Web viewBayi yang lahir jiwanya dalam keadaan taat menuruti hukum-hukum ... dengan saling berbagi...
Embed Size (px)
Transcript of Web viewBayi yang lahir jiwanya dalam keadaan taat menuruti hukum-hukum ... dengan saling berbagi...
FITRAH, SILATURRAHIM, DAN ALUMNI SMPN 95 JAKARTA ANGKATAN 1977
Sambutan pada Acara Halal bi Halal Alumni SMP N 95 Jakarta Angkatan Tahun 1977
MUHAMMAD SOLEH (GURU)
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Akhwan dan Akhwat yang dirahmati Allah.
Segala puji hanyalah bagi Allah swt, shalawat dan salam bagi junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Halal bi halal adalah kreativitas bangsa Indonesia untuk mentradisikan silaturrahim selepas Hari Raya Iedul Fitri. Iedul Fitri dapat diartikan, kembali berbuka setelah sebulan menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Dalam arti yang lebih mendalam, Iedul Fitri adalah kembali ke Fitrah, setelah sebulan Ramadhan, dosa-dosa kita dilebur dalam barokah, rahmah dan maghfiroh-Nya. Marilah kita hayati kondisi fitrah itu yang kita wujudkan dalam bentuk silaturrahim.
FITRAH
Al-Quran menggunakan istilah fitrah sebanyak 28 kali. 14 kali disebut dalam konteks penciptaan bumi dan langit, 14 kali dalam konteks penciptaan manusia. Antara lain:
QS al-Anbiya: 56,
Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu".
QS ar-Ruum: 70
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Murtadha Muthahhari mengutip para mufassir yang mengartikan fathara pada QS al-Anbiya: 56, identik dengan khalq yang berarti mencipta tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan pada QS ar-Ruum: 70, fitratullah mengikuti kata diini hanifa, ditafsirkan sebagai agama Allah, kemudian dilanjutkan bahwa penciptaan manusia menurut fitrah (agama) itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Ini menegaskan bahwa dari Adam sampai manusia terakhir, agama Allah tidak ada perubahan, demikian juga fitrah manusia.
Muthahari juga, menegaskan bahwa menurut al-Quran, agama itu hanya satu, ad-diin, tidak ada kata jamaknya. Nama ad-ddin itu adalah Islam sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran: 19. Semua Nabi membawa risalah Islam yang satu-satunya itu. Allah swt menyifati agama Islam dengan hanif (lurus) dan fitrah (keadaan penciptaan yang tidak ada contoh sebelumnya).
Sampailah kita pada pemahaman penciptaan manusia menurut fitrah itu, artinya manusia diciptakan dalam keadaan selaras dengan agama Allah yang hanif yaitu Islam dengan segala aspeknya, yakni Iman, Islam dan Ikhsan. Manusia secara ciptaan cenderung beriman (6 rukun), cenderung beribadah (5 rukun), dan cenderung kebaikan.
Allah menciptakan manusia, dengan bawaan dasar, taat menuruti hukum-hukum agama Islam. Inilah yang diucapkan Nabi Muhammad saw, bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Bayi yang lahir jiwanya dalam keadaan taat menuruti hukum-hukum Islam. Jiwanya tenang dan disebut nafsul muthmainnah. Kemudian kedua orangtuanya (diartikan sebagai lingkungan hidupnya) mengubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi atau yang lainnya yang menyalahi Islam.
Achmad Mubarok membahas lebih lanjut, bahwa arti fitrah selain keadaan beragama Islam, ia juga memiliki arti, keadaan mampu mengenal keburukan dan kebaikan. Mubarak mengutip QS asy-Syams: 7-10
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Jadi pada dasarnya manusia itu baik, cenderung kebaikan, dan mampu membedakan hal-hal yang tidak baik (keburukan/kejahatan), dan hal-hal yang baik. Hanya saja lingkungan menggodanya. Maka beruntunglah orang yang tidak tergoda, tetap menyucikan jiwanya. Merugilah orang yang tergoda, yang turut mengotori jiwanya. Fujuraha (keburukan) disebutkan lebih dahulu daripada taqwaha (kebaikan), karena manusia cenderung lebih mudah mengenali keburukan daripada kebaikan karena keburukan berseberangan dengan fitrahnya. Kalbunya segera bergetar jika bertemu keburukan. Sejalan dengan itu, mengerjakan kebaikan lebih mudah karena sesuai dengan fitrahnya, mengerjakan keburukan terasa lebih susah karena tidak sesuai dengan fitrahnya (bertentangan dengan hati nuraninya). Orang yang tergoda berbuat keburukan pasti akan sembunyi-sembunyi.
QS al-Baqarah: 286 menggunakan kata laha ma kasabat bagi kebaikan, dan wa alaiha maktasabat bagi kejahatan.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
Kasabat dan maktasabat memliki akar kata yang sama, tetapi memiliki arti berlawanan. Kasabat = kemudahan, maktasabat = kesusahan. Dalam penafsiran kemudahan = pahala, kesusahan = siksa.
Dalam konteks inilah, dikala manusia mulai tergoda, Allah swt mencurahkan lagi kasih sayangnya, yaitu dengan mengutus utusannya sambil membawa kitab (risalah). Musa as membawa Taurat, Daud as membawa Zabur, Isa as membawa Injil, dan Muhammad saw membawa Quran. Fungsi Rasulullah sebenarnya, menyampaikan petunjuk Allah, untuk berpegang teguh pada fitrah yang sudah dimiliki manusia sejak lahir, agar tidak terkotori oleh lingkungan. Karena itu orang yang mengimani Rasulullah, hakikatnya ia mengingat fitrahnya dan dengan mudah menerima ajaran-ajaran Allah swt. Orang yang kafir (membantah) Rasulullah, hakikatnya ia bersusah-susah, berjuang keras melawan fitrahnya, atau menghapusi bisikan kalbunya, hanya karena kesombongannya yang dikompori pula oleh setan.
Al-Quran disebut juga Al-Huda, Az-Zikr, dan Al-Furqan. Al-Huda merujuk pengertian menunjukkan mana hal-hal yang menyelamatkan manusia, mana hal-hal yang mencelakakan manusia, mana yang lurus, mana yang menyimpang. Az-zikr merujuk pengertian mengingatkan manusia, bahwa manusia tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah, karena itu bersandarlah kepada Allah dalam segala urusan, berdoa mohon rahmat Allah, istighfar kalau sempat tergelincir melanggar larangan Allah. Al-Furqan merujuk pengertian rambu-rambu pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh. Yang halal jelas, yang haram jelas. Manakala ada keraguan (subhat), rujuklah pada sunnah rasul (hadits), pendapat sahabat, tabiin, dan tabiit tabiin, generasi yang diakui Rasulullah sebagai generasi terbaik.
SILATURRAHIM
Silaturrahim artinya menyambung tali kasih sayang. Kasih dari Yang Maha Pengasih, Ar-Rahman. Sayang dari Yang Maha Penyayang, Ar Rahim.
Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah sebagian dari nama-nama Allah.
Ar-Rahman dan ar-Rahim terambil dari akar kata rahmat. Menurut pakar bahasa Ibnu Faris, semua kata yang terdiri dari huruf Ra, Ha, dan Mim, mengandung makna kelemahlembutan, kasih saying, dan kehalusan.
Rahmat dapat dipahami sebagai sesuatu yang dicurahkan oleh pemiliknya, dan pemiliknya adalah ar-Rahman dan ar-Rahim. Al-Ghazali menjelaskan bahwa kata Rahman merupakan kata khusus yang menunjuk kepada Allah. Sedangkan kata Rahim bisa disandang oleh Allah dan makhluknya. Muhammad Abduh berpendapat bahwa Rahman adalah rahmat Tuhan yang sempurna tapi sifatnya sementara, yang dicurahkan-Nya kepada semua makhluk, termasuk manusia beriman maupun tidak. Tetapi karena kesementaraannya, maka ia hanya berupa rahmat di dunia saja. Adapun kata Rahim menunjukkan kemantapan dan kesinambungan nikmat-Nya. Kemantapan dan kesinambungan hanya dapat wujud di akhirat kelak. Di sisi lain rakhmat ukhrawi ini hanya diraih oleh orang-orang yang taat dan taqwa. Penyebutan ar-Rahim setelah ar-Rahman bertujuan menjelaskan bahwa anugerah Allah, apapun bentuknya sama sekali bukan untuk kepentingan Allah atau sesuatu pamrih, tetapi semata-mata lahir dari sifat rahmat dan kasih sayang-Nya yang telah melekat pada diri-Nya.
Setitik sifat rahim Allah dipercikkan kepada makhluk-Nya. Nabi bersabda: Allah swt menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan disisi-Nya sembilan puluh sembilan bagian, dan diturunkan-Nya ke bumi satu bagian; yang satu bagian inilah yang dibagi kepada seluruh makhluk (yang tercermin antara lain) pada seekor binatang yang mengangkat kakinya dari anaknya, terdorong oleh rahmat kasih sayang, kuatir jangan sampai menyakitinya. (H-R Muslim).
Kata Rahim dalam bahasa Indonesia juga merupakan cerminan percikan rahim Allah yang dicurahkan kepada seorang ibu untuk dicurahkan lagi kepada anaknya.
Marilah kita bahas cerminan sifat rahim Allah kepada hamba-Nya.
Pada surat al-Fatihah pada mukaddimah tadi, sesungguhnya ada dialog penuh kasih sayang antara hamba dan Tuhannya. Ketika kita membaca empat ayat pertama, Tuhan berkata: Hamba-KU menyebut nama-KU, memuji-KU, menyebutkan sifat-KU, dan mengagungkan-KU di hari akhirat. Empat ayat ini untuk-KU. Ketika kita membaca ayat ke-lima, Tuhan berkata: ayat ini separuh untuk-KU. Hamba-KU menyatakan beribadah kepada-KU, dan separuh lagi untuk hamba-KU. Hamba-KU meminta pertolongan-KU Ketika kita membaca dua ayat terakhir, Tuhan berkata: Ini semuanya untuk hamba-KU. Patutlah hamba-KU mendapatkan apa yang dimintanya.
Sifat rahim Allah kepada Nabi-Nya dinyatakan dalam QS 33: 56 . Sesungguhnya Allah dan malaikatNYA bershalawat kepada Nabi. Hai orang yang beriman, bershalawatlah kepadanya dan ucapkan salam untuk keselamatannya. Dengan pemahaman, makna shalawat Allah kepada Nabi sebagai pencurahan rahmat, makna shalawat Malaikat kepada Nabi sebagai penghormatan, sedangkan makna shalawat kita kepada Nabi sebagai doa.
Lebih indah lagi, dialog yang sering kita ucapkan pada akhir shalat kita. Ayat pertama adalah ungkapan Nabi: Semua kekuasaan, keberkatan, pujian dan kebaikan,