Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

33
Skenario 2 Nyeri Perut Kanan Atas Nn. A, 14 tahun, tinggal di daerah padat penduduk, dibawa oleh keluarganya ke RS YARSI karena nyeri perut kanan atas disertai demam sejak 1 minggu yang lalu. Pemeriksaan fisik pada Nn. A ditemukan perut membesar, hati teraba 4 jari dibawah arcus costarum disertai nyeri tekan pada sela iga kanan. Pemeriksaan laboratorium pada Nn. A ditemukan penigkatan enzim hati. Beberapa bulan lalu Nn. A pernah mengalami buang air besar berdarah dan berlendir, serta pada nalisa feses ditemukan bentuk trofozoid Entamoeba histolytica. 1

description

Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Transcript of Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Page 1: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Skenario 2

Nyeri Perut Kanan Atas

Nn. A, 14 tahun, tinggal di daerah padat penduduk, dibawa oleh keluarganya ke RS YARSI karena nyeri perut kanan atas disertai demam sejak 1 minggu yang lalu. Pemeriksaan fisik pada Nn. A ditemukan perut membesar, hati teraba 4 jari dibawah arcus costarum disertai nyeri tekan pada sela iga kanan. Pemeriksaan laboratorium pada Nn. A ditemukan penigkatan enzim hati. Beberapa bulan lalu Nn. A pernah mengalami buang air besar berdarah dan berlendir, serta pada nalisa feses ditemukan bentuk trofozoid Entamoeba histolytica.

1

Page 2: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Sasaran Belajar

1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Hepar1.1 Memahami dan menjelaskan Anatomi Makroskopik hepar1.2 Memahami dan menjelaskan Anatomi Mikroskopik hepar

2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Hepar3. Memahami dan menjelaskan Entamoeba histolytica

3.1 Memahami dan menjelaskan Morfologi dan Daur Hidup Entamoeba histolytica3.2 Memahami dan menjelaskan Distribusi Entamoeba histolytica

4. Memahami dan menjelaskan Amebiasis4.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Amebiasis4.2 Memahami dan menjelaskan Etiologi Amebiasis4.3 Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Amebiasis4.4 Memahami dan menjelaskan Patogenesis Amebiasis4.5 Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis Amebiasis4.6 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Amebiasis4.7 Memahami dan menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Amebiasis4.8 Memahami dan menjelaskan Tatalaksana Amebiasis4.9 Memahami dan menjelaskan Komplikasi Amebiasis4.10 Memahami dan menjelaskan Prognosis Amebiasis4.11 Memahami dan menjelaskan Pencegahan Amebiasis

2

Page 3: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Hepar1.1 Memahami dan menjelaskan Anatomi Makroskopik hepar

Hepar terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diafragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra, dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan jantung. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra. Permukaan atas hepar yang cenderung melengkung di bawah kubah diaphragma. Hepar juga melintasi region epigastrica dan region hipocondriaca dextra. Hepar bertekstur lunak, lentur dan memiliki berat 1400 gr atau ± 1,5 kg pada orang dewasa.

Hepar dibagi menjadi 2 lobus: lobus dexter dan sinisterPada facies diaphragmatica, menurut pandangan lama, batas antara lobus dexter dan sisnister ialah pada tempat perlekatan lig. Falciforme.Pada facies visceralis batas antara kedua lobus adalah fossa sagitalis sinistra, dan lobus dexter dibagi oleh fossa sagitalis dextra menjadi kanan dan kiri. Bagian kiri dibagi oleh porta hepatis dalam lobus caudatus terletak dorsocranial dan lobus

3

Page 4: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

quadratus ventrocaudal. Lobus caudatus pada tepi caudoventral mempunyai 2 processu yaitu processus caudatus dan processus papillaris.Lig. Teres hepatis, adalah v. Umbilicalis dextra yang telah mengalami obliterasi, berjalan dari umbilicus ke ramus sinister venae portae. Mula-mula berjalan dari umbilicus ke cranial, ventral dari peritoneum parietale, kemudian berjalan ke hepar dalam tepi bebas lig.falciforme hepatis, mencapai margo inferior hepatis pada ujung caudal fossa sagitalis sinistra dan berjalan di dalamnya ke cranial mencapai ramus sinister venae portae.Lig. Venosum, adalah ductus venosum yang telah mengalami obliterasi, berjalan di bagian cranial fossa sagitalis sinistra dari ramus sinister v. Portae, pada tempat lig. Teres hepatis mencapai vena ini, ke vena hepatica sinistra.Vena Portae:1. Dibentuk oleh V. Mesenterica superior dan V. Lienalis.2. Menyalurkan + 70% darah ke hati (bagian bawah oesophagus sampai

pertengahan anus)3. Semua darah balik dari abdomen kecuali ren dan supra renalis bergabung ke v.

Portae dan akhirnya masuk ke hati.4. Bercabang 2 yaitu ramus sinistra dan ramus dextra.5. Panjang sekitar 5 cmPada facies visceralis, bangunan seperti huruf H terdapat 2 sulcus yang berjalan dalam bidang sagital, disebut fossa sagitalis dextra dan fossa sagitalis sinistra. Ditengah-tengah antara 2 fossa terdapat daerah yang tidak ditutupi peritoneum disebut porta hepatis yang menghubungkan kedua fossa. Didalam fossa sagitalis dextra terdapat:a. Di sebelah ventorcaudal: vesica fellea, alurnya disebut fossa vesica felleab. Di sebelah dorsocranial: vena cava inferior, alurnya disebut sulcus venae

cavae.Bagian fossa sagitalis sinistra dimana terdapat:a. Lig. Teres hepatis, alurnya disebut fissura ligamenti teretisb. Lig. Venosum, alurnya disebut fissura ligamenti venosi

4

Page 5: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Anastomosis portal sistemic:a. Normal akan bermuara ke hepar dan selanjutnya ke V. Cava inferior (jalan

langsung)b. Bila jalan normal terhambat, maka akan terjadi hubungan lain yang lebih kecil

antara sistim portal dengan sistemic, yaitu:1. 1/3 bawah oesophagus

V. gastrica sinistra → V. Oesophagica → V. Azygos (sistemic)2. Pertengahan atas anus: V. Rectalis superior → V. Rectalis media dan

inferior → V. Mesenterica superior3. V. Paraumbilicalis menghubungkan V. Portae sinistra dengan V.

Superficialis dinding abdomen. Berjalan dalam lig. Falciforme hepatis dan lig. Teres hepatis.

4. V. Colica ascendens, descendens, duodenum, pancreas dan hepar beranastomosis dengan V. Renalis, V. Lumbalis dan V. Phrenica.

Di dalam abdomen ligamentum bisa berasal dari:1. Obliterasi dari pembuluh darah : lig. Teres hepatis2. Duplikator peritoneum : lig. Falciforme hepatis

: lig. Gastrointestinalis

1.2 Memahami dan menjelaskan Anatomi Mikroskopik heparMerupakan kel. exocrin dan endocrin yang dibungkus jar penyambung padat fibrosa (capsula Glisoni). Capsula ini ber-cabang2 masuk kedalam hati membentuk sekat2 Interlobularis, ketebalan sekat berbeda pada species yang berbeda, misal pada babi tebal, pada manusia hampir tidak kelihatan.

Gb. Hepar manusia Gb. Hepar babi

Hepar terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jar interlobular. pada hepar babi jar interlobular tebal dan jelas kelihatan sedangkan pada manusia jar interlobular tak jelas. Tiga dimensi, lobulus spt prisma hexagonal/polygonal disebut lobulus klasik, panjang 1 – 2 mm.

5

Page 6: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Gb. 3 dimensi heparSel-sel hati/hepatocyte berbentuk polygonal, tersusun berderet radier, membentuk lempengan yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid yang juga saling berhubungan .Pada sudut-sudut lobulus terdapat canal portal, berbentuk Δ, disebut Δ Kiernan, berisikan : 1. Arteriol, cabang arteri hepatica2. venula, cabang vena porta 3. Ductus biliaris (saluran empedu)4. Pembuluh lymph

Gb. Segitiga Kiernan

Lobulus Hati Lobulus klasikBagian jaringan hati dgn pembuluh pembuluh darah yang mendarahinya yang bermuara pada pusatnya V. centralis batas-batasnya, jar peny interlobular.Lobulus portalBagian jaringan hati dgn aliran empedu yang menuju satu ductus biliaris didalam Δ Kiernan berbentuk Δ, dengan sudut-sudutnya tiga V. centralis dan canal portal sebagai axisnya Acinus hati (Unit fungsional hati)Bagian jaringan hati yang mengalirkan empedu kedalam satu ductus biliaris terkecil didalam jaringan interlobular dan juga daerah ini mendapat pendarahan dari cabang terakhir V. porta dan A. hepatica1. Berbentuk berlian yang terletak diantara dua V. Centralis 2. Berdasarkan pendarahan acinus hati dibagi menjadi 3 zona :

zona 1, zona 2, zona 3

6

Page 7: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Sinusoid Hati 1. Lebih lebar dari kapiler, bentuk tak teratur 2. Dinding dibentuk oleh sel endothel mempunyai fenestra 3. M. basalis kalau ada, tidak continu 4. Pada dinding menempel :

a. di sebelah luar, fat storing cell, (pericyte)b. di sebelah dalam, sel Kuppfer bersifat phagocytic

2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi HeparFungsi dasar hati dapat dibagi menjadi:1. Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah,2. Fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme

tubuh,3. Fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran

empedu ke saluran pencernaan.FUNGSI VASKULARDalam fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hati juga dapat dijadikan tempat penimpanan sejumlah besar darah. Hal ini diakibatkan hati merupakan suatu organ yang dapat diperluas. Aliran limfe dari hati juga sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu di hati juga terdapat sel Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag) yang berfungsi untuk menyaring darah.FUNGSI METABOLISMEFungsi metabolisme hati dibagi menjadi metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan lain-lain. Dalam metabolisme karbohidrat fungsi hati: menyimpan glikogen, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, membentuk senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme lemak fungsi hati : kecepatan oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, pembentukan sebagian besar lipoprotein, pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid, dan penguraian sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak. Dalam metabolisme protein hati berfungsi: deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari dalam tubuh, pembentukan protein plasma, interkonversi di antara asam amino yang berbeda.FUNGSI SEKRESI

7

(hepatic cord)Deretan sel hati

Sinusoid

Vena centralis

Page 8: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Fungsi sekresi hati membentuk empedu juga sangat penting. Salah satu zat yang dieksresi ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna kuning-kehijauan. Bilirubin adalah hasil akhir dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosis yang sangat bernilai bagi para dokter untuk mendiagnosis penyakit darah hemolitik dan berbagai tipe penyakit hati.Fungsi hepar lainnya:a. Detofikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing

lainnya yang diinaktifb. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitaminc. Pengaktifan vitamin D yang dilakukan bersama ginjald. Pemecahan eritrosit tua serta eksresi bilirubin dan lemake. Imunitas (sel Kupffer)

Nama Fungsi utama Zat yang diikat Konsentrasi dalam serum atau plasma

Albumin Pengikat dan pengankut protein ;Pengatur tekanan osmotik

Hormon, AA, steroid, vitamin, as.lemak

4500-5000 mg/dl

Orosomukoid Tidak jelasDapat berperan dalam peradangan

Meningkat pada peradangan

Antiprotease α1 Inhibitor protease umum dan tripsin

Protease dalam serum dan sekret jaringan

1,3-1,4 mg/dl

Fetoprotein α Pegeturan tekanan osmotikProtein pengikat dan pengakut

Hormon, asam amino Normal ditemukan pada janin

Makroglobulin α Inhibitor endoprotease serum

protease 150-420 mg/dl

Antitrombin III Inhibitor protease pada sistem koagulasi intrinsik

Pengikatan 1:1 dengan protease

17-30 mg/dl

Seruplasmin Pengangkutan tembaga

Enam atom tembaga / mol

50-100 mg/dl

Protein reaktif -C Tidak jelas;Berperan pada peradangan jaringan

Komplemen C1q <1 mg/dl ;Menignkat pada peradangan

fibrinogen Prekursor fibrin dalam hemostasis

200-450 mg/dl

haptoglobin Pengingaktan dan pengakutan hb bebas sel

Pengikatan hb 1:1 40-180 mg/dl

hemopeksin Mengikat porfirin,Terutama heme untuk daur ulang heme

1:1 dengan heme 50-100 mg/dl

transferrin Mengandung zat besi 2 atom besi/mol 3,0-6,5 mg/dlApoloppprotein B Pembentukan Pengankutan lemak

8

Page 9: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

partikel lipoproteinangiotensinogen Prekursor peptida

angiotensinogen IIProtein, faktor pembekuan II. VII, IX,X

Pembekuan darah 20 mg/dl

Antitrombin C, protein C

Inhibisi pembekuan darah

Faktor pertumbuhan mirip insulin I

Perantara efek anabolik hormon pertumbuhan

Reseptor IGF-I

Globulin pengikat hormon steroid

Protein pengangkut untuk steroid dalam

Hormon steroid 3,3 mg/dl

Globulin pengikat tiroksin

Protein pengangkut untuk hormon tiroid dalam darah

Hormon tidroid 1,5 mg/dl

Transtiretin (pra-albumin pengikat tiroid)

Protein pengangkut untuk hormon tiroid dlm darah

Homon tiroid 25 mg.dl

3. Memahami dan menjelaskan Entamoeba histolytica3.1 Memahami dan menjelaskan Morfologi dan Daur Hidup Entamoeba

histolyticaKingdom : ProtistaFilum : SarcomastigophoraKelas : RhizopodaOrdo : AmoebidaGenus : EntamoebaSpesies : Entamoeba histolytica

Dalam daur hidupnya E.hystolitica mempunyai 2 stadium: trofozoit dan kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan terjadi eskistasi dan keluarlah stadium trofozoit yang masuk ke rongga usus besar. Dari 1 kista yang mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit. Stadium trofozoit berukuran 10-60 mikron (sel darah merah 7 mikron); mempunyai inti entameba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdaapt di tepi bagian sel, dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebar seperti daun, dibentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat dan menuju suatu arah (linier). Endoplasma berbutir halus, biasanya mengandung bakteri atau sisa makanan. Bila ditemukan sel darah merah disebut erythrophagocytosis yang merupakan tanda patognomonik infeksi E. Hystolitica.

Stadium trofozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan aliran darah, menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit dan vagina. Hal itu disebabkan sifantnya yang dapat meruska jaringan sesuai dengan nama spesiesnya E. hystolitica (histo=jaringan, lysis=hancur). Stadium trofozoit berkembang biak dengan cara belah pasang. Pada tinja segar, pseudopodium terlihat dibentuk perlahan-lahan sehingga pergerakannya lambat.

9

Page 10: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Di dalam rongga usus besar, stadium trofozoit dapat berubah menjadi stadium precyst yang berinti satu (enkistasi), kemudian membelah menjadi berinti 2, dan akhirnya berinti 4 yang dikeluarkan bersama tinja. Ukuran kista 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista dan terdapat inti entameba. Dalam tinja stadium ini biasanya berinti 1 atau 4, kadang-kadang terdapat yang berinti 2. Di endoplasma terdapat benda kromatoid besar berupa lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda.

Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Stadium kista tidak patogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di laur badan manusia. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.

Infeksi dapat ditetapkan dengan menemukan stadium kista dan/atau trofozoit dalam tinja. Entamoeba hystolytica tidak selalu menyebabkan gejala (asimtomatik). Stadium trofozoit dapat ditemukan pada tinja yang konsistensinya lembek atau cair, sedangkan stadium kista biasanya ditemukan pada tinja padat.DistribusiAmebiasis terdapat di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah tropik dan daerah beriklim sedang.Manusia merupakan satu-satunya hospes parasit. Penyakit yang disebabkannya disebut amebiasis. Walaupun beberapa binatang yaitu anjing, kucing, tikus dan monyet diinfeksi secara percobaan dengan E. hystolitica, hubungannya dengan penularan zoonosis masih belum jelas.

10

Gb. Kista Entamoeba histolytica

Page 11: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

3.2 Memahami dan menjelaskan Distribusi Entamoeba histolyticaAmebiasis terdapat di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah tropik dan daerah beriklim sedang.Manusia merupakan satu-satunya hospes parasit. Penyakit yang disebabkannya disebut amebiasis. Walaupun beberapa binatang yaitu anjing, kucing, tikus dan monyet diinfeksi secara percobaan dengan E. hystolitica, hubungannya dengan penularan zoonosis masih belum jelas.

4. Memahami dan menjelaskan Amebiasis4.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Amebiasis

Amoebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba, penyebarannya kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropis terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan hugiene sanitasinya jelek.

4.2 Memahami dan menjelaskan Etiologi AmebiasisAmebiasis terjadi bila seseorang terinfeksi Entamoeba histolytica

4.3 Memahami dan menjelaskan Epidemiologi AmebiasisAmebiasis terdapat di seluruh dunia atau bersifat kosmopolit terutama didaerah yang kondisi hygiene/sanitasi yang kurang. Parasit ini terutama ada di daerah tropic dan daerah beriklim sedang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 – 15 per 100.000 kasus yang memerlukan perawatan di RS.

4.4 Memahami dan menjelaskan Patogenesis dan Patofosiologi AmebiasisAmebiasis hati penyebab utamanya adalah Entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum

11

Page 12: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : a. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen. b. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada

interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri. Mekanisme terjadinya amebiasis hati:1. Penempelan E.hystolitica pada mukus usus. 2. Pengerusakan sawar intestinal. 3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun

cell- mediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.

4. Penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis.

12

Cabang-cabang kecil vena porta

Sistem vena intrahepatica

Menghancurkan dinding vena

koloni E. hystoliticaSaluran

intestinal

PeradanganMasuk dan

Berkembang BiakAmoeba melisiskan

pembuluh darah

Abses hati

Rongga abses yang penuh dengan cairan yang berisi leukosit mati dan hidup, Sel-sel debris serta bakteri

Infiltrasi

Leukosit

Metebolisme Nutrisi MenurunProduksi Energi Menurun

Intoleransi aktivitas fisik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Page 13: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

4.5 Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis Amebiasisa. Demamb. Kadang ada nyeri bahu kananc. Mual dan muntahd. Batuke. Pembengkakan perut kananf. Melena (jarang)g. Hepatomegalih. Nyeri perut kanan atasi. Anoreksiaej. Berat badan menurunk. Diare (tinja ada lendir dan darah)l. Ikterusm. Malnutrisin. Nyeri tekan perut kanan atas

4.6 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding AmebiasisAnamnesisAnamnesis diare yang dapat membantu :

1. Bentuk Feses2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir3. Orang disekitar yg menderita serupa4. Lingkungan tempat tinggalPemeriksaan FisikDemam biasanya tidak begitu tinggi kurva suhu bisa intermiten atau remiten. Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah caudal dan cranial dan mungkin mendesak kea rah perut atau ruang intercostals. Pada perkusi di atas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa juga agak keras seperti keganasan. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada kanan bawah. Pada kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multiple, toraks di daerah kanan bawah mungkin di dapatkan adanya efusi pleura atau ‘friction rub’ dari pleura yang disebabkan oleh iritasi pleura. Gambaran klinik abses hati amebic mempunyai spectrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi. Pada penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klasik dan tidak klasik.a. Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri

perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan epatomegali yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70% kasus.

b. Pada gambaran klinik tidak klasik ditemukan pada penderita ini gambaranklinik klasik seperti di atas tidak ada. Ini disebabkan letak abses pada bagian hati yang tertentu memberikan manifestasi klinik yang menutupi gambaran yang klasik. Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa:1. Benjolan didalam perut, seperti buakn kelainan hati misalnya

didugaempyema kandung empedu atau tumor pancreas.

13

Page 14: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

2. Gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang didugaginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobuskanan hati.

3. Ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak di dekat portahapatis.

4. Colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya sendiri.

5. Gejala kardiak. Rupture abses kerongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial.

6. Gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa empyema toraks atau abses paru menutupi gambaran klasik abses hatinya.

7. Abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang.

8. Gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%

9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.

Diagnosis BandingPenyakit amebiasis hati perlu dibedakan dengan penyakit hati lainnya, penyakit paru-paru dan penyakit infeksi sistemik.1. Pada hepatitis infeksiosa dapat timbul kenaikan suhu badan, tetapi biasanya

rendah dan tidak ada lekositosis. Tidak dijumpai hepatomegalidan tanda Ludwig negative. Diafragma kanan tak meninggi. Tes faal hatimenunjukkan hati terganggu.

2. Penyakit paru-paru misalnya pneumonia dan empyema kanan perludibedakan dengan amebic abses hati, karena keluhan yang timbul dapatserupa. Pada penyakit paru-paru tersebut di atas tidak dijumpai hepatomegali, dan tidak ada peninggian diafragma kanan.

3. Abses hati piogenik perlu dibedakan dengan amebic abses hati. Pada abses piogenik biasanya ditemukan leukositosis yang hebat, dan tidak ditemukankuman ameba histolitika. Pengobatan dengan anti amebika tidak menunjukkan perbaikan.

4.7 Memahami dan menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Amebiasis1. Foto dada

Kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.

2. Foto polos abdomenKelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang jelas.

3. Ultrasonografiuntuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amoebiasis hati adalah :a. bentuk bulat atau ovalb. tidak ada gema dinding yang berartic. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normald. bersentuhan dengan kapsul hatie. peninggian sonic distal

14

Page 15: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

4. Tomografi komputerSensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior.

5. Pemeriksaan serologiAda beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis invasive.

Sherlock (2002) membuat kriteria diagnosis abses hati ameba:1. Adanya riwayat berasal dari daerah endemik2. Pembesaran hati pada laki-laki muda3. Respons baik terhadap metronidazole4. Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak lama dan lekositosis

dengan pada riwayat sakit yang lama.5. Ada dugaan amebiasis pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral6. Pada pemeriksaan scan didapatkan filling defect7. Tes fluorescen antibodi ameba positif

4.8 Memahami dan menjelaskan Tatalaksana AmebiasisTujuan pengobatan amebiasis ialah utnuk mencapat kesembuhan baik secara Minis maupun parasitologis, dalam arti gejala-gejala klinisnya hilang dan penderita bebas dari ameba. Amebiasis dengan gejala, harus diobati dengan baik, untuk membunuh trofozoit-trofozoit dalam lumen dan jaringan serta mencegah komplikasinya. Begitu pula pembawa kista, harus diobati untuk mencegah penularan atau kemungkinan menjadi amebiasis akut, ataupun komplikasi ke hati. Untuk amebiasis berat, selain obat amebisida, diperlukan pengobatan suportif yaitu pemberian cairan, elektrolit dan kadang-kadang darah untuk memperbaiki keadaan umum. Pertama diberikan obat amebisida jaringan yang efektif, kemudian diikuti obat amebisida yang bekerja di lumen. Pemakaian emetin masih dianjurkan karena efektif terhdap trofozoit dalam jaringan dan juga cepat mengatasi diarenya. Selain itu, sangat membantu pada keadaan kritis atau penderita tidak bisa menelan. Pada amebiasis asimtomatik, ameba-ameba berada di lumen usus. Yang masuk kejaringan sedikit sekali dan superfisial sehingga tidak ada gangguan fungsi usus. Pilihan pertama ialah obat amebisida yang bekerja di lumen. Dapat pula ditambahkan obat amebisida jaringan untuk mencegah komplikasi ke hati. Sedangkan amebiasis ringan diobati dengan amebisida yang bekerja di lumen dan jaringan. Untuk mencegah komplikasi ke hati biasanya dipakai klorokuin.Amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik dan simptomatik, sedang yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain oleh pengandung kista Entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik (simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik). Adapun gejala klinik yang dapat dirasakan adalah :1. Nyeri spontan perut kanan atas2. Jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakkan ke atas3. Demam / panas tinggi4. Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen5. Keadaan syok6. Nyeri tumpul pada abdomen yang hebat 7. Nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk / atelektasisi

15

Page 16: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

8. Mual, muntah, berat badan berkurang, nafsu makan berkurang, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur, buang air kecil berwarna gelap

Berdasarkan berat ringannya gejala klinis yang ditimbulkan maka amoebiasisdapat dibagi menjadi :1. Carrier (cyst passer)

Penderita tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal inidisebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidakmengadakan invasi ke dinding usus.

2. Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan)Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Biasanya penderita mengeluh :a. Perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejangb. Diare ringan 4-5 kali seharic. Tinja berbau busukd. Kadang tinja bercampur darah dan lendire. Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoidf. Tanpa atau disertai demam ringan (subfebril)g. Kadang-kadang disertai hepatomegali

3. Amebiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang)Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan ciri-ciri :a. Tinja disertai darah dan lendirb. Perut kramc. Demam dan lemah badand. Hepatomegali yang nyeri ringan

4. Disentri amoeba beratKeluhan dan gejala klinis lebih berat lagi, yaitu dengan ciri-ciri :a. Diare disertai darah yang banyakb. Diare >15 kali per haric. Demam tinggi (40°C-40,5° C)d. Mual dan anemiaPada saat ini tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan perforasi usus

5. Disentri amoeba kronikGejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare diselingi periode normal atau tanpa gejala.Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Penderita biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan,demam atau makanan yang susah dicerna.

Sementara itu, gejala klinis juga tergantung pada lokasi, yakni :1. Amoebic diarre :

Merupakan gejala yang terbanyak (50 %), dengan sifat – sifat sebagai berikut :a. Diare yang frekuent.b. Terutama terjadi dari mukosa dan darah ( jumlah feses hanya sedikit ).c. Kadang – kadang opstipasi ( sembelit ).

2. Amoebic disentri :a. Defikasi yang frekuent.b. Adanya febris.c. Feses terdiri dari sel mukosa dan darah.

16

Page 17: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

3. Amoebic appendicitis :a. Prosesnya sub-akut / khronisb. Tanpa adanya febrisc. Dengan pemberian antibiotika ( tidak efektif )d. Merupakan kontra indikasi untuk operasi.

4. Amoebic pada caecum dan colon assendens:Menimbulkan keradangan pada caecum dan colon assendens.

5. Amoebic granuloma :Merupakan penebalan – penebalan pada dinding colon karena terjadinya khonis amoeba. Biasanya di caecum sampai dengan rectum, dan amoeba ini harus dibedakan dengan carcinoma.

6. Amoebic abses :Merupakan proses ekstra intestinal ( amoebik hepatis ), dengan gejala – gejala sebagai berikut :a. Nyeri pada epigastrum kanan.b. Penderita berjalan membungkuk.c. Adanya febris.d. Malaisee. Kadang-kadang disertai ikterus.

7. Amoebic kulit:a. Kulit tampak kemerahan.b. Adanya ekskresi yang berwarna coklat kehijauan.c. Bila terjadi sekunder infeksi, maka pada pemeriksaan secret ini steril.

8. Amoebic vagina :a. Adanya fluor albus.b. Adanya ulkus pada labia mayora, keadaan ini harus dibedakan dengan lues.

TerapiTerapi Amebiasis :1. Supportive terapi (supportive therapy).

Terapi ini berhubungan dengan sifat virulensi amoeba. Biasanya dengan menggunakan diet tinggi protein dan rendah karbohidrat, yakni :a. Tinggi protein, akan mempertinggi daya tahan host.b. Rendah karbohidrat, akan menurunkan virulensi infeksi.

2. Kausal terapi ( Causal therapy )Ditujukan terhadap:a. Parasitnya.b. Bakteri yang associde.c. Kuman – kuman yang menyebabkan sekunder infeksi.

Penyakit Obat pilihan Obat alternatifUsus

Asimptomatik

Usus ringans/d berat

Abses hepatik

Diloxanide furoate

Metronidazole+ Diloxanide +Atau Iodoquinol

Metronidazole +Diloxanide Klorokuin

Iodoquinol,

Paromycine

Diloxanide + Doxycyclin; KlorokuinParomycine

Emetin Klorokuin+Dilox

17

Page 18: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Macam-macam obat amebisida menurut tempat kerjanya :a. Amebisida bekerja langsung, terutama di lumen usus. derivat kuinolin :

diiodohidroksikuin, iodoklorhidroksikuin, kiniofon. derivat arsenikal : karbason,asetarsol, glikobiarsol. golongan amida : klefamid, diloksanid furoat. lkaloid: emetin bismuth-iodid.

b. Amebisida bekerja tak langsung, di lumen usus dan dinding usus melalui pengaruhnya terhadap bakteri. Contohnya: tetrasiklin, eritromisin

c. Amebisida jaringan. bekerja terutama di dinding usus dan hati : emetin, dehidroemetin. Bekerja terutama di hati : klorokuin.

d. Amebisida bekerja di lumen dan jaringan. Derivat-derivat nitroimidazol : niridazol, metronodazol, tinidazol, ornidazol dan seknidazol (turunan terbaru).

ANTI PROTOZOA1. atovakuon (Mepron) - pneumonia jirovecii pneumonia

a. energi protozoa berasal dari mitokondriab. atovakuon: inhibisi selektif transpor elektron mitokondriac. Hasil: energi, menyebabkan kematian selulard. Digunakan untuk mengobati ringan sampai sedang Pneumonia jiroveciie. Efek samping: atovakuon (Mepron): Mual, muntah, diare, anoreksia, fungsi

hati berubah, banyak lainnya2. Metronidazol

a. Gangguan sintesis DNA serta sintesis asam nukleatb. bakterisida, amebicidal, trichomonacidalc. Digunakan untuk pengobatan trikomoniasis, amebiasis, giardiasis, dan

antibiotik-kolitis terkait pseudomembrand. Juga memiliki aktivitas anthelmintike. Efek samping :rasa metalik, mual, muntah, diare, kram perut, banyak

lainnya3. Pentamidin

a. Menghambat DNA dan RNAb. Mengikat dan ribosom agregatc. langsung mematikan untuk Pneumonia jirovecid. Terutama digunakan untuk mencegah & mengobati PCPe. Digunakan untuk infeksi protozoa lainnyaf. Efek samping:Bronchospasms, leukopenia, trombositopenia, pankreatitis

akut, gagal ginjal akut, peningkatan studi fungsi hati, hipotensi, banyak lainnya

4. Iodoquinol (Yodoxin)a. Kisah terutama di lumen usus dari inang yang terinfeksib. langsung membunuh protozoac. Digunakan untuk mengobati usus amebiasisd. Efek samping: Mual, muntah, diare, anoreksia, agranulositosis, banyak

lainnya5. paromomycin (Humatin)

a. Membunuh dengan menghambat sintesis proteinb. Digunakan untuk mengobati amebiasis dan infeksi protozoa usus, dan juga

terapi tambahan dalam pengelolaan koma hepatikc. Efek samping:Mual, muntah, diare, kram perut, gangguan pendengaran,

pusing, tinnitus

18

Page 19: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

Dalam penanganan amebiasis, efek samping obat-obat perlu diperhatikan. Emetin dan dehidroemetin toksik terhadapat otot jantung. Sedangkan iodoklorhidroksikuin, pemakaiannya dilarang secara resmi di berbagai negara, karena menyebabkan Subakut Mielo Optik Neuropati (SMON). Derivatderivat nitroimidazol, khasiatnya sangat baik untuk semua jenis amebiasis, namun akhir-akhir ini terbukti mempunyai efek karsinogenik pada mencit dan mutagenik pada bakteri. Walaupun demikian, tidak perlu dikhawatirkna. Hal itu justru menekankan kepada kita agar lebih teliti dalam mendiagnosis amebiasis dan lebih berhati-hati dalam memberikan pengobatan. Regimen-regimen obat untuk amebiasis menurut keadaan Minis masing-masing :

a. Amebiasis asimtomatik. Pilihan utama : diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari, atau diiodohidroksikuin 650 mg tiga kali sehari selama 21 hari. Alternatif : diloksanid furoat atau diiodohidroksikuin dengan dosis dan waktu seperti di atas, ditambah oksitetrasiklin 250 mg empat kali sehari selama 10 hari, ditambah klorokuin 500 mg (garam) dua kali sehari selama 2 hari, kemudian 250 mg dua kali sehari selama 12 hari.

b. Amebiasis intestinalis ringan (disenteri ringan). Pilihan utama : diloksanid furoat, ditambah oksitetrasiklin dan klorokuin, dengan dosis dan waktu seperti di atas. Alternatif : metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 10 hari, diikuti diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari, atau diiodohidroksikuin 650 mg tiga kali sehari selama 21 hari.

c. Amebiasis intestinalis berat (disenteri berat)Pilihan utama : emetin 1 mg/kg SC atau IM (maksimum 65 mg sehari), atau dehidroemetin 1 mg/kg SC atau IM tiap hari (maksimum 100 mg sehari). Lama pengobatan biasanya 3 – 5 hari, maksimum 10 hari, ditambah diiodohidroksikuin 650 mg empat kali sehari selama 21 hari, atau diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari, diikuti klorokuin 500 mg (garam) dua kali sehari selama 2 hari, kemudian 250 mg dua kali sehari elama 12 hari. Alternatif : metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 10 hari, diikuti diiodohidroksikuin 650 mg empat kali sehari selama 21 hari, atau diloksanid furoat, 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari.

d. Granuloma amebika (ameboma)Pilihan utama : metronidazol, diikuti diiodohidroksikuin, atau diloksanid furoat dengan dosis dan waktu sama seperti ad c. Alternatif : emetin atau dehidroemetin, ditambah oksitetrasiklin dan diidohidroskuin, atau dioksanid furoat dengan dosis dan waktu seperti ad c.

e. Abses hati amebikaPilihan utama : metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 10 hari, diikuti diiodohidroksikuin 650 ng empat kali sehari selama 21 hari, atau diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari, ditambah klorokuin 500 mg (garam) dua kali sehari selama 2 hari, dilanjutkan 250 mg dua kali sehari selama 12 hari. Alternatif : emetin 1 mg/kg SC atau IM (maksimum 65 sehari) selama 10 hari, atau

19

Page 20: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

dehidroemetin 1 mg/kg IM atau SC selama 10 hari (maksimum 100 mg sehari), ditambah klorokuin 500 mg (garam) dua kali sehari selama 2 hari, kemudian 250 mg dua kali sehari selama 26 hari, ditambah diiodohidroksikuin 650 mg tiga kali sehari selama 21 hari, atau diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari. Meskipun metronidazol efektif pada pemakaian secara tunggal, namun perlu diikuti pemberian obat yang bekerja di lumen seperti diloksanid furoat dan diiodohidroksikuin. Belakangan ini, pemakaian seknidazol (Flagentyl) untuk amebiasis semakin populer. Telah banyak dicoba, baik pada amebiasis intestinalis maupun amebiasis hepatik. Nampaknya punya sedikit keuntungan dibandingkan dengan metronidazol, karena seknidazol bisa diberikan dalam dosis tunggal sehari atau dua hari. Dosisnya : 2 gram dosis tunggal untuk amebiasis intestinalis, dan 500 mg tiga kali sehari selama 5 hari pada amebiasis hepatik. Dengan pengobatan yang memadai, prognosis amebiasis intestinalis pada umumnya baik. Tetapi kalau terjadi komplikasi seperti perdarahan hebat, abses otak atau abses hati yang pecah, prognosisnya menjadi buruk.

KlorokuinDerivat 4-aminokuinolinPeroral cepat diaborpsi, volume distribusi besarDiekskresi dalam bentuk utuh di urineBasa lemah dapat membuffer pH intraseluler, dapat mencegah invasi parasit serta mencegah polimerisasi hemoglobin yg memecah heme menjadi hemozoin akumulasi heme intraseluler toksik untuk parasitResistensi : ekskresi obat via pompa membran PglycoproteinPilihan utama utk serangan akut malaria nonfalciparum Schinzonticide darah

NON- MEDIKAMENTOSA1. Aspirasi terapeutik

Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam hal ini, aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi sehingga dapat mencapai sasaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara berulang-ulang secara tertutup pada daerah hati atau thorax bawah yang paling menonjol atau daerah yang paling nyeri saat dipalpasi atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah infeksi sekunder. Indikasi:a. Abses yang dikhawatirkan akan pecah.b. Respon terhadap terapi medikamentosa setelah 5 hari tidak adac. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikardium

atau peritoneum.2. Drainase Perkutan

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter

20

Page 21: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

dengan diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.

3. Tindakan pembedahanPembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan cara yang lebih konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan subkostal kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif.Pembedahan dilakukan bila:a. Abses disertai dengan komplikasi infeksi sekunderb. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasild. Ruptur abses ke dalam rongga pleura /intraperitoneal /prekardial.Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:a. Abses multipelb. Infeksi polimikrobakteric. Immunocompromise disseaseTindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi

4. HepatektomiDewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.

4.9 Memahami dan menjelaskan Komplikasi Amebiasisa. Komplikasi abses hati umumnya berupa perforasi abses ke berbagai rongga

tubuh dan ke kulit.b. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard.c. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura adalah 10-20%.d. Perforasi dapat berlanjut ke paru sampai ke bronkus sehingga didapat sputum

yang berwarna coklat khas.e. Perforasi ke rongga perikard menyebabkan efusi perikard dan temponade

jantung.f. Perforasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum.Perforasi akut menyebabkan

peritonitis umum.g. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit sehingga menimbulkan

fistel.h. Meskipun jarang dapat juga terjadi emboli ke otak yang menyebabkan abses

amoeba otak.4.10 Memahami dan menjelaskan Prognosis Amebiasis

Faktor yang mempengaruhi prognosis :1. virulensi parasit

21

Page 22: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

2. status imunitas dan keadaan nutrisi penderita3. usia penderita, lebih buruk pada usia tua4. cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk5. letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau

multiple.Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang jaundice.

4.11 Memahami dan menjelaskan Pencegahan AmebiasisMakanan dan air minum sebaiknya di masak dulu dengan baik, karena kista akan mati bila dipanaskan 50 derajat Celcius selama 5 menit. Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan terhadap carrier. Khusus untuk seorang carrier (pembawa kista penyakit) dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.

22

Page 23: Wrap Up Skenario 2 GIT -Amebiasis

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Jakarta : EGC

Guyton and Hall,1996. Textbook of Medical Physiology. 9th Ed. Pennysylvania. W.B. Saunders Company

Junquiera L.C.,Carneiro J. (2007). Histologi Dasar, Text dan Atlas, edisi 10. EGC.Jakarta

Sherwood, Lauralee. 2008. Human Physiology : from Cells to Systems. Ed. 7. USA : Brooks/Cole Cengage Learning

Sjamsuhidajat r, De Jong W.(2003) Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta

Snell, R S. (2006), Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6. EGC. Jakarta

Sutanto I, Ismid I S, Sjarifuddin P K, Sungkar S. (2008). Parasitologi Kedokteran, edisi 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

23