xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

1

Transcript of xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

Page 1: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA .................................................... i HALAMAN SAMPUL BAHASA INGGRIS ........................................................ ii HALAMAN JUDUL ............................................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................. v HALAMAN MOTO ............................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii INTISARI ................................................................................................................. x ABSTRACT .............................................................................................................. xi DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ..................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 10 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 11 1.4 Tinjauan Pustaka................................................................................... 12 1.5 Landasan Teori .................................................................................... 14 1.6 Metode Penelitian ................................................................................ 23 1.7 Sistematika Laporan Penelitian ........................................................... 25

BAB II HEGEMONI TOKOH-TOKOH BELANDA ATAS PRIBUMI

DALAM NOVEL RAHASIA MEEDE ................................................ 26 2.1 Konteks Sosial Pada Masa Terbitnya Rahasia Meede ........................... 28 2.2 Wacana Kontinuitas Penjajahan ............................................................. 31 2.3 Superioritas Belanda .............................................................................. 34 2.3.1 Inlander-phobia ................................................................................ 38 2.3.2 Pribumi Sebagai Kutukan ................................................................ 39 2.3.3 Barat Sebagai Puncak Peradaban ..................................................... 40

2.3.4 Pelabelan Pribumi Yang Malas ........................................................ 43 2.3.5 Diskriminasi Rasial .......................................................................... 55

2.4 Sikap Inferior Pribumi ............................................................................ 58

Page 2: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

xiii

2.5 Sikap Pro-Barat Rian .............................................................................. 61 2.6 Bentuk Hegemoni Sebagai Kritik Sosial ................................................ 65

BAB III RESISTENSI PRIBUMI TERHADAP BARAT PADA MASA PASCAKOLONIAL DALAM NOVEL RAHASIA MEEDE. ........................... 66 3.1 Kesadaran Akan Ketertindasan .............................................................. 68

3.2 Pembalikkan Stereotipe .......................................................................... 75 3.3 Pandangan Suhadi terhadap VOC .......................................................... 79 3.4 Larangan Untuk Meniru Penjajah .......................................................... 80 3.5 Kolonialisme Sebagai Akar Penderitaan ................................................ 83 3.6 Paradoks Resistensi ................................................................................ 84

BAB IV Kesimpulan ............................................................................................ 89

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 93 LAMPIRAN ........................................................................................................... 95

Page 3: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Menjelang tahun 1914, Eropa menguasai total 85 persen wilayah bumi

sebagai daerah koloni, protektorat, tanah jajahan, dominion, dan persemakmuran.

Dalam sejarah, tidak ada koloni sebesar itu, tidak ada yang demikian terkuasai,

dan tidak ada yang menjadi begitu lemah di hadapan metropolis Barat (Said,

1995: 38). Itulah sebabnya kemudian Ashcroft, dkk (2003: xxi) menyebutkan

bahwa lebih dari tiga perempat umat manusia yang hidup di dunia saat ini, atau

pada abad ke-21, telah mengalami pemberangusan karakter akibat kolonialisme

yang menimpa mereka.

Kolonialisme, secara ringkas dipahami sebagai penguasaan oleh suatu

negara atas daerah atau bangsa lain. Dalam pengertian yang lebih spesifik,

kolonialisme diartikan sebagai penguasaan bangsa-bangsa Eropa seperti Inggris,

Perancis, Spanyol, Portugis, Belanda, dan lain-lain, atas bangsa-bangsa di luar

wilayah Eropa yang dimulai pada abad ke-15 hingga berakhir pada awal abad ke-

20. Bangsa-bangsa di luar wilayah Eropa yang mengalami masa di bawah

kekuasaan bangsa Eropa itulah yang disebut Ashcroft, dkk (2003: xxi) mengalami

dekarakterisasi. Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami

masa di bawah kekuasaan salah satu bangsa Eropa, yaitu Belanda.

Page 4: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

2

Ekspedisi pertama bangsa Belanda yang berlayar menuju kepulauan

Nusantara berangkat pada tahun 1595 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman

dengan armada empat kapal dan awaknya berjumlah 249 serta dipersenjatai 64

pucuk meriam (Ricklefs, 2005: 70). Pada bulan Juni 1596, rombongan tersebut

tiba di Banten, yang merupakan pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat pada saat

itu. Satu tahun kemudian, sisa-sisa ekspedisi kembali ke negeri Belanda dengan

membawa cukup banyak rempah-rempah di atas kapal mereka untuk

menunjukkan bahwa mereka mendapat keuntungan. Keberhasilan de Houtman

memancing perusahaan-perusahaan ekspedisi lain di Belanda untuk turut serta

memperoleh bagian rempah-rempah Indonesia.

Selanjutnya, terjadi persaingan di antara perusahaan atau perseroan itu

hingga akhirnya pada bulan Maret 1602, perseroan-perseroan yang terlibat

persaingan sepakat untuk bergabung dan membentuk kongsi dagang bernama

Perserikatan Maskapai Hindia-Timur, atau lebih dikenal sebagai VOC, Vereenig-

de Oost-Indische Compagnie (Ricklefs, 2005: 71). Sekitar tahun 1630, Belanda

melalui VOC telah mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar

militer untuk mendapatkan monopoli perdagangan dan perniagaan laut di

Indonesia. Mereka menguasai Ambon sebagai pusat kepulauan penghasil rempah-

rempah, dan mendirikan markas besar di Batavia. Dengan demikan, VOC tidak

lain merupakan tonggak berdirinya kolonialisme dan imperialisme Belanda di

Indonesia yang kemudian berkembang menjadi penjajahan dan menguasai

sebagian besar wilayah di kepulauan Indonesia selama lebih dari tiga abad.

Page 5: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

3

Termasuk dalam penguasaan itu adalah peralihan kekuasaan dari VOC kepada

pemerintah kolonial Hindia Belanda menjelang abad 19.

Kolonisasi tersebut tidak berlangsung tanpa perlawanan dari penduduk di

wilayah yang menjadi koloni. Perlawanan terhadap kolonisasi berujung pada

dekolonisasi. Sutrisno, dkk (2004: 178), mengartikan dekolonisasi sebagai proses

ketika si terjajah mulai mengusir keluar si penjajah dan kemudian si terjajah

mengorganisasikan hasrat kebebasan mereka menjadi gerakan kemerdekaan

nasional. Dengan perkataan lain, dekolonisasi adalah pelepasan daerah-daerah

yang sebelumnya menjadi daerah koloni atau daerah jajahan bangsa-bangsa

Eropa. Daerah-daerah yang melepaskan diri tersebut selanjutnya menjadi daerah

yang berdiri sendiri atau otonom. Istilah dekolonisasi juga dapat diartikan sebagai

awal mula kemerdekaan secara politik bagi daerah-daerah jajahan.

Akhir Perang Dunia II menjadi penanda dimulainya proses dekolonisasi

yang terjadi di banyak daerah jajahan bangsa Eropa. Di Indonesia, dekolonisasi

terjadi pada tahun 1945. Meski sempat dikuasai Jepang selama kurang lebih tiga

tahun (1942--1945), pada tahun 1945, lebih tepatnya pada tanggal 17 Agustus

1945, Indonesia yang diwakili Sukarno dan Mohammad Hatta pada akhirnya

memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan pernyataan kemerdekaan tersebut,

Indonesia secara politik terbebas dari praktik kolonialisme dan secara praktis

penjajahan, baik oleh Belanda atau Jepang, telah berakhir.

Akan tetapi, meskipun Indonesia dinilai sudah terbebas dari praktik

kolonialisme, dampak ataupun efek dari kolonialisme—terutama yang

dipraktikkan Belanda karena dari segi waktu jauh lebih lama dibanding Jepang—

Page 6: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

4

tidak hilang begitu saja setelah Indonesia merdeka. Efek dari kolonialisme itu

masih dapat diamati hingga pada masa pasca-kemerdekaan. Relasi yang terbentuk

antara pihak penjajah dan pihak terjajah selama masa kolonialisme pun tidak

berubah secara signifikan meski kolonialisme dinyatakan telah berakhir.

Sebelumnya, pada masa pra-kemerdekaan atau masa kolonialisme, relasi antara

bangsa Belanda sebagai penjajah dan bangsa bumiputra sebagai bangsa terjajah

berlangsung tidak setara karena dalam stratifikasi sosial kolonial bumiputra

berada pada posisi inferior di hadapan bangsa Belanda yang superior. Relasi

semacam itu yang terus berlangsung hingga pada masa pasca-kemerdekaan, oleh

Ashcroft, dkk, (2003: xxii) disebut sebagai kontinuitas penjajahan, yang di

dalamnya meliputi penjajahan budaya.

Said (2010: 7), menyebutkan bahwa relasi antara Barat dan Timur adalah

relasi kekuasaan, dominasi, dan hegemoni yang kompleks. Barat yang

dimaksudkan oleh Said adalah istilah untuk menyebut bangsa Eropa selaku

penjajah, sedangkan Timur adalah bangsa yang dijajah bangsa Eropa. Akan tetapi,

pada perkembangannya, dimensi geografis Barat tidak hanya mengacu pada

bangsa-bangsa yang berasal dari wilayah Eropa saja, melainkan juga Amerika

Serikat. Mahbubani (2011: 119) mengatakan, secara teritorial, kumpulan negara-

negara di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Eropa (27 negara

anggota Uni Eropa), Australia, dan Selandia Baru, dengan penuh kesadaran

mendefinisikan diri mereka sebagai anggota dari komunitas masyarakat Barat.

Belanda sebagai salah satu anggota Uni Eropa pun turut menyatakan diri sebagai

bagian dari Barat.

Page 7: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

5

Berkaitan hal tersebut, Faruk (2007: 364) berpendapat bahwa dalam batas

tertentu penjajahan Belanda di Indonesia memperlihatkan kekuatan pengaruh

yang sama dengan penjajahan bangsa-bangsa Eropa lainnya di seluruh dunia.

Penjajahan itu tidak hanya merupakan dominasi politik dari bangsa-bangsa

penjajah terhadap bangsa-bangsa terjajah, melainkan juga suatu hegemoni yang

bersifat kultural. Oleh sebab itu, penjajahan Belanda atas Indonesia, jika

dipandang dalam perspektif yang lebih luas, merupakan penjajahan Barat atas

Timur: Belanda sebagai representasi Barat, dan Indonesia sebagai representasi

Timur.

Dampak ataupun efek dari relasi antara Barat dan Timur yang terbentuk

pada masa kolonialisme dan terus berlangsung hingga pada masyarakat pasca-

kemerdekaan dapat diamati di berbagai bidang kehidupan seperti politik, sosial,

ekonomi, budaya, sastra, dan lain-lain. Akan tetapi, jejak-jejak kolonialisme itu

secara umum seringkali tidak kelihatan dalam kerangka perseptual masyarakat

kontemporer yang cenderung berupaya melupakan trauma penjajahan masa lalu.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ashcroft, dkk, (2003: xxi) berpendapat bahwa

karya sastra merupakan media alternatif paling efektif yang mampu

mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat terjajah. Dalam tulisanlah,

sebagaimana juga dalam karya lukis, patung, musik, dan tari, kondisi suatu

masyarakat diekspresikan dengan baik. Karya-karya sastra yang terlahir dari

pengalaman kolonial itu, oleh Ashcroft, dkk (2003: xxiii) disebut sebagai

kesusastraan poskolonial.

Page 8: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

6

Kesusastraan poskolonial memilik dua karakter utama (Ashcroft. dkk, 2003:

xxiii). Pertama, dalam bentuk paling mutakhirnya, karya sastra itu terlahir dari

pengalaman kolonisasi. Kedua, pernyataan-pernyataannya mengungkapkan

ketegangan-ketegangan berkaitan dengan hadirnya kekuatan imperial, dan

sekaligus menekankan perbedaannya dengan asumsi-asumsi yang dibangun oleh

pusat imperial. Relasi yang terjalin antara sastra dan kajian kultural serta

kolonialisme Eropa ditunjukkan secara tegas oleh Spivak (dalam Morton, 2008:

261). Spivak (dalam Morton, 2008: 34) memfokuskan diri pada naskah-naskah

yang mampu menentang atau mempersulit narasi otoritas kolonial yang dominan

dalam sastra dan budaya Eropa dengan cara menuliskan kembali narasi-narasi

tersebut dari sudut pandang sejarah dan budaya yang berbeda. Selain itu, Spivak

juga menekankan analisisnya pada sudut pandang kaum subaltern yang tertindas

oleh kolonialisme, ketidakadilan gender, kebijakan pembangunan internasional,

dan lain sebagainya.

Senada dengan Spivak, Said (1995: 12) juga menaruh perhatian khusus pada

karya sastra berupa novel dalam kajian mengenai imperialisme Barat atas Timur

karena menurutnya novel memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap,

acuan, dan pengalaman imperial. Said (1995: 13) beranggapan bahwa novel

merupakan satu-satunya objek estetika yang sangat menarik untuk dipelajari. Said

mempunyai dua alasan kenapa ia memilih novel sebagai bahan dalam kajiannya.

Pertama, ia menganggap novel merupakan karya seni dan sekaligus ilmu

pengetahuan yang patut dihargai dan dikagumi karena dengan membaca novel

akan mendapatkan kesenangan serta manfaat. Kedua, mengaitkan karya-karya itu

Page 9: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

7

bukan hanya dengan kesenangan dan manfaat melainkan juga dengan proses

imperial di mana mereka secara terbuka dan dengan jelas-jelas merupakan

bagiannya; bukan mengutuk atau mengabaikan peran serta mereka di dalam apa

yang dapat dikatakan sebagai realitas yang tidak dapat diragukan dalam

masyarakat mereka.

Selain itu, Ratna (2008: 108) juga memberikan sedikitnya lima alasan

menjadikan karya sastra sebagai objek yang representatif untuk dikaji melalui

studi poskolonial. Pertama, sebagai gejala budaya, sastra menampilkan sistem

komunikasi yang kompleks. Komunikasi ini menjadi mediator antara masa

lampau dengan masa depan. Kedua, karya sastra menampilkan berbagai

problematika kehidupan, emosionalitas, fiksi dan fakta, sehingga membuat karya

sastra menjadi kehidupan tersendiri. Ketiga, karya sastra tidak terikat ruang dan

waktu, kontemporaritas adalah manifestasinya yang sangat signifikan. Keempat,

karya sastra adalah bahasa, sedangkan bahasa merupakan alat utama dalam

mentransformasikan ideologi. Kelima, dalam karya sastra, segala persoalan

cenderung dimunculkan secara implisit, simbolis, terselubung, sehingga tujuan-

tujuan yang sesungguhnya tidak tampak, dan di sinilah letak salah satu peran dari

studi poskolonial, yaitu untuk membongkar ideologi yang tersembunyi dari suatu

karya sastra.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini menggunakan objek berupa

novel yang diasumsikan cukup merepresentasikan kondisi masyarakat sekaligus

relasi antara Barat dan Timur pada masa sesudah berakhirnya kolonialisme,

khususnya yang terjadi Indonesia. Novel yang dipilih sebagai objek penelitian ini

Page 10: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

8

berjudul Rahasia Meede karya Eddri Sumitro atau yang lebih dikenal dengan

nama pena ES Ito. Novel Rahasia Meede adalah novel kedua dari ES Ito.

Sebelumnya, ES Ito menulis sebuah novel berjudul Negara Kelima, yang bercerita

tentang mitos bahwa kepulauan nusantara sesungguhnya adalah negeri Atlantis

yang termuat dalam cerita seorang filosof dari Yunani kuno, Plato. Negara

Kelima juga bercerita tentang suatu kelompok separatis radikal, bernama

Kelompok Patriotik Radikal (Keparad), yang berupaya membubarkan negara

Indonesia dan membentuk negara baru. Melalui cita-cita kelompok radikal itulah

ES Ito menyuarakan beberapa keburukan dari pemerintah. Novel ini tampak

menjadi media yang digunakan ES Ito untuk mengkritisi penguasa. Koran Tempo,

dalam endorsment-nya, menyebut bahwa novel Negara Kelima adalah novel

provokatif yang asyik.

Hampir sama dengan novel pertamanya, pada novel kedua berjudul Rahasia

Meede, ES Ito kembali bercerita tentang mitos tetapi didukung dengan beberapa

fakta sejarah. Bahkan, dapat dikatakan pula novel ini merupakan novel sejarah.

Kesamaan lainnya antara Rahasia Meede dan Negara Kelima adalah adanya

kelompok yang mengkritisi pemerintahan yang tengah berkuasa. Rahasia Meede

bercerita tentang perburuan harta karun peninggalan VOC yang diduga masih

tersimpan di bumi Indonesia dan sempat digunakan sebagai alat diplomasi oleh

delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949.

Karena berkaitan dengan VOC, maka pencarian harta karun tersebut pun secara

praktis berarti menelusuri kembali sejarah imperialisme di Indonesia. Perburuan

harta itu melibatkan beberapa kelompok yang tidak hanya berasal dari dalam

Page 11: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

9

negeri, tetapi juga dari luar negeri, yakni dari Belanda. Dengan berbagai kedok,

seperti penelitian ilmiah, menjaga stabilitas negara, atau memperkaya diri sendiri,

terjadi interaksi di antara kelompok-kelompok yang terlibat persaingan tersebut.

Dari interaksi tersebut, khususnya antara tokoh-tokoh dari Belanda dan tokoh-

tokoh berkewarganegaraan Indonesia, wacana-wacana mengenai hubungan antara

penjajah dan terjajah beserta dampak yang ditimbulkannya kembali muncul.

Selain itu, hal tersebut juga memunculkan pertanyaan mengenai apa maksud

pengarang menghadirkan tokoh-tokoh asal Belanda untuk mencari harta di

Indonesia pada masa yang lebih terkini. Dapat diasumsikan bahwa melalui novel

ini pengarang tengah menawarkan suatu cara pandang baru dalam memandang

hubungan antara Belanda dan Indonesia yang dahulu berarti hubungan antara

penjajah dan terjajah tetapi pada masa yang lebih kekinian. Lebih jauh lagi, bukan

sekadar hubungan antara Belanda dan Indonesia, tetapi antara Barat dan Timur,

seperti yang dikatakan Faruk (2007: 364) bahwa dalam batas tertentu penjajahan

Belanda di Indonesia memperlihatkan kekuatan pengaruh yang sama dengan

penjajahan bangsa-bangsa Eropa lainnya di seluruh dunia.

Dari uraian yang telah dikemukakan, novel Rahasia Meede layak untuk

dikaji melalui studi poskolonial karena novel tersebut menyatakan ketegangan-

ketegangan yang terjadi antara pihak Barat yang direpresentasikan oleh tokoh-

tokoh berkewarganegaraan Belanda dan Timur yang direpresentasikan oleh tokoh-

tokoh bumiputra atau berkewarganegaraan Indonesia. Novel Rahasia Meede

berlatar waktu masa kini atau pada masa novel tersebut terbit, yakni tahun 2007,

tetapi banyak menyinggung sejarah bangsa Indonesia terkait dengan pengalaman

Page 12: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

10

imperial, utamanya mengenai sejarah VOC. Oleh sebab itu, novel ini menarik

untuk dijadikan bahan kajian guna mengetahui jejak-jejak kolonialisme dan sejauh

mana efek-efek kolonialisme tampak dalam gambaran kondisi kehidupan

masyarakat Indonesia pada masa pasca-kolonial dalam perspektif pengarangnya

sebagai salah satu bagian dari masyarakat Indonesia. Seperti yang disitir

sebelumnya, bahwa dampak kolonialisme yang mungkin masih berlangsung pada

masa pascakolonial adalah wacana keunggulan Barat atas Timur yang selanjutnya

membuat Barat mendapatkan kekuasaan yang bersifat hegemonik. Bentuk-bentuk

kuasa secara hegemonik inilah yang akan menjadi salah satu titik tolak penelitian

ini. Pada sisi lain, dekolonisasi telah secara praktis meruntuhkan kekuasaan politik

kolonial, sehingga perlawanan seperti yang ditunjukkan pada masa kolonial

dengan tujuan utama mengusir penjajah secara fisik sudah tidak lagi relevan pada

masa pascakolonial. Bentuk-bentuk resistensi yang muncul pada masa pada masa

pascakolonial ini pula yang akan menjadi fokus pembacaan terhadap novel

Rahasia Meede. Efek-efek dari kolonialisme pada masa pasca-kolonial yang

diperlihatkan dalam novel Rahasia Meede itulah yang akan dijadikan tujuan

utama dalam penelitian ini, yaitu hegemoni dan resistensi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan

dijawab dalam penelitian ini dibagi menjadi dua butir sebagai berikut.

Page 13: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

11

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk hegemoni Barat yang direpresentasikan

tokoh Belanda terhadap Timur yang direpresentasikan tokoh Indonesia

yang ditampilkan dalam novel Rahasia Meede?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk resistensi yang ditunjukkan Timur

sebagai reaksi atas hegemoni Barat yang ditampilkan dalam novel

Rahasia Meede?

Dua rumusan masalah ini akan menggiring penelitian untuk

mengungkapkan apa intensi pengarang menunjukkan bentuk-bentuk hegemoni

dan resistensi tersebut dalam konteks pascakolonial.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan praktis. Tujuan

teoretis dari penelitian ini mencakup dua hal. Pertama, mendeskripsikan bentuk-

bentuk hegemoni Barat yang diwakili bangsa Belanda atas budaya timur yang

diwakili oleh Indonesia. Kedua, mendeskripsikan bentuk-bentuk resistensi dari

Timur terhadap hegemoni Barat.

Tujuan praktis dari penelitian ini yaitu untuk menunjukkan kepada pembaca

bahwa meskipun secara politik Indonesia telah merdeka dari kolonialisme

Belanda, tetapi efek dari kolonialisme tersebut tidak berarti hilang begitu saja.

Efek-efek itu terekam dalam bentuk karya sastra. Oleh karena itu, penelitian ini

diharapkan akan menambah wawasan pembaca mengenai gambaran kondisi

masyarakat Indonesia berkaitan dengan pengalaman imperial. Selain itu,

penelitian ini juga sebagai bentuk apresiasi penulis terhadap karya sastra,

Page 14: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

12

sehingga diharapkan juga penelitian ini dapat menambah perbendaharaan

penelitian sastra, sekaligus juga memicu penelitian lain yang lebih sempurna.

1.4 Tinjauan Pustaka

Novel Rahasia Meede yang pertama kali terbit tahun 2007 pernah dijadikan

sebagai objek kajian penelitian oleh Wiradi Putra, mahasiswa jurusan Sastra

Indonesia, Universitas Sumatera Utara. Wiradi Putra menulis skripsi berjudul

“Unsur-unsur Detektif dalam Novel Rahasia Meede Karya ES Ito” yang terbit

pada tahun 2009 (Universitas Sumatera Utara, 2009). Wiradi Putra mengkaji

novel Rahasia Meede menggunakan teori semiotika sastra, yaitu dengan

melakukan teknik analisis deskriptif data-data yang dihasilkan melalui

pembacaan heuristik dan hermeneutik. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mendeskripsikan unsur-unsur detektif yang terdapat di dalam novel Rahasia

Meede.

Penelitian lain yang menggunakan objek material novel Rahasia Meede

dilakukan oleh Tuslianingsih dari jurusan Studi Indonesia, Universitas Indonesia.

Penelitian yang ditulis Tuslianingsih dan dijadikan skripsi itu berjudul “Analisis

Unsur Intrinsik Novel Rahasia Meede Karya ES Ito dan Novel The Da Vinci

Code Karya Dan Brown: Sebuah Perbandingan” (Universitas Indonesia, 2010).

Penelitian tersebut menggunakan teori sastra bandingan, yaitu membandingkan

unsur intrinsik dari novel Rahasia Meede dan novel The Da Vinci Code untuk

dilihat persamaan ataupun perbedaannya. Tuslianingsih menitikberatkan

Page 15: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

13

penelitiannya pada cara pecerita dalam menyajikan unsur sudut pandang dan

fokus pengisahan, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan.

Dari penelurusan literatur yang telah dilakukan penulis, penulis belum

menemukan kajian terhadap novel Rahasia Meede menggunakan analisis

poskolonial. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki nilai kebaruan dari segi

pemilihan teori untuk mengkaji novel yang menjadi objek.

Pada sisi lain, penelitian yang menggunakan kerangka berpikir poskolonial

telah cukup banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang memiliki kemiripan

tema dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Dhany Hartanto dari Jurusan

Sastra Indonesia, Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2013. Dalam skripsi

berjudul: “Dominasi kolonial Belanda dan Resistensi Bumiputra: Analisis

Pascakolonial Terhadap Novel Glonggong Karya Junaedi Setiyono”, Hartanto

berfokus pada bagaimana dominasi yang dipraktikkan oleh penjajah Belanda dan

resistensi yang dilakukan oleh bumiputra yang digambarkan dalam novel

Glonggong. Hasil dari kajiannya antara lain, seperti yang ditunjukkan pada

bagian abstraksi dari skripsi tersebut, pertama, kedudukan bumiputra pada masa

kolonial digambarkan sangat memprihatinkan. Mereka digambarkan sebagai

rakyat jelata yang tidak beradab, mudah diperdaya, dan berkhianat. Kedua,

dominasi Belanda terhadap bumiputra terjadi dalam sektor kebudayaan, politik,

ekonomi, dan pendidikan. Salah satu contohnya adalah kebijakan pajak yang

seringkali membuat para petani tersiksa. Ketiga, ada upaya resistensi diam-diam

yang dilakukan oleh bumiputra terhadap Belanda. Resistensi ini terkadang

bersifat oposisional antagonistik, yang dipraktikkan lewat genjatan senjata;

Page 16: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

14

terkadang pula subversif, yang memperlihatkan kelemahan terselubung dalam

praktik hibridasi Belanda; dan terkadang pula bersifat transformatif, yang

dilakukan dengan melawan dominasi patriarkal dan kolonial selama ini.

Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan Dhany Hartanto dengan

yang akan dilakukan penulis salah satunya adalah pada objek kajian. Novel yang

menjadi objek kajian pada penelitian Dhany Hartanto berlatar waktu masa

penjajahan, tepatnya penjajahan Belanda atas Indonesia, sehingga dominasi

penjajah memang tampak jelas terlihat. Sementara itu, latar waktu pada novel

Rahasia Meede telah lebih mutakhir sehingga memiliki nilai lebih untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh kolonialisme ataupun wacana-wacana yang

berkaitan dengan kolonial yang disuarakan oleh penulis novel tersebut pada masa

yang lebih terkini.

1.5 Landasan Teori

Asal kata poskolonial tidak dapat dilepaskan dari kolonialisme.

Kolonialisme berasal dari bahasa Latin colonia yang berarti pertanian atau

pemukiman. Koloni berarti daerah pendudukan, penaklukan, atau penguasaan,

sedangkan kolonial adalah pihak yang meng-koloni. Proses penaklukan pihak

kolonial terhadap daerah koloni disebut kolonisasi. Dari istilah-istilah tersebut

selanjutnya lahir kolonialisme, yang berarti penaklukan dan penguasaan atas

tanah dan harta penduduk asli oleh penduduk pendatang dan selanjutnya

membentuk pemukiman baru. Dalam membentuk pemukiman baru oleh

pendatang kerap terjadi hubungan yang kompleks dan traumatik dalam sejarah

Page 17: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

15

manusia, antara penduduk lama dan pendatang. Sianipar (2004: 9) menyebutkan

bahwa terkadang pembentukan koloni baru ini ditandai oleh usaha membubarkan

komunitas-komunitas yang sudah ada dengan melibatkan praktik-praktik

perdagangan, penjarahan, pembunuhan massal, perbudakan, dan pemberontakan-

pemberontakan.

Penjajahan, penindasan, atau penguasaan terhadap penduduk asli oleh

pendatang tidaklah berlangsung tanpa perlawanan. Berbagai bentuk perlawanan

juga ditunjukkan oleh penduduk asli yang pada akhirnya berujung pada

dekolonisasi, yaitu pengusiran penjajah oleh terjajah. Dengan terusirnya penjajah

atau pihak kolonial tersebut, maka secara harfiah kolonialisme sudah berakhir,

dan penduduk yang sebelumnya menjadi koloni secara langsung berada dalam

masa poskolonial (dalam bahasa Inggris: post-colonial).

Akan tetapi, Loomba (dalam Sianipar, 2004: 25) mempersoalkan bahwa

ketika kolonialisme diartikan sebagai penaklukkan negara imperial terhadap

negara koloni, sedangkan dalam tata dunia global penguasaan terhadap negara-

negara koloni belum berakhir, maka sebenarnya kolonialisme ini belum berakhir.

Oleh karena itu, penggunaan istilah poskolonial menjadi kurang relevan sebab

proses penguasaan yang dialami lewat bentuk-bentuk dan sistem-sistem baru

belumlah berakhir. Dasar-dasar epistemologi poskolonial pun kemudian menjadi

perdebatan di berbagai kalangan.

Salah satu contoh, Budianta (2008: 22) menggunakan konsep differance

yang digagas oleh Derrida untuk menguraikan istilah poskolonial. Menurutnya,

pertama-tama kata poskolonial (postcolonial) dapat dimaksudkan untuk

Page 18: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

16

membedakan antara masa kolonial dan masa selepasnya. Namun, pada saat yang

sama, masa post atau selepas tersebut selalu berada dalam keterkaitan dengan

kolonialisme. Jadi di satu pihak ada pembedaan (to differ), dan di lain pihak ada

ketertundaan (to defer). Hasil penguraian Budianta: poskolonial tidak pernah

sampai pada titik pelepasan yang sempurna dari kolonialisme.

Studi poskolonial yang relatif masih baru memang menimbulkan

kegairahan, kebingungan, skeptisisme, sekaligus kesulitan bagi pelbagai pihak

yang mendalaminya (Sianipar, 2004: 7). Kesulitan itu sebagian akibat dari sifat

interdisipliner studi poskolonial yang merentang dari analisis literer hingga ke

riset atas arsip-arsip pemerintah kolonial, dari kritik atas naskah medis hingga

teori ekonomis, serta terkadang menggabungkan bidang tertentu dengan bidang

lainnya, seperti bidang sejarah, sosial, budaya, hingga politik.

Meskipun demikian, beberapa teoretikus dalam bidang poskolonial telah

mampu merumuskan ruang lingkup kajian studi ini dengan cukup jelas. Rumusan

tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan awal bagi akademisi lainnya

yang hendak mendalami studi poskolonial. Dalam penelitian ini akan dipaparkan

gagasan-gagasan dari beberapa ahli dalam bidang poskolonial, sehingga

kemudian akan terlihat karakteristik yang khas dari kajian poskolonial.

Dasar semantik istilah poskolonial berkaitan dengan kebudayaan-

kebudayaan nasional setelah runtuhnya kekuasaan imperial (Aschroft, dkk, 2003:

xxii). Istilah poskolonial digunakan untuk mencakup seluruh kebudayaan yang

pernah mengalami kekuasaan imperial dari awal sejarah kolonisasi hingga kurun

waktu masa kini. Hal ini disebabkan adanya kontinuitas penjajahan yang terus

Page 19: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

17

berlangsung semenjak dimulainya agresi imperial bangsa Eropa hingga sekarang

ini. Oleh sebab itu, menurut Aschroft, dkk (2003: xxii), istilah poskolonial

merupakan istilah paling tepat untuk menyebut kritik-kritik lintas-budaya yang

muncul akhir-akhir ini serta wacana yang dibentuknya.

Akan tetapi, di sisi lain, istilah poskolonial juga tidak jarang digunakan

untuk membedakan masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Hal ini dapat

menimbulkan kerancuan makna dari istilah tersebut. Istilah poskolonial

merupakan serapan dari bahasa Inggris post-colonial. Apabila dikaitkan dengan

bahasa Indonesia, kata post juga dapat dipadankan dengan kata pasca yang

berarti masa sesudah. Oleh karena itu, terdapat pula istilah pascakolonialisme,

seperti yang digunakan oleh Faruk. Menurut Faruk (2007: 5), pascakolonialisme

adalah sebuah terminologi dalam ilmu pengetahuan humaniora yang mengkaji

seluk beluk pengaruh kekuasaan politik dan kebudayaan kolonial terhadap bangsa

terjajah sampai masa kemerdekaan bangsa tersebut.

Pada dasarnya antara istilah poskolonial dan pascakolonial memiliki

cakupan makna yang sama. Namun, untuk menghindari kerancuan makna

ataupun kesalahpahaman tafsir, dalam penelitian ini akan dibedakan penggunaan

kedua terminologi tersebut. Istilah poskolonial selanjutnya akan digunakan untuk

menyebut kritik lintas budaya yang meliputi seluruh kebudayaan yang pernah

mengalami kekuasaan imperial dari awal sejarah kolonisasi hingga kurun waktu

saat ini, sedangkan istilah pascakolonial akan digunakan untuk menyebut masa

sesudah kolonial atau masa sesudah runtuhnya kekuasaan imperial.

Page 20: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

18

Teori poskolonial mencakup tiga kemungkinan pilihan perhatian. Pertama,

pada kebudayaan masyarakat-masyarakat yang pernah mengalami penjajahan

bangsa Eropa, baik berupa efek penjajahan yang masih berlangsung sampai pada

masa pascakolonial maupun kemungkinan transformasinya ke dalam bentuk-

bentuk yang disebut neokolonialisme (internal maupun global). Kedua, respons

perlawanan atau wacana tandingan dari masyarakat terjajah maupun yang lainnya

terhadap penjajahan itu, tanpa menghilangkan perhatian pada kemungkinan

adanya ambiguitas atau ambivalensi. Ketiga, segala bentuk marginalitas yang

dikaitkan oleh segala bentuk kapitalisme (Lo dan Helen dalam Faruk, 2007: 15).

Melalui sudut pandang ini, poskolonial dapat diartikan sebagai suatu perangkat

teori untuk menjelaskan relasi antara bangsa penjajah dan bangsa terjajah dalam

masa kolonial, serta dampak dari penjajahan tersebut hingga pada masa

pascakolonial.

Ashcroft, dkk, (1998: 192) mengartikan pembacaan poskolonial sebagai

strategi membaca dan pembacaan kembali teks-teks, baik teks budaya

metropolitan maupun budaya koloni, yang memberikan perhatian mendalam atas

efek-efek terpendam dan tidak terelakkan dari kolonialisme Eropa dalam suatu

produksi literatur. Oleh karena itu, kerangka berpikir pembacaan poskolonial

dapat diaplikasikan untuk meneliti teks-teks pascakolonial, atau merupakan

pembacaan yang bersifat dekonstruktif terhadap teks-teks yang menjadi objek

kajiannya. Kerangka berpikir pembacaan poskolonial ini sering disebut dengan

istilah poskolonialisme. Day dan Foulcher (2006: 3), menggunakan istilah

poskolonialisme untuk menyebut suatu strategi kritik yang ingin mengajukan

Page 21: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

19

pertanyaan-pertanyaan yang bisa membantu mengidentifikasikan jejak-jejak

kolonialisme dalam teks-teks sastra maupun kritik, serta mengevaluasi sifat dan

arti penting efek-efek tekstual dari jejak-jejak itu. Istilah poskolonialisme tidak

hanya mengacu pada jejak-jejak sastra dan efek-efek kolonialisme, tetapi juga

mengacu pada posisi subjek dari penulis pascakolonial dan suara-suara

naratifnya, dengan cara mengarahkan perhatian pada konteks lebih luas di mana

makna diproduksi di dalam dan di seputar teks sastra atau teks kritik tersebut.

Loomba (2003: 92) mengatakan, teks sastra merupakan sebuah zona kontak

yang penting dalam kajian poskolonial. Dalam sebuah teks, berbagai perbedaan

ideologis dalam masyarakat kolonial berinteraksi dan saling berkonflik. Melalui

lembaga-lembaga seperti pasar dan institusi pendidikan, teks-teks sastra

memainkan peranan penting dalam membangun suatu otoritas kultural bagi para

penjajah, baik pada wilayah metropolis maupun kolonial.

Gandhi (1998: 4), memaknai poskolonialisme sebagai visi-visi perlawanan

akibat ketimpangan relasi antara penjajah dan rakyat terjajah. Pendapat Gandhi

tersebut sejalan dengan gagasan Said (2010: 7), yang menganggap hubungan

Barat dengan Timur adalah hubungan kekuatan, dominasi, dan berbagai derajat

hegemoni yang kompleks, yang mencakup jalinan antara politik dan ilmu

pengetahuan. Hegemoni merupakan satu konsep dari Antonio Gramsci yang

diterapkan oleh Said untuk membedah relasi antara Barat dan Timur.

Gramsci (dalam Faruk, 2010: 141) mendefinisikan hegemoni sebagai

kepemimpinan moral dan intelektual. Termasuk di dalam hegemoni adalah

kemampuan mengatur dan menguasai kelompok–kelompok lawannya. Secara

Page 22: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

20

lebih luas, hegemoni menurut Gramsci (dalam Ashcroft, 1998: 116-117) adalah

penyebaran kekuasaan dari suatu kelas tertentu dalam meyakinkan kelas-kelas

lain untuk memiliki kepentingan yang sama. Pada hakikatnya, hegemoni

merupakan upaya untuk menggiring orang agar memandang berbagai

problematika sosial dalam kerangka yang telah ditentukan. Hegemoni menjadi

hal yang penting dalam relasi antara pihak kolonial dengan masyarakat terjajah

karena hegemoni memungkinkan adanya dominasi. Kondisi ini memungkinkan

pihak kolonial berada pada posisi sentral, sedangkan masyarakat terjajah sebagai

sesuatu yang berada di pinggiran. Ashcroft (1998: 215-218) selanjutnya

mengatakan bahwa dalam konsep teori poskolonial, akibat proses hegemoni

tersebut adalah kelas terdominasi dikuasai secara politik, ekonomi, sosial, dan

budaya oleh pihak kolonial.

Untuk mencapai kekuasaan yang hegemonik, penjajah perlu menyebarkan

ideologinya kepada terjajah karena ideologi merupakan instrumen yang penting

untuk menggiring masyarakat terjajah memandang permasalahan kehidupan

sesuai dengan kerangka yang telah ditentukan oleh penjajah. Mengenai ideologi,

Alatas (1988: 1-2) mengemukakan konsep ideologi dengan ciri-ciri sebagai

berikut: (a) untuk mencari pembenaran suatu tata sosial, ekonomi dan politik

tertentu; (b) dalam usaha ini, ia membelokkan bagian dari kenyataan sosial yang

tampaknya tidak sesuai dengan anggapan utamanya; (c) ia berwujud terutama

dalam bentuk isi pikiran yang tampak (manifest), berbeda dari isinya yang

tersembunyi (latent); (d) ia bersifat otoriter; (e) ia mewakili kepentingan

kelompok tertentu; (f) ketika berkuasa ia menciptakan kesadaran palsu bagi

Page 23: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

21

kelompok yang ia wakili dan kelompok yang ia kuasai; (g) ia dapat mengambil

ide-idenya dari sumber apa saja, ilmu, agama, kebudayaan, ekonomi, sejarah, dan

sebagainya; (h) ia muncul dari berbagai kelompok, dalam suatu masyarakat

dengan pembagian kerja dan kelas sosial yang tegas; dan (i) gagasan utamanya

pada akhirnya, sebagian besar ditentukan oleh pola produksi menurut waktu dan

tempat tertentu.

Ideologi penjajah disebut juga sebagai ideologi kolonial. Ideologi ini

menempatkan penjajah sebagai pusat yang dominan dan terjajah sebagai

pinggiran. Dalam perwujudan empiris historisnya, menurut Alatas (1988: 2),

ideologi kolonial memanfaatkan gagasan tentang pribumi yang malas untuk

membenarkan praktik-praktik penindasan dan ketidakadilan dalam mobilisasi

tenaga kerja di koloninya. Ideologi kolonial menggambarkan citra negatif tentang

pribumi untuk membenarkan alasan penaklukan dan penguasaan Eropa atas

wilayah yang menjadi koloni. Dalam sejarahnya, hegemoni ideologi kolonial

pernah mencapai kekuasaan yang begitu luas. Seperti yang telah disebutkan di

muka, bahwa hegemoni ideologi kolonial ini pernah membuat Eropa mampu

menguasai 85 persen wilayah bumi.

Dalam relasi pihak kolonial dengan pribumi yang timpang, muncullah

konsekuensi berupa perlawanan. Masyarakat terjajah memberikan reaksi atas

hegemoni Barat dengan melakukan berbagai tindakan gugatan maupun

perlawanan. Bentuk gugatan atau perlawanan tersebut bermacam-macam, dapat

berupa perlawanan fisik seperti tindak kekerasan bersenjata, atau dapat pula

berupa perlawanan ideologi. Semua bentuk perlawanan itu terartikulasi dalam

Page 24: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

22

terminologi resistensi. Selwyn Cudjoe (Ashcroft, 2001: 28), mendefinisikan

resistensi sebagai tindakan atau sekumpulan tindakan yang dibentuk untuk

membebaskan rakyat dari penindasnya. Pengalaman penindasan tersebut

selanjutnya terangkum secara keseluruhan menjadi prinsip estetika yang hampir

otonom, termasuk dalam karya sastra. Resistensi kesusastraan, menurut Cudjoe,

adalah jenis penulisan sastra yang muncul sebagai bagian integral dari suatu

perjuangan terorganisasi demi kemerdekaan nasional. Pendapat tersebut diperkuat

oleh Loomba (2003: 97), yang berargumen bahwa teks-teks sastra tidak hanya

mencerminkan hegemoni ideologi-ideologi dominan, tetapi juga mengandung

unsur-unsur yang menentang ideologi dominan. Pada dasarnya, resistensi

merupakan sifat inti kritik sastra poskolonial.

Sasaran resistensi antara lain menyerang dominasi kekuasaan kolonial di

bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Bentuk-bentuk resistensi

tersebut dapat dibedakan berdasarkan situasi kolonialisme yang mendominasi.

Ashcroft (2001: 19-21) membagi resistensi menjadi dua jenis, yaitu resistensi

radikal dan resistensi pasif. Resistensi radikal mengacu pada perlawanan

masyarakat terjajah terhadap kekuasaan penjajahan dan dilakukan secara

penyerangan langsung atau dengan memproduksi teks atau bacaan yang memuat

wacana tandingan. Jenis resistensi yang kedua, yakni resistensi pasif, lebih

bersifat perlawanan ideologis. Resistensi ini merupakan perwujudan dirinya

untuk menolak, yaitu dengan mempertahankan identitas dan kepemilikan budaya.

Berkaitan dengan resistensi pasif, Bhabha (dalam Loomba, 2003: 117) menyebut

bahwa proses meniru, bisa menjadi proses resistensi pribumi, sebab proses

Page 25: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

23

peniruan tidak pernah lengkap atau sempurna. Begitupun dengan hasilnya, bukan

sebuah gambaran yang sempurna karena otoritas kolonial dibuat ‘ambivalen’,

sehingga membuka ruang bagi terjajah untuk menyelewengkan wacana induk.

Dari uraian singkat mengenai dua bentuk resistensi tersebut, secara sederhana

dapat dikatakan bahwa resistensi radikal cenderung dilakukan dengan kekerasan,

sedangkan resistensi pasif dilakukan tanpa kekerasan.

Berdasarkan sejumlah uraian mengenai teori poskolonial yang dikemukakan

beberapa akademisi di atas, dapat ditarik satu garis besar bahwa teori ini

berangkat dari asumsi adanya ketimpangan relasi antara Barat dan Timur.

Ketimpangan tersebut, seperti yang telah dikemukakan Said (2010: 7), utamanya

disebabkan oleh ideologi kolonial yang ditanamkan Barat kepada Timur pada

masa kolonial. Ideologi tersebut terus-menerus diproduksi atau ter-produksi dalam

berbagai bentuk meski masa kolonial telah berakhir. Teori poskolonial bertugas

untuk menelusuri jejak-jejak kolonialisme pada masyarakat pascakolonial yang

terekam dalam bentuk karya sastra.

1.6 Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian, cara kerja yang bersistem atau metode

yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas tiga tahap. Pertama, tahap

persiapan penelitian. Pada tahap ini, penulis menentukan topik, memilih objek,

mencari teori yang tepat, dan melakukan studi pustaka. Dari hasil pengamatan

yang dilakukan penulis, penelitian terhadap objek kajian novel Rahasia Meede

dengan menggunakan teori poskolonial belum pernah dilakukan. Penggunaan

Page 26: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

24

teori poskolonial untuk mengkaji novel Rahasia Meede diasumsikan penulis

sebagai pilihan yang tepat karena novel tersebut menyajikan data-data sejarah

kolonial tetapi dengan latar waktu masa kini, juga mengungkapkan kondisi

masyarakat pada masa pascakolonial.

Tahap kedua, analisis data. Analisis data ini dilakukan dengan metode

penelitian deskriptif analisis, yaitu metode yang dilaksanakan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta kemudian disusul analisis (Ratna, 2012: 53). Analisis

data yang dilakukan tidak semata-mata menguraikan, tetapi juga memberikan

pemahaman dan penjelasan. Langkah-langkah analisis dilaksanakan dengan cara

pembacaan berulang-ulang dan mendalam terhadap data pokok, yaitu novel

Rahasia Meede, kemudian menentukan fragmen-fragmen di dalam novel lalu

mengidentifikasi dan mengklasifikasi data yang sesuai dengan rumusan masalah

dan yang sesuai dengan kerangka teori poskolonial. Tahap ketiga atau terakhir,

penyusunan hasil analisis. Penyusunan ini dilakukan dengan sistematis dan

deskriptif.

1.7 Sistematika Laporan Penelitian

Hasil penelitian ini akan disusun dengan sistematika penyajian sebagai

berikut. Bab pertama mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah,

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian. Bab kedua berisi analisis mengenai hegemoni kolonial

terhadap masyarakat di daerah bekas koloni yang ditunjukkan dalam novel

Rahasia Meede. Bab ketiga akan membahas mengenai bentuk-bentuk resistensi

Page 27: xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL BAHASA INDONESIA ...

25

masyarakat bekas koloni terhadap hegemoni kolonial yang tetap ada pada masa

pasca-kolonial seperti yang diperlihatkan dalam novel Rahasia Meede. Bab

keempat atau bab terakhir berisi kesimpulan hasil analisis.