Yokhebed Fransisca_3315111296_Paper Titanium.pdf

22
1 PAPER TITANIUM DAN PENERAPANNYA PADA BIDANG KESEHATAN Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Kimia Anorganik I Oleh: Yokhebed Fransisca 3315111296 Program Studi Pendidikan Kimia Reguler Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta 2013

Transcript of Yokhebed Fransisca_3315111296_Paper Titanium.pdf

1

PAPER

TITANIUM DAN PENERAPANNYA

PADA BIDANG KESEHATAN

Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Kimia

Anorganik I

Oleh:

Yokhebed Fransisca

3315111296

Program Studi Pendidikan Kimia Reguler

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Jakarta

2013

2

OVERVIEW Titanium terdapat di bagian tengah dari tabel periodik. Tabel periodik

menunjukkan relasi antara unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Titanium merupakan logam transisi yang termasuk ke dalam golongan VI B bersama dengan Hafnium (Hf), Rutherfordium (Rf) dan Zirconium (Zr) (Newton, 2010). Berikut ini merupakan sifat fisik dan kimia dari logam titanium.

Penampilan : berwarna abu-abu putih perak metalik Lambang : Ti Nomor massa : 22 Jenis unsur : logam transisi Golongan, periode, blok : 4,4,d Massa atom standar : 47.867 Konfigurasi electron : [Ar] 4s23d2 (Mohsin, 2006)

Titik leleh : 1667°C Titik didih : 3287°C (Anonim, 2007)

Titanium adalah logam berlimpah nomor empat di dunia setelah

aluminium, besi, dan magnesium. Selain itu, titanium juga merupakan salah satu unsur terbanyak yang menempati urutan ke sembilan di kerak bumi dengan kelimpahan sekitar 0,63% (Donachie, 1988). Titanium ditemukan pada tahun 1791 di Inggris oleh Reverend William Gregor dalam bentuk ilmenite. Ilmenite terbuat dari besi, oksigen, dan titanium dengan rumus kimia FeTiO3. Elemen ini ditemukan kembali beberapa tahun kemudian oleh kimiawan asal Jerman Martin Heinrich Klaproth (1743-1817) dalam bentuk rutile (TiO2) (Newton, 2010).

Logam titanium tidak pernah ditemukan sendirian, keberadaannya selalu berikatan dengan mineral lainnya seperti yang terjadi pada rutile, ilmenite, leucoxene, anatase, brookite, perovskite, dan sphene yang ditemukan dalam titanat dan beberapa bijih besi. Titanium hampir selalu hadir dalam batuan beku dan dalam sedimen. Sejumlah ilmenite dan rutile ditemukan di Florida, California, Tennessee, dan New York. Australia, Norwegia, Malaysia, India, dan China juga merupakan pemasok besar mineral titanium. Titanium terdapat dalam debu batubara, tanaman, bahkan dalam tubuh manusia (Carp, 2004). Pada tahun 1946, Kroll menunjukkan bahwa titanium bisa diproduksi secara komersial dengan mengurangi titanium tetraklorida dengan magnesium. Sekarang, metode ini digunakan oleh sebagian besar industri untuk memproduksi logam.

Dalam keadaan murni, titanium merupakan logam yang berkilau putih. Titanium memiliki kepadatan rendah, kekuatan yang baik, biokompatibel, dan bersifat sangat tahan korosi. Titanium tidak mudah dilarutkan dengan asam sulfat, asam klorida, asam organik, gas klor, dan larutan klorida.

3

Titanium alami terdiri dari lima isotop stabil dengan massa atom 46-50. Titanium merupakan bahan penting sebagai suatu unsur paduan dengan aluminium, besi, molybdenum, mangan, dan logam lainnya (Hammond).

Karena sifat-sifat titanium tersebut, maka titanium banyak dimanfaatkan terutama dengan mengolah paduannya. Salah satu fenomena yang kini marak adalah penggunaan paduan titanium dalam kasus implan gigi. Tidak hanya untuk menggantikan gigi yang tanggal, implan gigi titanium pun berperan dalam fungsi pengunyahan seperti fungsi gigi yang asli (Mozartha, 2007).

KEBERADAAN

Di alam titanium ditemukan dalam bentuk rutile (TiO2), ilmenite (FeTiO3), geikielite (MgTiO3), perovskite (CaTiO3) dan sphene (CaTiSiO4). Titanium juga banyak ditemukan dalam bijih besi. Titanium telah terdeteksi di batuan bulan dan meteorit, seperti titanium oksida yang telah terdeteksi dalam spektrum M-jenis bintang dan ruang antar bintang. Titanium pun ditemukan pada tumbuhan, hewan, telur, dan susu (Patnaik, 2002). Titanium relatif melimpah dalam kulit bumi (Cotton, 2009). Simpanan yang besar dari bahan alam ini ditemukan di Kanada, Australia dan Amerika Serikat. Kebanyakan titanium yang digunakan saat ini berasal dari pertambangan yang berlokasi di Australia dan sebagian kecil berasal dari Amerika Serikat. Dari seluruh titanium yang ditambang, kebanyakan diubah menjadi titanium dioksida yang digunakan dalam cat. Hanya 5-10% yang digunakan dalam bentuk logam. Tingginya biaya titanium menyebabkan kurangnya penyebaran penggunaannya, walaupun lebih mahal dua kali lipat dibandingkan harga baja dan aluminium per ton (Parr GR, 1985). SENYAWA Titanium dioksida (TiO2)

Nama lain dari TiO2 adalah titanic oksida, asam anhidrida titanic, anhidrida titanium, dan titania. Titanium dioksida merupakan senyawa putih dan cerah dengan indeks pembiasan tinggi. Di dalam cat, titanium dioksida berupa pigmen putih. Opasitas titanium dioksida dalam cat rumah, cat air, mengisi kertas dan pelapis, karet, plastik, tinta cetak, kain sintetis, keramik, pemutih sepatu, serta pelapis untuk batang las. Bentuk TiO2 dapat berupa sebuah rutile yang digunakan dalam batu permata sintetis (Sugiyarto, 2003).

Dioksida alami ada dalam tiga bentuk kristal, yaitu anatase, rutile dan brookite. Rutile merupakan bentuk yang paling umum, memiliki struktur oktahedral. Atom oksigen dari anatase dan brookite telah terdistorsi oktahedral di sekitar atom titanium. Dalam struktur oktahedral terdistorsi, dua atom oksigen relatif dekat dengan titanium dari empat lainnya atom oksigen. Anatase lebih stabil daripada bentuk rutile sekitar 8 sampai 12 kJ / mol (Cotton, 2009).

Sifat fisik dari TiO2 adalah memiliki kepadatan 4.23g/cm3, Mohs kekerasan 5,8 g/cm3 (anatase dan brookite) dan 6,2 g/cm3 (rutile), indeks bias

4

2,488 (anatase), 2,583 (brookite) dan 2,609 (rutile), meleleh pada 1.843°C, larut dalam air dan asam encer, larut dalam asam terkonsentrasi. TiO2 merupakan suatu lapisan yang mudah terbentuk pada permukaan logam titanium.

Titanium dioksida ditambang dari deposit alami. Titanium dapat juga diproduksi dari mineral titanium lainnya atau dipersiapkan di laboratorium. Pigment-grade dioksida dihasilkan dari mineral rutile dan ilmenite. Rutile diubah menjadi pigmen rutile oleh klorinasi untuk memberikan titanium tetraklorida, TiCl4. Anhidrat tetraklorida diubah kembali ke bentuk rutile lalu dimurnikan oleh oksidasi fasa uap. Sedangkan bentuk anatase diperoleh dengan pengendapan hidrolitik dari titanium (IV) sulfat pada pemanasan. Mineral ilmenite direaksikan dengan asam sulfat pekat. Titanium dioksida juga dapat dibuat dengan logam pemanasan Ti di udara atau oksigen pada suhu yang tinggi (Patnaik, 2002). Titanium hidrida (TiH2)

Titanium hidrida merupakan zat aditif serbuk dalam metalurgi. Kegunaan lainnya adalah memproduksi logam yang bebusa, membuat solder untuk kaca logam komposit, getter untuk oksigen dan nitrogen dalam tabung elektronik, sumber hidrogen murni, dan pereduksi.

Bubuk logam titanium hidrida berwarna keabu-abuan hitam, stabil di udara, kerapatan 3,75 g/cm3, terurai pada 450°C dengan evolusi hidrogen, dan tidak larut dalam air. Hidrida titanium dioksida disiapkan oleh pemanasan titanium dengan kalsium hidrida pada 600°C dengan adanya hidrogen. Hidrida ini juga dapat dibuat dengan memanaskan logam titanium dengan hidrogen pada suhu yang tinggi (Patnaik, 2002). Titanium tetrachloride (TiCl4)

Titanium tetraklorida disebut juga titanium (IV) klorida. Titanium tetraklorida digunakan untuk mempersiapkan titanium dioksida dan senyawa titanium lainnya. TiCl4 juga digunakan dalam pembuatan kaca warna-warni, mutiara artificial, dan layar asap. TiCl4 merupakan senyawa katalis polimerisasi.

Titanium tetraklorida tidak berwarna, namun ada beberapa yang berwarna kuning cair, digunakan sebagai penetrasi bau asam, menyerap kelembaban dari udara, menghasilkan asap putih yang padat, memiliki nilai kepadatan 1,73 g/mL, membeku pada suhu -25°C, mendidih pada 136,5°C, temperatur kritis 464,8°C, tekanan kritis 46,6 atm, Volume kritis 339 cm3/mol, bereaksi dengan air membentuk TiO2 dan HCl, serta larut dalam etanol.

Titanium tetraklorida dibuat dengan pemanasan titanium dioksida atau biji ilmenite atau rutile dengan karbon panas merah dalam aliran klor. Ketika ilmenite digunakan, besi klorida juga diproduksi. Titanium tetraklorida dipisahkan dari klorida dan kotoran lainnya dengan cara fraksinasi.

TiCl4 + 2H2O → TiO2 + 4HCl Produk HCl diukur dengan titrasi asam-basa. Produk campuran ini dianalisis untuk ion klorida dengan kromatografi ion atau titrasi dengan larutan standar perak nitrat (Patnaik, 2002).

5

Titanium triklorida (TiCl3) Disebut juga klorida titanous atau titanium (III) klorida. Titanium triklorida

adalah agen pereduksi. Hal ini digunakan untuk menganalisis kelompok nitro, ion besi, perklorat, dan analit pengoksidasi lainnya. Oleh sebab itu, titanium triklorida sering digunakan untuk menghilangkan noda di pencucian.

Titanium triklorida merupakan kristal heksagonal berwarna merah-violet, higroskopis, densitas 2,64 g/cm3, terurai pada pemanasan di atas 425°C, terurai dalam air, berkembang dalam panas, larut dalam alkohol, asetonitril dan beberapa amina, serta larut dalam hidrokarbon dan eter.

Titanium triklorida dapat dibuat dengan mereduksi titanium tetraklorida dengan hidrogen pada suhu 600°C. Tetraklorida dapat direduksi dengan aluminium, seng, magnesium, timah, atau dengan elektrolisis. Karena merupakan agen pereduksi yang kuat dan merupakan larutan yang stabil, triklorida dapat diukur oleh titrasi redoks (Patnaik, 2002). STRUKTUR

Terdapat berbagai macam bentuk kristal titanium, yaitu perovskite, ilmenite, sphene, rutile, anatase, dan brookite (Emsley, 2000). Pada temperature kamar, titanium murni memiliki bentuk kristal hexagonal closed packed (HCP), atau sering disebut dengan fase alpha (α). Ketika terjadi pemanasan sekitar 883°C terjadi perubahan fase allotropic sehingga bentuk kristalnya menjadi body centered cubic (BCC), atau dikenal sebagai fase beta (β) (Craig, 2002).

Titanium murni menunjukkan transformasi fase allotropic pada 882°C, berubah dari berpusat badan struktur kristal Body Centered Cubic (fase β) pada suhu yang lebih tinggi ke Hexagonal Closed Packed struktur kristal (α fase) pada temperatur yang lebih rendah. Suhu transformasi yang tepat sangat dipengaruhi oleh interstisial, substitusi elemen, serta kemurnian logam (Lutjering, 2007).

Fase α Fase β

Gambar 1. Struktur Kristal titanium murni (Banerjee, 2013).

Perovskite (CaTiO3)

Keluarga perovskite adalah jenis oksida ganda, campuran Ca (II)/Ti (IV) oksida dengan rumus struktur CaTiO3. Istilah "campuran" mengacu pada sifat didistribusikan ion oksigen dalam unit sel, dan meskipun dalam namanya terdapat ion [TiO3]-2, namun CaTiO3 tidak mengandung ion tersebut. Dalam unit

6

sel, ion kalsium terletak di pusat kisi, dikoordinasikan dengan 12 ion oksigen, dan ion titanium yang terletak di sudut dikoordinasikan dengan enam atom oksigen. Meskipun CaTiO3 disebut sebagai "pendiri" dari perovskites, CaTiO3 belum banyak diteliti. Mungkin karena perovskites lain seperti BiTiO3, dan SrTiO3 lebih menjanjikan dalam hal aplikasi teknologi.

Struktur perovskite adalah serbaguna dan kuat, seperti tetrahedral, kubik, atau ortorombik pada STP (temperatur dan tekanan standar). Para geometri ortorombik dan tetrahedral berbeda dengan geometri kubik karena dimensi unit sel tidak sama.

Ternyata, selain menjadi diamati pada STP, fase pasca-perovskite ortorombik dari MgSiO3 ditemukan di dalam mantel bagian, jauh di dalam bumi. Perovskite mungkin paling berlimpah di bumi, dan mungkin memegang rahasia geofisika dari interior bumi (Ibbotson, 2010).

Gambar 2. Perovskite terdistorsi dengan simetri ortorombik (Ibbotson, 2010).

Perovskites memiliki berbagai aplikasi dalam teknologi, khususnya dalam

ionics solid-state. Perovskites saat ini digunakan dalam sensor, perangkat memori (RAM), amplifier, sel bahan bakar, superkonduktor, dan perangkat elektroptikal. Perovskites ortorombik seperti BaZrO3 dan SrZrO3 saat ini sedang dikembangkan sebagai bahan elektrolit untuk sel bahan bakar oksida padat (SOFCs).

Saat ini, penelitian di bidang lain yang melibatkan perovskites adalah superkonduktor suhu tinggi (HTSCs). Jenis cuprate-perovskite adalah jenis tertentu dari bahan superkonduktor yang memiliki kemampuan untuk beroperasi di bawah STP di masa depan (Ibbotson, 2010). Ilmenite (FeTiO3)

Ilmenite dengan rumus struktur FeTiO3 disebut juga sebagai besi titanium oksida, ilmenite pasir/bubuk. Mineral besi titanium oksida ditambang secara alami. Umumnya berupa pasir hitam yang tidak berbau, hambar, buram di bawah mikroskop, tidak mudah terbakar dan tidak larut pada 20°C.

Ilmenite memiliki kereaktifan yang cukup lembam, titik lelehnya adalah 1050°C, memiliki pH netral, dan kristalografinya bersegi enam. Ilmenite mengandung 53% TiO2 (rutile) yang merupakan mineral penting untuk pengolahan titanium. FeTiO3 penting sebagai sumber titanium oksida putih dan untuk aplikasi pigmen. Ilmenite mengandung unsur radioaktif alami dengan tingkat yang sangat rendah, terutama uranium dan thorium (Habashi, 1997).

7

Gambar 3. Struktur Kristal ilmenite (sumber: www.geocities.jp).

Sphene atau Titanite (CaTiSiO5)

Titanite merupakan sebuah aksesori mineral umum dalam batuan plutonik menengah dan felsic, pegmatites, dan vena alpine. Dalam gneisses, sekis, dan beberapa skarns, jarang detrital.

Titanite merupakan nama yang sesuai dengan kandungan unsur yang ada di dalamnya, yaitu titanium. Titanite terdapat dalam bentuk kristal monoklinik transparan dengan berbagai macam warna, seperti coklat kemerahan, abu-abu, kuning, hijau, dan merah. Titanite memiliki kekerasan 5,5 g/cm3dan sulit untuk dipecahkan. Karena efek pendinginan dari besi, sphene atau titanite tidak menunjukkan fluoresensi di bawah sinar ultraviolet. Beberapa titanite telah ditemukan menjadi metamict, sebagai akibat dari kerusakan struktural akibat dekomposisi radioaktif dari konten signifikan thorium. Terkait dengan hal tersebut, di bawah mikroskop petrologi tampak bahwa lingkaran cahaya mineral pleochroic atau metamict berada di sekitar kristal titanite (Habashi, 1997).

Gambar 4. Struktur kristal titanite (CaTiSiO5) “ball-and-stick”

(sumber: springerimages.com).

Anatase, Rutile dan Brookite (TiO2)

TiO2 terdapat dalam tiga struktur yang berbeda, masing-masing memiliki sifat struktur dan optik yang berbeda. Yang paling banyak dan paling luas dipelajari adalah fase rutile. Dua lainnya adalah polimorf anatase dan brookite (Shriver and Atkins, 2010).

Anatase merupakan bentuk yang lebih umum digunakan dalam penelitian laboratorium dan yang paling melimpah dari ketiga bentuk TiO2. Sedangkan fase brookite, sampai saat ini, kurang diteliti secara rinci.

Semua bentuk TiO2 telah dipelajari untuk aplikasi dalam fotokatalitik dan fotoelektrokimia. Perbedaan dalam tiga struktur kristal dapat dikaitkan dengan

8

berbagai tekanan dan pemanasan yang diterapkan dalam formasi batuan di bumi. Pada suhu rendah fase anatase dan brookite lebih stabil, namun keduanya akan kembali ke fase rutile ketika mengalami suhu tinggi (915°C untuk fase anatase dan 750°C untuk tahap brookite). Meskipun rutile adalah yang paling melimpah dari ketiga fase, banyak tambang yang hanya mengandung anatase atau bentuk brookite saja. Brookite pertama kali ditemukan pada tahun 1849 di Magnet Cove, sebuah situs deposito besar mineral. Itu awalnya dijuluki 'arkansite' bagi negara itu ditemukan di Arkansas (Howard, 1999).

Anatase dan rutile memiliki simetri yang sama, tetragonal, walaupun memiliki struktur yang berbeda. Dalam rutile, struktur didasarkan pada octahedrons oksida titanium yang berbagi dua sisi segi delapan dengan octahedrons lainnya dan berbentuk rantai yang dibagi menjadi simetri empat kali lipat. Dalam anatase, para octahedrons berbagi empat tepi sehingga menjadi sumbu lipat empat (Howard, 1999).

Struktur brookite lebih rumit, memiliki volume sel yang lebih besar, serta merupakan bentuk yang paling padat dibandingkan dengan rutile dan anatase. Setiap unit sel terdiri dari delapan unit rumus TiO2 dan TiO6 oktahedra, mirip dengan rutile dan anatase. Menurut definisi, struktur brookite adalah simetri rendah daripada countermorphs TiO2-nya, dimensi sel satuan yang tidak sama. Panjang ikatan Ti-O juga lebih bervariasi daripada pada fase rutile atau anatase (S. Mo, 1995).

Sifat optik dari setiap fase juga sama, namun memiliki beberapa perbedaan kecil. Pita celah absorpsi untuk rutile, anatase, dan fase brookite adalah 178eV, 2.04eV, dan 2.20eV. Untuk proses fotokatalitik, anatase adalah struktur yang lebih disukai, meskipun ketiga bentuk tersebut telah terbukti fotokatalitik. Struktur elektronik brookite mirip dengan anatase, berdasarkan perbedaan kecil dalam lingkungan kristal local (H. Tang, 1994).

Dalam senyawa TiO2, rutile merupakan struktur dari senyawa α-TiO2, anatase merupakan struktur dari senyawa β-TiO2, dan brookite merupakan struktur dari senyawa γ-TiO2 (Howard, 1999).

(A) (B) (C)

Gambar 5. (A) Rutile, (B) Anatase, (C) Brookite (Yang et al, 2009)

9

PRODUKSI Produksi titanium dapat dilakukan dengan cara ekstraksi titanium. Proses

ekstraksi titanium menjadi pigmen TiO2 dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode sulfat dan metode klorida. Namun, sebelumnya harus diilakukan proses preparasi bijih terlebih dahulu.

1. Preparasi Bijih (Ore Preparation) Titanium diperoleh dari berbagai bijih yang terdapat secara alami di

bumi. Banyak proses produksi bijih titanium dimulai dari pasir mineral berat. Ilmenite biasanya mengandung rutile dan zircon, sehingga produksi ilmenite selalu berkaitan dengan recovery logam-logam tersebut. Bahan baku pasir (raw sand) yang mengandung 3-10% mineral berat diperoleh dari wet dredging. Setelah melalui proses sieve, kemudian dimasukkan ke dalam gravity concentration dalam beberapa proses dengan Reichert cones atau spirals untuk menghasilkan produk dengan kandungan 90-98%.

Alat yang digunakan untuk pemrosesan bijih logam berat memisahkan mineral yang berat dan ringan (berat jenis 4.2-4.8 g/cm3 dan yang lebih kecil dari 3 g/cm3). Mineral magnetis (ilmenite) dipisahkan dari non magnetis (rutile, zircon, dan silikat) dengan dry atau wet separation. Tahap electrostatic separation memisahkan mineral non konduktor yang berbahaya dari ilmenite. Mineral non magnetis mengalami proses hydromechanical dengan shaking table yang berfungsi untuk menghilangkan mineral low-density yang tersisa. Recovery ilmenite dan leucoxenes dengan high-density magentic separation pada tahap dry magnetic (Habashi, 1997).

2. Produksi Titanium Dioksida (TiO2) TiO2 dapat dibuat dari bahan alam, seperti ilmenite yang berasal

dari China, Norwegia, Uni Soviet (pasir), Australia (pasir), Kanada dan Afrika selatan (pasir) (Carp, 2004). Pigmen TiO2 dapat diproduksi melalui dua proses yang berbeda, yaitu dengan metode sulfat dan metode klorida.

a. Metode Sulfat Metode sulfat dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini (Othmer, 1998).

Grinding Titanium-bearing raw materials dikeringkan menjadi uap. Pengeringan umumnya untuk mencegah pemanasan dan reaksi prematur dengan asam sulfur.

Digestion Mineral mentah dicampur dengan 80-98% H2SO4. Rasio asam sulfat tersebut dipilih agar rasio berat dari asam sulfat terhadap TiO2 dalam suspensi antara 1.8-2.2 (biasa disebut acid number) dengan suhu 50-70°C dan bentuk sulfat secara eksotermis menaikan suhu mencapai 170-220°C. Setelah mencapai suhu maksimum, maka akan mencapai kematuran. Digestion dapat dipercepat dengan menghembuskan udara saat suhu naik.

10

Dissolution and Reduction Pada proses ini temperatur harus kurang dari 85°C untuk mencegah hidrolisis prematur. Udara dihembuskan ke dalam untuk mencampur campuran selama dissolution. Besi trivalen dihidrolisasi bersama dengan senyawa titanium, diikutkan menjadi hidrat titanium oksida.

Clarification Semua material padat yang tidak terurai harus dihilangkan dari larutan. Metode ekonomis dengan preliminary settling pada thickener, diikuti dengan filtrasi sedimen dengan rotary vacuum filter. Dengan hal tersebut maka penambahan bahan kimia pada thickener harus dilakukan.

Crystallization Larutan dari terak digestion mengandung 5-6% FeSO4 dan dari digestion ilmenite 16-20% FeSO4 setelah reduksi Fe3+. Larutan harus didinginkan untuk mengkristalkan FeSO4.7H2O mengurangi muatan FeSO4 dalam waste acid.

Hydrolisis Hidrat Titanium oksida dan larutannya dipresipitasi dengan hirolisis pada 94-110°C. Proses ini menghasilkan hydrolysate yang tidak memiliki warna, namun dipengaruhi oleh ukuran dan tingkat flocculation. TiO2 yang dihasilkan adalah 93-96% dengan syarat acid number sekitar 1.8-2.2.

Purification of the Hydrolysate Setelah proses hidrolisis fasa cair suspensi hidrate titanium oksida mengandung 20-28% H2SO4 dan sejumlah sulfat tak larut. Hidrate disaring dari larutan dan dicuci dengan air atau dengan dilute acid. Kebanyakan dari pengotor dapat dihilangkan dengan reduksi (bleaching), untuk filter cake dilarutkan dengan dilute acid (3-10%) pada suhu 50-90°C. Setelah melalui proses penyaringan memiliki 5-10% H2SO4.

Doping of the Hydrate Saat memproduksi TiO2 dengan kemurnian yang tinggi, hidrat dipanaskan (calcined) tanpa penambahan aditif. Namun, untuk pembentukan pigment grades yang spesifik, hidrat harus diberikan perlakuan campuran alkali-metal dan asam fosfor sebagai mineralizers (<1%) sebelum dilakukannya kalsinasi. Untuk memproduksi pigmen rutile, harus ditambahkan rutile nuclei maksimal 10%. Contoh dari rutile nuclei adalah ZnO dan Al2O3. Selain itu, Sb2O3 juga terkadang ditambahkan dengan kadar maksimal 3% untuk menstabilkan struktur kristal.

Grinding Setelah dikalsinasikan, proses selanjutnya adalah grinding. Proses ini dapat dilakukan baik dengan wet grinding maupun dry grinding.

11

b. Metode Klorida Metode klorida dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini (Othmer, 1998).

Chlorination Titanium dapat diubah menjadi titanium tetraklorida dalam atmosfer yang rendah. Calcined petroleum coke biasanya digunakan sebagai pereduktor karena mempunyai kandungan abu yang sangat rendah. Dan karena kemampuan untuk menguapnya rendah, hanya sedikit HCl yang terbentuk.

Fixed-bed chlorination method Metode ini sudah jarang digunakan. Pada proses ini, tanah yang mengandung titanium dicampurkan dengan petroleum coke dan sebuah bahan pengikat (binder), dan kemudian membentuk briket.

Fluidized-bed chlorination method Titaium, dengan ukuran sebesar pasir, dan petroleum coke, direaksikan dengan klorin dan oksigen di dalam brick-lined-fluidized-bed reactor pada temperatur 800-12000C. Material mentahnya (titanium) harus sangat kering untuk menghindari pembentukan HCl. Magnesium klorida dan kalsium klorida dapat ditambahkan pada fluidized-bed-reactor karena mereka punya volatility yang rendah. Zirconium silikat juga dapat ditambahkan karena dapat diklorinisasikan sangat lambat pada temperatur tersebut.

Gas Cooling Gas hasil reaksi sebelumnya kemudian didinginkan dengan TiCl4 cair. Pada tahap pertama, gas didinginkan sedikit dibawah 3000C. Pada suhu tersebut, klorida dapat dipisahkan dari TiCl4 dengan cara kondensasi atau sublimasi. Kemudian, gas yang kandungannya sebagian besar adalah TiCl4 didinginkan sampai suhu dibawah 0o C, yang membuat sebagian besar TiCl4 terkondensasi. Sisa-sisa TiCl4 dan gas klorida kemudian dihilangkan dengan cara scrubbing dengan unsur alkali.

Purification of TiCl4 Klorida yang berada pada keadaan padat saat suhu ruang dapat dipisahkan dari TiCl4 melalui cara evaporasi (distilling). Kemudian klorida yang terlarut dapat dihilangkan dengan pemanasan atau reduksi dengan metal powders, seperti Fe, Cu, maupun Sn.

3. Pemurnian

Produksi titanium tetraklorida berdasarkan reaksi: TiO2 + 2Cl2 + 2C → TiCl4 + 2CO

Dari proses sulfat dan klorida, titanium tetraklorida yang terbentuk masih bersama pengotor lain (logam klorida dari logam lain) sehingga perlu dimurnikan. Pada pembentukan titanium (IV) klorida, logam klorida lain juga bisa terbentuk. Untuk memisahkannya, logam dimasukkan ke dalam tangki distilasi besar kemudian dipanaskan. Titanium (IV) klorida yang

12

sangat murni bisa dipisahkan menggunakan distilasi fraksional pada atmosfer argon atau nitrogen, kemudian disimpan di dalam dry tanks. Reaksi tersebut dapat menghilangkan klorida logam lain seperti besi, vanadium, zirkonium, silikon, dan magnesium. Titanium (IV) klorida adalah cairan tak berwarna yang menguap di udara lembab karena bereaksi dengan air membentuk titanium (IV) oksida dan gas hidrogen klorida. Semuanya harus dijaga sangat kering untuk pembentukan zat yang tidak diinginkan tersebut (Freemantle, 2000).

4. Produksi spons

Reduksi oleh natrium Metode ini banyak digunakan di Inggris. Titanium (IV) klorida

ditambahkan ke reaktor di mana natrium dengan kemurnian yang tinggi telah dipanaskan sampai sekitar 550°C, semuanya berada pada suasana argon inert. Selama reaksi, temperatur meningkat sampai sekitar 1000°C.

TiCl4 + 4 Na → Ti + 4 NaCl Setelah reaksi selesai, dan semuanya telah didinginkan selama

beberapa hari (sebuah inefisiensi dari proses batch), campuran dihancurkan dan dicuci dengan asam klorida encer untuk menghilangkan natrium klorida. (Clark, 2005) Reduksi oleh magnesium

Produksi titanium selalu mengalami kesulitan karena kecenderungan titanium untuk bereaksi dengan oksigen, nitrogen dan kelembaban pada suhu yang tinggi. Kemurnian unsur titanium yang paling tinggi dapat dihasilkan melalui proses Kroll dari titanium tetraklorida (TiCl4). Metode ini digunakan di seluruh dunia. Metode ini mirip dengan menggunakan natrium, namun dengan reaksi yang berbeda, yaitu:

TiCl4 + 2 Mg → Ti + 2 MgCl2 Reaksi di atas adalah reaksi eksotermik untuk mempertahankan

suhu tinggi yang diperlukan untuk proses Kroll. Proses Kroll tersebut diterapkan secara komersial untuk menghasilkan unsur titanium.

Titanium tetraklorida murni dipindahkan dalam bentuk cairan ke reaktor vessel stainless steel. Magnesium kemudian ditambahkan dan wadah dipanaskan sampai sekitar 2012°F (1.100°C). Argon dipompa ke dalam wadah sehingga udara akan dipindahkan dan kontaminasi oksigen atau nitrogen bisa dicegah. Magnesium bereaksi dengan klor menghasilkan magnesium klorida cair dan meninggalkan padatan titanium murni karena titik leleh dari titanium lebih tinggi dari suhu reaksi. Dengan demikian, magnesium klorida dapat dipisahkan dari titanium dengan destilasi di bawah tekanan yang sangat rendah pada suhu tinggi.

Titanium padat dipindahkan dari reaktor melalui boring dan kemudian dicuci dengan air dan asam klorida untuk menghilangkan sisa magnesium dan magnesium klorida. Produk yang dihasilkan adalah logam padat berpori yang disebut spons. (Clark, 2005)

13

5. Penciptaan Paduan Spons titanium murni kemudian bisa diubah menjadi paduan yang

lebih berguna melalui consumable-electrode arc furnace. Pada proses ini, spons dicampur dengan berbagai paduan dan logam tua (scrab metal). Proporsi spons yang tepat untuk bahan paduan dirumuskan dalam laboratorium sebelum proses produksi dilaksanakan. Campuran spons dan paduan kemudian ditekan hingga kompak dan menyatu, lalu dilas membentuk elektroda spons (Eylon, 1987).

Elektroda spons kemudian ditempatkan di busur tanur vakum untuk dilebur. Dalam air dingin pada wadah tembaga, busur listrik digunakan untuk melebur elektroda spons untuk membentuk ingot. Semua udara di wadah dipindahkan (dibuat vakum) atau suasana penuh dengan argon untuk mencegah kontaminasi. Biasanya, ingot dilebur kembali satu atau dua kali lagi untuk menghasilkan ingot komersial. Di Amerika Serikat, ingot yang paling banyak diproduksi oleh metode ini beratnya sekitar 9.000 lb (4.082 kg) dan diameter 30 in (76,2 cm). Setelah ingot dibuat, ingot dipindahkan dari tungku dan menjalani pemeriksaan cacat. Permukaan ingot dapat dikondisikan sesuai dengan kebutuhan (Anonim, 2007).

6. Produk Sampingan / Limbah

Selama produksi titanium murni, sejumlah besar magnesium klorida dihasilkan. Senyawa ini segera didaur ulang dalam sel daur ulang setelah diproduksi. Sel daur ulang pertama-tama memisahkan logam magnesium, kemudian mengumpulkan gas klor. Selanjutnya, kedua komponen ini digunakan kembali dalam produksi titanium (Anonim, 2007).

APLIKASI

Kini, titanium dan senyawanya menjadi sangat penting dalam masyarakat modern. Sejauh ini, penggunaan yang paling penting dari titanium adalah dalam pembuatan paduan logam. Titanium merupakan logam yang paling sering ditambahkan ke baja. Titanium menambah kekuatan baja dan membuat baja lebih tahan terhadap korosi. Titanium adalah sekuat baja, namun 45% lebih ringan. Titanium 60% lebih berat dari aluminium, tetapi dua kali lebih kuat. Jadi, paduan baja yang mengandung titanium memiliki berat yang lebih ringan tetapi lebih kuat dan lebih tahan terhadap korosi dibandingkan baja murni.

Dalam bidang industri

Dalam bidang industri titanium memiliki banyak manfaat. Salah satu senyawa titanium, yaitu natrium titanat dapat digunakan untuk pesawat televisi, radar, mikrofon dan fonograf. Titanium tetraklorida dapat digunakan untuk mordan (pengikat) pada pewarnaan. Titanium oksida dapat digunakan untuk pembuatan batang las, email porselen, karet, kertas dan tekstil. Sedangkan titania dapat digunakan untuk perhiasan (Van Noort, 2002).

14

Salah satu senyawa titanium, yaitu titanium dioksida sangat banyak digunakan untuk cat rumah dan cat yang digunakan oleh para seniman, karena sifatnya yang permanen dan dapat menutup dengan baik. Cat dengan kandungan titanium merupakan reflektor yang sangat baik dari inframerah, dan secara luas digunakan di observatorium surya. Paduan titanium pun banyak digunakan dalam pembuatan kacamata, sepeda, tongkat golf, peralatan olahraga, pelapis atap, hingga konstruksi bangunan.

Saat ini titanium jenis Ti-6Al-4V (Ti64), yang merupakan sebuah paduan alpha-beta, menjadi titanium yang paling banyak dipakai dan dipakai hingga 90% dari keseluruhan titanium yang digunakan dalam industri, sementara itu titanium murni yang digunakan secara komersial yang merupakan dan paduan beta secara perlahan mulai banyak mendapat perhatian dan mulai banyak digunakan (Humas FT, 2013). Dalam bidang militer

Paduan titanium digunakan dalam kendaraan lapis baja, tank, rompi lapis baja, serta rudal untuk kepentingan militer, seperti yang telah dilakukan oleh militer Amerika Serikat. Dalam bidang kedirgantaraan

Karena sifatnya yang ringan, tidak mudah berkarat, kemampuan untuk menahan temperatur yang ekstrim dan memiliki konduktivitas yang baik, maka dalam bidang transportasi titanium sangat baik digunakan sebagai bahan pembuatan badan pesawat terbang, pesawat ruang angkasa dan kapal selam (Stwertka, 2002).

Titanium dan paduannya telah banyak diaplikasikan di berbagai bidang termasuk kedirgantaraan dan biomedis. Ketahanan korosi yang sangat baik dan tingginya rasio kekuatan berbanding berat adalah faktor utama di balik aplikasi titanium di industri kedirgantaraan. Titanium dioksida merupakan salah satu senyawa dari titanium yang sering dimanfaatkan. Sebagian besar titanium dioksida yang dipakai dalam aplikasi berukuran nano meter. Baru-baru ini, diperkenalkan sebuah paduan beta baru, Ti-5Al-5V-5Mo-3Cr (Ti5553) dan telah ditetapkan di beberapa aplikasi utama dalam pesawat Boeing 787 "Dreamliner". Karena paduan ini relatif baru, area untuk penelitian secara luas terbuka, mulai dari sudut pandang manufaktur hingga proses las yang relatif tidak dikenal sebelumnya. Penelitian sedang dilakukan adalah pada struktur mikro, transformasi fasa dan sifat mekanik dari paduan Ti5553 termasuk berbagai teknik pengelasannya (Humas FT, 2013). Dalam bidang kedokteran dan biomedis

Paduan titanium juga telah populer dalam bidang kedokteran, seperti dalam kasus implan, baik implan gigi maupun implan tubuh, misalnya pembuatan pinggul dan lutut palsu. Paduan titanium bersifat ringan, kuat, tahan lama, dan biokompatibel, sehingga tidak menimbulkan reaksi ketika ditempatkan ke dalam tubuh (Newton, 2010). Titanium pun dapat digunakan sebagai bahan implan gigi

15

dengan mencampurkannya terlebih dahulu dengan bahan lain seperti alumininum dan vanadium dengan komposisi tertentu. Paduan titanium pun dapat digunakan sebagai replacement sendi dan alat fiksasi pada fraktur (Mozartha, 2007).

Dalam aplikasi biomedis, paduan titanium menawarkan biokompatibilitas yang sangat baik dengan jaringan manusia. Daerah ortopedi telah banyak menggunakan titanium sebagai properti untuk penggantian pinggul dan lutut, serta tulang atau fraktur fiksasi dan penggantian tulang (Humas FT, 2013).

Titanium juga dapat diaplikasikan sebagai bahan fotokatalisis, sensor gas, pembersih polutan yang ada di udara, tanah dan air, pelapis alat-alat di bidang kedokteran, kosmetik, sel surya, penyerap gelombang elektromagnetik, dan sebagai bahan campuran dalam cat agar tahan korosi (Diebold, 2002).

FENOMENA

Penggunaan implan gigi saat ini sudah semakin meluas dan telah menjadi salah satu alternatif terbaik dari berbagai macam gigi tiruan (Mozartha, 2007). Prinsip dari implan gigi serupa dengan gigi tiruan jenis lain, yaitu memperbaiki fungsi pengunyahan, estetis, dan kenyamanan ideal (Riniwaty, 2004).

Sejak pertama kali diperkenalkan, prosedur pemasangan implan telah berkembang pesat menjadi lebih mudah dan cepat. Perawatan akan dilakukan di bawah anestesi (bius) lokal yang akan menimbulkan rasa kebas pada daerah mulut dan rahang, sehingga pasien tidak akan merasa sakit. Namun, mengingat implan adalah benda asing yang ditanam dalam tubuh tentu akan menimbulkan reaksi, yaitu peradangan dan rasa sakit. Seberapa parahnya kondisi tersebut tergantung dari kerumitan kasus dan bahan implan yang digunakan.

Mayoritas orang berpikir bahwa implan gigi hanya berfungsi sebagai gigi tiruan, yaitu untuk menggantikan mahkota gigi, namun sebenarnya implan tidak hanya berfungsi untuk itu. Implan terdiri dari dua bagian, yaitu intrastruktur yang tertanam dalam tulang dan berfungsi untuk menggantikan akar gigi serta suprastruktur yang fungsinya menggantikan mahkota gigi.

Gambar 6. Ilustrasi implan gigi yang dipasangkan ke dalam tulang rahang

(Mozartha, 2007).

16

Sebagai ilustrasi, implan gigi ini dapat dikatakan seperti sekrup yang dipasang di dalam tulang, kemudian bagian atasnya dipasangkan mahkota tiruan. Oleh karena itu, implan gigi dapat digunakan untuk menggantikan satu atau lebih gigi. Sekrup tersebut berfungsi untuk menggantikan akar gigi yang menerima beban kunyah dan meneruskannya ke tulang rahang, dan sekaligus mempertahankan ketinggian tulang rahang karena rahang tak bergigi akan menyusut seiring dengan berjalannya waktu (Mozartha, 2007).

Gambar 7. Salah satu jenis implan yaitu endosseous implant, di mana implan dipasang di dalam tulang. Implan dapat berbentuk skrup atau silinder yang

umumnya terbuat dari logam (Mozartha, 2007).

Implan gigi akan berkontak langsung dengan jaringan tubuh, di mana jaringan dapat memberikan reaksi penolakan terhadap benda asing. Oleh karena itu suatu material harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dapat dijadikan material implan gigi. Syarat material implan:

Biokompatibel, yaitu kemampuan suatu material untuk berinteraksi dengan sel atau jaringan hidup tanpa menimbulkan reaksi toksik atau memicu reaksi imun saat berfungsi. Demikian juga sebaliknya, di mana tubuh tidak memberi reaksi merugikan terhadap material

Mampu menahan beban-beban mekanik yang tinggi saat sedang berfungsi, terutama beban pengunyahan

Tahan terhadap korosi saat bereaksi dengan cairan-cairan di dalam tubuh

Aktif dengan jaringan di sekitar tubuh sehingga terjadi osseointegrasi, yaitu penyatuan material implan dengan jaringan sekitar Perkembangan yang begitu pesat telah dilakukan pada material titanium

murni maupun paduannya, karena sebagian besar sifat logam tersebut memenuhi persyaratan sebagai material implan, baik implan gigi maupun ortopedi, dibandingkan dengan logam lain.

Logam titanium murni dan paduannya (alloy) memiliki biokompatibilitas dan biomekanis yang lebih baik dari logam lain. Titanium juga memiliki kekuatan dan kepadatan yang tinggi, dapat bertahan pada suhu yang tinggi, berat jenis

17

rendah, ringan, bersifat inert dan sangat resisten terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan titanium oksida (TiO2) dengan spontan dan sangat cepat dipermukaannya. Lapisan ini disebut passive layer, di mana lapisan ini tidak larut dalam cairan tubuh sehingga menghalangi cairan fisiologis, protein dan jaringan lunak maupun keras masuk ke permukaan logam serta mencegah lepasnya ion-ion logam yang dapat bereaksi dengan jaringan tubuh. Proses tersebut disebut osseointegrasi, proses tersebut menjadikan jaringan dan implan lebih terstruktur dan bersatu secara fungsional. Osseointegrasi merupakan standar yang harus dipenuhi dalam kasus implan gigi (Mozartha, 2007).

Titanium menjadi pilihan utama sebagai bahan implan gigi karena biokompatibilitasnya yang tinggi. Titanium murni dapat membentuk beberapa oksida, seperti TiO, TiO2, dan TiO3, dimana lapisan oksida ini menghalangi zat lain untuk kontak dengan titanium yang digunakan sebagai implan. Oleh sebab itu, permukaan implan biasanya dilapisi oleh oksida titanium yang tebal (Febriani, 2002).

Toksisitas titanium sangat rendah dan ditoleransi baik oleh tulang maupun jaringan lunak. Percobaan pada hewan menunjukkan tidak adanya perubahan sel sehubungan dengan implan titanium. Konsentrasi unsur logam yang meningkat dapat dipantau pada jaringan penyangga melalui analisis spektrofotometri, meskipun demikian secara klinik tidak ditemui efek negatif. Adanya laporan tentang warna jaringan penyangga yang menjadi lebih gelap karena CpTi (titanium murni), mungkin disebabkan karena kekerasan yang rendah dan daya tahan terhadap abrasi yang rendah pada logam bukan alloy. Dengan keunggulan tersebut titanium paling banyak digunakan sebagai material dasar implan gigi (Van Noort, 2002).

Sampai sekarang, titanium masih merupakan material yang aman digunakan baik sebagai implan gigi maupun kawat ortodonti dan efektif digunakan dengan resiko minimal.

Logam campur titanium yang digunakan pada implan gigi dijumpai dalam bentuk perpaduan alpha dan beta. Tipe ini dihasilkan ketika titanium murni dipanaskan, kemudian dicampur dengan 6% aluminium dan 4% vanadium dengan konsentrasi tertentu (Ti64) dan kemudian didinginkan. Aluminium dan vanadium yang ditambahkan berfungsi sebagai stabilisator. Aluminium sebagai penstabil fase alpha dan meningkatkan kekuatan serta mengurangi berat logam. Vanadium sebagai penstabil fase beta. Setelah dipanaskan logam ini memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik sebagai bahan implan gigi. Logam campur titanium penting dalam kedokteran gigi dan bedah implan karena memiliki biokompatibilitas yang tinggi serta tahan terhadap korosi (Febriani, 2002).

Secara umum, titanium murni adalah logam dengan susunan kimia yang 1,5 kali lebih kuat dibanding tulang padat dengan modulus elastisitasnya 96 GN/m2 (14 x 106 psi), sedangkan modulus elastisitas tulang adalah 21 GN/m2 (3 x 106 psi), hal ini menunjukkan bahwa titanium murni adalah bahan yang paling elastis yang baik digunakan sebagai bahan implan. Dengan demikian titanium murni 5 kali lebih kaku dibanding tulang padat (Craig, 2002).

18

Jenis bahan implan berpengaruh terhadap tipe pelekatan implan dengan tulang. Ada 2 tipe pelekatan, yaitu biointegration dan osseointegration. Pada biointegration, tulang menyatu secara kimiawi dengan permukaan implan. Pada osseointegration, tulang mengalami kontak langsung dengan implan yang terbuat dari titanium murni atau logam campur titanium. Oleh karena itu, tipe osseointegration memungkinkan terjadinya gerakan mikro implan titanium yang tertanam di dalam tulang. Terjadinya osseointegration dapat diketahui dengan adanya regenerasi tulang di sekitar permukaan logam yang ditandai dengan peningkatan kalsium dan phosphor. Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui mikroskop electron scanning dan mikroskop electron transmisi (Riniwaty, 2004).

Titanium sebagai bahan implan memiliki kelebihan, yaitu: (Febriani, 2002) 1. Titanium memiliki sifat mekanis yang baik yang menjadikannya ideal

sebagai bahan implan gigi karena kekuatannya 2. Titanium lebih kuat dari tulang kortikal ataupun dentin, sehingga desain

implan gigi yang baik dapat menahan beban pengunyahan 3. Biokompatibilitas titanium murni dan paduannya sangat baik 4. Kemampuan osseointegration yang baik dari titanium 5. Reaksi oksidasi pada titanium yang membentuk lapisan oksida tipis pada

permukaan implan yang dapat mengurangi biokorosi dan menghindari implan dari iritasi

Kekurangan dari titanium: (Febriani, 2002). 1. Proses pembuatan sulit karena titik cair titanium tinggi dan sangat reaktif,

sehingga diperlukan teknik dan alat khusus 2. Kandungan titanium dalam tubuh bertambah, walaupun tidak ada fakta

bahwa hal ini membahayakan tubuh 3. Biaya pembuatan titanium tinggi

Beberapa tahun lalu, implan gigi masih menjadi suatu perawatan yang terkesan eksklusif dan hanya dapat dijangkau oleh kalangan atas karena biayanya yang sangat tinggi. Dokter gigi yang mampu melakukan perawatan ini pun relatif masih sedikit dan umumnya adalah dokter gigi yang memperdalam ilmunya di luar negeri. Namun kini, permintaan masyarakat akan perawatan implan gigi sudah mulai meningkat, demikian juga dokter gigi yang mumpuni untuk melakukan perawatan ini pun semakin banyak. Meski demikian, tidak berarti pembuatan implan gigi sesuai untuk semua pasien. Ada syarat-syarat dan kondisi tertentu yang harus dipenuhi supaya perawatan ini membuahkan keberhasilan.

Pemasangan implan gigi memiliki indikasi yang harus dipatuhi oleh setiap pasien yang hendak melakukan implan gigi, yaitu: (Mozartha, 2007).

Kesehatan mulut dan tubuh pasien baik

Kondisi pasien tidak memungkinkan untuk memakai gigi tiruan lepasan

Pasien yang kehilangan satu gigi dan indikasi untuk gigi tiruan jembatan, namun menolak untuk diasah giginya

Pasien memiliki koordinasi otot yang lemah sehingga stabilitas dan retensi gigi tiruan lepasan sulit dicapai

19

Kondisi tulang rahang baik dan bebas dari penyakit periodontal, dengan ketinggian tulang rahang mencukupi sehingga material implan gigi dapat ditanam ke dalam tulang Tingkat keberhasilan implan gigi sebetulnya sangat tinggi, dan dapat

bertahan hingga bertahun-tahun. Dari hasil penelitian dan pengalaman klinis didapati bahwa kesuksesan implan gigi jangka panjang sangat dipengaruhi oleh osseointegrasi material implan ke jaringan sekitar. Osseointegrasi dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya anatomi tulang, desain implan, prosedur pembedahan, umur dan jenis kelamin pasien, efek beban yang diterima implan, dan karakteristik permukaan implan. Pemeliharaan implan oleh pasien juga sangat mempengaruhi ketahanan dan kesuksesannya.

Keterampilan dan keahlian dokter gigi juga turut mempengaruhi keberhasilan perawatan. Perawatan ini tidak spesifik untuk salah satu bidang spesialisasi tertentu di bidang kedokteran gigi, namun umumnya dilakukan oleh dokter gigi spesialis periodonti, prosthodonti, bedah tulang atau kerja sama dalam tim. Meski demikian, cukup banyak dokter gigi umum yang mengikuti pengayaan ilmu mengenai implan gigi dan memiliki keahlian untuk melakukan perawatan tersebut. Dokter gigi akan memilih jenis, ukuran dan disain implan gigi yang tergantung pada lokasi pemasangan implan, dan bagaimana keadaan tulang rahang serta jenis gigi yang akan didukung oleh implan (Mozartha, 2007).

20

REFERENSI Anonim. 2007. Titanium. http://www.madehow.com/Volume-7/Titanium.html.

Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 02.13 WIB. Banerjee, Dipankar. 2013. Perspectives on Titanium Science and Technology. Acta

Materialia 61. Carp, O., Huisman, C.L and Reller, A. 2004. Photoinduced reactivity of titanium

dioxide, Progress in Solid State Chemistry Vol.32, pgs. 33-177. Clark, Jim. 2005. The Extraction of Metals - An Introduction.

http://www.chemguide.co.uk/inorganic/extraction/introduction.html. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 19.43 WIB.

Clark, Jim. 2005. Titanium.

http://www.chemguide.co.uk/inorganic/extraction/titanium.html. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 19.28 WIB.

Cotton, F. Albert dan Geoffrey Wilkinson. 2009. Kimia Anorganik Dasar.

Diterjemahkan oleh Sahati Suharto. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Craig, Robert G. 2002. Restorative Dental Materials 11th ed. Mosby: St. Lois. Diebold, Ulrike. 2002. The Surface Science of Titanium Dioxide. Surface Science

Reports 48: 59-64. Donachie, M. J. Jr. 1988. Titanium – A Technical Guide. USA: ASM International.

hlm 6. Emsley, John. 2000. The Elements 3rd edition. New York: Oxford University Press. Eylon, D. “Titanium untuk Aplikasi Energi dan Industri”. Metalurgi Masyarakat

Aime (1987). Febriani, Sylvia. 2002. Penggunaan Titanium Sebagai Bahan Dental Implan.

Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan. Freemantle, M. “Titanium Diekstrak Langsung dari TiO2”. Teknik Kimia dan Berita

(September 2000). H. Tang, et. al. Appl. Phys. 75, 2042 (1994)

21

Habashi, Fathi. 1997. Handbook of Extractive Metallurgy volume 2. Germany: John wiley VHC.

Hammond, C. R. The Elements. Howard, M. Brookite, Rutile Paramorphs after Brookite, and Rutile Twins from

Magnet Cove, Arkansas. Rocks and Minerals. Heldref Publications. (1999) Humas FT. 2013. FT UI Seminar Series, Titanium dan Aplikasinya.

http://www.eng.ui.ac.id/ft/news/88.xhtml. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 19.45 WIB.

Ibbotson, Matthew. 2010. Structure: Perovskite (CaTiO3).

http://chemwiki.ucdavis.edu/Wikitexts/UC_Davis/UCD_Chem_124A%3A_Kauzlarich/ChemWiki_Module_Topics/Structure%3A_Perovskite_(CaTiO3). Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 22.48 WIB.

Ilmenite Pasir dan Powder Ilmenite dari Reade.

http://www.reade.com/id/products/29-minerals-and-ores-powder/257-ilmenite-sand-a-powder-fetio3-?q=iron. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 21.23 WIB.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

http://www.lipi.go.id/www.cgi?proyek&1264061640&1&&1036006099&2011. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 21.01 WIB.

Lutjering, Gerd dan James C. Williams. 2007. Titanium 2nd Edition (Engineering

Materials and Processes). New York: Springer. Mohsin, Yulianto. 2006. Titanium. http://www.chem-is-

try.org/tabel_periodik/titanium/. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013 pukul 05.19 WIB.

Mozartha, Martha. 2007. Implan di Bidang Kedokteran Gigi.

http://gigi.klikdokter.com/subpage.php?id=3&sub=116. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 20.07 WIB.

Newton, David A. 2010. Chemical Elements 2nd Edition. Farmington Hills: Gale.

hlm. 619-625. Othmer, K. 1998. Ensiklopedi Teknologi Kimia. New York: Marcel Dekker. Parr GR, Garnerd K. Tooth RW. “Titanium: The Mystery Metal Of Implant

Dentistry”. Dental Materials Aspects. J. prosthetics, 54(3), 1985: 410 – 13.

22

Patnaik, Pradyot. 2002. Handbook of Inorganic Chemicals. New York: McGraw-Hill.

Riniwaty. 2004. Branemark Titanium Implant Sebagai Salah Satu Pilihan Implan

Tipe Screw. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan. S. Mo, W. Ching, Phys. Rev. B 51, 19, 13023 (1995) Shriver and Atkins. 2010. Inorganic Chemistry, Fifth Edition. New York: Oxford

University Press. Stwertka, Albert. 2002. A Guide to the Elements 2nd ed. New York: Oxford

University Press. Sugiyarto, Kristian H. 2003. Common Textbook (edisi revisi) Kimia Anorganik II.

Yogyakarta: FMIPA UNY. Van Noort, R. 2002. Introduction to Dental Materials 2nd ed. Edinburg: Mosby. Yang, Zhenguo, et al. 2009. Nanostructures and lithium electrochemical reactivity

of lithium titanites and titanium oxides: A review. Journal of Power Source 192.