file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan...

21
BAB I PENDAHULUAN Mengapa kritik teori (maksudnya: kritik terhadap teori) begitu sedikit dikembangkan oleh kalangan ilmuwan sosial, padahal ada pelbagai teori ilmu sosial yang sudah masuk diIndonesia, dan tidak sedikit pula daripadanya yang sudah diterapkan secara operasional,khususnya dalam banyak kegiatan penelitian (baik yang bersifat latihan, pesanan, maupundalam rangka menyelesaikan suatu program studi). Pertanyaan ini ajukan begitu saja, karena perkiraan ilmu pada umumnya dan ilmu sosial pada khususnya, baru bisa hidup apabila kritik pada umumnya dan kritik teori padakhususnya dilaksanakan secara teratur sebagai suatu disiplin yang kontinu sifatnya. Untuk perbandingan, di bidang kesenian misalnya, seorang seniman kreatif bisa mengajukan dalih:persetan dengan kritik! Dengan atau tanpa kritik seni, proses cipta-seni akan jalan terus. Hal ini akan menjadi sangat jelas dari sejarah ilmu pengetahuan, yang bisa mengajukan sangat banyak contoh untuk menunjukkan bahwa baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial telah mengalami kemajuan justeru karena dijatuhkannya hipotesa- hipotesa yang lebih teruji. Sudah sering diakui oleh kalangan ahli sosial kita sendiri, bahwa ilmu sosial di Indonesia nampaknya belum mencapai taraf penyusunan/penciptaan teori baru (Theoriebildung) karena praktek ilmu sosial di sini masih mengkonsentrasikan diri pada diskripsi dan analisa gejalasosial 1

Transcript of file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan...

Page 1: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

BAB I

PENDAHULUAN

Mengapa kritik teori (maksudnya: kritik terhadap teori) begitu sedikit dikembangkan oleh

kalangan ilmuwan sosial, padahal ada pelbagai teori ilmu sosial yang sudah masuk diIndonesia,

dan tidak sedikit pula daripadanya yang sudah diterapkan secara operasional,khususnya dalam

banyak kegiatan penelitian (baik yang bersifat latihan, pesanan, maupundalam rangka

menyelesaikan suatu program studi). Pertanyaan ini ajukan begitu saja, karena perkiraan ilmu

pada umumnya dan ilmu sosial pada khususnya, baru bisa hidup apabila kritik pada umumnya

dan kritik teori padakhususnya dilaksanakan secara teratur sebagai suatu disiplin yang kontinu

sifatnya. Untuk perbandingan, di bidang kesenian misalnya, seorang seniman kreatif bisa

mengajukan dalih:persetan dengan kritik! Dengan atau tanpa kritik seni, proses cipta-seni akan

jalan terus.

Hal ini akan menjadi sangat jelas dari sejarah ilmu pengetahuan, yang bisa mengajukan

sangat banyak contoh untuk menunjukkan bahwa baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial

telah mengalami kemajuan justeru karena dijatuhkannya hipotesa-hipotesa yang lebih teruji.

Sudah sering diakui oleh kalangan ahli sosial kita sendiri, bahwa ilmu sosial di Indonesia

nampaknya belum mencapai taraf penyusunan/penciptaan teori baru (Theoriebildung) karena

praktek ilmu sosial di sini masih mengkonsentrasikan diri pada diskripsi dan analisa gejalasosial

(dengan menggunakan pelbagai teori yang diambil-oper dan dicoba diterapkan di sini), dan

belum sampai pada taraf mengangkat hasil analisa dan kesimpulan diskriptif ke tingkatyang lebih

formal menjadi suatu teori.

Tanpa mempersoalkan benar tidaknya jawaban (yaitu bahwa penelitian ilmu sosialmasih

terlalu sedikit) dan tanpa mempersoalkan juga apa yang sebetulnya dimaksud dengan

“SEDIKIT” dalam pernyataan itu (sedikit jumlahnya atau sedikit mutunya?), jawabantersebut

sudah menunjuk satu persoalan kritik teori, yaitu kritik empiris terhadap teori. Dalam jenis kritik

ini dipersoalkan apakah sebuah teori mampu atau tidak mampu menjelaskankenyataan sosial

tertentu.

1

Page 2: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

BAB II

RINGKASAN BUKU

A. Kritik Empiris: Pendekatan Struktural dan Teori-teori Mentalistik

  Contoh yang masih cukup baru ialah perdebatan antara teori (kelompok teori) mentalitas

dan teori (kelompok teori) struktural dalam menjelaskan gejala kemiskinan. Apakah kemiskinan

(dari sini diambil secara umumnya saja) merupakan akibat dari mentalitas tertentuyang

cenderung menghalangi sekelompok orang untuk bertingkah-laku produktif (jadi tidak hemat,

tidak memikirkan masa depan, kurang menghargai kerja, enggan dengan disiplin waktu) atau-

kah kemiskinan tersebut lebih merupakan akibat terjebaknya seseorang/sekelompok orang dalam

suatu struktur yang demikian membekukan dia, sehingga tidak ada jalan baginya lagi untuk

keluar dari kemiskinan itu, juga kalau dia memenuhi semua syarat yang diajukan oleh pengajur-

penganjur teori mentalitas. Dalam kerangka struktural, mentalitas dilihat sebagai hasil adaptasi

sekelompok orang terhadap struktur yang membelenggunya.

Kalau orang-orang ini ditempatkan dalam struktur lain yang lebih leluasa,

makamentalitas mereka juga menyesuaikan diri menjadi produktif. Setelah mengadakan

penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan kolonial pada masa tanam paksa

danakibat (struktural) yang dibawanya untuk pertanian anak negeri di pulau Jawa, C.

Geertzdengan tajam berkesimpulan: orang-orang Jawa pada masa-tanam-paksa bukannya

menjadi miskin karena mereka malas bekerja, melainkan mereka menjadi malas bekerja karena

merekasudah terlalu amat miskin, sebagai akibat struktur pertanian dan perkebunan kolonial

yang tidak memungkinkan mereka meningkatkan penghasilannya.

Kesulitan yang timbul antara sifat konservatif suatu struktur yang cenderung

mempertahankan diri di satu pihak, dan cita-cita untuk merubah struktur yang membelenggudi

lain pihak, akan cenderung melahirkan sikap elitis. Berarti, hanya dari suatu elite yang berada di

luar struktur, dan yang mempunyai pengertian yang mencukupi tentang ketimpangan struktural

tersebut dan juga mempunyai kemampuan melakukan perubahan penting (misalnya dalam

bentuk keputusan politik, redistribusi kekuatan ekonomi atau reorganisasi tatanan birokrasi)

2

Page 3: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

dapat diharapkan dimulainya suatu perubahan struktural. Akan tetapi dengan penyelesaian yang

bersifat elitis seperti ini teori-teori struktural hanya akan semakin memperkuat ketergantungan,

yaitu ketergantungan dari mereka yang terbelenggu secara struktural terhadap elite yang diharap

dapat membebaskan mereka dari kungkungan tersebut.

Usaha untuk memasukkan koran ke desa, atau perluasan jaringan siaran televisi supaya

mencapai pelosok terpencil, ataupun usaha lain yang mengandung tema “mencerdaskan

kehidupan bangsa” (biarpun di sini terlihat kembali sifat elitis: siapa mencerdaskan siapa? Elite

mencerdaskan non-elite!) sebetulnya cukup menunjuk keyakinan bahwa suatu perubahan dari

dalam struktur adalah mungkin, jikalau orang-orang yang berada dalam struktur itu berkat

kecerdasan yang meningkat atau kesadaran yang semakin kritis, mulai melihat ketimpangan-

ketimpangan struktural yang ada sebagai hal yang tak seharusnya ada, dan mulai

memperbaikinya. Akan tetapi dengan memilih jalan ini berarti orang terjatuh kembali kedalam

teori-teori mentalistis.

 B. Kritik Epistemologis

  Dari uraian di atas kelihatan, bahwa kritik empiris terhadap suatu teori ilmu sosial,

haruslah ditunjang oleh kritik jenis lainnya, yang sekaligus dapat menjadi kritik terhadap jenis

kritik empiris itu sendiri. Kritik epistemologi, yang (untuk tetap memakai contoh soal yang

sama) akan menguji, apakah faham-faham yang mendasari pengertian mengenai struktur atau

mentalitas merupakan faham yang cukup teruji. Secara praktis hal ini berarti melihat, apakah

suatu teori ilmu sosial, sebelum diturunkan kelapangan penelitian, mengandung kontradiksi

tertentu dalam konstruksinya ataukah dalamdirinya teori itu cukup konsisten. Epistemologis

tidak lain adalah analisa logis terhadap suatufaham pengetahuan.

Keberatan pertama ialah, bahwa di sini orang-orang yang terlibat dalam suatu perubahan

sosial dengan sendirinya terbagi menjadi pihak yang bertindak sebagai subyek perubahan (yaitu

suatu elite) dan pihak yang hanya berperan sebagai obyek suatu perubahan (yaitu mereka yang

secara struktural atau secara mental terhalanguntuk maju). Perubahan sosial diandaikan terjadi,

kalau sekelompok elite yang cukup kritis, yang berada di luar struktur itu ataupun yang dapat

mengambil jarak dari mentalitas yang umum berlaku, bersedia mengadakan perubahan yang

bersifat struktural ataupun yang bersifat pendidikan. Pihak yang mengambil keuntungan dari

3

Page 4: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

struktur yang timpang, akan sulit diharapkan untuk mengambil inisiatif mengadakan suatu

perubahan struktural, yang akan mengurangi atau membatasi keuntungan, yang selama ini

mereka peroleh justru dari struktur yang timpang tersebut. Sekaligus, pihak yang dirugikan oleh

ketimpangan struktur akan sulit juga diharapkan mengadakan perubahan, karena orang-orang

yang terbelenggu dalam suatu struktur kemiskinan misalnya akan lebih menyesuaikan diri

dengan keadaan tersebut, yang memang tidak memungkinkan mereka berbuat banyak.

Hal ini sudah menunjukkan suatu kelemahan ilmiah yang luar biasa, yang sekaligus bisa

memperlihatkan pula terbatasnya kemampuan teori-teori struktural. Teori-teori mentalistis

rupanya juga mengalami kesulitan yang sama. Seandainya ada sesuatu sub-kelompok baru yang

muncul di tengah kelompok lama dengan mentalitas lama, maka mereka dari sub-kelompok baru

itu biasanya merupakan orang-orang yang paling cepat mencerna pengaruh-pengaruh baru, yang

dibawa oleh suatu jenis pendidikan (misalnya masuknya koran ke desa, kursus-kursus pertanian

atau kesehatan atau bentuk pendidikan lain),yang dijalankan oleh suatu elite yang berada di luar

kelompok tersebut.

Usaha pendidikan yang dijalankan oleh elite ini akan sukar sekali juga untuk dijelaskan

hanya secara moralistis (artinya karena mereka tergugah oleh kemelaratan sekelompok orang

lain dan mau melaksanakan asas keadilan sosial misalnya). Berdasarkan teori-teori motivasi yang

umum, maka elite yang mau mengusahakan suatu bentuk pendidikan, akan bersedia menjalankan

usaha tersebut, apabila dia melihat, bahwa usaha pendidikan yang dijalankannya akan membawa

manfaat tertentu bagi kepentingannyaatau kepentingan kelompoknya. Usaha memasukkan koran

ke Desa ditunjang oleh pemilik-pemilik koran besar, bukan saja karena niat “semakin

mencerdaskan kehidupan bangsa” tetapi juga karena dengan itu terbuka juga daerah baru bagi

pemasaran koran mereka. Teori-teori semacam ini biasanya mengandaikan bahwa ada pihak

yang harus dibantu dan ada pula pihak yang harus membantu, karena ada pihak yang

kurangmampu dan ada pula pihak yang lebih mampu. Ada berbagai cara yang dapat digunakan

untuk menjelaskan perbedaan kemampuantersebut. Teori-teori elitis didasarkan atas anggapan,

bahwa selalu ada perbedaan di dalampenguasaan dan penggunaan pengetahuan dan informasi.

Ada pihak yang sangat unggulmengumpulkan dan memanfaatkan berbagai informasi penting.

Dan ada pula pihak lain yang kurang gesit.

4

Page 5: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

Kalau seseorang mengatakan, dia lebih rasional dari orang lain (karena dia

menguasaisejumlah informasi yang orang lain tidak kuasai) maka dia harus menerima juga,

bahwa adaorang lain lagi yang lebih rasional dari dia, karena orang-orang ini menguasai lebih

banyak informasi lagi. Di sini kelihatan, bahwa rasionalitas seseorang yang menguasai

sedikitinformasi seakan-akan ditentukan keabsahannya oleh rasionalitas orang lain dengan lebih

banyak informasi, sementara kita tahu, bahwa kemampuan seseorang untuk menyerap dan

menguasai informasi sangatlah terbatas, baik mengenai jumlah informasi maupun mengenai jenis

informasi.

Bahaya kedua akan timbul, apabila seseorang menolak argumen yang bersifat dan

menyatakan, bahwa dirinya sendirilah yang paling rasional, karena untuk bidang tertentu

misanya, dialah yang paling menguasai informasi-informasi terpenting. Di sini seseorang terjatuh

ke dalam sikap otoriter, yang mampu membenarkan diri dengan kekerasan,dan lalu menjadi

dogmatis. Dalam keunggulan intelektual itu kita memang akan sangat berbeda-beda (tergantung

bakat, kesempatan, minat, lingkungan pendidikan dan lain-lain), tetapi dalam sikap rasional

kita sebetulnya tidak banyak berbeda. Tidak ada bukti, bahwa seseorang yang sangat terpelajar

dengan sendirinya lebih bersedia juga menggunakan akal-budi dan bukannya menggunakan

kekerasan ataupun perasaan. Bahkan tidak jarang terjadi, bahwa justru orang yang unggul secara

intelektual amat mudahmeremehkan pikiran dan pendapat pihak lain, karena anggapan, bahwa

mereka kurang menguasai informasi yang diperlukan untuk menyusun suatu pendapat yang

bertanggungjawab.

Di sini sang intelektual bersikap sangatlah tidak rasional, karena dia lebihterbawa oleh

perasaan dan prasangka, tanpa mau mendengar lebih dahulu argumen pihak lain. Secara umum

dapat dikatakan, bahwa teori-teori elitis mengandung resiko memperkuat ketergantungan pihak

yang non-elite kepada pihak elite. Atau untuk memakai contoh kita, ketergantungan pihak non-

intelektual kepada pihak/kelompok intelektual. Ketergantungan iniperlahan-lahan dapat

dikurangi, apabila setiap orang dibawa kembali kepada kesadaran akan rasionalitas, dan apabila

dibina kembali suatu kepercayaan umumnya, bahwa tiap orang kalau dia tidak terlalu tertindas

oleh kemelaratan, kekerasan atau ketakutan akan sanggup memakaiakal-budinya dengan baik,

sekurang-kurangnya untuk mengatasi pelbagai persoalannya sendiri.

5

Page 6: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

Karena suatu struktur yang timpang hanya dapat bertahan, apabila daya-daya

kritis(kemampuan pertama) dari rasionalitas sudah dilumpuhkan. Demikian juga mentalitas yang

tidak menghendaki kemajuan, adalah mentalitas dimana rasionalitas sudah dikalahkan oleh suatu

kekuatan lain di luarnya.

C. Kritik Ideologis

 Jenis kritik yang ketiga dapat dinamakan kritik ideologis terhadap suatu teori berisi

tentang menyingkapkan sekaligus mengungkap segi-segi ideologis suatu teori, yaitu

menunjukkan kepentingan pihak mana yang secara sadar tak sadar dapat dibenarkan dan dibela

oleh suatu teori ilmu sosial. Dengan bantuan kritik ideologis akancukup mudah memahami

mengapa pihak penjajah Belanda pada zaman tanam paksa telah mempropagandakan teori-teori

mentalistis (misalnya dengan mengatakan, bahwa orang Jawa masa itu menjadi miskin, karena

terlalu malas bekerja). Dengan menyuruh orang mempersoalkan masalah yang bersifat

mentalistis, perhatian lalu dialihkan dari masalah yang sebenarnya yang lebih bersangkut-paut

dengan struktur pertanian dan perkebunan kolonial,yang hanya mematikan pertanian pribumi.

Pada masa kita teori-teori yang mempersoalkan“halangan-halangan mental dalam

pembangunan”, tentulah bisa memberikan sumbangannya tersendiri yang berharga. Akan tetapi

suatu kritik ideologis akan tidak langsung menyambut masalah itu, tetapi akan lebih dahulu

mengajukan pertanyaan: Mengapa kita maumempersoalkan halangan mental dan bukan halangan

struktural misalnya? Sebetulnya dengan kritik ideologis kita akan bisa melaksanakan de-

ideologisasi dalam arti kata sebenarnya, yaitu menyingkapkan dan membuka kepentingan-

kepentingan ideologis yang secara tersembunyi hendak “numpang” pada suatu teori ilmiah.

Ilmu sosial bias menghindari diri dari tugas mengadakan kritik ideologis terhadap suatu

teori, misalnya dengan mengatakan, bahwa ilmu sosial tidak mau mengadakan penilaian

(evaluation), tetapi hanya mau mengemukakan apa yang ada dengan cara seobyektif mungkin,

dan perkataan“obyektif” dalam hubungan ini kurang lebih berarti “sebagaimana yang bisa

disimpulkan darisuatu kumpulan data dan fakta empiris”. Terhadap pendirian seperti ini dapat

dikemukakan beberapa pertimbangan. Pertama, dalam semua usaha ilmiah tidak bisa dihindari

adanya suatu unsur apriori. Karena caranya suatu pertanyaan diajukan dan isi pertanyaan itu,

sangat ditentukan oleh penilaian yang kurang lebih bersifat apriori subyektif. Akan lebih jelas

kalau diingat, bahwa “fakta-fakta tidaklah mengorganisir diri menjadi konsep-konsep dan teori-

6

Page 7: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

teori hanya karena diamati” (G. Myrdal). Kedua, suatu kepercayaan kepada empirisme yang

demikian sederhana, dapatlah dibandingkan dengan fundamentalisme dalam bidang kehidupan

beragama.

Kritik terhadap positivisme dikemukakan dalam pernyataan, bahwa alam yang kita

ketahuiadalah selalu alam yang sudah diinterpretasikan. Seandainya pun alam “murni”

barangkali tidak akan menipu kita meskipun yang mewarnai alam itu amat dapat membohongi

kita, misalnya karena kecenderungan subyektif yang hendak dirasionalisir dalam suatu

interpretasi.

7

Page 8: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

BAB III

PEMBAHASAN

A. Agumen yang Mendukung

Menurut Habermas, ideologi adalah manipulasi yang berbentuk tidak sadar. Ideologi

selalu ingin mendominasi dan menang, ingin menunjukan bahwa dirinya yang terhebat. Oleh

sebab itu, Luis Altusser mengatakan bahwa ideologi dapat dijadikan alat untuk melanggengkan

kekuasaan, bahkan Altusser menyetarakan –cara pelanggengan kekuasaan dengan—”ideologi”

dengan cara “represif”.

Gramci berpendapat bahwa ideologi dapat digunakan sebagai alat untuk menghegemoni

individu-individu yang tidak sadar. Menurut Habermas, ideologi amat sarat dengan kepentingan.

Oleh sebab itu, Habermas membagi kepentingan menjadi “Kepentingan Kutub Empiris” dan

“Kepentingan Kutub Transendental”. Yang pertama berkaitan dengan kondisi sosio-historis

manusia sebagai spesies yang berkehendak. Sedangkan yang kedua berkaitan dengan

pengetahuannya yang bersifat normatif ideal. Kritik Ideologi bekerja dalam dua tataran ini. Yaitu

untuk mencari pertautan keduanya manakala pemikiran manusia membeku pada salah satu kutub

kepentingan tersebut. Jika ideologi adalah sebuah cara pandang yang menghegemoni dan

mengakar pada jiwa seseorang, maka dengan kritik–refleksi diri, individu akan memahami posisi

diri sendiri, individu juga akan menyadari kepentingan untuk membebaskan diri dari

kungkungan ideologi. Individu memiliki kemampuan untuk mencapai otonomi dan tanggung

jawab atau pendewasaan.

Teori kritis merupakan sebuah metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis

antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Teori kritis tidak hanya berhenti pada data-data atau fakta-

fakta obyektif seperti yang dianut positifisme, akan tetapi menembus di balik realitas sosial

untuk menemukan kondisi-kondisi yang timpang. Akan tetapi teori kritis tidak melayang-layang

pada metafisika dan meninggalkan data empiris, tetapi berdialektika antara pengetahuan yang

bersifat transendental dan yang bersifat empiris. Teori kritis merupakan ideologi kritik, yaitu

suatu refleksi-diri untuk membebaskan pengetahuan manusia bila pengetahuan itu jatuh dan

membeku pada salah satu kutub, yaitu transendental atau empiris.

8

Page 9: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

Sebelum membahas definisi kritik, perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan, menurut

Habermas, dibedakan menjadi tiga kategori dengan tiga macam kepentingan yang

mendasarinya. Pertama, kelompok ilmu empiris, adalah ilmu alam yang menggunakan

paradigma positivisme, kepentingannya adalah menaklukkan, menemukan hukum-hukum dan

mengontrol alam. Kedua, ilmu-ilmu humaniora, yang memiliki kepentingan praktis dan saling

memahami, seperti ilmu pengetahuan sosial budaya.

Kepentingan ilmu ini bukan untuk mendominasi atau menguasai, juga bukan

membebaskan, tetapi memperluas saling pemahaman. Ketiga, ilmu kritis yang dikembangkan

melalui refleksi diri, sehinga melalui refleksi diri, kita dapat memahami kondisi-kondisi yang

tidak adil dan tidak manusiawi dalam kehidupan. Kepentingannya adalah emansipatoris. Dari

pembagian tersebut, dapat dipahami bahwa kritik berarti refleksi-diri. Menurut Kant, kritik

adalah mempertanyakan The conditions of possibilities dari pengetahuan kita. Epistemologi

kritik Kant digunakan untuk merefleksikan secara kritis seluruh pengetahuan kita. Wilayah

penyelidikannya tidak terbatas hanya pada ilmu pengetahuan, melainkan seluruh pengetahuan

dan pengetahuan secara keseluruhan. Kritik, bagi Kant menjadi mahkamah yang mengadili dan

merefleksikan secara kritis pengetahuan, sehingga kritis menjadi dasar yang paling mutlak bagi

pengetahuan kita.

Epistemologi ini dikritik oleh Hegel. Menurut Hegel, kritis adalah refleksi atau refleksi-

diri atas rintangan-rintangan, tekanan-tekanan dan kontradiksi-kontradiksi yang menghambat

proses pembentukan diri dari rasio dalam sejarah. Hegel mencoba meradikalisasikan teori kritis

Kant yang masih melambung. Hegel melontarkan pertanyaan, apakah kritik pengetahuan yang

dilontarkan Kant itu sendiri bukan suatu pengetahuan? kritik pengetahuan yang dirumuskan oleh

Kant telah terjebak pada lingkaran setan, karena Kant memposisikan teori kritik pada tempat

yang absolut, padahal teori kritik tersebut adalah pengetahuan yang perlu direfleksikan dengan

kritis. Artinya teori kritikpun perlu dikritisi. Oleh sebab itu, teori kritis – untuk lolos menjadi

pengetahuan—harus bersifat epistemologis dan historis. Menurut Hegel, Kant telah mendirikan

mahkamah pengetahuan tanpa memikirkan asal-usul mahkamah itu sendiri.

9

Page 10: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

B. Argumen yang menentang

Habermas mengkritik rasio untuk menyingkap kepentingan ilmu pengetahuan. Karena

melalui rasio, ilmu pengetahuan menjustifikasi diri bahwa dirinya netral, bebas dari kepentingan.

Rasiolah yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan netral, rasio atau ilmu pengetahuan ilmiah

selalu mengatakan dirinya paling obyektif. Saat ini, hampir setiap negara mengarahkan proses

modernisasi kearah rasionalisasi atau apa yang disebut “kebudayaan ilmu modern”. Habermas

mempersoalkan kembali makna rasio yang lazim dianut dalam masyarakat, yakni rasio berfungsi

sebagai alat netral untuk mengoprasionalkan sebuah sistem. Adalah yang rasioanal itu

operasional, efektif, efisien, dapat diotomatisasikan, penguasaan lewat tombol kontrol. Penilaian

moral, agama dan hasrat pembebasan dianggap mengusir kenetralan rasio.

Jika ingin mendapatkan teori yang rasional dan netral, maka tinggalkan prasangka

pribadi, tinggalkan penilaian moral, tinggalkan kebudayaan, tinggalkan ideologi agama,

tinggalkan rasialisme, karena semua itu dapat mempengaruhi kenetralan ilmu pengetahuan. Ilmu

pengetahuan harus bebas nilai, bebas kepentingan, harus berdiri sendiri, harus melepaskan rasa

kasihan, harus melepaskan apa yang ada disekirtarnya. Rasio adalah murni menggunakan

mekanisme yang masuk akal. Pandangan seperti ini dikritik oleh Habermas. Karena

menyebabkan teori terlepas dari praktis yang disebabkan oleh tuntutan netralisme tersebut. Peran

teori dalam membimbing tingkah laku seseorang sudah hilang. Dalam filsafat Yunani, seorang

filsuf membangun teori untuk menjadi tuntunan hidup.

Misalnya socrtes, menciptakan teori kebenaran obyektif. Teori ini diciptakan agar

menusia tidak bingung dengan subyektifisme yang selalu digemakan oleh kaum sofis. Sehingga

teori mempunyai peran emansipasi pada tingkat praktis. Tetapi saat ini teori diterbangkan tinggi

untuk meninggalkan praksis, demi menggapai klaim netral. Pandangan –bahwa rasional adalah

ilmiah , teori harus independen, ilmu pengetahuan harus netral—inilah yang dikritik oleh

Habermas. Menurut Habermas, teori harus berpihak pada emansipasi yang bisa menuntun

kehidupan praksis yang nantinya akan menghasilkan transformasi sosial. Yang dimaksud

emansipasi adalah bukan semata-mata pembebasan dari kendala-kendala sosial, seperi :

perbudakan, kolonialisme, kekuasaan yang menindas. Tetapi juga “ketidaktahuan”. Seseorang

dapat dikatakan mengalami emansipasi jika dia beralih dari situasi “ketidaktahuan” menjadi

“tahu”. Pengetahuan dan ketidaktahuan diukur menurut skala penilaian yang ada pada saat itu.

10

Page 11: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

Menurut Habermas, dogmatisme adalah bentuk pengetahuan yang mapan, pada situasi sosial

tertentu cenderung berkuasa menjadi juru tafsir satu-satunya yang benar atas realitas. Bentuk-

bentuk pengetahuan itu lalu juga menyingkirkan tafsir-tafsir yang bertentangan, bahkan dianggap

sebagai “Bid’ah”. Sistem pengetahuan absolut dan totaliter adalah dogmatisme. Seorang yang

memegang teguh sistem tertutup ini bisa dikatakan “tahu”, tetapi dalam wawasan sistem yang

berlaku itu.

Apakah orang ini tahu kebenaran yang lebih luas dari pada sistem itu? dalam kata lain,

orang tersebut mengalami ketidaktahuan justru karena kelekatannya pada sistem pengetahuan

itu. Teori dan ilmu pengetahuan harus memberikan –kepentingan memberi—emansipasi kepada

masyarakat, yaitu proses pencerahan atas “ketidaktahuan” akibat dogmatisme itu. Ilmu-ilmu

positif dan teknologi diterapkan dan diperluas ke dalam berbagai bidang kegiatan ekonomi dan

sosial masyarakat. Kondisi semacam ini menyebabkan hubungan teori dengan praksis semakin

meregang disebabkan karena mekanisme teknologi yang tidak perduli dengan emansipasi.

Kegiatan-kegiatan prosdktif masyarakat dalam industri, teknologi, ilmu pengetahuan dan

administrasi menjadi terkait dan saling menopang mengarah pada penaklukan alam atau “kontrol

teknis atas alam”. Semua ini menyebabkan praksis dimengerti sebagai penerapan-penerapan

teknik-teknik yang diarahkan oleh rasio yang sekarang terwujud dalam ilmu pengetahuan itu,

sehingga lama-kelamaan potensi sosial rasio, dalam ilmu pengetahuan direduksi ke kekuatan-

kekuatan kontrol teknis. Hal itu akan menyingkirkan potensi sosial ilmu pengetahuan untuk

menghasilkan emansipasi sosial. Ilmu pengetahuan yang semula membantu mengarahkan proses

perkembangan hidup manusia menjadi otonomi dan tanggungjawabnya lama-kelamaan

menyibukan diri dengan manipulasi teknis atas proses-proses alamiah. Rasio tidak lagi dipahami

sebagai kemampuan kognitif untuk memanipulasi dan mengontrol alam. Dengan demikian

pengertian “keputusan” yang dulunya dipertimbangkan yang matang sebagai perwujudan

emansipasi sosial saat ini semakin menjadi otomatisasi dengan “tekan tombol”, mesin sebagai

otomatisasi keputusan sedangkan pertimbangan etis disingkirkan. Dalam kehidupan kita,

“dogmatisme” selalu dipertentangkan dengan “rasio”, karena dogmatisme adalah prasangka-

prasangka yang membuat pikiran menjadi rancu yang menyelubungi pikiran sejak masa kanak-

kanak. Prasangka adalah sebuah kekeliruan atau kesesatan yang dianut oleh sebuah zaman dan

tertanam dalam institusi-institusi sebuah masyarakat yang sesat. Sedangkan rasio bukanlah opini

11

Page 12: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

atau prasangka, melainkan pengertian yang dihasilkan dengan pengalaman dan belajar atau riset.

Sedangkan setiap orang yang melakukan riset harus melepaskan penilaian ideologis, penilaian

etnis, kepentingan ideologis, kepentingan agama dan kepentingan emansipatori. Bersamaan

dengan itu, kepentingan, kecenderungan, spontanitas harapan, tanggapan terhadap penderitaan

dan penindasan, hasrat untuk meraih otonomi yang dewasa, kehendak untuk emansipasi dan

kebahagiaan untuk menemukan diri-semua itu disingkirkan dari riset/rasio dan dituduh sebagai

faktor subyektif. Teori yang merefleksikan agama, moral, budaya dianggap dogmatis. Situasi

semacam ini, disebut Habermas dengan pengasingan rasio dari kehidupan.

12

Page 13: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

BAB IV

KESIMPULAN

Kritik empiris terhadap suatu teori ilmu sosial, haruslah ditunjang oleh kritik jenis

lainnya, yang sekaligus dapat menjadi kritik terhadap jenis kritik empiris itu sendiri. Kritik

epistemologi, yang (untuk tetap memakai contoh soal yang sama) akan menguji, apakah faham-

faham yang mendasari pengertian mengenai struktur atau mentalitas merupakan faham yang

cukup teruji. Secara praktis hal ini berarti melihat, apakah suatu teori ilmu sosial, sebelum

diturunkan kelapangan penelitian, mengandung kontradiksi tertentu dalam konstruksinya ataukah

dalamdirinya teori itu cukup konsisten. Epistemologis tidak lain adalah analisa logis terhadap

suatufaham pengetahuan.

Kritik ideologis terhadap suatu teori berisi tentang menyingkapkan sekaligus

mengungkap segi-segi ideologis suatu teori, yaitu menunjukkan kepentingan pihak mana yang

secara sadar tak sadar dapat dibenarkan dan dibela oleh suatu teori ilmu sosial. Menurut

Habermas, ideologi adalah manipulasi yang berbentuk tidak sadar. Ideologi selalu ingin

mendominasi dan menang, ingin menunjukan bahwa dirinya yang terhebat. Oleh sebab itu, Luis

Altusser mengatakan bahwa ideologi dapat dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaan,

bahkan Altusser menyetarakan –cara pelanggengan kekuasaan dengan—”ideologi” dengan cara

“represif”. Habermas juga mengkritik rasio untuk menyingkap kepentingan ilmu pengetahuan.

Karena melalui rasio, ilmu pengetahuan menjustifikasi diri bahwa dirinya netral, bebas dari

kepentingan. Rasiolah yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan netral, rasio atau ilmu

pengetahuan ilmiah selalu mengatakan dirinya paling obyektif.

13

Page 14: file · Web viewSetelah mengadakan penelitian yang luas terhadap sistem pertanian dan perkebunan ... tentang ketimpangan struktural tersebut dan juga mempunyai

DAFTAR PUSTAKA

Priyono,dkk. (1984). Krisis Ilmu Ilmu Sosial dalam Pembagunana di Dunia Ketiga. Yogyakarta.

PLP2M

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :

Rajagrafindo Persada

14