Wrap Up3 Lupus

49
SKENARIO 3 RONA MERAH DI PIPI Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan lainnya mual tidak nafsu makan, mulut sariawan, nyeri pada persendian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suhu subfebris, konjungtiva pucat, terdapat sariawan di mulut. Pada wajah terlihat malarrash. Pemeriksaan fisik lain tidak didapatkan kelainan. Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Eritomatosus. Kemudian dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium hematologi, urin dan marker autoimun ( autoantidi misalnya anti ds-DNA ). Dokter menyarankan untuk dirawat dan dilakukan follow up pada pasien ini. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup. 1

description

LES

Transcript of Wrap Up3 Lupus

Page 1: Wrap Up3 Lupus

SKENARIO 3

RONA MERAH DI PIPI

Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan lainnya mual tidak nafsu makan, mulut sariawan, nyeri pada persendian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suhu subfebris, konjungtiva pucat, terdapat sariawan di mulut. Pada wajah terlihat malarrash. Pemeriksaan fisik lain tidak didapatkan kelainan. Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Eritomatosus.

Kemudian dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium hematologi, urin dan marker autoimun ( autoantidi misalnya anti ds-DNA ). Dokter menyarankan untuk dirawat dan dilakukan follow up pada pasien ini. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup.

1

Page 2: Wrap Up3 Lupus

A. Kata – kata sulit

1. Subfebris : Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (37-38’c)2. Malarrash : Bercak merah di daerah sekitar hidung seperti kupu-kupu3. SLE : Penyakit autoimun yang kronis4. Auto Antibodi : Antibodi yang menyerang jaringan sendiri5. Marker- Autoimun : Penanda adanya autoantibodi

B. Brainstroming

1. Kenapa penyakit ini membutuhkan penanganan seumur hidup?2. Mengapa jika terkena sinar matahari pipi berwarna merah?3. Bagaimana bias terjadi auto antibodi?4. Apa penyebab Sistema Lupus Eritomatosus (SLE)?5. Apa penanganan untuk SLE?6. Bagaimana patafisiologi dari penyakit SLE?7. Kenapa suhu badan penderita subfebris?8. Apa saja penyakit autoimun selain SLE?

C. Jawaban

1. Karena SLE menyerang organ sistemic.2. Karena radiasi UV dapat merusak disregulasi sistem imun.3. Karena terjadi kesalahan pada mekanisme, yang dimana sel B dan sel T gagal untuk

mengatasi antigen yang masuk.4. Bisa genetic, hormone, obat-obatan, dll.5. Pencegahan non-spesifik untuk limfosit. Ex: obat sitotoksik, siklosporin.6. Antibodi dapat menyerang darah, sel T-Supressor mengalami kerusakan sehingga

tidak ada yang mengendalikan Th&Ts.7. Karena antibody menyerang darah dan jika kekurangan darah berpotensi menaikan

suhu tubuh8. Anemia hemolitik, Penyakit Graves, DM tipe 1, etc.9. Jika ds-DNA tinggi maka lupus (+)10. Lupus Eritomatosus Sistemik, Lupus Discoid, Lupus Neonatal, Lupus obat.

D. Hipotesa

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang di sebabkan oleh mekanisme normal yang gagal untuk mempertahankan sel tolerance sel B&sel T. salah satu contoh penyakit nya adalah lupus. Yang memiliki gejala klinis khas seperti malarrash dan suhu tubuh subfebris. Diagnosis dapat di tegakkan dengan ds-dna, latex aggl RNA. Penanganannya dapat di tentukan kerusakan organ yang terjadi.

2

Page 3: Wrap Up3 Lupus

E. Sasaran Belajar

LI 1. Memahami & Menjelaskan AutoimunitasLO 1.1 Definisi 1.2 Etiologi 1.3 Patofisiologi 1.4 Klasifikasi

1.5 Diagnosis1.6 Manifestasi

LI 2. Memahami & Menjelaskan Lupus Eritomatosus SistemikLO 2.1 Definisi

2.2 Etiologi2.3 Patofisiologi2.4 Manifestasi2.5 Diagnosis & Diagnosis banding2.6 Penatalaksanaan2.7 Prognosis2.8 Komplikasi

LI 3. Memahami & Menjelaskan pandangan islam dalam menghadapi suatu masalah

3

Page 4: Wrap Up3 Lupus

LI 1 Memahami & Menjelaskan Autoimunitas

1.1 Definisi

Autoimun ialah reaksi sistem imun terhadap antigen jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen sedang antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi. Penyakit autoimun yaitu ketidakmampuan mengenal dan memberikan respons terhadap antigen asing tetapi tidak terhadap antigen sendiri (self-nonself discrimination). Ketidakmampuan sistem imun untuk memberikan respons terhadap antigen tubuh sendiri disebut toleransi diri (self-tolerance).

(Bratawidjaja, K.G. 2001. Imunologi Dasar. Edisi keempat. Jakarta : Badan Penerbit FKUI)

1.2 Etiologi

Ada beberapa teori tentang terjadinya penyakit autominA. Teori forbidden clones menurut Jerne dan Burnett

Self antigen dalam sirkulasi yang sampai di sistem limfoid yang belum matang akan dikenal sebagai self dan selanjutnya tidak terjadi respon imun terhadapnya (proses self tolerance).

B. Reaksi silang dengan antigen bakteriBeberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan sel sendiri. Respon imun yang timbul terhadap bakteri tersebut dapat bermula pada rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang pula sel B untuk membentuk autoantiboodi.

C. Rangsangan molekul poliklonalAutoimunitas dapat pula terjadi oleh karena molekul poliklonal seperti virus Epstain-Bar (EBV), lipopolisakarida (LPS) dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung dan menimbulkan autoimunitas

D. Kegagalan autoregulasia. Kegagagalan pengontrol sistem imun menimbulkan respons terhadap

antigen sendiri. Gangguan dapat terjadi pada persentasi antigen, infeksi yang meningkat adalah respons MHC, kadar sitokin yang rendah (misal. TGFb) atau gangguan respon terhadap IL-2.

b. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau bila autoantigen bergabung dengan

4

Page 5: Wrap Up3 Lupus

molekul Ia maka sel Th dapat dirangsang sehingga mengakibatkan autoimunitas

c. Penyakit autoimun baru terjadi bila reaksi autoimun mengakibatkan kerusakan jaringan patologik

Faktor resikoA. Sequestered Antigen

Adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya, tidak terpajan dengan sel B atau sel T dari system imun. Pada keadaan normal, sequestered antigen dilindungi dan tidak di temukan untuk di kenali oleh system imun. Perubahan anatomic dalam jaringan seperti inflamasi dapat memajankan sequestered antigen dengan system imun ang tidak terjadi pada keadaan normal.

B. Gangguan Presentasi

Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons MHC (major histocompatibility complex), kadar sitokin yang rendah dan gangguan respons terhadap IL-2. Beberapa pengawasan sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts atau Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau Tr, maka sel Th dapat dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas.

C. Ekspresi MHC-II yang tidak benar

Sel B pancreas pada penderita dengan IDDM (insulin dependent diabetes mellitus)

Mengekspresikan kadar tinggi MHC-I dan MHC-II, sedangkan subyek sehat sel B mengekspresikan MHC-I yang lebih sedikit dan tidak mengekspresikan MHC-II sama sekali.

D. Aktivasi sel B poliklonalAutoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus EBV (Epstein Barr Virus), LPS (lipopolisakarida) dan parasit malaria yang dapt merangsang sel B secara langsung yang menimbulkan autoimunitas.

E. Peran CD4 dan reseptor MHC

CD4 merupakan efektor utama pada penyakit autoimun.

5

Page 6: Wrap Up3 Lupus

F. Keseimbangan Th1 – Th2

Penyakit autoimun organ spesifik terbanyak terjadi melalui sel TCD4. Th1 menunjukkan peran pada autoimunitas, sedangkan beberapa penelitian Th2 tidak hanya melindungi terhadap induksi penyakit, tetapi juga terhadap progress penyakit.

G. Sitokin pada autoimunitasGangguan mekanismenya menimbulkan upregulasi atau produksi sitokin yang tidak benar sehingga menimbulkan efek patofisiologik.

1.3 Patofisiologi

Ada beberapa patofisiologi terjadinya autoimun, diantaranya:

Pelepasan Ag yang terasing

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan pelepasan Ag yang terasing, dikarenakan adanya kerusakan sel yang di awali suatu faktor lingkungan misalnya infeksi dan faktor lainnya seperti asap rokok sehingga menyebabkan penyakit autoimun. Beberapa contoh diantaranya:

Merokok yang dapat menyebabkan Goodpasture’s syndrome

Pada keadaan normal, alveolar tidak terekspose untuk sistem imun. Adanya asap rokok yang dapat merusak alveoli, menyebabkan kolagen yang terkespose. Kolagen yang terekspose tadi akan membentuk anti kolagen antigen yang dapat merusak alveoli dan jaringan ginjal.

Anti-sperm Ab yang diproduksi pada beberapa pria yang telah dilakukan vasectomy. Juga merupakan suatu proses autoimun.

Gambar 2. Proses pelepasan Ag yang terasing

6

Page 7: Wrap Up3 Lupus

Stimulasi imun

Mikroba dapat mengaktifkan APC untuk mengekspresikan kostimulator, dan ketika APC ini muncul sebagai self antigen sehingga Self reactive Tcells menjadi aktif melebihi toleransi yang ada, sehingga menyebabkan autoimunitas pada jaringan manusia.

Gambar 3. Proses stimulasi imun yang menyebabkan autoimunitas

Molecular mimicry

Beberapa antigen mikroba mempunyai reaksi silang terhadap self antigen (Molecular mimicry). Hal ini menyebabkan respon kekebalan yang dicetuskan oleh mikroba yang dapat mengaktifkan sel T spesifik untuk self antigen.

7

Page 8: Wrap Up3 Lupus

Gambar 4. Proses molecular mimicry

Proses berawal pada pembentukan sel B dan sel T di sumsum tulang dan timus. Lalu setelah sel B dan sel T jadi, mereka akan “diseleksi” dengan cara dihadapkan terlebih dahulu pada autoantigen. Jika terjadi ikatan antara autoantigen dan sel B atau sel T, sel tersebut seharusnya dimusnahkan karena dapat membahayakan tubuh. Namun terkadang terjadi kesalahan mekanisme sehingga sel yang harusnya dihancurkan ini akan tetap keluar menuju perifer bersama sel lain yang dapat berfungsi dengan baik. Sel yang seharusnya dihancurkan ini biansanya tidak aktif walaupun sudah mencapai perifer. Tapi sel tersebut bisa aktif bila kembali bertemu dengan autoantigen yang cocok dengannya.

Autoantigen tersebut berasal dari antigen sel tubuh kita sendiri yang dipresentasikan oleh MHC sebagai antigen yang harus dihancurkan. Sehingga bila sel yang tidak aktif tersebut berikatan dengan autoantigen yang dipresentasikan MHC tersebut, sel B atau sel T yang rusak ini akan menghancurkan sel tersebut. Dan terjadilah kerusakan jaringan karena terjadi pengrusakan jaringan tubuh sendiri. Jadi kesalahan juga terletak pada MHC yang tidak berfungsi dengan benar. Ketidaknormalan MHC ini dikarenakan alel HLA yang juga tidak normal. Ketidaknormalan HLA ini bisa disebabkan karena mutasi dan biasanya menurun secara genetic.

1.4 Klasifikasi

Penyakit autoimun menurut organ :

a. Penyakit autoimun organ spesifik Terbentuknya antibodi terhadap jaringan alat tubuh. Contoh alat tubuh yang menjadi sasaran yaitu kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, lambung dan pankreas.Yang termasuk penyakit autoimun spesifik :

Tiroiditis Hashimoto Tirotoksikosis

8

Page 9: Wrap Up3 Lupus

Anemia pernisiosa Gastritis atrofi autoimun Penyakit Addison

b. Penyakit autoimun non-organ spesifikPenyakit autoimun yang non-organ spesifik terjadi karena dibentuknya antibodi terhadap autoantigen yang tersebar luas di dalam tubuh, misalnya DNA. Pada penyakit autoimun yang non-organ spesifik sering juga dibentuk kompleks imun yang di endapkan pada dinding pembuluh darah, kulit, sendi dan ginjal serta menimbulkan kerusakan. Perbedaan antara penyakit imun organ spesifik dan non-spesifik

Organ Spesifik Non-organ spesifik

Antigen Terdapat di dalam alat tubuh tertentu

Tersebar di seluruh tubuh

Kerusakan Antigen dalam tubuh Penimbunan kompleks sistemik dalm ginjal, sendi dan kulit

Tumpang tindih Dengan antibodi organ spesifik dan penyakit lain

Dengan antibodi non-organ spesifik dan penyakit lain.

Penyakit autoimun menurut mekanisme :

a. Penyakit autoimun melalui antibody

Anemia hemolitik autoimunSalah satu penyebab menurunnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi ialah destruksi oleh antibodi terhadap antigen pada permukaan sel tersebut. Destruksi sel dapat terjadi akibat aktivasi komplemen dan opsonisasi oleh antibodi dan komponen komplemen. Antibodi yang dapat menimbulkan anemia hemolitik autoimun dibagi dalam 2 golongan berdasarkan sifat fisiknya yaitu antibodi panas dan dingin.

Miastenia gravisTimbulnya miastenia gravis berhubungan dengan timus. Pada umumnya penderita menunjukkan timoma atau hipertrofi timus dan bila kelenjar timus di angkat, penyakit kadang-kadang dapat menghilang.

TirotoksikosisPada tirotokosis, autoantibodi dibentuk terhadap reseptor hormon. Disini dibentuk antibodi terhadap reseptor thyroid stimulating hormon (TSH).

9

Page 10: Wrap Up3 Lupus

b. Penyakit autoimun melalui kompleks imun Lupus erimatosus sistemik

Agrerat kompleks imun akan disaring di ginjal dan mengendap di membran basal glomerulus. Kompleks lainnya mungkin mengendap di dinding arteri dan sendi dan membentuk endapan lumpy-bumpy. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen dan menarik granulosit dan menimbulkan refleks inflamasi sebagai glomerulonefritis. Derajat gejala penyakit dapat berubah-ubah sesuai dengan kadar kompleks imun.

Artritis reumatoidPada penyakit ini dibentuk imunoglobin yang berupa IgM (disebut reumatoid factor), yang spesifik terhadap fraksi Fc dari molekul IgG. Kompleks RF dan IgG ditimbun di sinovia sendi dan mengaktifkan komplemen yang melepas mediator dengan sifat kemotaktik terhadap granulosit. Respon inflamasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler menimbulkan pembengkakan sendi.

c. Penyakit autoimun melalui sel T Hashimoto thyroiditis

Penyakit autoimun melalui komplemen

1.5 Diagnosis

A . Antibodi Dalam Serum Menemukan auto-antibodi dalam serum pada umumnya dilakukan dengan 4 cara yaitu RIA,ELISA,Imunofluoresensi,elektroforesis countercurrent . Imuno-fluoresensi merupakan cara yang paling kurang sensitif . RIA memerlukan reagens mahal . ELISA menghindari penggunaan radioisotop,tetapi memerlukan peralatan khusus . elektroforesis countercurrent mudah dikerjakan,murah,tetapi relatif sensitif .

Beberapa antibodi yang ditemukan dengan RIAAntibodi Metoda Hasil Revalensi klinisDsDNA 125I-DNA-ikatan direk Persentase ikatan atau

IU/mlLESHepatitis kronis aktif

Antibodi reseptor aseltikolin

125 Iα-bungarotoksin dengan asetilkolin

Ikatan dilaporkan sebagai fmol/I dari reseptor antibodi spesifik asal cell line

Miastenia gravis

Beberapa antibodi yang ditemukan dengan RIAAntibodi Metoda Hasil Revalensi klinisDsDNA 125I-DNA-ikatan direk Persentase ikatan atau

IU/mlLESHepatitis kronis aktif

Antibodi reseptor aseltikolin

125 Iα-bungarotoksin dengan asetilkolin

Ikatan dilaporkan sebagai fmol/I dari reseptor antibodi spesifik asal cell line

Miastenia gravis

10

Page 11: Wrap Up3 Lupus

Beberapa autoantibodi yang ditemukan dengan ELISAAntibodi Autoantigen sasaran Relevansi klinisAb mikrosom tiroidAb mitokondria (M2)

Ab membran basal glomerulus

Antibodi sitoplasma antineutrofilcANCApANCAdsDNAAb fosfolipid

Pereksidase tiroidKompleks E2 piruvat dehidrogenaseTerminal C kolagen tipe IV

Proteinase 3MieloperoksidasedsDNAKardiolipin

Penyakit tiroid autoimunSirosis bilier primer

Sindrom GoodpasteurNefritis membran basal antiglomerulus

Granulomatosis WegenerPoliarteritis mikrokopisLESSindrom antibodi fosfolipid primer

11

Page 12: Wrap Up3 Lupus

B . Imunofluoresensi IFT digunakan untuk menemukan banyak autoantibodi dalam serum . Spesimen biopsi dapan diperiksa dengan cara imunohistikimia . Endapan imunoglobulin yang terjadi karena reaksi dengan organ atau antigen spesifik untuk jaringan . Cara ini terutama penting untuk diagnosi penyakit antibodi basal membran glomerulus dan penyakit bulosa kulit . Jaringan hewan dapat digunakan bila mengandung antigen sama dengan manusia,tetapi beberapa autoantigen terbatas pada jaringan manusia atau cell liine manusia . Jaringan dibuat dengan kriostatdan segera dibekukan .

IFT Indirek untuk antibodi nonorgan spesifik yang jarangAutoantibodi Substrat khas Gambaran pewarnaan Revalensi klinis utamaANA

Sentromer

SMA

AMA

Antibodi endomisial

ANCA

Human cell line (HEp2) atau hati tikus

Hep2

Lambung,hati ,ginjal

Ginjal,hati,lambung tikus

Esofagus kera

Neotrofil manusia

Semua nukleus

Sentromer kromosom manusia

Otot polos mis. Membran mukosa,otot kelenjar,intergasik dan tunika media arteri

Semua mitokondria terutama tubulus distal ginjal

Sarkolemna fibril otot polos

Sitoplasmik(cANCA)Perinuklear (ANCA)

Tes skrining untuk penyakit reumatik

Sklerosis sistemik terbatas (sindrom CREST)

Hepatitis kronis aktifKerusakan hati nonspesifik (lemah)

Sirosis bilier primer

Dermatitis herpetioformis

GranulomatosisBanyak bentuk vaskulitis

IFT indirek untuk antibodi organ spesifik yang seringAutoantibodi Substrat khas Gambaran pewarnaan Revalensi klinis utamaAntibodi sel parital gaster

Antibodi adrenal

Antibodi sel pulau pankreas

Antibodi kulit

Lambung tikus

Adrenal manusia

Pannkreas manusia

Kulit manusia atau bibir kelinci

Hanya sel parital

Sel kortikal adrenal

Pulau sel-β pankreas

Semen interseluler intra-epidermalMembran basal epidermal

Anemia pernisosa

Penyakit addison idiopatik

IDDM

Penfigus vulgaris

12

Page 13: Wrap Up3 Lupus

C . Pemeriksaan komplemen Meskipn kadar komplemen normal,namun konsumsinya dapat diketahui dengan mengukur pecahan atau produk aktivasinya .

Interpretasi perubahan komplemen pada penyakit Ambang komponenC4 C3 faktor B Jalur aktivasi contoh

N

NN N

Klasik

Klasik dan alternatif

AlternatifKlasik untuk C4 dan C2 sajaPeningkatan sintesis komponen

LES,vaskulitis

Bakteremia gram-negatif.beberapa kasus LESAutoantibodi C3 NeFAngiodema herediterInflamasi akut dan kronis

13

Page 14: Wrap Up3 Lupus

LO 1.6 Manifestasi

1. Miastenia gravisPada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.

Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.

Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang- cabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala tersebut dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab (Price & Wilson. 2006)

2. Gejala skleroderma bervariasi, tergantung pada sistem organ yang terlibat. Yang paling umum tanda dan gejala termasuk skleroderma:

A. Fenomena Raynaud. Respon berlebihan untuk suhu dingin atau tekanan emosional, kondisi ini menyempitkan pembuluh darah kecil di tangan dan kaki dan menyebabkan mati rasa, nyeri atau perubahan warna pada jari tangan atau kaki.

B. Gastroesophageal reflux disease (GERD). Selain acid reflux, yang dapat merusak bagian kerongkongan terdekat perut, Anda juga mungkin memiliki masalah menyerap nutrisi jika otot usus Anda tidak bergerak makanan baik melalui usus Anda.Perubahan Kulit. Perubahan ini mungkin termasuk jari-jari bengkak dan tangan; bercak penebalan kulit, terutama pada jari, dan kulit yang kencang di sekitar tangan, wajah atau mulut. Kulit dapat tampil mengkilap, dan gerakan bagian yang terkena dapat terbatasi(Mayo Foundation for Medical Education and Research. 2008)

14

Page 15: Wrap Up3 Lupus

3. Grave’s diseaseManifestasi yang tersering adalah palpatasi, mudah lelahm hiperkinesia, diare, berkeringat, intoleransi terhadap panas, tahan terhadap suhu dingin, pembesaran tiroid, thyrotoxic eyes signs, takikardi ringan, lemah otot, hilangnya massa otot dan nervousness. Serta sering sekali berkurangnya berat badan tanpa berkurangnya nafsu makan. Pada anak-anak terjadi pertumbuhan yang cepat disertai dengan maturasi tulang yang cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, terdapat gejala kardiovaskular, miopati, palpitasi, dispnea, tremor, dan berat badan turun. (http://www.docstoc.com )

4. Sindroma SjogrenPerusakan kelenjar lakrimal menyebabkan berkurangnya air mata, sehingga epitel kornea menjadi mengering, diikuti dengan peradangan, erosi, dan ulserasi (keratokonjungtivitis). Dapt pula terjadi atrofi mukosa, disertai dengan fisura yang meradang dan ulserasi (xerostomia). (Robbins, et.al. 2007)

5. Sindrom GoodpastureGejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang.Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.

6. Multiple Sklerosis

Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya.Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan sukar menahan hajat.Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin datang dan pergi.Prognosis berubah-ubah.

7. Tiroditis HasimotoKelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon thyroid rendah (hypothyroidism).Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk.Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.

15

Page 16: Wrap Up3 Lupus

8. Diabetes Melitus tipe 1Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air kecil, dan selera makan, seperti komplikasi bervariasi dengan jangka panjang.Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup.Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama.

9. Anemia Pernisiosa

Anemia pernisiosa adalah keadaan dimana tubuh tidak memproduksi cukup sel darah merah karena kekurangan vitamin B12. Keadaan ini biasanya terjadi pada orang-orang yang tubuhnya kehilangan kemampuan untuk menyerap vitamin B12 dari makanan.

Anemia

Anemia pernisiosa adalah salah satu jenis dari berbagai macam tipe anemia. Menderita anemia berarti anda tidak mempunyai cukup sel darah merah yang sehat. Jika seseorang menderita anemia, darah tidak dapat mengantarkan oksigen ke dalam sel-sel tubuh. Gejala yang paling sering dari anemia adalah perasaan lelah.

Anemia Pernisiosa

Pada anemia pernisiosa, sel darah tidak membelah secara normal dan bentuknya sangat besar. Sel darah tersebut sulit keluar dari sum-sum tulang. GAngguan bentuk sel darah merah tersebut terjadi karena kurangnya vitamin B12 dalam tubuh. Vitamin B12 merupakan salah satu jenis dari kelompok vitamin B; vitamin B ditemukan pada makanan hewani seperti daging, ikan, telur, susu dan produk susu lainnya. Selain untuk membentuk sel darah merah, vitamin B12 juga diperlukan untuk aktifitas sistem saraf.

Penyebab kekurangan vitamin B12 antara lain :

1. Akibat kurangnya suatu jenis protein di lambung yang berfungsi membantu tubuh menyerap vitamin B12. Protein tersebut dinamakan faktor intrinsik. Faktor intrinsik dibuat oleh sel khusus yang terdapat pada dinding lambung. Pada beberapa orang, sel tersebut dirusak oleh sistem pertahanan tubuh atau rusak karena pembedahan lambung. Jika hal ini terjadi, faktor intrinsik tidak diproduksi dan vitamin B12 tidak dapat diserap. Hal ini yang menjadi penyebab utama kekurangan vitamin B12.

2. Akibat tidak cukupnya vitamin B12 dalam makanan yang dikonsumsi. Hal ini dapat terjadi karena pola makan vegetarian atau karena kurangnya asupan makanan akibat penuaan atau alkoholisme.

16

Page 17: Wrap Up3 Lupus

3. Akibat penyakit usus tertentu yang mengganggu penyerapan vitamin B12, seperti penyakit Crohn dan infeksi usus.

Penyakit ini dinamakan anemia "pernisiosa" karena sebelum penyebab penyakit ini diketahui, sering menimbulkan kematian karena tidak ada terapi yang spesifik. Saat ini, lebih mudah untuk mengobati penyakit ini, yaitu dengan tablet atau injeksi vitamin B12. Anemia pernisiosa akan bertambah parah jika dalam jangka waktu lama tidak diobati. Tanpa pengobatan, penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada tubuh. Anemia pernisiosa paling sering mengenai orang yang berusia tua. 

10. Anemia HemolitikAnemia hemolitik autoimun adalah suatu kelainan dimana terdapat antibodi tertentu pada tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-selfnya, sehingga menyebabkan eritrosit mengalami lisis.

11. AddisonPenyakit Addison adalah gangguan yang terjadi karena kurangnya hormon tertentu yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Pada penyakit Addison, kelenjar adrenal menghasilkan kortisol dan aldosteron dalam jumlah yang terlalu sedikit.

Kondisi ini juga sering disebut dengan insufisiensi adrenal atau hypocortisolism. Penyakit Addison terjadi pada semua kelompok usia dan mempengaruhi semua jenis kelamin yang dapat mengancam jiwa.

12. Gulain bareGBS atau Guillain Barre Syndrome adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam hitungan minggu, bulan atau tahun.

17

Page 18: Wrap Up3 Lupus

LI 2 Memahami & Menjelaskan Lupus Eritomatosus Sistemik

2.1 Definisi

Systemic lupus eritomatosus (SLE) adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai

adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam

tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun,

sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.

Jenis-jenis lupus

Cutaneus Lupus : Seringkali disebut discoid yang mempengaruhi kulit.

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh

seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah, jantung,

ginjal, hati, otak, dan syaraf.

Drug Induced Lupus(DIL), timbul karena menggunakan obat-obatan

tertentu. Setelah pemakaian dihentikan, umumnya gejala akan hilang.

(Alwi, I., Setiati, S., Setiyohadi, B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta :Interna Publishing)

2.2 Etiologi

Etiologi SLE belum diketahui secara pasti. Faktor genetik diduga berperanan penting dalam predisposisi penyakit ini. Interaksi antara sex, status hormonal dan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (HPA) mempengaruhi kepekaan dan ekspresi klinis SLE.

Adanya gangguan dalam mekanisme pengaturan imun seperti gangguan pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun. Hilangnya toleransi imun, meningkatkan beban antigenik, bantuan sel T yang berlebihan, gangguan supresi sel B dan peralihan respon imun dari T helper 1 ke sel T helper 2 yang menyebabkan hiperaktivitas sel B dan memproduksi autoantibodi patogenik. Respon imun yang terpapar faktor eksternal yaitu lingkungan seperti radiasi ultraviolet bisa menyebabkan disregulasi sistem imun. (Alwi, 2009)

1. Genetik:a. Sering pada anggota keluarga dan saudara kembar monozigot (25%)

dibanding kembar dizigotik (3%), berkaitan dengan HLA seperti DR2, DR3 dari MHC kelas II.

b. Individu dengan HLA DR2 dan DR3 risiko 2-3 kali dibanding dengan HLA DR4 dan HLA DR5.

18

Page 19: Wrap Up3 Lupus

c. Gen HLA diperlukan untuk proses pengikatan dan presentasi antigen, serta aktivasi sel T.

d. Haploptip (pasangan gen yang terletak dalam sepasang kromosom yang menetukan ciri seseorang), HLA menggangu fungsi sistem imun yang menyebabkan peningkatan autoimunitas.Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.

2. Defisiensi komplemena. Defisiensi C3 / C4 jarang pada yang manifestasi kulit dan SSP.b. Defisiensi C2 pada LES dengan predisposisi genetik.c. 80% penderita defisiensi komplemen herediter cenderung LES.d. Defisiensi C3 menyebabkan kepekaan tehadap infeksi meningkat, yang

akan menyebabkan predisposisi penyakit kompleks imun.e. Defisiensi komplemen menyebabkan eliminasi kompleks imun

terhambat, menaikkan jumlah kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi lebih lama, lalu mengendap di jaringan yang menyebabkan berbagai macam manifestasi LES.

3. Hormona. Estrogen : imunomodulator terhadap fungsi sistem imun humoral yang

akan menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor menyebabkan peningkatan produksi antibodi.

b. Androgen akan induksi sel Ts dan menekan diferensiasi sel B (imunosupresor).

c. Imunomodulator adalah zat yang berpengaruh terhadap keseimbangan sistem imun.

d. 3 jenis imunomodulator : Imunorestorasi Imunostimulasi Imunosupresi

4. Autoantibodi

19

Page 20: Wrap Up3 Lupus

5. Lingkungana. Bakteri atau virus yang mirip antigen atau berubah menjadi neoantigen.

Sinar UV akan meningkatkan apoptosis, pembentukan anti DNA kemudian terjadi reaksi epidermal lalu terjadi kompleks imun yang akan berdifusi keluar endotel setelah itu terjadi inflamasi

2.3 Patofisiologi

Penyakit sistemik lupus eritematosus ( SLE ) tampaknya terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto anti bodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal

( sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif ) dan lingkungan ( cahaya matahari, luka bakar termal ). Obat-obat tertentu seperti hidralasin ( Apresoline , prokainamid ( Pronestyl ), isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

Pada sistemik lupus eritematosus, peningkatan produksi auto anti bodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-Supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang anti bodi tambahan, dan siklus tersebut berulang kembali.

Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang mempunyai prediposisi genetic akan menghasilkan tenaga pendorong

20

Page 21: Wrap Up3 Lupus

abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi auto antibody maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.

Pada SLE, antibodi yang berbentuk ditunjukkan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non-histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein-RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.

Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan subtansi penyebab timbulnya reaksi radang.

Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada individu yang resisten.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.

21

Page 22: Wrap Up3 Lupus

2.4 Manifestasi

22

Page 23: Wrap Up3 Lupus

23

No

Kriteria Definisi

1 Bercak malar (butterfly rash)

Eritema datar atau menimbul yang menetap di daerah pipi, cenderung menyebar ke lipatan nasolabial

2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul dengan adherent keratotic scaling dan follicular plugging, pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi

3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari, pada anamnesis atau pemeriksaan fisik

4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri

5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau efusi

6 Serositif a. Pleuritis : Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan fisik Atau b. Perikarditis: Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction rub atau terdapat efusi perikardial pada pemeriksaan fisik

7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan ataub. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau campuran

8 Gangguan saraf Kejang : Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit) atauPsikosis: Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit)

9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darahAnemia hemolitik à dengan retikulositosisLeukopenia à < 4000/mm3 pada > 1 pemeriksaanLimfopenia à < 1500/mm3 pada > 2 pemeriksaanTrombositopenia à < 100.000/mm3 tanpa adanya intervensi obat

10 Gangguan imunologi Terdapat salah satu kelainanAnti ds-DNA diatas titer normalAnti-Sm(Smith) (+)Antibodi fosfolipid (+) berdasarkankadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormalantikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes standartes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan ditemukannya Treponema palidum atauantibodi treponema

Page 24: Wrap Up3 Lupus

2.5 Diagnosis & Diagnosis banding

Diagnosis

Diagnosis dibuat atas dasar klinis. Biasanya diperkuat dengan uji laboraturium. 11 kriteria kelainan yang terjadi dalam mendiagnosis lupus eritematosus yaitu bila ada 4 poin dari 11 manifestasi kelainan. Kriteria ini yaitu : ruam malar, ruam diskoid, fotosensitifitas, ulser pada rongga mulut, artritis, serositis, gangguanpada ginjal, gangguan pada sistem saraf, gangguan perdarahan, gangguan imunologis,antibodi antinuclear

Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter untuk membuat diagnosa SLE, antara lain :

1. Pemeriksaan anti-nuclear antibodi (ANA)yaitu : pemeriksaan untuk menentukan apakah auto-antibodi terhadap inti sel sering  muncul di dalam darah.

2. Pemeriksaan anti ds DNA ( Anti double stranded DNA ).yaitu : untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap materi genetik di   dalam sel.

3. Pemeriksaan anti-Sm antibodiyaitu : untuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang ditemukan dalam sel protein inti).

4. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di dalam darah

5. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement  (kelompok protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini.

6. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep) yaitu : pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain – pemeriksaan ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep.

7. Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit 8. Urine Rutin 9. Antibodi Antiphospholipid  10. Biopsy Kulit 11. Biopsy Ginjal

24

Page 25: Wrap Up3 Lupus

Diagnosis banding

A. Aktinik Keratosis

Aktinik keratosis didapatkan pada daerah yang terpapar sinar matahari, misalnya wajah, telinga, lipatan kepala, dorsal tangan, dan lengan. Kelainan biasanya multipel, berkelompok, datar atau meninggi, keratotik, kemerahan, berpigmen. Pada palpasi, permukaannya kasar. Pasien biasanya mengeluh adanya kekakuan pada daerah lesi. Lesi biasanya berukuran kecil dengan diameter 3 mm – 1 cm, berbatas tegas. Tipe hiperkeratotik biasanya muncul di lengan dan punggung tangan. Lesi awal biasanya hanya berupa telangiektasis, hiperkeratosis muncul setelah beberapa lama.

Aktinik keratosis merupakan lesi prekanker yang diperkirakan bisa bermanifestasi sebagai karsinoma sel squamosa. Aktinik keratosis dapat dicegah dengan menghindari paparan sinar matahari dalam jangka lama secara teratur, dengan menggunakan sunscreen, dan dengan diet rendah lemak.

B. Dermatomyositis

25

Page 26: Wrap Up3 Lupus

Dermatomyositis (DM) adalah salah satu penyakit miopati inflamasi idiopatik. Kelainan ini menyerang kulit dan/atau otot skelet yang menyebabkan peradangan pada kulit dan kelemahan otot. Beberapa lesi yang timbul dapat menjadi tanda pataognomonis penyakit ini, di antaranya Gottron’s sign dan Gottron’s papule. Karakteristik lain seperti lesi berkonfluens, makular, edema/eritema, dan telangiektasis/distrofik kutikula. Perubahan primer dari dermatomyositis adalah gatal, lesi simetris, berkonfluen, makular eritema yang bisa menyerang permukaan kulit, terutama ekstensor jari, tangan, lengan, area deltoid, punggung belakang, dan leher (the shawl sign), area V pada leher dan dada atas, daerah wajah, daerah periorbital, dan lipatan kepala.

C. Acne Rosacea

Rosacea adalah inflamasi kronik pada wajah yang ditandai dengan eritema dan pustula. Penyebab rosacea belum diketahui. Secara histologi, pembuluh darah di lapisan dermis berdilatasi, glandula sebasea hiperplasia, dan tampak adanya infiltrat sel – sel inflamasi. Ekskresi sebum normal.

Gejala diawali dengan kemerahan pada wajah, eritema, telangiektasis, adanya papula dan pustula. Selain itu, biasa disertai limfoedema pada pipi, hidung, dahi dan dagu. Hiperplasia glandula sebasea dan jaringan penyambung pada hidung. Manifestasi pada mata berupa blefaritis dan konjungtivitas. Paparan sinar matahari dan steroid topikal memperburuk keadaan.

D. Psoriasis VulgarisPsoriasis adalah penyakit kulit yang sering

dijumpai dengan prevalensi sekitar 2%. Tingkat keparahan penyakit bermacam – macam, mulai dari erupsi kulit yang terlokalisasi hingga kelainan yang bersifat sistemik. Penyakit ini bisa mengenai semua umur tetapi paling sering pada umur dewasa muda, yang biasanya dikaitkan dengan efek psikologis.

26

Page 27: Wrap Up3 Lupus

Penebalan epidermis merupakan karakteristik dari psoriasis yang menyebabkan peninggian lesi dan mudah diraba. Bentuk plak biasanya didapatkan di daerah trunkus dan ekstremitas dengan ukuran yang bervariasi. Jumlahnya bisa satu atau multipel, terdistribusi secara simetris.

2.6 Penatalaksanaan

Pencegahan systemic lupus eritematosusUntuk mencegah kekambuhan SLE, pasien sebaiknya melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Hindari stress dan trauma fisik.Stress dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memliki kecenderungan akan penyakit ini.

b. Hindari merokok.c. Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses

inflamasi.d. Cukuplah beristirahat.

Kelelahan dan aktivitas fisik yang berlebih bisa memicu kambuhnya SLE.

e. Diet sesuai kelainan.f. Hindari infeksi

Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi.

g. Hindari pajanan sinar ultravioletSinar ultraviolet dapat menimbulkan kelainan kulit seperti timbulnya bercak kemerahan yang menonjol atau menebal.

h. Hindari obat-obatan yang mengandung hormon estrogen.http://buletinsehat.com/obat/sistemik-lupus-eritematosus-sle/ . Sistemik Lupus Eritematosus. 22 Mei 2012. 20:31

Penatalaksanaan non-farmako :a. Edukasi

Edukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan penyakit yang kronis. Penderita perlu dibekali informasi yang cukup tentang berbagai macam manifestasi klinis yang dapat terjadi, tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda sehingga penderita dapat memahami dan mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Pada wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa bila akan hamil maka sebaiknya kehamilan direncanakan saat penyakit sedang remisi, sehingga dapat mengurangi kejadian flare up dan risiko kelainan pada janin maupun penderita selama hamil.

b. Dukungan sosial dan psikologis. Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer group atau support group sesama penderita lupus. Di

27

Page 28: Wrap Up3 Lupus

Indonesia ada 2 organisasi pasien Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia di Jakarta. Mereka bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan masyarakat mengenai lupus. Selain itu merekapun memberikan advokasi dan bantuan finansial untulk pasienyang kurang mampu dalam pengobatan.

c. IstirahatPenderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup, selain perlu dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.

d. Tabir suryaPada penderita SLE aktifitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar matahari, sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan menggunakan tabir surya dengan SPF > 30 pada 30-60 menit sebelum terpapar, diulang tiap 4-6 jam.

e. Monitor ketatPenderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terdapat demam yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan pemberian obat immunosupresi dan kortikosteroid. Risiko kejadian penyakit kejadian kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE, sehingga perlu pengendalian  faktor risiko seperi merokok, obesitas, dislipidemia dan hipertensi.

Penatalaksanaan secara farmakologis :a. Siklofosfamid

Merupakan obat utama pada gangguan sistem organ yang berat, terutama nefropati lupus.Pengobatan dengan kortikosterod dan siklofosfamid (bolus iv 0,5-1 gram/m2) lebih efektif dibanding hanya kortikosteroid saja, dalam pencegahan sequele ginjal, mempertahankan fungsi ginjal dan menginduksi remisi ginjal. Manifestasi non renal yang efektif dengan siklofosfamid adalah sitopenia, kelainan sistem saraf pusat, perdarahan paru dan vaskulitis.

Pemberian per oral dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB dapat ditingkatkan sampai 2,5-3 mg/kgBB dengan kondisi neutrofil > 1000/mm3 dan leukosit > 3500/mm3. Monitoring jumlah leukosit dievaluasi tiap 2 minggu dan terapi intravena dengan dosis 0,5-1 gram/m2 setiap 1-3 bulan.

Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, kadang dapat ditemukan rambutrontok namun hilang bila obat dihentikan. Leukopenia dose-dependent biasanya timbul setelah 12 hari pengobatan sehingga diperlukan penyesuaian dosis  dengan leukosit.Risiko terjadi infeksi bakteri, jamur dan virus terutama Herpes zoster meningkat. Efek samping pada gonad yaitu menyebabkan kegagalan fungsi ovarium dan azospermia.Pemberian hormon Gonadotropin releasing hormone atau kontrasepsi oral belum terbukti efektif. Pada penderita SLE dengan

28

Page 29: Wrap Up3 Lupus

nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan.

b.  Mycophenolate mofetil (MMF)MMF merupakan inhibitor reversibel inosine monophosphate dehydrogenase, yaitu suatu enzimyang penting untuk sintesis purin. MMF akan mencegah proliferasi sel B dan T serta mengurangi ekspresi molekul adhesi. MMF secara efektif mengurangi proteinuria dan memperbaiki kreatinin serum pada penderita SLE dan nefritis yang  resisten terhadap siklofosfamid. Efek samping yang terjadi umumnya adalah leukopenia, nausea dan diare. Kombinasi MMF dan Prednison sama efektifnya dengan pemberian siklosfosfamid oral dan prednison yang dilanjutkan dengan azathioprine dan prednisone. MMF diberikan dengan dosis 500-1000 mg dua kali sehari sampai adanya respons terapi dan dosis obat disesuaikan dengan respons tersebut. Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan

c.  AzathioprineAzathioprine adalah analog purin yang menghambat sintesis asam nukleat dan mempengaruhi fungsi imun seluler dan humoral. Pada SLE obat ini digunakan sebagai alternatif siklofosfamid untuk pengobatan lupus nefritis atau sebagai steroid sparing agent untuk manifestasi non renal seperti miositis dan sinovitis yang refrakter. Pemberian mulai dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari, jika perlu dapat dinaikkan dengan interval waktu 8-12 minggu menjadi 2,5-3 mg/kgBB/hari dengan syarat jumlah leukosit > 3500/mm3 dan metrofil > 1000. Jika diberikan bersamaan dengan allopurinol maka dosisnya harus dikurangi menjadi 60-75%.Efek samping yang terjadi lebih kuat dibanding siklofosfamid, yang biasanya terjadi yaitu supresi sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal. Azathioprine juga sering dihubungkan dengan hipersensitifitas dengan manifestasi demam, ruam di kulit dan peningkatan serum transaminase. Keluhan biasanya bersifat reversibel dan menghilang setelah obat dihentikan. Oleh karena dimetabolisme di hati dan dieksresikan di ginjal  maka fungsi hati dan ginjal harus diperiksa secara periodik. Obat ini merupakan pilihan imunomodulator pada penderita nefropati lupus yang hamil, diberikan dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB/hari karena relatif aman.

d. Leflunomide (Arava)Leflunomide merupakan suatu inhibitor de novo sintesis pyrimidin yang disetujui pada pengobatan rheumatoid arthritis. Beberapa penelitian telah melaporkan keuntungan pada pasien SLE yang pada mulanya diberikan karena ketergantungan steroid.Pemberian dimulai dengan loading dosis 100 mg/hari untuk 3 hari kemudian diikuti dengan 20 mg/hari. 

e.  MethotrexateMethotrexate diberikan dengan dosis 15-20 mg peroral satu kali seminggu, dan terbukti efektif terutama untuk keluhan kulit dan sendi. Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan serum

29

Page 30: Wrap Up3 Lupus

transaminase, gangguan gastrointestinal, infeksi dan oral ulcer, sehingga perlu dimonitor ketat fungsi hati dan ginjal.  Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan.

f. Siklosporin Pemberian siklosporin dosis 2,5-5 mg/kgBB/hari pada umumnya dapat ditoleransi dan menimbulkan perbaikan yang nyata terhadap proteinuria, sitopenia, parameter imunologi (C3, C4, anti-ds DNA) dan aktifitas penyakit. Jika kreatinin meningkat lebih dari 30% atau timbul hipertensi maka dosisnya  harus disesuaikan efek samping yang sering terjadi adalah hipertensi, hiperplasia gusi, hipertrikhosis, dan peningkatan kreatinin serum. Siklosporin terutama bermanfaat  untuk nefritis membranosa dan untuk sindroma nefrotik yang refrakter, sehingga monitoring tekanan darah dan fungsi  ginjal harus dilakukan secara rutin. Siklosporin A dapat diberikan pada penderita nefropati lupus yang hamil, diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari karena relatif aman.

Hormon SeksBromokriptin yang secara selektif menghambat hipofise anterior untuk mensekresi prolaktin terbukti bermanfaat mengurangi aktifitas penyakit SLE. Dehidroepiandrosteron (DHEA) bermanfaat untuk SLE dengan aktifitas ringan sampai sedang. Danazole (sintetik steroid) dengan dosis 400-1200 mg/hari bermanfaatuntuk mengontrol sitopenia autoimun terutama trombositopeni dan anemia hemolitik. Estrogen replacement therapy (ERT) dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien SLE yang mengalami menopause, namun masih terdapat perdebatan mengenai kemampuan kontraseptif oral atau ERT dalam menimbulkan flare SLE. Untuk itu terapi ini harus ditunda pada pasien dengan riwayat trombosis.

KortikosteroidKortikosteroid efektif untuk menangani berbagai macam manifestasi klinis SLE. Sediaan topikal atau intralesi digunakan untuk lesi kulit, sediaan intra artikular digunakan untuk artritis, sedangkan sediaan oral atau parenteral untuk kelainan sistemik. Pemberian per oral dosisnya bervariasi dari 5-30 mg prednison (metilprednisolon) per hari secara tunggal atau dosis terbagi, efektif untuk mengobati keluhan konstitusional, kelainan kulit, arthritis dan serositis. Seringkali kortikosteroid diberikan bersamaan dengan antimalaria atau imunomodulator dengan tujuan untuk mendapatkan induksi yang cepat kemudian diturunkan dosisnya. Adanya keterlibatan organ penting seperti nefritis, cerebritis, kelainan hematologi atau vaskulitis sistemik, umumnya memerlukan prednison dosis tinggi (1-2 mg/kgBB/hari). Kortikosteroid parenteral juga dapat digunakan pada keadaan yang sangat berat, mengancam jiwa, dengan dosis metilprednisolon bolus 1000 mg selama 3 hari berturut-turut.            Efek yang tidak dikehendaki pada pemberian glukokortikoid lama antara lain habitus cushingoid, peningkatan berat badan, hipertensi, infeksi, fragilitas kapiler, akne, hirsutism, percepatan

30

Page 31: Wrap Up3 Lupus

osteoporosis, nekrosis iskemi tulang, katarak, glaucoma, diabetes mellitus, myopati, hipokalemia, menstruasi yang tidak teratur, iritabilitas, insomnia, dan psikosa. Oleh karenanya setelah aktifitas penyakit terkontrol, dosis kortikosteroid harus segera diturunkan atau kalau mungkin dihentikan atau diberikan dalam dosis terkecil selang sehari.Untuk meminimalisasi osteoporosis, dapat diberikan suplemen kalsium 1000 mg/ hari pada pasien dengan eksresi kalsium urin 24 jam lebih dari 120 mg. Diberikan pula vitamin D 50.000 unit 1-3 kali seminggu (monitor hiperkalsemia). Dalam mencegah osteoporosis dapat pula diberikan kalsitonin dan bifosfonat (alendronat, didronel atau actonel). Kortikosteroid pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik selama kehamilan meskipun dapat menimbulkan eksaserbasi diabetes dan hipertensi. Tidak terdapat bukti bahwa kortikosteroid menyebabkan defek kongenital tetapi mungkin dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah dan ketuban pecah dini. 

NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)NSAID digunakan untuk mengatasi keluhan nyeri

muskuloskeletal, pleuritis, perikarditis dan sakit kepala. Efek samping NSAID pada ginjal, hati, sistem saraf pusat harus dibedakan dengan aktifitas lupus yang menghebat. Adanya proteinuria yang baru timbul atau perburukan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh aktifitas SLE atau efek NSAID. NSAID juga dapat menyebabkan meningitis aseptik, sakit kepala, psikosis dan gangguan kognitif, meningkatkan serum transaminase secara reversibel. Gangguan gastrointestinal merupakan efek samping paling sering ditimbulkan oleh inhibitor COX non-selektif. Inhibitor COX-2 selektif lebih sedikit efek sampingnya pada gastrointestinal. Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan karena dapat mengakibatkan kelainan kongenital dan dieksresikan dalam air susu.

PlasmaferesisPeranan plasmaferesis pada nefropati lupus masih kontroversi. Indikasinya adalah  kasus lupus disertai krioglobulinemia, sindroma hiperviskositas dan TTP (Thrombotyc Thrombocytopenic Purpura).

Immunoglobulin IntravenaImmunoglobulin intravena (IV Ig) adalah imunomodulator dengan mekanisme kerja yang luas, meliputi blokade reseptor Fc, regulasi komplemen dan sel T. Tidak seperti immunosupresan, IV Ig tidak mempunyai efek meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut memberikan perbaikan pada trombositopeni, artritis, nefritis, demam, manifestasi kulit dan parameter immunologis. Efek samping yang terjadi adalah demam, mialgia, sakit kepala dan artralgia, serta kadang meningitis aseptik. Kontraindikasi diberikan pada penderita SLE dengan defisiensi IgA.

31

Page 32: Wrap Up3 Lupus

http://internershs.com. Diagnosis dan Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik

2.7 Prognosis

Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling buruk pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

Angka harapan hidup :a. 5 tahun : 85-88%b.10 tahun : 76-87%

Penyebab utama kematian pada SLE adalah akibat :Infeksi penyakit

a. Nefritis lupusb.Konsekuensi gagal ginjal (termasuk terapinya)c. Penyakit kardiovaskulard.Lupus sistem saraf pusat

Trombosis arteri mempunyai prognosis buruk. Penyakit ginjal merupakan indikator prognosis yang paling buruk pada SLE, dikarenakan tuter antibodi pengikat DNA positif/meningkat, yang berkaitan dengan keterlibatan ginjal, dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk

32

Page 33: Wrap Up3 Lupus

2.8 Komplikasi

1. Serangan pada Ginjala)      Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)b)      Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)c)      Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).2. Serangan pada Jantung dan Parua)      Pleuritisb)      Pericarditisc)      Efusi pleurad)     Efusi pericarde)      Radang otot jantung atau Miocarditisf)       Gagal jantungg)      Perdarahan paru (batuk darah).3. Serangan Sistem Sarafa)      Sistem saraf pusat· Cognitive dysfunction· Sakit kepala pada lupus· Sindrom anti-phospholipid· Sindrom otak· Fibromyalgia.b)      Sistem saraf tepi·  Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kakic)      Sistem saraf otonom· Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.4. Serangan pada Kulit· Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut lesi diskoid· Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :a)      Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka

33

Page 34: Wrap Up3 Lupus

psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk koin.b)      Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang luas di bagian tubuhc)      Lesi non spesifik- Rambut rontok (alopecia)- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai pusing.5. Serangan pada Sendi dan Otot- Radang sendi pada lupus- Radang otot pada lupus6. Serangan pada Mata7. Serangan pada Darah·         Anemia·         Trombositopenia·         Gangguan pembekuan·         Limfositopenia8. Serangan pada Hati

LI 3 Memahami & Menjelaskan sudut pandang islam dalam menghadapi masalah

1. Sabar Dalam Menerima Segala Musibah

Sabar dalam menerima musibah ini artinya sabar dalam menerima cobaan ( musibah ) tidak mengeluh dan tidak putus asa tetapi mengembalikan semua itu kepada allah swt. Misalkan musibah ketika di beri ujian sakit, dia menerima sakitnya dengan ikhlas dan berusaha untuk mencari obatnya. Firman allah swt.

ر� �ش� و�ب ات� �م�ر� و�الث �ف�س� �ن و�األ� �م�و�ال� األ� م�ن� �ق�ص� و�ن �ج�وع� و�ال �خ�و�ف� ال م�ن� ي�ء� �ش� ب �م� �ك �و�ن �ل �ب �ن و�لالبقرة * * سورة اج�ع�ون� ر� �ه� �ي �ل إ �ا �ن و�إ �ه� �ل ل �ا �ن إ �وا ق�ال �ة1 م�ص�يب �ه�م� �ت ص�اب

� أ �ذ�ا إ �ذ�ين� ال �ر�ين� -155الص�اب156

Artinya : Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, ( yaitu ) orang-orang yang apabila di timpa musibah, mereka mengucapkan : “ Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. QS. Al-Baqarah 155-156

http://dakwah-islam.org/sabar-dalam-islam.html

a. Hadits Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah bersabda:

ن�ه� " ا ي�ص�ب� م� ي�ر " م�ن� ي�ر�د� الله� ب�ه� خ�

34

Page 35: Wrap Up3 Lupus

"Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan dengannya,

niscaya Dia menimpakan musibah kepadanya" HR. al-Bukhari

no.5645.

www.islamhouse.com/d/files/id/ih_articles/id_benefits_of_disease.doc

Daftar Pustaka

Baratawidjaja Karnen.G (2012). Imunologi Dasar Edisi ke 10. Jakarta ; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(Bratawidjaja, K.G. 2001. Imunologi Dasar. Edisi keempat. Jakarta : Badan Penerbit FKUI)

Davey P. (2002). Medicine at a Glance. England : Blackwell Science Ltd.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI.

http://muslimah.or.id/aqidah/sabar-itu-akan-selalu-indah

Isbagio H, Kasjmir Y.I, Setyohadi B, Suarjana N. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

V, vol III Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus. Available at :

http//www.geocities.com/alam_penyakit/

PenyakitSistemikLupusErithematosus.htm

Systemic Lupus Eritematosus. Available at :

http//www.medicinet.com/systemic_lupus

http://internershs.com Diagnosis dan Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik

Kresno, S.B. 2003. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratotium. Edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

http://emedicine.medscape.com/article/1065529-overview

www.islamhouse.com/d/files/id/ih_articles/id_benefits_of_disease.doc

35

Page 36: Wrap Up3 Lupus

36