilai Belanja Modal diseluruh Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten.
4.3.3.3. Uji Statistik F
Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi
hasil terhadap belanja modal, maka perlu dilaknkan uji
hipotesis secara simultan yang dapat dilihat pada tabel
ANOVA dibawah ini:
Tabel 20
ANOVA untuk Uji f
ANOVA"
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
Regression 3.579 3 1.193 31.166 .000"
1 Residual 1.378 36 .038
Total 4.958 39
a. Dependent Variable: BM
b. Predictors: (Constant), DBH, DAU, DAK
Sumber: Output SPSS Versi 20.0
Berdasarkan tabel menimjukan hasil perhitungan
regresi dengan regresi nilai F-hitung sebesar 31.166 dengan
taraf signifikan sebesar 0.000, sedangkan nilai F-hitung
tabel sebesar 3.26. sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai
F-hitung > F-tabel (31.166>3,26) yang memiliki arti bahwa
secara keseluruhan yakni variabel Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-
76
sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap Variabel
Belanja Modal diseluruh Kab/Kota di Provinsi Banten.
Dengan demikian, hipotesis keempat H4 diterima
yang dapat dikatakan bahwa variabel Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Secara bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja
Modal diseluruh kabupaten/Kota di Provinsi Banten.
4.3.3.4 Uji Koefisien Determinasi (R-square)
Tujuan pengujian ini untuk menguji tingkat keeratan
atau keterikatan antar variabel dependen dengan variabel
independen yang bisa dilihat dad besamya nilai koefisien
determinasi {adjusted R-square). Hasil uji koefisien
determinasi selanjutnya dapat dilihat pada tabel yang
menunjukan nilai-nilai sebagai berikut:
Tabel 21
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of
Square the Estimate
1 .850' .722 .699 139.979.731
a. Predictors: (Constant), DBH, DAU, DAKSumber: Output SPSS Versi 20.0
Dan tabel diatas diketahui bahwa adjusted R-square
atau adalah sebesar 0.722 atau 72.2%. Hal ini
menunjukan bahwa naik turunnya nilai Belanja Modal dapat
dijelaskan oleh variabel Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi BChusus dan Dana Bagi Hasil sebesar 72.2%.
77
Sedangkan sisanya yakni sebesar 27.8% dijelaskan oleh
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini
misalnya penerimaan atau sumber penerimaan lainnya.
4.4. Pembahasan
Penyelenggaraan otonomi daerah mempunyal tujuan untuk
meningkatkan efektitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan umum.
Pemerintah daerah mempunyal tanggimg jawab dan wewenang dalam
menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip
keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggung jawaban terhadap
masyarakat.
Prinsip dasar pemberian otonomi daerah didasarkan atas
pertimbangan bahwa daerahlah standar pelayanan bagi masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka pemberian otonomi daerah diharapkan
akan lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memacu laju
pertumbuhan ekonomi salah satunya dengan pengelolaan anggaran
keuangan daerah.
Anggaran keuangan daerah merupakan rencana keuangan yang
menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat. Anggaran keuangan daerah menjadi relevan dan penting
didalam penyelenggaraan pemerintah daerah untuk pembangunan daerah
yang berkelanjutan dan dapat dirasakan masyarakat. DPRD akan mengawasi
kineija pemerintah daerah melalui anggaran akan tetapi, sampai saat ini
pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan belanja daerahnya masih
78
mengandalkan pemberian dana dari pemerintah pusat berupa dana
perimbangan karena pendapatan asli daerah yang penerimaannya belum
optimal. Hal ini menyebabkan penelitian dibidang anggaran pada
pemerintah daerah menjadi relevan dan penting untuk dilakukan.
4.4.1. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa DAU memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal dengan arah
positif. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubimgan antara
pemberian dana transfer dari pemerintah yaitu DAU, dengan alokasi
pengeluaran daerah melalui alokasi belanja modal. Semakin tinggi
DAU maka alokasi belanja modal juga meningkat. Hal ini
disebabkan karena daerah yang memiliki pendapatan DAU yang
besar maka alokasi untuk anggaran belanja modal akan meningkat.
DAU diharapkan menjadi sebuah modal dalam rangka
menciptakan pemanfaatan yang lebih baik. Jika dana dialokasikan
untuk kepentingan pembangunan, misal infrastruktur atau layanan
dasar (pendidikan, kesehatan, dan sebagainya) atau upaya perluasan
lapangan pekerjaan, maka hal ini akan memiliki dampak yang besar
bagi masyarakat dengan tersedianya pelayanan publik yang lebih
baik maupim mengiu-angi penganggturan dengan penyerapan tenaga
kerja di sejumlah sentra-sentra lapangan kerja. Dengan demikian,
DAU menjadi penting bagi suatu daerah sebagai salah satu
pendapatan daerah yang dapat digunakan sebagai modal untuk
memenuhi kebutuhan daerah.
79
4.4.2. Pcngaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa DAK memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. Hal ini
menunjukan bahwa Kabupaten/Kota yang mendapatkan DAK yang
besar akan cenderung memiliki belanja modal yang besar pula. Hal
ini memberi indikasi bahwa belanja modal sangat dipengaruhi oleh
dari sumber penerimaan DAK. Pendapatan daerah berupa Dana
Perimbangan dari pusat menuntut daerah membangun dan
mesejahterakan masyarakat melalui pengelolaan kekayaan daerah
yang proposional dan profesional serta membangun infrastmktur
yang berkelanjutan salah satunya pengalokasian ke sektor belanja
modal. Pemerintah daerah dapat menggunakan DAK untuk
memberikan pelayanan publik yang direalisasikan melalui belanja
modal.
DAK memiliki peranan penting dalam pembangunan sarana
dan prasarana pelayanan dasar di daerah. Pemanfaatan DAK
diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, ,pengadaan,
peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur
ekonomis yang panjang. Dengan adanya pengalokasian DAK
diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian belanja modal,
karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki
pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik. Jadi dapat
disimpulkan jika anggaran DAK meningkat maka alokasi belanja
modal juga meningkat.
80
4.4.3. Pengaruh Dana Bagi Basil terhadap Belanja Modal
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa DBH memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. Hasil ini
menjelaskan bahwa provinsi yang mendapatkan DBH yang besar
akan cenderung memiliki belanja modal yang besar pula. Hasil ini
memberikan adanya indikasi yang kuat bahwa perilaku belanja
modal akan sangat dipengaruhi dari sumber penerimaan DBH. DBH
merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan
merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam
mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang
bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Pola bagi hasil
penerimaan tersebut dilakukan dengan prosentase tertentu yang
didasarkan atas daerah penghasil.
Pendapatan daerah yang berupa Dana Perimbangan (transfer
daerah) dari pusat menuntut daerah membangun dan
mesejahterahkan rakyatnya melalui pengelolaan kekayaah daerah
yang proposional dan profesional serta membangun infrastruktur
yang berkelanjutan, salah satunya pengalokasian anggaran ke sektor
belanja modal. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana
perimbangan keuangan (DBH) tmtuk memberikan pelayanan kepada
publik yang direalisasikan melalui belanja modal. Jadi dapat
disimpulkan jika anggaran DBH meningkat maka alokasi belanja
modal pun meningkat.
81
4.4.4. Pcngaruh DAU, DAK dan DBH terhadap Belanja Modal
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa variabel Dana
perimbangan (DAU, DAK dan DBH) berpengaruh secara bersama-
sama signifikan terhadap belanja modal yakni terlihat dari koefisien
determinasi sebesar 72,2% dan selebihnya 27,8% ditentukan oleh
variabel lain yang tidak diajukan dalam penelitian ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Hasil analisis memperlihatkan secara simultan atau bersama-sama
bahwa Dana Perimbangan (DAU, DAK dan DDK) berpengaruh
signifikan terhadap Belanja Modal. Hal ini menandakan bahwa
pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
khususnya dalam belanja modal sangat tergantung pada alokasi dana
dari Pemerintah Pusat berupa Dana Perimbangan (DAU, DAK dan
DBH)
2. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik t secara parsial hasil
penelitian menunjukan bahwa DAU, DAK dan DBH berpengaruh positif
terhadap belanja modal di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian dan
kesimpulan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka penulis memberikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Dalam mewujudkan kemandirian Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
keuangan daerah untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah khususnya
alokasi belanja modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
82
83
sebaiknya mengurangi ketergantungan terhadap transfer dari Pemerintah
Pusat berupa Dana Perimbangan.
2. Pengeluaran Pemerintah Daerah harus diprioritaskan untuk pelayanan
umum dan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui alokasi belanja modal. Hal ini menunjukan
pengeluaran Pemerintah Daerah berupa alokasi belanja modal harus
lebih difokuskan untuk sektor-sektor yang dapat dirasakan masyarakat
dan dapat mendorong peningkatan roda perekonomian.
3. Pemerintah Daerah harus terns meningkatkan PAD untuk memenuhi
belanja modalnya sehingga tidak terus tergantung terhadap transfer dari
Pemerintah Pusat.
4. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan variabel yang lebih
bervariasi dan menambah tahun penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Deddi Nordiawan. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba empat
Halim, Abdul., Yanuar E Ristiato dan I wayan Karman. 2010. Sistem AkuntansiSektor Publik. Yogyakarta: UP? STIM YKPN
http://www.Banten.bps.go.id diakses pada (diakses 29 Oktober 2014)
http://www.Banten.go.id diakses pada (diakses 29 Oktober 2014)
http://www.djpk.depkeu.go.id (diakses 29 Oktober 2014)
Imam Ghozali. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Ihyaul Ulum. 2004. Akuntansi Sektor Publik Sebuah Pengantar. Malang: UMMPress
Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: UII Press
Mahsun, Mohammad., Firma Sulistyowati dan Hirebertus Andre Purwanugraha.2007. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Nurlan Darise. 2009. Pengelolaan Keuangan pada SKPD. Jakarta: Indeks Jakarta
Nordiawan, Deddi., Iswahyudi Sondi Putra dan Maulidah Rahmawati. 2011Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba empat
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahim 2006 tentang pengelolaankeuangan Daerah
Peraturan Menteri Keuangan No. lOl/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaranbelanja modal
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
Rudi Badrudin. 2012. Ekonomika Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP STIMYKPN
Sofyan Siregar. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana
Sheila Ardhian Nuarisa. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dana AlokasiUmum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian AnggaranBelanja Modal. Disertasi Program Sarjana Universitas Negeri Semarang,Semarang.
Arbie Gugus Wandira. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dana AlokasiUrnum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil TerhadapPengalokasian Belanja Modal. Disertasi Program Saijana UniversitasNegeri Semarang, Semarang.
Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan AntaraPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Lampiran 1.
Laporan Rcalisasi Dana Pcrimbangan (DAU, DAK dan DBH) dan Bclanja Modal
Realisasi Dana Alokasi Umum
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2009-2013
Kab/Kola 2009 2010 2011 2012 2013
K.ab lebak 576.180 655.633 737.431 804.122 617.081
Kab pandeglang 618.789 695.077 723.431 880.970 901.740
Kab Serang 582.554 554.223 629.377 785.474 988.536
[Cab tangerang 855.219 628.873 720.492 1.016.900 1.115.365
Cota Ciiegon 295.333 279.127 315.485 405.584 868.653
Kota Tangerang 496.391 488.979 554.055 747.696 461.400
!Cota serang 151.741 315.997 365.683 412.540 829.388
Kota TangerangSelatan
200.003 228.858 442.554 473.310 513.769
lumlah 3.776.210 3.846.697 4.488.508 5.526.596 6.295.932
Realisasi Dana Alokasi Khusus
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2009-2013Cab/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
Cab Lebak 68.076 91.147 45.180 69.687 84.135
Cab Pandeglang 77.839 89.350 91.783 104.863 121.186
Cab Serang 73.132 106.916 74.550 84.713 141.861
Cab Tangerang 59.765 70.530 81.524 84.826 75.494
Cota Ciiegon 27.014 31.508 43.954 92.886 120.034
Cota Tangerang 39.829 57.533 41.618 36.851 45.500
Cota Serang 58.465 75.729 97.239 89.458 77.706
Cota Tangerang Selatan 20.781 31.941 57.968 56.693 65.556
umlah 324.091 454.654 373.816 387.420 541.472
Realisasi Dana Bagi HasilPemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2009-2013
ib/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
ib Lebak 40.963 38.307 43.352 44.292 56.760
ib Pandeglang 40.597 44.881 54.921 71.663 63.564
lb Serang 44.006 56.421 80.053 95.273 81.979
lb Tangerang 289.338 199.965 217.194 276.060 236.625
>ta Ciiegon 101.048 105.941 97.708 110.955 117.262
)ta Tangerang 248.214 320.012 253.727 315.169 354.754
Dta Serang 24.417 43.252 38.076 32.422 43.033
)ta Tangeranglatan
165.748 184.500 164.285 190.042 196.888
mlah 954.331 993.279 949.316 1.135.876 1.150.865
Realisasi Belanja ModalPemerintah 2009-2013
Cota/Kabupaten 2009 2010 2011 2012 2013
Cab. Lebak 232.899 169.447 247.644 298.235 317.513
Cab. Pandeglang 80.026 75.201 168.365 214.509 235.071
Cab. Serang 136.078 109.500 145.286 457.787 422.042
Cab. Tangerang 640.853 467.297 480.091 716.187 867.785
Cota Cilegon 146.180 124.086 161.715 175.257 198.921
Cota Tangerang 279.957 313.453 323.705 494.213 968.475
Cota Serang 19.316 82.968 196.054 135.496 121.732
Cota Tangeranglelatan
42.773 173.849422.515 532.246 612.738
umlah Belanja Modal 1.578.086 1.515.804 2.145.376 3.023.933 3.744.277
Lampiran 2
Hasil Pcngujian
Hasil Analisis Deskriftif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
DAU 40 151.741 1.115.365 598.350.33 237.006.551
DAK 40 20.781 141.861 71.620.50 27.424.949
DBH 40 24.417 354.754 129.591.68 96.811.651
Belanja Modal 40 193.16 968.475 300.186.63 225.379.859
Valid N40
(listwise)
One-Sample Koltnogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 40
Normal Mean OE-7
Parameters®'** Std. Deviation ,18798367
AbsoluteMost Extreme „ . .
PositiveDifferences
Negative
,078
,049
-,078
Kolmogorov-Smimov Z ,493
Asymp. Sig. (2-tailed) ,968
Gambar P Plot Normalitas
Normal P-P Plot of Regreasion Standardized Residual
Dependent Variable: Belanja Modal
Observed Cum Preb
Gambar Grafik Normalitas
Histogram
Dependent Variable: Belanja Modal
-1 sse teSld 0«vM - 40
Regression Standardized Residual
Hasil Uji Multikonieritas
Coefficients®
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
DAU .473 2.116
DAK .415 2.410
DBH .728 1.373
a. Dependent Variable: Belanja Modal
Hasil Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson
Model Summary
Mode
1
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,850® ,722 ,699 139.979.731 2.439
a. Predictors: (Constant), DBH, DAU, DAK
b. Dependent Variable: Belanja Modal
Gambar Grafik Heterokedastisitas
3(/>
tf .2-
Scatterplot
Dependent Variable: Belanja modal
o 0 oo
8 « oO O oo O o
'1 0 1 2
Rcgratden Standirdlzcd Pradletid Valua
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Coefficients*
Model Unstandardized Standardized t Sig.Coeflicients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -3.667 1.187 -3.090 .004
^ DAUDAK
.806 .221 .455 3.653 .001
.187 .258 .399 2.725 .004
DBH .701 .115 .665 6.072 .000
a. Dependent Variable: BM
Hasil uji ANOVA untuk Uji f
ANOVA"
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
Regression 3.579 3 1.193 31.166 .000''
1 Residual 1.378 36 .038
Total 4.958 39
a. Dependent Variable: BM
b. Predictors: (Constant), DBH, DAU, DAK