Your Mind Matters - John Stott

26
YOUR MIND MATTERS – John Stott YOUR MIND MATTERS (Berpikir dan Beriman: tempat pikiran dalam kehidupan Kristen) John Stott KATA PENGANTAR Tak seorang pun menginginkan intelektual Kristen yang dingin dan murung. Tapi apakah itu berarti kita harus menghindari "intelektualisme", apapun akibatnya? Apakah pengalaman lebih penting dari doktrin? Banyak mahasiswa hanya mengisi benak mereka dengan buku-buku diktat, berpuas diri dengan menganggap bahwa akal hanya memiliki peran yang kecil dalam hidup Kristen. Apakah anggapan mereka benar? Dimanakah tempat akal dalam diri orang Kristen yang telah diterangi Roh Kudus? Itu adalah pertanyaan-pertanyaan penting; sebab hal ini mempengaruhi segala aspek iman kita. Sejauh mana, misalnya, kita mempertimbangkan akal sehat dan alasan-alasan orang lain saat kita mengabarkan Injil? Apakah "iman" menggambarkan sesuatu yang sama sekali tak masuk akal? Apakah akal sehat memiliki peranan dalam mencari kehendak Allah? Karena masalah-masalah seperti inilah John Stott memberikan pidato resmi selaku pimpinan pada Konferensi Tahunan UCCF 1972, mengenai tempat akal dalam hidup orang Kristen Buku ini memuat ceramahnya secara penuh. Menjelaskan tentang mengapa penggunaan akal sangat penting bagi orang Kristen dan bagaimana penerapannya dalam aspek-aspek prakti hidup Kristen. Hal ini akan mendorong orang Kristen untuk menunjukkan "ketaatan yang dikobarkan pengetahuan akan kebenaran." 1. BERTEKUN TAPI TAK TAHU APA-APA Tulisan Paulus tentang orang Yahudi yang tak percaya pada zamannya bisa juga diterapkan terhadap orang Kristen yang percaya pada masa kini, "Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sangguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar." 1 Banyak yang memiliki ketekunan tanpa pengetahuan, semangat tanpa penerangan. Dalam istilah modern, mereka tekun tapi tak tahu apa-apa. Saya bersyukur kepada Tuhan untuk adanya ketekunan. Namun ketekunan tanpa pengetahuan sama buruknya dengan pengetahuan tanpa ketekunan! Tujuan Allah adalah keduanya, yaitu ketekunan diarahkan oleh pengetahuan, pengetahuan dikobarkan oleh ketekunan. Pada saat Dr. John Mackay menjadi pimpinan Princeton Seminary saya mendengar ia berkata, "Komitmen tanpa refleksi adalah fanatisme tanpa tindakan. Tapi refleksi tanpa komitmen melumpuhkan segala tindakan." Semangat anti-intelektualisme cukup menonjol saat ini. Dunia modern melahirkan pragmatisme yang pertanyaan pertamanya mengenai segala sesuatu bukan "Benarkah itu?" tapi "Bergunakah itu?" Orang-orang muda cenderung menjadi aktivis, menjadi pendukung sesuatu, walaupun tanpa selalu mempertanyakan apakah tujuan mereka merupakan akhir dari tindakan, atau tindakan mereka adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan. Seorang mahasiswa dari Melbourne, Australia, ketika menghadiri suatu konferensi 1 Rom 10:2 1

Transcript of Your Mind Matters - John Stott

Page 1: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

YOUR MIND MATTERS(Berpikir dan Beriman: tempat pikiran dalam kehidupan Kristen)

John Stott

KATA PENGANTAR

Tak seorang pun menginginkan intelektual Kristen yang dingin dan murung. Tapi apakah itu berarti kita harus menghindari "intelektualisme", apapun akibatnya? Apakah pengalaman lebih penting dari doktrin? Banyak mahasiswa hanya mengisi benak mereka dengan buku-buku diktat, berpuas diri dengan menganggap bahwa akal hanya memiliki peran yang kecil dalam hidup Kristen. Apakah anggapan mereka benar? Dimanakah tempat akal dalam diri orang Kristen yang telah diterangi Roh Kudus?

Itu adalah pertanyaan-pertanyaan penting; sebab hal ini mempengaruhi segala aspek iman kita. Sejauh mana, misalnya, kita mempertimbangkan akal sehat dan alasan-alasan orang lain saat kita mengabarkan Injil? Apakah "iman" menggambarkan sesuatu yang sama sekali tak masuk akal? Apakah akal sehat memiliki peranan dalam mencari kehendak Allah?

Karena masalah-masalah seperti inilah John Stott memberikan pidato resmi selaku pimpinan pada Konferensi Tahunan UCCF 1972, mengenai tempat akal dalam hidup orang Kristen Buku ini memuat ceramahnya secara penuh. Menjelaskan tentang mengapa penggunaan akal sangat penting bagi orang Kristen dan bagaimana penerapannya dalam aspek-aspek prakti hidup Kristen. Hal ini akan mendorong orang Kristen untuk menunjukkan "ketaatan yang dikobarkan pengetahuan akan kebenaran."

1. BERTEKUN TAPI TAK TAHU APA-APA

Tulisan Paulus tentang orang Yahudi yang tak percaya pada zamannya bisa juga diterapkan terhadap orang Kristen yang percaya pada masa kini, "Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sangguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar."1 Banyak yang memiliki ketekunan tanpa pengetahuan, semangat tanpa penerangan. Dalam istilah modern, mereka tekun tapi tak tahu apa-apa.

Saya bersyukur kepada Tuhan untuk adanya ketekunan. Namun ketekunan tanpa pengetahuan sama buruknya dengan pengetahuan tanpa ketekunan! Tujuan Allah adalah keduanya, yaitu ketekunan diarahkan oleh pengetahuan, pengetahuan dikobarkan oleh ketekunan. Pada saat Dr. John Mackay menjadi pimpinan Princeton Seminary saya mendengar ia berkata, "Komitmen tanpa refleksi adalah fanatisme tanpa tindakan. Tapi refleksi tanpa komitmen melumpuhkan segala tindakan."

Semangat anti-intelektualisme cukup menonjol saat ini. Dunia modern melahirkan pragmatisme yang pertanyaan pertamanya mengenai segala sesuatu bukan "Benarkah itu?" tapi "Bergunakah itu?"

Orang-orang muda cenderung menjadi aktivis, menjadi pendukung sesuatu, walaupun tanpa selalu mempertanyakan apakah tujuan mereka merupakan akhir dari tindakan, atau tindakan mereka adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan. Seorang mahasiswa dari Melbourne, Australia, ketika menghadiri suatu konferensi di Swedia, mendengar adanya suatu protes mahasiswa di universitasnya. Ia melambaikan tangannya dengan tidak puas. "Saya berharap saya ada di sana," serunya, "Saya tentu ikut di dalamnya. Tapi apa, sih, yang diprotes itu?” Dia memiliki ketekunan tanpa pengetahuan!

Mordecai Richler, seorang komentator dari Kanada, selalu berbicara keras tentang masalah ini, "Apa yang menakutkan saya tentang generasi sekarang adalah mereka menjadikan ketidakpedulian sebagai senjata. Jika ketidakpedulian ini terus berlanjut, seseorang akan muncul dari suatu kumpulan setelah menemukan.. roda."2

Spektrum yang sama tentang ketidakpedulian secara bertahap menghantui gereja Kristen. Gereja memandang teologi dengan cita-rasa yang salah dan dengan ketidakpercayaan. Saya akan memberikan contohnya.

Orang Katolik tampaknya memberi penekanan yang kuat pada segi ritual dan penampilan. Ini sedikitnya merupakan gambaran yang tradisional dari Katolikisme, walaupun banyak orang Katolik kontemporer (dipengaruhi gerakan liturgis) lebih suka yang simpel, atau yang sederhana. Upacara ritual memang tidak perlu dikesampingkan bila jelas mencerminkan kebenaran Alkitab. Bahaya ritual adalah kecenderungannya yang dengan mudah bisa menjadi ritualisme, yaitu menjadikan upacara menjadi tujuan akhir, akibatnya ibadah yang benar diganti dengan upacara tanpa makna.

1 Rom 10:22 Dari ulasannya tentang Play Power karangan Richard Neville (Randow House, 1970; Paladin, 1971) dalam Guardian Weekly,

28 Februari 1970.

1

Page 2: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

Kristen radikal, di sisi lain, mengkonsentrasikan energinya pada aksi politik dan sosial. Kegiatan gerakan ini tidak lagi pada kekristenan itu sendiri, atau dengan rencana penyatuan gereja, atau dengan

pertanyaan tentang iman dan ketertiban. Tapi dengan memberi makan yang lapar, memberi rumah bagi tunawisma, menentang rasialisme, mencari keadilan untuk yang tertindas, mempromosikan program bantuan untuk negara-negara sedang berkembang dan mendukung gerakan revolusi di dunia ketiga.

Walaupun masalah kekerasan dan keterlibatan sosial politik orang Kristen merupakan masalah yang kontroversial, tapi pada dasarnya perjuangan untuk memperoleh kesejahteraan, harga diri dan kebebasan bagi seluruh umat manusia termasuk pergumulan orang Kristen. Tapi bagaimanapun, sejarah menunjukkan bahwa gerakan- gerakan seperti ini mengakibatkan energi untuk mengusahakan kesatuan doktrin menjadi berkurang. Kegiatan kekristenan seperti ini telah mengabaikan tugas perumusan teologis, tugas yang sebenarnya tak terhindarkan bila gereja ingin diperbaharui, dibangun kembali, atau dipersatukan.

Contoh ketiga adalah kaum Pantekosta, di mana banyak di antara mereka membuat pengalaman menjadi kriteria utama dari kebenaran. Dengan mengesampingkan pertanyaan mengenai keabsahan dari apa yang mereka cari dan akui, salah satu masalah yang paling serius dari beberapa neo-Pantekostalisme (Karismatik ekstrim) adalah mereka anti intelektualisme. Salah satu pemimpin gerakan Karismatik Katolik pernah mengatakan, pada akhirnya yang penting 'bukan doktrin tapi pengalaman'. Ini sama dengan menempatkan pengalaman subyektif di atas kebenaran Allah. Yang lain mengatakan, mereka percaya bahwa Allah sengaja memberi manusia pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal untuk membuat para cendekiawan sombong menjadi rendah hati. Memang Allah menentang kesombongan manusia, tapi Ia tidak mengabaikan akal budi yang dibuat-Nya sendiri.

Tiga penekanan ini - Katolik pada ritual, radikal pada aksi sosial, dan Pantekosta pada pengalaman - adalah beberapa gejala dari anti intelektualisme. Mereka mengambil jalan pintas, menghindari tanggung jawab yang diberikan Allah untuk menggunakan akal budi kita secara kristiani.

Secara negatif, saya ingin memberi sub-judul bagi uraian ini "Kesengsaraan dan bahaya dari kekristenan yang tanpa akal budi". Secara lebih positif, saya ingin mencoba meringkaskan tempat pikiran dalam hidup orang Kristen. Saya akan menjelaskan bidang-bidang yang akan tercakup di dalamnya.

Pada bab kedua, sebagai pendahuluan, saya akan mengajukan beberapa argumen - baik sekuler maupun Kristen - mengapa menggunakan pikiran sangat penting bagi kita. Dalam bab ketiga, sebagai uraian utama, saya akan menjelaskan enam aspek hidup dan tanggung jawab Kristen di mana akal pikiran memiliki tempat yang tak dapat digantikan. Sebagai kesimpulan, saya akan memberikan beberapa peringatan untuk mencegah bahaya "loncat dari penggorengan ke dalam api", yaitu bahaya tindakan melawan anti intelektualisme sebagai topeng untuk membenarkan intelektualisme yang berlebihan. Saya tidak mengacu pada kekristenan akademis yang kering dan tanpa humor, tapi pada ketaatan yang dikobarkan oleh kebenaran. Saya merindukan adanya keseimbangan yang alkitabiah dan terhindar dari ekstrim-ekstrim fanatik. Koreksi terhadap pendapat yang melebih-lebihkan akal bukan bertujuan untuk mengenyampingkan atau mengabaikannya, tapi menempatkannya pada tempat yang ditentukan Allah, menunaikan peran yang sudah dipilih Allah.

2. MENGAPA MENGGUNAKAN PIKIRAN?

Mengapa orang Kristen harus menggunakan pikiran mereka?

Alasan pertama akan nyata bagi setiap orang percaya yang rindu menyaksikan Injil tersebar dan Yesus Kristus diakui di seluruh dunia. Ini menyangkut kuasa pikiran manusia dalam membentuk tindakan mereka. Sejarah penuh dengan contoh pengaruh ide-ide besar. Setiap gerakan yang berpengaruh memiliki falsafah yang menguasai pikiran, mengobarkan imajinasi dan mengakibatkan ketaatan dari pengikutnya. Ambil saja contoh dari pencetus Fasisme dan Komunisme pada abad ini, Mein Kampf-nya Hitler di satu pihak, dan Das Kapital-nya Marx serta Thoughts-nya pemimpin Mao di pihak lain, A.N. Whitehead meringkaskannya :

Penakluk-penakluk besar, dari Alexander sampai Kaesar, dan dari Kaesar sampai Napoleon, mempengaruhi hidup generasi-generasi selanjutnya. Tapi efek keseluruhan dari pengaruhnya menyusut menjadi tidak jelas, jika dibandingkan dengan seluruh perubahan kebiasaan dan mental manusia yang dihasilkan oleh barisan panjang para pemikir sejak jaman Thales sampai saat ini. Manusia secara individual tidak berkuasa, tapi merupakan penguasa-penguasa dunia.3

Sebagian besar dunia didominasi oleh ideologi yang, bila tidak seluruhnya salah, bertentangan dengan Alkitab. Kita bisa bicara tentang "memenangkan" dunia bagi Kristus. Tapi "kemenangan" seperti apa yang kita maksudkan? Bukan kemenangan dengan kekuatan senjata. Peperangan Kristiani sangat berbeda dengan peperangan Abad Pertengahan yang memalukan. Dengarkan penjelasan Paulus tentang peperangan ini: "Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang

3 Dikutip dari Humanism karangan H.J. Blackham (Penguin, 1968), hal. 101.

2

Page 3: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus."4

Tidak lama setelah penekanan brutal yang dilakukan Sovyet Rusia terhadap Hongaria pada tahun 1956, Khrushchev membela diri dengan mengatakan bahwa tindakannya hanya mencontoh dari tindakan Tsar Nicholas I, yang menindas revolusi Hongaria pada tahun 1848. Pada suatu debat tentang Hongaria di Majelis Umum PBB, Sir Leslie Munro mengutip pendapat Khrushchev dan menyimpulkan pidatonya dengan mengingat suatu pernyataan yang dibuat oleh Lord Palmerston di House of Commons pada 21 Juli 1949 tentang subyek yang sama. Inilah yang dikatakan Lord Palmerston:

Pendapat lebih kuat daripada senjata. Pendapat, jika diberikan dalam kebenaran dan keadilan, pada akhirnya akan mengatasi bayonet pasukan darat, tembakan pasukan penembak, dan serangan pasukan berkuda ....5

Sekarang saya kembali dari contoh-contoh sekuler tentang kekuatan pikiran, kepada alasan-alasan Kristiani yang lebih spesifik tentang penggunaan pikiran. Argumen saya sekarang adalah bahwa doktrin-doktrin besar tentang penciptaan, pewahyuan, pembebasan dan penghakiman semuanya menyatakan bahwa manusia memiliki tugas yang tak dapat dihindari, baik untuk berpikir maupun bertindak berdasarkan apa yang dipikirkan dan diketahuinya.

Diciptakan Untuk Berpikir

Saya akan mulai dengan penciptaan. Allah menciptakan manusia berdasarkan peta teladan-Nya dan salah satu bagian yang paling mulia dari gambaran itu adalah kemampuannya berpikir. Adalah benar bahwa hewan juga memiliki otak, beberapa di antaranya sederhana, yang lain lebih berkembang. W.S. Anthony dari Oxford Institute of Experimental Psychology membacakan suatu makalah untuk British Association pada bulan September 1957. Di dalamnya ia menerangkan suatu percobaan dengan tikus. Ia menempatkan suatu penghalang di depan kotak makanan dan air mereka, yang membuat mereka frustrasi waktu mereka mencoba mencari jalan dalam keadaan yang membingungkan itu. Ia menemukan bahwa, jika dihadapkan dengan keadaan yang lebih membingungkan lagi, tikus-tikus itu menunjukkan suatu tanda yang disebutnya "keraguan intelegensia primitif!" Mungkin benar. Tapi walaupun beberapa makhluk memiliki keraguan, hanya manusia yang memiliki apa yang disebut oleh Alkitab sebagai 'berakal'.6

Alkitab menggambarkan hal ini sejak awal penciptaan manusia. Dalam Kejadian 2 dan 3 kita melihat Allah berkomunikasi dengan manusia dengan cara yang tidak bisa dimengerti oleh hewan. Ia mengharapkan manusia bekerjasama dengan-Nya, secara sadar dan cerdas, untuk menggarap dan memelihara taman di mana Ia telah menempatkan mereka, dan untuk memisahkan - secara rasional dan moral - antara apa yang boleh dilakukannya dan satu hal yang terlarang baginya. Lebih lagi Allah menugaskan manusia untuk memberi nama hewan-hewan yang melambangkan kekuasaan manusia atas binatang. Dan Ia menciptakan wanita sedemikian rupa sehingga manusia segera mendapati bahwa wanita itu cocok untuk teman hidupnya, dan sebagai hasilnya, lahirlah puisi cinta yang pertama kali digubah!

Rasionalitas dasar manusia dalam penciptaan diakui dimanapun. Sesungguhnya Alkitab secara konsisten memuat alasan bahwa jika manusia berbeda dari hewan, manusia harus memiliki perilaku yang berbeda pula. "Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal."6 Karena itu, manusia diolok-olok dan dimaki-maki jika perilakunya seperti binatang ("aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu"7), dan bila perilaku hewan lebih manusiawi daripada beberapa manusia. Kadang-kadang hewan memang lebih baik daripada manusia. Semut lebih giat dan lebih bijaksana daripada manusia pemalas. Kerbau dan keledai cenderung lebih taat kepada tuannya jika dibandingkan manusia ciptaan Allah. Dan burung-burung yang berpindah lebih baik dalam hal penyesalan, karena bila mereka pergi untuk berpindah mereka selalu kembali lagi sedangkan orang murtad pergi dan tak pernah kembali.8

Topik utamanya jelas dan penting. Banyak kesamaan antara manusia dan hewan. Tapi hewan diciptakan untuk berperilaku menurut naluri, manusia dengan pilihan yang intelijen. Jadi bila manusia gagal menggunakan pikirannya dan menggunakan nalurinya saja seperti hewan, mereka menyangkal diri mereka sendiri, menyangkali penciptaan mereka dan keberadaan mereka yang berbeda, dan mereka seharusnya malu pada diri mereka sendiri.

Benar bahwa pikiran manusia telah rusak sebagai akibat jatuh dalam dosa. Kerendahan moral manusia berarti bahwa setiap bagian utama dari kemanusiaannya telah tercemar, termasuk pikirannya yang

4 2 Korintus 10:4, 5.5 Dikutip dari tulisan koresponden PBB dalam majalah The Times di New York, 8 Desember 1959.6 Mazmur 32:97 Mazmur 73:228 Amsal 6:6-11; Yesaya 1:3; Yeremia 8:7

3

Page 4: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

digambarkan oleh Alkitab sebagai ‘gelap’. Semakin manusia menindas kebenaran Allah yang mereka ketahui, makin bodoh dan bahkan degil pikiran mereka. Mereka bisa menganggap diri mereka bijaksana, tetapi sesungguhnya mereka bodoh. Pikiran mereka adalah 'pikiran kedagingan', mentalitas dari makhluk yang berdosa, dan pada dasarnya memusuhi Allah dan hukum-hukum-Nya.9

Semuanya ini benar. Tapi fakta bahwa pikiran manusia telah jatuh bukanlah alasan untuk mundur dari pikiran kepada emosi, karena sisi emosi manusia juga sama jatuhnya. Bahkan, dosa memiliki efek yang lebih berbahaya pada bidang perasaan daripada bidang pikiran, karena pendapat kita lebih mudah diperiksa dan diatur oleh kebenaran yang dinyatakan oleh pengalaman kita.

Karena itu, terlepas dari kejatuhan pikiran manusia, perintah untuk berpikir, untuk menggunakan pikirannya, masih tetap diberikan kepadanya sebagai manusia. Allah mengundang bangsa Israel, "Marilah, baiklah kita berperkara! Firman TUHAN.”10 Dan Yesus menuduh orang banyak yang tak percaya, termasuk orang Farisi dan Saduki, mampu mengartikan langit dan meramalkan cuaca tapi tak dapat mengartikan 'tanda-tanda zaman' dan meramalkan penghakiman Allah. "Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar?”, Ia bertanya kepada mereka. Dengan kata lain, mengapa engkau tidak menggunakan otakmu? Mengapa engkau tidak memakai akal sehat bagi bidang rohani dan moral seperti yang engkau pakai pada hal-hal jasmani?11

Apa yang diajarkan Alkitab mengenai rasionalitas dasar manusia, dibentuk oleh penciptaan manusia dan tidak seluruhnya dirusak oleh kejatuhan, demikian anggapan masyarakat dunia. Pemasang iklan mengarahkan penampilan mereka pada selera kita yang paling dasar, tetapi mereka mengetahui secara pasti akan kemampuan kita untuk membedakan antara produk, bahkan mereka berusaha merayu pelanggan "yang membeda-bedakan" ini. Ketika suatu kejahatan pertama kali dilaporkan oleh media massa, seringkali ditambahkan kalimat 'belum ditemukan motifnya'. Disini kita lihat, adanya anggapan bahwa kejahatan pun memiliki motif. Dan bila perilaku kita lebit emosional daripada rasional, kita tetap berusaha merasionalisasikannya. Proses yang disebut "rasionalisasi" ini sangai jelas. Ini menandakan bahwa manusia sudah membentuk suatu keberadaan yang rasional di mana jika ia tidak memiliki alasan untuk perilakunya, ia harus menemukan alasan sehingga ia bisa hidup di dalamnya.

Memikirkan Pikiran Allah

Sekarang saya beralih dari penciptaan kepada pewahyuan (penyataan). Fakta yang sederhana dan agung bahwa Allah adalah Allah yang menyatakan diri. Bahwa Ia telah menyatakan diri kepada manusia, itu menandakan pentingnya pikiran kita. Karena seluruh penyataan diri Allah adalah penyataan yang rasional, baik penyataan umum-Nya melalui alam semesta, maupun penyataan khusus- Nya dalam Alkitab dan Kristus.

Lihat alam semesta. "Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar, tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi."12 Dengan kata lain, Allah berbicara kepada manusia melalui bumi yang diciptakan-Nya, dan menyatakan kemuliaan-Nya, walaupun itu merupakan kabar tanpa suara. Sungguh beritanya cukup jelas, dan manusia yang menindas kebenaran bersalah di hadapan Allah. "Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak daripada-Nya yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah .....”13

Kedua bagian Alkitab ini menunjukkan penyataan diri Allah melalui benda ciptaan-Nya. Walaupun ini penyataan tanpa perkataan, suara tanpa kata-kata, namun akibatnya semua manusia sampai taraf tertentu 'mengenal Allah'. Manusia dianggap mampu membaca apa yang telah dituliskan Allah dalam dunia

Seluruh penelitian ilmiah didasarkan pada anggapan tersebut, yaitu hubungan antara yang diteliti dan pikiran yang meneliti. Hubungan ini adalah rasionalitas. Manusia mampu menjelaskan proses alam. Hal ini tidaklah misterius. Alam dapat dijelaskan dengan hubungan sebab akibat. Orang Kristen percaya bahwa rasionalitas yang biasa antara pikiran manusia dan sesuatu yang dapat diamati adalah karena Sang Pencipta telah menyatakan pikiran-Nya dalam keduanya. Sehubungan dengan hal itu, Kepler, astronom terkenal, mengatakan manusia bisa 'memikirkan pikiran Allah setelah Dia menyatakannya'.

Hubungan timbal-balik mendasar seperti itu, bahkan lebih langsung, adalah antara Alkitab dengan pembacanya. Karena melalui dan dalam Alkitab Allah berbicara, berkomunikasi melalui kata-kata. Orang

9 Efesus 4:18; Roma 1:18-23; 8:5-810 Yesaya 1:1811 Matius 16:1-4; Lukas 12:54-5712 Mazmur 19:1-5a13 Roma 1:18-21

4

Page 5: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

mungkin berkata bahwa jika melalui alam semesta penyataan Allah digambarkan, melalui Alkitab penyataan itu dituliskan, maka dalam diri Kristus terdapat kedua hal itu, karena la adalah "Firman yang menjadi manusia". Komunikasi melalui kata-kata memerlukan pikiran yang dapat mengerti dan mengartikannya. Karena kata-kata adalah simbol-simbol yang tak berarti, kecuali diterjemahkan oleh makhluk yang berakal.

Maka alasan Kristiani kedua mengapa pikiran manusia penting adalah karena kekristenan adalah agama yang diwahyukan. Saya meragukan adanya gambaran yang jauh lebih baik daripada pernyataan James Orr dalam bukunya The Christian View of God and the World:

“Bila ada agama di dunia yang meninggikan pengajaran, maka bisa dikatakan bahwa itu adalah agama yang diajarkan Yesus Kristus. Sudah berkali-kali ditemukan bahwa dalam agama-agama penyembah berhala unsur doktrin sangat minim - hal utama adalah penampilan ritual. Sedang agama Kristen mengandung banyak doktrin. Itulah bedanya kekristenan dengan agama lain. Kekristenan datang kepada manusia dengan pengajaran yang jelas dan positif; sebagai kebenaran; mendasarkan agama pada pengetahuan, walaupun suatu pengetahuan yang hanya bisa diperoleh melalui suatu kondisi moral ..... Suatu agama yang dipisahkan dari pemikiran yang serius dan tinggi sepanjang seluruh sejarah gereja, selalu cenderung menjadi lemah, menjemukan dan berbahaya; sedangkan orang yang cerdas, jika dihalangi haknya dalam agama, akan mencari kepuasan tanpa pikirannya, dan berkembang menjadi rasionalisme yang tidak ber-Tuhan."14

Beberapa orang, justru telah menyimpulkan sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa manusia itu fana dan berdosa, tidak memiliki kemampuan mencari Allah dengan kepandaiannya dan Allah harus menyatakan diri, karena itu pikiran tidaklah penting. Tidak demikian. Doktrin Kristiani tentang pewahyuan, bukannya menjadikan pikiran manusia tidak penting, malah menjadikannya sangat dibutuhkan dan menempatkannya pada posisi yang khusus. Allah telah menyatakan diri dalam bentuk kata-kata kepada pikiran. Penyataan-Nya adalah penyataan rasional kepada makhluk yang rasional. Tugas kita adalah menerima beritanya, takluk kepada berita itu, berusaha mengertinya, dan menghubungkannya dengan dunia di mana kita hidup.

Bahwa Allah yang harus mengambil inisiatif menyatakan diri menunjukkan bahwa pikiran kita terbatas dan berdosa; bahwa Ia memilih menyatakan diri kepada anak-anak kecil15 menunjukkan bahwa kita harus merendahkan diri untuk menerima Firman-Nya; bahwa Ia telah melakukan semuanya itu, dan dalam perkataan, menunjukkan kepada kita bahwa pikiran kita mampu memahaminya. Salah satu fungsi tertinggi dan termulia dari pikiran manusia adalah mendengarkan Firman Allah. Dengan demikian mampu membaca pikiran Allah dan memikirkan pikiran-pikiran Allah sesuai kehendak-Nya, baik melalui alam sekitar maupun Alkitab.

Saya berani berkata bahwa pada saat kita gagal menggunakan pikiran kita dan turun kepada tingkat binatang, Allah menegur kita seperti saat Ia menegur Ayub karena mendapati Ayub jatuh pada rasa kasihan pada diri sendiri, kebodohan dan sungut-sungut yang pahit: "Bersiaplah engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku."16

Pikiran yang Dibaharui

Sekarang kita beranjak dari doktrin penyataan kepada doktrin penebusan, yaitu penebusan yang digenapi Allah melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Setelah penebusan digenapi, kini Ia memberitakannya melalui hamba-hamba-Nya, yang dinyatakan melalui perkataan kepada pikiran. Maksud utama Allah menyebarkan kabar baik itu adalah untuk menyelamatkan orang berdosa. Paulus menyatakannya sebagai berikut:

“Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil."17

Perhatikan dengan seksama perbedaan tegas yang dibuat oleh Rasul Paulus. Perbedaan itu bukanlah antara penyajian yang rasional atau tidak rasional, seperti mengatakan bahwa karena pikiran manusia tidak bisa menemukan Allah, maka Allah telah membuang seluruh berita yang rasional. Tidak. Yang dibedakan Paulus dari akal budi manusia adalah penyataan ilahi. Tapi penyataan itu adalah pernyataan yang rasional, apa yang kami beritakan, kerygma penyaliban dan kebangkitan Kristus. Karena, walaupun pikiran manusia gelap dan mata manusia buta, walaupun mereka tidak dapat mengerti dan menerima hal-hal rohani dari diri mereka sendiri karena mereka "tidak dapar memahaminya”18, namun Injil tetap ditujukan pada pikiran

14 Diterbitkan pada tahun 1893. Edisi Andrew Eliot (1904), hal 20, 21.15 Matius 11:25.16 Ayub 38:3; 40:7.17 1 Korintus 1:21.18 1 Korintus 2:14; 2 Korintus 4:3-6.

5

Page 6: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

mereka, karena pikiran adalah alat yang diciptakan untuk membuka mata mereka, menerangi pikiran mereka dan menyelamatkan mereka. Saya akan menjelaskan hal ini lebih lanjut pada pembahasan tentang penginjilan.

Penebusan membawa serta pembaharuan peta Allah dalam diri manusia, yang telah rusak saat manusia jatuh dalam dosa. Termasuk pikirannya. Paulus menggambarkan pengalihan dari penyembahan berhala sebagai "mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya"19 dan "diperbaharui dalam roh dan pikiranmu"20.

Lebih jauh lagi ia berkata bahwa manusia rohani, manusia yang didiami dan dikuasai Roh Kudus, memiliki kekuatan baru dalam pengertian-pengertian rohani. Bahkan ia bisa dikatakan memiliki "pikiran Kristus”21.

Keyakinan bahwa orang Kristen memiliki pikiran yang baru membuat Paulus dapat berbicara kepada pembaca suratnya dengan penuh percaya diri. "Aku berbicara kepadamu sebagai orang-orang yang bijaksana," tulisnya, "Pertimbangkanlah sendiri apa yang kau katakan!"22

Saya sendiri bertanya-tanya bagaimana reaksi Rasul seandainya ia berada pada kekristenan Barat saat ini. Saya piker ia akan menemukan, seperti yang ditemukan oleh Harry Blamires, kurangnya pikiran Kristen. Christian Mind atau "Pikiran Kristen" dijabarkan oleh Harry Blamires sebagai "pikiran yang terlatih, peka, diperlengkapi untuk menangani kontroversi dunia di dalam kerangka pemikiran yang dibentuk presuposisi (pra-anggapan) Kristen"23, presuposisi tentang (misalnya) supernatural, kuasa jahat, kebenaran, otoritas dan nilai manusia. Pemikir Kristen, lanjutnya, "menantang prasangka-prasangka …. mengganggu orang yang puas diri .... merintangi jalan raya pragmatis .... mempertanyakan segala sesuatu yang mendasar mengenai dirinya sendiri dan .... suatu yang mengusik ketenangan”24. Tapi, katanya, pemikir Kristen dengan pikiran Kristennya nampaknya makin langka sekarang ini. Sebaliknya:

"Pikiran Kristen telah menyerah kepada dunia dengan tingkat kelemahan dan ketakutan yang tak tertandingi disepanjang sejarah Kristen. Kehilangan total semangat intelektual dari Gereja abad duapuluh ini sulit dilukiskan dengan kata-kata. Seseorang tak dapat melakukannya tanpa memakai bahasa yang kedengarannya histeris dan melodramatis. Pikiran Kristen sudah tak ada lagi. Tentu saja masih ada etika Kristen, praktek-praktek kekristenan, dan kerohanian Kristen .... tetapi sebagai suatu makhluk pemikir, orang Kristen modern telah menyerah kepada sekularisasi"25.

Ini adalah suatu penolakan yang menyedihkan terhadap penebusan Kristus, yang dikatakan Allah "telah menjadi hikmat bagi kita"26.

Dihakimi oleh Pengetahuan Kita

Doktrin Kristen keempat yang mendasari pentingnya pikiran adalah doktrin penghakiman. Pengajaran Alkitab tentang penghakiman Allah adalah Ia akan menghakimi kita berdasarkar pengetahuan kita, berdasarkan tanggapan (atau tidak adanya tanggapan) terhadap penyataan-Nya.

Yeremia dalam Perjanjian Lama bernubuat berdasarkan Firman Allah dengan keberanian yang besar dan dengan tepat, bahwa kecuali bangsa itu mendengarkan suara Allah, maka negara, kota dan tempat-tempat penyembahan mereka akan dihancurkan. Tetapi mereka tidak mendengarkannya, malah menutup telinga, menegarkan tengkuk dan mengeraskan hati. Berikut ini ada beberapa ayat dari kitab itu sebagai contoh:

"Dari sejak waktu nenek moyangmu keluar dari tanah Mesir sampai waktu ini, Aku mengutus kepada mereka hamba-hamba-Ku, para nabi, hari demi hari, terus menerus, tetapi mereka tidak mau mendengarkan kepada-Ku dan tidak memberi perhatian, bahkan mereka menegarkan tengkuknya, berbuat lebih jahat daripada nenek moyang mereka."27

".... pada waktu mereka Kubawa keluar dari tanah Mesir .... dengan berfirman : Dengarkanlah suara-Ku dan lakukanlah apa yang Kuperintahkan kepadamu, maka kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu. .... Sebab Aku sungguh-sungguh memperingatkan nenek moyangmu, pada waktu Aku menuntun mereka keluar dari tanah Mesir; sampai kepada waktu ini Aku memperingatkan

19 Kolose 3:10.20 Efesus 4:23.21 1 Korintus 2:15, 16.22 1 Korintus 10:15.23 Harry Blamires, The Christian Mind (SPCK, 1963), hal. 43.24 Ibid., hal. 50.25 Ibid., hal. 3.26 1 Korintus 1:30.27 Yeremia 7:25, 26.

6

Page 7: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

rnereka terus menerus: Dengarkanlah suara-Ku! Tetapi mereka tidak mau mendengarkan ataupun memperhatikannya, melainkan mereka masing-masing mengikuti kedegilan hatinya yang jahat; ...."28

".... Sudah duapuluh tiga tahun lamanya, firman TUHAN datang kepadaku dan terus-menerus aku mengucapkannya kepadamu, tetapi kamu tidak mau mendengarkannya. Juga TUHAN terus-menerus mengutus kepadamu semua hamba-Nya, yakni nabi-nabi, tetapi kamu tidak mau mendengarkan dan memperhatikannya." 29

"Mereka membelakangi Aku dan tidak menghadap kepada-Ku, dan sekalipun Aku mengajar mereka, terus-menerus, tidak mau mereka mendengarkan atau menerima penghajaran." 30

Bahkan setelah Yerusalem dihancurkan oleh Nebukadnezar, dan Yeremia yang malang diusir ke Mesir, ia harus memperingatkan orang Israel tentang penghakiman Allah atas kejahatan mereka:

"Terus-menerus Aku telah mengutus kepadamu semua hamba-Ku, para nabi, dengan mengatakan: Janganlah hendaknya kamu melakukan kejijikan yang Aku benci ini! Tetapi mereka tidak mau mendengarkan dan tidak mau memperhatikan .... “31

Prinsip penghakiman ini dinyatakan sendiri oleh Allah:

"Barang siapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman."32

Inti penjelasan Paulus pada pasal-pasal awal dari surat Roma adalah semua orang bersalah di hadapan Allah karena semua orang memiliki semacam pengetahuan tentang Allah. Seperti orang Yahudi melalui hukum-hukum Allah yang tertulis dan orang non-Yahudi melalui alam dan penyataan Allah dalam hati mereka. Tetapi tak seorang pun hidup seperti pengetahuan yang mereka miliki.

Harus kita pikirkan secara serius bahwa sikap anti intelektualisme kita, yaitu dengan menolak atau tidak peduli firman Allah, telah menempatkan diri kita sendiri di bawah penghakiman Allah Yang Maha Kuasa.

Saya telah mencoba menunjukkan betapa mendasarnya rasionalitas manusia dalam doktrin-doktrin penciptaan, penyataan, penebusan dan penghakiman. Allah telah membentuk kita menjadi makhluk yang berpikir; Ia telah memperlakukan kita sedemikian rupa dengan cara berkomunikasi melalui firman-Nya; Ia telah memperbaharui kita dalam Kristus dan memberikan pikiran Kristus kepada kita; dan Ia akan meminta pertanggungjawaban kita untuk pengetahuan yang kita miliki itu.

Mungkin kondisi anti intelektuaisme sekarang ini (yang dikembangkan dalam beberapa kelompok Kristen) mulai terlihat sebagai kejahatan yang serius. Ini bukan kebenaran yang sesungguhnya tetapi bagian dari gaya hidup duniawi. Menyepelekan pikiran berarti mengecilkan doktrin-doktrin Kristen yang mendasar. Setelah Tuhan mcnciptakan kita sebagai makhluk yang rasional, akankah kita mengingkari kemanusiaan yang telah diberikan-Nya? Tuhan telah berbicara kepada kita, akankah kita mengabaikan Firrnan-Nya? Tuhan telah memperbaharui pikiran kita melalui Kristus, tidak maukah kita memakainya? Bila Tuhan akan menghakimi kita dengan Firman-Nya, tidakkah kita seharusnya bijaksana dan membangun rumah kita di atas batu karang itu?

Tidak mengherankan, jika Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sangat menekankan pencarian pengetahuan dan hikmat. Dalam Perjanjian Lama Allah mengeluh karena umat-Nya berlaku seperti "anak-anak tolol" yang “tidak mempunyai pengertian"33 dan mengatakan bahwa mereka "binasa karena tidak mengenal Allah"34. Semua buku-buku hikmat dari Perjanjian Lama menekankan bahwa hanya "orang bebal benci kepada pengetahuan" dan hanya orang yang bijaksana yang mendapatkan sukacita sejati karena dalam memperoleh hikmat dia mendapatkan sesuatu yang "melebihi emas" dan "lebih berharga daripada permata"35.

Demikian juga dalam Perjanjian Baru, banyak petunjuk dari para rasul diarahkan untuk mencari hikmat Allah dan penerapannya dalam hidup yang kudus. "Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha," tulis Petrus, "untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan. ...."36. "Sungguhpun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang." tulis Paulus yang mengecam jemaat Korintus untuk ketidakdewasaan mereka. Mereka masih seperti bayi, katanya, memerlukan susu, dan tidak bisa mencerna makanan keras seperti hikmat surgawi.37

28 Yeremia 11:4, 7, 8.29 Yeremia 25:3, 4.30 Yeremia 32:33.31 Yeremia 44:4, 5.32 Yohanes 12:48.33 Yeremia 4:22. Bandingkan dengan ayat dari Amsal 30:2. “Sebab aku ini lebih bodoh daripada orang lain.”34 Hosea 4:6; cf. Yesaya 5:13.35 Amsal 1:22; 3:13-15.36 2 Petrus 1:5.37 1 Korintus 2:6; 3:1, 2; cf. Ibrani 5:11-6:3.

7

Page 8: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

Karena itu, doa terbesar Paulus bagi gereja-gereja muda dan anggotanya, pertama-tama dan terutama adalah agar mereka bertumbuh dalam pengetahuan dan Roh Kudus bekerja melalui dan di dalam mereka sebagai Roh Kebenaran.

Untuk jemaat Efesus dia berdoa, "dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Dan supaya la menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: Betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya ....”38

Berikutnya dalam surat yang sama dia berdoa agar, "Ia menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu." Mengapa? Alasannya sebagai berikut: "dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.”39

Untuk jemaat di Filipi ia berdoa, "semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus….”40

Untuk jemaat di Kolose, "supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah."41

Pengulangan kata-kata 'pengetahuan', 'hikmat', 'penyingkapan' dan 'pengertian' sangat nyata. Tidak bisa diragukan lagi bahwa rasul memandangnya sebagai dasar hidup orang Kristen.

3. TEMPAT PIKIRAN DALAM HIDUP KRISTEN

Sekarang kita memikirkan bagaimana Allah mengharapkan kita memakai pikiran. Maksud saya di sini bukanlah untuk mendapakan pengetahuan 'sekuler' atau 'kebudayaan', tapi keberadaan dari enam bidang kehidupan Kristen, yang masing-masing tidak mungkin berjalan tanpa penggunaan pikiran secara sungguh-sungguh. Kita akan menguji ibadah Kristen, iman Kristen, kekudusan Kristen, pedoman Kristen, penginjilan Kristen dan pelayanan Kristen.

Ibadah yang benar

Saya suka cerita (dan telah mengutipnya dalam Christ the Controversialist 42) yang pernah disampaikan oieh seorang penginjil Amerika, almarhum Dr. Rufus M. Jones. Ia menekankan pentingnya pikiran dalam berkotbah. Tapi salah satu dari jemaatnya keberatan atas penekanan ini dan menulis kepadanya, "Setiap kali saya pergi ke gereja," kritiknya, "saya merasa ingin melepaskan kepala saya dan meletakkannya di bawah kursi, karena dalam suatu pertemuan ibadah, saya tidak merasa perlu menggunakan segala sesuatu yang berada di atas kancing kerah saya!"

Ibadah tanpa otak seperti itu memang ditawarkan oleh berhala-berhala Athena di mana Paulus menemukan sebuah altar penyembahan yang ditujukan kepada "Allah yang tak dikenal”43 Tetapi tidak demikian dengan kekristenan. Rasul tidak bisa meninggalkan orang-orang Athena dengan ketidaktahuan mereka. Ia bertindak dengan memberitahukan kepada mereka sifat, keberadaan dan pekerjaan dari Allah yang mereka sembah secara buta. Ia tahu bahwa satu-satunya bentuk ibadah yang diterima Allah adalah yang dilakukan secara sadar dan dengan akal sehat, ibadah "dalam kebenaran", ibadah yang dilakukan oleh mereka yang tahu siapa yang mereka sembah, dan yang mencintainya "dengan segenap akal budi"44

mereka.Mazmur adalah buku hymne yang besar dalam gereja-gereja Perjanjian Lama, dan mazmur-

mazmurnya masih sering dinyanyikan dalam ibadah Kristen saat ini. Karena itu, sangatlah perlu untuk belajar dari sumber ini tentang apakah ibadah itu sebenarnya.

Definisi dasar tentang ibadah dalam Mazmur adalah "memuji nama TUHAN" atau "pujilah Tuhan, sebab hanya nama-Nya saja yang tinggi luhur"45 . Pada saat kita mulai bertanya-tanya apa yang dimaksudkan

38 Efesus 1:17-19.39 Efesus 3:14-19.40 Filipi 1:9-11.41 Kolose 1:9, 10.42 Inter-Varsity Press, 1970.43 Kisah Para Rasul 17:23.44 Yohanes 4:24; Lukas 10:27.45 Mazmur 148:5, 13; 96:8; 115:1.

8

Page 9: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

dengan "nama-Nya", kita sadar bahwa itu merupakan totalitas dari keberadaan-Nya dan perbuatan-Nya. Pada umumnya, Ia disembah dalam Mazmur sebagai Pencipta alam semesta dan Pembebas Israel, dan para pemazmur senang memuji-muji Tuhan dengan mengungkapkan daftar panjang perbuatan-perbuatan Tuhan dalam penciptaan dan pembebasan.

Mazmur 104, contohnya, membeberkan keajaiban yang terpampang dalam hikmat pekerjaan Allah, baik di bumi maupun di langit, dalam kehidupan hewan maupun tumbuh-tumbuhan, di antara burung-burung dan binatang menyusui dan benda-benda yang "tak terbilang banyaknya" dalam lautan yang dalam dan luas.

Mazmur 105, di sisi lain, memuji-muji jenis pekerjaan ajaib Tuhan yang lain, katakanlah bagaimana Tuhan berurusan dengan umat perjanjian-Nya. Mazmur ini menyajikan sejarah yang berlangsung berabad-abad, janji Allah kepada Abraham, Ishak dan Yakub, pemeliharaan-Nya akan Yusuf di Mesir yang mengangkatnya dari penjara menjadi raja muda, perbuatan-Nya yang besar mealui Musa dan Harun, mengirimkan tulah dan membebaskan bangsa Israel, pemeliharaan-Nya saat mereka di padang gurun dan kuasa-Nya yang menyebabkan bangsa itu mewarisi tanah perjanjian. Mazmur 106 banyak menceritakan hal-hal yang sama, tapi penekanannya adalah pada kesabaran Tuhan menghadapi umat-Nya yang terus-menerus melupakan pekerjaan-Nya, tidak mempercayai janji-Nya dan memberontak terhadap perintah-perintah-Nya.

Mazmur 107 memuji Tuhan untuk kasih setia-Nya yang tiada berkesudahan dalam membebaskan berbagai kelompok bangsa dalam berbagai keadaan, pengembara yang tersesat di gurun, orang-orang yang terkurung dalam gelap dan kelam, orang-orang yang sakit dan hampir mati, dan pengarung lautan yang terperangkap badai. Mereka semua "berseru-serulah kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka". Maka, "biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia!"

Contoh yang terakhir adalah dari Mazmur 136. Di sini pengulangan liturgis yang sama ada pada setiap ayat, " bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya". Dan seruan untuk berterimakasih kepada Tuhan dimulai dengan penciptaan-Nya atas surga, bumi, matahari, bulan dan bintang, dan berlanjut pada pembebasan Israel dari Mesir dan dari raja Amori, untuk memberikan kepada mereka tanah perjanjian.

Contoh-contoh ini cukup menunjukkan bahwa Israel tidak menyembah Allah sebagai sesuatu atau dewa yang abstrak, tetapi sebagai Allah dari alam semesta dan bangsa-bangsa, yang menyatakan diri-Nya dengan tindakan-tindakan nyata, dengan cara menciptakan dan memelihara dunia, dengan membebaskan dan memelihara umat-Nya. Mereka memiliki alasan yang baik untuk memuji Dia atas kemurahan-Nya, untuk perbuatan-Nya dan untuk "segala kebaikan-Nya."46

Kepada segala perbuatan besar Allah ini (Allah Pencipta dan Allah Perjanjian), orang Kristen menambahkan perkara terbesar yaitu kelahiran, kehidupan, dan kematian Yesus, anugerah Roh Kudus-Nya dan penciptaan kembali gereja. Ini adalah kisah Perjanjian Baru. Inilah sebabnya pembacaan dari Perjanjian Baru dan Lama disertai dengan suatu eksposisi Alkitab adalah bagian tak terpisahkan dari ibadah umum saat ini. Hanya jika kita mendengar ulang apa yang telah dilakukan Allah kita siap untuk memberi reaksi dalam pujian dan penyembahan. Inilah juga sebabnya mengapa pembacaan Alkitab dan perenungannya adalah bagian penting dari ketaatan pribadi seorang Kristen. Seluruh ibadah Kristen, baik umum maupun pribadi,haruslah merupakan tanggapan inteligensia terhadap penyataan diri Allah dalam Firman dan pekerjaan-Nya yang tertulis dalam Alkitab.

Dalam konteks ini, suatu pembahasan tambahan bisa diberikan untuk "bahasa lidah". Apapun bentuk glosolalia dalam masa Perjanjian Baru, apakah itu karunia berbahasa asing, ataupun pernyataan-pernyataan luapan kebahagiaan atau kata-kata yang terucap jelas tapi tidak dapat dipahami oleh pembicaranya. Karena itu, Paulus melarang penggunaan bahasa lidah dalam pertemuan umum jika tidak ada orang yang bisa menerjemahkan atau menafsirkannya, dan tidak menganjurkannya untuk digunakan secara pribadi, jika pembicaranya tetap tidak mengerti apa yang diucapkannya. Ia menulis, "Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku ...."47 Dengan kata lain, Paulus tidak bisa merenungkan suatu doa atau penyembahan di mana pikirannya kosong atau tidak aktif. Ia berkeras bahwa dalam semua ibadah yang benar pikiran harus terlibat secara penuh dan berbuah. Upacara keagamaan di Korintus yang tidak dapat dipahami maknanya adalah suatu hal yang kekanak-kanakan. Memang mereka diharapkan seperti kanak-kanak dalam kejahatan, tetapi ditambahkannya, "orang dewasa dalam pemikiranmu!” 48

Ibadah Kristen baru akan sempurna pada akhir zaman, karena pada masa itulah kita baru mengenal keberadan Allah yang sepenuhnya dan karena itu dapat memuji-Nya secara lebih benar dan tepat.

46 Mazmur 103:2.47 1 Korintus 14:13-15.48 1 Korintus 14:20.

9

Page 10: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

Iman: Keyakinan tidak logis yang mustahil

Mungkin masalah iman adalah hal yang paling sering di salah mengerti dalam kekristenan. Saya akan memulainya dengan dua pendapat negative.

Pertama, iman bukanlah sesuatu yang mudah diyakini. Mencken, kritikus anti-suppranaturalis Kristen, pernah mengatakan bahwa, "iman bisa didefinisikan secara singkat sebagai kepercayaan yang tidak logis yang terjadi dalam kemustahilan." Tetapi Mencken salah. Iman bukanlah sesuatu yang mudah dipercaya. Sifat asal percaya berarti sifat gampang ditipu. tidak kritis dan tidak bijak. Bahkan dalam hal kepercayaan seseorang, hal itu bertentangan dengan pikiran sehat.

Tetapi adalah suatu kesalahan besar untuk mengandaikan bahwa iman tidak sejalan dengan akal budi. Iman dan apa yang tampak oleh mata memang dipertentangkan dalam Alkitab, tetapi iman dan akal budi tidak. Iman yang besar pada dasarnya masuk akal karena iman bersandar pada karakter dan janji Allah. Seorang Kristen yang sungguh-sungguh adalah orang yang pikirannya mencerminkan keyakinan ini.

Kedua, iman bukanlah optimisme. Anggapan ini mungkin timbul karena kerancuan yang dibuat oleh Norman Vincent Peale. Sebagian besar yang ditulisnya memang benar. Keyakinan dasarnya mengacu pada kekuatan pikiran manusia. Ia mengutip William James, "penemuan terbesar dalam generasi saya adalah bahwa manusia bisa mengubah hidupnya dengan mengubah cara berpikirnya" 49, dan Ralph Waldo Emerson, "seorang, manusia adalah apa yang dipikirkannya sepanjang hari.”50 Jadi Dr. Peale mengembangkan thesisnya tentang berpikir positif, di mana ia terus (secara salah) menyamakannya dengan iman.

Apakah sebenarnya 'iman' yang dikemukakannya? Bab Pertamanya dalam The Power of Positive Thinking berjudul 'Percayalah pada Dirimu Sendiri'. Dalam bab 7 'Harapkan yang Terbaik, dan Dapatkanlah', ia menawarkan suatu anjuran yang dijaminnya pasti berhasil. Baca Perjanjian Baru, katanya, kumpulkan 'satu lusin pernyataan terkuat tentang iman', dan hafalkan. 'Biarkan konsep-konsep iman ini masuk ke dalam pikiran bawah sadarmu. Sebutkan satu persatu berulangkali ....' Perlahan-lahan konsep-konsep itu akan tertanam dalam alam bawah sadarmu dan 'mengubahmu menjadi orang percaya'. Sejauh itu, semuanya terlihat mejanjikan. Tapi tunggu dulu. Bila Alkitab menuliskan tentang 'perisai iman', lanjutnya, itu adalah pengajaran tentang suatu 'tekhnik kuasa rohani', apakah itu 'iman, kepercayaan, pikiran 'positif, iman kepada Allah, iman kepada orang lain, iman terhadap diri sendiri, iman terhadap kehidupan, itu nampaknya tidak jadi soal. Ini adalah inti tekhnik yang diajarkannya.'51 Dr. Peale melanjutkan dengan mengutip ayat-ayat yang bagus seperti "tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya”52, "sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman .... takkan ada yang mustahil bagimu”53 dan "jadilah kepadamu menurut imanmu"54, tapi kemudian ia merusak semuanya dengan menambahkan bagian berikut ini, "menurut imanmu kepada dirimu sendiri, menurut imanmu kepada pekerjaanmu, menurut imanmu kepada Allah. Itulah yang akan kau dapatkan dan tidak lebih.”55

Kutipan-kutipan ini cukup menunjukkan bahwa Dr. Peale secara jelas tidak membedakan antara iman kepada Allah dan iman kepada diri sendiri. Bahkan, ia tampaknya tidak terlalu memperdulikan masalah iman. Ia menyarankannya sebagai bagian dari 'formula penghancur cemas'nya, yaitu bahwa hal pertama yang harus dilakukan setiap pagi sebelum bangun dari tempat tidur adalah berkata keras-keras 'saya percaya' tiga kali56 tapi ia tidak mengatakan kepercayaan kita harus ditujukan kepada apa. Kata-kata terakhir dalam bukunya hanyalah menyebutkan 'maka percayalah dan hiduplah dengan sukses’57 Tapi percaya kepada apa dan percaya kepada siapa? Bagi Dr. Peale, iman adalah kata lain untuk percaya diri, untuk optimisme yang sangat tidak berdasar. Saya kuatir berpikir positifnya pada akhirnya hanyalah merupakan sinonim dari pikiran khayali.

Lebih buruk lagi dari semua itu adalah W. Clement Stone, pendiri 'Sikap Mental Positif', yang menyatakan (sebelum peristiwa Watergate!) bahwa 'Presiden Nixon akan menjadi politisi tingkat dua yang masam jika ia tidak membuang ketidakmatangan emosinya dengan menemukan PMA (Positive Mental Attitude)'. "Kami membuat manusia super dari orang biasa," katanya, karena ia telah mengembangkan "tekhnik penjualan yang akan mengakhiri semua tekhnik penjualan lain." Bahkan, "Anda dapat menjual diri Anda sendiri dengan menyenandungkan nyanyian seperti yang dilakukan para salesmen setia pagi 'Saya gembira, saya merasa sehat, saya merasa hebat!' "58

49 The Power of Positive Thinking (World’s Work, 1953), hal. 220.50 Ibid., hal. 223.51 Ibid, hal. 118, 119.52 Markus 9:23.53 Matius 17:20.54 Matius 9:29.55 Ibid., hal. 126.56 Ibid., hal. 169.57 Ibid., hal. 302.58 Dari wawancara dengan Adam Raphael dalam Guardian Weekly, 20 Maret 1971.

10

Page 11: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

Tapi tak satupun dari "berpikir positif"nya Peale ataupun "sikap mental yang positif" dari Stone yang sama dengan iman Kristen. Iman bukanlah optimisme.

Iman adalah kepercayaan yang beralasan. Kepercayaan yang memperhitungkan secara cermat dan penuh keyakinan bahwa Allah sungguh-sungguh layak dipercaya. Contohnya, ketika Daud dan pasukannya kembali ke Ziklag, sebelum bangsa Filistin membunuh Saul dalam suatu pertempuran, suatu pemandangan yang mengerikan menanti mereka. Ketika mereka pergi. bangsa Amalek telah mengobrak-abrik tanah itu, membakar rumah-rumah mereka, merampas wanita dan anak-anak. Daud dan pasukannya menangis "sampai mereka tidak kuat lagi menangis", dan di dalam kepahitannya, rakyat mengatakan hendak melempari mereka dengan batu. Ini adalah suatu krisis yang besar, dan Daud dengan mudah bisa terhanyut dalam kedukaan. Tetapi, kita baca bahwa "Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya".59

Ini adalah iman yang benar. Ia tidak menutup matanya terhadap kenyataan. Ia juga tidak berusaha membangun kepercayaan dirinya sendiri atau mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia merasa baik-baik saja. Tidak. Ia mengingat TUHAN, Allahnya. Allah yang menciptakan, Allah perjanjian, Allah yang telah berjanji untuk menjadi Allahnya dan memahkotainya sebagai raja Israel. Dan sementara Daud mengingat janji dan kesetiaan Allah, ia makin kuat dalam iman. Ia "menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya."

Karena itulah, iman dan pikiran harus ada secara bersama-sama, dan mempercayai sesuatu tidak mungkin dilakukan tanpa berpikir.

Dr. Lloyd-Jones telah memberi kita suatu contoh bagus dari Perjanjian Baru tentang kebenaran ini ketika ia mengomentari Matius 6:30 dalam bukunya Studies in the Sermon on the Mount, "Tetapi bila Allah sedemikian rupa mendandani rumput di padang, rumput yang hidup hari ini dan keesokan harinya dibuang ke pembakaran, tidakkah Ia akan lebih lagi mendandani engkau, wahai manusia yang lemah iman?"

"Iman, menurut pengajaran Allah kita dalam alinea ini, terutama adalah berpikir; dan masalah yang dimiliki oleh manusia yang lemah iman adalah ia tidak pernah berpikir. Ia membiarkan keadaan memukulnya .... Kita harus lebih banyak melewatkan waktu untuk mempelajari pelajaran yang diberikan Allah dengan pengamatan dan mengambil kesimpulan. Alkitab dengan logika, dan jangan pernah menganggap iman sebagai sesuatu yang sepenuhnya mistis. Kita tidak bisa hanya duduk-duduk di kursi malas dan mengharapkan sesuatu yang ajaib terjadi. Itu bukan iman Kristen. Iman Kristen pada dasarnya adalah berpikir. Lihatlah burung-burung, pikirkanlah tentang mereka, dan ambil kesimpulan. Lihatlah rerumputan, lihatlah bunga bakung di padang, pertimbangkan .... Iman, jika Anda mau, bisa didefinisikan sebagai berikut, yaitu seseorang yang ngotot berpikir ketika segala sesuatu tampaknya ingin memukul dan menjatuhkannya secara akal manusia. Masalah yang ada pada orang yang lemah iman adalah, bukannya menguasai pikirannya, malah pikirannya dikuasai oleh hal yang lain, dan dapat kita katakan, ia terus menerus berputar-putar dalam lingkaran setan. Inilah inti kekuatiran .... Itu bukan pikiran; itu adalah absennya pikiran, kegagalan berpikir." 60

Sebelum beralih dari topik tempat pikiran dalam iman Kristen, saya ingin menyebutkan dua ordonansi atau sakramen dalam Injil, Baptisan dan Perjamuan Kudus. Keduanya adalah symbol-simbol penuh makna yang berfungsi sebagai pemberi berkat bagi orang Kristen, dengan membangkitkan iman mereka pada kebenaran yang ditandainya (disimbolkannya).

Ambillah Perjamuan Kudus sebagai contoh. Secara sederhana, sakramen ini adalah dramatisasi kematian Juruselamat bagi orang berdosa. Ini adalah peringatan yang rasional. Pikiran kita perlu mencari maknanya dan menangkap kepastian yang ditawarkannya. Kristus sendiri berbicara kepada kita melalui roti dan anggur itu. "Aku mati bagimu," katanya, dan sementara kita menerima firman-Nya, seharusnya hal itu membuat tenang hati kita yang penuh dosa.

Karena itu, Cranmer menulis bahwa Perjamuan Kudus dibuat dengan maksud agar setiap orang yang memakan dan meminumnya, seharusnya mengingat bahwa Kristus mati baginya, dan harus melatih imannya, dan menghibur dirinya dengan mengingat janji- janji Kristus ...." 61

Jaminan Kristen adalah "keyakinan iman yang teguh” 62 Dan bila keyakinan adalah hasil dari iman, iman adalah hasil dari pengetahuan, pengetahuan yang benar tentang Kristus dan Injil. Seperti yang dikatakan oleh Uskup J.C. Ryle: "Setengah dari keraguan dan ketakutan kita timbul dari persepsi yang kabur tentang keberadaan Injil Kristus yang sebenarnya .... Akar dari kepercayaan yang membahagiakan adalah pengetahuan tentang Yesus Kristus yang dijabarkan dengan baik, jelas dan berbeda.” 63

Masalah Kekudusan

59 1 Samuel 30:1-6.60 D. Martyn Lloyd-Jones, Studies on the Sermon on the Mount (Inter-Varsity Press, 1977), hal. 445, 446.61 Thomas Cranmer, On the Lord’s Supper (Parker Society edition, 1844), hal. 352.62 Ibrani 10:22.63 Expository Thoughts in the Gospels (Zondervan edition, 1955), volume IV, hal. 321 dan 80.

11

Page 12: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

Banyak rahasia kekudusan diberikan kepada kita dalam halaman-halaman Alkitab. Benar, tujuan utama dari Alkitab adalah untuk menunjukkan kepada umat pilihan Allah bagaimana menempuh kehidupan yang berkenan dan menyenangkan Dia. Tapi salah satu aspek yang paling banyak dilupakan dalam masalah kekudusan adalah peran pikiran, walaupun Yesus sendiri memperhatikan masalah ini ketika Ia berjanji "dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."64 Dengan kebenaran-Nyalah Kristus memerdekakan kita dari belenggu dosa, Bagaimana caranya? Dimanakah letak kuasa memerdekakan dari kebenaran?

Pertama-tama, kita harus mempunyai gambaran yang jelas, Allah menghendaki kita menjadi manusia yang bagaimana. Kita mengetahui hukum moral perintah-perintah Allah. John Owen mengatakan, "kebaikan yang tidak diketahui oleh alam pikiran, tidak akan dipilih oleh kehendak, tidak juga oleh kasih." Karena itu, "dalam Alkitab, ketidak jujuran pikiran ditempatkan sebagai dasar dari segala dosa." 65

Contoh terbaik bisa ditemukan dalam kehidupan dunia Penebus kita. Tiga kali Iblis datang , dan mengajak-Nya ke padang gurun Yudea. Tiga kali Ia dapatkan usulan Iblis itu jahat dan bertentangan dengan kehendak Allah. Tiga kali Ia mengatasi percobaan tersebut dengan kata gegraptai, "ada tertulis.” Tidak ada debat atau argumentasi. Masalah itu terselesaikan dalam pikiran-Nya sejak awal, karena Alkitab telah menegaskan apa yang benar. Pengetahuan Alkitab yang jelas tentang kehendak Allah adalah rahasia pertama dari hidup yang benar.

Bagaimanapun juga, tidak cukup hanya sekedar mengetahui, kita harus menjadi seperti apa. Kita harus melangkah lebih jauh dan menempatkan pikiran kita padanya. Pertempuran hampir selalu dimenangkan dalam pikiran. Melalui pembaharuan pikiranlah karakter dan perilaku kita diubah.66 Alkitab selalu mendesak kita untuk melatih disiplin mental karena alasan tersebut "Semua yang benar,” demikian tertulis, “semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." 67

Juga, ".... kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.”68

Satu lagi, "Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera." 69

Yang terutama dalam pengendalian diri adalah pengendalian pikiran. Apa yang kita tabur dalam pikiran, kita tuai dalam tindakan. "Berilah makan pikiranmu" adalah suatu slogan dari suatu kampanye untuk promosi buku-buku Kristen. Slogan ini mengandung suatu kesaksian terhadap fakta, bahwa pikiran manusia perlu diberi makan seperti juga tubuh yang memerlukannya. Dan jenis makanan yang dicerna oleh pikiran kita akan menentukan kita akan jadi orang macam apa. Pikiran yang sehat memiliki nafsu makan yang sehat. Kita harus mengenyangkannya dengan makanan yang bergizi, dan tidak dengan obat-obatan intelek yang berbahaya, apalagi racun.

Ada jenis lain dari disiplin mental yang diberikan oleh Perjanjian Baru kepada kita. Kita harus mempertimbangkan, bukan saja kita harus menjadi seperti apa, tetapi juga apa yang telah dikaruniakan Allah sehingga kita menjadi seperti apa adanya saat ini. Kita harus terus mengingat apa yang telah dilakukan Allah kepada kita, dan berkata kepada diri kita sendiri, "Allah telah mempersatukan aku dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Dengan demikian menghapuskan hidup lamaku dan memberiku suatu hidup yang sama sekali baru dalam Kristus. Ia telah mengangkatku masuk ke dalam keluarga-Nya dan membuatku menjadi anak-Nya. Ia telah menempatkan Roh Kudus di dalam hatiku dan membuat tubuhku menjadi baitNya. Ia juga membuatku menjadi ahli waris-Nya, dan menjanjikan suatu masa depan yang kekal bersama Dia di surga. Inilah yang telah dilakukan-Nya bagiku dan di dalam hidupku. Seperti inilah keberadaanku di dalam Kristus."

Paulus terus menerus mengajak kita untuk menanamkan hal ini dalam pikiran. "Atau tidak tahukah kamu," tulisnya, "bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus telah dibaptis dalam kematian-Nya? Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil, tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah? Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus?" 70

Maksud Paulus dalam rangkaian pertanyaan ini bukanlah untuk membuat kita malu terhadap ketidakpedulian kita. Tetapi agar kita mengingat kembali kebenaran-kebenaran tentang diri kita ini, dan

64 Yohanes 8:32.65 Pneumatologia atau A Discourse Concerning the Holy Spirit (1966), hal. 111.66 Roma 12:267 Filipi 4:868 Kolose 3:1-3.69 Roma 8:5, 6.70 Roma 6:3, 16; 1 Korintus 3:16; 6:9, 15; juga 1 Korintus 5:6; 6:2, 3, 16, 19.

12

Page 13: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

berkata-kata tentang kebenaran tersebut kepada diri kita sendiri, sampai kebenaran itu menguasai pikiran dan mengubah karakter kita. Ini bukanlah optimisme percaya diri yang diajarkan oleh Norman Vincent Peale. Cara Peale adalah dengan membuat kita berpura-pura menganggap diri kita lain dengan kita yang sebenarnya. Cara Paulus adalah mengingatkan siapa kita sebenarnya, karena Allah telah membuat kita seperti itu dalam Kristus. Mengenai masalah ini Adlai Stevenson berkomentar, "Saya rasa Paulus menarik, tetapi Peale mengerikan!"

Pedoman Kristen

Bahwa Allah mau dan mampu memimpin umat-Nya adalah fakta. Kita tahu hal ini melalui Kitab Suci, melalui janji-janji (contoh: Amsal 3:6. 'la akan meluruskan jalan-Mu'), dari perintah-perintah (contoh: Efesus 5:17, ‘janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan') dan dari doa-doa yang ada di dalamnya (contoh: Kolose 4:12, ‘supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah').

Tetapi bagaimana kita menemukan kehendak Allah? Beberapa orang Kristen mengatakan dengan gampang 'Allah mengatakan kepada saya untuk melakukan hal ini' atau ‘Tuhan memanggil saya untuk melakukan itu' seakan-akan mereka memiliki hubungan langsung ke surga dan berada dalam komunikasi telepon yang langsung dan terus menerus dengan Allah. Saya sulit mempercayainya. Sebagian lagi berpikir mereka mendapatkan tuntunan terperinci dari Allah melalui penafsiran yang seenaknya dari bagian-bagian Alkitab, dengan mematikan makna aslinya, melanggar konteksnya, dan tidak memiliki dasar dalam penggalian Alkitab dan logika yang baik.

Menemukan kehendak Allah bagi kita, harus dimulai dengan menjabarkan perbedaan antara kehendak "umum" dan kehendak "khusus" Allah. Kehendak Allah yang "umum" maksudnya adalah kehendak-Nya tersebut berlaku bagi setiap orang pada setiap waktu. Kehendak umum Allah bagi kita adalah bahwa kita akan menjadi makin serupa dengan gambaran Anak-Nya. Kehendak khusus Allah di lain pihak, berkenaan dengan masalah-masalah seperti pemilihan profesi dan teman hidup, serta bagaimana mengatur waktu, uang dan liburan kita.

Setelah perbedaan ini jelas, kita berada dalam posisi untuk mengulangi dan menjawab pertanyaan bagaimana menemukan kehendak Allah. Kehendak Allah yang umum telah tercantum dalam Alkitab. Tidak selalu mudah menemukan kehendak-Nya dalam situasi etis modern yang rumit. Kita harus memiliki prinsip-prinsip penafsiran Alkitab yang baik. Kita harus belajar, berdiskusi dan berdoa. Walaupun demikian, akan tetap benar, bahwa menurut kehendak umum Allah, kehendak Allah bagi umat-Nya sudah ada dalam Alkitab.

Kehendak Allah yang khusus, di pihak lain, tidak harus dicari dalam Alkitab, karena Alkitab tidak mempertentangkan keberadaannya sendiri, dan inti kehendak khusus Allah berlainan bagi anggota keluarga Allah yang berbeda-beda. Kita bisa menemukan dalam Alkitab beberapa prinsip umum untuk menuntun kita dalam anak Tuhan sepanjang sejarah telah menyatakan mendapatkan tuntunan secara terperinci dari Alkitab Tetapi perlu saya ulangi bahwa ini bukanlah cara yang biasa dipakai Allah.

Sebagai contoh, pertanyaan seorang pria tentang perkawinannya. (Ilustrasi ini, tentu saja, juga bisa diterapkan untuk seorang gadis). Alkitab akan menuntun Anda dalam petunjuk-petunjuk umum. Akan ditemukan dalam Alkitab bahwa perkawinan adalah maksud Allah yang mulia bagi manusia, dan hidup membujang adalah pengecualian, bukan peraturan. Salah satu tujuan utama pernikahan adalah mendapatkan penolong yang sepadan dan ini adalah satu kriteria yang harus ditemukan dalam diri wanita yang Anda ingin nikah dengannya. Sebagai seorang pria Kristen Anda hanya diperbolehkan menikah dengan seorang wanita Kristen. Pernikahan (komitmen yang penuh dan permanent dari satu orang pria kepada satu orang wanita) adalah suatu konteks yang ditetapkan Allah di mana kasih seksual dan persatuan bisa dinikmati. Hal-hal ini dan kebenaran-kebenaran penting lainnya tentang kehendak Allah bagi pernikahan diberitahukan Alkitab kepada Anda. Tetapi Alkitab tidak akan memberitahu Anda apakah istri Anda kelak si Yeni, atau Yuni, atau Yoan, atau Yemima!

Lain bagaimana cara kita mengambil keputusan untuk masalah besar ini? Hanya ada satu jawaban yang mungkin, yaitu menggunakan pikiran dan akal sehat yang diberikan Allah kepada Anda. Tentu saja Anda harus berdoa mohon pimpinan Tuhan. Anda akan meminta nasehat dari orang tua atau orang dewasa lain yang Anda kenal betul. Tetapi Anda harus menentukan pilihan, dengan percaya bahwa Allah akan menuntun Anda melalui proses mental Anda sendiri.

Ada peraturan alkitabiah yang baik tentang penggunaan pikiran ini dalam Mazmur 32:8, 9. Kedua ayat ini harus dibaca bersama-sama dan memberikan suatu contoh yang bagus dari keseimbangan Alkitab. Ayat 8 memuat janji tuntunan surgawi. "Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kau tempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu." Ini, faktanya, merupakan janji lipat tiga, "Aku akan memerintahmu, Aku akan mengajarmu, Aku akan menuntunmu". Tetapi ayat 9 segera menambahkan, "Janganlah seperti kuda atau seperti bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau." Dengan kata lain,

13

Page 14: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

walaupun Allah berjanji akan menuntun kita, jangan harap Ia melakukannya sedemikian rupa seperti kita menuntun kuda dan bagal. Ia tidak akan menggunakan tali les dan kekang untuk kita. Karena kita bukan kuda atau bagal. Kita adalah manusia. Kita memiliki pengertian yang tidak dimiliki kuda dan bagal. Maka, melalui penggunaan pengertian yang kita miliki, dengan diterangi firman Tuhan, doa dan nasehat teman-teman, Allah akan memimpin kita kepada pengetahuan tentang kehendak khusus-Nya bagi kita.

Sangatlah penting untuk memperhatikan peringatan Alkitab. Saya mengenal beberapa pemuda Kristen yang membuat kesalahan-kesalahan yang serius dan bodoh dengan bertindak berdasarkan dorongan yang tidak rasional atau "firasat". Mereka tidak menggunakan akal yang telah dikaruniakan Tuhan kepada mereka. Banyak yang bisa menirukan pengakuan Bernard Baruch, "apapun kegagalan yang saya ketahui, apapun kesalahan yang saya perbuat, apapun kebodohan yang saya saksikan dalam kehidupan masyarakat dan pribadi, semuanya itu adalah akibat dari tindakan tanpa berpikir." 71

Mengabarkan Injil

Dalam Roma 10, Paulus membahas dengan berapi-api tentang perlunya mengkotbahkan Injil agar orang lain menjadi percaya kepada Kristus. Orang berdosa diselamatkan, katanya dengan memanggil nama Tuhan Yesus. Itu jelas. Tetapi bagaimana seseorang dapat memanggil nama orang yang tidak mereka percayai? Bagaimana mereka bisa mempercayai seseorang yang tidak pernah mereka dengar? Dan bagaimana mereka bisa mendengarnya kalau tidak ada yang mengabarkannya kepada mereka? Ia menyimpulkan pembahasannya, "Jadi iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”72

Argumentasi Paulus mengungkapkan secara tidak langsung, bahwa harus ada isi yang mendalam dalam penyataan penginjilan kita tentang Kristus. Adalah tanggung jawab kita untuk menempatkan Yesus Kristus dengan segala kepenuhan keberadaan-Nya sebagai Allah dan manusia serta pekerjaan-Nya yang rnenyelamatkan, sehingga melalui "kotbah tentang Kristus" ini, Allah bisa membangkitkan iman dari pendengarnya. Pekabaran Injil yang demikian jauh berbeda dengan karikatur tragis, yang sudah sangat biasa terjadi saat ini, yaitu suatu penampilan yang emosional dan anti intelektual untuk memaksakan “keputusan" pendengar yang hanya sedikit waktu dan penjelasan tentang apa yang harus mereka putuskan atau mengapa demikian.

Saya mengajak Anda mempertimbangkan tempat akal budi dalam penginjilan, dan saya akan menyediakan dua alasan dari Perjanjian Baru untuk suatu penyataan Injil yang penuh pemikiran.Yang pertama, diambil dari contoh para rasul. Paulus meringkaskan seluruh pemberitaan Injil yang dilakukannya dengan kalimat sederhana "kami berusaha meyakinkan orang".73 Nah, meyakinkan adalah suatu latihan intelektual. 'Meyakinkan' adalah mengajukan suatu argumentasi agar bisa diterima oleh orang lain, untuk mengubah pikirannya tentang sesuatu. Dan apa yung dinyatakan Paulus telah diperbuatnya, dilukiskan oleh Lukas dalam halaman-halaman Kisah Para Rasul. Ia mengatakan kepada kita, sebagai contoh, bahwa selama tiga minggu dalam rumah ibadah di Tesalonika Paulus "membicarakan dengan mereka bagian-bagian dari Kitab Suci. Ia menerangkannya kepada mereka dan menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati, lalu ia berkata, 'Inilah Mesias, yaitu Yesus yang kuberitakan kepadamu.' " Hasilnya, Lukas menambahkan, "beberapa orang dari mereka menjadi percaya.”74

Semua kata kerja yang digunakan Lukas untuk pelayanan penginjilan Paulus ini - membicarakan, menerangkan, membuktikan, memberitakan dan meyakinkan - adalah kata-kata yang 'intelektual'. Kata-kata ini menunjukkan bahwa Paulus mengajarkan inti suatu doktrin dan membicarakannya sampai mencapai kesimpulan. Ia berusaha meyakinkan agar bisa mengubah. Dan fakta bahwa setelah suatu misi, kita cenderung berkata "Syukur kepada Allah untuk mereka yang telah diubahkan" adalah suatu tanda dari menjauhnya kita dari perbendaharaan kata-kata Perjanjian Baru. Akan sama bahkan lebih alkitabiah untuk mengatakan "syukur pada Tuhan bahwa beberapa orang bisa diyakinkan". Sedikitnya inilah yang dikatakakan Lukas setelah pelayanan Paulus di Tesalonika.

Sifat pelayanan Paulus seperti yang diterangkan di atas membuatnya berada dalam jangka waktu tertentu di beberapa kota, terutama Efesus. Tiga bulan pertama di sana dijalaninya dalam sebuah rumah ibadah dimana ia "mengajar dengan berani, berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah." Kemudian ia keluar dari rumah ibadah itu dan "setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus", yang mungkin sekali merupakan ruang kuliah yang disewanya untuk maksud tersebut. Beberapa manuskrip menambahkan bahwa kuliahnya berlangsung dari "jam kelima sampai kesepuluh", yaitu dari pukul 11 pagi sampai pukul 4 sore. Dan, "hal ini dilakukannya," demikian cerita Lukas kepada kita, "dua tahun lamanya." Jika kita asumsikan bahwa ia bekerja selama enam hari seminggu, pekerjaannya selama lima jam setiap hari jika dijumlahkan akan sekitar 3120 jam yang terdiri dari pembicaraan dan berargumentasi tentang Injil. Dengan

71 Dikutip oleh Ted W. Engstrom dan Alec Mackenzie dalam Managing Your Time (Zondervan, 1967), hal. 120.72 Roma 10:13, 14, 17.73 2 Korintus 5:11.74 Kisah Para Rasul 19:8-10

14

Page 15: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

demikian tidak mengejutkan kalau hasilnya, menurut Lukas, "semua penduduk Asia mendengar Firman Tuhan."75 Karena Efesus adalah ibukota propinsi yang terletak di Asia. Hampir semua orang akan datang ke kota itu pada saat-saat tertentu, misalnya pada hari pasar, atau untuk berbelanja, atau untuk berkonsultasi dengan dokter, pengacara atau politisi, atau untuk mengunjungi kenalan dan sanak saudara. Dan saat itu, salah satu hal yang bisa dilihat dan dikunjungi di kota ini adalah kuliah kekristenan yang diberikan oleh Paulus. Anda bisa mendengarnya kapan saja. Banyak yang melakukannya, dan kemudian kembali ke tanah asal mereka. Dengan demikian, Firman Tuhan tersebar seluruh provinsi Asia.

Bukti kedua dari Perjanjian Baru bahwa penginjilan kita harus merupakan penyajian Injil yang logis adalah perubahan jarang digambarkan sebagai respon seseorang kepada Kristus sendiri, tetapi kepada "kebenaran". Menjadi seorang Kristen berarti "mempercayai kebenaran", "mentaati kebenaran", “mengakui benaran". Paulus bahkan menggambarkan pembaca-pembaca suratnya di Roma sebagai "telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu." 76 Jelas dari gambaran ini bahwa memberitakan Kristus dalam pekabaran Injil yang mula-mula adalah mengajarkan inti doktrin tentang Kristus.

Sekarang saya akan mencoba mempertahankan pendapat saya tentang penginjilan yang logis terhadap beberapa keberatan.

Pertama, kadang-kadang ditanyakan, apakah penginjilan yang logis seperti yang saya anjurkan tidak malah membesarkan kebanggaan intelektual seseorang? Tentu saja bisa. Kita harus waspada terhadap bahaya semacam ini. Kita harus tahu, ada perbedaan mendasar antara membesarkan kesombongan intelektual seseorang (kita tidak boleh melakukannya) dengan menghormati kemampuan intelektualnya (yang harus kita lakukan).

Kedua, tidakkah pekabaran Injil yang logis menyebabkan seseorang yang tidak berpendidikan tidak mengerti Injil? Tidak, tidak demikian. Atau setidak-tidaknya, seharusnya tidak demikian. Seperti Paulus, kita berada dalam kewajiban, atau berhutang “baik kepada orang yang terpelajar, maupun kepada orang yang tidak terpelajar."77 Injil adalah bagi semua orang, apapun tingkat pendidikan mereka. Dan jenis penginjilan seperti yang saya kemukakan, yang menempatkan Yesus Kristus pada kepenuhan-Nya, relevan bagi semua orang, anak-anak atau orang dewusa, yang tidak beradab maupun yang beradab, Aborigin dari Australia maupun intelektual Barat. Karena penyajian yang terdapat dalam penginjilan yang demikian bukanlah bersifat akademis - diberikan dalam istilah-istilah yang filosofis dan kosa kata yang rumit - tetapi rasional.

Orang yang tidak berpendidikan sama rasionalnya dengan yang berpendidikan. Pikiran mereka mungkin tidak terlatih untuk berpikir dengan cara tertentu, dan kita seharusnya memperhatikan perbedaan antara pemikiran yang linear dan non-linear yang dibuat oleh Marshall Mc.Luhan dan pengikutnya. Tetapi mereka tetap berpikir. Semua manusia berpikir, karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang bisa berpikir. Pengajaran Tuhan Yesus sendiri, walaupun sederhana, membuat pendengarnya berpikir. Ia menghadapkan mereka dengan kebenaran yang besar tentang Allah dan manusia, tentang diri-Nya sendiri dan kerajaan Allah, mengenai kehidupan sekarang dan yang akan datang. Dan Ia seringkali mengakhiri perumpamaan-Nya dengan pertanyaan yang mendorong pendengar-Nya mengambil keputusan tentang hal yang dibicarakan.

Dengan demikian tugas kita adalah melawan usaha penyimpangan atau usaha untuk melemahkan Injil. Pada saat yang sama pula kita harus memperjelas dan menyederhanakan, mengatakan kebenaran secara langsung sehingga orang bisa mengerti, karena "kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu." 78 Saya kuatir bahwa penjelasan kita yang seadanya kadang-kadang memberikan kesempatan kepada Iblis. Kesempatan yang seharusnya tidak dimilikinya.

Ketiga, tidakkah penginjilan yang logis merebut pekerjaan Roh Kudus dan dengan demikian bekerja tanpa pertolongan Roh Kudus? Tentu saja tidak akan ada penginjilan tanpa kuasa Roh Kudus. Suatu kesalahan yang besar jika kita menganggap bahwa memberikan isi yang doktrinal kepada kabar baik dan menggunakan argumen-argumen untuk menjelaskan kebenaran-kebenaran dan relevansinya merupakan keyakinan pada diri sendiri atau ketidak percayaan. Atau apabila kita memiliki iman yang lebih besar kepada Roh Kudus maka kita bisa mengabaikan semua doktrin dan argumen. Justru sebaliknya. Mempertentangkan Roh Kudus dan penyajian Injil yang logis adalah suatu pertentangan yang salah kaprah.

Apa yang ditolak Paulus, seperti yang dikatakannya kepada jemaat di Korintus, adalah hikmat dunia (sebagai isi pernyataan) dan pertanyaan-pertanyaan retoris model Yunani (sebagai cara penyajiannya). Sebagai ganti hikmat dunia, ia berpegang pada pemberitaan akan Kristus dan penyaliban-Nya, dan sebagai ganti pertanyaan retoris ia bergantung pada kuasa Roh. Tapi ia tetap menggunakan doktrin dan argumen.

Gresham Machen menyatakan masalah ini secara mengagumkan dalam bukunya The Christian Faith in the Modern World, "Pasti ada pekerjaan misterius dari Roh Kudus dalam kelahiran baru," tulisnya. "Tanpa itu, semua argumen kita sebenarnya tak berarti. Tapi walaupun argumen tidak mencukupi, bukan berarti

75 Kisah Para Rasul 19:8-10.76 Roma 6:17.77 Roma 1:14.78 Matius 13:19.

15

Page 16: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

tidak perlu. Apa yang dilakukan Roh Kudus dalam kelahiran baru tidaklah membuat seseorang menjadi Kristen tanpa memperhatikan buktinya, sebaliknya, menghilangkan kabut dari matanya dan memungkinkan dia bisa melihat buktinya.” 79

Wolfhart Pannenberg, seorang Profesor teologi Sistematik di Munich, juga menulis hal yang hampir sama dalam bukunya Basic Questions in Theology, "Suatu pemberitaan yang tidak meyakinkan, tidak akan memiliki kuasa untuk meyakinkan dengan semata-mata bergantung pada Roh Kudus .... Argumentasi dan pekerjaan Roh Kudus tidak bersaing satu sama lain. Dengan mempercayai Roh Kudus, Paulus sama sekali tidak mengijinkan dirinya berhenti berpikir dan berdebat."80

Karena itulah, totalitas pemberitaan Injil (Inkarnasi Kristus, penyaliban-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, kedatangan-Nya kembali, dan lain-lain) harus diarahkan pada totalitas pribadi orang yang kita injili (pikiran, hati dan kehendak). Kita berargumentasi dengan pikirannya, membujuk hatinya, untuk menggerakkan kehendaknya, dan kita sepenuhnya beriman kepada Roh Kudus. Kita tidak boleh menyajikan Kristus secara setengah-setengah (kemanusiaan-Nya saja tidak termasuk keAllahan-Nya, kehidupan-Nya saja, tidak ikut kematian-Nya, penyaliban-Nya saja tidak turut kebangkitan-Nya, hanya Juruselamat dan bukan sebagai Tuhan juga). Kita tidak boleh meminta tanggapan yang setengah-setengah (pikiran saja dan bukan hati, hati saja tetapi pikiran tidak, atau tidak mencakup kehendaknya). Tidak. Tujuan kita adalah memenangkan totalitas manusianya, yaitu seluruh kepenuhan pikiran, hati dan kehendaknya bagi Kristus yang juga telah menyerahkan diri-Nya secara total.

Saya berdoa sungguh-sungguh agar Allah membangkitkan saat ini suatu generasi apologis Kristen atau komunikator Kristen, yang bisa mengkombinasikan ketaatan yang mutlak kepada Injil yang alkitabiah dan keyakinan yang kuat akan kuasa Roh dengan pengertian yang dalam dan peka akan kemungkinan-ke-mungkinan yang kontemporer dalam pekabaran Injil; orang yang bisa menghubungkan satu dengan lainnya dengan segar, tajam, otoritatif dan relevan, dan yang bisa menggunakan pikirannya untuk mengajar pikiran orang lain tentang Kristus.

Pelayanan dan Karunia-karunianya

Contoh saya yang keenam dan terakhir adalah tempat pikiran dalam pelayanan Kristen. Kita harus menggunakan pikiran kita dalam segala bentuk pelayanan, terlebih lagi dalam pelayanan kependetaan atau penggembalaan di gereja.

Ada banyak perhatian yang diperbaharui dalam hal pelayanan, dan dalam charismata atau karunia yang diberikan oleh Roh Kudus untuk meningkatkan kualitas dan memperlengkapi umat Allah dalam pelayanan mereka. Semua karunia rohani (ada banyak) dimaksudkan untuk pelayanan jenis tertentu. Mereka diberikan untuk dipakai bagi "kepentingan bersama" 81. Tujuannya adalah untuk membangun gereja, tubuh Kristus, agar bertumbuh menjadi dewasa. Karunia yang harus dimiliki dan dihargai adalah karunia mengajar, karena dengan itulah gereja diajar atau dibangun.

Karunia seperti itu sangat dibutuhkan oleh pendeta yang melayani gereja Tuhan. Kita akan melihat baik sifat pelayanan mereka maupun syarat-syarat yang dibutuhkan untuk itu.

Pelayanan "kependetaan" pada dasarnya adalah pelayanan "pastoral", dan pelayanan "pastoral" adalah suatu pelayanan yang "mengajar". Saya akan menjelaskannya. Pendeta adalah seorang pelayan, seorang gembala, yang dipercayakan oleh Kristus Sang Kepala Gembala untuk memimpin sejumlah ternak, terutama untuk memberi mereka makan atau mengajar.

Oleh sebab itu Paulus berkata kepada para penatua jemaat dari gereja di Efesus: "Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri,"82

Dan Rasul Petrus, yang pernah diperintahkan tiga kali oleh Tuhan yang bangkit untuk menggembalakan domba-dombaNya83 'menulis kemudian kepada penatua lain: "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu ....”84

Dengan mengesampingkan kiasan-kiasan pastoral, tanggung jawab utama seorang penatua adalah "memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus". Dan untuk mencapai tujuan ini mereka harus menyatakan Kristus dalam seluruh kepenuhan-Nya, "menasihati tiap-tiap orang dan mengajar tiap-tiap orang dalam segala hikmat".85 Melalui pengetahuan akan Kristus seperti yang digambarkan dalam Alkitab dan dinyatakan oleh para pelayanlah seorang Kristen mencapai kedewasaan rohani.

79 Pertama terbit 1936. Eerdmans edition (1847), hal. 63.80 Volume II (SCM, 1971), hal. 34, 35.81 1 Korintus 12:7; cf 1 Petrus 4:10, 11.82 Kisah Para Rasul 20:28.83 Yohanes 21:15-17.84 1 Petrus 5:285 Kolose 1:28

16

Page 17: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

Syarat-syarat yang diperlukan dalam pelayanan sejalan dengan sifatnya. Semua calon untuk pelayanan pastoral atau penatua harus memiliki baik iman yang alkitabiah dan karunia untuk mengajarkannya. Ia harus memiliki doktrin yang mantap. "Ia harus berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat (aslinya "sesuai dengan didache" atau pengajaran rasul), supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya."86 Ia juga harus merupakan "pengajar yang cakap.'87 Ini adalah dua syarat yang sangat penting. Ia harus setia kepada ajaran (didache) dan harus merupakan pengajar yang cakap (didaktikos), seorang pengajar dari ajaran.

Ini akan mengharuskan dia belajar, baik dalam persiapan untuk pelayanan maupun dalam pelaksanaannya. Sangat jelas bahwa siapapun yang ingin menjadi pelayan Tuhan harus melakukannya, demikian tulis Paulus, bukan saja dalam kesabarannya menanggung penderitaan, bukan pula hanya dalam kemurnian hati, kesabaran, kemurahan dan kasih, tetapi juga dalam pengetahuan.88

Saya bersyukur ketika mendengar Dr. Billy Graham berkata, kepada sekitar 600 pendeta di London pada bulan November 1970, bahwa jika ia harus mengulang seluruh pelayanannya lagi, ia akan belajar tiga kali lipat dari apa yang telah dilakukannya. "Saya telah terlalu banyak berkotbah dan terlalu sedikit belajar," katanya. Hari berikutnya ia menceritakan kepada saya tentang pernyataan Dr. Donald Barnhouse, "Kalau saya hanya memiliki waktu tiga tahun untuk melayani Tuhan, saya akan menghabiskan yang dua tahun untuk belajar dan persiapan."

Saya sendiri memiliki kerinduan yang makin besar bahwa Allah akan memanggil lebih banyak orang untuk pelayanan pengajaran saat ini. Ia akan memanggil orang-orang yang memiliki pikiran yang sigap, keyakinan yang alkitabiah dan kecakapan mengajar. Ia akan menempatkan mereka di kota-kota besar dan kota- kota pelajar di seluruh dunia; dan di sana, seperti Paulus di aula Tiranus di Efesus, mereka akan memberikan pengajaran yang penuh pemikiran, sistimatis, menjelaskan secara rinci tentang Alkitab dan menghubungkannya dengan dunia modern, dan bahwa pelayanan yang setia sedemikian itu di bawah tangan Tuhan tidak hanya menuntun jemaat setempat kearah kedewasaan Kristen tetapi juga pendatang-pendatang yang karena tertarik oleh pengaruhnya, menyebarkan berkat itu kemana-mana.

4. BERTINDAK BERDASARKAN PENGETAHUAN

Pada awal buku ini saya menyebutkan resiko "lompat dari penggorengan ke api", yaitu bahaya bertindak berlebih-lebihan. berbalik dari anti intelektualisme yang mandul kepada hiper intelektualisme yang juga sama mandulnya. Kita bisa menghindari bahaya ini kalau kita ingat satu hal saja: Allah tidak pernah me-maksudkan pengetahuan sebagai suatu akhir, tetapi sebagai suatu cara untuk mencapai suatu akhir yang lain.

Saya telah mencoba menggambarkan enam bidang kehidupan Kristen di mana pikiran memainkan peran penting – ibadah, iman, kekudusan, tuntunan, penginjilan dan pelayanan Kristen. Kalau hal-hal ini tidak mungkin berjalan tanpa menggunakan pikiran dan pengetahuan Alkitab, maka sebagai konseku-ensinya, pengetahuan Alkitab harus membawa kita pada hal-hal tersebut dan memperkaya penguasaan akan pengetahuan Alkitab harus memimpin kita pada hal-hal tadi dan memperkaya pengalaman kita di dalamnya. Pengetahuan mengandung tanggungjawab yang serius yaitu untuk bertindak berdasarkan pengetahuan tersebut, sebagai upaya untuk menerjemahkan pengetahuan kita ke dalam perilaku yang tepat. Saya akan menjelaskannya.

Pertama, pengetahuan seharusnya membawa kita kepada ibadah yang lebih dalam. Pengetahuan yang benar tentang Allah tidak akan mengakibatkan kita terkubur dengan perasaan betapa berpengetahuannya kita, tetapi kita akan jatuh tersungkur di hadapan Allah dengan rasa heran, dan berseru, "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!"89 Kalau pengetahuan menyebabkan kita kering dan dingin, pasti ada yang salah. Karena setiap kali Kristus membukakan Alkitab kepada kita dan kita belajar daripada-Nya, hati kita akan berkobar-kobar90 Semakin dalam kita mengenal Allah, seharusnya kita makin mencintai Dia. Saya pernah dengar Uskup Handley Moule mengatakan bahwa kita harus berjaga-jaga terhadap teologi yang tidak beribadah dan ibadah yang tidak teologis.

Kedua, pengetahuan seharusnya membawa kita kepada iman. Kita telah melihat bahwa pengetahuan adalah dasar dari iman dan membuat iman kita logis. "Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu," tulis pemazmur.91 Pengetahuan tentang sifat-sifat dan karakter Allahlah yang membangkitkan iman kita.

86 Titus 1:9; cf 1 Timotius 4:13; 2 Timotius 2:15.87 Didaktikos; 1 Timotius 3:2; cf 2 Timotius 2:15.88 2 Korintus 6:6.89 Roma 11:33.90 cf Lukas 24:32.91 Mazmur 9:11.

17

Page 18: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

Tetapi jika kita tidak bisa percaya tanpa mengetahui, kita tidak bisa tahu tanpa percaya. Iman kita harus memegang erat apapun kebenaran yang dibukakan Allah kepada kita. Benar, firman Allah tidak berarti kecuali jika bertemu dengan iman pendengarnya.92 Inilah sebabnya mengapa Paulus melakukan lebih dari sekedar doa, agar mata hati kita terbuka untuk mengerti kebesaran kuasa Allah yang telah ditunjukkan dalam kebangkitan- Nya. Ia menambahkan bahwa kuasa yang Allah genapi dalam diri Kristus, sekarang tersedia bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Langkah pertama yang perlu diambil adalah bahwa kita tahu tentang kebesaran kuasa Allah dalam pikiran kita; tetapi hal ini seharusnya membawa kita menempatkan kuasa itu dalam hidup kita melalui iman.93

Ketiga, pengetahuan harus membawa kita kepada kekudusan. Kita telah membicarakan beberapa cara di mana perilaku kita bisa diubah jika saja kita tahu lebih jelas bagaiman.a seharusnya kita dan bagaimana keadaan kita saat ini. Tetapi sekarang kita akan melihat bahwa makin bertambah pengetahuan kita, makin besar tanggungjawab kita untuk menerapkannya. Banyak contoh dalam Alkitab yang bisa dikutip. Mazmur penuh dengan kerinduan untuk mengenal hukum Allah. Mengapa? Untuk bisa mentaatinya: "Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati."94 Tuhan Yesus berkata kepada dua belas murid: "Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu jika kamu melakukannya."95 Paulus menulis, "Apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu."96 dan Yakobus menekankan prinsip yang sama ketika ia mendorong pembacanya untuk menjadi "pelaku firman dan bukan hanya pendengar" dan memperingatkan mereka bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang mati, yang berasal dari Iblis.97

Thomas Manton, seorang pendeta Puritan, yang pernah menjadi pendeta penjara dari Oliver Cromwell, membandingkan orang Kristen yang tidak taat dengan seorang anak yang menderita penyakit rakhitis. Ia mengatakan, "Rakhitis menyebabkan kepala membesar dan kaki melemah. Kita tidak hanya harus berdebat dan membicarakannya, tetapi juga melakukannya. Kita tidak boleh menjadi telinga saja atau lidah saja, tetapi juga kaki yang terlatih!"98

Keempat, pengetahuan harus mengobarkan kasih kita. Semakin kita mengerti, seharusnya makin ingin kita membagikannya kepada orang lain dan menggunakan pengetahuan itu untuk melayani mereka, baik melalui penginjilan maupun melalui pelayanan. Walaupun demikian, kadang-kadang kasih perlu membatasi tindakan pengetahuan. Pengetahuan saja bisa sangat keras, sehingga membutuhkan kepekaan yang dapat diberikan oleh kasih. Inilah yang dimaksud Paulus ketika ia menulis, "Pengetahuan membuat sombong, tetapi kasih membangun."99 "Orang yang memiliki pengetahuan" yang dibicarakannya adalah orang Kristen yang terdidik, yang mengetahui bahwa Allah adalah satu, bahwa berhala-berhala itu tak berarti dan bahwa tak ada alasan teologis mengapa ia tak boleh makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Ada alasan praktis untuk menahan diri. Untuk beberapa orang Kristen yang tidak memiliki pengetahuan ini, dan akibatnya mereka "lemah", yaitu tldak terdidik dan kelewat teliti memperhatikan hal-hal kecil. Mereka sebelumnya adalah penyembah-penyembah berhala. Bahkan setelah mereka diubahkan, mereka tidak tahu secara pasti apakah mereka boleh makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala. Jika mereka ada, maka orang Kristen yang "kuat" atau terdidik harus menahan diri, jangan melakukan apapun agar tidak menjadi batu sandungan bagi saudara yang "lemah" ini, kata Paulus. Ia sendiri bebas menentukan apakah akan makan atau tidak. Tetapi kasihnya akan membatasi kebebasan yang diberikan oleh pengetahuannya kepadanya. Mungkin berdasarkan latar belakang seperti inilah pada beberapa pasal selanjutnya Paulus mengatakan "Sekalipun aku .... mengetahui segala rahasia dan memiliki pengetahuan .... tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tak berguna."100

Mari kita perhatikan peringatan-peringatan ini. Pengetahuan adalah bagian yang penting dari kehidupan dan pelayanan Kristen. Kalau kita tidak menggunakan pikiran yang telah diberikan Allah, kita akan terperosok dalam kesalahan, percaya akan tahayul-tahayul rohani dan menghalangi diri kita sendiri dari kekayaan anugerah Allah. Padahal, pengetahuan diberikan kepada kita untuk digunakan, untuk memimpin kita pada ibadah yang lebih tinggi, iman yang lebih besar, kekudusan yang lebih mendalam, pelayanan yang lebih baik. Kita membutuhkan banyak pengetahuan, dan kita harus bertindak berdasarkan pengetahuan itu.

Kalau Anda bertanya bagaimana mendapatkan pengetahuan yang demikian itu, saya dapat mengutip kata-kata yang dipakai oleh Charles Simeon dalam satu khotbahnya, "Untuk mencapai pengetahuan surgawi, kita diarahkan untuk mengkombinasikan suatu ketergantungan pada Roh Allah dengan pencarian

92 cf Ibrani 4:2.93 Efesus 1:18-20.94 Mazmur 119:34.95 Yohanes 13:17.96 Filipi 4:9.97 Yakobus 1:22-25; 2:14-26.98 An Exposition of John 17, suatu komentar mengenai ayat 16 (Sovereign Grace Book Club, 1958), hal. 17.99 1 Korintus 8:1.100 1 Korintus 13:2.

18

Page 19: Your Mind Matters - John Stott

YOUR MIND MATTERS – John Stott

kita sendiri. Karena itu, marilah kita tidak memisahkan apa yang telah disatukan Allah."101 Itu sama dengan mengatakan bahwa kita harus berdoa dan belajar. Inilah yang dikatakan kepada Daniel, "Janganlah takut, Daniel, sebab telah didengarkan perkataanmu sejak hari pertama engkau berniat untuk mendapat pengertian dan untuk merendahkan dirimu di hadapan Allahmu, ...."102 Benar, penempatan pikiran untuk mengerti dan merendahkan diri di hadapan Allah adalah wujud dari kerinduan seseorang akan kebenaran surgawi. Kerinduan yang demikian itu akan terpuaskan. Karena Allah telah berjanji bahwa yang sungguh-sungguh mencari akan menemukan:

Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku di dalam hatimu, sehingga telingamu memperhatikan hikmat, dan engkau mencederungkan hatimu kepada kepandaian, ya, jikalau engkau berseru kepada pengertian, dan menujukan suaramu kepada kepandaian, jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengertian akan Allah. Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulutnya datang pengetahuan dan kepandaian." 103

101 Kesimpulan dari kotbahnya nomor 975.102 Daniel 10:12.103 Amsal 2:1-6.

19