Wudu

8
Wudu Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (Dialihkan dari Wudhu ) Belum Diperiksa Orang-orang sedang berwudu sebelum melaksanakan salat di Masjid Istiqlal . Artikel ini adalah bagian dari seri tentang: Islam Rukun Iman [tampilkan] Rukun Islam [tampilkan] Teks dan hukum [tampilkan]

description

WUSUDHDJH

Transcript of Wudu

Page 1: Wudu

WuduDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas(Dialihkan dari Wudhu)

Belum Diperiksa

Orang-orang sedang berwudu sebelum melaksanakan salat di Masjid Istiqlal.

Artikel ini adalah bagian dari seri tentang:

Islam

Rukun Iman [tampilkan]

Rukun Islam [tampilkan]

Teks dan hukum [tampilkan]

Sejarah dan pemimpin [tampilkan]

Page 2: Wudu

Denominasi [tampilkan]

Budaya dan masyarakat [tampilkan]

Topik terkait [tampilkan]

 Portal Islam

L

 

B

 

S

Wudu (Arab: الوضوء al-wuḍū', Persian:آبدست ābdast, Turkish: abdest,Urdu: وضو wazū') adalah salah

satu cara mensucikan anggota tubuh denganair. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan

melaksanakan salat. Berwudu bisa pula menggunakan debu yang disebut dengan tayammum.

Daftar isi

  [sembunyikan] 

1 Penggunaan air

o 1.1 Jenis air yang diperkenankan

o 1.2 Jenis air yang tidak diperkenankan

2 Hukum

3 Syarat

4 Rukun

5 Sempurna

6 Pembatal wudu

7 Referensi

8 Lihat pula

9 Pranala luar

Penggunaan air[sunting | sunting sumber]

Page 3: Wudu

Jenis air yang diperkenankan[sunting | sunting sumber]

Air hujan,

Air sumur,

Air terjun, laut atau sungai

Air dari lelehan salju atau es batu

Air dari tangki besar atau kolam

Jenis air yang tidak diperkenankan[sunting | sunting sumber]

Air yang tidak bersih atau ada najis

Air sari buah atau pohon

Air yang telah berubah warna, rasa dan bau dan menjadi pekat karena sesuatu telah direndam

didalamnya

Air dengan jumlah sedikit (kurang dari 1000 liter) yang terkena sesuatu yang tidak bersih

seperti urin, darah atau minuman anggur atau ada seekor binatang mati didalamnya

Air bekas Wudu

Air bekas wudu apabila sedikit, maka tidak boleh digunakan, dan termasuk sebagai airmusta'mal,

sebagaimana hadits: Abdullah bin Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah SAW telah bersabda: “Jika air itu telah

mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam lafadz lain: ”tidak najis”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi,

Nasa’i, Ibnu Majah)

Menurut pendapat 4 Mahzab:

Ulama Al-Hanafiyah

Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air

yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai

sisa wudu` atau mandi. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudu` untuk

salat atau mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudu sunnah atau mandi sunnah. Sedangkan air

yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa

mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudu atau mandi.

Ulama Al-Malikiyah

Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudu

atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan

untuk menghilangkan khabats (barang najis). Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan

‘bahwa yang musta’mal hanyalah air bekas wudu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun

Page 4: Wudu

yang membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya,

bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski

dengan karahah (kurang disukai).

Ulama Asy-Syafi`iyyah

Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats

dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat

untuk wudu atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudu. Namun

bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudu, maka belum lagi dianggap

musta’mal. Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau

mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta’mal kalau sudah

lepas atau menetes dari tubuh. Air musta’mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk

berwudu atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan.

Ulama Al-Hanabilah

Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil

(wudu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali

pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air

bekas memandikan jenazah pun termasuk air musta’mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau

membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal. Seperti menuci muka

yang bukan dalam rangkaian ibadah ritual wudu. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual

ibadah wudu`.

Air yang tersisa setelah binatang haram meminumnya seperti anjing, babi atau binatang mangsa

Air yang tersisa oleh seseorang yang telah mabuk karena khamr (minuman keras)

Hukum[sunting | sunting sumber]

Wudu wajib dilakukan ketika hendak melakukan ibadah salat dan thawaf. Sebagaimana firman Allah SWT dan

hadits berikut:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat maka basuhlah

mukamu, kedua tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu

sampai mata kaki." (Q.S. Al-Maidah : 6).

"Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima

apabila ia berhadas hingga ia berwudu." (H.R. Abu Hurairah ra).

Page 5: Wudu

Berwudu sebelum membaca Al-Qur'an, saat hendak tidur, dan perbuatan baik lainnya hukumnya adalah

sunnat, dan makruh saat akan tidur atau hendak makan dalam keadaan junub.

Syarat[sunting | sunting sumber]

Ada 5 (lima) syarat untuk berwudu;

1. Islam

2. Sudah Baliqh

3. Tidak berhadas besar

4. Memakai air yang mutlak (suci dan dapat dipakai mensucikan)

5. Tidak ada yang menghalangi sampainya kekulit, seperti tinta, cat, dan lain-lain

Rukun[sunting | sunting sumber]

Rukun berwudu ada 6 (enam);

1. Berniat untuk wudu, dan melafadzkan

"Nawaitul wudluua liraf'il hadatsil ashghari fardlallillaahi ta'aalaa.", artinya : "Aku niat berwudlu' untuk

menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah"

1. Membasuh muka (dengan merata)

2. Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)

3. Mengusap sebagian kepala

4. Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)

5. Tertib (berurutan)

6. istija sebelum wudlu

7. tamyiz

Sempurna[sunting | sunting sumber]

Dalam mencapai kesempurnaan wudu, Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang selayaknya

kita ikuti, sebagaimana kutipan hadits berikut:

Selesai salat Subuh, Rasulullah SAW bertanya kepada Bilal: "Wahai Bilal! Ceritakan kepadaku

tentang perbuatan yang paling bermanfaat yang telah kamu lakukan setelah memeluk Islam. Karena

semalam aku mendengar suara langkah sandalmu di depanku dalam surga". Bilal berkata: "Aku tidak

pernah melakukan suatu amalan yang paling bermanfaat setelah memeluk Islam selain aku selalu

berwudu dengan sempurna pada setiap waktu malam dan siang kemudian melakukan salat sunat

dengan wuduku itu sebanyak yang Allah kehendaki". (H.R. Abu Hurairah ra).

Page 6: Wudu

Berikut ini adalah cara menyempurnakan wudu, yang mana termasuk hal-hal yang disunnahkan:

Mendahulukan bagian tubuh yang sebelah kanan

Mengulagi masing-masing anggota wudu sebanyak 3 (tiga) kali

Tidak berbicara

Menghadap kiblat

Niat

Membaca basmalah (dalam hati atau melafadzkannya)

Membasuh telapak tangan sampai pergelangan

Menggosok gigi (bersiwak)

Berkumur

Membersihkan hidung (memasukkan air kehidung kemudian dibuang kembali)

Membasuh muka (dengan merata)

Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)

Mengusap sebagian kepala

Membasuh telinga kanan&kiri

Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam

Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)

Membaca doa sesudah berwudu.

"Asyhadu an laa ilaaha illalaahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuuluh,

Allahummaj'alnii minat tawwaa biinaa waj'alnii minal mutathahhiriin.", artinya: "Aku bersaksi bahwa

Tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah hamba-

Nya dan rasul-Nya. Ya allah, masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang bertaubat, dan

masukkanlah ke dalam golongan orang-orang yang suci."

Kemudian dilanjutkan dengan salat sunnat wudu sebanyak 2 (dua) raka'at.

Bahwa Ia (Usman ra.) minta air lalu berwudu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali lalu

berkumur dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian membasuh wajahnya tiga kali, lantas

membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, tangan kirinya juga begitu. Setelah itu mengusap

kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, begitu juga kaki kirinya.

Kemudian berkata: "Aku pernah melihat Rasulullah saw. berwudu seperti wuduku ini, lalu beliau

bersabda: Barang siapa yang berwudu seperti cara wuduku ini, lalu salat dua rakaat, di mana dalam

dua rakaat itu ia tidak berbicara dengan hatinya sendiri, maka dosanya yang telah lalu akan

diampuni." (H.R. Usman bin Affan ra).

Page 7: Wudu

Tertib (berurutan)

Pembatal wudu[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan syahnya wudu, diantaranya

adalah:

1. Keluar sesuatu dari lubang kelamin dan anus, berupa tinja, kencing, kentut,

semua hadats besar seperti keluarnya air mani, jima', haid, nifas,

2. Tidur lelap (dalam keadaan tidak sadar),

3. Hilangnya akal karena mabuk, pingsan dan gila,[1]

4. Memakan daging unta,[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ̂  Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/133.

2. ̂  “Ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam, “Apakah aku mesti berwudhu setelah memakan daging kambing?”

Beliau bersabda, “Jika engkau mau, berwudhulah. Namun jika enggan,

maka tidak mengapa engkau tidak berwudhu.” Orang tadi bertanya lagi, “

Apakah seseorang mesti berwudhu setelah memakan daging unta?” Beliau

bersabda, “Iya, engkau harus berwudhu setelah memakan daging unta.”

(HR. Muslim no. 360.)