zakat sebagai pengganti pajak

106
i ANALISIS KOMPARATIF ANTARA PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG LANGSUNG PAJAK PENGHASILAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Disusun oleh : Apriliana 106082002572 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

description

zakat itu indah

Transcript of zakat sebagai pengganti pajak

Page 1: zakat sebagai pengganti pajak

i

ANALISIS KOMPARATIF ANTARA PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG LANGSUNG PAJAK PENGHASILAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun oleh :

Apriliana

106082002572

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

Page 2: zakat sebagai pengganti pajak

ii

ANALISIS KOMPARATIF ANTARA PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG LANGSUNG PAJAK PENGHASILAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh :

Apriliana 106082002572

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si NIP. 19690203 200112 1 003 NIP. 19760924 200604 2 002

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 3: zakat sebagai pengganti pajak

iii

Hari ini Selasa Tanggal 15 Juni 2010 telah dilakukan ujian komprehensif atas

nama Apriliana NIM 106082002572 dengan judul skripsi “ANALISIS

KOMPARATIF ANTARA PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI

PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN PERLAKUAN

ZAKAT SEBAGAI PENGURANG LANGSUNG PAJAK PENGHASILAN”.

Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka

skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Abdul Hamid Cebba, Ak.,MBA.,CPA Yessi Fitri, SE, Ak., MSi Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Azzam Jasin, MBA Penguji Ahli

Page 4: zakat sebagai pengganti pajak

iv

Hari ini Tanggal 15 September 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama

Apriliana NIM 106082002572 dengan judul skripsi “ANALISIS

KOMPARATIF ANTARA PERLAKUAN ZAKAT SEBAGAI

PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK DENGAN PERLAKUAN

ZAKAT SEBAGAI PENGURANG LANGSUNG PAJAK PENGHASILAN”.

Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka

skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi (SE) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 September 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Yessi Fitri, SE, Ak.,M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Afif Sulfa, SE, Ak., M.Si Reskino, SE, Ak.,M.Si Penguji Ahli I Penguji Ahli II

Page 5: zakat sebagai pengganti pajak

v

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Apriliana

NIM : 106082002572

Jurusan : Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang

merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan

merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang

lain.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi, maka skripsi

dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi

baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian

hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 03 September 2010

Apriliana

Page 6: zakat sebagai pengganti pajak

vi

Daftar Riwayat Hidup

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Apriliana

2. Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 9 April 1987

3. Alamat : Jl. Pinang Ranti II No.15A RT.013

Rw.001, Jakarta Timur 13560

4. Telepon : 085280738072

II. PENDIDIKAN

1. TK (1992-1993) : Ar Rahmah, Jakarta Timur

2. SD (1993-1999) : SD Negeri 04 Pinang Ranti, Jakarta Timur

3. SMP (1999-2002) : SMPN 20 Bulak Rantai, Jakarta Timur

4. SMA (2002-2005) : SMA Negeri 93 Jakarta Timur

5. S1 (2006-2010) : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Nama Ayah : Laman Thanawi Adli

2. Tempat/Tgl Lahir : Bengkulu, 14 Agustus 1945

3. Alamat : Jl. Pinang Ranti II No.15A RT.013

Rw.001, Jakarta Timur 13560

4. Nama Ibu : Hj. Nusni Yunus

5. Tempat/Tgl Lahir : Bengkulu, 30 Desember 1952

6. Alamat : Jl. Pinang Ranti II No.15A RT.013

Rw.001, Jakarta Timur 13560

7. Anak ke : 2 dari 3 Bersaudara

Page 7: zakat sebagai pengganti pajak

vii

ABSTRACT Apriliana . 2010. “Comparative Analyze between The Way of Treating Zakah as

Deductible Expense with The Way of Treating Zakah as Tax Credit”. Minithesis. Accounting Departement. Faculty Of Economy and Bussiness, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. This study aimed to analyze the deference in two way of treating zakah.

The first treatment, zakah as deductible expense, and second zakah as tax credit. This research is case study with descriptive analyzing method. The scope of this research are Zakah Maal paid by Muzakki and tax income for tax obligation person personal. The result showed that have difference between both of treatment. On first treatment, the expenditure of zakah and tax payable are greater than the second treatment. Zakah as deductible expense means zakah to reduce from netto income, but zakah as tax credit means zakah to reduce from tax payable. The last analyzing that research is have positive correlation between tax and zakah.

Key words: Treatment of Zakah, Deductible Expense, and Tax Credit.

Page 8: zakat sebagai pengganti pajak

viii

ABSTRAKSI

Apriliana . 2010. Analisis Komparatif Antara Perlakuan Zakat sebagai Pengurang

Penghasilan Kena Pajak dengan Perlakuan Zakat Sebagai Pengurang Langsung Pajak Penghasilan. Skripsi. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan antara dua

perlakuan zakat. Perlakuan pertama, zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, dan yang kedua perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak). Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode deskriptif analisis. Lingkup penelitian ini meliputi zakat maal yang dibayarkan oleh Muzakki dan pajak penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kedua perlakuan tersebut. Pada perlakuan pertama, pengeluaran atas kewajiban zakat dan pajak lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang kedua. Zakat sebagai pengurang PKP atinya zakat dikurangkan dari penghasilan neto, sedangkan zakat sebagai kredit pajak artinya zakat dikurangkan dari PPh terutang. Analisis terakhir dari penelitian ini adalah terdapat korelasi positif antara pajak dan zakat. Kata Kunci: Perlakuan Zakat, Pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP), dan Kredit

Pajak.

Page 9: zakat sebagai pengganti pajak

ix

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan taufik, inayah serta hidayah-Nya yang tiada ternilai dan tak

tertandingi kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah

membimbing umatnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Adalah suatu hal yang tidak dipungkiri betapa besar nikmat yang dicurahkan

Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penggarapan penulisan

skripsi ini dengan judul : “Analisis Komparatif Antara Perlakuan Zakat

Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak Dengan Perlakuan Zakat

Sebagai Pengurang Langsung Pajak Penghasilan”.

Penyusunan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan

guna menyelesaikan studi program strata satu Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Jurusan Akuntansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disamping itu penulis juga mencoba untuk menyumbangkan pikiran dalam usaha

mengembangkan ilmu pengetahuan bidang perpajakan.

Dan dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu oleh beberapa

pihak, baik berupa sumbangan pikiran, tenaga, moril maupun materil. Maka

dengan penuh ketulusan dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan banyak

terima kasih kepada:

1. Kedua Orangtuaku Ayahanda dan Ibundaku tercinta Laman Thanawi Adli

(alm) dan Hj. Nusni Yunus serta kakak dan adikku Gemala Nurtania dan

Apriliani dengan penuh kasih, ketulusan dan kesabaran serta perhatiannya

telah memberikan support baik moril, materil dan doa yang tak pernah putus

hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 10: zakat sebagai pengganti pajak

x

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis.

4. Bapak Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis.

5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang dengan

tulus ikhlas serta kesabarannya dalam membimbing dan meluangkan

waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku Dosen Pembimbing II dan Sekretaris

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang dengan tulus ikhlas

serta kesabarannya dalam membimbing dan meluangkan waktunya untuk

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

7. Segenap Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mewariskan ilmunya kepada penulis.

8. Seluruh Pemimpin, staf perpustakaan, dan pegawai akademik dan jurusan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta yang telah banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku seperjuangan (Evi, Ndah, Neng, Icha, Dina, Emma) ga kan

kulupakan kenangan kita dari semester 1 sampai semester 8. Terima kasih atas

semua persahabatan, dukungan, semangat serta doa yang kalian berikan

hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Thanks you so much My

Friends…!!

10. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2006, terima kasih atas perhatian,

semangat, nasihat, kenangan manis dan pahit selama berada dibangku kuliah.

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu yang

turut serta dalam membantu penyelesaian penulisan skripsi ini.

Page 11: zakat sebagai pengganti pajak

xi

Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas

segala budi baik mereka semua dengan ganjaran yang setimpal dan berlipat ganda.

Amin.

Penulis menyadari bahwa “Tak ada gading yang tak retak”, penyusunan

skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik serta saran yang konstruktif

sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Jakarta, 31 Agustus 2010

Penulis

Page 12: zakat sebagai pengganti pajak

xii

DAFTAR ISI

COVER SKRIPSI ................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF .................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ........................................ iv

SURAT PERNYATAAN ......................................................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. vi

ABSTRACT ............................................................................................. vii

ABSTRAK ............................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ............................................................................. ix

DAFTAR ISI ........................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian .............................................................. 1

B. Perumusan Masalah........................................................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori dan Konsep Zakat ................................................................. 10

B. Teori dan Konsep Pajak.................................................................. 31

C. Persamaan Antara Zakat dan Pajak................................................. 45

D. Perbedaan Antara Zakat dan Pajak ................................................. 47

E. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 50

F. Kerangka Pemikiran....................................................................... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup penelitian .............................................................. 53

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian ..................................................... 53

C. Definisi Operasional Variabel......................................................... 54

D. Metode Pengumpulan Data............................................................. 55

Page 13: zakat sebagai pengganti pajak

xiii

E. Metode Analisis Data ..................................................................... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Ketentuan Zakat Dalam Undang-undang Perpajakan ....... ………… 57

B. Analisis Teori ........................................................ .......................... 61

C. Analisis Studi Kasus........................ ................................................ 65

D. Analisis pada Penerimaan dari Sektor Pajak dan Zakat ....... ....... 71

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan ................................................................................... 78

B. Implikasi ....................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 81

LAMPIRAN ............................................................................................ 83

Page 14: zakat sebagai pengganti pajak

xiv

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1.1 Penerimaan Pajak dan Zakat di Malaysia..................................... 5

2.1 Formal Pengenaan Pajak dan Zakat untuk WPOP ....................... 44

2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)........................................ 44

2.3 Tarif Pajak Pasal 17..................................................................... 45

2.4 Perbedaan Zakat dan Pajak.......................................................... 49

2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................... 51

4.1 Zakat sebagai Pengurang PKP..................................................... 65

4.2 Persentase Pajak dan Zakat sebagai Pengurang PKP.................... 66

4.3 Zakat sebagai Pengurang Langsung PPh (Kredit Pajak)............... 67

4.4 Persentase Pajak dan Zakat sebagai Pengurang Langsung PPh

(Kredit Pajak).............................................................................. 67

4.5 Persentase Perbandingan Pengeluaran .......................................... 68

4.6 SPT Tahunan Zakat sebagai Pengurang PKP................................ 69

4.7 SPT Tahunan Zakat sebagai Pengurang Langsung PPh

(Kredit Pajak).............................................................................. 70

4.8 Penerimaan Pajak dan Zakat di Malaysia...................................... 72

4.9 Perhitungan Zakat sebagai Pengurang PKP dan sebagai

Pengurang PPh ............................................................................ 75

4.10 Perhitungan Peningkatan Penerimaan dari Zakat dan Pajak .......... 76

Page 15: zakat sebagai pengganti pajak

xv

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran .................................................................. 52

4.1 Pergeseran Kurva Permintaan dan Penawaran sebagai Pengaruh

dari Zakat ................................................................................... 73

Page 16: zakat sebagai pengganti pajak

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Halaman

1 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 ............................. 83

2 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003 .................... 85

3 Wawancara ............................................................................... 88

4 Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2007-2010 ........................ 89

5 Contoh SPT Tahunan 1770 SS .................................................. 91

6 Contoh SPT Tahunan 1770 S ..................................................... 92

7 Contoh Bukti Setoran Zakat ....................................................... 95

Page 17: zakat sebagai pengganti pajak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ditengah menguatnya peranan pajak dalam penerimaan negara, secara

bersamaan muncul sebuah kesadaran umat akan peranan zakat. Dua hal ini

menuntut adanya pengelolaan yang tepat. Manajemen yang buruk atas dua hal

ini akan menimbulkan efek yang kontra produktif dalam pembangunan

nasional. Salah satunya yaitu beban ganda atas kewajiban untuk membayar

pajak dan zakat (Damanhur, 2006: 24).

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang kewajibannya bersifat

mutlak atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu yang telah

diatur dalam Al Quran dan Hadis. Dalam konteks negara modern, zakat

bukanlah pajak yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Zakat

dipandang sebagai sarana komunikasi utama antara manusia dengan manusia

lain, yang memiliki peranan sangat penting sebagai sarana distribusi

penghasilan dalam menyusun kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan di

dalam sebuah negara. Kedudukan zakat dalam Islam merupakan suatu

keunggulan dalam sistem agama Islam. Zakat menggambarkan perwujudan

kekuatan seorang muslim terhadap Sang Khaliq. Hal ini merupakan suatu

penjelmaan dari solidaritas seorang muslim dalam kehidupan bermasyarakat.

Solidaritas itu sendiri merupakan hasil dari persetujuan-persetujuan di dalam

masyarakat sebagai keanekaragaman yang ada dalam kehidupan

Page 18: zakat sebagai pengganti pajak

2

bermasyarakat. Keanekaragaman dalam hal ini misalnya dari sisi nasib,

kepandaian dan keterampilan manusia. Jadi jika sholat berusaha membentuk

keshalehan pribadi individu, maka zakat berperan membentuk keshalehan

sosial dalam diri individu. Hikmah zakat adalah mengurangi kesenjangan

sosial antara golongan mampu dengan golongan tidak mampu, disinilah fungsi

distribusi berperan.

Adapun korelasi antara zakat dengan pajak adalah sama-sama

mempunyai fungsi pemungutan. Pada zakat, fungsi pemungutannya dapat

dilakukan oleh orang yang terkena kewajiban membayar zakat dan dapat

langsung disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya atau dilakukan

oleh suatu badan atau lembaga resmi (BAZ atau LAZ) yang dibentuk untuk

memungut zakat serta mendistribusikan kepada delapan golongan yang berhak

menerima zakat. Sedangkan dalam pajak, fungsi pemungutannya dilakukan

oleh negara melalui Dirjen Pajak. Menurut ajaran Islam, zakat sebaiknya

dipungut oleh negara atau lembaga yang diberi mandat oleh negara dan atas

nama pemerintah yang bertindak sebagai wakil fakir miskin. Pengelolaan

dibawah otoritas badan yang dibentuk oleh negara akan jauh lebih efektif

pelaksanaan fungsi dan dampaknya dalam membangun kesejahteraan umat

yang menjadi tujuan zakat itu sendiri, dibanding zakat dikumpulkan dan

didistribusikan oleh lembaga yang berjalan sendiri-sendiri dan tidak ada

koordinasi satu sama lain. Untuk memfasilitasi kewajiban berzakat bagi umat

Islam di Indonesia, undang-undang menetapkan kewajiban pemerintah yaitu

memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki,

Page 19: zakat sebagai pengganti pajak

3

mustahiq, dan amil zakat. Dalam hal ini yaitu dilakukan oleh badan atau

lembaga amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Disamping itu, Undang-

Undang juga memberi peluang kepada amil zakat swasta untuk

mengumpulkan dan mendistribusikan zakat dengan syarat dan ketentuan yang

telah diatur.

Dengan fakta bahwa subjek pajak terbesar adalah kaum muslim yang

jumlahnya 87% dari total penduduk Indonesia, pemerintah berupaya untuk

meminimalkan kewajiban ganda yang memberatkan. Untuk mengatasinya

dilakukan upaya titik temu antara pajak dan zakat sehingga kedua kewajiban

tersebut dapat dilaksanakan oleh umat Islam tanpa memberatkannya.

Pemerintah membuat peraturan yang dapat menjadi solusi bagi kewajiban

ganda yaitu pajak dan zakat yang dialami oleh umat Islam ini dalam Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Di dalam kedua

undang-undang ini, zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan oleh wajib

pajak beragama Islam kepada badan atau lembaga yang disahkan oleh

pemerintah, dapat dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari

wajib pajak.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah mencoba untuk berperan

aktif dalam menciptakan pelaksanaan kewajiban keagamaan masyarakatnya

dengan menjadikan unsur zakat sebagai salah satu tax relief dalam

pemungutan PPh di Indonesia. Saat ini undang-undang menjadikan zakat

sebagai salah satu faktor pengurang penghasilan neto wajib pajak orang

Page 20: zakat sebagai pengganti pajak

4

pribadi dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Hal ini

diharapkan dapat meminimalkan beban ganda yang dipikul oleh umat Islam

sebagai wajib pajak dan muzakki. Namun, apakah dalam prakteknya pola

perlakuan ini adalah yang optimal untuk mengelola dan mengakomodasi zakat

dan pajak, yang kenyataannya kedua hal tersebut merupakan dua sumber

pemungutan yang sama-sama dihimpun dari masyarakat. Padahal bila upaya

pengelolaan dan pengakomodasian ini telah berjalan baik, dapat memberikan

suatu efek yang produktif dalam pembangunan nasional. Jika dilihat dari

fungsi dasarnya membayar zakat bisa disamakan nilainya dengan membayar

pajak yakni sama-sama dimaksudkan untuk melaksanakan kewajiban yang

bertujuan untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

Berbeda dengan posisi zakat di Indonesia yang hanya menjadikan salah

satu bagian dari komponen biaya yang dapat mengurangi penghasilan neto, di

Malaysia zakat telah dijadikan sebagai pengurang langsung PPh atau sebagai

kredit pajak. Dengan demikian, beban ganda yang harus ditanggung oleh umat

Islam yang juga merupakan wajib pajak tidak hanya diminimalkan, tetapi

dihilangkan dengan adanya kebijakan tersebut. Di Malaysia sendiri kebijakan

zakat sebagai kredit pajak baru berlaku pada tingkat individu.

Satu hal yang perlu dicermati dari penerapan zakat sebagai kredit pajak

di Malaysia adalah adanya peningkatan penerimaan zakat dan pajak secara

bersamaan pasca penerapan kebijakan ini (Irfan S. Beik, 2007: 88). Dalam

Laporan Kementrian Keuangan Malaysia Tahun 2006 dan Laporan Pusat

Keuangan Zakat Malaysia Tahun 2006 terungkap bahwa penerimaan pajak

Page 21: zakat sebagai pengganti pajak

5

dan zakat memiliki korelasi positif. Fakta ini memunculkan usulan yang

menyebutkan bahwa zakat bukan dianggap sebagai biaya, melainkan zakat

dapat mengurangi langsung pajak penghasilan sebagai kredit pajak

(Hafidhuddin, 2007). Usulan ini muncul antara lain dari Baznas serta FOZ

sebagai asosiasi organisasi pengelola zakat Indonesia yang mewadahi BAZ

dan LAZ di Indonesia.

Tabel 1.1 Penerimaan Pajak dan Zakat di Malaysia (dalam Ringgit Malaysia)

Tahun Zakat Pajak % Zakat terhadap Pajak 2001 321 juta 79,57 milyar 0,40 2002 374 juta 83,52 milyar 0,45 2003 408 juta 92,61 milyar 0,45 2004 473 juta 99,4 milyar 0,44 2005 573 juta 106,3 milyar 0,48

Sumber: Irfan Syauqi Beik (2007).

Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa penerapan zakat sebagai kredit pajak

di Malaysia tidak menyebabkan berkurangnya penerimaan dari sektor pajak.

Justru penerimaan dari kedua sektor ini mengalami peningkatan setiap

tahunnya sejak kebijakan tersebut diterapkan. Padahal secara sistematis

semakin besar jumlah zakat yang dapat dijadikan kredit pajak, semakin kecil

jumlah penerimaan pajaknya.

Sesungguhnya di Indonesia, kebijakan zakat sebagai pengurang pajak

ternyata telah diterapkan di Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Dalam Pasal 192 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

Tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa, "Zakat yang dibayar

menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak pengahasilan (PPh) terhutang

dari wajib pajak". Ketentuan tersebut lebih lanjut diatur dengan Qanun Nomor

Page 22: zakat sebagai pengganti pajak

6

10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal. Dan di Aceh juga zakat merupakan salah

satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh dan PAD Kabupaten/Kota.

Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan

Zakat yang berlaku secara nasional, disebutkan pembayaran zakat hanya dapat

mengurangi jumlah penghasilan kena pajak (taxes deductable) yang

pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-

163/PJ/2003, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

Tentang Pemerintahan Aceh, pembayaran pajak dapat mengurangi pajak

penghasilan terhutang (taxes credit).

Adanya ketentuan yang dimuat dalam Pasal 192 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2006 yang menyatakan zakat sebagai faktor pengurang

terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, dan hanya berlaku di Aceh,

adalah merupakan suatu kemajuan yang luar biasa bagi umat Islam di Aceh.

Ketentuan tersebut sudah diperjuangkan oleh beberapa organisasi Islam secara

nasional dalam waktu yang cukup lama. Ini berarti pembayaran zakat di Aceh

diakui setingkat dengan pajak, karena kedua-duanya merupakan sumber

pendapatan daerah yang dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat dalam porsi yang berbeda sebagaimana yang telah berlaku di Malaysia.

Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Basir (2002), Zakat Atas

Penghasilan Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, menekankan pada

pengkajian perlakuan zakat menurut undang-undang. Hasil penelitiannya yaitu

perlakuan zakat bisa disamakan dengan pajak penghasilan yaitu bukan sebagai

faktor pengurang PKP melainkan sebagai kredit pajak yang nonrefundable.

Page 23: zakat sebagai pengganti pajak

7

Perbedaan penelitian ini dengan Abdul Basir adalah Abdul Basir hanya

mengkaji dari sisi undang-undang saja. Sedangkan peneliti menggunakan

studi kasus untuk menjelaskan perbedaan mengenai kedua perlakuan zakat

tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuat penelitian tentang

perbedaan dua perlakuan zakat dengan menggunakan analisis studi kasus.

Dengan melihat kenyataan diatas dan besarnya potensi dana zakat di

Indonesia serta fakta yang terjadi di Malaysia mengenai peningkatan

penerimaan pajak dan zakat setelah diterapkannya kebijakan zakat sebagai

kredit pajak, maka penelitian ini membahas masalah tersebut dengan judul

Analisis Komparatif Antara Perlakuan Zakat Sebagai Pengurang

Penghasilan Kena Pajak Dengan Perlakuan Zakat Sebagai Pengurang

Langsung Pajak Penghasilan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan penelitian ini

adalah apakah terdapat perbedaan antara perlakuan zakat sebagai pengurang

penghasilan kena pajak dengan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung

pajak penghasilan.

Page 24: zakat sebagai pengganti pajak

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Untuk menganalisis perbedaan antara perlakuan zakat sebagai

pengurang penghasilan kena pajak dengan perlakuan zakat sebagai

pengurang langsung pajak penghasilan.

2. Manfaat

a. Masyarakat

Memberikan gambaran dan pemahaman kepada wajib pajak orang

pribadi yang sekaligus sebagai muzakki mengenai perlakuan zakat

dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan

Zakat dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan yang berlaku pada saat ini

b. Pemerintah

Memberikan saran kepada pemerintah atas pelaksanaan ketentuan

pajak terhadap zakat, sehingga pelaksanaannya dapat berjalan

dengan lancar dan optimal serta dapat memberikan kontribusi positif

yang maksimal bagi pembangunan nasional. Dan dapat dijadikan

sebagai bahan masukan bagi pemerintah, terhadap adanya usulan

zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan.

c. Ilmu Pengetahuan

Memberikan manfaat dan sumbangan bagi ilmu pengetahuan,

sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam

mengadakan penelitian lanjutan.

Page 25: zakat sebagai pengganti pajak

9

d. Peneliti

Menambah wawasan penulis baik dalam hal perpajakan maupun

zakat, yang dalam hal ini keduanya merupakan sumber dana yang

sama-sama dihimpun dari masyarakat yang bertujuan untuk

kemaslahatan yaitu kesejahteraan masyarakat.

Page 26: zakat sebagai pengganti pajak

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori dan Konsep Zakat

Zakat merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat, begitu

pentingnya zakat sebab itu Allah SWT dalam Al Qur’an menyebut kata zakat

sebanyak 30 kali dan 27 diantaranya beriringan dengan kata shalat. Zakat

mempunyai kedudukan yang sangat penting baik dalam konteks manusia

dengan Allah, dengan dirinya, dengan masyarakat, dan dengan hartanya.

Dalam hubungan manusia dengan Allah, zakat adalah salah satu sarana

beribadah kepada Allah, yang berfungsi untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Rasulullah menjelaskan bahwa, ”Sesungguhnya Allah menolong hamba-Nya

manakala hamba itu suka menolong saudaranya.” Kepatuhan membayar zakat

dinyatakan sebagai tanda kualitas orang yang benar-benar beriman seperti

dicantumkan dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat 18.

Dalam hubungannya dengan diri sendiri (muzzaki), zakat merupakan

salah satu cara memberantas pandangan hidup materialitis, suatu paham yang

menjadikan harta bukan lagi sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup, tetapi

menempatkannya sebagai tujuan hidup. Dengan demikian zakat menjaga

manusia dari kerusakan jiwa, dan membersihkannya dari sifat-sifat tercela.

Zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim karena patuh kepada Allah dan

mencari ridha Allah, akan dapat membersihkan dan mensucikannya dari dosa

Page 27: zakat sebagai pengganti pajak

11

dan sifat kikir. Di sisi lain, zakat melatih diri untuk selalu bersyukur atas

permberian Allah.

Zakat juga merupakan sarana ibadah amaliyah yang mempunyai dimensi

serta fungsi sosial ekonomi atas pemerataan karunia Allah SWT dan juga

merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan

keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan

bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan

sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan kuat dengan

yang lemah.

Selain itu, zakat adalah media untuk menumbuhkan kesadaran di dalam

diri manusia bahwa harta benda yang mereka miliki bukanlah hak penuh

mereka. Tetapi merupakan amanah Allah yang dititipkan kepada manusia

untuk mengelolanya, untuk mengambil manfaatnya dan dipergunakan sesuai

dengan ketentuan Allah pemilik yang sebenarnya. Sebab itu perlu pemahaman

lebih dalam pada diri seorang muslim mengenai zakat.

1. Pengertian Zakat

Kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti berkah,

tumbuh dan baik. Menurut lisan al Arab kata zaka mengandung arti suci,

tumbuh, berkah, dan terpuji. Zakat menurut al Qardawi (1999) dalam

istilah fiqh adalah ”Sejumlah harta tertentu yang harus diserahkan

kepada orang-orang yang berhak menurut syariat Allah SWT.” Arti

tumbuh dan suci disini tidak hanya dipakai untuk kekayaan saja, tetapi

juga untuk jiwa orang yang berzakat, sesuai firman Allah dalam Surat At

Page 28: zakat sebagai pengganti pajak

12

Taubah Ayat 103 yang artinya, ”Pungutlah zakat dari kekayaan mereka,

engkau bersihkan dan sucikan mereka dengannya.” Terdapat delapan

golongan orang-orang yang berhak menerima zakat, yaitu: orang-orang

fakir, orang-orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya

(muallaf), hamba sahaya (riqab), orang yang berhutang (gharimin),

orang yang berperang dijalan Allah (sabilillah), dan orang yang sedang

dalam perjalanan (ibnu sabil).

Zakat menurut etimologi berarti, berkat, bersih, berkembang dan

baik. Dinamakan zakat karena dapat mengembangkan dan menjauhkan

harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Zakat menurut

terminologi berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah

SWT untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al

Qur’an. Atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang

diberikan untuk orang tertentu. Lafal zakat dapat juga berarti sejumlah

harta yang diambil dari harta orang yang berzakat. Zakat dalam Al

Qur’an dan Hadis kadang-kadang disebut dengan sedekah (shadaqah).

Lebih lanjut pengertian zakat menurut LPPM Universitas Islam

Bandung dalam buku Akuntansi Pajak Kontemporer (2006), yang

ditinjau dari segi bahasa adalah:

a. Tumbuh, artinya menunjukkan bahwa benda yang dikenakan zakat

adalah benda yang tumbuh dan berkembang (baik dengan

sendirinya maupun dengan diusahakan, atau dengan campur tangan

keduanya). Dan jika benda tersebut sudah dizakati, maka ia akan

Page 29: zakat sebagai pengganti pajak

13

lebih tumbuh dan berkembang, serta menumbuhkan mental

kemanusiaan dan keagamaan pemiliknya (muzakki) dan si

penerimanya (mustahik).

b. Baik, artinya menunjukkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah

benda yang baik mutunya. Dan jika itu telah dizakati kebaikkan

mutunya akan lebih meningkat, serta akan meningkatkan kualitas

muzakki dan mustahik-nya.

c. Berkah, artinya menunjukkan bahwa benda yang dikenai zakat

adalah benda yang mengandung berkah (potensial). Potensial bagi

perekonomian, dan membawa berkah bagi setiap orang yang

terlibat di dalamnya jika benda tersebut telah dibayarkan zakatnya.

d. Suci, artinya bahwa benda yang dikenai zakat adalah benda suci.

Suci dari usaha yang haram. Dan jika telah dizakati, ia dapat

mensucikan mental muzakki dari akhlak buruk dan juga bagi

mustahik-nya.

e. Kelebihan, artinya benda yang dizakati merupakan benda yang

melebihi dari kebutuhan pokok muzakki, dan diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan pokok mustahik-nya. Tidaklah bernilai suatu

zakat jika menimbulkan kesengsaraan bagi muzakki.

Jadi, zakat merupakan salah satu sarana beribadah kepada Allah, yang

berfungsi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Sebagai salah satu

Rukun Islam, membayar zakat hukumnya wajib. Dan jika seorang

Page 30: zakat sebagai pengganti pajak

14

pemeluk Agama Islam tidak membayar zakat berarti dia berbuat dosa

dan diancam hukuman neraka (Q.S. At Taubah: 34-35).

2. Faedah dan Syarat Zakat

Faedah zakat dibagi menjadi tiga bagian (Wikipedia, 2009) yaitu

Faedah Diniyah, Faedah Khuluqiyah, dan Faedah Ijtimaiyyah. Adapun

penjelasannya sebagai berikut:

a. Faedah Diniyah (segi agama)

1) Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari

Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada

kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.

2) Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan

diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena

keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.

3) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat

ganda, sebagaimana firman Allah yang artinya: "Allah

memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (Q.S. Al

Baqarah: 276).

4) Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah

disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.

b. Faedah Khuluqiyah (segi akhlaq)

1) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan

dada kepada pribadi pembayar zakat.

Page 31: zakat sebagai pengganti pajak

15

2) Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas

kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.

3) Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang

bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum

muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab

sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan

dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.

4) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.

c. Faedah Ijtimaiyyah (segi sosial kemasyarakatan)

1) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi

hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok

mayoritas sebagian besar negara di dunia.

2) Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum muslimin dan

mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam

kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi

sabilillah.

3) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa

iri bagi fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika

melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-

hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa

tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jika harta yang

demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan

Page 32: zakat sebagai pengganti pajak

16

kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih

antara si kaya dan si miskin.

4) Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan

yang jelas berkahnya akan melimpah.

5) Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda

atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka

perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang

mengambil manfaat.

Islam selalu menetapkan standar umum pada setiap

kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, termasuk penetapan

harta yang menjadi sumber atau obyek zakat. Persyaratan harta

yang menjadi sumber atau obyek zakat (Hafidhuddin, 2002)

adalah:

(a) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik

dan yang halal. Artinya harta yang haram, baik

substansi bendanya maupun cara mendapatkannya jelas

tidak akan dikenakan zakat, karena Allah tidak akan

menerimanya, sebagaimana yang tersebut dalam Al

Qur’an surat Al Baqarah ayat 267.

(b) Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk

dikembangkan, seperti melalui kegiatan usaha atau

perdagangan atau di investasikan, baik oleh diri sendiri

atau orang lain. Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut

Page 33: zakat sebagai pengganti pajak

17

Yusuf al Qardhawi (1998) pengertian berkembang ada

dua macam, yaitu secara konkret dan tidak konkret.

Yang konkret dengan cara dikembangbiakkan,

diusahakan, diperdagangkan dan yang sejenis

dengannya. Sedangkan yang tidak konkret maksudnya

harta tersebut berpotensi untuk berkembang, baik

berada ditangannya maupun di tangan orang lain atas

namanya. Syarat ini sesungguhnya mendorong setiap

muslim untuk memproduktifkan harta yang dimilikinya.

Harta yang diproduktifkan akan selalu berkembang dari

waktu ke waktu dan ini sesuai dengan makna zakat Al

Naama yang berarti berkembang dan bertambah.

(c) Milik penuh, yaitu harta tersebut berada di bawah

kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Atau menurut

sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan

pemiliknya dan di dalamnya tidak tersangkut hak orang

lain serta ia dapat memilikinya.

(d) Harta tersebut menurut jumhur ulama, harus mencapai

nisab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta

terkena kewajiban zakat. Contohnya nisab zakat emas

adalah 85 gram, nishab zakat hewan ternak kambing

adalah 40 ekor dan sebagainya. Sedangkan Abu

Hanifah berpendapat bahwa banyak atau sedikit hasil

Page 34: zakat sebagai pengganti pajak

18

tanaman yang tumbuh di bumi wajib dikeluarkan

zakatnya, jadi tidak ada nishab. Namun menurut Didin

Hafidhuddin, nisab merupakan keniscayaan sekaligus

merupakan kemaslahatan, sebab zakat itu diambil dari

orang yang kaya (mampu) dan diberikan kepada orang-

orang yang tidak mampu. Indikator kemampuan harus

jelas, dan nisablah merupakan indikator

kemampuannya. Jika kurang dari nisab, Islam

memberikan pintu untuk mengeluarkan sebagian dari

penghasilan yaitu infak dan sedekah.

(e) Sumber-sumber zakat tertentu seperti perdagangan,

peternakan, emas dan perak harus sudah berada atau

dimiliki atau diusahakan dalam tenggang waktu satu

tahun. Persyaratan ini yang disebut persyaratan al haul.

Ini berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud dari Ali bin

Abi Thalib.

(f) Sebagian ulama Mahzab Hanafi mensyaratkan

kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok,

atau dengan kata lain zakat dikeluarkan setelah terdapat

kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari. Yang

dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan

yang jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan

kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup. Namun

Page 35: zakat sebagai pengganti pajak

19

sebagian ulama berpendapat bahwa amatlah sulit untuk

menentukan atau mengukur seseorang itu telah

terpenuhi kebutuhan pokoknya atau belum. Dan

kebutuhan pokok setiap orang berbeda-beda. Karena itu

menurut mereka (al Qardawi) syarat nishab dan An

Namaa sudahlah cukup.

3. Macam-macam Zakat

a. Emas, perak dan uang

Dalil atas diwajibkannya zakat terhadap emas dan perak

adalah sebagai berikut, “Dan orang-orang yang membendaharakan

emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya di jalan

Allah, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa mereka akan

menderita azab yang pedih.” (Q.S. At Taubah: 34)

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa

Rasulullah SAW bersabda:

”Tidak ada seorangpun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan, digosoklah lambungnya, dahinya, belakangnya dengan kepingan itu; setiap-setiap dingin, dipanaskan kembali pada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Allah menyelesaikan urusan hambaNya.”

Ayat dan hadis tersebut menegaskan bahwa mengeluarkan

zakat dari emas dan perak yang telah mencapai syarat wajib zakat,

wajib hukumnya. Syarat wajib zakat adalah telah mencapai nisab

dan haulnya.

Page 36: zakat sebagai pengganti pajak

20

Berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, nisab zakat emas

adalah 20 misqal atau 20 dinar, sedangkan nisab perak adalah 200

dirham. Banyak perbedaan pendapat tentang 20 misqal tersebut

setara dengan berapa gram emas, ada ulama yang menyatakan 96

gram emas, 93, 91, 85 bahkan ada yang 70 gram emas. Menurut

Yusuf al Qardhawi, yang sekarang banyak dianut oleh masyarakat,

20 misqal adalah sama dengan 85 gram emas. Dua ratus dirham

perak sama dengan 595 gram perak.

Termasuk pembahasan di sekitar zakat emas dan perak adalah

zakat perhiasan. Para ulama telah sepakat wajibnya zakat atas

perhiasan yang haram dipakai seperti perhiasan yang dipakai laki-

laki, atau bejana emas dan perak yang dijadikan tempat makan dan

minum. Sedangkan terhadap perhiasan yang dipakai oleh kaum

perempuan, jumhur ulama sepakat akan tidak wajibnya zakat bagi

perhiasan selain emas dan perak yang dipakai perempuan seperti

intan, mutiara dan permata. Salah satu alasan yang dikemukakan

adalah bahwa benda-benda tersebut tidak berkembang, tetapi

sekedar kesenangan dan perhiasan bagi kaum perempuan yang

diizinkan Allah sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat An

Nahl ayat 14. Pendapat berbeda dikemukakan oleh ulama Syiah

yang mengatakan bahwa zakat tetap diwajibkan atas perhiasan

selain emas dan perak seperti intan dan permata berdasarkan

keumuman Al Qur’an surat At Taubah ayat 103 yang menyatakan,

Page 37: zakat sebagai pengganti pajak

21

zakat harus dikeluarkan dari setiap harta yang dimiliki. Untuk

kondisi saat ini, dimana barang-barang perhiasan bernilai ekonomis

yang tinggi, yang nilainya sangat mahal dan seringkali melebihi

nisab emas, sudah selayaknya pendapat terakhir ini harus

diperhatikan.

Hal lain yang berdekatan dengan zakat emas dan perak

adalah zakat uang. Nisab dan kadar zakat uang sama atau setara

dengan nisab emas yaitu 85 gram emas dan kadarnya 2,5%.

b. Zakat Hasil Pertanian

Para ulama sepakat tentang kewajiban zakat hasil pertanian,

sesuai dengan perintah Allah pada Al Qur’an surat Al Baqarah ayat

267 dan surat Al An’am ayat 141:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu…” (Q.S. Al Baqarah: 267) “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya, (dengan dikeluarkan zakatnya)...” (Q.S. Al An’am: 141).

Ayat-ayat tersebut bersifat umum, dengan demikian dapat

dipahami bahwa seluruh tanaman wajib dikenakan zakatnya.

Namun demikian, ada perbedaan pendapat para ulama tentang jenis

Page 38: zakat sebagai pengganti pajak

22

tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya (M. Ali Hasan, 2000: 6)

antara lain yaitu:

1) Al Hasan al Bashri, al-Tsauri dan as-Sya’bi berpendapat

hanya empat macam jenis tanaman yang wajib dizakati yaitu

biji gandum, padi, kurma dan anggur. Syaukani juga

berpendapat demikian. Alasan kelompok ini adalah karena

hanya itulah yang disebutkan dalam nash (Al Hadis).

2) Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tanaman yang

diusahakan (produksi) oleh manusia dikenakan zakat kecuali

pohon-pohonan yang tidak berbuah.

3) Abu Yusuf dan Muhammad (keduanya murid Abu Hanifah)

berpendapat bahwa semua tanaman yang bisa bertahan

selama satu tahun (tanpa bahan pengawet) dikenakan zakat.

4) Malik berpendapat bahwa tanaman yang bisa tahan lama

kering, dan diproduksi atau diusahakan oleh manusia

dikenakan zakat.

5) Syafi’i berpendapat bahwa semua tanaman yang

mengenyangkan (memberi kekuatan), bisa disimpan (padi,

jagung) dan diolah manusia wajib dikeluarkan zakatnya.

6) Ahmad bin Hambali berpendapat bahwa semua hasil tanaman

yang kering, tahan lama, dapat ditimbang (takar) dan

diproduksi (diolah) oleh manusia dikenakan zakat.

Page 39: zakat sebagai pengganti pajak

23

7) Mahmud Syaltut, berpendapat bahwa semua hasil tanaman

dan buah-buahan yang dihasilkan oleh manusia dikenakan

zakat.

Syarat-syarat zakat pertanian adalah sebagai berikut:

(a) Berupa tanaman atau buah-buahan yang dapat

berkembang, sebab zakat adalah bagian dari barang

tersebut atau bagian dari jenisnya tanpa melihat

kepemilikan tanahnya.

(b) Nisabnya 5 ausaq berdasarkan hadist Nabi: ”Harta yang

kurang dari 5 ausaq tidak wajib zakat.” Sedangkan

kadar zakat, menurut ketentuannya tanaman yang

bergantung kepada tadah hujan, maka kadar zakatnya

sebanyak 10%, sedangkan tanaman yang

mempergunakan alat-alat yang memerlukan biaya

termasuk pemeliharaannya, kadar zakatnya 5%.

c. Zakat Peternakan

Dalam berbagai hadis dikemukakan bahwa hewan ternak

yang wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan

tertentu ada tiga jenis hewan ternak yaitu unta, sapi dan domba.

Sedangkan di luar ketiga jenis tersebut, para ulama berbeda

pendapat. Abu Hanifah berpendapat bahwa pada binatang kuda

dikenakan kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki dan Imam

Syafi’i tidak mewajikannya, kecuali bila kuda itu diperjualbelikan.

Page 40: zakat sebagai pengganti pajak

24

Hal yang senada diungkapkan oleh Sabiq (Abdurrahman Al-jaziiri)

bahwa tidak ada kewajiban zakat selain hewan ternak yang tiga

tersebut. Sedangkan kuda, keledai, dan himar tidak wajib zakat

atasnya kecuali jika diperdagangkan. Dalam al-Mausu’ah al-

Fiqiyyah dikemukakan bahwa dalam hal ternak kuda, sebagian

ulama mewajibkannya, sebagian lagi menyatakan tidak. Sedangkan

keledai, himar dan binatang lainnya, tidaklah dikenakan kewajiban

zakat kecuali jika diperjualbelikan. Yusuf al Qaradhawi membahas

zakat sapi, mengutip pendapat Ibnu Mundzir yang menganologikan

kerbau pada sapi. Bahkan, ia menyatakan bahwa kedua jenis

binatang ini wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan ijma ulama.

Karena itu, apabila diperhatikan dali-dalil dalam Al Qur’an

dan Hadis serta pendapat para ulama dapatlah disimpulkan bahwa,

hewan ternak selain tiga jenis tersebut di atas yang kini dalam

perekonomian modern berkembang pesat, seperti peternakan

unggas, tidaklah termasuk pada kategori zakat hewan ternak.

Melainkan pada zakat perdagangan, karena memang sejak awal

jenis peternakan ini sudah diniatkan sebagai komoditas

perdagangan.

Nisab dan kadar zakat hewan ternak berbeda-beda untuk

setiap jenis dan jumlah ternak. Untuk unta, nisabnya mulai dari 5

ekor unta dengan kadar zakatnya untuk jumlah 5 sampai 9 ekor

unta adalah 1 ekor kambing yang berumur 2 tahun, sedangkan jika

Page 41: zakat sebagai pengganti pajak

25

jumlahnya melebihi 121 ekor maka kadar zakatnya 3 ekor anak

unta betina berumur 2 tahun atau lebih. Sedangkan sapi atau

kerbau, nisabnya mulai 30 sampai 39 ekor yang kadar zakatnya 1

ekor sapi atau kerbau berumur 1 tahun. Untuk kambing, nisabnya

mulai 40 ekor, dan kadar zakatnya untuk jumlah 40 sampai 120

ekor adalah 1 ekor anak kambing berumur 1 tahun.

Hewan-hewan yang diperselisihkan oleh fuqaha berkenaan

dengan macamnya dan ada pula sifatnya. Yang diperselisihkan

macamnya adalah kuda, dimana jumhur ulama menyatakan kuda

tidak wajib dizakati. Mengenai sifat hewan yang diperselisihkan

ialah antara yang digembalakan dan tidak digembalakan. Zakat

peternakan ini hanya diperlakukan bagi hewan-hewan yang sengaja

diternakkan, tidak dengan maksud diperjualbelikan. Sedangkan

untuk hewan-hewan yang dibudidayakan dengan maksud untuk

diperjualbelikan hewannya ataupun hasilnya seperti ayam

(pedaging dan petelur), bebek, sapi (perah dan potong), unta, kuda,

biri-biri, madu dan lain sebagainya dikenakan zakat perdagangan.

d. Zakat Perdagangan

Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan itu setelah

memenuhi syarat tertentu harus dikeluarkan zakatnya. Yang

dimaksud harta perdagangan adalah semua harta yang bisa

dipindah untuk diperjualbelikan dan bisa mendatangkan

Page 42: zakat sebagai pengganti pajak

26

keuntungan. Kewajiban zakat harta perdagangan ini berdasarkan

nash Al Qur’an, Hadis dan Ijma.

Nash Al Qur’an ini bersifat umum, yang berarti zakat atas

semua harta yang dikumpulkan dengan cara bekerja yang halal,

termasuk jual beli. Sedangkan dasar Hadis diantaranya adalah

riwayat dari Abu Dawud dari Samurah bin Jundus, dia berkata:

“Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengeluarkan

sadaqah dan zakat dari apa yang kita jual.”

Syarat umum dari zakat harta perdagangan adalah adanya

nisab, sudah satu tahun, dan bebas dari hutang, termasuk

kebutuhan pokok. Sedangkan syarat praktisnya adalah adanya niat

memperdagangkan harta dagangan, dan niat untuk memperoleh

penghasilan. Menurut Mahzhab Syafi’i, syarat barang perdagangan

pertama adalah dia memiliki barang itu dengan jalan membeli, niat

ketika membeli untuk diperdagangkan (apabila dimiliki dengan

jalan pusaka, wasiat atau hibah tidak menjadi tijarah).

Standar zakat harta perdagangan biasanya berupa harta atau

uang yang ada saat ini, juga mata uang, barang berharga, hutang,

barang yang bisa diperjualbelikan (persediaan) dan harta yang

dapat dihitung dengan nilai harga tetap (fix asset). Nilai zakat harta

perdagangan para fuqaha berbeda pendapat mengenai nilai yang

dihitung ketika mengeluarkan zakat, yaitu:

Page 43: zakat sebagai pengganti pajak

27

1) Harta dagangan hendaknya dihitung dengan harga barang di

pasar ketika sampai waktu wajib zakat.

2) Harga barang tersebut dihitung dengan harga yang hakiki

terhadap nilai barang dagangan, pendapat ini berdasar riwayat

dari Ibnu Abbas. Sedangkan pendapat ketiga adalah orang

harus membayar zakat dengan harga yang dia beli dengan

nilai harta dagangan (al Qardawi). Nisab zakat harta

perdagangan adalah senilai dengan 20 misqal emas, dengan

kadar zakat 2,5%.

e. Zakat Barang Temuan dan Hasil Tambang

Meskipun para ulama telah sepakat tentang wajibnya zakat

pada barang tambang dan barang temuan, tetapi mereka berbeda

pendapat tentang makna barang tambang (ma’din), barang temuan

(rikaz), atau harta simpanan (kanz), jenis-jenis barang tambang

yang wajib dikeluarkan zakatnya dan kadar zakat untuk setiap

barang tambang dan temuan (Wahbah az Zuhaili).

Kewajiban zakat atas rikaz, ma’din dan kekayaan laut ini

dasar hukumnya adalah keumuman nash dalam Al Qur’an surat Al

Baqarah ayat 103 dan 267. Rikaz menurut jumhur ulama adalah

harta peninggalan yang terpendam dalam bumi atau disebut harta

karun. Rikaz tidak disyaratkan mencapai haul, tetapi wajib

dikeluarkan zakatnya pada saat didapatkan. Kadar zakat rikaz yaitu

seperlima (20%).

Page 44: zakat sebagai pengganti pajak

28

Ma’din adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam

perut bumi, baik padat maupun cair seperti emas, perak, tembaga,

minyak, gas, besi sulfur dan lainnya. Besar zakat yang harus

dikeluarkannya sama dengan rikaz yaitu seperlima. Namun

mengenai nisabnya ada perbedaan pendapat di kalangan para

ulama.

Pendapat yang lebih kuat dan didukung oleh Yusuf Qardhawi

adalah bahwa rikaz tetap harus memenuhi persyaratan nisab, baik

yang dimiliki oleh individu maupun negara. Demikian juga hasil

yang dikeluarkan dari laut seperti mutiara, marjan, dan barang

berharga lainnya, nisabnya dianalogikan dengan zakat pertanian.

Kategori yang kedua adalah zakat berdasarkan modal dan

hasil yang didapat dari modal tersebut. Untuk zakat ini mengikuti

persyaratan haul, yaitu berlaku satu tahun.

4. Zakat Penghasilan (Zakat Profesi)

Zakat profesi (Kasbuk-’Amal wal-Mihan al-Hurrah) yaitu zakat

upah buruh, gaji pegawai, dan uang jasa wiraswasta. Yang dimaksud

kasbul-’amal (al Qardawi) adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada

perseroan atau perseorangan dengan mendapatkan upah. Sedangkan

yang dimaksud dengan al-mihanul-hurrah adalah pekerjaan bebas, tidak

terikat pada orang lain, seperti pekerjaan seorang dokter, swasta,

pemborong, pengacara, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain

sebagainya.

Page 45: zakat sebagai pengganti pajak

29

Menurut al Qardawi, masalah gaji, upah kerja, penghasilan

wiraswasta termasuk kategori mal mustafad, yaitu harta pendapatan baru

yang bukan harta yang sudah dipungut zakatnya. Mal mustafad

mencakup segala macam pendapatan, akan tetapi yang bukan

pendapatan yang diperoleh dari penghasilan harta yang sudah dikenakan

zakat, gaji, honor dan uang jasa itu bukan hasil dari harta benda yang

berkembang (harta yang dikenakan zakat), bukan hasil dari modal atau

harta kekayaan yang produktif, akan tetapi diperoleh dengan sebab lain.

Demikian juga penghasilan seorang dokter, pengacara, seniman dan lain

sebagainya mencakup dalam pengertian mal mustafad yang wajib

dikenakan zakat dan tidak disyaratkan sampai satu tahun, akan tetapi

dizakati pada waktu menerima pendapatan tersebut. Ukuran nisabnya

adalah 85 gram emas murni dan kadar zakatnya adalah 2,5% dengan

waktu zakat setiap mendapat penghasilan. Kadar zakat menurut BAZIS

adalah 2,5% setiap mendapatkan penghasilan. Jadi jika pegawai negeri

atau pegawai tetap zakatnya dipungut sebulan sekali pada waktu gaji

keluar. Alasan-alasan kadar zakat 2,5% (al Qardawi) adalah:

a. Tercakup dalam pengertian keumuman kewajiban zakat mata uang.

b. Gaji, upah, honor, dan uang jasa diperbolehkan melalui

pengorbanan tenaga dan pikiran, sedangkan menurut Hukum Islam

kadar keberatan itu memperingan kadar kewajiban.

Page 46: zakat sebagai pengganti pajak

30

c. Mengikuti amalan Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah dan Umar bin

Abdul-Aziz dalam memotong gaji para angkatan bersenjata dan

para pegawai.

d. Menurut al Qardawi, sumber pajak ada tiga macam, yaitu modal,

tenaga, dan campuran modal dan tenaga. Pungutan pajak dari

modal lebih besar daripada yang lain. Pungutan pajak dari

campuran modal dan tenaga lebih besar daripada pungutan pajak

dari tenaga. Jadi pungutan pajak dari tenaga adalah yang paling

ringan.

Mengenai dasar pengenaan zakat (penghasilan kena zakat),

beberapa kalangan berbeda pendapat mengenai hal ini, yaitu:

1) Secara langsung, yaitu zakat dihitung 2,5% dari penghasilan

bruto secara langsung tanpa dikurangkan dengan biaya

kebutuhan hidup yang menjadi tanggungan muzakki . Hal ini

dikarenakan sulitnya mengukur patokan kebutuhan pokok

yang layak bagi setiap orang. Dalam surat Al Baqarah ayat

267, “ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan

Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…”

2) Secara tidak langsung, yaitu zakat dihitung 2,5% dari

penghasilan bruto setelah dikurangkan dengan biaya

kebutuhan hidup yang menjadi tanggungan muzakki. Hal ini

berpegang pada surat Al Baqarah ayat 219, yang artinya “Dan

Page 47: zakat sebagai pengganti pajak

31

mereka bertanya kepadamu, apa yang mereka nafkahkan.

Katakanlah: yang lebih dari keperluan...”

Namun menurut Yusuf Qardawi, zakat penghasilan sebaiknya

ditunaikan dari jumlah bruto penghasilan yang diterima oleh

muzakki. Hal senada juga diungkapkan oleh ketua BAZNAS Didin

Hafidhuddin (2007).

B. Teori dan Konsep Pajak

1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani, adalah:

”Pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang menurut peraturan perundang-undangan tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” Termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la

Science des Finances (1906) mengatakan:

“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.”

Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (1919), mengatakan:

“Pajak adalah bantuan uang secara incidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (sama dengan Negara), untuk memperoleh pendapatan, di mana terjadi suatu Tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak.” Dalam buku De overheidsmiddelen van Indonesia (N. J. Feldmann,

1949) mengatakan:

Page 48: zakat sebagai pengganti pajak

32

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.” Dalam buku De Economische Betekenis der Belastingen (M.J.H.

Smeets, 1951) mengatakan:

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.” Menurut Soeparman Soemahamidjaja (1964) dalam disertasinya

yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong,

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.” Menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Dasar-dasar Hukum

Pajak dan Pajak Pendapatan,

“Pajak adalah iuran rakyat kepada penguasa negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” “Dapat dipaksakan” artinya bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita. Secara konstitusional pajak adalah salah satu sumber penerimaan

negara yang sah dan dikukuhkan dalam Undang-Undang Dasar. Dalam

UUD 1945 pasal 23A menyebutkan bahwa, “Pajak dan pungutan lain

yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-

undang.”

Page 49: zakat sebagai pengganti pajak

33

Dari beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa

ahli diatas dapat disimpulkan bahwa, pajak adalah sejumlah kekayaan

yang dipungut oleh negara dari masyarakat, bersifat memaksa, ditujukan

untuk membiayai pengeluaran dalam kegiatan pemerintah guna

mencapai sasaran sosial ekonomi negara.

Dari pengertian pajak diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai

karakteristik pajak (Agoes dan Trisnawati, 2008: 4), yaitu:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah

(fungsi budgeter), yang bila dari pemasukannya masih terdapat

surplus, maka dipergunakan untuk membiayai investasi publik.

e. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu

fungsi mengatur (reguler).

2. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang selama ini dikenal dan diterapkan

dalam pemungutan pajak sebagaimana tercermin dalam Undang-undang

Pajak (Wirawan dan Richard, 2007: 22) yaitu Official Assessment

System, Semi Self Assessment System, Self Assessment System,

Withholding System. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Page 50: zakat sebagai pengganti pajak

34

a. Official Assessment System

Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan

pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus)

untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang

terhutang) oleh seseorang. Dengan sistem ini masyarakat (wajib

pajak) bersifat pasif menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan

pajak oleh fiskus. Besarnya hutang pajak seseorang baru diketahui

setelah adanya surat ketetapan pajak.

b. Semi Self Assessment System

Semi Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan

pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus)

dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang

terhutang. Dalam sistem ini setiap awal tahun pajak wajib pajak

menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang untuk tahun

berjalan yang merupakan angsuran bagi wajib pajak yang harus

disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak, fiskus

menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan

data yang dilaporkan oleh wajib pajak.

c. Self Assessment System

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan

pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan

sendiri besarnya utang pajak. Dalam sistem ini wajib pajak yang

Page 51: zakat sebagai pengganti pajak

35

aktif sedangkan fiskus tidak turut campur dalam menentukan

besarnya pajak yang terhutang seseorang, kecuali wajib pajak

melanggar ketentuan yang berlaku.

d. Withholding System

Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong atau

memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah

ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkan kepada

fiskus. Pada sistem ini fiskus dan wajib pajak tidak aktif. Fiskus

hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan atau

pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Dari keempat sistem pemungutan pajak diatas, yang diterapkan di

Indonesia secara penuh adalah self assessment sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (UU KUP). Sistem ini memberikan kepercayaan kepada

masyarakat khususnya wajib pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar atau menyetor, dan melapor ke Kantor

Palayanan Pajak sendiri.

3. Pajak Penghasilan

Menurut data APBN pada tahun 2009 dari pendapatan negara

sebesar Rp.984.787.000.000.000, pajak penghasilan memberikan

kontribusi pendapatan sebesar Rp.357.400.000.000.000 atau sebesar

36,3% dari pendapatan negara. Dari data tersebut, jelas bahwa pajak

Page 52: zakat sebagai pengganti pajak

36

penghasilan mempunyai peranan yang cukup besar bagi penerimaan kas

negara.

Salah satu jenis pajak yang dikenakan oleh wajib pajak adalah

pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan

tehadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan

dalam bagian tahun pajak, jika kewajiban pajak subjektifnya dimulai

atau berakhir dalam tahun pajak (Erly Suandy, 2006). Oleh karena pajak

penghasilan melekat pada subyeknya maka ia termasuk pajak subyektif.

Subyek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh

penghasilan. Di dalam undang-undang subyek pajak yang menerima atau

memperoleh penghasilan ini disebut sebagai Wajib Pajak. Kewajiban

membayar pajak bagi subjek pajak dimulai saat wajib pajak memenuhi

persyaratan subjektif dan objektif. Berikut ini penggolongan wajib pajak:

a. Wajib Pajak Orang Pribadi, subjek pajaknya adalah individu

sebagai orang pribadi. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)

dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1) WPOP yang mempunyai penghasilan dengan melakukan

kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas yang

menyelenggarakan pembukuan atau bekerja pada satu atau

lebih pemberi kerja. Wajib pajak ini wajib menyampaikan

SPT 1770 pada tiap tahun pajak.

Page 53: zakat sebagai pengganti pajak

37

2) WPOP yang mempunyai penghasilan dengan tidak

melakukan kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas dan

bekerja pada satu atau lebih pemberi kerja. Wajib pajak ini

wajib menyampaikan SPT 1770 S pada tiap tahun pajak.

Namun jika wajib pajak dengan jumlah penghasilan bruto

setahun tidak lebih dari Rp 48.000.000 menggunakan SPT

1770 SS.

b. Wajib Pajak Badan, subjek pajaknya adalah badan yang didirikan

atau bertempat kedudukan di Indonesia, ataupun badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha

tetap di Indonesia atau menerima penghasilan dari Indonesia bukan

dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di

Indonesia.

4. Jenis Penghasilan

Dari bahasan sebelumnya, dijelaskan bahwa seorang subjek pajak

statusnya akan berubah menjadi wajib pajak bila telah memenuhi

persyaratan subjektif dan objektif. Dimana kewajiban objektif muncul

bila subjek pajak memperoleh tambahan kemampuan ekonomis berupa

penghasilan yang dikenakan sebagai objek pajak dalam pajak

penghasilan. Penghasilan dikategorikan menjadi tiga macam, yakni:

a. Taxable Income, yakni penghasilan yang dapat dijadikan objek

untuk dikenakan pajak.

Page 54: zakat sebagai pengganti pajak

38

b. Non Taxable Income, yakni penghasilan yang tidak dapat dijadikan

objek untuk dikenakan pajak. Dalam hal penghasilan yang

diperoleh mustahid atas dana zakat yang dipungut dan disalurkan

oleh lembaga amil zakat termasuk dalam non taxable income.

c. Penghasilan yang dipotong pajak final, yang diatur dalam pasal 4

ayat 2 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, yaitu

1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,

bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan

yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi

orang pribadi.

2) Penghasilan berupa hadiah undian.

3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,

transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan

transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal

pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan

modal ventura.

4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah

dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate,

dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan

5) Penghasilan tertentu lainnya.

5. Biaya-biaya sebagai Pengurang Penghasilan

Sistem perpajakan seperti halnya sistem akuntansi mengakui

adanya pengeluaran atau biaya yang dipakai oleh wajib pajak untuk

Page 55: zakat sebagai pengganti pajak

39

menghasilkan pendapatan yang diperoleh. Namun tidak semua

pengeluaran atau biaya dalam akuntansi dapat dijadikan sebagai

pengurang penghasilan dalam perpajakan. Bagi wajib pajak muslim,

dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 3 huruf a

disebutkan bahwa,

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Maksudnya, berdasarkan penjelasan pasal 4 ayat 3 huruf a diatas,

menyatakan bahwa penghasilan yang diperoleh mustahid atas dana zakat

yang diterima dan disalurkan oleh lembaga amil zakat termasuk dalam

non taxable income. Maka zakat adalah penghasilan yang tidak dapat

dijadikan objek untuk dikenakan pajak.

Sedangkan dalam perhitungannya, dalam Undang-undang Nomor

36 Tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf g menyatakan bahwa, ”Zakat yang

dibayarkan oleh Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap

kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh pemerintah, merupakan salah satu item yang boleh

dikurangkan untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.”

Artinya, zakat tersebut dapat dijadikan sebagai biaya yang mengurangi

Page 56: zakat sebagai pengganti pajak

40

penghasilan kena pajak, jika zakat atas penghasilan tersebut dibayarkan

kepada badan atau lembaga amil zakat.

Hal ini memperkuat Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 dan

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/PJ./2003 sebelumnya. Dalam

Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 pasal 14 ayat 3 menyatakan

bahwa, ”Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau

lembaga amil zakat dapat dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa

kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.” Sedangkan pada Keputusan Dirjen Pajak

Nomor KEP-163/PJ./2003 dinyatakan bahwa,

Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Dari penjabaran diatas dijelaskan bahwa bagi wajib pajak orang

pribadi yang membayar zakat penghasilan, zakat tersebut diperbolehkan

menjadi deductible expense. Dalam keputusan Dirjen Pajak tersebut,

disebutkan pula bahwa penghasilan yang dimasukkan dalam perhitungan

zakat penghasilan bukan penghasilan yang dikenakan pajak final. Maka

jika kita memperoleh penghasilan sebagaimana yang terdapat dalam

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 2 yaitu penghasilan

dari bunga deposito dan tabungan, hadiah undian, transaksi saham,

Page 57: zakat sebagai pengganti pajak

41

transaksi pengalihan harta, maka zakat atas penghasilan tersebut tidak

dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Besarnya

zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak adalah

sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari jumlah penghasilan yang

merupakan objek pajak yang bukan merupakan pajak final. Sedangkan

cara perhitungan menurut Keputusan D/291 Tahun 2000 Dirjen Bimas

Islam Departemen Agama Republik Indonesia pasal 16, pada dasarnya

perhitungan zakat menganut self assesment system dimana muzakki

diberi kewenangan untuk melakukan perhitungan sendiri atas jumlah

zakatnya, namun bila muzzaki merasa kesulitan untuk menghitungnya

maka dapat meminta pertolongan badan atau lembaga amil zakat.

6. Kredit Pajak

Kredit pajak adalah pajak yang telah dilunasi setiap bulan atau

masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam tahun pajak

berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh wajib pajak maupun yang

dipotong serta dipungut oleh pihak lain, yang merupakan angsuran

pajak yang boleh dikurangkan dari pajak yang terutang pada akhir tahun

pajak yang bersangkutan, kecuali yang bersifat pembayaran pajak

penghasilan (PPh) yang final (Djuanda, 115: 2006). Kredit pajak

tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Diperoleh penghasilan oleh wajib pajak dalam negeri dari

pekerjaan atau kegiatan diatur dalam PPh Pasal 21.

Page 58: zakat sebagai pengganti pajak

42

b. Pemungutan oleh pihak lain atas penghasilan dari usaha diatur

dalam PPh Pasal 22.

c. Diperoleh penghasilan dari modal, jasa, dan kegiatan tertentu

diatur dalam PPh Pasal 23.

d. Diperoleh penghasilan oleh wajib pajak luar negeri dari pekerjaan,

jasa, kegiatan dan modal diatur dalam PPh Pasal 26.

e. Pajak yang dipotong atau dipungut, dibayar terutang di luar negeri.

f. Pembayaran pajak oleh wajib pajak sendiri diatur dalam PPh Pasal

25.

Dalam perhitungan jumlah pajak yang harus dibayar, jumlah pajak

terutang harus dikurangi terlebih dahulu dengan kredit pajak. Apabila

pajak yang terutang lebih besar dari pada kreditnya, wajib pajak harus

membayar kekurangannya ke kas negara. Sebaliknya wajib pajak dapat

mengajukan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak

jika kreditnya lebih besar dari pada pajak yang telah dibayar. Menurut

Thomas R. Pope dan John L. Kramer (1999) kredit pajak adalah “Tax

Credit Which include prepayment, are amount that can be substracted

from the gross tax to arrive at the tax due or refund due.” Kemudian tax

credit ini diklasifikasikan menjadi:

1) Refundable Tax Credit, are allowed to reduce tax payer’s tax

liability to zero and if some credit still remains, are rendable

(paida) by the government to the tax payer’s. Apabila kredit pajak

lebih besar dari pada pajak yang terutang maka kelebihan kredit

Page 59: zakat sebagai pengganti pajak

43

pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak, contohnya

yaitu prepayment of tax. “Prepayment of tax, which are amount

paid to the goverment during the year through means such as

witholding from wages, and selected other item are classified as

refundable tax credit.” Pengkreditan ini dapat dilakukan dengan

tujuan misalnya, untuk memperhitungkan pajak yang telah

dipotong oleh orang ketiga dan pajak yang telah dipotong di luar

negeri.

2) Non Refundable Tax Credit, can be substracted from the tax but

will not be paid to the tax payer’s institutions where the tax credit

exceed the tax. Non Refundable Tax Credit are that have been

created by congress for various social, economic, and political

reason such as the child and dependent care credit. Dalam konteks

ini, dengan berbagai pertimbangan sosial, ekonomi, dan politik,

ada beberapa biaya yang walau tidak terkait dengan pajak dapat

dikreditkan terhadap pajak terutang.

7. Pengenaan Zakat Dalam Perpajakan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang

Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan Zakat, maka formal pengenaan pajak dan zakat untuk wajib

pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:

Page 60: zakat sebagai pengganti pajak

44

Tabel 2.1 Formal Pengenaan Pajak dan Zakat untuk Wajib Pajak Orang

Pribadi Gaji satu bulan Tunjangan istri/anak Tunjangan perumahan Tunjangan pendidikan anak Tunjangan jabatan Tunjangan transport Jaminan Kecelakaan kerja Jaminan kematian Jaminan pemelihara kesehatan Penghasilan Bruto (PB) Pengurang: Biaya Jabatan (5% x PB) Iuran Pensiun Iuran THT Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun (-) Zakat Ph. (2,5% x PB setahun) (-) PTKP PKP PPh 21 terhutang setahun (PKP x tarif pasal 17)

Rp. XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

Rp. XXX XXX XXX

Rp XXX

Rp(XXX)

Rp XXX Rp XXX

Rp(XXX) Rp(XXX)

Rp. XXX Rp. XXX

Sumber: Data diolah sendiri sesuai UU

Untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) per tahun sesuai

dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp 15.840.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi

Rp 1.320.000 tambahan untuk wajib pajak menikah

Page 61: zakat sebagai pengganti pajak

45

Lanjutan Tabel 2.2 Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami Rp 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah

dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga

Sumber: UU No.36 Tahun 2008

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP)

bagi wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Tarif Pajak Pasal 17

Lapisan PKP Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000 5% Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000

15%

Diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000

25%

Diatas Rp 500.000.000 30% Sumber: UU No.36 Tahun 2008

C. Persamaan Antara Zakat dan Pajak

Menurut al Qardawi, dari definisinya terdapat titik persamaan antara

pajak dan zakat, yaitu:

1. Unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan

pajak, juga terdapat dalam zakat. Bila seorang muslim terlambat

membayar zakat, karena keimanan dan keislamannya belum kuat.

2. Bila pajak harus disetor kepada lembaga masyarakat (negara), pusat

maupun daerah, maka zakat pun demikian. Karena pada dasarnya zakat

Page 62: zakat sebagai pengganti pajak

46

itu harus diserahkan kepada pemerintah sebagai badan yang disebut amil

zakat.

3. Pada ketentuan pajak terdapat tidak adanya imbalan tertentu. Para wajib

pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Ia hanya

memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan kegiatan

usahanya. Demikian sama halnya dalam zakat tidak pula memperoleh

suatu imbalan. Ia membayar zakat selaku anggota masyarakat. Ia hanya

memperoleh lindungan, penjagaan dan solidaritas dari masyarakat. Ia

wajib memberikan hartanya untuk menolong masyarakat dan membantu

mereka dalam menanggulangi kemiskinan, kelemahan dan penderitaan

hidup, juga menunaikan kewajibannya untuk menanggulangi

kepentingan umat Islam tanpa mendapat prestasi kembali atas

pembayaran zakatnya.

4. Apabila pajak pada zaman modern ini mempunyai tujuan ke masyarakat,

ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka zakat mempunyai

tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih luas daripada aspek-

aspek tersebut.

Ibrahim (1992: 148) menguraikan titik temu dan letak persamaan serta

perbedaan antara zakat dan pajak dimana kedua-duanya sama-sama wajib.

Bedanya zakat kewajibannya berdasarkan nash agama sedangkan pajak

berdasarkan ijtihad ulil amri, sejalan dengan tututan kebutuhan dan

kemaslahatan. Sisi persamaannya adalah keduanya sama-sama mempunyai

nilai sosial sebagai realisasi prinsip tolong menolong, kerjasama, gotong

Page 63: zakat sebagai pengganti pajak

47

royong yang jika dilandasi dengan niat yang tulus akan mendapat pahala yang

besar dari sisi Allah.

D. Perbedaan Antara Zakat dan Pajak

Termuat dalam tesis Herry Yarmanto (2003) pendapat tentang perbedaan

antara zakat dan pajak menurut beberapa ahli, yaitu:

1. Dari segi nama dan etiketnya

Perbedaan antara zakat dan pajak sepintas lalu nampak dari

etiketnya, baik arti maupun kiasannya. Zakat menurut bahasa berarti

suci, tumbuh dan berkah. Berbeda dengan gambaran dari kata pajak.

Sebab kata dharibah (pajak) diambil dari kata dharaba, yang artinya

utang, pajak tanah atau upeti dan sebagainya. Yaitu sesuatu yang harus

dibayar, sesuatu yang menjadi beban.

2. Mengenai Hakikatnya

Zakat itu ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam, sebagai

tanda syukur kepada Tuhan. Adapun pajak adalah kewajiban dari negara

semata-mata yang tak ada hubungannya dengan makna ibadah.

Karena zakat adalah ibadah dan merupakan rukun Islam sehingga

pembayarannya tidak sah jika tidak diikuti dengan niat. Karena itu pula

zakat tidak diwajibkan atas non-muslim. Sedangkan pajak dapat

dikenakan atas muslim dan non-muslim dan keabsahannya tidak

tergantung pada niat penyetor (Ibrahim Teuku H. Muslim, 1992: 173).

Page 64: zakat sebagai pengganti pajak

48

3. Mengenai Batas dan Ketentuannya

Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat

syariat. Dialah yang menentukan batas nisab bagi setiap macam benda

dan membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang kurang nisabnya.

Allah juga memberikan ketentuan atas kewajiban zakat iru dari

seperlima, separuh, sampai seperempat puluh. Tak seorang pun boleh

mengubah atau mengganti apa yang telah ditentukan oleh syariat,

ataupun menambah atau mengurangi. Berbeda dengan pajak yang

tergantung pada kebijakan dan kekuasaan penguasa baik mengenai

objek, persentase, harga dan ketentuan lainnya. Bahkan ditetapkan dan

dihapuskannya pajak itu tergantung pada penguasa, sesuai dengan

kebutuhan (al Qardawi).

4. Mengenai Kelestarian dan Kelangsungannya

Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-menerus. Ia

akan diwajibkan seterusnya selagi Islam dan umat Muslim ada di muka

bumi ini. Adapun pajak tidak memiliki sifat yang tetap dan terus-

menerus, baik mengenai macam, persentase, dan kadarnya. Pajak amat

tergantung pada situasi, kondisi perkembangan zaman dan perubahan

kebutuhan sehingga pemerintah dapat mengubahnya selagi diperlukan.

5. Mengenai Pengeluarannya

Zakat mempunyai sasaran khusus yang telah ditetapkan dalam Al

Quran. Sasarannya adalah kemanusiaan dan ke-Islaman. Sedangkan

Page 65: zakat sebagai pengganti pajak

49

pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

negara sesuai dengan ketetapan penguasa.

6. Tujuan Spiritual

Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari

pajak. Tujuan yang luhur itu tersirat pada kata zakat yang terkandung

didalamnya.

Tabel 2.4 Perbedaan Zakat dan Pajak

Perbedaan Zakat Pajak Definisi Kewajiban atas sejumlah harta

tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu.

Pungutan wajib kepada negara.

Dasar Hukum

Al Qur’an, Hadis dan Ijma. Hukum negara (undang-undang).

Objek Harta produktif. a. Penghasilan. b. Juga dikenakan atas

konsumsi (PPN). c. Harta tidak produktif

(PBB dan PKB). Subjek Hanya dikenakan kepada orang

Muslim. Dikenakan kepada seluruh warga negara tanpa melihat agama yang dianutnya.

Hishab dan Tarif

Ditentukan oleh Allah dan bersifat mutlak, besarnya tarif atau persentase zakat tidak akan berubah.

Ditentukan oleh negara dan dapat berubah sesuai dengan kondisi neraca anggaran negara.

Sanksi Sanksi dari Allah, baru dikenakan di akhirat, kecuali negara-negara yang pemerintahannya menggunakan dasar Hukum Islam.

Dapat dikenakan sanksi secara langsung berdasarkan undang-undang.

Motivasi pembayaran

Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.

Ketaatan dan ketakutan kepada negara dan sanksinya.

Page 66: zakat sebagai pengganti pajak

50

Lanjutan Tabel 2.4 Pemanfaatan Penerimaan

Disalurkan untuk 8 golongan yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallaf, budak, garim, sabilillah dan ibnu sabil.

Digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana publik, sehingga hasilnya bisa dinikmati oleh orang kaya atau orang miskin.

Perhitungan Dipercayakan kepada muzakki. Dapat menggunakan bantuan jasa akuntan atau konsultan pajak.

Ijab Qabul Disyaratkan untuk melakukan ijab qabul.

Tidak perlu ijab qabul.

Sifat Meskipun zakat adalah kewajiban tiap Muslim, namun pemungutan zakat tidak dapat dipaksakan.

Dapat dipaksakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan pajak yang berlaku.

Sumber: Indonesian Tax Review Vol IV/Ed 47/2007

G. Penelitian Terdahulu

Peneliti meninjau beberapa penelitian sebelumnya dengan beberapa

tujuan (a) memberitahu pembaca hasil penelitian-penelitian lain yang

berhubungan dengan penelitian yang sedang dilaporkan. (b) Menghubungkan

suatu penelitian dengan dialog yang lebih luas dan berkesinambungan tentang

suatu topic dalam pustaka, mengisi kekurangan dan memperluas penelitian-

penelitian sebelumnya. Berikut ini penelitian sebelumnya yang digunakan

peneliti sebagai bahan rujukan penelitian.

Page 67: zakat sebagai pengganti pajak

51

Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Metodologi Penemuan Abdul Basir (2002) Herry Yarmanto (2003)

“Zakat Atas Penghasilan Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak” ”Analisis Zakat Sebagai Faktor Pengurang Penghasilan Kena Pajak” (Tinjauan Aspek Sinergi Antara Zakat dan Pajak)

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Metode pengumpulan data: 1. Studi

Kepustakaan 2.Penelitian

Lapangan (wawancara)

Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data sekunder (LAZIS yang telah dikukuhkan oleh pemerintah) dan studi literatur.

Zakat penghasilan dan pajak penghasilan merupakan institusi pengumpul dana, namun UU No.38 Th.1999 dan UU No.17 Th.2000 hanya memperkenalkan zakat penghasilan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Perlakuan zakat bisa disamakan dengan pajak penghasilan yaitu bukan sebagai faktor pengurang PKP melainkan sebagai kredit pajak yang nonrefundable. Pajak dan zakat memiliki banyak kesamaan dan perbedaan. Keduanya memiliki fungsi yang saling beririsan yaitu berperan dalam fungsi distribusi. Adanya dua pendapat yang berbeda mengenai cara penghindaran beban ganda atas suatu objek yang sama, (1) pendapat pertama mengatakan bahwa zakat boleh dikurangkan dari pajak yang terhutang, dan (2) pendapat kedua mengatakan dasar untuk menghitung pajak ditentukan setelah zakat yang benar-benar dibayar diperhitungkan didalamnya. Cara pertama lebih dekat dengan pendapat Imam Ahmad bin Hamdal yang dianut oleh Malaysia.

Page 68: zakat sebagai pengganti pajak

52

Lanjutan Tabel 2.5 Sedangkan cara kedua zakat

yang telah dibayar diperbolehkan mengurangi PKP, ini dilakukan di Indonesia.

Sumber: Data diolah sendiri

F. Kerangka Pemikiran

Berikut ini adalah kerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

WPOP Wajib Zakat (Muzakki)

Pola perlakuan zakat dalam pajak

Zakat sebagai pengurang PPh (kredit pajak)

Membayar zakat dan pajak

Analisis

Zakat sebagai pengurang

PKP

Yang berlaku sekarang

dalam UU PPh

Usulan alternatif kebijakan

pajak

Individu yang memperoleh penghasilan

Page 69: zakat sebagai pengganti pajak

53

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi komparatif yang bertujuan

untuk mengetahui perbandingan antara perlakuan zakat sebagai pengurang

penghasilan kena pajak dengan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung

pajak penghasilan. Zakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Zakat

Maal yang meliputi zakat atas penghasilan atau zakat profesi. Sedangkan

pajak yang diteliti hanya menyangkut pajak penghasilan atas wajib pajak

orang pribadi.

B. Jenis dan Pendekatan Penetilian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Menurut Newman (2000: 30), penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang berusaha menggambarkan secermat mungkin suatu hal dari

data yang ada. Penelitian ini tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan

data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti dari data itu, menjadi

suatu wacana dan konklusi dalam berfikir logis, praktis, dan teoritis.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (1994: 2), karakteristik permasalahan

penelitian kualitatif yaitu berusaha menggambarkan atau menjelaskan secara

Page 70: zakat sebagai pengganti pajak

54

lebih mendalam suatu fenomena dan untuk mengembangkan suatu teori.

Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti ingin mengeksplorasi

kemungkinan penerapan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak) sebagaimana yang telah diterapkan di Malaysia.

C. Definisi Operasional Variabel

Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah melekatkan arti pada

suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-

tindakan yang perlu untuk mengukur variabel tersebut. Dengan kata lain,

definisi operasional berfungsi memberikan batasan atau arti suatu variabel

dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur

variabel tersebut (Kerlinger, 2003: 51). Adapun definisi operasional dari

variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Pada pola ini, penghasilan neto dikurangi dengan zakat penghasilan

yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi (muzakki). Perlakuan

ini diterapkan di Indonesia.

2. Zakat Sebagai Pengurang Langsung Pajak Penghasilan

Pada pola ini, pajak terutang dikurangi dengan zakat penghasilan yang

dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi (muzakki). Perlakuan ini

diterapkan oleh Malaysia.

Page 71: zakat sebagai pengganti pajak

55

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dapat penulis uraikan yaitu:

1. Data Primer

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan data

primer adalah wawancara (interview), yaitu metode yang digunakan oleh

penulis secara langsung berhubungan dengan pihak-pihak yang

bersangkutan guna memperoleh informasi yang dibutuhkan.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

sumber eksternal, yaitu data yang didapat dari membaca dan memahami

buku-buku referensi, artikel, jurnal perpajakan, tesis dan surat keputusan

yang relevan khususnya yang berkaitan dengan zakat dan perpajakan,

serta data-data yang berasal dari badan atau lembaga amil zakat.

E. Metode Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

analisis data kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen sebagaimana dikutip oleh

Irawan (2006: 73), menyatakan bahwa analisis data adalah:

”... proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip interview, catatan dilapangan, dan bahan-bahan lain yang anda dapatkan, yang kesemuanya itu anda kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman anda terhadap suatu fenomena dan membantu anda kepada orang lain”. Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa proses pengolahan data

penelitian dengan analisis data kualitatif dimulai dengan menelaah berbagai

data yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Data yang terkumpul

Page 72: zakat sebagai pengganti pajak

56

melalui studi dokumen dan wawancara kemudian dianalisis untuk mengetahui

maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian.

Pemilihan metode ini didasarkan atas pertimbangan bahwa skripsi ini

akan difokuskan pada analisis sumber-sumber hukum, baik zakat yang

merujuk pada teks-teks hukum Islam dan pajak yang merujuk pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Jadi, skripsi ini diawali dengan

pembahasan deskripsi literatur tentang zakat penghasilan dan pajak

penghasilan dan kaitan antara keduanya. Melalui penelitian deskriptif peneliti

menggambarkan perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak

dengan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan (kredit

pajak). Untuk memudahkan pemahaman tentang dua perlakuan zakat tersebut

maka penelitian ini dilakukan dengan contoh suatu kasus.

Page 73: zakat sebagai pengganti pajak

57

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Ketentuan Zakat Dalam Undang-Undang Perpajakan

Reformasi peraturan perpajakan mengenai zakat dilakukan oleh

pemerintah untuk mendorong wajib pajak dan muzakki agar dapat

menunaikan kewajiban membayar pajak penghasilan dan zakat penghasilan

dengan baik. Untuk mengatasinya pemerintah telah melakukan integralisasi

antara kewajiban pajak dan zakat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Tentang Pajak Penghasilan telah mengakomodir zakat pada Pasal 9 ayat (1)

huruf g bahwa,

Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan dari harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Termaktub pula dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan Zakat Pasal 14 ayat (3) menyatakan bahwa, zakat yang telah

dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dapat

dikurangkan dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang

bersangkutan. Dari kedua undang-undang ini dapat disimpulkan bahwa

perlakuan zakat yang berlaku di Indonesia saat ini yaitu zakat sebagai

Page 74: zakat sebagai pengganti pajak

58

pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP). Selama ini di kalangan umat Islam

beredar anggapan yang salah, bahwa membayar zakat dapat langsung

mengurangi pajak yang akan dibayar. Namun sesungguhnya tidak,

sebagaimana Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/PJ./2003 bahwa,

Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.

KEP ini menegaskan kembali ketentuan yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 1999 serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

yang menyatakan bahwa zakat yang dibayarkan dapat dikurangi dari

penghasilan bruto wajib pajak badan atau penghasilan neto wajib pajak orang

pribadi. Artinya wajib pajak orang pribadi yang membayar zakat penghasilan,

zakat tersebut diperbolehkan menjadi deductible expense (dapat dijadikan

biaya). Maka jika penghasilan neto seorang wajib pajak orang pribadi adalah

Rp 5.000.000 sedangkan wajib pajak tersebut telah menunaikan zakat sebesar

Rp 1.000.000, pajak yang harus dibayar adalah Rp 4.000.000 (Rp 5.000.000 –

Rp 1.000.000) dikalikan tarif progresifnya sebesar 5% yaitu Rp 200.000. Jadi

zakat bukan dapat langsung mengurangi pajak yang akan dibayar.

Selanjutnya masih dalam KEP tersebut dijelaskan bahwa penghasilan

tersebut harus penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan pajak

penghasilan yang tidak bersifat final. Maka jika kita memperoleh penghasilan

Page 75: zakat sebagai pengganti pajak

59

sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

pasal 4 ayat 2 yaitu penghasilan dari bunga deposito dan tabungan, hadiah

undian, transaksi saham, transaksi pengalihan harta, maka zakat atas

penghasilan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan

kena pajak.

Meskipun zakat penghasilan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan

kena pajak, namun bila ditinjau lebih dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008, maka untuk melaporkan zakat penghasilan sebagai pengurang

penghasilan kena pajak, wajib pajak harus memenuhi beberapa persyaratan

yang sifatnya kumulatif yang harus dicantumkan dalam laporan pajak

penghasilan tahunan (SPT Tahunan PPh), diantaranya yaitu:

1. Zakat harus nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi dalam

negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri

yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam. Untuk persyaratan ini tidak

sulit dipenuhi, karena memang kewajiban membayar zakat sudah dapat

pasti hanya dilakukan oleh orang pribadi beragama Islam. Permasalahan

akan timbul jika zakat tersebut dibayarkan oleh wajib pajak badan dalam

negeri yang dimiliki oleh beberapa orang. Karena dapat terjadi jika suatu

badan dimiliki oleh beberapa orang dengan berbagai agama yang

dianutnya.

2. Zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat

yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagaimana yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan

Page 76: zakat sebagai pengganti pajak

60

Zakat. Dari pembayaran zakat tersebut akan dibuatkan Nomor Pokok

Wajib Zakat (NPWZ) dan Bukti Setor Zakat (BSZ) yang diberikan

kepada muzakki dan nantinya digunakan sebagai bukti pengurang PPh.

Namun dalam struktur masyarakat Indonesia, keberadaan amil zakat yang

berada disekitar mereka seperti lembaga amil zakat yang dikelola masjid

atau mushala maupun yayasan swadaya masyarakat, jumlahnya lebih

banyak daripada badan atau lembaga resmi pemerintah. Alhasil mereka

lebih memilih lembaga amil zakat yang berada dekat disekitar mereka

atau menyerahkannya langsung ke yang berhak karena mudah

menjangkaunya. Sehingga masih banyak wajib pajak yang belum

memanfaatkan insentif pajak ini.

3. Zakat yang dibayarkan adalah zakat yang berkenaan dengan penghasilan

yang merupakan objek pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang

tidak bersifat final. Jadi jika kita membayar zakat atas penghasilan dari

bunga deposito, hadiah undian, transaksi saham, dan transaksi pengalihan

harta, maka zakat penghasilan yang kita bayarkan tersebut tidak dapat

diakui sebagai pengurang pajak penghasilan. Sesuai Keputusan Dirjen

Pajak Nomor KEP-163/PJ./2003 ketentuan zakat sebagai pengurang

penghasilan kena pajak baru merupakan zakat penghasilan saja. Ini tidak

berlaku untuk seluruh jenis zakat.

Page 77: zakat sebagai pengganti pajak

61

B. Analisis Teori

1. Perlakuan Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Undang-Undang PPh pasal 6 ayat 1 menjelaskan bahwa suatu

beban dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan kena pajak jika

beban tersebut terkait dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan. Menurut Abdul Basir (2002), zakat penghasilan

tidak memenuhi kriteria sebagai beban yang terkait dengan kegiatan

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Jika seorang

wajib pajak membayar zakat penghasilan maka pembayaran tersebut

tidak terkait dengan penghasilannnya, khususnya dalam hal

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang semuanya

bermakna akan menambah penghasilan malah justru membayar zakat

akan mengurangi penghasilan pembayar.

Pada dasarnya baik zakat penghasilan maupun pajak penghasilan

dikenakan atas objek yang sama, yaitu penghasilan yang diterima oleh

seorang individu yang beragama Islam. Adanya dua kewajiban terhadap

objek yang sama ini dapat dikatakan sebagai kewajiban ganda. Abdul

Basir menyebutkan bahwa, dengan memasukkan zakat penghasilan

sebagai penghasilan kena pajak, maka penghindaran pengenaan beban

ganda hanya efektif maksimal sebesar 30% (tarif PPh). Ini berarti wajib

pajak yang beragama Islam harus menanggung beban ganda sebesar

70%. Kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah ternyata tidak

Page 78: zakat sebagai pengganti pajak

62

menghilangkan kewajiban ganda yang harus dipikul Umat Islam, tetapi

hanya mengurangi beban pajak yang terutang.

2. Perlakuan Zakat sebagai Pengurang Langsung Pajak Penghasilan (Kredit

Pajak)

Dalam teori, untuk menghitung pajak yang harus dibayar terlebih

dahulu harus dikurangkan kredit pajak terhadap pajak terhadap pajak

yang terutang.

Sebagaimana hasil analisis diatas, dengan tidak terpenuhinya zakat

penghasilan dalam kriteria sebagai beban yang terkait dengan kegiatan

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan maka

perlakuan zakat penghasilan sebagai pengurang penghasilan kena pajak

tidak tepat (Abdul Basir, 2002). Adanya kesetaraan filosofis antara zakat

penghasilan dan pajak penghasilan yang menciptakan aspek kongruensi,

maka tentunya bagi pihak warga negara khususnya wajib pajak muslim

akan menimbulkan beban ganda. Untuk menyelaraskan aspek filosofis

dan menghindari beban ganda serta menciptakan keadilan maka

perlakuan zakat penghasilan sebagai pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak) adalah tepat. Hal senada juga dikemukakan

oleh Rochmat Soemitro bahwa di negara yang memungut pajak

disamping zakat, maka zakat yang telah dibayar dapat dikurangkan

(dikreditkan) dari pajak yang terutang.

Di Malaysia pajak yang telah dibayarkan oleh setiap individu dapat

dikurangkan terhadap sejumlah nilai yang yang sebenarnya bukan

Page 79: zakat sebagai pengganti pajak

63

merupakan pembayaran pajak. Undang-Undang Pajak Penghasilan 1967

di Malaysia menyebutkan bahwa, pajak tersebut selain atas prepaid tax

juga dapat dikreditkan dengan pengurangan pajak untuk individu, zakat

dan fitrah yang dibayarkan, serta pengurusan izin tenaga kerja.

Sebaliknya di Indonesia sampai saat ini pajak hanya dapat dikreditkan

terhadap pajak. Kewajiban PPh di Indonesia tidak akan tercampur dengan

yang lain. Karena yang dipajaki adalah penghasilan, maka yang menjadi

kredit pajak adalah hal yang bersangkutan dengan penghasilan itu sendiri.

Dengan demikian PPh orang pribadi yang terutang hanya dapat

dikreditkan dengan prepaid tax yang dibayarkan pada tahun berjalan,

seperti PPh 21 yang dipotong pihak lain, PPh Pasal 25 yang dibayar

setiap bulannya, dan fiskal luar negeri.

Akhir-akhir ini berkembang wacana untuk menjadikan zakat sebagai

pengurang langsung pajak penghasilan seperti yang telah diterapkan di

Malaysia. Mereka menganggap bahwa meski esiensi antara zakat dan pajak

berbeda, tapi keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk kesejahteraan

masyarakat. Maka diperlukan solusi guna menghindarkan beban ganda atas

suatu objek yang sama. Menurut Muktiyanto dan Hendrian (2008), jika hal ini

diterapkan akan banyak kebaikan yang muncul, antara lain:

a. Akan terjadi peningkatan tax ratio, yaitu jumlah pembayar pajak akan

semakin banyak. Para wajib pajak muslim akan makin bersemangat

membayar zakat maupun pajak, disebabkan tidak adanya lagi

pembayaran ganda.

Page 80: zakat sebagai pengganti pajak

64

b. Karena aspek peruntukan zakat bagi delapan golongan mustahik, maka

masyarakat miskin akan terbantu. Dengan semakin banyaknya dana zakat

yang disalurkan melalui Badan Amil Zakat maupun Lembaga Amil

Zakat, maka program-program pemberdayaan masyarakat akan semakin

banyak bisa digulirkan. Tentunya hal ini juga sangat membantu program

pemerintah, terutama dalam pengentasan kemiskinan.

c. Akan timbul tuntutan kepada badan atau lembaga pengelola zakat untuk

menerapkan prinsip-prinsip good governance, yaitu amanah,

profesionalitas, dan transparan.

d. Penerapan zakat pengurang pajak selama ini hanya pada tataran zakat

tersebut sebagai biaya pengurang penghasilan. Pengaruhnya tentu tidak

besar bagi pembayar pajak yang juga merupakan para pembayar zakat

karena tidak dikreditkan langsung pada pajak terutang. Akan tetapi tentu

akan lebih terasa besarnya pengaruh zakat terhadap pajak jika zakat

tersebut dapat dikreditkan langsung ke pajak penghasilan. Logika

penggunaannya tentu sama. Pajak digunakan untuk pembangunan dan

kesejahteraan pegawai, begitu pula zakat yang memiliki implikasi

terhadap kesejahteraan masyarakat.

Di lain sisi, harapan ini menimbulkan adanya silang pendapat di

kalangan masyarakat. Mereka menganggap bahwa hal tersebut

merupakan kebijakan diskriminatif terhadap non Muslim. Ada pula

pendapat yang mengatakan bahwa soal zakat dan pajak tidak perlu dikait-

kaitkan (Yarmanto, 2003). Mereka yang termasuk dalam pendapat ini

Page 81: zakat sebagai pengganti pajak

65

khawatir kewajiban zakat terkesan tidak ikhlas manakala mereka

menuntut adanya penggantian baik dengan cara mengurangkan zakat

tersebut pada penghasilan kena pajak atau mengurangkannya langsung

terhadap pajak penghasilan. Namun masalah sesungguhnya bukan itu,

tapi ada kekhawatiran pada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa

bila zakat dijadikan sebagai pengurang langsung pajak penghasilan maka

perolehan pajak akan berkurang.

C. Analisis Studi Kasus

Untuk mengetahui perbedaan dari dua perlakuan zakat yaitu sebagai

pengurang penghasilan kena pajak dengan pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak), berikut akan disajikan sebuah kasus mengenai dua

pola perlakuan ini.

Tuan Ahmad seorang muslim dan bekerja sebagai pegawai di PT

Sampoerna Jaya mendapatkan gaji Rp 4.500.000 tiap bulan. Ia tidak memiliki

penghasilan lain dan belum menikah. Sehingga perhitungan PPh Pasal 21

terhutang tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Zakat sebagai Pengurang PKP

Penghasilan Bruto setahun (-) Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto) Ppenghasilan Neto setahun (-) Zakat (2,5% x Ph. Bruto) Penghasilan Neto Setelah Zakat

Rp 54.000.000 2.700.000

Rp 51.300.000

1.350.000 Rp 49.950.000

Page 82: zakat sebagai pengganti pajak

66

Lanjutan Tabel 4.1 (-) PTKP (TK/0) PKP PPh 21 terutang (5% x PKP)

15.840.000 Rp 34.110.000 Rp 1.705.500

Sumber: Data diolah sendiri

Dan persentase masing-masing zakat dan pajak yang dikeluarkan jika

zakat dijadikan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.2 Persentase Pajak dan Zakat sebagai Pengurang PKP

Pajak Zakat Total Penghasilan Rp 1.705.500 Rp 1.350.000 Rp 3.055.500 Rp 54.000.000

3,16% 2,5% 5,66% 100% Sumber: Data diolah sendiri

Pada perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, zakat

yang dikeluarkan sebesar Rp 1.350.000 dan PPh 21 terutang yang ditanggung

Tuan Ahmad adalah sebesar Rp 1.705.500. Sesuai ketentuan Pasal 1 ayat 3

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003, dalam

perhitungan penghasilan kena pajak bahwa besarnya zakat yang dapat

dikurangkan dari penghasilan kena pajak adalah sebesar 2,5 persen dari

jumlah penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan.

Dengan demikian dapatlah kita perinci berdasarkan perhitungan pajak

penghasilan, jumlah pajak dan zakat yang dibayar Tuan Ahmad dalam tahun

2009 dapat dilihat dalam Tabel 3.3. Jika menggunakan perlakuan zakat

sebagai pengurang penghasilan kena pajak maka, jumlah pajak dan zakat yang

dibayar adalah 5,66% dari penghasilan setahun Tuan Ahmad.

Page 83: zakat sebagai pengganti pajak

67

Namun jika zakat menjadi pengurang langsung pajak penghasilan atau

sebagai kredit pajak, perhitungan PPh Pasal 21 terhutang tahun 2009 adalah

sebagai berikut:

Tabel 4.3 Zakat sebagai Pengurang Langsung PPh (Kredit Pajak)

Penghasilan Bruto setahun (-) Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto) Penghasilan Neto setahun (-) PTKP (TK/0) PKP PPh 21 terutang (5% x PKP) (-) Zakat (2,5% x Ph. Bruto) PPh 21 terutang

Rp 54.000.000 2.700.000

Rp 51.300.000

15.840.000 Rp 35.460.000 Rp 1.773.000 Rp 1.350.000

Rp 423.000

Sumber: Data diolah sendiri

Dan persentase masing-masing zakat dan pajak yang dikeluarkan jika

zakat dijadikan sebagai pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak)

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Persentase Pajak dan Zakat sebagai Pengurang Langsung PPh

(Kredit Pajak) Pajak Zakat Total Penghasilan

Rp 423.000 Rp 1.350.000 Rp 1.773.000 Rp 54.000.000 0,78% 2,5% 3,28% 100%

Sumber: Data diolah sendiri

Sedangkan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak), pajak terutang Rp 1.773.000 dikurangi dengan

zakat (sebagai kredit pajak) yang dikeluarkan sebesar Rp 1.350.000, sehingga

pajak yang dibayar dapat ditekan yaitu sebesar Rp 423.000.

Page 84: zakat sebagai pengganti pajak

68

Dari perhitungan tabel diatas berdasarkan perhitungan pajak penghasilan,

jumlah pajak dan zakat yang dibayar Tuan Ahmad dalam tahun 2009 dapat

dilihat dalam Tabel 3.5. Jika menggunakan perlakuan zakat sebagai pengurang

langsung pajak penghasilan (kredit pajak) maka, jumlah pajak dan zakat yang

dibayar hanya 3,28% dibandingkan dengan perlakuan zakat sebagai pengurang

penghasilan kena pajak yaitu 5,66%.

Tabel 4.5 Persentase Perbandingan Pengeluaran

Jumlah Pengeluaran Pengurang PKP Pengurang Langsung

PPh (Kredit Pajak)

Selisih

Penghasilan

Rp 3.055.500 Rp 1.773.000 Rp 1.282.500 Rp 54.000.000

5,66% 3,28% 2,38% 100%

Sumber: Data diolah sendiri

Berdasarkan Tabel 3.6 menjelaskan bahwa:

1. Jika menggunakan perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena

pajak, maka pengeluaran atas kewajiban pajak dan zakat yang harus

dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.055.500 atau 5,66% dari penghasilan

wajib pajak muslim.

2. Jika menggunakan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak), maka pengeluaran atas pajak dan zakat yang

harus dikeluarkan hanya sebesar Rp 1.773.000 atau 3,28% dari

penghasilan wajib pajak muslim.

3. Sehingga perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan

(kredit pajak) bersifat signifikan karena dapat menghemat pengeluaran

Page 85: zakat sebagai pengganti pajak

69

wajib pajak yaitu sebesar Rp 1.282.500 atau 2,38%, jika menggunakan

perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak

Perbedaan kedua pola perlakuan zakat tersebut juga dapat mempengaruhi

SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 S). Keduanya akan terlihat

dalam tabel dibawah ini sesuai contoh diatas. Berikut SPT Tahunan Wajib

Pajak Orang Pribadi (1770 S) jika zakat menjadi pengurang Penghasilan Kena

Pajak (PKP):

Tabel 4.6 SPT Tahunan Zakat sebagai Pengurang PKP

Penghasilan Neto (-) Zakat Ph. Penghasilan Neto setelah Zakat (-) PTKP (TK/0) PKP PPh 21 terhutang Di SPT 1770 S: PPh 21 terhutang (-) Kredit Pajak PPh yang dipotong oleh pihak lain (SPT 1770 S-1) PPh Lebih Bayar

Rp 51.300.000 1.350.000

Rp 49.950.000

15.840.000 Rp 34.110.000

1.705.500

Rp 1.705.500

Rp 1.773.000 Rp 67.500

Sumber: Data diolah sendiri

Namun jika zakat menjadi pengurang langsung pajak penghasilan atau

sebagai kredit pajak, SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 S)

adalah sebagai berikut:

Page 86: zakat sebagai pengganti pajak

70

Tabel 4.7 SPT Tahunan Zakat sebagai Pengurang Langsung PPh

(Kredit Pajak) Ph. Neto (-) PTKP (TK/0) PKP PPh 21 terhutang (-) Kredit pajak dari pembayaran zakat PPh 21 terhutang Di SPT 1770 S: PPh 21 terhutang Zakat yang dikreditkan Jumlah PPh 21 terhutang (-) Kredit Pajak PPh yang dipotong oleh pihak lain (SPT 1770 S-1) PPh Lebih/Kurang Bayar

Rp51.300.000 15.840.000

Rp35.460.000 Rp 1.773.000

1.350.000

Rp 423.000

Rp 423.000 1.350.000

Rp 1.773.000

Rp 1.773.000

NIHIL

Sumber: Data diolah sendiri

Dari data diatas nampak bahwa perbedaan kedua pola perlakuan zakat

tersebut juga dapat mempengaruhi SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi

(1770 S). Perlakuan zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP)

membuat PPh menjadi lebih bayar Rp 67.500. Sedangkan perlakuan zakat

sebagai pengurang langsung pajak penghasilan atau sebagai kredit pajak, SPT

Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 S) menjadi nihil.

Page 87: zakat sebagai pengganti pajak

71

D. Analisis pada Penerimaan dari Sektor Pajak dan Zakat

Kekhawatiran terbesar pemerintah Indonesia yang hanya menerapkan

pola perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak bukan sebagai

pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak) adalah jumlah

penerimaan pajak akan menurun secara signifikan akibat diterapkannya zakat

sebagai pengurang PPh. Karena secara matematis semakin besar jumlah zakat

yang dapat dijadikan kredit pajak, semakin kecil jumlah penerimaan pajaknya.

Berbeda dengan perlakuan zakat di Indonesia hanya menjadi salah satu

bagian dari komponen biaya yang dapat mengurangi penghasilan neto, lain

halnya di Malaysia zakat telah dijadikan sebagai kredit pajak. Dengan

demikian, beban ganda yang harus ditanggung oleh wajib pajak muslim tidak

hanya diminimalkan, tetapi dengan adanya kebijakan tersebut penerimaan

zakat dan pajak ikut meningkat. Di Malaysia kebijakan zakat sebagai kredit

pajak itu sendiri baru berlaku untuk wajib pajak orang pribadi. Pengalaman

penerapan kebijakan zakat sebagai kredit pajak yang diterapkan Malaysia

menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat menjadi pemicu meningkatnya

pendapatan di kedua instrumen tersebut secara bersamaan. Penerimaan

keduanya mengalami peningkatan setelah diterapkannya kebijakan tersebut.

Dalam Laporan Kementrian Keuangan Malaysia tahun 2006 dan Laporan

Pusat Keuangan Zakat Malaysia tahun 2006 diungkapkan bahwa pendapatan

pajak dan zakat memiliki korelasi positif. Berikut ini adalah jumlah

pendapatan zakat, pajak, dan persentase zakat terhadap pajak di Malaysia

selama lima tahun:

Page 88: zakat sebagai pengganti pajak

72

Tabel 4.8 Penerimaan Pajak dan Zakat di Malaysia (dalam Ringgit Malaysia)

Tahun Zakat Pajak % zakat terhadap pajak 2001 321 juta 79,57 milyar 0,40 2002 374 juta 83,52 milyar 0,45 2003 408 juta 92,61 milyar 0,45 2004 473 juta 99,4 milyar 0,44 2005 573 juta 106,3 milyar 0,48

Sumber: Irfan Syauqi Beik (2007)

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa penerapan zakat sebagai kredit pajak

di Malaysia tidak menyebabkan berkurangnya penerimaan dari sektor pajak.

Penerimaan dari kedua sektor ini justru mengalami peningkatan setiap

tahunnya sejak kebijakan tersebut diterapkan. Kenaikkan penerimaan pajak

diikuti oleh kenaikan penerimaan zakat. Hal ini juga dapat dicapai jika

Indonesia menerapkan kebijakan zakat sebagai kredit pajak. Berikut ini

beberapa argumentasi yang menjelaskan mengapa hal itu dapat terjadi.

1. Terciptanya Multipplier-Effect Terhadap Perekonomian

Dalam ilmu ekonomi, selain faktor harga hal yang dapat

meningkatkan jumlah permintaan barang dan jasa adalah meningkatnya

pendapatan masyarakat. Peningkatan jumlah permintaan ini kemudian

harus diimbangi dengan peningkatan penawaran agar tercipta

keseimbangan harga (ekuilibrium). Agar harga sebelum dan sesudah

peningkatan permintaan sama besarnya, jumlah produk yang ditawarkan

harus sama dengan permintaan pasar. Perubahan jumlah permintaan dan

penawaran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 89: zakat sebagai pengganti pajak

73

D’ S S’

D

P

Q Q’

Gambar 4.1 Pergeseran Kurva Permintaan dan Penawaran sebagai

Pengaruh dari Zakat Sumber: Sadono Sukirno (1994)

Gambar tersebut juga dapat menjelaskan bagaimana instrumen

zakat mampu mempengaruhi mekanisme permintaan dan penawaran. PQ

adalah titik keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran

(supply) sebelum adanya zakat. Karena zakat secara langsung

diperuntukan bagi fakir miskin, dana zakat akan meningkatkan

pendapatan mereka. Jika pendapatan fakir miskin meningkat, maka daya

beli akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan jumlah jumlah

permintaan barang dan jasa (D’) sehingga bergesar ke titik PQ’.

Selanjutnya permintaan ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya

jumlah penawaran yang berarti bertambahnya jumlah produksi barang

dan jasa (S’).

Dengan demikian kondisi tersebut akan menciptakan multipplier-

effect terhadap perekonomian. Kesejahteraan rakyat miskin akan

meningkat. Jika hal itu terus berjalan, agregate demand dan agregate

supply akan naik sehingga penerimaan pajak akan meningkat, baik pajak

penghasilan (PPh) maupun pajak penjualan (PPN). Dengan semakin

Page 90: zakat sebagai pengganti pajak

74

meningkatnya penghasilan masyarakat, orang yang berzakatpun akan

bertambah sehingga meningkatkan penerimaan dari sektor zakat. Inilah

yang menyebabkan kedua sektor tersebut menunjukkan peningkatan

secara bersamaan seperti yang terjadi di Malaysia.

2. Meningkatnya Jumlah Wajib Pajak dan Muzakki

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, kebijakan zakat

sebagai pengurang penghasilan neto dirasa masih memberatkan wajib

pajak yang beragama Islam karena menimbulkan adanya kewajiban

ganda. Keadaan ini akan memacu timbulnya tiga kelompok masyarakat.

Pertama, masyarakat yang memilih untuk membayar zakat dan pajak.

Kedua, kelompok yang memilih membayar zakat saja. Ketiga, kelompok

yang memilih membayar pajak saja.

Kedua kelompok terakhir inilah yang potensial untuk dicapai

dengan adanya penerapan zakat sebagai kredit pajak. Dengan adanya

kebijakan ini, tidak ada lagi kewajiban ganda yang memberatkan umat

Islam yang juga merupakan wajib pajak. Dengan demikian, wajib pajak

yang sebelumnya tidak membayar zakat akan tergerak untuk membayar

zakat. Dan sebaliknya, muzakki yang sebelumnya hanya membayar zakat

tetapi tidak membayar pajak akan tergerak untuk membayar. Hal ini

terjadi karena kedua kelompok tersebut tidak lagi merasakan adanya dua

kewajiban yang memberatkan karena zakat yang mereka bayarkan dapat

dikreditkan dengan total PPh terutang. Kondisi ini membuat jumlah wajib

Page 91: zakat sebagai pengganti pajak

75

pajak dan muzakki bertambah dan pada akhirnya akan meningkatkan

penerimaan dari pajak maupun zakat secara bersamaan.

Berikut ini adalah contoh perhitungan meningkatnya penerimaan

dari zakat dan pajak karena penambahan jumlah wajib pajak dan

muzakki. Sebagai contoh saat ini ada 10 orang wajib pajak yang belum

membayar zakat dan 10 orang muzakki yang belum membayar pajak.

Setiap orang memiliki penghasilan sebesar Rp 100.000.000 (TK/0).

Berikut adalah perhitungannya:

Tabel 4.9 Perhitungan Zakat sebagai Sebagai Pengurang PKP dan sebagai

Pengurang PPh Keterangan Sebagai

Pengurang PKP Sebagai Pengurang PPh (Kredit Pajak)

Penghasilan neto 100.000.000 100.000.000 Zakat atas penghasilan 2.500.000 PTKP (TK/0) 15.840.000 15.840.000 PKP 81.660.000 84.160.000 PPh terutang 5% → 2.500.000

15%→ 4.749.000 Total→ 7.249.000

5% → 2.500.000 15%→ 5.124.000 Total→ 7.624.000

Kredit pajak (zakat yang telah dibayarkan)

2.500.000

PPh Kurang Bayar 7.249.000 5.124.000 Sumber: Data diolah Sendiri

Dan perhitungan peningkatan penerimaan dari zakat dan pajak

karena penambahan jumlah wajib pajak dan muzakki masing-masing 10

orang adalah sebagai berikut:

Page 92: zakat sebagai pengganti pajak

76

Tabel 4.10 Perhitungan Peningkatan Penerimaan dari Zakat dan Pajak

Zakat Sebagai Pengurang PKP Zakat Sebagai Pengurang PPh (Kredit Pajak)

a. Jumlah penerimaan dari sektor pajak 10 x 7.249.000= 72.490.000

b. Jumlah penerimaan dari sektor zakat 10 x 2.500.000 = 25.000.000

c. Total penerimaan dari keduanya sebesar 97.490.000

a. Jumlah penerimaan dari sektor pajak 20 x 5.124.000 = 102.480.000

b. Jumlah penerimaan dari sektor zakat 20 x 2.500.000 = 50.000.000

c. Total penerimaan dari keduanya sebesar 152.480.000

Sumber: Data diolah Sendiri

Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa dengan

diterapkannya kebijakan zakat sebagai pengurang PKP jumlah pajak

yang harus dibayar oleh setiap wajib pajak adalah Rp 7.249.000,

sehingga total pajak dan zakat yang dibayarkan sebesar Rp 9.749.000.

Akan tetapi, jika zakat dijadikan sebagai kredit pajak jumlah pajak yang

harus dibayarnya hanya sebesar Rp 5.124.000 sehingga total pajak dan

zakat yang dibayarkan menjadi Rp 7.624.000. Jika pajak dijadikan

sebagai pengurang PKP (sebagai biaya), hanya terdapat 10 orang wajib

pajak dan 10 orang muzakki sehingga total penerimaan dari pajak adalah

sebesar Rp 72.490.000 dan zakat sebesar Rp 25.000.000. Sebaliknya, jika

kebijakan zakat sebagai kredit pajak diterapkan jumlah wajib pajak dan

muzakki akan bertambah menjadi 20 orang, sehingga penerimaan dari

pajak meningkat menjadi Rp 102.480.000 dan penerimaan dari zakat

akan meningkat menjadi Rp 50.000.000. Dengan demikian ada

peningkatan penerimaan dari pajak sebesar 41,37% dan penerimaan dari

Page 93: zakat sebagai pengganti pajak

77

zakat sebesar 100%. Ini membuktikan bahwa dengan adanya peningkatan

jumlah wajib pajak dan muzakki jika zakat sebagai kredit pajak

diterapkan, maka penerimaan zakat dan pajak akan naik secara

bersamaan. Ini menepis anggapan yang mengatakan bahwa jika zakat

dijadikan sebagai kredit pajak, maka penerimaan negara dalam sektor

pajak akan menurun.

3. Zakat Dapat Dijadikan Sebagai Alat Kontrol Pembayaran Pajak

Pada dasarnya individu akan lebih jujur mengungkapkan

penghasilannya untuk kepentingan zakat. Pertama, bagi mereka zakat itu

bukan merupakan suatu beban melainkan ibadah. Kedua, pelaksanaan

zakat akan dipertanggungjawabkan langsung kepada Allah. Karena

manusia dapat menipu sesama manusia, tetapi tidak dengan Allah.

Apapun yang manusia lakukan Allah pasti akan mengetahuinya. Hal

inilah yang membuat muzakki cenderung lebih jujur untuk

mengungkapkan berapa penghasilannya.

Data mengenai jumlah zakat yang dibayarkan oleh para muzakki ini

sebenarnya dapat dijadikan sebagai informasi bagi petugas pajak untuk

menentukan berapa sebenarnya penghasilan yang diterima atau diperoleh

wajib pajak selama periode waktu tertentu. Dengan diterapkannya

kebijakan ini akan tercipta koordinasi antara lembaga zakat dan pajak

dalam cross check untuk mengetahui berapa penghasilan seseorang. Oleh

karena itu sebenarnya mekanisme ini dapat dijadikan sebagai kontrol

untuk mengetahui seberapa besar penghasilan seseorang sebenarnya.

Page 94: zakat sebagai pengganti pajak

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan dari

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Zakat penghasilan maupun pajak penghasilan pada dasarnya dikenakan

atas objek yang sama yaitu penghasilan yang diterima wajib pajak

(muzakki). Perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak

artinya zakat dapat dijadikan sebagai biaya (deductible expense).

Perlakuan tersebut tidak menghilangkan kewajiban ganda atas objek yang

sama, tetapi hanya mengurangi beban pajak yang terutang. Perlakuan

zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak)

artinya zakat dapat dikreditkan dari total PPh terutang.

2. Terdapat perbedaan antara perlakuan perlakuan zakat sebagai pengurang

penghasilan kena pajak dengan zakat sebagai pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak). Penerapan perlakuan zakat sebagai pengurang

penghasilan kena pajak mengakibatkan pengeluaran pajak dan zakat yang

dibayar oleh wajib pajak (muzakki) akan lebih besar yaitu sebesar 5,66%

dibandingkan dengan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak) yaitu sebesar 3,28%.

3. Adanya korelasi yang positif antara pajak dan zakat. Apabila jumlah

wajib pajak dan muzakki meningkat, maka akan berdampak pula pada

Page 95: zakat sebagai pengganti pajak

79

peningkatan penerimaan dari pajak dan pajak. Yaitu ketika jumlah wajib

pajak dan muzakki naik 2 kali lipat, maka penerimaan pajak akan naik

sebesar 41,37% dan penerimaan dari zakat naik 100%.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, implikasi dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Perlakuan zakat saat ini yaitu sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak

(PKP) tidak menghilangkan kewajiban ganda atas zakat dan pajak.

Sehingga, zakat yang telah dibayarkan bisa dikurangkan langsung dari

pajak penghasilan sesuai jenis objeknya. Artinya zakat penghasilan dapat

disamakan dengan pajak penghasilan yaitu bukan sebagai faktor

pengurang penghasilan kena pajak tetapi sebagai kredit pajak yang

nonrefundable. Dengan itu kewajiban ganda tidak hanya dikurangkan,

tetapi dapat dihapuskan. Maka diharapkan kepada pemerintah dan

anggota legislatif melakukan penyempurnaan perangkat peraturan zakat

dan pajak agar sinergi keduanya tidak memberatkan umat Islam.

2. Atas usulannya yang menyatakan zakat dapat dijadikan sebagai kredit

pajak, Baznas perlu melakukan penelitian dan kajian yang komprehensif

tentang kebijakan zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan

(kredit pajak) untuk disosialisasikan kepada berbagai pihak termasuk

anggota legislatif dan pemerintah, untuk meningkatkan pemahaman akan

pentingnya kebijakan ini.

Page 96: zakat sebagai pengganti pajak

80

3. Bagi pemerintah dengan adanya usulan atas perlakuan zakat sebagai

pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak) ini seharusnya

dapat dijadikan perhatian dalam merevisi Undang-Undang Nomor 38

Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Yang perlu diperhatikan yaitu

ketika masalah pajak telah direvisi dalam undang-undang zakat, maka

pelaksanaannya harus diatur pula dalam undang-undang pajak sehingga

pengaplikasiannya akan berjalan lebih baik. Perlu adanya payung hukum

yang jelas jika zakat memang benar-benar diterapkan sebagai pengurang

langsung PPh. Payung hukum itu nantinya juga harus memperhatikan

wajib pajak yang tidak membayar zakat (non muslim). Apakah

sumbangan keagamaan serupa di agama lain akan diperlakukan sama

dengan wajib pajak yang membayar pajak. Dan yang terpenting lagi

adalah harus ada standar manajemen yang jelas bagi pengelolaan zakat di

seluruh Indonesia.

Page 97: zakat sebagai pengganti pajak

81

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ”Penghasilanku, Dizakati dan Dipajaki”, Indonesia Tax Review, Vol

VI, Edisi 47, 2007. Basir, Abdul. ”Tesis: Zakat Atas Penghasilan Sebagai Pengurang Penghasilan

Kena Pajak”, FISIP UI, Jakarta, 2002. Beik, Irfan Syauqi. “Menerapkan Kebijakan Zakat Pengurang Pajak”, Suara

Hidayatullah, September 2007. Damanhur. ”Mewujudkan Sistem Perpajakan Perspektif Islam”, Prosiding

Persidangan Antarabangsa Pembangunan Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, 2006.

Hafidhuddin, Didin. ”Terdapat Korelasi yang Positif Antara Pajak dengan

Zakat”, Indonesia Tax Review, Volume VI, Edisi 46, 2007.

. “Zakat Dalam Perekonomian Modern”, Gema Insani Press, Jakarta, 2002.

Hasan, M. Ali dan Masail Fiqhiyyah. “Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga

Keuangan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Ibrahim, Teuku H. Muslim. ”Hubungan Antara Zakat dan Pajak Sebagai Sumber

Dana Kemasyarakatan” , PT Bina Rena Pariwara, Jakarta, 1992. Irawan, Prasetya. “Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial”,

Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, Jakarta, 2006. Kerlinger, Fred N. “Asas-asas Penelitian Behavioral”, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, 2003. Muktiyanto, Ali dan Hendrian. “Zakat Sebagai Pengurang Pajak”, Jurnal

Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008. Mursyidi. ”Akuntansi Zakat Kontemporer”, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,

2006. Newman, Willian Lawrence. ”Social Research Methods Qualitative and

Quantitative Approaches”, Edisi Keempat, Allyn and Bacon, USA, 2000. Qardhawi, Yusuf. “Hukum Zakat”, PT Pustaka Litera Antarnusa, Jakarta, 1998.

Page 98: zakat sebagai pengganti pajak

82

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pajak

Pengelolaan Zakat. Suandy, Erly. “Perpajakan”, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta, 2006.

. ”Hukum Pajak”, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta 2002. Soemitro, Rahmat. ”Asas dan Dasar Perpajakan I”, PT Eresco, Bandung, 1988. Sukirno, Sadono. ”Pengantar Teori Makroekonomi”, Edisi Kedua, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 1994. Sukrisno, Agoes dan Estralita Trisnawati. ”Akuntansi Perpajakan”, Salemba

Empat, Jakarta, 2008. Umar, Husein. ”Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”, PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008. Wirawan dan Richard. ”Hukum Pajak”, Salemba Empat, Jakarta, 2007. Yarmanto, Herry. ”Analisa Zakat Sebagai Faktor Pengurang Penghasilan Kena

Pajak”, FISIP UI, Jakarta, 2003. Wikipedia Bahasa Indonesia. ”Zakat”, Diakses tanggal 26 Maret 2009, dari

http://wikipedia.com

Page 99: zakat sebagai pengganti pajak

Lampiran 1 : Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009

TENTANG

BANTUAN ATAU SUMBANGAN TERMASUK ZAKAT ATAU SUMBANGAN

KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Bantuan atau Sumbangan termasuk zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BANTUAN ATAU SUMBANGAN TERMASUK ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN

Page 100: zakat sebagai pengganti pajak

Pasal 1 Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dikecualikan sebagai objek Pajak penghasilan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 2

Zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah zakat yang diterima oleh: a. badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

Pemerintah; dan b. penerima zakat Yang berhak.

Pasal 3 Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal I adalah sumbangan keagamaan yang diterima oleh: a. lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; dan b. penerima sumbangan yang berhak.

Pasal 4 Bantuan atau sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan.

Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009

Page 101: zakat sebagai pengganti pajak

Lampiran 2 : Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 163/PJ/2003

TENTANG

PERLAKUAN ZAKAT ATAS PENGHASILAN

DALAM PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK PAJAK PENGHASILAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);

2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

3. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885);

4. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;

5. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000;

Page 102: zakat sebagai pengganti pajak

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERLAKUAN ZAKAT ATAS PENGHASILAN DALAM PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK PAJAK PENGHASILAN.

Pasal 1 (1). Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang

pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.

(2). Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penghasilan yang

merupakan Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan.

(3). Besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak adalah

sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 2 (1). Zakat atas penghasilan wanita kawin dan penghasilan anak yang belum dewasa

yang pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan suami/orang tua kecuali zakat atas penghasilan tersebut pada ayat (2), dikurangkan dari penghasilan suami/orangtuanya.

(2). Zakat atas penghasilan wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah atau

penghasilan yang semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya, serta zakat atas penghasilan anak yang belum dewasa dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha

Page 103: zakat sebagai pengganti pajak

orang yang mempunyai hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat, hanya dapat dikurangkan dari penghasilan yang bersangkutan apabila terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Pasal 3 (1). Pengurangan zakat atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

dilakukan dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT)

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan, sesuai dengan tahun diterima/diperolehnya penghasilan.

(2). Apabila dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan dalam SPT Tahunan, zakat

atas penghasilan tersebut belum dibayar, maka pengurangan zakat atas penghasilan dapat dilakukan dalam tahun pajak dilakukannya pembayaran sepanjang Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa penghasilan tersebut telah dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak sebelumnya.

Pasal 4 (1) Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atas penghasilan, wajib

melampirkan lembar ke-1 Surat Setoran Zakat atau fotokopinya yang telah dilegalisir oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat penerima setoran zakat yang bersangkutan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.

(2) Surat Setoran Zakat yang dapat diakui sebagai bukti sekurang-kurangnya harus

memuat: a. Nama lengkap Wajib Pajak; b. Alamat jelas Wajib Pajak; c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); d. Jenis Penghasilan yang dibayar zakatnya; e. Sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya; f. Besarnya penghasilan; g. Besarnya zakat atas penghasilan.

Pasal 5

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Page 104: zakat sebagai pengganti pajak

Lampiran 3 : Wawancara

Wawancara

Narasumber : Ria (Staff BAZNAS) Hari dan Tanggal : Selasa, 22 Juni 2010 Waktu : 17.00 WIB Pertanyaan : Bagaimana tanggapan anda mengenai perlakuan zakat sebagai

pengurang penghasilan kena pajak dengan perlakuan zakat sebagai kredit pajak.

Narasumber : Sebagaimana kita ketahui bahwa di UU mengenai perlakuan

zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sudah dapt dilaksanakan di negara ini. Namun, pada prakteknya ada yang menggunakan BSZ itu sbg pengurang PKP, ada juga yang tidak, mengingat keikhlasan mereka untuk menunaikan kewajiban negara maupun kewajiban agama tanpa harus ada yang dikurangkan. Lalu terkait dengan perlakuan zakat sebagai kredit pajak sekarang sampai sekarang masih jadi isu.Karena dalam aplikasinya banyak yang perlu dipertimbangkan, apalagi antara obyek zakat dan obyek pajak tidak selalu sama sehingga jumlah yang dikenakan pungutan salah satunya bisa jadi lebih banyak dari yang lain. Hal itulah yang menjadi pertimbangan oleh Direktorat Pajak. Sebagai contohnya jika kita bicara masalah Zakat Perusahaan, maka obyek yang dikenakan akan menjadi lebih besar di zakat karena yang diambil zakatnya adalah aktiva lancar- pasiva lancar. Hal ini berbeda dengan pajak. Selain itu jika sudah terdapat kesepakatan antara pajak dan zakat, terdapat juga masalah pencantuman di UUnya. Mengingat UU pajak baru disyahkan 2009 sedangkan UU Zakat akan direvisi tahun ini. Jika masalah pajak sudah direvisi di UU Zakat tapi pada pelaksanaannya belum tercantum di UU Pajak kemarin (2009), maka akan menjadi tidak sinkron dalam pengaplikasiannya. Begitu juga sebaliknya.

Page 105: zakat sebagai pengganti pajak

Lampiran 4 : Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2007-2010

Realisasi Penerimaan Negara (milyar rupiah) Tahun 2007-2010

Sumber Penerimaan 2007 1) 2008 1) 2009 2) 2010 3)

Penerimaan Perpajakan 490,988 658,701 725,843 729,165 Pajak Dalam Negeri 470,052 622,359 697,347 702,034 Pajak Penghasilan 238,431 327,498 357,400 340,322 Pajak Pertambahan Nilai 154,527 209,647 249,509 267,028 Pajak Bumi dan Bangunan 23,724 25,354 28,916 26,487

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

5,953 5,573 7,754 7,355

Cukai 44,679 51,252 49,495 57,026 Pajak Lainnya 2,738 3,035 4,273 3,816 Pajak Perdagangan Internasional 20,936 36,342 28,496 27,131 Bea Masuk 16,699 22,764 19,160 19,498 Pajak Ekspor 4,237 13,578 9,336 7,633

Penerimaan Bukan Pajak 215,120 320,604 258,944 180,889

Page 106: zakat sebagai pengganti pajak

Penerimaan Sumber Daya Alam

132,893

224,463

173,497

111,454

Bagian laba BUMN 23,223 29,088 30,794 23,005 Penerimaan Bukan Pajak Lainnya 56,873 63,319 49,211 36,719

Pendapatan Badan Layanan Umum 2,131 3,734 5,442 9,711

Jumlah 706,108 979,305 984,787 910,054

Catatan : Perbedaan satu digit dibelakang terhadap angka penjumlahan

karena pembulatan

1) Realisasi Januari - Desember

2) Realisasi (Angka Sementara)

3) APBN

Sumber : Departemen Keuangan