Wisata Dieng Cross Border

21

Click here to load reader

Transcript of Wisata Dieng Cross Border

Page 1: Wisata Dieng Cross Border

Bagian 1

Pendahuluan

Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu kawasan wisata

unggulan dan terkenal di Jawa Tengah, terutama karena keistimewaan kondisi geografisnya

sebagai dataran tinggi terluas kedua setelah Nepal. Terletak di ketinggian sekitar 2.063 m

diatas permukaan air laut dengan dikelilingi oleh bukit dan pegunungan membuat Dieng

memiliki kondisi udara yang sejuk dan pemandangan yang indah. Dataran Tinggi Dieng

pernah mengalami kejayaan sebagai objek wisata yang dikunjungi oleh banyak wisatawan

mancanegara terutama pada era tahun 1990-an, sehingga berkembang bidang usaha lain,

yaitu usaha di bidang penginapan/hotel, rumah makan restoran dan oleh-oleh/cindera mata.

Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng merupakan kawasan wisata yang objek-objek

wisatanya berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten

Banjarnegara. Tetapi selama ini orang mengenal Dataran Tinggi Dieng sebagai bagian dari

wilayah Kabupaten Wonosobo, sehingga Dieng lebih identik dengan Wonosobo. Hal ini

terutama disebabkan karena akses menuju ke Dataran Tinggi Dieng yang paling mudah dan

paling populer adalah dari arah pusat Kota Wonosobo, yaitu ke arah utara. Kondisi ini

jugalah yang menyebabkan pemerintah Kabupaten Banjarnegara merasa dirugikan karena

secara eksisting Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng dimiliki oleh kedua kabupaten,

bahkan dilihat proporsi keberadaan objek wisata yang dimiliki, kabupaten Banjarnegara

memiliki lebih banyak objek wisata yaitu sekitar 60 %.

Kerjasama dalam pengelolaan kawasan wisata telah dilakukan oleh kedua

kabupaten tersebut sejak tahun 1974, namun sejauh ini kerjasama masih terbatas pada

proporsi pembagian hasil retribusi saja, walaupun sebenarnya pada poin-poin hasil

kesepakatan tercantum bidang lain yang akan dilakukan kerjasama. Selain itu selama ini

pengembangan kawasan wisata terlihat dilakukan oleh kedua kabupaten secara sendiri-

sendiri, padahal untuk mengembangkan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng agar lebih

berkembang dan bisa membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat sekitar dan bagi

kedua kabupaten, kerjasama yang lebih luas dan lebih intensif seharusnya bisa diusahakan.

Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai kerjasama pengelolaan dan

pengembangan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng, apa saja yang sudah dilakukan dan

apa saja yang seharusnya bisa diperluas menjadi wilayah kerjasama. Dengan

membandingkannya dengan best practise bentuk kerjasama antar daerah di daerah lain

diharapkan bisa diperoleh masukan yang berharga bagi pengembangan kerjasama antara

Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo terkait dengan pengelolaan dan

pengembangan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng.

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 1

Page 2: Wisata Dieng Cross Border

Bagian 2

Kajian Literatur Kerjasama Antar Daerah

Pentingnya Kerja Sama Antar Daerah

Alasan utama diperlukannya kerjasama antar pemerintah daerah adalah agar

berbagai masalah lintas wilayah administratif dapat diselesaikan bersama dan sebaliknya

agar banyak potensi yang mereka miliki dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.

Dalam kenyataan berbagai masalah dan kepentingan sering muncul sebagai akibat dari

hubungan fungsional di bidang sosial ekonomi yang melewati batas-batas wilayah

administratif (Keban, 2009). Batasan wilayah administratif sebenarnya dimaksudkan untuk

memperjelas batasan kewenangan suatu pemerintahan secara spasial, namun demikian

permasalahan di wilayah yang berbatasan dengan wilayah administratif lainnya kadang

melampuai batas-batas wilayah administratif tersebut, sehingga penanganan masalah tidak

bisa dipandang dengan hanya melihat siapa yang lebih berwenang di wilayah tersebut saja.

Untuk itu kerjasama antar pemerintah daerah menjadi penting artinya untuk menangani

permasalahan-permasalahan lintas wilayah. Lebih lanjut Keban menyatakan alasan

dilakukan kerjasama antar pemerintah daerah adalah karena kerjasama itu akan membawa

manfaat sebagai berikut :

1. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat membentuk kekuatan yang lebih besar.

Dengan kerjasama antar pemerintah daerah, kekuatan dari masing-masing daerah

yang bekerjasama dapat disinergikan untuk menghadapi ancaman lingkungan atau

permasalahan yang rumit sifatnya daripada kalau ditangani sendiri-sendiri. Mereka

bisa bekerjasama untuk mengatasi hambatan lingkungan atau mencapai tingkat

produktivitas yang lebih tinggi.

2. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat mencapai kemajuan yang lebih tinggi. Dengan

kerjasama, masing-masing daerah akan mentransfer kepandaian, ketrampilan, dan

informasi, misalnya daerah yang satu belajar kelebihan atau kepandaian dari daerah

lain. Setiap daerah akan berusaha memajukan atau mengembangkan dirinya dari

hasil belajar bersama.

3. Pihak-pihak yang bekerjasama dapat lebih berdaya. Dengan kerjasama, masing-

masing daerah yang terlibat lebih memiliki posisi tawar yang lebih baik, atau lebih

mampu memperjuangkan kepentingannya kepada struktur pemerintahan yang lebih

tinggi. Bila suatu daerah secara sendiri memperjuangkan kepentingannya, ia

mungkin kurang diperhatikan, tetapi bila ia masuk menjadi anggota suatu forum

kerjasama daerah, maka suaranya akan lebih diperhatikan.

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 2

Page 3: Wisata Dieng Cross Border

4. Pihak-pihak yang bekerjsama dapat memperkecil atau mencegah konflik. Dengan

kerjasama, daerah-daerah yang semula bersaing ketat atau sudah terlibat konflik,

dapat bersikap lebih toleran dan berusaha mengambil manfaat atau belajar dari

konflik tersebut.

5. Masing-masing pihak lebih merasakan keadilan. Masing-masing daerah akan

merasa dirinya tidak dirugikan karena ada transparansi dalam melakukan hubungan

kerjasama. Masing-masing daerah yang terlibat kerjasama memiliki akses yang

sama terhadap informasi yang dibuat atau digunakan.

6. Masing-masing pihak yang bekerjasama akan memelihara keberlanjutan

penanganan bidang-bidang yang dikerjasamakan. Dengan kerjasama tersebut

masing-masing daerah memiliki komitmen untuk tidak mengkhianati partnernya

tetapi memelihara hubungan yang saling menguntungkan secara berkelanjutan.

7. Kerjasama dapat menghilangkan ego daerah. Melalui kerjasama tersebut,

kecendrungan “ego daerah” dapat dihindari, dan visi tentang kebersamaan sebagai

suatu bangsa dan negara dapat tumbuh.

Bentuk Kerjasama Antar Daerah

Menurut Taylor dalam Wahyudi (2010) ada beberapa model bentuk kerja sama antar

daerah, yaitu diantaranya:

1. Handshake Agreement, yang dicirikan oleh tidak adanya dokumen perjanjian kerja

sama yang formal. Kerja sama model ini didasarkan pada komitmen dan

kepercayaan secara politis antar daerah yang terkait. Biasanya, bentuk kerja sama

seperti ini dapat berjalan pada daerah-daerah yang secara historis memang sudah

sering bekerja sama dalam berbagaibidang. Bentuk kerja sama ini cukup efisien dan

lebih fleksibel dalam pelaksanaannya karena tidak ada kewajiban yang mengikat

bagi masing-masing pemerintah daerah. Meski begitu, kelemahan model ini adalah

potensi munculnya kesalah-pahaman, terutama pada masalah-masalah teknis, dan

sustainibility kerja sama yang rendah, terutama apabila terjadi pergantian

kepemimpinan daerah. Oleh karena itu, bentuk kerja sama ini sangat jarang

ditemukan pada isu-isu strategis.

2. Fee for service contracts (service agreements). Sistem ini, pada dasarnya lain.

Misalnya air bersih, listrik, dan sebagainya, dengan sistem kompensasi (harga) dan

jangka waktu yang disepakati bersama. Keunggulan sistem ini adalah bisa

diwujudkan dalam waktu yang relatif biaya awal (start-up cost) dalam penyediaan

pelayanan. Akan tetapi, biasanya cukup sulit untuk menentukan harga yang

disepakati kedua daerah.

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 3

Page 4: Wisata Dieng Cross Border

3. Joint Agreements (pengusahaan bersama). Model ini, pada dasarnya mensyaratkan

adanya partisipasi atau keterlibatan dari daerah-daerah yang terlibat dalam

penyediaan atau pengelolaan pelayanan publik. Pemerintah-pemerintah daerah

berbagi kepemilikan kontrol, dan tanggung jawab terhadap program. Sistem ini

biasanya tidak memerlukan perubahan struktur kepemerintahan daerah

(menggunakan struktur yang sudah ada). Kelemahannya, dokumen perjanjian

(agreement) yang dihasilkan biasanya sangat rumit dan kompleks karena harus

mengakomodasi sistem birokrasi dari pemda-pemda yang bersangkutan.

4. Jointly-formed authorities (Pembentukan otoritas bersama). Di Indonesia, sistem ini

lebih populer dengan sebutan Sekretariat Bersama. Pemda-pemda yang

bersangkutan setuju untuk mendelegasikan kendali, pengelolaan, dan tanggung

jawab terhadap satu badan yang dibentuk bersama dan biasanya terdiri dari

perwakilan dari pemda-pemda yang terkait. Badan ini bisa juga diisi oleh kaum

profesional yang dikontrak bersama oleh pemda-pemda yang bersangkutan. Badan

ini memiliki kewenangan yang cukup untuk mengeksekusi kebijakan-kebijakan yang

terkait dengan bidang pelayanan publik yang diurusnya, termasuk biasanya otonom

secara politis. Kelemahannya, pemda-pemda memiliki kontrol yang lemah terhadap

bidang yang diurus oleh badan tersebut.

5. Regional Bodies. Sistem ini bermaksud membentuk satu badan bersamayang

menangani isu-isu umum yang lebih besar dari isu lokal satu daerah atau isu-isu

kewilayahan. Seringkali, badan ini bersifat netral dan secara umum tidak memiliki

otoritas yang cukup untuk mampu bergerak pada tataran implementasi langsung di

tingkat lokal. Lebih jauh, apabila isu yang dibahas ternyata merugikan satu daerah,

badan ini bisa dianggap kontradiktif dengan pemerintahan lokal. Di Indonesia,

peranan badan ini sebenarnya bisa dijalankan oleh Pemerintah Provinsi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kerjasama Antar Daerah

Agar berhasil melaksanakan kerja sama antar daerah dibutuhkan prinsip-prinsip

sebagaimana prinsip-prinsip yang diterapkan dalam mewujudkan good governance (Edralin,

dalam Wahyudi, 2010). Beberapa prinsip diantara prinsip good governance yang ada dapat

dijadikan pedoman dalam melakukan kerja sama antar pemerintah daerah yaitu:

1. Transparansi. Pemerintahan Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerja

sama harus transparan dalam memberikan berbagai data dan informasi yang

dibutuhkan dalam rangka kerja sama tersebut, tanpa ditutup-tutup.

2. Akuntabilitas. Pemerintah Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerja sama

harus bersedia untuk mempertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan, dan

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 4

Page 5: Wisata Dieng Cross Border

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan kegiatan kerja

sama, termasuk kepada DPRD sebagai wakil rakyat, atau kepada para pengguna

pelayanan publik.

3. Partisipatif. Dalam lingkup kerja sama antar Pemerintah Daerah, prinsip partisipasi

harus digunakan dalam bentuk konsultasi, dialog, dan negosiasi dalam menentukan

tujuan yang harus dicapai, cara mencapainya dan mengukur kinerjanya, termasuk cara

membagi kompensasi dan risiko.

4. Efisiensi. Dalam melaksanakan kerja sama antar Pemerintah Daerah ini harus

dipertimbangkan nilai efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya untuk memperoleh

suatu hasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biaya yang sama tetapi dapat

mencapai hasil yang lebih tinggi.

5. Efektivitas. Dalam melaksanakan kerja sama antar Pemerintah Daerah ini harus

dipertimbangkan nilai efektivitas yaitu selalu mengukur keberhasilan dengan

membandingkan target atau tujuan yang telah ditetapkan dalam kerja sama dengan

hasil yang nyata diperoleh.

6. Konsensus. Dalam melaksanakan kerja sama tersebut harus dicari titik temu agar

masing-masing pihak yang terlibat dalam kerja sama tersebut dapat menyetujui suatu

keputusan. Atau dengan kata lain, keputusan yang sepihak tidak dapat diterima dalam

kerja sama tersebut.

7. Saling menguntungkan dan memajukan. Dalam kerja sama antar Pemerintah Daerah

harus dipegang teguh prinsip saling menguntungkan dan saling menghargai. Prinsip ini

harus menjadi pegangan dalam setiap keputusan dan mekanisme kerja sama.

1.

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 5

Page 6: Wisata Dieng Cross Border

Bagian 3

Gambaran Umum Kawasan Wisata Dataran

Tinggi Dieng

Sejarah Dataran Tinggi Dieng

Dataran Tinggi Dieng menjadi wilayah yang menarik karena merupakan dataran

tinggi terluas kedua di dunia setelah Nepal. Terletak di ketinggian sekitar 2.063 m diatas

permukaan air laut dengan dikelilingi oleh bukit dan pegunungan membuat Dieng memiliki

kondisi udara yang sejuk dan pemandangan yang indah. Ditinjau dari sejarah terbentuknya,

kawasan ini dulunya merupakan kepundan gunung berapi yang sangat luas yang kemudian

berubah menjadi rawa-rawa dan danau dan pada akhirnya berubah menjadi daratan. Selain

itu pada awal abad ke-19 ditemukan bangunan candi di sekitar Dataran Tinggi Dieng dan 13

buah enkripsi diantara reruntuhan candi yang salah satunya menyebut nama Dihyang, yang

diyakini sebagai asal nama Dieng, yang berarti tempat tinggi yang suci.

Letak dan Akses Menuju Dataran Tinggi Dieng

Akses utama menuju Dataran Tinggi Dieng yang paling populer, mudah dan sering

dilalui adalah dari arah pusat kota Wonosobo menuju ke arah utara dengan waktu tempuh

menggunakan kendaraan bermotor sekitar 30 menit. Kondisi ini menyebabkan Dieng lebih

identik sebagai bagian dari Kabupaten Wonosobo, walaupun sebenarnya wilayah Dataran

Tinggi Dieng dan kawasan wisatanya merupakan gabungan wilayah administratif Kabupaten

Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Objek wisata yang ada juga berada di kedua

wilayah administratif kabupaten tersebut, yaitu terletak di Desa Dieng Kulon dan Desa

Karangtengah (Kec. Batur Kab. Banjarnegara), dan di Desa Dieng Wetan dan Desa Jojogan

(Kec. Kejajar Kab. Wonosobo).

Objek Wisata di Dataran Tinggi Dieng

Objek wisata yang menjadi daya tarik wisata di Kawasan Wisata Dataran Tinggi

Dieng adalah :

1. Objek wisata alam, merupakan gabungan antara kondisi alam pegunungan dan

hasil kejadian alam, yaitu telaga warna, telaga pengilon, kelompok gua semar,

gua sumur, gua jaran dan gua jimat serta kawah sikidang.

2. Objek wisata budaya, merupakan objek wista fisik dan kebudayaan, yaitu

kelompok candi Hindu yang terdapat dalam satu komplek, terdiri dari Candi

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 6

Page 7: Wisata Dieng Cross Border

Arjuna, Srikandi, Puntadewa, Sembadra dan Semara. Sementara di sekitar

Telaga Balekambang terdapat Candi Gatotkaca dan Bima. Objek wisata budaya

lain adalah sumber mata air Tuk Bimolukar yang merupakan sumber mata air

Sungai Serayu, terletak di pintu masuk Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng.

3. Objek wisata buatan, yaitu Dieng Plateau Theatre, merupakan bangunan teater

yang memutar film tentang potensi wisata dan berbagai fenomena alam yang

ada di Dataran Tinggi Dieng.

Perkembangan Wisatawan di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng

Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng mengalami masa jayanya pada tahun 1990-

an ketika jumlah wistawan mancanegara mencapai 20-40 ribu pengunjung. Sektor wisata

telah mampu membawa manfaat bagi perkembangan perekonomian masyarakat, ditandai

dengan berkembangnya bisnis di bidang jasa yaitu hotel, restoran dan penjualan oleh-oleh

dan cindera mata. Namun kondisi ini tidak bisa bertahan lama, karena sejak tahun 1998

jumlah pengunjung terutama wisatawan mancanegara menurun drastik. Kondisi ini terutama

disebabkan krisis sosial konomi dan politik Indonesia yang terjadi pada tahun 1997-1998

dan karena terjadinya penurunan kualitas objek wisata dan lingkungan di sekitarnya.

Masyarakat di sekitar kawasan wisata sebagian besar bekerja di sektor pertanian dengan

komoditas utama kentang dan dengan pola bertanam yang mengakibatkan erosi tanah yang

cukup tinggi. Pertanian tanaman kentang yang membawa dampak erosi tanah

menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup parah sehingga akibatnya diantaranya

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 7

Gambar 1. Objek wisata di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng;- atas kiri : Telaga Warna; - atas kanan : Kompleks Candi Arjuna; - samping : Kawah Sikidangsumber : http://www.wisata-dieng.blogspot.com/

Page 8: Wisata Dieng Cross Border

adalah menurunya kualitas objek wisata air (Telaga Warna dan Telaga Pengilon) akibat

erosi tanah yang masuk ke telaga, pemandangan di wilayah Dieng tidak lagi dipenuhi oleh

pemandangan pohon-pohon cemara, erosi menyebabkan banjir lumpur di banyak tempat,

dan terganggunya pemandangan akibat pembongkaran pupuk kandang di sepanjang pinggir

jalan raya.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Wisatawan di

Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng

No. Tahun Jumlah WisatawanDomestik Mancanegara

1. 1990 81.674 42.9872. 1991 80.067 39.7583. 1992 81846 32.7614. 1993 79.169 30.9615. 1994 82.198 28.6476. 1995 76.398 26.1977. 1996 74.398 24.5798. 1997 71.864 22.7579. 1998 54.923 11.440

10. 1999 69.054 10.99311. 2000 61.162 11.33812. 2001 57.970 5.82413. 2002 61.398 7.33814. 2003 55.516 4.71615. 2004 61.380 6.67616. 2005 57.763 6.83817. 2006 57.048 4.72818. 2007 77.169 5.231

Sumber : BPS Banjarnegara dan Wonosobo (dalam Wahyudi, 2010)

Kerjasama Pengelolaan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng

Kerjasama dalam pengelolaan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng telah

dilakukan oleh Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo sejak tahun 1974

sampai dengan sekarang. Untuk lebih jelasnya kerjasama yang telah dilakukan oleh kedua

kabupaten adalah sebagai berikut :

1. Kerjasama Selama Periode Tahun 1977-1992

Kerjasama antara Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara dalam

mengelola Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng telah dilakukan sejak tahun 1974. Pada

tahun 1974 belum ditetapkan pembagian hasil retribusi dan baru menetapkan penanggung

jawab pengelola yaitu Kabupaten Wonosobo, sedangkan pada tahun1978 ditetapkan

pembagian wilayah Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng secara adminsitratif. Sejak tahun

1978 mulai disepakati bagi hasil pendapatan retribusi yang sampai sekarang telah

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 8

Page 9: Wisata Dieng Cross Border

mengalami beberapa perubahan kesepakatan. Pada tahun 1978 disepakati oleh kedua

kabupaten tentang bagi hasil pendapatan retribusi, yaitu 60 % untuk Banjarnegara dan 40 %

untuk Wonosobo.

2. Kerjasama Selama Periode Tahun 1992-2002

Pada tahun 1992 keluar Surat Gubernur Jawa Tengah tentang bagi hasil pendapatan

retribusi yaitu untuk operasional, bagian Purbakala, Perhutani, Kabupaten Banjarnegara dan

Kabupaten Wonosobo. Dalam kesepakatan juga tertuang kerjasama program yang terbagi

menjadi program jangka pendek, menengah dan panjang. Pada tahun 1995 terdapat

kesepakatan kerjasama antara kedua kabupaten dalam hal pengelolaan objek wisata dan

bagi hasil pendapatan retribusi sedangkan pada tahun 1996 disepakati penetapan lokasi

pemungutan retribusi dan besarnya tarif retribusi. Secara umum pada periode ini kerjasama

lebih merupakan kesepakatan terhadap proporsi bagi hasil retribusi, walaupun sebenarnya

sejak tahun 1992 sudah mulai dibahas beberapa kesepakatan mengenai pengelolaan

wisata, namun sepertinya bagi hasil retribusi masih menjadi isu sentral pembahasan

kerjasama.

3. Kerjasama Selama Periode 2002-sekarang

Pada tahun 2002 disepakati oleh Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten

Wonosobo mengenai kerjasama pengelolaan dan pengembangan Kawasan Wisata Dataran

Tinggi Dieng, dengan bidang kerjasama selain di bidang pariwisata juga di bidang

konservasi alam dan budaya, sarana prasarana, pertanahan, pemberdayaan masyarakat,

keamanan dan bentuk pendanaan. Salah satu bentuk dari kesepakatan ini adalah

dibentuknya sebuah forum sebagai penanggungjawab pengelolaan dan pengembangan

Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng.

Pada tahun 2005 dibentuk Sekretariat Bersama Pengembangan Kawasan Wisata

Dataran Tinggi Dieng. Pembentukan sekber ini pada intinya adalah kesepakatan untuk

membentuk badan pengelola dan badan pengembangan beseerta lingkup kerja dan

mekanismenya. Sementara setahun kemudian yaitu ada tahun 2006 disepakati oleh kedua

belah pihak untuk melakukan uji coba pelaksanaan pungutan karcis masuk terusan. Tahun

2008 kesepakatan untuk menerapkan pungutan karcis masuk terusan dilanjutkan untuk lima

tahun selanjutnya yaitu dari tahun 2008-2012. Pada periode ini sebenarnya sudah lebih

progresif dibanding tahun sebelumnya, yaitu dengan dibentuknya sekretariat bersama,

namun demikian tidak ada dokumen yang menjelaskan bagiamana perkembangan

selanjutnya tentang sekber ini maupun tentang kinerjanya.

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 9

Page 10: Wisata Dieng Cross Border

Bagian 4

Critical Review Kerjasama Kab. Banjarnegara-

Kab. Wonosobo dalam Pengelolaan Kawasan

Wisata Dataran Tinggi Dieng

Best Practise Kerjasama Antar Daerah

(Regional Management Barlingmascakeb)

Barlingmascakeb adalah lembaga kerjasama antara lima kabupaten di Jawa Tengah

yaitu Kabupaten : Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen. Fokus dari

regional management Barlingmascakeb ini adalah sinergi pembangunan antar daerah

dengan memberdayakan potensi ekonominya. Secara alami wilayah ini memiliki keuntungan

geografis karena menghubungkan dua pusat pertumbuhan nasional, yaitu Jakarta dan

Surabaya, namun wilayah ini relatif tertinggal dibanding dengan tetangga-tetangganya

sehingga pemasaran wilayah menjadi isu strategis. Pertimbangan pembentukan lembaga

kerjasama ini lebih ke arah kepentingan ekonomi dan bisnis, yaitu menghadirkan investor

untuk berinvestasi di wilayah Barlingmascakeb dan memasarkan potensi wilayah

(www.regional-management.com).

Struktur organisasi RM Barlingmascakeb beserta tugas dan fungsinya ini adalah

sebagai berikut (www.lekad.org, 2010):

1. Forum Regional, adalah struktur tertinggi, terdiri dari semua bupati dari kelima

kabupaten yang menjadi anggotanya. Forum ini adalah pemilik kerjasama dan

pengambil kebijakan yang bersifat strategis dan memberikan arahan kepada dewan

eksekutif.

2. Dewan Eksekutif, terdiri dari ketua dan lima orang anggota. Dewan eksekutif ini

berfungsi sebagai kelompok pengarah atau steering commite yang menerjemahkan

kebijakan forum regional menjadi program strategis Barlingmascakeb. Selain itu juga

bertugas melakukan penguatan internal organisasi agar kerjasama antar daerah bisa

berjalan secara efektif dan efisien.

3. Regional Manager, merupakan pelaksana harian (operasional) yang melaksanakan

program dan kegiatan RM Barlingmascekeb yang telah ditentukan oleh forum regional

dan dewan eksekuitf. Kewenangan RM adalah melaksanakan kebijakan yang

dirumuskan melalui Forum Regional dan Dewan Eksekutif.

Sumber pembiayaan lembaga ini berasal dari sharing pendanaan dari APBD

Kab/Kota anggota dengan menggunakan pos hibah dan dari hasil penawaran kerjasama

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 10

Page 11: Wisata Dieng Cross Border

dengan lembaga non pemerintah atau lembaga swasta. Personil atau SDM yang mengisi

struktural lembaga ini adalah terdiri dari PNS pada struktur Forum Regional dan Dewan

Eksekutif sementara Regional Manager diisi oleh tenaga profesional.

Beberapa hasil yang telah dicapai oleh RM Barlingmascakeb adalah (Lekad dalam

Wahyudi, 2010):

1. Pasar Lelang Komoditas Agro. Salah satu contoh keberhasilan pasar lelang adalah

meningkatnya transaksi secara signifikan antara lain Pasar lelang XII di Banyumas

dengan nilai transaksi Rp. 24.385.990.000,00 naik menjadi Rp 46.474.525.000,00 di

pasar lelang XIII di Kebumen.

2. Promosi Produk. Promosi produk yang cukup berhasil yaitu adanya pesanan

kerajinan Pandan ke Cina, Taiwan, dan Singapura kemudian adanya pesanan

Minyak Nilam ke Nepal dan daun Nilam ke Jerman, Malaysia, dan India sebesar 10

ton/bulan

3. Bantuan Mesin. Dengan kerja sama daerah mendapatkan sumber pembiayaan

diantaranya bantuan mesin ke Kabupaten Banjarnegara sebesar Rp. 70.000.000,00,

4. Kabupaten Kebumen Rp. 74.000.000,00 dan Kabupaten Purbalingga Rp.

37.000.000,00.

Perhitungan antara biaya operasional dan manfaat yang diperoleh dari pasar lelang

dan bantuan mesin yang diterima RM Barlingmascakeb benar-benar terlihat adanya

gambaran manfaat yang diperoleh dari adanya suatu kerja sama antar daerah. Dari biaya

operasional sebesar 750 juta mendapatkan manfaat sebesar 181 juta dari bantuan mesin

untuk Kabupaten Banjarnegara, Kebumen, dan Purbalingga dan 2,77 Milyar dari

keuntungan yang diperoleh petani dari 3 transaksi pasar lelang XIII sampai pasar lelang XIV

(Lekad dalam Wahyudi, 2010).

Di bidang pariwisata capaian RM Barlingmascakeb cukup berhasil diantaranya

memfasilitasi pengusaha transportasi Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga

dalam menerima pesanan bis pariwisata dari luar daerah sebanyak 12 buah, mendatangkan

turis dari Belanda, Korea, dan Jepang ke objek wisata Dieng yang merupakan hasil kerja

sama Barlingmascakeb dengan tour leader Yogyakarta, mendatangkan turis New Zealand

ke Purbalingga, mendatangkan tour leader dan tamu ke Kabupaten Cilacap sebanyak 21

orang yang merupakan hasil kerja sama Barlingmascakeb dengan tour leader Yogyakarta

(Lekad dalam Wahyudi, 2010).

Critical Review Kerjasama Antara Kab. Banjarnegara dan Kab. Wonosobo

dalam Pengelolaan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 11

Page 12: Wisata Dieng Cross Border

Kesepakatan kerjasama dalam pengelolaan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng

berdasarkan data-data yang diperoleh sebagaimana telah dijelaskan pada bagian

sebelumnya menunjukkan bahwa fokus kerjasama tampaknya masih sebatas mengenai

pembagian hasil retribusi, pengaturan mengenai tarif retribusi dan penempatan pos retribusi.

Walaupun pada tahun 2002 disebutkan bidang kerjasama meliputi konservasi alam dan

budaya, sarana prasarana, pertanahan, pemberdayaan masyarakat, keamanan dan bentuk

pendanaan, namun tampaknya belum ada yang terealisir dengan baik, kecuali pada

penyediaan sarana prasarana beserta pengaturannya seperti akses jalan, tempat parkir,

lokasi berjualan para pedagang, penempatan fasilitas umum seperti toilet dan mushola di

masing-masing lokasi objek wisata. Sepertinya masalah retribusi masih menjadi fokus

bidang kerjasama yang pada tahun 2000 sempat menjadi masalah karena DPRD

Banjarnegara sempat melayangkan surat keberatan mengenai proporsi pembagian hasil

retribusi kepada Gubernur Jawa Tengah. Padahal sebenarnya ada banyak bidang yang

seharusnya lebih diperhatikan, misalnya tentang upaya pelestarian objek wisata,

pengembangan objek wisata dan inovasi jenis atau paket wisata baru, strategi pemasaran

kawasan wisata dan yang lainnya.

Hasil kesepakatan kerjasama juga belum bisa secara signifikan mengembalikan

perkembangan arus wisatawan yang datang, terbukti dari jumlah kunjungan wisatawan yang

belum bisa meningkat. Sedikitnya jumlah wisatawan yang datang juga menyebabkan

manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar tidak terlalu besar, sehingga

multiplier effect yang dihasilkan dari kawasan wisata juga sangat kecil. Hanya sebagian kecil

pedagang yang berjualan di sekitar objek wisata saja yang mendapatkan manfaat langsung,

itupun terbatas hanya di musim liburan saja. Masyarakat sekitar kawasan wisata sebagian

besar masih bekerja di sektor pertanian yaitu bertanam kentang, hal ini membuktikan bahwa

masyarakat sekitar tidak banyak yang terlibat dalam kegiatan sektor wisata. Selain itu fakta

itu juga menunjukkan bahwa keberadaan kawasan wisata tidak membawa manfaat yang

cukup signifikan bagi masyarakat sekitar, apalagi menjadi penghasilan utama, sehingga

dukungan masyarakat sekitar bagi keberlanjutan kawasan wisata dan kegiatan sektor wisata

tidak bisa terlalu diharapkan.

Masih adanya ego dan keengganan masing-masing daerah menjadi kendala

tersendiri bagi berjalannya kerjasama secara efektif dan efisien. Selama ini Dataran Tinggi

Dieng identik dengan Kabupaten Wonosobo, sementara Kabupaten Banjarnegara sebagai

pemiliki sebagian besar objek wisata (kompleks candi dan Kawah Sikidang) tidak nyaman

dengan kondisi itu, sehingga sempat muncul wacana untuk mengganti Kecamatan Batur

(Banjarnegara) sebagai pemangku wilayah Dieng menjadi Kecamatan Dieng. Seharusnya

kondisi ini tidak menjadi masalah bagi terhambatnya kerjasama karena kalaupun akses

utama menuju Dataran Tinggi Dieng adalah dari arah Wonosobo, tetapi Kabupaten

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 12

Page 13: Wisata Dieng Cross Border

Banjarnegara tetap mendapat manfaat terutama dengan adanya multiplier effect dari

kegiatan wisata yang diperoleh oleh masyarakat sekitar yang terlibat dalam kegiatan sektor

wisata secara langsung maupun tidak langsung.

Apabila dibandingkan dengan best practise Regional Management Barlingmascakeb,

maka terdapat perbedaan yang cukup jauh, diantaranya :

1. RM Barlingmascakeb mempunyai struktur organisasi yang jelas, sementara kerjasama

pengelolaan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng belum mempunyai struktur yang

jelas, walaupun pernah ada kesepakatan membentuk forum maupun sekretariat

bersama, sepertinya hanya berhenti pada tataran kesepakatan yang tidak direalisasikan

dan difungsikan dengan baik.

2. RM Barlingmascakeb secara aktif menjalankan organisasi dan koordinasi antar anggota,

serta aktif mengikuti berbagai event dalam rangka memasarkan produk dan melakukan

promosi untuk menarik investor agar datang berinvestasi ke wilayah mereka, sementara

sekretariat bersama sangat berbeda jauh belum sampai pada semua aktifitas tersebut.

3. Adanya kemauan yang kuat antara pihak-pihak yang terlibat dan struktur yang solid

dalam kerjasama tampak pada RM Barlingmascakeb dan belum tampak pada kerjasama

antara Kab. Banjarnegara-Kab. Wonosobo.

Berdasarkan pengkajian terhadap kesepakatan kerjasama antara Kabupaten

Banjarnegara dengan Kabupaten Wonosobo mengenai pengelolaan Kawasan Wisata

Dataran Tinggi Dieng dan membandingkannya dengan best practise Regional Management

Barlingmascakeb, maka berikut ini adalah hal-hal yang bisa disarankan untuk

pengembangan kerjasama pengelolaan Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng :

1. Bidang kerjasama diperluas, tidak hanya terfokus pada masalah pembagian hasil

retribusi saja, karena banyak bidang lain yang seharusnya dibahas untuk lebih

mengembangkan kawasan wisata.

2. Meninggalkan egoisme masing-masing daerah agar kerjasama lebih bisa

ditingkatkan dan kemanfaatan yang lebih besar bisa diperoleh.

3. Mengambil pelajaran dari lembaga kerjasama di daerah lain, misalnya Regional

Management Barlingmascakeb, Subosukowonosraten ataupun Kartomantul.

Walaupun sektor yang dijadikan kerjasama berbeda, tetapi polanya bisa diadopsi

untuk kerjasama di berbagai sektor.

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 13

Page 14: Wisata Dieng Cross Border

Daftar Pustaka

Abdurahman, Benjamin, 2010. 15 Faktor Keberhasilan Regional Management, dalam

www.lekad.org, diunduh pada tanggal 23 Januari 2010.

Guo, Rongxing. 2005. Cross-Border Resource Management Theory and Practice.

Amsterdam: Elsevier B. V.

Keban, Yeremias T, 2009. Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi : Isu

Strategis Bentuk dan Prinsip, dalam www.bappenas.go.id, diunduh pada tanggal 23

Januai 2010.

Wahyudi, 2010. Kajian Kerjasama dalam Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Wisata

Dataran Tinggi Dieng. Tesis tidak diterbitkan. Magister Pembangunan Wilayah dan

Kota, Universitas Diponegoro, Semarang.

www.wisata-dieng.blogspot.com, diunduh pada tanggal 23 Januari 2010

www.lekad.org, diunduh pada tanggal 23 Januari 2010

www.rmb.or.id, diunduh pada tanggal 23 Januari 2010

www.regional-management.com, diunduh pada tanggal 23 Januari 2010

Tugas Tata Kelola Wilayah : Cross Border Region 14