ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan...

110
Gerakan Modernisme Islam di Indonesia Makalah Kelompok Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “STUDI ISLAM 2” Dosen: Drs. Makhful, M.Ag Disusun Oleh: 1. Riski Rahmawati 1201100252 2. Istikhomatul H 1201100270 3. Siti Rodiyah 1201100290 4. Ayu Ni’mah 1201100303 Kelompok: 5 Kelas 4 F i

Transcript of ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan...

Page 1: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Gerakan Modernisme Islam di Indonesia

Makalah Kelompok

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“STUDI ISLAM 2”

Dosen: Drs. Makhful, M.Ag

Disusun Oleh:

1. Riski Rahmawati 1201100252

2. Istikhomatul H 1201100270

3. Siti Rodiyah 1201100290

4. Ayu Ni’mah 1201100303

Kelompok: 5

Kelas 4 F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2014

i

Page 2: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Gerakan

Modernisme Islam di Indonesia”.

Dalam penyelesaiaan makalah ini penulis dibantu oleh berbagai pihak.

Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Drs. Makhful, M.Ag selaku dosen mata kuliah Study Islam 2 yang telah

yang telah memberikan bimbingan pembuatan makalah.

2. Teman-teman tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu

menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun

atau konstruktif demi perbaikan makalah ini di masa mendatang . Semoga

makalah ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi bagi mahasiswa

dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Purwokerto, April 2014

Penulis

ii

Page 3: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i

KATA PENGANTAR .......................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................2

C. Tujuan...................................................................................2

D. Manfaat.................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................4

A. Faktor-faktor Pemicu Gerakan Modernisasi Islam

di Indonesia..........................................................................4

B. Respon Atas Perkembangan Modernisasi Islam...................9

C. Corak Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia ................30

D. Awal Kelahiran Muhammadiyah..........................................43

BAB III PENUTUP ..................................................................................63

A. Simpulan...............................................................................63

B. Saran.....................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................67

iii

Page 4: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan islam di Indonesia berlangsung antara tahun 1900-1942. Dengan

sendirinya masa-masa sebelum tahun 1900 mengandung unsur-unsur yang

dijumpai pada waktu sesudahnya. Perkembangan masyarakat, pemikiran dan

gerakan, kecuali yang bersifat formal, tidaklah muncul atau berhenti pada satu

patokan tahun, melainkan biasanya mengandung proses awal atau akhir yang

menyebar dalam jarak waktu yang relatif panjang.

Sejalan dengan ini pula perkembangan yang terjadi pada akhir periode ini.

Tahun 1942 adalah tahun pergantian penguasa di Indonesia, dari tangan

Belanda ke tangan Jepang. Tetapi pemikiran, gerakan, perkembangan pada

umumnya yang bersangkutan dengan pergantian ini. Gerakan modern islam

masih terus berlanjut bukan saja pada masa Jepang saja tetapi masa setelah

kemerdekaan hingga saat ini. Gerakan tersebutu lebih kentara di masa

kemerdekaan karena pertama, kebebasan yang sama-sama dicapai dengan

golongan lain sebangsa, dan kedua karena tantangan-tantangan yang dihadapi

gerakan tersebut lebih bersifat bebas dan terbuka.

Ada beberapa hal yang hendak dikemukakan tentang perkembangan masa

merdeka banyak relevansinya dengan perkembangan islam. Pertama, soal

khilafiyah. Gerakan modern islam di Indonesia bermula dari soal ‘ubudiyah.

Dalam rangka ini faham gerakan tersebut berusaha mengubah faham

tradisional. Di dalamnya termasuk apa yang disebut takhyul dan khurafat, ada

pula yang disebut masa khilafiyah dalam kalangan islam.

Kedua, sifat fragmentasi kepartaian. Sifat ini di masa tahun 1920-1942

sangat menonjol, baik pada kalangan islam maupun pada kalangan kebangsaan.

Pada kalangan islam, di samping Partai Sarekat Islam muncul Permi, Perti,

Parii, Penyandar, PII, dan PSII-Kartosuwiryo; pada kalangan kebangsaan

muncul PNI, Partindo,Gerindo, PBI dan BU serta Parpindo. Ketiga,

kepemimpinan yang bersifat pribadi. Di masa penjajahan fragmentasi terjadi

antara lain karena pemimpin membawa pengikut-pengikut ke luar organisasi

1

Page 5: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

semula, dan mendirikan organisasi baru, apapun konsekuensinya bagi rakyat

umum.

Perkembangan dari berbagai organisasi pembaharu dalam bidang sosial dan

pendidikan dapat dikemukakan bahwa setiap organisasi tersebut mempunyai

sifat-sifatnya sendiri-sendiri yang dibentuk oleh lingkungannya, pengaruh dari

kepribadian pemimpin-pemimpinnya dan juga tantangan yang dihadapkan oleh

berbagai pihak di dalam dan juga di luar lingkungan masyarakat islam.

Berbagai faktor telah menyebabkan berdirinya organisasi-organisasi itu di

dalam berbagai tempat di Nusantara.

Jamiat Khair di Jakarta dimulai oleh orang-orang yang berusaha untuk

memenuhi keperluan pendidikan dalam lingkungan masyarakat muslim

khususnya masyarakat Arab.selain itu, ada pula Al-Irsyad, Hayatul Qulub,

serta Muhammadiyah yang berusaha memberikan pendidikan agama di

lingkungan masyarakat pribumi.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah tentang makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa saja faktor-faktor pemicu gerakan modernisasi Islam di Indonesia?

2. Bagaimana respon atas perkembangan modernisasi Islam?

3. Bagaimana corak gerakan pembaharuan Islam di Indonesia?

4. Bagaimana awal kelahiran Muhammadiyah?

C. Tujuan

Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang

diharapkan dapat bermanfaat bagi orang banyak. Secara terperinci tujuan dari

penulisan karya tulis ini menjelaskan gerakan modernisme Islam di

Indonesia..

2

Page 6: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

D. Manfaat

Bagi pembaca :

1. Dapat mengetahui faktor-faktor pemicu gerakan modernisasi Islam di

Indonesia

2. Dapat mengetahui respon atas perkembangan modernisasi Islam

3. Dapat mengetahui corak gerakan pembaharuan Islam di Indonesia

4. Dapat mengetahui awal kelahiran Muhammadiyah

Setelah mempelajari gerakan modernisme Islam di Indonesia diharapkan

pembaca khususnya sebagai orang Islam dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang modernisme Islam di Indonesia.

3

Page 7: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor Pemicu Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia

1. Faktor Subyektif

Faktor subyektif yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan sebagai faktor

utama berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan

terhadap Al-Qur’an baik dalam hal gemar membaca maupun menelaah,

membahas dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini

sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang

tersimpul dalam surat An- Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24 yaitu

melakukan tadabbur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh

ketelitian apa yang tersirat.

2. Faktor Obyektif

Ada beberapa sebab yang bersifat obyektif dan melatarbelakangi berdirinya

Muhammadiyah yang sebagian dapat dikelompokkan menjadi faktor internal,

yaitu factor penyebab yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat

Islam Indonesia dan sebagiannya dapat dikelompokkan dalam factor eksternal

yaitu factor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.

Faktor Obyektif yang bersifat Internal

a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Qur’an dan

As-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam

Indonesia.

Sebelum masuknya agama Islam di Indonesia, masyarakat Indonesia

memeluk agama Hindu dan Budha dengan segala amalan dan tradisi yang ada

di dalamnya. Melihat kondisi yang semacam itu dapat dimaklumi kalau dalam

kenyataan dan prakteknya umat Islam di Indonesia pada saat itu

memperlihatkan hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip ajaran Islam. Dalam

kehidupan berakidah (keyakinan hidup) agama Islam mengajarkan kepada

umatnya untuk memiliki tauhid yang murni, bersih dari berbagai macam syirik

maupun khurafat (tahayul atau gugon tubon:jawa) dan bid’ah. Nuamun dalam

4

Page 8: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

kenyataanya masih banyak orang Islam yang percaya terhadap benda-benda

keramat semacam keris, tombak, batu aji, masih percaya terhadap hari baik dan

hari buruk, dan sebagainya.

Dalam kehidupan ibadah khususnya ibadah mahdlah, agama Islam

memberikan tuntunan secara pasti sebagaimana yang diajarkan oleh

Rosulullah. Rosulullah menyatakan secara tegas bahwa semua rekaan-rekaan

(bid’ah) dalam ibadah mahdliyah adalah sesat dan semua yang sesat akan

masuk neraka (hadist). Namun dalam kenyataan masih banyak sekali orang

islam yang dalam praktek ubudiyahnya bercampur aduk dengan apa yang

diajarkan oleh agama Islam dengan berbagai amalan yang berasal dari

kepercayaan lain. Sebagai contoh dapat dilihat mesih mentradisinya sesaji yang

ditujukan pada para arwah, kepada roh-roh halus, selamatan kematian tujuh

hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari, dengan dibacakan bacaan

tertentu seperti bacaan Tahlil, surat Yasin, ayat Kursi dan sebagainya yang

pahalanya dihadiahkan kepada orang yang diselamatinya.

b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan

generasi yang siap mengemban misi selaku khalifah Allah diatas Bumi.

Pondok pesanten merupakan sistem pendidikan yang khas di Indonesia.

Dilihat dari sejarah sistem pesantren di Indonesia sebenarnya sudah

berkembang. pondok pesantren tercatat sebagai lembaga yang mempelopori

menanamkan semangat nasionalisme dan patriot bangsa pada santrinya dan

telah menghasilkan kader-kader umat dan bangsa. Dalam menghadapi

tantangan kemajuan zaman pondok pesantren pada saat itu hanya

mengajarkan pelajaran agama dalam arti sempit. Yaitu terbatas pada bidang

fiqih agama sebagaimana telah diisyaratkan pada surat At-Taubah ayat 122

yang meliputi mata pelajaran Bahasa Arab, terjemahan dan tafsir, hadits,

tasawuf, akhlak, ilmu logika, dan ilmu falaq. Sedangkan ilmu keduniaan

seperti sejarah geografi dll blum dipelajari. Padahal lewat ilmu-ilmu

pngetahuan ini seseorang dapat melaksanakan tugas-tugas keduniaan, satu

dari tugas yang diemban khalifah. Sesungguhnya lembaga pendidikan Islam

seharusnya menyiapkan diri menjadi lembaga pembibitan kader-kader

5

Page 9: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

penerus cita-cita Islam dan siap mengemban amanat Allah sebagai khalifah

Allah di muka bumi. Mengingat fungsi pendidikan Islam seperti ini maka apa

yang ada dalam pendidikan pondok pesntren pada saat itu dirasakan oleh

KHA. Dahlan berfikir masih ada satu kekurangan mendasar yang harus

disempurnakan yaitu pengetahuan umum.

Faktor obyektif yang bersifat eksternal:

a. Semakin meningkatnya gerakan kristenisasi ditengah tengah masyarakat

Indonesia

Seperti bangsa eropa lainnya, bangsa belanda saat masuk ke Indonesia

juga mengibarkan bendera 3 ‘G’ yaitu Glory, Gold, Gospel, yang

melambangkan motif Belanda mendatangi indonesia, yaitu glory atau

menang merupakan suatu motif menguasai daerah jajahan sebagai

kekuasaannya. Kedua motif gold atau kekayaan yang bermotif

mengeksploitasi sumber kekayaan negara jajahan. Dan yang ketiga

bermotif menyebarluaskan agama kristiani ke negeri jajahan atau motif

mengubah agama penduduk. Dalam pelaksanaan mewujudkan ketiga

motif tersebutdengan program “Asosiasi” yang merupakan program

pembudayaan dalam bentuk mengembangkan budaya barat sedemikian

rupa hingga orang inonesia mampu meerima budaya barat sebagai

kebudayaan mereka walauun tanpa mengesampingkan kebudayaannya

walaupun tanpa mengesampingkan kebudayaan mereka sendiri. dan yang

kedua adalah “Kristenisasi” merupakan program mengubah agama

penduduk yang islam ataupun bukan menjadi kristen. Tegasnya politik

kolonialis Belanda mempunyai kepentingan terhadap penyebaran agama

Kristen di Indonesia. Dengan program ini didapatkan nilai ganda yaitu,

nilai keagamaan dalam arti “dapat menyelamatkan domba-domba yang

hilang” juga bernilai olitis karena eratnya hubungan agama kristen

dengan pemerintah Hindia Belanda. Menteri jajahan, J.T. Cremer

mengatakan pada tahun 1898bahwa kegiatan “Missi” kristen bendaklah

dimajukan dengan kuatkarena kegiatan ini membawa civilisasi,

kemakmuran, ketenangan, dan ketertiban.

6

Page 10: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

b. Penetrasi Bangsa-bangsa eropa, terutama bangsa Belanda ke Indonesia

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa terutama bangsa Belanda ke Indonesia,

khususnya dalam aspek kebudayaan, peradaban dan keagamaan telah

membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan Islam di Indonesia.

Lewat pendidikan model barat yang mereka kembangkan dengan ciri-ciri

yang menonjolkan sifat inteloektualistik, individualistik, elitis,

diskrimatik, serta sama sekali tidak memperhatikan dasar asas-asas moral

keagamaan, maka lahirlah suatu generasi baru bangsa Indonesia yang

terkena pengaruh faham rasionalisme dan individualisme dalam pola

pikir mereka. Bahkan lebih jauh daripada itu, H. J. Benda menyatakan

bahwa dalam analisis terakhir maka pendidikan barat adalah alat yang

paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh

Islam di Indonesia. Dalam menyikapi kehidupan umat Islam di indonesia,

Belanda benar-benar mengikuti petunjuk dari Snouck Horgronje. Ia

merekomendasi kepada pemerintah Hindia Belanda bahwa sebenarnya

Islam dapat dibagi dua yaitu islam religius dan Islam politik. Terhadap

Islam religius dia menyarankan agar pemerintah bersikap toleran.

Sementara terhadap Islam politik pemerintah dianjurkan tidak

memberikan toleransi, bahkan sebaliknya harus ditekan semaksimal

mungkin. Tegasnya bagi pemerintah hindia Belanda dalam menyikapi

umat Islam harus membedakan Islam dalam dua kategori musuh Belanda

bukan Islam sebagai agama, akan tetapi yang menjadi musuh utama

adalah Islam sebagai doktrin politik.

c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam

Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh KHA. Dahlan

sesunguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari

gerakan pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya,

yaitu Profesor Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad

bin Abdul Wahab, Sayid Jamaudin al-Afghany, Muhammad Abduh,

Rasyid Ridla, dan sebagainya. Terutama sekali pengaruh tersebut berasal

7

Page 11: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

dari Muhammad Abduh lewat tafsirannya yang terkenal, yaitu Al-Manar

suntinga dari Rasyid Ridla serta majalah Al-Urwatul Wustqa.

Dalam hal KHA. Dahlan dengan Muhammadiyah-nya terkena pengaruh

dari ide-ide Muhammad Abduh, Azyumardi Azra menulis bahwa

sesungguhnya pengaruh tersebut bukanya dari keseluruhan ide-idenya.

Sebab dalam masalah teologi (aqidah) Muhammadiyah justru lebih dekat

kepada sistem teologi Asy’ariyah dari pada teologinya Abduh yang lebih

dekat pada sistem teologinya Abduh yang lebih dekat pada sistem teologi

Mu’tazilah. DR. Arbiyah Lubis dalam disertainya membuktikan, bahawa

sepanjang persoalan teologi, Muhammadiyah tidaklah mengikuti Abduh

sama sekali. Lebih jauh, setelah membandingkan kalam Abduh dan

Muhammadiyah, Lubis berkesimpulan bahwa tidak ada kesamaan di

antara keduanya. Jika teologi Abduh bersifat rasional dan karena itu lebih

dekat kepada sistem teologi Mu’taziah, sebaliknya teologi

Muhammadiyah adalah teologi “tradisional” dan oleh sebab itu ia lebih

dekat kepada istem teologi Asy’ariyah.

Lewat telaah KHA. Dahlan terhadap berbagai karya para tokoh

pembaharu di atas serta kitab-kitab lainya yang seluruhnya

menghembuskan angin segar untuk memurnikan ajaran Islam dari

berbagai ajaran sesaat dengan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul

beliau mendapatkan inspirasi yang kuat untuk membangun sebuah

gerakan Islam yag berwibawa, teratur, tertib dan penuh disiplin guna

dijadikan wahana untuk melaksanakan dakwah Islam amar makruf nabi

munkar di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia.

Dari sekian faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah,

Prof. Mukti Ali dan dalam bukunya “Interpretasi Amalan

Muhammadiyah” menyimpulkan adanya empat faktor yang cukup

menonjol, yaitu:

1) Ketidakbersihan dan campur-aduknya kehidupan agama Islam

di Indonesia.

8

Page 12: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

2) Ketidakeffisienannya lembaga-lembaga pendidikan agama

Islam

3) Aktivitas misi-misi Katholik dan protestan; dan

4) Sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap merendahkan

dari golongan intelegensi terhadap Islam.

B. Respon Atas Perkembangan Modernisasi Islam

1. Daerah Minangkabau

Kaum muslimin bersepakat bahwa islam mencakup sekumpulan ajaran

dan praktik yang oleh semua orang islam diakui berasal dari Islam. Bagi

masyarakat Minangkabau Islam merupakan keyakinan keagamaan yang

merembes masuk kedalam pengetahuan, perilaku, dan makna budaya.

Menjadi muslim adalah orientasi terdalam dari identitas minangkabau.

Bukti-bukti enunjukan bahwa islam dibawa masuk ke minangkabau pada

1600 ketika raja Miangkabau memeluk Islam. Di minangkabau corak

islam menjadi sumber konflik yang serius pada awal abad ke sembilan

belas, orang minangkabau terus saja berdebat mengenai apa yang

membentuk Islam. Perdebatan islam di minangkabau melibatkan definisi

adat dan modernitas seperti diwakili oleh rezim Belanda, negara, media

dan pengaruh asing yang terus berlanjut dibidang pendidikan dan

perdagangan.

Sejak abad ke delapan belas atau sembilan belas minangkabu

merupakan pusat perkembangan pendidikan islam. Sekolah-sekolah islam

jadi sarana utama untuk menyebarkan dan memantapkan keyakinan Islam

diseluruh Nusantara. Sekolah itu ditujukan sebagai pusat bagi

perkembangan komunitas muslim yang didirikan untuk mewujudkan

tatanan moral yang dicita citakan menuju komunitas ideal seperti yang

terkandung dalam ajaran Islam. Kaum padri adalah kaum Minang yang

bermisi untuk memulihkan tatana moral masyarakat muslim ke dalam

kehidupan sehari-hari meskipun dengan jalur perang. Kaum padri paling

kokoh dalam mengadvokasikan resormasi yang ekstrem. Ketundukan pada

9

Page 13: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

hukum Islam berdasarkan Al Qur’an. Penggabungan ajaran islam kedalam

kehidupan masyarakat minangkabau tidak selamanya berjalan mulus. Pada

1803, tiga orang minang kembali ke dataran minang setelah menyaksikan

dikuasainya makkah oleh kaum reformis wahhabiyah dengan cara paksa

dan kekerasan. Ketiga orag tersebut adalah kaum padri. Misi kaum padri

adalah memulihkan tatanan moral masyarakat muslim di minangkabau dan

memulihkan tatanan moral islam kedalam kehidupan sehari-hari kalu perlu

dengan jalan peperangan. Kaum padri paling kkokoh mangadvokasikan

pelaksanaan reformaasi yang ekstrim. Ketundukan kepada hukum Islam

yang diturunkan semata-mata dari Al Qur’an.

Periode peting lainnya tentang pembaruan Islam di Minangkabau

berlangsung pada awal abad ke 20, ketika kaum embaru muslim yang

disebt kaum modernis oleh para sarjana yang disebut kaum muda oleh

para orang minang. Berusaha mengembangkan pola hidup dengan

masyarakat yang modern yang pada saat bersamaan dapat menjawab

tantangan kolonialisme Belanda dan upaya-upaya misionaris Kristen.

a. Syaikh Ahmad Khatib

Seorang pelopor pembaharuan di daerah Minangkabau adalah Syaikh

Ahmad Khatib yang menyebarkan pikiran-pikirannya dari Mekkah pada

masa duapuluh tahun terakhir dari abad yang lalu sampai 10-15 tahun

pertama dari abad ini. Dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1855 di

kalangan keluarga yang mempunyai latarbelakang agama dan adat yang

kuat syaikh Ahmad Khatib memperoleh pendidikan pada masa sekolah

rendah dan sekolah guru di kota kelahirannya. Sekolah rendah dan sekolah

guru ini didirikan oleh pemerintah Belanda. Ia pergi ke Mekkah pada tahun

1876 dimana ia mencapai kedudukan tertinggi dalam pengajaran agama,

yaitu imam dari mazhab Syafi’I di Masjid al-Haram. Walaupun ia tidak

pernah kembali daerah asalnya, tetapi ia tetap mempunyai hubungan dengan

daerah asalnya ini melalui mereka yang naik haji ke Mekkah dan belajar

padanya dan kemudian menjadi guru di daerah-daerah asal mereka masing-

masing. Hubungan tersebut dipererat lagi dengan publikasi tulisan-

10

Page 14: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

tulisannya sendiri tentang persoalan yang dipertikaikan yang sering

dikemukakan kepadanya oleh bekas murud-muridnya di Indonesia. Sebagai

imam dari mazhab Syafi’I tidaklah mungkin diharapkan dari Syaikh Ahmad

Khatib untuk meninggalkan mazhab ini.

b. Syaikh Thaher Djalaluddin

Syaikh Thaher Djalaluddin yang di masa mudanya dipanggil Muhammad

Taher bin Syaikh Muhammad, lahir di Ampek Angkek, Bukittinggi, dalam

tahun 1869 dan menetap di Malaya setelah ia kembali dari Mekkah kira-kira

tahun 1900. Ia mengunjungi Minangkabau kembali pada tahun 1923 dan

kemudian pada tahun 1927, pada saat mana ia ditahan oleh pemerintah

Belanda selama enam bulan; kemudian ia tidak pernah kembali lagi ke

daerahnya. Ayahnya seorang ulama yang terkenal, bernama Syaikh Cnking

yang adalah pula seorang anak dari yang Ahmad Djalaluddin gelar Tuanku

Sami, seorang hakim dari Pandri pada asa gerakan Pedri pada abad yang

lalu.

Pengaruh Syaikh Taher pada kolega atau muridnya ini di Minangkabau

dilakukan melalui majalah Al-Imam, serta melalui sekolah yang ia dirikan,

yaitu Al-Iqbal al-Islamiyah, di Singapura bersama seorang yang bernama

Raja Haji Ali bin Ahmad pada tahun 1908. Walaupun sekolah ini segera

dipindahkan ke Riau oleh karena kesukaan-kesukaan keuangan dan

kelanjutan di Riau tadi dilakukan tanpa partsisipasi Syaikh Taher, namun

sekolah di Singapur itu telah diambil sebagai modal oleh Haji Abdullah

Ahmad dalam mendirikan sekolah Adabiyah di Padang. Haji Ahmad

mengunjungi teman atau gurunya ini di Singapura dengan maksud sengaja

mempelajari rencana sekolah tersebut.

Bualn Al-Imran, yang terbitkan pada bagian kedua dari decade pertama

abad ini merupakan artikel tentang pengetahuan popular, komentar tentang

terjadinya-terjadinya yang penting di dunia, terutama di dunia Islam, dan

juga memusat artikel tentang masalah-masalah agama. Majalah ini

umumnya juga mempropagandakan perlunya umat Islam mencapai

kemajuan dan mendorong serta mendesak mereka agar tidak ketinggalan di

11

Page 15: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

dalam berkompetisi dengan dunia Barat. Dalam masalah-masalah ini, Al-

Imam seringkali menutup pendapat dari Mohammad Abdul dan juga

pendapat yang dikrmukakan oleh majalah Al-Manar di Mesir. Syaikh Taher

sendiri mengakui bahwa perguruan Azhar di Kairo telah “memuka

matanya” dan adalah disebabkan oleh rasa “cintanya” pada lembaga

pendidikan Azhar ini yang menyebabkan ia mempergunakan nama “al-

Azhari”.

Bulan Al-Imam juga menyerang gerakan dan praktek terekat. Dan

mengeluarkan fatwa dengan bersandarkan langsung pada Qur’an dan

Hadist. Dengan demikian ia telah memulai menyimpan dari kebiasaan yang

berlaku yaitu mengesampingkan kitab-kitab agama tradisional sebagai

sumber pendapat.

c. Syaikh Muhammad Djail Djambek

Syaikh Muhammad Djail Djambek (Syaikh Djambek) dilahirkan di

Bukittinggi pada tahun 1860 sebagai anak dari Muhammad Saleh Datuk

Malaka, kepala negeri Kutai. Jadi ia lebih banyak mempunyai hubungan

darah dengan kalangan adat dibandingkan dengan kalangan agama.

Ia memperoleh pendidikan di sekolah rendah yang mempersiapkan

pelajaran-pelajran untuk guru sekolah dasar. Tetapi ia lebih tertarik pada

kehidupan parewa dan pada umur 22 tahun ia muali memberikan perhatian

pada pelajar (tentang agama dan bahasa arab). Dalam tahun1896 ayahnya

membawa ia ke Mekkah, di mana bermukim 9 tahun lamanya untuk

mempelajari soal-soal agama. Ia kembali di Bukittinggi dari Mekkah pada

tahun 1903.

Pada tahun 1918 ia mendirikan suatu lembaga yang sampai sekarang

masih terkenal dengan Surau Inyik Djambek. Surau ini merupakan pusat

kegiatan untuk memberikan pelajran agama, demikian juga merupakan

tempat pertemuan bagi organisasi-organisasi Islam serta tempat di mana

makanan dihidangkan bagi tokoh-tokoh yang diundangnya untuk

berdiaolog.

12

Page 16: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Kira-kira tahun 1913 ia mendirikan di Bukittinggi suatu organisasi yang

bersifat sosial, Tsamaratul Ikhwan, yang juga menerbitkan kitab-kitab kecil

dan brosur-brosur tentang pelajaran agama tanpa maksud mencari

keuntungan . beberapa tahun lamanya Djambek begerak dalam organisasi

ini, samapai pada saat organisasi tersebut diubah menjadi suatu perusahaan

penerbit yang bersifat komersial. Ketika itu ia tidak turut lagi dengan

perusahaan tersebut.

d. Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul)

Haji Rasul di lahirkan di Maninjau pada tahun 1879 sebagai seorang anak

ulama bernama Syaikh Muhammad Amrullah gelar Tuanku Kisai. Ia

memperoleh pendidikan elementer secara trasisional pada berbagai tempat

di daerah Minangkabau dan pada tahun 1894 pergi ke Mekkah untuk belajar

selama 7 tahun. Sekembalinya ke kampung halamannya ia telah disebut

Tuanku Syaikh Nan Mudo, sebagai pengakuan atas kepandaiannya.

Kemudian ia mengunjungi Mekkah kembali untuk beberapa tahun dan

kembali pada tahun 1906. Selama bermukim yang kedua di Mekkah ini, ia

telah mulai memberikan pelajaran. Murid-muridnya antara lain termasuk

Ibrahim Musa dari Parabek (Bukittinggi) yang kemudian menjadi salah

seorang pendukung yang penting dari pembaharuan di Minangkabau.

Haji Rosul mulai mengajar pada tahun 1906 tanpa membatasi dirinya

pada suatu kampong atau kta tertentu, melainkan mengunjungi Padang

Panjang, Matur dan Padang serta juga kampong-kampung yang terletak

antara Maninjau dengan Padang Panjang. Pendekatan yang ia lakukan

bersifat keras, tanpa maaf dan tanpa kompromi.

Haji Rasul banyak mengadakan perjalanan di luar daerahnya. Yang

terpenting antaranya ialah kepergiannya ke Malaya(1916) dan ke Jawa

(1917). Dalam kunjunganya ke Jawa ini ia mengadakan hubungan dengan

pemimpin-pemimpin Sarekat Islam dan Muhammadiyah. Dialah yang

memperkenalkan Muhammadiyah di Mingkabau pada tahun 1925, yang

segera meluas dengan cepat. Muhammadiyah memang memperoleh

13

Page 17: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

propagandis yang gigih dari daerah ini, yang demikian dikirim ke pualu-

pulau lain oleh pusat gerakan tersebut di Yogyakarta.

e. Haji Abdullah Ahmad

Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang pada tahun 1878 sebagai seorang

anak dari Haji Ahmad yang dikenal sebagai seorang ulama dan juga sebagai

seorang pedagang kecil. Setelah ia menyelesikan pendidikan dasarnya pada

sebuah sekolah pemerintah dan pendidikan agamanya di rumah, ia pergi ke

Mekkah pada tahun 1895 dan kembali ke Indonesia pada tahun 1899.

Segera ia mengajar di kota Padang Panjang, di aman ia terutama

memberantas bid’ah dan tarekat. Ia pun juga tertarik pada penyebaran

pemikiran pembaharuan melalui publikasi dengan jalan menjadi agen darii

berbagai majalah pembaharuan.

Kira-kira tahun 1906 Haji Ahmad pindah ke Padang untuk menggantikan

pamannya yang baru meninggal sebagai guru. Di kota ia mengadakan

tabligh-tabligh dan pertemuan-pertemuan tentang masalah-masalah agaman

dan mendirikan perkumpulan Jamaah Adabiah beberapa tahun kemudian.

Asal mula perkumpulan ini ialah kelompok murid-muridnya sejumlah

delapan orang yang tanpa absen menghadiri ceramah-ceramahnya. Ia juga

memberikan pelajaran kepada kira-kira 300 orang penduduk kota tersebut.

Sebagaian daripadanya terdiri dari orang-orang dewasa. Pengajian ini

diselenggarakan dua kali seminggu secara berganti0ganti dari rumah yang

satu ke rumah yang lain.

f. Syaikh Ibrahim Musa

Syaikh Ibrahim Musa dilahirkan di Perabek, Bukittinggi pada tahun

1882, dari keluarga yang kuat agamanya. Setelah belajar pada berbagai

tempat di daerah tersebut, ia pergi ke Mekkah pada umur 18 tahun dan

belajar di neggeri itu selama 8 tahun. Dalam tahun 1909 ia kembali ke

Minangkabau dan muali mengajar tahun 1912. Kemudian ia berangkat lagi

ke Mekkah pada tahun berikutnya, dan kembali pada tahun 1915 pada

waktu mana ia sudah disebut Syaikh Ibrahim Musa atau Inyik Parabek

sebagai pengakuan tentang penetahuannya tentang agama.

14

Page 18: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

g. Zainuddin Labai Al-Junusi

Zainuddin Labai Al-Junusi dilahirkan di Bukit Surungab, Padang

Panjang pada tahun 1890. Dapat disebutkan bahwa ia adalah seorang outo-

didact, yang menjadi orang dengan tenaga sendiri. Ia tidak pernah

memperoleh pendidikan yang sistematis, umpamanya dengan memasuki

suatu lembaga atau surau selama beberapa tahun. Ia hanya belajar dua tahun

di sekolah negeri dan dua tahun lagi dalam agama pada Syaikh Muhammad

Junus, ayahnya. Pengetahuan diperoleh dengan membaca sendiri dan untuk

kemampuan dalam bahasa Inggis, Belanda, dan Arab sangat membantunya.

2. Lembaga-lembaga dan organisasi pembaharuan dalam bidang sosial dan

pendidikan

Pembaharuan-pembaharuan itu mengakui betapa pentingnya pendidikan

untuk membina dan membangun generasi yang lebih muda. Perubahan

dalam pemikiran dan ide-ide tertentulah akan mempunyai arti yang besar

dan akan lama bertahan apabila perubahan-perubahan ini mendapat tempat

dalam kalangan generasi muda. Dalam rangka ini gerakan pembaharuan

dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang “menyaingi” sesame ualam,

yaitu tradisional.

a. Sekolah Adabiyah

Tahun 1909 dengan kira-kira 20 orang murid, kebanyakan di antaranya

adalah anak-anak dari pedagang-pedagang setempat, sekolah ini tetap

merupakan dasar yang sana sekolah HIS (Hollands Inlandse School) kecuali

bahwa di dalamnya agama dan Qur’an diajarkan secara wajib. Dalam tahun

1915 sekolah ini menerima subsidi dari pemerintah dan mengganti namanya

menjadi Hollandsch Maleische School Adabiyah. Kepala sekolahnya pada

waktu itu adalah seorang Belanda, dan oleh sebab itu maksud dari sekolah

itu merupakan tiang tumpuan bagi golongan pembaharuan, menjadi hilang.

Sejak itu sekolah ini sekan-akan terpisah dari kegiatan dan cita-cita Kaum

Muda. Pelajaran agama pun agak kurang diperhatikan, disamping kenyataan

bahwa sekolah tersebut hanyalah sekolah rendah yang tidak mungkin

melahirkan lulusan yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi tuntutan

15

Page 19: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

masyarakat terhadap orang-orang yang berkemampuan. Kebanggaan

sekolah ini lebih banyak terletak pada kenyataan bahwa ialah yang

merupakan sekolah yang pertama yang diasuh masyarakat dan penerbit dari

lingkungan Islam, untuk merombak sistem pendidikan yang tradisioanal di

daerah Minangkabau.

b. Surau Jembatan Besi

Lembaga pendidikan yang lebih penting dan mungkin paling

berpengaruh di daerah Minangkabau adalah sekolah Thawalib. Sekolah ini

tumbuh dari suatu yang disebut Surau Jembatan Besi, yang mulanya juga

memberikan pelajaran agama dengan cara-cara tradisional. Pelajaran-

pelajaran yang biasanya memang diberikan seperti fiqh dan tafsir Qur’an

merupakan pelajaran utama dalam surau tersebut. Dengan masuknya Haji

Abdullah Ahmad dan Haji Rasul mengajar di surau ini setelah mereka

kemlai dari Mekkah kira-kira pada tahu 1904, pelajaran yang lebih

ditekankan adalah pelajaran ilmu alat berupa kemampuan untuk menguasaik

bahasa Arab dan cabang-cabangnya. Tekanan kepada pelajaran ini

dimaksudkan untuk kemungkinan siswa-siswa mempelajari sendiri kitab-

kitab yang diperlukan dan dengan demikian secara lambat laun dapat

mengenal Islam dari dua sumber utamanya, yaitu Qur’an dan Hadist.

c. Sumatera Thawalib

Pidato Rasjad menyebabkan pelajaran-pelajaran Surau Jembatan Besi

berpikir tentang usaha mendirikan organisasi walaupun mereka tidak

sepenuhnya dapat menerima Rasjad karena Rasjad tidak memakai peci.

Pada masa itu memakai peci masih dianggap sebagai pertanda golongan

Islam. Seorang diantara siswa tersebut, Haji Habib mengambil inisiatif

untuk membicarakan masalah ini dengan teman-temannya. Maka berdirilah

suatu persekutuan yang dikenal dengan nama perkumpulan sabun, oleh

karena perkumpulan ini memenuhi ataupun berusaha memenuhi kebutuhan

asehari-hari para pelajar seperti sabun, pensil, tinta dan sebagainya. Dalam

tahun 1917 aktivitas organisasi koperasi tambah berkembang, karena usaha-

16

Page 20: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

usaha yang lebih giat dilakukan oleh seorang siswa yang berasal dari Tapak

Tuan, Aceh, bernama Hasjim.

Seorang guru dari sekolah tersebut, Haji Jalaludin Thaib pada tahun 1919

mengintrodusir cara-cara mengajar modern kedalam Thawalib: sistem

berkelas yang lebih sempurna, pemakaian bangku-bangku dan meja,

kurikulum yang lebih diperbaiki dan juga kewajiban pelajar untuk

membayar uang sekolah.

Untuk bahan-bahan pelajaran kedua lembaga di Parabek dan di Padang

Panjang itu memasukan pelajaran-pelajaran di Mesir. Mata pelajaran, seperti

ilmu bumi dan sejarah juga diajarkan walaupun mata pelajaran yang utama

tetap agama.

Peralihan perhatian ke bidang politik ini di kalangan guru-guru dan

pelajarpelajar Thawalid Padang Panjang, tidaklah tumbuh secara tiba-tiba

melainkan secara berangsur-angsur bacaan Koran-koran dan majalah

bersifat politik. Masalah yang ada sangkut pautanya dengan Sarekat Islam

merupakan maslah-masalah yang dibicarakan dalam kalangan mereka.

Dalam tahun 1926 Pemerintahan Belanda mulai mengambil tidakan

terhadap Thawalib Padang Panjang dengan menutup kafetaria pelajar yang

bernama Buffet Merah. Tuduhan yang dikemukakan ialaha bahwa kafetaria

ini merupakan pusat terselubung dari kegiatan-kegiatan Komunis. Pada

tahun 1927 sebagai akibat pemberontakan Silungkang, banyak pula guru-

guru Thawalib Padang Panjang dilarang mengajar.

d. Persatuan Muslim Indonesia (PERMI)

Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya pada

semua berkas pelajar dan guru-guru yang tidak lagi mempunyai hubungan

langsung dengan lembagapendidikan tersebut. Organisasi ini pada tahun

berikutnya berubah menjadi Persatuan Muslim Indonesia (PMI atau Permi),

mula-mula tanpa mengubah sifatnya pada dua tahuan pertama. Tetapi pada

tahun 1932 ia menjadi partai politik dan pada saat itu namanya disingkat

menjadi Permi. Beberapa sekolah yang mempunyai nama yang sama, yaitu

17

Page 21: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Thawalib, didirikan dibeberapa tempat di luar Padang Panjang dan Panabek

dan semuanya berada dibawah pimpinan dari PMI.

Sekitar tahun 1933 Permi menderita tekanan –tekanan yang dilancarkan

oleh pemerintah, pimpinan-pimpinannya dibuang dan banyak diantara guru-

guru Thawalib yang berpartisipasi di dalam kegiatan Permi dilarang

mengajar. Hal ini memperlemah lembaga-lembaga pendidikan di daerah

tersebut. Kegiatan politik dari Thawalib ini membedakan pula dari

organisasi ataupun lembaga pembaharuan yang akan kita bicarakan

kemudian. Umumnya lembaga-lembaga ini sama sependapat tentang

masalah agama, tentang sistem pendidikan yang aru dan usaha

menyampaikan cara-cara tradisonal serta tentang perinsip bahwa kegiatan

seorang Muslim, jadi juga kegiatan politiknya, hendaklah didasarkan pada

ajaran Islam. Tetapi organisasi-organisasi tersebut, kecuali Thawalib

tidaklah aktif dalam kegiatan politik. Akibatnya pelajar Thawalib di

samping menghayati cita-cita pembaharuan dalam agama yang juga

cenderung untuk berpolitik dan mudah tertarik untuk bergabung dengan

gerakan kemerdekaan pada umumnya. Demikian pula persatuan antara

agama dan politik dalam Islam sangat dirasakan dalam kehidupan sehari-

hari pelajar tersebut,yang tidak saja datang dari seluruh daerah Sumatra,

tetapi banyak juga diantaranya yang erasal dari Malaya, Kalimantan dan

Sulawesi.

Dalam pada itu seuah perkembangan lain, yang sangat unik dan yang

memberikan gambaran khas tentang hasil-hasil yang dicapai oleh

pembaharuan pada umumnya, perlu dicatat. Perkembangan ini menyangkut

soal pendidikan putri-putri. Thawalib semata-mata untuk untuk putra

sebagaimana yang dapat pada pesantren tradisional umumnya. Keperluan

untuk mendirikan sekolah khusus untuk putri dirasakan sangat dan rupanya

pula berhasil.

e. Diniyah dan Al-Madrasah al-Diniyah

Pendidikan putri-putri dalam rangka pembaharuan, di samping yang telah

dikerjakan oleh Haji Abdullah Ahmad dengan Adabiyah, merupakan suatu

18

Page 22: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

inisiatif dari Zainuddin Labai. Ia mendirikan sekolah Diniyah pada tahun

1915, yang sebagian merupakan perkembangan dari Surau Jembatan esi,

dengan menggunakan sistem ko-edukasi yang dicontoh dari kebiasaan yang

berlaku di sekolah-sekolah pemerintah.

Dengan bantuan murid-murid Diniah School yang didirikan atas anjuran

Labai, Rahmah mendirikan pada tanggal 1 November 1923 sebuah sekolah

khusus untuk putri-putri dengan nama al-Madrasah al-Diniyah. Mulanya

terdapat 71 orang murid yang kebanyakan terdiri dari ibu-ibu rumahtangga

yang masih sangat muda. Pelajaran diberikan tiap hari selama 3 jam di

sebuah masjid di Pasar Usang, Padang Panjang, dan terdiri dari pelajaran

serta ilmu alat. Dalam tahun 1924 sekolah itu pindah ke sebuah rumah di

dekat masjid itu dan mulailah kelas-kelas dilengkapi dengan angku, meja

dan papan tulis. Tingkat atas dari rumah ini dipergunakan sebagai asram

yang dalam tahun 1925 didiami oleh kira-kira 60 orang murid.

Di samping usaha Rahmah juga mualai mengadakan usaha

pemberantasan buta huruf di kalangan ibu-ibu yang lebih tua. Kegiatan ini

diikuti oleh kira-kira 125 orang ibu-ibu pada mulanya, tetapi kemudiaan

terpaksa dihentikan oleh karena seklah yang didirikan oleh Rahmah itu

binasa oleh gempa bumi pada tahun 1926 dan yang menuntut perhatian

sepenuhnya dari Rahmah.

Dalam tahun 1930 sebuah kelas tambahan pada tingkat menengah

diselenggarakkan di samping madrasah berkelas tujuh tadi dengan maksud

untuk memberikan pelajaran dan didikan yang lebih lagi pada murid-murid,

terutama supaya mereka itu mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam

mengajar. Pada tahun 1932 Diniyah Putra yang agak bertambah mundur

setelah Labai meninggal digabungkan kepada madrasah yang didirikan oleh

Rahmah. Tetapi koeduksi tidaklah lagi dipertahankan, tiap kelas

mempunyai semata-mata pelajar laki-laki atau pelajar perempuan.

Perkembangan kedua bagian dari sekolah Diniyah ini kemudian berjalan

lancer dan dalam tahun 1937 sebuah sekolah guru untuk putri didirikan,

19

Page 23: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

yang disusul tak berapa lama kemudian oleh pembukaan sebuah sekolah

sama untuk putra.

Merurut Rasuna, pelajar hendaknya dilengkapi dengan berbagai macam

kepandaian yang diperlukan untuk seseorang yang akan berkecimpung

dalam pergerakan. Apabila perlu pelajaran agama dan kegiatan-kegiatan

agama hendaknya memberikan kesempatan yang lebih banyak lagi latihan

berpolitik. Pendapat ini bertentangan sekali dengan pendapat Rahmah,

pendiri dan kepala sekolah Diniyah. Rahmah berpenadapat bahwa pelajaran

agama itu lebih penting dari pelajaran apapun juga.

Sebuah masalah lain yang dihadapi oleh Rahmah adalah usaha Permi

untuk meletakkan semua sekolah-sekolah golongan pembaharu di

Minagkabau di bawah naungan organisasi ini sesuai dengan suatu keputusan

dari konferensi guru-guru Islam di Padang Panajng pada tahun 1931.

Sekolah Diniyah tidak setuju dengan keputusan ini dan menolak supervise

Permi. Rahma ketika itu merasa bahwa supervisi seperti itu akan sangat

menghambat kemajuan sekolahnya, oleh sebab dengan demikian sekolahnya

akan bergantung pada maju mundurnya suatu organisasi yang bergerak

dalam bidang berlainan. Organisasi inipun bergantung pada sikap

pemerintah.

Di antara dua bagian Diniyah, putra dan putri, bagian putri sangat

popular. Pelajar-pelajarnya bertambah banyak sepanjang tahun 1930an itu;

seperti mereka berasal dari daerah yang jauh, seperti Yogyakarta, Lombok,

Ternate, Halmatera, Sulawesi dan Malaya.

Pada tahun 1935 Diniyah putri membuka sebuah cabang di Jakarta yang

membina tiga buah sekolah dengan bantuan dari beberapa pedagang yang

berasal dari minangkabau serta para lulusan dari lembaga-lembaga

pendidikan agama di Padang Panjang. Dalam masyarakat wanita Islam, para

lulusan dari Diniyah putri memperoleh penghargaan yang sama seperti yang

diberikan kepada para lulusan Thawalib. Hanya Diniyah putra tampaknya

tidak dapat menyaingi kedudukan Diniyah putri ataupun juga kedudukan

Thawalib.

20

Page 24: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

3. Masyarakat Arab

Kedudukan orang-orang Arab di Indonesia pada masa ini tidak dapat

disamakan dengan kedudukan orang asing lain seperti orang-orang Cina dan

orang-orang Eropa, yang pada umumnya merupakan orang-orang asing bagi

kalangan Indonesia. Orang-orang Arab itu bukan saja beragama Islam, jadi

mempunyai faktor yang menyebabkan mereka dekat dengan orang-orang

Indonesia, tetapi pada umumnya mereka juga adalah orang-orang yang

berasal dari ibu-ibu Indonesia, berbicara dengan bahasa-bahasa ibu mereka,

kadang-kadang tanpa mengetahui Bahasa Arab. Mereka juga mempunyai

kebiasaan-kebiasaan Indonesia, terutama mereka yang tidak termasuk

golongan Sayid. Mereka lambat laun menjadi orang-orang Indonesia, seperti

yang dicerminkan oleh pendirian Partai Arab Indonesia pada tahun 1934.

Pembaharuan yang ada pada lembaga-lembaga kalangan masyarakat Arab

melimpah pada masyarakat Indonesia.

Banyak orang-orang Arab datang dari Hadramut ke Indonesia untuk

mencari nafkah. Umumnya mereka tidak membawa istri mereka bersama-

sama ataupun mereka terdiri dari anak-anak muda yang masih bujangan

sehingga menikah dengan wanita Indonesia. Umumnya mereka senang

berada di Indonesia tetapi, banyak diantara mereka yang mengirimkan anak-

anak mereka kembali ke negeri asal mereka untuk memperoleh pendidikan.

Anak-anak ini pulang kembali ke Indonesia dan menikah dengan wanita

Indonesia.

Orang-orang Arab banyak yang mempunyai hubungan dengan penduduk

di desa sebagai pedagang. Mereka berpartisipasi dalam kehidupan agama

dari kebanyakan orang-orang di Indonesia. Sebagai orang Arab mereka

masih mempunyai minat terhadap perkembangan negeri-negeri Arab.

Mereka mengetahui situasi yang terjadi di negaranya melalui harian dan

majalah yang terbit di Istanbul, Kairo, dan Beirut. Yang terpenting diantara

penerbitan ini adalah Al-‘Urwat al-Wutsqa yang terbit di Paris pada tahun

1884 oleh kedua pembaharu Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh.

21

Page 25: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Masyarakat Arab di Indonesia ketika itu mencerminkan ciri-ciri yang

sama dengan masyarakat Hadramut. Mereka terbagi menjadi golongan Sayid

dan bukan Sayid. Disamping itu merekapun terbagi pula menjadi golongan

manajib dan bukan manajib bergantung kepada apakah mereka termasuk

golongan yang berkuasa atau tidak. Golongan Sayid menikmati kedudukan

yang tinggi dalam masyarakat dan terutama berhadapan dengan orang-orang

Indonesia, mereka menuntut kedudukan yang lebih tinggi dalam pandangan

agama meskipun ibu-ibu mereka bukan sayid, ataupun orang Arab. Sayid

yang taat disebut wali dan apabila mereka meninggal kuburan mereka

dikunjungi oleh banyak orang sepanjang tahun sebagai tempat untuk diziarahi

di mana nazar dibayar, doa dipanjatkan, kemenyan dibakar dan segala macam

korban diberikan.

Dalam lingkungan orang-orang Sayid Indonesia, tampak pula suatu

kompetisi. Mereka yang tergolong golongan manasib Hadramutt, tetapi

tinggal di Indonesia terus menuntut kedudukan yang lebih tinggi berhadapan

dengan sayid lain yang bukan temasuk manasib. Hal ini tentu saja tidak

disenangi oleh golongan Sayid yang bukan manasib yang tidak menyukai

pembagian golongan yang demikian di kalangan masyarakat Arab di

Indonesia, dan yang mempunyai juga keinginan untuk menampakkan

pengaruhnya di dalam perkembangan negeri asal mereka.

Mereka menentang konservatisme dari kalangan manasib di Hadramutt

karena dengan sikap konservatif ini sifat-sifat pendidikan anak mereka yang

dikirim pulang akan terpengaruh pula cara yang tidak mereka inginkan.

Golongan yang progresif di Indonesia, terutama keluarga Aal Yahya dan Aal

Syihab dengan berbagai pihak berkeyakinan bahwa langkah pertama untuk

memperbaiki keadaan mereka adalah dengan membina bidang pendidikan.

Mereka tidak menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah Belanda

sehingga mereka mendirikan sekolah untuk anak-anak mereka.

4. Jamiat Khair

Al-Jam’iyat al-Khairiyah, yang lebih dikenal dengan Jamiat Khair

didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905. Organisasi ini terbuka untuk

22

Page 26: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

setiap muslim tanpa diskriminasi asal usul tetapi mayoritas anggota-

anggotanya adalah orang Arab. Dua bidang kegiatan sangat diperhatikan di

organisasi ini. Pertama yaitu pendirian dan pembinaan satu sekolah pada

tingkat dasar, yang kedua pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk

melanjutkan pelajaran. Bidang ini sangat terhambat karena kekurangan biaya

dan juga karena kemunduran khilafat.

Sekolah dasar Jamiat Khair didirikan di Jakarta tahun 1905. Sekolah ini

bukan sekolah agama tetapi sekolah dasar biasa di mana bermacam-macam

mata pelajaran seperti berhitung, sejarah dan ilmu bumi diberikan.

Kurikulum disusun dan kelas-kelas telah terorganisir. Sekolah ini

mengundang guru dari luar daerah bahkan dari luar negeri. Tahun 1907

seorang guru dari Padang, Haji Muhammad Mansur mengajar disekolah

tersebut. Guru dari luar negeri seperti Al-Hasjimi berasal dari Tunis dan

pernah memberontak kepada Prancis. Beliau datang pada tahun 1911 dan

memperkenalkan gerakan kepanduan dan olah raga di sekolah ini.

Pada bulan Oktober 1911 tiga orang guru dari negeri Arab bergabung ke

Jamiat Khair. Mereka adalah Syaikh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah,

Syaikh Ahmad Soorkatti dari Sudan serta Syaikh Muhammad Thaib dari

Maroko.

Jamiat Khair tetap merupakan sebuah organisasi yang kecil. Dimulai

dari 70 orang anggota, organisasi ini berkembang sangat lambat.pada tahun

1915 tercatat kira-kira 1000 anggota. Pada tahun ini pula terlihat kemunduran

dari organisasi ini. Organisasi ini bukanlahh stu-satunya organisasi yang ada

di dalam kalangan masyarakat Arab. Organisasi ini tidak mampu menyaingi

kegiatan Al Irsyad yang didirikan tahun 1913 oleh anggota Jamiat Khair yang

telah keluar dari organisasi ini.

Pentingnya Jamiat Khair terletak pada kenyataan bahwa ialah yang

memulai organisasi dengan bentuk moderen dalam masyarakat islam dan

yang mendiriikan sekolah dengan cara yang lebih modern. Pertikaian dengan

Al-Irsyad mencerminkan pertikaian dalam lingkungan masyarakat Arab

tentang kedudukan Sayid dalam masyarakat itu dan pada umumnya dalam

23

Page 27: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

masyarakat islam Indonesia. Lambat laun golongan bukan Sayid merasa

bahwa mereka sedderajat dengan golongan Sayid. Sikap ini dudukung oleh

fatwa Rashid Redha dari majalah Al-Manar Kairo, yang mengemukakan

bahwa perkawinan antara orang islam golongan bukan Sayid dengan Syarifah

adalah Jaiz.

Kekakuan pendapat dari golongan sayid menyebabkan perpecahan Jamiat

Khair. Mereka menyadari bahwa kedudukan dan kekuasaan mereka, apalagi

di kalangan mereka telah muncul orang-orang yang juga dihormati oleh

orang-orang Arab umumnya ataupun oleh orang-orang bukan Arab. Seperti

Syaikh Umar Manggus dan Syaikh Ahmad Soorkatti yang dianggap memiliki

gudang ilmu. Sehingga golongan bukan Sayid mendirikan sebuah organisasi

yang bernama Jam’iyat al-Islam wal Ersyad al-Arabia atau disingkat Al-

Irsyad pada tahun 1913. Organisasi ini mendapat pengakuan legal dari

pemerintah pada tanggal 11 agustus 1915. Pembaharuan dalam lingkungan

masyarakat Arab kemudian dilanjutkan oleh Al-Irsyad.

Syaikh Ahmad Soorkati dan Al-Irsyad

Pendiri Al-Irsyad kebanyakan berasal dari para pedagang, tetapi guru yang

dilihat sebagai tempat meminta fatwa adalah Syaikhh Ahmad Soorkati yang

sebagian besar umurnya di curahkan bagi penelaahan pengetahuan.

Dilahirkan di Dunggula, Sudan pada tahun 1872 Soorkati berasal dari

keluarga yang taat beragama. Ia telah banyak mengetahui ayat-ayat Qur’an

ketika masih kecil. Pada tahun 1906 beliau menerima sertifikat tertinggi guru

agama dari pemerintah di Istambul.

Syaikhh Ahmad Soorkati di tarik oleh Jamiat Khair melalui dua orang

Syaikh jemaah haji yang pergi ke Indonesia tiap tahun untuk mengurus

jamaah Haji. Keduanya diminta oleh Jamiat Khair untuk dicarikan guru-guru

di tanah Arab yang bersedia mengajar di Jakarta. Ia datang ke Indonesia pada

tahun 1911 dan meninggalkan Jamiat Khair pada tahun 1913. Beliau

membuka sekolahnya sendiri dan kemudian bergabung dengan Al-Irsyad

sampai meninggal tahun 1943.

24

Page 28: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Al-Irsyad menjuruskan perhatian pada bidang pendidikan terutama pada

masyarakat Arab, ataupun pada permasalahan yang timbul di kalangan

masyarakat Arab, walaupun orang-orang islam Indonesia bukan Arab ada

ynag menjadi anggotanya. Lambat lain bekerja sama dengan organisasi islam

lainnya yakni Muhammadiyah dan Persatuan Islam. Organisasi ini

meluaskan pusat perhatian mereka kepada persoalan-persoalan yang lebih

luas, yang mencakup persoalan islam yang ada di Indonesia. Serta berperan

dalam berbagai kongres al-Islam pada tahun 1920-an dan bergabung dengan

Majelis Islam A’la Indonesia ketika federasi ini didirikan pada tahun 1937.

Pemuda-pemuda Indonesia juga mempergunakan fasilitas Al-Irsyad dalam

pendidikan.

Kebencian dari pendiri Al-Irsyad terhaadap Sayid dicerminkan oleh

Anggaran Dasar organisasi ini yang mengemukakan bahwa seorang sayid

tidak boleh duduk di dalam pengurus. Usaha-usaha untuk menyelesaikan

pertikaian tidak pernah berhasil. Perbedaan-perbedaan antara jamiat Khair

dan Al-Irsyad juga diwarnai oleh politik walau bukan sehubungan dengan

politik Indonesia tetapi hubungan dengan perkembangan Hadramutt dan

umumnya di negara-negara Arab. Mengenai perkembangan di Indonesia

kedua organissi ini membatasi diri mereka pada bidang agama dan

pendidikan.

5. Persyarikatan Ulama

Haji Abdulhalim dan Hayatul Qulub

Gerakan pembaharu di daerah Majalengka, Jawa Barat yang kemudian

berkembang menjadi Persyarikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911 atas

inisiatif Haji Abdulhalim yang lahir di Ciberelang, Majalengka tahun 1887.

Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama, sedangkan

famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga

dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.

Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan

belajar di berbagai pesantren di Majalengka, sampai umur 22 tahun.

Kemudian ia pergi ke Mekkah untuk naik haji dan melanjutkan

25

Page 29: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

pendidikannya.selama tiga tahun di Mekkah ia mengenal tulisan Abduh dan

Jamal al-Din al-Afghani. Di sini ia mengenal kiai Haji Mas Mansyur yang

kemudian menjadi ketua umum Muhammadiyah. Meskipun banyak

membaca kitab Abduh dan Al-Afghani namun ia tidak merasa dipengaruhi

oleh keduannya. Sampai ia meninggal pada tahun 1962 ia tetap berpegang

teguh pada mazhab syafi’i.

Enam bulan setelah ia kembali dari Mekkah pada tahun 1911, Halim

mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Hayatul Qulub, yang

bergerak baik dibidang ekonomi maupun pendidikan. Anggotanya mula-

mula berjumlah enampuluh orang yang terdiri dari pedagang dan petani.

Mereka membayar iuran masuk 10 sen dan lima sen setiap mingguanya untuk

dana pendiriann sebuah perusahaan tenun. Organisasi ini membantu

anggotanya yang bergerak di bidang perdagangan dalam persaingan dengan

pedagang-pedagang Cina. Di bidang pendidikan Hali menyelenggarakan

pelajaran agama sekali seminggu untuk orang-orang dewasa yang diikuti

sebanyak empat puluh orang. Pelajaran yang diberikan yaitu tentang fiqih

dan hadits.

Organisasi ini tidak berlangsung lama, persaingan dengan pedagang-

pedagang Cina yang sering kali menimbulkan perkelahian dianggap

pemerintah sebagai penyebab kerusuhan sehingga pada tahun 1915 organisasi

ini dilarang. Akan tetapi, kegiatannya terus dilanjutkan meskipun tidak diberi

nama secara resmi. Tetapi, dibidang pendidikan dilanjutkan dengan sebuah

organisasi yang diberi nama Majlisul Ilmi.

Pada tahun 1916 didirikan Jam’iyat al-Muta’alimin yaitu sebuha lembga

pendidikan yang bersifat lebih modern. Namun kurang disukai karena adanya

sistem berkelas dan sistem koedukasi yang diidntrodusir oleh Halim. Tahun

1917 organisasi ini berganti nama menjadi Persyarikatan Ulama dan diakui

secara resmi oleh pemerintah dengan bantuan O.S. Tjokroaminoto, presiden

Syarekat Islam. Tahun 1924 organisasi ini meluaskan daerah operasinya ke

seluruh Jawa dan Madura dan tahun 1937 ke seluruh Indonesia.

26

Page 30: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

6. Muhammadiyah

Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912

oleh kiai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya

dan beberapa orang aggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga

pendidikan yang bersifat permanen. Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada

tahun 1869 dengan nama Muhammad Darwis, anak seorang Kiayi Haji

Abubakar bin Kiayi Sulaiman, Khatib di masjid Sultan di kota itu. Dan

ibunya adalah anak Haji Ibrahim, pengulu. Setelah ia menyelesaikan

pendidikan dasarnya dalam nahu, fiqh, dan tafsir di Yogya dan sekitarnya, ia

pergi ke Mekkah tahun 1890 dimana ia belajar selama satu tahun. Salah

seorang gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib. Tahun 1903 ia kembali ke

Mekkah dan tinggal selama dua tahun.

Dahlan telah menghayati cita-cita pembaharuan sekembalinya dari haji

yang pertama. Ia mulai mengintrodusir cita-citanya itu mulanya dengan arah

orang bersembayang kearah kiblat yang sebenarnya. Perubahan ini walaupun

bagi kita sekarang mungkin sangat kecil artinya, memperlihatkan kesadaran

Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan yang tiak baik dan yang

menurut pendapatnya yang tidak sesuai dengan Islam. Ia gagal

merealisasikan perubahan arah kiblat di masjid Sultan di Yogyakarta. Ia

memang dapat membangun langgarnya sendiri dengan meletakkan kiblat

yang tepat, tetapi perubahan ini tidak disenangi oleh penghulu Kiyai haji

Mohammad Halil, yang memerintahkan untuk membinasakan langgar itu. Hal

ini menyebabkan ia menjadi patah semangat dan ingin meninggalkan kota ini

tetapi kerabatnya menghalanginya. Kemudian ia menggantikan ayahnya

menjadi khatib di masjid Sultan. Ia juga aktif berdagang batik untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tahun 1909 dahlam masuk Budi Utomo untuk memberikan pelajaran

agama kepada anggota-anggotanya. Kemudian ia membuka sekolah sendiri

yang bersifat lebih permanen untuk menghindari nasib pesantren tradisional

yang terpaksa ditutup apabila sang kiyainya meninggal. Untuk itu

didirikanlah Muhammadiyah. Organissasi ini mempunyai maksud untuk

27

Page 31: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk

bumiputera dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.

Untuk mencapai ini Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga

pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh di mana dibicarakan

masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta

menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah.

Daerah operasi Muhammdiyah mulai diluaskan setelah tahun 1917.

Sampai pada tahun 1920 kegiatan Muhammadiyah diluaskan meliputi seluruh

pulau Jawa dan pada tahun 1921 ke seluruh Indonesia. Cabang pertama

Muhammadiyah didirikan di daerah Minangkabau. Tokohnya yaitu Haji

Rasul. Pada mulanya cabang Muhammadiyah ini bernama Sendi Aman Tiang

Selamat dan pada tahun 1925 diubah menjadi Muhammdiyah. Tahun 1927

Muhammadiyah mendirikan cabang-cabang di Bengkulu, Banjarmasin dan

Amuntai. Sedangkan pada tahun 1929 pengaruhnya tersebar ke Aceh dan

Makassar.

Penolong Kesengsaraan Umum (PKU) merupakan organisasi yang berdiri

sendiri yang didirikan pada tahun 1918 oleh beberapa orang pimpinan

Muhammmadiyah untuk meringankan korban akibatb meletusnya gunung

Kelud. PKU kemudian melanjutkan usaha untuk membantu orang-orang

miskin dan yatim piatu di Yogyakarta sampai ia menjadi bagian yang khusus

dari Muhammadiyah pada tahun 1921. Pada tahun ini PKU membantu korban

kebakaran di Yogyakarta; tahun 1922 mendirikan rumah yatim piatu yang

pertama, dan tahun 1926 membuka klinik yang segera diikuti oleh orang-

orang Muhammadiyah di Surabaya, Malang dan Solo.

Organisasi wanita Muhammadiyah bernama Aisyiah. Pada mulanya

merupakan organisasi yang berdiri sendiri. Dirikan pada tahun 1918 dengan

nama Sopotrisno dan pada tahun 1922 resmi menjadi bagian dari

Muhammadiyah dan berganti nama menjadi Aisyiah.. kegiatannya

mengdakan tabligh-tabligh untuk para anggota dan wanita-wanita lain dan

kursus-kursus untuk pekerja-pekerja batik. Beberapa tahun kemudian

28

Page 32: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Aisyiah juga memberikan perhatian kepada anak-anak perempuan remaja

sehingga dibangun suatu bagian khusus bernama Nasyiatul Aisiah.

Kegiatan-kegiatan Muhammasiyah tidaklah tumbuh semata-mata dari

buah pemikiran pemimpinnya saja. Pengaruh-pengaruh luar terlihat pada

pendirian PKU dan Aisyiah. Pengaruh missionaris Kristen yang tidak hanya

dijadikan sebagai tantangan tetapi juga sebagai contoh. Sebuah kegiatan yang

dijadikansebgai contoh adalah gerakan kepanduan. Gerakan kepanduan

Muhammadiyah yakni Hizbul Wathan dibentuk pada tahun 1918 oleh Kiyai

Haji Ahmad Dahlan setelah memperoleh keterangan tentang persoalan

kepanduan ini dari seorang guru Muhammadiyah yang mengajar di Solo.

Mengakui manfaat dari gerakan kepanduan ini Dahlan tidak ragu-ragu untuk

untuk mengambil keputusan guna membentuk Hizbul Wathan.

Suatu bagian yang terpenting pula dari muhammadiyah ialah Majlis

Tarjih, didirikan atas dasar keputusan kongres organisasi di Pekalongan pada

tahun 1927. Fungsinya adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum

tentang masalah-masalah tertentu yang dipertikaikan oleh masyarakat

muslim.

7. Persatuan Islam

Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada tahun 1920an ketika

orang-orang islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam usaha

untuk mengadakan pembaharuan dalam agama. Persis kurang memberikan

tekanan terhadap kegiatan organisasinya. Persis tidak terlalu berminat untuk

membentuk banyak cabang atau menambah sebanyak mungkin anggota.

Pengaruh organisasi persis jauh lebih besar daripada jumlah cabang atau pun

anggotanya. Kegiatan di dalam persis didukung oleh dua tokoh penting yaitu

Ahmad Hassan yang dianggap sebagai guru Persis yang utama sebelum

perang dan Mohammad Natsir yang pada waktu itu merupakan anak muda

yang sedang berkembang dan tampaknya bertindak sebagai juru bicara dari

organisasi tersebut dalam kalanngan kaum terpelajar.

Tahun 1927 sebuah kelas khusus atau kelompok diskusi diorganisir untuk

anak-anak muda yang telah menjalani masa studinya di sekolah-sekolah

29

Page 33: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

menegah pemerintah dan yang ingin mempelajari islam secara sungguh-

sungguh. Dalam kelas tersebut Hasan bertindak sebagai guru. Tetapi hasan

sendiri mengaku bahwa ia banyak belajar dari pembicaraan yang dilakukan

didalam kelompok diskusi ini yang menyebabkan dorongan baginya untuk

memperdalam pengetahuannya sendiri. Masalah-masalah yang timbul di

dalam diskusi-diskusi ini menyebabkan ia lebih banyak bagi menggali

sumber-sumber ajaran Islam.

Sebuah kegiatan lain yang penting dalam rangka kegiatan pendidikan

Persis ini adalah lembaga pendidikan Islam, sebuah proyek yang dilancarkan

oleh Natsir dan yang terdiri dari beberapa buah sekolah: Taman Kanak-kanak,

HIS (1930), sekolah Mulo (1931) dan sebuah sekolah guru (1932). Inisiatif

Natsir ini mulanya merupakan jawaban terhadap tuntutan dari berbagai pihak,

termasuk beberapa orang yang mengambil pelajaran privat dalam Bahasa

Inggris dan berbagai pelajaran lain kepadanya. Tuntutan ini dikemukakan

setelah melihat berdirinya beberapa sekolah swasta di bandung pada waktu

itu, di mana tidak diajarkan pelajaran islam.

Berlainan dari Muhammadiyah yang mengutamakan penyebaran

pemikiran-pemikiran baru secara tenang dan damai, Persis seakan gembira

dengan perdebatan-perdebatan dan polemik.dikatakan bahwa organisasi ini

menantang orang-orang yang tidak setuju terhadap pendapat dan

pemikirannya untuk berdebat.

C. Corak Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia

1. Gerakan Modern Islam: Asal-usul Perkembangan.

Gerakan modern Islam merupakan jawaban yang dijunjukan terhadap

krisis yang dihadapi umat islam pada masanya. Kemudian progresif Kerajaan

Usmani yang merupakan pembangku khalifah Islam, setelah abad ketujuhbelas

telah melahirkan kebangkitan Islam di kalangan warga Arab di pinggiran

imperium itu. Yang terpenting diantaranya adalam gerakan Wahabi, sebuah

gerasak reformis puritanis (Salafiyyah). Gerakan ini merupakan sarana yang

30

Page 34: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

menyiapkan jembatan kearah pembaruan Islam abad ke-20 yang lebih bersifat

intelektual.

Katalisator terkenal gerakan pembeharuan ini adalah Jamaludin Al-

Afghani (1897). Ia mengajarkan solidaritas Panislam dan pertahanan terhadap

imprelialisme Eropa, dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang secara

ilmiah dimodernisasi.

Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar

kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Bermula dari pembaharuan

pikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau, yang disusul oleh pembaruan

pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan

Islam semakin berkembang membentuk organisasi-rganisasi sosial keagamaan,

seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) Di Bogor (1909) dan Solo (1911).

Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di

Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920-an), Nahdatul

Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di

Candung Bukittinggi (1930); dan partai-partai politik, seperti Sarekat Islam

(SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia

(Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan dan perluasan

dari organisai pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada

tahun 1938.

2. Perjuangan Kemerdekaan umat Islam

a. Masa Kolonial Beanda

Nasionalisme dalam pengertian politik, baru muncul setelah H.

Samanhud menyerahkan tampuk pimpinan SDI pada bulan Mei 1912

kepada HOS Tjokroaminoto yang mengubah nama dan sifat organisasi

serta memperluas ruang geraknya. Sebagai organisasi politik pelopor

nasionalisme Indonesia, SI pada decade pertama adalah organisasi politik

besar yang merekrut anggotanya dari kelas dan aliran yang ada di

Indonesia. Tjokroaminto dalam pidatonya kepada Kongres Nasional

Sarekat Indonesia yang berjudul “Zulfbetuur” tahun 1916 di Bandung

mengatakan :

31

Page 35: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Tidak pantas lagi Hindia (Indonesia, pen.) diperintah lagi oleh negeri Belanda, bagaikan tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya. Tidak pada tempatnya, menganggap Hindia sebagai seekorsapi perahan yang hanya diberi makan susunya. Tidaklah pantas, untuk menganggap negeri ini sebagai tempat kemana orang berdatangan hanya untuk memeproleh keuntungan dan sekarang sudah tidak pada tempatnya lagi bahwa penduduknya, terutama anak negeri sendiri, tidak mempunyai hak turut bicara dalam soal-soal pemerintah yang mengatur nasib mereka.

Banyak kalangan yang kecewa terhadap perpecahan itu. Mereka lebih

kecewa lagi, karena perpecahan itu bukan saja menunjukan perbedaan

taktik, tetapi lebih dari itu, masing-masing golongan makin mempertegas

lagi ideologinya. Sejak itu SI dengan tegas menyatakan ideology Islamnya.

Nasionalisme yang dikemangkan adalah nasionalisme yang berdasarkan

ajaran-ajaran Islam.

Pendapat lain menyatakan, perpecahan itu lebih merupakan kelanjutan

wajar dari latar belakang budaya masyarakat, terutama Jawa. Proses

islamisme damai di Indonesia, yang mengkompromikan ajaran Islam

dengan nilainilai budaya, telah melahirka tiga golongan: santri, komunisme

oleh abangan, dan nasionali “sekuler” oleh priyayi.

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan abangan

dan budaya priyayi yang memang sejak lama tidak selalu berjalan dengan

ajaran-ajaran Islam, berubah menjadi nasionalisme sekular melalui

pendidikan Belanda, yang memang dimaksudkan untuk mengemansipasi

masyarakat dari agama. Perpecahan menjadi komunis dan nasionalis

“secular”, lebih disebabkan analisis kelas yang diterapkan komunis. Dilihat

dari tingkat sekularismenya, komunisme adalah sekularisme radikal karena

memusuhi agama, sedang nasionalisme “Barat” adalah nsionalisme

moderat, karena ia melihat agama sebagai urusan pribadi.

Ketiga aliran tersebut, terlibat dalam konflik ideologis yang cukup keras.

Namun, PKI hanya terlibat dalam waktu yang sangat singkat, karena

pemberontakannya di Jawa Barat (1926) dan di Sumatra Barat (1927)

menyebabkan pemerintahan Belanda menyatakan sebagai partai terlarang

dan mengasingkan tokoh-tokohnya ke Digul.

32

Page 36: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Dalam suasana konflik semacam itu, SI semakin hari mengalami

kemerosotan, sementara partai-partai nasionalis “sekuler” berkemang

dengan pesat. Tingkat pendidikan dan kemampuan merumuskan realitas

golongan nasionalis sekuler tampaknya jauh lebih baik daripada SI yang

mewakili Islam. Apalagi setelah Tjokroaminoto wafat, SI beberapa kali

mengalami perpecahan yang mengakibatkannya semakin kehilangan pamor,

misalnya dengan Penyadar (H. Agus Salim dan Mohamad Roem; 1936) dan

Komite Kebenaran PSSII (Kartosuwirjo; 1939).

Usaha-usaha untuk mempersatukan kembali partai-partai politik dengan

aliran-aliran ideologi itu, meskipun dalam bentuk federasi, selalu berakhir

dengan kegagalan. Hal itu Karen, Belanda terutama diakhir masa

penjajahannya tidak pernah memberi ruang gerak bagi gerakan kebangsaan

dan tidak pula bersedia mengadakan dialog. Sementara itu konflik ideology

terus berkembang dan kadang-kadang mengeras. Golongan nasionalis

“netral agama” pernah menuduh Islam sebagai pembawa perpecahan. H.

Agus Salim dituduh menjerumuskan SI menjadi partai pendeta yang

mencecerkan kepentingan sosial dan ekonomi rakyat untuk agama. Adapula

yang mempertanyakan lembaga-lembaga Islam, seperti poligami dan ibadah

haji. tuduhan lain, Islam Arab merupakan suatu bentuk impersialisme yang

tidak kalah jeleknya dari Belanda.

Tuduhan-tuduhan tersebut tentu mendapat jawaban dari kalangan Islam

yang ingin menjelaskan duduk perkara yang sebenar-benarnya. HOS

Tjokroaminoto, H. Agus Salim, A. Hasan, dan M. Natsir adalah tokoh-tokoh

terkenal dalam menjawab tuduhan-tuduhan itu. Mereka mungkin bisa

dikatakan sebagai perumus-perumus nasionalisme Islam di Indonesia.

Hanya di Sumatra Barat, masyarakat Islam mampu memandukan antara

Islam dan nasionalisme, yaitu melalui persatuan muslimin Indonesia

(Permi), dipimpin oleh Muchtar Lutfi. Permi adalaj organisasi yang

berdasarkan Islam dan kebangsaan, suatu asas yang oleh beberapa

pemimpin Islam waktu itu dianggap tidak benar. Seakan-akan Islam

33

Page 37: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

meupakan ajaran yang tidak sempurna. Sayangnya, Permi tidak berusia

panjang.

Di awal tahun 1940an, soekarno yang pernah mendalami ajaran Islam,

mencoba mendamaikan konflik-konflik itudengan berusaha mengutip

pendapat pemikiran-pemikiran pembaharuan di Negara-negara Islam Timur

Tengah.

b. Masa Pendudukan Jepang

Kemunduran progresif yang dialami partai-partai Islam seakan

mendapatkan dayanya kembali setelah Jepang dating menggantikan posisi

Belanda. Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan, Islam dan

nasionalis “sekular”, ketimbang pemimpin tradisional. Jepang berpendapat

organisasi-organisasi Islamiah yang sebenarnya mempunyai masa yang

patuh dan hanya dengan pendekatan agama, penduduk Indonesia dapat

dimobilisasi. Oleh karena itu, kalau organisasi organisasi non-keagamaan

dibubarkan, organisas-organisasi besar Islam seperti Muhammadiyah, NU,

dan kemudian persyarikatan Ulama (Majalengka), juga Majelis Islam A’la

Indonesia (MIAI), yang kemudian dilanjutkan dengan Majelis Syuro

Muslim Indonesia (Masyuri) diperkenakan kembali meneruskan

kegiatannya.

Jepang kemudian menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan

mengeluarkan maklumat Gunseikan no.23/29 April 1945, tentang

pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang kalangan

Islam mendapat pelayanan lebih lebih besar dari Jepang, keanggotaan

BPUPKI didominasi oleh golongan nasionalis, yang ketika itu lazim disebut

golongan kebangsaan. Di dalam badan inilah, Sukarno mencetuskanide

Pancasilanya. Meskipun di dalam rumusan Pancasila itu terdapat prinsip

ketuhanan, tetapi Negara pada dasarnya dipisahkan dari agama.

Setelah itu, dialog resmi ideologis antar dua golongan terjadi dengan

terbuka dalam suatu forum. Panitia Sembilan, semacam sebuah komisi dari

forum itu, membahasa hal-hal yang sangat mendasa, preambul UUD. Lima

34

Page 38: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

orang mewakili golongan nasionalis “sekular” (Sukarno, Mohammad Hatta,

Muhammad Yamin, Maramis, dan Subardjo) dan empat orang lainya

mewakili Islam (Abdul Kahar Muzakkir, Wachid Hasyim, Agus Salim, dan

Abikusno Tjokrosujoso). Kompromi ini dikenal dengan Piagam Jakarta

“dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Tetapi, pada saat dibahas kembali di dalam siding Pleno, Piagam

Jakarta tidak memuaskan kedua belah pihak. Baik golongan Islam maupun

golongan nasionalis “sekular” dengan kuat mempertahankan prinsip

masing-masing. Namun pada akhirnya berkat usaha Agus Salim dan

Soekarno, Piagam Jakarta diterima sebagai mukaddimah konstitusi, dengan

alasan bahwa ia merupakan suatu kompromi yang dicapai dengan susah

payah.

3. Organisasi Politik dan Organisasi Sosial Islam dalam Suasana Indonesia

Merdeka

a. Masa Revolusi dan Demokrasi Liberal

Menjelang kemerdekaan Jepang tidak dapat menghindari kekalahan dari

tentara sekutu, BPUPKI ditingkatkan menjadi Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Erbeda dengan BPUPKI yang khusus

untuk pulau Jawa, PPKI merupakan perwakilan daerah seluruh kepulauan

Indonesia. Perubahan itu banyak menyebabkan banyak anggota BPUPKI

yang tidak muncul lagi, termasuk beberapa orang anggota Panitia Sembilan.

Persentase Nasionalis Islam pun merosot tajam.

Dalam suasana seperti itu, M. Hatta dalam siding PPKI setelah

kemerdekan berhasil dengan mudah meyakinkan anggota bahwa hanya

suatu konstitusi “secular” yang mempunyai peluang untuk diterima oleh

mayoritas rakyat Indonesia. Tujuh kata dalam anak kalimat yang tercantum

dalam sila Pertama Pancasila dengan segala konsekuensinya dihapuskan

dari konstitusi. Bahkan kantor urusan agama seperti yang diperoleh Islam

selama pendudukan Jepang, oleh Panitia pun ditolak.

Oleh golongan nasionalis “sekular”, keputusan itu dianggap sebagai

gentleman’s agreement kedua yang menghapuskan Piagam Jakarta sebagai

35

Page 39: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

gentleman’s agreement pertama. Sementara itu, keputusan yang sama

dipandang oleh nasionalis Islam sebagai pengkhianati gentleman’s

agreement itu sendiri. Para nasionalis Islam mengetahui bahwa, Indonesia

merdeka berdasarkan Islam, Piagam Jakarta pun tidak oleh sebab itu, bisa

dibayangkan bagaimana kecewanya para nasionalis Islam.

Penghapusan tujuh kata-kata dari Piagam Jakarta itu sama sekali tidak

mengakhiri konflik ideology yang telah berlangsung lama pada masa belum

sebelum kemerdekaan. Para nasionalis Islam harus menerima kenyataan itu,

karena mereka menyadari bahwa masa revolusi bukanlah saat yang tepat

untuk mendesak terlaksananya cita-cita Islam mereka.

Yang sedikit agak melegakan hati umat Islam adalah Keputusan Komite

Nasional Pusat (KNIP) , pengganti PPKI, yang bersidang tanggal 25, 26,

dan 27 November 1945. Komite yang dipimpin oleh Sutan Syahrir,

pemimpin ulama Partai Sosialis Indonesia (PSI) itu antara lain, membahas

usul agar dalam Indonesia merdeka ini soal-soal keagamaan dianggap oleh

satu kementerian tersendiri dan tidak lagi diperlukan sebagai bagian

tanggung jawab Kementrian Pendidikan. Sedikit banyak, keputusan tentang

Kementrian Agama ini merupakan semacam konsensi kepada kaum

Muslimin yang bersifat kompromi, kompromi antara teori secular dan teori

muslim.

Umat islam memang gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari

agresi Belanda yang datang dengan bantuan tentarasekutu kembali untuk

menjajah Indonesia. Tokoh-tokohnya duduk dalam posisi-posisi politik

penting, baik dalam cabinet maupun memimpin perjuangan fisik dan

diplomatik.

Meskipun Departemen Agama dibentuk,namun halite tidak merendahkan

konfliki ideologi pada masa sesudahnya. Setelah Wakil Presiden

mengeluarkan maklumat no. x tentang diperkenakannya mendirikan partai-

partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya berkaitan muncul kembali.

Pada Tanggal 7 November 1945, Majelis Syuro Muslimin Indonesia

(Masyumi) lahir sebagai wadah aspirasi umat Islam, 17 Desember 1945

36

Page 40: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Partai Sosialis yang mengkristalisasikan falsafah hidup Marxis berdiri, dan

29 Januari 1946, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mewadahi cara

hidup nasionalis “sekular” pun muncul. Partai-partai yang berdiri sesudah

itu dapat dikategorikan ke dalam tiga aliran utama ideologi yang terdapat di

Indonesia. Partai-partai Islam setelah merdeka elain Masyumi adalah Partai

Serikat Islam Indonesia (PSII) yang keluar dari Masyumi tahun1947,

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Nahdlatul Ulama (NU) yang keluar

dari Masyumi tahun1952.

Usaha partai-partai Islam untuk menegakkan Islam sebagai ideologi

Negara di dalam konstituante mengalami jalan buntu. Demikian juga

dengan Pancasila, yang oleh umat Islam waktu itu, dipandang sebagai milik

kaum “anti-Muslim”, setidak-tidaknya di dalam konstituante. Memang,

kesempatan untuk menyelesaikan tugas konstituante masih terulang, namun

pekerjaannya diakhiri dengan Dekrit Presiden 1959, konstituante dinyatakan

bubar dan UUD 1945 dinyatakan berlaku kemali. Dalam konsideran Dekrit

itu disebutkan bahwa Piagam Jakarta menjiwai dan merupakan suatu

rangkaian kesatuan dengan UUD 1945. Jelas, Dekrit sebenarnya ingin

mengambil jalan tengah. Tapi, Dekrit itu sendiri menandai bermulanya

suatu era baru, Demokrasi Terpimpin, yang membawa kehidupan demokrasi

terancam dan berada dalam krisis. Masyumi yang sangat ketat berpegang

kepada konstitusi, pada bulan Agustus 1960 diperintahkan oleh Presiden

Soekarno bubar.

b. Masa Demokrasi Terpimpin

Dengan ubarnya Masyumi, partai Islam tinggan NU, PSII, dan Perti.

Partai-partai ini, sebagaimana juga partai-partai lain, mulai menyesuaikan

diri dengan keinginan Soekarno yang tampaknya mendapat dukungan dari

uda pihak yang bermusuhan, ABRI dan PKI. Langkah akomodatif NU dan

partai Islan lain itu bahkan selalu disandarkan pada ajaran agama, Alquran

adakalanya dipergunakan sebagai rujukan dalam sokongan ini. NU

sebelumnya memang sudah memberi gelar kepada Soekarno, Waliy al-Amr

al-Dharuri bi al-Syaukah. Untuk menyenangkan hati Soekarno, IAIN

37

Page 41: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

memberi gelar doctor kehormatan dan ilmu ushuludiin dengan promotor K.

H. Saifuddin Zuhri, pemimpin NU yang telah banyak diberi peran oleh

Soekarno dalam pemerintahan Demokrasi Terpimpin. Mungkin sekali,

langkah-langkah akomodatif partai-partai Islam ini bertujuan agar nasibnya

berbeda dengan Masyumi, yang tokoh-tokohnya, pada waktu itu,

diintimidasi oleh gloongan-golongan yang pro-Soekarno.

Di masa Demokrasi Terpimpin ini, Soekarno kembali menyuarkan ide

lamanya Nsikom, suatu pemikiran yang ingin menyatukan nasional

“sekular” , Islam dan komunis. Akan tetapi, idenya itu dilaksanakan dengan

caranya sendiri. Peranan partai mengalami erosi, kecuali PKI yang

memainkan peranan penting dan diliputi dengan semangat yang tinggi.

Pancasila pun ditafsirkan sesuai dengan pemikirannya. Masa ini, karena

lebih didominasi oleh PKI, memendam ketegangan antara Islam dan

komunisme. Ketidakpuasan juga terjadi di kalangan banyak golongan

nasionalis “sekular” dan angkatan bersenjata.

Masa Demokrasi Terpimpin itu berakhir dengan gagalnya Gerakan 30

September PKI Tahun 1965, Umat Islam bersama ABRI dan golongan

lainya bekerjasama menumpas gerakan itu.

c. Masa Orde Baru

Setelah Orde Lama hancur, kepemimpinan Indonesia berada di tengah

Orde Baru. Tumbangnya Orde Lama yang umat Islan ikut berperan besar di

dalam menumbangkanya, memberikan harapan-harapan baru kepada kaum

Muslimin. Namun, kekecewaan baru pun muncul di masa Orde Baru ini.

Umat Islam merasa, meskipun musuh bebuyutannya komunis telah

tumbang, kenyataan berkembang tidak seperti yang diharapkan. Rehabilitasi

Masyumi, partai Islam berpengaruh yang dibubarkan Soekarno, tidak

diperkenankan. Bahkan, tokoh-tokohnya juga tidak diizinkan aktif dalam

Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) yang didirikan kemudian.

Orde Baru memang sejak semula mencanangkan pembaruan sistem

politik. Pada tanggal 26 November 1966, dengan sebuah amanat dari

presiden, disampaikan kepada DPRGR : RUU kepartaian, RUU Pemilu dan

38

Page 42: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

RUU Susunan MPR, DPR dan DPRD. Yang keduadan ketiga ditetapkan 22

November 1969. Sedang yang pertama terhenti. Pada 9 Maret 1970, fraksi-

fraksi parpl di DPR dikelompokkan. Tiga tahun kemudian, Parpol difusikan

ke dalam PPP dan PDI (5 Februari 1973). Pada 14 Agustus 1975 RUU

kepaartaian disahkan.penataan kehidupan kepartaian berikutnya adalah

penetapan asas tunggal, Pancasila, untuk semua Parpol, Golkar, dan

organisasi lainnya, tidak ada asas ciri, tidak ada lagi ideologi Islam, dan oleh

karena itu, tidak ada lagi partai Islam.

Asas tunggal merupakan awal dari era baru peran Islam dalam kehidupan

berbangsa ini. Peran politik (formal) Islam tidak ada lagi, tetapi sebagai

agama yang mengaku tidak memisahkan diri dari persalan politik, tentu

peran itu akanterus berlangsung. Mungkin dengan pendekatan yang

berbeda.

d. Kebangkitan Islam di Masa Orde Baru

Meskipun umat Islam merupakan 87 persen penduduk Indonesia, ide

Negara Islam secara terus menerus dan konsisten ditolak. Bahkan, partai-

partai Islam, kecuali di awal pergerakan nasional, mulai dari masa

penjajahan hingga masa kemerdekaan, selalu mengalami kekalahan. Malah

dengan pembaharuan politik bangsa sekarang ini, partai-partai (berideologi)

Islam pun lenyap.

Menjelang Pancasila diputuskan Sidang Umum MPR 1983 sebagai satu-

satunya asas bagi kekuatan politik itu, banyak kalangan yang melontarkan

suara-suara kontra. Suara-suara itu semakin tajam takala Pancasila pada

akhirnya, bukan saja diputuskan sebagai satu-satunya asas bagi kekuatan-

kekuatan politik, tetapi juga terhadap organisasi-organisasi kemasyarakatan,

termasuk organisasi keagamaan di Indonesia.

Sangat wajar kalau suara kontra itu banyak yang berasal dari umat Islam.

Bukan saja karena latar belakang sejarah yang pernah dilaluinya, tetapi

karena pada saat gagasan itu dilontarkan, sub-sub ideologi yang pernah ada

di Indonesia sudah “terkena” gagasan itu. Hanya Partai Persatuan

39

Page 43: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Pembangunan (PPP), fusi dari empat partai pemusi, NU, PSII, dan Perti,

yang masih mempunyai ideologi atau asas ciri, yaitu Islam.

Dengan pengasastunggalan, sebagaian umat Islam menganggap bahwa

penyalur aspirasi politik Islam hilang. Terdapat kehawatiran di kalangan

sebagian mereka terhadap ancaman sekularisasi plitik dan kehidupan sosial

di Indonesia. Kehawatiran itu muncul dari perasaan keagamaan mereka.

Ada anggapan bahwa dengan asas tunggal bagi kekuatan politik dan

organisasi kemasyarakatan, identitas keislaman mereka akan semakin

memudar. Amal usaha organisasi keagamaan Islam pun dirasakan sia-sia.

Untuk merumuskan situasi baru itu sekaligus memasyarakatkan

kebijakan tersebut, beberapa kalangan yang sejak semula tidak melihat

kemungkinan lainya, menyelengagarakan forum-forum berkenaan dengan

aspirsi politik Islam. Balitbang Agama Departemen Agama, untuk tujuan

yang sama, menyelenggarakan seminar dengan tema “Peranan Agama

dalam Pemantapan Ideologi Negara Pancasial”. Kesimpulan dari kegiatan-

kegiatan itu tampaknya menyatakan bahwa aspirasi keagamaan dalam

kehidupan politik di Indonesia tetap akan tersalurkan. Bahkan dengan

kebijakasanaan yang dimaksudkan sebagai upaya modernisasi politik

bangsa itu, umat islam diuntungkan karena dapat melepas diri dari ikatan

primodialismenya, pindah darin dunia yang sempit ke dunia yang lebih luas.

Banyak pemikiran Islam yang beranggapan, dengan ditariknya Islam dari

level politik, perjuangan kultural dalam pengertian luas menjadi sangat

relevan, bahkan mungkin dianggap justru lebih efektif.

Sejak dekate 1970-an, kegiatan Islam semakin berkembang bila

dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Terlihat, ada tanda-tanda

kebangkitan Islam kemudian dalam masa Orde Baru ini. Fenomena yang

sangat bisa dilihat adalah munculnya bangunan-bangunan baru Islam;

masjid-masjid, mushalla-mushalla, madrasah-madrasah, juga pesantren-

pesantren.

Munculnya bangunan-bangunan masjid yang megah-megah itu diikuti

pula dengan semakin ramainya jamaah sholat, terutama dari kalangan

40

Page 44: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

angkatan muda. Pengajaran-pengajaran agama juga semakin semarak.

Departemen-depertemen mengadakan pengajiannya masing-masing.

Bahkan, pengajaran dan diskusi-diskusi keagamaan memasuki hotel-hotel

mewah dan merekrut elit-elit bangsa. Ini mungkin dapat disebutkan sebagai

kelanjutan proses Islamisasi terhadap golongan abangan/priyayi yang

berpendidikan Barat, yang dipandang belum sempurna pada masa-masa

sebelumnya.

Indikasi kebangkitan Islam itu juga terlihat di kamus-kampus perguruan

tinggi. Setiap perguruan tinggi paling tidak sebagaian besar perguruan tinggi

mempunyai masjid atau mushalla. Pelajar dan mahasiswa anyak yang

memakai busana muslim.

Memang, setelah pemimpin-pemimpin nasionalis Islam beberapa kali

melewati batu sanding politik, setidaknya sejak perdebatan ideologis di

Konstituante mereka berbenturan dengan kenyataan yang cukup keras

secara terbuka untuk membentuk Negara Islam , tetapi melakukan

pendekatan lain, dengan berusaha melaksanakan beberapa “unsur” tertentu

dari hukum Islam dan dakwah Islamiah. Beberapa orang tokoh Masyumi

dulu, banyak yang aktif dalam lembaga-lembaga dakwah: M. Natsir sampai

tahuan 1993 memimpin Dewan Dkwah Islamiyyah (DDI), Syafruddin

Perwiranegara memimpin Korp Muballighin Jakarta (KMJ), ada juga yang

aktif di perguruan tinggi Islam swasta, seperti E. Z Muttaqin di UNISBA,

Abdul Kahar Muzakkir di UII, sebagaimana juga ada yang aktif dalam

organisasi-organisasi kemasyarakatan Islam. Hal yang sama juga terjadi di

kalangan NU; K.H. Ahmad Syaikhu memimpin Ittihad al-muballighin,

perguruan tinggi NU mulai banyak berdiri, bahkan, angkatan mudanya

banyak yang aktif di lembaga-lembaga pengemangan masyarakat,

sebagaimana juga banyak yang mengembangkan pesantren.

Apa yang kita maksudkan dengan kebangkitan kembali Islam akhir-akhir

ini bisa jadi merupakan hasil kerja mereka.

Sejak dekade 1970-an, banyak bermunculan apa yang bermunculan apa

yang disebut intelektual muda Muslim yang meskipun sering kontroversial,

41

Page 45: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

melontarkan ide-ide segar untuk masa depan umat. Kebanyakan mereka

adalah intelektual Muslim berpendidikan “umum”. Yang terakhir ini sangat

mungkin mungkin adalah buah dari kegiatan-kegiatan mahasiswa Islam

seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI, berdiri tahun 1947) yang cukup

dominan di perguruan tinggi umum, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

(PMII, organisasi mahasiswa yang pada mulanya underbow NU), dan Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Namun, tidak boleh dilupakan, Departemen Agama yang dibentuk

sebagai konsensi bagi umat Islam juga banyak berjasa dalam membentuk

dan mendorong kebangkitan Islam tersebut. Empat belas Institut Agama

Islam Negara (IAIN) induk dengan sekian banyak cabangnya sangat berjasa

menyiapkan guru-guru agama, pendakwah dan mubaliq dalam komunitas

besar. Bahkan, Departemen Agama secara terus-menerus mengembangkan

dan meningkatkan mutu IAIN tersebut.

Di samping itu, jasa Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, yang dibina

langsung oleh Presiden Soekarno tidak bisa diabaikan. Demikian juga

dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu umat Islam

Indonesia. Aspirasi-aspirasi umat, termasuk aspirasi politik.

Kegiatan-kegiatan sosial dan kultural mempunyai nilai-nilai yang lebih

langgeng daripada hasil perjuangan politik. Mungkin dengan alas an itulah,

Muhammadiyah sejak awal tidak berminat terjun ke dunia politik praktis

dank arena alas an itu pula NU melepaskan diri dari PPP.

Organisasi-organisasi Islam, terutama Muhammadiyah dan NU, dua

organisasi terbesar tanah air, terus diperhatikan oleh setiap kekuatan politik.

Kebangkitan Islam dewasa ini, bagaimana akan mempunyai dampak positif

juga.

Pengalaman dimasa lampau jelas menggambarkan bahwa suatu

pemikiran akan berkembang secara fleksibel apabila ia berakar dan mampu

menjawab persoalan-persoalan nyata yang dihadapi masyarakat. Apa yang

42

Page 46: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

kita saksikan sekarang ini merupakan perkembangan wajar dari langkah-

langkah yang sudah ditempuh di masa lalu.

Setelah berlakunya asas tunggal, umat islam dengan segala

keberaniannya telah melepaskan suatu wadah politik. Dengan lapang dada,

mereka menerima Pancasila dan berharap dapat mengisinya dengan nilai-

nilai agama. Mereka ingin agak pihak-pihak lain selama ini memandang

curiga terhadap “Islam”, dapat mempercayai ulama-ulama dan tokoh-tokoh

Islam lainnya.

D. Awal Kelahiran Muhammadiyah

1. Amal Usaha Muhammadiyah

Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan

mendirikan sekolah Muhammadiyah, lebih banyak ditekankan pada

pemurnian taukhid dan ibadah dalam islam seperti:

a. Meniadakan kebiasaan menujuh bulani (jawa = tingkep), yaitu selamatan

bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan

ini merupakan peninggaan dari adat istiadat jawa kuno, biasanya diadakan

dengan memuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang

dikenal dengan nama cengkir, dacampur dengan bahan-bahan lain seperti

buah delima, buah jeruk, dan lain-lain. Masing-masing daerah berbeda-

beda cara dan macam upacara menujuh bulani ini, tetapi pada dasarnya

berjiwa sama yaitu dengan maksud mendoakan bagi keselamatan calon

bayi yang berada dalam kandungan ibu.

b. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan islam

sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Qadir Jaelani,

Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban, perayaan

dimana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta safaat kepada tokoh

yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca

berzanji, yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak

pujaan kepada Nabi Muhammad Saw yang disalah artikan.

c. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam zikir yang hanya khusus dibaca

pada malam jumat dan hari-hari tertentu adalah sebuah bid’ah. Begitu pula

43

Page 47: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu; ibadah

yang tak ada dasarnya dalam agama juga harus ditinggalkan, yang boleh

adalah ziarah kubur dengan tujuan mengingat adanya kematian pada setiap

makhluk Allah.

Selain yang disebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah islam

yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan nabi

Muhammad, masih banyak lagi usaha di bidang keagamaan, pendidikan,

kemasyarakatan, dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan

Muhammadiyah. Sudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan

“sedikit bicara banyak bekerja”. Tidak saja sekedar semboyan di bibir, tetapi

sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu tidak

mengherankan bila Muhammadiyah yang hanya memiliki jumlah anggota yang

tidak terlalu banyak, tetapi cukup banyak dan luas amal usaha serta hasil-

hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

1) Bidang Keagamaan

Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan

Muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha Muhammadiyah. Dan

apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang yang lainnya tak lain dari

dorongan keagamaan semata-mata, karena baik kegiatan bersifat

kemasyarakatan, perekonomian, pendidikan, sampai yang digolongkan

pada politik, semua tak dapat dipisahkan dari jiwa, dasar dan semangat

keagamaan.

a) Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang

menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara

tetap mengadakan permusyawaratan dan member fatwa-fatwa

dalam bidang mkeagamaan serta memberi tuntunan mengenai

hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umum.

b) Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai

dengan contoh yang diberikan Rosulullah.

44

Page 48: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

c) Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya

dengan jalan perhitungan “Hisab” atau “astronomi” sesuai dengan

jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.

d) Mendirikan mushalla khusus bagi kaum wanita, yang merupakan

usaha pertama kali diselenggarakan oleh umat islam Indonesia.

Selain itu meluruskan arah kiblat pada masjid-masjid dan

mushalla-mushalla sehingga sesuai dengan arah yang benar

menurut perhitungan garis lintang.

e) Melaksanakan dan mensponsori pengeluaran zakat pertanian,

perikanan, peternakan dan hasil perkebunan, serta mengatur

pengumpulan dan pembagian zakat fitrah sehingga benar-benar

sampai ke tangan yang ber hak.

f) Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan

keluarga berencana.

g) Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak bisa

dilepaskan dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.

h) Tersusunnya rumusan tentang “Matan Keyakinan dan Cita-cita

hidup Muhammadiyah” adalah suatu hasil yang sangat besar,

penting dan belum ada duanya di Indonesia sampai dewasa ini.

Dimana organisasi islam secara bulat mampu menyusun mengenai

pokok-pokok agama islam secara sederhana, mencakup, dan tuntas.

i) Penanaman kesadaran dan kenikmatan beragama, beramal dan

berorganisasi, dengan kesadaran itu maka tumbuh dan berkembang

hasil-hasil yang nyata di berbagai wilayah berupa tanah wakaf,

infaq, bangunan-bangunan, kesediaan mengorbankan harta untuk

kepentingan agama dan sebagainya.

2) Bidang Pendidikan

Salah satu penyebab didirikan Muhammadiyah ialah karena lembaga-

lembaga pendidikan di Indonesia sudh tidak memenuhi lagi kebutuhan dan

tuntunan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajaran yang tidak sesuai,

45

Page 49: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

bahkan system pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang

mendasar.

Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisah-misahkan

pelajaran yang dianggap agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu

umum, pada hakikatnya merupakan usaha yang penting dan besar. Karena

dengan sistem tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh

kepribadiannya, tidak terbelah menjadi pribadi yang berilmu umum atau

berilmu agama saja.

Menjadi kenyataan yang sampai sekarang masih dirasakan akibatnya,

adalah adanya sekolah-sekolah yang bersifat netral terhadap agama,

dimana akhirnya tidak sedikit para siswanya hanya memiliki keahlian

dalam bidang umum, dan tidak mempunyai keahlian dalam bidang agama.

Dengan kenyataan ini banyak orang yang mudah goyah dan goncang

hidupnya dalam menghadapi bermacam-macam cobaan.

Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum

dan sistem pesantren, maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya

yaitu dengan:

a) Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan

kedalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan

b) Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan

pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.

Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu

agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.

3) Bidang Kemasyarakatan

Muhammadiyah adalah suatu gerakan islam yang mempunyai tugas

dakwah islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang

kemasyarakatan. Sudah dengan sendirinya banyak usaha-usaha

ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti:

a) Mendirikan rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan,

membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik dan

sebagainya.

46

Page 50: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

b) Mendirikan panti asuhan anak yatim baik putra maupun putrid

untuk menyantuni mereka.

c) Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku,

yang banyak mempublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-

buku yang sangat membantu penyebarluasan faham-faham

keagamaan, ilmu dan kebudayaan islam.

d) Pengusahaan dana bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan pada

saat seseorang tidak lagi bisa bekerja karena usia telah tua atau

cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan.

e) Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup

sepanjang tuntunan Ilahi.

4) Bidang politik kenegaraan

Perjuangan Muhammadiyah yangbdapat digolongkan ke dalam bidang

politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya:

a) Pemerintah kolonial Belanda selalu berusaha agar perkembangan

agama islam bisa dikendalikan dengan bermacam-macam cara

diantaranya menetapkan agar semua binatang yang dijadikan

“qurban” harus dibayar pajaknya. Hal ini ditentang oleh

Muhammadiyah, dan akhirnya berhasil dibebaskan.

b) Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan

penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di

Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama islam, juga

dipegang oleh orang islam, Muhammadiyah berjuang kearah cita-

cita itu.

c) Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula

pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya

partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’allimin

Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya. Malahan

setelah beberapa tahun lamanya akibat kekosongan partai politik

yang sejiwa dengan kehendak Muhammadiyah, akhirnya tahun

47

Page 51: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

1967 Muhamadiyah tampil lagi sebagai tulang punggung utama

berdirinya Partai Muslimin Indonesia.

d) Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia

dikalangan umat Islam Indonesia, dengan menggunakan bahasa

Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khutbah ataupun

tulisan-tulisannya. Pada saat mana kalau terdengar semboyan

nasionalisme terus dituduh sebagai pembawa fanatisme ashabiyah

atau fanatic golongan. Dan untuk menghadapi reaksi tersebut

dikumandangkan semboyan: Hubbul wathan minal iman = cinta

tanah air adalah satu cabang keimanan.

e) Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia pernah seluruh bangsa

Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan

bangsa Jepang. Tak terkecuali Muhammadiyah pun diperintah

untuk na sei-kerei melakukan sei-kerei, membungkuk tanda hormat

kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit.

Tentu saja perintah Dai Nippon tersebut ditolak oleh

Muhammadiyah, karei tak lain dari perbuatan syirik, yaitu

menyekutkan Tuhan, Allah.

f) Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia)

dan menyokong sepenuhnya tuntunan Gabungan politik Indonesia

(GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan.

Begitu pula pada kegiatan Islam International, seperti Konferensi

Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid sedunia, Muhammadiyah

aktif mengambil bagian di dalamnya.

g) Pada saat partai politik yang bisa menyalurkan cita-cita perjuangan

Muhammadiyah tidak ada, dan dalam keadaan yang memaksa

sekali Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam amar

makruf nahi munkar yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil.

Pada saat itu, tahun 1966/ 1967, Muhammadiyah dikenal sebagai

ormaspol yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi

sebagai partai politik.

48

Page 52: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

2. Perkembangan Muhammadiyah

Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan

menjadi:

a. Perkembangan secara vertikal

Yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh

penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap provinsi,

daerah-daerah di tiap kabupaten/ kotamadya, cabang-cabang dan ranting-

ranting serta jumlah anggota yang bertebaran dimana-mana.

b. Perkembangan secara horizontal

Yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah , yang

meliputi berbagai bidang kehidupan berupa majelis-majelis dan badan-

badan.

Disamping majellis dan lembaga, terdapat organisasi otonom yaitu

organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap

memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam

Persyarikatan Muhammadiyah, organisasi ortonom ada beberapa buah yaitu

1) ‘Aisyiyah

2) Nasyiatul ‘Aisyiyah

3) Pemuda Muhammadiyah

4) Ikatan Remaja Muhammadiyah (IMR)

5) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

6) Tapak Suci Putra Muhammadiyah

7) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.

Organisasi otonom di atas selain ‘Aisyiyah itu termasuk Angkatan

Muda Muhammadiyah (AMM), dimana keenam organisasi otonom ini

berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung dan

penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

3. Periodisasi Kepemimpinan Muhammadiyah

a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)

49

Page 53: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan

amal usaha serta organisasi, sehingga Muhammadiyah menduduki tempat

terhormat sebagai gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern.

1) Kondisi sosial, politik, ekonomi ada masa itu

a) Kehidupan keberagamaan memprihatinkan, dala kepercayaan

tercampur khurafat, dalam beribadat banyak tercampur bid’ah,

pemahaman agama sempit, pola pikirnya taklid.

b) Pendidikan terbelakang, anak-anak yang dapat memasuki sekolah

hanyalah anak-anak para bangsawan dan orang-orang berpangkat.

c) Anak-anak muda kurang mendapat perhatian.

d) Perekonomian lemah, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang

terjajah.

e) Kegiatan Nasranisasi sangat menonjol, kegiatan dakwah sangat

lemah, umat Islam menjadi umat kelas bawah.

2) Usaha-usaha KHA. Dahlan

a) Peningkatan kualitas keislaman bangsa Indonesia dengan

menyelenggarakan berbagai pengajian untuk pemuda, wanita,

calon-calon guru dan sebagainya.

b) Peningkatan pendidikan dengan mendirikan bermacam-macam

sekolah seperti SD (Standard school), Madrasah Muallimin,

Muallimat, sekolah guru (Normal School), dan sebagainya.

c) Peningkatan martabat kaum wanita dengan mengadakan berbagai

macam pengajian seperti pengajian Wal’Asri. Kursus-kursus

keterampilan, berpidato serta mengorganisasi dalam perkumpulan

Aisyiyah.

d) Persatuan umat Islam Indonesia dengan mengadakan silaturahmi

dengan para pemimpin Islam, dan lain-lain.

e) Membentuk organisasi dengan mendirikan persyarikatan

Muhammadiyah.

f) Mendirikan kepanduan ‘Hizbul Wathan’.

50

Page 54: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

g) Menerbitkan majalah ‘Sworo Muhammadiyah’ untuk

menyebarluaskan cita-cita dan gagasan Muhammadiyah.

h) Menggerakkan tabligh Islam, meningkatkan harkat dan martabat

umat Islam.

i) Membantu fakir miskin dengan memelihara dan menyantuni

mereka.

j) Menganjurkan hidup sederhana, terutama dalam

menyelenggarakan pesta perkawinan (walimatul ‘ursy).

b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)

Dalam masa ini muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke

daerah luar jawa. Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun

para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan

pengembangan hukum-hukum agama. Beberapa kegiatan yang menonjol

antara lain:

1) Tahun 1924 mengadakan “Fonds-Dachlan”, yang bertujuan untuk

membiayai anak-anak miskin.

2) Mengadakan Badan Perbaikan Perkawinan untuk menjodohkan putra-

putri Muhammadiyah.

3) Menyebarluaskan Muhammadiyah ke luar jawa.

4) Mengadakan khitanan masal tahun 1925.

5) Konggres ke XV di Surabaya 1926, antara lain diputuskan:

a) Sholat hari raya di tanah lapang dimana ada ranting

Muhammadiyah.

b) Pemakaian tahun Islam dalam catat-mencatat (maksudnya dalam

surat-menyurat, notulen, dan lain-lain)

6) Persoalan politik muncul dalam konggres XVI di pekalongan tahun

1927, isinya:

1) Muhammadiyah wajib mengadakan Majlis Tarjih, Tanfidz dan

taftisyi.

2) Muhammadiyah tidak bergerak di bidang politik, tapi memperbaiki

budi pekerti dan akhlak.

51

Page 55: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

3) Muhammadiyah tidak melarang orang yang akan berpolitik.

7) Tahun 1928 mengirim putra-putri lulusan sekolah Muhammadiyah

(Muallimin, Muallimat, Tabligh School, Normal School) ke seluruh

pelosok tanah air yang kemudian dikenal dengan ‘anak panah’

Muhammadiyah. Diantara mereka yang dikirim adalah Hamka tahun

1928 ke Makasar, R. Z. Fanani tahun 1929 ke Pagar Alam Sumatera

Selatan, Badilah Zuber tahun 1930 ke Bengkulu, A. R. Fakhrudin 1935

ke Talang Balai Tanjung Raja Palembang, Djarnawi Hadikusumo 1939

ke Merbau Medan.

8) Konggres ke XVII 1928 (Kongres Agung), untuk pertama kalinya

diadakan pemilihan Hoofd Bestuur Muhammadiyah.

9) Konggres ke XVIII di Solo 1929, Muhammadiyah mendirikan

Uitgeefster My yaitu badan usaha penerbit buku-buku sekolah

Muhammadiyah yang berada di bawah Majlis Taman Pustaka. Pada

saat itu erjadi penurunan gambar KHA. Dahlan, karena pada saat itu

ada gejala mengkultuskan beliau.

10) Konggres XIX di Minangkabau 1930 muncul istilah ‘Consul Hofd

Bestuur Muhammadiyah’ (sekarang ketua PMW).

11) Konggres XX memakai makromah (sekarang semacam jilbab).

12) Konggres ke XXI di Makassar 1932 antara lain supaya memutuskan

Muhammadiyah menerbitkan surat kabar harian (Dagblad), untuk

pelaksanaannya diserahkan pada Muhammadiyah cabang Solo. Harian

ini dinamakan Adil dan sekarang berubah menjadi tabloid mingguan

Adil.

c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)

1) Konggres ke XXIII 1934 antara lain memutuskan pergantian nama-

nama Belanda menjadi nama-nama Indonesia. Misalnya, Kweekschool

mejadi Madrasah Muallimin, Kweekschool Istri menjadi Madrasah

Muallimat, Normaschool menjadi sekolah guru dan sebagainya.

2) Konggres ke XXIV 1935antara lain memutuskan membentuk Majlis

Pimpinan Perekonomian untuk memperbaiki perekonomian anggota.

52

Page 56: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

3) Konggres seperempat abad di Jakarta tahun 1936, antara lain:

a) Memutuskan berdirinya sekolah tinggi

b) Berdirinya Majlis Pertolongan dan Kesehatan Muhammadiyah

(MPKPM) untuk memperhatikan pertolongan dan kesehatan pada

seluruh cabang dan ranting.

d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)

Langkah dua belas yang disusun untuk menggerakkan kembali

Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, yaitu:

1) Mem[perdaam masuknya iman.

2) Memperluas faham agama.

3) Memperluas budi pekerti

4) Menuntun amal intiqad (mawas diri)

5) Menguatkan keadilan

6) Menegakkan persatuan

7) Melakukan kebijaksanaan

8) Manguatkan majelis tanwir

9) Mengadakan konferensi bagian

10) Mempermusyawarahkan gerakan luar.

Kondisi sosial politik pada masa itu mulai tidak stabil karena pengaruh

Perang Dunia ke II. Keputusan dan langkah penting yang diambil pada masa

jabatan beliau adalah:

1) Membentuk komisi perjalanan haji yang terdiri dari HM. Suja’, H.

Abdul Kahar Muzakir dan R. Sutomo.

2) Konggres XXVI di Yogyakarta 1937 antara lain memutuskan agar

Muhammadiyah aktif memperbaiki perekonomian bumi putra dengan

membentuk Bank muhammadiyah.

3) Menentang ordonansi pencatatan perkawinan oleh pemerintah colonial

Belanda.

4) Konggres XXVIII di Malang 1938, menentang ordonansi guru.

5) Konggres XXVIII di Medan 1939, menentang ordonansi sidang,

mengganti istilah Hindia Belanda dengan Indonesia.

53

Page 57: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

6) Tahun 1941 terjadi perang pasifik (PD II). Indonesia dikuasai Jepang.

Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah memutuskan:

a) A R. sutan Mansur koordinatorKonsul Muhammadiyah untuk

wilayah Sumatra

b) GM. Hasan Tjorong untuk wilayah Kalimantan.

c) D. Muntu untuk wilayah Suawesi.

7) Konggres XXIX di purwokerto 1941 gagal karena keadaan darurat.

8) Meskipun dalam masa sulit pada masa itu sempat dikeluarkan ‘Franco

amal’ dengan tujuan penghimpunan dana bagi kaum dhu’afa.

9) Pada masa jabatan KH. Mas Mansur ini juga ditetapkan khittah yang

dikenal dengan langkah dua belas.

e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)

Dalam periode ini tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar

Muhammadiyah. Di dalamnya terumuskan secara singkat dan pada gagasan

dan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang akhirnya melahirkan

Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut, Muhammadiyah

memiliki dasar berpijak yang kuat dalam melancarkan amal usaha dan

perjuangannya.

Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumo dalam

suasana transisi dari penjajahan Belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni

Belanda untuk menjajah Indonesia kembali. Pada masa ini kehidupan

Muhammadiyah cukup berat. Para pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat

dalam perjuangan, sementara ditingkat bawah hampir seluruh angkatan muda

Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar

kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan

berbagai kegiatan keorganisasian antara lain:

1) Tahun1944 mengadakan muktamar darurat di Yogyakarta.

2) Tahun 1946 mengadakan silaturahmi cabang-cabang se jawa.

3) Tahun 1950 mengadakan sidang tanwir perwakilan, antara lain

memutuskan:

54

Page 58: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

a) Anggota Muhammadiyah boleh masuk partai politik yang tidak

berideologi Islam, asal tidak merugikan perjuangan Islam. Kalau

merugikan perjuangan Islam ditarik.

b) Anggota Muhammadiyah diperbolehkan memasuki DPR atas nama

Muhammadiyah.

4) Tahun 1951, sidang Tanwir di Yogyakarta, antara lain memutuskan:

a) Muhammadiyah tidak akan berubah menjadi partai politik. Sekali

Muhammadiyah tetap Muhammadiyah.

b) Menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.

5) Tahun 1952, sidang Tanwir di Bandung, antara lain memutuskan:

a) Mempertahankan keanggotaan istimewa daam partai Masyumi.

b) Perlu ada peremajaan Muhammadiyah.

6) Tahun 1953, sidang Tanwir di Solo antara lain memutuskan:

Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.

f. Periode A. R. Sutan Mansyur(1952-1959)

Secara kebetulan, bahwa Muhammadiyah memiliki dua pemimpin yang

sama-sama hebat ialah Mansur di timur aitu Mas Mansur dan Mansur di

barat, tak lain Sutan Mansur. Keduanya memiliki jiwa tauhid yang kokoh.

Oleh karena itu tidak mengherankan bila periode ini ruh tauhid ditanamkan

kembali. Perjuangan pada masa ini dikenal dengan nama Khittah Palembang,

yang memuat:

1) Menjiwai pribadi anggota dengan iman, ibadah, akhlak, dan ilmu

pengetahuan.

2) Melaksanakan uswatun khasanah (contoh teladan yang baik)

3) Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.

4) Memperbanyak dan mempertingi mutu amal.

5) Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.

6) Mempererat ukhuwah antara kaum muslimin.

7) Menuntun penghidupan anggota.

Beberapa keputusan penting yang diambil pada masa beliau antara lain:

55

Page 59: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

a. Tahun 1955, siding Tanwir di pekajangan antara lain membicarakan

pokok-pokok konsepsi Negara Islam.

b. Tahun 1956, siding Tanwir di Yogyakarta antara lain memutuskan:

1) Muhammadiyah tetap Muhammadiyah. Muhammadiyah bergerak

dalam bidang kemasyarakatan. Masalah-masalah politik diserahkan

pada partai Masyumi.

2) Anggota-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di bidang politik

dianjurkan masuk dalam partai politik Islam.

3) Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP

Masyumi, bahwa keanggotaan istimewa tidak wajar dan secara

perlahan tidak menggoncangkan dihapus.

4) Perlu dipelihara hubungan baik antara Muhammadiyah dengan

Masyumi.

5) Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXIII di Palembang 1956 ini

juga diputuskan khittah Palembang.

g. Periode H. M. yunus anis (1959-1968)

Dalam periode ini kebetulan Negara Indonesia sedang berada dalam

kegoncangan sosial dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung

mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi

berbagai kesulitan, akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting

berupa Kepribadian Muhammadiyah. Dengan Kepribadian Muhammadiyah

bisa menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah Islam

amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.

h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)

Kesulitan yang dhadapi Muhammadiyah belum habis, terutama

disebabkan oleh kegiatan Partai Komunis Indonesia yang semakin keras dan

berani, sehingga di beberapa tempat Muhammadiyah mengalami kesulitan.

Dimana-mana seluruh kekuatan rakyat Indonesia sibuk mengikuti gerak

revolusi yang tidak menentu dibawah kekuasaan tunggal Soekarno, yang

akhirnya disusul dengan kup komunis pada tahun 1965. Pada saat itu seluruh

lapisan Orde Baru, termasuk di dalamnya Muhammadiyah ikut tampil

56

Page 60: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

memberantas komunis beserta segenap kekuatannya. Dengan tandas KH.

Ahmad Badawi berfatwa: “Membubarkan PKI adalah ibadah”. Dan dengan

prestasi yang ditujukan Muhammadiyah dalam membangun Orde Baru

akhirnya Muhammadiyah mendapat pengakuan sebagai organisasi sosial yang

mempunyai fungsi politik riil. Artinya Muhammadiyah secara resmi

memasuki lembaga-lembaga politik kenegaraan, baik dalam lembaga

legislative maupun eksekutif.

i. Periode KH. Fakih Usman/ H.A.R. Fakhrudin (1968-1971)

Tidak beberapa lama setelah Fakih Usman menjabat sebagai ketua

pimpinan pusat Muhammadiyah, beliau kemudian dipanggil kehadirat Allah

SWT. Kemudia H. Abdurrazak Fakhruddin ditetapkan sebagai pengganti

beliau. Pada periode ini lebih menonjol usaha “memuhammadiyahkan

kembali Muhammadiyah”, yaitu usaha untuk mengadakan pembaharuan pada

diri dan dalam muhammadiyah iu sendri. Baik pembaharuan (tajdid) dalam

bidang ideologinya, dengan merumuskan “Matan Keyakinan dan Cita-cita

Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha

perjuangan dengan menyusun “Khittah Perjuangan” dan bidang-bidang

lainnya.

Adapun Khittah Perjuangan yang disahkan dalam sidang Tanwir di

Ponorogo pada tahun 1989, adalah sebagai berikut:

Kittah Perjuangan Muhammadiyah

1) Pola Dasar Perjuangan

a) Muhamadiyah berjuang untuk mencapai/ mewujudkan suatu cita-cita

dan keyakinan hidup yang bersumber pada ajaran Islam.

b) Dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti dan proporsi

yang sebenarnya sebagaimana yang dituntunkan oleh Muhammad

Rasulullah SAW adalah satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita

dan keyakinan hidup tersebut.

c) Dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar seperti dimaksud harus

melalui dua saluran/ bidang secara simultan:

Saluran politik kenegaraan (politik praktis)

57

Page 61: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Saluran Masyarakat

d) Untuk melaksanakan perjuangan Dakwah Islam dan amar makruf nahi

munkar seperti yang dimaksud di atas, dibuat alanya masing-masing

yang berupa organisasi:

Untuk saluran/ bidang politik kenegaraan (politik) praktis dengan

organisasi politik (partai).

Untuk saluran/ bidang masyarakat dengan organisasi non partai.

e) Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri

sebagai “gerakan Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang

masyarakat”. Sedang untuk alat perjuangan dalam bidang kenegaraan

(politik praktis), Muhammadiyah menyerahkan kepada partai di luar

organisasi Muhammadiyah.

f) Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai tersebut adalah

merupakan sasaran amar makruf nahi munkar.

g) Antara Muhammadiyah dan partai tidak ada hubungan organisatoris

tetapi tetap mempunyai hubungan kemasyarakatan.

h) Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut caranya

sendiri-sendiri.

i) Pada prinsipnya tidak dibenarkan ada perangkapan jabatan, terutama

jabatan pimpinan antara keduanya demi tertibnya pembagian pekerjaan

(spesialisasi).

2) Program Dasar Perjuangan

Dengan Dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti dan

proporsi yang sebenar-benarnya, muhammadiyah harus dapat

membuktikan secara teoritis konsepsional, secara operasional dan secara

konkret riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam

negara Republik Indonesia yang ber-Pancasila dan UUD 1945 menjadi

masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia material dan

spiritual yang di ridhai Allah SWT.

j. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990)

58

Page 62: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Pada periode ini usaha untuk meningkatkan persyarikatan selalu

diusahakan, baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya.

Peningkatan kualitas organisasi meliputi tajdid di bidang Keyakinan dan Cita-

cita Hidup serta Khittah dan Tajdid organisasi.sedang peningkatan kualitas

operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan

dakwah jama’ah serta pemurnian amal usaha Muhammadiyah.

Beliau ditetapkan sebagai pejabat dalam Tanwir Ponorogo tahun 1969.

Beliau dipilih sebagai ketua dalam muktamar ke 38 tahun 1971 di

Ujungpandang, ke 40 tahun 1978 di Surabaya dan ke 41 tahun 1985 di

Surakarta.

Pada masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk

menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau

juga terjadi peristiwa penting yaitu kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan

sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku

‘Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur’, yang isinya bahwa

Indonesia adalah Negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi

jangan menjadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi.

Pada masa jabatan beliau ada beberapa keputusan penting yang diambil

dan hasil-hasil penting dalam penataan organisasi antara lain:

1) Khittah Muhammadiyah, yang dikenal dengan Khittah Ponorogo yang

kemudian dikuatkan dan disempurnakan dalam muktamar ke 40 di

Surabaya.

2) Melakukan pendekatan dengan pemerintah Soeharto (atas saran

Jenderal Sarbini).

3) Ikut membidani kelahiran partai Muslimin Indonesia.

4) Perubahan Anggaran Dasar Muhammadiyah dengan menetapkan

Pancasila sebagai asas organisasi.

5) Tersusunnys konsep-konsep dakwah oleh PMM Majlis Tabligh beserta

beberapa tuntunan praktisnya.

6) Tersusunnya konsep kaderisasi dan pedoman praktisnya oleh Badan

Pendidikan Kader (BPK).

59

Page 63: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

7) Tersusunnya berbagai pedoman pendidikan oleh Majlis Pendidikan

Dasar dan Menengah.

8) Terkonsolidasinya berbagai Majlis-majlis yang lain.

k. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)

Pada periode KH. A. Azhar Basyir MA telah dirumuskan:

1) Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun) yang

meliputi:

a) Bidang Konsolidasi Gerakan

b) Bidang Pengkajian dan Pengembangan

c) Bidang Kemasyarakatan

2) Program Muhammadiyah (1990-1995)

a) Bidang Konsolidasi Gerakan, meliputi:

Konsolidasi Organisasi

Kaderisasi dan Pembinan AMM

Bimbingan Keagamaan

Peningkatan Hubungan dan Kerjasama

b) Bidang Pengkajian dan Pengembangan, meliputi:

Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Islam

Penelitian dan Pengembangan

Pusat Informasi, Kepustakaan, dan Penerbitan.

c) Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat,

meliputi:

Keyakinan Islam

Pendidikan

Kesehatan

Sosial dan Pengembangan Masyarakat

Kebudayaan

Partisipasi Politik

Ekonomi dan Kewiraswastaan

Pengembangan Generasi Muda

Pembinaan Keluarga

60

Page 64: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

Pengembangan Peranan Wanita

Lingkungan Hidup

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

l. Periode Prof. DR. H.M. Amien Rais/ Prof. DR. H.A. Syafii Maarif (1955-

2000)

Pada periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais, telah dirumuskan program

Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada:

1) Masalah Global

2) Masalah Dunia Islam

3) Masalah Nasional

4) Permasalahan Muhammadiyah

5) Pengembangan Pemikiran, yang terdiri atas:

6) Pemikiran keagamaan

a) Ilmu dan Teknologi

b) Pengembangan basis ekonomi

c) Gerakan sosial kemasyarakatan

d) PTM sebagai basis gerakan keilmuan/ pemikiran

Berdasarkan hal-hal di atas, telah dirumuskan program Muhammadiyah

tahun 1995-2000 sebagai berikut:

1) Tujuan Program

Peningkatan Konsolidasi pergerakan dan peningkatan kualitas gerakan

dakwah dalam era industrialisasi dan globalisasi dengan memperluas

sasaran dan sarana dakwah.

2) Arah Program

Program Muhammadiyah periode 1995-2000 diarahkan pada empat hal

sebagai berikut:

a) Pengembangan pemikiran dan wawasan

b) Peningkatan kualitas sumber daya manusia

c) Peningkatan kualitas dan pengembangan amal usaha sebagai sarana

dakwah.

d) Perluasan sarana dakwah

61

Page 65: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

3) Jenis Program

Dengan merujuk pada berbagai pokok pikiran dlam muktamar

Muhammadiyah ke 43, program Muhammadiyah periode 1995-2000

disusun menurut empat bidang utama sebagai berikut:

a) Pemgembangan manajemen Muhammadiyah

b) Pendidikan, perkaderan, dan pengembangan sumber daya manusia.

c) Dakwah pengembangan masyarakat, pembinaan kesejateraan sosial

dan ekonomi.

d) Peningkatan dana Muhammadiyah.

Pada periode ini terjadi pergantian ketua pimpinan pusat Muhmmadiyah

dari Prof. Dr. H.M. Amien Rais kepada Prof. Dr. H.A. Syafii Maarif.

Pergantian ini bermula adanya keputusan sidang Tanwir Muhammadiyah di

Semarang pada tahun 1998 agar PP. Muhammadiyah melakukan ijtihad

politik.

Dalam perkembangannya yang sangat cepat, beberapa saat sebelum PP

Muhammadiyah melakukan ijtihadnya, DR. Amien Rais bersama beberapa

temannya melakukan langkah membentuk sebuah partai yang bersifat

terbuka (inklusif), yang diberinama Partai Amanat Nasional (PAN). Partai

ini terbuka bagi siapapun tanpa memandang agama yang dipeluknya, yang

berarti bahwa baik orang Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Kong Hu

Cu dan sebagainya dapat diterima menjadi anggota. Dan untuk pertama

kalinya Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PAN dijabat oleh DR. H.M.

Amien Rais.

Dengan diangkatnya DR Amin Rais sebagai Ketua Umum DPP PAN,

dan demi untuk dapat berkonsentrasi pada partai yang baru saja

didirikannya, serta agar tidak menimbulkan image bahwa PAN adalah

identik dan serumpun dengan Muhammadiyah, maka akhirnya Prof. Dr.

H.M. Amien Rais melepas jabatannya selaku Ketua PP. Muhammadiyah.

Pengunduran diri DR. Amien Rais dari jabatan Ketua Umum Pimpinan

Pusat Muhammadiyah, maka Prof. DR. Syafii Maarif yang sebelumnya

62

Page 66: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

telah menjadi salah satu dari ketua PP Muhammadiyah ditetapkan sebagai

Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1995-2000.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Faktor-faktor Pemicu Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia

a. Faktor Subyektif : faktor yang sangat kuat, bahkan dapat dikatakan

sebagai factor utama berdirinya Muhammadiyah

b. Faktor Obyektif :

Faktor internal, yaitu faktor penyebab yang muncul ditengah-tengah

kehidupan masyarakat Islam Indonesia dan sebagiannya dapat

dikelompokkan.

Faktor eksternal yaitu faktor penyebab yang ada di luar tubuh

masyarakat Islam Indonesia.

2. Respon Atas Perkembangan Modernisasi Islam

Muhamamdiyah yang juga nmerupakan sebab pula bagi Persis, gerakan

di Minangkabau dan di Majalengka adalah tidak adanya pelajaran agama di

sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Apa yang disebut netral

terhadap agama di sekolah-sekolah pemerintah (suatu hal yang merupakan

kebijakan pemerintah) akan menyeabkan murid-murid tidak tahu tentang

agama dan kepercayaan.

3. Corak Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia

Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar

kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia.

a. Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam

Masa Kolonial Beanda

Aliran yang terlibat dalam konflik idelogis yang cukup keras.

Namun, PKI hanya terlibat dalam waktu yang sangat singkat, karena

pemberontakannya di Jawa Barat (1926) dan di Sumatra Barat (1927)

63

Page 67: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

menyebabkan pemerintahan Belanda menyatakan sebagai partai

terlarang dan mengasingkan tokoh-tokohnya ke Digul.

Golongan nasionalis “netral agama” pernah menuduh Islam sebagai

pembawa perpecahan. H. Agus Salim dituduh menjerumuskan SI

menjadi partai pendeta yang mencecerkan kepentingan sosial dan

ekonomi rakyat untuk agama. Tuduhan-tuduhan tersebut tentu

mendapat jawaban dari kalangan Islam yang ingin menjelaskan duduk

perkara yang sebenar-benarnya.

Masa Pendudukan Jepang

Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan mengeluarkan

maklumat Gunseikan no.23/29 April 1945, tentang pembentukan

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI). Setelah itu, dialog resmi ideologis antar dua golongan

terjadi dengan terbuka dalam suatu forum. Panitia Sembilan.

Kompromi ini dikenal dengan Piagam Jakarta.

b. Organisasi Politik dan Organisasi Sosial Islam dalam Suasana Indonesia

Merdeka

Masa Revolusi dan Demokrasi Liberal

Penghapusan tujuh kata-kata dari Piagam Jakarta itu sama sekali tidak

mengakhiri konflik ideology yang telah berlangsung lama pada masa

belum sebelum kemerdekaan.

Umat islam memang gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia

dari agresi Belanda yang datang dengan bantuan tentarasekutu

kembali untuk menjajah Indonesia.

Masa Demokrasi Terpimpin

Masa Demokrasi Terpimpin itu berakhir dengan gagalnya Gerakan 30

September PKI Tahun 1965, Umat Islam bersama ABRI dan golongan

lainya bekerjasama menumpas gerakan itu.

Masa Orde Baru

Orde Baru memang sejak semula mencanangkan pembaruan sistem

politik. Pada tanggal 26 November 1966, dengan sebuah amanat dari

64

Page 68: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

presiden, disampaikan kepada DPRGR : RUU kepartaian, RUU

Pemilu dan RUU Susunan MPR, DPR dan DPRD.

Kebangkitan Islam di Masa Orde Baru

Banyak kalangan yang melontarkan suara-suara kontra. Sangat wajar

kalau suara kontra itu banyak yang berasal dari umat Islam. Karena

pada saat gagasan itu dilontarkan, sub-sub ideologi yang pernah ada di

Indonesia sudah “terkena” gagasan itu.

4. Awal Kelahiran Muhammadiyah

Sebagai usaha untuk menegakkan aqidah islam yang murni serta

mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad, masih

banyak lagi usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan, dan

politik yang telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah.

Salah satu penyebab didirikan Muhammadiyah ialah karena lembaga-

lembaga pendidikan di Indonesia sudh tidak memenuhi lagi kebutuhan dan

tuntunan zaman. Muhammadiyah adalah suatu gerakan islam yang mempunyai

tugas dakwah islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang

kemasyarakatan. Perkembangan Muhammadiyah, meliputi perkembangan

secara vertikal dan perkembangan secara horizontal.

Periodisasi Kepemimpinan Muhammadiyah :

a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)

b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)

c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)

d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)

e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)

f. Periode A. R. Sutan Mansyur(1952-1959)

g. Periode H. M. yunus anis (1959-1968)

h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)

i. Periode KH. Fakih Usman/ H.A.R. Fakhrudin (1968-1971)

j. Periode KH. Abdul Razak Fakhruddin (1971-1990)

k. Periode KH. A. Azhar Bayir, MA (1990-1995)

65

Page 69: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

l. Periode Prof. DR. H.M. Amien Rais/ Prof. DR. H.A. Syafii Maarif (1955-

2000)

B. Saran

Sebagai pemeluk agama Islam, kita harus dapat memahami modernisasi

Islam, modernisasi ini penting dengan adanya modernisasi ini Islam lebih

berkembang sehingga masyarakat Islam tidak ketinggalan zaman.

66

Page 70: ardialmathor.files.wordpress.com · Web viewDemikian juga dengan kebijakan pemerintah mendirikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, MUI mungkin bisa dikatakan suatu forum pemersatu

DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim. 1998. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : LAIK-Rajawali Pers.

Mustafa Kamal Pasya. 2002. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam.

Yogyakarta : LPPI UMY.

Deliar Noor. 1979. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta : PT Pusaka

LP3ES

Taufik Abdullah & Nur Cholis Majid, dkk. Jalan Baru Islam. Bandung : Mizan.

67