Wrap Up PBL Sk 3 Kardio

36
BLOK KARDIOVASKULAR Wrap Up Skenario 3 SESAK NAFAS JANTUNG Kelompok B-3 Ketua : Rezky Dwiputra Fellany 1102013248 Sekertaris : Rindayu Yusticia Indira Putri 1102013251 Anggota : Reynaldi fattah 1102013246 Rezki Ramadhan 1102013247 Riesha Amanda Fitria 1102013250 Risa apriliani 1102013252 Rizka Kurnia Gemilang 1102013253 Yolanda Intan Farellina 1102013312 Selly Viani 1102012267

description

Wrap Up PBL Sk 3 Kardio

Transcript of Wrap Up PBL Sk 3 Kardio

BLOK KARDIOVASKULAR

Wrap Up Skenario 3

SESAK NAFAS JANTUNG

Kelompok B-3

Ketua : Rezky Dwiputra Fellany 1102013248Sekertaris : Rindayu Yusticia Indira Putri 1102013251Anggota : Reynaldi fattah 1102013246

Rezki Ramadhan 1102013247 Riesha Amanda Fitria 1102013250

Risa apriliani 1102013252 Rizka Kurnia Gemilang 1102013253 Yolanda Intan Farellina 1102013312 Selly Viani 1102012267

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI

2014-2015

SKENARIO 3

SESAK NAFAS JANTUNG

Seorang laki-laki berusia 28 tahun, sudah menderita penyakit jantung rematik sejak berusia 6 tahun. Dua minggu terakhir pasien mengalami sesak nafas berat sehingga sulit melakukan aktivitas. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kardiomegali, gallop dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area katup mitral yang menjalar ke aksila.

KATA – KATA SULIT :

PJR : Cacat jantung akibat adanya gejala sisa dari demam rematik 2- 3 minggu setelah infeksi streptococcus β hemolitycus group A

KARDIOMEGALI : Pembesaran cardio 1. Cardiohipertrofi2. Cardiodilatasi

GALLOP : Getaran sementara pada saat awal diastolic serupa dengan bunyi jantung 1 dan 2 tapi lebih halus. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan timbul efek akustik seperti gallop kuda

MURMUR : Suara tamabahan diantara bunyi jantung 1 dan 2 akibat turbulensi aliran darah karena penyempitan pada katup1. Sistolik : Diantara bunyi jantung 1 dan 22. Diastolik: Diantara bunyi jantung 2 dan 1

PERTANYAAN :

1.Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area katup mitral yang menjalar ke aksila.

2.Apa saja faktor resiko penyakit jantung rematik?3.Apa saja manifestasi klinis penyakit jantung rematik? (yang tidak berhubungan dengan

jantung)4.Bagaimana cara mendiagnosa penyakit jantung rematik?5.Mengapa pasien mengalami sesak nafas berat?6.Mengapa terjadi di katup mitral dan apakah bisa terjadi di tempat lain?7.Apa saja etiologi penyakit jantung rematik?8.Bagaimana penatalaksanaan penyakit jantung rematik?9.Bagaimana prognosis penyakit jantung rematik?10. Apa akibat fisiologis dari kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area

katup mitral yang menjalar ke aksila?

JAWABAN :

1. Infeksi SβHGA di saluran pernafasan bagian atas → bakterinya mengikuti aliran darah → membentuk koloni di katup mitral → terjadi kemerahan, edem, penebalan →tidak bisa menutup seepenuhnya → terjadi regurgitasi mitral → dapat ditemukan bising gallop dan murmur sistolik.Kardiomegali : karena ventrikel kiri dan atrium kiri mengalami dilatasi.

2. Faktor genetic, umur (5-15 tahun), keadaan gizi, etnik dan RAS ( orang kulit hitam > orang kulit putih ), jenis kelamin (perempuan > laki-laki)

3. Manifestasi mayor- Poliarthritis : nyeri sendi yang menjalar dari ekstremitas atas- Syndeham chorea : lemah hebat dan gerakan involunter akibat radang SSP- Eritema maginatum : lesi yang tengahnya pucat dan tepinya berbatas tegas- Subcutan nodule : nodule keras di daerah siku, lutut, tapi tidak nyeri tekan

4. Anamnesis : sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, riwayat terkena demam rematik.Pemeriksaan fisik : kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik.

Pemeriksaan penunjang : Foto thoraks, EKG, ekokardiografi, hematologi rutin, imunologi (ASTO), kultur bakteri dari hapusan tenggorokan.

5. Karena terjadi regurgitasi katup mitral, jadi aliran darah dari atrium kiri tidak bisa masuk ke ventrikel kiri yang menyebabkan kembali lagi ke paru-paru sehingga terjadi penumpukan cairan di paru-paru dank arena terjadi kardiomegali sehingga paru-paru tertekan.

6. Karena terdapat kesamaan protein M pada kapsul bakteri SβHGA dengan katup mitral. Bisa terjadi di katup lain tetapi jarang, karena bakterinya menyerang saluran nafas bagian atas.

7. Reaksi autoimun akibat infeksi SβHGA di saluran pernafasan bagian atas.8. Profilaksis dan eradikasi SβHGA : Benzatin penisilin secara intramuskular

Anti radang : salisilat dan prednisoneApabila disertai gagal jantung : ACE-Inhibitor, diuretikApabila tidak disertai gagal jantung : β-BlockerNon-farmako : Tirah baring, operasi valvula plasty

9. Buruk jika dalam 5 tahun demam rematik tidak ditangani dengan baik yang akan menyebabkan katup rusak.

10. Cardiac output berkurang yang akan menyebabkan hipotensi, takikardi, pucat, sianosis, dan berdebar-debar.

HIPOTESA :

Penyakit jantung rematik memiliki faktor resiko yaitu: faktor genetik, umur, keadaan gizi, etnik atau RAS, jenis kelamin. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi autoimun akibat infeksi SβHGA di saluran pernafasan bagian atas yang mana bakterinya akan mengikuti aliran darah lalu membentuk koloni di katup mitral dan terjadi kemerahan, edem, penebalan. Ini menyebabkan katup tidak bisa menutup seepenuhnya lalu terjadi regurgitasi mitral dan dapat ditemukan kardiomegali, bising gallop dan murmur sistolik. Manifestasi klinis pada penyakit ini diantaranya adalah poliarthritis, syndeham chorea, eritema maginatum, subcutan nodule, dll. Penyakit jantung rematik dapat diberi penatalaksanaan farmako yaitu; benzatin penisilin secara intramuscular, salisilat/prednisone, dan non-farmako yaitu tirah baring. Prognosis penyakit ini buruk jika dalam 5 tahun demam rematik tidak ditangani dengan baik yang akan menyebabkan katup rusak.

SASARAN BELAJAR

LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM REMATIK

LO 1.1 DEFINISILO 1.2 PATOFISIOLOGILO 1.3 MANIFESTASI KLINISLO 1.4 DIAGNOSIS

LI 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK

LO 1.1 DEFINISILO 1.2 EPIDEMIOLOGILO 1.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKOLO 1.4 PATOFISIOLOGILO 1.5 MANIFESTASI KLINISLO 1.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDINGLO 1.7 PENATALAKSANAANLO 1.8 KOMPLIKASILO 1.9 PROGNOSISLO 1.10 PENCEGAHAN

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Demam Rematik LO 1.1 Definisi

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam rematik biasanya terjadi akibat infeksi streptokokus pada ternggorokan. Demam rematik bukan merupakan suatu infeksi, tetapi merupakan suatu reaksi peradangan terhadap infeksi yang menyerang berbagai bagian tubuh.

Demam reumatik adalah penyakit peradangan (inflamasi) yang dapat timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tenggorokan (faringitis) yang tidak diobati atau tidak ditangani dengan baik. Peradangan kemudian dapat terjadi pada sendi, jantung, otak dan kulit. Jika peradangan terjadi pada jantung inilah yang disebut dengan penyakit jantung reumatik.

LO 1.2 Patofisiologi

Streptococcus beta-hemolyticus grup A dikenali oleh karena morfologi koloninya dan kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama dari tiga komponen.

(1) Komponen bagian dalam adalahpeptidoglikan, yang memberi kekakuan dinding sel, menimbulkan arthritis, sertareaksi nodular pada kulit binatang percobaan. (2) Komponen kedua adalahpolisakarida dinding sel, atau karbohidrat spesifik grup. Struktur imunokimia komponen ini menetukan serogrupnya.Karbohidrat grup A merupakan polimer polisakarida, yang terdiri dari pendukung utama Ramnose dengan rantai samping yang diakhiri ujung terminalN-asetilgluktosamin. Karbohidrat ini terbukti memiliki determinan antigenicbersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia. (3) Komponenketiga terdiri dari mosaic protein yang dilabel sebagai protein M, R dan T. Dariketiga protein ini yang terpenting adalah protein M, yakni antigen spesifik tipe dari streptococcus group A. Adanya protein M pada permukaan streptokokus menghambat fagositosis; hambatan tersebut dinetralkan oleh antibody terhadap protein M,yaitu antibody spesifik tipe. Dari permukaan keluar bentuk menyerupai rambut merupakan lapisan fimbriae yang tersusun oleh asam lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan (adherence) streptokokus terhadap sel epitel. Beberapa strain streptokokus grup A, terutama yang ditemukan dari demam reumatik, mempunyai kapsul mukoid yang terdiri dari asam hialuronat. Kapsul tersebut hanya kadang-kadang ada, kemungkinan karena hidrolisis olehhialuronidase yang dihasilkan selama masa pertumbuhan mikroorganisme.Disamping hialuronidase, streptokokus grup A juga menghasilkansejumlah enzim ekstraselular, termasuk dua hemolisin atau streptolisin (tipe Syang stabil pada oksigen dan O yang labil pada oksigen). Hemolisin bekerjapada sel darah merah dan menyebabkan hemolisis di sekitar kolonistreptokokus. Kebanyakan streptokokus grup A menghasilkan toksin eritrogenik yang menyebabkan ruam pada kulit dan skarlatina; streptokinase yang berfungsi sebagai activator sistem fibrinolitik nikotianmid adenine dinikleotidase;proteinase; amylase dan esterase Empat isoenzim DNAse (A, B, C, D) dihasilkandalam jumlah yang berbeda-beda oleh strain

yang berbeda. Isoenzim DNAse Bdihasilkan oleh streptokokus grup A yang tersebar dimana-mana.Pengelepasan enzim streptokokus ke dalam pejamu pada waktu terjadiinfeksi merangsang pembentukan antibodi, kecuali streptolisin S, yang pada manusia tidak imunogenik. Uji antibodi streptokokus didasarkan padaimunogenitas produk. Dalam uji ini, serum diuji untuk mendeteksi antibodyneutralisasi terhadap satu atau lebih enzim. Kenaikan titer antibody lebih darinormal atau kenaikan titer yang bermakna antara serum akut dan konvalesensbukti infeksi sebelumnya.

Kerentanan Pejamu Penelitian epidemiologis menunjukan bahwa hanya sebagian kecil (2 sampai 3%) yang menderita faringitis streptokokus menderita demam reumatik, tetapiangka kejadian penderita demam reumatik adalah 50%. Hal ini memberi kesanadanya kerentanan pejamu terhadap demam reumatik akut.Penelitian mutakhir memberikan tambahan bukti. Pemeriksaan fenotip Human Leucocyt Antigen (HLA) terhadap demam reumatik menunjukanhubungan alloantigen sel B spesifik, dikenal dengan antibodi monoclonal,dengan status reumatikus. Penelitian lain menunjukan insiden petanda HLAtinggi pada pasien demam reumatik. Antigen HLA-DR4 dan HLA-DR2 masing-masing lebih sering terdapat pada pasien demam reumatik ras kaukasoid dan kulit hitam dibandingkan pada populasi sehat; hal ini mendukung konsep predisposisi genetik pada demam reumatik.

Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.Dasar kelainan patologi demam rematik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung, organ lain seperti ; sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi reversibel.

Yang terjadi di JantungBaik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat berakibat fatal.Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal. Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung. Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi

edema dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat mengakibatkan kebocoran katup. Yang terjadi di organ-organ lainSendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid sinovium.Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh sel-sel jaringan ikat, mirip badan aschoff.Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea. Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh

darah dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan proliferasi endotel. Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.

Mekanisme Imunitas Terhadap Infeksi Streptokokus• Infeksi streptokokkus akan mengaktifkan proses imun à streptokokkus ( protein M

dan N asetil glukosamin) + makrofag à dipresentasikan pada T CD4+ naif à Th1 dan Th2

• Reaksi imun yang terjadi akan menyebabkan kerusakan pada sel à pajanan yang terus menerus menyebabkan makrofag akan meningkatkan sitoplasma dan organellanya sehingga mirip seperti sel epitel à sel epiteloid à bergabung menjadi granuloma àaschoff body àsel yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrosa à scar

LO 1.3 Manifestasi Klinis

Gambaran KlinisPerjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat di bagi dalam 4 stadium. Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran atas bagian atas oleh kuman Beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya berupa demam,batuk,rasa sakit waktu menelan,tidak jarang di sertai muntah bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering di dapatkan eksudatdi tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jan tung reumatik.Gejala peradangan umum

Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak menjadi lesu,anoreksia,lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun. Anak kelihatan pucat karena anemia akibat tertekannya eritropoesis. Bertambahnya volume plasma serta memendeknya umur eritrosi. Dapat pula terjadi epitaksis dan bila banyak dapat menambah berat derajat anemia.

Artralgia , rasa sakit disekitar sendi selama beberapa hari /minggu juga sering didapatkan; rasa sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain yang dapat timbul ialah sakit perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai apendisitis akut. Sakit perut ini akan member respons cepat dengan pemberian salisilat.

Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut berupa terdapatnhya C-reactive protein dan leukositosis serta meningginya laju endap darah. Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG dapat jumpai pemanjangan interval P-R (blok AV derajat I).

Sebagai gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan dikelompokan sebagai gejala minor.

LO 1.4 Diagnosis

Diagnosis DRA ditegakkan berdasarkan kriteria jones dan salah satu kriteria mayor adalah karditis yang menunjukkan adanya keterlibatan katup jantung dan dapat diperkirakan secara klinis dengan terdapatnya murmur pada pemeriksaan auskultasi, namun seringkali klinisi yang berpengalamanpun tidak mendengar adanya murmur padahal sudah terdapat keterlibatan katup pada pasien tersebut. Keterlibatan katup seperti ini dinamakan karditis/ valvulitis subklinis.Saat ini, diagnosis DRA ditegakkan berdasarkan Kriteria Jones.namun dalam praktek sehari- hari tidak mudah untuk menerapkankan hal tersebut.

Untuk Diagnosa diperlukan : 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dan bukti infeksi oleh sterptokokus grup A. Kecuali bila ada chorea atau karditis maka bukti infeksi sebelumnya tidak diperlukan.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik LO 2.1 Definisi

Penyakit jantung rematik, yang dalam istilah medisnya Rheumatic Heart Disease merupakan suatu kondisi jantung yang mengalami kerusakan pada katup jantung dan selaputnya berupa penyempitan, perlengketan, dan kebocoran katup mitral, yang disebabkan gejala sisa ketika terserang demam rematik.  Gejala penyakit jantung ini ditandai dengan demam rematik. Adapun demam rematik itu sendiri merupakan demam yang terjadi karena terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernapasan bagian atas.

LO 2.2 Epidemiologi

Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen.

Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita gagal jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu dengan gagal jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka

kematian PJR bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2 per 100,000 populasi di Cina, dan perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun 2000 adalah 332000 seluruh dunia. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di regio WHO Amerika sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs ( Disability-adjusted life years ) kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000 poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000 populasi pada WHO Regio Asia Tenggara.

Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.

Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan 60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.

Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat (National Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat, dimana jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Di Indonesia sebanyak 80.812 penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah penderita penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1% hipertensi, 14.5% demam rematik dan rematik jantung, 8.4% penyakit jantung bawaan, 2.5% jantung pulmonair dan 1.3% radang katup jantung. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7.2% berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar 0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar antara 2.6% di Lampung sampai 12.6% di NAD

LO 2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Streptococcus Pyogenes

Klasifikasi : Kokus, gram positif Epidemiologi : habitatnya di kulit, membran mukosa. Dan penyebarannya melalui

droplet yang terjadi biasanya di ruangan yang ramai Struktur :

Kapsul : terdiri dari asam hyaluronat yang tidak terdeteksi sehingga tidak dianggap benda asing oleh tubuh

Dinding sel : Fimbria : mempunyai protein-M sebagai faktor virulensi utama Karbohidrat Protein F:untuk membantu bakteri menempel pada pharinx

Produk: Sitokin Streptolysin O dan S: untuk merusak sel-sel dengan cara melisis sel-sel di

sekitarnya Streptokinase : membantu mengubah plasminogen menjadi plasmin

sehingga penyebaran infeksi semakin mudah C5a peptidase : inaktivator c5a Streptodornase : membantu nekrosis DNA sel

Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A. Streptococcus β-hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun.

Morfologi dan identifikasi

Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram negatif. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein.

ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.

Faktor-faktor pada individu :1. Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus

2. Jenis kelaminDemam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan rasData di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.

4. UmurUmur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Keadaan gizi dan lain-lainKeadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

6. Reaksi autoimunDari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever

Faktor-faktor lingkungan :1. Keadaan sosial ekonomi yang burukMungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografiDemam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai

insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.

3. CuacaPerubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

LO 2.4 Patofisiologi

Teori yang paling dapat diterima adalah teori imunologi.Streptokokus memiliki kapsul yang terdiri atas protein M kemudian menempel pada endotel mukosa (saluran napas atas), mensekresi toksin yang dapat memicu radang dan membantu penyebaran ke aliran darah. Sel APC mempresentasikan antigen SGA yang berupa protein M pada sistem imun spesifik (sel B dan sel T), kemudian sel ini tersensitasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi.

Mekanisme patogenesis Streptokokus

Proses sensitasi akan memicu sekresi antibodi terhadap protein M oleh sel plasma, aktivasi sel T menjadi sel T efektor dan sel memori terhadap antigen protein M. Perlu diketahui, bahwa didalam tubuh kita protein M juga dimiliki oleh jaringan ikat kulit, SSP, sendi, sarkolema dan myosin jantung, akibatnya selain menyerang kuman SGA, sel-sel spesifik tersebut menyerang jaringan sendiri (Autoimunitas) akibatnya terjadi kerusakan jaringan dan muncul manifestasi DR.Apabila DR tidak segera diatasi maka proses lebih lanjut adalah kelainan yang terjadi pada katup yang disebut sebagai Penyakit Jantung Reumatik – PJR.

LO 2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi demam rematik yang berhubungan dengan jantung

Pancarditis adalah komplikasi kedua tersering pada demam rematik (50%) dan merupakan komplikasi yang serius.Pasien mengeluh dyspnea, rasa tidak nyaman pada dada dari ringan hingga sedang, pleuritic chest pain, edema, batuk, atau orthopnea.Pada pemeriksaan fisik, carditis dapat dideteksi dengan terdengarnya murmur yang sebelumnya tidak ada dan takikardia yang tidak berhubungan dengan demam. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur berhubungan dengan terjadinya rheumatic valvulitis. Gejala yang berasal dari jantung meliputi gejala gagal jantung dan pericarditis.1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur

Terdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan insufisiensi katup. Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik akut adalah :a. Apical pansystolic murmur

Dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-quality murmur yang disebabkan oleh regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak dipengaruhi oleh respirasi atau posisi pasien. Intensitas murmur biasanya 2/6 atau lebih besar.

b. Apical diastolic murmurDikenal dengan Carey-Coombs murmur. Mekanisme dari murmur ini adalah terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan karena volume yang sangat besar saat pengisian ventrikel dikarenakan aliran regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat terdengar lebih jelas dengan

menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada saat pasien dengan posisi miring ke kiri dan pasien menahan napas saat ekspirasi.

c. Basal diastolic murmurMurmur awal diastolic dari regurgitasi aorta, dengan karakteristik murmur bernada tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada bagian kanan atas dan midsternal pada ekspirasi dalam.

Derajat mur-mur :a. Derajat 1 : bising yang sangat lemahb. Derajat 2 : bising yang lemah tetapi mudah terdengarc. Derajat 3 : bising agak keras tetapi tidak disertai getaran bisingd. Derajat 4 : bising cukup keras dan disertai getaran bisinge. Derajat 5 : bising sangat keras yang tetap terdengar bila stetoskop

ditempelkan sebagian saja pada dinding dadaf. Derajat 6 : bising paling keras dan tetap terdengar meskipun stetoskop

diangkat dari dinding dada2. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang berat atau myocarditis.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung seperti takipnoe, orthopnea, peningkatan JVP, ronchi basah karena edema paru, gallop, edema pada ekstremitas.

3. PericarditisTerdengarnya pericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak terlihat, dan terdengarnya bunyi jantung yang lebih teredam dapat menunjukkan terdapatnya pericarditis. Pada keadaan darurat, jika terdapat efusi pericardial dilakukan pericardiocentesis.

Manifestasi demam rematik yang tidak berhubungan dengan jantungGejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan nodul subkutan, selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga dapat didapatkan.1. Polyarthritis

Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik akut (pada 70-75% pasien).Karakteristik dari arthritis adalah biasanya dimulai dari sendi-sendi besar di ekstremitas bagian bawah (lutut dan pergelangan kaki), yang kemudian menjalar ke sendi-sendi besar lainnya di ekstremitas atas (siku dan pergelangan tangan). Terdapat nyeri pada sendi yang terkena, bengkak, hangat, kemerahan pada kulit karena proses inflamasi dan didapatkan keterbatasan gerak pada sendi yang terkena. Arthritis ini mencapai nyeri maksimal pada 12-24 jam, yang menetap selama 2-6 hari (sangat jarang nyeri bertahan lebih dari 3 minggu), nyeri akan berkurang dengan pemberian aspirin.

2. Sydenham choreaTterjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik.Keluhan pasien adalah kesulitan dalam menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan kaki tanpa tujuan, kelemahan yang menyeluruh, dan emosional yang labil. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended joints, hipotonia, fasikulasi lidah, dan gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami resolusi dalam 1-2 minggu dan akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.

3. Erythema marginatumDitemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik, berlangsung berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi eritematous dengan warna pucat pada bagian tengah dan disekelilingnya, dengan tepi yang bergelombang.

Gambar 2.3 Erythema marginatum(Binotto, 2002)

4. Subcutaneous nodulesTerjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik.Jika terdapat nodul, maka nodul didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan pergelangan tangan, prosesus spinosus dari vertebra.Nodul ini teraba keras, ukuran 1-2 cm, tidak melekat pada jaringan sekitarnya, dan tidak ada nyeri tekan.Nodul subkutan terjadi beberapa minggu dan mengalami resolusi dalam satu bulan. Nodul ini sangat berhubungan dengan rematik carditis, jika pada pasien tidak didapatkan gejala carditis, maka terdapatnya nodul subkutan harus dipikirkan kemungkinan lain.

Gambar 2.4 Subcutaneous nodules(Binotto, 2002)

Manifestasi Penyakit jantung rematikKelainan katup, tromboembolisme, dan atrial aritmia adalah gejala yang sering didapatkan.1. Stenosis mitral terjadi pada 25% pasien dengan penyakit jantung rematik,

mitral regurgitasi juga dapat terjadi pada penyakit jantung rematik.2. Stenosis aorta pada penyakit jantung rematik berhubungan dengan aorta

insufisiensi. Pada saat auskultasi, dapat hanya terdengar bunyi S2 saja, karena katup aorta menjadi tidak dapat bergerak sehingga tidak memproduksi suara saat katup menutup. Murmur sistolik dan murmur

diastolic karena stenosis katup aorta dan insufisiensi katup dapat terdengar lebih jelas pada basis jantung.

3. Aorta regurgitasi4. Fibrosis (penebalan dan kalsifikasi katup) dapat terjadi yang disebabkan

karena pelebaran dari atrium kiri dan terdapatnya thrombus pada ruangan jantung tersebut. Pada auskultasi, S1 terdengar meningkat tetapi akan meredup jika penebalan katup semakin parah. P2 akan meningkat, dan didapatkan splitting dari S2 dan bunyinya terdengar menurun jika terjadi pulmonary hypertension.

5. Thromboembolism terjadi sebagai akibat komplikasi dari mitral stenosis. Terjadi karena atrium kiri berdilatasi, cardiac output menurun, dan pasien dengan atrial fibrilasi. Kejadian thromboembolism dapat menurun dengan pemberian antikoagulan.

6. Aritmia atrial berhubungan dengan pelebaran dari atrium kiri (karena kelainan katup mitral).

LO 2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1. Anamnesis2. Pemeriksaan Fisik : didapati manifestasi klinis DR atau PJR3. Pemeriksaan Hematologi rutin : Leukositosis yang didominasi neutrofil, hemoglobin

rendah, LED cepat, CRP meningkat.4. Kultur bakteri : (+) streptokokus pada hapusan tenggorok. Apabila hasilnya (-) maka

kemungkinan :- Telah mendapat antibiotika

sebelumnya- Mikroba tidak dapat tumbuh dengan

kultur biasa

Kultur (+) streptokokus pada ADP. Terlihat zona hemolitik dengan warna kehijauan disekelilingnya.

5. EKGPada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti. Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.

6. Imunologi : dapat diambil 2-3 minggu pasca DR atau 4-5 minggu pasca infeksi SGA di tenggorokan. Hasil positif bila :

7. Histopatologi : ditemukan “Badan Aschoff” pada septum fibrosa intervaskular, jaringan ikat perivaskular dan daerah subendotelial.Badan atau nodul Aschoff adalah daerah terlokalisir yang berisi sel-sel fibrotik dengan sebukan sel-sel datia Aschoff dan Anitchow myocyte (histiosit dengan sitoplasma yang mengandung fibril, nukleusnya tampak seperti ulat bulu).

Nodul Aschoff pada katup jantung (katup tampak mengalami fibrosis, penebalan dan tumpul)

Titer Anak Dewasa

ASTO 320 210Anti-DNAse 240 120

Badan Aschoff pada sediaan jantung. Pewarnaan HE. Tampak sel datia Aschoff dan sel Anitchow. Daerah terlokalisir didekat pembuluh darah.

Diagnosis demam reumatik ditegakkan bila didapati :- 2 kriteria mayor- 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minorDiagnosis akan diperkuat dengan kenaikan titer ASTO dan Anti-DNAse serta kultur positif pada hapus tenggorok.

Diagnosis Banding :

1. Arthritis Rheumatoid Poliarthritis pada anak-anak dibawah 3tahun atau lebih, biasanya terjadi secara salisil dibandingkan dengan arthritis pada demam rematik

2. Sickel cell anemiaTerjadi pada anak dibawah 6bulan. Adanya penurunan hb yang signifikan (<7g/dl). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Pada perjalanan yang kronis – kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang

3. Karditis et causa virusTerutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali – bising sistolik (MI). tidak terdapat murmur. Perikarditis akibat virus harus disebabkan dengan DR karena pada virus disertai dengan valvulitis.

LO 2.7 Penatalaksanaan

1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.

Kelompok Klinis

Tirah baring

Mobilisasi bertahap

Pengobatan

(minggu) (minggu)Karditis (-)Artritis (+)

2 2Salisilat : Awal : 100 mg/BB/hari selama 2 mingguLanjutan : 75 mg/BB/hari selama 4-6 minggu

Karditis(+)Kardiomegali(-) 4 4

Karditis (+)Kardiomegali (+)

6 6Awal :Prednison 2 mg/BB/hari selama 2 minggu. Diturunkan secara bertahap sampai habis selama 2 minggu.Lanjutan : salisilat 75 mg/BB/hari mulai minggu ke 3 selama 6 minggu.

Karditis (+)Gagal jantung (+)

>6 >12

2. Eradikasi Kuman Streptokokus Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat ditegakkan, obat pilihan pertama (drug of choice) adalan penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak dibawah 30 kg dan 1,2 juta unit untuk penderita diatas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti.Obat alternatif untuk terapi demam rematik adalah Amoxicillin. Dosis dewasa 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari, dosis anak <12 tahun 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak melebihi 3 g/hari, dan dosis anak >12 tahun sama seperti orang dewasa.

3. Obat Antiradang Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan atritis dan demam. Obat ini

dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisilat.

Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu.

Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.

Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.

Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg.hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg.\/hari selama minggu ketiha dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya.

Untuk menurunkan resiko terjadinya rebpund phenomenon, pada awal minggu ketiga ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.

OAINS (Naproxen), Dosis dewasa 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga 1.5g/hari. Dosis Anak-anak <2 tahun tidak diberikan, dan dosis anak >2 tahun 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari.

Neuroleptic agents (Haloperidol) diberikan untuk mengatasi Khorea yang terjadi. Haloperidol merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol pada dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari, anak-anak <3 tahun tidak diberikan, anak-anak 3-12 tahun 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari, dan usia >12 tahun diberikan sama seperti dosis dewasa.

Inotropic agents (Digoxin) dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan vasodilator. Dosis pemberian pada dewasa 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian, anak-anak <2 tahun tidak diberikan, 2-5 tahun 30-40 mcg/kg PO, 5-10 tahun 20-35 mcg/kg PO, dan >10 tahun 10-15 mcg/kg PO.

LO 2.8 Komplikasi

1. Dekompensasi CordisPeristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.

2. PericarditisPeradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.

LO 2.9 Prognosis

Prognosis demam reumatik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun. Kira-kira 75% pasien dengan demam reumatik akut sembuh kembali setelah 6 minggu, dan kurang dari 5 % tetap memiliki gejala korea atau karditis yang tidak diketahui lebih dari 6 bulan setelah pengobatan rutin.

LO 2.10 Pencegahan

Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk mencegah terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder (secondary prevention) nuntuk mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.a. Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan menggunakan

benzathine peniciline single dose IM.b. Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine

peniciline setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi (pasien dengan penyakit jantung atau berisiko mengalami infeksi ulangan).

c. Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya tidak sebaik benzathine penisilin.

AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun. Penghentian pemberian obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke 3 dan melewati 5 tahun terakhir tanpa serangan demam rematik akut.Namun pada penderita dengan risiko kontak tinggi dengan Sterptococcus maka pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Afif, A. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan Indonesia. Medan: FK USU. http://www.usu.ac.id [Diakses tanggal 18 Desember 2013]

Brooks, Geo F. et al. (2007). Jawetz, Melnick, Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Ed.23. Jakarta : EGC.

Meador R.J, Russel IJ, Davidson A, et al. 2009. Acute Rheumatic Fever. http://www.emedicine.com

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Suharti, C. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5. Jilid 2. Jakarta : Interna Publishing.

World Health Organization (WHO). Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation Geneva, 29 October-1 November 2001. Available from : http://repository.usu.ac.id [Diakses tanggal 20 Desember 2014]