WIDYA - Dr.rer.Nat R.M. Rachmat Sule, ST, MT

3
Dr.rer.nat R.M. Rachmat Sule, ST, MT Dari Geothermal hingga Carbon Capture Storage Pak Deni, begitu beliau biasa dipanggil, merupakan salah satu dosen Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung. Beliau mendapatkan gelar sarjana dari Program Studi Geofisika, Institut Teknologi Bandung. Pak Deni melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung dan mendapatkan gelar master pada tahun 1996 dalam bidang applied geophysics. Beliau kemudian mendapatkan gelar doktor pada tahun 2004 di Geophysical Institute, Faculty Of Physics, Karlsrühe University, Jerman. Selain aktif mengajar di ITB sejak tahun 1995, Pak Deni juga aktif dalam berbagai proyek riset dan eksplorasi. Puluhan publikasi juga pernah beliau tulis, dari yang bertaraf nasional hingga taraf internasional. Salah satu cerita menarik beliau adalah beliau pernah mengerjakan sebuah proyek geothermal yang merupakan kerjasama antara Indonesia dengan Jerman. Meskipun pada awalnya terlihat menguntungkan, ternyata beliau tidak pernah mendapatkan ‘bayaran’ ataupun gaji dalam proyek ini. Bahkan, menurut beliau, seringkali proyek yang dilakukan kekurangan investor sehingga biaya untuk keperluan teknis pun sangat minim. Akhirnya, beliau bersama teman-teman yang lain berusaha mencari tambahan dana, baik mencari sponsor dari industri, maupun mengajukan proposal dana ke pemerintah Indonesia. Beliau pun menuturkan rasa prihatinnya pada pemerintahan, karena seringkali pemerintah Indonesia tidak membantu dalam hal biaya dan persiapan, padahal proyeknya dilakukan di Indonesia dan notabene dapat bermanfaat bagi Indonesia sendiri. Selain proyek kerjasama dengan Jerman, beliau juga pernah mengambil bagian dalam proyek geothermal lainnya, yakni proyek kerjasama antara Indonesia dengan Belanda. Beliau tidak menuturkan banyak hal dalam

description

la terre artikel

Transcript of WIDYA - Dr.rer.Nat R.M. Rachmat Sule, ST, MT

Page 1: WIDYA - Dr.rer.Nat R.M. Rachmat Sule, ST, MT

Dr.rer.nat R.M. Rachmat Sule, ST, MT

Dari Geothermal hingga Carbon Capture Storage

Pak Deni, begitu beliau biasa dipanggil, merupakan salah satu dosen Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung. Beliau mendapatkan gelar sarjana dari Program Studi Geofisika, Institut Teknologi Bandung. Pak Deni melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung dan mendapatkan gelar master pada tahun 1996 dalam bidang applied geophysics. Beliau kemudian mendapatkan gelar doktor pada tahun 2004 di Geophysical Institute, Faculty Of Physics, Karlsrühe University, Jerman. Selain aktif mengajar di ITB sejak tahun 1995, Pak Deni juga aktif dalam berbagai proyek riset dan eksplorasi. Puluhan publikasi juga pernah beliau tulis, dari yang bertaraf nasional hingga taraf internasional.

Salah satu cerita menarik beliau adalah beliau pernah mengerjakan sebuah proyek geothermal yang merupakan kerjasama antara Indonesia dengan Jerman. Meskipun pada awalnya terlihat menguntungkan, ternyata beliau tidak pernah mendapatkan ‘bayaran’ ataupun gaji dalam proyek ini. Bahkan, menurut beliau, seringkali proyek yang dilakukan kekurangan investor sehingga biaya untuk keperluan teknis pun sangat minim. Akhirnya, beliau bersama teman-teman yang lain berusaha mencari tambahan dana, baik mencari sponsor dari industri, maupun mengajukan proposal dana ke pemerintah Indonesia. Beliau pun menuturkan rasa prihatinnya pada pemerintahan, karena seringkali pemerintah Indonesia tidak membantu dalam hal biaya dan persiapan, padahal proyeknya dilakukan di Indonesia dan notabene dapat bermanfaat bagi Indonesia sendiri.

Selain proyek kerjasama dengan Jerman, beliau juga pernah mengambil bagian dalam proyek geothermal lainnya, yakni proyek kerjasama antara Indonesia dengan Belanda. Beliau tidak menuturkan banyak hal dalam proyek ini, karena sebagian besar sama dengan proyek kerjasama dengan Jerman tadi. Lagi-lagi beliau tidak mendapatkan ‘bayaran’ dalam proyek ini. Beliau tidak mendapatkan fee dalam artian uang, namun fee tersebut berbentuk seperti akomodasi dan fasilitas-fasilitas. Misalnya jika perlu ke lapangan, maka biaya perjalanan diberikan, hotel akan disiapkan, juga berbagai fasilitas lainnya. Beliau menambahkan bahwa proyek yang dijalaninya mungkin tidak menguntungkan secara materi, namun dapat memberikan manfaat lain, seperti relasi dan bertambahnya pengalaman serta pengetahuan. “Ketika terjadi transfer ilmu dari mereka (orang luar negeri) tentu itu akan menjadi keuntungan tersendiri bagi kita. Mahasiswa kita bisa mendapatkan pengalaman lebih, bahkan dengan ikut bekerja di suatu proyek mungkin dapat membantu untuk pengerjaan tugas akhir”, tutur Pak Deni.

Proyek lainnya yang sampai sekarang masih dalam tahap pengerjaan adalah proyek CCS (Carbon Capture and Storage) di lapangan Gundih. Proyek ini merupakan kerjasama antara Indonesia dengan Jepang, dan beliau diberikan kepercayaan sebagai project manager. Proyek ini merupakan proyek CCS pertama di Indonesia, dan proyek ini didapatkan saat Pak Deni mengenyam pendidikan beasiswa di Kyoto University. Selama menempuh pendidikan, beliau berbincang dengan dosen-dosen disana dan

Page 2: WIDYA - Dr.rer.Nat R.M. Rachmat Sule, ST, MT

brainstorm untuk suatu riset atau pengembangan. Setelah melalui beberapa diskusi, akhirnya tercetuslah ide untuk mengadakan proyek CCS. Secara kebetulan, pemerintah Jepang yang diwakilkan oleh Kyoto University sedang mengadakan sebuah kompetisi sejenis PKM bertaraf internasional, dimana peserta yang memenangkan kompetisi tersebut proyeknya akan dibiayai oleh pemerintah Jepang selama 3-5 tahun, tergantung pada proposalnya. Dalam proposal yang beliau ajukan bersama timnya, beliau beserta tim mengajukan pembiayaan selama lima tahun.

Setelah perundingan panel juri selama kira-kira setahun, akhirnya proposal CCS milik Pak Deni dan tim lah yang terpilih sebagai pemenang. Pemerintah Jepang pun menyanggupi pembiayaan selama lima tahun, meski sebenarnya pembiayaan tersebut masih belum dapat mencukupi biaya operasional yang dibutuhkan. Tanpa diduga, belum genap setahun setelah proyek ini dmulai, sudah ada pihak yang bersedia memberi bantuan dana yaitu Asian Development Bank (ADB). Selain ADB, pihak Pertamina pun bersedia membantu (sebagai industri, bukan sebagai pemerintah). Proyek CCS ini pun berhasil berjalan tanpa bantuan dana dari pemerintah Indonesia.

Selain ketiga proyek yang telah disebutkan, beliau menuturkan masih ada proyek lain yang akan beliau kerjakan, diantaranya proyek yang akan dilakukan di sekitar Gunung Tangkuban Perahu, yang bekerjasama dengan pemerintah Norwegia. Secara kebetulan, proyek ini akan menggunakan alat yang diberikan Jepang pada proyek CCS. Pemerintah Jepang memperbolehkan penggunaan alat tersebut.

Berdasarkan pengalaman Pak Deni dan melihat dari alumni-alumni beberapa tahun terakhir, dalam bidang akademik dapat dipastikan rata-rata mahasiswa memiliki kapabilitas yang sama; yang membedakan adalah soft skill. Menurut beliau, yang paling krusial bukanlah akademik, karena itu hanya requirement awal. Akan lebih baik jika kita mempunyai soft skill yang berguna di dunia kerja seperti leadership, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama, berorganisasi, dsb. Soft skill yang seperti itu perlu diasah sejak dini untuk meningkatkan kualitas mahasiswa menghadapi dunia nyata.