· Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5...

13
TUGAS PERANCANGAN ARSITEKTUR 5 (RUMAH ADAT SUKU OSING DI BANYUWANGI) Tahun Akademik 2011-2012 Oleh : MUHAMAD ABDUL FARIK 0851010008 Arsitektur Dosen : HERU SUBIYANTORO, ST. MT. Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Transcript of  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5...

Page 1:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

TUGAS PERANCANGAN ARSITEKTUR 5(RUMAH ADAT SUKU OSING DI BANYUWANGI)

Tahun Akademik 2011-2012

Oleh :

MUHAMAD ABDUL FARIK

0851010008

Arsitektur

Dosen :

HERU SUBIYANTORO, ST. MT.

Jurusan Teknik Arsitektur

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur

2011

Page 2:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja & puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat & hidayah-

Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga portofolio yang berjudul “Rumah Adat Suku

Osing di Banyuwangi“ dapat diselesaikan sengan baik.

Penulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan

5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

telah memberikan bimbingan, petunjuk serta bantuan, baik materiel maupun spiritual,

khususnya kepada :

Bapak Heru Subiyantoro,ST,MT selaku dosen mata kuliah perancangan 5

Penyusun menyadari bahwa apa yang tertuang dalam portofolio ini belum merupakan

tulisan yang sempurna. Karena itu ide serta saran yang konstruktif demi pengembangan karya

ini sangat terbuka luas.

Surabaya, September 2011

Penyusun

Page 3:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

“ Rumah Adat Suku Osing Di Banyuwangi “

I. LATAR BELAKANG.Suku osing merupakan komunitas etnis yang berada di daerah Banyuwangi dan

merupakan bagian dari sub-etnis jawa sabrang wetan sehingga memiliki kesamaan pada bagian-bagian tertentu dari rumah jawa. Sebagai komunitas, masyarakat osing juga memiliki identitas yang membedakannya dengan lain, di antaranya adalah dialektika, adat budaya, dan rumah adatnya.Desa Kemiren adalah satu-satunya desa yang mampu mempertahankan tradisi.

Desa Kemiren mempunyai luas wilayah 177,052 Ha dengan ketinggian wilayah 144 m dpl dan mempunyai permukaan yang bergelombang dan sebagian besar warganya adalah bertani. Secara administratif masuk kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi. Pembagian fungsi secara melintang timur-barat ditunjukkan pada gambar 2 yang mana sisi tengah konturnya paling tinggi, masyarakat menempatkan sebagai zona sakral dan publik dengan terdapat masjid dan kantor, sedang sisi kanan kirinya berupa permukiman dengan kontur cukup landai.

Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik berupakawasan perkotaan, maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UURI no 4 tahun 1992). Menurut Siswono Y. (1991), arsitektur rumah tradisional adalah bagian dari permukiman merupakan ungkapan bentuk rumah karya manusia berasal dari salah satu unsur kebudayaaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan suatu masyarakat, suku atau bangsa yang unsur-unsur dasarnya tetap bertahan dalam waktu yang lama dan tetap sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan suatu masyarakat, suku atau bangsa yang bersangkutan. Hal inilah sebagai alasan bahwa sisi tradisional merupakan identitas pendukungkebudayaan.

Arsitektur pada rumah tradisional juga sangat mengutamakan proses pembentukan yang mana sasarannya lebih menekankan pada proses terbentuknya yang berdasarkan ritual agama dan kepercayaan. Wujud fisik berupa bentukan dalam skala sekunder. Hal ini yang membedakan dengan arsitektur barat yang sasaran perencanaanya lebih ditekankan pada produk berupa wujud fisik denga penalaran fungsi, konstruksi dan estetika (Rapoport, 1969). Bentukan rumah bukan hasil dari factor fisik, tetapi merupakan faktor sosial budaya yang mana memiliki makna utama dan jauh dari sekedar pelindung. Konsep pembentukan rumah tradisional berkaitan dengan aspek kosmologis yang mana rumah adalah miniatur dari semesta.

Nilai-nilai tradisional tidak selamanya mampu bertahan oleh gesekan jaman. Menurut Kartono (1999), proses akulturasi budaya modern-tradisional mampu mewujudkan tatanan budaya dan makna baru :

A. Bentuk tetap dengan makna tetapBentukan arsitekturalnya tetap mengadopsi bentukan lama meskipun dengan

perubahanmaterial dan makna lama. Ini dimungkinkan pada masyarakat yang masih homogen, kuat strukutr sosialnya dan masih berpegang pada nilai norma sehingga nilai-nilai lokal masih dominan

B. Bentuk tetap dengan makna baruBentukan arsitekturalnya tetap mengadopsi bentukan lama tetapi diberi makna baru

sehinggamengalami transisi akibat pengadopsian nilai-niai budaya asing. Mereka masih

Page 4:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

enggan meninggalkan budaya masa lalu, kalaupun terpaksa maka membutuhkan waktu yang cukup lama.

C. Bentukan baru dengan makna tetapPenampilan bentuk arsitekturnya menghadirkan bentuk baru dalam arti unsur-unsur

lama yang diperbarui jadi tidak lepas sama sekali karena interpretasi baru bentuk lama tetapi diberi makna lama untuk menghindari kejutan budaya. Ini terjadi pada masyarakat transisi yang mana proses akulturasi masih disadari

D. Bentuk baru dengan makna baruPenampilan bentuknya menghadirkan bentuk baru dan makna baru karena terjadi

perubahan paradigma arsitektur secara total dalam akulturasi, kebudayaan lama ditinggalkan, kalaupun dipakai hanya sebagai tempelan

II. Elemen Arsitektural dan Makna TektonikaOrnamen dan Ragam Hias

Secara umum rumah Osing tidak kaya ornamen/ragam hias dan tidak setiap rumahmemilikinya. Rumah Osing yang memilikiornamen biasanya menunjukkan status ekonomipemiliknya lebih baik. Ornamen yang ada bersifat konstruktif dengan motif flora dangeometris. Ornamen dengan motif flora terdiri dari peciringan (bunga matahari), anggrek danukel (sulur-suluran) seperti pakis, anggrek ataukangkung. Motif geometris antara lain slimpet (swastika) dan kawung

Ornamen Slimpet pada bagian gebyog rumah

Ornamen Slimpet pada bagian gebyog rumah

Page 5:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

Ornamen Peciringan dan Ukel pada bagian gebyog rumah

OrientasiOrientasi rumah Osing dapat dibedakan atas pertimbangan kosmologis dan praktis.

Rumah Osing yang dibangun pada masa lalu (saat ini merupakan rumah warisan turun-temurun) memiliki orientasi kosmologis, yaitu Utara- Selatan (lebih tepatnya Timur Laut-Barat Daya), yang dipengaruhi oleh kepercayaan terdahulu, dimana rumah tidak boleh menghadap gunung. Kepercayaan ini diperkirakan merupakan pengaruh dari Bali, dimana orientasi terbaik menghadap kaja-kangin. Rumah-rumah yang dibangun pada saat ini memiliki arah orientasi yang lebih didasarkan pada kemudahan pencapaian dan sirkulasi. Perubahan (pergeseran) ini dilatarbelakangi oleh masuknya Islam, yang menggeser nilai-nilai lama dari kepercayaan terdahulu (animisme dan Hindu-Ciwa).

III. Karakteristik Bentuk dan Ruang ArsitekturalA. Karakteristik Bentuk Pada Rumah Suku Osing

Bentuk Dasar RumahBerdasarkan susunan bentuk atap sekaligus sebagai bentuk rumahnya, maka rumah

Osing dapat dikategorikan sebagai berikut :

1

3

Tikel Balung-Tikel Balung-Cerocogan2 Tikel Balung-Baresan-Cerocogan3 Tikel Balung-Cerocogan-Cerocogan4 Tikel Balung-Cerocogan-Tikel Balung5

2Tikel Balung-Tikel Balung

6 Tikel Balung-Baresan7 Tikel Balung-Cerocogan8 1 Tikel Balung9 Cerocogan

Tabel Distribusi Kombinasi Bentuk Rumah Osing

Bentuk atap Tikel Balung, Baresan, dan Cerocogan merupakan indikator bentuk dasarrumah Osing. Bentuk dasar rumah/bentuk atap tersebut berasal dari sumber yang sama, yaituJawa sebagai induk budayanya dengan perbedaan nama dan bentuk kontruksi yang lebihsederhana. Bentuk dasar dan pengem-bangan bentuk rumah Osing tidak mengenal hierarki,

Page 6:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

yang berkaitan erat dengan struktur social masyarakat Osing pada umumnya dan di Desa Kemiren pada khususnya yang cenderung egaliter (tidak mengenal adanya hierarki/ stratifikasi dalam hubungan kemasyarakatan). Bentuk dasar rumah Osing memiliki kesamaandengan rumah Kampung (Jawa), yang merupakan rumah golongan masyarakat biasa. Dapatdianalogikan bahwa masyarakat Osing mewakili kelas masyarakat biasa, bukan keturunan bangsawan atau raja dalam konteks budaya Jawa sebagai induknya. Dalam konteks rumah Osing, cerocogan juga merupakan modul dasar ruang. Berdasarkan kebutuhan luasan ruang, maka cerocogan dapat ditambah 1 rab menjadi baresan, atau ditambah 2 rab menjadi tikel balung.

Bentuk atap rumah tradisional suku osing

Bentuk atap Tikel Balung,Baresan, dan Cerocogan

Struktur utama rumah Osing berupa susunan rangka 4 tiang (saka) kayu dengan system tanding tanpa paku, tetapi menggunakan paju (pasak pipih). Jenis kayu menggunakan kayu yang diperoleh dari hutan sekitar Desa Kemiren (alas Kali Bendo) seperti kayu bendo, tanjang risip dan cempaka, karena dinilai sebagai bahan yang kuat. Penggunaan bahan kayu dan bamboo (alami), selain karena kemudahan mendapatkannya dari hutan sekitar (Alas Kali Bendo), juga karena kayu/bambu dianggap memiliki nilai-nilai baik dan buruk. Penutup atap menggunakan genteng kampung (sebelumnya adalah welitan daun kelapa), dan biasanya masih berlantai tanah. Nama elemen-elemen bangunan mengandung makna simbolik berupa pesan dan nasehat untuk pemiliknya.

Sistem fasade dan partisi membedakanrumah Osing atas rumah asli dan yang sudah mengalami perubahan. Susunan fasade cenderung simetris dan berkesan tertutup, sebagai manifestasi sifat tertutup, berhati-hati dan curiga penghuninya. Dinding samping dan belakang serta partisi rumah Osing menggunakan anyaman bambu (gedheg). Pada rumah Osing yang masih asli, bagian depan menggunakan gebyog dari papan kayu dilengkapi roji sebagai lubang ventilasi dan pencahayaan, sedangkan dindingnya menggunakan gedheg pipil serta sama sekali tidak memiliki jendela. Dinding dan partisi rumah yang sudah mengalami perubahan menggunakan gedheg langkap tanpa jendela, sedangkan bagian depan sudah menggunakan kaca. Rumah Osing tidak kaya dengan ornament dan hanya dijumpai pada

Page 7:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

rumah-rumah yang masih asli. Jenis ornamen adalah motif flora (peci-ringan, anggrek, ukel kangkung, ukel anggrek dan ukel pakis) dan geometris (slimpet dan kawung) yang bersifat konstruktif. Ornamen tersebut terdapat pada doplag, ampig-ampig, gebyog (bale dan jrumah) dan roji. Nama-nama jenis ornamen merupakan ungkapan pesan dan nasehat bagi pemiliknya.

Susunan Bagian RumahPerbedaan mendasar yang membedakannya dengan rumah Jawa adalah rumah Osing

dapat menggunakan susunan beberapa bentuk dasar secara sekaligus untuk rumahnya. Menurut jumlah bagian rumahnya, maka susunan rumah Osing dibedakan atas 3, 2 dan 1 bagian rumah, dimana pada jumlah bagian rumah sama dapat mempunyai komposisi bentuk atap yang berbeda. Menurut kombinasi bagian rumah-nya, maka rumah Osing dikategorikan menjadi 9 (lihat Tabel) , antara lain T-T-C; T-B-C; T-C-C; T-CT; T-T; T-B; T-C; T; dan C, sesuai dimensi luasan ruang yang dinaungi dan makna simbolik yang terkandung di dalamnya sebagai ekspresi rasa dan karsa pemiliknya. Dalam kaitan dengan susunan ruang, maka masing-masing ruang dapat memiliki bentuk rumah berbeda-beda. Bale di bagian depan menggunakan konstruksi tikel balung. Konstruksi tikel balung juga digunakan untuk jrumah dengan pertukaran kombinasi dengan konstruksi cerocogan atau baresan. Untuk pawon digunakan konstruksi cerocogan atau baresan, yang lebih sederhana daripada tikel balung.

Bentuk fasade rumah osing

B. Karakteristik Ruang Pada Rumah Suku Osing

Jenis dan Karakteristik RuangJenis ruang dapat dibedakan atas ruang utama, yaitu bale-jrumah-pawon (selalu ada);

ruang penunjang, yaitu amper, ampok, pendopo dan lumbung (tidak selalu ada); kiling sebagai penanda teritori Osing. Bale terletak di depan sebagai ruang tamu, ruang keluarga dan ruang kegiatan ceremonial; Jrumah terletak di tengah berfungsi sebagai ruang pribadi dan ruang tidur; dan Pawon terletak di belakang seolah terpisah dari jrumah, yang berfungsi sebagai dapur, ruang tamu informal dan ruang keluarga. Karakteristik masing-masing ruang disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas sebagai wadah pemenuhan hajad hidup sehari-hari, dimana masing-masing ruang dipengaruhi oleh penilaian makna kegiatan yang dilakukan serta siapa yang menghuni atau melakukan kegiatan di bagian tersebut.

Organisasi RuangSusunan ruang utama merupakan susunan ruang Bale, Jrumah dan Pawon secara

berurut dari depan ke belakang dalam 1, 2 atau 3 bagian rumah. Susunan ruang ini mempunyai berbagai kombinasi yang dapat dikategori-sasikan dalam 7 kelompok, yaitu B (P+J)-P; (B+P)-J-P; B-J-P; B- (J+P); (B+J)-(P+L); (B+J)-P; dan (B+J+P). Kategorisasi

Page 8:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

tersebut didasarkan atas kaitan susunan ruang dengan susunan bagian rumah, dimana 4 susunan pertama merupakan susunan terlengkap sedangkan 3 terakhir merupakan penyesuaian susunan ruang sebagai akibat perubahan susunan bentuk rumah. Pola hubungan ruang menganut prinsip closed ended plan, dimana sumbu simetri keseimbangan yang membagi susunan ruang menjadi kiri dan kanan terhenti pada suatu ruang, yaitu Jrumah. Prinsip closed ended plan hanya terlihat pada susunan ruang Bale, Pendopo (jika ada), Jrumah dan Pawon secara berurut ke belakang.

Bagian ruang BALE lengkapdengan perabot antik yang telahberusia lebih dari 100 tahun

pola ruang dalam rumah tradisional osing

Page 9:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

Organisasi ruang pada rumah tradisional osing

Hierarki ruang tergambar dari sifat, karakter, fungsi dan kontrol, hubungan ruang,organisasi ruang, tata letak dalam susunan ruang serta makna yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan kriteria publik-privat; sakral-profan dan utama (primer)-sekunder memperlihatkan bahwa jrumah memiliki hierarki paling tinggi. Konsep ruang rumah Osing memperlihatkan adanya centralitas dan dualitas. Konsep dualitas pada rumah Osing membagi zone atas laki-lakiperempuan; luar-dalam; kiri-kanan; gelap-terang; sakral-profan ditambah depan-belakang. Konsep centralitas memperlihatkan bahwa Jrumah merupakan pusat/sentral dari rumah Osing, yang terdiri dari bale, jrumah dan pawon. Rumah Osing yang terdiri dari bale, jrumah dan pawonmerupakan pusat dari kesatuan rumah tersebut, amper dan ampok serta halaman dengan killing sebagai penanda teritorinya, yang sekaligus pemberi identitas Osing. Dalam kaitan dengan susunan ruang, maka masing-masing ruang dapat memiliki bentuk rumah yang berbeda-beda. Bale di bagian depan menggunakan konstruksi tikel balung. Konstruksi tikel balung biasanya juga digunakan untuk jrumah dengan pertukaran kombinasi dengan konstruksi cerocogan atau baresan. Untuk pawon digunakan konstruksi cerocogan atau baresan, yang lebih sederhana dari pada tikel balung.

IV.Keunikan Dari Obyek ArsitekturPada kajian obyek arsitektur tradisional suku osing ini terdapat beberapa keunikan

diantaranya meliputi, :1.Konsep Ruang pada Rumah Osing

Pola ruang pada rumah Osing menganut susunan ruang Bale, Jrumah dan Pawon secara berurut dari depan ke belakang dalam 1, 2 atau 3 bagian rumah. Organisasi ruang menganut prinsip closed ended plan. Konsep ruang pada rumah Osing (terutama rumah-rumah lama) cenderung memperlihatkan adanya dualitas dan centralitas. Konsep dualitas membagi ruang atas zone laki-laki-perempuan; luar-dalam; gelapterang; sakral-profan; kiri-kanan; dan depan belakang. Konsep centralitas memperlihatkan bahwa Jrumah merupakan pusat/sentral dari rumah Osing, yang terdiri dari bale, jrumah dan pawon.

2.Konsep Bentuk Rumah OsingBentuk atap merupakan indikator utama dalam membedakan bentuk dasar rumah

Osing, yang dapat dibedakan menjadi 3, yaitu Tikel Balung, Baresan dan Cerocogan. Karakteristik bentuk rumah Osing terletak pada penggunaan beberapa (1, 2 atau 3) bentuk dasar rumah tersebut secara sekaligus dalam susunan berurut dari depan ke belakang sesuai dengan susunan ruangnya.

3.Faktor-faktor yang melatarbelakangiRuang dan bentuk rumah Osing tidak direncanakan, dirancang dan dibuat dari luar,

tetapi lebih terbentuk dari dalam melalui rangkaian proses berdimensi waktu, yang tanpa sadar dengan wawasan kontekstual memecahkan masalah spesifik dan selanjutnya menghasilkan suatu karya yang unik, khas dan berkarakter. Konsep ruang disesuaikan dengan fungsi danaktivitas sebagai wadah pemenuhan hajad hidup sehari-hari, dan dipengaruhi oleh penilaianmakna kegiatan yang dilakukan serta siapa yang menghuni atau melakukan kegiatan di ruangtersebut. Organisasi ruang merupakan manifestasi sifat tertutup, berhati-hati dan curigamasyarakatnya. Konsep bentuk rumah Osing yang tidak mengenal hierarki dan identik dengan bentuk rumah Kampung, berkaitan erat dengan struktur sosial masyarakat Osing (Kemiren) yang cenderung egaliter dan mewakili lapisan masyarakat biasa. Nama-nama

Page 10:  · Web viewPenulisan portofolio ini dimaksudkan sebagai tugas kecil ada mata kuliah perancangan 5 pada Fakultas Teknik Sipil & Perancangan, Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas

bagian-bagian rumah dan susunannya merupakan pengungkapan pesan, makna dan kehendak sebagai ekspresi rasa dan karsa pemiliknya. Makna tersebut tidak terkandung dalam bentuk itu sendiri, melainkan dalam diri manusianya, karena pada dasarnya manusia yang menginginkan bentuk tersebut mencerminkan sifat laten dan asosiasional, bukan sekedar memenuhi tuntutan fungsional, sekaligus menggambarkan apresiasinya terhadap cipta dan karya.