WOC Hiperbilirubin

12
P Hiperbilirubin A. Pengertian Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997). Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000). B. Klasifikasi 1. Ikterus Fisiologis. Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai

description

WOC

Transcript of WOC Hiperbilirubin

Page 1: WOC Hiperbilirubin

P Hiperbilirubin

A.    Pengertian

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya

lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin

direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai

yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik

(Prawirohardjo, 1997).

Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam

jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna

kuning (Ngastiyah, 2000).

B.     Klasifikasi

1.      Ikterus Fisiologis.

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak

mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau

mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada

bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar

bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang

memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996),

(Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):

a.       Timbul pada hari kedua - ketiga.

b.      Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan

dan 10 mg% pada kurang bulan.

c.       Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d.      Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.

e.       Ikterus hilang pada 10 hari pertama.

f.       Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan

patologis tertentu.

Page 2: WOC Hiperbilirubin

g.      Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik

sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:

1)      Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.

2)      Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.

3)      Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada

neonatus cukup bulan.

4)      Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).

5)      Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom

gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

2.      Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.

Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam

darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau

tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.

Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup

bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

3.      Kern Ikterus.

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama

pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus

pada dasar ventrikulus IV.

Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup

bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat

dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk

kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

C.    Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai

berikut;

1.      Polychetemia

2.      Isoimmun Hemolytic Disease

3.      Kelainan struktur dan enzim sel darah merah

Page 3: WOC Hiperbilirubin

4.      Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)

5.      Hemolisis ekstravaskuler

6.      Cephalhematoma

7.      Ecchymosis

8.      Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari),

infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI

9.      Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir

prematur, asidosis.

D.    Patofisiologi

Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel

darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana

hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh

tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan

albumin.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin

pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat

peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,

meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y

terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,

ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi

menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran

empedu intra/ekstra hepatika.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.

Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang

memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar

darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.

Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung

dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin

indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.

Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang

karena trauma atau infeksi.

Page 4: WOC Hiperbilirubin

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian

yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar

yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,

Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan

kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau

pada bayi hipoksia, asidosis.

Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila

ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi

misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik

dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang

bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan

terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah

otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.

Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan

timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin

melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin

Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR ,

hipoksia, dan hipoglikemia (AH Markum, 1991).

E.     Pathways Lampiran

F.     Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;

1.      Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.

2.      Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi

baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.

3.      Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke

tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya

merupakan jaundice fisiologis.

4.      Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak

kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna

kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.

Page 5: WOC Hiperbilirubin

5.      Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul

6.      Perut membuncit dan pembesaran pada hati

7.      Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

8.      Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap

9.      Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

10.  Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,

stenosis yang disertai ketegangan otot.

G.    Komplikasi

1.      Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)

2.      Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara

lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

H.    Pemeriksaan Diagnostik

1.      Laboratorium (Pemeriksan Darah)

a.       Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan

bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.

b.      Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.

c.       Protein serum total.

2.      USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.

3.      Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia

billiari.

I.       Penatalaksanaan

1.      Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).

2.      Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa

furokolin.

3.      Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.

4.      Fenobarbital

Page 6: WOC Hiperbilirubin

Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.

Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan

billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu

sering digunakan.

5.      Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.

6.      Fototerapi

Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi

untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada

billirubin dari billiverdin.

7.      Transfusi tukar.

Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.

J.      Diagnosa dan Intervensi

1.      Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan

phototerapi.

Tujuan : Klien tidak menunjukan gejala sisa neurologis dan berlanjutnya komplikasi

phototerapi.

Kriteria hasil :

Rencana Rational

a.       Identifikasi adanya faktor resiko :

1)      Bruising

2)      Sepsis

3)      Delayed ord clamping

4)      Ibu dengan DM

5)      Rh, ABO antagonis

6)      Pletora

7)      SGA

b.      Kaji BBL terhadap adanya hiperbilirubinemia setia 2-4 jam lima hari pertama kehidupan

Rasional: BBL sangat rentan terhadap hiperbilirubinemia.

c.       Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan tubuh secara progresif

terhadap ikterik setiap pergantian shift

Rasional: Mengetahui addanya hiperbilirubinemi secara dini sehingga dapat dilakukan

tindakan penanganan segera.

Page 7: WOC Hiperbilirubin

d.      Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar

Rasional: Peningkatan kadar bilirubin yang tinggi

e.       Monittor kadar Hb, Hct ata adanya penurunan

Rasional: Adanya penurunan Hb, Hct menunjukan adanya hemolitik

f.       Monitor retikulosit, kolaborasi bila ada peningkatan

g.      Berikan phototerapi:

Rasional: phototerapi berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan photoisomernya.

Selama phototerapi perlu diperhatikan adanya komplikasi seperti: hipertermi, Konjungtivitis,

dehidrasi.

1)      Sesuai protocol untuk waktu, prosedur, dan durasi.

2)      Monitor kadar bilirubin setia 6 – 12 jam under therapy

3)      Tutup mata dengan tameng mata, hindari tekanan pada hidung

4)      Ganti bantalan mata sedikitnya 2 kali sehhari

5)      Inspeksi mata dengan lampu sedikit nya 8 jam sekali

6)      Pertahankan terapi cairan parenteral untuk hidrasi kolabborasi medis

7)      Pertahankan suhu axila 36.5 dderajat Celsius

h.      Lakukan transfusi tukar kolaborasi medis

Rasional: Transfusi tukar dilakukan bila terjadi hiperbilirubinemia pathologis karena

terjadinya proses hemoliitik berlebihan yang disebabkan oleh ABO antagonis.

1)      Monitor vital sign selama dan setelah transfusi tukar

2)      Periksa darah yang keluar dan masuk

3)      Adanya faktor resiko membimbing perawat untuk waspada terhadap kemungkinan

munculnya hiperbilirubinemia

2.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.

Tujuan : Klien tiidak menunjjukan tanda-tanda kekurangan volume cairan

Rencana Rasional

a.       Pertahankan intake cairan :

1)      Timbang BB perhari

2)      Ukur intake output

3)      Berikan intake extra peroral atau per IV jika ada kehilangan BB progresif,

4)      meningkatnya suhu, diare, onsentrasi urine,

b.      Kaji Output:

Page 8: WOC Hiperbilirubin

c.       Rasional: Output yang berlebihan atau tidak seimbang dengan intake akan menyebabkan

gangguan keseimbangan cairan.

1)      Kaji jumlah, warna urine setiap 4 jam

2)      Kaji Diare yang berlebihan

3)      Kaji Hidrasi:

Rasional: Hidrasi yang adekuat menunjukan keseimbangna cairan tubuh baik yang ditunjukan

dengan suhu tubuh 36-37 derajat Celsius dan membran mukosa mulut lembab dan fontanela

datar.

4)      Monitor suhu tubuh tiap 4 jam

5)      Inspeksi membran mukosa dan pontanel 1. Intake cairan yang adekuat  metabolisme

bilirubin akan berlangsung sempurna dan terjadii keseimbangan dengan caairan yang keluar

selama photo terapi karena penguapan.

3.      Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.

Tujuan : Klien tidak menunjukan gangguan integritas kulit

a.       Monitor adanya kerusakan integritas kulit

Rasional: Deteksi dini kerusakan integritas kulit

b.      Bersihkan kulit bayi dari kotoran setelah BAB, BAK

Rasional: Feses dan urine yang bersifat asam dapat mengiritasi kulit

c.       Pertahankan suhu lingkungan netral dan suhu axial 36.5 derajat Celsius

Rasional: Suhu yang tinggi menyebabkan kulit kering sehingga kulit mudah pecah

d.      Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam.

Rasional: Perubahab posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan mencegah

penekanan yang berlebihan pada satu sisi.

e.       Berikan istirahat setelah 24 jam phototerapi