sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTidak ada faktor memperberat maupun memperingan dari...

50
LAPORAN KASUS ASTHENIA POST STROKE Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf RSGM Ambarawa Disusun Oleh : Gita Putri Benavita 1910221025 Diajukan kepada : Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, Msc KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT GUNAWAN MANGUNKUSUMO AMBARAWA FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewTidak ada faktor memperberat maupun memperingan dari...

LAPORAN KASUS

ASTHENIA POST STROKE

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Saraf RSGM Ambarawa

Disusun Oleh :

Gita Putri Benavita

1910221025

Diajukan kepada :

Pembimbing :

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, Msc

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT GUNAWAN MANGUNKUSUMO AMBARAWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

PERIODE 4 JANUARI 2021 – 23 JANUARI 2021

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Asthenia Post Stroke

Disusun Oleh:

Gita Putri Benavita

1910221025

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Gunawan Mangunkusumo

Telah disetujui dan dipresentasikan

Januari 2021

Pembimbing,

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

a. Nama: Ny.B

b. No RM: 192***-****

c. Umur: 48 Tahun

d. Jenis Kelamin: Perempuan

e. Status Perkawinan: Janda

f. Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

g. Pendidikan: SMA

h. Agama: Islam

i. Alamat: Jambu Kulon 6/3 Jambu

j. Ruang Rawat: Cempaka

k. Tanggal masuk: 11 Januari 2021

l. Tanggal keluar: -

B. Anamnesis

Keluhan Utama

Kelemahan umum sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami kelemahan umum sejak sehari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan muncul secara perlahan dimana pasien sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit tidak mau makan dan minum, setiap kali makan makanannya dimuntahkan kembali. Pasien 1 minggu sebelumnya dapat beraktifitas seperti mandi, makan, berjalan dan melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik dibantu oleh anaknya namun saat nafsu makannya menurun pasien hanya beraktifitas di tempat tidurnya dan makin lama keadaan pasien menurun serta badan pasien menjadi lemas. Tidak ada faktor memperberat maupun memperingan dari keluhan tersebut. 3 hari sebelumnya pasien berbaring di tempat tidur dan masih bisa diajak berkomunikasi dengan keluarga pasien, namun keluarga pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah sakit pasien sudah sulit diajak berkomunikasi dan cenderung diam serta sering tidur tampak lemas. Lalu pasien dibawa ke RSGM Ambarawa oleh keluarganya.

Sebelumnya pasien tidak pernah seperti ini. Terdapat keluhan mual dan muntah yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Pasien tidak memiliki gangguan tidur, serta tidak memiliki keluhan seperti poliarthalgia. Keluhan seperti nyeri kepala, pusing, sesak nafas, batuk, dan demam disangkal. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan sebelumnya : pasien sebelumnya mengalami kelemahan anggota gerak kanan pada 5 bulan yang lalu sempat di rawat di RSGM Ambarawa selama kurang lebih 2 minggu dengan diagnosis Stroke Perdarahan (Hemoragik).

b. Riwayat hipertensi : pasien mempunyai riwayat hipertensi 2 tahun terakhir dan rutin minum amlodipin 10 mg.

c. Riwayat penyakit jantung dan paru : disangkal

d. Riwayat penyakit diabetes : disangkal

e. Riwayat kejang : disangkal

f. Riwayat keganasan : disangkal

g. Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

h. Riwayat trauma kepala : disangkal

i. Riwayat pengobatan : Pasien jarang kontrol rutin untuk memeriksakan perkembangan dirinya ke dokter setelah terjadi onset stroke. Sehingga untuk pemeriksaan faktor risiko terjadinya stroke rekuren, ataupun komplikasi pasca stroke dan evaluasi gizi pasien maupun gangguan emosional pasien tidak terpantau dengan baik.

Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat hipertensi : disangkal

b. Riwayat penyakit diabetes : disangkal

c. Riwayat penyakit jantung : disangkal

d. Riwayat stroke : disangkal

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tinggal dirumah bersama kedua anaknya dan seorang cucu, kedua anaknya telah bekerja sehingga jarang berada dirumah, kedua anaknya secara bergantian ketika membantu pasien untuk beraktifitas sehari-hari. Pola makan pasien tidak teratur dan cenderung sedikit. Kesan ekonomi cukup. Pasien tidak merokok. Pasien jarang berolahraga.

Anamnesis Sistem

a. Sistem serebrospinal: tidak ada keluhan

b. Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak kanan (+), sulit bicara dan sedikit pelo, perot (+)

c. Sistem kardiovaskular:: tidak ada keluhan

d. Sistem respirasi: tidak ada keluhan

e. Sistem gastrointestional: tidak ada keluhan

f. Sistem Muskuloskeletal: sulit untuk berjalan

g. Sistem integumen: tidak ada keluhan

h. Sistem urogenital: tidak ada keluhan

Resume Anamnesis

Pasien seorang perempuan berusia 48 tahun mengalami kelemahan umum sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai kelemahan pada anggota gerak kanan sejak 5 bulan yang lalu. Keluhan muncul perlahan, keluhan seperti ini baru pertama kali pasien rasakan, pasien tampak lemas. Tidak ada faktor memperberat maupun memperingan dari keluhan tersebut. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien sulit makan dan minum, setiap pasien makan makanannya dimuntahkan kembali. Sebelumnya pasien dapat beraktivitas dengan normal dengan dibantu oleh anaknya untuk makan, minum dan buang air, dan mulai dapat berjalan sedikit-sedikit namun sejak 1 minggu yang lalu pasien hanya berbaring di tempat tidur, pasien masih bisa diajak berkomunikasi dengan keluarga pasien, namun keluarga pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah sakit pasien sudah sulit diajak berkomunikasi dan cenderung diam serta sering tidur tampak lemas. Lalu pasien dibawa ke RSGM Ambarawa oleh keluarganya.

Diskusi I

Dari data anamnesis pada pasien didapatkan kelemahan umum yang merupakan gejala asthenia post stroke dan dapat pula disebabkan oleh kekurangan asupan gizi akibat dari pasien tidak mau makan dan minum serta muntah-muntah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga sulit untuk menggerakkan anggota gerak sebelah kanan (paresis) dimana pasien memiliki riwayat stroke hemoragik pada 5 bulan yang lalu. Asthenia post stroke adalah masalah yang umum terjadi setelah kejadian stroke dan merupakan kejadian yang terjadi jangka panjang pasca onset stroke. Prevalensi penderita asthenia post stroke yang terjadi di dunia dilaporkan berkisar 23% hingga 75%. Hipotesis lainnya menyebutkan bahwa asthenia post stroke dikaitkan dengan penurunan kondisi fisik yang umumnya terjadi setelah stroke. Tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah dapat menunjukkan peningkatan terjadinya asthenia post stroke pada 6 bulan hingga 12 bulan pasca onset stroke.1

Pada pasien didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah kanan (paresis) dimana pasien memiliki riwayat stroke hemoragik. Paresis (kelemahan) merupakan berkurangnya kekuatan otot sehingga gerak volunter sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang terbatas. Hemiparese yang terjadi pada pasien ini timbul sejak 5 bulan yang lalu dengan onset mendadak, tidak terdapat peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, mual, muntah terdapat riwayat penurunan kesadaran sebelumnya. 1,2

1. DEFINISI ASTHENIA POST STROKE

Asthenia post stroke atau kelelahan pasca stroke digambarkan sebagai perasaan asthenia post stroke diawali dengan kekurangan energi dan keengganan untuk berusaha berkembang dan melakukan aktivitas fisik atau mental dan biasanya tidak membaik dengan istirahat. Kelemahan pasca stroke atau asthenia post stroke merupakan gangguan kognitif multidimensional, yaitu adanya persepsi motoric dan emosional. Asthenia dapat diklasifikasikan sebagai obyektif atau subyektif; asthenia obyektif didefinisikan sebagai penurunan kinerja yang dapat diamati dan diukur yang terjadi dengan pengulangan tugas fisik atau mental, sedangkan asthenia subjektif adalah perasaan asthenia post stroke awal, asthenia post stroke dan keengganan untuk berusaha. Asthenia post stroke umumnya dianggap sebagai kelemahan umum, tetapi banyak peneliti telah mengusulkan beberapa faktor yang berkontribusi khusus untuk asthenia post stroke pasca stroke, seperti de-conditioning, gangguan fisik, tidak digunakan, gangguan tidur, efek samping pengobatan dan depresi.2

2. EPIDEMIOLOGI ASTHENIA POST STROKE

Prevalensi penderita asthenia post stroke yang terjadi di dunia dilaporkan berkisar 23% hingga 75%. Hipotesis lainnya menyebutkan bahwa asthenia post stroke dikaitkan dengan penurunan kondisi fisik yang umumnya terjadi setelah stroke. Tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah dapat menunjukkan peningkatan terjadinya asthenia post stroke pada 6 bulan hingga 12 bulan pasca onset stroke.2,3

3. FAKTOR PREDISPOSISI

Jenis Stroke, Sisi Stroke dan Lokasi Stroke

Hubungan antara asthenia post stroke dan fitur stroke masih kontroversial. Selain itu, klaim dari sebagian pasien bahwa asthenia post stroke setelah stroke tidak seperti apa pun yang pernah dialami sebelumnya, mendukung gagasan bahwa mungkin ada hubungan yang mendasari antara asthenia post stroke dan ukuran lesi otak dan lokasinya. Beberapa penelitian telah melaporkan tidak ada hubungan antara asthenia post stroke dan lokasi stroke atau asthenia post stroke dan tipe stroke Sebuah penelitian telah melaporkan hubungan antara jumlah stroke dan asthenia post stroke, melaporkan proporsi asthenia post stroke yang lebih rendah di antara pasien yang mengalami stroke pertama dibandingkan dengan mereka yang mengalami stroke berulang. Mengenai jenis patologis stroke dan asthenia post stroke, hanya satu studi dalam literatur yang melaporkan bahwa asthenia post stroke lebih parah setelah stroke iskemik dibandingkan setelah perdarahan intraserebral.4,5

Temuan Neuroradiologis

Sebuah penelitian yang membandingkan keparahan atrofi serebral dan lesi materi putih pada pasien dengan atau tanpa asthenia post stroke setelah stroke tidak melaporkan adanya hubungan apapun, sebuah penelitian baru-baru ini telah menjelaskan bahwa leucoaraosis berat pada CT dapat memprediksi mengembangkan asthenia post stroke 1 tahun setelah perdarahan. Demikian juga, telah dilaporkan bahwa adanya leucoaraiosis pada CT secara independen terkait dengan asthenia post stroke pasca stroke pada pasien dengan cedera iskemik atau hemoragik. Temuan ini konsisten dengan hipotesis bahwa perubahan neuroanatomical mungkin berperan dalam perkembangan asthenia post stroke.4,5

Depresi

Hubungan yang kuat antara depresi dan asthenia post stroke pasca stroke telah dijelaskan dan keberadaan fatigue memang merupakan salah satu kriteria depresi di sebagian besar skala. Selain itu, depresi dianggap sebagai salah satu gejala pasca stroke paling kritis yang terkait dengan asthenia post stroke, sehingga sulit untuk membedakannya sebagai kondisi independen. Dalam sebuah penelitian dari 200 pasien Italia dengan stroke pertama yang disurvei untuk depresi tiga bulan setelah stroke mereka, skor mereka untuk asthenia post stroke atau kehilangan energi cenderung lebih tinggi secara signifikan di antara pasien yang menderita stroke ringan.4,5

Gangguan kognitif

Gangguan kognitif telah ditemukan memperburuk fatigue setelah perdarahan subarachnoid dan cedera otak; Meskipun demikian, asosiasi ini hanya mendapat sedikit perhatian. Selain itu, dalam sub-studi tentang kualitas hidup percobaan Stroke Internasional, Mead dan rekan menemukan bahwa skor kesehatan mental yang lebih buruk dan fungsi peran emosional yang lebih buruk diukur dengan SF-36 dan peningkatan usia secara signifikan dikaitkan dengan asthenia post stroke. Sebaliknya, studi jangka panjang telah melaporkan tidak ada hubungan antara asthenia post stroke dan gangguan kognitif, tetapi hasil ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa mereka hanya menggunakan Pemeriksaan Kondisi Mental Mini, yang tidak menilai perhatian atau fungsi eksekutif. .4,5

4. TATALAKSANA

Asthenia post stroke setelah stroke merupakan gejala multidimensi dan mungkin memiliki beberapa faktor penyebab. Saat ini, tidak ada intervensi berbasis bukti yang berhasil mencegah dan mengobati asthenia post stroke pasca stroke. Namun, perawatan farmakologis, fisik dan psikologis digunakan untuk mengurangi asthenia post stroke. Selain itu, sugesti lingkungan juga dapat memberikan manfaat. Pendekatan multidisiplin yang menargetkan baik fisik maupun aspek kognitif dari asthenia post stroke diperlukan.6,8

A. Pengobatan Farmakologis

Bahkan jika depresi dan asthenia post stroke umumnya dipisahkan dan kadang-kadang kecemasan dan depresi dikenal sebagai konsekuensi daripada faktor penyebab asthenia post stroke, antidepresan atau konseling dapat mengatasi aspek mental asthenia post stroke. Beberapa studi mengevaluasi efek terapeutik fluoxetine 20 mg / hari pada asthenia post stroke dan gangguan emosional lainnya dalam uji coba double-blind terkontrol plasebo termasuk 83 pasien rawat jalan dengan gangguan emosional pasca stroke, dengan rata-rata 14 bulan setelah onset stroke . Fatigue dievaluasi dengan Skala Keparahan Asthenia post stroke (FSS) dan Skala Analog Visual (VAS) pada awal, tiga tiga bulan dan enam bulan setelah dimulainya pengobatan. Fluoxetine mengakibatkan tidak efektif pada asthenia post stroke setelah stroke, tetapi tampaknya mengurangi gejala depresi, menunjukkan bahwa disfungsi sistem serotoninergik bukanlah mekanisme potensial untuk asthenia post stroke pasca stroke.7,9

Pengobatan nyeri dapat membantu pasien karena memungkinkan untuk berpartisipasi dalam latihan dan meningkatkan gangguan mood yang berhubungan dengan nyeri.6

Gangguan tidur adalah gejala asthenia post stroke pasca stroke yang muncul bersamaan, seperti yang dilaporkan dalam berbagai penelitian. Pada beberapa individu ini, sleep apnea telah didiagnosis. Namun, perbaikan gangguan pernapasan saat tidur (dengan CPAP) tampaknya tidak efektif dalam mengurangi asthenia post stroke pasca stroke, kecuali disertai dengan sindrom apnea tidur simtomatik.6,7

B. Perawatan Fisik

Program aktivitas fisik yang dinilai telah disarankan untuk kontribusinya pada pengobatan asthenia post stroke pasca stroke. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa latihan meningkatkan hasil fisik dan fungsional dan karenanya mengurangi asthenia post stroke; seperti yang telah dilaporkan untuk kondisi medis termasuk kanker dan multiple sclerosis.

Studi observasi terhadap pasien stroke telah melaporkan bahwa kebanyakan pasien tidak aktif selama mereka dirawat di bangsal akut dan rehabilitasi. Untuk pasien ini, program aktivitas fisik bertingkat telah direkomendasikan untuk membantu mereka secara bertahap meningkatkan kekuatan fisik tanpa memperburuk gejala yang mengganggu.6,7,8

Sebuah studi cross-sectional telah melaporkan bahwa tingkat kebugaran yang lebih tinggi (diukur menggunakan tes latihan bertingkat usaha maksimal (puncak V02) menggunakan ergometer melangkah) secara signifikan terkait dengan asthenia post stroke kerja yang lebih sedikit (p <0,01); dengan tidak adanya hubungan antara kebugaran dan asthenia post stroke kronis.8,9

Sebuah percobaan multisenter, acak, terkontrol baru-baru ini menunjukkan bahwa program pelatihan aktivitas bertingkat ditambah terapi kognitif selama periode 12 minggu mengarah pada penurunan yang lebih besar dalam asthenia post stroke pasca-stroke persisten dibandingkan dengan terapi kognitif saja. Penurunan ini telah dilaporkan tetap stabil pada 6 bulan-tindak lanjut menghasilkan status kesehatan fungsional yang lebih baik secara keseluruhan, ditandai dengan lebih sedikit gejala depresi, dan perbaikan baik dalam tidur dan ketahanan fisik.7,8

C. Perawatan Psikologis

Strategi kompensasi kognitif yang menghindari sumber daya energi yang terbatas yang tersedia untuk pasien yang menderita asthenia post stroke pasca stroke mungkin juga bermanfaat.6

Strategi kompensasi ini membutuhkan perencanaan yang ditingkatkan dan variasi aktivitas untuk mendorong pola aktivitas dan istirahat yang lebih teratur. Bentuk tambahan dari terapi perilaku kognitif, seperti yang dikemukakan oleh Broomfield et al. untuk depresi pasca stroke, adalah titik awal yang baik untuk mengatasi masalah ini. Terapi ini memperhitungkan defisit kognitif dan oleh karena itu dapat membantu mendorong perubahan perilaku yang diperlukan untuk menerapkan strategi kompensasi.7

D. Saran Lingkungan

Saran lingkungan untuk meningkatkan penyembuhan terhadap asthenia post stroke di rumah sakit termasuk akses reguler ke udara segar, lingkungan seperti di rumah, perhatian pribadi yang baik serta akses ke kendaraan komunikatif seperti televisi, Internet dan kegiatan bangsal. Banyak pasien telah melaporkan gangguan tidur selama di rumah sakit karena ritme rumah sakit. Perubahan kondisi kehidupan rumah sakit bisa meningkatkan pasca stroke.8,9

Rekomendasi di luar rumah sakit meliputi: mendorong aktivitas fisik, nutrisi yang tepat, serta istirahat dan relaksasi yang cukup.6,8,9

e. DEFINISI STROKE

Stroke atau cerebrovascular disease menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih. Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori, diantaranya:

Berdasarkan patofisiologinya stroke dibagi dalam 2 tipe yaitu:1

1) Stroke Non-hemmorrhagic

Stroke non-hemmorrhagic disebut juga stroke iskemik atau infark disebabkan oleh penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis. Dapat terjadi karena emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya berasal dari jantung atau pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun ekstrakranial atau trombolitik/arteriosklerotik fokal pada pembuluh arteri otak yang berangsur-angsur menyempit dan akhirnya tersumbat. Berdasarkan kelainan patologis stroke iskemik terdiri dari tiga macam yaitu:10,11

a) Stroke emboli serebri

b) Stroke akibat trombosis serebri, terbagi menjadi 2 subtipe :

· Trombosis pada arteri besar (meliputi arteri karotis,serebri media, dan basilaris)

· Trombosis pada arteri kecil yang masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran, medularis) yang menyebabkan stroke trombosis tipe lakuner

· Stroke hipoperfusi.

2) Stroke Hemorrhagic

Stroke hemorrhagic merupakan kerusakan dari pembuluh darah di otak, perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah tinggi dan aneurisma otak. Berdasarkan kelainan patologis stroke hemorrhagic terdiri dari dua macam, yaitu:1,11

a. Intraserebral

b. Ekstraserebral (subarachnoid)

c. Berdasarkan waktu terjadinya :

1. Transient Ischemic Attack (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai kurang 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke :perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya terus bertambah berat.

4. Completed stroke / serangan stroke iskemik irreversible : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan kemudiannya dapat membaik/menetap.

d. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler :

1. Sistem karotis

a. Motorik: hemiparese kontralateral, disartria

b. Sensorik: hemihipestesi kontralateral, parestesia

c. Gangguan visual: hemianopsiahomonim kontralateral, amaurosis fugaks

d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2. Sistem vertebrobasiler

a. Motorik: hemiparese alternans, disartria

b. Sensorik: hemihipestesi alternans, parestesia

c. Gangguan lain: gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

3. Berdasarkan gejala klinisnya, yaitu:

a. Stroke hemmorrhagic:

1. Penurunan kesadaran (tidak selalu)

2. Rata-rata usia lebih muda

3. Terdapat hipertensi

4. Terjadi dalam keadaan aktif

5. Didahului nyeri kepala

b. Stroke non-hemmorrhagic:

1. Penurunan kesadaran (jarang)

2. Rata-rata usia lebih tua

3. Terjadi dalam keadaan istirahat

4. Teradapat dislipidemia (LDL tinggi), DM, disaritmia jantung

5. Nyeri kepala

Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infar

ANAMNESA

PERDARAHAN

EMBOLI

TROMBOSIS

Gejala terjadi

Akut

Akut

Subakut

Waktu

Aktif

Aktif

Bangun pagi

Peringatan (TIA)

-

+

+

Nyeri kepala

+

-

-

Muntah

+

-

-

Kejang

+

-

-

Diabetes Mellitus

-

+

+

Gangguan katup

-

+

-

Tabel2.Perbedaanklinisstrokehemorraghicdenganstrokenon- hemorraghic(infark)

KLINIS

PERDARAHAN

EMBOLI

TROMBOSIS

Glasgow Coma Scale

Rendah

Sedikit

Sedikit

Hemi

Plegi

Parese

Parese

Kaku kuduk

+

-

-

Deviation conjugree

+

-

-

Gangguan N. III, IV,

VI

+

-

-

Bradikardi

+

-

hari ke-4

Papiledema

+

-

-

6. FAKTOR RISIKO STROKE

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau dikendalikan:10

a. Usia tua

b. Jenis kelamin

c. Ras

d. Genetik

e. Riwayat stroke

f. Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh darah otak di mana stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak-anak dan atau remaja).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan:

a. Hipertensi

b. Diabetes mellitus

c. Hiperlipidemia

d. Obesitas

e. Hiperurisemia

f. Stress

g. Merokok

h. Alkohol

i. Pola hidup tidak sehat

7. SKORING STROKE

Penentuan terapi stroke saat ini berdasarkan jenis patologi stroke iskemik atau perdarahan. Diagnosis gold standard dengan menggunakan CT scan atau MRI.Terdapat beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Skor yang dapat digunakan yaitu Siriraj Score dan Gadjah Mada score.10

Tabel 3.Siriraj Stroke Skore (SSS)

Gejala/tanda

Penilaian

Indeks

1

Kesadaran

(0) kompos mentis

(1) Mengantuk

(2) Semi koma/koma

X 2.5

2

Muntah

(0) Tidak

(1) Ya

X 2

3

Nyeri Kepala

(0) Tidak

(1) Ya

X2

4

Tekanan darah

Diastolik

X 10%

5

Ateroma

a. DM

b. Angina pectoris

c. Klaudikasio terminten

(0) Tidak

(1) Ya

X (3)

6

Konstante

-12

*Catatan : SSS>1 : Stroke Hemoragik SSS<-1 : Stroke non hemoragik SSS = 0 : meragukan

Algoritma Skor Gadjah Mada

Skor Gadjah Mada dapat digunakan sebagai diagnosis pengganti dalam menentukan jenis patologi stroke dengan parameter penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan refleks babinski. 10

E. Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada kasus- kasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut adalah:

· Hiponatremia dan hypernatremia

· Hipokalemia dan hyperkalemia

1. HiponatremiaHiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak dalam jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini, hiponatremia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c gravitasi> 1,003). Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.

Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut: NaCl = 0,6( N-n) x BB

· N = Kadar Na yang diinginkan

· n = Kadar Na sekarang

· BB = berat badan dalam kg

Gradasi

Gejala

Tanda

Ringan ( Na 105-118)

Haus

Mukosa kering

Sedang (Na 90-104)

Sakit kepala, mual, vertigo

Takikardi, hipotensi

Berat (Na <90)

Apatis, koma

Hipotermi

2. HipokalemiaNilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat- obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia >2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisit kalium: K = K1 - (K0 x 0,25 x BB)

· K = kalium yang dibutuhkan

· K1 = serum kalium yang diinginkan

· K0 = serum kalium yang terukur

· BB = berat badan (kg)

C. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinik: Hemiparese Dextra dengan Kelemahan Umum Gradual

Diagnosis topis: Hemisfer Sinistra

Diagnosis etiologi: Asthenia Post Stroke dd Stroke Hemoragik Reccurent dd Stroke Infark

Diagnonsis tambahan: Gangguan Elektrolit, Hipertensi

D. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan di Bangsal Cempaka tanggal 12 Januari 2021

Keadaan umum: Tampak sakit sedang

a. Kesadaran: compos mentis/ GCS = E4M6V5= 15

b. TD: 140/100 mmHg

c. Nadi: 96x/menit

d. Pernapasan: 20 x/menit

e. Suhu: 36,6 oC

f. SpO2: 98 %

Status Generalis (12 Januari 2021):

1. Kepala: normosefali, tidak ada kelainan

2. Mata

ODS: pupil bulat, ø 3mm, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+)

3. THT: dalam batas normal

4. Mulut: bibir perot kearah kanan (+), bicara pelo (+) ringan

5. Leher: dalam batas normal

6. Thoraks

Cor

· Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

· Palpasi: kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea midclavikula sinistra

· Perkusi:

Kanan jantung: ICS IV linea sternalis dextra

Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra

Kiri jantung: ICS V, 2cm medial linea midclaviculasinistra

· Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

· Inspeksi: Simetris, retraksi dinding dada (-/-)

· Palpasi: Vocal fremitus kanan = kiri

· Perkusi: Sonor (+/+)

· Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara wheezing (-/-), ronki (-/-)

7. Abdomen: datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan epigastric (-)

8. Ekstremitas: Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)

Status Psikiatrikus

Tingkah Laku

: Normoaktif

Perasaan Hati

: Normotimik

Orientasi

: Baik

Kecerdasan

: Normal

Daya Ingat

: Normal

Status Neurologis

Sikap Tubuh

: Lurus dan simetris

Gerakan Abnormal

: Tidak ada

Cara berjalan

: Tidak bisa dinilai

Ekstermitas

: Hemiparese Dextra

Nervus Kranialis

N. I (OLFAKTORIUS)

Lubang hidung Kanan

Lubang hidung Kiri

Daya Pembau

Normal

Normal

N. II (OPTIKUS)

Mata Kanan

Mata Kiri

Daya Penglihatan

Normal

Normal

Pengenalan Warna

Normal

Normal

Lapang pandang

Normal

Normal

Perdarahan Arteri/Vena

Tidakdilakukan

pemeriksaan

Tidakdilakukan

pemeriksaan

Fundus Okuli

Tidakdilakukan

pemeriksaan

Tidakdilakukan

pemeriksaan

Papil

Tidakdilakukan

pemeriksaan

Tidakdilakukan

pemeriksaan

Retina

Tidakdilakukan

pemeriksaan

Tidakdilakukan

pemeriksaan

N.III (OKULOMOTORIS)

Mata Kanan

Mata Kiri

Ptosis

-

-

Gerak Mata Ke Atas

+

+

Gerak Mata Ke Bawah

+

+

Gerak Mata Ke Media

+

+

Ukuran Pupil

3 mm

3 mm

Bentuk Pupil

Isokor

Isokor

Reflek Cahaya Langsung

+

+

Reflek Cahaya Konsesuil

+

+

Reflek Akomodasi

+

+

Strabismus Divergen

-

-

Diplopia

-

-

N.IV (TROKHLEARIS)

Mata Kanan

Mata Kiri

Gerak Mata Lateral Bawah

+

+

Strabismus Konvergen

-

-

Diplopia

-

-

N. V (TRIGEMINUS)

Kanan

Kiri

Mengigit

Normal

Normal

Membuka Mulut

Normal

Normal

Sensibilitas Muka Atas

Normal

Normal

Sensibilitas Muka Tengah

Normal

Normal

Sensibilitas Muka Bawah

Normal

Normal

Reflek Kornea

+

+

N. VI (ABDUSEN)

Mata Kanan

Mata Kiri

Gerak Mata Lateral

Normal

Normal

Starbismus Konvergen

-

-

Diplopia

-

-

N. VII (FASIALIS)

Kanan

Kiri

Kerutan Kulit Dahi

Normal

Normal

Kedipan Mata

Normal

Normal

Lipatan Nasolabial

Datar

Normal

Sudut Mulut

Normal

Lebih rendah

Mengerutkan Dahi

Normal

Normal

Mengangkat Alis

Normal

Normal

Menutup Mata

+

+

Meringis

Normal

Asimetris

Tik Fasial

-

-

Lakrimasi

-

-

Daya Kecap 2/3 Depan

Normal

Normal

N. VIII (AKUSTIKUS)

Kanan

Kiri

Mendengar Suara Berbisik

Normal

Normal

Mendengar Detik Arloji

Normal

Normal

Tes Rinne

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Weber

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Schwabach

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N.IX (GLOSSOFARINGEUS)

Keterangan

Arkus Faring

Simetris

Daya Kecap 1/3 Belakang

Tidak dinilai

Reflek Muntah

(+)

Sengau

(-)

Tersedak

(-)

N. X (VAGUS)

Keterangan

Arkus faring

Simetris

Reflek muntah

(+)

Bersuara

Pelo

Menelan

Normal

N. XI (AKSESORIUS)

Keterangan

Memalingkan Kepala

Normal

Sikap Bahu

Normal

Mengangkat Bahu

Normal

Trofi Otot Bahu

Eutrofi

N. XII (HIPOGLOSUS)

Keterangan

Sikap lidah

Deviasi ke kanan

Artikulasi

Disartria

Tremor lidah

(-)

Menjulurkan lidah

(+)

Trofi otot lidah

(-)

Fasikulasi lidah

(-)

Fungsi Motorik

Gerakan

Terbatas

Bebas

Terbatas

Bebas

Kekuatan

sdn

sdn

sdn

sdn

Kesan kelemahan anggota gerak kanan, General Weakness

Tonus

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Refleks Fisiologis

Refleks Biceps

+

+

Refleks Triceps

+

+

Refleks ulna dan

radialis

+

+

Refleks Patella

+

+

Refleks Achilles

+

+

Refleks Patologis

Babinski

+

-

Chaddock

-

-

Oppenheim

-

-

Gordon

-

-

Schaeffer

-

-

Kanan

Kiri

Eksteroseptif

Rasa nyeri

Terasa

Terasa

Rasa raba

Terasa

Terasa

Rasa suhu

Terasa

Terasa

Propioseptif

Rasa gerak dan sikap

Terasa

Terasa

Rasa getar

Terasa

Terasa

Pemeriksaan Rangsang meningeal

Kaku kuduk

-

Kernig sign

-

Pemeriksaan Brudzinski :

Brudzinski I

-

Brudzinski II

-

Pemeriksaan Fungsi luhur dan Vegetatif

Fungsi luhur: Baik

Fungsi Vegetatif : BAK dan BAB tidak ada keluhan

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium (11/1/2021) 06:40

PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hemoglobin

16.2

11,7 – 15,5 gr/dl

Leukosit

8100

3.800 – 11.000/ul

· Limfosit

1.57

1.0 – 4.5 x 103/ mikro

· Monosit

1.00

0,2 – 1,0 x 103/ mikro

· Eosinofil

0.08

0,04-0,8 x 103/ mikro

· Basofil

0.01

0 -0,2 x 103/ mikro

· Neutrofil

5.40

1,8-7,5 x 103/ mikro

· Limfosit %

19.5 L

25 – 40 %

· Monosit %

12.4 H

2-8%

· Eosinofil %

1.0

2-4%

· Basofil%

0.1

0-1%

Eritrosit

5.99

3,8 – 5,9 juta

Hematokrit

47.3

35-47 %

Trombosit

316.000

150.000 – 400.000/ul

MCV

79 (L)

82 – 96 fl

MCH

27 (L)

27 – 32 pg

MCHC

34.2

32 – 37 g/dl

SGOT

38

0-50 U/L

SGPT

19

0-50 IU/L

KIMIA KLINIK

Ureum

13

10-50

Kreatinin

0.4 L

0,62-1.1

HDL direct

58

37-82

LDL direct

141.0

< 150

Cholesterol

233

<200

Trigliserida

170 H

70 - 140

2. Laboratorium (11/1/2021) 13:23

KIMIA KLINIK

Natrium

133.6 L

136 –146

Kalium

2.78 L

3.5 – 5.1

Clorida

95.8 L

98 – 106

3. CT Scan kepala tanpa kontras (3 Agustus 2021)

· Tampak Lesi hiperdens densitas pada thalamus kiri yang ruptur ke dalam ventrikel lateralis kanan kiri (kiri>), III, dan IV

· Sulci corticalis dan fissure sylvii kanan kiri tak menyempit

· Ventrikel lateralis kanan kiri, III dan IV melebar

· Diferensiasi white-grey matter jelas

· Tak tampak midline shifting

· Sistema perimesensefalic normal

· Batang otak dan serebelum normal

Kesan:

· Hemorhagic thalamus kiri

· Intraventricular hemorhagic lateralis kanan kiri, III dan IV

· Pelebaran ventrikel lateralis kanan kiri, III dan IV -> ventrikulomegali

F. DIAGNOSA AKHIR

Diagnosa klinik:

Hemiparese Dextra dengan Kelemahan Umum Gradual

Diagnosis topik:

Hemisfer Sinistra

Diagnosis etiologi:

Asthenia Post Stroke

Diagnosis tambahan :

Imbalance Elektrolit, Hipertensi, Dislipidemia, Hipokalemia, Hiponatremia, Hipocloremia

DISKUSI II

Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E4V5M6 atau kesadaran penuh (compos mentis), dimana pasen memiliki orientasi yang baik terhadap diri maupun lingkungan. Pasien dapat membuka mata secara spontan dan terdapat kontak mata dengan pemeriksa, pasien masih sulit diajak berkomunikasi dengan orientasi cukup tetapi mampu mengikuti perintah pemeriksa.

Saat dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan darah pasien 140/80 mmHg, nadi 90x/menit dengan irama regular isi cukup, laju nafas 20x/menit dalam batas normal, suhu 36.6°C (Afebris), dan saturasi oksigen dalam keadaan baik. Pada pemeriksaan motoric sulit dinilai, general weakness dan kesan kelemahan anggota gerak kanan.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, kimia klinik dan profil lipid untuk mencari faktor risiko lain yang kemungkinan terlibat pada perjalanan penyakit, yaitu stroke pada pasien ini serta gangguan elektrolit. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil yaitu terdapat peningkatan pada trigliserida dan penurunan pada natrium, kalium, dan klorida.

G. Tata Laksana

Pada penderita ini diberikan:

Medikamentosa

· Inf Asering 20 tpm

· Inj Citicolin 2 x 500 mg

· Inj Piracetam 4 x 3 gr

· Inj Ranitidin 2 x 1 amp

· Inj Mecobalamin 1 x 1 amp

· Inj Ceftriaxone 2x1 gr

· Inj Ondansentron 3x1 k/p

· Ambroxol 3x1 cth

· Sucralfate 2x1 cth

· Curcuma 2x1

· Gemfibrozil 1x1

· Kapsul garam 2x1

· Ksr 2x1

Non-Medikamentosa

Planning:

1. Dilakukan pemeriksaan MMSE untuk mengetahui apakah ada gangguan kognitif pada pasien.

2. Dilakukan pemeriksaan gangguan depresi dengan HDRS (Hamilton Depression Rating Scale).

3. Dilakukan pemeriksaan gangguan tidur atau sleep study.

4. Dilakukan kegiatan neurorestorasi untuk meningkatkan fungsi kontrol motorik, fungsi kognitif, keseimbangan, sensorik, agar terjadi gerakan kompensasi.

DISKUSI III

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.

Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP diproduksi di mitokondria (James, 2004). Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan post traumatik / concussion sindrom.

Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor NMDA dengan perantaraan S-adenosilmethione (SAM) dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).

Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat lain.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cefalosporin generasi ketiga. Cefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Inti dasar Cefalosporin C ialah asam 7-amino-Sefalosporanat (7-ACA : 7-aminocephalosporanic acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalaktam. Cefalosporin generasi ketiga memiliki spektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif tetapi kurang aktf dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus Gram-positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Ceftriaxone memiliki waktu paruh yang cukup panjang sekitar 8 jam. Ketika ceftriaxone mencapai konsentrasi terapeutik, obat ini menunjukan penetrasi yang sangat baik ke jaringan - jaringan.

Ondansetron adalah derivat carbazalone yang secara struktural berhubungan dengan serotonin dan bekerja spesifik sebagai antagonis reseptor subtype 5-HT3, tanpa mempengaruhi reseptor dopamin, histamin, adrenergik ataupun kolinergik sehingga ondansetron tidak memiliki efek neurologis, yang terbalik dengan droperidol dan metokloperamid.

Gemfibrozil adalah obat untuk menurunkan kadar trigliserida (salah satu jenis lemak darah). Obat ini juga bisa membantu penurunan kadar LDL atau kolesterol jahat dan menaikkan kadar HDL atau kolesterol baik di dalam darah. Gemfibrozil merupakan obat golongan fibrat. Obat ini bekerja dengan cara menurunkan produksi lemak oleh hati. Untuk meningkatkan efektivitasnya, penggunaan gemfibrozil harus disertai dengan pengaturan pola makan.

KSR 600 MG mengandung kalium klorida yang di gunakan untuk mengobati atau mencegah jumlah kalium yang rendah dalam darah. Komposisi KCl 600 mg Dosis 2-3 x sehari 1-2 tablet.

A. Mini Mental State

2

B. Skala Nilai Depresi dari Hamilton atau Hamilton Depression Rating Scale(HDRS)Skala Nilai Depresi dari Hamilton atau Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) adalah rating skala yang pertama dikembangkan untuk mengukur beratnya gejala depresi. Pertama kali diperkenalkan oleh Max Hamilton tahun 1960 yang kemudian secara luas digunakan dan diterima untuk mengevaluasi beratnya depresi. HDRS terdiri dari 21 aitem pernyataan dengan fokus primer pada gejala somatik. HDRS selanjutnya dijadikan standar pengukuran evaluasi depresi pada percobaan klinis perusahaan farmasi untuk persetujuan obat baru oleh FDA (Food and Drug Administration) juga digunakan sebagai evaluasi utama ‘National Institute of Mental Health’ untuk membandingkan farmakoterapi dengan psikoterapi dalam mengobati depresi.11

C. Berbagai Jenis Sleep Study

Ada beberapa jenis pemeriksaan sleep study, yaitu:

1. Polisomnogram (PSG)

PSG bertujuan untuk memantau pola tidur dan fungsi tubuh Pasien, seperti pola napas, kadar oksigen dalam darah, irama detak jantung, dan gerakan anggota tubuh. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan pada malam hari, saat Pasien terlelap.

2. Multiple Sleep Latency Test (MSLT)

MSLT dilakukan setelah Pasien melakukan pemeriksaan PSG. Tes ini dapat membantu dokter dalam menentukan diagnosis narkolepsi dan menilai tingkat rasa kantuk Pasien di siang hari. MSLT bertujuan untuk mengukur seberapa cepat Pasien tertidur dalam situasi tenang di siang hari. Selain itu, tes ini juga memonitor seberapa cepat dan seberapa sering pasien terlelap.

3. Polisomnogram dan CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)

Jenis sleep study ini dilakukan selama 2 malam. Pemeriksaan polisomnogram dengan CPAP sering kali dilakukan ketika hasil pemeriksaan PSG Pasien menunjukkan bahwa Pasien menderita sleep apnea. Setelah terdiagnosis menderita sleep apnea, Pasien mungkin akan disarankan oleh dokter untuk menggunakan alat CPAP ketika tertidur agar kebutuhan oksigen Pasien tercukupi. Pemeriksaan polisomnogram yang dilanjutkan dengan uji CPAP ini bertujuan untuk menentukan pengaturan mesin CPAP yang cocok dan jumlah oksigen yang sesuai.

D. Neurorestorasi

Neurorestorasi pasca stroke ditandai dengan meningkatnya proses neurogenesis, angiogenesis, dan oligodendrogenesis, yang merupakan penanda adanya peningkatan perbaikan saraf . Salah satu kemampuan otak pada saat terjadi cidera adalah neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak dalam merespon cedera dengan cara beradaptasi untuk memulihkan fungsi. Lingkup Neurorestorasi meliputi neurofisiologi terapan, neurobiologi klinis dan fungsional neurologi. 11

I. PROGNOSIS

Death : dubia ad bonam

Disease : dubia ad bonam

Disability : dubia ad malam

Discomfort : dubia ad bonam

Dissatisfaction : dubia ad malam

Distitution : dubia ad malam

H. Follow Up (Mulai tanggal 12 Januari 2020)

Selasa

12/1/21

HP 2

S : pasien mengeluh lemas, capek, sejak semalam mengantuk.

O :

KU: Compos mentis. E4M6V5

TD:150/120 mmHg

Nadi: 98x/mnt

RR: 16 x/mnt

Suhu: 36,6 0C

Ekstremitas:

terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas

2 / 5 dan 3 / 5

Hasil Lab Elektrolit :

· Na : 133.6 L

· K : 2.78 L

· Cl : 95.8 L

A : General Weakness, Asthenia Post Stroke, Elektrolit Imbalance

P :

· Inf Asering 20 tpm

· Inj Citicolin 2 x 500 mg

· Inj Piracetam 4 x 3 gr

· Inj Ranitidin 2 x 1 amp

· Inj Mecobalamin 1 x 1 amp

· Inj Ceftriaxone 2x1 gr

· Inj Ondansentron 3x1 k/p

· Ambroxol 3x1 cth

· Sucralfate 2x1 cth

· Curcuma 2x1

· Gemfibrozil 1x1

· Kapsul garam 2x1

· Ksr 2x1

Rabu

13/1/21

HP 3

S : pasien mengeluh lemas, capek, pasien mulai mau makan sedikit-sedikit.

O :

KU: Compos mentis. E4M6V5

TD:150/120 mmHg

Nadi: 98x/mnt

RR: 16 x/mnt

Suhu: 36,6 0C

Ekstremitas:

terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas

2 / 5 dan 3 / 5

Hasil Lab Elektrolit :

· Na : 132 L

· K : 3.14 L

· Cl : 94.2 L

A : General Weakness, Asthenia Post Stroke, Elektrolit Imbalance

P :

· Inf Asering 20 tpm

· Inj Citicolin 2 x 500 mg

· Inj Piracetam 4 x 3 gr

· Inj Ranitidin 2 x 1 amp

· Inj Mecobalamin 1 x 1 amp

· Inj Ceftriaxone 2x1 gr

· Inj Ondansentron 3x1 k/p

· Ambroxol 3x1 cth

· Sucralfate 2x1 cth

· Curcuma 2x1

· Gemfibrozil 1x1

· Kapsul garam 2x1

· Ksr 2x1

Kamis

14/1/21

HP 4

S : pasien mengeluh lemas, sudah bisa diajak berkomunikasi, nafsu makan menurun, nyeri tenggorokan, batuk (+)

O :

KU: Compos mentis. E4M6V5

TD:140/100 mmHg

Nadi: 98x/mnt

RR: 16 x/mnt

Suhu: 36,6 0C

Ekstremitas:

terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas

2 / 5 dan 3 / 5

A : General Weakness, Asthenia Post Stroke, Elektrolit Imbalance

P :

· Inf Asering 20 tpm

· Inj Citicolin 2 x 500 mg

· Inj Piracetam 4 x 3 gr

· Inj Ranitidin 2 x 1 amp

· Inj Mecobalamin 1 x 1 amp

· Inj Ceftriaxone 2x1 gr

· Inj Ondansentron 3x1 k/p

· Ambroxol 3x1 cth

· Sucralfate 2x1 cth

· Curcuma 2x1

· Gemfibrozil 1x1

· Kapsul garam 2x1

· Ksr 2x1

· Pasang NGT

Jumat

15/1/21

HP 5

S : pasien mengeluh lemas, sudah bisa diajak berkomunikasi, nafsu makan menurun, nyeri tenggorokan

O :

KU: Compos mentis. E4M6V5

TD:140/100 mmHg

Nadi: 98x/mnt

RR: 16 x/mnt

Suhu: 36,6 0C

Ekstremitas:

terbatas motoric kekuatan / motorik terbatas dan bebas

2 / 5 dan 3 / 5

NGT terpasang

A : General Weakness, Asthenia Post Stroke, Elektrolit Imbalance

P :

· Inf Asering 20 tpm

· Inj Citicolin 2 x 500 mg

· Inj Piracetam 4 x 3 gr

· Inj Ranitidin 2 x 1 amp

· Inj Mecobalamin 1 x 1 amp

· Inj Ceftriaxone 2x1 gr

· Inj Ondansentron 3x1 k/p

· Ambroxol 3x1 cth

· Sucralfate 2x1 cth

· Curcuma 2x1

· Gemfibrozil 1x1

· Kapsul garam 2x1

· Ksr 2x1 -> stop

· Besok sabtu 16/1/21 cek lab DL ulang dan Elektrolit ulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional communications inc New York, 2002

2. AnnoniJ-M,StaubF,BogousslavskyJ,Brios- chi A: Frequency, characterisation and thera- pies of fatigue after stroke. Neurol Sci 2008; 29(suppl 2):S244–S246.

3. Acciaressi, Monica. Post-Stroke Fatigue: Epidemiology, Clinical Characteristics and Treatment. European Neurology. 2013

4. Rossi C, Cordonnier C, Popescu V, Dequatre N, Leys DHH: Prevalence and determinants of fatigue 1 year after spontaneous intracere- bral haemorrhage. Cerebrovasc Dis 2011; 31(suppl):21.

5. Naess H, Lunde L, Brogger J, Waje-Andreas- sen U: Fatigue among stroke patients on long- term follow-up. The Bergen Str

6. Rasova K, Havrdova E, Brandejsky P, Záliso- vá M, Foubikova B, Martinkova P: Compari- son of the influence of different rehabilita- tion programmes on clinical, spirometric and spiroergometric parameters in patients with multiple sclerosis. Mult Scler 2006;12: 227–234.

7. Mostert S, Kesselring J: Effects of a short-term exercise training program on aerobic fitness, fatigue, health perception and activity level of subjects with multiple sclerosis. Mult Scler 2002;8:161–168.

8. Doijad, R.C., Pathan, A.B., Pawar, N.B., Baraskar, S.S., Maske, V.D. dan Gaikwad, S.L.Therapeutic Applications Of Citicoline And Piracetam As Fixed Dose Combination. Journal of Pharma and Bio Science.2012. h. 15-20.

9. Ginsberg, L. Lecture Notes Neurologi. 8th ed.Indonesia. Indonesia : Erlangga; 2005

10. Gofur, Abdul., 2009. Manajemen STROKE. Yogyakarta: Pustaka

Cendekia press Hankey J.2002. Your Question answered Stroke. Australia : Harcourt Publisher Limited, p: 2

11. Onabajo, G.V. & Adamu, A.(2014). Impact of poststroke fatigue on health-related quality of life of nigerian stroke survivors. Journal of Stroke 2014;16(3):195-201. http://dx.doi.org/10.5853/jos.2014.16.3.195

2