Wrap Up CA Cervix

34
I. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Serviks I.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Karsinoma Serviks Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis servikalis dan atau porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias squamous, adenoma, dan jenis campuran. (Priyanto dan Nuranna, 2006) I.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Karsinoma Serviks Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk. Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre- invasif lebih sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006. (Imam Rasjidi, 2009) Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang 1

description

i

Transcript of Wrap Up CA Cervix

Skenario

I. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma ServiksI.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Karsinoma ServiksKanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis servikalis dan atau porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias squamous, adenoma, dan jenis campuran. (Priyanto dan Nuranna, 2006)I.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Karsinoma Serviks

Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk. Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006. (Imam Rasjidi, 2009)

Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan. (Imam Rasjidi, 2009)

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus. (Nuranna, 2005)

Umur seorang penderita berada pada kisaran 30-60 tahun, terbanyak adalah 45-50 tahun. Periode laten dari fase pre-invasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya dari 9% dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, telah disepakati secara nasional untuk melakukan program deteksi dini (pelacakan) setiap wanita (satu kali) setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti setelah usia 60 tahun. Yang penting dari deteksi dini adalah cakupannya. Bahkan direncanakan akan ada pelatihan tenaga sukarelawati untuk mengenali bentuk porsio yang mencurigakan untuk dapat di pap smear oleh dokter atau bidan di puskesmas atau puskesmas keliling sebagaimana disarankan oleh WHO. Salah satu etiologinya adalah HPV (Human Papilloma Virus), maka kanker serviks memiliki beberapa faktor resiko yang umumnya terkait dengan suatu pola penyakita akibat hubungan seksual. Dengan demikian dapat disimpulkan penyimpangan pola seksual merupakan faktor resiko yang sangat berperan. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor resiko anatara lain faktor hubungan seksual pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok, dan pemakaian kontrasepsi secara hormonal (Priyanto & Nuranna, 2006).Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5 years survival masingmasing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal. (Imam Rasjidi, 2009)Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita. (Imam Rasjidi, 2009)I.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Resiko Karsinoma ServiksInfeksi HPV (Human Papilloma Virus) resiko tinggi merupakan faktor etiologi kanker serviks. Pendapat ini juga ditunjang oleh berbagai macam penelitian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) terdapat 1.000 sampel dari 22 negara serta didapatkan adanya infeksi HPV pada sejumlah 99,7% kasus kanker serviks. Penelitian meta-analisis yang meliputi 10.000 kasus didapatkan 8 tipe HPV yang banyak ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58 dan 35. Penelitian kasus kontrol dengan 2.500 kasus karsinoma serviks dan 2.500 perempuan yang tidak menderita kanker serviks sebagai kontrol, deteksi infeksi HPV pada penelitian tersebut dengan pemeriksaan PCR. Total prevalensi infeksi HPV pada penderita kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa adalah 94,1%. Prevalensi infeksi HPV pada penderita kanker serviks jenis adenokarsinoma dan adenoskuamosa adalah 93%. Penelitian pada NIS II atau III mendapatkan infeksi HPV yang didominasi ole tipe 16 dan 18. Progresifitas menjadi NIS II atau III setelah menderita HPV berkisar 2 tahun. (Andrijono, 2007)

HPV merupakan kelompok virus dari family Papovaviridae. Berukuran kecil, tidak memiliki envelope, dengan diameter sekitar 55 nm. Kapsid berbentuk isohedral, yang tersusun atas 72 kapsomer. Setiap kapsomer mengandung minimal 2 protein kapsid, L1 (protein kapsid mayor) dan L2 (protein kapsid minor). (Eileen M. Burd, 2003)HPV dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, kelompok resiko rendah dengan kelompok resiko tinggi. Kelompok resiko rendah terdiri atas HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44. Sedangkan kelompok resiko tinggi terdiri atas HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56 dan 58. (Andrijono, 2007)

Faktor ResikoFaktor Risiko yang Telah Dibuktikan

Hubungan Seksual

Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan risiko penyakit ini. (Iman Rasidji, 2009)Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks. (Iman Rasidji, 2009)Karakteristik Partner

Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko kanker serviks. tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko. (Iman Rasidji, 2009)Riwayat Ginekologis

Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat meningkatkan resiko. (Iman Rasidji, 2009)Dietilstilbesterol (DES)

Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in-utero telah dibuktikan. (Iman Rasidji, 2009)Agen Infeksius

Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks Virus Tipe 2 (HSV 2). (Benedet 1998; Nuranna 2005)Human Papilloma Virus (HPV)

Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks sudah dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. (Iman Rasidji, 2009)Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia ringan atau sedang; serta deteksi antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal. (Iman Rasidji, 2009)HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan diplasia berat yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). (Iman Rasidji, 2009)Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi yang berperan. Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NID dan sebagian besar, yaitu 80%, virus menghilang, kemudian lesi juga menghilang. Oleh karena itu, yang berperan adalah cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko-rendah sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma invasif. (Iman Rasidji, 2009)Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval antara NIS 1 dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV risiko-tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang panjang ini, di samping terkait dengan infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan faktor imunologi (respons HPV-specific T-cell, presentasi antigen), juga diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari sel yang terinfeksi. Dalam hal, ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam ketidakstabilan genetik sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas. (Iman Rasidji, 2009)Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sementara itu, oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. (Iman Rasidji, 2009)Virus Herpes Simpleks

Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan. (Iman Rasidji, 2009)Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker serviks invasif dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepitelial serviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus. (Iman Rasidji, 2009)Lain-lain

Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks. Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan multipel partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung. (Iman Rasidji, 2009)Merokok

Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan. (Iman Rasidji, 2009)Faktor Risiko yang Diperkirakan

Kontrasepsi Oral

Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan dengan kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukkan beberapa hubungan dari salah satu studi, bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif. Hubungan yang terakhir ini mungkin palsu dan menunjukkan deteksi adanya bias karena peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi lebih lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai kontrasepsi oral. (Iman Rasidji, 2009)Diet

Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor risiko kanker serviks. (Iman Rasidji, 2009)Etnis dan Faktor Sosial

Wanita di kelas sosio-ekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan. (Iman Rasidji, 2009)Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkan pengaruh sosio-ekonomi. (Iman Rasidji, 2009)Pekerjaan

Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks. (Iman Rasidji, 2009)I.4 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis dan Patofisiologi Kanker SeviksHPV yang menginfeksi tubuh merupakan inisiator perubahan sel-sel serviks yang mengarah pada keganasan. Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah pada transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi ini mengakibatkan tidak berfungsinya E2. Tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7. (Andrijono, 2007)E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53 tidak dapat berfungsi. Akibatnya pada fase G1, siklus sel tidak berhenti. Hal ini menyebabkan, tidak terjadinya proses repair atau perbaikan dari sel. Sehingga sel-sel yang terbentuk merupakan sel-sel abnormal dengan ukuran dan inti yang besar. Selain itu, ikatan antara E6 dengan p53 juga menyebabkan terganggunya proses apoptosis dari suatu sel. Akibatnya, sel-sel akan terus mengalami proses proliferasi tanpa disertai dengan proses bunuh diri. Ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan di dalam sel. (Andrijono, 2007)Sedangkan E7 akan berikatan dengan TSG Rb. Hal ini menyebabkan terlepasnya E2F, yang akan merangsang aktivasi dari proto-oncogen c-myc dan N-myc, sehingga proses transkripsi terus terjadi yang mengakibatkan siklus sel berjalan tanpa terkontrol. (Andrijono, 2007)

PATOGENESIS

PATOFISIOLOGI

Patologi

Epitel SkuamosaEpitel skuamous memiliki warna yang relatif opak dan merah jambu yang pucat dari epitel skuamous disebabkan histologinya yang multilayered dan terdapatnya pembuluh darah dibawah membrana basalis. Maturasi dan glikogenisasi dari epitel skuamous vagina dan serviks dipengaruhi oleh hormon-hormon dari ovarium. Estradiol menyebabkan maturasi, glikogenisasi dan deskuamasi. Progesteron menginhibisi maturasi superfisialis. Oleh karena itu, ketika hormon-hormon ovarium berhenti sel epitel skuamous tampak atrofik. Glikogenisasi epitel skuamous matur dari serviks di bawah pengaruh esterogen menyebabkan penyerapan kuat terhadap larutan iodine lugol. Hal ini merupakan dasar dari tes Schiller, yang digunakan untuk membedakan sel epitel normal dengan abnormal. Epitel skuamous yang displasia atau terinfeksi HPV memperlihatkan terhentinya maturasi dan tidak ditemui gikogenisasi dan akan menolak pewarnaan iodine (Robbins & Kumar, 2002). Epitel Kolumner

Epitel kolumner dari serviks berada diatas dari sambungan skuamokolumner. Dia menutupi sebagian ektoserviks dan seluruh kanalis servikalis. Terdiri dari satu lapis yang mensekresi musin. Epitel ini tersusun ke dalam lipatan-lipatan longitudinal dan invaginasi-invaginasi yang membentuk kelenjar-kelenjar dan sebenarnya itu bukan kelenjar. Hal ini yang menyebabkan skrining sitogik dan kolposkopi dari jaringan endoserviks lebih sulit dijangkau dibandingkan dengan apusan dari ektoserviks (Priyanto & Nuranna, 2006).

Sambungan Skuamokolumner atau Skuamokolumner JunctionSambungan skuamokolumner (SSK) didefinisikan sebagai sambungan antara epitel skuamous dan epitel kolumner. SSK ini sering ditandai oleh selapis metaplasia dan lokasinya bervariasi. Lokasinya dipengaruhi oleh usia dan hormonal. Selama perimenarche, SSK berada pada atau sangat dekat dengan ostium uteri eksternum. SSK umumnya berada pada ektoserviks pada jarak yang bervariasi dari ostium pada wanita masa reproduksi, saat serviks terutama kanalis servikalis memanjang dibawah pengaruh hormone esterogen. Kadang-kadang SSK juga ditemukan di sebagian atau seluruh forniks vagina. Pada sebagian kasus keseluruhan porsio serviks akan ditutupi dengan epitel kolumner. Pada saat perimenopause atau paparan yang lama oleh progestin yang kuat yang menyebabkan atrofi, SSK mundur keatas ke kanalis endoserviks (Wiknjosastro, 2009).

Zona Transformasi

Zona transformasi serviks adalah sangat penting untuk mengidentifikasi dan penanganan neoplasia intraepitel serviks. Zona transformasi berada diantara SSK original dan SSK baru. SSK adalah batas yang dapat dilihat anatara epitel skuamous dan epitel kolumner dari serviks yang mewakili SSK baru. Batas antara epitel metaplastik yang terbentuk selama masa reproduksi dan epitel skuamous original disebut SSK asli. Zona transformasi adalah area epitel metaplasia antara SSK asli dengan SSK baru. Epitel metaplastik yang berdekatan dengan SSK baru adalah epitel skuamous yang paling baru dan paling rendah maturitasnya(Priyanto & Nuranna, 2006).

Perubahan Terkait Usia Pada Zona Transformasi

Pada 18-20 minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel kolumner tinggi asli yang menghubungkan vagina dan serviks secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamous yang datar. Pada masa kanak-kanak sampai masa puber, sel-sel skuamous bertemu dengan sisa sel-sel kolumner di squamocolumnar juncntion (SCJ), sebuah garis pertemuan tipis yang ada pada permukaan serviks. Dengan datangnya masa puber, yang ditandai dengan meningkatnya hormone eanita (esterogen dan progesterone), dan terus berlanjut sampai tahun-tahun masa subur, sel-sel kolumner di dalam SCJ secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamous yang baru berkembang, proses ini disebut skuamous metaplasia terjadi di zona transformasi. T zone dapat berupa area yang luas atau sempit pada permukaan serviks, tergantung pada beberapa faktor seperti usia, paritas, infeksi sebelumnya dan paparan terhadap hormone wanita. Perubahan serviks yang abnormal seperti displasia dan kanker hamper selalu muncul di bagian ini. terakhir pada saat menopause, sel-sel skuamous dewasa telah menutupi hampir seluruh permukaan serviks, termasuk seluruh T-zone dan SCJ (Priyanto & Nuranna, 2006).I.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Karsinoma Serviks

Perlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus kanker serviks secara dini melalui program skrining. Tingkat keberhasilan pengobatan sangat baik pada stadium dini dan hampir tidak terobati bila kanker telah menyebar sampai dinding panggul atau organ disekitarnya seperti rectum dan kandung kemih. Pemeriksaan paps smear bertujuan untuk mengenali adanya perubahan awal sel epitel serviks, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kanker invasif, paps smear ini menjadikan kanker serviks sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah (Dalimartha, 2004).

Sebagaimana lazimnya pencegahan terhadap suatu jenis penyakit, perlu diwaspasai adanya faktor resiko dan ketersediaan sarana diagnostik serta piatalaksanaan kasus sedini mungkin. Lesi kanker yang sangat dini dikenal sebagai servikal intraepithelial neoplasia (CIN atau Cervical Intraepithelial Neoplasia) yang ditandai dengan adanya perubahan displastik epitel serviks (Wiknjosastro, 2009).

Walaupun telah terjadi invasif sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya secret vagina yang agak banyak dan agak berbau, kadang-kadang ada bercak perdarahan. Pada umumnya tanda yang sangat minimal diabaikan penderita. Pada permulaan kanker serviks kemungkinan penderita belum memiliki keluhan dan diagnosis biasanya dibuat secara kebetulan (skrining kesehatan penduduk). Menurut Andrijono (2005) Pada fase lebih lanjut sebagai akibat nekrosis dan perubahan-perubahan proliferatif jaringan serviks timbul keluhan-keluhan :

Perdarahan vaginal yang abnormal

Keputihan vaginal yang abnormal

Perdarahan kontak setelah coitus

Gangguan miksi

Gangguan defekasi

Nyeri perut bawah atau menyebar

Limfadema

Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda-tanda lain seperti nyeri menjalar ke pinggul atau kaki. Hal yang menandakan keterlibatan ureter, dinding panggul atau nervus skiatik. Beberapa penderita mengeluh nyeri saat berkemih, hematuria, perdarahan rectum sampai sulit berkemih dan buang air besar. Penyebaran pada kelenjar getah bening tungkai bawah menimbulkan adema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila telah menjadi penyumbatan kedua ureter (Priyanto & Nuranna, 2006).

Seperti layaknya kanker, jenis kanker ini juga dapat mengalami penyebaran (metastasis). Menurut Diananda (2007) penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu :

1Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.

2Melalui pembuluh darah (hematogen)

3Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum.

Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada. Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening supra-klavikula terutama sebelah kiri.Stadium

Tingkat Keganasan Klinik Menurut FIGO, 1978

TingkatKriteria

0

I

Ia

Ib occ

Ib

II

IIa

IIb

III

IIIa

IIIb

IV

IVa

IVbKIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis masih utuh.

Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri

Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan umor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.

Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.

Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.

Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.

Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.

Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding panggul

Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium sampai dinding panggul.

Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.

Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.

Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau kandung kemih.

Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum dan atau kandung kemih.

Telah terjadi penyebaran jauh.

(Sarwono Prawirohardjo, 2005)

Tingkat Keganasan Klinis Menurut Sistem TNM

TingkatKriteria

T

T1S

T1

T1a

T1b

T2

T2a

T2b

T3

T4

T4a

T4b

Nx

N0

N1

N2

M0

M1

Tidak ditemukan tumor primer

Karsinoma pra invasif (KIS)

Karsinoma terbatas pada serviks

Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik

Secara klinik jelas karsinoma yang invasif

Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal

Ca belum menginfiltrasi parametrium

Ca telah menginfiltrasi parametrium

Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul (tidak ada celah bebas)

Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas sampai diluar panggul

Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara histologik

Ca telah meluas sampai di luar panggul

Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.

Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi

Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul, limfografi)

Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor

Tidak ada metastasis berjarak jauh

Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio arrteri iliaka komunis.

(Sarwono Prawirohardjo, 2005)

Secara Makroskopis

1. Stadium Preklinis

Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronis

2. Stadium Permulaan (Early Stage)

Sering tampak lesi di sekitar ostium eksternum

3. Stadium Setengah Lanjut (Mid Stage)

Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir posio

4. Stadium Lanjut (Late Stage)

Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (neovaskularisasi)

Secara Mikroskopis

1. DisplasiaDisplasia ringan dapat terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada 2/3 epidermis hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.

2. Stadium Karsinoma Insitu

Pada karsinoma insitu terjadi perubahan sel epitel pada seluruh lapisan epidermis menjadi sel skuamosa.

3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif

Pada karsinoma mikroinvasif, selain terjadi perubahan derajat pertumbuhan yang semakin meningkat sel tumor juga menembus membrana basalis dan terdapat invasi tumor < 5 mm dai membran basalis, biasanya tumor ini masih asimptomatik, sering ditemukan tidak sengaja pada skrining kanker.4. Stadium Karsinoma InvasifDerajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel menjadi bervariasi. Pertumbuhan-pertumbuhan invasive muncul di area bibir posterior, anterior serviks, dan meluas ketiga area yaitu forniks posterior atau anterior, parametrium dan korpus uteri.

(Imam Rasjidi, 2009)

I.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Karsinoma ServiksStandar pemeriksaan atau diagnosis yang dianjurkan oleh FIGO adalah pemeriksaan klinis yang merupakan dasar dalam menentukan stadium penyakit. Pemeriksaan tersebut terdiri dari inspeksi, palpasi, inspeculo dan pemeriksaan dalam. Dilanjutkan dengan biopsi, kolposkopi, kuretase, foto thorax, BNO/IVP, sistoskopi, rectoskopi. Bila ada kecurigaan penyebaran ke vesica urinaria atau rectum maka dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik. Pemeriksaan opsional meliputi limfangiografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, USG, CT Scan dan MRI (Azis dkk., 2006).

Anamnesis Usia ? Berada pada kisaran 30-60 tahun Usia saat coitus pertama kali?

Apakah sering berganti-ganti pasangan atau memiliki pasangan yang suka berganti-ganti pasangan? Apakah terdapat keputihan? Berbau busuk? Tidak gatal? Apakah terdapat perdarahan di luar haid (perdarahan spontan)? Saat defekasi ataupun miksi?

Apakah terdapat perdarahan pasca-coitus (perdarahan kontak)? 75-80%

Apakah terdapat nyeri? Hal tersebut akibat infiltrasi sel-sel tumor ke serabut saraf.

(Sarwono Prawirohardjo, 2005)

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Keadaan umum pasien kurang baik, pasien tampak lemas, terjadi penurunan berat badan, terlihat tanda-tanda anemis (konjungtiva pucat) yang mana merupakan dampak dari perdarahan.

Palpasi

Pada perabaan serviks ditemukan konsistensi massa yang teraba keras (apabila masih kecil), irreguler dan rapuh.(Sarwono Prawirohardjo, 2005)

Pada berbagai macam metode pemeriksaan ginekologik, pemeriksaan inspekulo dan bimanual membutuhkan pengalaman yang banyak dan bahkan pada yang cukup berpengalaman, adanya adipositas yang berlebihan atau tegangan yang kuat dari otot-otot perut dapat menyebabkan kesalahan dalam staging. Kandung kencing yang kosong, tangan pemeriksa yang hangat dan sapaan yang menenangkan penderita merupakan syarat-syarat penting pada pemeriksaan ini. penting juga teknik vaginorektal. Ini memberikan kemungkinan yang terbaik untuk meraba parametrium dan cavum douglasi dan membedakan tumor-tumor dalam daerah ini dengan skibala. (Priyanto & Nuranna, 2006)Pemeriksaan PenunjangMenurut aziz (2006) pemeriksaan penunjang pada pasien kanker serviks, yaitu :a. Paps Smear

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukanaktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun.

b. Biopsi

Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja.

c. Kolposkopi

Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien jika dibandingkan dengan paps smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal.

d. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui aktivitas pryvalekinase. Pada pasien konservatif dapat diketahui peningkatan aktivitas enzim ini terutama pada daerah epitelium serviks.

e. Radiologi

Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.

Pemeriksaan intravena-urografi (IVP), yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limpa regional.

MRI

CT-Scan

f. Tes schiller

Tes ini menggunakan iodine solution yang diusapkan pada permukaan serviks. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen.Diagnosis Banding Polip endoserviks

Adenokarsinoma endometrium

Mioma uteri

I.7 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Kanker ServiksTerapi

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang diberika tergantung usia dan keadaaan pasien, luasnya penyebaran dan komplikasi yang menyertai. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan yang seksama. Selain itu juga diperlukan kerjasama yang baik antara ginekologi onkologi, radioteapi dan patologi anatomi.

Pada stadium dini (Stadium I sampai IIA), operasi masih merupakan pilihan. Tetapi, sayangnya sedikit penderita kanker serviks datang berobat setelah stadium lanjut, dimana terapi elektif menjadi persoalan (Priyanto & Nuranna, 2006).

Pada dasarnya stadium lanjut (IIB, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi).kombinasi radiasi ini untuk mendapatkan dosis yang cukup pada titik A. Kombinasi cisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikan respon yang cukup baik. Akan tetapi, bila mana terjadi kekambuhan lagi baik lokal maupun jauh setelah terapi kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal (keys et al ., 2007).

Akhir-akhir ini ada kecenderungan pembedahan kanker ginekologi menjadi kurang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organ genital. Kanker serviks stadium 1A1 cukup dilakukan konisasi. Terapi radikal trakhelektomi diindikasikan untuk stadium IA2 dan IB1, IIA dengan lesi kurang dari 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis (Wiknjosastro, 2009).

Menurut Setyarini (2009) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

a. Histerektomi

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar.

b. Radiasi

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium IIB, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai IIIB. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IVA.

c. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tergantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain-lain (Goldstein & Berkowitz, 2006).

PencegahanPencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium praklinik. Program pemeriksaan atau skrining yang dianjurkan untuk kanker serviks (WHO) : skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. (Imam Rasjidi, 2009)Test PAP (Paps Smear)Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker mulut rahim bisa dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes Pap. American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG), American Cancer Society (ACS), dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes Pap untuk skrining kanker mulut rahim saat 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun. Karena tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun 1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai interval pemeriksaaan Tes Pap tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif. (Imam Rasjidi, 2009)Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and Gynecology dan National Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan Tes Pap dan panggul setiap tahun terhadap semua wanita yang aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut mendapatkan tiga atau lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap interval 3 tahun. (Imam Rasjidi, 2009)IVA

IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada wanita pascamenopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi. (Imam Rasjidi, 2009)Pencegahan Primer

Menunda Onset Aktivitas Seksual

Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan. (Imam Rasjidi, 2009)Penggunaan Kontrasepsi BarierDokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing. (Imam Rasjidi, 2009)Penggunaan Vaksinasi HPVVaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi > 90%. Tujuan dari vaksin propilaktik dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari event yang mengarah ke kanker serviks. (Imam Rasjidi, 2009)Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respons humoral dengan penghasilan antibodi yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa depan dari vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh populasi heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan kepercayaan kultur berbeda tetap dipersoalkan. (Imam Rasjidi, 2009)Sebagai tambahan, prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi insiden kanker serviks. (Imam Rasjidi, 2009)Pencegahan Sekunder

Pencegahan Sekunder (Pasien dengan Risiko Sedang)Hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk melakukan tes Pap tiap tahun. (Imam Rasjidi, 2009)Pencegahan Sekunder (Pasien dengan Risiko Tinggi)

Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang. (Imam Rasjidi, 2009)I.8 Memahami dan Menjelaskan Prognosis dan Komplikasi Kanker ServiksPrognosis

Menurut T.C. Krivak et.al pada tahun 2002, ketahanan hidup penderita pada kanker serviks stadium awal setelah histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung pada 5 faktor, yaitu :

1. Status KGB

Penderita tanpa metastasis ke KGB, memiliki 5-year survival rate (5-YSR) antara 85-90%. Bila didapatkan metastasis ke KGB maka 5-YSR antara 20-74%, bergantung pada jumlah, lokasi, dan ukuran metastasis.

2. Ukuran Tumor

Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm angka survivalnya 90% dan bila > 2 cm angka survival-nya menjadi 60%. Bila tumor primer > 4 cm, angka survival turun menjadi 40.

Analisis dari GOG terhadap 645 penderita menunjukkan 94,6% tiga tahun bebas kanker untuk lesi yangtersembunyi; 85,5% untuk tumor < 3 cm; dan 68,4% bila tumor > 3 cm.

3. Invasi ke Jaringan Parametrium

Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki 5-YSR 69% dibandingkan 95% tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-42%.

4. Kedalaman Invasi

Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun menjadi 63-78% bila > 1 cm.

5. Ada Tidaknya Invasi ke Lymph-Vascular Space

Invasi ke lymph-vascular space sebagai faktor prognosis masih menjadi kontroversi.Beberapa laporan menyebutkan 50-70% 5-YSR bila didapatkan invasi ke lymph-vascular space dan 90% 5-YSR bila invasi tidak didapatkan. Akan tetapi, laporan lain mengatakan tidak ada perbedaan bermakna dengan adanya invasi atau tidak.(Imam Rasjidi, 2009)Menurut www.cancerhelp.org.uk prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% :1. Stadium 0100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.

2. Stadium 1Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.

3. Stadium 2Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%.. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.

4. Stadium 3Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%

5. Stadium 4Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%

Komplikasi Hidronefrosis

Gagal ginjal kronikII. Memahami dan Menjelaskan Etika Pemeriksaan Menurut Perspektif Islam

Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya, karena Allah sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah dalam surat Al Isra ayat 70.Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan sesuatu kepada pasien, segala tindakan yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan.Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat, sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang darurat dapat membolehkan yang dilarang.Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah.Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah yaitu kaidah pokok dan kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan harus dilenyapkan yang bersumber dari Q.S Al-Qashash : 77), contohnya meminum khamar dan zat adiktif lainnya yang dapat merusak akal, menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan menurunkan produktivitasnya. Demikian pula menghisap rokok, disamping merusak diri penghisapnya juga mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama menganggap keadaan darurat sebagai suatu kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama justru memberikan keluasan.Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya darurat baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada alternatif lain. Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya.Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri.Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena dalam dunia kedokteran sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan jenis jika sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang yang sejenis. Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah (tawakkal) dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan yang diharamkan dalam keadaan darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada batasnya yang secara umum ditegaskan dalam al-quran (Q.S Al-baqarah : 173; Al-anam :145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman dan lewat batas.Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu, bagian tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya. Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd al-Dzariat (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan prioritas diobati oleh yang sejenis.Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan oleh tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi dokter atau tabib laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan sakit oleh seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya. Seluruh tubuhnya boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi jika pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekiatarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi pasien untuk menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan langsung.(http://lhiezainternisti.blogspot.com/2009/12/pandangan-islam-dalam-pelayanan.html)Gangguan pada gen yang mengatur apoptosis

Berhasil memperbaiki DNA

Gagal mengubah DNA

Acquired:

kimia

radiasi

virus HPV

kontrasepsi oral

Sel Normal

Kerusakan DNA

Mutasi pada genom dari sel somatis

Aktivasi dari pertumbuhan gen penyebab kanker

(oncogen)

Inaktivasi gen yang menekan timbulnya kanker

Ekspresi dari gangguan produk gen dan kehilangan pengatur produk gen

Mutasi yang diturunkan

Gen yang mempengaruhi repair DNA

Gen yang mempengaruhi apoptosis

Ekspansi clonal

Sel kanker mutasi secara progresif

Heterogenitas

Neoplasma ganas

(Ca Cervix)

infiltrasi sel kanker ke ureter

Neoplasma ganas

(Ca Cervix)

infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar

pertumbuhan sel kanker tidak terkendali

Sifat sel kanker yang mudah berdarah

(eksofilik)

Obstruksi total

coitus

Perdarahan kontak

Perdarahan spontan

Menekan serabut saraf

Nyeri

Infeksi dan nekrosis jaringan

Peningkatan kebutuhan metabolisme sel kanker

Keputihan dan bau khas kanker

anemia

Penurunan CO

Perfusi jar. tdk adekuat

Perubahan terhadap pola seksual

Gangguan konsep diri

Nutrisi