Wiwan Koban. - kppod.org · Tabel 31. Contoh Syarat, Biaya, dan Lama Proses Izin SIUP Menurut...

122

Transcript of Wiwan Koban. - kppod.org · Tabel 31. Contoh Syarat, Biaya, dan Lama Proses Izin SIUP Menurut...

iii

Laporan Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah 2007 ini merupakan hasilkerjasama antara KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan OtonomiDaerah) dan The Asia Foundation. Tim KPPOD terdiri dari Ratnawati,Riyanto, Sigit Murwito, Firman Bakrie, Robert Endi Jaweng, dan FajarAribowo, yang dipimpin oleh P. Agung Pambudhi. Para Analis KajianPeraturan Daerah (Perda) terdiri dari Samsul Arifin, Desmiwati, YayanSupriyani, Romauli Panggabean, Romadhon Ardiansyah, M. ZulfanyBatam, Rachmad Gustomi, Sri Mulyati, Henri Subagiyo, dan M. Hafiz.Para Analis Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah(LKPJ) terdiri dari Setyo Budiantoro, Lexi Armandjaya dan AntoniusWiwan Koban.

Tim The Asia Foundation (TAF) terdiri dari Romawaty Sinaga, AdamDay, dan Alexa Harris yang dipimpin oleh Neil McCulloch. Kegiatansurvei lapangan dilakukan oleh Nielsen Indonesia.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan dukungan dana dari USAID (UnitedStates Agency for International Development).

TIM PENELITI

iv Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

v

KATA PENGANTAR

Tahun ini, survei Tata Kelola Ekonomi Daerah menyajikan suatu gambaran yangsangat menarik mengenai dinamika pemerintahan daerah dan pengembangan iklimusaha di Indonesia setelah pelaksanaan otonomi daerah yang telah berlangsung sejaktahun 2001.

Survei yang dilaksanakan keenam kalinya ini merupakan suatu program yangdilakukan KPPOD sejak tahun 2001 dengan dukungan The Asia Foundation.Cakupan wilayah survei bertambah dari tahun ke tahun, diawali dengan 90kabupaten/kota di tahun 2001, kemudian 134 kabupaten/kota tahun 2002,dilanjutkan tahun 2003 meliputi 200 kabupaten/kota, disusul 214 kabupaten/kota ditahun 2004 dan 228 kabupaten/kota tahun 2005, sebelum akhirnya survei dilakukandi 243 kabupaten/kota tahun 2007. Survei ini merupakan survei terbesar untuksurvei sejenis di Indonesia, dan salah satu dari survei tata kelola ekonomi terbesar didunia. Tujuan dari survei ini adalah untuk mendorong kompetisi antar daerah danuntuk menekankan pentingnya iklim usaha daerah di era desentralisasi.

Sejalan sejak dimulainya program ini, Indonesia telah mengalami perubahan petapolitik dan ekonomi secara dramatis. Perubahan tersebut ditandai dengandemokratisasi di tingkat daerah melalui pemilihan umum yang kompetitif, dan usahausaha yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pemerintah daerah untukmemperbaiki iklim investasi. Survei tahun ini berbeda dengan survei yang dilakukantahun tahun sebelumnya untuk menyesuaikan dengan berbagai perkembangan politikdan ekonomi tersebut. Tahun ini, survei lebih memfokuskan pada tata kelolaekonomi daerah yang menitikberatkan indikator penelitian yang bersifat kebijakandan implementasinya, berbeda dengan survei tahun tahun sebelumnya yangmenggabungkan faktor anugerah dengan faktor kebijakan. Survei tahun ini jugafokus pada aspek aspek tata kelola ekonomi yang merupakan kewenangan pemerintahdaerah kabupaten/kota.

Hasil survei digunakan untuk menyusun Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah(TKED) dengan menampilkan peringkat kualitas tata kelola ekonomi daerah 243kabupaten/kota dari 15 provinsi. Hasil survei bertentangan dengan asumsi asumsiumum tentang apa yang terjadi pada aktivitas usaha, dan tentang kemampuanpemerintah daerah untuk menanggapinya. Kami berharap bahwa laporan survei inidapat menjadi dasar untuk diskusi mengenai kebijakan. Demikian juga, diharapkanhasil survei ini mendorong unsur masyarakat warga yang lebih luas untuk melakukanadvokasi agar tercipta tata kelola ekonomi daerah yang lebih responsif di Indonesia.

P. Agung Pambudhi Douglas E. RamageDirektur Eksekutif Country RepresentativeKomite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) The Asia Foundation

Juli 2008

vi Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

vii

DAFTAR ISI

TIM PENELITI .................................................................................................. iiiKATA PENGANTAR ............................................................................................ vDAFTAR ISI ...................................................................................................... xiiBAB I. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 1

Pendahuluan ........................................................................................................1Perubahan Tema Umum Studi Dari Daya Tarik Investasi Menjadi

Tata Kelola Ekonomi Daerah............................................................................2Rancangan Penelitian ...........................................................................................2

BAB II. INDEKS TATA KELOLA EKONOMI DAERAH .................................. 5Instrumen Penelitian ............................................................................................5Teknik Perhitungan Indeks .................................................................................. 5Pembobotan Indeks ..............................................................................................6Pengambilan Sampel Responden ..........................................................................6Hasil Ranking Kabupaten/Kota ............................................................................7Diagram Jaring Laba-laba .....................................................................................7

BAB III. GAMBARAN KEADAAN PERUSAHAAN DAN EKONOMIDI 243 KABUPATEN/KOTA ........................................................................... 9Sampel Perusahaan dan Karakteristiknya ..............................................................9Karakteristik Responden ....................................................................................10Karakteristik Perusahaan ...................................................................................11Karakteristik Sampel Asosiasi Bisnis ...................................................................15

BAB IV. TEMUAN-TEMUAN PENTING PELAKSANAANTATA KELOLA EKONOMI DAERAH ......................................................... 17Akses Lahan .......................................................................................................17Infrastruktur ......................................................................................................27Program Pengembangan Usaha Swasta di Daerah ...............................................35Perizinan Usaha ..................................................................................................44Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah ..............................................................56Biaya Transaksi ...................................................................................................61Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha ................................................................67Keamanan dan Penyelesaian Konflik Dunia Usaha .............................................73

BAB V. KAJIAN PERATURAN DAERAH......................................................... 79Kebermasalahan Perda Empat Belas Kriteria .......................................................84Perda Perizinan ...................................................................................................85Perda Lalu Lintas Barang ....................................................................................88Perda Ketenagakerjaan.......................................................................................89

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ....................... 93LAMPIRAN ....................................................................................................... 97

Lampiran 1: Diagram Laba-laba .........................................................................97Lampiran 2: Peringkat Tata Kelola Ekonomi Daerah Per Propinsi ....................105

viii Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Daftar Gambar

Gambar 1. Faktor Penggerak Produktivitas Ekonomi Daerah ........................................... 3Gambar 2. Keadaan Lingkungan Usaha di Daerah ........................................................... 3Gambar 3. Tahapan Perhitungan Indeks Akhir ................................................................. 6Gambar 4. Diagram Jaring Laba-laba ................................................................................ 7Gambar 5. Cakupan Wilayah Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah 2007.......................... 9Gambar 6. Persentase Sampel Menurut Ukuran Usaha ..................................................... 9Gambar 7. Persentase Sampel Menurut Sektor Usaha ..................................................... 10Gambar 8. Perbandingan Banyaknya Sampel Menurut Propinsi dan Ukuran Usaha ....... 10Gambar 9. Perbandingan Banyaknya Sampel Menurut Propinsi dan Sektor Usaha ......... 10Gambar 10. Persentase Posisi Responden dalam Perusahaan ............................................. 10Gambar 11. Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Akhir ........................... 10Gambar 12. Persentase Bentuk Usaha ............................................................................... 11Gambar 13. Persentase Bentuk Badan Hukum Usaha Menurut Ukuran Usaha ................ 11Gambar 14. Persentase Kondisi Keuntungan Perusahaan .................................................. 12Gambar 15. Persentase Kondisi Kinerja Perusahaan .......................................................... 13Gambar 16. Persentase Kondisi Kinerja Perusahaan Menurut Propinsi ............................. 13Gambar 17. Persentase Kondisi Kinerja Perusahaan Menurut Ukuran Usaha ................... 13Gambar 18. Persentase Perusahaan yang Pernah Meminjam

dari Bank Menurut Ukuran Usaha ................................................................ 13Gambar 19. Persentase Perusahaan yang Mengekspor Produknya ..................................... 14Gambar 20. Persentase Perusahaan yang Mengekspor Produknya

Menurut Ukuran Usaha ................................................................................ 14Gambar 21. Persentase Perusahaan yang menjadi Anggota Asosiasi .................................. 14Gambar 22. Persentase Perusahaan yang menjadi Anggota Asosiasi

Menurut sektor Usaha ................................................................................... 15Gambar 23. Persentase Asosiasi Bisnis Menurut Akitivitas Utamanya ............................... 15Gambar 24. Persentase Asosiasi Bisnis Menurut Akitivitas Utamanya ............................... 16Gambar 25. Gambaran Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan .............. 20Gambar 26. Persentase Responden Berdasarkan Sektor Usaha

dan Status Tempat Usaha .............................................................................. 20Gambar 27. Akses Terhadap Lahan Usaha dan Kepastian Usaha ....................................... 25Gambar 28. Pengelolaan Infrastruktur Fisik ...................................................................... 33Gambar 29. Program Pengembangan Usaha ..................................................................... 42Gambar 30. Komposisi kepemilikan TDP Berdasarkan Ukuran perusahaan ..................... 48Gambar 31. Perizinan Usaha............................................................................................. 54Gambar 32. Kapasitas dan Integritas Bupati/Walikota ...................................................... 59Gambar 33. Biaya Transaksi di Daerah ............................................................................. 65Gambar 34. Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha........................................................... 71Gambar 35. Keamanan dan Resolusi Konflik ................................................................... 76Gambar 36. Persentase Perda Yang Terkumpul.................................................................. 79Gambar 37. Persentase Permasalahan Perda Pada Kategori Acuan Yuridis ......................... 79Gambar 38. Persentase Permasalahan Perda Pada Kriteria Yuridis

Menurut Sektor Ekonomi ............................................................................. 80

ix

Gambar 39. Persentase Permasalahan Perda Pada Kategori Substansi ................................ 81Gambar 40. Persentase Permasalahan Pada Kategori Prinsip ............................................. 82Gambar 41. Persentase Perbandingan Komposisi Permasalahan

Perda Tahun 2005 dan 2007 ......................................................................... 84Gambar 42. Persentase Permasalahan Menurut Jenis Perda ............................................... 85Gambar 43. Tahapan Proses Perizinan .............................................................................. 86Gambar 44. PersentasePengecualian Terhadap Usaha Kecil

Menurut Besarnya Modal Perusahaan ........................................................... 86Gambar 45. Persentase Kelompok Besaran Biaya IMB ..................................................... 87Gambar 46. Persentase Kelompok Besaran Biaya HO....................................................... 88Gambar 47. Persentase Jenis Perda Di Sektor Pertanian .................................................... 89Gambar 48. Persentase Permasalahan Perda di Lalu Lintas Barang .................................... 89Gambar 49. Permasalahan di Perda Terkait Ketenagakerjaan ............................................ 90

x Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Tabel 1. Urutan Terbaik 10 Tata Kelola Ekonomi Daerah ................................................. 7Tabel 2. Urutan Terburuk 10 Tata Kelola Ekonomi Daerah .............................................. 7Tabel 3. Urutan terbaik dan Terburuk Per Propinsi Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah . 8Tabel 4. Persentase Responden Menurut Posisinya Dalam Perusahaan ........................... 11Tabel 5. Statistik Umur Perusahaan Menurut Propinsi ................................................... 11Tabel 6. Statistik Umur Perusahaan Menurut Ukuran dan Sektor Usaha ....................... 12Tabel 7. Rata-rata Omset (Juta Rupiah) menurut Ukuran Usaha dan Sektor Usaha ....... 12Tabel 8. Persentase Kondisi Keuntungan Usaha .............................................................. 12Tabel 9. Hubungan Perusahaan dengan Bank Melalui Pinjaman dengan Bank ............... 13Tabel 10. Persentase Perusahaan yang Mengekspor Produknya Menurut Propinsi ............ 14Tabel 11. Statistik Umur Asosiasi Bisnis Menurut Propinsi (tahun) .................................. 15Tabel 12. Persentase Responden Berdasarkan Lama Pengurusan Status Tanah .................. 20Tabel 13. Lama Waktu Pengurusan Sertifikat Tanah (minggu) .......................................... 21Tabel 14. Tingkat Resiko Penggusuran Lahan Usaha oleh Pemda ..................................... 22Tabel 15. Urutan Kabupaten/Kota Terbaik dan Terburuk di Tata Kelola Akses Lahan ...... 23Tabel 16. Urutan Kabupaten/Kota Indikator Tata Kelola Infrastruktur Daerah ................ 28Tabel 17. Tingkat Keburukan Kualitas Infrastruktur ........................................................ 29Tabel 18. Tabel Rata-rata lama waktu perbaikan (rata-rata, hari) ...................................... 30Tabel 19. Tabel Lama Perbaikan Jalan (rata-rata, hari) ...................................................... 30Tabel 20. Lama Perbaikan Lampu Penerangan Jalan (rata-rata, hari) ................................. 30Tabel 21. Lama Perbaikan Air PDAM (rata-rata, hari) ...................................................... 31Tabel 22. Persentase Pemakaian Genset Berdasarkan Urutan Terbanyak di 10 Kab/Kota .. 31Tabel 23. Tingkat Partisipasi Program Pengembangan Usaha Swasta ................................ 37Tabel 24. Tingkat Kehadiran Program Pengembangan Usaha Swasta dan

Partipasi Pelaku Usaha per Propinsi ................................................................... 37Tabel 25. Tingkat Keluhan Pemda Yang Tidak Memiliki

Program Pengembangan Usaha Swasta .............................................................. 38Tabel 26. Urutan Kabupaten/Kota Indikator Prpgram Pengembangan Usaha Swasta ....... 38Tabel 27. Persentase Rasio Program Pengembangan Usaha Terhadap APBD..................... 39Tabel 28. Persentase Kredit Usaha Yang Disediakan Pemda .............................................. 39Tabel 29. Persentase Nilai Program Pelatihan Tenaga Kerja .................................................. 40Tabel 30. Persentase Dana Pelayanan Kesehatan ............................................................... 40Tabel 31. Contoh Syarat, Biaya, dan Lama Proses Izin SIUP

Menurut Permendag No 36/2007 (Peraturan Pusat) ......................................... 45Tabel 32. Banyaknya Perusahaan per Propinsi Berdasarkan

Tahun Dikeluarkannya Izin Terbaru (Tanda Daftar Perusahaan) ....................... 47Tabel 33. Persentase banyaknya perusahaan-perusahaan yang memiliki

beragam perizinan usaha ................................................................................... 47Tabel 34. Urutan Kendala Berusaha di 243 Kabupaten/Kota pada tahun 2007 ................ 48Tabel 35. Lama Pengurusan Surat Izin Usaha Tanda Daftar Perusahaan (TDP) ................ 48Tabel 36. Lama Pengurusan TDP ..................................................................................... 49Tabel 37. Lama Pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) ................................... 49

Daftar Tabel

xi

Tabel 38. Lama Pengurusan SIUP Berdasarkan Informasi dari Dokumen Resmi .............. 50Tabel 39. Tabel Biaya Pengurusan Izin TDP untuk Jenis Perusahaan Perorangan (PO) .... 50Tabel 40. Biaya Pengurusan Surat Izin Usaha Tanda Daftar Perusahaan (TDP) ................ 50Tabel 41. Persentase Tempat Pengurusan Surat Izin TDP ................................................. 51Tabel 42. Siapa saja yang mengurus Perizinan usaha ......................................................... 51Tabel 43. Sumber Informasi Pengurusan Izin Usaha ......................................................... 52Tabel 44. Urutan Indikator Perizinan Usaha Terbaik dan Terburuk .................................. 53Tabel 45. Persentase Opini Negatif Tingkat Pemahaman Kepala Daerah

Terhadap Persoalan Dunia Usaha ...................................................................... 57Tabel 46. Tingkat Profesionalisme Birokrat Daerah .......................................................... 58Tabel 47. Urutan Kabupaten/Kota Indikator Tingkat Persepsi

Korupsi Bupati/Walikota ................................................................................... 58Tabel 48. Urutan Kepala Daerah Terbaik dan Terburuk .................................................... 58Tabel 49. Nilai tengah dari retribusi pengguna dan tingkat pajak

berdasarkan ukuran dan sektor perusahaan (dalam ribuan rupiah) .................... 61Tabel 50. Persentase Perusahaan Yang Terbebani Retribusi dan Pajak Daerah ................... 62Tabel 51. Persentase Pembayaran Biaya Keamanan Oleh Pelaku Usaha ............................. 62Tabel 52. Persentase Tingkat pembayaran untuk keamanan berdasarkan provinsi ............ 63Tabel 53. Urutan Tata Kelola Biaya Transaksi Terbaik dan Terburuk ................................. 63Tabel 54. Perbedaan-perbedaan persepsi daerah terhadap efektivitas pemerintah daerah ... 67Tabel 55. Pemahaman dan Tindakan Pemerintah Daerah

terhadap masalah Pelaku Usaha ......................................................................... 68Tabel 56. Sub-Indeks Interaksi berdasarkan Provinsi ......................................................... 70Tabel 57. Urutan Tata Kelola Interaksi Pemda dan Pelaku Usaha Terbaik dan Terburuk ... 70Tabel 58. Kualitas Polisi Dalam Penanganan Kasus Terhadap Dunia Usaha ...................... 73Tabel 59. Variasi daerah dalam kejahatan dan dukungan atas polisi .................................. 74Table 60. Metode Penyelesaian Konflik/Persengketaan...................................................... 74Tabel 61. Urutan Tata Kelola Tingkat Keamanan dan Penyelesaian Konflik ...................... 75Tabel 62. Beberapa Hal Yang Harus Tercantum Pada Suatu Perda .................................... 80Tabel 63. Urutan Daerah Terbaik dan Terburuk di Indikator Kualitas Perda ..................... 85Tabel 64. Proses Perizinan ................................................................................................. 85Tabel 65. Tarif TDP .......................................................................................................... 86Tabel 66. Tarif TDI .......................................................................................................... 87Tabel 67. Dasar Penghitungan IMB .................................................................................. 87Tabel 68. Kuota Ketenagakerjaan ...................................................................................... 90

xii Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Daftar Kotak

Kotak 1. Variabel Penilaian Akses Lahan dan Kepastian Hukum ..................................... 19Kotak 2. Variabel Penilaian Tata Kelola Infrastruktur Fisik Daerah .................................. 28Kotak 3. Variabel Penilaian Indikator Tata Kelola Program

Pengembangan Usaha Swasta Daerah ................................................................ 36Kotak 4 Variabel Penilaian Indikator Tata Kelola Perizinan Usaha .................................. 46Kotak 5. Variabel Penilaian Indikator Kapasitas-Integritas Bupati/Walikota .................... 57Kotak 6. Variabel Penilaian Indikator Biaya Transaksi di Daerah ..................................... 61Kotak 7. Variabel Penilaian Indikator Interaksi Pemda dan Pelaku Usaha ........................ 67Kotak 8. Variabel Penilaian Indikator Keamanan dan Penyelesaian Konflik Dunia Usaha 73Kotak 9. Contoh perda melanggar kelengkapan acuan yuridis ......................................... 81Kotak 10.Contoh perda bermasalah pada kategori prinsip ................................................ 83

1

PendahuluanIndonesia adalah negara berkembang yang masihmembutuhkan sumbangan sektor investasi untukmencapai pertumbuhan yang berkesinambungan.Investasi memiliki multiplier effect yang besarterhadap terjadinya nilai tambah ekonomi diberbagai sektor lainnya. Namun faktanya,Indonesia masih memiliki tingkat investasi yangrelatif lebih rendah dibandingkan negara kawasanAsia Tenggara selama kurun waktu lima tahunterakhir. Meskipun demikian berdasarkanpenilaian keadaan berusaha sektor swasta atauiklim investasi di Indonesia, peringkat Indonesiamengalami kenaikan dari posisi 135 menjadiposisi 123 dimana perbaikan terbesar terjadi padapelayanan perizinan usaha (Doing Business 2008,IFC).

Sayangnya perbaikan dalam hal pelayananperizinan usaha tersebut belum dibarengi dengankenyataan pertumbuhan sektor industri.Pertumbuhan industri nasional turun tipis pada2007 menjadi 5,15 persen dibandingkan pada2006 yang mencapai 5,27 persen (BPS). Dengandemikian walaupun telah ada perbaikan ikliminvestasi atau iklim berusaha sektor swasta namunbelum dibarengi dengan adanya pertumbuhan disektor industri secara riil. Padahal sektor industrimerupakan cerminan langsung tingkatpenyerapan tenaga kerja dan nilai tambahekonomi yang sesungguhnya.

Sejak tahun 2001 seiring dengan pelaksanaankebijakan otonomi daerah di Indonesia, kalangandunia usaha mengkhawatirkan dampak negatifnyaterhadap kenaikan tingkat biaya akibat adanyatambahan pungutan oleh pemerintah kabupaten/

kota. Kekhawatiran tersebut dapat dibuktikanoleh beberapa penelitian bahwa kebijakanotonomi daerah membawa dampak burukterhadap iklim investasi karena adanya korupsi,ketidakpastian usaha, dan perizinan usaha yangburuk (ADB, 2003). Kebijakan otonomi daerahpada tingkat kabupaten/kota termasuk didalamnya kebijakan untuk menetapkan pajak danretribusi yang secara langsung mempengaruhibiaya usaha. Walaupun telah ada ketentuanperaturan pusat untuk penetapan jenis pajak danretribusi namun hal tersebut seringkalimenyimpang jauh pada pelaksanaan di lapangan.Hal tersebut telah menimbulkan beban tersendiribagi pelaku usaha. Namun demikian tingkatkewenangan yang semakin besar dilimpahkan kedaerah telah menimbulkan praktek korupsi yangsemakin merajalela.

KPPOD telah melakukan kegiatan pemeringkatanKabupaten/kota berdasarkan iklim investasi yangmendukung dunia usaha swasta sejak tahun 2001.Dengan melakukan pemeringkatan kabupaten/kota yang ramah terhadap dunia usaha diharapkanmenjadi pemicu bagi Pemda untuk membuatkebijakan yang mendukung iklim usahadaerahnya dan nasional secara umum. Beberapadepartemen pusat terkait telah melakukanlangkah-langkah reformasi regulasi dan birokrasiterkait sejumlah rekomendasi kebijakanberdasarkan temuan studi tersebut. SedangkanPemda yang memiliki sejumlah kebijakan yangberdampak buruk terhadap dunia usaha punsedikit banyak menerima tekanan dari pers yangmemberitakan hasil pemeringkatan tersebut. Takdapat dipungkiri, ini dapat menjadi alat tekanefektif bagi Pemda untuk segera melakukan

BAB I

GAMBARAN UMUM

2 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

sejumlah langkah reformasi. Pemeringkatantersebut merupakan agenda tingkat nasional yangtelah mendapatkan tempat tersendiri dankalangan pers mendukung kegiatan ini secaraintensif melalui sejumlah pemberitaan di mediamasa nasional. Sejak tahun 2002, studi inimendapatkan dukungan The Asia Foundation danUSAID selama lima tahun.

Perubahan Tema Umum Studi Dari Daya

Tarik Investasi Daerah Menjadi Tata

Kelola Ekonomi Daerah

Seiring dengan tuntutan pemangku kepentinganterutama dari Pemda dalam hal efektivitasreformasi kebijakan yang harus dilakukannya yangmemiliki dampak perubahan rill terhadap kinerjaekonomi daerah, maka langkah perubahanterhadap tujuan dasar studi ini dilakukan. Untukmeningkatkan nilai advokasi kebijakan makaindikator penilaian diarahkan pada kebijakanPemda dalam jangka pendek, sehinggarekomendasi untuk perubahan kebijakan dapatdilakukan oleh Pemda dalam waktu yang singkat.

Indikator-indikator studi tahun 2007 ini berbedadengan studi sebelumnya. Studi tahun 2001-2005menilai daya tarik investasi berdasarkan limafaktor utama yaitu: kelembagaan, sosial politik,perekonomian daerah, tenaga kerja, produktivitas,dan infrastruktur fisik. Pada pemeringkatan tahun2005, jumlah faktor pemeringkatan yaitusebanyak 5 faktor. Faktor Keamanan Politik SosialBudaya memiliki bobot terbesar dalammemperngaruhi daya saing investasi suatu daerah,yakni sebesar 27,4% kemudian disusul olehFaktor Ekonomi Daerah dengan bobot sebesar22,6%. Sedangkan Bobot faktor Ekonomi daerahhanya sebesar 17%. Sementara FaktorKelembagaan pada tahun 2005 memiliki bobotterkecil dibandingkan dengan keempat faktorlainnya, yakni menjadi hanya 15%. Hal inimengindikasikan bahwa kondisi kelembagaandaerah di Indonesia setelah lima tahun studi inimemfokuskan indikator pelaksanaan otonomidaerah sudah mulai membaik dan tidak lagi

dipandang sebagai faktor yang terlalu penting olehpelaku usaha dalam mempengaruhi daya sainginvestasi daerah (KPPOD, 2005). Sebagaimanadikemukakan di atas, studi tahun 2007 iniberbeda dengan studi tahun 2001-2005 dalam halindikator dan metode pembobotan yang akandiuraikan di bagian-bagian lainnya dalam laporanini

Rancangan Penelitian

Ada dua pihak yang secara garis besar berinteraksidalam menentukan kinerja perekonomian daerahyaitu Pemda dan pelaku usaha. Pemda sebagaipembuat kebijakan publik yang terkait duniausaha memiliki peran yang besar dalam penentuanbentuk kompetisi pasar di daerah. Sedangkanpelaku usaha sebagai pencipta nilai tambahekonomi turut menentukan kinerja perekonomiandaerah melalui peranan investasi yang berasal daripemodalan swasta.

Faktor Penggerak Produktivitas Daerah terbentukpada suatu daerah merupakan sebuah mekanismedinamika yang terjadi pada sektor swasta. Hal initerlihat pada Gambar 1 di bawah. Kompetisi daninovasi dari adanya kehadiran perusahaan dantenaga kerja yang berkualitas baik diharapkandapat menciptakan tingkat investasi tertentu.Peranan sektor swasta di daerah dapat menjadifaktor penggerak produktivitas daerah yangmencerminkan keadaan berusaha yang baik.Berdasarkan hipotesa ini, keberadaan perusahaandi kabupaten/kota tertentu menjadi sangatpenting.

Kebijakan Pemda terutama tercermin padaberbagai Peraturan Daerah (PERDA), diantaranyaperda tentang APBD. Melalui APBD yangmerupakan alat kebijakan utama, Pemdamembuat kebijakan pengeluaran untukmemperbaiki kualitas pelayanan publik.Disamping itu melalui kebijakan pendapatannya,Pemda diharapkan mampu mendorong kegiatanberusaha ekonomi sehingga diharapkan terciptasejumlah pemasukan yang berasal dari pajak dan

3

retribusi daerah yang cukup memadai. Setelahfungsi pelayanan publik mendapatkan perbaikankualitas maka tahapan berikutnya pada prosespembangunan berkelanjutan adalah penciptaankeadaan berusaha yang mendukung pergerakanekonomi daerah. Pengembangan usaha swastaharus menjadi motor penggerak ekonomi lokalkarena APBD memiliki banyak keterbatasandalam hal jumlah dan cakupan programpembangunan yang dapat dibiayainya.

Lantas dimanakah peran Pemda diletakkan dalaminteraksinya dengan dunia usaha swasta tersebut?Dengan berbagai bentuk kewenangan yang telahdidesentralisasikan, Pemda berperan besar dalamhal meningkatkan kompetisi antar perusahaan didaerah bersangkutan dan mendorong berbagaiinovasi yang berasal dari perkembangan praktekberusaha yang mendorong kepada penggunaanteknologi. Namun demikian, apakah selama initelah terjadi praktek demikian adanya? Pada tahapini kita perlu melihat bagaimana bentuk interaksiPemda dengan lembaga pemerintah lainnya yangmemiliki kewenangan di suatu daerah. Gambar 2menggambarkan kemungkinan bentuk interaksiantara pihak eksekutif dalam hal ini Pemda, pihaklegislatif yaitu DPRD, dan pemerintah pusat yangmempengaruhi keadaan berusaha di daerah.

Keadaan Lingkungan Berusaha Di DaerahMengapa tata kelola ekonomi daerah menjadi halpenting? Konsep tata kelola ekonomi daerah

menyoroti sejumlah kebijakan daerah terkaitdunia usaha di kabupaten/kota Indonesia. Namunkebijakan terkait dunia usaha yang dihadapipelaku usaha sehari-hari di daerah tidak hanyadibuat oleh Pemda. Di dalam interaksinyaterdapat kebijakan pusat yang berlaku di daerah,pihak legislatif daerah, dan pihak eksekutif daerah.Interaksi diantara ketiganya sedikit-banyakmempengaruhi keadaan berusaha di suatu daerah.Berbekal tujuan yang disebutkan di atas makadesain penelitian menjadi lebih difokuskan untukmenilai kebijakan Pemda saja (IndikatorKebijakan) sehingga lahirlah penyebutan IndeksTata Kelola Ekonomi Daerah. Secara umum,indikator yang digunakan untuk menilai Tata-kelola Ekonomi Pemerintahan Daerah terbagimenjadi empat kelompok besar yaitu: i) IndikatorKebijakan, ii) Variabel Faktor Anugerah, iii)Variabel Kontrol, dan iv) Variabel Hasil.

Indikator Kebijakan adalah sekumpulan variabelkebijakan Pemda yang dapat segera dilaksanakandalam waktu yang relatif singkat. Indikator inimenjadi indikator penilaian untuk melakukanpemeringkatan Kabupaten/kota berdasarkan Tata-kelola Ekonomi Pemerintahan Daerah yang baik.Variabel Faktor Anugerah adalah sekumpulanvariabel yang mencerminkan faktor-faktorpendukung di daerah yang dapat mendukung Tata-kelola Ekonomi Pemerintahan Daerah yang baikdiluar kebijakan Pemda dan kebijakan pemerintahpusat yang berjalan di Kabupaten/Kotabersangkutan. Faktor anugerah ini dipisahkan dariindikator kebijakan karena perubahan kebijakanterhadap indikator ini membawa dampak relatiflebih lama (membutuhkan waktu lebih dari satu-dua tahun) daripada dampak dari indikator

� � �������

���������� ����

������ ����

���������������

��������������� ��� ��� �� ����������������

������� ����������

����

������� ��������

����

� � ���� �

����������������������������������������������������

�����������������

��������������� ���������� ������������������������

����������������������������������������������������������������

�����������������������������������

��������������

���������������������������

�����������������������������������������

�����������������������������������������������������

�������������������������������

�����������������

����������

������������������� ������������������������ ����������

4 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

kebijakan. Variabel Hasil adalah sekumpulanvariabel yang digunakan pembuat kebijakan untukmengukur kinerja perekonomian daerah.Hubungan dan keterkaitan antara pengusaha danpemerintah baik eksekutif dan legistatif dapatdilihat pada Gambar 1.

Variabel kontrol adalah variabel yang merupakankebijakan pemerintah pusat yang berlaku didaerah dan merupakan faktor penting dalammenentukan keputusan bisnis pelaku usahadaerah. Namun demikian, karena alasan

metodologis teknis maka konsep ini pun tidakdapat direalisasikan dalam penghitungan indeksini. Masih terdapatnya beberapa variabel kontrolyang dihitung sebagai indeks TKED karenakehadirannya sangat menentukan iklim usahadaerah.

Dengan melakukan pemisahan dan pemfokusanindikator maka diharapkan hasil Indeks TataKelola Ekonomi Daerah ini lebih mudah danpraktis diaplikasikan oleh pembuat kebijakandaerah.

5

Studi ini menggunakan sembilan kelompokindikator yang digunakan untuk mengukur Tata-kelola Ekonomi Pemerintahan Daerah yaitu:1) Akses Lahan2) Izin Usaha3) Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha4) Program Pemda Untuk Pengembangan Usaha

Sektor Swasta5) Kapasitas dan Integritas Bupati/Walikota6) Keamanan dan Penyelesaian Sengketa7) Biaya Transaksi8) Kebijakan Infrastruktur Daerah9) Kualitas Peraturan Daerah

Instrumen Penelitian

Terdapat dua jenis instrumen penelitian yangdigunakan yaitu:a) Kuesioner melalui kegiatan survei terhadap

pelaku usaha dan asosiasi usaha daerah.Mengapa survei? Persepsi pelaku usahamerupakan informasi yang terakurat dalammemberikan penilaian mengenai tata kelolaekonomi daerah terkait pengembangan sektorswasta daerah. Kegiatan studi ini menilaikebijakan Pemda yang terkait dunia usahamelalui data persepsi yang berupa pernyataankualitatif dan pernyataan yang lebihkuantitatif seperti jumlah hari pengurusanizin. Penyusunan kuesioner dibuat menurutdaftar indikator yang sudah terlebih dahuludisusun. Penyusunan kuesioner dan panduanwawancara dilakukan KPPOD kemudiandiserahkan kepada perusahaan survei yangmelakukan piloting1. Setelah melakukan duatahap percobaan lapangan untuk mengujikuesioner di lapangan maka sejumlah

perbaikan dilakukan. Dari kegiatan percobaanlapangan ini pula teridentifikasi masalahresponse rate yang rendah yang disebabkan olehstruktur kuesioner yang terlalu rumit dankualitas pewawancara untuk mendefinsikankonseptual penelitian.

b) Lembar Penilaian melalui Analisa KualitatifScore-card terhadap Peraturan Daerah(PERDA/Surat Keputusan Bupati/Walikota/Surat Edaran Bupati/Walikota).

Teknik Perhitungan Indeks

Perhitungan indeks dilakukan untukmembandingkan keadaan tata kelola ekonomidaerah dari setiap 243 kabupaten/kota denganjumlah responden sekitar 50 pelaku usaha disetiap kabupaten/kota. Dalam kuesioner, setiapindikator terdiri atas beberapa pertanyaan yangberupa variabel kuantitatif (variabel kontinyu) dankualitatif (variabel diskrit). Kedua jenis variabel initidak dapat diagregasikan secara langsung, karenamemiliki satuan pengukuran yang berbeda,misalnya: Rp dan persepsi (1 = sangat buruk – 4= sangat baik). Oleh karena itu, diperlukan suatumetode untuk menggabungkan variabel-variabeltersebut dalam satu variabel baru yang mampumenghilangkan satuan data dari masing-masingvariabel. Tahap untuk membuat variabel kompositsebagai berikut:

Tahapan pembobotan dari setiap variabel ke sub-indikator menggunakan rata-rata nilai variabel-variabel penyusunnya. Sedangkan tahap

BAB II

INDEKS TATA KELOLA EKONOMI DAERAH

1. KPPOD Report For Regional Business Climate Survey 2007 Research Design, 30 Maret 2007, lampiran

t = 100 xx _ xminxmax _ xmin

6 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

pembobotan selanjutnya dari sub-indikator keindikator menggunakan bobot berdasarkanpenilaian hambatan utama bagi aktivitas usaha.

Pembobotan Indeks

Tahap pembobotan indeks digunakan untukdapat memberikan gambaran prioritas kebijakanyang perlu dilakukan oleh Pemda secarakeseluruhan dalam konteks tata kelola ekonomidaerah yang utuh. Pemberian bobot berdasarkanpersepsi pelaku usaha terhadap permasalahanutama yang dihadapi oleh pelaku usaha sepertiterlihat pada urutan di bawah. Namun demikianperhitungan nilai rata-rata setiap sub-indeks kedalam indeks tidak mengalami pembobotan untukmemberikan gambaran yang lebih jelas dari setiappermasalahan yang mendetil.

Pengambilan Sampel Responden

Sumber data yang digunakan sebagai dasarpengambilan sampel adalah Survei Ekonomi 2006yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).Sumber data ini mewakili ketersediaan dataterbesar dan terlengkap yang menyangkutkarakteristik responden perusahaan. Karakteristiksektor usaha dan ukuran perusahaan dijadikansebagai variabel pemilihan responden. Denganmengingat tujuan bahwa studi ini adalahpemeringkatan terhadap kabupaten/kota makapengambilan sampel responden pun disesuaikandengan tujuan ini. Metode pengambilan sampelsecara proporsional acak dipilih denganpertimbangan tujuan studi. Kemudian dengan

Pengelolaan Infrastruktur 35.5%Program Pemda untuk Pengembangan UsahaSektor Swasta 14.8%Akses Lahan 14.0%Interaksi Pemda - Pelaku Usaha 10.0%Biaya Transaksi/Efisiensi Pungutan di Daerah 9.9%Izin Usaha 8.8%Keamanan dan Penyelesaian Sengketa 4.0%Kapasitas dan Integritas Bupati/Walikota 2.0%Kualitas Peraturan Daerah 1.0%

Permasalahan / Indikator Nilai

melakukan perhitungan terhadap nilai MOE(margin of error) yang terendah dari setiap selmaka ditetapkan jumlah responden per sel.Ada beberapa kemungkinan trade-off yangdidesain agar tercapainya nilai respon yang cukupuntuk melakukan perhitungan indeks yang dapatmemperbandingkan 243 kabupaten/kota,misalnya mengenai tingkat respon dan cakupansasaran kebijakan. Berdasarkan percobaanlapangan dan penilaian terhadap tingkat respondiketahui perusahaan menengah dan besarcenderung memiliki tingkat respon yang lebihbaik daripada perusahaan kecil. Pemilihanresponden lebih diutamakan perusahaan besarmeskipun disadari hal itu dapat menghilangkansasaran kebijakan dari beberapa indikator.

Dengan target jumlah responden adalah 50 pelakuusaha tiap daerah, maka berikut ini adalahbeberapa ketentuan yang digunakan untukmenjaga tingkat respon yang baik:• melakukan pembatasan definisi perusahaan kecil

hanya kepada perusahaan dengan 10-19 tenagakerja

• kabupaten/kota yang memiliki jumlahperusahaan sedang kurang dari 45% makaditetapkan batas 45% atau 23 responden sebagaibatas minimum

����������

������� ��

�������!��������������������������������������������������

��� �������� ��

����������������� ����������������� ���������

������������� � �������� �� �! �����"����

7

• kabupaten/kota yang memiliki jumlahperusahaan besar kurang dari 5% makaditetapkan batas 5% atau 3 responden sebagaibatas minimum

• diluar ketentuan diatas maka digunakan proporsijumlah yang sesungguhnya

• jika ada kabupaten/kota yang memiliki kurangdari 50 responden namun lebih dari 35responden maka jumlah kekurangannyadidistribusikan kepada kabupaten/kota lain yangmemiliki nilai MOE tertinggi

• jika ada kabupaten/kota dengan respondenkurang dari 35 maka pengambilan respondensisa dari kategori perusahaan kecil denganjumlah pegawai 5-9 orang

Hasil Ranking Kabupaten/Kota

Berdasarkan nilai indeks akhir yang dihitungdengan menggunakan bobot dari setiap sembilanindikator maka didapatkan peringkat dari 243kabupaten/kota. Berikut adalah urutan terbaikdan terburuk dari 243 kabupaten/kota

Tabel 2. 10 Urutan Terburuk Tata Kelola EkonomiDaerah

Provinsi Kab./Kota Skor

Sumatra Utara Kab. Nias Selatan 41.41Sumatra Utara Kab. Labuhan Batu 41.76Riau Kab. Rokan Hilir 45.10Sumatra Utara Kab. Nias 45.26Riau Kab. Rokan Hulu 47.69NTB Kab. Bima 48.19Sumatra Utara Kab. Asahan 48.36Sumatra Utara Kab. Karo 48.36Sumatra Utara Kota Medan 48.56Sumatra Utara Kota Tanjung Balai 49.10

Tabel 1. 10 Urutan Terbaik Tata Kelola Ekonomi Daerah

Provinsi Kab./Kota Skor

Jawa Timur Kota Blitar 76.0Jawa Timur Kab. Magetan 75.4Sumatra Selatan Kota Prabumulih 74.7Sumatra Selatan Kab. Musi Banyu Asin 74.3Bali Kab. Jembrana 73.7Jawa Timur Kab. Tuban 73.4Jawa Timur Kab. Lumajang 72.0Jawa Timur Kab. Madiun 72.0Jawa Timur Kota Probolinggo 71.5Bali Kab. Gianyar 71.3

Diagram Jaring Laba-laba

Diagram jaring laba-laba memberikan gambaranpencapaian dari setiap daerah di 243 kabupaten/kota yang disurvei.

Melalui Spider Diagram atau diagram jaring laba-laba, kita dapat melihat kinerja keseluruhan darisuatu daerah berdasarkan indikator-indikator tatakelola ekonomi daerah yang digunakan dalammembentuk indeks tata kelola ekonomi. Sepertipada diagram jaring laba-laba di atas yangmenggambarkan kinerja tata kelola ekonomi daerahdi Kota Blitar, kita dapat melihat bahwa meskipunKota Blitar merupakan daerah dengan tata kelolaekonomi terbaik secara umum, namun ternyatadaerah tersebut masih memiliki beberapakekurangan. Dari diagram di atas dapat dilihatbahwa meski Kota Blitar “mencetak” nilai tatakelola ekonomi yang baik untuk sub-kategoriinfrastruktur (7) dan peraturan daerah (9), KotaBlitar tidak memiliki kinerja yang cukup baik padasub-kategori biaya transaksi (6), keamanan danresolusi konflik (8), serta program pengembanganusaha (4). Oleh karenanya, dengan menggunakandiagram jaring laba-laba seperti di atas, dapatdilihat kinerja tata kelola ekonomi suatu daerahsecara keseluruhan berdasarkan sembilan indikatoryang digunakan dalam pembentukan indeks tatakelola ekonomi. Serta lebih jauh lagi, analisa dapatdilakukan untuk perbandingan kinerja tata kelolaekonomi daerah secara keseluruhan atau parsialdalam satu wilayah provinsi di antara 243 daerahyang disurvei.

"

#"

$"

%"

&"

'""

��

��

Gambar 4. Diagram Jaring Laba-laba

1. Akses Lahan2. Izin Usaha3. Interaksi Pemda dengan

Pengusaha4. Program Pengembangan

Usaha5. Kapasitas dan Integritas

Kepala Daerah6. Biaya Transaksi7. Infrastruktur8. Keamanan dan Resolusi

Konflik9. Peraturan Daerah

8 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Sumatra Utara 56,8 Kab. Nias Selatan 41,4 Kab. Humbang Hasundutan 62,4Riau 52,2 Kab. Rokan Hilir 45,1 Kota Dumai 56,8Sumatra Selatan 65,1 Kab. OKU Selatan 57,0 Kota Prabumulih 74,7Kepulauan Riau 60,6 Kab. Karimun 56,6 Kab. Bintan 63,6Jawa Barat 60,3 Kab. Bekasi 54,8 Kab. Ciamis 67,9Jawa Tengah 64,4 Kab. Kebumen 55,2 Kab. Purbalingga 71,1DI Yogyakarta 62 Kab. Sleman 52,5 Kab. Gunung Kidul 67,7Jawa Timur 67 Kab. Sampang 56,7 Kota Kota Blitar 76,0Bali 69,2 Kab. Badung 63,9 Kab. Jembrana 73,7NTB 58,3 Kab. Bima 48,2 Kab. Lombok Timur 64,4NTT 61,6 Kab. Belu 49,4 Kab. Timor Tengah Selatan 69,9Kalimantan Timur 59,4 Kota Samarinda 49,7 Kota Tarakan 69,1Sulawesi Utara 59,6 Kota Bitung 55,0 Kab. Bolaang Mongondow 65,6Sulawesi Selatan 63 Kab. Wajo 56,4 Kab. Selayar 69,9Gorontalo 63,2 Kab. Pohuwato 58,2 Kab. Gorontalo 68,4

Propinsi

Skor IndeksTata KelolaEkonomiRata-rata

Daerah TerburukSkor IndeksTata KelolaEkonomi

Skor IndeksTata KelolaEkonomi

Daerah Terbaik

Tabel 3. Urutan terbaik dan Terburuk Per Propinsi Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah

9

Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah 2007 inidilakukan di 15 propinsi di 243 kabupaten/kotadi Indonesia. Seluruh kabupaten/kota dalam satupropinsi merupakan wilayah yang disurvei.Perusahaan yang disurvei adalah perusahaan kecil,sedang, dan besar berdasarkan sektor industri,jasa, dan perdagangan. Gambar 5. memberikankomposisi tersebut.

Sampel Perusahaan dan Karakteristiknya

Sebagaimana telah dijelaskan dalam metodologi,ada dua jenis survei dalam penyusunan TataKelola Ekonomi Daerah (TKED) ini yaitu surveiterhadap perusahaan dan survei terhadap asosiasibisnis. Survei dilakukan di 15 Propinsi dan 243Kabupaten/Kota. Untuk sampel perusahaan,survei ini mewawancarai 12.187 perusahaan darisektor produksi, perdagangan, dan jasa.Perusahaan yang diwawancarai berasal dariperusahaan kecil, sedang dan besar.

Secara umum dilihat dari sisi ukuran perusahaan,sampel perusahaan terdiri dari 51% perusahaankecil, 43% perusahaan menengah (sedang) dan6% merupakan perusahaan besar (lihat Gambar6). Sementara dilihat dari sektor usaha (Gambar7) sampel perusahaan terdiri dari 43% sektorusaha produksi, 21% sektor perdagangan, dan36% sektor jasa.

Secara visual perbandingan ukuran sampel antarpropinsi dan ukuran usaha serta antar propinsidan sektor usaha dapat dilihat pada Gambar 8 dan

BAB III

GAMBARAN KEADAAN PERUSAHAAN DAN

EKONOMI DI 243 KABUPATEN/KOTA

����������������������

������������������� �!� �������"����!"�"#����������$$����������������(�������'�������)�������(�������#

Gambar 5. Cakupan Wilayah Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah 2007

�������������������� �

$*

%

+'

�������#������ �����$�� �%�&� ���������� ������

10 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Gambar 9. Sementara itu, banyaknya respondenmenurut kabupaten/kota, Ukuran Usaha danSektor Usaha dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakteristik Responden

Survei ini mewawancarai responden yangmengambil keputusan penting dalam perusahaan.Dari 12.187 perusahaan yang disurvei, 59%posisi mereka yang diwawancarai adalah pemilikusaha, disusul manajer (21%). Data inimenunjukkan bahwa informasi yang diperolehdalam survei ini merupakan cerminan pendapatpelaku usaha, karena 80% perusahaan yangdisurvei, posisi respondennya adalah mereka yangpaham betul mengenai seluk beluk perusahaan,karena mereka adalah pemilik (owners) danmanajer.

Sementara itu, dilihat dari tingkat pendidikanresponden (lihat Gambar 11), 20% respondenberpendidikan S1 ke atas; 6,9% berpendidikanakademi dan 39,1% berpendidikan SLTA. Dataini menunjukkan bahwa secara umum, informasi

$*

�������������������������

*%

#'

�������'������� �����$�� �%�&� �����$�����������

�������(������� �� �� �)� *�� *��$�� �%�&� ������� � ����� ������ ������

"

,-.-(

��/-

,-.,�0

����

1/!/�

1/(�23

��4

1/(�.

!/0�

2(!

2((

/0(�.

,-0-(

,-0,�0

35�52(/05

����� ����������������

#"" *"" %"" &"" '"""

�������+������ �� �� �)� *�� *��$�� �%�&� ������� � ����� �$�����������

"

,-.-(

��/-

,-.,�0

����

1/!/�

1/(�23

��4

1/(�.

!/0�

2(!

2((

/0(�.

,-0-(

,-0,�0

35�52(/05

��������� �����������������

#"" *"" %"" &"" '"""

%

#'

+6

'$

��� �������������������� � ������ � ����

��������,������ ������������-�� � �� ���%������������

"7'#��� ���������������������������������������������������������������� ���������� ����

+7#"

'+7+%

'*7'"

*67'$

���%7&6

'&7&"

'7'6

���������������� �����-�� � �� �&� ������� ������ ������ �"����

11

yang diperoleh dari responden cukup baik, karenatingkat pendidikan mereka sebagaian besar adalahSLTA ke atas (yakni 66%). Hanya sekitar 5,2%responden yang tidak tamat SD. Secara rinci,komposisi responden menurut tingkat pendidikandi setiap propinsi dapat dilihat pada Gambar 11.

Karakteristik Perusahaan

Sebelum menganalisis lebih dalam hasil survei ini,akan diberikan karakteristik perusahaan yangdisurvei dalam penelitian ini. Berturut-turut akandiuraikan komposisi bentuk perusahaan, umurperusahaan, rata-rata omset, hubungan denganbank, intensitas ekspor dan seterusnya.

3.1. Bentuk PerusahaanSebagian besar perusahaan dalam survei inimerupakan perusahaan perorangan (PO) yaitu50% sedangkan 14% dari total sampel berbadan

hukum PT; 11,5% berbentuk yayasan swasta dan11% berbadan hukum CV; 8,6% berbadanhukum koperasi, serta 2,9% berbadan hukumUD.

3.2. Umur PerusahaanSementara itu, untuk melihat gambaran lamausaha perusahaan sample, Tabel 5 menyajikanstatistik minimum dan rata-rata (mean). Secararata-rata, umur perusahaan dalam survei iniadalah 14.4 tahun, kendati ada perusahaan yangbaru berumur 1 tahun. Dengan rata-rata umur

SUMUT 6,16 18,06 55,44 20,34RIAU 6,35 22,87 51,18 19,60SUMSEL 4,95 18,10 53,32 23,62KEPRI 8,33 33,67 30,67 27,33JABAR 2,99 22,86 64,73 9,43JATENG 5,29 22,75 65,29 6,67DIY 10,76 31,47 52,59 5,18JATIM 6,59 16,97 62,32 14,12BALI 4,84 27,25 58,68 9,23NTB 6,62 18,80 69,87 4,70NTT 5,71 20,43 55,20 18,65KALTIM 11,02 25,31 36,96 26,71SULUT 4,83 28,74 55,63 10,80SULSEL 7,05 18,74 62,85 11,35GORONTALO 12,00 25,33 49,78 12,89TOTAL 6,20 21,46 58,28 14,07

Direktur Manajer Pemilik KomisarisPropinsi

Tabel 4. Persentase Responden Menurut PosisinyaDalam Perusahaan

"7&

'*7&

''7*'7'

"7'

&7%

+"

#76

''7+ ����!��"�!������#$������% �������&���� ���#��'���(�)����

��������������� �����)� ���������

����!��"�!������#$������% �������&���� ���#��'���(�)����

"

!��

��

�����������)� ����)��� �.�����������&� ���������� �����

.��

����

��

)��

+"" '""" '+"" #""" #+"" *""" *+"" $"""

Sumatera Utara 2,00 14,21Riau 2,00 10,85Sumatera Selatan 2,00 12,54Kepulauan Riau 1,00 10,78Jawa Barat 1,00 15,28Jawa Tengah 2,00 17,29DI Yogyakarta 2,00 14,65Jawa Timur 2,00 16,96Bali 2,00 14,69NTB 2,00 12,20NTT 2,00 13,67Kalimantan Timur 2,00 10,34Sulawesi Utara 2,00 11,34Sulawesi Selatan 2,00 13,18Gorontalo 2,00 12,99Total 1,00 14,37

Provinsi Minimum Rata-rataTabel 5. Statistik Umur Perusahaan Menurut Propinsi

12 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

perusahaan sebesar 14.4 tahun ini menunjukkanbahwa secara rata-rata Sampel survei ini cukupbaik mengenal persoalan dunia usaha danhubungannya dengan berbagai kebijakan dipemerintahan daerah.

3.3 Omset Perusahaan dan KondisiKeuntungan UsahaSecara teori omset usaha akan sangat bergantungpada ukuran usaha. Dari hasil survei ini, rata-rataomset usaha kecil pada tahun 2007 adalah 1.5milyar rupiah, usaha menengah rata-rataomsetnya mencapai 3.16 miliyar rupiah danperusahaan besar mencapai 56.14 milyar rupiah(Lihat Tabel 7). Sementara itu jika dilihat darisektor usaha, omset rata-rata sektor produksimencapai 6.6 milyar rupiah, sektor perdaganganrata-rata mencapai 4 milyar rupiah dan setor jasamencapai 2.3 milyar rupiah (Tabel 7).

Terkait dengan omset usaha adalah kondisikeuntungan perusahaaan apakah mengalamikeuntungan atau kerugian. Dari 12,187perusahaan, 66% perusahaam mengatakan bahwamereka masih meraup untung pada tahun 2007,

21.5% mengaku hanya balik modal (break evenpoint) dan ada 12.3% perusahaan mengaku rugipada tahun 2007 (Gambar 14). Kondisikeuntungan perusahaaan Sampel di masing-masing propinsi dapat dilihat pada Tabel 8.

3.4. Kinerja Perusahaan Sejak Tahun 2005Dilihat dari kinerja perusahaan sejak tahun 2005,54% dari 12.187 perusahaan mengaku kinerjaperusahaannya membaik, 28% mengakuusahanya stagnan dan 18% mengaku usahanyamemburuk. Jika dilihat lebih dalam berdasarkandata Sampel yang ada, terlihat adanyakecenderungan lebih besarnya persentase usahayang kinerjanya memburuk di Kabupaten/Kota diJawa Barat (27%) dan di Jawa Tengah (28%).Hal ini menggambarkan indikasi makinmemburuknya iklim usaha di kabupaten/kota didua daerah tersebut.

Kecil 1 13,65 126Menengah 1 14,73 166Besar 2 18,10 100Total 1 14,37 166SektorProduksi 1 14,38 100Perdagangan 1 13,91 87Jasa 2 14,62 166Total 1 14,37 166

Ukuran Min Mean MaxUkuran Minimum Rata-rata Maksimum

Tabel 6. Statistik Umur Perusahaan Menurut Ukurandan Sektor Usaha

Kecil 1.551,31 Produksi 6.576,48Menengah 3.158,43 Perdagangan 4.001,67Besar 56.137,82 Jasa 2.291,17

Total 4.526,25

Omset padatahun 2007(dalam juta

rupiah)

Omset padatahun 2007(dalam juta

rupiah)

UkuranPerusahaan

SektorUsaha

Tabel 7. Rata-rata Omset (Juta Rupiah) menurutUkuran Usaha dan Sektor Usaha

��*� ���+���'����

#'7+

'#7*

%%7#

��������/������ ������ ������� �� �� ����������

Sumatera Utara 12,07 22,87 65,06Riau 10,53 14,52 74,95Sumatera Selatan 10,47 32,39 57,14Kepulauan Riau 10,67 25,67 63,67Jawa Barat 18,62 30,64 50,75Jawa Tengah 15,59 20,88 63,53DI Yogyakarta 18,73 12,35 68,92Jawa Timur 14,17 21,95 63,88Bali 9,89 20,22 69,89NTB 12,18 10,90 76,92NTT 6,85 22,72 70,43Kalimantan Timur 9,16 18,63 72,20Sulawesi Utara 6,90 14,25 78,85Sulawesi Selatan 6,96 16,60 76,44Gorontalo 11,56 20,44 68,00Total 12,30 21,52 66,18

Propinsi Rugi Balik Modal UntungTabel 8. Persentase Kondisi Keuntungan Usaha

13

Dilihat dari ukuran usaha, berdasarkan datasampel, ada kecenderungan sektor usaha besardan menengah menunjukkan kinerja yang lebihbaik dibandingkan dengan perusahaan kecil.Sementara dilihat dari sektor usaha, sektorproduksi lebih memburuk dibandingkan sektorperdagangan dan jasa antara tahun 2005-2007.

3.5 Hubungan dengan Bank: Pinjaman DariBankTingkat hubungan perusahaan dengan sektorperbankan dapat dilihat dari apakah merekameminjam ke bank atau tidak. Data sampelmenunjukkan bahwa hanya 39% dari 12.187perusahaan menyatakan pernah mendapatkanpinjaman dari bank. Data ini menunjukkanbahwa sebagian besar responden survei ini masihrelatif cukup rendah hubungannya dengan bankmengingat bahwa persentase perusahaan besar dansedang mencapai sekitar 49%. Perusahaan kecilhanya sejumlah 36,9% yang meminjam kepadabank. Sebagian besar mereka masih mengandalkanmodal dari perorangan, keluarga dan investorlainnya.

Jika dilihat dari ukuran usaha, data sampelmenunjukkan adanya kecenderungan bahwausaha menengah dan besar lebih dekat dengan

"

,�������-����

����

,�������,������

�������������

1����!����

1����(�����

���4��8������

1����(����

!���

2����(��������!����

2����(��������(����

����������(����

,��������-����

,��������,������

3��������

/��

��������#������ ������ ������ ��0����������� &� �������� � ��

�����"� �

�����������

�����"����

#" $" %" &" '""

�)�� .������� !����

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

"/��

��������'������ ������ ������ ��0����������� &� ���������� ������

�����"� �

�����������

�����"����

'""

Sumatera Utara 38,3 1.185Riau 38,5 551Sumatera Selatan 30,0 707Kepulauan Riau 33,3 300Jawa Barat 47,3 1.273Jawa Tengah 49,5 1.815DI Yogyakarta 59,4 251Jawa Timur 39,2 1.927Bali 47,9 455NTB 23,9 468NTT 22,7 788Kalimantan Timur 33,1 644Sulawesi Utara 28,7 435Sulawesi Selatan 39,8 1.163Gorontalo 46,7 225Total 39,4 12.187

Tabel 9. Hubungan Perusahaan dengan Bank MelaluiPinjaman dengan Bank

Propinsi Persen N

��������1����� ������ ������ ��0����������� '&

�����"� �����������������"����

+$

#&

��������(������� �������������� �*� ����� ���&��� 0�������)� ��&� ���������� ������

��� ������ ������������

�)�� .������� !����"

#"

$"

%"

&"

'""

14 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

dunia perbankan. Hal ini disebabkan karena aksesusaha besar dan menengah lebih mudahdibandingkan usaha kecil karena pertimbangankolateral (Gambar 18). Sementara itu dilihat darisektor usaha, tampaknya dari data sampelterdapat kecenderungan bahwa sektor produksidan perdagangan lebih besar persentaseperusahaan yang meminjam dari bank.

3.6. Pasar Luar Negeri : EskporUntuk gambaran perusahaan yang mengeksporproduknya ke luar negeri, hanya ada 5% dari12.187 perusahaan yang mengekspor produknyake luar negeri. Jadi pada umumnya sampelperusahaan survei ini, sebagian besar perusahaanhanya memasarkan produknya di pasar domestik(Gambar 19). Jika dilihat dari ukuran usaha,persentase perusahaan besar yang melakukaneskpor hampir 30 persen (Gambar 20).

3.7. Hubungan dengan Asosiasi Usaha :Anggota AsosiasiDelapan puluh persen dari 12.187 perusahanyang menjadi sampel survei ini mengaku tidakmenjadi anggota asosiasi dan hanya 20% sampelyang mengaku menjadi anggota asosiasi. Data inimenunjukkan bahwa sampel perusahaan dalamsurvei ini masih enggan untuk bergabung denganasosiasi usaha. Sementara itu, jika dilihat dariukuran usaha, data sampel menunjukkan adanyakecenderungan bahwa kesadaran untuk bergabungdengan asosiasi lebih besar dimiliki oleh usahabesar. Dan jika dilihat dari sektor usaha, adakecenderungan sektor usaha perdagangankesadarannya untuk bergabung dengan asosiasilebih rendah relatif terhadap sektor produksi danjasa.

Di Propinsi Sumatera Utara, tercatat hanya sekitar17.6% perusahaan yang menjadi anggota asosiasi,sementara itu di Propinsi Riau proporsinyamencapai 18.1%. Perusahaan yang menjadianggota asosiasi di Sumatera Selatan mencapai13% sementara di Propinsi Kep. Riau proporsinyatercatat mencapai 42%. Sementara itu di PulauJawa, tercatat 17.2%, 21.8%, 29.9%, dan 19.6%perusahaan menjadi anggota asosiasi masing-

+

6+

��������+������ �������������� �*� ��&� ���� �������� *�

��+��&������ ����+��&���

��������,������ �������������� �*� ��&� ���� �������� *��&� ���������� ������

��+��&������ ����+��&���

�)�� .������� !����"

#"

$"

%"

&"

'""

Sumatera Utara 48 4,05 1.185Riau 26 4,72 551Sumatera Selatan 10 1,41 707Kepulauan Riau 44 14,67 300Jawa Barat 86 6,76 1.273Jawa Tengah 111 6,12 1.815DI Yogyakarta 37 14,74 251Jawa Timur 73 3,79 1.927Bali 33 7,25 455NTB 10 2,14 468NTT 19 2,41 788Kalimantan Timur 31 4,81 644Sulawesi Utara 23 5,29 435Sulawesi Selatan 32 2,75 1.163Gorontalo 9 4,00 225Total 592 4,86 12.187

PropinsiN %

AllEksport

Tabel 10. Persentase Perusahaan yang MengeksporProduknya Menurut Propinsi

#"

&"

��������������� �������������� �*� ���� 0����" �����"�������

������������ �� ��� ���

15

masing untuk Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,D.I.Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sementara itutercatat sebanyak 19.1% perusahaan di PropinsiBali menjadi anggota asosiasi. Di Propinsi NTB,hanya 8.8% perusahaan yang tercatat menjadianggota asosiasi, sementara di Propinsi NTTproporsinya mencapai 10.9%. Kalimantan Timur,meskipun tidak sebesar Kep. Riau, juga mencatatproporsi perusahaan yang menjadi anggotaasosiasi sebesar 29.5%. Di Pulau Sulawesi,Propinsi Sulawesi Utara mencatat proporsiperusahaan yang menjadi anggota asosiasi dipropinsi tersebut sebesar 16.1% sementara diPropinsi Sulawesi Selatan proporsinya mencapai24.8%. Di Propinsi Gorontalo, proporsiperusahaan yang menjadi anggota asosiasi di sanahanya mencapai 13.3%. Secara keseluruhan,perusahaan yang menjadi anggota asosiasi didaerahnya masing-masing proporsinya mencapai19.6%.

Karakteristik Sampel Asosiasi Bisnis

1. Jumlah Sampel Asosiasi BisnisSampel asosiasi bisnis dalam survei ini terdiri dari729 asosiasi dengan rata-rata sampel tiapkabupaten sebanyak 3 asosiasi bisnis. Sebagian

besar asosiasi yang diwawancara adalah KadinKabupaten/Kota, Apindo. Aspekindo, danGapensi.

2. Posisi RespondenDalam wawancara survei ini, sebagian besar posisiresponden dalam kepengurusan asosiasi adalahsebagai Ketua Dewan yaitu mencapai 58.7%,sedangkan sisanya adalah, sekjen dan penguruslainnya dari asosiasi bisnis tersebut. Sementara itudilihat dari tingkat pendidikan responden,sebagian besar berpendidikan S1 (48%) danAkademi (9.33%).

3. Umur AsosiasiSecara rata-rata umur asosisiasi bisnis dalamsurvei ini adalah 16 tahun. Ini menunjukkanbahwa asosiasi bisnis sudah cukup lama didirikan.Kendati demikian ada juga sampel asosiasi bisnisyang baru berumur satu tahun (baru didirikansatu tahun yang lalu) tetapi jumlahnya tidakbanyak (Lihat Tabel 11).

4. Aktivitas Utama Asosiasi BisnisDari hasil survei ini diperoleh gambaran bahwaaktivitas utama asosiasi bisnis adalah membangunnetworking (70% sampel yang mengatakanaktivitas utamanya membangun networking),diikuti melakukan advokasi (66%) dan sedikitsekali yang mengadakan pelatihan untuk para

���������������� �������������� �*� ���� 0����" �����"��������&� ���������� ������

������������ �� ��� ���

�)�� .������� !����"

#"

$"

%"

&"

'""

��������������� �������������� �*� ���� 0����" �����"��������&� �����������������

������������ �� ��� ���

�������� ����������� 1���"

#"

$"

%"

&"

'""

Bali 6 21,2 48Jawa Tengah 1 21,3 63DI Yogyakarta 3 21,1 56Jawa Timur 1 19 58Kalimantan Timur 1 11,4 38Gorontalo 2 11,1 50Kepulauan Riau 1 6,4 20NTB 2 14,7 38NTT 2 13,4 38Sulawesi Utara 1 9 23Sumatera Utara 2 11,8 47Riau 2 11,4 56Sulawesi Selatan 2 13 49Sumatera Selatan 1 14,5 83Jawa Barat 1 21,8 81

Propinsi Min Mean Maks

Tabel 11. Statistik Umur Asosiasi Bisnis MenurutPropinsi (tahun)

16 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

��������/������ �����"��������)�� ���&� �����"�������������� *�

��(���� ���

.��������/�������

.������������������

.��������1�������

"

#"

$"

%"

&"

'""

anggota asosiasi, yakni hanya sekitar 20% asosiasibisnis yang mengadakan pelatihan bagianggotanya.

17

BAB IV

TEMUAN-TEMUAN PENTING PELAKSANAAN

TATA KELOLA EKONOMI DAERAH 2007

1. AKSES LAHAN

Lahan merupakan tempat yang digunakan untukmemulai aktivitas usaha yang dibutuhkan setiapjenis kegiatan usaha. Walaupun perkembanganteknologi dan jenis usaha tertentu (misalnya jasadokter) tidak membutuhkan kehadiran lahannamun sebagian besar aktivitas ekonomi diIndonesia masih sangat bergantung pada lahan.Tingkat permintaan terhadap lahan semakintinggi sedangkan ketersediaan lahan yang terbatastelah menjadi permasalahan tersendiri.Permasalahn lahan tersebut bisa dikatakan sebagaimasalah alami akses lahan. Sedangkan masalahadministrasi pertanahan yang sering munculseperti sengketa lahan karena adanya kepemilikansertifikat ganda atapun perubahan tanah ulayat.

Prinsip-prinsip dasar yang dikembangkan padaindikator akses lahan dan kepastian hukum adalahtingkat kepastian hukum terhadap kepemilikanlahan, tingkat resiko penggusuran, lamapengurusan surat kepemilikan tanah, dan tingkatkemudahan perolehan lahan serta frekuensiterjadinya konflik mengenai kepemilikan/perjanjian kerjasama penggunaan lahan.

Kebijakan pertanahan nasional

mengenai kepemilikan tanah

Konstitusi Indonesia pada Pasal 33 ayat (3)menyebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasadikuasai oleh negara dan dipergunakan untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuanini kemudian dijadikan dasar penyusunanUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Ketentuan Pokok-Pokok Agraria(UUPA). Pada Pasal 2 UUPA ayat (2) dijabarkan

mengenai hak menguasai negara yang merupakanpenjabaran dari Pasal 33 ayat (3) UUD yaitu: a)mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,air dan ruang angkasa; b) menentukan danmengatur hubungan-hubungan hukum antaraorang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan perbuatanhokum yang mengenai bumi, air, dan ruangangkasa.

Atas dasar hak menguasai dari negara tersebut,negara memberikan hak atas permukaan bumi(tanah). Hak atas tanah tersebut, diantaranyaadalah: hak milik, hak guna usaha (HGU), hakguna bangunan (HGB), hak pakai, dansebagainya.

a) Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuatdan terpenuh yang dapat dipunyai orang atastanah, tetapi tidak berarti bahwa hak miliktersebut merupakan hak yang mutlak, tidakterbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Hakmilik terjadi karena ketentuan undang-undangatau berdasarkan peraturan pemerintah. Yangdapat mempunyai hak milik adalah warganegara Indonesia (WNI), Badan hukum yangtelah ditunjuk oleh pemerintah dandipergunakan langsung dalam bidang sosialatau keagamaan.

b) HGU adalah hak untuk mengusahakan tanahyang dikuasai langsung oleh Negara dalamjangka waktu tertentu, misalnya digunakanuntuk perusahaan pertanian/perkebunan,perikanan dan peternakan. Yang dapat

18 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

mempunyai HGU adalah WNI dan BadanHukum yang didirikan menurut HukumIndonesia dan berkedudukan di Indonesia.

c) HGB adalah hak untuk mendirikan bangunandiatas tanah yang bukan miliknya denganjangka waktu tertentu. Yang dapat mempunyaiHGB adalah WNI dan Badan Hukum yangdidirikan menurut Hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia

d) Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasailangsung oleh negara atau tanah milik oranglain, yang memberi wewenang dan kewajibanyang ditentukan dalam keputusanpemberiannya oleh pejabat yang bewenangmemberikan atau dalam perjanjian denganpemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.Yang dapat memperoleh hak pakai adalahWNI, warga negara asing, perusahan indonesiadan/atau perusahaan asing yang mempunyaiperwakilan di Indonesia.

Dalam implementasinya, hak atas tanahdibuktikan dengan kepemilikan sertifikat.Sertifikat tanah diperoleh melalui pendaftarantanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).Pendaftaran tanah sendiri meliputi dua hal, yaitu:pendaftaran untuk tanah yang belum bersertifikatdan pendaftaran untuk pengalihan/peningkatanhak. Pendaftaran tanah dimulai dari pengumpulandan pengolahan data fisik, pembuktian hak danpembukuannya, penerbitan sertifikat, penyajiandata fisik dan data yuridis, dan penyimpanandaftar umum dan dokumen.

Dasar hukum atas aktivitas pendaftaran tanahsebagaimana dimaksud di atas, adalah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997tentang Pendaftaran Tanah, dan PeraturanMenteri Agraria Kepala Badan PertanahanNasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 20Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Darisejumlah ketentuan itu, prosedur pendaftarpendaftaran tanah, tidak secara jelas mengaturmengenai batas waktu pelayanan perizinan(pendaftaran) tanahnya.

Kewenangan Pemerintah Kabupaten/

Kota

Gambaran Kewenangan Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah Menurut PeraturanPemerintah No 38 tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan AntaraPemerintah, Pemerintahan Daerah, Propinsi, danPemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Berikutadalah penjabaran detil mengenai PembagianUrusan Pemerintahan Bidang Pertanahan(Pemerintah Kabupaten/Kota):

1. Izin Lokasi: penerimaan permohonan danpemeriksaan kelengkapan persyaratan,kompilasi bahan koordinasi, pelaksanaan rapatkoordinasi, pelaksanaan peninjauan lokasi,penerbitan surat keputusan izin lokasi.

2. Pengadaan tanah untuk kepentingan umumseperti; penetapan lokasi, pembentukan timpenilai tanah, pelaksanaan musyawarah,penetapan lokasi, pembentukan panitiapengadaan tanah, penerimaan hasil penaksirannilai tanah dari Lembaga/Tim Penilai Tanah.

3. Penyelesaian sengketa tanah garapan(penerimaan dan pengkajian laporanpengaduan sengketa tanah garapan, penelitianterhadap obyek-subyek sengketa, pencegahanmeluasnya dampak sengketa tanah garapan,koordinasi dengan kantor pertanahan untukmenetapkan langkah-langkah penanganannya,fasilitasi musyawarah antar pihak yangbersengketa untuk mendapatkan kesepakatanpara pihak.)

4. Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian danSantunan Tanah Untuk Pembangunan

19

Kotak 1. Variabel Penilaian Akses Lahan dan KepastianHukumVariabel Penilaian• Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan status tanah• Persepsi tentang kemudahan perolehan lahan• Persepsi tentang penggusuran lahan oleh Pemda• Persepsi tentang keseluruhan permasalahan lahan usaha

(pembentukan tim pengawasan pengendalian,penyelesaian masalah ganti kerugian dansantunan tanah untuk pembangunan ).

5. Penetapan Subyek dan Obyek RedistribusiTanah, serta ganti Kerugian Tanah KelebihanMaksimum dan Tanah Absentee(pembentukan panitia pertimbanganlandreform dan sekretariat panitia, pelaksanaansidang yang membahas hasil inventarisasiuntuk penetapan subyek-obyek redistribusitanah serta ganti kerugian tanah kelebihanmaksimum dan tanah absentee, pembuatanhasil sidang dalam berita acara, penetapantanah kelebihan maksimum, penetapan parapenerima retribusi tanah kelebihan, penerbitansurat keputusan subyek dan obyek).

6. Penetapan Tanah Ulayat (pembentukan panitiapeneliti, pelaksanaan dengar pendapat umumdalam rangka penetapan tanah ulayat,pengusulan rancangan PERDA tentangpenetapan tanah ulayat, pengusulan pemetaan& pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanahkepada kantor pertanahan kabupaten/kota,penanganan masalah tanah ulayat melaluimusyawarah dan mufakat.

7. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanahkosong (inventarisasi dan identifikasi tanah kosonguntuk pemanfaatan tanaman pangan semusim,penetapan bidang tanah sebagai tanah kosong yangdapat digunakan untuk tanaman pangan semusimbersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian,penetapan pihak-pihak yang memerlukan tanahuntuk tanaman pangan semusim denganmengutamakan masyarakat setempat, fasilitasperjanjian kerjasama antara pemegang hak tanahdengan pihak yang akan memanfaatkan tanahdihadapan/diketahui oleh kepdes/lurah dan camatsetempat dengan perjanjian untuk dua kali musimtanam, penanganan masalah yang timbul dalampemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihaktidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian).

8. Izin Membuka Tanah (penerimaan danpemeriksaan permohonan, pemeriksaan lapangdengan memperhatikan kemampuan tanah,status tanah dan Rencana Umum Tata RuangWilayah (RTRW) Kab/Kota, penerbitan suratizin membuka tanah).

9. Perencanaan Penggunaan Tanah Wilayah Kab/Kota (pembentukan tim koordinasi tingkatkabupaten/kota, kompilasi dan informasiseperti peta pola-rencana tata ruang wilayah-rencana pembangunan yang akanmenggunakan tanah baik dari pihak manapun,analisa kelayakan letak lokasi sesuai denganketentuan dan kriteria teknis dari intansiterkait, penyiapan draft rencana letak kegiatanpenggunaan tanah, pelaksanaan koordinasiterhadap rencana letak).

Masalah-masalah utama akses lahan

yang dihadapi pelaku usaha adalah

bukan masalah administrasi pertanahan

Berdasarkan kendala utama yang dihadapi pelakuusaha dalam berusaha menunjukkan ketersediaanlahan menempati urutan kedua sebagaipermasalahan terbesar yang dihadapi pelaku usahasetelah masalah infrastruktur. Sekitar 81%responden menyatakan tidak ada masalah akseslahan dan kepastian hukum yang dihadapinyaketika melakukan kegiatan usaha pada tahun2007. Namun demikian, analisa terhadapresponden yang menyatakan adanya masalahmengenai akses lahan dan kepastian hukum biladilihat berdasarkan peringkatnya adalah sebagaiberikut; keterbatasan lahan dengan peruntukkanusaha (13,35%), harga tanah untuk usaha yangmahal (4,99%), dan kepemilikan ganda sertifikattanah (0,78%).

20 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

--�2� #+�(�����#""9�������

����������.����������*"��8���:6;

--�2� �+�������'6%+������������� �����

/������

���*&������������������-������������������

�<���0�����

����������(�����-���������������-���

���8���������,�������(�����3������

���8���������.�������3����������������,�������

(�����-����������������

����������,��8������5�8����������������(����

����������(�����-��8��

�����������=����8��������.�������(����������

�����)����������������(�����>���8���������

�<���.�������(����

��������1�������� ��2� � �� ������� �������������)��� ������� ���

��������#������ �����-�� � �� �)��������� �$������������� �$��������� ��������

��� � ������ � ����,���� &�����������-���.

�)�� ,����� 0���"

#"

$"

%"

&"

'""

1-4 minggu 39,0 38,7 47,9 39,25-10 minggu 22,6 17,0 13,4 22,311-30 minggu 32,1 32,1 31,1 32,031-75 minggu 5,5 7,5 5,9 5,576-150 minggu 0,6 3,8 0,8 0,7151-240 minggu 0,2 0,9 0,8 0,2

Lama Pengurusan TotalHGUHGBHak Milik

Tabel 12. Persentase Responden Berdasarkan LamaPengurusan Status Tanah

Berdasarkan pengelompokkan respondenberdasarkan sektor ekonomi yang mengalamikesulitan untuk mendapatkan lahan, terlihatbahwa tingkat kesulitan tersebut terutama dialamipelaku usaha dari sektor produksi (40,4%) danjasa (37,6%). Hal ini dapat dipahami karenabentuk alami usaha sektor produksi yang relatiflebih banyak membutuhkan lahan. Dari hasil diatas terlihat bahwa permasalahan akses lahan yangdihadapi pelaku usaha merupakan masalah alamipelaku usaha dan bukan menyangkutpermasalahan seputar kepastian hukum danadministrasi pengurusan sertifikat tanah.

Sebagian besar pelaku usaha memiliki sendirilahan usahanyaRata-rata hampir 80% responden pelaku usahamemiliki sendiri lahan yang dijadikan tempatusahanya di 243 kabupaten/kota. Komposisikepemilikan lahan usaha tersebut tidak berbedajauh antara ukuran perusahaan walaupunperusahaan besar memiliki kecenderunganmemiliki sendiri lahan usahanya. Hal inimencerminkan perusahaan-perusahaan tersebutumumnya sudah memiliki tingkat kepastiantertentu untuk berusaha di tempat usahanya saatini. Bagi Pemda ini merupakan suatu gambaranyang perlu untuk dilihat sebagai suatu bentukinvestasi permanen yang ada di daerahnya yangperlu mendapatkan perhatian untukmengembangkan kinerja ekonomi daerah.

Tingkat kepemilikan dan sertifikasi lahan cukuptinggiSecara nasional, sebesar 80% responden memilikisendiri lahan usahanya dan sekitar 16,6% pelakuusaha menyewa lahan yang digunakan sebagaitempat usahanya. Dari jumlah tersebut yangberstatus kepemilikan tanah yang Hak Miliksebesar 94,27% yang berarti tingkat kepemilikanmodal si pelaku usaha dan tingkat kepastianhukumnya relatif tinggi. Tidak terdapat perbedaan

21

Jawa Barat Kota Cimahi 42 Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Sangihe 5Bali Kab. Bangli 39 Riau Kab. Rokan Hilir 5Jawa Timur Kota Surabaya 36 NTT Kab. Alor 5DI Yogyakarta Kab. Kulon Progo 32 NTB Kab. Lombok Tengah 5Jawa Timur Kab. Sampang 32 Sumatra Utara Kota Tanjung Balai 5Jawa Tengah Kab. Demak 31 Riau Kab. Pelalawan 4Jawa Timur Kab. Sidoarjo 30 NTT Kab. Timor Tengah Selatan 4Jawa Tengah Kab. Kudus 28 Sulawesi Selatan Kab. Pinrang 4Jawa Barat Kota Bogor 27 NTT Kab. Timor Tengah Utara 4

Daerah Rata-rata Daerah Rata-rataTerlama Tercepat

Tabel 13. Lama Waktu Pengurusan Sertifikat Tanah (minggu)

yang cukup signifikan tingkat status kepemilikantanah dengan status Hak Milik berdasarkanukuran perusahaan (besar-sedang-kecil).

Lama pengurusan sertifikat tidak bergantungjenis sertifikatRata-rata lama waktu pengurusan sertifikatberdasarkan jenis hak Milik adalah 12 hari,pengurusan sertifikat HGB membutuhkan 18hari, dan pengurusan HGU membutuhkan 14hari. Namun demikian terdapat beberapakemungkinan permasalahan sehubungan denganlama pengurusan sertifikat tanah dan tingkatstatus kepemilikan tanah yang dimiliki. Padadasarnya, status kepemilikan berupa Hak Milik

menunjukkan tingkat kepastian hukum tertinggipada status kepemilikan tanah. Semakin tinggistatus tersebut maka semakin banyak prosedurdan semakin banyak biaya. Namun data yangdidapatkan dari responden kita menunjukkanbahwa kepemilikan HGB dan HGUmembutuhkan waktu yang relatif lebih lamadaripada pengurusan status Hak Milik. Ujistatistik Chi-Square terhadap semakinmeningkatnya tingkat status kepemilikan dansemakin lamanya prosedur pengurusannyamenunjukkan bahwa keduanya memilikihubungan yang sebaliknya secara signifikan.

Pengurusan Sertifikat Tanah Cukup Lama dibeberapa kota di Pulau JawaDaerah-daerah di Prop Jawa memiliki rata-ratawaktu pengurusan sertifikat tanah yang cukup

lama seperti Kota Cimahi (42 minggu), KabBangli (39 minggu), Kota Surabaya (36 minggu),Kota Bogor (27 minggu). Sedangkan beberapadaerah di luar Pulau Jawa mencapai lamapengurusan sertifikat tanah yang hanya 4-5minggu saja. Daerah-daerah tersebut adalah KabTimor Tengah Utara dan Kab Timor TengahSelatan di NTT. Hal ini dapat dikaitkan dengantingkat permintaan pengurusan sertifikat yangrelatif lebih tinggi di daerah Pulau Jawadibandingkan dengan di daerah luar Pulau Jawa.Namun, Kota Makasar yang merupakan sentrapertumbuhan ekonomi Indonesia Timur memilikiwaktu pengurusan yang hanya 9 minggudemikian juga di Kabupaten Bekasi.

Namun perlu juga untuk menyadari bahwatahapan sertifikasi tanah sangat ditentukan olehsejumlah faktor seperti jumlah penduduk, adanyasengketa pertanahan, banyaknya pemohonsertifikasi tanah, dan tingkat profesionalismeSDM (sumber daya manusia) daerah.

Beberapa kasus yang tercatatkan menurut kasusspesifik daerah turut pula mempengaruhi lamanyapengurusan sertifikat tanah. Misalnya di Sumutterdapat sekitar 85% penduduk tidak memilikitanda bukti hak kepemilikan lahan hanyamemiliki surat keterangan yang disahkan Lurahatau Camat saja. Kemudian di daerah Sumbar,karakteristik kepemilikan lahan berdasarkanperanan Kepala Adat yang berhak menyatakanhak tanah kepada siapa saja. Di Yogyakartamisalnya banyaknya kepemilikan lahan oleh

22 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Sumatera Utara Kota Medan 32,61 Sumatera Utara Kab. Tapanuli Selatan 100Riau Kab. Kuantan Singingi 32,65 Sumatera Selatan Kab. Banyuasin 100Kepulauan Riau Kab. Natuna 36,00 Sumatera Selatan Kab. Oku Timur 100Kalimantan Timur Kab. Pasir 31,37 Jawa Tengah Kab. Rembang 100Kalimantan Timur Kab. Malinau 50,00 Jawa Tengah Kab. Pekalongan 100Kalimantan Timur Kab. Kutai Timur 34,04 NTT Kab. Timor Tengah Utara 100Kalimantan Timur Kab. Berau 33,33 Sumatera Utara Kab. Labuhan Batu 88,89Jawa Timur Kota Surabaya 31,37 Sumatera Utara Kota Padangsidimpuan 88,24Jawa Barat Kota Depok 45,45 Jawa Barat Kota Bekasi 86,67

Resiko Penggusuran Terkecil(% resiko tinggi)

Resiko Pelanggaran Kontrak Sewa Terbesar(% resiko tinggi)

Tabel 14. Tingkat Resiko Penggusuran Lahan Usaha oleh Pemda

Sultan membuat pengalihan hak menjadi relatiflebih sulit dibandingkan beberapa daerah lainnyayang tidak memiliki Kesultanan seperti itu.Kemudian di beberapa daerah lain seperti KotaCimahi dimana terdapat lahan untuk latihanmiliter sehingga pembebasan lahan untuk usahayang berdekatan dengan daerah tersebut menjadisemakin tinggi tingkat kesulitannya. Volumepengajuan sertifikasi kepemilikan lahan jugamempengaruhi waktu yang diperlukan untukmemberikan pelayanan, misalnya volumenpermohonan sertifikat di Jawa Barat lebih tinggidibandingkan di beberapa daerah lain.

Ada beberapa praktek Pemda yang mendukungkebijakan pemerintah pusat dalam sertifikasitanah. Beberapa catatan yang terekam diantaranyaadalah di Kabupaten Blitar terdapat dana APBDuntuk membantu biaya pemetaan yang biasanyamerupakan komponen biaya yang mahal(menghasilkan 12.000 sertifikat). Di Kabupaten

Pelalawan, Pemda memberikan tempat cuma-cuma kepada kantor Pelayanan BPN. Namunmasih terdapat 110 daerah yang BPN tidakmemiliki kantor sendiri namun menumpang diinstitusi daerah lainnya.

Tingkat resiko bagi penyewa lahan ter tinggiberada di daerah SumateraBagi pelaku usaha yang menyewa lahan usahanyabiasanya memiliki tingkat resiko perubahan-perubahan tertentu yang disebabkan oleh siempunya usaha. Misalnya, perubahan harga sewa

yang mendadak, perubahan kontrak mendadakkarena si empunya ingin memiliki jenis usahaseperti yang dimiliki si penyewa, dan pendirianusaha sejenis penyewa oleh si empunya. DaerahSumatera Utara menempati urutan teratas yangmengalami tingkat resiko tinggi tersebut sebesar57,78% dari jumlah responden yang menyewalahan usahanya. Daerah-daerah yang tinggi resikopelanggaran kontrak sewa lahan adalah di KabTapanuli Selatan, Kab Banyuasin, Kab OkuTimur. Daerah Jawa Tengah seperti Kab Rembangdan Kab Pekalongan adalah daerah yang memilikiresiko tinggi perubahan kontrak sewa lahantersebut. Sedangkan Kota Bekasi sebagai kotaindustri yang terletak dekat dengan ibukotanegara ternyata termasuk ke dalam kelompokdaftar tertinggi tingkat resiko perubahan kontraksewa lahan. Keadaan usaha yang dinamismembuat persaingan usaha semakin tinggi antarapenyewa dan si empunya lahan usaha.

Tingkat resiko penggusuran tertinggi di daerahKalimantan TimurMasalah penggusuran merupakan masalah yangkerapkali menjadi kendala berbisnis di daerah.Banyak sebab mengapa penggusuran acapkalidilakukan oleh Pemda, alasan yang terutamasering mengemuka adalah untuk alasanpembangunan fisik jalan yang sudah tidakmemenuhi daya tampung kendaraan. Masalah initerutama dihadapi oleh pelaku usaha yang terletakdi pinggir jalan besar dimana biasanya terdapatkasus-kasus pelebaran jalan untuk mengatasi

23

NTT Kab. Timor Tengah Utara 99,35 Di Yogyakarta Kota Yogyakarta 48,92NTT Kab. Lembata 95,80 NTT Kab. Sumba Barat 48,18BALI Kab. Buleleng 94,03 Jawa Barat Kota Cimahi 47,50Jawa Timur Kab. Situbondo 93,87 Jawa Tengah Kota Surakarta 46,62BALI Kab. Tabanan 93,45 Riau Kota Pekanbaru 45,90Jawa Timur Kab. Tuban 92,57 Di Yogyakarta Kab. Sleman 44,39Jawa Timur Kab. Banyuwangi 92,13 Sulawesi Selatan Kota Makassar 43,24BALI Kab. Jembrana 92,12 NTB Kota Bima 41,49Jawa Timur Kab. Kediri 90,44 Kalimantan Timur Kota Samarinda 40,94NTB Kab. Lombok Timur 89,61 Jawa Timur Kota Surabaya 39,73

Propinsi Kabupaten/Kota NilaiIndeks Propinsi Kabupaten/Kota Nilai

Indeks

Terbaik Terburuk

Tabel 15. Urutan Kabupaten/Kota Terbaik dan Terburuk di Tata Kelola Akses Lahan

kemacetan lalu-lintas. Kab Malinau di KalimantanTimur dan Kota Depok di Jawa Barat menempatiurutan teratas resiko penggusuran lahan usaha daripersepsi pelaku usaha sebesar 50% dan 45,45%.Hal ini dapat dimungkinkan oleh adanyatuntutan pelebaran jalan untuk mengatasi masalahkemacetan di kota-kota besar. Resiko penggusuranini pun menggambarkan terjadinya tingkatperubahan rencana tata-ruang daerah yang tinggi.Namun di daerah-daerah yang relatif terletak diBagian Indonesia Timur seperti NTT danSulawesi Selatan memiliki kabupaten/kota yangrendah tingkat kemungkinan penggusurannya.Hampir seluruh kabupaten/kota di NTT tidakmemiliki resiko penggusuran menurut pandanganpelaku usaha.

Persepsi perusahaan mengenai kemudahanmendapatkan tanah jelas mempertimbangkanbanyak isu lain selain sekedar waktu yangdiperlukan untuk mendapatkan sertifikat tanahKorelasi antara persepsi mengenai mudahnyamendapatkan tanah dan waktu yang diperlukanuntuk sertifikasi sangat rendah. Karena itu,daerah-daerah yang dianggap mudah olehperusahaan untuk mendapatkan akses atas tanahbukan merupakan daerah-daerah yang prosesnyapaling cepat. Meskipun demikian, menariknya,yang terbaik dalam hal kemudahan akses atastanah dan sertifikasi tanah adalah satu daerah—yaitu Kab. Timor Tengah Utara di NTT. Di

Kabupaten ini, sertifikasi tanah hanyamemerlukan waktu 4,2 minggu, dan semua dari50 perusahaan yang disurvey di daerah inimenyatakan bahwa akses atas tanah mudahdiperoleh. Sebaliknya, di daerah terburuk, Kab.Samosir di Sumatera Utara, hanya 6% perusahaanyang menyatakan bahwa akses atas tanah adalahhal yang mudah.

Minoritas perusahaan dalam jumlah signifikanmenyatakan kekuatiran bahwa mereka dapatdigusurMeskipun perusahaan-perusahaan secara umummenganggap bahwa penggusuran adalah hal yangjarang terjadi, ketika ditanyai mengenai bisnismereka sendiri, cukup sedikit yang menyatakanbahwa penggusuran oleh pemerintah daerahadalah hal yang mungkin. Di 47 daerah, lebih dari20% perusahaan yang disurvey menyatakanbahwa penggusuran adalah hal yang mungkin.Sekali lagi, kekhawatiran paling besar muncul diantara perusahaan di kota-kota besar. Lebih dariseperempat perusahaan menyatakan bahwapenggusuran paling mungkin terjadi di Cirebon,Bitung, Semarang dan Surakarta; lebih darisepertiga perusahaan di Surabaya, Medan danKab. Kutai Timur menyatakan bahwapenggusuran adalah hal yang mungkin dialami.Dan jumlah yang luar biasa dari 45% dariperusahaan di Kota Depok menganggap bahwapenggusuran adalah hal yang mungkin terjadi.

24 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Peringkat terburuk tata kelola akses lahanmayoritas adalah kota-kota besarBeberapa kota besar di Pulau Jawa menempatiurutan terburuk pada indeks tata kelola akseslahan seperti Kota Surabaya dan Kota Yogyakarta.Namun beberapa kota besar di luar Pulau Jawaseperti Kota Samarinda, Kota Makasar, dan KotaPekanbaru pun mendapatkan peringkat terburukpada indeks tata kelola akses lahan ini. Fenomenapada kelompok terburuk adalah pada umumnyadidominasi oleh daerah kota daripada kabupaten.Hal ini terkait dengan ketersediaan lahan yangterbatas di perkotaan untuk peruntukkan usahadan lama pengurusan sertifikat yang tingkatpermintaannya lebih tinggi di daerah kotadaripada di daerah kabupaten.

Catatan Kebijakanl Pelimpahan kewenangan pelayanan

administrasi pelayanan sertifikasi tanah kepadaPemda Kabupaten/Kota yang saat inimerupakan kewenangan BPN. Perlu adanyapemikiran dan tindakan pelimpahankewenenangan pelayanan sertifikasi kepadaPemerintah Kabupaten/Kota denganpertimbangan peningkatan kualitas pelayanansertifikasi yang lebih baik. PemerintahKabupaten/Kota pun memiliki kewenanganuntuk perencanaan penggunaan tanah wilayahkabupaten/kota yang terkait erat denganrencana pertanahan secara lebih makro.

l Diperlukan adanya implementasi dariperaturan mengenai Standar PelayananMinimum pelayanan sertifikasi tanah terkaitprosedur, jumlah dan jenis persyaratan, danbiaya pengurusan sertifikat tanah. Kebutuhanuntuk memiliki peraturan teknis nasionalsangat diperlukan disini walaupun tingkatpermintaan pengurusan sertifikat tanah dapatberbeda antara daerah perkotaan dan pedesaankarena perbedaan karakteristik peruntukan tataruang-nya dan banyaknya permintaan.Misalkan saja kantor BPN di daerah-daerahperkotaan dapat dimungkinkan untukmemiliki jumlah pegawai yang lebih besar agardapat memaksimalkan pelayanannya.

l Diperlukan usaha-usaha nyata untukmemperkecil resiko penggusuran lahan yangerat kaitannya dengan RTRW (Rencana TataRuang dan Wilayah). Pemda dapat melakukanmelalui perencanaan RTRW yang terintegrasidan berkesinambungan dalam jangka panjang.Konsistensi implementasi RTRW perlumendapatkan perhatian serius disini dimanapermasalahan kebijakan yang berubah-ubahselalu menjadi permasalahan abadi di bidangadministrasi pemerintahan.

25

����������� ���������

��

���������������

������������

���

������������� �

�������������

������������

����������������

���������������

��������������

��������� �� ������

��������� ����

��������� � � �

����������� ����������

��

��������� ���

������������

��

�������������

�������������

����������

��������

��������������

� ��

������

���������������

���������������

������������

������������

�����

����������������

������������

��������������

��������������

��������

��������������

����������������

����������� ��

��������� �

����

�������� ������

��

��������������������

���������

� �

�������� ����

��������������

�������������

�������������

�������������������

��

� ��

�����

��������������

����

������������

������

�������������

���������������

�������������������

�������������

��������� �������

���������� � ����

��������� �� ������

�������������

������������

�����

��������� �

�� �

���������������

�������������

��������������

��������� ��

��� � � �

������������

������������

�������������

�����������������

��������������

������������

�����

� ��

�����������

� ��

����

��������� �� ������

����������������

���������� ��

���������������

��

������������

��������������������

������������������

��

���������������

� ��

�����

��������������

�����������

����

�������������

�������������

������

������������������

��������������

��������������

��������� � �

������������������

����������

��

��������������

��������� �

�������� �������

��������� ����

������������

���

��������� � �

�������� ��� ��������

����������� �

� ��

� �

����

����������������

�������������

���������

��

��������������

� ��

����������

������������

������

������������

����

��������� � ��

������������

��������������

�� ��

����

����

� ��

����

����

��������������

����������������

��

� ��

�����

�������������

������������

����������� ���

����������������

�����������������

� ��

�� � ����

������������

���������������������

���������������

� ��

����

������������

��

����������������

�����������������

�����"""

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

Gambar 27. Akses Terhadap Lahan Usaha dan Kepastian Usaha

26 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

������������

��������������

���������������������

��������������

� ��

�������

�����������

��

��������������

�������������

��

��������������

��

������������

� ��

����

���

���������

��������

����

������������

������

�����

������������

������

�������������

� ��

������

��������������

�����������

��������� �� ��

���������������

���������� � ��

��������������

� ��

���

�������������������

��

����������� ����

��������������

������

��

�������������

�������������

� ��

��� ��

���������������

�����������������

��

���������������

���������������

� ��

����������

� ��

� � ��

� ��������� ������

������������ �

� ��

���������

�������������

�������������

�������������

������������ ���

�������� ��� �������

����������� � ��

� �������������

�������������

��������� ����� ���

������������������

��������� ���

�����������

������������

� ��

�����

� ��

�������

�������������

���������������������

� ��

������

��������������

�������������

���������

����

���������������

�������

��

� ��

�����

���������������

� ��

��������

������������������

������������������

������������

�������������

� ��

����

���������� ����

�������������

����������������

��������������

������������ ����

�������������

��������������

���������

��

� ��

������

� ��

�������������

� ��

������

������

��������������

� ��

���������

��

� ��

�����

�������������

������

������������������

��

������������

� ��

����

�����

� ��

����

�������������������

���������

��������

���

����������������������

� ��

� � �

� ��

����

� ��

����

�����

�� ��

� � �

� ��

� ��

���������

�������

� ��

���������

� ��

�����

� ��

�����

��

�����������������

��������������

���������������

����������� ���

� ��

��������

� ��

�����

������������

�������������

�����������

�� �

� ��

�������

� ��

����

� ��

��� �

���������������

� ��

����

�� ��

� ��������

������������������

� ��

������

� ��

���������

� ��

��������

�����������

��

� ��

��������

� ��

����

� ��

��������

� ��

��������

27

Infrastruktur menentukan tingkat biayadistribusi barangKetersediaan dan kualitas infrastrukturmerupakan faktor penentu bagi keputusan bisnispelaku usaha karena sangat menentukan biayadistribusi faktor input dan faktor outputproduksinya. Kehadirannya dapat menjadi faktorpendorong tingkat produktivitas di suatu daerah.Fasilitas transportasi memungkinkan orang,barang dan jasa diangkut dari satu tempat ketempat lain, tentunya juga dari satu daerah kedaerah lain. Apabila akses transportasi yang baiktidak ada tentunya akan sulit bagi suatuperusahaan untuk melakukan aktivitas usahanya.Karena itu tak pelak lagi ketersediaaninfrastruktur, terutama kualitas jalan yang baik,sangat diperlukan untuk kelancaran prosesproduksi.

Infrastruktur sangat menentukan tingkatpertumbuhan ekonomiBeberapa studi menunjukkan bahwa ketersediaaninfrastruktur dengan Pertumbuhan DomestikBruto (PDB) ternyata mempunyai hubunganyang erat. Elastisitas PDB terhadap infrastruktur,perubahan persentase pertumbuhan PDB perkapita sebagai akibat dari naiknya satu persenketersediaan infrastruktur, di berbagai Negarabervariasi antara 0,07 sampai dengan 0,44 (WorldBank, 1994). Pembiayaan pemerintah di bidanginfrastruktur masih diperlukan terutama untukdaerah-daerah terpencil yang belum terjangkauinvestasi infrastruktur sektor swasta. Penurunanperanan pemerintah pada sektor infrastruktur dibeberapa Negara berkembang (Fan dan Rao,2003) terjadi di era 1980 an sebagai bentukkebijakan pemerintah agar tercipta lingkunganberusaha yang lebih besar kepada sektor swasta.Namun demikian, pilihan tersebut tidakmembuahkan hasil tingkat pertumbuhan ekonomiyang cukup tinggi sehingga menyiratkan bahwainvestasi pemerintah di infrastruktur menjadi halyang tidak terelakkan kebutuhannya.

Infrastruktur yang dinilai menurut tata kelolaekonomi daerah pada survei ini mencakuppenilaian persepsi terhadap sejumlah fasilitasinfrastruktur seperti jalan kabupaten/kota, kualitaslampu penerangan jalan, kualitas air PDAM,kualitas listrik, dan kualitas telepon. Selain itudihitung pula lama waktu yang dibutuhkan disetiap kabupaten/kota untuk memperbaikikerusakan terhadap berbagai infrastrukturtersebut. Jenis-jenis infrastruktur tersebut dipilihberdasarkan yang paling mempengaruhikeputusan berbisnis pelaku usaha dan atau dalamkewenangan Pemda. Misalnya seperti lampupenerangan jalan sebenarnya tidak terdapatperaturan yang menyebutkan aktivitasperawatannya kepada Pemda namun karenapajaknya dimasukkan sebagai pajak daerah makaselayaknya Pemda memberikan perhatianterhadap kualitasnya. Di samping itu pula tingkatkepemilikan genset oleh pelaku usaha jugadigunakan sebagai salah satu indikator. Haltersebut mencerminkan tingkat kewaspadaan akanpadamnya aliran listrik dimana semakin tinggitingkatan tersebut menggambarkan keadaan listrikyang tidak baik.

Kerangka kebijakan nasional dan daerah terkaitinfrastrukturKeterkaitan kerangka kebijakan nasional dandaerah dalam hal ketersediaan dan kualitasinfrastruktur dilihat menurut permasalahan utamainfrastruktur yang terdeteksi pada survei ini. Jalanrusak dan listrik yang sering padam merupakandua alasan yang terbanyak yang disampaikan olehpelaku usaha. Terdapat sejumlah kebijakannasional dan daerah yang berkaitan erat dengankualitas jalan diantaranya adalah peraturanmengenai pengadaan barang dan jasa (Perpres 8/2006 dan Kepres 80/2003). Peraturan inidikeluarkan untuk mengurangi tingkat resikoterjadinya korupsi dan kolusi pada proses tenderproyek pemerintah yang secara tidak langsungakan mempengaruhi kualitas barang dan jasa yangdiadakan karena melalui proses yang lebihtransparan dan akuntabel. Tender proyek

2. INFRASTRUKTUR

28 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

pemerintah disini berarti berbagai bentuk investasipublik pemerintah seperti pembangunan jalan,pengadaan lampu penerangan jalan, danpengadaan material jembatan. Disini jugadisebutkan pengaturan mengenai tingkatan sub-kontrak agen yang disinyalir dapat menurunkankualitas barang dan jasa karena terdapat semakinbanyaknya agen yang menerima kick-back fee padasetiap tingkatan kontrak proyek.

Di samping itu, kualitas tidak dapat dipisahkandari realitas kemampuan keuangan yang dimilikibaik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.Sejumlah peraturan telah diterbitkan untukmendorong peranan sektor swasta padapembiayaan proyek peningkatan kualitas jalan. Takdapat disangkal bahwa proyek infrastrukturmerupakan proyek dengan tingkat pengembalianinvestasi yang lama dan membutuhkan modal awalyang besar. Hal ini seringkali membuat pelakuusaha swasta tidak tertarik untuk berinvestasi dibidang ini. Ketidakmenarikkan inilah yang patutdicermati oleh pemerintah untuk mengambil peranagar hal tersebut dapat diminimalisir diantaranyadengan membuat sejumlah peraturan yangmemberikan jaminan kepastian hukum kepada

investor infrastruktur. Masalah pembiayaan ini punakan terkait erat dengan kewenangan yang dimilikioleh Pemda menurut berbagai peraturan yangberlaku.

Kabupaten di Jawa dan Bali mendominasiperingkat teratas tata kelola infrastruktur daerahSecara umum, analisa sampel 12.187 respondenyang menilai infrastruktur jalan kabupaten/kota-nya buruk sebesar 32,65%. Kabupaten Tuban,Magetan, Kota Kediri, Kota Blitar memiliki tingkattata kelola infrastruktur yang baik untuk wilayah diPulau Jawa. Sedangkan Kabupaten Gianyar diPropinsi Bali termasuk yang terbaik tata kelolainfrastrukturnya di wilayah luar Pulau Jawa.

Kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera Utaramendominasi tata kelola infrastruktur terbawahBeberapa kabupaten/kota di Propinsi SumateraUtara yang menempati kelompok sepuluhterburuk menurut tata kelola infrastruktur daerahyaitu Kab Nias Selatan, Asahan, Nias, dan KotaTanjung Balai serta Kab Simalungun. Kab RokanHulu di Prop Riau menjadi satu-satunya daerahyang berada pada kelompok sepuluh besarterbawah dalam tata kelola infrastruktur daerah.

Propinsi Sumatera Utara dan NTT memilikikualitas jalan yang buruk menurut persepsipelaku usahaPelaku usaha yang disurvei pada propinsi tertentuberasal dari seluruh kabupaten/kota yang beradapada propinsi tersebut. Pelaku usaha di PropinsiSumatera Utara dan NTT pada umumnya menilai

Variabel penilaian• Tingkat kualitas infrastruktur• Lama perbaikan infrastruktur bila mengalami kerusakan• Tingkat pemakaian generator• Lamanya pemadaman listrik• Tingkat hambatan infrastruktur terhadap kinerja

perusahaan

Kotak 2. Variabel Penilaian Tata Kelola InfrastrukturFisik Daerah

Jawa Timur Kab. Tuban 89,03 Kalimantan Timur Kab. Kutai Kartanegara 43,58Bali Kab. Gianyar 87,24 Sumatera Utara Kab. Simalungun 43,17Jawa Timur Kab. Magetan 85,75 Kalimantan Timur Kota Samarinda 42,84Jawa Timur Kota Kota Kediri 84,98 NTT Kab. Lembata 41,23Jawa Timur Kab. Kab., Madiun 84,21 Sumatera Utara Kota Tanjung Balai 40,66Jawa Timur Kab. Kab., Kediri 84,17 Sumatera Utara Kab. Nias 39,47Jawa Tengah Kota Magelang 83,65 Kalimantan Timur Kab. Kutai Timur 38,23Jawa Timur Kota Kota Pasuruan 83,40 Sumatera Utara Kab. Asahan 35,42Jawa Timur Kota Kota Blitar 83,08 Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 31,68Jawa Timur Kota Kota Madiun 83,06 Riau Kab. Rokan Hulu 28,73

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota IndeksTabel 16. Urutan Kabupaten/Kota Indikator Tata Kelola Infrastruktur Daerah

29

kondisi jalan kabupaten/kota yang buruk.Sedangkan Propinsi DI Yogyakarta dan SumateraSelatan menurut penilaian pelaku usahanyamemiliki kualitas jalan kabupaten/kota yangrelatif baik. Penilaian tersebut berdasarkanpengamatan terhadap jalan kabupten/kota dimanapelaku usaha tersebut memiliki usahanya dimanayang dinilai bukanlah jalan propinsi secarakhusus.

Di Sumatera Utara kabupaten/kota yang memiliki penilaian terburuk mengenai kualitas jalannyaadalah Kab Tapanuli Tengah (72%), KabSimalungun (68%), dan Kota Sibolga (66%).Sedangkan di Propinsi NTT kabupaten/kota yangmemiliki penilaian terburuk mengenai kualitasjalannya adalah Kab Belu (96,1%), Kab Lembata(74%), dan Kab Alor (56%).

Kabupaten di NTT dan Kepulauan Riaumemiliki kualitas lampu penerangan jalan yangburukLampu penerangan jalan di kedua propinsitersebut dinilai sangat buruk dan buruk olehsekitar 68,27% dab 52,67% pelaku usaha.Daerah-daerah di propinsi Riau tersebut yangmendominasinya adalah Kabupaten Lingga (92%)dan Kabupaten Natuna (76%) yang dinilai burukkualitas penerangan jalannya. Sedangkan diPropinsi NTT, Kab Lembata (96%), Kab Alor

(94%), dan Kab Belu (94,1%) merupakan daerah-daerah yang terutama dinilai buruk lampupenerangan jalannya.

Kualitas air PDAM terburuk ada di daerah-daerah Riau dan Sumatera SelatanPropinsi Sumatera Utara dan Riau memilikidaerah-daerah dengan kualitas air PDAM yangrelative terburuk dibandingkan wilayahkabupaten/kota di propinsi lainnya. Daerah diProp Riau yang dinilai buruk kualitas airPDAMnya oleh pelaku usaha adalah Kab RokanHilir (94%), Kota Dumai (93,9%), dan KabIndragiri Hilir (86%). Sedangkan di PropSumatera Utara daerah Kab Dairi dan KabHumbang Hasundutan dinilai buruk airPDAMnya oleh sekitar 80% pelaku usaha didaerah masing-masing.

Lama perbaikan infrastruktur jalan yang terlamadi Kabupaten NiasAda tiga daerah di Propinsi Sumatera Utara yangterlama dalam perbaikan jalan kabupaten/kota-nya yaitu Kab Nias (311 hari), Kab Nias Selatan(303 hari), Kab Sampang (272 hari). Kalaudibandingkan dengan tingkat persepsi kualitasjalan apakah baik atau buruk maka terdapat hasilyang berbeda sekali dengan daerah yang lamadalam memperbaiki infrastruktur jalan yang

Sumatera Utara 47,17 44,89 43,97 63,63 22,78Riau 38,66 48,28 65,15 53,36 33,39Sumatera Selatan 22,49 35,64 58,56 25,88 36,21Kepulauan Riau 35,00 52,67 40,67 61,00 25,67Jawa Barat 35,43 41,56 24,51 15,08 14,69Jawa Tengah 33,00 20,06 10,85 10,36 4,24DI Yogyakarta 16,73 28,29 11,55 19,52 9,16Jawa Timur 27,71 24,91 26,88 9,65 10,12Bali 25,71 25,93 23,74 8,35 20,00NTB 35,04 37,39 39,53 33,12 27,78NTT 41,24 68,27 44,04 48,35 24,49Kalimantan Timur 39,91 50,93 42,08 53,11 18,48Sulawesi Uatara 24,60 38,85 44,37 38,85 25,52Sulawesi Selatan 24,85 40,58 38,44 12,30 20,98Gorontalo 25,78 45,78 36,89 34,22 27,11

PropinsiJalan LPJ Air PDAM Listrik Telepon

% Responden yang Menilai Buruk dan Sangat BurukTabel 17. Tingkat Keburukan Kualitas Infrastruktur

30 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

rusak. Jadi dapat digambarkan bahwa jalan-jalanyang saat ini sedang mengalami kerusakan yangparah bukan sebagai akibat dari lamanyaperbaikan terhadap jalan yang rusak tersebut.

Daerah yang tercepat perbaikan jalan umumnyatidak berada di Pulau JawaNamun demikian, perbaikan jalan yang tercepatternyata terjadi di daerah-daerah luar Pulau Jawaseperti di Propinsi NTB, tepatnya di Kab Dompu(2 hari) dan Kab Lombok Tengah (4 hari).Kemudian di NTT pun terdapat beberapa daerahyang tergolong cepat dalam pelayanan perbaikanjalan kabupaten/kota yang mengalami kerusakanseperti di Kab Belu (7 hari) dan Kab TimorTengah Selatan (8 hari). Terdapat tingkatperbedaan rata-rata hari yang jauh sekali antarakategori yang terlama dan tercepat dimana hampirmencapai 150 kali lipat.

Perbaikan Lampu Penerangan Jalan terlama diKabupaten NiasKab Jembrana memiliki waktu perbaikan lampupenerangan jalan tercepat di Prop Bali yaitusekitar 3 hari sedangkan Kota Blitar di Jawa Timurmemiliki waktu perbaikan hanya satu hari saja.Lama perbaikan lampu penerangan jalan terlama

Sumatera Utara 158,99 65,85 55,96Riau 126,39 26,94 45,38Sumatera Selatan 87,85 15,02 12Kepulauan Riau 50,62 5,36 2,62Jawa Barat 52,02 14,92 5,01Jawa Tengah 113,71 18,59 8,26DI Yogyakarta 19,46 4,72 5,48Jawa Timur 64,74 14,63 19,82Bali 28,81 4,61 4,46NTB 22,79 6,31 4,17NTT 51,94 21,99 7,87Kalimantan Timur 95,43 33,26 14,12Sulawesi Utara 50,24 17,27 8,33Sulawesi Selatan 43,55 9,49 7,29Gorontalo 64,56 18,84 6,5Total 81,43 22,09 18,04

Jalan LPJ PDAMPropinsi

Tabel 18. Tabel Rata-rata lama waktu perbaikan(rata-rata, hari)

Sumatera Utara Kab. Nias 311 Jawa Tengah Kab. Banyumas 10Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 303 Jawa Timur Kota Kota Malang 10Jawa Timur Kab. Sampang 272 Jawa Barat Kab. Purwakarta 10Jawa Tengah Kab. Kebumen 269 NTT Kab. Alor 8Kalimantan Timur Kab. Kutai Timur 255 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Timur 8Sumatera Utara Kab. Asahan 220 Jawa Timur Kota Kota Blitar 8Riau Kab. Indragiri Hilir 218 NTT Kab. Timor Tengah Selatan 8Sumatera Utara Kab. Labuhan Batu 214 NTT Kab. Belu 7Sumatera Utara Kab. Tapanuli Tengah 210 NTB Kab. Lombok Tengah 4Jawa Timur Kab. Bangkalan 208 NTB Kab. Dompu 2

Kabupaten/Kota Rata-rataPropinsi Rata-rataTerlama Tercepat

Tabel 19. Tabel Lama Perbaikan Jalan (rata-rata, hari)

Kabupaten/KotaPropinsi

Sumatera Utara Kab. Nias 245 NTB Kota Bima 2Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 241 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Timur 2Sumatera Utara Kab. Papak Bharat 209 Kepulauan Riau Kab. Karimun 2Sumatera Utara Kab. Simalungun 138 Sulawesi Selatan Kab. Bulukumba 2Kalimantan Timur Kab. Kutai Barat 135 Jawa Timur Kab. Madiun 2Jawa Tengah Kab. Cilacap 106 Jawa Tengah Kab. Boyolali 2Sumatera Utara Kab. Dairi 105 NTB Kab. Lombok Tengah 2Jawa Timur Kab. Pamekasan 103 Kepulauan Riau Kab. Lingga 2Sumatera Utara Kab. Asahan 99 Jawa Barat Kab. Garut 2Sumatera Utara Kab. Tapanuli Tengah 90 Jawa Timur Kota Blitar 1

Kabupaten/Kota Rata-rataPropinsi Rata-rataTerlama Tercepat

Tabel 20. Lama Perbaikan Lampu Penerangan Jalan (rata-rata, hari)

Kabupaten/KotaPropinsi

31

di Kab Nias (245 hari) dan Kab Nias Selatan (241hari). Kedua kabupaten tersebut juga memilikiwaktu perbaikan jalan yang terlama di propinsiSumatera Utara. Sedangkan Kota Blitar dan KabGarut hanya membutuhkan sekitar 1-2 hari sajauntuk mengadakan perbaikan terhadap lampupenerangan jalan yang rusak di daerahnya. Disiniterdapat perbedaan yang mencolok sekali antarawaktu terlama dan tercepat dari kabupaten/kotaantara 1 hari dan 241 hari.

Daerah Sumatera Utara masih mendominasikelompok terlama perbaikan AIR PDAMKab Rokan Hilir di Prop Riau dinilai memilikilama waktu perbaikan Air PDAM sekitar 190 harioleh para pelaku usaha. Kemudian Kab TapanuliSelatan, Mandailing Natal, Simalungun, PapakBarat, dan Karo di Prop Sumatera Utara memilikilama waktu perbaikan sekitar 117-168 hari bilaterjadi kerusakan air PDAM. Jangka waktuterlama ini sangat terpaut jauh dengan lama waktuyang dibutuhkan oleh kelompok tercepatdiantaranya adalah Sukabumi, Sragen,Purwakarta, Lombok Tengah dan lain-lain yanghanya membutuhkan waktu sekitar 1 hari saja.

Tingkat pemakaian genset cukup tinggi didaerah pusat pertumbuhan ekonomiTingkat pemakaian genset semakin tinggi didaerah-daerah pusat pertumbuhan ekonomiseperti Kota Batam, Samarinda, Balikpapan.Disamping karena tingkat aktivitas ekonomi yangsemakin tinggi di daerah-daerah tersebut juga

terjadi pemadaman listrik yang semakin seringfrekuensinya.

Catatan Kebijakanl Beberapa daerah yang saat ini kualitas jalannya

dinilai buruk oleh pelaku usaha bukanlahtermasuk daerah yang termasuk memilikiwaktu yang lama dalam perbaikan jalantersebut. Berarti disini ada tindakan perbaikanjalan yang cepat namun tingkat kerusakannyacukup tinggi. Hal ini bisa disebabkan karenapengaruh muatan jalan yang melebihi dayatampung jalan dan kualitas material yangburuk yang digunakan pada perbaikan jalantersebut.

l Kualitas Air PDAM yang buruk sedikit banyakmerupakan cerminan kualitas manajemenBUMD yang mengelola air tersebut. Beberapacatatan mengenai kinerja BUMDmenggambarkan bahwa kehadirannya lebihmerupakan beban bagi APBD daripada sebuahpenyumbang penerimaan bagi APBD.

Riau Kab. Rokan Hilir 190 NTB Kab. Lombok Tengah 1Sumatera Utara Kab. Tapanuli Selatan 168 Jawa Barat Kab. Garut 1Jawa Timur Kab. Pamekasan 164 Jawa Tengah Kab. Banyumas 1Sumatera Utara Kab. Labuhan Batu 149 Kepulauan Riau Kab. Lingga 1Jawa Timur Kab. Sampang 147 Kepulauan Riau Kota Batam 1Sumatera Utara Kab. Mandailing Natal 133 Jawa Tengah Kab. Sukoharjo 1Sumatera Utara Kab. Simalungun 126 Riau Kab. Kuantan Singingi 1Sumatera Utara Kab. Papak Bharat 125 Jawa Barat Kab. Purwakarta 1Sumatera Utara Kab. Karo 117 Jawa Tengah Kab. Sragen 1Sumatera Utara Kab. Asahan 106 Jawa Barat Kab. SuKab.umi 1

Kabupaten/Kota Rata-rataPropinsi Rata-rataTerlama Tercepat

Tabel 21. Lama Perbaikan Air PDAM (rata-rata, hari)

Kabupaten/KotaPropinsi

Provinsi Kabupaten/Kota Rata-rata

Riau Kab. Rokan Hulu 87,8Kalimantan Timur Kab. Kutai Barat 84,0Kalimantan Timur Kab. Nunukan 82,7Kepulauan Riau Kota Batam 82,0Kalimantan Timur Kota Samarinda 80,8Kepulauan Riau Kab. Karimun 78,0Kalimantan Timur Kota Balikpapan 78,0Kepulauan Riau Kab. Natuna 76,0Kalimantan Timur Kab. Kutai Timur 76,0

Tabel 22. Persentase Pemakaian Genset BerdasarkanUrutan Terbanyak di 10 Kab/Kota

32 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

l Pemakaian genset yang cukup tinggi dibeberapa daerah karena adanya pasokan dayalistrik yang minimum di satu sisi sudahmemberatkan pelaku usaha. Namun demikaianPemda pada prakteknya mengenakan kebijakanretribusi genset yang umumnya dianggapmemberatkan oleh pelaku usaha. Adanyakebijakan “nasional” kelistrikan yangmengenakan pajak terhadap penggunaangenset semestinya mendorong Pemda untukmenimbang pengenaan tarif genset yangrendah sebagai kebijakan pendamping positifterhadap dampak negatif kebijakan nasional.

33

"""

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

������������

��������������

��������������

� ��

������

�������������

��������������

� ��

������

� ��

�������

� ��

�����

�� ��

�����

�������������

����������� ���

������������

�����

������������

���

���������������

� ��

�������

������������

�������������

���������������

� ��

� �

����

������������

������������

����

���������� � ����

� ��

����

� ��

�� � ����

���������������

��������� �

����

��������������

��������������

�������������

������������������

��������� � ��

��������������

������������

������

��������������

� ��

����

���������

� �

�������������

� ��

��������

� ��

���

������������

���

�������������

��

������������

������������� �

��������� � �

����������������

��������������

�������������

������������

�����

��������������

��������������

������������ �

���������������

� ��

�����

��

������������

��

����������������

������������������

� ��

��������

� ��

�����

�������������

����������

��

��������� � � �

��������������

�������������

������

��������������

���������������

� ��

��������

������������� ���

��������������

�������������

� ��

������

� ��

���������

�������������

�� ��

���������

� ��

�����������

��������� �

�� �

� ��

����

����

� ��

� � �

� ��

�����

����������� ��

������������

�����

���������������

�����������

����������� ����

�������������

���������� � ��

� ��

����

���������� ����

����������������

� ��

��������

����������������������

������������

��������������

�������������

����������������

�������������

� ��

����

����

��������� ����

��������� �� ������

� ��

����������

����������� �

��������� ��

��� � � �

��������������

����������� ����������

��

��������� � ��

� ���������������

� ��

������

�����������������

����������������

���������

����

�������������

� ��

� ��������

�����������������

�����������

��

���������������

� ��

�����

��������� ����

� ��

������

����������������

����������

�������

Gambar 28. Pengelolaan Infrastruktur Fisik

34 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

��������������

��������� �

�������������

�������������

��������� �� ������

�������������

��������� � �

� ��

�������

� ��

���������

��

����������������

�����������������

� ��

����

���

�������������

�������������

��������������

� ��

��� �

�����������������

��������������

������������

��

� ��

����

����������������

��

������������

���������������������

�������� ��� ��������

�������������

���������������

��������������

��������� ��

�������������

��������������

��������

��������� �� ��

�����������������

��

�������������

�����������

��

���������������

� ��

����

��������� ���

��������������

����������� ���������

��

� ��

������

������

�� ��

� � ��

� �������������

������������

���������������

�������

��

� ��

�����

�������������

�������������

����

��������������

������

��

������������ ����

����������� ���

� ��

�����

������������

������������

����

��������� ���

�������������

���������

��

� ��

�������������

����������������

���������������

� ��

��������

�����������

�� �

���������������

����������

���������� �� ������

����������

��������

�������� �������

�������� ����

���������������

������

��������������������

��������������

���������

��

������������������

�������������

� ��

� ��

�������������������

���������������

� ��

��� ��

�� ��

� � �

�������� ��� �������

���������������

������������������

��

�������������������

��

� ��

����

��������������������

�������������

���������

��������

����

���������������

������������������

��������� ����� ���

������������

� ��

�����

��������������������

������������������

��

���������������������

� ��

����

�����

�������� ������

��

�������������������

��

� ��

����

����������

��������

���

������������

������������

������

��������������

� ��

���������

�����������

������������

��������������

��������� �������

�����������������

�����

� ��

����������

������������������

� ��

����

������������

������������

������������

������

�����

��������������

��

� ��

��������

���������������

� ��

����

�����

������������

������������

������

�������������

���������������

��

��������� ������

������������������

35

Program pengembangan usaha swasta terutamaditujukan kepada pelaku usaha kecil, danmenengah. Permasalahan utama yang dihadapikelompok usaha ini adalah keterbatasan modal,akses modal yang minim ke lembaga keuanganformal, dan kurangnya keahlian dalam bidangmanajemen usaha. Bentuk usaha kecil inimerupakan bentuk usaha yang paling dominanyang terdapat di kabupaten/kota di Indonesia.Menurut Sensus Ekonomi 2006 terdapat sekitar99% bentuk usaha mikro-kecil berdasarkanjumlah tenaga kerja antara 1-20 orang. Beberapacontoh UKM di daerah pada umumnya sepertiusaha pengolahan hasil makanan dan kerajinantangan khas daerah yang pada umumnya banyakdiusahakan oleh kalangan ibu rumah tangga dankaum perempuan.

Program pengembangan usaha swasta oleh Pemdaadalah pelayanan pengembangan bisnis yangdisediakan pemda dengan dukungan dana APBD.Kegiatan tersebut diadakan tanpa adanyapungutan dari Pemda kepada pelaku usaha.Meskipun demikian, pada prakteknya adabeberapa daerah yang melakukan kegiatantersebut dengan melibatkan keikutsertaanpendanaan aktif dari pihak swasta. Ada limakegiatan pengembangan bisnis yang diperlukanuntuk pelaku usaha kecil dan menengah yangdijadikan acuan pada pertanyaan survei ini yaitu:

(a) pelatihan manajemen bisnis untukmeningkatkan kemampuan perusahaan dalamhal administrasi keuangan, manajemenpemasaran, dan manajemen produksi yangbaik.

(b) pelatihan peningkatan kualitas tenaga kerjauntuk tenaga kerja yang telah lulus sekolahnamun belum bekerja berupa pelatihanadministrasi kantor, pengenalan dunia kerja,etika bekerja, kemampuan bahasa asing.

(c) promosi produk lokal kepada investor (melaluiexhibition, trade fair) promosi perdagangan/investasi/potensi ekonomi yang dilakukan ditingkat nasional, di kabupaten/kota lain, dan dikabupaten/kota sendiri

(d)menghubungkan pelaku usaha kecil-sedang-besar untuk mempertemukan mata rantaikegiatan bisnis perusahaan daerah denganperusahaan besar yang ada di daerahkabupaten/kota, di daerah kabupaten/kota lain,dan di tingkat nasional.

(e) pelatihan pengajuan aplikasi kredit bagi UKMuntuk mengatasi salah satu hambatan besarbagi pelaku bisnis kecil-menengah terhadapkredit formal yang disediakan bank umumyang ada di kabupaten/kota. Pelatihan inimeliputi pelatihan pengenalan jenis-jeniskredit, pengenalan jenis lembaga keuanganformal yang ada, pengenalan dan pelatihanprosedur pengajuan aplikasi kredit (syarat-syarat yang harus dipenuhi, hak dan kewajibankreditur dan debitur.

Penilaian terhadap usaha-usaha yang dilakukanPemerintah Kabupaten/Kota dalam membuatprogram pengembangan bisnis swasta dan besaranAPBD yang mendukungnya merupakan hal yangdituju oleh studi ini. Ada dua pendekatan yangdigunakan disini yaitu dengan analisa datapersepsi pelaku usaha daerah mengenaipengembangan usaha dan analisa besaran rasioprogram-program pembangunan APBD yangteridentifikasi sebagai program pengembanganusaha swasta.

Kerangka Kebijakan NasionalSampai saat ini, telah banyak kebijakanpemerintah pusat dan daerah yang mendukungterciptanya ruang berusaha yang mendukungkepada kelompok usaha kecil ini. Beberapaperaturan pusat yang berkenaan denganpengembangan UKM diantaranya adalah:

3. PROGRAM PENGEMBANGAN

USAHA SWASTA DI DAERAH

36 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

a) UU No 25/1992 tentang Perkoperasian

b) UU No 9/1995 tentang Usaha Kecil

c) UU No 5/1999 tentang Larangan PraktekMonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

d) Inpres 6/2007 tentang kebijakan percepatansektor rill dan pemberdayaan usaha mikoro,kecil, dan menengah

e) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UsahaKecil dan Menengah No 02/2008 tentangPemberdayaan BDS-P (Business DevelopmentService Provider) untuk pengembanganKUMKM :

• Bahwa pengembangan KUMKM melaluiBDS-P yang merupakan lembaga dengankompetensi tinggi untuk dapatmengembangkan KUMKM.

• BDS-P berfungsi menyatukan berbagaikegiatan yang menjadi bagian dari BDS-Pseperti konsultansi pemasaran, konsultansiteknik produksi, konsultansi teknismanajemen keuangan yang sebelumnyamungkin diberikan secara sendiri-sendiri.

• BDS-P dapat dibiayai oleh pemerintahpusat, Pemda, PT, dan swasta. Namundemikian tidak disebutkan bagaimanastruktur kerjasama dan syarat kondisi teknisyang memungkinkan pembiayaan olehpemerintah pusat, Pemda, PT dan swastatesebut

Pendirian BDS-P ini memerlukan tingkatintervensi kebijakan Pemkab/Pemkot yang lebihdalam dan mendetil terutama pada skemapembiayaan BDS-P itu sendiri. Terutama juga saatini banyak Pemda yang telah memiliki skemapengembangan UKM yang berbeda-beda danunik yang memerlukan usaha sinkronisasi denganpembentukan BDS-P.

Kewenangan Pemerintah Kabupaten/KotaPemerintah Kabupaten/Kota menurutkewenangannya berdasarkan PP No 38 tahun2007 berkewajiban melakukan pemberdayaanUKM melalui berbagai programnya seperti:

a) Penetapan kebijakan pemberdayaan UKMdalam menumbuhkan iklim usaha bagi usahakecil di tingkat kabupaten/kota meliputi:pendanaan dan penyediaan sumber danatermasuk tatacara dan syarat pemenuhankebutuhan dana; prasarana; persaingan;informasi; kemitraan; perijinan; perlindungan.

b) Pembinaan dan pengembangan usaha kecilmeliputi: produksi; pemasaran; SDM;teknologi

c) Memfasilitasi akses penjaminan dalampenyediaan pembiayaan bagi UKM di tingkatkabupaten/kota meliputi kredit perbankan;penjaminan lembaga bukan bank; modalventura; pinjaman dari dana pengasihansebagai laba BUMN; hibah; dan jenispembiayaan lain.

Terlihat disini bahwa Pemerintah Kabupaten/Kotamemegang peranan kunci untuk mengembangkanUKM di daerahnya. Dengan mengidentifikasidengan tepat permasalahan UKM beberapaPemda telah melakukan program penjaminankredit bagi UKM dengan menempatkan jaminanpada bank nasional seperti di Kota Balikpapan.Pengaju aplikasi kredit dari pihak UKM tetapmelalui prosedur formal sesuai ketentuanperbankan yang ditetapkan bank tersebut. Tanpa

Kotak 3. Variabel Penilaian Indikator Tata KelolaProgram Pengembangan Usaha Swasta DaerahVariabel Penilaian• Tingkat kesadaran akan kehadiran program

pengembangan usaha• Tingkat partisipasi program pengembangan usaha• Tingkat kepuasan terhadap program pengembangan

usaha• Tingkat manfaat ppus terhadap pelaku usaha• Tingkat hambatan ppus terhadap kinerja perusahaan

37

Pemda campur tangan secara langsungmenyalurkan kredit kepada UKM namun denganmemberikan jaminan kredit sekaligus memberipelatihan keprofesionalan pengaksesan modalformal oleh UKM merupakan suatu langkah yanginovatif.

Program pengembangan usaha dibutuhkanterutama oleh daerah non-sumber daya alamIndikator Pengembangan Usaha Swasta Daerahbertujuan untuk melihat komitmen Pemdaterhadap pengembangan usaha swasta padaumumnya dan UKM pada khususnya.Keterlibatan Pemda dalam mendorong programpengembangan usaha swasta ini penting terutamauntuk daerah-daerah yang bukan merupakanpenghasil sumber daya alam. Diharapkanwalaupun daerah tersebut bukanlah daerah yangbisa menghasilkan nilai pajak dan retribusi daerahyang tinggi namun memiliki sektor swasta yangberkembang yang mampu memberikan tingkatlapangan pekerjaan yang tinggi.

Tingkat partisipasi perusahaan besarmendominasi berbagai jenis program PUSDi program pengembangan pelatihan manajemenbisnis, perusahaan kecil yang berpartisipasi sebesar8% sedangkan perusahaan besar 18%. Demikianpula fenomena data terjadi di program pelatihanpeningkatan kualitas tenaga kerja dimana tingkatpartisipasi perusahaan besar adalah 33% sedangkanperusahaan kecil hanya sekitar 32%. Programbusiness matchmaking program terutama sekalidiikuti oleh perusahaan besar (11%) dibandingkanjenis usaha kecil dan menengah (4-5%).Perusahaan besar mendominasi hampir keseluruhan

jenis program PUS yang ditanyakan pada surveiini. Hanya program pelatihan pengajuan kreditUKM yang diikuti oleh mayoritas perusahaan kecil.

Di antara kalangan bisnis yang menyadariadanya program pengembangan usaha, terdapatperbedaan yang penting antar kawasan dalampartisipasiDi Sumatera Utara, lebih dari 77% perusahaanyang menyadari adanya program-programpengembangan usaha telah ikut berpartisipasidalam program-program tersebut. Sementara diRiau, hanya 45% yang memilih untukberpartisipasi pada program pengembangan usahatersebut. Menariknya, Yogyakarta merupakansalah satu di antara yang menunjukkan tingkatkesadaran tertinggi, namun juga salah satu daerahdengan tingkat partisipasi terendah di antarakalangan bisnis yang mendapatkan informasi. Hal

Kecil 8 10 7 5 7 4Menengah 11 14 9 5 6 5Besar 18 33 22 9 6 11

PelatihanPromosi

Produk Lokal

UkuranPerusahaan

PelatihanManajemen

Bisnis

PelatihanTenaga Kerja

Proses Memper-temukan

Mitra Bisnis

Pelatihanpengajuan

Kredit UKM

Menghubung-kan antara UKMdan Perusahaan

Besar

Tabel 23. Tingkat Partisipasi Program Pengembangan Usaha Swasta

Kepulauan Riau 44 57DI Yogyakarta 39 52Kalimantan Timur 30 70Gorontalo 25 69Sulawesi Utara 20 60Sulawesi Selatan 18 73Sumatera Selatan 18 62NTT 17 60Bali 17 71Jawa Tengah 15 54Jawa Barat 14 67Riau 13 45Jawa Timur 13 55NTB 12 70Sumatera Utara 11 77

Propinsi Perusahaan yangBerpartisipasi(%)

KesadaranPerusahaan (%)

Tabel 24. Tingkat Kehadiran Program PengembanganUsaha Swasta dan Partipasi Pelaku Usaha per Propinsi

38 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

ini menunjukkan adanya keberagaman yangsignifikan terhadap program-program ini, baikkarena kualitas, rancangan, atau syarat-syarat lainuntuk berpartisipasi.

Namun masih banyak pelaku usaha yangmengeluhkan Pemda tidak memiliki PPUSPelaku usaha pada umumnya masih merasakankurangnya kehadiran program pengembanganusaha swasta (3,7%), kurangnya programpelatihan tenaga kerja (2,7%), Pemda tidakmemberikan perhatian terhadap PPUS (1,3%),dan PPUS tidak berdasarkan kebutuhan pelakuusaha lokal (1%). Bila melihat ke setiapkabupaten/kota mengenai keluhan respondenyang merasa bahwa program PPUS tidakdiberikan oleh Pemda seperti terlihat seperti diTabel 25. Kab Nias Selatan, Musi Banyusasin,Kota Tanjung Pinang, dan lainnya terdapat relatiflebih banyak keluhan pelaku usaha daripadadaerah lainnya mengenai PPUS.

Daerah Yogyakarta memiliki peringkat terbaikprogram PUSDaerah-daerah di Propinsi Yogyakarta termasukdalam kelompok peringkat terbaik tata kelolaprogram pengembangan bisnis swasta daerah.Diantaranya adalah Kabupaten Bantul, GunungKidul, dan Kulon Progo. Daerah diluar PulauJawa yang berhasil masuk ke dalam kelompokterbaik adalah Kota Batam, Kota Bima, danKabupaten Enrekang. Sementara itu Kab Kediri diJawa Timur memiliki nilai indeks tata kelolaprogram pengembangan usaha swasta terendah,begitupun dengan Kabupaten Bogor dan KabSumenep.

Analisa Data Laporan KeteranganPertanggungjawaban Kepala DaerahBerdasarkan data yang dikumpulkan dari LaporanKeterangan Pertanggungjawaban Bupati/Walikotatahun 2006 terlihat dana program pembangunandan nilainya. Langkah-langkah untukmengidentifikasi program pembangunan danbujetnya merupakan langkah yang membutuhkankerja keras karena tidak ada keseragaman dalamhal nama program dan penjabaran program yanglebih mendetil. Banyak penamaan program yangsebenarnya memiliki kesamaan definisi. Namundemikian, mungkin saja penamaan tersebut masihsimpang-siur dalam penjabaran program teknisyang dimaksud misalnya dana program tertentuyang besar nilainya namun setelah melihatdeskripsi yang lebih mendetil terlaihat bahwaprogram tersebut hanya besar pada komponenpembayaran personilnya.

Provinsi Kab./Kota %

Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 26,8Sumatera Selatan Kab. Musi Banyu Asin 24,0Kepulauan Riau Kota Tanjung Pinang 22,0Di Yogyakarta Kab. Sleman 22,0Kepulauan Riau Kab. Natuna 16,0NTB Kota Bima 16,0Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu 14,8Sumatera Selatan Kab. Oku Selatan 14,0Sumatera Selatan Kota Palembang 14,0

Tabel 25. Tingkat Keluhan Pemda Yang Tidak MemilikiProgram Pengembangan Usaha Swasta

DI Yogyakarta Kab, Bantul 86,49 Jawa Timur Kab, Kediri 15,04DI Yogyakarta Kab, Gunung Kidul 84,98 Jawa Barat Kab, Bogor 17,60DI Yogyakarta Kab, Kulon Progo 76,75 Jawa Timur Kab, Sumenep 17,94Sumatera Selatan Kota Prabumulih 75,18 Riau Kab, Siak 19,08DI Yogyakarta Kota Yogyakarta 74,38 Jawa Tengah Kab, Kebumen 19,73Kepulauan Riau Kota Batam 71,86 NTT Kab, Manggarai Barat 20,56Jawa Barat Kota Banjar 69,74 Riau Kab, Rokan Hilir 21,00Bali Kab, Bangli 68,29 Bali Kab, Tabanan 21,04NTB Kota Bima 68,22 Sulawesi Selatan Kab, Selayar 21,40Sulawesi Selatan Kab, Enrekang 68,06 Jawa Timur Kab, Tulungagung 22,17

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota IndeksTabel 26. Urutan Kabupaten/Kota Indikator Prpgram Pengembangan Usaha Swasta

39

a) Dana untuk pengembangan usaha swastaKomponen perhitungan untuk danapengembangan usaha swasta terdiri darikomponen biaya dari mata kegiatan yang dibiayaioleh APBD seperti peningkatan sistem inovasiteknologi industri, kegiatan penumbuhan danpengembangan industri rumahan, kegiatanfasilitasi bimbingan teknis dan alat IKM batikdalam pengembangan desa wisata, kegiatanbimtek (bimbingan teknis) dan bantuan alatmakanan olahan, dan sebagainya. Program inibersifat memberikan kemampuan dasar kepadapelaku usaha berupa penambahan kapasitaskeahlian produksi dan manajerial.

Secara keseluruhan tingkat dana untuk programpengembangan usaha swasta masih dibawah 5%dari total APBD di seluruh kabupaten/kota. KabSumedang memiliki rasio terbesar dalam programpengembangan usaha yaitu sebesar 4,673% daritotal APBD. Rasio ini jauh melampaui beberapakabupaten/kota lain yang menyusul sesudahnyaseperti Kabupaten Jembrana yang memiliki sekitar1,564% untuk program pengembangan sektorswasta tersebut.

b) Kredit usaha yang diberikan PemdaKomponen kegiatan dan program pembangunanyang termasuk di dalamnya seperti penyediaan

dana modal recovery fund, Pinjaman modal usahatani organik, Pinjaman modal untuk pembeliansemen beku, Pinjaman modal pada aneka usahaikan, Pinjaman pengembangan kemitraan ternak,Kegiatan peningkatan penyediaan pinjamanmodal usaha bagi pelaku usaha jasa wisata.

Secara keseluruhan, rasio nilai kredit usahaterhadap total APBD masih di bawah nilai 1,5%per tahunnya. Kabupaten Sumedang menempatiperingkat tertinggi dalam rasio tersebut kemudiandisusul oleh Kabupaten Sragen pada tingkat1,27%. Kabupaten/Kota di Pulau Jawa masihmendominasi urutan teratas dimana KabupatenFlores Timur merupakan daerah yang masuk kedalam dominasi urutan tersebut. Patut dicermatidisini adalah kabupaten/kota yang memiliki nilairasio besar tersebut bukanlah mereka yangdiberkahi dengan sumber daya alam mineral danhasil bumi yang besar. Hal ini cukup memberikangambaran yang menggembirakan bahwa daerah-daerah dengan keterbatasan sumber daya alamcenderung untuk memiliki programpengembangan usaha swasta yang lebih besar.

c) Program pelatihan bagi peningkatan kualitastenaga kerjaKomponen kegiatan dan program pembangunanyang termasuk di dalamnya seperti: kegiatanpembinaan dan akreditasi lembaga pelatihan kerja,

Note: Berdasarkan 59 Data Kabupaten/Kota

Kab, Sumedang 4,673Kab, Jembrana 1,564Kab, Bangli 1,304Kab, Tabanan 0,857Kab, Humbang Hasundutan 0,830Kab, Cirebon 0,794Kab, Manggarai 0,785Kab, Banyuwangi 0,778Kab, Tegal 0,676Kab, Bondowoso 0,668Kota Tanjung Balai 0,663Kota Bogor 0,644Kota Salatiga 0,621

PropinsiRasio Program

Pengembangan UsahaSwasta Terhadap APBD

Tabel 27. Persentase Rasio Program Pengembangan UsahaTerhadap APBD

Note: Berdasarkan 35 Data Kabupaten/Kota

Kab, Sumedang 1,5983Kab, Sragen 1,2677Kota Yogyakarta 0,9381Kota Tebing Tinggi 0,7622Kab, Demak 0,6292Kab, Bondowoso 0,5660Kab, Flores Timur 0,5388Kab, Wonosobo 0,5016Kab, Lamongan 0,4369Kab, Humbang Hasundutan 0,4188Kab, Jembrana 0,3788Kota Mojokerto 0,3491

Kabupaten/Kota Rasio Nilai Kredit UsahaTerhadap Total APBD

Tabel 28. Persentase Kredit Usaha Yang DisediakanPemda

40 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

pelatihan keterampilan dan bantuan peralatankepada KK miskin, pelatihan keterampilan tenagakerja, pelatihan keterampilan tenaga kerja secarainstitusional dan noninstitusional, dan sebagainya.

Kabupaten Dairi memiliki tingkat persentasetertinggi (0,55%) dalam nilai pelatihan tenagakerja terhadap total APBD-nya. Tidak adakonsentrasi urutan pada Pulau Jawa dan luar-Jawadisini karena dalam urutan lima besar tersebar diPulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

d) Dana kesehatanKomponen program pembangunan yang turutdimasukkan sebagai indikator programpengembangan usaha karena adanya dana publikseperti ini mendorong kemudahan mekanismefiring terhadap tenaga kerja. Dana pelayananpublik dasar seperti ini dapat mengurangi resikoterjadinya gejolak sosial bila terjadi pemutusanhubungan kerja (PHK) oleh pihak pengusaha.Dana kesehatan yang dipilih dibandingkan danapelayanan publik lainnya seperti pendidikanmisalnya karena dana ini lebih berpengaruhterhadap kehidupan seorang penduduk usia kerja.Contoh komponen yang dijadikan perhitungandana ini seperti: pengadaan kendaraan puskesmaskeliling, program pencegahan dan pemberantasanpenyakit, program pelayanan pengobatanmasyarakat, program perbaikan gizi masyarakat,Kegiatan pengadaan alat kedokteran, Kegiatan

pengadaan alat laboraturium, Kegiatan pengadaanobat-obatan, Kegiatan pengadaan alat kesehatan,Kegiatan bahan makanan pasien.

Kota Yogyakarta memiliki persentase pelayanankesehatan tertinggi yaitu sebesar 36,56% dari totalAPBD-nya. Kemudian Kota Tegal menempatkan17,92% dananya untuk pelayanan kesehatan yanghanya setengah dari persentase Kota Yogyakarta.Disini masih terlihat dominasi daerah-daerahPulau Jawa pada urutan lima besar persentadedana pelayanan kesehatan terbesar.

Catatan Kebijakanl Dengan adanya kebijakan tentang BDS-P

secara nasional untuk mengembangkan UKMsecara lebih komprehensif setidaknya perlumemperhatikan keadaan pengembangan UKMsaat ini yang telah dikembangkan Pemda.Beberapa daerah sudah cukup inovatif dalammerancang program yang spesifikmenyelesaikan permasalahan mendasar UKM.

l Beberapa daerah yang masih minim sekaliprogram PUS ini dapat segera menyelaraskandengan desain kebijakan nasional yang ada saatini mengenai BDS-P. Hal ini untuk segeramenstimulus perkembangan yang sudah terjadidi beberapa daerah lainnya.

Note: Berdasarkan 43 Data Kabupaten/Kota

Kab, Dairi 0,550Kab, Sumedang 0,416Kab, Demak 0,257Kota Balikpapan 0,199Kota Pekalongan 0,188Kab,Gunung Kidul 0,178Kab, Tegal 0,168Kota Bogor 0,158Kab, Kudus 0,156Kab, Madiun 0,154Kota Salatiga 0,141Kab, Cirebon 0,110

Kabupaten/Kota Rasio Nilai Pelatihan TenagaKerja Terhadap Total APBD

Tabel 29. Persentase Nilai Program Pelatihan Tenaga Kerja

Note: Berdasarkan 56 Data Kabupaten/Kota

Kota Yogyakarta 365,577Kota Tegal 179,190Kab, Demak 169,403Kab, Sumedang 151,910Kab, Ponorogo 93,280Kab, Tegal 68,122Kota Pare Pare 67,887Kab, Wonosobo 58,417Kota Kediri 57,927Kab, Flores Timur 45,142Kab, Cirebon 44,439Kab, Sragen 42,877Kab, Banyuwangi 40,533

Kabupaten/Kota PPPPPersentase Dersentase Dersentase Dersentase Dersentase Dana Pana Pana Pana Pana PelayananelayananelayananelayananelayananKKKKKesehatan esehatan esehatan esehatan esehatan TTTTTerhadap erhadap erhadap erhadap erhadap TTTTTotal APBDotal APBDotal APBDotal APBDotal APBD

Tabel 30. Persentase Dana Pelayanan Kesehatan

41

l Pemerintah perlu segera menjabarkankebijakan teknis pembiayaan dan manajemenpengembangan teknis BDS-P antarapemerintah pusat dan terutama pemdasebelum melakukan kerjasama dengan pihakketiga lainnya.

l Pemda perlu membuat program evaluasi yangkomprehensif mengenai PPUS ini karenaprogram ini pada tahapan lanjutan tertentusudah tidak membutuhkan keterlibatan pemdasecara lebih mendalam (misalnya tidak perlulagi alokasi APBD).

l Pemda perlu memperhatikan keluhan yangdisampaikan oleh pelaku usaha di daerahnyamenyangkut pengembangan PPUS. Beberapakeluhan yang spesifik seperti program tidakberdasarkan tingkat kebutuhan pelaku usahalocal merupakan koreksi yang bisa segeradilakukan terhadap berbagai jenis programyang saat ini sedang dijalankan.

l Diperlukan mekanisme penilaian tingkatkepuasan si sasaran program PPUS yangdilakukan terhadap pelaku usaha agarperbaikan di lapangan dapat segera dilakukanoleh Pemda yang telah memiliki programPPUS.

42 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

""

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

�������������

�����������������

�����������

�� �

� ��

����������

� ��

� ��������

� ��

����

�� ��

����

��������������

� ��

����

��������������

��������� � ��

� � ��

�����

���������������

���������������

�����������

��

�������������

������

� ��

� ��

� ��

����

� ��

�����

� ��

�����

� ��

���������

��������� ���

� ��

��������

� ��

���������

������������

���������������

� ��

� � �

� ��

���������

��

� ��

�����

� ��

����

�����

����������������

� ��

���

� ��

� � ��

� ������������������

��

������������������

� ��

�����������

� ��

�� � ����

� ��

��������

���������������������

������������

��������������

��

�������������

�������������������

��������������

������������

������

�����

�������������

�������������

������

���������������

���������

�������

����������� ����������

��

� ��

������

������������

� ��

������

�����������

��

��������������

� ��

����

��������� ����

��������������

��������������������

���������������

������������

��������� ��

��� � � �

� ��

����

����

� ��

����

�����

�����������������

� ��

����������

��������� �� ��

������������������

� ��

��������

����������������

� ��

����

�� ��

�����

�������������

�������������

������������������

�������������

�������������������

��

� ��

���������

�����������

����

�������������������

��

��������������������

�������������

�������������

���������

��

� ��

�����

� ��

�������

������������

��

������������

��������������

�� ��

����

���

��������� � � �

�������� �������

������������ �

��������������

� ��

�������������

��������������

����������

������������������

� ��

��������

� ��

�����

���������� � ����

�������������

�����������������

������������

�� ��

������

������������

������������� �

��������������

�������������

�������������

���������������

�������

��

������������ ����

���������� � ��

����������� ���

������������������

��

�������������

����������� ���������

��

� ��

�������

��������� �� ������

��������������

������������

������

Gambar 29. Program Pengembangan Usaha

43

� ��

�����

��������������

�������� ��� �������

��������������

�������������

��������������

��������� �� ������

��������������

�������������

� ��

�����

��

� ��

��������

����������� �

����������������������

�������������

����

��������� � �

������������

������

����������� ���

������������

���������������

��������������

���������� � ��

����������������

�����������������

������������

����

��������������

�������������

�������������

������������������

����������

��������

��������� �

�� �

��������������

������

��

���������������

��

� ��

������

��������� �� ������

�������������

�������������

��������������

������������������

���������

��

���������������

������������������

��������������

�������������

� ��

������

������

�����������������

� ��

�������

����������� ����

���������

����

��������� �

���������������

�����������������

��

���������

� �

��������� ��

���������������

������������

�����

�������� ��� ��������

����������

��

������������

��������� ������

������������ ���

�����������

������������

������

� ��

��� ��

��������������

� ��

����

����

������������

� ��

��������

��������������

������������

��

�������������

����������������

��������������

��������� ����� ���

��������������

��������

���������������

���������

��������

���

������������

���

���������������������

����������������

��������� ���

��������������

� ��

����

��������� ����

���������������

��

�������� ����

��� ��

��� �

� ��

� �

����

�����������

����������������

�������������

��

�������������

��������������

� ��

� � �

�������������

��������� �

����

��������������

������������

�����

�������� ������

��

� ��

������

� ��

����

��������������������

������������

���������������

���������������

���������������

���������

��������

����

������������

����������������

�����������������

����������� ��

��������� ����

������������

�����������

������������

�����

������������

���

�������������

��������� �������

�����������������

�����

��������������

������������

��������������

��������� � �

��������������

44 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Saat ini masalah perizinan usaha adalah salah satumasalah utama yang dihadapi seseorang ketikaakan memulai usaha. Izin usaha merupakanbentuk pendaftaran perusahaan kepadapemerintah untuk mendapatkan formalitas statususaha. Formalitas usaha diperlukan agarperusahaan bersangkutan bisa mengakses modaldari lembaga keuangan formal dengan lebihmudah. Menurut laporan Doing Business 2008(Bank Dunia), untuk memulai sebuah usaha barudi Jakarta, seorang pengusaha harus melewati 12prosedur, memerlukan 105 hari kerja, danmembutuhkan biaya sampai 80% pendapatan perkapita. Masalah-masalah ini dapat menghambataktivitas komersial, mempersulit perkembanganperusahaan-perusahaan kecil, menghambatpendirian usaha-usaha baru, dan membuat parausahawan menghindari formalisasi. Pada SurveiTata Kelola Ekonomi Daerah 2007 ini, perizinanusaha menempati peringkat keempat dalamurutan keluhan tentang hambatan utama yangdihadapi oleh pelaku usaha. Dari 12.187 pelakuusaha yang menjadi responden pada survei initerdapat 27,3% yang tidak memiliki surat izinusaha pada saat survei ini dilaksanakan.

Desentralisasi telah menjadikan masalah perizinandi Indonesia bertambah parah karena tuntutankebutuhan untuk meningkatkan pendapatandaerah, pemerintah-pemerintah daerahmemandang izin usaha berbeda dari tujuanawalnya. Sebagaimana disebutkan sebelumnyadalam bagian ini, sertifikasi dan izin usaha dapatmemberi perlindungan sosial, kontrol pasar, danpendaftaran administratif. Meskipun demikian,pemerintah-pemerintah daerah di Indonesiamenggunakan izin-izin usaha tersebut untukmemperoleh pemasukan tanpa memberikanperlindungan, kontrol, atau layanan-layananadministrasi yang berkaitan, dan seringkali tanpamelakukan analisis penuh atas dampak sebuahizin terhadap perilaku perusahaan.

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah diperizinan usahaDi survei ini terdapat lima jenis indikator yangdijadikan dasar pengumpulan informasi seputarizin usaha seperti kemudahan pengurusan izin,biaya total pengurusan, waktu pengurusan.Berikut ini akan dijabarkan berbagai peraturanpusat yang mengatur secara detil kualitaspelayanan publik beberapa aturan izin yangmenjadi kewenangan daerah yaitu:

1) SIUP; dasar hukum pelaksanaan pelayananSIUP di daerah pada era otonomi daerahadalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:36/M-Dag/Per/9/2007 tentang PenerbitanSurat Izin Usaha Perdagangan, yangmenggantikan Permendag Nomor: 09/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan danTata Cara Penerbitan Surat Izin UsahaPerdagangan. Yang dimaksud denganperusahaan “perdagangan” adalah setiap bentukusaha yang menjalankan kegiatan usaha disektor perdagangan yang bersifat tetap,berkelanjutan, didirikan, bekerja danberkedudukan dalam wilayah negara RepublikIndonesia, untuk tujuan memperolehkeuntungan dan atau laba. Instansi daerahyang berwenangan menyelenggarakanpelayanan penerbitan SIUP adalah instansi(SKPD) teknis yang bertanggung jawabdibidang perdagangan, atau pejabat yangbertanggungjawab dalam pelaksanaanPelayanan Terpadu Satu Pintu setempat.Khusus Kawasan Perdagangan Bebas danPelabuhan Bebas, Gubernur DKI JakartaBupati/Walikota melimpahkan kewenanganpenerbitan SIUP kepada pejabat yangbertanggungjawab pada Badan PengusahaanKawasan Perdagangan Bebas dan PelabuhanBebas setempat. Sedangkan untuk daerahterpencil, Bupati/Walikota dapat melimpahkankewenangan penerbitan SIUP kepada Camatsetempat.

4. PERIZINAN USAHA

45

2) TDP (Tanda Daftar Perusahaan); pada tahapanselanjutnya, setelah mendapatkan SIUP. Dalamkurun waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelahperusahaan beroperasi, perusahaan tersebutwajib segera mendaftarkan perusahannya.Kewajiban daftar perusahaan sebagaimanadimaksud di atas, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1983 tentang WajibDaftar Perusahaan. Sebagai bukti atasterpenuhinya kewajiban itu, perusahaanmemperoleh Tanda Daftar Perusahaan.Pendaftaran perusahaan dilakukan oleh paraKPP (Kantor Pelayanan Perizinan) Kabupaten/Kota/Kotamadya di tempat kedudukanperusahaan. Dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) hari sejak berkas permohonan diterimalengkap, Kepala KPP kabupaten/kotamensahkan permohonan tersebut. Pendaftaran

perusahaan sebagaimana dimaksud di atastidak dikenakan biaya. Berlakunya TDP adalah5 (lima) tahun, sejak diterbitkanya TDP. Setiapperusahaan yang melakukan perubahanterhadap data yang didaftarkan wajibmelaporkan perubahan data kepada KPPKabupaten/Kota setempat dengan mengisiformulir pendaftaran.

3) Tanda Daftar Industri (TDI) adalah izin yangharus dimiliki oleh yang melakukan kegiatanindustri dengan nilai investasi perusahaanseluruhnya antara Rp 5.000.000,00 - Rp.200.000.000,00 tidak termasuk tanah danbangunan. Proses pengurusan inimembutuhkan waktu kurang lebih selama 14hari kerja.

SIUP Kecil 0-200 100.000,00SIUP sedang 200-500 150.000,00SIUP Besar > 500 300.000,00

BBBBBiaya iaya iaya iaya iaya (Rp)(Rp)(Rp)(Rp)(Rp)JJJJJangka angka angka angka angka WWWWWaktuaktuaktuaktuaktuLama PLama PLama PLama PLama PrrrrrosesosesosesosesosesMMMMModal odal odal odal odal (Rp-juta)(Rp-juta)(Rp-juta)(Rp-juta)(Rp-juta)KKKKKriteriariteriariteriariteriariteria

3 Hari(perizinan lengkap)

Selama menjalankanusaha (daftar ulang

tiap 5 tahun)

Tabel 31. Contoh Syarat, Biaya, dan Lama Proses Izin SIUP Menurut Permendag No 36/2007 (Peraturan Pusat)

NNNNNo.o.o.o.o. PTPTPTPTPT KKKKKoperasioperasioperasioperasioperasi CV/FCV/FCV/FCV/FCV/Faaaaa PPPPPerererereroranganoranganoranganoranganoranganFoto copy Akta NotarisPendirian Perusahaan

Foto copy Akte PerubahanPerusahaan (apabila ada)

Foto copy Surat KeputusanPengesahan Badan HukumPerseroan Terbatas dariDepkum Ham;

Foto copy KTPPenanggung-jawab/Direktur utama Perusahaan;Surat Pernyataan dariPemohon SIUP tentanglokasi usaha perusahaan,dan;Foto Penanggungjawab atauDirektur Utama Perusahaanukuran 3x4 cm (2 lembar).

Foto copy Akta NotarisPendirian Koperasi yangtelah disahkan

Foto copy KTP Penang-gungjawab atau Pengurus;

Surat Pernyataan dariPemohon SIUP tentanglokasi usaha Koperasi; danFoto Penanggungjawab atauPengurus Koperasi ukuran3x 4 cm (2 lembar).

Foto copy Akta NotarisPendirian Perusahaan yangtelah disahkan PengadilanNegeri;Foto copy KTP Pemilikatau Pengurus atauPenanggung-jawabPerusahaan;Surat Pernyataan dariPemohon SIUP tentanglokasi usaha Perusahaan;dan

Foto Pemilik atau Pengurusatau PenanggungjawabPerusahaan ukuran 3x4 cm(2 lembar).

Foto copy KTP Pemilikatau Penanggung-jawabPerusahaan;

Surat Pernyataan dariPemohon SIUP tentanglokasi usaha Perusahaan;

Foto Pemilik atauPenanggungjawabPerusahaan ukuran 3x4 cm(2 lembar).

1

2

3

4

5

6

PPPPPersyaratan SIUP barersyaratan SIUP barersyaratan SIUP barersyaratan SIUP barersyaratan SIUP baruuuuu

46 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

4) Izin Gangguan (HO): Setiap kegiatan usahayang berpotensi menimbulkan bahaya dan/atauancaman bagi masyarakat luas diwajibkanmemiliki izin gangguan (HO). Untukperusahaan yang wajib memiliki amdal atauberada dalam kawasan industri yang telahmemiliki AMDAL dikecualikan untukmemiliki HO. Sebagai syarat untukmemperoleh HO, terlebih dahulu harusmemiliki IMB. Hubungan antara HO danIMB memiliki keterkaitan yang erat, apalagikeduanya dapat menggunakan dasar hukumPeraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001tentang Retribusi Daerah. Dalam PP tentangRetribusi daerah HO dan IMB dikelompokandalam satu golongan retribusi perizinantertentu. Berdasarkan pada ketentuan PP 66Tahun 2001, maka pelayanan HO dan IMBdapat dipungut retribusi. Dasar hukum lainnyayang menunjukkan adanya keterkaitan antarakedua perizinan tersebut adalah KeputusanMenteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993tentang Tata Cara Pemberian Izin MendirikanBagunan (IMB) serta Izin Undang-UndangGangguan (UUG) / HO bagi PerusahaanIndustri, dan Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 5 Tahun 1992 tentang Rencana TapakTanah dan Tata Tertib Pengusahaan KawasanIndustri serta Prosedur Pemberian IzinMendirikan Bangunan (IMB) dan IzinUndang-Undang Gangguan (UUG) / HO BagiPerusahaan - perusahaan yang berlokasi Di luarKawasan Industri.

5) IMB: dasar hukum IMB selain di atasbertambah dengan diterbitkanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentangBangunan. UU Bangunan mempertegaskewajiban atas izin terhadap setiap aktifitaspembangunan (konstruksi) dengan berbagaifungsinya. Sedangkan untuk dasar hukum HOyang masih menggunakan peraturan pada masapenjajahan hingga saat ini belum adapembaharuan lagi.

Komposisi Responden Izin UsahaSecara umum, komposisi responden berdasarkanstatus badan hukumnya sebagai berikut;perusahaan perorangan (PO) 50%; PT sebesar13,8%; CV sebesar 11,3%; UD sebesar 11,5%;dan koperasi sebesar 8,6%. Menurut tahundikeluarkannya izin terbaru TDP, rata-rataperusahaan memiliki surat TDP yang tahunditerbitkannya sesudah tahun 2001 (Tabel 31).Hal ini mengindikasikan bahwa sejumlahinformasi mengenai biaya dan prosedur dapatdikatakan termasuk baru (up to date).

Sangat sedikit perusahaan yang memiliki izinformal dalam bentuk apapun.Hanya 54% perusahaan yang memiliki izin usahaTDP, meskipun setiap pelaku usaha diwajibkanmemiliki TDP. Sedangkan hanya 59% yangmemiliki SIUP. Kurang dari separuh dari seluruhperusahaan yang disurvei memiliki IMB padahaltingkat kepemilikan sertifikat tanah berupa hakmilik mencapai 90% dari responden yangmemiliki tanah sendiri. Sementara itu izingangguan (HO) hanya dimiliki oleh 48%responden pelaku usaha.

Survei ini hanya mencakup perusahaan-perusahaan yang memiliki sepuluh orangkaryawan atau lebih. Sebagian besar perusahaandengan skala mikro tidak dimasukkan dimana halini bertujuan memperkecil resiko mendapatiresponden yang tidak memiliki izin usaha.Pengurusan izin usaha dianggap sebagai langkahawal interaksi pelaku usaha dengan Pemda secara

Variabel Penilaian• Persentase Perusahaan Yang Memiliki TDP• Persepsi Kemudahan Perolehan TDP Dan Rata-Rata

Waktu Perolehan TDP• Persepsi Tingkat Biaya Yang Memberatkan Usaha• Persepsi Bahwa Pelayanan Izin Usaha Adalah Bebas

KKN, Efisien, Dan Bebas Pungli• Persentase Keberadaan Mekanisme Pengaduan• Persepsi Tingkat Hambatan Izin Usaha Terhadap

Usahanya

Kotak 4 Variabel Penilaian Indikator Tata KelolaPerizinan Usaha

47

langsung sehingga diharapkan mereka mampumemberikan penilaian tentang Pemda secara baik.Namun bahkan di antara perusahaan besar pun,15% di antaranya tidak memiliki TDP. Demikianpula, perusahaan-perusahaan yang beroperasidalam suatu sektor tertentu lebih mungkinmemiliki perizinan sektoral yang relevan (72%dari perusahaan perdagangan memiliki SIUP).

Banyaknya usaha yang tidak terdaftar lebih besarlagi di antara perusahaan-perusahaan kecil. Tabel2 menunjukkan bahwa sekitar 46,8% perusahaankecil memiliki pendaftaran usaha, sementara 58%dari perusahaan berskala menengah memilikinya.Karena itu, perusahaan-perusahaan kecil dengantransaksi yang rendah dan interaksi yang lebihsedikit dengan lembaga-lembaga formal akanmenganggap bahwa terdaftar secara formal bukanmerupakan kebutuhan. Meskipun demikian,justru perusahaan-perusahaan kecil inilah yang

paling memerlukan formalisasi untukmendapatkan kredit dari bank dan mengaksespasar yang lebih besar. Temuan-temuan inimenunjukkan bahwa diperlukan lebih banyakpenelitian mengenai alasan mengapa perusahaan-perusahaan kecil memilih menjadi tidak formal.

Rendahnya tingkat kepemilikan izin usaha olehperusahaan kecilTabel 2 memperlihatkan kepemilikan surat izinTDP perusahaan kecil adalah 46,8%, perusahaansedang adalah 58%, dan perusahaan besar adalah84,6%. Kepemilikan surat izin usaha tentunyatidak bisa dilepaskan dari hukum permintaan danpenawaran surat izin itu sendiri. Perusahaan kecildengan karakteristik transaksi yang belum banyak,belum intensif berhubungan dengan lembagakeuangan formal menjadi sangat mungkin

TDP 47 58 85 55 62 48 54TDI 13 19 51 29 12 7 18SIUP 53 62 84 59 72 51 59HO 31 41 72 40 43 32 38IMB 42 52 79 46 56 47 48

Jenis Izin Kecil Menengah Besar Produksi Perdagangan Jasa TotalTabel 33. Persentase banyaknya perusahaan-perusahaan yang memiliki beragam perizinan usaha

Sumatera Utara 3 14 56 580 85 447 1185Riau 0 2 12 256 28 253 551Sumatera Selatan 0 6 26 305 37 333 707Kepulauan Riau 0 4 4 224 9 59 300Jawa Barat 0 12 41 569 82 569 1.273Jawa Tengah 1 18 51 718 17 1.010 1.815DI Yogyakarta 0 1 8 110 3 129 251Jawa Timur 2 24 71 727 79 1.024 1.927Bali 0 25 200 3 227 455NTB 1 13 35 131 24 264 468NTT 0 13 22 337 42 374 788Kalimantan Timur 0 3 17 376 23 225 644Sulawesi Utara 0 5 25 214 13 178 435Sulawesi Selatan 0 6 22 658 51 426 1.163Gorontalo 0 6 8 89 14 108 225Total 7 127 423 5.494 510 5.626 1.2187

1950-1970 1971-1990 1991-2000 >2001 tidak tahu Total

Tahun Dikeluarkannya Izin TerbaruPropinsi tidak punya

izin

Tabel 32. Banyaknya Perusahaan per Propinsi Berdasarkan Tahun Dikeluarkannya Izin Terbaru (Tanda DaftarPerusahaan)

48 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

memiliki tingkat permintaan surat izin usaha yangrelatif rendah dibandingkan dengan kelompoklainnya. Namun demikian, justru seharusnyaperusahaan kecil yang biasanya memilikiketerbatasan modal memerlukan keformalanusaha untuk mendapatkan akses pemodalan darilembaga-lembaga keuangan forma. Tetapifenomena yang terjadi adalah sebaliknya, hal inidapat menjadi analisis lebih jauh bahwa sisipenawaran surat izin usaha memiliki beberapakarakteristik yang membuat perusahaan keciltidak bisa melihat manfaat bersih dari bentukkeformalan usaha yang dimilikinya.

Izin usaha sebagai kendala berusaha di daerahMenurut data yang didapatkan dari survei ini,masalah perizinan usaha menempati urutankeempat (6,44%) dari sejumlah kendala yangdapat menjadi kendala berusaha. Masalah-masalahpada bidang perizinan usaha diantaranya adalah

prosedur perizinan rumit (5,6%), pengurusan izinterlalu lama(5,38%), dan pengurusan izin terlalumahal (5,01%).

Rata-rata nasional waktu aktual pengurusanTDP adalah 14 hariKabupaten Trenggalek di Propinsi Jawa Timurmemerlukan waktu terlama dalam pengurusanSurat Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yaitusekitar 108 hari. Kemudian disusul pada tempatkedua pada urutan terlama adalah di KabupatenKarimun yang terletak di Kepulauan Riau denganlama waktu sekitar 57 hari. Sedangkan KabupatenGorontalo, Kabupaten Luwu Utara, KabupatenPinrang memiliki waktu tercepat dalam pelayananpengurusan TDP yaitu sekitar 2 hari saja. Ada halyang menarik disini yaitu Kabupaten Lingga danKabupaten Karimun yang sama-sama terletak diKepulauan Riau berada pada dua kelompokpencapaian yang berbeda. Adanya perbedaan yangmencolok dari daerah yang tercepat merupakanmasalah implementasi di lapangan karena telahterdapat peraturan nasional yang memberikan

Prosedur perizinan rumit 5,6Pengurusan izin terlalu lama 5,38Pengurusan izin terlalu mahal 5,01Banyak persyaratan izin usaha 2,16Banyak pungutan liar oleh pegawai Pemda 1,99Kurangnya informasi izin usaha 0,59Lainnya 2,38

Kendala Izin Usaha (%)

Tabel 34. Urutan Kendala Berusaha di 243 Kabupaten/Kota pada tahun 2007

Jawa Timur Kab. Trenggalek 108 Gorontalo Kab. Gorontalo 2Kepulauan Riau Kab. Karimun 57 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Utara 2Riau Kab. Rokan Hilir 42 Sulawesi Selatan Kab. Pinrang 2Jawa Timur Kab. Sampang 41 Sulawesi Selatan Kab. Luwu 3Jawa Timur Kab. Malang 37 Riau Kab. Siak 3Bali Kab. Badung 36 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Timur 4Kalimantan Timur Kab. Penajam Paser Utara 35 Kepulauan Riau Kab. Lingga 4Sumatera Utara Kab. Simalungun 31 Sumatera Utara Kab. Mandailing Natal 4Jawa Barat Kab. Indramayu 31 Gorontalo Kab. Bone Bolango 4Jawa Timur Kota Surabaya 30 NTT Kab. Ngada 4

Kabupaten/Kota Waktu(hari)Propinsi Waktu

(hari)

Terlama Tercepat

Tabel 35. Lama Pengurusan Surat Izin Usaha Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

Kabupaten/KotaPropinsi

��������,��� �������� ���%��� �����)��������� ����� � ��������

�����

�����

�����

����

!����

"����

#����

� ��� � � ����

� �����

�)�� .������� !����

49

jangka waktu pengurusan TDP secara detil.Pada urutan sepuluh kabupaten/kota yangmemberikan pelayanan perizinan TDP terlamaada sekitar 40% daerah yang berada di PropinsiJawa Timur. Sedangkan pada urutan sepuluhkabupaten/kota yang memberikan pelayananperizinan TDP tercepat ada sekitar 40% daerahyang berada di Propinsi Sulawesi Selatan. Waktuterlama pengurusan TDP adalah 108 hari diKabupaten Trenaggalek sedangkan KabupatenGorontalo mampu memberikan pelayanan serupahanya dalam jangka waktu 2 hari.

Rata-rata nasional waktu resmi pengurusan TDPadalah 7 hariKota Tomohon memberikan pelayananpengurusan TDP dalam kurun waktu 2 hariberdasarkan peraturan resmi yang berhasildidapatkan. Kabupaten lainnya seperti MinahasaUtara, Kota Surakarta, KabupatenPurworejo,Kabupaten Sinjai dan KabupatenKudus menyatakan pada dokumen resminyabahwa pengurusan TDP adalah dalam waktu 5hari. Sedangkan Kabupaten Pemalang, Kabupaten

Bantul, dan Kota Bekasi memberikan waktupelayanan pengurusan antara 15 – 10 hari. Waktutersebut berada di luar jangka waktu rata-rataresmi nasional. Rata-rata resmi nasional inididapatkan dari informasi yang dikumpulkan daridokumen resmi Pemda (seperti Perda, SK Bupati/Walikota, dan brosur resmi Pemda) yang diterimaoleh Tim Peneliti.

Rata-rata nasional waktu aktual pengurusanSIUP adalah 15 hariKabupaten Luwu Utara, Kabupaten Pinrang, KotaPalopo di Propinsi Sulawesi Selatan danKabupaten Boalemo di Propinsi Boalemo telahmemberikan pelayanan surat SIUP yang tercepatyaitu sekitar 2 hari saja. Sedangkan KabupatenTrenggalek, Kabupaten Sampang, KabupatenBanyuwangi di Jawa Timur telah memberikanpelayanan surat SIUP terlama yaitu sekitar 65hari, 46 hari, dan 45 hari. Dengan adanyaperaturan nasional mengenai waktu pengurusanSIUP maka penyimpangan yang padakenyataannya terjadi ini adalah kualitasimplementasi di lapangan.

Rata-rata nasional waktu resmi pengurusanSIUP adalah 7 hariSebagai perbandingan dari sejumlah data yangberhasil didapatkan dari dokumen resmi Pemdayang terutama adalah Perda (Peraturan Daerah)tercatat waktu pengurusan terlama adalah diKabupaten Cilacap dan Kota Surakarta. Kedua

Kab. Pemalang 15 Kota Tomohon 2Kab. Bantul 12 Kab. Minahasa Utara 5Kota Bekasi 10 Kota Surakarta 5Kab. Buleleng 10 Kab. Purworejo 5Kab. Bima 10 Kab. Sinjai 5Kota Pekan Baru 7 Kab. Kudus 5

Waktu(hari)Kabupaten/Kota Waktu

(hari)Kabupaten/Kota

Tabel 36. Lama Pengurusan TDP

Jawa Timur Kab. Trenggalek 65 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Utara 2Jawa Timur Kab. Sampang 46 Sulawesi Selatan Kab. Pinrang 2Jawa Timur Kab. Banyuwangi 45 Sulawesi Selatan Kota Palopo 2Bali Kab. Badung 43 Gorontalo Kab. Boalemo 2Kalimantan Timur Kab. Penajam Paser Utara 41 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Timur 3NTT Kab. Lembata 40 Sulawesi Selatan Kab. Luwu 3Bali Kab. Karangasem 39 Riau Kab. Siak 4Di Yogyakarta Kab. Kulon Progo 37 Kepulauan Riau Kab. Lingga 4Bali Kab. Gianyar 35 NTT Kab. Ngada 4Sumatera Utara Kota Pematang Siantar 34 Gorontalo Kab. Gorontalo 4Jawa Timur Kota Surabaya 34 Sulawesi Selatan Kab. Barru 5

Kabupaten/Kota Waktu(hari)Propinsi Waktu

(hari)

Terlama Tercepat

Tabel 37. Lama Pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Kabupaten/KotaPropinsi

50 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

daerah tersebut memiliki peraturan resmi yangmenyebutkan jangka waktu pengurusan SIUPadalah 15 hari.

Biaya pengurusan TDP berdasarkan ketentuanresmi Pemda adalah Rp 62.500Kota Bontang, Kabupaten Sangihe, danKabupaten Karanganyar menempati urutanteratas pada kategori biaya resmi perizinantermahal. Tingkat biaya yang terdapat padaperaturan resmi di ketiga daerah tersebut adalahRp 500.000,-; Rp 300.000,- ; dan Rp 200.000,-.Biaya ini merupakan komponen biaya maksimumatas kategori perusahaan perorangan yang terdapatpada dokumen resmi Pemda.

Sedangkan beberapa daerah lainnya sepertiKabupaten Temanggung, Kota Bekasi, KotaDepok, Kota Mojokerto, Kota Pekanbaru, danKota Tanjung Balai hanya menetapkan tarifretribusi pengurusan TDP sebesar Rp 10.000,-.

Bila dibandingkan dengan rata-rata nilai tersebutdi kelompok termahal terlihat perbedaan hampirmencapat 500 kali lipat. Dimana nilai tersebutadalah berdasarkan ketentuan resmi dimana nilaiaktual berdasarkan pengalaman pelaku usahadimungkinkan sekali mengalami perbedaan yanglebih besar atau terjadi peningkatan nilai.

Keterpencilan wilayah bukan faktor penentuutama mahalnya biaya aktual TDPDaerah di Pulau Jawa mendominasi kelompoktermurah pada bidang pelayanan pengurusanTDP berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkanoleh pelaku usaha. Biaya aktual ini dapat meliputibiaya resmi dan biaya diluar ketentuan resmi yang

Kab. Cilacap 15 Kota Tomohon 2Kota Surakarta 15 Kab. Tanjung Balai 3Kota Pagar Alam 14 Kab. Purworejo 5Kab. Kutai Timur 14 Kab. Sinjai 5Kab. Bantul 12 Kota Semarang 5Kab. Kampar 12 Kab. Kudus 5Kab. Bantul 12 Kota Bontang 5Kab. Gianyar 10 Kota Denpasar 5Kab. Buleleng 7 Kab. Karanganyar 5

Waktu(hari)Kabupaten/Kota Waktu

(hari)Kabupaten/Kota

Tabel 38. Lama Pengurusan SIUP BerdasarkanInformasi dari Dokumen Resmi

Kota Bontang 500,000Kab. Sangihe 300,000Kab. Karanganyar 200,000Kota Dumai 170,000Kota Medan 150,000Kab. Tapanuli Tengah 150,000Kota Tebing Tinggi 150,000Kab. Gowa 125,000Kab. Kediri 125,000Kab. Lamongan 100,000Kab. Toba Samosir 100,000Kota Bitung 100,000Kota Tomohon 100,000Kab. Ciamis 100,000Kab. Sumbawa 100,000Kota Kupang 100,000Kota Makassar 100,000

Kabupaten/Kota Biaya (Rp)

Tabel 39. Tabel Biaya Pengurusan Izin TDP untuk JenisPerusahaan Perorangan (PO)

Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu 5,62 Jawa Tengah Kab. Klaten 60NTB Kota Mataram 4,7 Jawa Timur Kab. Kab.. Pasuruan 75Kepulauan Riau Kab. Natuna 3,07 Jawa Timur Kab. Pacitan 85Jawa Timur Kota Surabaya 2,71 Jawa Tengah Kab. Kudus 90Jawa Barat Kota Depok 2,35 DI Yogyakarta Kab. Kulon Progo 94Sulawesi Utara Kota Bitung 1,5 Jawa Tengah Kab. Pati 98Bali Kota Denpasar 1,45 Jawa Timur Kab. Madiun 100Bali Kab. Badung 1,27 Jawa Timur Kota Kota Blitar 101Jawa Timur Kab. Malang 1,25 Jawa Timur Kab. Magetan 110Jawa Barat Kab. Bogor 1,21 Jawa Tengah Kab. Temanggung 118

Kabupaten/Kota Biaya(000 Rp.)Propinsi Biaya

(000 Rp.)

Termahal Termurah

Tabel 40. Biaya Pengurusan Surat Izin Usaha Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

Kabupaten/KotaPropinsi

51

mungkin saja termasuk di dalamnya biaya ongkossi pengurus izin usaha. Setelah melihat daerah-daerah yang memiliki tingkat termahal punterdapat di dalamnya daerah-daerah yang bukantermasuk daerah yang terpencil secara geografisatau sulit terjangkau. Hal ini mengimplikasikanbahwa keterbatasan fisik bukan merupakan faktorpenentu kemahalan biaya pengurusan surat izinTDP. Dari hal ini setidaknya kita bisamenyimpulkan bahwa letak geografis memilikipengaruh yang minimal terhadap biayapengeluaran pelaku usaha.Kabupaten Ogan Komering Ulu di PropinsiSumatera Selatan menempati urutan pertamapada kelompok termahal biaya yang harusdibayarkan pelaku usaha ketika mengurus suratTDP. Beberapa daerah lainnya yang berada padakelompok ini antara lain Kota Mataram,Kabupaten Natuna, Kota Surabaya, dan KotaDepok. Misalnya di Kota Depok dimanaketentuan resmi retribusi TDP untuk perusahaanperorangan dengan kategori maksimum adalahRp 10.000,00 namun rata-rata biaya aktual yangdikeluarkan pelaku usaha adalah Rp 2.345.000,-

Sekitar 70 % responden mengurus surat izin diinstansi teknis terkaitPengurusan surat izin usaha di instansi teknisterkait terutama dilakukan oleh pelaku usaha diPropinsi Sumatera Utara dan Sumatera Selatansekitar 89,87% dan 90,98%. Dengan karakteristikresponden sekitar 90% yang memiliki izin terbarudi atas tahun 2001 terlihat pengurusan yang

Sumatera Utara 89,87 8,47 1,66 0Riau 56,45 27,96 15,59 0Sumatera Selatan 90,68 8,60 0,36 0,36Kepulauan Riau 63,91 22,49 7,10 6,51Jawa Barat 78,93 16,29 3,09 1,69Jawa Tengah 69,78 12,17 16,74 1,30DI Yogyakarta 30,93 35,05 30,93 3,09Jawa Timur 62,01 23,34 11,07 3,58Bali 70,71 20,00 7,86 1,43NTB 56,55 40,48 1,79 1,19NTT 86,15 13,08 0,77 0Kalimantan Timur 76,02 19,01 4,09 0,88Sulawesi Utara 83,93 11,90 2,98 1,19Sulawesi Selatan 77,09 18,25 4,66Gorontalo 59,76 23,17 15,85 1,22

Propinsi NotarisPTSPKantor

PelayananPerizinan

InstansiTeknisTerkait

Tabel 41. Persentase Tempat Pengurusan Surat Izin TDP

Kecil 81,64 13,25 0,70 1,96 2,46Menengah 80,63 11,65 1,17 2,38 4,17Besar 80,10 9,70 2,49 1,00 6,72PropinsiSumatra Utara 82,26 10,91 0,37 3,14 3,33Riau 75,00 17,02 4,26 1,60 2,13Sumatra Selatan 88,17 10,04 0,36 1,08 0,36Kepulauan Riau 85,12 4,17 2,38 0,60 7,74Jawa Barat 68,02 24,71 1,45 1,45 4,36Jawa Tengah 77,07 15,07 1,31 3,93 2,62DI Yogyakarta 88,78 4,08 1,02 6,12Jawa Timur 74,24 13,05 1,86 2,88 7,97Bali 87,59 6,57 3,65 1,46 0,73NTB 84,62 4,14 1,78 1,18 8,28NTT 78,11 20,00 0 1,62 0,27Kalimantan Timur 82,20 10,68 0,30 1,19 5,64Sulawesi Utara 87,50 9,52 0,60 0,60 1,79Sulawesi Selatan 89,90 6,67 0 2,10 1,33Gorontalo 90,36 6,02 0 2,41 1,20

Tabel 42. Siapa saja yang mengurus Perizinan usaha

UUUUUkurankurankurankurankuranPPPPPerererererusahaanusahaanusahaanusahaanusahaan

DiurusSendiri NotarisCalo

Perorangan

PerusahaanKomersial

Penyedia Jasa

Diurus oleh PegawaiPemda Diluar

Tanggungjawabnya

52 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

dilakukan di Kantor Pelayanan Terpadu hanyasekitar 8,3%. Nilai tersebut menunjukkan rata-rata nasional sedangkan rata-rata penggunaanKPT tertinggi terdapat di Propinsi DI Yogyakarta(30,93%) yang disusul kemudian oleh PropinsiJawa Tengah (16,74%).

Perusahaan kecil lebih banyak menggunakanpegawai Pemda yang menyediakan jasapengurusan izinPada umumnya pemakai jasa pelayanan perizinanusaha menggunakan jasa pihak ketiga karena tidakcukup waktu melakukan sendiri prosedurpengurusan izin (10,8%). Menariknya adalahperusahaan kecil yang umumnya lebih sedikitaktivitasnya cenderung lebih banyakmenggunakan jasa pegawai Pemda diluartanggungjawab resminya untuk mengurus izinusaha (13,25%). Sementara itu, perusahaanpenyedia jasa pengurusan izin usaha cenderunglebih banyak digunakan oleh perusahaan besar(2,49%) dibandingkan perusahaan kecil (0,7%).Fenomena yang kontradiktif ini menyiratkanbahwa perusahaan kecil lebih mungkin untukmengunjungi sendiri kantor pelayanan perizinanusaha dan ketika ia datang ia tidak menemukaninformasi prosedur yang baik. Hal ini kemudianmemicu penggunaan “orang dalam” sebagai agenpengurusan izin usahanya. Sedangkan perusahaanbesar cenderung untuk tidak mengunjungilangsung tempat pelayanan perizinan melainkanlangsung menggunakan jasa perusahaankomersial.

Di Jawa Barat pelaku usaha paling banyakmenggunakan jasa pegawai Pemda yangmenyediakan jasa pengurusan izin usahaDi Jawa Barat ternyata ditemukan persentasesampel responden yang terbanyak melakukanpengurusan izin usaha oleh Pegawai Pemda diluartangungjawab resminya (24,71%). Sedangkan DIYogyakarta merupakan daerah yang terendahpersentase pengurusan izin usaha oleh pegawaiPemda (4,08%). Adanya beberapa sistempelayanan satu pintu yang berkualitas baik di

beberapa kabupaten/kota di daerah Yogyakartaternyata memberikan pengaruh terhadaptingkatan penggunaan jasa pihak ketiga olehpelaku usaha.

Petugas Pemda di tempat pelayanan perizinanusaha telah menjadi sumber utama informasitentang prosedur perizinan usahaInformasi yang didapatkan dari petugas Pemda ditempat pelayanan perizinan usaha mendapatkantingkat tertinggi sebagai sumber informasi yangdiakses oleh pelaku usaha (31,32%). Papanpengumuman di Kantor Pemda digunakan sebagaisumber informasi prosedur dan biaya perizinanusaha oleh 11,06% pelaku usaha. Kedua sumberinformasi yang merupakan sumber resmi Pemdamerupakan sumber yang paling banyak diaksesoleh pelaku usaha merupakan pertanda bahwapelaku usaha telah dapat mempercayai sumberinformasi resmi untuk mengurus izin usahanya.

Sekitar 40% perusahaan menyatakan bahwaterdapat mekanisme pengajuan keluhan untukmasalah perizinan usahaKalimantan Timur (53%), Sulawesi Selatan (44%)dan Yogyakarta (46%) disebut memilikimekanisme pengajuan keluhan. Untuk SulawesiSelatan dan Yogyakarta, hal ini mungkin berkaitandengan kualitas Pusat Layanan Satu Pintu yangdilengkapi mekanisme pengajuan keluhan.

Daerah Jawa Timur dan Sulawesi Selatanmemiliki kabupaten/kota yang terbaik padabidang pelayanan izin usahaNamun demikian, beberapa daerah lain seperti

Situs Pemda 175 1,44Brosur/surat yang dikirimkan Pemdakepada pelaku usaha 1.055 8,66Papan pengumuman yang adadi kantor Pemda 1.348 11,06Petugas Pemda di tempat pelayananperizinan usaha 3.817 31,32Pada acara sosialisasi Pemda danpelaku usaha 452 3,71

Tabel Jawaban Berganda Frek %

Tabel 43. Sumber Informasi Pengurusan Izin Usaha

53

Kabupaten Lombok Tengah dan Nias Selatanmasih memiliki kualitas pelayanan izin usaha yangterburuk. Propinsi yang daerahnya termasuk kedalam kelompok terburuk ternyata tidak memilikidaerah yang termasuk ke dalam kelompok terbaik.Hal ini mengindikasikan adanya kesetaraankinerja pada pelayanan perizinan usaha dibeberapa propinsi yang menjadi daerah survei.

Catatan Kebijakanl Perlu adanya peningkatan kualitas

implementasi kebijakan yang menyangkutpemungutan tertentu seperti retribusipelayanan izin usaha. Total biaya yang hampirmencapai sepuluh kali lipat dibandingkanbiaya resmi menggambarkan tingkatimplementasi yang buruk.

l Perlu adanya komponen rancangan kebijakanyang detil yang menyangkut beberapa kuncipelayanan perizinan seperti biaya dan waktu.

Adanya peraturan pusat yang menjelaskandengan detil komponen pelayanan perizinanusaha telah membantu mengurangipenyimpangan implementasi di daerah.

l Ada perbedaan kualitas implementasi dalamhal waktu dan biaya mendapatkan surat izinusaha. Penyimpangan biaya jauh lebih besardaripada penyimpangan waktu, hal inimenggambarkan bahwa penyerahan sejumlahuang tertentu dapat membawa manfaat positifberupa percepatan waktu pelayanan perizinan.

l Adanya kebijakan pelayanan perizinan melaluiPTSP yang bertujuan untuk meningkatkankualitas pelayanan perizinan belumdimanfaatkan secara optimal oleh pemda. Hasilstudi ini mengindikasikan pengurusan izinterutama dilakukan pada dinas teknis terkaitdan bukan pada PTSP.

Jawa Timur Kota Blitar 84,61 NTB Kab. Lombok Tengah 32,16Sulawesi Selatan Kota Pare-Pare 79,09 Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 34,54Jawa Timur Kab. Lumajang 78,61 Jawa Tengah Kab. Pemalang 37,61Jawa Timur Kab. Pacitan 76,72 Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Talaud 38,71Sulawesi Selatan Kab. Barru 76,54 Riau Kab. Rokan Hilir 39,06Jawa Timur Kab. Sidoarjo 76,11 Sumatera Utara Kab. Nias 40,35Sulawesi Selatan Kab. Soppeng 76,08 Sumatera Utara Kab. Deli Serdang 40,57Sumatera Selatan Kota Prabumulih 75,95 Jawa Barat Kab. Sukabumi 42,30Sulawesi Selatan Kab. Takalar 75,10 Sumatera Utara Kab. Simalungun 43,86Kalimantan Timur Kota Tarakan 74,64 RIAU Kab. Bengkalis 44,75

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 44. Urutan Indikator Perizinan Usaha Terbaik dan TerburukTerbaik Terburuk

54 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

"""

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

� ��

�����

�� ��

���������

��������������

��������������

�������������

����������� ���

��������� ����

� ��

����������

��������������

�� ��

������

� ��

����

�����

��������� � � �

� ��

����

����

����������������

� ��

��������

��������������

��������������

��������������

������������

�����

� ��

�����������

�����������������

��������������

������������

�� ��

���������

� ��

� �

����

�������������

�������������

���

������������������

�������������

������

� ��

�����

� ��

���

� ��

����

�� ��

�� � ����

������������

��������� ����

��������������

� ��

������

����������������

�������������

���������

��

������������

������������

���������������

������������

������������� �

������������

������

��������������

������������

�����

�������������

� ��

��������

�������������

������������

�������������

����������� ����������

��

� ��

� ��������

���������������

����������

��

� ��

�����

��

������������

��

����������������

���������������

�����������������

�����

������������

������������

�������������

��������������������

��������� ���

� ��

����

����

������������

����������� �

��������� � ��

� �����������

����

������������ �

����������� ���������

��

� ��

����

������������

��������������

���������������

�������������

����

������������

� ��

� � ��

� ���������������

� ��

������

�������������

������������ ����

���������������������

�������������

���������� � ��

����������������

����������� ����

�������������

�����������������

���������

� �

����������������

�������������������

��

�������������

��������������

�������� ��� �������

����������������

��������� ���

��������� �

������������

��

������������������

� ��

��������

����������

��������

������������������

���������������

� ��

� ��

���������� � ����

������������

������

�������� �������

�����������

��

� ��

�������

��������� � ��

��� ��

�����

�������������

�������������

� ��

�����

������������

������

��������������

������������

������

�����

Gambar 31. Perizinan Usaha

55

��������� ��

� ��

����

��������������

��������

� ��

������

� ��

����

���������� �� ������

���������������

�������������

��������������

�����������������

���������������

��

���������

��

� ��

��������

������������

�����

��������������

��������� ������

������������ ���

� ��

�������

������������

����������� ��

��������� � �

��������������

� ��

�����

��������� ����

������������

���

���������������

���������������

��������������

������������

�������������

� ��

�������

� ��

����������

�������������

������������

�����������

����������

����

�������������

�����������

� ��

� � �

��������� ��

��� � � �

���������������

���������������

�������

��

�������������

��������� ����� ���

���������������

�������������

������������������

�������� ����

���������������

���������������

��������� �� ��

��������������

������������������

��

�������������������

�� ��

�������������

���������������

� ��

�����

� ��

���������

��������� �

����

��������������������

� ��

��� ��

����������������

��������������

�������� ��� ��������

� ��

�����

�����������������

��

������������

����

� ��

� � �

�������� ������

��

�������������

�����������

�� �

��������� �

�� �

����������������

�������������������

��

����������� ���

�����������

�������������

� ��

��������

��������������

���������

�������

�������������

��

�������������

����������������������

���������

��������

���

� ��

�����

� ��

����

� ��

����

�����

����������������������

� ��

����

�����������

��

�������������

� ��

����

���

� ��

������

�������������������

��

������������������

� ��

��������

���������

��������

����

��������������

�������������

��������������

��������������������

�������������

������

� ��

���������

��

� ��

����

���������� � �

�������������

��������� �� ������

�����������������

� ��

��� �

�������������

� ��

����

� ��

������

������

�������������

����������������

��������������

��

����������������

������������������

�����������

��������� �������

��������������

������

��

��������������

���������������

��

��������� �� ������

56 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Kinerja suatu pemerintahan, selain karenaterlembaganya suatu sistem, dipengaruhi olehpejabat pemerintah yang menjalankannya. Dalamsuatu sistem yang sudah terlembaga dengan baiksangat mungkin memberikan batas rambu rambuyang kuat untuk meminimalisir penyimpanganpara pejabat pelaksananya. Namun dalam suatusistem yang lemah, peran para pejabat yangmelaksanakannya bisa sangat dominanmengabaikan sistem yang ada.

Beberapa studi menunjukkan temuan tentangpentingnya peran Kepala Daerah (Bupati/Walikota) dalam tata kelola pemerintahan.Diantaranya, Luebke (2007) menunjukkansignifikansi peran kepala daerah dalammenentukan kualitas kebijakan daerah. Demikianpula, KPPOD (2005) menunjukkan bahwaintegritas Kepala Daerah cukup pentingpengaruhnya terhadap daya tarik investasi daerah.Selain latar belakang yang disampaikan di atas,masalah korupsi Kepala Daerah pentingdiperhatikan mengingat posisi Indonesia yangdinilai sebagai negara keenam terkorup diantara158 negara yang disurvei TransparansiInternasional.

Melalui sejumlah peraturan perundang-undangan,negara dan pemerintah Indonesia menegaskanpolitical will untuk memerangi korupsi tersebut.Tidak kurang diterbitkan UU 28/1999 tentang“Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebasdari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”, UU 31/1999 yang diubah dengan UU 20/2001 mengenai“Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” untukmemerangi korupsi. Kebijakan tersebut dilengkapidengan pelembagaan KPK (KomisiPemberantasan Korupsi) sebagaimana diaturdalam UU 30/2002 tentang “KomisiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

bahwa para pejabat pemerintahan termasukBupati/Walikota untuk menyerahkan LHKPN(Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara)ke KPK setiap tahun, serta kewajiban melaporkangratifikasi dengan sanksi pidana apabila dilanggar,merupakan kemajuan yang berarti dalam tatakelola pemerintahan. Meskipun belumsepenuhnya berjalan, namun kepatuhan parapenyelenggara pemerintahan atas ketentuantersebut dari tahun ke tahun semakin membaikyang memberikan harapan positif bagiberkurangnya praktek korupsi. Namun demikian,di sisi lain publik juga mencatat banyaknyapejabat negara maupun pemerintah yangberurusan dengan aparat penegak hukum,utamanya KPK, yang berujung padadijebloskannya para pejabat publik ke penjara.Bila pada masa sebelum perang terhadap korupsidilakukan secara intensif, berbagai pelanggaranhukum tidak mendapat hukuman yang setimpal;saat ini secara umum diakui bahwa penegakanhukum terhadap para koruptor telahmenumbuhkan rasa takut di kalanganpenyelenggara pemerintahan untuk melakukankorupsi. Itulah efek jera yang secara positifmembendung upaya korupsi.

Upaya pemberantasan korupsi yang dikawaldengan pengawasan (represif – melaluipenindakan hukum) yang cukup kuat, sertadidukung sejumlah upaya preventif pembenahansistem (LHKPN, Gratifikasi, Proses PengadaanBarang dan Jasa yang Ketat, Kenaikan Gaji, Dll.)sayangnya dicederai oleh sejumlah kasus.Sejumlah praktek positif di pemerintahan daerahpatut mendapat apresiasi, diantaranya: e-procurement – pengadaan barang dan jasa melaluisistem yang meminimalisir kontak langsungantara penyedia barang dan jasa dengan pemberipekerjaan; user’s estimate dalam pengadaan barangdan jasa yang menekan kemungkinan mark-up;implementasi one-stop service untuk mendapatkanperijinan usaha yang diantaranya secara positifmeminimalisir peluang terjadinya korupsi; dll.Pemilihan kepala daerah langsung dengan disertai

5. KAPASITAS DAN INTEGRITAS

KEPALA DAERAH

57

keberimbangan informasi menjadi salah satumekanisme kontrol masyarakat untuk menilaisecara langsung kinerja pemimpin tertinggi didaerahnya masing masing.

Dalam hal kapasitas kepala daerah juga diyakinimempengaruhi kemampuannya untukmemberikan pelayanan kepada dunia usaha.Mengenai hal ini terdapat peraturan perundanganyang mensyaratkan pendidikan minimal SMAbagi Kepala Daerah. Demikian juga persyaratanusia Kepala Daerah yang minimal 30 tahunmemberikan estimasi tingkat kemampuanmenangani urusan pemerintahan. Penilaiankapasitas dan integritas Kepala Daerah dalamstudi ini menggunakan sejumlah variabel sepertiterdapat di kotak bawah ini.

Tidak terdapat konsentrasi daerah tertentuuntuk opini negatif pemahaman Kepala Daerahterhadap persoalan dunia usahaKabupaten Langkat, Nias Selatan, dan Serdang

Bedagai di Sumatera Utara termasuk ke dalamkelompok daerah yang dinilai buruk oleh pelakuusaha dalam hal pemahaman kepala daerahterhadap persoalan dunia usaha. Di Pulau Jawa,persentase tingkat pemahaman terburuk dinilaiterjadi di Kota Pasuruan, Kabupaten Banyumas,Kab Sumenep, Kabupaten Garut, dan KabupatenCiamis. Sedangkan di Pulau Jawa bupati/walikotayang dinilai memiliki tingkat pemahaman duniausaha yang baik hanya terdapat di KabupatenPurbalingga. Beberapa daerah di luar Pulau Jawayang termasuk ke dalam kelompok ini diantaranyaadalah Kab Musi Rawas dan Kab Gorontalo.

Wilayah Indonesia Timur cenderung lebihmemiliki tingkat profesionalisme birokrat daerahyang lebih tinggiMasalah sumber daya manusia merupakan salahsatu hal yang paling menentukan kinerjapemerintahan daerah. Kualitas sumber dayamanusia semakin ditentukan oleh tingkatpendidikan dan pengalaman kerja seseorang. Padasurvei ini, responden ditanyakan untuk menilaipenempatan jabatan di lingkungan pemda yangterkait dunia usaha apakah telah sesuai dengantingkat profesionalisme tersebut. KabupatenSoppeng di Sulawesi Selatan dan Kab SumbaTimur, Timor Tengah Selatan, Rote Ndao diNTT adalah daerah-daerah yang termasuk kedalam kelompok kapasitas dan integritas kepaladaerah yang terbaik. Kab Madiun di Jawa Timurmenjadi satu-satunya daerah dari Pulau Jawa yangtermasuk ke dalam kelompok terbaik tersebut.

Kotak 5. Variabel Penilaian Indikator Kapasitas-Integritas Bupati/WalikotaVariabel Penilaian• Tingkat Pemahaman Kepala Daerah Terhadap Masalah

Dunia Usaha• Tingkat Profesionalisme Birokrat Daerah• Tingkat Korupsi Kepala Daerah• Tingkat Ketegasan Kepala Daerah Terhadap Korupsi

Birokratnya• Tingkat Kewibawaan Kepala Daerah• Tingkat Hambatan Kapasitas Dan Integritas Kepala

Daerah Terhadap Dunia Usaha

Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas 0,00 Sumatera Utara Kab. Langkat 84,00Jawa Tengah Kab. Purbalingga 0,00 Riau Kab. Indragiri Hilir 83,67Gorontalo Kab. Gorontalo 0,00 Jawa Timur Kota Kota Pasuruan 76,92Sulawesi Selatan Kab. Soppeng 2,00 Jawa Tengah Kab. Banyumas 76,00Sumatera Selatan Kab. Lahat 2,04 Jawa Timur Kab. Sumenep 75,51Sumatera Selatan Kab. Musi Banyu Asin 2,04 Jawa Barat Kab. Garut 73,91Sumatera Selatan Kota Lubuklinggau 2,08 NTB Kab. Lombok Timur 69,64NTT Kab. Timor Tengah Selatan 2,22 Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 69,44Gorontalo Kab. Boalemo 2,86 Jawa Barat Kab. Ciamis 68,18NTT Kab. Sumba Barat 4,44 Sumatera Utara Kab. Serdang Bedagai 67,39

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 45. Persentase Opini Negatif Tingkat Pemahaman Kepala Daerah Terhadap Persoalan Dunia UsahaTerbaik Terburuk

58 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Tingkat korupsi kepada daerah terburukdidominasi oleh daerah-daerah di Pulau JawaKabupaten Majalengka di Jawa Barat, KabSemarang, Kab Mojokerto, Kota Semarang,Kabupaten Purbalingga adalah beberapa daerah diPulau Jawa tingkat korupsi kepala daerahnyatinggi menurut penilaian kalangan dunia usaha.Peran pengawasan dari masyarakat dan mediamasa sangat menentukan tingkat pengawasanpelaksanaan pemerintahan. Era otonomi daerah

yang semakin mendekatkan pemerintahan kepadamasyarakat seharusnya mendapatkan tingkatpengawasan yang lebih besar dibandingkandengan era pemerintahan sentralistik sebelumnya.Daerah di Pulau Jawa yang umumyamendapatkan pengawasan relatif lebih besarkarena adanya infrastruktur informasi yang lebihbaik ternyata tidak menghasilkan kepala daerahterbaik pada indikator ini.

NTB Kab. Sumbawa 100 Sumatera Utara Kab. Mandailing Natal 0,0Riau Kab. Pelalawan 88,89 Kepulauan Riau Kab. Karimun 0,0Jawa Barat Kab. Majalengka 85,71 Kepulauan Riau Kab. Natuna 0,0Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 82,61 Jawa Tengah Kab. Purbalingga 0,0Jawa Tengah Kab. Semarang 82,22 NTB Kab. Dompu 0,0Jawa Timur Kab. Kab., Mojokerto 81,25 NTT Kab. Lembata 0,0Jawa Barat Kab. Garut 80,43 Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Talaud 0,0Sumatera Utara Kota Medan 79,49 Jawa Timur Kab. Pacitan 2,4Jawa Tengah Kab. Banyumas 78,00 Sulawesi Selatan Kab. Soppeng 3,0Jawa Tengah Kota Semarang 77,50 Kepulauan Riau Kota Tanjung Pinang 3,1

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 47. Urutan Kabupaten/Kota Indikator Tingkat Persepsi Korupsi Bupati/WalikotaTerburuk Terbaik

Jawa Timur Kab. Soppeng 87,89 NTB Kab. Nias Selatan 23,90Sulawesi Selatan Kab. Barru 84,70 Sumatera Utara Kab. Banyumas 27,11Jawa Timur Kota Prabumulih 83,43 Jawa Tengah Kab. Nias 28,82Jawa Timur Kota Probolinggo 83,39 Sulawesi Utara Kab. Sleman 30,29Sulawesi Selatan Kab. Musi Banyu Asin 82,23 Riau Kab. Indragiri Hilir 30,83Jawa Timur Kab. Musi Rawas 80,65 Sumatera Utara Kab. Sumenep 31,44Sulawesi Selatan Kota Lubuk Linggau 79,88 Sumatera Utara Kab. Garut 32,19Sumatera Selatan Kota Pagar Alam 79,88 Jawa Barat Kab. Pelalawan 33,91Sulawesi Selatan Kab. Lahat 79,76 Sumatera Utara Kab. Semarang 34,30Kalimantan Timur Kab. Purbalingga 78,93 Riau Kab. Serdang Bedagai 36,78

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 48. Urutan Kepala Daerah Terbaik dan TerburukTerbaik Terburuk

Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 97,14 Sulawesi Selatan Kab. Soppeng 0,00Sumatera Utara Kab. Nias 94,59 NTT Kab. Sumba Timur 2,08Riau Kab. Indragiri Hilir 85,11 NTT Kab. Timor Tengah Selatan 2,22Jawa Tengah Kab. Banyumas 84,00 NTT Kab. Rote Ndao 3,45Jawa Timur Kota Kota Pasuruan 83,33 Sumatera Selatan Kab. Musi Banyu Asin 4,17Kepulauan Riau Kab. Natuna 78,00 Sulawesi Selatan Kab. Barru 4,17Sumatera Utara Kab. Langkat 75,51 Gorontalo Kab. Gorontalo 4,35Riau Kab. Bengkalis 71,74 Jawa Timur Kab. Kab., Madiun 4,76Kepulauan Riau Kab. Lingga 70,45 NTT Kab. Belu 4,88NTB Kota Bima 70,00 NTT Kab. Sumba Barat 5,00

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 46. Tingkat Profesionalisme Birokrat DaerahTerburuk Terbaik

59

"""

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

��������� ����

�������������

� ��

����������

� ��

�� � ����

�������������

������

�������������

����

� ��

�����������

� ��

��������

��������������

������������������

������������

���

��������� ��

�������������

�����������

����

� ��

���������

������������������

��������� ����

�����������������

� ��

�����

���������� � ��

� ������������������

��������������

� ��

����

����

��������������

� ��

�������

����������� ����������

��

���������������

�����������������

�����

�������� �������

���������

�������

��������������

���������������

����������������

������������

�������������

������������

��

��������������

������������

������������

��������������

���������������

��

������������

�����

���������������

������������

���������������

�������� ��� �������

��� ��

����

�����

���������� � ��

���������

� �

����������

��

��������� ���

������������

������

�������������������

�������������

��

�������������

� ��

� �

����

� ��

���

����������� ��

������������

�������� ��� ��������

� ��

����

����

� ��

� ��������

��������������

������

��

�������������

�������� ����

���������������

��������������

� ��

��������

� ��

�����

���������������

� ��

�����

��������� �� ��

�������������

���������������

� ��

� � ��

� ������������ �

�������������

�������������

���������������

��������� �

����������� ���

��������������

�� ��

������

��������� ������

�������������

���������

��

�����������������

��������������

��������

��������� �

����

������������

��������� ����

��������� ��

��� � � �

������������

����������������

��������� � � �

�����������������

����������������

��������������

�������������

� ��

������

� ��

� ��

� ��

���������

������������

���

��������� � ��

����������������

����������� ���������

��

�������� ������

��

��������������

������������

��������������������

��

������������

�����

����������

��������

� ��

�����

��

����������� ����

� ��

�������������

�������������������

��

����������������

� ��

��� ��

����������

����

������������

����������������������

Gambar 32. Kapasitas dan Integritas Bupati/Walikota

60 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

� ��

�����

�������������

��������������������

������������

������������

�����������

��

�����������������

���������������

��������������

� ��

����

��������������

�������������

� ��

�����

��������������������

� ��

�����

�������������

����������������

� ��

������

������

�� ��

������

� ��

������

�����������

��������� � �

��������� ���

���������������

����������������

�����������

�� �

���������� � ����

��������������

� ��

� � �

�������������

� ��

� � �

���������������

��������������

��������� �

�� �

������������������

����������� �

�������������

� ��

����

��������������

������������

������

�����

� ��

����

���

�������������

���������������������

�������������

����������� ���

������������

������������������

��

�������������

� ��

���������

��������������

��������������������

��������������

��������������

������������������

��

������������

������

������������

������

��������� �� ������

��������������

��

�������������

������

��������������

��������� � �

��������������

�������������

� ��

��������

��������������

��������� �������

� ��

����

��������������

��

������������

� ��

���������

��

� ��

��������

����������

����������

��������

���

���������

��

�����������

����������������

� ��

�����

������������������

�������������

�����������������

��

��������������

� ��

��� �

���������������

������������ ����

� ��

����������

� ��

����

�����

���������� �� ������

������������

������������� �

� ��

�����

��������� ����� ���

� ��

��������

�������������

�� ��

�������

� ��

����

��������������

������������ ���

���������������

�������

��

� ��

����

����������������

��������� �� ������

�������������

������������

�����

� ��

��������

��������������

� ��

����

� ��

����

�������������

� ��

����

�� ��

�������

��������������

������������������

� ��

������

���������������������

���������������

������������

����

�������������

��������������

���������

��������

����

�����������

��

�����������

���������������

���������������

��

61

Biaya Transaksi adalah pembayaran yang harusdikeluarkan oleh pelaku usaha yang dianggapnyasebagai beban biaya dalam menjalankan operasionalperusahaannya baik yang resmi maupun tidak resmi.Biaya resmi meliputi pembayaran sejumlah nilainominal tertentu dalam satuan rupiah olehperusahaan kepada pemda dengan disertai buktitertulis yang jumlahnya sesuai antara yang terteradi bukti pembayaran tersebut dengan peraturanresmi yang ada. Pungutan resmi daerah meliputipajak, retribusi, dan sumbangan pihak ketiga (SP3)dengan definisi dan contoh sebagai berikut:

l Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukanoleh pribadi atau badan (dalam hal iniperusahaan) kepada Daerah tanpa imbalanlangsung yang seimbang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahandaerah dan pembangunan daerah (PeraturanPemerintah RI No.65 Tahun 2001). Contohpajak daerah yaitu: pajak penerangan jalan, pajakreklame, dan pajak restoran/hotel.

l Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagaipembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentuyang khusus disediakan dan/atau diberikan olehpemerintah daerah untuk kepentingan orangpribadi atau badan (dalam hal ini perusahaan)(Peraturan Pemerintah RI No.66 Tahun 2001).Contoh retribusi daerah yaitu: retribusi sewatempat di pasar milik pemda, retribusi kebersihandi pasar milik pemda, retribusi parkir di tepi jalanumum yang disediakan oleh pemda, dan retribusisejenis lainnya.

l Sumbangan pihak ketiga (SP3) yang resmi adalahsejumlah pembayaran yang diberikan olehperusahaan kepada pemda atas dasar adanyaPeraturan Daerah atau Surat Keputusan Bupati/Walikota. Contoh sumbangan pihak ketiga yaitu:sumbangan wajib pengusaha sektor perkebunan,sumbangan wajib pengusaha sektor industri

(seperti nilai tertentu pada setiap unit hasilproduksi: Rp 5,00 per kg buah sawit segar) dansumbangan wajib pengusaha sektor jasa.

Keluhan yang sering dikemukakan oleh kalanganbisnis adalah tingginya pajak dan retribusi penggunadi daerah yang harus mereka bayar. Bentuknyabermacam-macam, Pemerintah daerah biasanyamembebankan pajak listrik daerah, juga pajak hoteldan restoran. Di samping itu, mereka berhakmenarik retribusi pengguna untuk sejumlah besarlayanan peraturan daerah, bahkan ketika kadangkalatidak ada layanan yang sungguh-sungguh diberikan.

Perusahaan kecil membayar retribusi lebih mahalSebuah perusahaan menengah membayar rata-ratasekitar Rp 360.000,- per tahun untuk retribusidan sekitar Rp 400.000,- per tahun untuk pajakdaerah. Meskipun demikian, angka-angka ini jelassangat beragam berdasarkan ukuran perusahaan.Sebagai pengganti hal ini, kami menyajikan nilaitengah dari pembayaran retribusi pengguna danpajak daerah per karyawan dalam Tabel 49.

6. BIAYA TRANSAKSI

Kecil 15 19 26Menengah 11 15 20Besar 6 15 14SektorProduksi 13 12 17Perdagangan 25 36 31Jasa 24 30 28Total 13 17 23

Tabel 49. Nilai tengah dari retribusi pengguna dantingkat pajak berdasarkan ukuran dan sektorperusahaan (dalam ribuan rupiah)

Totalretribusi danpajak daerah

tahunan

Pajakdaerah perkaryawan

Retribusidaerah perkaryawan

Ukuran

Kotak 6. Variabel Penilaian Indikator Biaya Transaksi diDaerahVariabel Penilaian• Tingkat Hambatan Pajak Dan Retribusi Daerah

Terhadap Kinerja Perusahaan• Tingkat Hambatan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja

Perusahaan• Tingkat Pembayaran Donasi Terhadap Pemda• Tingkat Pembayaran Biaya Informal Pelaku Usaha

Terhadap Polisi

62 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Perusahaan-perusahaan kecil biasanya membayarsekitar Rp 15.000,- per karyawan dalam bentukretribusi pengguna; sebaliknya perusahaan-perusahaan besar biasanya membayar sekitarRp 6.000,- per karyawan.

Perusahaan-perusahaan produksi diwajibkanmembayar retribusi dan pajak daerah yang lebihsedikit daripada perusahaan-perusahaan di sektorperdagangan dan jasaTabel 49 menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dalam sektor produksi membayarpajak daerah per karyawan lebih rendahdibandingkan dengan perusahaan-perusahaan disektor perdagangan dan jasa. Hal inimenunjukkan bahwa struktur pajak daerah lebihbanyak terdapat pada sektor perdagangan dan jasa.Sektor perdagangan yang umumnya seperti toko-toko kelontong, toko penjual bahan bangunan,toko baju yang umumnya membayarkan pajakparkir dan pajak reklame. Sektor jasa memilikibentuk usaha seperti hotel dan restoran dimanapajak bagi keduanya merupakan pajak daerahyang sering diandalkan untuk meningkatkan nilaiPAD (Pendapatan Asli Daerah).

Secara umum, retribusi dan pajak tidak dianggapsebagai beban yang signifikan oleh pelaku usahaLebih dari 80% perusahaan kecil, menengah, danbesar menyatakan bahwa pembayaran retribusidan pajak daerah tidak membebani mereka, atauhanya sedikit menyusahkan mereka. Ini adalahhasil yang cukup mengejutkan mengingatbanyaknya keluhan di media dan di debat publikmengenai pungutan-pungutan ini. Selain itu, hasilyang sama juga terjadi hampir di banyak provinsi(lihat Tabel 50). Sekitar hampir 30% respondenpelaku usaha di Yogyakarta terbebani dengan

pajak daerah yang harus dibayarkannya.Sedangkan tingkat beban tertinggi retribusidirasakan oleh responden pelaku usaha di daerahNTB (24%).

Perusahaan-perusahaan besar lebih seringdiwajibkan melakukan pembayaran untukkeamanan, namun secara umum pelaku usahatidak merasa terbebani oleh transaksi-transaksiiniPerusahaan besar umumnya membayar biayakeamanan lebih banyak daripada perusahaanmenengah dan kecil kepada hampir seluruh pihak(polisi, TNI, aparat Pemda, organisasi sosialkemasyarakatan, dan preman). Namun hanyakepada organisasi sosial kemasyarakatan-lahternyata perusahaan kecil membayar relatif lebihbesar dibanding perusahaan menengah dan besar.Instansi pemerintahan lebih banyak menerima

Sumatera Utara 14 17Riau 14 17Sumatera Selatan 9 10Kepulauan Riau 18 15Jawa Barat 16 20Jawa Tengah 14 19DI Yogyakarta 17 29Jawa Timur 11 11Bali 7 12NTB 24 13NTT 7 11Kalimantan Timur 7 10Sulawesi Utara 11 10Sulawesi Selatan 12 9Gorontalo 10 9Total 12 14

Provinsi

% perusahaanyang terbebani

oleh pajakdaerah

% perusahaanyang terbebanioleh retribusi

Tabel 50. Persentase Perusahaan Yang TerbebaniRetribusi dan Pajak Daerah

Polisi 78 79 84 76 83 81 79TNI 76 83 84 80 83 79 81Aparat Pemda 75 75 85 75 75 79 76Ormas 88 87 83 87 87 88 87Preman 60 57 59 61 59 54 58

Kecil Menengah Besar Produksi Perdagangan Jasa TotalTabel 51. Persentase Pembayaran Biaya Keamanan Oleh Pelaku Usaha

63

pembayaran biaya keamanan dari perusahaanbesar sedangkan perusahaan kecil lebih banyakmembayar preman perorangan dan organisasisosial kemasyarakatan. Dari sini terlihat bahwasemakin besar ukuran perusahaan maka terdapatkecenderungan ia melakukan pembayaran kepadapihak aparat birokrasi semakin besar. Perusahaanbesar biasanya memiliki tingkat kebutuhanterhadap keamanan yang semakin besar sehinggaaparat pemerintahan dirasakan lebih mampumemberikan jaminan keamanan yang lebih besar.

Tingkat pembayaran keamanan sangat bervariasiberdasarkan daerah dan jenis pembayaran.Secara keseluruhan, Sumatera Utara dan JawaBarat memiliki tingkat pembayaran keamanantertinggi, sementara Bali, NTB and NTTmemiliki tingkat terendah. Menariknya, kalanganbisnis Sumatera Utara melaporkan beberapa dari

tingkat pembayaran keamanan tertinggi untukseluruh kategori kecuali militer. Namun terdapatvariabilitas yang signifikan dalam jenis-jenispembayaran antar provinsi. Pembayaran kepadapolisi di Yogyakarta besarnya di bawah rata-rata,namun daerah ini memiliki tingkat pembayarantertinggi kepada organisasi-organisasi sosial.Kalangan bisnis di Riau melaporkan pembayarantertinggi kepada preman, namun merupakan salahsatu dari daerah yang merupakan pembayarterendah kepada pejabat pemerintah daerah.

Daerah-daerah dengan kinerja terbaik untukSub-Indeks Biaya-Biaya Transaksi terutamaterletak di NTB, NTT, dan Bali, namun adavariansi yang signifikan antar provinsi.Kedua daerah teratas adalah Lombok Timur diNTB dan Tabanan di Bali. Daerah dengan kinerjaterburuk terutama terletak di Sumatera Utara danJawa Barat. Menariknya, NTB memiliki daerahterbaik dan terburuk untuk biaya-biaya transaksiini, dengan Bima yang hanya mencapai nilai 22,5poin. Daerah-daerah di Sumatera Selatanmenunjukkan konsistensi paling tinggi, denganhanya 18 poin yang memisahkan antara daerahterbaik dan terburuknya (Kota Prabumulihmenduduki peringkat ke-15 dan Kabupaten OganIlir menduduki peringkat ke-139).

Catatan Kebijakanl Walaupun tingkat retribusi dan pajak daerah

secara umum tidak dianggap memberatkanbagi pelaku usaha namun masih terdapat

Sumut 19 6 8 21 9Riau 22 10 6 22 11Sumsel 9 5 3 4 4Kep Riau 18 11 7 22 2Jawa Barat 22 12 9 19 11Jawa Tengah 13 6 4 15 6DI Yogyakarta 14 8 4 25 5Jawa Timur 13 6 3 5 5Bali 6 1 2 13 1NTB 6 3 3 5 2NTT 4 1 4 3 0Kaltim 24 12 7 22 3

Polisi TNI Ormas PremanAparatPemdaPropinsi

Tabel 52. Persentase Tingkat pembayaran untukkeamanan berdasarkan provinsi

Bali Kab. Tabanan 96,09 NTB Kab. Bima 27,31NTB Kab. Lombok Timur 95,48 Sumatera Utara Kota Padang Sidempuan 36,47NTT Kab. Manggarai 93,98 Riau Kab. Rokan Hilir 39,73Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Talaud 93,88 Sumatera Utara Kab. Labuhan Batu 40,98Bali Kab. Gianyar 93,16 Jawa Barat Kab. Bandung 42,24NTT Kab. Flores Timur 93,03 Sumatera Utara Kota Tanjung Balai 43,16Jawa Timur Kab. Magetan 92,97 Jawa Barat Kab. Indramayu 45,74NTT Kab. Lembata 92,55 Sulawesi Selatan Kab. Sidenreng Rappang 46,96NTT Kab. Timor Tengah Selatan 91,94 Sumatera Utara Kab. Langkat 47,15NTT Kab. Sumba Timur 89,11 Jawa Barat Kota Cimahi 48,13

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 53. Urutan Tata Kelola Biaya Transaksi Terbaik dan TerburukTerbaik Terburuk

64 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

persoalan bila kita melihat mendetil. Tingkatretribusi yang lebih tinggi bagi perusahaankecil masih merupakan masalah karena haltersebut kontradiktif dengan sejumlahpemihakan terhadap mereka menurut beberapaperaturan di tingkat nasional maupun daerah.Berarti permasalahan implementasi kebijakanpusat di tingkat kabupaten/kota danimplementasi kebijakan pemerintahkabupaten/kota di lapangan masih perlumendapatkan perhatian seluruh pemangkukepentingan.

l Perlu adanya pengawasan dan koordinasiantara Pemkab/Pemkot ketika menyelesaikanmasalah keamanan terutama yangberhubungan dengan keamanan bagi pelakuusaha daerah. Dengan tingginya tingkatpembayaran kepada aparat pemerintahan pusattelah memberikan pertanda adanya kebutuhankeamanan yang tinggi dari pelaku usaha

daerah. Sejumlah langkah komunikasi antaraaparat pemda dan pemerintah pusatmerupakan jawaban atas persoalan ini karenamasalah kewenangan bidang keamanan bukanmerupakan kewenangan Pemkab/Pemkot.

l Tingkat beban pungutan bagi kegiatandistribusi barang dirasakan relatif lebihmemberatkan daripada tingkat retribusi ataupajak daerah bagi pelaku usaha. Seperti jugaditemukan oleh sejumlah studi lain bahwaperanan biaya transportasi masih sangat tinggimengandung komponen biaya pungutanliarnya (pungli) baik yang dilakukan olehaparat pemerintahan maupun premanperorangan. Koordinasi antara berbagaitingkatan aparat pemerintahan menjadipenting disini untuk meningkatkankewibawaan mereka mengurangi tingkatpungutan dalam wilayah operasional mereka.

65

"

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

�������������

��������� �� ������

����������������

��������������

������

��

��������������

����������

��������

��������������

���������������

����������� ����������

��

������������������

������������

� ��

����

�����

������������

���

������������������

�������������

��������� ����

� ��

����������

� ��

�������

������������

�������������

��������������

��������

����������������

��������������������

������������

���

�������� ������

��

�������������

������

��������������

��������� ���

������������

�����

����������������������

�������������

����������� ���������

��

� ��

������

������

��������������

�������������

�������������

������������

�����������

����

�����������

��������� � ��

�������������������

������������

�����������

��

��������������

���������������

������������� �

�������������

� ��

� ��

��������� � �

����������������

������������������

�����

������������������

��

� ��

��������

�� ��

����

�������������

� ��

������

����������� ���

� ��

����

����

�������������

� ��

���������

� ��

�����������

�������� �������

��������������

� ��

�����

��

� ��

������

���������

� �

��������������

��������������

���������� � ��

� ��

� ��������

����������� ��

���������������

����������������

������������

��������������

�������������

����������������

��������� �� ��

��������� ��

��� � � �

��������������������

������������������

�������������������

��

�������������

���������

��

������������

��������� � � �

��������������

���������������

��������� �

����

���������� � ����

���������������

�������������

����

�������������

��

� ��

������

������������

������

����������������

������������

��������������

� ��

����

���������������

��������������

�������������

������������

��

� ��

����

����

�������������

��������������

����������� ����

��������������

��

�����������������

�������� ��� ��������

��������� ����� ���

��������� � ��

� ���������������

� ��

� � ��

� ������������

���������������

� ��

�����

������������

�� ��

����

���

�������������������

���������������

Gambar 33. Biaya Transaksi di Daerah

66 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

����������������

��������� �� ������

� ��

�����

� ��

�� � ����

� ��

���������

� ��

�������

�������������

�������������

���������������

������������

������

��������� � �

�������� ����

���������������

����������� ���

� ��

��� �

� ��

� �

����

�������� ��� �������

��� ��

����

�������������

��������������

�������������

�� ��

� � �

� ��

���������

��

������������

������������

����

���������������

��������� ������

���������

��

���������

����

����������

��

������������ ���

������������������

��

� ��

�����

�������������

���������������

�������

��

� ��

��������

������������

��������� �

�� �

����������

�� ��

�����

���������������������

� ��

�����

���������������

��

��������������

��������������������

����������� �

� ��

��������

���������

��������

���

���������������

������������

�����

�������������

���������

��������

����

�����������

�����������������

��������� ��

� ��

�����

���������� ���

� ��

����

� ��

��������

� ��

����

������������� ����

��������� �� ������

������������������

��������������

������������������

��

���������������

� ��

����

� ��

�����

� ��

�������

� ��

��� ��

���������������

� ��

��������

��������������

�����������

�� �

���������������

��

�������������������

��

��������� ����

���������������

��������������

������������

�������������

������������ �

������������

�����

������������

������

�������������

��������� ����

�����������������

������������������

��������������

����������������

� ��

����������

� ��

���������

�������������

� ��

����

�������������

��

� ��

� � �

�������������

�������������

������������

������

�����

� ��

��������

���������������

������������

� ��

����

� ��

���

��������������

�������������

� ��

������

�����������

��������� �

��������������

�������������

������

� ��

�����

�����������

��

� ��

������

��������������

���������������������

���������

�������

� ��

����

�����

��������������

������������������

��������� �������

� ��

�������������

������������

67

Interaksi Pemda dengan pelaku usaha merupakanhal yang bisa dianggap membingungkantingkatannya sampai sejauh mana tingkatintervensi kebijakan Pemda sebaiknyadiberlakukan. Bentuk nyata konflik tingkatintervensi pemerintah ke dalam dunia swastamisalnya ditandai dengan perlu tidaknya Pemdamendirikan perusahaan daerah. Pemda yangmendirikan perusahaan daerah menilai bahwaperanan sektor swasta di daerahnya belum cukup

besar sehingga diperlukan intervensi kebijakanpemerintah untuk menggerakkan rodaperekonomian daerahnya. Namun di samping ituseringkali yang menjadi fakta di lapangan adalahadanya ketidakprofesionalan pengelolaanperusahaan daerah tersebut sehingga menjadi saratkolusi dan korupsi.

Kurang dari 30 persen perusahaan yakin akanadanya Forum Komunikasi antara pemerintahdaerah dan kalangan pengusaha di daerah.Forum Komunikasi adalah suatu mekanismeformal yang digunakan oleh beberapa pemerintahdaerah untuk memastikan bahwa mereka secarateratur menjalin konsultasi dengan sektor swastamengenai kebijakan-kebijakan pemerintah.Namun survei menunjukkan bahwa relatif sedikitperusahaan yang yakin bahwa Forum-Forumseperti itu memang ada. Meskipun demikian,akses untuk melakukan konsultasi jelas lebih baikbagi perusahaan-perusahaan besar daripadakecil—hanya seperempat dari seluruh perusahaankecil yang mengetahui keberadaan ForumKomunikasi, sementara hampir separuh dariseluruh perusahaan besar menyatakan bahwaForum seperti itu memang ada.

7. INTERAKSI PEMDA DENGAN

PELAKU USAHA

Kotak 7. Variabel Penilaian Indikator Interaksi Pemda danPelaku UsahaVariabel Penilaian• Keberadaan Forum Komunikasi• Tingkat Pemecahan Permasalahan Dunia Usaha Oleh

Pemda• Tingkat Dukungan Pemda Terhadap Pelaku Usaha

Daerah• Tingkat Kebijakan Non-Diskriminatif Pemda• Tingkat Kebijakan Pemda Yang Tidak Merugikan

Pelaku Usaha• Tingkat Konsistensi Kebijakan Pemda Terkait Dunia

Usaha• Tingkat Hambatan Interaksi Pemda Dan Pelaku Usaha

Sumatera Utara 40 57 54Riau 52 68 52Sumatera Selatan 81 80 43Kepulauan Riau 51 61 68Jawa Barat 41 50 56Jawa Tengah 54 68 55DI Yogyakarta 60 72 58Jawa Timur 53 65 51Bali 66 77 52NTB 60 52 33NTT 71 77 59Kalimantan Timur 74 63 58Sulawesi Utara 72 69 67Sulawesi Selatan 72 78 58Gorontalo 87 78 64

Propinsi % adanya solusiyang konkrit

% penilaian bahwa Pemdacenderung memperlakukan semuaperusahaan dengan cara yang sama

dan tidak berpihak terhadapsekelompok pengusaha tertentu

% penilaian bahwa Pemda lebihtertarik mempromosikan investasi

daripada mengumpulkan pendapatandari sektor swasta

Tabel 54. Perbedaan-perbedaan persepsi daerah terhadap efektivitas pemerintah daerah

68 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Pada umumnya perusahaan yakin bahwapemerintah daerah mereka benar-benar mencobamemecahkan masalah yang dihadapi olehkalangan pengusaha, namun terdapat sejumlahperbedaan besar di daerah.Rata-rata 58% perusahaan menyatakan bahwakepala daerah (bupati/walikota) memberikansolusi-solusi kongkrit untuk masalah-masalahmereka. Namun perbedaan-perbedaan antarakabupaten/kota dan propinsi sangat dramatis. DiKabupaten Nias Selatan hanya 2% dari seluruhperusahaan yang setuju bahwa pemerintah daerahmelakukan tindakan-tindakan kongkrit untukmemecahkan masalah-masalah mereka—diKabupaten Musi Rawas, 98% di antaranyamenyatakan setuju. Besarnya perbedaan yangserupa ini juga ada antar provinsi. Tabel 55menunjukkan bahwa di Sumatera Utara kurangdari 40% perusahaan menyatakan setuju bahwa

pemerintah daerah memberikan solusi-solusinyata bagi masalah-masalah mereka—di SumateraSelatan, angkanya lebih dari 80%. Secara umum,perusahaan-perusahaan di Jawa lebih pesimisterhadap kemampuan pemerintah daerah merekamemecahkan masalah-masalah mereka daripadaperusahaan-perusahaan di luar Jawa.

Perusahaan besar dan perusahaan jasa memilikipenilaian lebih baik terhadap layananpemerintah daerahSetiap perusahaan ditanyai mengenai apakahpemerintah daerah memahami masalah-masalah

mereka, apakah mereka melakukan konsultasipublik mengenai kebijakan-kebijakan yang terkaitdengan sektor swasta, apakah merekamenyelenggarakan pertemuan-pertemuan untukmembahas masalah-masalah yang dihadapikalangan pengusaha dan apakah merekamenyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukungperkembangan sektor swasta. Tabel 55menunjukkan hasil-hasilnya. Secara umum,terdapat suatu fenomena bahwa pemerintahdaerah memang memahami masalah-masalahsektor swasta dan berusaha menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung sektor swasta tersebut.Meskipun demikian, hanya sekitar separuh dariseluruh responden yang setuju bahwa pemerintahdaerah melakukan konsultasi dengan merekaberkenaan dengan pembuatan kebijakan ataumenyelenggarakan pertemuan untuk membahasmasalah-masalah yang mereka hadapi.

Secara umum kalangan perusahaan menyatakanbahwa pemerintah daerah tertarik untukmempromosikan investasi dan tidak hanyamengumpulkan pendapatan dari sektor swastaBertentangan dengan banyak bukti kualitatif,sebagian besar perusahaan menyatakan bahwapemerintah daerah lebih tertarik dalam promosiinvestasi daripada sekedar mengumpulkanpendapatan mereka sendiri. Meskipun demikian,seperti ditunjukkan oleh Tabel 54, terdapat variasiyang signifikan antara propinsi dan kabupaten/kota. Di Jawa Barat, kurang dari separuhperusahaan-perusahaan yang merasa seperti ini,

…. memahami kebutuhan-kebutuhan sektorswasta

…. melakukan konsultasi publik ketikamerumuskan kebijakan-kebijakan yangmempengaruhi sektor swasta

…. menyelenggarakan pertemuan dengan parapengusaha untuk membahas masalah-masalah yang mereka hadapi

…. menyediakan fasilitas-fasilitas untukmendukung perkembangan sektor swasta

Kecil Menengah Besar Produksi Perdagangan Jasa Total

64 65 69 60 66 70 65

50 52 58 47 50 57 51

49 52 59 48 48 55 51

58 60 64 56 60 64 60

% perusahaan yang setujubahwa pemerintah daerah…

Tabel 55. Pemahaman dan Tindakan Pemerintah Daerah terhadap masalah Pelaku Usaha

69

sementara di Sumatera Selatan 80% di antaranyamerasa bahwa pemerintah daerah terfokuskanpada promosi investasi. Pada tingkat kabupaten/kota, di Kota Tasikmalaya hanya 12% dari seluruhperusahaan yang merasa bahwa promosi investasimerupakan prioritas pemerintah daerah,sementara di Kab. Malinau, Trenggalek danTakalar semua yang disurvei merasa bahwapemerintah berfokus pada hal ini.

Sebagian besar perusahaan juga yakin bahwapemerintah daerah memberikan perlakuan yangcukup setaraKekecualian akan hal ini didapati di SumateraSelatan, dan, terutama, NTB, dimana hanya 34%dari seluruh perusahaan yang merasa bahwapemerintah daerah memperlakukan semuaperusahaan dengan cara yang sama (lihat Tabel54). Dilihat dari tingkat kota/kabupaten, kitadapat mengetahui bahwa hasil ini merujuk padabegitu rendahnya kinerja di Kota Bima dan KabSumbawa Barat, di mana hanya sekitar 5-6% darisemua perusahaan yang menyatakan bahwamereka merasa pemerintah daerahmemperlakukan perusahaan-perusahaan tersebutdengan setara.

Lebih dari 70% perusahaan menyatakan bahwapemerintah daerah tidak meningkatkan biayamereka maupun menyebabkan peningkatanketidakpastian terhadap bisnis merekaBanyak penelitian menunjukkan adanya “ekonomibiaya tinggi” yang disebabkan oleh peraturan-peraturan daerah yang membebani danketidakpastian tambahan yang disebabkan olehketidakselarasan antara peraturan daerah danperaturan nasional. Namun mayoritas perusahaanyang disurvei menyatakan bahwa hal tersebutbukan masalah. Tentu saja ada kekecualian—70%perusahaan di Kota Batam menyatakan bahwapemerintah daerah memang meningkatkanketidakpastian yang mereka hadapi. Namun inirelatif tidak umum—untuk sebagian besar kota/kabupaten, mayoritas perusahaan tampaknyatidak menganggap bahwa kebijakan-kebijakan

pemerintah daerah membebani mereka secaraberlebihan.

Gambaran ini disebabkan sebagian besar karenaperusahaan-perusahaan yakin bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah daerah hanya sedikitberpengaruh terhadap mereka dalam prakteknyaKetika ditanyakan mengenai pengaruh positif darikebijakan-kebijakan pemerintah daerah, kurangdari 20% perusahaan yang menyatakan bahwapengaruhnya sedang atau besar, dan lebih dari40% menyatakan bahwa tidak ada pengaruhpositif sama sekali. Namun ketika ditanyaseberapa besar cara pemerintah daerah berinteraksidengan kalangan pengusaha menghambataktivitas-aktivitas mereka, 93% di antaranyamenyatakan bahwa hambatan tersebut kecil atausangat kecil. Menariknya perusahaan-perusahaanbesar lebih mungkin memberikan respon bahwakebijakan-kebijakan pemerintah daerah memilikidampak positif yang signifikan terhadap merekadaripada perusahaan-perusahaan kecil danmenengah-namun tidak ada perbedaan dalamrespon perusahaan kecil, menengah, maupunbesar mengenai besarnya hambatan yang merekahadapi.

Daerah yang dianggap paling menunjukkanusaha dalam berinteraksi dengan sektor swastaadalah Kabupaten Musi Rawas di SumateraSelatanBeberapa daerah lain juga menunjukkan kinerjayang sangat baik. Patut dicatat bahwa enam dari10 daerah teratas untuk sub-indeks ini berada diSumatera Selatan dan sebagian besar sisanyaberada di Sulawesi Selatan. Daerah di provinsi-provinsi ini tampaknya memiliki mekanismekonsultatif yang terlembagakan yang dianggapberguna oleh perusahaan.

Sebaliknya, daerah dengan interaksi terburukdengan sektor swasta adalah KabupatenBanyumas di Jawa TengahTerdapat juga pemusatan provinsi yang kuat dibagian bawah, dengan empat dari sepuluh daerah

70 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

terbawah berada di Sumatera Utara, dan KotaMedan menduduki peringkat ke-13 dari bawah.Daerah-daerah di provinsi NTB juga banyak yangterdapat peringkat bawah, termasuk Kota danKabupaten Bima.

Terdapat perbedaan besar dalam kinerja,terutama dalam satu provinsi tertentuTabel 57 menunjukkan nilai rata-rata dari sub-indeks interaksi bagi daerah-daerah di tiapprovinsi, beserta nilai terbaik dan terburuk bagimasing-masing provinsi. Terdapat beberapaprovinsi dengan perbedaan sangat besar antarayang terbaik dan yang terburuk dalam provinsitersebut. Sebagai contoh, Jawa Barat dan Jawa

Timur juga memiliki daerah yang kinerjanyasangat buruk (Kab. Sukabumi dan Kab.Sumenep), sementara NTT memiliki yang sangatburuk (Kab. Alor) dan yang sangat baik (Kab.Manggarai).

Karena itu, meskipun sebagian besar perusahaantidak menganggap bahwa kebijakan-kebijakanpemerintah daerah memiliki dampak besarterhadap aktivitas-aktivitas mereka. Jelas adapemda-pemda yang telah berhasil menjalinketerlibatan yang baik dengan sektor swasta danada pula pemda-pemda lain di mana hal inibahkan belum dimulai.

Sumatera Utara 50 Kab. Nias Selatan 28 Kab. Samosir 65Riau 50 Kab. Indragiri Hilir 40 Kab. Rokan Hulu 66Sumatera Selatan 69 Kab. Oku Selatan 60 Ko. Musi Rawas 80Kepulauan Riau 59 Ko. Batam 45 Ko. Tanjung Pinang 70Jawa Barat 48 Kab. Sukabumi 31 Ko. Banjar 60Jawa Tengah 54 Kab. Banyumas 26 Kab. Demak 66DI Yogyakarta 53 Kab. Sleman 44 Kab. Gunung Kidul 58Jawa Timur 55 Kab. Sumenep 31 Ko. Probolinggo 70Bali 59 Kab. Buleleng 53 Kab. Jembrana 63NTB 45 Kab. Lombok Timur 34 Kab. Lombok Tengah 57NTT 58 Kab. Alor 37 Kab. Manggarai 70Kalimantan Timur 63 Ko. Samarinda 51 Ko. Bulungan 71Sulawesi Utara 57 Kab. Kepulauan Talaud 53 Kab. Kepulauan Sangih 65Sulawesi Selatan 60 Kab. Enrekang 40 Kab. Soppeng 79Gorontalo 69 Ko. Gorontalo 64 Kab. Boalemo 75

ProvinsiNilai

Rata-rataNilai

Sub IndeksKabupaten/Kota

TerbaikKabupaten/Kota

TerburukNilai

Sub Indeks

Tabel 56 Sub-Indeks Interaksi berdasarkan Provinsi

Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas 80,06 Jawa Tengah Kab. Banyumas 26,26Sulawesi Selatan Kab. Soppeng 79,12 Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 27,89Sumatera Selatan Kota Lubuk Linggau 77,30 Jawa Barat Kab. Sukabumi 30,52Sumatera Selatan Kota Prabumulih 76,99 Jawa Timur Kab. Sumenep 30,56Sumatera Selatan Kab. Musi Banyu Asin 76,82 Sumatera Utara Kab. Nias 32,25Sumatera Selatan Kab. Lahat 75,63 NTB Kab. Lombok Timur 33,49Sulawesi Selatan Kab. Luwu Timur 75,27 Sumatera Utara Kab. Langkat 34,17Sulawesi Selatan Kab. Barru 75,17 NTT Kab. Alor 36,73Gorontalo Kab. Boalemo 74,91 NTB Kab. Dompu 37,14Sumatera Selatan Kota Pagar Alam 73,57 Sumatera Utara Kab. Deli Serdang 37,86

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 57. Urutan Tata Kelola Interaksi Pemda dan Pelaku Usaha Terbaik dan TerburukTerbaik Terburuk

71

"""

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

�������������

����

��������� ����

� ��

�����������

� ��

����������

�������������

������

�������������

�����������������

�������������

��������� ���

� ��

��������

�����������������

������������

��

��������� � ��

� � ��

�� � ����

����������������

� ��

����

�����

��������������

������������

������������

�����

��������� �� ��

� ��

�����

�������������������

���������������

��������������

��������� ����

���������������

������������

� ��

����

����

� ��

������

��������� ������

�������������

������������

���

� ��

���������

����������� ���������

��

������������������

��������������

��������������

��������

����������� ���

������������

������

�������������

� ��

� � ��

� � ��

����

�����

��������� ��� �������

����������������

� ��

������

� ��

������

�����������������

�����

���������������

��

����������������

�������������

���������

��

� ��

���

��������������������

������������

��

����������������

������������

����������������

�������������

�������� ����

������������� ����

� ��

� � �

����������� ���

���������������

���������������

�����������

����

�������������

���������������

� ��

��������

�������������

��������������

��������������

��������� �������

� ��

��� ��

��������� ��� ��������

� ��

� ��

� ��

����

�� ��

����

����

�����������������

������������

������������

�������� ������

��

� ��

� �

����

� ��

�������

������������

������

�����������������

�������������

�������������������

��������������

��������������

�������������

��������� � � �

������������

��������������

���������������������

� ��

����

������������

�����������

���������

� �

������������ �

����������������

������������������

�������������������

��������������

�������������

�������������

��������� ��

��������� �� ������

�������������

�������������������

��

�������������

������������

� ��

�����

� ��

�������������

������������

������

�����

�������������������

��

����������� ��

� ��

� ��������

������������������

��������� �

�����������

��

�������������

Gambar 34. Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha

72 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

����������

��

��������� � ��

����������������

��������� �

����

������������� �

� ��

�����

��������������������

� ��

�����

� ��

����

��������������

� ��

�����

� ��

�����

��

�������������

����������

��������

���������������

� ��

����

���

������������

������

�������������

� ��

���������

���������� � ����

���������

��

��������� � �

��������������

���������

�������

������������������

��

������������

� ��

������

������

���������� ��

��� � � �

� ��

�������

������������

���

����������������������

�������������

� ��

������

��������������

��������������

������

��

� ��

� � �

����������� �

��������� ����

������������ ����

���������������

�������������

������������������

��

�����������

�� �

���������

����

��������������

��������������

����������� ����������

��

������������

� ��

��������

��������������������

�������������

��

���������

��������

���

���������������

���������������

������������

� ��

�����

��������������

��

���������������

�������

��

������������ ���

�������������

������

�����������������

��

� ��

���������

� ��

����������

��������� � �

���������� � ��

��������������

������������

� ��

���������

��

�������������

� ��

�����

� ��

�����

�������������

� ��

��������

���������������

��������������

������������

�����������������

�����������

� ��

��������

� ��

��������

� ��

����

�� ��

������

������������

�����

�������������

� ��

����

�� ��

��� �

� ��

����

���������������

�������������

�������������

���������� �������

������������

����

�����������

��

���������������������

��������������

������������������

��������� �� ������

��������������

�������������

�������������

��������� �

�� �

������������

�����

��������������

����������������

������������

��������� ����� ���

��������������

���������

��������

����

������������

� ��

����

� ��

����

�������������

� ��

�������

������������������

��������� ���

����������

���������������

��������� �� ������

�����������

��������������

����������������

���������������

��

���������������

73

Keamanan usaha merupakan hal utama yangmenjadi pertimbangan pelaku usaha ketika akanmemulai usaha dan menjalankan usahanya. Pelakuusaha terkadang membayar biaya keamanan yangtinggi asalkan ia tetap dapat beroperasi di suatudaerah. Survei ini melakukan penilaian terutamanterhadap tindakan aparat keamanan ketikamenghadapi kejadian seperti demonstrasi pegawaidan kejadian kriminalitas di tempat usaha.

Struktur lembaga kepolisian Indonesia dipisahkandari tentara nasional (TNI) sejak tahun 1999. Halini berkaitan dengan sejumlah tuntutan pelayanandari masyarakat akan keprofesionalan polisi dalampenanganan masalah keamanan dalam negeri.Pemda secara langsung tidak memilikikewenangan untuk menangani masalah keamananyang terjadi di daerahnya. Namun keterbatasankewenangan ini bukan berarti adanya pembatasanusaha yang dapat dilakukan untuk menciptakankeadaan yang aman. Bentuk koordinasi antaraaparat Dinas Ketertiban Umum Pemda dan pihakkepolisian dapat menjadi bentuk sinergikoordinasi yang dapat meningkatkan rasa amanbagi pelaku usaha. Tidak dapat dipungkiri bahwa

koordinasi antara lembaga negara dari berbagaitingkatan lebih penting untuk diimplementasikandaripada sekedar mempersoalkan cakupankewenangan.

Sebagian besar perusahaan melaporkan relatifrendahnya tingkat kejahatan dan kesan positifatas kinerja polisi.Rata-rata, hanya 14% dari perusahaan yangmelaporkan peristiwa pencurian terjadi di tempatusahanya. Ada sedikit variasi antara ukuran dansektor usaha. Sebagian besar perusahaan jugamelaporkan bahwa polisi mengambil tindakanuntuk memecahkan kasus-kasus kriminal.Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa banyakdi antara kalangan pengusaha yang tidak maudicatatkan telah mengkritik polisi secara terbuka.Karena itu, meskipun 66% dari seluruhperusahaan menyatakan bahwa polisi telahmenangani kasus-kasus kriminal dengan baik,penilaian ini bisa jadi lebih tinggi dari yangdiharapkan karena sensitifnya topik ini.

Meskipun demikian, insiden kejahatan danperingkat dukungan atas polisi menunjukkanvariasi yang signifikan antar daerah. Riau danSumatera Utara melaporkan insiden pencurianterbanyak. Terutama, hal ini nampaknya palingsering terjadi di antara perusahaan di sektorperdagangan. Insiden pencurian paling sedikitdilaporkan dari Bali. Terdapat juga korelasi yangkuat antara rendahnya tingkat kriminal dantingginya peringkat dukungan atas polisi. Di Bali,87 % perusahaan melaporkan bahwa polisi selalumengambil tindakan untuk memecahkan kasuskejahatan yang mempengaruhi bisnis mereka,dibandingkan dengan 55% perusahaan di Riau.

Kotak 8. Variabel Penilaian Indikator Keamanan danPenyelesaian Konflik Dunia UsahaVariabel Penilaian• Tingkat Kejadian Pencurian di Tempat Usaha• Kualitas Penanganan Masalah Kriminal oleh Polisi• Kualitas Penanganan Masalah Demonstrasi Buruh Oleh

Polisi• Tingkat Hambatan Keamanan dan Penyelesaian

Masalah Terhadap Kinerja Perusahaan

8. KEAMANAN DAN

PENYELESAIAN KONFLIK DUNIA

USAHA

% perusahaan yang menyatakan bahwa polisi selalu bertindak tepat waktu untukmemecahkan kasus-kasus kriminal yang terkait dengan bisnis

% perusahaan yang menyatakan bahwa solusi untuk kasus-kasus kriminal yangdiberikan polisi menguntungkan perusahaan.

% perusahaan yang menyatakan bahwa solusi-solusi yang diberikan oleh polisimeminimalkan kerugian perusahaan dalam hal waktu dan uang

Kecil Menengah Besar Total% perusahaan yang setujubahwa pemerintah daerah…

Tabel 58. Kualitas Polisi Dalam Penanganan Kasus Terhadap Dunia Usaha

74,3 72,9 71,2 73,8

67,5 64,7 65,5 66,6

64,2 63,9 64,4 64,1

74 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Sekitar 79% perusahaan yang disurvei setujubahwa polisi mengambil tindakan tepat waktuuntuk menangani perselisihan dengan buruh.Meskipun demikian, sekali lagi tampak adanyavariasi antar daerah, karena hanya kira-kiraseparuh dari responden di Sumatera Utara danRiau sepakat bahwa polisi menangani demonstrasidengan cara yang mampu mengurangi kerugianproduksi bagi perusahaan. Jika dibandingkandengan nilai rata-rata sebesar 79%, angka inimenunjukkan ketidaksetujuan yang lebih besarterhadap polisi. Hal ini dapat menunjukkanrendahnya kualitas layanan atau lebih tingginyatingkat keterbukaan responden. Sekali lagiperusahaan-perusahaan di Bali memberikanperingkat dukungan tertinggi bagi polisi dalampenanganan masalah-masalah buruh.

Dengan jumlah yang mencolok, metodepenyelesaian konflik yang paling seringdigunakan oleh perusahaan adalah musyawarahmufakat.Dalam hal ini, hanya sedikit variasi antar daerah,meskipun Bali menyatakan paling banyakmenggunakan metode penyelesaian persengketaanlewat pertemuan masyarakat ini. Perusahaanresponden diberi pilihan antara lima mekanismepenyelesaian persengketaan: musyawarah, jasamediasi pemerintah, arbitrase, pengadilan, danjasa mediasi dari rekan/keluarga. 55% perusahaanmenyatakan bahwa mereka menggunakanmusyawarah untuk menyelesaikan isu-isu konflik,dibandingkan dengan kurang dari 1% yangmenggunakan jasa pemerintah, arbitrase, ataupengadilan. Hanya 4% yang menyatakan bahwamereka menggunakan jasa mediasi keluarga ataurekan. Ini menunjukkan bahwa perusahaan akanmeminta bantuan komunitas mereka, dan padatingkat yang lebih rendah, keluarga mereka, untukmemecahkan masalah-masalah yang terkaitdengan bisnis mereka. Temuan-temuan inimenunjukkan bahwa aspek-aspek musyawarahdapat dimasukkan ke dalam reformasi proses-proses pengadilan dan arbitrase yang akan datangsehingga sistem penyelesaian konflik yang lebihformal dapat berkembang bersama dengan yangtradisional.

Isu-isu keamanan dan konflik dianggap sebagaihambatan hanya oleh sejumlah kecil perusahaan.Hanya sekitar 4% perusahaan yang menyatakanbahwa isu-isu keamanan menghambat operasibisnis mereka. Hasil ini konsisten, terlepas dariukuran perusahaan, sektor, maupun kawasan.Karena itu, gambaran secara keseluruhanmenunjukkan bahwa isu-isu kejahatan dan

Jenis Izin Kecil Menengah Besar Produksi Perdagangan Jasa TotalTable 60. Metode Penyelesaian Konflik/Persengketaan

Musyawarah mufakatJasa mediasi pemerintahArbitrasePengadilanJasa mediasi dari rekan/keluarga

55,5 60,4 64,5 53,5 56,7 63,7 57,40,26 0,48 1,5 0,31 0,34 0,50 0,380,05 0,03 0,35 0,03 0,12 0,06 0,060,21 0,25 0,50 0,06 0,22 0,51 0,234,2 5,2 2,0 4,0 3,5 5,6 4,4

Bali 6,5 87Jawa Tengah 8,8 71,9DI Yogyakarta 16,0 61,4Jawa Timur 13,4 75,6Kalimantan Timur 15,1 81,6Gorontalo 16,7 80,7Kepulauan Riau 22,6 63,4NTB 8,2 82,7NTT 9,8 83,2Sulawesi Utara 15,9 73,9Sumatera Utara 21,0 66,3Riau 17,4 55,3Sulawesi Selatan 15,3 81,5Sumatera Selatan 21,9 82,6Jawa Barat 18,4 71,6

% perusahaan yangmelaporkan bahwapolisi mengambil

tindakan nyataterhadap kasus-kasus

kriminal

%perusahaan

yangmelaporkanpencurian

Provinsi

Tabel 59. Variasi daerah dalam kejahatan dan dukunganatas polisi

75

Jawa Timur Kab. Pamekasan 96,72 Sumatera Utara Kab. Langkat 27,41NTT Kab. Timor Tengah Utara 83,39 Riau Kab. Rokan Hilir 30,65Jawa Timur Kab. Trenggalek 83,09 DI Yogyakarta Kab. Sleman 31,22NTT Kab. Lembata 82,37 Jawa Barat Kab. Indramayu 32,59Bali Kab. Tabanan 82,02 Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 34,71Jawa Timur Kab. Pacitan 81,73 Riau Kab. Indragiri Hilir 36,26Bali Kab. Buleleng 79,43 Riau Kab. Pelalawan 37,54Jawa Tengah Kab. Wonosobo 79,40 Sulawesi Utara Kab. Minahasa Utara 38,32Jawa Timur Kab. Magetan 78,81 Riau Kota Dumai 38,58Jawa Timur Kab. Tuban 78,79 Sulawesi Utara Kota Bitung 39,33

Propinsi Kabupaten/Kota Indeks Propinsi Kabupaten/Kota Indeks

Tabel 61. Urutan Tata Kelola Tingkat Keamanan dan Penyelesaian KonflikTerbaik Terburuk

keamanan bukan masalah utama bagi kalanganpengusaha, namun perbedaan antar daerah dalamtingkat kejahatan dan dukungan atas polisi perludikaji lebih lanjut. Demikian pula, meluasnyapenggunaan teknik-teknik mediasi masyarakatdan rendahnya penggunaan pengadilan untukpenyelesaian konflik yang terkait bisnismenunjukkan bahwa jasa mediasi formal tidakmendapat kepercayaan dari kalangan pengusaha.

Daerah dengan kinerja terbaik untuk Sub-IndeksKeamanan dan Penyelesaian Konflik terutamaterletak di Jawa Timur dan NTT.Empat dari sepuluh teratas, termasuk yangterbaik, Kabupaten Pamekasan, berada di JawaTimur, sementara Riau dan Sumatera Utaramemiliki mayoritas daerah yang berada padaperingkat 10 terbawah.

Terdapat variasi yang signifikan dalam kinerjakeamanan dan penyelesaian konflik antar daerahdalam provinsi yang sama.Yogyakarta adalah provinsi yang menunjukkannilai variasi daerah yang beragam di antarabeberapa sub-indeks. Untuk keamanan danpenyelesaian konflik, di provinsi ini terdapatdaerah ini dengan peringkat terbaik ke-24(Gunung Kidul) dan terburuk ke-9 (Sleman).Provinsi-provinsi lain menunjukkan heterogenitasyang serupa dalam kinerja daerah. Berada di suatuprovinsi dengan kinerja baik atau buruk untuksub-indeks ini tidak lantas menunjukkan baik-buruknya kinerja suatu daerah tertentu.

76 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

"

'"

#"

*"

$"

+"

%"

9"

&"

6"

'""

����������������

����������� ���������

��

����������������

����������������

�������������

��������������

������������

���

���������

� �

��������������

������������

�������������

������������

������������

���

������������

������

������������

��������������

�������������

���������������������

��������������

���������� ����

������������

�����������������

��������������

����������� ���

�������������

��������������

�������������������

������������

�������������

������

��������� ����

����������� ���

����������������

�������������

���������������

��������� � � �

� ��

������

� ��

�����

� ��

����

�����

�������������

�������������

����������� ����������

��

������������

������

� ��

�����

���������������

������������

�����������������

�������������

���������

��

�����������

����

�������������

��������������������

������������ ����

���������������

������������

��

� ��

�������

������������

�����

���������������

�������

��

� ��

���������

��������� � �

�������������

������������������

������������

��

��������������

��������

��������������

��������������

��

��������������

��������� �

�� �

������������������

���������������

���������������

����������� ��

� ��

������

� ��

��������

���������������������

� ��

������

������

�������������

���������������

���������������

��

�������������

��������� ���

�������������

����������� �

��������������

������

��

���������� � ��

�����������������

�������������

��������� � �

� ��

����

����

� ��

����

� ��

���

�������� ��� ��������

�����������������

�����

����������

��������

� ��

����������

������������

������������

���������������

������������

�����

� ��

� � �

������������� �

����������������������

�������������

� ��

� � ��

� �������������������

��

� ��

�������������

����������������

���������

��

����������

��

��������������

� ��

� �

����

�������� ������

��

� ��

�����������

��������� �

������������ �

��������������

����������������

� ��

��� ��

��������� �������

��������� ���

� ��

���������

������������

Gambar 35. Keamanan dan Resolusi Konflik

77

� ��

����

����

� ��

��� �

��������������

������������

���������������

������������������

��������������

� ��

����

����������������

�������������

��������� �� ��

��������������

������������

����������������

����������������

������������

� ��

���������

��

��������� ��

��� � � �

� ��

�����

���������������

��������������

�������������

������������

������

�����

� ��

�� � ����

�������������

��������� �

����

�������������

����

���������������������

�������������

�������� ����

����������� ������

� ��

������

�����������������

��

��������� � ��

� ��������������

�������������

������������������

�������������

�����������

���������������

�������������

�� ��

����

��������� ��

� ��

� ��

� ��

��������

����������� ����

� ��

�������

��������������

� ��

������

��������������

����������

�������������

�����

��������� �� ������

������������

�������������

������������

������

���������� � ����

������������������

��

��������� �� ������

��������� � ��

�������������

��

����������������

������������

���������

��������

���

� ��

��������

� ��

����

������������ ���

��������� ����� ���

�������������

� ��

��������

�������� ��� �������

����������������

�������������������

��

���������

����

���������������������

� ��

����������

� ��

� � �

� ��

������

� ��

����

���

�������������

� ��

��������

��������������

�������������

��������� �� ������

� ��

����

�����

�� ��

�������

��������� ����

���������������

� ��

�����

�������������

� ��

��������

�������������

������

�������������

�����������������

����������������

������������

� ��

�����

� ��

���������

���������������

��������������

� ��

����

�� ��

�����

��

�������������

�����������

� ��

� ��������

�������������

��

� ��

����

� ��

����

� ��

����

�������������������

������������������

�����������

�� �

� ��

�����

� ��

�����

� ��

�����

������������������

��

������������

����

���������

��������

����

���������������

��

���������

�������

�����������

��

��������� �������

��������������

78 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

79

BAB V

KAJIAN PERATURAN DAERAH

Perda merupakan sebuah instrumen kebijakandaerah yang sifatnya formal, melalui perda inilahdapat diindikasikan adanya insentif maupundisinsentif sebuah kebijakan di daerah terhadapaktivitas perekonomian. Penilaian kualitas perdadilakukan melalui desk analysis denganmenggunakan 14 (empat belas) kriteria (lihatpada metodologi).

Dari hasil analisis diperoleh gambaran mengenaikualitas perda di daerah yang dikelompokandalam 3 (tiga) kategori potensi kebermasalahan,yaitu: Kategori Prinsip, Kategori Substansi, danKategori Acuan Yuridis. Dalam kategori acuanyuridis terdiri dari 3 (tiga) kriteria yaitu relevansiacuan yuridis, up to date acuan yuridis; dankelengkapan yuridis formal. Kategori substansiterdiri 6 (enam) kriteria yaitu: diskoneksi tujuandan isi serta konsistensi pasal; kejelasan obyek;kejelasan subyek; kejelasan hak dan kewajibanwajib pungut dan pemda; kejelasan standar waktu,biaya dan prosedur atau struktur dan standar tarif;kesesuaian antara filosofi dan pungutan. Kategoriprinsip terdiri dari 5 (lima) kriteria yaitukeutuhan wilayah ekonomi nasional dan prinsipfree internal trade; persaingan sehat; dampakekonomi negatif, menghalangi akses masyarakatdan kepentingan umum; serta pelanggarankewenangan pemerintahan.

Jumlah peraturan daerah yang dianalisis sebanyak932 perda, perda yang dianalisis dibatasi denganwilayah pengaturannya yaitu terkait denganperekonomian. Perda yang dianalisis tersebutdapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) wilayah isu,yaitu perda terait dengan perizinan, perda trekaitdengan lalu lintas barang dan jasa, serta perda

terkait dengan ketenagakerjaan, dengan komposisisebagai berikut:

Berikut potensi kebermasalahan perdaberdasarkan pada kategori tersebut di atas:

Dari total 932 peraturan daerah, kebermasalahanpada kategori yuridis didominasi oleh banyaknyaperda yang tidak mengatur secara lengkapketentuan-ketentuan peraturan yang lebih tinggi.Diantaranya Undang-Undang Nomor 34 Tahun2000 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah,Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001tentang Pajak Daerah, dan Peraturan PemerintahNomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.Sejumlah ketentuan yang tertuang dalam ketiga

��������#������ �����������3� �������� �%

��/� ��)�������������������/����� �����"�����0���������� 1 ���

'9

'%

9%

� ���������

� � ����"��������

����������)����8������

-����������)����8������

�����������)����8������

��

��

��

!�

"�

#�

$�

%�

���

��������'������ ������������%��� �������������������"4�� �3������

80 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

produk hukum seperti tersebut di atas sifatnyawajib, sehingga setiap pengaturan yang tidakmerujuk pada ketentuannya dikategorikan perdabermasalah. Berikut adalah sejumlah kelengkapanyang harus diatur dalam perda tentang pungutan:Untuk kebermasalahan perda pada dua kriterialainnya, yaitu: Up to date acuan yuridis dan

Relevansi acuan yuridis, nilai persentasepermasalahan paling tinggi tidak lebih dari 10%.Untuk kategori up to date acuan yuridis misalnyaterkait dengan ketentuan perizinan, hingga saatmasih ada perda yang belum merujuk pada UU34 Tahun 2000. Karena jika dilihat dari tahunpembuatan perda yang dianalisis, paling lamaperda dibentuk mulai dari tahun 1987 hinggaperda yang diterbitkan pada tahun 2008.

Perda paling lama yang dianalisis dalam penelitianini adalah perda Kabupaten Pamekasan Nomor 10Tahun 1987 tentang Izin Mendirikan Bangunan.Perda tersebut selain mengatur perizinan jugamengatur pungutan, karenanya perda juga harusmerujuk pada undang-undang terkait retribusidaerah. Padahal produk undang-undang terkaitdengan retribusi daerah yang berlaku pada saat ituadalah Undang-Undang Darurat Nomor 12Tahun 1957 tentang Retribusi Daerah. Akibatnyakelengkapan yang diatur dalam Undang-UndangNomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah danRetribusi Daerah untuk golongan retribusinya

tidak diatur. Dalam hal perda melanggar kriteriarelevansi acuan yuridis adalah apabila perdamengatur mengenai keselamatan kerja, namundidalamnya perda juga mengatur mengenaisejumlah pungutan retribusi. Perda yang palingbanyak melanggar pada kriteria relevansi yuridisadalah perda pada sektor perdagangan (49%),dengan perincian sebagai berikut:

Perda pada sektor perdagangan diantaranya adalahperda mengenai SIUP, Wajib Daftar Perusahaan(TDP), izin bongkar muat barang dagangan,tanda daftar gudang dan lain sebagainya. Perdapada sektor industri diantaranya adalah perdamengenai izin usaha industri, tanda daftarindustri, dan izin jasa konstruksi. Perda padasektor pertanian yang melanggar relevansi acuanyuridis pada umumnya adalah perda mengenaipeternakan seperti perda yang mengatur rumahpemotongan hewan.Permasalahan paling banyak terjadi pada kategorisubstansi seperti perda tidak mengatur secara jelasmengenai standar waktu, biaya, dan prosedur.Dalam hal ini yang dimaksud dengan standarwaktu adalah lamanya proses pelayanan darimengajukan permohonan hingga diperoleh izindan jangka waktu berlakunya izin yang telahditerbitkan. Prosedur adalah tahapan/alur prosesdan persyaratan untuk mendapatkan izin.

Kebermasalahan pada kriteria ini diantaranyaadalah:1. Perda tidak mengatur lama waktu (proses)

mendapatkan izin;2. Perda tidak mengatur jangka waktu perizinan

dan kewajiban daftar ulang (perpanjangan);

• Nama, obyek, dan subyekpajak

• Dasar pengenaan, tarif,dan cara penghitunganpajak

• Wilayah pemungutan• Masa pajak• Penetapan• Tata cara pembayaran dan

penagihan• Kadaluwarsa• Sanksi administratif• Tanggal mulai berlaku

Pajak Retribusi• Nama, obyek, dan subyek

Retribusi• Golongan retribusi; cara

mengukur tingkatpenggunaan jasa yangbersangkutan

• Struktur dan besarnya tarif• Wilyah pungutan• Tata cara pemungutan• Sanksi administratif• Tata cara penagihan• Tanggal berlaku

Tabel 62. Beberapa Hal Yang Harus Tercantum PadaSuatu Perda

�������� ����/� ��)���2������ �����������

9

#&

$6 '9

��������(������ ������������%��� �������������������3�������&� �����$��������� ���

81

3. Perda tidak menjelaskan syarat-syarat yangharus dipenuhi masyarakat untukmendapatkan izin;

4. Perda tidak mengatur tahapan/prosedurmemperoleh izin, barangkali perda bisamendelegasikan kepada kepala daerah untukmengatur prosedur secara lebih detail dalam

peraturan kepala daerah atau keputusan kepaladaerah;

5. Perda tidak mengatur besarnya tarif.

Kriteria paling bermasalah berikutnya adalahkesesuaian filosofi dan prinsip pungutan, yaituapabila tarif ditetapkan tidak didasarkan pada

� �� �� �� � !� "� #� $� %� ���

��������+������ ������������%��� ��������������������$����� ��

� ���������

� � ����"��������

�����������������=�����������������

��������������������������8��=�����������������������=�����������

(����������������������������������������

�������������8��

������������8��

�������������������������

Kotak 9. Contoh perda melanggar kelengkapan acuan yuridis

Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 21 Tahun

2001 Tentang Ijin Dispensasi Kelebihan

Muatan dan Perubahannya Perda Nomor 9

Tahun 2002.

Retribusi ijin dispensasi kelebihan muatan adalahpungutan daerah yang dikenakan sebagai imbalan ataspembelian ijin kelebihan muatan yang diberikan kepadamobil barang atau sejenisnya untuk melewati jalan yangdiklasifikasikan di bawah muatan sumbu terberat (MST)dari kendaraan tersebut atau karena berlebihan muatan.

Setiap mobil, alat-alat berat yang menurut sifatnya tidakmungkin dipisahkan atau dikurangi yang beratnyamelebihi kelas jalan kota, baik dengan muatan maupuntanpa muatan dilarang melalui jalan kota kecuali setelahmendapat ijin dari kepala daerah. Ijin diberikan olehkepala daerah setelah mendengar saran dan pertimbangandari dinas perhubungan kota Binjai. Setiap pemberianijin dispensasi kelebihan muatan di kota Binjai dikenakanretribusi.

Ditetapkan sebagai objek retribusinya adalah pembayaranatas pelayanan yang diberikan Pemerintah daerah ataspelayanan jasa umum yang dinikmati orang pribadi atau

badan. Dalam pengelompokkannya retribusi atas izindispensasi penggunaan jalan termasuk dalam golonganretribusi Jasa Umum. Dasar penetapan golongan retribusiadalah bahwa pelayanan tersebut untuk melayanikemanfaatan umum yang diterima oleh individu ataubadan usaha. Padahal jika melihat pada fungsi dari perdaadalah untuk pengendalian penggunaan fasiltas jalan yangmerupakan fasiltas untuk umum, sehingga kerusakanjalan bisa dicegah. Dengan melihat pada fungsi perdatersebut, maka seharusnya perda digolongkan pada perdaperizinan tertentu.

Tarif retribusi adalah alat-alat berat Rp.50.000; mobilbarang dengan muatan 1000-3000kg Rp.10.000, 3000-5000kg Rp.25.000, >5000kg Rp.50.000,00. Retribusiijin dispensasi kelebihan muatan dipungut pada saatorang pribadi atau badan mendapatkan pelayanan jasaumum dari pemerintah daerah (melintasi jalan di KotaBinjai). Perda tidak secara jelas mengatur mengenaiprinsip dalam penetapan tarif.

Akibatnya pungutan atas dispensasi jalan yang dilakukanpada saat melintasi jalan di Kota Binjai, yangpengaturanya dan fungsinya tidak jelas sehingga dapatmengakibatkan beban bagi aktifitas distribusi barang.

82 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

golongan retribusi sebagaimana dimaksud dalamUU 34/2000 tentang PDRD yaitu: golonganperizinan tertentu, retribusi jasa umum danretribusi jasa usaha. Selain itu dalam halpenetapan pungutan retribusi tidak didasarkanpada jasa/layanan yang diterima langsung olehsubyek pungutan.

Diantaranya adalah:1. Perda memungut retribsui atas aktivitas yang

dilakukan di RPH swasta;2. Perda memungut retribusi atas aktivitas

transaksi penangkapan hasil ikan di luartempat pelelangan ikan yang disediakanpemda;

3. Terkait dengan ketenagakerjaan, perdamemungut retribusi atas pelatihanketenagakerjaan yang disediakan oleh swasta.

Kebermasalahan selanjutnya pada kategorisubstansi secara berturut-turut adalah kejelasansubyek dan obyeknya, kejelasan hak dankewajiban wajib pungut/pemda, serta diskoneksiantara tujuan dan isi perda. Perda dibentukdengan tujuan untuk melindungi kepentinganumum yang lebih luas misalnya terkait dengankesehatan dan keselamatan masyarakat. Dalamkonteks kebijakan pada sektor peternakan, untukmencegah supaya penyakit hewan tidak menularke hewan peliharaan (ternak) lainnya atau bahkanmenular ke manusia, maka setiap aktivitas sepertipemotongan, perdagangan dan distribusi ternakdan/atau hasil ikutannya diwajibkan untuk

dilakukan pemeriksaan. Namun dalampengaturannya dilihat dari porsi substansipengaturannya didominasi oleh pengaturan izindan pungutannya. Sedangkan seringkali standarteknis keselamatan/kesehatan ternak tidak ditulissecara jelas.

Secara umum kebermasalahan perda pada kategoriprinsip kecil, bahkan kriteria kebermasalahantertinggi tidak lebih dari 10%. Permasalahan padakriteria keutuhan wilayah ekonomi nasionaldidominasi oleh perda yang mengatur lalu lintasbarang (komoditi) sebesar 71%, sedangkansisanya sebesar 29% perda ketenagakerjaan.Kebermasalahan perda pada kategori prinsiptertinggi adalah kriteria dampak ekonomi negatif.Misalnya adalah perda yang mengatur sumbanganpihak ketiga akan tetapi sifatnya wajib, dalampraktiknya untuk sektor-sektor pertanian pangan,perikanan, perkebunan juga terdapat perdasumbangan pihak ketiga. Salah satunya adalahPerda Kabupaten Flores Timur Nomor 2 Tahun2000 tentang Sumbangan Atas Pengumpulan danAtau Pengeluaran Hasil Pertanian, Perkebunan,Peternakan, Perikanan dan Hasil Laut, Kehutanandan Hasil Perindustrian. Perda tersebut kini telahdibatalkan oleh Departemen Dalam Negerimelalui Surat Keputusan Mendagri Nomor 98Tahun 2004. Dampak ekonomi negatif salahsatunya juga terjadi apabila untuk daerah-daerahtertentu seperti daerah yang memiliki kawasanindustri. Perda retribusi atas izin gangguan danIMB terhadap pengusaha yang berada di kawasan

������������ ���� ������� ������������������������� ��

� �� �� �� � !� "� #� $� %� ���

� ���������

� � ����"��������

���������������������������������

.��������������������8���������������������������:����������������;

���������������������

����������������

������������8��������������������=��������������������������

83

industri dimana kawasan industri khusus tersebutsudah melalui analisa dampak lingkungan. Jadipungutan atas perusahaan yang berada dalamkawasan industri merupakan pungutan yangberulang (double charges).

Kriteria kebermasalahan pada kategori prinsiplainnya adalah kesatuan wilayah ekonominasional. Pada era otda, isu kesatuan wilayahekonomi nasional banyak mengalamipermasalahan. Diantaranya terkait denganhambatan-hambatan atas distribusi barang, jasadan orang. Sejumlah permasalahan itu dapatdikelompokkan sebagai berikut:

ã Sektor peternakan, banyak daerah denganalasan untuk menjaga keamanan dankeselamatan daerah memungut atas setiapaktivitas (lalulintas) ternak/hewan dan hasilikutannya (daging, kulit dan tanduk) harusdiperiksa kesehatannya meskipun ditempatasalnya sudah diperiksa. Namun demikianternyata kewajiban pemeriksaan ulang ini jugadipungut biaya.

ã Sektor pertanian pangan, yaitu adanyakewajiban pemeriksaan mutu benih baik yangberasal dari luar maupun yang berasal daridalam daerah sebelum didistribusikan baikdidalam daerah maupun untuk keluar daerahbagi benih dari dalam. Kewajiban ini menjadimasalah karena diikuti dengan pungutan.

ã Perikanan, pada sektor perikanan untukaktivitas perdagangan/hasil tangkapan yangberasal dari daerah luar harus dilengkapidengan SKA. Selain itu, ada juga daerah yangmemungut retribusi atas aktivitas bongkar muathasil tangkapan dari kapal ke pelabuhan.

ã Ketenagakerjaan, permasalahan pada isuketenagakerjaan terkait dengan lalulintas orang/tenaga kerja diantaranya adalah adanyakewajiban izin untuk penggunaan tenaga kerjadari daerah luar baik tanpa pungutan maupun

dengan pungutan. Padahal seharusnya selamamasih dalam satu kesatuan negara Indonesia,semua orang memiliki hak yang sama untukmemperoleh pekerjaan.

Peraturan Daerah Kabupaten Demak Nomor 5

Tahun 2002 tentang Retribusi Pemeriksaan

Daging Dari Luar Daerah

Tujuan perda diantaranya adalah untuk melindungi danmenjaga kesehatan daging untuk konsumsi masyarakatserta melindungi konsumen agar mendapat daging yangsehat. Obyek retribusi adalah daging yang berasal dariluar daerah yang dipasarkan diwilayah KabupatenDemak, meliputi daging Kerbau, Sapi, Kambing, Ayam,Itik dan Domba. Subyek retribusi adalah orang pribadiatau badan yang memasukkan daging dari luar daerahdan dijual belikan di wilayah Kabupaten Demak.Retribusi pelayanan pemeriksaan daging dari luar daerahdigolongkan sebagai jasa umum. Daging dari luar daerahyang akan dipasarkan di Kabupaten Demak harusdiperiksa kesehatannya oleh petugas.

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan pelayananpemeriksaan daging yang diberikan serta daging yangdibawa. Prinsip dan sasarn dalam penetapan struktur danbesarnya tarif dimaksudkan pada tujuan untukmemperoleh keuntungan yang pantas yang diterima olehpemilik daging dan berorientasi pada harga pasar.

Dari sejumlah pengaturan perda sebagaimana dimaksuddi atas, terdapat sejumlah permasalahan. Diantaranyaadalah: Pertama di dalam pengaturannya perda tidakmengecualikan terhadap daging yang sudah diperiksa dandinyatakan sehat di daerah lain, dan dikirim dengankemasan tertentu. Kedua pemeriksaan daging hanya dapatdilakukan oleh petugas pemda dengan dipungut biaya,padahal mungkin pemeriksaan kesehatan juga bisadilakukan oleh dokter hewan yang tersumpah. Ketigaretribusi atas pemeriksaan hewan diwajibkan oleh pemdatetapi struktur tarifnya dimaksudkan untuk mencarikeuntungan.

Pungutan atas perdagangan daging dari daerah luar, dapatmengakibatkan pelanggaran terhadap prinsip keutuhanwilayah ekonomi nasional. Selain itu kewajibanpemeriksaan kesehatan dengan prinsip usaha (mencarikeuntungan) dapat mengakibatkan monopoli olehdaerah.

Kotak 10. Contoh perda bermasalah pada kategoriprinsip

84 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Kebermasalahan terkait dengan isi perda yangselama ini banyak terjadi di daerah adalah tidakjelasnya prosedur (standar waktu pelayanan,syarat, dan jangka waktunya) atau standar danbesarnya tarif. Pada tahun 2007 kebermasalahanpada kriteria prosedur dan/atau tariff mengalamipeningkatan sebesar 41%, yaitu kebermasalahanyang semula 28% pada tahun 2007 meningkatmenjadi 69% dari 932 perda yang dianalisis.

Permasalahan berikutnya yang banyak terjadiadalah pada kriteria kelengkapan acuan yuridis,

yaitu sebesar 30,3% meningkat sebanyak 13%dari kajian pada tahun 2005. Disusul kemudianpermasalahan pada kriteria kesesuaian filosofi danprinsip pungutan, yaitu sebesar 29,4% ataumeningkat 21,4% dari tahun 2005. Lebih lanjutkebermasalahan perda dari kajian tahun 2005 dan2007 dapat dilihat gambar di bawah.

Jika dilihat pada komposisi perda yang palingbanyak bermasalah pada kriteria kejelasanprosedur dan tariff ternyata; kelengkapan acuanyuridis; dan kesesuaian antara filosofi dan prinsippungutan didominasi oleh perda yang mengaturperizinan, disusul oleh perda yang terkait denganlalulintas komoditi dan perda ketenagakerjaan

Kebermasalahan Perda

Empat Belas Kriteria

�����������)����8������

-�����������)����8������

������������)����8������

�������������������������

�����������8��

������������8��

(����������������������������������������

����������������������7����8������������������������������������������

������������������������������������

������������8�������������������������������������������������

����������������

���������������������

.��������������������8���������������������������:����������������;

��������������������������������

�������/������� ���������� �� �� ��� �������������%��� ����������� ��,,1��� ��,,'

� �� �� �� � !� "� #� $� %� ���

� ���������

� � ����"��������

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

���!

���#

85

Regulasi perizinan yang mengatur aktivitasperekonomian di daerah selama ini merupakansalah satu faktor penghambat aktivitas usaha.Hambatan ini disebabkan tidak jelasnyapengaturan prosedur dari mulai birokrasi untukmendapatkan izin itu sendiri, kepastian jangkawaktu, dan biaya. Dari 710 perda perizinan, 30%perda bermasalah pada kriteria kelengkapanyuridis dan 28,3% bermasalah pada kriteriakesesuaian filosofi dan prinsip pungutannya. Dari243 daerah berikut adalah 10 daerah dengan nilaitertinggi dan 10 daerah dengan peringkatterendah.

Perda Perizinan

Tujuan ideal dari diberlakukannya perijinanadalah adanya perlindungan bagi masyarakat yanglebih luas (kepentingan publik). Dalam rangkamewujudkan pengendalian terhadap aktifitasmasyarakat (individu) yang memiliki dampakterhadap kepentingan publik dibutuhkanpembiayaan yang besar. Konsekuensi daritingginya beban biaya ini adalah banyak peraturantentang pelayanan perijinan sering diikuti denganpengenaan pembiayaan.

Dalam konteks bahwa perijinan dijadikan saranapendapatan ternyata tidak hanya menjadikomoditas elite pemerintah daerah saja, tetapijuga diikuti oleh para aparatur pelaksanannya.Akibatnya banyak terjadi pengaturan perijinanyang mengesampingkan prinsip-prinsipperlindungan kepentingan publik, prinsipefisiensi, akuntabiltas, kecukupan tarif. Karena ituprosedur yang panjang dan berbelit, tidak adakepastian waktu, dan biaya tinggi, merupakanpersoalan klasik yang dialami di Indonesia. Padatahun 2005, KPPOD mengidentifikasi setidaknyaada 67 jenis perizinan yang ada di daerah.Diantaranya ada 4 (empat) perizinan dasar bagidunia usaha dan 2 pelayanan non perizinanseperti TDP dan TDI, dengan prosesmendapatkan izin sebagai berikut:

Lama mengurus (proses) untuk mendapatkan izintersebut di atas paling cepat adalah 1 hari kerjayaitu waktu resmi pengurusan SIUP di Kabupaten

� ��������������

� /����� �����"����

� ��� 1 ���

���������������������

���8����������������������������������������

����������8������

�������������������

���������������

��

��

��

!�

"�

#�

$�

%�

���

��������/������� ������������%��� �&� �����5� ��������

Kota Prabumulih 100 Kab. Karangasem 54,7Kab. Boyolali 100 Kota Dumai 50,7Kab. Trenggalek 100 Kab. Klungkung 50Kab. Tulungagung 100 Kab. Lumajang 50Kab. Bondowoso 100 Kota Tanjung Balai 49,1Kab. Situbondo 100 Kota Palembang 47,3Kab. Bojonegoro 100 Kab. Minahasa Selatan 38,2Kota Pasuruan 100 Kab. Boalemo 38,2Kab. Bangli 100 Kab. Sampang 31,4Kab. Sumba Barat 100 Kab. Gresik 1,1

Kabupaten/KotaTertinggi

Kabupaten/KotaTerendahNilai Nilai

Tabel 63. Urutan Daerah Terbaik dan Terburuk diIndikator Kualitas Perda

SIUP 7,21 6,04 484.783TDP 7,35 5,82 528.689IUI 9,31 6,56 1.130.492TDI 11,31 4,5 226.117IMB1 17,95 8,22 5.484.373HO2 24,39 8,16 1.454.740

LamaLamaLamaLamaLamaMMMMMengurengurengurengurengurususususus

(hari)(hari)(hari)(hari)(hari)

JJJJJumlahumlahumlahumlahumlahPPPPPersyaratanersyaratanersyaratanersyaratanersyaratan(D(D(D(D(Dokumen)okumen)okumen)okumen)okumen)

BBBBBiaya riaya riaya riaya riaya resmiesmiesmiesmiesmi(R(R(R(R(Rata-rataata-rataata-rataata-rataata-ratamaks.-Rp)maks.-Rp)maks.-Rp)maks.-Rp)maks.-Rp)

Tabel 64. Proses Perizinan

1. Untuk penghitungan retribusi IMB dilakukan dengan melakukan simulasi dengan ketentuan terlampir2. Idem

86 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Tegal. Sedangkan paling lama adalah proses untukmendapatkan izin ganguan (HO) di KabupatenKarangasem yaitu 120 hari kerja. Lamanya waktupengurusan untuk mendapatkan izin dipengaruhiada atau tidaknya pemeriksaan lapangan.Misalnya untuk SIUP dan TDP umumnya tidakmemerlukan adanya pemeriksaan lapangan.Sedangkan untuk pengurusan izin gangguan selainharus dilakukan pemeriksaan lapangan, lamanyawaktu pengurusan izin juga dikarenakanmelibatkan lebih dari satu instansi pemda.Sehingga tidak bisa diselesaikan dalam kurunwaktu satu hari kerja.

Gambar tersebut menjelaskan tahapan prosesperizinan di daerah. Secara sederhana dapatdikatakan bahwa untuk mendapatkan TDP harusterlebih dahulu memiliki IMB. Meskipun jikadilihat urutannya yang berurutan, tetapi untukdaerah-daerah yang sudah memiliki instansiPelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP)yang merujuk pada Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang PedomanPelaksanaan PTSP, maka pelayanannya dapatdilakukan secara pararel (bersamaan). Melaluiskema PTSP proses pelayanan bisa lebih cepatkarena adanya penyederhaan proses pengajuanizin usaha. Misalnya, syarat-sayarat yang memilikikesamaan antara satu izin dengan izin lainnya jikaia diproses secara pararel maka cukup dilampirkansatu berkas untuk beberapa izin.

Dari 6 (enam) jenis perizinan IMB, HO, SIUP,IUI, TDP dan TDI yang disurvei pada studi ini,tingkat biaya paling tinggi adalah IMB dan HO.Untuk IMB sejumlah indikator penilaian dalampenentuan tarif diantaranya adalah: jenisbangunan (permanen atau non-permanen), luas

bangunan, jumlah lantai, rencana anggaran biaya(RAB) pembangunan, peruntukan (pemukiman,usaha dan/atau industri), dan tempat lokasibangunan. Selain itu masih dalam komponenbiaya retribusi adalah pelayanan lainnya sepertipengukuran dan advice planning. Analisis atas 6(enam) jenis biaya perizinan tersebut dijabarkansebagai berikut:

SIUPDari 243 daerah penelitian, ada 94 perda SIUPyang mengatur secara jelas struktur tarif danbesarnya biaya. Dari 94 daerah hanya ada 17daerah yang mengecualikan terhadap usaha kecildan mikro, baik dari membebaskan kewajibanretribusi ataupun memberikan biaya yang lebihmurah. Sejumlah 10 (sepuluh) dari 17 (tujuhbelas) daerah tersebut mengecualikan dengansama sekali tidak memungut biaya.

TDPDari 243 daerah penelitian, ada 76 perda yangmengatur Tanda Daftar Perusahaan (TDP) atauada yang menyebutnya sebagai Wajib DaftarPerusahaan (WDP), yang mengatur struktur danbesarnya tarif dengan jelas. Umumnya strukturtarifnya didasarkan pada bentuk badan usaha yangmendaftarkan TDP, yaitu Perseroan Terbatas (PT),

��������������������� � ����������

��������3�4��5�������������3�4��3�������������3�4�53�������������3�4�365�����

'"

#"

$"

*"

�������//������ ������� ��4��%�� �������� ��������4�%&� �����)���� *��&���%����������

PT 231.184 75.000 1.000.000CV/Fa 109.419 25.000 500.000Perorangan 62.566 10.000 500.000Koperasi 41.671 5.000 200.000Asing 528.689 150.000 2.500.00

Biayarata-rata

(Rp)

Palingmurah(Rp)

Palingmahal(Rp)

Tabel 65. Tarif TDP

87

Persekutuan Komanditer (CV), Firma, PerusahaanPerorangan, Koperasi dan Perusahaan Asing,dengan rincian sebagai berikut:

TDIDari 243 daerah penelitian ada 46 daerah yangperdanya mengatur Tanda Daftar Industri (TDI)yang mengatur struktur dan besarnya tarif secarajelas. Besarnya rata-rata biaya maksimum untukmemperoleh TDI sebesar Rp. 226.117,-. Denganrincian sebagai berikut:

IUIDari 243 daerah penelitian ada 62 daerahmengatur Izin Usaha Industri yang mengaturstruktur dan besarnya tarif secara jelas. Dari 62daerah ada 1 (satu) daerah yang yang strukturpenetapan tarifnya berbeda dengan daerahlainnya, yaitu berdasarkan pada persentasebesarnya modal pemohon izin, yaitu KotaMojokerto yang menetapkan besarnya biayaretribusi adalah 1,5% dari modal.

Rata-rata biaya maksimum permohonan izinsebesar Rp. 1.130.492,-. Tingginya rata-rata biayaini karena di daerah Kabupaten Pangkajeneretribusi IUI maksimumnya sebesarRp.20.000.000,-. Tingkat biaya tersebut sangatjauh bila dibandingkan dengan besarnya biayamaksimum di Kabupaten Kudus (Rp. 60.000,-).

IMBIzin Mendirikan Bangunan (IMB) dikelompokanmenjadi 2 (dua) yaitu: tempat tinggal dan tempatusaha. Untuk menghitung besarnya tarif retribusitelah ditetapkan simulasi dengan ketentuan

sebagai berikut:

Berdasarkan perda yang mengatur struktur danbesarnya tarif, terdapat hasil bahwa daerah yangpaling murah pelayanan pengurusan IMB adalahKabupaten Sumbawa Timur (Rp. 525.000,-).Sedangkan yang paling mahal di Kota Kediri Rp.12.600.000,-. Adapun gambaran komposisikelompok biaya antara Rp 1 juta sampai Rp 12juta menurut distribusi persentase daerah sebagaiberikut:

Dipunguttiap tahun Kab. Sinjai 30.000Termahal Kab. Pati 500.000

Kab. Lampung Timur 500.000Kota Denpasar 500.000Kab. Karangannyar 500.000

Termurah Kab. Enrekang 30.000

Tarif(Rp)Kabupaten/Kota

Tabel 66. Tarif TDI

• Rencana lokasi terletak dijalan protokol (jika di daerahdiatur mengenai kelas jalan,maka letaknya ada pada jalankelas I)

• Rencana luas lahan usaha500 meter2

• Jenis bangunan permanent• Kategori bangunan

bertingkat 2 (dua) lantai (Lt)• Luas keseluruhan bangunan

600 meter2, (Lt.1- 300meter2 dan Lt.2- 300 meter2)dengan Rencana Anggarandan Biaya (RAB)pembangunan Lt. 1 Rp. 300Juta, dan Lt. 2 Rp. 300 juta.

• Dengan modal usaha diluartanah dan bangunan Rp. 500juta.

• Badan hukum PerseroanTerbatas (PT) PenanamanModal Dalam Negeri

Jenis Usaha Industri:Industri pengolahan

makanan

• Rencana lokasi terletak dijalan protokol (jika di daerahdiatur mengenai kelas jalan,maka letaknya ada pada jalankelas I)

• Rencana luas lahan usaha500 meter2

• Jenis bangunan permanent• Kategori bangunan

bertingkat 2 (dua) lantai (Lt)• Luas keseluruhan bangunan

600 meter2, (Lt.1- 300meter2 dan Lt.2- 300 meter2)dengan Rencana Anggarandan Biaya (RAB)pembangunan Lt. 1 Rp. 300Juta, dan Lt. 2 Rp. 300 juta.

• Dengan modal usaha diluartanah dan bangunan Rp.500 juta.

• Badan hukum PerseroanTerbatas (PT) PenanamanModal Dalam Negeri

Jenis Usaha Perdagangan:Toko Swalayan

Tabel 67. Dasar Penghitungan IMB

��3�4�����������4� ������� �4�7�������7�4�8�������8�4�9�������9�4��3��������3�4�� �������/�" �� �����

'#

�������/1������ ������%�� ���)����� �)��*��!&)

'#

'#

'##*

'9

%%

88 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Izin Gangguan (HO)Sama seperti pada IMB, penetapan tarifditetapkan dengan kriteria yang sama dengankriteria yang digunakan untuk menghitung IMB.Dengan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas,daerah yang paling murah untuk mendapatkanHO adalah Kabupaten Luwu Utara danKabupaten Maros di Sulawesi Selatan masing-masing sebesar Rp. 100.000,-. Sedangkan yangpeling mahal adalah Kabupaten Sragen yaitusebesar Rp. 9.112.500,-. Tarif yang mahal di Kab.Sragen karena koefisien pengali (struktur) tarifnyasangat bervariasi, sehingga pada pengalianakhirnya menjadi lebih tinggi. Adapun komposisidistribusi daerah menurut nilai izin HO adalahsebagai berikut:

Perda Lalu Lintas Barang

Pada dasarnya prinsip kesatuan kawasan ekonominasional Indonesia dapat meningkatkan dayasaing ekonomi sebagai satu kesatuan wilayah ditingkat internasional. Hambatan lalu lintas barangyang selama ini terjadi pada era otonomi daerahyang berasal dari sejumlah pungutan terhadapbarang dan jasa berdampak terhadap harga outputproduk Indonesia. Semakin tinggi hambatannya,maka dampaknya terhadap harga barang jugaakan semakin besar. Akibatnya produk Indonesiadari aspek harga akan semakin tidak kompetitif.

Hambatan atas lalu lintas barang di Indonesiapada era otda terjadi dalam bentuk hambatanberupa izin dan hambatan yang berupa pungutan.Untuk hambatan berupa izin dapatdikelompokkan dalam dua permasalahan:

• Pertama daerah mengatur secara tegas bentukizin yang harus dipenuhi oleh masyarakat,misalnya izin bongkar muat barangperdagangan, izin bongkar muat kapal, atau izinmelintas daerah;

• Kedua daerah mengatur sejumlah persyaratanyang harus dimiliki tetapi tidak tegasmenyebutkannya sebagai izin. Namun ternyatapersyaratan ini sifatnya wajib dan memaksa,apabila tidak dipenuhi masyarakat tidak dapatmelakukan aktivitas perdagangan. Misalnyakewajiban pemeriksaan kesehatan hewansebelum diperdagangkan dan kewajiban atas(berupa sertifikasi) mutu produk.

Sedangkan hambatan lalu lintas barang yangsifatnya pungutan dapat dikelompokkan dalam 3(tiga) kategori, yaitu:

• Pajak, yaitu pungutan yang tidak dimaksudkanuntuk membiayai atas pelayanan yangdiberikan. Misalnya pajak atas lalu lintas hewanternak, ikan dan ikan olahan.

• Retribusi, biasanya merupakan rangkaian ataspelayanan izin terkait dengan hambatan lalulintas barang seperti retribusi atas pemeriksaankesehatan hewan, retribusi atas pelayanan izinbongkar muat dan lain sebagainya.

• Sumbangan pihak ketiga (SP-3), yaitu pungutanyang tidak masuk dalam kategori retribusi danpajak. SP-3 seharusnya bersifat sukarela, tetapiyang dianggap bermasalah disini adalah SP-3yang sifatnya memaksa.

Dari sejumlah kebermasalahan perda, didominasioleh perda sektor pertanian dimana dominasi olehsektor peternakan adalah sebesar 63%. Perdasektor peternakan didominasi oleh perda tentangrumah potong hewan (RPH). Perda RPHmengatur mengenai retribusi atas pelayananpenggunaan fasilitas RPH seperti pemotongan,kandang, dan pemeriksaan kesehatan hewan.

��867�4�� 69��������33�� "����33�4� 33�� "��� 33�4�733�� "���733�4�933�� "���933�� "��4��68��������68�4��6 ��������6 �4�867�����

#

�������/#������ ������%�� ���)����� �)��*��.6

$9

*#

#9

'*

''

$

89

Perda RPH juga mengatur kewajiban ataspemeriksaan daging dari luar daerah yang sudahdiperiksa kesehatannya, akibatnya hewan/hasilikutannya untuk dapat didistribusikan akanmengalami sejumlah pungutan retribusi.

Perda Ketenagakerjaan

Indonesia merupakan salah satu negara denganpertumbuhan penduduk terbesar (bersama Cina,India, dan USA). Tingkat pertumbuhanpenduduk yang tinggi pada gilirannya ikutmendorong pertumbuhan angkatan kerja yangpesat. Padahal sejak krisis ekonomi pada akhir1997, pertumbuhan lapangan kerja tidak sepesatangka pertumbuhan angkatan kerja.

Pada era otda, permasalahan pengangguran palingdirasakan oleh pemerintah daerah karena

kedekatan keberadaan mereka dengan pemdarelatif daripada pemerintah pusat. Permasalahantingginya angka pengangguran, pemda juga harusmenghadapi kenyataan rendahnya kualitas tenagakerja. Berikut digambarkan sejumlahpermasalahan perda terkait lalu lintas orang(tenaga kerja) pada era otda:

1. Adanya kewajiban izin atas penggunaan tenagakerja dari luar daerah, Izin dibatasi dalamjangka waktu yang singkat, sehingga dapatdijadikan dasar untuk melakukan pungutanyang dilakukan secara periodik;

Dari 71 Perda ketenagakerjaan yang diterimaKPPOD, 36% mengatur izin atas penggunaantenaga kerja dari luar daerah. Dari perda yangmengatur izin atas penggunaan tenaga kerjadari luar daerah umumnya diikuti denganpungutan retribusi. Dalam hal ini pungutandikenakan atas pelayanan izin yang diterbitkanpemda. Contoh daerah yang mewajibkan izinatas penggunaan tenaga kerja dari daerah luaradalah Kabupaten Pinrang. Tarif atas izinmendatangkan tenaga kerja dari daerah lain(AKAD) adalah Rp. 10.000,- untuk tiap orang

��������/����/ ���������������������� �����

��*��� "�� �������������"������*��� "�� ������������������*��� "�� �:�� �������� "����*��� "�� ��������������������*��� "�� �������������&�����

*

�������/'������ �����5� ������������$����������� ��

%

%*

'$

''

*

��������������� ���������� �������������������������� �������

� (�

� � ���

� �� �� �� � !� "� #� $� %� ���

/��������������������������������������������������������7�������������������������8�8�������������������������������������8��������������� �:�)������������������8���

���������������������������������������������������������������������������

/�������������������������:���������������������������;�������������������������������������������������7��������7���8��������������������8��8�������������������

�������8���������������������������

/��������������<���������������������������������������������������������7��������7��8��������������������8��8������������������������������

/�������������8���������������������������������������������������������������������������������7��������7���������������7�������������������8��8�������������������

�������:��������;

/��������������������������������������������������������������������������������������������8�����������������������������

/����<���8�����������������������������������������������������������������������������

/���8�����������8���������������������������������������������������������������������7��������7���8��������������������8�����������������������������������������

��������

/����<�����������������������������������������������������

90 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

dalam waktu 1 (satu) tahun. Tarif dipungutsetiap tahun karena masa berlaku izin hanyasatu tahun. Dengan alasan ini, pemda dapatmemungut retribusi karena ada jasa/pelayananyang diterima langsung oleh masyarakat. Perdasendiri tidak menjelaskan alasan/dasar masaberlaku izin yang berlaku satu tahun tersebut.Pungutan ketenagakerjaan terkait denganpenggunaan tenaga kerja dari daerah luar dapatberupa pungutan retribusi maupun kompensasiatas penggunaan tenaga kerja daerah luar.

2. Penetapan kuota jumlah tenaga kerja dari luaryang boleh bekerja diperusahaan bersangkutan.Dari 71 perda ketenagakerjaan di kabupaten/kota, 10%-nya menyatakan bahwa perusahaandiwajibkan menggunakan tenaga kerjasetempat dengan kuota tertentu. Kewajibanatas penggunaan tenaga kerja lokal dengankuota diharapkan akan memberikankesempatan kepada masyarakat setempat.Daerah yang menetapkan kuota minimal ataspenggunaan tenaga kerja adalah:

Diluar permasalahan terkait dengan lalu lintastenaga kerja seperti di atas, masih terdapatsejumlah permasalahan perda ketenagakerjaanyang ada di daerah seperti:

1. Standar pengawasan keselamatan tempat kerjaseperti pemeriksaan lift, pemeriksaan alatpemadam kebakaran, pemeriksaan bejanatekan, dan sejumlah pemeriksaan lainnya yangpembiayaannya dibebankan kepada pengusaha.Dalam implementasinya, perda ini dapatdijadikan alat untuk memeras pelaku usahauntuk membayarkan sejumlah uang kepadapetugas lapangannya dalam bentuk pungli.

Riau Kab. Kuantan SingingiRiau Kab. SiakRiau Kab. Rokan HuluRiau Kab. BengkalisRiau Kota PekanbaruRiau Kota DumaiSumatra Selatan Kota Pagar Alam

PPPPPrrrrrooooovinsivinsivinsivinsivinsi KKKKKabupaten/Kabupaten/Kabupaten/Kabupaten/Kabupaten/KotaotaotaotaotaTabel 68. Kuota Ketenagakerjaan

��������������� ���������� ������������������� ������������ ��!���

� (�

� � ���

� �� �� �� � !� "� #� $� %� ���

���������8����������������������������������������7�����������������������������������������������������������������������������������

.�����������������������������������������������������������������������������������

.�����������������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������8����������������������������

�������������������������������������������������������<��������

������������������������������������������������������<�������������������������������������������

/��������������������������������������������������������������������

���������������������:���������;����������8������������������������������������������������

�����������������������������������������������������������

/������������������8���������������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������)�)��7����������������������

91

2. Pungutan terhadap lembaga penyedian tenagakerja keluar negeri, pungutan sebenarnyadibebankan kepada lembaga (PJTKI). Namundemikian, PJTKI dapat saja membebankanpungutan ini kepada calon TKI.

3. Pungutan terhadap lembaga-lembaga pelatihantenaga kerja swasta, misalnya adanya kewajibansertifikasi lembaga pelatihan yang dibebanipungutan dan retribusi atas sertifikat kelulusanuntuk peserta yang diterbitkan oleh lembagapelatihan;

4. Pembatasan waktu kerja yang pengecualiannyadiikuti dengan pungutan; dan

5. Diskriminasi terhadap tenagakerja wanita,setidaknya dari perda ketenagakerjaan yangdianalisis 46% perda yang mengatur izin ataskerja lembur wanita. Izin diwajibkan bagiperusahaan yang menggunakan tenaga kerjawanita yang jam kerjanya melebihi jam kerjadan waktu kerja umum (pada malam hari).

92 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

93

BAB VI

KESIMPULAN DAN

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah 2007 inimerupakan survei terbesar mengenai tata kelolapemerintahan daerah di Indonesia, yang dapatmemberikan informasi khususnya mengenaipelaksanaan tata kelola ekonomi di Indonesia.Setelah tujuh tahun pelaksanaan otonomi daerahyang telah mendensentralisasikan urusanadministrasi dan keuangan negara maka tahapanselanjutnya adalah penciptaan kegiatan ekonomiyang lebih berarti pada tingkat kabupaten/kota.Peranan pemerintah kabupaten/kota semakinpenting untuk mencapai tujuan tersebut dalamsistem politik dan birokrasi pemerintahan di eraotonomi daerah dengan segala tantangannya.

Survei ini memperlihatkan bahwa pelaku usahaberada dalam kondisi bisnis yang baik sepertitercermin dari persentase yang tinggi perusahaanyang menyatakan bahwa usahanya mengalamikeuntungan. Dalam kondisi yang positif tersebut,pelaku usaha memerlukan dukungan pemerintahuntuk optimalisasi kontribusinya bagiperekonomian daerah. Peran pemerintah dalammenyediakaan sarana publik untuk kelancaranusaha sangat diperlukan pelaku usaha untukberkompetisi dalam persaingan global danregional dengan daerah daerah di negara-negaralain.

Pada bab sebelumnya telah disampaikan temuantemuan penting mengenai pelaksanaan tata kelolaekonomi daerah selama tahun 2007 di 243kabupaten/kota di Indonesia disertai catatankebijakan tiap indikator penelitian. Berikut kamisampaikan kembali beberapa hal penting dalamrangkuman di bawah ini:

1) Pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota harus lebih memfokuskan masalahinfrastruktur fisik dan program pengembanganusaha swasta yang disediakan oleh pemerintah

Menurut temuan survei ini, ketersediaaninfrastruktur fisik dan program pengembanganusaha swasta yang disediakan oleh pemerintahdapat menjadi prioritas kebijakan untukmempercepat perkembangan sektor swasta.

Penilaian atas persoalan infrastruktur yangpengelolaannya merupakan kewenanganpemerintah kabupaten/kota, diantaranya terkaitdengan masalah pembiayaan. Seperti diketahuibahwa perawatan jalan kabupaten/kota yangmerupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dilakukan dengan pembiayaan yangbersumber dari dana perimbangan baik dari DAU(Dana Alokasi Khusus), maupun dari DAK (DanaAlokasi Khusus). Dalam prakteknya, selain untukalokasi pembiayaan urusan pemerintah lainnya,dana perimbangan tersebut dirasakan tidakmencukupi kebutuhan untuk perawatan/perbaikan jalan. Dalam konteks infrastruktur ini,untuk dapat mengalokasikan anggaran secaratepat, perlu dipikirkan perubahan caraperhitungan DAU dengan memperhitungkankondisi/kualitas infrastruktur, selain faktor faktorlainnya seperti jumlah penduduk, luas wilayah,dll., yang saat ini menjadi indikator pengukurankebutuhan DAU.

Dalam hal program pengembangan usaha olehpemda, pelaku usaha menilai bahwa programtersebut sangat diperlukan dunia usaha, meskipun

94 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

dari hasil survei juga diketahui bahwa terdapatkesenjangan antara kesesuaian program dengantingkat kebutuhan dan partisipasi pelaku usaha.Program pengembangan usaha yang ditujukanuntuk pengembangan usaha kecil tidakmendapatkan tingkat partisipasi yang memadaidari pelaku usaha kecil, sebaliknya justru pelakumenengah dan besar yang memanfaatkannya.Untuk itu, selain diperlukannya identifikasi secaracermat kebutuhan pelaku usaha kecil terhadapprogram pengembangan usaha, juga merupakansuatu keharusan untuk melakukan sosialisasimengenai keberadaan dan manfaat programtersebut ke para pelaku usaha kecil, agar programtersebut mengenai sasarannya.

2) Perlu adanya peningkatan komunikasi secaralebih intensif antara dunia usaha danpemerintah kabupaten/kota

Hasil survei menunjukkan bahwa keberadaanForum Komunikasi masih rendah (hanya sekitar30%), meskipun pelaku usaha meyakini bahwaforum yang merupakan bentuk interaksi formaldan reguler antara pelaku usaha dan pemerintahkabupaten/kota tersebut secara potensial dapatmenumbuhkan saling pengertian antara keduabelah pihak untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi pelaku usaha secara nyata.Forum tersebut juga dapat menjadi sarana untukmenyampaikan informasi dan kebijakanpemerintah kabupaten/kota secara lebih meratakepada berbagai sektor dan skala perusahaan.

Meskipun bukan merupakan tujuan forumdimaksud, melalui forum tersebut dapat menjadisarana untuk meningkatkan komunikasi antarberbagai pelaku usaha daerah dengan latar-belakang kepentingan yang berbeda-beda. Dalaminteraksi tersebut, pelaku usaha kecil barangkalidapat belajar dari berbagai permasalahan yangdihadapi pelaku usaha menengah-besar agarmemiliki kemampuan untuk menanganinya bilamenghadapi permasalahan serupa. Demikian pulapelaku usaha menengah-besar mungkin dapat

mengambil manfaat dengan mengetahuipermasalahan permasalahan yang dihadapi pelakuusaha kecil.

Forum komunikasi tersebut sebaiknya dibentuk/dimotori oleh pemerintah kabupaten/kota.Praktek yang baik dari daerah yang telahmenerapkan forum tersebut dapat menjadirujukan implementasinya. Praktek yang baiktersebut diantaranya menyangkut adanyamekanisme tindak lanjut yang jelas dan solusisecara terukur atas permasalahan yang dihadapidunia usaha. Sebaliknya, forum komunikasi yanghanya bersifat formalitas tanpa memberikanmanfaat nyata bagi pelaku usaha mestiditingkatkan kualitasnya.

3) Adanya perbedaan kualitas yang tajam tatakelola ekonomi antar daerah menunjukkanpeluang besar untuk perbaikan.

Di hampir seluruh aspek tata kelola ekonomidaerah, terdapat perbedaan kualitas yang tajamantar satu daerah dengan daerah lainnya sepertiterlihat pada indikator akses lahan, perijinanusaha, pengelolaan infrastruktur, pungutan pajakdan retribusi daerah, dan indikator indikatorlainnya. Beberapa daerah mendapat nilai sangattinggi untuk suatu indikator namun sebaliknyaterdapat daerah daerah yang mendapatkan nilaisangat rendah untuk indikator yang sama. Secaraumum, perbedaan yang tajam indeks tata kelolaekonomi antar daerah tersebut tidak berdasarkanletak geografis, meskipun ada dominasi peringkatbaik di peringkat atas maupun peringkat bawaholeh beberapa daerah dari propinsi yang sama.

Temuan tersebut memberikan indikasi kuattentang adanya potensi yang sangat besar untukperbaikan kualitas tata kelola ekonomi daerahuntuk tiap tiap indikatornya. Hal ini berdasarkankenyataan bahwa terdapat daerah daerah yangmencapai kinerja/nilai tinggi, sementara daerahdaerah lainnya tidak dapat mencapainya. Standarpenilaian yang diterapkan berdasarkan kinerja

95

yang dapat diraih suatu kabupaten/kota diIndonesia dalam penelitian ini, memungkinkanbagi kabupaten/kota lainnya untuk mencapaikinerja/nilai tersebut. Maka, pemerintah maupunpemda provinsi dapat melakukan berbagai upayauntuk mendorong kabupaten/kota agarbertanggungjawab untuk meningkatkankinerjanya berdasarkan standar kinerja yangrealistik tersebut.

Sebagai penegasan dari keseluruhan bahasan hasilsurvei, indeks tata kelola ekonomi daerah ini

dapat menjadi alat untuk mengukur kinerjapemerintah daerah kabupaten/kota. Penelitianlebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahuisecara mendalam mengapa suatu daerah dapatmencapai kinerja bagus, namun sebaliknya daerahlainnya tidak bisa mencapainya. Indeks tata kelolaekonomi daerah ini dapat menjadi acuan bagiotoritas penentu kebijakan untukmenindaklanjutinya dengan menerbitkansejumlah kebijakan dan pelembagaannya dalampraktek pemerintahan daerah di Indonesia.

96 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

97

LAMPIRAN

Lampiran 1: Diagram Laba-laba

Setiap Kabupaten/Kota

Berdasarkan Provinsi

#

"�����������# ���

'

$�% � �������# ������������ �����# ���

*

��&����� ������������������� ��# ���

+

'����� ��� �����&�������� �������()��� ���

$

�����������������������# ���%

*����+������ � �����,�����

&

���������������-� ��� �����.��

9

/�������������&�.�� ��� ����0� � �,�����

6

������������,�����

"

#"$"

%"

&"'""

$"

/

* '

Diagram laba laba di bawah ini menunjukkannilai (skor) suatu Kabupaten/Kota apabilamencapai nilai 100 untuk setiap sub-indeks,sebagaimana terlihat pada daerah yang diarsir.Halaman halaman berikutnya menunjukkandiagram laba laba untuk setiap Kabupaten/Kotaberdasarkan Provinsi.

98 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Provinsi Bali

Provinsi Jawa Tengah

��"!��������"!�����

��"!����������"!�; ��)����"!����"����

��"!����������

��"!�������� ��"!���"���� ��������&����

��"!���������� ��"!����)���� ��"!����,����� ��"!�# ����& ��"!�������� ��"!�-��� �

��"!����"�� �� ����������� ��"!������ ���������� � ��"!�-�����"� ��"!����

��"!������� ��"!������������ ��"!�*��"�� ��"!���)���� ��"!���&��� ��"!�������

��"!������ ��"!������� ��"!�������� ��"!������ ��"!������ ��"!����"��

��"!�;��"��� ��"!��������� �������������� ��"!����� ��������� ��"!������

��"!��������)�� �������������� ��"!�������� ������������ ��"!���"����

99

Provinsi DI Yogyakarta

Provinsi Jawa Timur

��"!�;������ ��� ��"!������� �����(�)������ ��"!����������� ��"!�������

������� ��� ��"!������� ��"!���"�� ��"!�/������ ��"!���� �� ��������"�� ��

��"!�� ������ �������� � ��"!�� ��"���� ��"!������,��� �������� �� ��"!�<�,

��"!����"�� �� ��"!��������� ��������� �������������� ��"!�<����� ��"!���� ���

��"!����)�,�� ��"!�������� ��"!���������� ��"!��� ��� ��"!��������� �������������

��"!���� � ��"!���������� ��"!����"�� ��"!�/������ ��"!��������� ��"!�;��� �

��"!��������� ��"!���������� ��"!������ ���������� ��"!�������& ��"!����"��

���������"�)� ��"!����&��

100 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Provinsi Kalimantan Timur

Provinsi Gorontalo

Provinsi Kepulauan Riau

Provinsi Sulawesi Utara

������������ ��"!�������� ��"!���������������'���� ��"!���� � ����������� ��"!�<������

�������� �&�&�� ��"!������ ��"!���� ��� ��"!����� ������ ��"!����� ����������� ��"!����� �� ���

���������� ���

��"!�;�������� ��"!������������ �����;�������� ��"!�������� ��"!����,���

��"!�� ���� ������������� ��� ��"!�/ �� ���������� ��"!�<����� ��"!���� ���

��"!���������������, ��"!�� ����� ��"!���&���������� � ��"!���&������������� ��"!�� ������������� ��"!�� ������'����

����������� ����������� ������ ���

101

Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Nusa Tenggara Barat

��"!�< ����������

��"!�:��"���:��������� ��"!������ � ��<���� ��"!���&���� ����� ��"!������ � �������������� ����� ��"!���&���� �'����

��"!���&���� �������� ������ "��� ��"!����&�������� ������������ ���&��� ��"!�� ������� ��"!���"������� �

��"!��� � �������" ��� � ��"!������������� ������ ��� ��"!�/����� ��"!���� �������

���������������� ���������� ��"!����� ��"!������ ��"!�< �� ��"!�/�"��������

��"!�/��"���� ��� ������������ ��"!�/��"������� ��"!����&� ��"!����"�,������� ������ ��

��"!�/��"�������� ��"!����"�,� ��"!�� ��

102 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Riau

��"!�� ���������������� ��"!������� ��"!�*������� ��"!�� ���������'���� ��"!�+��� ��"!�<���

��"!�%������� ��� ��"!���&�� ��"!�� ��� ��"!����"��� ��� ��"!�/��"��� �������&��

��"!����� ��"!����"������� ��"!������� ������= ��"!�����

��������� ��"!�������,�� ��"!���������� � � ��"!������� � ����������"��� ��"!�� ��

��"!����&�� ��"!�2���� � �:��� ��"!�2���� � �: � � ��"!�*�����:��� ��"!�*�����: � �

103

Provinsi Sulawesi Selatan

Provinsi Sumatera Selatan

��"!�����)�� ��"!�������� ���������&� ���������4���� ��"!���&&�� ��"!��������"�

��"!�� ��� ��"!�������� ��"!�/�,��� ��� ��"!�����&���� ��"!������ ��"!�+������

������������� ��"!������ ��"!�/�,��'���� ��"!�;�,� ��"!����� ��"!�� �������*�&&��

��"!�������������&������ ��"!������������ ��"!�� ���� ��"!�/�,� ��"!�-���

��������"���� ��"!���� ����)���� � �����/�"���/ ��� �������������� ��"!�/��� ��"!�������+� �

����������"�� ��"!���� �*�,�� ��"!�>���� ��� ��"!�>�������� ��'�� ��"!����)���� � ��"!�>���2� �

��"!�>�������� ��2� � ��"!�>����������

104 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Provinsi Jawa Barat

��"!�# �� � ����������� ��"!���� ��� ��"!�����,�� ��"!�������� ��"!����,������

�����# ��"�� ��"!�;���� ����������� �������� �����)� ��"!���������� ���������

��"!�# ����� ��"!������� ��"!���"�� ���������"�� ��"!�2������)� ��"!�# ��"��

��"!����� ��"!���� �����)� ��"!�����"�� �����# �� ���������� �������&��

��"!������

105

Peringkat

Indeks Tata KelolaEkonomi Daerah

Kualitas Peraturan Derah

Keamanan danPenyelesaian Sengketa

Kebijakan InfrastrukturDaerah

Biaya Transaksi

Kapasitas dan IntegritasBupati/Walikota

Program PengembanganUsaha Swasta

Interaksi Pemda danPelaku Usaha

Izin Usaha

Akses Lahan Usahadan Kepastian Usaha

Prov

insi

Kab

upat

en/K

ota

Bali

Kab

upat

en Je

mbr

ana

92,1

67,5

62,5

52,4

68,8

76,8

79,8

67,3

88,9

73,7

5Ba

liK

abup

aten

Gia

nyar

71,7

61,5

59,5

30,3

70,1

93,2

87,2

72,9

90,3

71,3

10Ba

liK

abup

aten

Klu

ngku

ng76

,163

,861

,847

,172

,782

,080

,969

,950

,071

,015

Bali

Kab

upat

en T

aban

an93

,457

,754

,521

,063

,396

,181

,382

,093

,870

,618

Bali

Kab

upat

en B

ulel

eng

94,0

58,3

53,0

33,4

59,6

83,9

77,3

79,4

95,0

69,6

24Ba

liK

ota

Den

pasa

r67

,060

,759

,937

,069

,286

,081

,969

,375

,768

,728

Bali

Kab

upat

en B

angl

i66

,956

,756

,868

,356

,382

,571

,266

,710

0,0

68,4

32Ba

liK

abup

aten

Kar

anga

sem

77,2

61,9

60,3

39,7

61,1

81,7

69,0

74,5

54,7

65,5

75Ba

liK

abup

aten

Bad

ung

78,4

56,5

59,5

29,6

73,4

87,6

66,8

73,2

80,4

63,9

95Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Pur

balin

gga

75,9

70,2

65,3

48,7

78,9

75,8

78,4

69,0

91,3

71,1

13Ja

wa T

enga

hK

ota

Mag

elan

g66

,363

,063

,751

,955

,479

,183

,755

,773

,970

,519

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en K

udus

68,5

62,9

57,2

39,4

57,4

84,9

82,8

60,6

89,3

69,0

27Ja

wa T

enga

hK

ota

Sala

tiga

73,5

74,0

60,4

50,0

63,6

79,0

72,9

61,9

90,3

68,6

29Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Won

osob

o80

,261

,958

,136

,665

,377

,477

,779

,461

,168

,236

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en P

ati

71,8

64,3

51,0

34,6

57,5

85,1

81,8

64,8

87,3

68,0

38Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Ken

dal

69,7

61,8

51,8

53,5

52,9

73,3

77,5

66,5

65,4

67,4

48Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Ban

jarn

egar

a79

,161

,054

,335

,364

,974

,078

,177

,092

,267

,449

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en R

emba

ng76

,173

,652

,734

,569

,483

,674

,670

,592

,067

,450

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en B

oyol

ali

74,0

60,4

55,4

39,8

59,6

81,9

78,4

52,0

100,

067

,351

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en Je

para

75,7

63,7

54,7

45,1

53,4

72,8

76,6

62,4

93,2

67,3

53Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Kla

ten

71,3

60,8

55,7

64,5

57,0

81,4

68,5

52,0

98,8

67,0

55Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Dem

ak64

,866

,365

,952

,967

,476

,471

,169

,866

,366

,957

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en M

agel

ang

70,2

56,3

61,1

41,8

59,1

75,1

78,0

61,6

80,7

66,6

63Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Tem

angg

ung

72,0

54,4

62,9

37,2

57,8

76,3

76,7

63,1

85,8

66,0

73Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Bat

ang

62,2

64,4

58,4

40,3

52,3

71,3

77,2

64,7

79,7

65,1

76Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Blo

ra75

,865

,055

,435

,965

,166

,574

,763

,087

,965

,078

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en B

rebe

s74

,561

,754

,034

,352

,878

,175

,953

,876

,465

,079

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en G

robo

gan

70,2

62,5

49,4

43,2

65,4

77,2

72,2

65,9

69,1

64,6

87Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Suk

ohar

jo70

,062

,362

,236

,958

,272

,772

,353

,893

,264

,191

Jaw

a Ten

gah

Kot

a Pe

kalo

ngan

60,1

64,8

54,6

41,2

58,5

78,0

75,6

43,4

93,6

64,1

93Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Teg

al70

,760

,356

,939

,552

,669

,873

,749

,394

,163

,897

Lampiran 2: Tata Kelola Ekonomi Daerah dan Nilai Sub-Indeks Setiap

Kabupaten/Kota Berdasarkan Provinsi

106 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Jaw

a Ten

gah

Kot

a Teg

al67

,160

,454

,661

,957

,466

,168

,139

,879

,963

,699

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en S

rage

n67

,558

,054

,334

,463

,273

,476

,246

,975

,363

,310

6Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Pek

alon

gan

71,0

53,1

50,7

31,1

49,4

74,6

77,2

42,3

94,4

62,7

116

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en B

anyu

mas

58,3

58,2

26,3

36,8

27,1

75,0

82,2

71,9

90,2

62,3

120

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en P

urw

orej

o68

,258

,950

,335

,644

,666

,573

,951

,193

,261

,712

5Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Cila

cap

72,4

55,8

50,6

27,3

56,8

66,8

74,2

64,5

61,1

61,4

130

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en S

emar

ang

65,5

59,5

48,3

57,4

34,3

52,3

69,4

48,2

98,0

61,1

135

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en W

onog

iri65

,957

,251

,636

,957

,566

,568

,950

,486

,059

,915

6Ja

wa T

enga

hK

abup

aten

Kar

anga

nyar

59,8

59,3

59,8

44,6

60,3

55,7

65,7

46,7

86,1

59,0

164

Jaw

a Ten

gah

Kot

a Su

raka

rta

46,6

55,7

49,8

47,3

59,7

54,8

73,1

45,5

90,7

58,7

168

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en P

emal

ang

71,1

37,6

42,8

41,5

51,8

70,8

63,8

53,5

98,3

57,5

179

Jaw

a Ten

gah

Kot

a Se

mar

ang

52,6

58,0

53,0

42,5

44,8

59,9

66,0

48,5

97,7

57,2

184

Jaw

a Ten

gah

Kab

upat

en K

ebum

en69

,753

,448

,219

,751

,659

,164

,955

,189

,155

,220

9D

I Yog

yaka

rta

Kab

upat

en G

unun

g K

idul

72,8

47,5

57,5

85,0

56,8

72,5

64,6

70,2

90,9

67,7

46D

I Yog

yaka

rta

Kab

upat

en B

antu

l68

,457

,157

,386

,564

,453

,266

,949

,590

,666

,369

DI Y

ogya

kart

aK

ota

Yogy

akar

ta48

,965

,356

,174

,463

,676

,968

,642

,478

,864

,981

DI Y

ogya

kart

aK

abup

aten

Kul

on P

rogo

53,0

54,6

51,6

76,7

54,5

59,0

58,4

40,2

78,8

58,8

167

DI Y

ogya

kart

aK

abup

aten

Sle

man

44,4

52,1

43,8

51,6

30,3

48,3

62,6

31,2

81,9

52,5

222

Jaw

a Tim

urK

ota

Blita

r79

,384

,668

,266

,071

,062

,283

,170

,693

,276

,01

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Mag

etan

78,8

73,5

67,2

42,4

59,2

93,0

85,7

78,8

96,6

75,4

2Ja

wa T

imur

Kab

upat

en T

uban

92,6

63,9

59,2

26,9

60,7

82,2

89,0

78,8

77,1

73,4

6Ja

wa T

imur

Kab

upat

en L

umaj

ang

84,7

78,6

59,5

44,9

68,3

76,6

79,2

76,8

50,0

72,0

7Ja

wa T

imur

Kab

upat

en M

adiu

n79

,966

,762

,338

,262

,078

,984

,278

,194

,972

,08

Jaw

a Tim

urK

ota

Prob

olin

ggo

72,5

69,8

70,2

54,0

83,4

70,0

80,1

56,5

90,3

71,5

9Ja

wa T

imur

Kab

upat

en S

idoa

rjo72

,976

,162

,240

,352

,479

,182

,873

,494

,471

,212

Jaw

a Tim

urK

ota

Ked

iri84

,368

,663

,729

,259

,774

,485

,071

,597

,771

,114

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Situ

bond

o93

,967

,455

,243

,845

,881

,077

,163

,810

0,0

70,9

16Ja

wa T

imur

Kab

upat

en B

ondo

wos

o88

,674

,359

,445

,460

,675

,274

,771

,610

0,0

70,6

17Ja

wa T

imur

Kot

a M

adiu

n76

,370

,054

,746

,555

,771

,283

,171

,376

,670

,520

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Nga

wi

80,1

67,8

60,0

41,7

60,9

75,4

78,5

77,9

93,2

69,9

21Ja

wa T

imur

Kab

upat

en P

robo

lingg

o78

,561

,054

,144

,054

,074

,880

,752

,597

,568

,531Peringkat

Indeks Tata KelolaEkonomi Daerah

Kualitas Peraturan Derah

Keamanan danPenyelesaian Sengketa

Kebijakan InfrastrukturDaerah

Biaya Transaksi

Kapasitas dan IntegritasBupati/Walikota

Program PengembanganUsaha Swasta

Interaksi Pemda danPelaku Usaha

Izin Usaha

Akses Lahan Usahadan Kepastian Usaha

Prov

insi

Kab

upat

en/K

ota

107

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Tul

unga

gung

83,2

71,7

45,8

22,2

58,6

83,4

82,6

64,4

100,

068

,237

Jaw

a Tim

urK

ota

Batu

77,0

60,0

58,7

32,8

52,8

79,8

80,6

65,4

95,5

67,9

42Ja

wa T

imur

Kot

a M

ojok

erto

74,6

70,4

59,9

32,0

64,1

68,6

81,2

62,8

90,9

67,7

45Ja

wa T

imur

Kab

upat

en N

ganj

uk77

,757

,347

,943

,859

,071

,181

,059

,993

,267

,547

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Pac

itan

76,0

76,7

63,8

41,5

62,7

81,4

67,2

81,7

93,2

67,3

52Ja

wa T

imur

Kab

upat

en B

anyu

wan

gi92

,162

,447

,833

,054

,676

,875

,462

,494

,667

,056

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Pon

orog

o75

,158

,654

,040

,755

,480

,477

,065

,681

,466

,958

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Pam

ekas

an81

,064

,663

,434

,455

,584

,468

,996

,768

,966

,959

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Blit

ar78

,970

,359

,838

,061

,869

,773

,376

,488

,366

,960

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Pas

urua

n83

,655

,354

,427

,153

,771

,781

,360

,789

,066

,465

Jaw

a Tim

urK

ota

Pasu

ruan

71,6

58,7

38,3

46,3

39,8

69,8

83,4

53,8

100,

066

,367

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Ked

iri90

,458

,141

,115

,050

,577

,284

,268

,294

,966

,368

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Moj

oker

to80

,955

,555

,229

,561

,074

,979

,456

,298

,366

,270

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Jem

ber

78,1

58,6

51,2

39,6

50,8

69,6

74,3

50,5

90,7

64,3

90Ja

wa T

imur

Kab

upat

en L

amon

gan

80,9

58,6

56,2

24,3

64,1

76,9

72,5

67,3

93,2

64,0

94Ja

wa T

imur

Kab

upat

en B

angk

alan

69,5

64,5

62,0

37,5

65,8

73,9

68,2

69,6

87,2

63,7

98Ja

wa T

imur

Kab

upat

en G

resik

71,6

55,2

51,3

51,1

54,0

73,8

70,2

68,0

1,1

63,6

102

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Tre

ngga

lek

76,8

61,9

57,9

26,3

60,0

80,4

68,1

83,1

100,

063

,610

3Ja

wa T

imur

Kab

upat

en B

ojon

egor

o78

,254

,541

,839

,353

,365

,473

,067

,810

0,0

62,9

111

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Mal

ang

76,6

46,0

50,4

23,2

57,1

74,0

78,3

58,8

95,5

62,8

115

Jaw

a Tim

urK

ota

Mal

ang

72,1

52,6

44,4

28,8

44,3

73,9

77,8

54,5

93,2

62,3

119

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Sum

enep

76,1

68,9

30,6

17,9

31,4

73,9

75,9

66,9

90,4

60,9

139

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Jom

bang

75,4

58,3

52,3

32,8

60,8

55,8

70,8

48,3

89,6

60,5

147

Jaw

a Tim

urK

ota

Sura

baya

39,7

50,6

47,5

41,0

42,9

64,2

75,3

49,3

57,9

57,3

182

Jaw

a Tim

urK

abup

aten

Sam

pang

64,1

60,1

59,2

29,5

47,7

77,4

57,2

74,2

31,4

56,7

196

Kal

iman

tan

Tim

urK

ota T

arak

an70

,674

,666

,452

,261

,177

,673

,567

,365

,269

,126

Kal

iman

tan

Tim

urK

abup

aten

Bul

unga

n72

,064

,771

,246

,364

,573

,364

,369

,586

,064

,883

Kal

iman

tan

Tim

urK

abup

aten

Pen

ajam

Pas

er U

tara

74,5

68,2

63,0

46,5

61,1

75,5

59,0

70,2

61,1

62,7

117

Kal

iman

tan

Tim

urK

abup

aten

Pas

ir69

,962

,561

,547

,766

,579

,356

,371

,991

,661

,512

7K

alim

anta

n Ti

mur

Kot

a Bo

ntan

g60

,761

,160

,663

,059

,780

,556

,054

,196

,661

,413

1K

alim

anta

n Ti

mur

Kab

upat

en N

unuk

an72

,969

,566

,753

,866

,681

,448

,470

,593

,261

,313

3K

alim

anta

n Ti

mur

Kot

a Ba

likpa

pan

68,9

71,0

65,8

60,4

71,2

78,7

47,5

69,1

87,3

61,1

136

Kal

iman

tan

Tim

urK

abup

aten

Ber

au68

,473

,664

,953

,059

,865

,752

,969

,173

,360

,414

9K

alim

anta

n Ti

mur

Kab

upat

en M

alin

au66

,259

,465

,339

,867

,351

,963

,860

,378

,659

,316

2K

alim

anta

n Ti

mur

Kab

upat

en K

utai

Bar

at74

,260

,265

,142

,451

,469

,548

,070

,886

,557

,118

5K

alim

anta

n Ti

mur

Kab

upat

en K

utai

Kar

tane

gara

70,7

60,0

56,7

52,9

52,8

52,8

43,6

56,9

69,7

53,4

218

Kal

iman

tan

Tim

urK

abup

aten

Kut

ai T

imur

70,7

67,2

59,9

40,5

51,4

56,5

38,2

52,6

78,8

50,9

228

Kal

iman

tan

Tim

urK

ota

Sam

arin

da40

,961

,350

,958

,945

,159

,542

,851

,570

,949

,723

2G

oron

talo

Kab

upat

en G

oron

talo

67,9

63,9

70,5

66,4

70,3

72,0

69,4

55,3

97,7

68,4

33G

oron

talo

Kab

upat

en B

one

Bola

ngo

70,3

56,3

68,3

49,0

62,1

75,9

63,0

60,6

100,

063

,410

5

108 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Gor

onta

loK

ota

Gor

onta

lo69

,063

,264

,454

,361

,971

,361

,163

,493

,263

,210

8G

oron

talo

Kab

upat

en B

oale

mo

67,2

64,0

74,9

59,4

65,0

62,1

59,2

66,7

38,2

62,8

114

Gor

onta

loK

abup

aten

Pah

uwat

o51

,663

,768

,150

,761

,558

,358

,459

,597

,758

,217

5K

epul

auan

Ria

uK

abup

aten

Bin

tan

83,5

66,3

69,1

50,7

57,0

57,7

60,9

62,2

67,9

63,6

100

Kep

ulau

an R

iau

Kot

a Tan

jung

Pin

ang

62,1

74,3

69,6

55,4

65,7

88,7

50,1

71,1

95,5

62,1

122

Kep

ulau

an R

iau

Kab

upat

en L

ingg

a86

,764

,245

,634

,740

,180

,762

,855

,067

,961

,412

8K

epul

auan

Ria

uK

ota

Bata

m51

,469

,845

,371

,949

,854

,364

,341

,570

,760

,115

4K

epul

auan

Ria

uK

abup

aten

Nat

una

67,1

67,5

53,4

52,0

63,7

76,7

51,8

74,8

96,6

59,6

160

Kep

ulau

an R

iau

Kab

upat

en K

arim

un77

,271

,569

,243

,756

,455

,046

,357

,579

,056

,619

8Su

law

esi U

tara

Kab

upat

en B

olaa

ng M

ongo

ndow

77,8

56,8

53,3

50,4

60,7

75,9

70,3

58,5

91,9

65,6

74Su

law

esi U

tara

Kab

upat

en M

inah

asa

70,2

63,1

61,9

64,6

62,4

74,7

62,0

54,7

86,5

64,9

82Su

law

esi U

tara

Kab

upat

en K

epul

auan

San

gihe

81,3

59,9

65,2

33,8

61,0

84,6

63,5

68,2

78,6

63,8

96Su

law

esi U

tara

Kab

upat

en K

epul

auan

Tal

aud

70,0

38,7

52,7

39,2

63,4

93,9

60,6

66,0

86,2

59,9

158

Sula

wes

i Uta

raK

abup

aten

Min

ahas

a Se

lata

n70

,054

,356

,547

,558

,175

,753

,850

,438

,257

,418

1Su

law

esi U

tara

Kab

upat

en M

inah

asa

Uta

ra76

,561

,853

,443

,051

,480

,050

,738

,393

,257

,318

3Su

law

esi U

tara

Kot

a Tom

ohon

61,2

57,0

62,2

57,1

54,0

53,9

54,8

50,2

86,9

57,0

189

Sula

wes

i Uta

raK

ota

Man

ado

52,5

52,3

54,7

62,4

44,8

62,0

53,5

51,3

94,6

55,7

205

Sula

wes

i Uta

raK

ota

Bitu

ng62

,955

,056

,760

,662

,448

,951

,539

,377

,355

,021

1Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Hum

bang

Has

undu

tan

61,4

52,8

52,9

40,8

57,4

83,4

71,4

63,6

57,1

62,4

118

Sum

ater

a U

tara

Kab

upat

en M

anda

iling

Nat

al78

,856

,157

,453

,064

,970

,855

,772

,798

,361

,512

6Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Tap

anul

i Ten

gah

76,5

55,4

62,9

50,9

57,3

64,3

57,5

67,2

76,2

60,8

141

Sum

ater

a U

tara

Kab

upat

en S

amos

ir57

,754

,365

,143

,261

,369

,060

,072

,190

,758

,916

5Su

mat

era

Uta

raK

ota

Pem

atan

g Si

anta

r63

,546

,053

,437

,255

,582

,661

,267

,182

,958

,317

2Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Tap

anul

i Uta

ra62

,356

,251

,754

,352

,366

,254

,052

,293

,256

,719

7Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Tap

anul

i Sel

atan

79,5

50,9

56,9

46,9

58,8

58,9

49,4

63,2

80,9

56,1

203

Sum

ater

a U

tara

Kot

a Si

bolg

a69

,755

,460

,735

,157

,759

,854

,862

,386

,555

,820

4Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Pak

pak

Bhar

at72

,449

,955

,028

,851

,784

,151

,276

,375

,655

,620

7Su

mat

era

Uta

raK

ota

Pada

ng S

idem

puan

63,6

55,9

56,7

45,1

58,1

36,5

59,0

63,1

93,2

55,4

208

Sum

ater

a U

tara

Kab

upat

en S

imal

ungu

n71

,043

,950

,453

,750

,972

,643

,268

,187

,253

,921

4Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Tob

a Sa

mos

ir67

,556

,740

,334

,045

,572

,052

,451

,193

,253

,121

9Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Dai

ri65

,052

,942

,141

,547

,953

,854

,157

,475

,652

,722

1

Peringkat

Indeks Tata KelolaEkonomi Daerah

Kualitas Peraturan Derah

Keamanan danPenyelesaian Sengketa

Kebijakan InfrastrukturDaerah

Biaya Transaksi

Kapasitas dan IntegritasBupati/Walikota

Program PengembanganUsaha Swasta

Interaksi Pemda danPelaku Usaha

Izin Usaha

Akses Lahan Usahadan Kepastian Usaha

Prov

insi

Kab

upat

en/K

ota

109

Sum

ater

a U

tara

Kot

a Te

bing

Tin

ggi

69,3

57,9

49,7

49,1

47,6

54,9

44,8

50,2

75,9

52,1

223

Sum

ater

a U

tara

Kab

upat

en S

erda

ng B

edag

ai71

,652

,443

,733

,136

,865

,150

,650

,393

,252

,022

4Su

mat

era

Uta

raK

ota

Binj

ai64

,949

,246

,848

,139

,961

,748

,844

,374

,952

,022

5Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Lan

gkat

81,2

49,9

34,2

37,4

39,4

47,1

55,6

27,4

85,2

51,9

226

Sum

ater

a U

tara

Kab

upat

en D

eli S

erda

ng67

,440

,637

,937

,848

,155

,652

,540

,384

,749

,923

1Su

mat

era

Uta

raK

ota T

anju

ng B

alai

61,1

52,6

64,4

49,9

46,7

43,2

40,7

49,0

49,1

49,1

234

Sum

ater

a U

tara

Kot

a M

edan

61,1

46,3

39,1

51,3

40,8

52,0

44,7

41,7

92,4

48,6

235

Sum

ater

a U

tara

Kab

upat

en K

aro

67,2

54,2

47,6

22,9

48,7

51,7

47,5

54,8

87,9

48,4

236

Sum

ater

a U

tara

Kab

upat

en A

saha

n66

,259

,557

,341

,443

,756

,135

,453

,085

,748

,423

7Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Nia

s70

,440

,432

,335

,528

,863

,139

,542

,982

,245

,324

0Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Lab

uhan

Bat

u61

,950

,755

,937

,553

,041

,026

,354

,982

,341

,824

2Su

mat

era

Uta

raK

abup

aten

Nia

s Sel

atan

73,4

34,5

27,9

32,8

23,9

64,6

31,7

34,7

93,2

41,4

243

NT

BK

abup

aten

Lom

bok

Tim

ur89

,659

,733

,541

,544

,095

,566

,753

,295

,064

,489

NT

BK

ota

Mat

aram

70,9

51,4

54,4

45,7

52,6

70,8

65,5

49,9

83,1

60,8

140

NT

BK

abup

aten

Lom

bok

Teng

ah77

,032

,257

,142

,451

,261

,570

,749

,287

,260

,714

2N

TB

Kab

upat

en D

ompu

87,2

61,4

37,1

32,9

54,7

83,5

61,7

62,3

54,8

60,5

146

NT

BK

abup

aten

Sum

baw

a Ba

rat

80,5

64,2

50,8

46,7

56,0

75,8

53,1

69,6

96,6

60,2

153

NT

BK

ota

Bim

a41

,563

,739

,668

,240

,860

,261

,941

,689

,956

,819

4N

TB

Kab

upat

en L

ombo

k Ba

rat

78,4

47,5

43,2

38,3

46,3

70,5

57,9

52,1

84,0

56,6

199

NT

BK

abup

aten

Sum

baw

a83

,656

,544

,439

,947

,664

,052

,561

,186

,856

,320

1N

TB

Kab

upat

en B

ima

55,4

63,7

40,1

58,0

49,4

27,3

43,7

53,2

89,9

48,2

238

NT

TK

abup

aten

Tim

or T

enga

h Se

lata

n87

,765

,451

,152

,369

,291

,969

,870

,992

,169

,923

NT

TK

abup

aten

Man

ggar

ai83

,073

,870

,126

,260

,694

,071

,872

,065

,868

,630

NT

TK

abup

aten

Rot

enda

o89

,269

,166

,923

,971

,186

,271

,875

,310

0,0

68,3

35N

TT

Kab

upat

en T

imor

Ten

gah

Uta

ra99

,463

,765

,442

,759

,283

,161

,683

,410

0,0

68,0

39N

TT

Kab

upat

en E

nde

77,4

57,0

58,3

31,7

55,4

81,9

72,4

72,7

85,8

65,1

77N

TT

Kab

upat

en N

gada

83,0

58,0

60,0

35,9

61,6

88,8

64,1

76,9

79,6

64,7

86N

TT

Kab

upat

en F

lore

s Tim

ur85

,161

,354

,539

,358

,693

,057

,965

,087

,263

,011

0N

TT

Kab

upat

en K

upan

g85

,247

,648

,837

,253

,982

,660

,770

,910

0,0

61,2

134

NT

TK

abup

aten

Sik

ka78

,154

,761

,130

,552

,483

,361

,071

,096

,161

,113

7N

TT

Kab

upat

en S

umba

Tim

ur65

,456

,559

,747

,670

,389

,156

,467

,491

,761

,013

8N

TT

Kab

upat

en L

emba

ta95

,865

,266

,833

,668

,092

,541

,282

,493

,260

,215

1N

TT

Kot

a K

upan

g73

,152

,650

,444

,262

,270

,460

,858

,377

,259

,316

1N

TT

Kab

upat

en A

lor

74,0

57,3

36,7

44,7

48,9

65,2

58,4

53,5

83,1

56,8

193

NT

TK

abup

aten

Sum

ba B

arat

48,2

61,4

68,1

54,2

71,2

88,3

44,7

41,0

100,

055

,720

6N

TT

Kab

upat

en M

angg

arai

Bar

at*

71,9

64,4

63,6

20,6

68,7

80,2

45,1

65,0

65,8

53,7

216

NT

TK

abup

aten

Bel

u70

,958

,740

,927

,846

,265

,444

,151

,896

,649

,423

3R

iau

Kot

a D

umai

60,2

58,5

55,1

47,8

48,5

65,1

59,6

38,6

50,7

56,8

195

Ria

uK

abup

aten

Pel

alaw

an74

,054

,843

,839

,733

,966

,959

,237

,595

,156

,220

2R

iau

Kab

upat

en K

uant

an S

ingi

ngi

62,3

49,8

49,8

52,7

50,9

49,4

57,8

47,0

91,4

55,1

210

110 Tata Kelola Ekonomi Daerah, 2007

Ria

uK

abup

aten

Ben

gkal

is64

,844

,741

,031

,244

,274

,058

,851

,990

,153

,821

5R

iau

Kot

a Pe

kanb

aru

45,9

54,0

47,2

44,5

48,9

65,4

58,8

50,7

73,7

53,6

217

Ria

uK

abup

aten

Sia

k78

,867

,656

,819

,165

,867

,546

,846

,189

,852

,922

0R

iau

Kab

upat

en K

ampa

r59

,250

,355

,351

,550

,751

,547

,549

,377

,651

,622

7R

iau

Kab

upat

en In

drag

iri H

ulu

61,6

52,7

50,6

33,6

48,8

64,1

48,5

51,6

78,9

50,7

229

Ria

uK

abup

aten

Indr

agiri

Hili

r70

,950

,540

,127

,130

,863

,452

,736

,395

,450

,423

0R

iau

Kab

upat

en R

okan

Hul

u69

,058

,966

,235

,861

,166

,728

,755

,766

,347

,723

9R

iau

Kab

upat

en R

okan

Hili

r78

,639

,143

,921

,050

,239

,745

,530

,682

,545

,124

1Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Sel

ayar

75,2

70,3

65,8

21,4

78,9

88,4

82,3

77,6

81,2

69,9

22Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Tak

alar

73,5

75,1

61,0

39,9

61,3

61,3

78,8

75,8

73,8

67,9

40Su

law

esi S

elat

anK

ota

Palo

po70

,170

,062

,955

,464

,151

,977

,465

,389

,567

,943

Sula

wes

i Sel

atan

Kot

a Pa

re-P

are

60,5

79,1

54,2

58,6

52,0

69,9

73,3

62,2

88,2

66,9

61Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Sop

peng

64,9

76,1

79,1

51,1

87,9

58,7

68,1

72,1

93,2

66,8

62Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Bul

ukum

ba77

,167

,068

,636

,166

,256

,676

,169

,285

,566

,564

Sula

wes

i Sel

atan

Kab

upat

en S

inja

i72

,471

,262

,645

,966

,567

,771

,467

,182

,166

,466

Sula

wes

i Sel

atan

Kab

upat

en B

anta

eng

86,9

61,4

62,9

34,4

67,4

54,0

75,6

68,5

85,6

66,1

71Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Luw

u Ti

mur

65,4

71,6

75,3

43,8

71,0

62,7

68,6

65,8

88,2

65,0

80Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Jene

pont

o69

,063

,857

,945

,261

,956

,775

,862

,474

,264

,884

Sula

wes

i Sel

atan

Kab

upat

en M

aros

75,0

63,9

52,3

40,9

52,9

64,2

70,3

66,2

95,9

63,4

104

Sula

wes

i Sel

atan

Kab

upat

en E

nrek

ang

70,5

67,1

40,3

68,1

44,8

59,5

64,4

62,9

86,2

62,9

112

Sula

wes

i Sel

atan

Kot

a M

akas

sar

43,2

66,5

61,4

54,0

62,7

52,3

77,4

54,0

77,2

62,9

113

Sula

wes

i Sel

atan

Kab

upat

en B

arru

54,5

76,5

75,2

43,7

84,7

54,4

64,9

65,7

90,5

62,0

123

Sula

wes

i Sel

atan

Kab

upat

en L

uwu

Uta

ra76

,759

,263

,639

,066

,559

,064

,166

,966

,861

,413

2Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Gow

a76

,760

,057

,136

,573

,462

,363

,854

,393

,260

,514

5Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Bon

e75

,561

,455

,736

,961

,451

,767

,062

,657

,260

,215

0Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Sid

enre

ng R

appa

ng66

,862

,558

,753

,952

,447

,064

,055

,980

,560

,215

2Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Pan

gkaj

ene

Kep

ulau

an65

,656

,850

,443

,444

,565

,660

,969

,294

,458

,417

1Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Tan

a Tor

aja

64,4

62,6

52,2

43,3

47,6

61,7

60,1

69,6

93,2

58,3

173

Sula

wes

i Sel

atan

Kab

upat

en P

inra

ng63

,466

,448

,738

,059

,851

,963

,655

,974

,357

,118

6Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Luw

u65

,363

,249

,243

,867

,652

,159

,461

,193

,257

,118

7Su

law

esi S

elat

anK

abup

aten

Waj

o64

,059

,254

,137

,548

,766

,756

,963

,093

,256

,420

0Peringkat

Indeks Tata KelolaEkonomi Daerah

Kualitas Peraturan Derah

Keamanan danPenyelesaian Sengketa

Kebijakan InfrastrukturDaerah

Biaya Transaksi

Kapasitas dan IntegritasBupati/Walikota

Program PengembanganUsaha Swasta

Interaksi Pemda danPelaku Usaha

Izin Usaha

Akses Lahan Usahadan Kepastian Usaha

Prov

insi

Kab

upat

en/K

ota

111

Sum

ater

a Se

lata

nK

ota

Prab

umul

ih74

,375

,977

,075

,283

,486

,170

,564

,910

0,0

74,7

3Su

mat

era

Sela

tan

Kab

upat

en M

usi B

anyu

Asin

76,1

70,1

76,8

64,4

82,2

83,8

74,5

72,2

94,6

74,3

4Su

mat

era

Sela

tan

Kot

a Lu

buk

Ling

gau

77,0

71,6

77,3

54,1

79,9

78,6

73,0

62,6

61,1

71,2

11Su

mat

era

Sela

tan

Kot

a Pa

gar A

lam

65,5

73,7

73,6

48,4

79,9

79,9

74,0

67,3

74,7

69,4

25Su

mat

era

Sela

tan

Kab

upat

en L

ahat

79,9

60,3

75,6

47,7

79,8

82,3

68,7

56,5

78,8

68,3

34Su

mat

era

Sela

tan

Kab

upat

en M

uara

Eni

m74

,568

,572

,555

,467

,970

,571

,146

,357

,567

,941

Sum

ater

a Se

lata

nK

ota

Pale

mba

ng73

,863

,966

,534

,769

,573

,371

,065

,647

,364

,785

Sum

ater

a Se

lata

nK

abup

aten

Mus

i Raw

as79

,263

,380

,140

,780

,774

,660

,756

,194

,964

,488

Sum

ater

a Se

lata

nK

abup

aten

Oku

Tim

ur75

,460

,960

,845

,468

,678

,557

,962

,384

,261

,712

4Su

mat

era

Sela

tan

Kab

upat

en O

gan

Kom

erin

g U

lu75

,055

,060

,736

,163

,772

,264

,065

,393

,261

,412

9Su

mat

era

Sela

tan

Kab

upat

en B

anyu

Asin

76,3

58,3

61,5

27,5

66,0

81,1

58,8

67,4

78,1

59,7

159

Sum

ater

a Se

lata

nK

abup

aten

Oga

n Ili

r80

,256

,462

,332

,663

,369

,057

,855

,893

,259

,116

3Su

mat

era

Sela

tan

Kab

upat

en O

gan

Kom

erin

g Ili

r68

,061

,664

,441

,765

,867

,854

,550

,693

,257

,917

7Su

mat

era

Sela

tan

Kab

upat

en O

ku S

elat

an80

,754

,759

,929

,459

,183

,949

,762

,788

,757

,019

0Ja

wa

Bara

tK

abup

aten

Cia

mis

82,8

56,2

49,3

65,1

42,4

64,4

73,8

60,7

87,2

67,9

44Ja

wa

Bara

tK

ota

Banj

ar61

,959

,760

,469

,756

,367

,872

,260

,788

,267

,154

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en K

unin

gan

77,3

62,1

55,6

43,5

52,1

67,6

74,7

63,5

93,6

66,0

72Ja

wa

Bara

tK

abup

aten

Kar

awan

g69

,561

,252

,036

,161

,971

,275

,657

,894

,964

,192

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en S

umed

ang

78,1

56,8

50,6

48,1

54,7

60,9

72,4

44,9

86,2

63,6

101

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en P

urw

akar

ta76

,161

,343

,639

,338

,761

,475

,460

,897

,763

,310

7Ja

wa

Bara

tK

ota

Cire

bon

65,5

55,7

48,7

55,6

45,7

65,2

72,6

47,6

89,9

63,1

109

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en G

arut

76,1

51,7

42,7

47,5

32,2

69,0

71,2

51,0

89,5

62,2

121

Jaw

a Ba

rat

Kot

a Ba

ndun

g56

,060

,248

,842

,356

,060

,275

,045

,783

,560

,714

3Ja

wa

Bara

tK

ota T

asik

mal

aya

63,2

49,6

49,0

55,9

49,1

67,5

66,0

58,6

74,0

60,6

144

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en M

ajal

engk

a78

,359

,041

,529

,443

,563

,672

,453

,467

,760

,414

8Ja

wa

Bara

tK

ota

Bogo

r61

,054

,852

,530

,153

,967

,572

,764

,180

,160

,015

5Ja

wa

Bara

tK

abup

aten

Cia

njur

73,9

56,4

44,0

45,8

45,0

67,6

64,0

54,7

91,3

59,9

157

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en B

andu

ng64

,250

,252

,942

,756

,242

,272

,354

,967

,758

,916

6Ja

wa

Bara

tK

abup

aten

Sub

ang

72,9

54,1

44,1

43,9

55,5

57,4

65,5

43,1

92,0

58,6

169

Jaw

a Ba

rat

Kot

a Su

kabu

mi

57,2

59,0

48,4

34,5

50,5

61,7

71,7

47,4

80,0

58,4

170

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en In

dram

ayu

60,6

53,3

53,9

52,3

68,5

45,7

67,4

32,6

79,9

58,2

174

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en C

irebo

n67

,846

,839

,046

,650

,763

,566

,647

,689

,358

,217

6Ja

wa

Bara

tK

abup

aten

Bog

or76

,047

,749

,617

,650

,769

,366

,569

,188

,957

,517

8Ja

wa

Bara

tK

abup

aten

Tas

ikm

alay

a69

,654

,949

,836

,747

,861

,262

,955

,492

,357

,518

0Ja

wa

Bara

tK

abup

aten

Suk

abum

i72

,842

,330

,549

,548

,654

,965

,959

,261

,157

,118

8Ja

wa

Bara

tK

ota

Cim

ahi

47,5

59,8

52,8

43,8

55,4

48,1

69,3

50,1

83,8

57,0

191

Jaw

a Ba

rat

Kot

a Be

kasi

63,6

51,4

46,7

38,5

38,7

51,8

68,1

53,7

93,5

57,0

192

Jaw

a Ba

rat

Kot

a D

epok

52,4

47,4

44,9

32,6

47,7

69,0

64,7

61,9

88,2

54,9

212

Jaw

a Ba

rat

Kab

upat

en B

ekas

i64

,859

,043

,732

,951

,657

,761

,644

,889

,454

,821

3