Zonasi Laut

35
zonasi laut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lautan merupakan habitat terbesar di bumi. Dibalik selubung kebiruannya, masih tersimpan banyak rahasia yang belum terungkap. Hingga kini sebagian besar kehidupan di laut dalam belum benar-benar diketahui. Masalah ini menunjukkan betapa luasnya lautan dan begitu kompleksnya struktur serta kehidupan organisme di dalamnya. Lautan merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan laut memilki sejumlah fungsi ekologis berupa penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penyedia kebutuhan pokok hidup dan penerima limbah(Bengen, 2002). Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakannya secara utuh sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika membaginya menjadi sub-bagian yang dapat di pahami serta di pelajari, selanjutnya masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan

Transcript of Zonasi Laut

Page 1: Zonasi Laut

zonasi laut

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Lautan merupakan habitat terbesar di bumi. Dibalik selubung

kebiruannya, masih tersimpan banyak rahasia yang belum terungkap. Hingga kini

sebagian besar kehidupan di laut dalam belum benar-benar diketahui. Masalah ini

menunjukkan betapa luasnya lautan dan begitu kompleksnya struktur serta kehidupan

organisme di dalamnya.

Lautan merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai

ekologis dan ekonomis yang tinggi. Kawasan laut memilki sejumlah fungsi ekologis berupa

penghasil sumberdaya, penyedia jasa kenyamanan, penyedia kebutuhan pokok hidup dan

penerima limbah(Bengen, 2002). Ekosistem pesisir dan lautan merupakan sistem akuatik

yang terbesar di planet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat

membicarakannya secara utuh sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika

membaginya menjadi sub-bagian yang dapat di pahami serta di pelajari, selanjutnya

masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prisip-prinsip ekologi yang menentukkan

kekhasannya. Tidak ada suatu cara pembagian laut yang telah diajukan yang dapat diterima

secara universal.

Cara pembagian wilayah lingkungan laut yang telah banyak dipakai oleh para

ilmuwan dan pakar kelautan diseluruh dunia pada umumnya di landaskan pada berbagai

dasar seperti di bagi berdasarkan letaknya yakni ada laut tepi, laut tengah dan laut dalam.

Selain itu yang paling sering di gunakan dalam kajian hidrobiologi adalah pembagian

wilayah lautan atau yang lebih dikenal dengan zonasi, menggunakan pembagian zona

berdasarkan faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya yakni daerah pelagik

Page 2: Zonasi Laut

yang meliputi kolom air dan daerah bentik yang meliputi dasar laut dimana biota laut

hidup.

Pembagian zonasi lingkungan laut tersebut sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

khususnya hidrobiologi, karena dengan memahami sifat fisik-kimia pada tiap-tiap zona

dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan berbagai organisme yang ada

pada tiap-tiap zona.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka dianggap perlu untuk

menyusun makalah mengenai zonasi lingkungan laut. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran dan acuan dalam kegiatan diskusi untuk pengembangan materi lebih lanjut.

B.  Rumusan Masalah

Permasalahan yang hendak dikaji dalam makalah ini adalah menitik beratkan pada

pembagian zonasi lingkungan laut dan bagaimana pula karakteristik dari tiap-tiap zona

serta bagaimana kehidupan organisme yang hidup di tiap-tiap zona tersebut.

C.  Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai di dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai

berikut.

1.      Untuk mengetahui zonasi lingkungan laut

2.      Untuk mengetahui karakteristik tiap-tiap zona lingkungan laut

3.      Untuk mengetahui kehidupan organisme pada tiap-tiap zona lingkungan laut

D.  Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah sebagai

berikut.

1.      Melatih dalam menyusun penulisan karya ilmiah.

2.      Memberikan informasi mengenai zonasi suatu perairan laut karakter serta organisme yang

ada di dalamnya.

3.      Sebagai bahan acuan dalam diskusi pengembangan materi Hidrobiologi.

Page 3: Zonasi Laut

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya yakni daerah

pelagik yang meliputi kolom air dan daerah bentik yang meliputi dasar laut dimana biota

laut hidup. Pada gambar 1 dapat dilihat pembagian zonasi lingkungan perairan laut.

A.      Lingkungan Pelagik

Lingkungan pelagik merupakan lingkungan yang meliputi seluruh kolom air mulai dari

permukaan dasar laut sampai permukaan laut. Lingkungan pelagik mempunyai batas

wilayah yang meluas mulai dari garis pantai sampai wilayah laut terdalam (Romimohtarto,

2007). Dalam pembagian zona pelagik menjadi berbagai sub-zona digunakan berbagai

dasar misalnya tingkat kedalaman dan sudut pandang. Pembagian zona pelagik dapat

dipandang dari dimensi horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat dibagi menjadi dua

yaitu zona neritik yang meliputi daerah paparan benua dan lautan zona oseanik. Kedua zona

Page 4: Zonasi Laut

ini tidak ada batasan yang jelas karena adanya perbedaan secara geografik. Namun

demikian, batasan anatara kedua zona itu adalah 150-200 m (Ardi, 2011).

1.      Zona Neritik

Ernawati (2011), mendefinisikan zona neritik merupakan daerah laut dangkal yang

masih dapat ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat mencapai 200

m. Biota yang hidup di daerah ini adalah plankton, nekton (ikan) dan bentos dapat hidup

dengan baik. Organisme yang ada dari Alga, Porifera, Coelenterata, berbagai jenis ikan dan

udang. Kelimpahan organisme pada daerah ini tinggi karena kandungan zat hara cukup

tinggi, zat-zat terlarut juga masih cukup bervariasi yang dikarenakan adanya tumpahan

berbagai zat terlarut dari daratan. Hal yang paling krusial adalah penetrasi cahaya pada

zona ini masih optimum sehingga asupan energi untuk produsen masih maksimal

(Romimohtarto, 2007).

2.      Zona Oseanik

Zona oseanik merupakan wilayah ekosistem laut lepas yang kedalamannya mulai

dari yang tertembus cahaya sampai tidak dapat ditembus cahaya matahari sampai ke dasar,

sehingga bagian dasarnya paling gelap. Akibatnya bagian air dipermukaan tidak dapat

bercampur dengan air dibawahnya, karena ada perbedaan suhu. Batas dari kedua lapisan air

itu disebut daerah termoklin, Daerah ini banyak ikannya (Ernawati, 2011). Menurut

Romimohtarto (2007), daerah oseanik ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu epipelagik,

mesopelagik, batipelagik, dan abisopelagik. Effendy (2009) menyatakan bahwa pada zona

oseanik kecuali epipelagis memiliki parameter fisik dan kimia serta biologis sebagai

berikut:

a.       Cahaya : Umumnya redup – gelap gulita, sehingga tidak ada proses fotosintesis

b.      Tekanan hidrostatis: Meningkat secara konstan sebanya 1 ATM (1 kg/cm2), setiap

pertambahan kedalaman 10 meter. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan hidrostatisk

yang bekerja di laut dalam sangat ekstrim

c.       Suhu: Umumnya seragam, dengan kisaran 1 – 3oC (kecuali wilayah hydrothermal vents

(>80oC) dan cold hydrocarbon seeps (<1 oC)

Page 5: Zonasi Laut

d.      Salinitas: Umumnya seragam (35 permil),  Pada daerah cold hydrocarbon seeps (hipersain

= 40 permil)

e.      Sirkulasi air:Sangat lamban (< 5 cm/detik), tergantung pada bentuk dan topografi dasar

laut. Sikulasi air dan ventilasi dalam palung sangat menentukan kadar oksigen di laut dalam

f.        Kadar Oksigen: Cukup untuk menghidupi seluruh organisme di laut dalam (DO= 4% s/d

6%; di perairan eufotik, DO= 3.5% s/d 7%),       Sumber oksigen utama: air permukaan laut

di Antartika dan Arktik yang kaya Oksigen, Air bersifat anoksik: Teluk Kau (Halmahera),

Palung Carioca (Venezuela), Palung Santa Barbara (USA)

g.       Tipe substrat: Terdiri atas substrat yang halus,  Substrat berbatu di daerah mid-ocean

ridge

h.      Suplai makanan: Langka. Bergantung pada pakan yang diproduksi di tempat lain dan

terangkut oleh proses hidrodinamis ke wilayah laut dalam

i.        Jenis pakan : Hujan plankton atau partikel organik lain, Jatuhan bangkai hewan besar atau

tumbuhan, Bakteri berlemak yang mudah dicerna (rata-rata populasi bakteri 2mgC/m2),

Bahan organik terlarut

a.         Epipelagik

Zona epipelagik atau oseanik atas meluas dari permukaan sampai kedalaman 200 m.

Epipelagik ini masih di tembus oleh cahaya matahari sehingga proses fotosintesis oleh

organisme autotrof masih mungkin terjadi. Area ini juga meluas ke perairan neritik

sehingga ia bisa juga dikatakan bagian dari perairan neritik.

Epipelagik dibagi menjadi tiga bagian yaitu zona dekat permukaan dimana penyinaran

siang hari diatas optimal atau bahkan letal bagi fitoplankton. Penyinaran ini juga masih

terlalu tinggi bagi zooplankton. Di bawah zona tersebut dinamakan zona bawah-permukaan

yang merupakan tempat terjadinya pertumbuhan yang aktif sampai perairan yang agak

dalam, di mana fitoplankton yang tidak berbiak aktif masih terdapat berlimpah. Zona

ketiga atau area paling bawah merupakan tempat zooplankton yang biasa bermigrasi ke

permukaan pada malam hari dan kembali pada siang hari. Jadi pada zona epipelagik ini

Page 6: Zonasi Laut

organisme penghuninya cukup banyak hampir sama halnya pada daerah neritik

(Romimohtarto, 2007)

b.    Mesopelagik

Mesopelagik merupakan perairan yang berada di bawah epipelagik yang meluas dari

200-1000 m. Lapisan ini bertepatan dengan lapisan terjadinya perubahan suhu dan tempat

terjadinya termoklin. Karena area ini penyinaran sudah hampir bahkan tidak ada, maka

tidak ada kegiatan produksi primer oleh produsen. Area ini kebanyakan dihuni oleh

konsumen primer yang memanfaatkan bangkai-bangkai organisme dari lapisan di atasnya.

Pada area ini tekanan lebih kecil dan persediaan makanan lebih banyak daripada lapisan

yang ada di bawahnya (Romimohtarto, 2007).

Ciri dari biota yang hidup di zona ini yakni warna hewan umunya abu-abu keperakan

atau hitam (ikan), ungu kelam (ubur-ubur) dan merah (crustacea), mata besar dan

penglihatan senja (tingginya pigmen rodopsin dan kepadatan sel batang pada retina akan

memberi kemampuan maksimum dalam melihat dan mendeteksi cahaya) dan

bioluminusens yaitu kemampuan memproduksi cahaya pada makhluk hidup, biasanya

dilengkapi oleh organ penghasil cahaya (fotofor) serta memiliki mulut besar, morfologi

mulut, rahang, gigi yang mendukung efektifitas penangkapan mangsa (Efenndy, 2009).

c.       Batipelagik

Batipelagik meluas dari kedalaman 1000-4000 m. Kondisi fisiknya seragam dan tidak

ada aktifitas produsen sehingga hanya ada konsumen skunder sperti ikan. Suhu pada area

ini sudah lebih rendah jika di bandingkan dengan lapisan diatasnya. Tumbuh-tumbuhan

masih ada sedikit atau juga tidak ada sama sekali (Romimohtarto, 2007).

Menurut Effendy (2009), penghuni zona ini secara umum terdiri dari iIkan yang

umumnya berwarna hitam kelam, sedangkan invertebratanya seakan tidak berpigmen (putih

cerah), ukuran mata sangat kecil, bahkan tidak bermata, bahkan ada yang memiliki mata

berbentuk pipa (ikan Argyropelecus) dan sebelah matanya lebih besar (cumi-cumi

Histioteuthis). Ikan yang ditemukan umumnya berukuran sangat kecil, namun invertebrata

yang hidup umumnya berukuran sangat besar

Page 7: Zonasi Laut

d.      Abisopelagik

Abisopelagik merupakan area terdalam jika dibanding ketiga area lainnya. Biota laut

yang hidup di area ini cenderung bertahan terhadap kegelapan, suhu semakin rendah dan

tekananpun semakin tinggi. Organisme yang hidup di area ini tentu telah beradaptasi

bahkan berevolusi seperti halnya ikan yang memiliki antena penghasil cahaya yang berasal

dari senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel-sel penyusun antenanya yang biasa di kenal

sebagai biopendar cahaya (biolumiscence). Selain itu ikan memiliki gelembung renang

yang lebih besar sehingga bisa melawan beratnya tekanan air. Gelembung renang akan

terperas oleh tekanan sehingga sedikit ruang untuk gas, akibatnya ikan sedikit lebih ringan

daripada berat air disekitarnya. Suhu yang rendah pada area ini juga mebuat reaksi

metabolisme menjadi lebih lambat. Pada area ini tidak ada lagi proses fotosintesis dan

tumbuh-tumbuhan yang hidup sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Perubahan suhu,

salinitas dan kondisi serupa jarang terjadi bahkan kalupun ada sangat kecil.

Kandungan CO2 terlarut pada area ini sangat tinggi sehinnga kapur mudah terlarut

dalam air. Hal ini ditunjukkan oleh pembentukan cangkang yang lembek dari organisme

yang hidup di area ini apa lagi kondisi air cenderung lebih tenang. Hal yang paling menjadi

karakteristik dari area ini adalah kurangnya ketersediaan makanan. Makanan hanya berasal

dari bangkai yang tenggelam sampai ke dasar. Sehingga tingkat kompetisi semakin tinggi

dan makanan ini bisa jadi faktor pembatas yang sangat kritikal di zona ini. Begitu juga

dengan kandungan oksigen terlarut sangat rendah sehingga bisa juga menjadi faktor

pembatas bagi organisme yang ada pada zona ini (Romimohtarto, 2007)

Pembagian wilayah laut secara vertikal dilakukan berdasarkan intensitas cahaya

matahari yang memasuki kolom perairan, yaitu zona fotik dan zona afotik. Zona fotik

adalah bagian kolom perairan laut yang masih mendapatkan cahaya matahari. Pada zona

inilah proses fotosintesa serta berbagai macam proses fisik, kimia dan biologi berlangsung

yang antara lain dapat mempengaruhi distribusi unsur hara dalam perairan laut, penyerapan

gas-gas dari atmosfer dan pertukaran gas yang dapat menyediakan oksigen bagi organisme

nabati laut. Zona ini disebut juga sebagai zona epipelagis. Pada umumnya batas zona fotik

Page 8: Zonasi Laut

adalah hingga kedalaman perairan  50-150 meter. Sementara itu, zona afotik adalah  secara

terus menerus dalam keadaan gelap tidak mendapatkan  cahaya matahari. Secara vertikal,

zona afotik pada kawasan pelagis juga dapat dibagi lagi kedalam beberapa zona, yaitu  zona

mesopelagis, zona batipelagis dan zona abisopelagis (Dahuri et al, 2001).

B.       Lingkungan Bentik

Zona bentik meliputi semua lingkungan dasar laut di mana biota laut hidup melata,

memendamkan diri atau meliang, mulai dari pantai sampai ke dasar laut terdalam.

Romimohtarto (2007), membagi zona bentik menjadi zona litoral, dan abisal sedangkan

Aliv (2011), menambahkan zona batia antara litoral dan abisal.

1.      Zona Lithoral/Intertidal

Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang

tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang

surut. Menurut Nybakken (1992) zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit

diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada

surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan

pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas,

sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit.

Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah intertidal

sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan interaksi antar

atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari permukaan keperairan juga

tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber dan Thurman (1991) bahwa pantai

berbatu di zona intertidal merupakan salah satu lingkungan yang subur dan kaya akan

oksigen. Selain oksigen daerah ini juga mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga

sangat cocok untuk beberapa jenis organisme untuk berkembang biak. Pada daerah berbatu

ini banyak terdapat lingkungan mikro seperti celah-celah cadas dan kubangan pasut. Jenis

yang hidup pada lingkungan ini umumnya organisme yang melekat seperti beberapa jenis

keong.

Page 9: Zonasi Laut

Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara satu

daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang berpasir,

berlumpur, berbatu, dan adapula yang berupa timbunan. Daerah berlumpur terjadi karena

adanya aliran air yang mengandung lumpur dari darat. Area ini biasanya terjadi di daerah

teluk yang tenang atau estuari. Lingkungan seperti ini dapat menimbulkan masalah bagi

organisme yang ada pada lingkungan tersebut, karena lumpur bisa masuk ke saluran

pernafasan sehinnga dapat menyumbat saluran pernafasannya. Kandungan oksigen terlarut

relatif rendah karena padatnya partikel lumpur sehingga pertukaran oksigen dan

karbondioksida terhambat. Organisme yang hidup di lingkungan ini kebanyakan berupa

bakteri (Romimohtarto, 2007).

Pada daerah ini memiliki substrat yang sangat halus dengan diameter kurang dari

0.002 mm. Menurut Nybakken (1992) daerah berlumpur berada pada daerah yang

terlindung dari hempasan gelombang secara langsung. Akibat tidak adanya hempasan

gelombang maka daerah ini sulit untuk mengalami perkembangan yang signifikan.

Pembagian zonasi pada daerah pantai berlumpur masih sangat kurang yang telah

dikaji. Secara umum dapat dibagi menjadi:

1). Bagian atas atau supralitoral dihuni oleh berbagai jenis kepiting yang menggali substrat.

Zona ini juga dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan paling sering mengalami kekeringan.

2). Bagian bawah atau litoral. Bagian ini merupakan bagian yang terluas diantara bagian

ekosistem pantai berlumpur. Pada zona ini dihuni oleh tiram dan policaeta.

Pada dasarnya pembagian tersebut belum terlalu jelas batasannya. Hal ini

dikarenakan organisme pada kedua tempat tersebut tidak menetap hanya pada zona tersebut

tetapi juga dapat berpindah ke zona yang lain.

Lingkungan berpasir pada zona lithoral mempunyai ukuran partikel yang lebih besar

di banding partikel lumpur sehingga memungkinkan air mengalir di antara partikel-partikel

pasir, akibatnya pertukaran oksigen sampai pada dasar pasir. Pada saat siang hari air surut

membuat area ini menjadi kering. Gelombang juga mempengaruhi area ini oleh sebab itu

organisme yang hidup di area ini cenderung dilengkapi dengan cangkang yang kuat,

Page 10: Zonasi Laut

mampu bergerak bersama butiran pasir atau memendam dalam di bawah permukaan untuk

menghindari penggerusan yang disebabkan oleh gelombang (Romimohtarto, 2007).

Pada umumnya daerah berpasir lebih banyak dikenal oleh manusia dibanding

dengan jenis pantai yang lain. Hal ini dikarenakan pantai berpasir memiliki manfaat yang

sangat banyak dibanding dengan pantai jenis yang lainnya. Pada jenis pantai ini juga dapat

ditemukan berbagai ekosistem lain seperti ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu

karang.

Pantai berpasir adalah pantai dengan ukuran substrat 0.002-2 mm. Jenis pantai

berpasir termasuk dalam jenis pantai dengan partikel yang halus. Sama halnya pada pantai

berbatu pada pantai berpasir juga dibagi dalam beberapa zonasi (Dahl, 1952 and Salvat,

1964 in Raffaelli and Hawkins, 1996) yaitu:

1). Mean High Water of Spring Tides (MHWS) rata-rata air tinggi pada pasang purnama.

Zona ini berada pada bagian paling atas. Pada daerah ini berbatasan langsung dengan

daerah yang kering dan sering terekspose.

2). Mean Tide Level (MLS) rata-rata level pasang surut. Zona ini merupakan daerah yang

paling banyak mengalami fluktusi pasang surut. Pada daerah ini juga dapat ditemukan

berbagai ekosistem salah satunya ekosistem padang lamun.

3). Mean Water Low of Spring Tides (MLWS) rata-rata air rendah pada pasang surut

purnama. Zona ini merupakan zona yang paling bawah. Pada daerah ini fliktuasi pasang

surut sangat sedikit yang berpengaruh karena daerah ini tidak terkena fluktuasi tersebut.

Daerah ini juga bias ditemukan ekosistem terumbu karang.

Menurut Nybakken (1992) zonasi yang terbentuk pada daerah berpasir sangat

dipengaruhi oleh faktor fisik perairan. Hal ini nampak dari hempasan gelombang dimana

jika kecil maka ukuran partikelnya juga kecil, tetapi sebaliknya jika hempasan gelombang

besar maka partikelnya juga akan besar. Pada daerah berpasir hempasan gelombangnya

kecil menyebabkan butiran partikelnya kecil.

Romimohtarto (2007), menjelaskan bahwasanya lingkungan timbunan pada zona

intertidal adalah lingkungan yang terbentuk dari tumpukan-tumpukan kayu dermaga,

Page 11: Zonasi Laut

galangan kapal dan bangunan-bangunan lain buatan manusia. Organisme yang hidup di

lingkungan ini biasanya berupa tiram pengebor.

Selain ketiga lingkungan tersebut pada daerah litoral juga terdapat jenis lingkungan

berbatu. Daerah berbatu ini juga dikelompokkan menjadi beberapa zona. Pada dasarnya

pembagian zonasi untuk lingkungan berbatu dilihat dari pasang surut yang terjadi. Pantai

ini didominasi oleh substrat dari batu. Menurut Stephenson and Stephenson (1972) in

Raffaelli and Hawkins (1996) menyatakan bahwa pembagian zona pada daerah berbatu

dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. A high-shore area (bagian daerah yang paling atas) atau yang biasa disebut supralittoral

fringe. Pada zona ini dicirikan oleh berbagai organisme seperti alga yang menjalar,

Cyanobacteria (bakteri hijau biru) dan cacing kecil, periwinkles.

b. A broad midshore zone (zona bagian tengah yang lebar) atau yang biasa disebut

midlittoral zone. Pada daerah ini didominasi oleh pemakan suspense seperti bernakel,

kerang atau terkadang tiram.

c. A narrower low-shore zone (zona bagian bawah yang sempit) atau yang biasa disebut

infralittoral fringe. Pada daerah ini didominasi oleh alga merah, organisme penghasil kapur,

kebanyakan berbentuk menjalar, terkadang kelp yang lebat (alga coklat) atau terkadang

pada suatu tempat di Hemisphere selatan yaitu penyering makanan seperti tunicata (sea

squirt).

Sedangkan pembagian menurut Reseck (1980) zonasi pada litoral berbatu dibagi menjadi

empat zonasi :

1). Zone I : daerah yang paling tinggi dan selalu kering (spray zone/upper litoral zone).

2). Zona II : Daerah yang mengalami kekeringan 2 kali sehari selama pasang terendah,

selama 4-6 jam.

3). Zona III : Daerah yang mengalai kekeringan dalam waktu yang agak pendek, kurang

lebih 1-3 jam.

4). Zona IV : Daerah yang mengalami kekeringan sangat relatif singkat, kurang lebih 12

jam.

Page 12: Zonasi Laut

Pembagian zonasi pada litoral berbatu juga dapat didasarkan oleh organisme yang

hidup pada daerah tersebut (Barnes & Hughes, 1999). Pembagian zonasi tersebut dibagi

menjadi dua bagian yakni:

1). Zonasi dari mikroalga. Zonasi ini didasarkan oleh fotosintesis yang terjadi didalam air.

Pembagian tersebut yakni:

a). Pada spesies yang terdapat pada lower shore fotosintesis lebih baik di udara

dibanding dalam air.

b). Pada spesies yang terdapat pada mid hingga upper shore fotosintesis lebih baik

didalam air disbanding diatas daratan. Kekuatan fotosintesis dalam air pada spesies ini

yakni enam kali lebih kuat.

2). Zonasi dari hewan. Zonasi ini didasarkan oleh dua hal yang sangat signifikan yaitu:

a). Makanan. Ketersediaan makanan sangat penting utamanya bagi organisme yang

pergerakannya sangat lambat atau yang tidak berpindah tempat.

b). Pergerakan. Organisme perlu berpindah untuk mencari makan, sehingga faktor

ini juga sangat terikat dengan faktor yang pertama.

Suatu gambaran yang sangat luar biasa dari pantai diseluruh dunia, yang terlihat pada

waktu pasang surut adalah, menonjolnya pembagian horizontal atau zonasi organisme

(Nybakken, 1992).

Zonasi litoral berbatu pada beberapa belahan dunia yang berbeda pada berbagai

belahan dunia terdapat perbedaan pola zonasi litoral berbatu yang terjadi antara satu tempat

dengan tempat yang lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah

satunya kemiringan permukaan batu yang menyusunnya (Nybakken, 1992).

Ekosistem intertidal merupakan salah satu ekosistem pada daerah pesisir yang

sangat kompleks dan kaya. Banyak pola interaksi antar organisme laut yang dapat

ditemukan pada ekosistem ini. Hewan yang hidup pada daerah ini harus dapat beradaptasi

dengan keadaan yang ekstrim tersebut. Bentuk adaptasi organisme sangat berkembang

utamanya bentuk morfologi yang dibentuk sedemikian rupa. Pada tiap zona intertidal

Page 13: Zonasi Laut

organisme yang hidup sudah mampu untuk bertahan dengan karakteristik lingkungan

tersebut (Aliv, 2011).

Faktor Penyebab Distribusi Zonasi Pada Daerah Intertidal

Ada berbagai faktor yang menyebabkan adanya berbagai macam distribusi pada daerah

intertidal. Pada dasarnya faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yang saling terkait

yaitu:

1.    Faktor fisika dan kimia

Faktor ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada ekosistem

intertidal. Akibat adanya pasang surut maka menyebabkan faktor pembatas pada daerah ini

menjadi lebih ekstrim. Faktor pembatas tersebut yaitu kekeringan, suhu, dan sinar matahari

ketiga faktor tersbeut saling terkait. Jika laut surut maka daerah intertidal terekspose oleh

sinar matahari, akibatnya suhu meningkat. Suhu yang meningkat menyebabkan penguapan

dan dampaknya daerah menjadi kering. Oksigen masih cukup namun salinitas cukup tinggi.

2.      Faktor biologis.

Faktor ini sangat tergantung dari faktor fisik perairan. Organisme berusaha

untuk menyesuaikan diri pada keadaan yang sangat ekstrim tersebut. Ada berbagai macam

cara organisme menyesuaikan diri salah satunya dengan mengubur diri atau memodifikasi

bentuk cangkang agar dapat hidup pada derah yang kering.

Daerah pasang surut adalah sistem model penting untuk studi ekologi,

khususnya di pantai berbatu gelombang-menyapu. Wilayah ini berisi keanekaragaman

spesies yang tinggi, dan zonasi diciptakan oleh pasang surut menyebabkan spesies berkisar

untuk dimampatkan menjadi band yang sangat sempit. Hal ini membuat relatif sederhana

untuk mempelajari spesies di seluruh rentang lintas-pantai mereka, sesuatu yang bisa sangat

sulit, misalnya, habitat darat yang dapat meregang ribuan kilometer.

Karena zona ini bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, organisme hidup di

lingkungan ini harus memiliki adaptions baik untuk kondisi basah dan kering. Bahaya

termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan suhu sangat tinggi,

Page 14: Zonasi Laut

dan pengeringan. Khas penduduk pantai berbatu pasang surut termasuk bulu babi, anemon

laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska banyak

gastropoda laut seperti limpets, whelks, dan bahkan gurita.

2.      Zona Bathyal

Zona batial adalah wilayah laut yang merupakan lereng benua yang tenggelam di

dasar samudera. Kedalaman zona ini berkisar di atas 200 meter – 2000 meter. Dengan

kedalaman dan struktur yang berupa lereng atau curam maka organisme yang hidup pada

area ini kebanyakan bersifat konsumen. Pertukaran oksigen cukup kurang sehingga bisa

menjadi salah satu faktor pembatas bagi organisme yang hidup pada lingkungan ini.

Bebatuan masih relatif ada sehinnga organisme yang hidupnya melekat masih bisa

ditemukan (Aliv, 2011).

Menurut Dias (2011), keadaan bentik zona bathyal umumnya merupakan lereng-

lereng curam yang merupakan dinding laut dalam dan sebagai bagian pinggiran kontinen.

Zona bathyal juga diistilahkan sebagai Continental Slope. Pada Continental slope sering

ditemui canyon/ ngarai / submarine canyon, yang umumnya merupakan kelanjutan dari

muara sungai – sungai besar di pesisir.

Tipe sedimen utama sedimen pada zona bathyal merupakan lempung biru, lempung

gelap dengan butiran halus dan memiliki kandungan karbonat kurang dari 30%.  Sedimen-

sedimennya memiliki jenis sedimen terrestrial, pelagis, atau autigenik (terbentuk ditempat).

Sedimen Terrestrial (terbentuk dari daratan) lebih banyak merupakan lempung dan lanau,

berwarna biru disebabkan karena akumulasi sisa-sisa bahan organik dan senyawa ferro besi

sulfida yang diproduksi oleh bakteri, Sedimen terrestrial juga merupakan tipe sedimen yang

paling mendominasi. Sedimen terrigenous terbawa hingga ke zona bathyal melalui arus

sporadik turbiditi yang berasal dari wilayah yang lebih dangkal. Saat material terrigenous

langka, cangkang mikroskopis dari fitoplankton dan zooplankton akan terakumulasi di

dasar membentuk sedimen authigenik.

Page 15: Zonasi Laut

Biota yang hidup pada bagian bentik zona bathyal antara lain spon, brachiopod,

bintang laut, echinoid, dan populasi pemakan sedimen lainnya yang terdapat pada bagian

sedimen terrigenous. Biasanya biota yang hidup di zona ini memiliki metabolisme yang

lamban karena kebutuhan konservasi energi pada lingkungan yang minim nutrisi. Kecuali

pada laut yang sangat dalam, zona bathyal memanjang hingga ke zona bentik pada dasar

laut yang merupakan bagian dari continental slope yang berada di kedalaman 1000 hingga

4000 meter.

3.      Zona Abisal

Zona abisal memiliki kemiripan dengan lingkungan lumpur yang ada pada zona

litoral. Bebatuan yang digunakan sebagai substrat oleh organisme sangat jarang

diitemukan. Hewan bercangkang yang hidup di zona ini cangkangnya cenderung tipis dan

jik mati cangkang akan mudah sekali terlarut atau tereduksi. Endapan plankton tidak ada

karena sebelum sampai di dasar sudah dii makan terlebih dahulu oleh organisme yang ada

pada lingkungan yang ada di atasnya (Romimohtarto, 2007).

Endapan yang ada berupa mineral bola-bola mangan dan tulang-tulang telinga ikan

paus dan gigi ikan hiu yang susah terlarut. Kondisinya sangat berlumpur sehingga oksigen

terlarut sangat sedikit sehingga hewan-hewan pada daerah ini terpaksa menggunakan

glikogen atau pigmen-pigmen pernapasan sebagai sumber oksigen sementara. Namun

demikian, kondisi dasar laut abisal tidak semuanya memiliki kondisi yang sama. Dasar

lingkungan ini pada perairan dalam berupa endapan kapur yang berasal dari kerangka

Foraminifera, endapan silika, terutama dari kerangka diatom, dan lempung merah di dasar

yang lebih dalam dengan tekana air yang cukup tinggi sehingga membuat zat-zat lain

mudah terlarut (Romimohtarto, 2007).

Kehidupan hewan-hewan pada lingkungan seperti ini sangat bergantung atau

menyesuaikan pada jenis endapannya. Seperti tipe organisme pemakan penyaring lebih

suka dasar yang keras dengan partikel halus lumpur yang tidak akan menyumbat

penyaringnya. Jika partikel-partike sangat halus maka tipe hewan yang hidup pada area ini

adalah pemakan endapan yang mengambil dan mencerna zat organik yang terdapat dalam

Page 16: Zonasi Laut

lumpur. Di samping hewan-hewan tersebut terdapat pula hewan-hewan pemangsa bangkai

yang menangkap hewan apa saja baik yang hidup maupun mati. Suhu pada daerah ini

relatif stabil yaitu antara 1,2o C - 4 oC. Beberapa hewan yang hidup di lingkungan ini berupa

bintang laut, bintang mengular, tripang dan banyak jenis ikan. Makin dalam dasar laut

maka makin sedikit pula jenis hewan yang dapat ditemukan (Romimohtarto, 2007).

Page 17: Zonasi Laut

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1.      Berdasarkan faktor-faktor fisik dan penyebaran komunitas biotanya perairan laut di

bedakan menjadi daerah pelagik yang meliputi kolom air dan daerah bentik yang meliputi

dasar laut dimana biota laut hidup.

2.      Karakteristik tiap zona pada umumnya memiliki ciri yang berbeda-beda baik kondisi fisik

maupun kimianya bahkan sampai biotanya memiliki perbedaan yang tentunya sesuai

dengan kondisi lingkungan dari masing-masing zona.

3.      Biota yang hidup pada daerah yang masih mendapat suplai cahaya cenderung didominasi

oleh produsen primer dan zona yang lebih dalam di huni oleh berbagai tingkatan konsumen.

Untuk daerah paling dalam dihuni oleh organisme yang memiliki kemampuan melawan

berbagai macam faktor pembatas yang sangat kritikal

B.       Saran

Saran yang saya berikan dalam makalah ini adalah sebaiknya diberikan penjelasan

terlebih dahulu mengenai cakupan materi serta tujuan pembelajaran yang ingin di capai

dari pokok bahasan tentang zonasi khususnya lingkungan perairan laut.

Page 18: Zonasi Laut

DAFTAR PUSTAKA

Aliv. 2011. Pembagian zona laut. Diakses pada tanggal 20 juli 2012 melalui

http://ml.scribd.com/doc/79823180

Ardi. 2011. Oseanografi is Oceanography. Diakses pada tanggal 20 juli 2012 melalui

http//ardi.wordpress.com

Dias. 2011. Klasifikasi Lingkungan Laut. Diakses pada tanggal 23 juli 2012 melalui

http://adios19.wordpress.com/2011/05/15/klasifikasi-lingkungan-laut.com

Effendy. 2009. Ekologi Laut Dalam. Diakses pada tanggal 23 juli 2012 melalui

http://perikananunila.wordpress.com/2009/07/31/ekologi-laut-dalam.com

Ernawati, wanda. 2011. Pembagian Daerah Ekosistemm Laut. Diakses pada tanggal 20 juli

2012 melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Zona_laut.jpg

Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 2007. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.

Page 19: Zonasi Laut

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman sampul

Kata pengantar....................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................ ii

Bab I Pendahuluan................................................................................................. 1

A.    Latar Belakang...................................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah................................................................................................. 2

C.     Tujuan Penulisan................................................................................................... 2

D.    Manfaat ................................................................................................................. 2

Bab II Isi dan Pembahasan.................................................................................... 3

A.    Lingkungan Pelagik............................................................................................... 3

B.     Lingkungan Bentik................................................................................................ 8

Bab III penutup...................................................................................................... 18

A.    Kesimpulan............................................................................................................ 18

B.     Saran..................................................................................................................... 18

Daftar Pustaka

Page 20: Zonasi Laut

  KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan

kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas limpahan rahmat dan karunia-NYA,

sehingga penyusunan Makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu sesuai yang

diharapkan. Penyusunan makalah ini adalah salah satu syarat untuk mengikuti mata kuliah

Hidrobiologi. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

khususnya teman-teman Angkatan “2009”, dan Dosen Mata Kuliah Hidrobiologi yang telah

membantu dalam memberikan saran dan masukan dalam makalah ini.

Makalah ini berisi uraian mengenai zonasi di lingkungan perairan laut. Penyusun

berharap, makalah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca,

khususnya bagi penulis.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, masih

banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan didalamnya sehingga kritik dan saran yang

sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis dari berbagai pihak demi

kesempurnaan penyusunan selanjutnya.

Kendari, Juli 2012

Penulis

ii 

Page 21: Zonasi Laut

Zona Laut Indonesia ( Pengertian ) Pengertian zona laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.

Zona Laut Teritorial

Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal/perairan dalam (laut nusantara). Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar.

Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-undang No.4 Prp. 1960.

Page 22: Zonasi Laut

Zona Landas Kontinen

Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.

Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Garis batas luar kondisi kontinen pada dasar laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 m, kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar ( banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs).

Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Page 23: Zonasi Laut

Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.

Daftar Pustaka

http://74.125.153.132/search?q=cache:1FOayXlmK_MJ:umi_k.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/17563/Bab%2B2_wawasan%2BNusantara.doc+zona+laut+teritorial&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=opera

http://cettabumi.com/update/zona-laut-indonesia/

Page 24: Zonasi Laut

http://dilmil-banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_artikel&id=3

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertahanan_laut