WORD Sirosis

download WORD Sirosis

of 19

description

WORD Sirosis

Transcript of WORD Sirosis

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya diawali dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi dengan terbentuknya nodul yang mengganggu susunan lobulus hati. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Sirosis hati merupakan hasil akhir cedera hepatoseluler yang dapat disebabkan oleh hepatitis viral kronik, alkohol, toksisitas obat, autoimun dan penyakit hati metabolik, dan penyebab lainnya. 1,2

Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini, sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.2 Umumnya angka-angka yang berasal dari rumah sakit - rumah sakit dikota-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Usia yang terbanyak adalah antara 31 sampai 50 tahun. Pernah juga ditemukan kasus yang bcrumur antara 10-20 tahun.1,3,4

Sirosis hati berkaitan dengan berbagai spektrum manifestasi klinis. Gambaran klinis sirosis hati akibat dari perubahan morfologi dan sering mencerminkan keparahan kerusakan hati daripada etiologi penyakit hati yang mendasarinya. Kehilangan massa hepatoseluler fungsional dapat menimbulkan ikterus, edema, koagulopati, dan variasi abnormalitas metabolik. Fibrosis dan gangguan vaskularisasi akan menimbulkan hipertensi portal dan sekuelnya, termasuk varises gastroesofageal dan splenomegali. Asites dan ensefalopati hepatik diakibatkan oleh insufisiensi hepatoseluler dan hipertensi portal. 1,2,5 Asites merupakan komplikasi paling umum dari sirosis dan berkaitan dengan kualitas kehidupan yang memburuk, peningkatan risiko infeksi dan gagal ginjal, dan akibat jangka panjangnya yang buruk. 1,3

Pengobatan pada sirosis biasanya hanya berupa simptomatik dan pengobatan untuk penyulit serta menghambat progresifitas dari penyakit. Penanganan sirosis memerlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Suatu penyakit hati menahun berupa kerusakan parenkim difus yang ditandai oleh perubahan sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar, dan seluruh sistem arsitektur hati yang disebabkan oleh fibrosis difus, penumpukan jaringan ikat kolagen, serta regenerasi noduler hepatosit.6 Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena adanya perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis dari hepatosit kolapsnya jaringan penyangga, sumbatan pembuluh darah dan regenerasi dan parenkim dari parenkim hati yang tersisa.22.2 Klasifikasi dan Etologi 1,2Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular.Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1) alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak dan 5) metabolik, keturunan dan terkait obat. Adapun penyebab dari sirosis hepatik antara lain:

1. Hepatitis virus tipe B dan C

Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%,dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Sekitar 30-40% pasien sirosis memiliki HBsAg(+) dan kira-kira pada 10-20% terdapat tanda infeksi masa lalu yaitu anti-HB core (+).

2. Alkohol

Merupakan penyebab yang sering dari sirosis hepatik khususnya di negara barat. Perkembangan sirosis tergantung dari jumlah dan seringnya mengkonsumsi alkohol dimana konsumsi alkohol yang kronis dan dalam jumlah yang besar menyebabkan kerusakan pada sel hati. Sebanyak 30 % individu yang mengkonsumsi minuman keras sebanyak 8-16 ons sehari dalam 10 tahun atau lebih dapat berkembang menjadi sirosis. Alkohol dapat menyebabkan penyakit hati mulai dari yaug sederhana yaitu fatty liver (steatosis), fatty liver yang disertai inflamasi (steatohepatitis), sampai sirosis hepatik.

3. Metabolik

Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 antitripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM dan penyakit penimbunan Glikogen.

4. Kolestasis kronik atau sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik

5. Bendungan aliran vena hepatika, dapat terjadi pada penyakit vena oklusif, penyakit perikarditis konstriktif dan syndrome Budd-chiari.

6. Gangguan imunitas seperti pada hepatitis lupoid

7. Toksin dan obat seperti MTX, INH, Metildopa

8. Operasi pintas usus halus pada obesitas. Dalam hal ini dikaitkan dengan masa transit yang pendek sehingga metabolit-metabolit antara lain garam empedu dalam komposisi yang berbeda mencapai usus besar dan mengalami penyerapan kembali sehingga menimbulkan reaksi radang menahun di dalam hati.

9. Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis

Mengenai malaria sebagai penyebab sirosis belum ada kepastian, sebab parasit malaria tidak menyebabkan sumbatan yang kronis pada pembuluh darah lobus didalam daerah porta atau dalam sinusoid seperti halnya pada infeksi sistosomiasis. Mungkin dihubungkan dengan kemudahan timbulnya keadaan malnutrisi atau keracunan kronis yang dapat menyebabkan peradangan kronis dalam hati.

10. Tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/ heterogenous.

2.3 Patogenesis

Akibat nekrosis sel-sel hati yang meliputi daerah luas (hepatoseluler) menyebabkan terjadinya kolaps lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati hampir sama atau sama. Septa bisa terbentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah menjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktulus, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif.1,5

Fibrogenesis sebenarnya adalah proses penyembuhan hati yang ditandai oleh akumulasi matriks ekstraseluler dengan pembentukan jaringan parut yang membungkus daerah yang mengalami jejas, namun hal ini menyebabkan rusaknya arsitektur hati yang normal. Sel yang mempunyai peran sentral dalam fibrogenesis adalah sel-sel stelate hati ( Hepatic Stellate Cell: HSC ), yang letaknya di daerah perisinusoid. Pada hati normal HSC hanya mengekspresikan kolagen 1 dalam jumlah sangat sedikit. Sebaliknya HSC yang mengalami aktifasi akibat nekrosis sel hati akan mengalami proliferasi berubah menjadi matriks ekstraseluler dalam jumlah besar.22.4 DiagnosaKeluhan1,2

Keluhan pasien sirosis Hepatis tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati disebabkan karena proses hepatitis kronik yang masih aktif yang berjalan bersamaan dengan sirosis hepatik yang sedang terjadi. Dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).

1. Fase kompensasi sempurna:

Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau samar-samar dan tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar, kelelahan, selera makan menurun, perut kembung, mual, mencret, konstipasi, berat badan menurun, nyeri tumpul atau perasaan berat pada kuadran kanan atas dan lain-lain. Keluhan tersebut tidak banyak berbeda dengan pasien hepatitis kronik aktif tanpa sirosis hepatik dan tergantung pada luasnya kerusakan hati. Pada beberapa kasus bahkan tidak terdiagnosa selama hidupnya dan baru diketahui sewaktu dilakukan autopsi.

2. Fase dekompensasi:

Pada fase ini sirosis hepatik sudah dapat ditegakkan diagnosanya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan ascites. Ikterus dengan air kencing berwarna seperti air teh pekat mungkin akibat penyakit yang berlanjut atau kearah keganasan. Bisa juga pasien datang dengan keluhan gangguan pembekuan darah seperti pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid dan kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat pendarahan varises esofagus. Bisa juga pasien datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati hepatika sampai koma hepatik.

Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis dari sirosis hepatis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis, yaitu gagal sel hati dan hipertensi portal.

1. Manifestasi gagal hepatoseluler

Ikterus, suatu keadaan dimana plasma, kulit dan selaput lendir menjadi kuning yang disebabkan kegagalan sel hati membuang bilirubin dari darah (bilirubinemia). Keadaan ini mudah dilihat pada sklera. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl ikterus tak terlihat. Selain itu bisa tampak warna urine gelap seperti teh. 1,2,5 Spider nevi, terlihat pada kulit khususnya sekitar leher , bahu dan dada. Merupakan pelebaran arteriol-arteriol bawah kulit yang berbentuk titik merah yang agak menonjol dari permukaan kulit dengan beberapa garis radier yang merupakan kaki-kakinya sepanjang 2-3 mm dengan bentuk seperti laba-laba. Bila pusatya ditekan, maka kaki-kakinya akan ikut menghilang. Spider nevi merupakan salah satu tanda hiperestrogenisme akibat menurunnya kemampuan sel hati mengubah estrogen dan derivatnya.4 Eritema palmaris, ditemukan pada ujung-ujung jari tangan serta telapak tangan daerah tenar dan hipotenar. Merupakan tanda hiperestrogenisme dengan dasar yang sama seperti spider nevi.1,4 Kelainan lain akibat hiperestrogenisme antara lain ginekomasti, alopesia daerah pektoralis, aksila dan pubis serta dapat terjadi atropi testis pada laki-laki. Sedangkan pada wanita berupa mengurangnya menstruasi hingga amenore. Hal ini terjadi akibat meningkatnya konversi androstenedione menjadi estrone dan estradiol dan menurunnya degradasi estradiol di hati. 2,5 Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan oleh peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat dan kegagalan fungsi hati.2,5 Ensefalopati hepatikum hingga koma hepatikum. Merupakan gangguan neurologi berupa penurunan kesadaran diduga akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin.22. Manifestasi hipertensi portal

Hipertensi portal merupakan peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas normal yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi aliran darah melalui hati dan peningkatan aliran arteri splangnikus, dimana kedua hal tersebut mengurangi aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatkan aliran masuk secara bersama-sama sehingga menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Hipertensi portal akan menimbulkan beberapa kelainan berikut:

Varises esofagus. Dengan meningginya tekanan vena porta, tekanan dalam pembuluh darah kolateral juga akan meninggi sehingga jelas terlihat pembuluh darah esofagus menjadi lebar dan berkelok-kelok.

Kotateral dan kaput medussaeu, merupakan dilatasi vena-vena superficial dinding abdomen dan dilatasi vena sekitar umbilikus.4 Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik akibat bendungan dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis.2

Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites yang berhubungan dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Menurut teori vasodilatasi perifer, faktor patogenesis pembentukan asites yang amat penting adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor sistemik (Gambar 2).2 Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan dapat dijelaskan sebagai akibat hipoalbuminemia dan retensi garam serta air.

Gambar 2. Bagan Patogenesis Asites sesuai Teori Vasodilatasi Perifer

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Sel - sel darah

Pemeriksaan darah tepi memperlihatkan Hb yang mungkin agak rendah dengan gambaran normokromik normositik, hipokromik mikrositik atau makrositik. Keadaan anemia yang timbul dapat disebabkan akibat perdarahan gastrointestinal akut dan kronis, dapat juga merupakan sebagian keadaan hipersplenisme sehingga juga ada lekosit yang rendah dan trombosit yang rendah. Sedangkan pada sirosis alkoholik, Hb yang rendah disebabkan oleh efek penekanan langsung sumsum tulang oleh alkohol.1,2,4

b. Biokimia Darah

Pemeriksaan biokimia yang penting untuk sirosis hati meliputi pemeriksaan serum glutamil oksalo asetat transaminase (SGOT) atau aspartat aminotrasferase (AST) akan meninggi. Demikian pula serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) atau alanin aminotrasferase (ALT) juga meninggi. Kenaikan kadar enzim transaminase tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.1

Alakali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

Gamma-glutamiltranspeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

Bilirubin total akan meninggi tetapi jarang yang amat meninggi di atas 10 mg% sampai 15 mg%. Fraksi bilirubin direk dan indirek umumnya hampir sama.4

Protein total mungkin agak rendah, terutama bila ditemukan keadaan malnutrisi. Fraksi protein akan memperlihatkan albumin yang menurun dan globulin yang meninggi. Albumin sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.2

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Pemeriksaan Na, K dan Cl perlu dalam rangka menentukan pembatasan garam dalam diit dan penggunaan diuretikum terutama pada penderita dengan asites dan edema.

Pada sirosis hati yang lanjut sering terjadi peninggian kadar gula darah. Hal ini dikaitkan dengan berkurangnya kemampuan sel hati untuk membentuk glikogen. Keadaan gula darah yang sukar dikendalikan pada sirosis hati mempunyai prognosis yang kurang baik.42. Pemeriksaan Serologi

a. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg dan HbcAg, dan bila mungkin HBV DNA, HCV RNA adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.

b. Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menetukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan. Nilai AFP yang terus naik (>500-1000) mempunyai nilai diagnostik untuk suatu hepatoma / kanker hati primer.13. Pemeriksaan Hemostasis

Pemeriksaan hemostasis pada sirosis hati amat penting dalam kaitannya dengan keadaan hipertensi portal dan kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus maupun perdarahan dari gusi dan epistaksis. Pemanjangan masa protrombin (PTT) merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin.4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya.

a. Biopsi hati .

Diagnosis pasti sirosis hati dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Dapat dilakukan dengan cara biopsi hati perkutaneus atau biopsi terarah sambil melakukan peritoneoskopi. Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan asites yang banyak dan hati yang mengecil.1b. USG Abdomen

Pada saat ini pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin penyakit hati karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Yang dilihat pada USG antara lain tepi hati, permukaan, pembesaran, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (Space Occupying Lesion). Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan iregular dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.2 Sonografi dapat mendukung obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu.1

c. Esofagoskopi

Dengan Esofagoskopi dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati / hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan (red color sign) berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan perdarahan yang lebih besar.1d. Sidikan Hati

Radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radio nukleid hati secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus.

e. Pemeriksaan Cairan Asites

Dilakukan dengan pungsi asites. Melalui pungsi asites dapat dijumpai tanda-tanda infeksi ( peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cairan pungsi antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan, dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

2.5 Penatalaksanaan

Terapi sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal serta etiologi dari sirosis itu sendiri. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Pengobatan untuk sirosis dekompensata adalah sebagai berikut:

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang cukup baik memerlukan istirahat yang cukup, makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah 1 g/kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Lemak antara 30% - 40 % jumlah kalori dan sisanya adalah hidrat arang. Bila timbul tanda-tanda ensefalopati jumlah protein diturunkan.12. Untuk asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tana adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

3. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai kasus perdarahan saluran cerna atas.

Pertama dilakukan pemasangan NGT tube untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari saluran cerna, disamping melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah dan untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau belum.

Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg, nadi di atas 100x/ menit atau Hb di bawah 9 g% dilakukan pemberian IVFD dekstrosa atau salin dan tranfusi darah secukupnya.

Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 g dalam 500 cc cairan D5% atau salin.

Untuk mencegah rebleeding dopat diberikan cbat penyekat reseptor beta (beta bloker) secara oral dalam dosis yang dapat menurunkan denyut nadi sampai 25%.

4. Peritonitis bakterial spontan biasa dijumpai pada pasien sirosis alkoholik dengan asites. Terapi diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim 2 g/8 jam i.v, amoksisilin atau golongan aminoglikosida.

5. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCl pada hipokalemia, mengurangi pemasukan protein makanan, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, pemberian neomisin per oral untuk strerilisasi usus dan pemberian antibiotik pada keadaan infeksi sistemik. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

6. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati merupakan terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun, sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien terdahulu.

2.6 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitisbakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.

2.7 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (Tabel 1) digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan INR. Klasifikasi ini terdiri dari A, B, C, klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita dengan Child-Pugh A, B, dan C berturut-turut ialah 100%, 80%, dan 45%. Klasifikasi ini juga dapat digunakan untuk menilai prognosis penderita sirosis hepatis. 2,5Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh untuk Menentukan Prognosis5Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat Kerusakan ABC

Bilirubin Serum(mol/dl)< 3535 - 50> 50

Albumin Serum(gr/dl)> 3530- 35< 30

Asites-Mudah dikontrolSulit dikontrol

Ensefalopati-MinimalBerat/koma

NutrisiBaikMinimalBerat/koma

Angka Kelangsungan Hidup Selama 1 Tahun100%80%45%

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagonisis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia / serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau pertioneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit kerena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan mengobati penyulit, maka prognosa SH bisa jelek. Namun penemuan sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cirrhosis and its complication-introduction. In : Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J (eds). Harrison principles of internal medicine. 17th ed. USA 2008 : McGraw-Hill Companies. pp. 6195-206.

2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta 2009: pusat penerbitan ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.443-6.

3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing.4. Wibawa DN, Astera WM. Sirosis Hepatis. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar 2004.

5. Ogilvie A. Cirrhosis of The Liver. Available at: http://www.notdoctor.co.uk/diseases/faets/cirrhosis.htm. 6. Boedi S. Liver Cirrhosis. 2004. Available at: http://www.kusaeni.com/blog/cirrhosis. 7. Anugerah P. Sirosis Hati Dalam Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran Edisi Keempat. EGC .Jakarta 1998;445-453.

8. The American Gastroenterological Association.Hipertensi Porta

Sirosis Hati

Vasodilatasi Arteriolae Splangnikus

Tekanan Intrakapiler dan Koefisien Filtrasi meningkat

Volume efektif darah arteri menurun

Aktivasi ADH, sistem simpatis, RSSA

Retensi air dan garam

Terbentuk Asites

Pembentukan cairan limfe lebih besar daripada aliran balik