wayang orang

download wayang orang

of 7

Transcript of wayang orang

Menelusuri Awal Mula Lahirnya Wayang Orang di SurakartaPertunjukan wayang orang konon pertama kali digelar pada kurun waktu yang hampir sama di Keraton Yogyakarta yang pada waktu itu dibawah penguasaan Sultan Hamengku Buwono I dan di Kadipaten Mangkunegaran Surakarta pada masa Adipati Mangkunegoro I. Wayang orang sendiri adalah genre seni pertunjukan tradisional yang ada di lingkungan vorstenlanden (swapraja Surakarta-Yogyakarta) yang menggabungkan seni drama dan seni tari. Berbeda dengan seni tari tradisional klasik seperti bedaya yang dimainkan tanpa dialog, wayang orang mengambil cerita wayang purwo (Mahabarata dan Ramayana) yang tentu saja mengadaptasi karakter pada pertunjukan wayang kulit. Berdasarkan penelitian Leyveld (1931), lakon pertama yang ciptaan Hamengku Buwono I adalah Gandawarya, sedangkan Mangkunegoro I mengambil lakon Wijanarka. Awal dari wayang orang ini diperkirakan muncul pada abad 18. Kemudian pada masa pemerintahan Mangkunegoro IV, perkembangan wayang orang di lingkungan Keraton berjalan dengan pesat. Salah satu penyebab pesatnya wayang orang tersebut adalah kekuatan ekonomi yang dimiliki Kadipaten Mangkunegaran yang besar. Dikala itu Mangkunegoro IV mengembangkan usaha komersial seperti perkebunan kopi, industri gula (PG Colomadu dan PG Tasikmadu), pabrik genteng kemiri, real estate berupa rumah sewa di Prins Hendriklaan (Pindrikan) Semarang. Akan tetapi sekitar tahun 1895 pada era Adipati Mangkunegoro V, Kadipaten Mangkunegaran mengalami kemunduran ekonomi, yang menghasilkan sebuah keputusan untuk memberikan ijin wayang orang untuk menggelar pertunjukan di luar istana. Peluang itu dimanfaatkan oleh seorang saudagar Tionghoa bernama Gan Kam, yang menggelar pertunjukan wayang orang dengan panggung proscenium ala opera Barat diluar istana dengan menarik bayaran bagi penontonnya. Sebelum tahun 1895 belum dikenal pertunjukan wayang orang dengan ditarik bayaran, baru mulai tahun tersebut komersialisasi pertunjukan wayang orang mulai berkembang. Pertunjukan wayang orang sendiri acapkali digelar pada komidi stanbul di gedung Schouwburg (kemudian beralih menjadi bioskop fajar dan kini menjadi sebuah ruko). Beralihnya wayang orang yang semula merupakan sebuah tontonan keluarga lingkungan Mangkunegaran dan ningrat menjadi sebuah tontonan publik. Dibarengi dengan dijadikannya wayang orang sebagai sebuah komoditas yang menjual pada kala itu. Munculnya wayang orang komersial, menjadi sebuah cikal bakal awal lahirnya wayang orang Sriwedari. Selepas tumbuh dan berkembang kelompok-kelompok wayang orang yang menggelar pertunjukan di gedung Sonoharsono (kemudian menjadi bioskop Ura Patria/UP), Srikaton (menjadi Bioskop Trisakti) dan eks bioskop Dhady. Kelompok-kelompok wayang orang

tersebut dimiliki oleh Gan Kam, Lie Wat Gien, dan RM Sastratanaja. Pada era tahun itu wayang orang yang semula menjadi sebuah pertunjukan eksklusif kelas atas (lingkar istana/ningrat) beralih menjadi pertunjukan seni komersial kelas barangan (pengamen). Nilai bisnis yang sangat tinggi menumbuhkan bermunculnya kelompok wayang orang baru dengan menggelar berbagai pertunjukan keliling dalam tobong (bangunan semi permanen yang bisa dibongkar pasang). Pada tahun 1899 dibangun Kebon Raja Sriwedari dan dibuka untuk umum pada tahun 1901. Sejak itu pertunjukan wayang orang diselenggarakan secara bergantian oleh kelompok pimpinan Gan Kam, Lie Wat Gien, dan RM Sastratanaja. Atas perintah Sunan Pakoe Boewono X, Patih Sastradiningrat IV membentuk perkumpulan wayang orang Sriwedari pada tahun 1910. Berbagai sumber menyatakan wayang orang Sriwedari mulai pentas pertama pada tahun 1911 atau 1912, namun sebuah penelitian Hersapandi (1991) menemukan bukti lain, seorang saksi hidup yang berasal dari lingkungan Mangkunegaran RM Suraya (lahir 1901) yang kemudian diangkat menjadi abdi dalem Keraton bergelar RMNg Wignyahambeksa yang juga adalah seorang seniman tari, mengatakan bahwa ia terlibat dalam pementasan perdana wayang orang Sriwedari. Ia sendiri baru berusia sembilan tahun ketika bermain dalam wayang orang tersebut. Sehingga dapat dipastikan bahwa penampilan perdana wayang orang Sriwedari dimulai sejak tahun 1910. Tahun inilah yang digunakan sebagai awal lahirnya wayang orang Sriwedari. Wayang orang Sriwedari terus mendapatkan tempat dihati masyarakat yang sangat merindukan sebuah tontonan. Dari era 20-an hingga 40-an. Wayang orang Sriwedari terus berkembang dengan pesat. Bahkan beberapa pemain tetap yang dulunya adalah pemain wayang orang keliling, juga diangkat menjadi abdi dalem punakawan langentaya pada kantor Hamongraras Keraton Surakarta. Pemain terkemuka wayang orang Sriwedari pada dekade 20-an sampai 40-an adalah Wugu Hardjawibaksa sebagai tokoh Gatotkaca dan Sastradirun sebagai Petruk. Era tahun 70an wayang orang Sriwedari merupakan sumber pendapatan yang menguntungkan bagi pengelolanya (Keraton Surakarta yang kemudian beralih Pemerintah Kotapraja Surakarta). Pada dekade 40-an hingga 70-an adalah masa-masa keemasan wayang orang Surakarta. Sejumlah nama seperti Rusman Hardjawibaksa, Surana Ranawibaksa, dan Darsi Pudyarini. Wayang orang Sriwedari juga tercatat sebagai sebuah tontonan favorit Presiden RI I Soekarno. Bung Karno dalam tiga bulan sekali selalu meluangkan waktu untuk menyaksikan wayang orang Sriwedari. Gebyar wayang orang Sriwedari sudah tidak seperti dulu. Dikala tahun 1910 ketika wayang orang Sriwedari pertama kali tampil dihadapan publik, animo masyarakat sangat tinggi. Namun seiring dengan perkembangan jaman kondisi wayang orang Sriwedari semakin terpuruk. Berdasarkan data yang diperoleh Timlo.net, pada tahun 1960 hingga tahun 1980 setidaknya dalam seminggu wayang orang Sriwedari selalu dikunjungi 2000 orang. Sayangnya dengan pergantian tahun jumlah penonton sudah tidak lagi seperti sedia kala. Sekarang ini dengan tiket yang cukup murah yakni seharga 3000 rupiah hingga 5000

rupiah tergantung dengan cerita yang dimainkan, hanya ada belasan orang yang mau mampir untuk menyaksikkan wayang orang tersebut. Jika diruntut, banyak penyebab kenapa wayang orang ini sepi pengunjung. Seperti dilansir dari batavise.co.id, Tugimin seorang peneliti budaya mengatakan jumlah pengunjung GWO menurun drastis seiring dengan menjamurnya berbagai pertunjukan seni yang jauh lebih variatif dan menarik. Anak muda sekarang jauh lebih memilih hiburan modern, seperti nongkrong di caf, dan semacamnya dibandingkan menyaksikan pertunjukan wayang orang yang terkesan membosankan bagi mereka, terangnya. Walaupun sepi pengunjung, nasib para seniman masih bisa teratasi, pasalnya sebagian besar seniman wayang orang Sriwedari sudah diangkat menjadi pegawai negeri. Dari uang gaji yang mereka dapatkan, para seniman tersebut tetap bisa berkarya. Sulistiyanto BA, yang kerap menjadi sutradara mengatakan, sejauh ini para seniman tetap menghidupi wayang orang Sriwedari bukan karena tuntutan pekerjaan semata, namun juga ada roh yang menghidupi mereka, yakni kecintaan mereka akan budaya wayang orang yang sudah menjadi budaya luhur. Saat ini wayang orang Sriwedari memang masih tetap berkarya, namun apa yang mereka mainkan serasa tidak ada gregetnya, bukan karena mainnya kurang baik, melainkan penonton yang sedikit. Penonton itu sangat mempengaruhi mood para pemain. Tentu saja adanya penonton yang banyak sangat mempengaruhi para pemain, mereka akan terasa jauh lebih bersemangat, terangnya kepada Timlo.net selepas pementasan Suryadharma Lahir di GWO. (7/6/2010). Sangat disayangkan bila warisan budaya yang sudah berumur satu abad ini dibiarkan punah begitu saja. Menjadi sebuah kewajiban kita bersama untuk terus melestarikannya. Tepat hari ini 100 tahun wayang orang Sriwedari akan diperingati dengan sebuah pentas yang menampilkan berbagai artis dan para mantan pejabat. Walaupun pentas ini ditujukan untuk mengangkat citra dan mengembalikan wayang orang seperti sedia kala, namun jangan sampai menjadi sebuah gebyar semata. Harus ada sebuah tindakan yang merangkai pementasan tersebut sehingga wayang orang tidak akan berhenti. Bram Dwi Atmanto-

SEJARAH WAYANG ORANG Wayang Orang adalah seni drama tari yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya. Dari segi cerita, Wayang Orang adalah perwujudan drama tari dari Wayang Kulit Purwa. Pada mulanya, yakni pertengahan abad ke-18, semua penari Wayang Orang adalah penari pria, tidak ada penari wanita. Jadi agak mirip dengan pertunjukan ludruk di Jawa Timur dewasa ini. Dalam berbagai buku mengenai budaya wayang disebutkan, Wayang Orang diciptakan oleh Kangjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (1757 - 1795). Para pemainnya waktu itu terdiri atas abdi dalem istana. Wayang Orang Pertama kali Wayang Orang itu dipentaskan secara terbatas pada tahun 1760. Namun, barn pada pemerintahan Mangkunegara V pertunjukan Wayang Orang itu lebih memasyarakat, walaupun masih tetap terbatas dinikmati oleh kerabat keraton dan para pegawainya. Pemasyarakatan seni Wayang Orang hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya drama tari Langendriyan. Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII (1916 -1944) kesenian Wayang Orang mulai diperkenalkan pada masyarakat di luar tembok keraton. Usaha memasyarakatkan kesenian ini makin pesat ketika Sunan Paku Buwana X (1893-1939) memprakarsai pertunjukan Wayang Orang bagi masyarakat umum di Balekambang, Taman Sri Wedari, dan di Pasar Malam yang diselenggarakan di alun-alun. Para pemainnya pun, bukan lagi hanya para abdi dalem, melainkan juga orang-orang di luar keraton yang berbakat menari. Penyelenggaraan pertunjukan Wayang Orang secara komersial baru dimulai pada tahun 1922. Mulanya, dengan tujuan mengumpulkan dana bagi kongres kebudayaan. Kemudian pada tahun 1932, pertama kali Wayang Orang masuk dalam siaran radio, yaitu Solosche Radio Vereeniging, yang mendapat sambutan hebat dari masyarakat. Wayang Orang juga menyebar ke Yogyakarta. Pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII (1877 -1921) keraton Yogyakarta dua kali mempergelarkan pementasan Wayang Orang untuk tontonan kerabat keraton. Waktu itu lakonnya adalah Sri Suwela dan Pregiwa - Pregiwati. Wayang Orang di Yogyakarta ini disebut Wayang Wong Mataraman. Pakaian para penari Wayang Orang pada awalnya masih amat sederhana, tidakjauh berbeda dengan pakaian adat keraton sehari-hari, hanya ditambah dengan selendang tari. Baru pada zaman Mangkunegara VI (1881-1896), penari Wayang Orang mengenakan irah-irahan terbuat dari kulit ditatah apik, kemudian disungging dengan perada. Sejalan dengan perkembangan Wayang Orang. terciptalah gerak-gerak tari baru yang diciptakan oleh para seniman pakar tari keraton. Gerak tari baru itu antara lain adalah sembahan, sabetan, lumaksono. ngombak banyu, dan srisig. Karena ternyata kesenian Wayang Orang mendapat sambutan hangat dari masyarakat, bermunculanlah berbagai perkumpulan Wayang Orang; mula-mula dengan status amatir, kemudian menjadi profesional. Perkumpulan Wayang orang yang cukup tua dan terkenal, di antaranya Wayang Orang (WO Sriwedari di Surakarta dan WO Ngesti Pandawa di Semarang. Wayang Orang Sriwedari merupakan kelompok budaya komersial yang pertama dalam bidang seni Wayang Orang. Didirikan tahun 1911, perkumpulan Wayang

Orang ini mengadakan pentas: secara tetap di `kebon raja' yakni taman hiburan umum milik Keraton Kasunanan Surakarta. Patut juga dicatat, peranan masyarakat keturunan Cina di Surakarta dan Malang yang aktif mengembangkan kesenian Wayang Orang. Mereka bergabung dalam perkumpulan kesenian PMS (Perkumpulan Masyarakat Surakarta) yang secara berkala mengadakan latihan tari dan pada waktu-waktu tertentu mengadakan pementasan untuk pengumpulan dana dan amal. Perkembangan seni Wayang Orang di Surakarta lebih bersifat populer dibandingkan di Yogyakarta. Kreasi seniman Surakarta untuk melengkapi pakaian tari Wayang Orang, mengarah pada `glamour' dengan kemewahan tata panggung. Untuk pemeran tokoh wayang bambangan seperti Arjuna, Abimanyu, dan sejenisnya, digunakan penari wanita. Sedangkan di Yogyakarta tetap mempertahankan penari pria. Di Jakarta, pada tahun 1960 - 1990, pernah pula berdiri beberapa perkumpulan Wayang Orang, di antaranya Sri Sabda Utama, Ngesti Budaya, Ngesti Wandawa, Cahya Kawedar, Adi Luhung, Ngesti Widada, Panca Murti, dan yang paling lama bertahan Bharata. Pentas seni Wayang Orang juga melahirkan seniman-seniman tari yang menonjol, antara lain Sastradirun, Rusman, Darsi, dan Surana dari Surakarta; Sastrasabda dan Nartasabda dari Semarang; Samsu dan Kies Slamet dari Jakarta.

www.ki-demang.com Wayang wong adalah salah satu jenis teater tradisional Jawa yang merupakan gabungan antara seni drama yang berkembang di Barat dengan pertunjukan wayang yang tumbuh dan berkembang di Jawa. Lakon yang dipentaskan disini bersumber pada ceritera-ceritera wayang purwa. Jenis kesenian ini pada mulanya berkembang terutama di lingkungan kraton dan kalangan para priyayi (bangsawan) Jawa. 1. Sekelumit Sejarah Kesenian "Wayang Orang". Menurut dinas pariwisata Kotamadya Dati II Surakarta, wayang orang lahir pada abad XVIII. Penciptanya adalah Mangkunegara I yang mungkin diilhami oleh seni drama yang telah berkembang di Eropa. Mula-mula wayang orang dipertunjukkan di Surakarta. Akan tetapi karena tidak bertahan lama, pertunjukan wayang orang tersebut pindah ke Yogyakarta. Pada bulan April 1868, yakni sewaktu Mangkunegara IV mengadakan khitanan putranya yang bemama Prangwadana dan Mangkunegara V didatangkan petikan wayang orang dari Yogyakarta. Sejak saat itu wayang orang kembali hidup di Surakarta. Selanjutnya oleh Mangkunegara IV dan V wayang orang itu disempumakan, terutama dalam hal pakaian dan perlengkapannya. Pada tahun 1899 Pakubuwana X membangun taman Sriwedari. Dalam peresmiannya diadakan berbagai pertunjukan kesenian. Salah satu bentuk kesenian yang dipertunjukkan pada waktu itu adalah wayang orang. Dan saat itulah wayang orang selalu mengisi acara di taman Sriwedari yang merupakan taman Kasunanan itu. Pada mulanya wayang orang merupakan bentuk seni tradisional Jawa yang eksklusif, dipentaskan hanya di lingkungan kraton. Pada tahun 1902 muncul wayang orang yang hidup dengan dasar komersial, dengan penjualan karcis. Pengelola wayang orang yang kemudian ini adalah seorang Cina

Wayang orang komersial yang disajikan ke luar batas kraton ini berkembang dan mencapai puncaknya ketika muncul perkumpulan "Ngesti Pandowo" di bawah pimpinan Sastrosabdo. Wayang Orang Sriwedari sendiri pada gilirannya mengikuti pola komersial pula, yakni dengan menjual karcis pada masyarakat umum yang ingin menonton. Kesenian wayang orang adalah perkembangan lebih lanjut dari wayang kulit. Oleh karena itu struktur pertunjukannya serupa. Perbedaanya terutama terletak hanya pada pemainya. Kalau wayang kulit menampilkan boneka, wayang orang menampilkan manusia sebagai wayang. Pertunjukan wavang orang dibuka dengan jejer yang biasanya didahului oleh dialog umum. Selanjutnya baru ditampilkan cerita dan dialog yang berhubungan dengan persoalan pokok. Kemudian ditampilkan adegan perang kembang, yakni perang antara ksatria dengan para raksasa yang mencegat di hutan ketika ksatria sedang melakukan perjalanan melaksanakan tugasnya. Sebelum perang, baik perang kembang maupun perang utama, biasanya ditampilkan adegan goro-goro yang berisi lawak dari punakawan. Dalam pertunjukan wayang orang terdapat unsur yang menjadi perhatian penting, yakni ontowacono atau idiolek tokoh. Setiap tokoh mempunyai idioleknya sendiri yang khas, yang sekaligus mencerminkan wataknya masing masing. Kostum para tokoh merupakan unsur lain yang dianggap tidak kalah pentingnya dari persoalan ontowacono di atas. Wayang orang mempunyai standard yang ketat mengenai kostum ini, sebab kostum mempunyai makna simbolis. Oleh karena makna simbolisnya pula, maka persoalan bentuk tubuh dan peri laku tokohpun menjadi amat penting. Lakon yang tersedia dibedakan menjadi dua macam, yakni lakon pakem dan lakon carangan. Lakon pakem adalah lakon berupa ceritera Mahabharata dan Ramayana. Lakon carangan (karangan/fantasi) adalah lakon karangan baru yang dikaitkan dengan lakon pakem itu. Wayang orang Sriwedari biasanya mementaskan lakon pakem dan berusaha memenuhi pakem pertunjukan wayang secara ketat. Urutan adegan yang ditampilkan tepat seperti yang ditentukan. Ontowacono mereka dapat dikatakan amat baik dan tepat. Kostum mereka sesuai dengan standard dan digunakan dengan rapi. Tatarias mereka juga amat rapi dan sesuai dengan tuntutan pakem. Permainan mereka yang serius didukung oleh kesempurnaan peralatan teknis yang cukup lengkap dan baik. W.O. Sriwedari menggunakan 12 spotlight yang masing-masing berkekuatan 500 watt, 50 footlight, dan beberapa buah borderlight. Mereka mempunyai banyak dekor yang dapat menghadirkan keadaan istana, hutan, tengah jalan, padepokan, taman pasewakan, arena perkelahian dan keputren. Selain itu, tata akustik gedung Sriwedari juga baik. Meskipun pertunjukan W.O. Sriwedari dapat dikatakan memenuhi tuntutan pakem, pada waktu-waktu tertentu sutradara dan para pemain sering tergoda untuk melakukan beberapa penyimpangan. Mereka kadang-kadang berusaha menampilkan adegan humor dengan porsi yang lebih banyak daripada biasanya, walaupun kadang-kadang hal ini terasa mengganggu alur ceritera. Di lain waktu pkumpulan tersebut juga menampilkan humor pada adegan atau melalui tokoh yang serius. Penyimpangan yang secara resmi mereka lakukan adalah pemadatan pertunjukan. Kalau dahulu setiap malam mereka berpentas sekitar empat setengah jam,

kini hanya dua setengah jam. Pertunjukan yang agak panjang hanya dilakukan pada malam minggu. Wayang orang mengalami kejayaannya pada tahun 1950-1965. Pada tahun tahun itu pertunjukan wayang orang selalu mengalami sukses. Gedung-gedung pertunjukannya penuh dengan penonton. Oleh karena kesuksesan itu pertunjukan wayang orang banyak dimanfaatkan oleh berbagai organisasi sosial tertentu. Mereka berusaha mengumpulkan dana sosial melalui pertunjukan teater tradisional tersebut. Para penonton waktu itu berasal dan berbagai kalangan masyarakat. Masyarakat desa, kota, generasi muda, dan juga terutama generasi tua, berbondong-bondong menonton wayang orang. Oleh karena banyaknya peminat, tidak jarang mereka ini tidak mendapatkan karcis masuk atau terpaksa mendapatkannya lewat calo, walaupun harga karcis wayang orang pada waktu itu sangat tinggi, yaitu empat kali lipat dari harga karcis untuk pertunjukan bioskop. Oleh sebab itu, para pendukung pertunjukan wayang orang ketika itu dapat dikatakan makmur hidupnya. Bagi mereka wayang orang saat itu tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan juga kebutuhan-kebutuhan sekunder seperti rekreasi dan sebagainya. Pada tahun 1965-1975 minat orang menonton pertunjukan wayang orang mulai menyusut. Beberapa organisasi wayang orang yang lahir pada tahun 1950-1965 banyak yang bangkrut dan tutup. Sejak saat itu harga karcis pertunjukan wayang orang tidak hanya tidak mampu melebihi pertunjukan bioskop, tetapi bahkan lebih rendah dari padanya. Organisasi organisasi sosialpun mulai tidak lagi dapat mengandalkan wayang orang sebagai alat pengumpul dana sosial. Kelesuan wayang orang agak terobati dengan munculnya "Ngesti Pandowo" di Semarang. Dengan menampilkan beberapa inovasi, terutama dalam hal trick yang dapat membuat peristiwa-peristiwa ajaib menjadi nyata. Perkumpulan pimpinan Sastrosabdo ini mampu merebut perhatian penonton. Akan tetapi sejak meninggalnya si pemimpin, Ngesti Pandowo pun mulai surut. Pada tahun 1983 Sastro Sudirjo, pimpinan Ngesti Pandowo yang baru, mengumurnkan pada masyarakat bahwa ia akan menjual gamelan perkumpulannya. Minat masyarakat terhadap wayang orang ketika itu semakin lama semakin menyusut. Kecenderungan serupa itu terlihat pada daftar jumlah pengunjung wayang orang Sriwedari dari tahun ke tahun. Pada tahun 1981 pengunjung wayang orang di atas 2000 orang. Pada tahun 1982 pengunjung mulai menyusut. Dari dua belas bulan yang ada, lima bulan di antaranya hanya dikunjungi oleh sekitar 1500 orang. Pada tahun 1983 pengunjung yang mencapai lebih dan 2000 orang hanya terjadi di bulan Desember. Tahun berikutnya pengunjung yang mencapai 2000 orang penonton hanya dua bulan dan yang mencapai 1000 orang hanya dua bulan pula, Pada delapan bulan pertama tahun 1985 penonton yang datang agak meningkat, yakni mencapai rata rata 1500 orang perbulan. Taman Sriwedari juga menyelenggarakan semacam pasar malam selama sekitar satu bulan setiap tahun. Pada waktu serupa itu jumlah penonton wayang orang biasanya agak meningkat.